Anda di halaman 1dari 23

30 Januari 2008

KEBIJAKAN DIREKTORAT PEMBINAAN


TK DAN SD

Drs. Mudjito AK. , M.Si


Direktur Pembinaan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


DIREKTORAT JENDERAL MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR MENENGAH
DIREKTORAT PEMBINAAN TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR

KATA PENGANTAR
Salah satu program penting Departemen Pendidikan Nasional adalah
Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas) 9 Tahun. Program ini
dicanangkan bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 1994.
Saat itu program Wajar Dikdas 9 Tahun ditargetkan tuntas dalam rentang
10 tahun yang berarti tahun 2004. Krisis ekonomi yang mendera Republik
ini target tersebut diundur menjadi tahun 2008.
Pendidikan Dasar di Indonesia meliputi SD/MI/sederajat selama enam
tahun dan SMP/MTs sederajat selama tiga tahun. Sesuai namanya,
Sekolah Dasar (SD) atau yang sederajat (Madrasah Ibtidaiyah/MI,
Sekolah Dasar Luar Biasa/SDLB/Salafiyah Ula/Paket A) merupakan dasar
atau fondasi pendidikan. Jika seorang anak selama mengenyam
pendidikan di SD mendapatkan layanan pendidikan dengan baik, maka
akan lebih besar peluang sukses pada jenjang pendidikan berikutnya.
Oleh sebab itu dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, negara
mewajibkan setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun untuk
mengikuti pendidikan dasar.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan akses
maupun mutu pendidikan sekolah dasar, untuk menyukseskan program
Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun yang bermutu. Direktorat
Pembinaan TK dan SD, Direktorat Kesetaraan dan Direktorat PLB
Depdiknas, Direktorat Madrasah dan Direktorat Pekapontren Depag
melakukan konsolidasi penyusunan strategi penuntasan wajar dikdas
2008 yang meliputi sasaran dan pencapaian yang sudah maupun yang
belum tercapai.

Jakarta,
Direktur Pembinaan TK
dan SD,

Drs. Mudjito AK., M.Si.


NIP: 131 112 700

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................

DAFTAR ISI.................................................................................

ii

A. PENDAHULUAN...........................................................................

B. LANDASAN

.............................................................................

C. KONDISI DAN PENCAPAIAN..........................................................

1. Pencapaian Pilar Akses...........................................................

2. Pencapaian Pilar Mutu, Relevansi dan Daya Saing.......................

a. Rehabilitasi ruang kelas....................................................

b. Rintisan sekolah dasar bertaraf internasional.......................

c. Sekolah dasar standar nasional..........................................

d. Pembangunan ruang perpustakaan SD................................

10

e. Olimpiade dan kompetisi internasional................................

11

f. Beasiswa dan program kelas layanan khusus........................

12

D. MASALAH DAN TANTANGAN.........................................................

13

1. Masalah dan tantangan umum.................................................

13

2. Diperlukannya peningkatan akses dan pemerataan....................

13

3. Diperlukannya peningkatan mutu dan daya saing pendidikan.......

14

E. TARGET

.............................................................................

14

F. STRATEGI

.............................................................................

15

G. PROGRAM PENUNTASAN...............................................................

17

H. PEMBIAYAAN .............................................................................

18

I. PENUTUP

18

.............................................................................

ii

A.

PENDAHULUAN
Salah satu program penting Departemen Pendidikan Nasional adalah
Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas) 9 Tahun. Program ini
dicanangkan bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei
1994. Saat itu program Wajar Dikdas 9 Tahun ditargetkan tuntas
dalam rentang 10 tahun yang berarti tahun 2004. Krisis ekonomi yang
mendera Republik ini target tersebut diundur menjadi tahun 2008.
Pendidikan Dasar di Indonesia meliputi SD/MI/sederajat selama enam
tahun dan SMP/MTs sederajat selama tiga tahun. Sesuai namanya,
Sekolah Dasar (SD) atau yang sederajat (Madrasah Ibtidaiyah/MI,
Sekolah Dasar Luar Biasa/SDLB/Salafiyah Ula/Paket A) merupakan
dasar atau fondasi pendidikan. Jika seorang anak selama mengenyam
pendidikan di SD mendapatkan layanan pendidikan dengan baik,
maka akan lebih besar peluang sukses pada jenjang pendidikan
berikutnya. Oleh sebab itu dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang
Sisdiknas, negara mewajibkan setiap warga negara yang berusia 7-15
tahun untuk mengikuti pendidikan dasar.
Pendidikan jenjang Sekolah Dasar (SD) sebagai tahapan pertama
dalam pendidikan dasar merupakan jenjang yang paling mendasar
dan memegang peranan sangat penting karena mempengaruhi
keberhasilan pada jenjang berikutnya. Ibarat membangun sebuah
gedung, pendidikan jenjang Sekolah Dasar (SD) merupakan fondasi.
Jika fondasi tertanam kuat maka akan kokohlah bangunan tersebut,
jika fondasinya rapuh maka akan rapuhlah pula gedung tersebut.
Berbagai upaya telah dilakukan Direktorat Pembinaan TK dan SD
untuk meningkatkan akses maupun mutu pendidikan sekolah dasar,
untuk menyukseskan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9
Tahun yang bermutu.

B. LANDASAN KEBIJAKAN PENUNTASAN WAJAR DIKDAS 9 TAHUN


Penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun dilaksanakan dengan berbagai
landasan kebijakan sebagai berikut.
1.

