Anda di halaman 1dari 10

Malabsorpsi

A. Definisi
Gangguan pada proses dan pemecahan enzimatik di saluran penceraan disebut
maldigesti sedangkan gangguan penyerapan disebut malabsorpsi. Karena berhubungan
erat, kedua gangguan ini sering dikelompokkan bersama sebagai malabsorpsi (Silbernagl
dan Lang, 2000). Malabsorpsi adalah suatu keadaan terdapatanya gangguan pada proses
absorbsi dan digesti secara normal pada satu atau lebih zat gizi. Pada umumnya pasien
datang dengan diare sehingga kadang kala sulit membedakan apakah diare disebabakan
oleh malabsorpsi atau sebab lain. Selain itu kadang kala penyebab dari diare tersebut
tumpang tindih antara satu sebab dengan sebab lain termasuk yang disebabkan oleh
malabsorpsi (Syam, 2009).
B. Etiologi
Malabsorpsi atau maldigesti dapat disebabkan oleh karena defisiensi oleh enzim atau
adanya gangguan pada mukosa usus tempat absorbsi dan digesti dari zat nutrisi tersebut
(Tabel 1). Selain disebabkan oleh hal yang tercatum pada Tabel 1, malabsorpsi juga
disebabkan akibat adanya reseksi usus halus atau kolon. Tentunya pada bagian usus yang
tereseksi tersebut tidak terjadi absorbsi dari zat gizi. Reseksi pada lambung akan
menyebabkan malabsorpsi lemak. Reseksi ileum yang mencapai 60 cm atau yang
melibatkan ileocecal valve, akan menyebabkan malabsorpsi vitamin B12, garam empedu
da lemak. Reseksi usus halus mencapai 75% akan menyebabkan malabsorpsi lemak,
glukosa, protein, asam folat dan vitamin B12. Reseksi luas yang meliputi yeyenum dan
ileum akan menyebabkan malabsorpsi akibat defisiens dari enzim enzim pankreas
(Syam, 2009).
Tabel 1. Penyakit yang Berhubungan dengan Malabsorbsi dan Maldigesti pada 1 atau Lebih
Bahan Diet (Syam, 2009).
Penyakit Pencernaan
Contoh Penyakit
Insufisiensi eksokrin pankreas Pankreatitis kronis
Karsinoma pankreas
Insufisiensi asam empedu
Overgrowth bakteri usus halus
Penyakit Chrons pada ileum terminalis
Penyakit usus halus
Kelainan mukosa
Sprue celiac
Sprue kolagen
Sprue tropical
Penyakit Whipples

Kelainan absorbsi spesifik

Penyakit limfatik
Kelainan absorbsi campuran

Enteritis radiasi
Penyakit iskemik
Limfoma intestinal
Enteritis regional
Amiloidosis
Defisiensi laktase primer
Abetalipoproteinemia
Limfangiektasi intestinal
Sindrom Zolinger Ellison
Gangguan paska gastrektomi

1. Malabsorpsi karbohidrat
Malabsorpsi karbohidrat bisa didapatkan melalui defek kongenital pada brush
border disaccharidases dan enzim lain yang mengakibatkan diare osmotik dengan
pH rendah. Satu dari penyebab paling sering diare kronis pada orang dewasa adalah
defisiensi laktosa. Jumlah laktosa yang dikonsumsi mempengaruhi gejala yang
muncul (Longo et al, 2012).
2. Malabsorpsi lemak
Malabsorpsi lemak menyebabkan feses menjadi berminyak, berbau busuk,
susah untuk disiram, berhubungan dengan turunnya berat badan dan defisiensi nutrisi
dikarenakan konkomitan malabsorpsi dari asam amino dan vitamin. Peningkatan
jumlah feses disebabkan oleh efek osmotik dari asam lemak, terutama setelah adanya
hidroksilasi bakterial. Secara kuantitatif, steatorea didefinisikan sebagai lemak pada
feses dengan jumlah lebih dari normal 7 gram/ hari; diare rapid-transit menyebabkan
lemak pada feses bisa mencapai 14 gram/hari; lemak pada feses rata rata 15-25 gram
dengan penyakit usus halus dan sering >32 gram dengan insufisiensi eksokrin
pankreas. Maldigesti intraluminal, malabsorbsi mukosa atau obstruksi limfa dapat
menyebabkan steatorea (Longo et al, 2012).
C. Patofisiologi
Fisiologi pencernaan dan absorbsi nutrisi pada saluran pencernaan membutuhkan
interaksi kompleks dari fungsi motorik, sekresi, digestif dan absorbsi. Gangguan pada
fungsi tersebut dapat menyebabkan sindroma malabsorbsi global maupun spesifik.
Mekanisme patologis yang dapat terjadi diantaranya insufisiensi penghancuran mekanik
dari makanan yang bertekstur keras dikarenakan adanya masalah pada saat mengunyah
atau karena berkurangnya kontraktilitas antral, kurangnya waktu untuk absorbsi pada

