Anda di halaman 1dari 17

Skenario 2

RUAM MERAH DI SELURUH TUBUH

Seorang ibu membawa anak perempuan usia 3 tahun ke RS dengan keluhan keluar ruam
merah di seluruh tubuh sejak tadi malam. Sejak 4 hari yang lalu anak demam disertai batuk,
pilek, mata merah, nyeri menelan, muntah, nafsu makan menurun dan buang air besar lembek 23 x/ hari. Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien tampak lemah, kesadaran
compos mentis, takikardia atau suhu 38,5 . Ditemukan ruam makulopapular di belakang
telinga, wajah, leher, badan dan ekstremitas. Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal. Hasil
laboratorium didapat leukopenia. Dokter mendiagnosis pasien menderita campak dan
menyarankan pasien untuk dirawat inap di RS.

SASARAN BELAJAR
LI 1. Memahami dan menjelaskan tentang virus morbilli rubeola
LO 1.1 Morfologi Virus morbilli rubeola
LO 1.2 Klasifikasi Virus morbilli rubeola
LO 1.3 Replikasi Virus morbilli rubeola

LI 2. Memahami dan menjelaskan tentang campak


LO 2.1 Pengertian Campak
LO 2.2 Etiologi Campak
LO 2.3 Epidemiologi Campak
LO 2.4 Patogenesis dan Patofisiologi Campak
LO 2.5 Maninfestasi Campak
LO 2.6 Diagnosis Campak
LO 2.7 Diagnosis Banding Campak
LO 2.8 Tatalaksana Campak
LO 2.9 Komplikasi Campak
LO 2.10 Prognosis Campak

LI 1. Memahami dan menjelaskan tentang virus morbilli rubeola


2

LO 1.1 Morfologi Virus morbilli rubeola


Virus Campak / Virus Rubella adalah adalah virus RNA beruntai tunggal, dari keluarga
Paramyxovirus, dari genus Morbillivirus.Virus campak hanya menginfeksi manusia, dimana
virus campak ini tidak aktif oleh panas, cahaya, pH asam, eter, dan tripsin (enzim).
Virion campak berbentuk spheris, pleomorphic, dan mempunyai sampul (envelope)
dengan diameter 100-250 nm. Virion terdiri dari nukleocapsid yaitu helix dari protein RNA dan
sampul yang mempunyai tonjolan pendek pada permukaannya. Tonjolan pendek ini disebut
pepfomer, dan terdiri dari hemaglutinin (H) pepiomer yang berbentuk buiat dan fusion (F)
peplomer yang berbentuk seperti bel (dumbbell-shape). Berat molekul dari single stranded RNA
adalah 4,5 X 10.
Virus campak terdiri dari 6 protein struktural, 3 tergabung dalam RNA yaitu
nukleoprotein (N), polymerase protein (P), dan large protein (L); 3 protein lainnya berhubungan
dengan sampul virus. Membran sampul terdiri dari protein {glycosylated protein) yang
berhubungan dengan bagian dalam lipid bilayer dan glikoprotein H dan F. Glikoprotein H
menyebabkan adsorbsi virus pada resptor host. CD46 yang merupakan complement regulatory
protein dan tersebar !uas pada jaringan primata bertindak sebagai resptor glikoprotein H.
Glikoprotein F menyebabkan fusi virus pada sel host, penetrasi virus dan hemolisis.

LO 1.2 Klasifikasi Virus morbilli rubeola


3

Paramyxovirus Family
Genus
Paramyxovirus

Rubulavirus

Morbilivirus
Pneumovirus

Members
human parainfluenza virus1
(HPIV
1)
human
parainfluenza virus3 (HPIV
3)
human parainfluenza virus2
(HPIV
2)
human
parainfluenza virus4 (HPIV
4) Mumps virus
Measles
Respiratory syncytial virus

