Wrap Up Campak b17 1
Wrap Up Campak b17 1
Seorang ibu membawa anak perempuan usia 3 tahun ke RS dengan keluhan keluar ruam
merah di seluruh tubuh sejak tadi malam. Sejak 4 hari yang lalu anak demam disertai batuk,
pilek, mata merah, nyeri menelan, muntah, nafsu makan menurun dan buang air besar lembek 23 x/ hari. Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien tampak lemah, kesadaran
compos mentis, takikardia atau suhu 38,5 . Ditemukan ruam makulopapular di belakang
telinga, wajah, leher, badan dan ekstremitas. Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal. Hasil
laboratorium didapat leukopenia. Dokter mendiagnosis pasien menderita campak dan
menyarankan pasien untuk dirawat inap di RS.
SASARAN BELAJAR
LI 1. Memahami dan menjelaskan tentang virus morbilli rubeola
LO 1.1 Morfologi Virus morbilli rubeola
LO 1.2 Klasifikasi Virus morbilli rubeola
LO 1.3 Replikasi Virus morbilli rubeola
Paramyxovirus Family
Genus
Paramyxovirus
Rubulavirus
Morbilivirus
Pneumovirus
Members
human parainfluenza virus1
(HPIV
1)
human
parainfluenza virus3 (HPIV
3)
human parainfluenza virus2
(HPIV
2)
human
parainfluenza virus4 (HPIV
4) Mumps virus
Measles
Respiratory syncytial virus
Glikoprotein
HN, F
HN,F
H,F
G,F
lengan dan kaki dan disertai oleh demam tinggi. Penyakit ini dapat meninggalkan gejala sisa
kerusakan neurologis akibat peradangan otak (ensefalitis).
diobati. Masyarakat berpendapat bahwa penyakit ini akan sembuh sendiri jika ruam merah pada
kulit sudah timbul sehingga ada usaha-usaha untuk mempercepat timbulnya ruam. Mereka
beranggapan jika ruam tidak keluar ke kulit, maka penyakit ini akan menyerang ke dalam
tubuh dan menimbulkan akibat yang lebih fatal daripada penyakitnya sendiri.
Sebelum penggunaan vaksin campak, penyakit ini biasanya menyerang anak yang berusia
5-10 tahun. Setelah masa imunisasi (mulai tahun 1977), campak sering menyerang anak usia
remaja dan orang dewasa muda yang tidak mendapat vaksinasi sewaktu kecil, atau mereka yang
diimunisasi pasa saat usianya lebih dari 15 bulan. Penelitian di rumah sakit selama tahun 19841988 melaporkan bahwa campak paling banyak terjadi pada usia balita, dengan kelompok
tertinggi pada usia 2 tahun (20.3%) diikuti bayi (17,6%), anak usia 1 tahun (15.2%), usia 3 tahun
(12,3%) dan usia 4 tahun (8,2%).
Adapun faktor risiko terjadinya campak yaitu :
1. Anak-anak dengan imunodefisiensi, misalnya pada HIV/AIDS, leukemia, atau dengan terapi
kortikosteroid.
2. Perjalanan atau kunjungan ke daerah endemi campak atau kontak dengan pendatang dari
daerah endemi .
3. Bayi yang kehilangan antibodi pasif dan tidak diimunisasi. Faktor risiko yang mempeberat
penyakit campak sehingga dapat menimbulkan komplikasi yang serius, yaitu :
1. Malnutrisi
2. Imunodefisiensi
3. Defisiensi vitamin A
LO 2.3 Patogenesis dan Patofisiologi Campak
Manusia merupakan satu-satunya pejamu alamiah untuk virus campak, meskipun banyak
spesies lain, termasuk monyet, anjing, dan mencit, dapat terinfeksi secara eksperimental. Virus
dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan, tempat virus melakukan
multiplikasi lokal; kemudian infeksi menyebar ke jaringan limfoid regional, tempat terjadinya
multiplikasi yang lebih lanjut. Viremia primer menyebarkan virus, yang kemudian bereplikasi di
dalam system retikuloendotelial. Akhirnya. Viremia sekunder berkembang biak di permukaan
eptel tubuh. Campak dapat bereplikasi di dalam limfosit tertentu, yang membantu peyebaran ke
seluruh tubuh. Sel multinukleus raksasa dengan inklusi intraseluler terlihat di dalam jaringan
limfoid di seluruh tubuh. Kejadian yang digambarkan tersebut terjadi pada masa inkubasi, yang
khasnya terjadi selama 8-12 hari tetapi dapat berlangsung hingga 3 minggu pada orang dewasa.
