Anda di halaman 1dari 14

PENGGUNAAN PATI JAGUNG GELATINASI SEBAGAI BAHAN

PENGIKAT PADA FORMULASI TABLET ALLOPURINOL


GELATINIZED CORN STARCH APLICATION AS A BINDER IN
TABLET ALLOPURINOL FORMULATION

Deri Arisandi, Agusmal Dalimunthe*, Fathur Rahman Harun


Departemen Teknologi Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
Jl. Tri Dharma No.5, Pintu 4, Kampus USU Medan 20155
Telp. (061) 8223558. Fax. (061) 8219775

*Corresponding Author
Drs. Agusmal Dalimunthe,M.S,Apt.
Departemen Teknologi Farmasi
Universitas Sumatera Utara
Jl. Tri Dharma No.5, Pintu 4, Kampus USU Medan 20155
Telp. (061) 8223558. Fax. (061) 8219775
E-mail: agusmal@usu.ac.id

PENGGUNAAN PATI JAGUNG GELATINASI SEBAGAI


BAHAN PENGIKAT PADA FORMULASI
TABLET ALLOPURINOL
Deri Arisandi, Agusmal Dalimunthe*, Fathur Rahman Harun
Departemen Teknologi Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
Jl. Tri Dharma No.5, Pintu 4, Kampus USU Medan 20155
Telp. (061) 8223558. Fax. (061) 8219775

Medan,

April 2015

Disetujui Oleh:
Pembimbing I

(Drs. Agusmal Dalimunthe,M.S, Apt.)


NIP 195406081983031005
Pembimbing II

(Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt)


NIP 195201041980031002
*Corresponding Author
Drs.Agusmal Dalimunte,M.S, Apt.
Departemen Teknologi Farmasi
Universitas Sumatera Utara
Jl. Tri Dharma No.5, Pintu 4, Kampus USU Medan 20155
Telp. (061) 8223558. Fax. (061) 8219775
E-mail: agusmal@usu.ac.id

PENGGUNAAN PATI JAGUNG GELATINASI SEBAGAI


BAHAN PENGIKAT PADA FORMULASI
TABLET ALLOPURINOL
ABSTRAK
Latar belakang: Salah satu sumber pati adalah jagung. Pati yang telah mengalami gelatinasi
dapat membentuk pasta dari granula-granula pati yang mengembang. Dalam kondisi panas, pasta
masih memiliki kemampuan mengalir yang fleksibel dan tidak kaku. Berdasarkan hal tersebut
peneliti melakukan penelitian menggunakan pati jagung gelatinasi sebagai pengikat secara
granulasi basah dengan menggunakan allopurinol sebagai model obat.
Tujuan penelitian: Untuk menggunakan pati jagung gelatinasi sebagai pengikat dan mengetahui
konsentrasinya yang paling baik pada formulasi tablet allopurinol.
Metode: Pati jagung gelatinasi dibuat dengan mensuspensikan 80 gram pati jagung alami dalam
1000 ml air (8% b/v) lalu dipanaskan pada suhu 70C dibiarkan stabil selama 20 menit sampai
terbentuk massa kental kemudian dikeringkan. Pati jagung gelatinasi di uji ukuran partikel,
kelarutan, berat jenis dan mikroskopik. Variasi konsentrasi pati jagung gelatinasi yang digunakan
sebagai pengikat yaitu (F2) 7%, (F3) 9%, (F4) 11%, (F5) 13%, (F6) 15% dan (F7) 17%. Uji
preformulasi berupa uji waktu alir, sudut diam dan indeks tap dilakukan terhadap massa granul
sebelum dicetak menjadi tablet. Setelah dicetak menjadi tablet dilakukan evaluasi tablet yaitu uji
kekerasan, waktu hancur, friabilitas, penetapan kadar, keseragaman sediaan dan uji disolusi.
Selanjutnya data pada penetapan kadar dan uji disolusi dianalisis secara statistik.
Hasil: Pati jagung gelatinasi dapat digunakan sebagai bahan pengikat pada formulasi tablet
allopurinol. Hasil uji preformulasi granul memenuhi persyaratan untuk semua formula. Pada
evaluasi tablet allopurinol, uji kekerasan, friabilitas, dan waktu hancur memenuhi persyaratan.
Semakin ditingkatkan konsentrasi pati jagung gelatinasi, maka akan menghasilkan kekerasan
dan friabilitas yang baik, namun waktu hancur tablet yang semakin lambat. Hasil uji penetapan
kadar allopurinol seluruhnya memenuhi persyaratan. Pada uji disolusi tablet allopurinol selama
45 menit diperoleh formula F2 sampai F7 memenuhi persyaratan. Kecuali formula F1 dengan
bahan pengikat pati jagung alami 10% pada uji disolusi tidak memenuhi syarat yang ditentukan.
Analisis data statistik menggunakan kruskal-wallis dilakukan pada penetapan kadar menunjukkan
signifikasi p > 0,05 yang berarti memiliki perbedaan tidak nyata pada tiap formula tablet.
Sedangkan pada disolusi menunjukkan signifikasi p < 0,05 yang berarti memiliki perbedaan
nyata pada tiap formula tablet.
Kesimpulan: Hasil penelitian menunjukkan bahwa pati jagung gelatinasi dapat digunakan
sebagai bahan pengikat pada formulasi tablet allopurinol secara granulasi basah dengan range
konsentrasi yang baik digunakan adalah 7% - 13%.
Kata kunci : Pati jagung, pati gelatinasi, bahan pengikat, formulasi tablet, allopurinol