Undang-undang Dasar 1945, pasal 31 ayat 2.

2.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang


Sistem Pendidikan Nasional, pasal 6 ayat 1.

3.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005


tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) Tahun 2004 2009.

4.

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1994


tentang Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar.

5.

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006


tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar
Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta
Aksara.

6.

Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Kesejahteraan


Rakyat Nomor 18/Kep/Menko/Kesra/ X/1994, tentang Koordinasi
Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar yang diperbaharui
dengan
Keputusan
Menteri
Negara
Koordinator
Bidang
Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan Nomor
07/Kep/Menko/Kesra III 1999 tentang Pedoman Umum Koordinasi
Pelaksanaan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar.

7.

Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat


Nomor 22/KEP/MENKO/KESRA/IX/2006 tentang Pembentukan Tim
Koordinasi
Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar
Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara

8.

Keputusan Bersama Menteri Sosial, Menteri Dalam Negeri, Menteri


Pendidikan dan Kebudayaan serta Menteri Agama Nomor
34/HUK/1996, Nomor 88 Tahun 88/1996, Nomor 0129/U/1996,
dan Nomor 195 Tahun 1996 tentang Beaya terhadap Anak Kurang
Mampu, Anak Cacat dan Anak yang Bertempat Tinggal di Daerah
Terpencil dalam Rangka Pelaksanaan Wajib Belajar Sembilan
Tahun.

9.

Keputusan Bersama antara Menteri Pendidikan Nasional dan


Menteri Agama RI Nomor 1/U/KB/2000 dan MA/86/2000, tentang
Pondok Pesantren Salafiyah sebagai Pola Wajib Belajar Sembilan
Tahun.

10. Keputusan
Menteri
Pendidikan
dan
Kebudayaan
Nomor
0306/U/1995 tentang Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar.
11. Keputusan Menteri
Pelaksanaan Wajib
Departemen Agama

Agama
Belajar

Nomor 63 Tahun 1997 tentang


Pendidikan Dasar di Lingkungan

12. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor


35 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional
Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan
Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara.
13. Rencana Strategis Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009.
14. Keputusan Bersama antara Direktur Jenderal Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI dengan
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen
Pendidikan
Nasional
Nomor:
E/83/2000
dan
Nomor
166/C/KEP/DS-2000, tentang Pedoman Pelaksanaan Pondok
Pesantren Salafiyah sebagai Pola Pendidikan Dasar.
2

15. Keputusan
Bersama
Dirjen
Kelembagaan
Agama
Islam
Departemen
Agama
dan
Kepala
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional
Nomor Dj.
II/526/2003, Nomor 6016/G/HK/2003 tentang Ujian Akhir
Nasional Program Wajib Belajar Sembilan Tahun pada Pondok
Pesantren Salafiyah
16. Kesepakatan Bersama Dirjen Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda
Depdiknas dan Dirjen Kelembagaan Agama Islam Departemen
Agama Nomor 19/E/MS/ 2004 dan Nomor DJ. 11/166/04 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Kesetaraan pada Pondok Pesantren
17. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama
Islam
Nomor
E/239/2001,
tentang
Panduan
Teknis
Penyelenggaraan Wajib Belajar Pendidikan Dasar pada Pondok
Pesantren Salafiyah.

C. KONDISI DAN PENCAPAIAN WAJAR SEKOLAH DASAR


1. Pencapaian Pilar Akses dan Pemerataan
Tolok ukur perkembangan penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun
jenjang sekolah dasar adalah menggunakan angka partisipasi kasar
(APK), angka partisipasi murni (APM), angka putus sekolah dan
Disparitas APK.
Secara kuantitatif, APK untuk SD/MI/SDLB/Salafiyah Ula/Paket A
sebenarnya sudah melewati angka 95% pada 1993. Keberhasilan
Indonesia dalam program wajib belajar pendidikan dasar 6 tahun
waktu itu sampai mendapatkan penghargaan berupa Medali Avicena
dari UNESCO.
Meski secara kuantitatif APK SD dan yang sederajat sudah mencapai
116 % pada tahun 2006, namun Pemerintah terus menjaga dan
meningkatkan jumlah maupun mutu layanan pendidikan SD. Hal ini
didasarkan pada pertimbangan bahwa keberhasilan dalam
memberikan layanan pendidikan di tingkat SD bukan hanya
berpengaruh pada keberhasilan program Wajar Dikdas 9 Tahun,
tetapi juga meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Dengan capaian APK yang cukup tinggi, pemerintah memperhalus
ukuran dengan Angka Partisipasi Murni (APM) tingkat SD sederajat
dengan target sebesar 95% pada tahun 2008. Pada tahun 2006,
APM SD sederajat mencapai 94,73% dan sampai dengan tahun
2007 APM SD mencapai 94,81%.
Tabel 01
Angka Partisipasi Murni (APM) Tingkat SD

JENIS SEKOLAH
Sekolah Dasar
Madrasah Ibtidaiyah
Sekolah Dasar Luar Biasa
Salafiyah Ula
Program Paket A
APM SD/MI SETARA

