Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah pencemaran lingkungan dan kemusnahan sumber daya alam
menjadi masalah utama yang dihadapi oleh hampir semua negara. Diantara
pencemaran tersebut didapati bahwa pencemaran air telah menjadi salah satu
masalah utama yang dihadapi oleh masyarakat dewasa ini. Beberapa jenis bahan
pencemar yang biasa ditemukan adalah bahan kimia dan bahan mikrobiologi.
Pencemaran yang disebabkan oleh bahan kimia pada umumnya adalah
pencemaran oleh bahan kimia organik maupun bahan kimia anorganik (khususnya
akibat pencemaran logam berat). Logam berat ini dapat menumpuk dalam tubuh
manusia, hewan, tumbuhan yang akhirnya dapat meracuni sistem kekebalan
tubuh.
Logam berat ialah unsur logam dengan berat molekul yang tinggi dimana
dalam kadar rendah logam berat pada umumnya sudah beracun bagi tumbuhan
dan hewan, termasuk manusia. Logam berat yang sering mencemari lingkungan
perairan adalah: Hg, Zn, Cd, As dan Pb (Notohadiprawiro, 1993). Logam berat ini
jika sudah terserap ke dalam tubuh melebihi dosis yang dapat diserap oleh tubuh
maka akan menumpuk. Hal ini serupa juga terjadi apabila suatu lingkungan
terutama diperairan yang telah terkontaminasi logam berat maka proses
pembersihannya akan sulit sekali dilakukan (Sinly dan Johan, 2000).
Seng (Zn) adalah unsur pertama dalam golongan IIB pada tabel periodik.
Zn mempunyai nomor atom 30 dan berat atom 65.38 dengan valensi 2. Rata rata
keberadaannya di kulit bumi sekitar 76 ppm, dalam tanah 25 68 ppm, dalam
perairan sungai g/L dan atau 5 10 ppb, air laut sekitar 0.6 5 ppb, ikan dan
kerang laut sekitar 3 25 ppm, tiram sekitar 100 900 ppm, udang/lobster sekitar
7 50 ppm dan didalam air tanah tidak lebih dari 0.1 mg/L (Arifin, 2009).

Keberadaan logam Seng (Zn) dapat berasal dari proses alamiah maupun
adisi dari limbah industri dan pertanian. Seng (Zn) adalah unsur hara mikro
esensial bagi manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan tingkat tinggi. Untuk logam
seng (Zn) yang berasal dari adisi limbah industri, umumnya terdapat dalam bentuk
Sphalerite (ZnS) dan Smithsonite (ZnCO3). Sekitar dari total Zn diperoleh dari
pembentukan logam dan masing masing komponen Zn tergantung jenis
industrinya. Sumber logam Zn di perairan berasal dari material geokimia yang
terbawa atau ada pada sungai, bahan baku minyak, besi, cat dan sisa-sisa kaleng
bekas (Arifin, 2009).
Perkembangan instrumentasi analitik yang pesat mampu memberikan
kinerja analitik yang cukup baik untuk analisis renik ion logam, namun efek
matriks yang sangat kompleks dari sampel serta keberadaan pada tingkat
konsentrasi renik masih merupakan kendala utama dalam analisis kimia. Oleh
karena itu, tahapan prakonsentarsi atau pemekatan yang sekaligus dapat
menyederhanakan matriks sampel tak dapat dipisahkan dari proses analisis secara
keseluruhan (Amran, 1996: Quinanina, 2001). Tahapan prakonsentrasi dengan
teknik sorpsi tidak saja meningkatkan konsentrasi analit tetapi juga dapat
menghilangkan efek matriks yang dapat mengganggu proses analisis (Triana,
2010).
Metode prakonsentrasi untuk ion logam berat renik yang umum digunakan
adalah metode ekstraksi pelarut. Metode ini memiliki kelemahan, karena
memerlukan pelarut organik yang mahal dan seringkali mempunyai sifat toksik
dan sangat berbahaya (Riley dan Taylor, 1968; Wan dkk., 1985; Canel, 2003).
Pemanfaatan resin penukar kation merupakan salah satu metode prakonsentrasi
yang dapat dimanfaatkan sebagai tahapan prakonsentrasi ion logam berat dalam
metode analisis sampel.
Metode prakonsentrasi dengan menggunakan resin penukar kation
memiliki keunggulan dibanding cara prakonsentrasi yang lain, karena faktor
kehilangan analit dapat diminimalkan, jumlah resin yang digunakan sedikit (0,1-