Selama fase prodromal (2-4 hari) dan 2-5 hari pertama ruam, virus terdapat di dalam air
mata, secret nasal, dan tenggorokan, urin, serta darah. Ruam makulopapular yang khas muncul
sekitar 14 hati ketika antibodii yang bersirkulasi terdeteksi, viremia menghilang, dan demam
mereda. Ruam terjadi akibat interaksi sel imun T dengan sel yang terinfeksi virus di dalam
pembuluh darah kecil dan berlangsung sekitar 1 minggu.
Keterlibatan system saraf pusat sering terjadi pada campak. Ensefalitis simtomatik terjadi
pada sekitar 1;1.000 kasus. Oleh karena virus yang infeksius jarang ditemukan di dalam otak, di
duga reaksi autoimun adalah mekanisme yang menyebabkan komplikasi ini. Sebaliknya,
7
ensefalitis badan inklusi campak yang progresif dapat timbul pada pasien dengan gangguan
imunitas selular. Virus yang aktif bereplikasi terdapat di dalam otak umumnya dalam bentuk
penyakit yang fatal. ( Jawetz. Et al, 2007)
Imunisasi campak yng diberikan pada bayi berusia 9 bulan merupakan pencegahan yang
paling efektif. Vaksin campak berasal dari virus hidup yang dilemahkan . vaksin diberikan
dengan caa subkutan dalam atau intramuscular dengan dosis 0,5 cc.
Pemberian imunisasi campak ssatu kali akan memberikan kekebalan salaam 14 tahun ,
sedangkan untuk mengendalikan penyakit diperlukan cakupan imunisasi paling sedikit 80%
perwilayah secara merata selama bertahun-tahun.
Keberhasilan program imunisasi dapat diukur dari penurunan jumlah kasus campak dari
waktu ke waktu. Kegagalan imunisasi dapat disebabkan oleh :
1. Terdapatnya kekebalan yang dibawa sejak lahir yang berasal dari antibody ibu. Antibody
itu akan menetralisasi vaksin yang diberikan.
2. Terjadi kerusakan vaksin akibat penyimpanan , pangangkutan atau penggunaan diluar
pedoman.
Imunisasi
Imunisasi campak terdiri dari Imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif dapat berasal dari
virus hidup yang dilemahkan maupun virus yang dimatikan. Vaksin dari virus yang dilemahkan
akan memberi proteksi dalam jangka waktu yang lama dan protektif meskipun antibodi yang
terbentuk hanya 20% dari antibodi yang terbentuk karena infeksi alamiah. Pemberian secara sub
kutan dengan dosis 0,5ml. Vaksin tersebut sensitif terhadap cahaya dan panas, juga harus
disimpan pada suhu 4C, sehingga harus digunakan secepatnya bila telah dikeluarkan dari lemari
pendingin.
Vaksin dari virus yang dimatikan tidak dianjurkan dan saat ini tidak digunakan lagi.
Respon antibodi yang terbentuk buruk, tidak tahan lama dan tidak dapat merangsang
pengeluaran IgA sekretori.
Indikasi kontra pemberian imunisasi campak berlaku bagi mereka yang sedang menderita
demam tinggi, sedang mendapat terapi imunosupresi, hamil, memiliki riwayat alergi, sedang
memperoleh pengobatan imunoglobulin atau bahan-bahan berasal dari darah (Soegeng
Soegijanto, 2001).