GELATINIZED CORN STARCH APLICATION AS A BINDER IN


TABLET ALLOPURINOL FORMULATION
ABSTRACT
Background: One source of starch is corn. Starch which has been experiencing gelatinized can
form a paste or granules that have been swelled. In hot conditions the paste still has the ability to
flow is flexible and not rigid. Based on the researchers a study using corn starch gelatinized as
binder in wet granulation and as model drug is allopurinol.
Objective: This research was aim to find out the gelatinized corn starch as binder and determine
the best concentration on allopurinol tablet formulation.
Methods: Gelatinized corn starch was made by 80 gram natural corn starch in 1000 ml of water.
Then heated at temperatures 70C stable for 20 minutes left until thick and then dried.
Gelatinized corn starch in the test particle size, solubility, desity, and microscopic. Variation
concentration of gelatinized corn starch used as binder is yaitu (F2) 7%, (F3) 9%, (F4) 11%, (F5)
13%, (F6) 15% dan (F7) 17%. Test of preformulasi are time for flowing, angle of repose and
tapp index of the mass of granules is molded into a tablet before. While evaluations conducted
tablet hardness testing, when destroyed, friabilitas, determination of levels, dosage uniformity
and dissolution testing.
Results: Gelatinized of corn starch could be used as binder for tablet formulation allopurinol.
The results of granule preformulation test meet the requirements for all formula. The evaluation
of allopurinol tablet were hardness test, friability test, and disintegration time test, there were
meet requirements. Increased concentration of gelatinized corn starch, it was produce good
hardness and friability test, but the tablet disintegration time test would be slower. The result of
determining the level of allopurinol tablet shows the percentage of level is meet requirements.
Dissolution test allopurinol tablet for 45 minutes formula F2 until F7 meet the requirements.
Except F1 form formula with natural corn starch binders 10% on dissolution did not meet the
requirements set. Statistical data analysis used kruskal-wallis test at the determination of
quantitative analysis tablets test showed that significant p > 0,05, which means has not real
difference in each tablet formula. Dissolution test showed that significant p < 0,05, which means
has real difference in each tablet formula.
Conclusion: The result of the research shows that corn starch gelatinized can be used as binder
in tablets formulation allopurinol by the wet granulation method with the best range gelatinized
corn stach consentration are 7% - 13%.
Keywords : corn starch, gelatinized starch, binder, formulation tablet, allopurinol