0,5 g), serta dapat diregenerasi sehingga mampu digunakan berulangkali untuk
analisis yang sama (Hirano dan Nakajima, 2005).
Salah satu contoh resin penukar kation, yakni Dowex 50W-8X. Dalam
metode ini sampel yang diinjeksikan mengalir secara kontinu ke dalam kolom
mini yang berisikan resin penukar kation Dowex 50W-8X. Prinsip metode yang
menggunakan resin penukar kation seperti Dowex 50W-8X ini didasarkan pada
mekanisme retensi-elusi ion logam berat, yang selanjutnya dideteksi dengan AAS.
Metode analisis menggunakan resin penukar kation Dowex 50W-8X ini memiliki
beberapa kelebihan berupa waktu analisis yang singkat, jumlah reagen yang
dibutuhkan sedikit, serta nilai reprodusibilitas pengukuran yang tinggi (Fang,
1991).
Dalam penelitian ini akan dipelajari metode prakonsentrasi dengan
menggunakan resin penukar kation Dowex 50W-X8 untuk menentukan kadar ion
Zn(II) dalam jumlah renik dalam suatu contoh, yang meliputi aktivasi asam, pH,
kapasitas retensi adsorpsi adsorben, optimasi prakonsentrasi, kinerja analitik yang
meliputi presisi, linearitas, limit deteksi dan % recovery. Semua parameter
tersebut akhirnya dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan prakonsentrasi ion
logam berat dalam sampel air.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka permasalahan
dalam penelitian ini adalah:
1.2.1 Apakah resin penukar kation Dowex 50W-X8 dapat dimanfaatkan sebagai
1.2.2

resin pengisi kolom dalam tahapan prakonsentrasi ion Zn(II) ?


Bagaimana kinerja analitik dari teknik prakonsentrasi secara off-line yang

1.2.3

dikembangkan?
Apakah teknik prakonsentrasi yang dikembangkan dapat diaplikasikan
untuk deteksi ion Zn(II) pada konsentrasi renik?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan uraian diatas maka tujuan penelitian ini adalah:

1.3.1

Mengetahui pemanfaatan resin penukar kation Dowex 50W-X8 sebagai

1.3.2

resin pengisi kolom dalam tahapan prakonsentrasi ion Zn(II)


Mengetahui kinerja analitik dari teknik prakonsentrasi secara off-line yang

1.3.3

dikembangkan
Mengetahui pengaplikasian dari teknik prakonsentrasi yang dikembangkan
untuk deteksi ion Zn(II) pada konsentrasi renik

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1.4.1 Memberikan informasi mengenai penggunaan resin penukar kation Dowex
50W-X8 yang digunakan dalam metode prakonsetrasi ion Zn(II) dalam
1.4.2

tingkat renik
Sebagai sumber referensi pada penelitian selanjutnya untuk mengetahui
berbagai resin yang dapat digunakan dalam tahapan metode prakonsentrasi

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Pengertian Resin
Resin merupakan senyawa hidrokarbon terpolimerisasi sampai tingkat
yang tinggi yang mengandung ikatan-ikatan hubung silang (cross-linking) serta
gugusan yang mengandung ion-ion yang dapat dipertukarkan. Berdasarkan gugus
fungsionalnya, resin penukar ion terbagi menjadi dua yaitu resin penukar kation
dan resin penukar anion. Resin penukar kation, mengandung kation yang dapat
dipertukarkan. Sedang resin penukar anion, mengandung anion yang dapat
dipertukarkan (Lestari,2007).
Suatu resin penukar ion yang ingin direaksikan dalam suatu sistem dapat
dilakukan dengan memasukkan gugus-gugus dari suatu resin yang terionkan ke
dalam suatu matriks polimer organik, yang paling lazim diantaranya ialah
hubungan silang polisterina yang dinyatakan sebagai absorben (Lestari, 2007).
Polimer dengan sejumlah besar muatan ionik atau biasa dikenal sebagai
polielektrolit dapat diaplikasikan sebagai katalis, membran ataupun resin penukar
ion. Polimer yang diaplikasikan sebagai resin penukar ion harus memiliki gugus
aktif pada rantai polimernya, seperti gugus OH, COOH, SO3H dan R3NH
(Khopkar, 1990).
2.1.2 Resin Penukar Ion
Penukar ion (ion exchange) adalah suatu bahan granular tak larut yang
memiliki radikal asam atau basa pada struktur molekulnya yang dapat
melaksanakan pertukaran ion, tanpa mengalami perubahan fisis, tanpa kerusakan
atau kelarutan, ion positif atau negatif diikat pada radikal ini untuk ion-ion yang
bertanda sama dalam larutan di cairan akan saling berhubungan. Proses ini,
dikenal sebagai Pertukaran ion (Ion exchange) dan komposisi ionik yang tersedia
di dalam cairan yang mengalami pengolahan akan dimodifikasi tanpa mengubah
jumlah total dari ion-ion di dalam cairan tersebut.