Imunisasi pasif digunakan untuk pencegahan dan meringankan morbili. Dosis serum
dewasa 0,25 ml/kgBB yang diberikan maksimal 5 hari setelah terinfeksi, tetapi semakin cepat
semakin baik. Bila diberikan pada hari ke 9 atau 10 hanya akan sedikit mengurangi gejala dan
demam dapat muncul meskipun tidak terlalu berat.
Imunitas
Struktur antigenik
Imunoglobulin kelas IgM dan IgG distimulasi oleh infeksi campak. Kemudian IgM
menghilang dengan cepat (kurang dari 9 minggu setelah infeksi) sedangkan IgG tinggal tak
terbatas dan jumlahnya dapat diukur. IgM menunjukkan baru terkena infeksi atau baru mendapat
vaksinasi. IgG menandakan pernah terkena infeksi. IgA sekretori dapat dideteksi 13 dari sekret
nasal dan hanya dapat dihasilkan oleh vaksinasi campak hidup yang dilemahkan, sedangkan
11
vaksinasi campak dari virus yang dimatikan tidak akan menghasilkan IgA sekretori (Soegeng
Soegijanto, 2002).
Imunitas transplasental
Bayi menerima kekebalan transplasental dari ibu yang pernah terkena campak. Antibodi
akan terbentuk lengkap saat bayi berusia 4 6 bulan dan kadarnya akan menurun dalam jangka
waktu yang bervariasi. Level antibodi maternal tidak dapat terdeteksi pada bayi usia 9 bulan,
namun antibodi tersebut masih tetap ada. Janin dalam kandungan ibu yang sedang menderita
campak tidak akan mendapat kekebalan maternal dan justru akan tertular baik selama kehamilan
maupun sesudah kelahiran (Phillips, 1983).
Program pemberantasan
The World Summit for Children telah menyepakati program reduksi campak pada tahun
2000. Reduksi campak adalah hilangnya wilayah kantung campak. Secara epidemiologis, daerah
rawan campak dikelompokkan menjadi :
1. Daerah reservoir, yaitu desa yang selama tiga tahun berturut-turut terdapat kasus
campak.
2. Daerah kantung, yaitu desa dengan cakupan imunisasi campak ,80% selama tiga tahun
terakhir.
Kegiatan yang dilakukan adalah akselerasi reduksi campak yang berupa imunisasi campak
pada balita berusia 9 bulan hingga 59 bulan.
LO 2.8 Komplikasi Campak
Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak berumur lebih
kecil.Kebanyakan penyulit campak terjadi bila ada infeksi sekunder oleh bakteri. Beberapa
penyulit campak adalah :
a. Laringitis akut
Laryngitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas, yang
bertambah parah pada saat demam mencapai puncaknya. Ditandai dengan distress
pernafasan, sesak, sianosis dan stridor. Ketika demam turun keadaan akan membaik dan
gejala akan menghilang.
b. Bronkopneumonia
Dapat disebabkan oleh virus campak maupun akibat dari invasi bakteri. Ditandai dengan
adanya ronki basah halus, batuk, dan meningkatnya frekuensi nafas. Pada saat suhu
menurun, gejala pneumonia karena virus campak akan menghilang kecuali batuk yang
masih akan bertahan selama beberapa lama. Bila gejala tidak berkurang, perlu dicurigai
adanya infeksi sekunder oleh bakteri yang menginvasi mukosa saluran nafas yang telah
dirusak oleh virus campak.Penanganan dengan antibiotik diperlukan agar tidak muncul
akibat yang fatal
.
c. Ensefalitis
Merupakan penyulit neurologic yang paling sering terjadi, biasanya terjadi pada hari ke4-7 setelah timbulnya ruam. Terjadinya ensefalitis dapat melalui mekanisme imunologik
12
maupun melalui invasi langsung virus campak kedalam otak. Gejala ensefalitis dapat
berupa kejang, letargi, koma dan iritabel. Pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan
pleositosis ringan, dengan predominan sel mononuclear, peningkatan protein ringan ,
sedangkan kadar glukosa dalam batas normal.
