meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Informasi kesehatan ini dapat diperoleh melalui
Sistem Informasi Kesehatan atau SIK.
Dengan berlakunya sistem otonomi daerah, maka pengelolaan SIK merupakan tanggung jawab dan wewenang masing-masing
pemerintah daerah.
Pemerintah pusat/Kementerian Kesehatan, bertanggung jawab dalam pengembangan sistem informasi kesehatan skala
nasional dan fasilitasi pengembangan sistem informasi kesehatan daerah.
Pemerintah daerah provinsi/dinas kesehatan provinsi, bertanggung jawab dalam pengelolaan sistem informasi kesehatan
skala provinsi.
Pemerintah daerah kabupaten/kota / dinas kesehatan kab/kota, bertanggung jawab dalam pengelolaan sistem informasi
kesehatan skala kabupaten/kota.
Dampak dari otonomi daerah tersebut, setiap pemerintah daerah melakukan pengelolaan dan pengembangan SIK berbasis
teknologi informasi yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan masing-masing. Sehingga saat ini terdapat berbagai jenis
SIK yang berbeda-beda di tiap daerah, baik itu berbeda dari sisi sistem operasi, bahasa pemrograman maupun data basenya.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa :
SIK di Indonesia belum terintegrasi satu dengan lainnya. Informasi kesehatan masih terfragmentasi dan belum mampu
mendukung penetapan kebijakan serta kebutuhan pemangku kebijakan.
Menindaklanjuti permasalahan tersebut maka Pemerintah wajib mengembangkan sistem informasi kesehatan yang dapat
mengintegrasikan dan memfasilitasi proses pengumpulan dan pengolahan data, serta komunikasi data antar pelaksana
pelayanan kesehatan mulai dari fasilitas pelayanan kesehatan sampai dengan tingkat pusat, sehingga dapat meningkatkan
kualitas informasi yang diperoleh. Pada saat bersamaan juga memperbaiki proses pengolahan informasi yang terjadi di
daerah, yang pada akhirnya dapat mendukung pemerintah dalam penguatan sistem kesehatan di Indonesia.
SIKDA Generik merupakan Sistem Informasi Kesehatan Daerah yang dirancang untuk dapat memenuhi berbagai persyaratan
minimum yang dibutuhkan dalam pengelolaan informasi kesehatan daerah, dari proses pengumpulan, pencatatan, pengolahan,
sampai dengan diseminasi informasi kesehatan. SIKDA Generik dirancang untuk menjadi standar bagi pemerintah daerah
dalam pengelolaan informasi kesehatan di wilayahnya. SIKDA Generik hadir melalui proses inventarisasi berbagai SIKDA
elektronik yang saat ini berjalan dan digunakan di daerah, memilih yang terbaik, kemudian dianalisis sehingga dihasilkan satu
set deskripsi kebutuhan SIKDA Generik, yang mewakili kebutuhan seluruh komponen dalam sistem kesehatan Indonesia dan
disesuaikan dengan standar yang diatur dalam Pedoman Nasional SIK.
Langkah selanjutnya dari pengembangan SIKDA Generik ini adalah mendistribusikan aplikasi SIKDA Generik kepada
pemerintah daerah yang belum memiliki/menggunakan. Untuk pemerintah daerah yang telah memiliki/menggunakan SIKDA
elektronik dapat tetap menggunakannya dengan beberapa penyesuaian terhadap Pedoman Nasional SIK atau beralih ke
SIKDA Generik.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup dan interaksi dari berbagai komponen dalam SIKDA Generik dapat dilihat dalam bagan berikut :
BPS
(SurveydanSensus
Kependudukan)
Format Data
Ada beberapa bentuk format standar yang dapat
digunakan untuk melakukan pertukaran data, yang umum
digunakan adalah XML. XML atau eXtensible Markup
Language merupakan format data yang sering digunakan
dalam dunia world wide web. XML terdiri atas sekumpulan
tag yang terdiri dari data. Satu set data dalam XML dimulai
dengan tag pembuka dan diakhiri dengan tag penutup.