Penukar ion adalah pertukaran ion-ion secara reversible antara cairan dan
padatan yang bersenyawa organik berstruktur tiga dimensi dengan ikatan silang
dan mempunyai gugus-gugus fungsi yang dapat terionisasi. Pertukaran ion antar
fasa yang berlangsung pada permukaan padatan tersebut merupakan proses
penyerapan yang menyerupai proses penyerapan.
Dalam pengolahan air, penukar ion dapat digunakan dalam penjernihan air,
demine-ralisasi atau recovery ion-ion metal yang terdapat di dalam air. Bahan
penukar ion merupakan suatu struktur organik/anorganik yang berupa gugusgugus fungsional berpori. Kapasitas penukaran ion ditentukan oleh jumlah gugus
fungsional per-satuan massa resin. Penukar ion positif (resin kation) ialah resin
yang dapat mempertukarkan ion-ion positif dan penukar ion negatif ialah resin
yang dapat mempertukarkan ion-ion negatif. Resin kation mempunyai gugus
fungsi asam, seperti sulfonat, sementara resin anion mempunyai gugus fungsi
basa, seperti Amina. Resin penukar ion dapat digolongkan atas bentuk gugus
fungsi asam kuat, asam lemah, basa kuat, dan basa lemah. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa resin penukar ion terdiri dari fase organik padat yang tidak larut
dalam air yang padanya terikat ion-ion bermuatan. Ion-ion inilah yang dapat
dipertukarkan dengan ion-ion yang lain (Imamkhasani, 2006)
2.1.3 Resin Penukar Kation
Berdasarkan gugus fungsionalnya, resin penukar ion terbagi menjadi dua
yaitu resin penukar kation dan resin penukar anion. Secara umum rumus struktur
resin penukar kation, seperti gambar berikut:

Gambar 2.1 Resin Penukar Kation (Lestari, 2006).


Resin penukar kation mengandung kovalen terikat bermuatan negatif
kelompok-kelompok fungsional dan pertukaran ion bermuatan positif. Resin ini
disusun oleh kopolimerisasi benzena stirena dan divinil dan memiliki gugus asam
sulfonat (-SO3H) yang diperkenalkan ke sebagian besar cincin benzene. Resin ini
sangat terionisasi baik dalam asam (R-SO3H) dan garam (RSO3Na) bentuk
kelompok asam sulfonat (-SO3H) (Lestari, 2006).
2.1.4 DOWEX 50W- X8
2.1.4.1 Resin Penukar Kation DOWEX 50W-X8
Resin yang digunakan pada metode pertukaran ion ini adalah resin kation
asam kuat. Resin kation asam kuat terbuat dari plastik atau senyawa polimer yang
direaksikan dengan beberapa jenis asam, seperti asam sulfat, asam posphat. Resin
kation ini mempunyai ion hydrogen (R -, H+) dengan adanya ion H+ yang
bermuatan positif maka resin ini dapat dipergunakan untuk mengambil ion-ion
yang bermuatan positif pada air sampel (Ca 2+; Mg2+). Penggunaan resin penukar
ion ini telah banyak mengalami perkembangan. Resin tidak hanya sekedar dipakai
untuk pelunakan air (softening) tetapi dapat pula dipakai untuk membuat air bebas
mineral dan dapat juga digunakan untuk proses recovery zat-zat kimia (Helfferich,
1962)

Mayoritas resin penukar ion dibuat oleh kopolimerisasi stirena dan


divinilbenzena (DVB). Molekul stirena menyediakan matriks dasar resin,
sedangkan DVB yang digunakan untuk crosslink polimer yang memungkinkan
dalam pengaktifan resin. Kelompok terionisasi yang terikat pada struktur resin
menentukan kemampuan fungsi penukar ion (Anderson, 1979).

Gambar 2.2 Resin DOWEX 50W- X8 (Helfferich, 1962).


Resin

Dowex

50W-X8

merupakan

resin

komersial

tersulfonasi

polystryrene yang diproduksi oleh Dow Chemical Co. Dalam nomenklatur Dow,
sebutan muncul dalam hubungannya dengan angka "X" yang menggambarkan
tingkat crosslinkage resin (jumlah X adalah persentase divinilbenzena [DVB]
dalam kopolimer resin), sedangkan resin penukar kation asam kuat yang ditunjuk
sebagai "50W" (Anonim, 1995).
Dowex 50W- X8 merupakan resin penukar kation yang mengandung asam
kuat DVB 8% dimana dimaksudkan 8% yang terhubung silang menyatakan bahwa
divenilbenzenanya sebanyak 8%. Resin-resin ini dihasilkan dalam bentuk manikmanik bulat, biasanya dengan 0,1-0,5 mm, meskipun ukuranukuran lain juga
tersedia (Helfferich, 1962).
Matriks

resin

yang

umumnya

dipakai

adalah

styrene

yang

dihubungsilangkan (cross linking) dengan divinylbenzene. Hal ini menyebabkan


kelarutan resin menjadi semakin kecil sehingga resin tidak dapat larut dalam air
(Helfferich, 1962).