PENDAHULUAN
Salah satu sumber pati adalah
jagung. Pati jagung mempunyai ukuran
granula yang tidak homogen yaitu 1 m - 7
m untuk yang kecil dan 15 m - 20 m
untuk yang besar. Granula besar berbentuk
oval polihedral dengan diameter 6 m - 30
m. Granula pati yang lebih kecil kurang
tahan terhadap perlakuan panas dan air
dibanding granula yang besar (Singh dkk.
2005).
Pomeranz
(1991)
menyatakan
bahwa
gelatinasi
adalah
proses
pembengkakan
granula
pati
ketika
dipanaskan dalam media air. Naiknya suhu
pemanasan
akan
meningkatkan
pembengkakan
granula
pati.
Pembengkakan granula pati menyebabkan
terjadinya penekanan antara granula yang
satu dengan granul lainnya. Mula-mula
pembengkakan granula pati bersifat
reversible, tetapi ketika suhu tertentu sudah
terlewati, pembengkakan granula pati
menjadi
irreversible.
Kondisi
pembengkakan granula pati yang bersifat
irreversible ini disebut dengan gelatinasi,
sedangkan suhu terjadinya peristiwa ini
disebut dengan suhu gelatinasi. Pati yang
telah
mengalami
gelatinasi
dapat
dikeringkan,
tetapi
molekul-molekul
tersebut tidak dapat kembali lagi ke sifatsifat semula. Pati gelatinasi yang telah
kering tersebut masih mampu menyerap air
dalam jumlah yang cukup besar.
Pati
yang
telah
mengalami
gelatinasi dapat membentuk pasta dari
granula-granula yang membengkak yang
tersuspensi di dalam air panas dan molekulmolekul amilosa yang terdispersi di dalam
air. Molekul-molekul amilosa tersebut akan
terus terdispersi, asalkan pati tersebut
dalam kondisi panas. Dalam kondisi panas,
pasta masih memiliki kemampuan mengalir
yang fleksibel dan tidak kaku (Winarno,
2002). Berdasarkan sifat ini peneliti
melakukan penelitian untuk menggunakan
pati jagung gelatinasi sebagai bahan
pengikat tablet. Pati gelatinasi merupakan
pati yang telah dibuat dengan cara

memanaskan suspensi pati hingga suhu


70C kemudian dikeringkan.
Berdasarkan hal tersebut peneliti
melakukan penelitian pembuatan tablet
secara granulasi basah menggunakan bahan
pengikat amilum gelatinasi dengan
allopurinol sebagai model obat.
ALAT DAN BAHAN
Metode Pembuatan
Metode yang digunakan adalah
metode eksperimental meliputi isolasi pati
jagung, pembuatan pati jagung gelatinasi,
karakterisasi pati jagung gelatinasi, uji
preformulasi, pencetakan tablet dan
evaluasi tablet.
Alat:
Alat-alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah mesin pencetak tablet
single punch (Erweka), Desintegran Tester
(Copley), Friabilator (Copley), hot plate,
neraca
listrik
(Sartorius),
oven,
spektrofotometer UV/Vis (Shimadzu),
stopwatch, termometer, Strong Cobb
Hardness Tester (Copley), Disolution tester
(Veego) dan alat-alat gelas.
Bahan:
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Allopurinol, Pati
Jagung Gelatinasi, Pati Jagung Alami,
Laktosa, Mg stearat, Talkum, Amilum
Manihot, Aquades, dan HCl 0,1 N.
Penyiapan Bahan Tumbuhan
Pengumpulan bahan tumbuhan
Metode
pengumpulan
bahan
tumbuhan dilakukan secara purposive yaitu
tidak membandingkan dengan bahan
tumbuhan yang sama dari daerah lain.
Sampel yang digunakan adalah jagung
lokal yang berumur 60 - 70 hari yang sudah
tua tapi masih segar. Jagung diambil dari
Jalan Raya Sunggal, Kecamatan Medan
Sunggal, Sumatera Utara.
Identifikasi tumbuhan
Identifikasi tumbuhan di Herbarium
Medanense, Universitas Sumatera Utara.