XML adalah sebuah format dokumen yang mampu
menjelaskan struktur dan semantik (makna) dari data yang
dikandung oleh dokumen tersebut. Berbeda dengan HTML
yang lebih berorientasi pada tampilan (appearance), XML
lebih fokus pada substansi data, sehingga lebih cocok
digunakan sebagai media pertukaran data. Kelebihan XML
dibandingkan format teks biasa adalah struktur data yang
ditransfer tidak hilang, demikian juga deskripsi tentang
semantik datanya. Dengan karakteristik demikian XML
telah menjadi standar de-facto bagi pertukaran data antar
aplikasi komputer. Spesifikasi format telah distandarkan
untuk menjadi referensi yang sama bagi tiap aplikasi
komputer yang memerlukan.
Konten Data
Selain format data, konten data yang dipertukarkan juga
harus seragam, misalnya dalam penulisan kode dan
penamaan variabel data dan definisi operasionalnya,
sehingga pada saat proses import dan eksport data,
semua data dapat tersinkronisasi dengan baik dan lengkap
serta sesuai dengan yang diinginkan. Misalnya dalam
proses sinkronisasi data individu pasien puskesmas, mulai
dari penomoran rekam medik pasien, kode jenis
kunjungan, nama poliklinik, kode dan penamaan penyakit,
kode obat dan atributnya, sampai dengan jenis tenaga
kesehatan yang menangani pasien tersebut, harus
mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Contoh variabel
data dan aturan penomoran/penulisan seperti yang
ditunjukan pada tabel berikut:
Desain Sistem
Berdasarkan ruang lingkup Sistem Kesehatan Daerah,
maka SIKDA Generik dirancang mengikuti komponen
pelaksana kesehatan yang ada didalamnya yaitu
Puskesmas, Dinas Kesehatan Kab/Kota dan Provinsi.
Sehingga SIKDA Generik terbagi menjadi beberapa sub
sistem sebagai berikut :
1. Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIM
Puskesmas)
2. Sistem Informasi Manajemen Dinas Kesehatan (SIM
Dinkes)
3. Sistem Informasi Eksekutif
4. Sistem Komunikasi Data
1. Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIM
Puskesmas)
Aplikasi SIM Puskesmas digunakan di puskesmas
dalam kegiatan pencatatan berbagai kegiatan
pelayanan, baik itu kegiatan dalam gedung maupun
kegiatan luar gedung, dan dapat dilakukan koneksi
data base secara oline melalui jaringan internet ke
Server SIKDA Generik di dinas kesehatan, maupun ke
data base lokal yang ada di puskesmas.
Kegiatan puskesmas yang mampu ditangani oleh SIM
Puskesmas adalah :
1. Pengelolaan informasi riwayat medis pasien per
individu
2. Pengelolaan informasi kunjungan pasien ke
puskesmas.
3. Pengelolaan informasi kegiatan pelayanan
kesehatan dalam gedung, meliputi:
a. Pelayanan rawat jalan (poliklinik umum, gigi,
KIA, imunisasi, dll)
b. Pelayanan UGD
c. Pelayanan rawat inap
4. Pengelolaan informasi pemakaian dan permintaan
obat/farmasi di puskesmas, pos obat desa, pos
UKK.
5. Pengelolaan informasi tenaga kesehatan
puskesmas
6. Pengelolaan informasi sarana dan peralatan
(inventaris) puskesmas
7. Pengelolaan informasi kegiatan luar gedung yang
meliputi
a. Kegiatan puskesmas pembantu, puskesmas
keliling, bidan desa, posyandu, polindes,
poskesdes, poskestren.
b. Pengelolaan informasi pembiayaan kesehatan
masyarakat dan keuangan puskesmas
c. Pengelolaan informasi gizi masyarakat
d. Pengelolaan informasi surveilans (pengendalian
penyakit)
e. Pengelolaan informasi promosi kesehatan
f. Pengelolaan informasi kesehatan lingkungan
8. Pengelolaan pelaporan internal dan ekternal
puskesmas
5
Kesimpulan
1. Saat ini sedang dikembangkan SIKDA Generik, yaitu aplikasi sistem informasi kesehatan daerah yang berlaku secara
nasional yang menghubungkan secara online dan terintegrasi seluruh puskesmas, rumah sakit, dan sarana kesehatan
lainnya, baik itu milik pemerintah maupun swasta, dinas kesehatan kabupaten/kota, Dinas Kesehatan Provinsi, dan
Kementerian Kesehatan.
2. Aplikasi SIKDA Generik dikembangkan untuk menindaklanjuti permasalahan SIK di Indonesia yang belum terintegrasi,
informasi kesehatan masih terfragmentasi dan belum mampu mendukung penetapan kebijakan serta kebutuhan pemangku
kebijakan.