2.1.4.2 Sintesis Penukar Kation DOWEX


Resin penukar kation asam kuat memiliki struktur molekul yang
terdiri dari matriks resin styrene divinylbenzene dengan gugus fungsional
berupa gugus sulfonic atau SO 3H. Gugus sulfonic dihasilkan dengan
asam sulfat pekat pada temperatur tinggi yang disebut reaksi sulfonasi.
Gugus sulfonic pada proses ini merupakan gugus sulfonic H.

Gambar 2.3 Sintesis Penukar Kation DOWEX (Anonim, 1995)


Untuk penukar kation seperti pada siklus natirum atau hidrogen biasanya
digunakan resin sintetik jenis sulfonat stirena -divinilbenzena. Resin ini sangat
stabil pada suhu tinggi (sampai 150C) dan dalam pH antara 0 sampai 14. Resin
kation asam kuat ini mempunyai ion hydrogen (R-, H+) dimana dengan adanya ion
H+ yang bermuatan positif maka resin ini sering dipergunakan untuk mengambil
ion-ion yang bermuatan positif (Montgomery, 1985). Dalam operasionalnya, resin
kation asam kuat ini dapat dioperasikan dengan kondisi (R-, H+) maupun dalam
kondisi R-, Na+. Pemilihan kondisi mana yang akan dioperasionalkan berpengaruh
terhadap jenis ion yang diambil, bahan kimia yang akan dihasilkan dan bahan
kimia untuk pengaktifan kembali (regenerasi) (Montgomery, 1985).

2.1.5 Pengaktifan Resin (Regenerasi)


2.1.5.1 Pengaktifan Resin ( Regenerasi)
Regenerasi adalah suatu peremajaan, penginfeksian dengan kekuatan baru
terhadap resin penukar ion yang telah habis saat kerjanya atau telah terbebani,
telah jenuh. Regenerasi penukaran ion dapat dilakukan dengan mudah karena
pertukaran ion merupakan suatu proses yang reversibel yang perlu diusahakan
hanyalah agar pada regenerasi berlangsung reaksi dalam arah yang berlawanan
dari pertukaran ion.
Pada umumnya senyawa yang digunakan untuk kerangka dasar resin
penukar ion asam kuat dan basa kuat adalah senyawa polimer stiren
divinilbenzena. Ikatan kimia pada polimer ini amat kuat sehingga tidak mudah
larut dalam keasaman dan sifat basa yang tinggi dan tetap stabil pada suhu diatas
150oC. Polimer ini dibuat dengan mereaksikan stiren dengan divinilbenzena,
setelah terbentuk kerangka resin penukar ion maka akan digunakan untuk
menempelnya gugus ion yang akan dipertukarkan.
Resin penukar kation dibuat dengan cara mereaksikan senyawa dasar
tersebut dengan gugus ion yang dapat menghasilkan (melepaskan) ion positif.
Gugus ion yang biasa dipakai pada resin penukar kation asam kuat adalah gugus
sulfonat

dan

cara

pembuatannya

dengan

sulfonasi

polimer

polistyren

divinilbenzena (matrik resin). Material penukar ion yang utama berbentuk butiran
atau granular dengan struktur dari molekul yang panjang (hasil co-polimerisasi),
dengan memasukkan gugus fungsional dari asam sulfonat, ion karboksil. Senyawa
ini akan bergabung dengan ion pasangan seperti Na+, OH atau H+. Senyawa ini
merupakan penukar ion positif (kationik) untuk menukar ion dengan muatan
elektrolit yang sama (positif) demikian sebaliknya penukar ion negatif (anionik)
untuk menukar anion yang terdapat di dalam air yang diproses di dalam unit Ion
Exchanger.

Proses pergantian ion bisa reversible (dapat balik), artinya material


penukar ion dapat diregenerasi. Sebagai contoh untuk proses regenerasi material
penukar kationik bentuk Na+ dapat diregenerasi dengan larutan NaCl pekat,
bentuk H+ diregenerasi dengan larutan HCl sedangkan material penukar anionik
bentuk OH dapat diregenerasi dengan larutan NaOH (Putranto, 2011)

2.1.5.2 Regenerasi Resin Penukar Kation


Resin penukar kation asam kuat yang beroperasi dengan siklus H,
regenerasi dilakukan menggunakan asam HCl atau H2SO4. Adapun cara
regenerasi adalah sebagai berikut:
a.

Pencucian kembali
Pencucian kembali akan mendistribusikan kembali lapisan resin dan
menghilangkan kotoran-kotoran serta resin yang pecah dari unit.

b.

Regenerasi dengan larutan asam


Larutan asam (seperti HCl, H2SO4) diinjeksikan kedalam unit kation. Sesudah
melalui permukaan resin, asam atau ion hidrogen akan menggantikan semua
kation seperti ion kalsium, natrium dan magnesium.

c.