Pembuatan Pati Jagung


3

Prosedur isolasi pati jagung


Pati jagung diperoleh dengan cara
memisahkan biji jagung dari tongkolnya.
Ditimbang sebanyak 11,5 kg jagung pipil
dan dicuci sampai bersih. Jagung pipil
ditambahkan air dan dihaluskan dengan
menggunakan blender sampai diperoleh
massa seperti bubur. Lalu diperas dengan
menggunakan kain blacu berwarna putih
dan bersih. Filtrat direndam lebih kurang
selama 24 jam, lalu cairan atas dibuang dan
dilakukan
pencucian
dengan
cara
menambahkan air suling secara berulangulang sampai diperoleh pati yang berwarna
putih. Pati yang diperoleh selanjutnya
dikeringkan di bawah sinar matahari,
kemudian dikeringkan di oven 60C
dihitung rendemennya.
%Rendemen=
Berat Pati
x 100
Berat biji jagung segar

60 dan mesh 100. Dimana pati jagung


gelatinasi disaring dengan ayakan mesh
40, 60 dan 100.
Kelarutan
Kelarutan pati jagung alami dan pati
jagung gelatinasi diukur di dalam air.
Bobot jenis (Aulton, 1988)
Pati jagung gelatinasi dimasukkan
ke dalam gelas ukur 100 ml lalu dilihat
volume awal. Lalu gelas ukur di tapp
sebanyak 15 kali setelah itu dilihat
volumenya. Kemuadian pati gelatinasi
ditimbang. Lalu berat jenis dihitung dengan
rumus:
BJ: Volume / berat
Mikroskopik
Pati diletakkan di atas objek glass
lalu ditambahkan 2 tetes aquades, lalu
ditutup dengan dec glass. Lalu diamati
bentuk hillus, lamela dari amilum jagung di
bawah mikroskop dengan perbesaran 10x40
Pencetakan Tablet
Tablet dibuat dengan metoda
granulasi basah, dimana zat aktif
(allopurinol), laktosa dicampur. Lalu pati
jagung gelatinasi ditambahkan sebagai
pengembang dalam, lalu di gerus.
Tambahkan mucilago amily sedikit demi
sedikit sampai diperoleh massa lembab
yang dapat dikepal. Lalu sisa pengikat di
timbang. Massa lembab dilewatkan ke
ayakan mesh 12 untuk membentuk granul.
Granul yang terbentuk dikeringkan pada
temperatur 60 C selama 1 hari. Granul
kering kemudian dilewatkan pada ayakan
mesh 14 lalu dicampur dengan sisa pati
jagung gelatinasi sebagai pengembang luar,
magnesium stearat
dan talkum, lalu
diaduk sampai homogen.

Pembuatan pati jagung gelatinasi


Timbang 80 gram pati jagung alami
kemudian disuspensikan dalam 1000 ml air
(8% b/v) lalu dipanaskan di atas termostat
pada suhu 70C, suhu dibiarkan stabil
sambil tetap diaduk sampai kental,
kemudian didinginkan. Suspensi setelah
mencapai suhu kamar dikeringkan dalam
lemari pengering di atas porselin dengan
suhu 60C selama satu malam, maka akan
terbentuk slug (lembaran padat) dari
amilum gelatinasi, kemudian dipecah-pecah
atau dihaluskan menggunakan lumpang.
Hasilnya di timbang.
Pemeriksaan karakteristik pati jagung
gelatinasi
Distribusi ukuran partikel
Distribusi
ukuran
partikel
ditentukan dengan ayakan mesh 40, mesh
Tabel 1. Formula Tablet Allopurinol
Komposisi % b/v
F1

F2

F3

F4

F5

F6

Allopurinol (mg)