3. Aplikasi SIKDA Generik dikembangkan dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan
serta meningkatkan ketersediaan dan kualitas data dan informasi manajemen kesehatan melalui pemanfaatan teknologi
informasi komunikasi.
4. Aplikasi SIKDA Generik dirancang untuk dapat memenuhi berbagai persyaratan minimum yang dibutuhkan dalam
pengelolaan informasi kesehatan daerah, dari proses pengumpulan, pencatatan, pengolahan, sampai dengan diseminasi
informasi kesehatan.
5. SIKDA Generik dirancang untuk menjadi standar bagi pemerintah daerah dalam pengelolaan informasi kesehatan di
wilayahnya.
6. SIKDA Generik terbagi menjadi beberapa sub sistem sebagai berikut :
a. Sistem Informasi Manajemen Puskesmas
b. Sistem Informasi Manajemen Dinas Kesehatan
c. Sistem Informasi Eksekutif
d. Sistem Komunikasi Data
7. Tahapan pengembangan dan pelaksanaan SIKDA Generik:
a. Modul SIM Puskesmas berupa prototype testing di Pusdatin dan prototype testing untuk puskesmas selesai per tanggal
31 Agustus 2011.
b. Modul Bank Data dan SIM Dinkes (uji coba), Bank data di Pusdatin (uji coba), di Dinkes (dengan menjalankan prototype
puskesmas) akan selesai per 30 September 2011.
c. Modul Konektivitas (Sistem Komunikasi Data) diharapkan selesai per 30 oktober 2011.
d. Connectathon, dimulai dengan 3 5 sistem yang sudah jadi.
e. Pendistribusian, pelatihan, pendampingan, dan perubahan budaya kerja.
8. Untuk pemerintah daerah yang telah memiliki/menggunakan SIKDA elektronik dapat tetap menggunakannya dengan
beberapa penyesuaian terhadap Pedoman Nasional SIK atau beralih ke SIKDA Generik.
9. Tantangan penerapan SIKDA Generik:
a. Penerapan untuk daerah dengan keterbatasan infrastruktur dan SDM seperti di 138 kabupaten/kota DBK/DTPK.
b. Penyediaan koneksi agar data yang ada di kabupaten/kota atau puskesmas yang sudah menerapkan SIK komputerisasi
online dan telah memiliki bank data yang telah terisi data dapat masuk ke bank data nasional.
c. Advokasi untuk program kesehatan yang selama ini telah memiliki sistem informasi yang terpisah-pisah, agar mulai
diakhiri sejalan dengan penerapan SIKDA Generik, untuk mengurangi fragmentasi.
d. Connecthathon untuk menguji interoperabilitas dan konektivitas dari aplikasi yang dikembangkan.
PENDAHULUAN
Sistem Informasi Manajemen (SIM) merupakan komponen
penting dalam berbagai bentuk organisasi, baik pada skala
kecil maupun organisasi besar dengan berbagai kompleksitasnya. Melalui pengelolaan SIM secara baik, mulai dari
perencanaan, implementasi hingga evaluasi, maka organisasi dapat melihat status kelembagaannya dari sudut
pandang internal maupun eksternal dengan segala permasalahannya. SIM yang baik akan sangat membantu setiap
tingkatan pengambilan keputusan untuk menentukan kebijakan terbaik yang berdasar kepada data dan informasi
yang dibangun secara tepat, akurat, benar, dan lengkap.
Meskipun SIM tidak identik dengan komputerisasi, namun
perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi dewasa ini memberi konstribusi yang signifikan bagi implementasi SIM secara lebih profesional. Karena itu implementasi Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam SIM menjadi salah satu solusi paling bijak yang dapat diambil. Ada
beberapa isu penting yang mendorong penggunaan
Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam SIKDA, antara
lain :
1. Pengambilan keputusan yang tidak dilandasi dengan
informasi,
2. Informasi yang tersedia tidak relevan,
3. Informasi yang ada tidak dimanfaatkan oleh manajemen,
4. Informasi yang tidak tepat waktu,
5. Terlalu banyak informasi,
6. Informasi yang tersedia tidak akurat,
7. Adanya duplikasi data,
8. Pemanfaatan data yang tidak fleksibel
Dengan implementasi SIKDA berbasis Teknologi Informasi,
maka informasi menjadi aset organisasi yang sangat berharga karena melalui SIKDA organisasi dapat menguasai
informasi internal dan eksternal sebagai salah satu keunggulan kompetitif. Informasi yang dihasilkan akan menentukan kelancaran dan kualitas kerja serta dapat digunakan
sebagai ukuran kinerja organisasi.
