Sinusitis Maksilaris
Sinusitis Maksilaris
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sinus Paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit
dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat
pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal,
sinus etmoid, dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil
pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga didalam tulang.
Semua sinus mempunyai muara (ostium) kedalam rongga hidung.1
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter
sehari-hari,bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan
tersering diseluruh dunia. Dan Sinusitis yang paling banyak ditemukan adalah
sinusitis maksilaris.3 Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus
paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga disebut
rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan
infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti infeksi bakteri.2
Sinus maksila disebut juga antrum highmore, letaknya dekat akar gigi atas,
maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut sinus dentogen.2
Sinusitis dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke
orbita dan intrakranial, serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit
diobati.2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.1.1
Sinus Paranasal
Secara klinis sinus paranasal dibagi menjadi dua kelompok, anterior dan
posterior. Kelompok anterior bermuara di bawah konka media, pada atau dekat
infundibulum, terdiri dari sinus frontal, sinus maksila dan sel-sel anterior sinus
etmoid. Kelompok posterior bermuara di berbagai tempat diatas konka media,
terdiri sel-sel posterior sinus etmoid dan sinus sfenoid. Garis perlekatan konka
media pada dinding lateral hidung merupakan batas antara kedua kelompok.1,11
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga
hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus
sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat bayi lahir,
sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang
berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10
tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini
umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun.1
Sinus maksila
dapat
menghalangi
drainase
sinus
maksila
dan
selanjutnya
menyebabkan sinusitis.
Fungsi sinus paranasal
Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain:1
1. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur
kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini adalah karena ternyata
tidak didapati pertukaran udara yang definitif antara sinus dan rongga hidung.
Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 volume
sinus pada tiap kali bernapas, sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk pertukaran
udara total dalam sinus. Lagi pula mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi
dan kelenjar yang sebanyak mukosa hidung.
2. Sebagai penahan suhu (thermal insulators)
Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita
dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.
3. Mengatur keseimbangan kepala
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka.
Akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan
pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini dianggap tidak
bermakna.
4. Membantu resonansi suara
Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan
mempengaruhi kualitas suara.
5. Sebagai peredam perubahan tekanan udara
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendesak,
misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.
6. Membantu produksi mukus
Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil
dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk
membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini
keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.
2.2
Sinusitis maksilaris
2.2.1
Definisi
2.2.2
Epidemiologi
Sinusitis adalah penyakit yang banyak ditemukan diseluruh dunia,
terutama di tempat dengan polusi udara tinggi, iklim yang lembab, dingin,
dengan konsentrasi pollen yang tinggi terkait dengan prevalensi yang lebih
tinggi dari sinusitis. 4 Sinusitis maksilaris adalah sinusitis dengan insiden
yang terbesar. 3
2.2.3
Patologi
Perubahan patologik yang terjadi dalam mukosa dan dinding tulang sinus
saat berlangsungnya peradangan supuratif ialah seperti yang biasa terjadi dalam
rongga yang dilapisi mukus.2
Ada 4 tipe yang berbeda dari infeksi hidung sinus : kongesti akut, purulen
akut, purulen kronik dan hiperplasia kronik.2
Penyakit sinus supuratif kronik dapat diklasifikasikan secara mikroskopis
sebagai (1) edematous, (2) granular dan infiltrasi (3) fibrous, atau (4) campuran
dari beberapa atau semua betuk ini.Sering terjadi perubahan jaringan penunjang,
5
Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh potensi ostium-ostium sinus dan
2.2.7
Gejala klinis1,2
a. Nyeri
Nyeri yang sesuai dengan daerah sinus yang terkena dapat ada atau mungkin
tidak. Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan
ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain (
referred pain ). Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila. Pada sinusitis maksila
kadang-kadang ada nyeri alih ke gigi dan telinga. Nyeri ini pada umumya disebut
sebagai sakit kepala oleh pasien. Pada sinusitis maksilaris pasien mengeluhkan
nyeri kepala yang tak jelas, yang biasanya reda dengan pemberian analgetik.
Nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk serta nyeri pada palpasi dan perkusi
menandakan sinusitis maksilaris.1,2
Secara anatomik, apeks gigi-gigi depan atas (kecuali gigi insisivus)
dipisahkan dari lumen sinus hanya oleh lapisan tipis tulang hanya oleh mukosa.
Karenanya, sinus maksilaris sering menimbulkan nyeri hebat pada gigi-gigi ini. 1,2
Pada dinding posterior terdapat kanal alveolaris sebagai tempat alveolar
superior posterior dan nervus untuk gigi gigi molar. 6
b. Nyeri pada penekanan
Nyeri bila disentuh dan nyeri pada penekanan jari mungkin terjadi pada
penyakit di sinus-sinus yang berhubungan dengan permukaan wajah, seperti sinus
frontal, sinus etmoid anterior dan sinus maksila.Pada pemeriksaan sinus maksila,
harus dilakukan penekanan pada fosa kanina os maksila superior.
c. Pembengkakan dan udem
Jika sinus yang berbatasan dengan kulit (frontal, maksila dan etmoid anterior)
terkena secara akut, dapat terjadi pembengkakan dan edem kulit yang ringan
akibat periostitis.Palpasi dengan jari mendapati sensasi seperti meraba beludru.
d. Sekret nasal
Pus dalam rongga hidung dapat berarti empiema dalam sinus.Mukosa hidung
jarang merupakan pusat fokus peradangan supuratif, sinus-sinuslah yang
merupakan fokus peradangan semacam ini.Adanya pus dalam rongga hidung
seharusnya menimbulkan kecurigaan adanya suatu peradangan dalam sinus.Pus di
meatus medius biasanya merupakan tanda terkenanya sinus frontal, sinus etmoid
anterior atau sinus maksila, karena sinus-sinus ini bermuara ke meatus medius.
e. Demam
f. Malaise
g. Wajah terasa bengkak dan penuh1,2
2.2.8. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.1,2,3,4
a. Anamnesis
Anamnesis bisa didapatkan dari gejala subyektif dari pasien, seperti Nyeri
pipi menandakan sinusitis maksilaris, pada sinusitis maksilaris kadang-kadang
terdapat nyeri alih gigi dan telinga, nyeri pada penekananpada fosa kanina os
maksila superior. 2
b. Pemeriksaan fisik 12
Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan nasoendoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda
khas adalah adanya pus di meatus medius.
Selain itu juga dijumpai pembengkakan dan udem pada palpasi, dengan jari
mendapati sensasi seperti meraba beludru. Pada perkusi langsung sinus yang
mengalami radang akut akan menimbulkan nyeri yang hebat. Pasien yang
menderita sinusitis akut hanya tahan satu kali perkusi.
9
c. Pemeriksaan penunjang
1. Foto polos posisi waters, PA dan Lateral.
Infeksi pada sinus paranasal sangat sering terjadi dengan gejala klinis yang
nyata. Pada foto sinus paranasal akan tampak sedikit perubahan pada sinus.2
Gambar 4 : Foto kepala posisi AP ( posisi Caldwell ) dan Foto kepala posisi Waters
10
Pada sinusitis mula-mula tampak penebalan dinding sinus, dan yang paling
sering diserang adalah sinus maksila, tetapi sinusitis kronis tampak juga sebagai
penebalan dinding sinus yang disebabkan karena timbulnya fibrosis dan jaringan
parut yang menebal. Foto polos tidak dapat membedakan antara penebalan
mukosa dan gambaran nekrotik beserta pembentukan jaringan parut.
2. CT-Scan
CT-Scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu
menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara
keseluruhan dan perluasannya. Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai
penunjang diagnosis sinusitis kronik yang tidak membaik dengan pengobatan atau
pra-operasi sebagai paduan operator saat melakukan operasi sinus.