100

100

100

100

100

100

Pati jagung gelatinasi


Pati alami
Amilum Manihot
Laktosa

0
10
5
q.s

7
0
5
q.s

9
0
5
q.s

11
0
5
q.s

13
0
5
q.s

15
0
5
q.s

F7
10
0
17
0
5
q.s

Mg stearat
Talkum

1
1

1
1

1
1

Uji Preformulasi
Sudut diam
Massa granul sebanyak 100 gram
dimasukkan kedalam corong yang telah
dirangkai, permukaannya diratakan. Lalu
penutup bawah corong dibuka, biarkan
granul mengalir sampai habis. Tinggi
kerucut yang terbentuk diukur.
Sudut diam diukur dengan rumus:
tg = 2h/D
Keterangan : = sudut diam
D = diameter
h= tinggi kerucut (cm )
Waktu alir
Uji waktu alir dilakukan menurut
metode yang dibuat oleh Cartensen (1977).
Granul sebanyak 100 gram dimasukkan
kedalam corong yang telah dirangkai,
kemudian
permukaannya
diratakn.
Penutup bawah corong dibuka dan secara
serentak stopwatch dihidupkan. Stopwatch
dihentikan saat granul telah habis melewati
corong dan dicatat waktu alirnya.
Indeks tap
Kedalam gelas ukur 100 ml,
dimasukkan sejumlah granul hingga 100
ml. Ditap dengan alat yang dimodifikasi
sampai konstan. Setelah hentakan,
volumenya dihitung dengan rumus:
V 1V 2
I=
x 100%
V1

1
1

1
1

1
1

1
1

pecah. Percobaan ini dilakukan untuk 5


tablet.
Uji kerapuhan / friabilitas
Sebanyak 20 tablet yang telah
dibersihkan dari debu ditimbang (a),
kemudian kerapuhannya diuji di dalam alat
uji friabilitas dengan putaran 25 rpm
selama 4 menit. Tablet dikeluarkan dan
dibersihkan dari debu. Bobot akhir
ditimbang (b).
% kerapuhan = a b /a x 100%
Uji waktu hancur
Dimasukkan 6 tablet pada masingmasing tabung di keranjang, lalu letakkan
6 tablet dengan cakram penuntun di
atasnya dan dijalankan alat. Dicelupkan
pada air dengan suhu 370C (10C) dengan
tinggi air tidak boleh kurang dari 15 cm,
sehingga tabung dapat dinaik turunkan
secara teratur 30 kali permenit. Pada
kedudukan tertinggi, kawat kasa tepat pada
permukaan air, angkat keranjang dan amati
seluruh tablet. Tablet dinyatakan hancur
jika tidak ada lagi tablet yang tertinggal
pada kawat kasa dan dicatat waktu setiap
tablet hancur.
Penetapan kadar Tablet Allopurinol
Ditimbang 20 tablet, dicatat
beratnya, kemudian digerus sampai
homogen. Ditimbang sejumlah serbuk
setara dengan 50 mg Allopurinol,
kemudian dimasukkan ke dalam labu
tentukur 100 ml,tambahkan HCl 0,1 N
sampai garis tanda, konsentrasi teoritis 500
mcg/ml. Saring dengan kertas saring,
filtrat pertama dibuang 10 ml.
Dari larutan ini pipet 10 ml,
masukkan ke dalam labu tentukur 50 ml,
encerkan dengan HCl 0.1 N sampai garis
tanda. Kemudian Dari larutan ini pipet 2
ml, masukkan ke dalam labu tentukur 25
ml, encerkan dengan HCl 0.1 N sampai
garis tanda. Lalu ukur serapannya pada
panjang gelombang maksimum yang

Dimana:
V1 = Volume sebelum ketukan/mampet
V2 = Volume setelah ketukan/ mampet
Evaluasi Tablet .
Uji kekerasan tablet
Sebelum
tablet
dimasukkan
diantara anvil dan punch, tablet dijepit
dengan cara memutar skrup pemutar
sampai lampu stop menyala, ditekan knop
tanda panah ke kanan sampai tablet pecah.
Dan dicatat angka yang menunjukkan
jarum penunjuk skala pada saat tablet

diperoleh, menggunakan
sebagai blanko.