Pembilasan
Bila unit beroperasi kembali, akan terdapat sejumlah kecil leakage (kelewatan
ion) yang harus dibersihkan dengan melakukan pembilasan (Austin, 1996).

2.1.6 Logam Zinkum (Zn)

Seng (Zn) adalah unsur pertama dalam golongan IIB pada tabel periodik.
Zn mempunyai nomor atom 30 dan berat atom 65,38 dengan valensi 2. Rata rata
keberadaannya di kulit bumi sekitar 76 ppm, dalam tanah 25 68 ppm, dalam
perairan sungai g/L dan atau 5 10 ppb, air laut sekitar 0,6 5 ppb, pada sekitar
20 tubuh ganggang sekitar 20 700 ppm, ikan dan kerang laut sekitar 3 25
ppm, tiram sekitar 100 900 ppm, udang/lobster sekitar 7 50 ppm dan didalam
air tanah tidak lebih dari 0,1 mg/L (Lindsay, 1972).

Keberadaan logam Seng (Zn) dapat berasal dari proses alamiah maupun
adisi dari limbah industri dan pertanian. Seng (Zn) adalah unsur hara mikro
esensial bagi manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan tingkat tinggi. Untuk logam
seng (Zn) yang berasal dari adisi limbah industri, umumnya terdapat dalam bentuk
Sphalerite (ZnS) dan Smithsonite (ZnCO3). Sekitar dari total Zn diperoleh dari
pembentukan logam dan masing masing komponen Zn tergantung jenis
industrinya.) Sumber logam Zn di perairan berasal dari material geokimia yang
terbawa atau ada pada sungai, bahan baku minyak, besi, cat dan sisa-sisa kaleng
bekas (Arifin, 2009).
Seng merupakan logam peralihan. Dalam sistem periodik, unsur transisi
terletak pada peralihan antara unsur dikiri dan dikanan, dengan konfigurasi
elektron terakhir pada kulit d (kulit d lebih stabil, berisi elektron penuh atau
setengah penuh) karena memiliki banyak elektron yang belum berpasangan,
logam transisi memiliki bilangan oksidasi lebih dari sejenisnya, mampu
membentuk ikatan antar atom yang kuat. Sehingga unsur-unsur transisi
mempunyai sifat keras dan kerapatannya tinggi serta penghantar listrik yang baik.
Kereaktifan logam Zn terhadap zat pengoksid sangat besar, jadi logam ini di alam
jarang ditemukan sebagai unsurnya. Bijih-bijih yang terpenting yang mengandung
unsur-unsur ini berupa oksida, karbonat dan sulfida (Hiller, 1971).
Dewasa ini pencemaran lingkungan khususnya perairan oleh logam berat
bukan hanya menjadi masalah nasional tetapi juga internasional. Pencemaran
logam berat dapat berasal dari kegiatan industri maupun alam. Pencemaran air
dapat berupa garam dari logam berat dan logam berat yang membentuk senyawa
toksik. Logam berat yang sering terdapat dalam pencemaran air adalah Hg, Pb,
Cd, Cr, Cu, Ni, dan Zn dalam bentuk senyawa toksik. Faktor yang menyebabkan
logam berat tersebut dikelompokkan ke dalam zat pencemar ialah 1) logam berat
tidak dapat terurai melalui biodegradasi seperti pencemar organik, 2) logam berat
dapat terakumulasi dalam lingkungan terutama dalam sedimen sungai dan laut,
karena dapat terikat dengan senyawa organik dan anorganik, melalui proses
adsorpsi dan pembentukan senyawa komplek. Karena logam berat dapat

terakumulasi dalam sedimen, maka kadar logam berat dalam sedimen lebih besar
dari air (Makara, 2003).
2.1.7 Prakonsentrasi
Meningkatnya kesadaran untuk dapat menganalisis unsur renik di dalam
sistem biologi, fisika dan kimia merupakan dorongan yang sangat kuat untuk
mendapatkan metode-metode baku, dengan kendala utama adalah kandungan
substansi yang sangat rendah serta kemungkinan terdapatnya sistem kompleks
yang dapat menggangu serta menyulitkan dalam analisis. Hal tersebutlah yang
menyebabkan

dikembangkan

secara

khusus

metodologi

dan

prosedural

(instrumentasi kimia) sehingga tumbuhlah bidang analisis renik (Trace Analysis).