Glikoprotein
HN, F

HN,F

H,F
G,F

LO 1.3 Replikasi Virus


Secara Umum siklus hidup virus ada 5 macam :
1. Attachment
Ikatan khas diantara viral capsid proteins dan spesifik reseptor pada permukaan sel inang.
Virus akan menyeranf sel inang yang spesifik .
2. Penetration
Virus masuk ke sel inang menembus secara endocytosis atau melalui mekanisme lain .
3. Uncoating
Proses terdegradasinya viral kapsid oleh enzim viral atau host enzymes yang dihasilkan
oleh viral genomic nudwic acid .
4. Replication
Replikasi virus, Litik atau Lisogenik Pada daur litik, virus akan menghancurkan sel induk
setelah berhasil melakukan reproduksi, sedangkan pada daur lisogenik, virus tidak
menghancurkan sel bakteri tetapi virus berintegrasi dengan DNA sel bakteri, sehingga
jika bakteri membelah atau berkembangbiak virus pun ikut membelah.
5. Release
Virus dilepaskan dari sel inang melalui lisis.
Replikasi Paramiksovirus:
a. Perlekatan, penetrasi, dan pelepasan selubung virus
Paramiksovirus melekat pada sel pejamu melalui glikoprotein hemaglutinin
(protein HN atau H). pada kasus virus campak, reseptornya adalah molekul membrane
CD46. Lalu, selubung virion berfusi dengan membrane sel melalui kerja produk
pembelahan glikoprotein fusi F1.Jika precursor F0 tidak dibelah, precursor ini tidak
memiliki aktivitas fusi, tidak terjadi penetrasi virion; dan partikel virus tidak dapat
memulai infeksi. Fusi oleh F1 terjadi pada lingkungan ekstraseluler dengan pH netral,
memungkinkan pelepasan nukleokapsid virus secara langsung ke dalam sel. Dengan
demikian, paramiksovirus dapat melewati internalisasi melalui endosom.
4

b. Transkipsi, translasi serta replikasi DNA


Paramiksovirus mengandung genom RNA untai negative yang tidak bersegmen.
Transkrip messenger RNA dibuat di dalam sitoplasma sel oleh polymerase RNA virus.
Tidak dibutuhkan primer eksogen dan dengan demikian tidak bergantung pada fungsi inti
sel. mRNA jauh lebih kecil daripada ukuran genom; masing-masing mewakili sel
tunggal. Sekuens regulasi transkripsional pada gen membatasi awal dan akhir transkripsi
sinyal. Posisi relative gen terhadap ujung 3 genom berkaitan dengan efisiensi transkipsi.
Kelas transkrip yang paling banyak dihasilkan oleh sel terinfeksi, berasal dari gen
NP, terletak paling dekat dengan ujung 3 genom, sedangkan yang lebih sedikit berasal
dari gen L, terletak di ujung 5. Glikoprotein virus disintesis dan mengalami glikosilasi di
dalam jalur sekresi. Kompleks protein polymerase virus (protein P dan L) juga berperan
untuk replikasi genom virus. Untuk berhasil menyintesis cetakan antigenom rantai positif
intermedia, kompleks polymerase harus mengabaikan sinyal terminasi yang tersebar pada
perbatasan gen. seluruh panjang genom progeny kemudian dikopi dari cetakan
antigenom.
c. Maturasi
Virus matang dengan membentuk tonjolan dari permukaan sel. nukleokapsid
progeny terbentuk di dalam sitoplasma dan bermigrasi ke permukaan sel. Mereka ditarik
ke suatu tempat di membrane plasma yang bertaburan duri glikoprotein HN dan F0
virus. Protein M penting untuk pembentukan partikel, mungkin membentuk hubungan
antara selubung virus dan nukleokapsid. Saat penonjolan, sebagian besar protein pejamu
dikeluarkan dari membrane. Jika terdapat protease sel pejamu yang sesuai, protein F0
di dalam membrane plasma akan diaktivasi oleh pembelahan. Protein fusi yang
teraktivasi kemudian akna menimbulkan fusi membrane sel di sekitarnya, dan
menghasilkan pembentukan sinsitium yang besar. Pembentukan sinsitium adalah respons
yang umum terhadap infeksi paramiksovirus. Inklusi sitoplasma asidofili secara teratur
dibentuk. Virus campak menghasilkan inklusi intranukleus.
LI 2. Memahami dan menjelaskan tentang campak
LO 2.1 Pengertian Campak
Campak adalah suatu penyakit akut yang sangat menular yang disebabkan oleh virus.
Campak disebut juga rubeola, morbilli , atau measles. Campak ditandai oleh 3 stadium: (1)
stadium inkubasi sekitar 10-12 hari dengan sedikit, jika ada, tanda-tanda atau gejala-gejala; (2)
stadium prodromal dengan enantem (bercak koplik) pada mukosa bukal dan faring, demam
ringan sampai sedang, konjungtvis ringan , koryza, dan batuk yang semakin berat; dan (3)
stadium akhir dengan ruam makuler yang muncul berturut-turut pada leher dan muka , tubuh,

lengan dan kaki dan disertai oleh demam tinggi. Penyakit ini dapat meninggalkan gejala sisa
kerusakan neurologis akibat peradangan otak (ensefalitis).