2005
81,81
11,75
0,12
0,37
0,25
94,30

REALISASI
2006
81,86
11,99
0,13
0,42
0,33
94,73

2007
81,87
12,00
0,14
0,45
0,35
94,81

TARGET
2008
81,89
12,05
0,16
0,50
0,40
95,00

Tabel di atas menggambarkan kenaikan persentase APM pada tahun


2005 dan 2006 dari seluruh jenis sekolah dasar sehingga secara
keseluruhan meningkat sebesar 0.43% (dari 94,30% menjadi
94,73%). Demikian juga kenaikan persentase APM pada tahun
2006 dan 2007 dari seluruh jenis sekolah dasar sehingga secara
keseluruhan meningkat sebesar 0.18% (dari 94,73% menjadi
94,81%). Apabila peningkatan persentase APM di atas dapat lebih
ditingkatkan, maka pada tahun 2008 APM sekolah dasar diharapkan
dapat mencapai seperti yang ditargetkan yaitu 95%.
Secara nasional tingkat ketuntasan wajar SD sampai dengan tahun
2007 sangat menggembirakan. Terdapat 250 Kab/kota (atau
sebanyak 56%) yang telah mencapai tingkat tuntas paripurna dan
tuntas utama 155 Kab/Kota (35%) sisanya tuntas madya dan tuntas
pratama. Namun demikian berdasarkan data sebagaimana nampak
pada tabel 2 ternyata masih ada Kab/kota yang belum tuntas
sebanyak 7 Kab/kota (2%), yaitu Kab natuna (Sultra), Kab Tolikara
(Papua), Kab Teluk Wondama (Papua Barat), Kab teluk bentuni
(Papua Barat), Kab Kaimana (Papua Barat), Kab Raja Ampat (papua
Barat), dan Kab Asmat (Papua)
Tabel 02
Peta Ketuntasan Wajar SD Kab/Kota Berdasarkan Indikator APM

NO

Tingkat
Ketuntasan

APK / APM

Jumlah Kabupaten/Kota
SD/MI/Str

Tuntas
Paripurna

> 95%

250

56%

Tuntas Utama

> 90% - < 95%

155

35%

Tuntas Madya

> 85% - < 90%

22

5%

Tuntas
Pratama

> 80% - < 85%

2%

Belum Tuntas

< 80 %

2%

Di sisi lain angka putus sekolah SD pun mengalami penurunan


sebagaimana digambarkan pada tabel 03. Angka putus sekolah
jenjang sekolah dasar/sederajat terus ditekan melalui berbagai
penyediaan bantuan pendidikan seperti beasiswa. Namun demikian
sampai tahun 2007 sebagaimana terlihat pada tabel 2, angka putus
sekolah jenjang sekolah dasar (SD) masih sebesar 2,15 %.
Walaupun dalam bentuk persentase tampak kecil, namun angka
absolut angka putus sekolah ternyata cukup besar yaitu sekitar
558.640 siswa.
Tabel 03
Perkembangan Angka Putus Sekolah Sekolah SD/SDLB/MI/
Salafiyah Ula, Paket A
JENIS
SEKOLAH

Realisasi

Target

2005

2006

2007

2008

SD

2,40%

2,30%

2,15%

2,05%

MI

0,68%

0,53%

0,46%

0,43%

SDLB

12,29%

12,03%

11,05%

10,34%

SD/MI/SDLB

2,21%

2,10%

1,97%

1,87%

Masih banyaknya siswa SD mengalami putus sekolah disebabkan


oleh beberapa faktor, antara lain: (1) rendahnya kemampuan
ekonomi termasuk eksploitasi tenaga anak sebagai pekerja anak
oleh orang tuanya demi membantu mencari nafkah keluarga; (2)
rendahnya pemahaman tentang pentingnya pendidikan dan
kurangnya dukungan motivasi dari keluarga.
Oleh sebab itu upaya menekan angka putus sekolah dapat
dilakukan antara lain dengan: (1) memberikan beasiswa; (2)
menciptakan layanan pendidikan alternatif bagi siswa yang rentan
dan telah putus sekolah; (3) Advokasi tentang pentingnya
pendidikan termasuk pendekatan budaya kepada kelompok
masyarakat tertentu yang belum memahami pentingnya pendidikan.
Sementara itu disparitas APK sebagai salah satu tolok ukur
keberhasilan wajar dikdas lainnya diharapkan akan terus menurun
sampai dengan tahun 2008.
Tabel 04 Perkembangan Disparitas APK SD/SDLB/MI/ Salafiyah
Ula, Paket A
JENIS SEKOLAH

Realisasi

SD/SDLB/MI/Salaf/Paket A

2005

2006

2007

2,49

2,43

2,30

Target
2008
2,15

2. Pencapaian Pilar Mutu, Relevansi dan Daya Saing


a. Rehabilitasi Ruang Kelas Sekolah Dasar
Peningkatan mutu dan pemerataan kesempatan belajar
pendidikan dasar dan menengah dapat dicapai apabila didukung
oleh sarana dan prasarana yang memadai.
Kondisi akhir tahun 2007 jumlah sarana dan prasarana yang ada
menunjukkan bahwa 18,9% (203.057) dari 998.117 ruang kelas
SD/MI/SDLB, memerlukan rehabilitasi. Angka ini sudah jauh
menurun dibandingkan kondisi kerusakan pada tahun 2003
dengan tingkat kerusakan sebesar 563.304 ruang kelas atau
56% maka telah terjadi perbaikan sebesar 328.129 ruang kelas
atau 30,6% melalui berbagai intervensi program DAK,
dekonsentrasi, dan program lainnya.
Sisa ruang kelas SD/MI/SDLB yang rusak sampai akhir tahun
2007 adalah sebanyak 203.057 ruang kelas (18,9%). Pada tahun
2008 telah dianggarkan DAK sebesar Rp. 7,015 Trilyun dan
diperkirakan cukup untuk merehabilitasi 68.510 ruang kelas.
Dengan demikian sampai dengan akir tahun 2008 masih
terdapat sisa ruang kelas sebanyak 134.547 ruang kelas
(12,5%). Tabel berikut ini menggambarkan penjelasan di atas.
Tabel 05.
Hasil Rehabilitasi Ruang Kelas SD tahun 2003 s/d 2007 melalui dana
DAK, Sumber Lain, dan APBD.
R. KELAS RUSAK
2003/2004
531.186 RK
(49,5%)