HCl

0.1

Universitas Sumatera Utara menunjukkan


bahwa tumbuhan yang diteliti termasuk
spesies Zea Mays L dari suku Poaceae.
Pati jagung alami
Berat biji jagung setelah di pipil
11,5 kg. berat pati jagung alami yang
didapatkan 915,8 gram.
%Rendemen=
Berat Pati
0,9158
x 100 =
x 100 =7,96
Berat biji jagung segar
11,5

Keseragaman kandungan
Timbang 10 tablet satu persatu,
digerus setiap tablet ditimbang setara 50
mg. 50 mg dimasukkan ke dalam labu
tentukur 100 ml dan dilarutkan dengan lalu
dicukupkan dengan Asam Klorida 0,1 N
sampai garis tanda. Dipipet 10 ml lalu
dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml,
ditambahkan dengan Asam Klorida 0,1 N
sampai garis tanda, dipipet 2,0 ml
dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml
dicukupkan dengan Asam Klorida 0,1 N
sampai garis tanda, menggunakan HCl 0.1
N sebagai blanko.
Uji disolusi tablet allopurinol
Medium: HCl 0,1 N
Alat : tipe- II (Metode Dayung)
Kecepatan putaran: 75 rpm
Waktu : 45 menit
Prosedur:
Satu tablet dimasukkan dalam
wadah disolusi yang berisi 900 ml medium
disolusi dengan suhu 370 0,50C.
Kemudian diputar dengan kecepatan 75
rpm. Pada waktu 45 menit, larutan adekuat
dipipet sebanyak 5 ml dan dimasukkan
dalam labu tentukur 100 ml. Larutan
disolusi yang telah dipipet diganti dengan
5 ml HCl 0,1 N. Selanjutnya larutan yang
telah dipipet di dalam labu tentukur 100
ml, diencerkan dengan asam klorida 0,1 N
sampai garis tanda, dan diukur serapannya
pada panjang gelombang maksimum yang
diperoleh, dan sebagai blanko digunakan
asam klorida 0,1 N. Lalu kadarnya
dihitung dengan persamaan regresi.
Pengujian dilakukan terhadap 6 tablet.
Syarat: Dalam waktu 45 menit
harus larut tidak kurang dari 75% ( Q )
dari jumlah yang tertera pada etiket.

Pati jagung gelatinasi


Distribusi ukuran partikel
Ukuran partikel pati jagung
gelatinasi diperoleh dari pengayakan
dengan ayakan mesh 40, 60 dan 100.
Sehingga didapatkan masing- masing berat
dari ukuran partikel mesh 40, 60, dan 100.
Hasil data ukuran partikel dapat dilihat
pada tabel 2.
Tabel 2. Data ukuran partikel pati jagung
gelatinasi
Ukuran
Berat (g)
Persentase
partikel
Berat (%)
Mesh 40
1,41
1,721
Mesh 60
39,33
72,41
Mesh 100
59,26
25,87
Total
100
100
Berdasarkan data diatas, terlihat
bahwa pati jagung alami lebih banyak
melewati ayakan mesh 100 yaitu 59,26%.
Sedangkan pati jagung gelatinasi distribusi
ukuran partikelnya terpusat pada ayakan
mesh 60 sebanyak 72,41%. Pati jagung
alami menunjukkan distribusi ukuran
partikel yang lebih sempit dibandingkan
dengan pati jagung gelatinasi
Kelarutan
Uji kelarutan dilakukan untuk
mengetahui kelarutan pati jagung alami
dan pati jagung gelatinasi didalam air.
Hasil data kelarutan pati gelatinasi dapat
dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Data kelarutan Pati Jagung
Gelatinasi
Peati Jagung Keterangan
Alami
Tidak larut
Gelatinasi
Sedikit larut