LO 2.2 Etiologi Campak


Campak, measles atau rubeola adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh virus
campak. Penyakit ini sangat infeksius, menular sejak awal masa prodromal sampai lebih kurang
4 hari setelah munculnya ruam. Infeksi disebarkan lewat udara (airborne). (Behrman.R.E. et al,
1999).
Virus campak adalah virus RNA yang dikenal hanya mempunai satu antigen. Struktur
virus ini mirip dengan virus penyebab parotitits epidemis dan parainfluenza.Setelah timbulnya
ruam kulit, virus aktif dapat ditemukan pada sekret nasofaring, darah, dan air kencing dalam
waktu sekitar 34 jam pada suhu kamar.
Virus campak dapat bertahan selama beberapa hari pada temperatur 0 C dan selama 15
minggu pada sediaan beku. Di luar tubuh manusia virus ini mudah mati. Pada suhu kamar
sekalipun, virus ini akan kehilangan inefektifitasnya sekitar 60% selama 3-5 hari. Virus campak
akan mudah hancur pada sinar ultraviolet.
Virus campak dapat diisolasi dalam biakan embrio manusia. Perubahan sitopatik, tampak
dalam 5-10 hari, terdiri dari sel raksasa multinukleus dengan inklusi intranuklear. Antibodi dalam
sirkulasi dapat dideteksi bila ruam muncul. Penyebaran virus maksimal adalah dengan tetes
semprotan selama masa prodromal (stadium kataral). Penularan terhadap kontak rentan sering
terjadi sebelum diagnosis kasus aslinya. Orang yang terinfeksi menjadi menular pada hari ke 910 sesudah pemajanan (mulai fase prodromal), pada beberapa keadaan awal hari ke 7 sesudah
pemajanan sampai hari ke 5 sesudah ruam muncul. (Berhman.R.E. et al, 1999)
LO 2.2 Epidemiologi Campak
Campak merupakan penyakit endemic di banyak Negara terutama di Negara
berkembang. Angka kesakitan di seluruh dunia mencapai 5-10 kasus per 10.000 dengan kematian
1-3 kasus per 1000 orang. Campak masih ditemukan di Negara maju. Sebelum ditemukan vaksin
pada tahun 1963 di Amerika Serikat, terdapat lebih dari 1,5 juta kasus campak setiap tahun.
Mulai tahun 1963 campak menurun drastis dan hanya ditemukan kurang dari 100 kasus pada
tahun 1998.
Di Indonesia campak masih menempati urutan ke-5 dari 10 penyakit utama pada bayi dan
anak balita (1-4 tahun) berdasarkan laporan SKRT tahun 1985/1986. KLB masih terus
dilaporkan, di antaranya KLB di Pulau Bangka pada tahun 1971 dengan angka kematian sekitar
12%, KLB di provinsi Jawa Barat pada tahun 1981 (CFR=15%), dan KLB di Palembang,
Lampung dan Bengkulu pada tahun 1998. Pada tahun 2003 masih terdapat 104 kasus campak
dengan CFR 0% di Semarang.
Angka kesakitan campak di Indonesia tercatat 30.000 kasus pertahun yang dilaporkan,
meskipun kenyataannya hamper semua anak setelah usia balita pernah terserang campak. Pada
zaman dahulu ada anggapan bahwa setiap anak harus terkena campak sehingga tidak perlu
6