SISTEM INFORMASI KESEHATAN DAERAH
Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) sebenarnya
sudah mulai dikembangkan sejak dekade 80-an di be-
SPESIFIKASI SISTEM
Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) dibagi dalam
3 sub sistem, dan beberapa modul dibawah sub sistem.
Beberapa sub sistem mempengaruhi sub sistem lainnya,
sehingga proses yang berjalan tergantung dari entri dan
pengolahan data dari sub sistem sebelumnya. Namun
demikian dimungkinkan diambil kebijakan by pass system
untuk kondisi tertentu guna menjamin SIKDA tetap berjalan
meskipun terjadi gangguan yang tidak diinginkan pada
salah satu sub sistem.
Sistem pengelolaan user dilakukan secara bertingkat dengan pembagian group user sesuai dengan person dalam
sistem, sehingga dapat diantisipasi overlapping fungsi
setiap user. Sistem manajemen user secara bertingkat akan
menentukan tanggung jawab terhadap suatu entri data dan
distribusinya, sehingga hanya user yang benar-benar
memiliki hak yang mampu mengakses data dan informasi
secara proporsional. Interaksi user secara langsung terhadap data juga dibatasi, sehingga end user tidak akan bisa
memanipulasi data base.
Adapun secara lengkap rancang bangun Sistem Informasi
Kesehatan Daerah di Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo seperti diagram dibawah ini :
DIAGRAM SISTEM INFORMASI KESEHATAN DAERAH DINAS
KESEHATAN KABUPATEN PURWOREJO
Pengembangan SIKDA saat ini akan difokuskan pada intergrasi Sistem Informasi Manajemen Pasien (SIM-Pasien),
Sistem Informasi Manajemen Program (SPTP), Sistem Informasi Manajemen Obat (SIMO) dan Sistem Informasi
Manajemen Kepegawaian (SIMKA).
a. SIMPUS untuk manajemen pasien :
1. Master file yang terdiri dari sub menu file Puskesmas,
file tujuan, file penyakit, file tindakan UGD, file
tindakan keperawatan, file pemeriksaan penunjang,
file tarif kelas dan file tarif visit.
2. Menu Utama, yang terdiri dari sub menu transaksi
untuk pelayanan pasien yang terdiri dari pelayanan:
loket, rawat jalan, rawat inap, ruang obat, laporan dan
menu utama untuk kembali.
a. Sub menu loket merupakan tampilan untuk
10
SPESIFIKASI TEKNIS
SIMPUS merupakan aplikasi yang tidak berdiri sendiri,
melainkan aplikasi terintegrasi. Aplikasi tersebut dapat
beroperasi dalam jaringan online/offline dengan sistem
intranet maupun internet (web based aplication), dengan
platform dasar web base system (berbasis web), dengan
spesifikasi teknis :
Perangkat lunak ini dapat dioperasikan pada sistem
operasi MS Windows 95, 98, 2000 sampai versi terakhir.
Merupakan aplikasi perangkat lunak berbasis web yang
dibangun dengan menggunakan bahasa pemrograman
Active Server Page (ASP) atau PHP.
Dengan data base MY SQL atau SQL Server.
Client Server: penggolongan aplikasi kedalam sisi client
(user interface) dan sisi server (business process) secara
terpisah, untuk memudahkan manajemen aplikasi dan
pemeliharaan aplikasi.
Multi User: dapat dijalankan secara bersama-sama
secara simultan sehingga lebih mempercepat proses
transaksi.
Untuk menjamin keamanan sistem akan dilakukan
metode dalam menggunakan perangkat keras dan
perangkat lunak, yaitu setiap user memilki identitas dan
kata kunci.
PENUTUP
Dalam pembangunan sebuah aplikasi, yang perlu diperhatikan bukan hanya sistem serta bisnis proses (prosedur) saja
yang dijalankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, namun proses komunikasi dan koordinasi dalam sistem juga
perlu diperhatikan sehingga terjadi sinkronisasi antara ketentuan yang berlaku, kebijakan yang diterapkan serta aktifitas
yang dijalankan sehingga perlu kepemimpinan dan komitmen
yang kuat disemua jenjang. Melalui pembangunan SIKDA
yang handal, pimpinan mampu memantau pekerjaan bawahan secara lebih cepat dan detail, sehingga setiap keputusan
yang diambil melalui proses yang tepat dan data yang benar
akurat dan lengkap.