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil identifikasi sampel
Hasil identifikasi tumbuhan yang
dilakukan di Herbarium medanese,
6

Dari data di atas dapat dijelaskan


bahwa pati jagung gelatinasi lebih mudah
larut di dalam air dibandingkan pati jagung
alami.
Bobot Jenis
Bobot jenis sebelum di tap = 17,9 g / 25
ml = 0.716 g/ml
Bobot jenis setelah di tap
ml = 0.778 g/ml

ii

Gambar 1. Mikroskopik pati jagung alami


dan pati jagung gelatinasi (i) pati jagung
alami (ii) pati jagung gelatinasi
menggunakan perbesaran 10x40

= 17,9 g / 23

0,778 0,716
x100%
0,778

Hasil uji preformulasi terhadap massa


granul
Sebelum massa granul di cetak
menjadi tablet umumnya harus melalui
serangkaian uji preformulasi. Hal penting
dilakukan untuk mengetahui kelayakan
pencetakan suatu tablet. Pada tabel 4
berikut ini adalah tabel hasil uji
preformulasi berbagai formula yang
dibuat.
Tabel 4. Data uji preformulasi massa
granul formula tablet
For
Waktu
Sudut
Indeks
mula Alir
diam (0)
Tap
(detik)
(%)
F1
2,01
35,25
19,37
F2
1,88
33,69
18,52
F3
1,81
33,67
17,97
F4
1,78
32,28
17,12
F5
1,75
30,47
16,00
F6
1,75
30,46
14,69
F7
1,70
28,36
10,42
Syar
< 10
20o < I 20%
at
detik
<40o

Bobot jenis =
= 7,969%
Berdasarkan perhitungan di atas
didapat bahwa bobot jenis pati jagung
gelatinasi sebesar 7,852%. Menurut Aulton
(1988), pati yang memiliki nilai bobot
jenis kurang dari 18% biasanya
memberikan sifat alir yang baik.
Mikroskopik
Uji mikroskopik dilakukan untuk
mengetahui bentuk hilus dan lamella
amilum di bawah mikroskop. Pada uji
mikroskopik, amilum jagung alami
memiliki bentuk bulat dan bersudut, tidak
memiliki lamella, dan memiliki hillus yang
terletak ditengah, hal ini sesuai dengan
Farmakope Indonesia IV. Amilum jagung
gelatinasi memiliki bentuk dan letak hilus
yang sama dengan amilum jagung alami
serta tidak memiliki lamella, hanya saja
amilum gelatinasi memiliki susunan yang
berbeda yaitu bergerombol serta memiliki
ukuran yang lebih besar. Ukuran
partikelnya yang lebih besar dibandingkan
amilum
alami
diakibatkan
oleh
mengembangnya amilum pada proses
gelatinasi.

Keterangan:
F1 : Formula tablet dengan konsentarsi
pati jagung alami 10%
F2 : Formula tablet dengan konsentrasi
pati jagung gelatinasi 7%
F3 : Formula tablet dengan konsentrasi
pati jagung gelatinasi 9%
F4 : Formula tablet dengan konsentarsi
pati jagung gelatinasi 11 %
F5 : Formula tablet dengan konsentarsi
pati jagung gelatinasi 13 %

F6 : Formula tablet dengan konsentrasi


pati jagung gelatinasi 15%
F7 : Formula tablet dengan konsentrasi
pati jagung gelatinasi 17%