diobati. Masyarakat berpendapat bahwa penyakit ini akan sembuh sendiri jika ruam merah pada
kulit sudah timbul sehingga ada usaha-usaha untuk mempercepat timbulnya ruam. Mereka
beranggapan jika ruam tidak keluar ke kulit, maka penyakit ini akan menyerang ke dalam
tubuh dan menimbulkan akibat yang lebih fatal daripada penyakitnya sendiri.
Sebelum penggunaan vaksin campak, penyakit ini biasanya menyerang anak yang berusia
5-10 tahun. Setelah masa imunisasi (mulai tahun 1977), campak sering menyerang anak usia
remaja dan orang dewasa muda yang tidak mendapat vaksinasi sewaktu kecil, atau mereka yang
diimunisasi pasa saat usianya lebih dari 15 bulan. Penelitian di rumah sakit selama tahun 19841988 melaporkan bahwa campak paling banyak terjadi pada usia balita, dengan kelompok
tertinggi pada usia 2 tahun (20.3%) diikuti bayi (17,6%), anak usia 1 tahun (15.2%), usia 3 tahun
(12,3%) dan usia 4 tahun (8,2%).
Adapun faktor risiko terjadinya campak yaitu :
1. Anak-anak dengan imunodefisiensi, misalnya pada HIV/AIDS, leukemia, atau dengan terapi
kortikosteroid.
2. Perjalanan atau kunjungan ke daerah endemi campak atau kontak dengan pendatang dari
daerah endemi .
3. Bayi yang kehilangan antibodi pasif dan tidak diimunisasi. Faktor risiko yang mempeberat
penyakit campak sehingga dapat menimbulkan komplikasi yang serius, yaitu :
1. Malnutrisi
2. Imunodefisiensi
3. Defisiensi vitamin A
LO 2.3 Patogenesis dan Patofisiologi Campak
Manusia merupakan satu-satunya pejamu alamiah untuk virus campak, meskipun banyak
spesies lain, termasuk monyet, anjing, dan mencit, dapat terinfeksi secara eksperimental. Virus
dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan, tempat virus melakukan
multiplikasi lokal; kemudian infeksi menyebar ke jaringan limfoid regional, tempat terjadinya
multiplikasi yang lebih lanjut. Viremia primer menyebarkan virus, yang kemudian bereplikasi di
dalam system retikuloendotelial. Akhirnya. Viremia sekunder berkembang biak di permukaan
eptel tubuh. Campak dapat bereplikasi di dalam limfosit tertentu, yang membantu peyebaran ke
seluruh tubuh. Sel multinukleus raksasa dengan inklusi intraseluler terlihat di dalam jaringan
limfoid di seluruh tubuh. Kejadian yang digambarkan tersebut terjadi pada masa inkubasi, yang
khasnya terjadi selama 8-12 hari tetapi dapat berlangsung hingga 3 minggu pada orang dewasa.
Selama fase prodromal (2-4 hari) dan 2-5 hari pertama ruam, virus terdapat di dalam air
mata, secret nasal, dan tenggorokan, urin, serta darah. Ruam makulopapular yang khas muncul
sekitar 14 hati ketika antibodii yang bersirkulasi terdeteksi, viremia menghilang, dan demam
mereda. Ruam terjadi akibat interaksi sel imun T dengan sel yang terinfeksi virus di dalam
pembuluh darah kecil dan berlangsung sekitar 1 minggu.
Keterlibatan system saraf pusat sering terjadi pada campak. Ensefalitis simtomatik terjadi
pada sekitar 1;1.000 kasus. Oleh karena virus yang infeksius jarang ditemukan di dalam otak, di
duga reaksi autoimun adalah mekanisme yang menyebabkan komplikasi ini. Sebaliknya,
7

ensefalitis badan inklusi campak yang progresif dapat timbul pada pasien dengan gangguan
imunitas selular. Virus yang aktif bereplikasi terdapat di dalam otak umumnya dalam bentuk
penyakit yang fatal. ( Jawetz. Et al, 2007)

LO 2.4 Maninfestasi Campak


Sekitar 10 hari setelah infeksi, demam yang biasanya tinggi akan muncul, diikuti dengan koriza,
batuk, dan peradangan pada mata. Gejala penyakit campak dikatagorikan dalam 3 stadium:
1. Stadium masa inkubasi: berlangsung sekitar 10-12 hari. Kenaikan ringan pada suhu dapat
terjadi 9-10 hari dari hari infeksi dan kemudian menurun selama 24 jam atau sekitarnya.
2. Stadium masa prodromal: yaitu munculnya gejala demam ringan hingga sedang, batuk
yang makin berat, koryza, peradangan mata dan munculnya entema atau bercak koplik
yang khas pada campak, yaitu bercak putih pada mukosa pipi.
3. Stadium akhir: ditandai oleh demam tinggi dan timbulnya ruam-ruam kulit kemerahan
yang dimulai dari belakang telinga dan kemudian menyebar ke leher, muka, tubuh dan
anggota gerak. (Behrman.R.E. et al, 1999).
Dua hari kemudian suhu biasanya akan menurun dan gejala penyakit mereda. Ruam kulit akan
mengalami hiperpigmentasi (berubah warna menjadi lebih gelap) dan mungkin mengelupas.