d. SSPE (Subacute Sclerosing Panenchephalitis)
Merupakan suatu proses degenerasi susunan syaraf pusat dengan karakteristik gejala
terjadinya deteriorisasi tingkah laku dan intelektual yang diikuti kejang. Merupakan
penyulit campak onset lambat yang rata-rata baru muncul 7 tahun setelah infeksi campak
pertama kali.Insidensi pada anak laki-laki 3x lebih sering dibandingkan dengan anak
perempuan.Terjadi pada 1/25.000 kasus dan menyebabkan kerusakan otak progresif dan
fatal.Anak yang belum mendapat vaksinansi memiliki risiko 10x lebih tinggi untuk
terkena SSPE dibandingkan dengan anak yang telah mendapat vaksinasi (IDAI, 2004).
e. Otitis media
Invasi virus kedalam telinga tengah umumnya terjadi pada campak. Gendang telimga
biasanya hiperemis pada fase prodromal dan stadium erupsi. Jika terjadi invasi bakteri
pada lapisan sel mukosa yang rusak karena invasi virusakan terjadi media purulenta.
Dapat pula terjadi mastoiditis.
f. Enteritis
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret pada fase
pedromal. Keadaan ini akibat infeksi virus kedalam sel mukosan usus.
g. Konjungtivitis
Pada hampir semua kasus campak terjadi konjungtivitis, yang ditandai dengan adanya
mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi dan fotofobia. Konjungtivitis dapat
memburuk dengan terjadinya hipopion dan-oftalmitis hingga menyebabkan kebutaan.
h. System kardiovaskular
Pada EKG dapat ditemukan kelainan berupa perubahan pada gelombang T , kontraksi
premature aurikel dan perpanjangan interval A-V. perubahan tersebut bersifat sementara.
i. Diare Diare dapat terjadi akibat invasi virus campak ke mukosa saluran cerna sehingga
mengganggu fungsi normalnya maupun sebagai akibat menurunnya daya tahan penderita
campak (Soegeng Soegijanto, 2002)
j. Black measles
Merupakan bentuk berat dan sering berakibat fatal dari infeksi campak yang ditandai
dengan ruam kulit konfluen yang bersifat hemoragik.Penderita menunjukkan gejala
encephalitis atau encephalopati dan pneumonia.Terjadi perdarahan ekstensif dari mulut,
hidung dan usus.Dapat pula terjadi koagulasi intravaskuler diseminata (Cherry, 2004).
LO 2.9 Prognosis Campak
Prognosis baik jika tidak terjadi komplikasi. Prognosis buruk bahkan akan
mengakibatkan kematian yang disebabkan oleh komplikasi yang terjadi. Komplikasi campak
13
jarang terjadi, akan tetapi dapat menjadi serius apabila bersamaan dengan munculnya diare,
pneumonia, dan encephalitis. Komplikasi hebat biasanya terjadi pada orang dewasa.
14
DAFTAR PUSTAKA
Behrman. Kliegman. & Arvin. 1999. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Ed15, vol. 2. Jakarta : EGC
(http://books.google.co.id Akses pada tanggal 9 april 2013)
Ikatan Dokter Anak Indonesia(IDAI). 2012. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Ed. 2. Hal
109-117. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI
Jawetz, Melnick, Adelberg. 2004. Mikrobiologi Kedokteran. Ed. 23.Hal: 572-576. Jakarta:EGC
Widoyono.2011. PENYAKIT TROPIS : Epidemiologi,
Pemberantasannya. Ed. 2. Hal: 88-91. Jakarta: Erlangga
Penularan,
Pencegahan
&
15
WRAP UP TUTORIAL
SKENARIO 2
RUAM MERAH SELURUH TUBUH
KELOMPOK B-17
KETUA
SEKRETARIS
ANGGOTA
:
RIFAH HAZMAR
SULASTRI
:
(1102012245)
(1102012286)
PUTRI HANDALASAKTI A
(1102012216)
RATNASARI
(1102012229)
(1102012248)
RIZKIYAH JUNIARTI
(1102012252)
(1102012280)
THIRAFI PRASTITO
(1102012294)
(1102012302)
17