Salah satu metode yang sedang berkembang saat ini untuk mengatasi masalah
tersebut adalah dengan metode prakonsentrasi (Djokowidodo, 1990).
Prakonsentrasi merupakan suatu metode yang dilakukan untuk menaikkan
konsentrasi analit tanpa melalui proses penambahan standar, atau secara
sederhana dapat disebut juga dengan proses pemekatan (Panggabean dkk, 2007)
Tiap metode prakonsentrasi memiliki keunggulan dan kelemahan masingmasing. Penggunaan teknik penguapan pelarut untuk pemekatan dinilai lebih
praktis jika jumlah sampel yang dianalisis sedikit, pengurangan volume sampel
yang relatif kecil, serta analit yang tidak mudah terdekomposisi dan nonvolatil.
Metode ini lebih rentan dari kesalahan sebagai akibat sistem yang terbuka ketika
proses penguapan. Sistem terbuka memungkinkan terjadinya transfer materi
antara sistem dan lingkungan (Minczevski, dkk, 1992).
Metode analisis terautomatisasi lebih sering menggunakan teknik
prakonsentrasi yang menggunakan prinsip kromatografi karena memiliki faktor
pengayaan yang lebih tinggi dan aspek praktis yang lebih baik. Prakonsentrasi
biasanya merupakan bagian preparasi dari suatu analisis dan bertujuan untuk
menaikkan konsentrasi analit sehingga masuk ke dalam rentang pengukuran

analisis. Metode prakonsentrasi yang dipilih disesuaikan dengan jenis analit dan
metode analisis yang dipergunakan (Hala, 1997; Panggabean, dkk., 2007).
Metode prakonsentrasi yang ideal untuk ion logam renik harus
memenuhi criteria berikut:
(a) Berperan mengisolasi analit dari matriks secara simultan untuk menghasilkan
faktor pemekatan yang sesuai,
(b) Merupakan proses sederhana yang mampu mencegah kontaminasi,
menghasilkan blanko sampel dan memberikan limit deteksi yang rendah,
(c) Menghasilkan suatu larutan dengan matriks yang mirip dengan larutan blanko
analit (Corsini dkk, 1982).
Metode prakonsentrasi untuk ion logam berat renik yang umum
digunakan adalah metode ekstraksi pelarut. Metode ini memiliki kelemahan
karena memerlukan pelarut organik yang mahal dan sering kali memiliki sifat
toksik dan sangat berbahaya (Riley dan Taylor, 1968; Wan dkk., 1985; Canel,
2003).
Metode prakonsentrasi dengan menggunakan resin penukar kation
memiliki keunggulan dibanding cara prakonsentrasi yang lain, karena faktor
kehilangan analit dapat diminimalkan, jumlah resin yang sedikit (0,1-0,5 g), serta
dapat diregenerasi sehingga mampu digunakan berulangkali untuk analisis yang
sama (Hirano dan Nakajima, 2005).
2.1.8 Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)
2.1.8.1 Pengertian Spektrofotometer Serapan Atom
Spektrofotometri adalah metode analisa kimia berdasarkan spektroskopi.
Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari interaksi gelombang elektromagnetik
(cahaya) dengan materi. Prinsip spektrofotometri adalah penyerapan cahaya oleh
materi (atom atau molekul) pada panjang gelombang tertentu.
Spektrofotometri Serapan Atom (Atomic Absorption Spectrometri) atau
yang biasa disebut dengan AAS, ialah suatu metode analisa yang digunakan untuk
menentukan unsur-unsur suatu bahan dengan kepekaan, ketelitian, serta
selektivitas yang tinggi yang didasarkan pada proses penyarapan energi radiasi

oleh atom-atom yang berada pada tingkat energi dasar (ground state). Absorpsi
yang dialami oleh seberkas sinar yang melalui sekumpulan atom-atom akan
bertambah sesuai dengan bertambahnya jumlah atom yang menyerap sinar pada
panjang gelombang tertentu. Prinsip AAS (Atomic Absorption spectrometri)
adalah penyerapan cahaya yang dilakukan oleh atom. Oleh karena itu sampel
harus diatomkan untuk menghasilkan atom bebas. AAS dapat digunakan untuk
analisis logam-logam dalam sampel. Non logam tidak bisa digunakan karena
sebelum jadi atom terbuang bersama gas buang (Day dan Underwood, 1989).
Cara kerja Spektroskopi Serapan Atom ini adalah berdasarkan atas
penguapan larutan sampel, kemudian logam yang terkandung di dalamnya diubah
menjadi atom bebas. Atom tersebut mengapsorbsi radiasi dari sumber cahaya
yang dipancarkan dari lampu katoda (Hollow Cathode Lamp) yang mengandung
unsur yang akan ditentukan. Banyaknya penyerapan radiasi kemudian diukur pada
panjang gelombang tertentu menurut jenis logamnya (Darmono,1995).
2.1.8.2 Hukum Lambert Beer
Ditinjau dari hubungan konsentrasi dan absorpsinya, maka kita dapat
menggunakan hukum Lambert Beer untuk analisa kuantitatif yang berdasarkan
spektrometri.
Hukum Lambert Beer dapat ditulis sebagai berikut:
A= bC
keterangan:
A = Absorbansi
b = Panjang lintasan cahaya yang melewati sampel
= Absorpsivitas molar yang dipengaruhi jenis senyawa/unsur dan
C = Konsentrasi
Dari persamaan ini dapat diketahui bahwa absorbansi berbanding lurus
dengan konsentrasi atom.Sehingga dapat disimpulkan bahwa absorbansi (A)