LO 2.5 Diagnosis Campak


Diagnosis laboratorium
Campak yang khas dapat didiagnosis berdasarkan latar belakang klinis, diagnosis laboratorium
mungkin diperlukan pada kasus campak atipikal atau termodifikasi.
A. Deteksi antigen
Antigen campak dapat dideteksi langsung pada sel epitel dalam sekret respirasi dan urine.
Antibodi terhadap nucleoprotein bermanfaat karena merupakan protein virus yang paling
banyak ditemukan pada sel yang terinfeksi.
B. Isolasi dan identifkasi virus
Apusan nasofaring dan konjungtiva, sampel darah, sekret pernapasan, serta urin yang
diambil dari pasien selama masa demam merupakan sumber yang sesuai untuk isolasi
virus. Virus campak tumbuh lambat; efek sitopatik yang khas raksasa multinukleus yang
mengandung badan inklusi terbentuk dalam 7-10 hari.
C. Serologi
Pemastian infeksi campak secara serologi bergantung pada peningkatan titer antibody
empat kali lipat antara serum fase-akut dan fase konvalensi atau terlihatnya antibody IgM
spesifik campak di dalam specimen serum tunggal yang diambil antara 1 dan 2 minggu
setelah awitan ruam. ELISA, uji HI, dan tes Nt semuanya dapat digunakan untuk
mengukur antibody campka, walaupun ELSIA merupakan metode yang paling praktis.

LO 2.6 Diagnosis Banding Campak


a. Massa prodromal
- Campak : timbul kelainan kemerahan kulit diawali oleh demam tinggi 3-4 hari,
konjungtivitis, serta batuk pilek.
- Rubella : pada anak umumnya tidak ditandai dengan suatu massa prodromal. Pembesaran
kelenjar getah bening yang khas jarang terlihat pada anak. Remaja dan dewasa muda
dapat menunjukkan gejala demam ringan serta lemas dalam satu sampai 4 hari sebelum
timbulnya kemerahan.
- Demam skarlatina : kelainan kulit pda demam skarlatina biasanya timbul pada 12 jam
pertama sesudah demam, batuk dan muntah. Gejala prodromal ini dapat berlangsung
selama 2 hari.
- Meningococcemia : gejala prodromal pada penyakit sangat bervariasi, biasanya
kemerahan pada kulit timbul dalam 24 jam pertama. Gejala awal dapat berupa demam,
muntah, kelemahan umum, gelisah, dan kemungkinan adanya kuduk kaku.
- Reseola infantum : gejala demamtinggi selama 3-4 hari disertai iritabilitas biasanya
terjadi sebelum timbulnya kemerahan pada kulit penderita Roseola infantum dan diikuti
dengan penurunan demam secara drastic menjadi normal.
b. Karakteristik erupsi kulit
- Campak : eksantema yang terjadi biasanya berwarna coklat kemerahan, timbul pertama
kali di daerah leher, belakang telinga dan muka, kemudian meluas kebawah melibatkan
dada, perut punggung dan kemudian ekstremitas. Eksentema ini akan memenuhi seluruh
tubuh dalam tiga hari.
- Rubella : eksantema pada rubella berwarna merah muda, dan mulai timbul di leher dan
muka dan menyebar keseluruh tubuh lebih cepat dari campak, biasanya dalam 24-48 jam
sudah menyeluruh.
- Meningococcemia : pada penderita ini, eksantema makulopapular timbul mendahului
timbulnya petechie serta purpura, yang dapat juga terlihat bersamaan. Tidak dikenal
distribusi khusus eksantema ini.
- Roseola infantum : penyakit ini sering disebut campak mini karena tampilannya yang
sangat mirip. Kelainan kulit pada eksantema subitum bersifat dikskrit makulopapular
berwarna merah tua dan biasanya timbul didaerah dada pada awalnya yang kemudian
menyebar ke muka dan ekstremitas. Beda utama dengan campak adalah tiadanya bercak
koplik. Biasanya menyerang bayi dan anak usia 1-2 tahun.
c. Tanda patognomonik
- Campak : bercak koplik merupakan tanda khas bagi campak bila dapat ditemukan ,
sedang campak atipik biasanya dihubungkan dengan gambaran radiologis berupa
pneumonia dan / efusi pleura.
- Rubella : adanya pembesaran kelenjar getah bening khususnya pada daerah belakang
telinga dan oksipital sangat menunjang diagnose rubella, walaupun keadaan ini juga
dapat ditemui pada penyakit lain.
- Demam skarlantina : lidah berwarna merah strawberry serta tonsillitis eksudativa atau
membranosa sangat spesifik untuk menegakkan diagnosis penyakit ini.
9