Foto polos tidak dapat membedakan antara penebalan mukosa dan gambaran
nekrotik beserta pembentukan jaringan parut. Dimana hanya tampak sebagai
penebalan dinding sinus. CT-Scan dengan penyuntikan kontras dimana apabila
terjadi enchance menunjukkan adanya inflamasi aktif, tetapi bila tidak terjadi
enchance menunjukkan adanya inflamasi aktif, tetapi bila tidak terjadi enchance
biasanya jaringan fibrotik dan jaringan parut.
11
Gambar 6 : CT-Scan Sinusitis tampak penebalan mukosa sinus maksila kiri bawah lateral
potongan aksial dan koronal.
3. Transiluminasi
Sinus maksilaris dapat diperiksa secara tidak langsung. Dalam ruang gelap,
minta pasien untuk memasukkan sumber cahaya yang terang ke dalam mulutnya
untuk transiluminasi sinus maksilaris. Sebuah lampu senter yang terang sudah
mencukupi. Sinus normal yang berisi udara akan terang secara simetris. Pada
sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.
4. Pemeriksaan mikrobiologi dan tes resistensi
Pemeriksaan mikrobiologi dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil
sekret dari meatus medius, untuk mendapatkan antibiotik yang tepat guna. Lebih
baik lagi bila diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus maksila.
5. Sinuskopi
Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila
melalui meatus inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila
yang sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi.
6. Irigasi diagnostik
Pada banyak kasus, diagnosis pasti akan adanya pus tidak dapat diketahui
tanpa irigasi diagnostik. Hal ini dilakukan dengan cara yang sama seperti untuk
terapi, melalui ostium alami atau melalui pungsi. Bahan untuk kultur dan usapan
dapat diambil dari cairan pada saat pencucian.
2.2.9
Penatalaksanaan
penyembuhan
dengan
suatu
terapi
aktif
mungkin
13
Jika irigasi melalui ostium asli sulit atau ada iritasi jaringan yang
berlebihan,
dapat
dibuat
jalan
lain.
Paling
mudah
melalui
meatus
2.2.9
Komplikasi 2
a. Kelainan orbita
Kelainan orbita disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata
(orbita). Yang paling sering adalah sinus etmoid, kemudian sinus frontal dan
sinus maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan
perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul adalah edema palpebra, selulitis
orbita, abses subperiosteal, abses orbita dan selanjutnya terjadi trombosis sinus
kavernosus.
b. Mukokel
Mukokel adalah suatu kista yang menandung mukus yang timbul dalam sinus.
Kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai
kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya.
14
BAB 3
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Sinus
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi EA.dkk.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala & Leher Edisi Keenam. 2007. Jakarta.Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
2. Jacob, John MS Md. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok. Kepala dan Leher
jilid 1. Jakarta. Binarupa Aksara
3. Jacob, John MS Md. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok. Kepala dan Leher
jilid 2. Jakarta. Binarupa Aksara
4. Sharma
G.
Sinusitis.
June
22,
2005.
Available
from
Sunaryanto.
Sinusitis
maksilaris.
Available
from
http://webchace.googleusercontent.com/search?
q=chace:byZdaVkdJT0J:andikunud.files.wordpress.com/2010/08/sinusitismaksilaris.docx+sinus+maksilaris+pendahuluan&cd=1&hl=en&ct=c1nk.
Accesed on Feb 15 2015.
7. Bajracharya H, Hinthorn D. Sinusitis. January 16 2003. Available From :
http://www.emedicine.com
8. Sobol SE, Schloss MD, Tewfik TL. Acute Sinusitis Medical Treatment.
August 8, 2005. Available from : http://www.emedicine.com. Accesed on Feb
15, 2015.
9. Patel AM, Vaughan WC. Chronic Maxillary Sinusitis Surgical
Treatment. May 19, 2005. Available from: http://www.emedicine.com .
Accessed Feb 16 2015
10.
11. Adams, George L. Boies: buku ajar penyakit THT (Boeis fundamentals of
otolaryngology). Edisi ke-6. Jakarta: EGC.1997
16
17