pasien dengan peningkatan waktu transit makanan pada saluran cerna bagian atas
(misalnya sindrom dumping), ketidakseimbangan digestif dan absorbsi komponen nutrisi
disebabkan karena berkurangnya sekrese asam lambung, insufisiensi eksokrin pankreas
atau berkurangnya produksi sekresi bilier, defek pada mukosa usus dengan defisiensi
enzim (misalnya disaccharidases) atau berkurangnya mekanisme karir spesifik (misalnya
transporter hexose atau asam amino), dan hilangnya mukosa usus pada pasien dengan
short bowel syndrome (Keller dan Layer, 2014)

Gambar 1. Reseksi Intestinal Parsial (Silbernagl dan Lang, 2000)


Reseksi lambung atau vagotum menyebabkan perangsangan sekresi hormon enterik
berkurang dan sinkronisasi pembagian kimus dengan sekresi pankreas, pengosongan
kandung empedu serta koloresis menjadi terganggu. Selain itu aliran di usus halus
menjadi dipercepat dan pH lumen duodenum menjadi terlalu asam dan akibatnya proses
pencernaan dapat sangat terganggu (inaktivasi enzim, pengendapan garam empedu).
Gastrinoma (sindroma Zollinger Ellison) dapat menyebabkan malabsorpsi dengan
penyebab yang sama (Silbernagl dan Lang, 2000).

Gambar 2. Tempat Absorbsi yang Menjadi Potensi Terjadinya Malabsorpsi (Silbernagl dan
Lang, 2000)

Gambar 3. Tahapan Proses Kegagalan Proses Digestif yang Menyebabkan Malabsorpsi


(Silbernagl dan Lang, 2000)

Gambar 4. Malabsorpsi Karbohidrat


(Silbernagl dan Lang, 2000)

Gambar 5. Malabsorpsi Lemak


(Silbernagl dan Lang, 2000)

Gambar 6. Sebab dan Akibat Malabsorpsi (Silbernagl dan Lang, 2000)


D. Diagnosis
Anamnesis yang tepat tentang kemungkinan penyebab dan perjalanan penyakit
merupakan hal yang penting untuk menentukan apakah terjadi suatu malabsorpsi. Pasien
dengan malabsorpsi biasanya datang dengan keluha diare kronis, biasanya feses cair
mengingat pada kelainan usus halus tidak ada zat nutrisi yang terabsorbsi, sehingga feses
tak terbentuk. Jika masalah pasien karena malabsorpsi lemak pasien mengeluh fesesnya
berminyak (steatorea). Selain anamnesis, diperlukan pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan penunjang. Hanya saja perlu untuk membatasi pemeriksaan laboratorium
dan pemeriksaan penunjang, mengingat biaya pemeriksaan yang mahal (Syam, 2009).
1. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Pemeriksaan hemoglobin untuk mengidentifikasi adanya anemia atau tidak.
Jika hemoglobin rendah, dinilai Mean Cell Volume (MCV) pasien tersebut, jika
rendah dipikirkan adanya defisiensi Fe akibat malabsorpsi Fe atau jika MCV tinggi
dipikirkan adanya defisiensi folat atau vitamin B12 akibat malabsorpsi dari kedua
vitamin tersebut (Syam, 2009).
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan foto polos abdomen atau ultrasonografi (USG) abdomen dapat
mengidentifikasi adanya kalsifikasi pankreas pada pasien dengan pakreatitis kronis.
Pemeriksaan foto usus halus dapat memberikan informasi tentang adanya malabsorpsi
pada seseorang, dapat dinilai adanya penyempitan atau dilatasi dari usus halus untuk
dugaan terhadap penyakit tertentu (Syam, 2009).

3. Pemeriksaan Histopatologi Usus Halus


Pemeriksaan biopsi usus halus merupakan pemeriksaan penting untuk
menentukan penyebab dari lesi yang ditemukan. Biopsi juga diperlukan pasien dengan
diare kronis dan steatorea yang belum diketahui penyebabnya. Biopsi dapat dilakukan
dengan pemeriksaa esofagogasroduodenoskopi dimana skup dapat diteruskan
seproksimal mungkin untuk mendapatkan biopsi dari distal duodenum. Begitu pula
kolonoskopi, biopsi ileum pars terminalis dapat dilakukan (Syam, 2009).
Penyakit yang dapat didiagnosis melalui pemeriksaan histopatologi yang
didapat dari biopsi usus halus antara lain :
Lesi

spesifik

dan

difus

penyakit

Whipple,

agamaglobulinemia,

abetalipoproteinemia (Syam, 2009).