d. Hasil uji laboratorium


- Campak : peningkatan kadar titer antibody pada uji HI (hemaglutinasi-inhibisi) sebanyak
4 kali sangat menyokong diagnosis campak, disamping adanya leukopenia pada
pemeriksaan darah tepi.
- Rubella : penemuan virus pada isolasi usap tenggorok serta peningkatan kadar antibody
membantu penegakkan diagnosis rubella. Gambaran darah tepi biasanya normal atau
leukopenia.
- Demam skarlatina : menemukan streptococcus hemolithicus grup A pada biakan usap
tenggorokmemastikan diagnosis dan juga terjadi peningkatan kadar titer antistreptosilin.
LO 2.7 Tatalaksana Campak
Simtomatik yaitu antipiretika bila suhu tinggi, sedativum, obat batuk, dan memperbaiki
keadaan umum. Tindakan yang lain ialah pengobatan segera terhadap komplikasi yang timbul.
(Hassan.R. et al, 1985)
a. Istirahat
b. Pemberian makanan atau cairan yang cukup dan bergizi.
c. Medikamentosa :
Antipiretik : parasetamol 7,5 10 mg/kgBB/kali, interval 6-8 jam
Ekspektoran : gliseril guaiakolat anak 6-12 tahun : 50 100 mg tiap 2-6 jam,
dosis maksimum 600 mg/hari.
Antitusif perlu diberikan bila batuknya hebat/mengganggu, narcotic antitussive (codein) tidak
boleh digunakan.
Mukolitik bila perlu
Vitamin terutama vitamin A dan C. Vitamin A pada stadium kataral sangat bermanfaat.
Virus campak sevara in vitro rentan terhadap inhibisi oleh ribavirin, tetapi manfaat
klinisnya belum terbukti.
Vaksin campak tersedia dalam bentuk monovalen dan dalam bentuk kombinasi denan
vaksin rubela hidup yang dilemahkan (MR) serta vaksin rubella dan vaksin gondong hidup yang
dilemahkan (MMR). Namun oleh karena itu kegagalan untuk memvaksinasi anak dan oleh
karena kasus kegagalan vaksin jarang ditemui, vampak belum dapat dihilangkan.
Kontraindikasi vaksinasi antara lain adalah kehamilan, alergi terhadap telur dan
neomisin, imunokompromais (kecuali akibat infeksi human immunodeficiency virus), dan
immunoglobulin yang baru saja ditemukan.
Pencegahan
Pencegahan terutama dengan melakukan imunisasi campak. Imunisasi Campak di
Indonesia termasuk Imunisasi dasar yang wajib diberikan terhadap anak usia 9 bulan dengan
ulangan saat anak berusia 6 tahun dan termasuk ke dalam program pengembangan imunisasi
(PPI). Imunisasi campak dapat pula diberikan bersama Mumps dan Rubela (MMR) pada usia 1215 bulan. Anak yang telah mendapat MMR tidak perlu mendapat imunisasi campak ulangan pada
usia 6 tahun. Pencegahan dengan cara isolasi penderita kurang bermakna karena transmisi telah
terjadi sebelum penyakit disadari dan didiagnosis sebagai campak (IDAI, 2004).
10

Imunisasi campak yng diberikan pada bayi berusia 9 bulan merupakan pencegahan yang
paling efektif. Vaksin campak berasal dari virus hidup yang dilemahkan . vaksin diberikan
dengan caa subkutan dalam atau intramuscular dengan dosis 0,5 cc.
Pemberian imunisasi campak ssatu kali akan memberikan kekebalan salaam 14 tahun ,
sedangkan untuk mengendalikan penyakit diperlukan cakupan imunisasi paling sedikit 80%
perwilayah secara merata selama bertahun-tahun.
Keberhasilan program imunisasi dapat diukur dari penurunan jumlah kasus campak dari
waktu ke waktu. Kegagalan imunisasi dapat disebabkan oleh :
1. Terdapatnya kekebalan yang dibawa sejak lahir yang berasal dari antibody ibu. Antibody
itu akan menetralisasi vaksin yang diberikan.
2. Terjadi kerusakan vaksin akibat penyimpanan , pangangkutan atau penggunaan diluar
pedoman.
Imunisasi
Imunisasi campak terdiri dari Imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif dapat berasal dari
virus hidup yang dilemahkan maupun virus yang dimatikan. Vaksin dari virus yang dilemahkan
akan memberi proteksi dalam jangka waktu yang lama dan protektif meskipun antibodi yang
terbentuk hanya 20% dari antibodi yang terbentuk karena infeksi alamiah. Pemberian secara sub
kutan dengan dosis 0,5ml. Vaksin tersebut sensitif terhadap cahaya dan panas, juga harus
disimpan pada suhu 4C, sehingga harus digunakan secepatnya bila telah dikeluarkan dari lemari
pendingin.
Vaksin dari virus yang dimatikan tidak dianjurkan dan saat ini tidak digunakan lagi.
Respon antibodi yang terbentuk buruk, tidak tahan lama dan tidak dapat merangsang
pengeluaran IgA sekretori.
Indikasi kontra pemberian imunisasi campak berlaku bagi mereka yang sedang menderita
demam tinggi, sedang mendapat terapi imunosupresi, hamil, memiliki riwayat alergi, sedang
memperoleh pengobatan imunoglobulin atau bahan-bahan berasal dari darah (Soegeng
Soegijanto, 2001).
Imunisasi pasif digunakan untuk pencegahan dan meringankan morbili. Dosis serum
dewasa 0,25 ml/kgBB yang diberikan maksimal 5 hari setelah terinfeksi, tetapi semakin cepat
semakin baik. Bila diberikan pada hari ke 9 atau 10 hanya akan sedikit mengurangi gejala dan
demam dapat muncul meskipun tidak terlalu berat.
Imunitas
Struktur antigenik
Imunoglobulin kelas IgM dan IgG distimulasi oleh infeksi campak. Kemudian IgM
menghilang dengan cepat (kurang dari 9 minggu setelah infeksi) sedangkan IgG tinggal tak
terbatas dan jumlahnya dapat diukur. IgM menunjukkan baru terkena infeksi atau baru mendapat
vaksinasi. IgG menandakan pernah terkena infeksi. IgA sekretori dapat dideteksi 13 dari sekret
nasal dan hanya dapat dihasilkan oleh vaksinasi campak hidup yang dilemahkan, sedangkan
11