HASIL REHAB
2003 S/D 2007
328.129 RK
(30,6%)

RENCANA REHAB
SD 2008
68.510 RK
(6,3%)

SISA REHAB SD
2009
134.547 RK
(12,5%)

Burden Sharing. Selain DAK pendidikan untuk memperbaiki


sekolah-sekolah yang rusak, pemerintah juga meluncurkan
program untuk lebih melibatkan pemerintah daerah, yang dikenal
dengan nama burden sharing atau berbagi beban dalam
menanggung pendidikan. Melalui program ini, pemerintah melalui
Mendiknas mengajak pemerintah daerah untuk ikut memperbaiki
dan meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan dalam
rangka menyukseskan program wajib belajar pendidikan dasar 9
tahun.

Program burden sharing ini awalnya dilakukan bersama antara


Gubernur
Jawa
Timur,
Imam
Utomo
dan
Mendiknas.
Pengembangan serupa dilakukan di provinsi-provinsi lain dengan
beberapa macam pola pembiayaan. Pembiayaan di suatu daerah
menggunakan pola Pusat 50%, Provinsi 30%, dan Kabupaten/Kota
20%. Di lain daerah, Pusat 60%, Provinsi 20%, dan
Kabupaten/Kota 20%. Bagi pemerintah Kebijakan ini bukan
semata-mata soal komposisi pendanaannya, namun lebih dari itu
yaitu menyadarkan seluruh pemangku kepentingan bahwa
memajukan pendidikan merupakan hal yang sangat mendesak
dan harus dilakukan secara bersama-sama secara sinergis.
Komitmen Pemerintah Daerah. Sudah menjadi kewajiban
seluruh pemangku kepentingan untuk bertindak secara sinergis
dalam penuntasan rehabilitasi gedung sekolah sebagaimana
diamanatkan oleh pemerintah melalui statemen wakil presiden
bahwa pada tahun 2008 tidak ada lagi sekolah yang rusak.
Dalam konteks ini komitmen daerah dalam bentuk pengalokasian
anggaran rehabilitasi gedung SD yang rusak melalui APBD sangat
berperan. Beberapa daerah dengan tingkat kerusakan sekolah
dasar cukup besar sebenarnya memiliki kemampuan untuk
mengatasi kerusakan. Tabel berikut ini menggambarkan contoh
beberapa kab/kota yang memiliki Dana Alokasi Umum (DAU),
Dana Bagi Hasil Pajak dan Sumber Daya Alam (SDA) cukup tinggi
pada tahun 2008 namun masih memiliki tingkat kerusakan ruang
kelas SD yang cukup tinggi pula. Seyogyanya DAU dan Dana Bagi
Hasil memberikan kontribusi yang signifikan untuk rehabilitasi
gedung sekolah dasar.
Tabel 06
DAK, DAU, Dana Bagi Hasil Pajak dan SDA tahun 2008 kab/kota
yang memiliki tingkat kerusakan SD yang masih cukup tinggi.
NO

KAB/KOTA

DANA ALOKASI
UMUM (DAU)

DANA ALOKASI
KHUSUS (DAK)

DANA BAGI HASIL

TOTAL DANA
DAERAH

TIGKAT
KERUSAKAN SD

SUMUT
1

Kab Deli Serdang

779.762.110.000

38.295.000.000

13.324.856.688

831.381.966.688

2.726 RK (55%)

Kab Simalungun

639.593.433.000

36.296.000.000

10.912.301.216

686.801.734.216

2.470 RK (74%)

JAWA BARAT
1

Kab Bandung

1.001.542.000.000

3.672.000.000

28.377.622.681

1.033.591.622.681

4.361 RK (45%)

Kab Bogor

1.062.589.000.000

3.193.000.000

51.627.594.112

1.117.409.594.112

3.598 RK (55%)

Kab Garut

1.002.247.000.000

51.948.000.000

22.344.447.065

1.076.539.447.065

3.910 RK (60%)

Kab Sukabumi

827.153.453.000

50.365.000.000

24.123.138.523

901.641.591.523

3.337 RK (52%)

Kab Ciamis

857.303.374.000

52.750.000.000

20.983.779.036

931.037.153.036

3.712 RK (55%)

Kab Cianjur

824.504.170.000

47.170.000.000

25.089.327.984

896.763.497.984

3.466 RK (60%)

JATENG
1

Kab Cilacap

773.078.652.000

38.145.000.000

19.896.224.530

831.119.876.530

1.903 RK (45%)

Kab Brebes

716.426.703.000

2.891.000.000

9.464.839.250

728.782.542.250

2.473 RK (70%)

NO

KAB/KOTA

Kab Klaten

DANA ALOKASI
UMUM (DAU)

DANA ALOKASI
KHUSUS (DAK)