11
12
2. Pemerintah/Governance
Sejak desentralisasi tahun 2000, peran Kementerian
Kesehatan dalam mengelola SIK semakin penting.
Tanpa pengelolaan dan kebijakan yang kuat, setiap
pemerintah daerah akan mengadopsi sistem masing
masing yang berbeda dan tidak interoperable yakni,
tidak bisa saling komunikasi antara satu sistem dengan
yang lain. Itulah masalah yang terjadi di Indonesia
sekarang. Walaupun ada banyak daerah yang sudah
mempunyai SIK yang bagus dan terkomputerisasi, namun data bank ini tidak bisa diintegrasikan ke dalam
bank data nasional. Isu pemerintah termasuk juga kebijakan keputusan berbasis data atau evidence based
yang masih lemah dalam implementasinya.
3. Pemanfaatan Teknologi Informasi & Komunikasi (TIK)
masih kurang
Dalam laporan Health Systems Financing: The path to
universal coverage (WHO, 2010), Dr. Margaret Chan,
Director-General WHO menyatakan bahwa hampir 2040% dana Kesehatan menjadi sia-sia atau tidak
terserap dengan baik. Hal ini dikarenakan sistem tidak
efisien. Antara lain diakibatkan sistem manual yang
masih terlalu lambat dan memerlukan banyak sumber
dan tidak adanya Informasi tepat. Sistem Kesehatan
Indonesia masih belum memanfaatkan TIK secara
menyeluruh dan jauh ketinggalan dengan sektor lainnya
contohnya sektor Bank yang telah memanfaatkan TIK
secara maksimal.
ROADMAP PENGUATAN SIK
Dalam tahun 2010, Pusat Data dan Informasi giat
menyusun Roadmap untuk penguatan SIK nasional. Inisiatiinisiatif yang diidentifikasikan di dalam Roadmap 5 tahun ini
adalah khusus untuk menangani tiga permasalahan besar
SIK di atas. Informasi lengkap mengenai inisiatif yang
disusun di dalam Roadmap ini bisa dilihat bila Roadmap ini
diterbitkan.
Salah satu inisiatif yang disusun dalam Roadmap ini adalah
SIKDA Generik. Yang jelas, untuk memperkuatkan SIK
nasional, adopsi TIK harus ditingkatkan agar semua dapat
berbasis elektronik dan data bisa dikirim dan diakses
dengan cepat dan tepat.
13
Pendahuluan
Di Indonesia, pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) untuk mendukung tatakelola sistem
informasi kesehatan sudah semakin luas. Ini dibuktikan
dari banyaknya organisasi sektor publik seperti dinas
kesehatan dan rumah sakit daerah, yang sudah
menggunakan TIK untuk mendukung proses kerja di
organisasinya. Di dinas kesehatan, kita mengenal sistem
informasi puskesmas (SIMPUS), sistem informasi dinas
kesehatan (SIM Dinkes), sistem informasi KIA, inventori dan
gudang obat, surveilans, SIG dan lain sebagainya. Begitu
juga di rumah sakit, beberapa sudah mulai memanfaatkan
TIK walaupun baru sebatas pada fungsi administrasi
pasien, pelaporan rutin, inventori farmasi, tagihan, case-mix
dan terakhir transformasi rekam medis elektronik. Dua
komponen penting disini adalah sistem informasi kesehatan
dan teknologi informasi dan komunikasi pendukungnya.
Sementara investasi infrastruktur sistem informasi, aplikasi
(software) dan jaringan sudah sedemikian banyaknya,
kesiapan sumber daya manusia (SDM), baik pengguna
maupun yang mengelola sistem informasi belum
dipersiapkan dengan baik. Padahal banyak tenaga
kesehatan yang belum memiliki kompetensi yang cukup,
harus mengoperasikan teknologi informasi di organisasinya.