vaksinasi campak dari virus yang dimatikan tidak akan menghasilkan IgA sekretori (Soegeng
Soegijanto, 2002).
Imunitas transplasental
Bayi menerima kekebalan transplasental dari ibu yang pernah terkena campak. Antibodi
akan terbentuk lengkap saat bayi berusia 4 6 bulan dan kadarnya akan menurun dalam jangka
waktu yang bervariasi. Level antibodi maternal tidak dapat terdeteksi pada bayi usia 9 bulan,
namun antibodi tersebut masih tetap ada. Janin dalam kandungan ibu yang sedang menderita
campak tidak akan mendapat kekebalan maternal dan justru akan tertular baik selama kehamilan
maupun sesudah kelahiran (Phillips, 1983).
Program pemberantasan
The World Summit for Children telah menyepakati program reduksi campak pada tahun
2000. Reduksi campak adalah hilangnya wilayah kantung campak. Secara epidemiologis, daerah
rawan campak dikelompokkan menjadi :
1. Daerah reservoir, yaitu desa yang selama tiga tahun berturut-turut terdapat kasus
campak.
2. Daerah kantung, yaitu desa dengan cakupan imunisasi campak ,80% selama tiga tahun
terakhir.
Kegiatan yang dilakukan adalah akselerasi reduksi campak yang berupa imunisasi campak
pada balita berusia 9 bulan hingga 59 bulan.
LO 2.8 Komplikasi Campak
Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak berumur lebih
kecil.Kebanyakan penyulit campak terjadi bila ada infeksi sekunder oleh bakteri. Beberapa
penyulit campak adalah :
a. Laringitis akut
Laryngitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas, yang
bertambah parah pada saat demam mencapai puncaknya. Ditandai dengan distress
pernafasan, sesak, sianosis dan stridor. Ketika demam turun keadaan akan membaik dan
gejala akan menghilang.
b. Bronkopneumonia
Dapat disebabkan oleh virus campak maupun akibat dari invasi bakteri. Ditandai dengan
adanya ronki basah halus, batuk, dan meningkatnya frekuensi nafas. Pada saat suhu
menurun, gejala pneumonia karena virus campak akan menghilang kecuali batuk yang
masih akan bertahan selama beberapa lama. Bila gejala tidak berkurang, perlu dicurigai
adanya infeksi sekunder oleh bakteri yang menginvasi mukosa saluran nafas yang telah
dirusak oleh virus campak.Penanganan dengan antibiotik diperlukan agar tidak muncul
akibat yang fatal
.
c. Ensefalitis
Merupakan penyulit neurologic yang paling sering terjadi, biasanya terjadi pada hari ke4-7 setelah timbulnya ruam. Terjadinya ensefalitis dapat melalui mekanisme imunologik
12