DANA BAGI HASIL

TOTAL DANA
DAERAH

TIGKAT
KERUSAKAN SD

744.676.781.000

26.670.000.000

8.476.584.834

779.823.365.834

1.123 RK (55%)

967.647.192.000

45.252.000.000

18.865.676.590

1.031.764.868.590

2.717 RK (50%)

JATIM
1

Kab Malang

LAMPUNG
1

Kab Lampung
Tengah

669.102.531.000

21.322.000.000

23.349.100.370

713.773.631.370

1.965 RK (60%)

Kab Lampung
Selatan

658.043.015.000

32.403.000.000

25.451.409.339

715.897.424.339

1.644 RK (46%)

b. Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional


Sekolah Dasar Bertaraf Internasional merupakan salah satu
wujud upaya peningkatan mutu pendidikan sekolah dasar, yang
keberadaannya merupakan amanat Undang-Undang No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
menyatakan bahwa di setiap Kab/Kota minimal terdapat rintisan
sekolah bertaraf internasional.
Rintisan sekolah dasar bertaraf internasional sekolah dasar
dilakukan melalui dua pola, yaitu: (1) Newly developed
(membangun sekoilah baru) dan (2) exsiting depeloved
(mengembangkan sekolah yang ada).
Pola pertama telah dilaksanakan berupa pembangunan fisik di 22
lokasi sejak tahun 2003, 5 (lima) lokasi diantaranya telah
merampungkan pembangunan, sisanya akan selesai pada tahun
2008. Pola ke dua mulai dirintis pada tahun 2007 di 38 lokasi.
Dengan demikian jumlah rintisan sekolah dasar bertarat
internasional sampai dengan tahun 2007 berjumlah 60 SD. Pada
tahun 2008 sasarannya akan bertambah sebanyak 66 lokasi dan
pada tahun 2009 ditargetkan setiap Kab/Kota menyelenggarakan
rintisan SD bertaraf internasional melalui penambahan sasaran
sebanyak 324 SD. Tabel 07 menggambarkan penjelasan di atas.

Gambar 1
Pembangunan SD Bertaraf Internasional Pola Newly Depeloved
(Contoh: Kota Malang)

Tabel 07
Jumlah Rintisan sekolah dasar bertaraf internasional
REALISASI

RENCANA

Target 2009
*

s/d Tahun
2006

Tahun 2007

Tahun
2008

Tahun
2009

450 SD

22 SD

38 SD

66 SD

324 SD

Milestone: setiap kab/kota menyelenggarakan rintisan sekolah dasar


bertaraf internasional

c. Sekolah Dasar Standar Nasional (SDSN)


Sekolah Dasar Standar Nasional (SD-SN) merupakan salah satu
wujud peningkatan keprofesionalan lembaga pendidikan sekolah
dasar sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 20 Tahun 2003
tentang Sisdiknas serta merupakan implementasi dari ketentuan
PP No. 19 Tahun 2005 tentang standar nasinal pendidikan (SNP).
Sasaran program SDSN sebenarnya adalah seluruh sekolah dasar
yang ada diwilayah hukum NKRI, hal ini sesuai dengan ketentuan
dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang SNP. Jumlah sekolah dasar
yang ada di wilayah Indonesia sebanyak 148.262. Mengingat
jumlahnya cukup besar, maka sasaran program SDSN adalah
seluruh sekolah dasar inti sebanyak 22.865. Dengan pola ini
diharapkan pembinaan program SDSN dapat dimbaskan kepada
SD lainya melalui sistem pembinaan gugus.
Sampai dengan tahun 2007 dari sejumlah SD inti yang ada,
sebanyak 3.083 SD inti telah mencapai taraf sekolah berstandar
nasional melalui berbagai perlakukan oleh Direktorat Pembinaan
TK dan SD. Pada tahun 2008 sasaran SDSN mencapai 3.516 dan
pencapaian target seluruh SD inti melaksanakan program SDSN
dapat tercapai apabila pada tahun 2009 sasaran ditambah
9

sebanyak 16.266
penjelasan di atas.

SD.

Tabel

berikut

ini

menggambarkan

Tabel 08
Jumlah sekolah dasar standar nasional

Target
2009*

REALISASI

RENCANA

s/d Tahun 2007

Tahun 2008

Tahun 2009

22.865 SD

3.083 SD

3.516 SD

16.266 SD

Sasaran:
Seluruh SD Inti merupakan sasaran utama program SDSN

d. Pembangunan Ruang Perpustakaan SD


Perpustakaan merupakan salah satu fasilitas penting yang dapat
memicu
prestasi
belajar
anak
dan
dipercaya
dapat
meningkatkan kinerja dalam proses pembelajaran. Sampai
dengan saat ini baru 10,5 % SD dari 148.262 SD atau sekitar
15.544 SD yang sudah memiliki perpustakaan meelalui berbagai
sumber. Ini berarti sekitar 89,5% SD atau 132.712 SD belum
memiliki perpustakaan.
Sejak tahun 2002 pemerintah melalui Direktorat Pembinaan TK
dan SD mulai memperhatikan perpustakaan SD dengan
menganggarkan dana pembangunan ruang perpustakaan SD.
Sampai dengan tahun 2007 telah dibangun sebanyak 926 ruang
perpustakaan melalui APBN dan pada tahun 2008 telah
dialokasikan dana untuk pembangunan 7.013 perpustakaan.
Agar target 30% SD memiliki perpustakaan pada tahun 2009,
maka diperlukan tambahan sekitar 20.000 ruang perpustakaan.
Tabel berikut ini menggambarkan penjelasan di atas.
Tabel 09
Jumlah perpustakaan sekolah dasar
Target
2009*