barbanding lurus dengan absorptivitas molar (), semakin besar absorbansi maka
semakin besar pula nilai absorptivitas molar.Untuk memperoleh nilai absorbansi
maka terlebih dahulu harus diketahui nilai transmitansi (%T).
Transmitansi merupakan bagian dari cahaya yang diteruskan (I) dengan
cahaya yang masuk (Io) di mana dapat dirumuskan sebagai berikut:
T
sedangkan absorbansi (A) adalah banyaknya cahaya yang diserap di mana
absorbansi berbanding terbalik dengan transmitansi. Hubungan ini dapat dilihat
dari persamaan berikut:
A = - log T
= - log

= log
Energi radiasi yang diserap oleh atom menimbulkan keadaan energi
elektronik yaitu tereksitasinya elektron dalam kulit terluar atom ke tingkat energi
yang lebih tinggi (exited state). Pengurangan intensitas radiasi yang terjadi
sebanding dengan jumlah atom pada tingkat energi dasar yang menyerap energi
radiasi tersebut. Dengan mengukur intensitas radiasi yang diteruskan berbanding
dengan intensitas radiasi yang masuk (transmitansi), maka konsentrasi-konsentrasi
dapat ditentukan. (Day dan Underwood, 1989).

2.1.8.3 Komponen Spektrofotometer Serapan Atom

tabung
katode
berongga

pemenggal
monokromator detektor
putar
nyala

a-c
penguat pembacaan

+
bahan sampel
bakar

oksigen

Gambar 2.4 Komponen-komponen spektrofotometer serapan atom


(Darmono,1995).
Pada rangkaian diatas, terdiri dari 6 (enam) bagian utama :
1. Sumber sinar
Sumber radiasi SSA adalah Hallow Cathode Lamp (HCL). Setiap pengukuran
dengan SSA harus menggunakan Hallow Cathode Lamp khusus misalnya akan
menentukan konsentrasi tembaga dari suatu cuplikan, maka kita harus
menggunakan Hallow Cathode khusus. Hallow Cathode akan memancarkan
energi radiasi yang sesuai dengan energi yang diperlukan untuk transisi elektron
atom. Hallow Cathode Lamp terdiri dari katoda cekung yang silindris yang terbuat
dari unsur yang sama dengan yang akan dianalisis dan anoda yang terbuat dari
tungsten. Dengan pemberian tegangan pada arus tertentu, logam mulai memijar
dan atom-atom logam katodanya akan teruapkan dengan pemercikan. Atom akan
tereksitasi kemudian mengemisikan radiasi pada panjang gelombang tertentu.
2. Sumber atomisasi
Sumber atomisasi dibagi menjadi dua yaitu sistem nyala dan sistem tanpa
nyala. Kebanyakan instrumen sumber atomisasinya adalah nyala dan sampel
diintroduksikan dalam bentuk larutan.Sampel masuk ke nyala dalam bentuk
aerosol.Aerosol biasa dihasilkan oleh nebulizer (pengabut) yang dihubungkan ke
nyala oleh ruang penyemprot (chamber spray).Jenis nyala yang digunakan secara

luas untuk pengukuran analitik adalah udara-asetilen dan nitrous oksida-asetilen.


Dengan kedua jenis nyala ini, kondisi analisis yang sesuai untuk kebanyakan
analit dapat ditentukan dengan menggunakan metode-metode emisi, absorbs dan
juga fluorosensi.
3. Monokromator
Monokromator merupakan untuk mengisolasi cahaya monokromatik pada
panjang gelombang tertentu sehingga hanya diperoleh suatu resonansi tunggal
dari suatu atom.
4. Detektor
Detektor merupakan alat yang mengubah energi cahaya menjadi energi listrik,
yang memberikan suatu isyarat listrik berhubungan dengan daya radiasi yang
diserap oleh permukaan yang peka.
5. Penguat (Amplifier)
Penguat sinyal detektor sehingga dapat terlihat jelas pada display pembaca
data.
6. Pembaca (Recorder)
Sistem pembacaan merupakan bagian yang menampilkan suatu angka atau
gambar yang dapat dibaca oleh mata ((Day dan Underwood, 1989).
2.1.8.4 Teknik Pengukuran AAS
Semua pengukuran dengan teknik spektrometri harus didahului dengan
mengukur absorbansi blanko agar intensitas cahaya mula-mula (Io) dapat
diketahui. Ada tiga pengukuran yang biasa digunakan pada analisis sampel
dengan menggunakan AAS, yaitu :
a. Metode satu standar
Pengukurannya berdasarkan hukum Beer, namun dengan adanya larutan
standar yang konsentrasinya diketahui (Cs) dan absorbansinya diukur (As)
maka