maupun melalui invasi langsung virus campak kedalam otak. Gejala ensefalitis dapat
berupa kejang, letargi, koma dan iritabel. Pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan
pleositosis ringan, dengan predominan sel mononuclear, peningkatan protein ringan ,
sedangkan kadar glukosa dalam batas normal.
d. SSPE (Subacute Sclerosing Panenchephalitis)
Merupakan suatu proses degenerasi susunan syaraf pusat dengan karakteristik gejala
terjadinya deteriorisasi tingkah laku dan intelektual yang diikuti kejang. Merupakan
penyulit campak onset lambat yang rata-rata baru muncul 7 tahun setelah infeksi campak
pertama kali.Insidensi pada anak laki-laki 3x lebih sering dibandingkan dengan anak
perempuan.Terjadi pada 1/25.000 kasus dan menyebabkan kerusakan otak progresif dan
fatal.Anak yang belum mendapat vaksinansi memiliki risiko 10x lebih tinggi untuk
terkena SSPE dibandingkan dengan anak yang telah mendapat vaksinasi (IDAI, 2004).
e. Otitis media
Invasi virus kedalam telinga tengah umumnya terjadi pada campak. Gendang telimga
biasanya hiperemis pada fase prodromal dan stadium erupsi. Jika terjadi invasi bakteri
pada lapisan sel mukosa yang rusak karena invasi virusakan terjadi media purulenta.
Dapat pula terjadi mastoiditis.
f. Enteritis
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret pada fase
pedromal. Keadaan ini akibat infeksi virus kedalam sel mukosan usus.
g. Konjungtivitis
Pada hampir semua kasus campak terjadi konjungtivitis, yang ditandai dengan adanya
mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi dan fotofobia. Konjungtivitis dapat
memburuk dengan terjadinya hipopion dan-oftalmitis hingga menyebabkan kebutaan.
h. System kardiovaskular
Pada EKG dapat ditemukan kelainan berupa perubahan pada gelombang T , kontraksi
premature aurikel dan perpanjangan interval A-V. perubahan tersebut bersifat sementara.
i. Diare Diare dapat terjadi akibat invasi virus campak ke mukosa saluran cerna sehingga
mengganggu fungsi normalnya maupun sebagai akibat menurunnya daya tahan penderita
campak (Soegeng Soegijanto, 2002)
j. Black measles
Merupakan bentuk berat dan sering berakibat fatal dari infeksi campak yang ditandai
dengan ruam kulit konfluen yang bersifat hemoragik.Penderita menunjukkan gejala
encephalitis atau encephalopati dan pneumonia.Terjadi perdarahan ekstensif dari mulut,
hidung dan usus.Dapat pula terjadi koagulasi intravaskuler diseminata (Cherry, 2004).
LO 2.9 Prognosis Campak
Prognosis baik jika tidak terjadi komplikasi. Prognosis buruk bahkan akan
mengakibatkan kematian yang disebabkan oleh komplikasi yang terjadi. Komplikasi campak
13

jarang terjadi, akan tetapi dapat menjadi serius apabila bersamaan dengan munculnya diare,
pneumonia, dan encephalitis. Komplikasi hebat biasanya terjadi pada orang dewasa.

14

DAFTAR PUSTAKA

Behrman. Kliegman. & Arvin. 1999. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Ed15, vol. 2. Jakarta : EGC
(http://books.google.co.id Akses pada tanggal 9 april 2013)
Ikatan Dokter Anak Indonesia(IDAI). 2012. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Ed. 2. Hal
109-117. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI
Jawetz, Melnick, Adelberg. 2004. Mikrobiologi Kedokteran. Ed. 23.Hal: 572-576. Jakarta:EGC
Widoyono.2011. PENYAKIT TROPIS : Epidemiologi,
Pemberantasannya. Ed. 2. Hal: 88-91. Jakarta: Erlangga

Penularan,

Pencegahan

&

15

WRAP UP TUTORIAL
SKENARIO 2
RUAM MERAH SELURUH TUBUH

KELOMPOK B-17
KETUA
SEKRETARIS
ANGGOTA

:
RIFAH HAZMAR
SULASTRI
:

(1102012245)
(1102012286)

PUTRI HANDALASAKTI A

(1102012216)

RATNASARI

(1102012229)

RIRIS RIZANI DEWI

(1102012248)

RIZKIYAH JUNIARTI

(1102012252)

SITI MIFTAHUL JANNAH

(1102012280)

THIRAFI PRASTITO

(1102012294)

VILONA AFRITA ZILMI

(1102012302)

FAKULTAS KEDOKTERAN - UNIVERSITAS YARSI


2012-2013
Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510
16

Telp. 62 21 4244574 Fax 62 21 4244574

17

Anda mungkin juga menyukai