REALISASI
s/d Tahun 2007

RENCANA
Tahun 2008

10

Tahun 2009

44.837 SD

926 SD

7.013 SD

36.898 SD

Milestone: minimal 30% SD memiliki perpustakaan

e. Olimpiade dan Kompetisi Internasional


Sejalan dengan tujuan pendidikan nasional sebagaimana
tercantum dalam UU No. 23 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
bertanggung jawab, pemerintah menempatkan pendidikan anak
usia dini dan sekolah dasar sebagai pendidikan yang strategis.
Berbagai program pembinaan telah digulirkan oleh Direktorat
Pembinaan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar untuk
mengembangkan potensi siswa SD. Layaknya sebuah program,
keberhasilannya dapat diukur dari pencapaian prestasi siswa dan
guru baik pada tingkat nasional, regional maupun internasional.
Berikut ini ditampilkan prestasi siswa SD Indonesia pada
berbagai ajang tingkat internasional (2005 s/d 2007) yaitu:
Internastional Mathematics and Science Olympiad (IMSO),
Mathematics
World
Contest,
Elementary
Mathematics
International Contest, World School Chess Championship, dan
Asean Primary School Sports Olympiad (APSSO).
Tabel 10
Prestasi siswa SD di berbagai ajang internasional
Perolehan Medali
Jenis Olimpiade

Emas (I)

Perak (II)

Perunggu (III)

2005

2006

2007

2005

2006

2007

2005

2006

2007

1. International
Mathematics and Science
Olympiad (IMSO)

19

12

2. Mathematics World
Contest

3. Elementary
Mathematics International
Contest

11

4. World School Chess


Championship

5. International Theater
Olympiad

19

6. Internasional Junior
Science Olympiad (IJSO)

11

Perolehan Medali
Jenis Olimpiade

Emas (I)

Perak (II)

Perunggu (III)

2005

2006

2007

2005

2006

2007

2005

2006

2007

7. Asian School Chess


Festival

8. Asean Primary School


Sport Olimpiad (APSSO)

12

27

17

13

15

21

20

34

27

JUMLAH

Prestasi cemerlang telah peragakan oleh anak-anak Indonesia


pada berbagai ajang bergengsi tersebut. Hasilnya membuktikan
bahwa bangsa Indonesia bukanlan bangsa yang secara potensial
lemah. Prestasi gemilang tersebut tidak bisa dilakukan secara
instan seperti membalik tangan. Itu merupakan hasil pembinaan
yang dilakukan secara terencana, bertahap, sistematis, dan
melibatkan kerjasama dan koordinasi berbagai institusi. Juga
merupakan buah dari keberhasilan program-program inovasi
yang digulirkan Direktorat Pembinaan TK dan SD.

e. Beasiswa dan Program Kelas Layanan Khusus


Beasiswa bakat dan prestasi dimulai tahun 2005 dengan sasaran
50 ribu siswa. Jumlah itu dipertahankan sampai tahun 2007
bahkan meningkat menjadi 52.171 siswa. Mulai tahun 2008
beasiswa prestasi dialihkan menjadi beasiswa untuk siswa
miskin dengan sasaran 898.400 orang.
Senada dengan program beasiswa, Direktorat Pembinaan TK dan
SD sejak tahun 2003 menyelenggarakan program retrievel, yaitu
menarik kembali anak-anak usia SD yang putus atau rentan
putus sekolah guna mendongkrak angka partisipasi murni (APM)
SD. Sampai dengan tahun 2007 terdapat 70 SD penyelenggara
program KLK di 70 Kab./Kota dan telah berhasil membantu
ribuan siswa agar tetap dapat bersekolah dan pada tahun 2008
SD penyelenggara KLK ditambah menjadi 100 SD untuk lebih
memberikan lebih banyak peluang kepada anak usia SD yang
tidak dapat mengenyam pendidikan di SD di berbagai daerah
Indonesia.
Tabel 11
Beasiswa dan Program Kelas Layanan Khusus

12

No PROGRAM

TAHUN
2005

TAHUN
2006

TAHUN
2007

TAHUN 2008 RENCANA 2009


(siswa
miskin)

(siswa miskin)

1 Beasiswa
50.000
Bakat dansiswa
Prestasi

53.920
siswa

52.171
siswa

898.400
siswa

898.400 siswa

2 Kelas
Layanan
Khusus

830 siswa

2.000 siswa 2100 siswa 2.500 siswa 4200 siswa

(20
kab/kota)

(43
kab/kota)

(70
kab/kota)

(100
kab/kota)

(140 kab/kota)

D. MASALAH DAN TANTANGAN


1. Masalah dan Tantangan Umum
Meskipun terjadi peningkatan, kualitas pendidikan sekolah dasar
masih lebih rendah bila dibandingkan dengan pencapaian negaranegara ASEAN lainnya seperti Thailand, Malaysia, dan Filipina dan
masih belum mencapai sasaran Millennium Development Goals
(MDGs).
2. Diperlukannya Peningkatan Akses dan Pemerataan
a.

Meskipun hampir seluruh anak usia 7-12 tahun sudah


bersekolah, namun masih ada sebagian anak yang tidak
bersekolah karena alasan ekonomi, atau tinggal di daerah
terpencil yang berlum terjangkau. (Tahun 2007 APM SD
94,90%; Sisa 5,10%, Target 95% thn 2008)

b.