Lesi spesifik dan setempat : limfoma intestinal, gastrointestinal eosinofilik,
amiloidosis, penyakit Chron, infeksi oleh 1 atau beberapa infeksi (Syam, 2009).
Difus dan nonspesifik : celiac sprue, tropikal sprue, overgrowth bakteri,
defisiensi folat, defisiensi B12, enteritis radiasi, sindrom Zolinger Ellison, malnutrisi
dan enteritis imbas obat (Syam, 2009).
4. Pemeriksaan Lemak Feses (Fecal Fat)
Malabsorpsi lemak sering ditemukan baik secara tunggal maupun kombinasi
sebagai penyebab malabsorpsi. Untuk menemukan fecal fat pasien diminta untuk
makan lemak sebanyak 80 gram per hari untuk menentukan adanya lemak baik secara
kualitatif maupun kuantitatif (Syam, 2009).
Salah satu pemeriksaan yang sering dilakukan untuk menentukan adanya fecal
fat adalah dengan pewarnaan Sudan. Pemeriksaan ini menentukan fecal fat secara
kualitatif, memiliki sensitivitas tinggi jika diintrepertasikan oleh tenaga yang terlatih.
Pemeriksaan kuantitatif lebih akurat daripada pemeriksaan Sudan, namun pasien atau
paramedik kurang menyetujui karena diperlukan mengumpulkan seluruh feses yang
keluar (Syam, 2009).
5. Pemeriksaan laboratorium lain
Pemeriksaan fungsi pankreas, pemeriksaan asam empedu, pernafasan,
pemeriksaan toleransi xylase, pemeriksaan absorbsi pankreas, pemeriksaan absorbsi
vitamin B12 (Syam, 2009).
E. Tatalaksana

Secara umum, tatalaksana malabsorpsi tergantung penyebabnya. Tatalaksana


meliputi pemberian nutrisis, suplementasi vitamin dan mineral serta obat obatan.
Pemberian nutrisi pada pasien dengan malabsorpsi biasanya sedikit sedikit tapi sering,
menghindari konsumsi susu terutama yang mengandung laktase, pembatasan lemak
(kurang dari 30 gram per hari). Konsumsi lemak ini dapat dinaikkan secara bertahap
tergantung toleransi pasien terhadap lemak tersebut. Pemberian medium chain
triglyceride (MCT) menjadi pilihan untuk mengurangi malabsorbsi yang terjadi.
Pemberian enteral nutrisi yang mengadung nutrisi rendah lemak dan bebas laktosa dapat
diberikan pada pasien malabsorpsi ini (Syam, 2009).
Pada pasien di mana malabsorpsi terjadi akibat penyakit Coeliac, diet bebas gluten
harus dilakukan untuk memperbaiki keadaan malabsorbsi yang terjadi. Suplementasi
kalsium direkomendasikan terutama pada pasien dengan hipokalsemia, pemberian
kalsium dibutuhkan untuk menjaga agar nilai kalsium serum tetap normal. Selain itu
untuk mencegah defisiensi pada vitaminyang larut lemak, seperti vitamin A, D, E, K,
suplementasi vitamin vitamin ini diperlukan. Reseksi ileum membutuhkan
suplementasi vitamin B12, sedangkan suplementasi folat diberikan pada pasien dengan
gangguan usus halus (Syam, 2009).
Suplementasi enzim pankreas yang mengandung lipase akan menungkatkan digesti
lemak dan mengatasi steatore. Dosis tinggi dan sering dari enzim pakreas diperlukan dan
respon pasien bervariasi tergantung lokasi reseksi atau gangguan usus yang terjadi.
Selain lipase, enzim pankreas yang sering diberikan adalah amilase dan protease.
Biasanya enzim enzim pankreas ini diberikan dalam bentuk kombinasi. Bentuk obat
enzim pankreas ini biasanya dikemas dalam bentuk coating capsules denga bahan yang
tahan asam dan sensitif terhadap basa. Hal ini bertujuan agar enzim ini dapat efektif
bekerja di usus halus (Syam, 2009).
Obat obat lain yang juga diberikan antara lain antibiotika, kortikosteroid dan anti
diare disesuaikan dengan keadaan dan gangguan yang terjadi. Pemberian antibiotik
berhubungan dengan terjadinya overgrowth bakteri enterotoksigenik seperti Eschericia
coli, Klebsiella pneumoniae, dan enterobacter cloacae pada usus halus atas (Syam,
2009).
Daftar Pustaka

Keller J, Layer P. 2014. The pathophysiology of malabsorption. Viszeralmedizin. 30 : 150154.

Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J, Abbruzzese JL, et al.
2012. Diarrhea and constipation dalam Harrisons Principles of Internal Medicine Edisi 18.
United States of America : The McGraw-Hill Compaies, pp : 855-856.
Syam, AF. 2009. Malabsorbsi dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna
Publishing, pp : 477 479.
Silbernagl S, Lang F. 2000. Color Atlas of Pathophysiology. New York : Thieme. Pp : 152
156.

Anda mungkin juga menyukai