Akibatnya, investasi teknologi informasi tidak dimanfaatkan
secara optimal. Belum lagi permasalahan pemilihan aplikasi
atau software yang tepat guna bagi institusi serta kerjasama
dengan pihak lain sebagai penyedia jasa pengembangan
software, akan sangat berpotensi merugikan institusi jika
tidak dilakukan secara benar. Tanpa adanya strategi adopsi
teknologi informasi yang baik, mengelola proyek sistem
informasi dan mengadaptasikan perubahan-perubahan
proses bisnis dalam institusi kesehatan, implementasi
teknologi informasi cendrung berakhir dengan kegagalan
akibat resistensi dari penggunanya sendiri. Salah satu
strategi dalam memperkuat sistem informasi kesehatan
(SIK) adalah memperkuat tenaga SIK di semua level
organisasi.
Memperkuat kompetensi SDM sistem informasi kesehatan
menjadi penting melalui pendidikan dan pelatihan yang
relevan. Sejauh ini pendidikan formal sistem informasi
kesehatan masih sangat terbatas dan harus ditempuh
14
Gambar1.LatarbelakangpendidikanpengelolaSIKdi
ProvinsiDIYthun2011(n=20)
15
Gambar3.Susunankompetensidanmodulpelatihan
tenagaSIK
Peserta Pelatihan
Pada pilot project ini, GIZ memberikan beasiswa kepada 30
peserta pelatihan melalui proses seleksi yang ketat. Secara
umum peserta yang dipilih adalah peserta bekerja sebagai
tenaga SIK di institusi kesehatan, seperti Dinas Kesehatan,
Puskesmas dan Rumah Sakit. Ke-30 peserta terdiri dari 13
peserta angkatan pertama dan 17 peserta angkatan ke dua.
Pelatihan ini diikuti peserta berbagai latar belakang
pendidikan dan daerah asal.
Foto bersama peserta pelatihan tenaga SIK angkatan pertama pada acara
evaluasi dan penutupan
17
merekomendasikan
beberapa
perbaikan
dalam
pelaksanaan pelatihan ini. Pertama dari segi kurikulum.
Perlu dipertimbangkan untuk membagi modul-modul di atas
menjadi core subject dan elective subject sehingga dapat
disesuaikan dengan posisi dan latar belakang peserta.
Selain itu, aspek komunikasi dan leadership perlu ditambah
pada manajemen proyek sehingga tenaga SIK mampu
melakukan fungsi advokasi sekaligus mampu mengatasi
permasalahaan non-teknis dalam implementasi SIK di
lapangan.
Kedua, dari segi knowledge management diantara tenaga
SIK baik yang sudah mengikuti pelatihan maupun yang
belum. Perlu dilakukan diseminasi update informasi
pengembangan SIK yang sudah ada, sehinga dapat
memperkuat networking tenaga SIK di semua level
organisasi. Diseminasi informasi pelatihan sangat penting
bagi tenaga SIK lain yang belum mendapatkan kesempatan
mengikuti pelatihan ini. Terdapat lebih dari 900 tenaga SIK
sudah ditunjuk dan membutuhkan informasi aspek apa saja
dari SDM yang harus diperkuat. Media social network
seperti Facebook Pusdatin yang beranggotakan lebih dari
400 orang merupakan salah satu alternatif media yang baik.
Sebelum
Sesudah
47.96
62.50
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa ada peningkatan rata-rata pengetahuan peserta sebelum dan sesudah dilaksanakan pelatihan. Walaupun tidak terlalu tinggi,
dari hasil ini dapat dilihat adanya absorbsi keilmuan dan
keterampilan yang diberikan selama pelatihan. Round table
discussion
pasca
pelatihan
angkatan
pertama
18
Referensi:
Carroll, P. W. O. (2002). Informatics Competencies for Public Health Professionals. Public Health. Seattle,
Washington.
Hebda, T., & Czar, P. (2009). Handbook of Informatics for Nurses & Health Care Professionals (4th ed., p. 576 pp). Upper Saddle
River, N.J: Upper Saddle River, N.J.
Staggers, N., Gassert, C. A., & Skiba, D. J. (2000). Health Professionals Views of Informatics Education. Journal of the American
Medical Informatics Association, 7(6), 550-558. doi:10.1136/jamia.2000.0070550
Ada resiko dan biaya yang harus dikeluarkan untuk suatu program aksi. Namun,
semua itu jauh lebih sedikit daripada resiko dan biaya jangka panjang yang timbul
apabila kita tidak beraksi
John F. Kennedy
19