nilai b dapat eliminir dengan membandingkan As dan Ax sebagai

berikut:
As = bcs

Ax = bcx, dengan menggunakan perbandingan diperoleh


cx=
Keterangan:
Cx = Konsentrasi sampel
As = Absorbansi larutan standar
Ax = Absorbansi sampel
Cs = Konsentrasi larutan standar
Kelemahan sistem ini, jika standar salah maka hasil analisa yang dilakukan
semua akan salah, oleh sebab itu pada metode selanjutnya dapat mengatasi
kelemahan pada metode pertama.
b. Metode kurva kalibrasi
Metode kurva kalibrasi/standar yaitu dengan membuat kurva antara
konsentrasi larutan standar (sebagai absis) lawan absorbansi (sebagai ordinat)
di mana kurva tersebut berupa garis lurus. Dalam metode ini dibuat minimal
tiga larutan standar tetapi sebaiknya enam, dengan konsentrasi berbeda,
Kemudian dengan cara menginterpolasikan absorbansi larutan sampel ke
dalam kurva standar tersebut dan akan diperoleh konsentrasi larutan sampel.
Absorbansi
sampel

y=
y = Absorbansi

Absorbansi
larutan
standar

x = Konsentrsai
a = Intersep
Konsentrasi
sampel
b = Slope
Konsentrasi
larutan
Gambar
2.5 Kurva
kalibrasi (Darmono, 1995).
standar

c. Metode penambahan standar


Pada metode ini dibuat sederetan larutan cuplikan dengan konsentrasi yang
sama dan masing-masing ditambahkan larutan standar, kemudian unsur yang
dianalisa dengan konsentrasi tertentu. Absorbansi masing-masing larutan
diukur dan dibuat kurva absorbansi terhadap konsentrasi unsur standar yang
ditambahkan. Pengukuran ini juga sama dengan yang sebelumnya yaitu

mengikuti hukum Beer, karena intinya adalah pengukuran absorbansi yang


dikorelasikan kekonsentrasi (Darmono, 1995).
2.2

Landasan Empiris
Beberapa penelitian tentang

tahapan teknik prakonsentrasi dan

penggunaan resin penukar kation DOWEX 50W-X8 sebagai adsorben telah


dilakukan dalam aplikasi bidang kimia.
Suwarsa (2008) meneliti pengembangan metode prakonsentrasi dengan
teknik injeksi alir untuk analisis Cu2+ dan Pb2+ dalam air aliran Sungai Citarum
dan Waduk Sangguling. Hasil dari penelitian ini yaitu kondisi optimum untuk
kinerja FIA-AAS dengan volume eluen HCl adalah 1 mL, dengan batas deteksi
ion logam Cu2+ dan Pb2+ secara berturut-turut 5,26 dan 24, 57 ppb. Tingkat
reprodusibilitas metode ini yang ditunjukkan dengan %KV, cukup baik yaitu
2,11%.
Pujiastuti (2008) meneliti kajian penurunan Ca dan Mg dalam air laut
menggunakan resin kation asam kuat jenis Dowex 50 seberat 1000gr. Adapun
variabel yang digunakan adalah waktu pengaliran air laut dan kecepatan aliran
dengan hasil koefisien selektivitas ion Ca2+ terbaik diperoleh sebesar 1,75.10-3 dan
koefisien selektivitas ion Mg2+ terbaik diperoleh sebesar 4,76.10-2.
Panggabean dkk (2009) meneliti sintesis dan karakterisasi resin
pengkhelat

polistyrene

divinylbenzene-1-(2-pyridilazo)

2-naphtol

serta

penggunaannya dalam modul prakonsentrasi ion logam berat. Kajian sifat retensi
resin pengkhelat hasil sintesis terhadap Pb(II), menunjukkan bahwa Pb(II)
teretensi secara optimum pada pH 6,12 (100%), waktu kontak minimum 5 menit
dengan kapasitas retensi 0,48 mg Pb2+/gram resin.
2.3

Hipotesis Penelitian
1. Resin Kation Asam Kuat DOWEX 50W-X8 memiliki retensi dan kinerja
analitik yang baik dalam tahapan prakonsentrasi untuk analisis ion Zn(II)

2. Penggunaan Resin Kation Asam Kuat DOWEX 50W-X8 dalam tahapan


prakosentrasi dari ion Zn(II) memberikan faktor pemekatan yang baik dan
dapat diaplikasikan untuk mendeteksi ion Zn(II) pada tingkat renik.

Anda mungkin juga menyukai