Belum seluruh SD membebaskan siswa dari segala pungutan


walaupun ada BOS terutama sekolah di perkotaan, swasta dan
sekolah unggulan. Hanya 70,3% SD yang benar-benar
membebaskan siswa dari segala pungutan.

c.

Masih banyaknya lulusan SD tidak melanjutkan ke SMP.

d.

Angka putus sekolah masih cukup tinggi, Data tahun 2007


menunjukkan angka putus sekolah SD mencapai 558.640
(2,15%)

e.

Masih adanya disparitas keadilan dan kesetaraan pendidikan


antar kelompok masyarakat termasuk antara perkotaan dan
pedesaan, antara daerah maju dan daerah tertinggal, antara

13

penduduk kaya dan penduduk miskin, antara laki-laki dan


perempuan
3. Deperlukannya
Pendidikan

Peningkatan

Mutu

dan

Daya

Saing

a.

Kerusakan infrastruktur SD sampai akhir 2007 sebesar 18,9%


atau 33.842 sekolah atau 203.057 RK dan program 2008
sebesar 6,3 % atau 11.311 sekolah atau 67.863 RK. Sehingga
kerusakan infrastruktur SD sampai akhir 2008 sebesar 12,6 %
atau 22.532 sekolah atau 135.194 RK)

b.

Sarana belajar di samping belum memenuhi standar juga


jumlahnya kurang memadai (alat peraga, buku teks, referensi).

c.

Pembiayaan pendidikan belum memenuhi standar (biaya ideal


SD= 1,5 jt/siswa/tahun, Sementara BOS Hanya Rp. 254
ribu/siswa/tahun)

d.

Fasilitas penunjang seperti perpustakaan, laboratorium, dan


komputer masih terbatas (target 2009, 30% SD= 44.837 SD
memiliki perpustakaan).

E. TARGET
Untuk mencapai amanat Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2006
tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar
Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara,
beberapa target yang akan dicapai untuk penuntasan wajar dikdas 9
tahun jenjang sekolah dasar adalah sebagai berikut.
1. Angka Partisipasi Murni (APM) secara nasional meningkat dari
94,12% pada tahun 2004/2005 menjadi 95% pada tahun
2008/2009.
2. Disparitas APK antara kabupaten dan kota menurun dari 2,49%
pada tahun 2004/2005 menjadi 2,15% pada tahun 2008/2009;
Khusus untuk pencapaian target peningkatan APM 94,81% pada tahun
2007, tanggung jawab masing-masing yang harus dilakukan untuk SD,
MI, SDLB, Salafiyah Ula dan Paket A dapat dilihat pada Grafik berikut
01 halaman berikut ini.

14

Gambar 2. Persentase Tanggung Jawab Peningkatan APM SD/SDLB/


MI/Paket A dan Salafiyah Ula

F. STRATEGI
Untuk mencapai target sebagaimana telah diuraikan di muka, maka
perlu ditempuh strategi pencapaian yang secara garis besar
mencakup: (1) Peningkatan perluasan dan pemerataan kesempatan
pendidikan TK dan SD; (2) Peningkatan mutu dan relevansi pendidikan
melalui peningkatan kinerja lembaga pendidikan; pengembangan
kurikulum dan metode pembelajaran, mengembangkan sarana
prasarana pendidikan, (3) Peningkatan pemantapan good governance
dalam pengelolaan pendidikan.
Secara lebih khusus,
sebagai berikut :

pelaksanaan strategi tersebut meliputi hal-hal

1. Memperluas akses pendidikan sekolah dasar yang lebih merata


dengan memberikan perhatian yang lebih besar pada penduduk
miskin, masyarakat yang tinggal di wilayah perdesaan, daerah
tertinggal dan terpencil, daerah konflik, wilayah kepulauan, dan
masyarakat yang memiliki kebutuhan khusus melalui penyediaan
bantuan operasional sekolah (BOS) termasuk BOS Buku,
penyediaan beasiswa bagi siswa miskin pada jenjang SD-MI,
pembangunan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan
termasuk pembangunan asrama murid dan mess guru di daerah
terpencil serta penyebarluasan informasi untuk mendukung upaya
penyadaran masyarakat akan arti penting wajib belajar pendidikan
dasar;
15

2. Meningkatkan upaya-upaya untuk menekan angka putus sekolah


dan mengulang kelas peserta didik Sekolah Dasar serta
Meningkatkan peluang bagi masyarakat luas untuk mengikuti
pendidikan melalui Penerapan layanan pendidikan jenjang sekolah
dasar alternatif seperti program retrievel.
3. Meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan untuk secara bertahap
mencapai standar nasional pendidikan yang mencakup 8 (delapan
komponen standar), yaitu: standar isi, standar kompetensi
lulusan, standar sarana prasarana, standar proses, standar
pembiayaan, standar pengelolaan, standar penilaian, standar
pendidik dan tenaga kependidikan.
4. Meningkatkan upaya-upaya untuk penyelenggaraan pendidikan SD
yang berkualitas melalui penyediaan sarana prasarana pendidikan
yang memadai, dan pengembangan model pembelajaran melalui
pemberdayaan kurikulum yang berlaku.
5. Peningkatan kerjasama yang baik antara pemerintah pusat, propinsi
dan kabupaten kota dan berbagai lembaga pendidikan yang
menangani pendidikan Sekolah Dasar
6. Meningkatkan kualitas pengelolaan pelayanan pendidikan sejalan
dengan penerapan prinsip good governance yang mencakup
transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif, untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumber daya pendidikan.
Sejalan dengan itu anggaran pendidikan yang dialokasikan untuk
satuan pendidikan termasuk untuk rehabilitasi dan penambahan
sarana dan prasarana pendidikan diberikan dalam bentuk block
grant atau matching grant dengan melibatkan partisipasi
masyarakat sebagai upaya pemberdayaan masyarakat; dan
7. Meningkatkan
peranserta
masyarakat
dalam
pembangunan
pendidikan baik dalam penyelenggaraan maupun pembiayaan
pendidikan, termasuk yang diwadahi dalam bentuk Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah.

G. PROGRAM PENUNTASAN WAJAR SEKOLAH DASAR DAN SETARA

16

Program penuntasan wajar dikdas 9 tahun yang bermutu di SD dan


sederajat dilakukan melalui kegiatan sebagai berikut.
1. Program Pemerataan dan Perluasan Akses
Pemerataan dan perluasan akses pada SD/SDLB, MI/Salafiyah Ula
dan Paket A dilaksanakan melalui:

Pemberian Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi seluruh


SD/SDLB, MI/Salafiyah Ula di seluruh Indonesia.

Rehabilitasi ruang kelas SD/SDLB dan MI, pembangunan unit


sekolah baru (USB) dan ruang kelas baru (RKB) untuk SDLB,
pembangunan ruang kelas baru (RKB) untuk MI dan dan
Salafiyah Ula.

Peningkatan angka partisipasi murni (APM).


Program peningkatan APM untuk SD dilaksanakan melalui:
layanan alternatif SD (TK SD Satu Atap di daerah pedesaan),
pembangunan TK Pembina Kecamatan (sebagai persiapan masuk
SD), program retrieval melalui kelas layanan khusus (KLK),
layanan pendidikan daerah terpencil (multigrade teaching),
layanan pendidikan di daerah konflik, bencana alam, perbatasan,
transmigrasi.
Program peningkatan APM pada Pontren Salafiyah Ula
dilaksanakan melalui: penanganan santri rentan DO, layanan
pendidikan Pontren daerah terpencil, konflik dan transmigrasi
serta layanan santri berprestasi.
Peningkatan APM pada Program Paket A dilaksanakan melalui:
penduduk pedesaan, penduduk miskin perkotaan, penduduk di
daerah tersebar/terpencil, rintisan komunitas sekolah rumah,
rintisan pendidikan kesetaraan berbasis komunitas agama dan
bantuan perluasan akses Wajar Dikdas pendidikan non formal.

2. Program Peningkatan Mutu, Relevansi dan Daya Saing


Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing pada SD/SDLB,
MI/Salafiyah Ula dan Paket A dilaksanakan melalui:

Pengembangan perpustakaan dan sumber belajar/multi media

Pengembangan Sekolah Standar Nasional (SSN) dan Sekolah


Bertaraf Internasional (SBI).

Pemberian beasiswa bakat dan prestasi serta beasiswa khusus


SDLB

Pengadaan buku dan sosialisasi KTSP SD dan MI

17

3. Program
Penguatan
Pencitraan Publik

Tata

Kelola,

Akuntabilitas

dan

Program penguatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik


pada SD/SDLB/MI dilaksanakan melalui implementasi Manajemen
Berbasis Sekolah. Pada tahun 2009 diharapkan 40% SD/SDLB/MI
atau 59.501 sekolah telah mengimplementasikan MBS.

H. PEMBIAYAAN
Untuk melaksanakan program-program wajar SD sebagaimana
diuraikan pada poin tersebut di atas, anggaran biaya ditanggung oleh
Departemen Pendidikan Nasional dan Depatemen Agama. Adapun
gambaran global alokasi pembiayaan dapat diperinci sebagai berikut.

Tabel 12
Rancangan Biaya Penuntasan Wajar Dikdas Sembilan Tahun di
SD/SDLB, MI/Salafiyah Ula dan Paket A Tahun Anggaran 2008 2009

(dalam ribuan rupiah)


NO

INSTITUSI

AKSES

MUTU

TATA KELOLA

JUMLAH

30.753.825.22
0

10.251.849.575

738.102.146

41.743.776.941

63.600.000

53.366.400

2.105.395

119.071.795

23.540.000

4.549.320

257.289.320

736.435.000

83.696.616

4.553.008.566

35.000.000

3.879.000

219.379.000

11.100.190.975

32.332.477

46.892.525.622

Dit Pembinaan TK
dan SD

Dit Pembinaan
SLB

Dit Pendidikan
Kesetaraan

229.200.000

Dit Pendidikan
Madrasah

3.732.876.950

Dit Pendidikan
Diniyah dan
Pontren

180.500.000

JUMLAH

34.960.002.17
0

I. PENUTUP
Cukup banyak hambatan untuk menyukseskan program wajar dikdas
9 tahun. Namun yang paling berat adalah hambatan ekonomi.
Hambatan yang lain termasuk kondisi geografis, hambatan kultural,
keterbatasan sarana dan daya tampung, ketidakmerataan penyebaran
guru, anak-anak tinggal di daerah konflik, bencana alam, daerah
perbatasan, dan daerah/pulau terpencil, serta hambatan bagi anakanak berkebutuhan khusus.
Walaupun berbagai kendala membentang, dengan berbagai program
yang digulirkan Depdiknas selama ini, pemerintah tetap optimistis
18

bahwa setelah 2008 program wajar akan lebih fokus bicara tentang
peningkatan mutu.

19

20

Anda mungkin juga menyukai