memiliki ukuran partikel yang lebih besar


dibandingkan pati jagung alami. Semakin
kecil ukuran partikel maka sudut diam
yang terbentuk semakin besar (Voigt,
1994).
Indeks Tap
Berdasarkan Tabel 4, menjelaskan
besarnya indeks tap dari masing- masing
formula F1 memiliki indeks tap sebesar
19,38%, formula F2 sebesar 18,52%,
formula F3 sebesar 17,97%, formula F4
sebesar 17,12%, formula F5 sebesar
16,00%, formula F6 sebesar 14,69%, dan
formula F7 sebesar 10,42%. Dari data di
atas formula F1 menunjukkan indeks tap
yang terbesar dibandingkan formula yang
lain. Hal ini dikarenakan pati jagung alami
sebagai pengikat memiliki efisiensi yang
kurang baik dibandingkan dengan pati
jagung gelatinasi. Menurut (Guyot, 1978),
granul yang bersifat
mengalir bebas
adalah partikel yang memiliki indeks tap
20%. Pengujian indeks tap memiliki peran
yang sangat penting dalam hal daya tahan
granul terhadap daya kompresi yang
diberikan oleh alat pencetak tablet.
Semakin rendah presentase indeks tap
menunjukkan kualitas yang lebih baik dari
sifat fisis
massa granul yang akan
diformulasikan ke dalam bentuk tablet.

Uji Waktu Alir


Berdasarkan Tabel 4.3 dan gambar
4.3 waktu alir granul dengan bahan
pengikat pati jagung gelatinasi dari
formula F2 sampai dengan formula F7
terjadi penurunan, mulai dari F2 = 1,88
detik - F7 = 1,70 detik. Pada formula
pembanding pati jagung alami mempunyai
waktu alir paling tinggi yaitu 2,01 detik.
Walaupun terjadi variasi waktu alir dari
formula tersebut tetapi tetap masih berada
dalam batas penerimaan. Granul dalam
bentuk bulat dan permukaan halus akan
lebih mudah untuk mengalir (Cartensen,
1977).
Konsentrasi pati jagung gelatinasi
yang semakin besar, maka makin cepat
waktu alirnya. Hal ini disebabkan karena
pati jagung gelatinasi yang digunakan
sebagai pengikat mampu membentuk
granul, sehingga massanya semakin mudah
mengalir yang menyebabkan waktu alir
semakin cepat.
Uji Sudut Diam
Tabel 4.3 dan gambar 4.4
menjelaskan bahwa penurunan sudut diam
dari formula F1-formula F7 yaitu : 35,25 28,36. Pada formula pati alami F1
menunjukkan sudut diam yang paling tinggi
yaitu 35,25. Menurut (Cartensen, 1977),
granul yang memiliki sifat free flowing
mempunyai sudut diam yang lebih kecil dari
40. Partikel dengan bentuk yang lebih
spheris memberikan sudut diam yang lebih
rendah (Lachman, dkk., 1989).
Hasil uji sudut diam memperlihatkan
bahwa dengan penambahan konsentrasi pati
jagung gelatinasi akan memperkecil sudut
diam. Hal ini disebabkan semakin banyak
pati yang berbentuk granul akan mempunyai
daya alir yang baik. Hal ini menunjukkan
bahwa pati jagung gelatinasi sebagai bahan
pengikat memiliki efisiensi yang lebih
tinggi dari pada menggunakan pati jagung
alami, karena granul tablet yang terbuat
dari pati jagung gelatinasi sebagai

Hasil Evaluasi Tablet


Evaluasi tablet Allopurinol yang
dilakukan adalah uji kekerasan tablet,
waktu hancur, keseragaman kandungan,
penetapan kadar dan uji disolusi tablet.
Pada tabel 6 berikut ini adalah tabel hasil
uji evaluasi tablet dari berbagai formula
yang dibuat
Tabel 5. Data Hasil Evaluasi
Form Kekera
Waktu
Friabili
ula
san
Hancur
tas
Tablet
(detik)
(%)
(kg)
F1
5,65
3,14
0,03
F2
4,24
1,13
0,20
F3
4,53
1,13
0,20
F4
4,86
1,17
0,16
F5
5,07
1,23
0,09
8

F6
5,17
F7
5,47
Syarat 4 8kg

1,25
1,40
< 15
menit

pati jagung alami. Terbukti dengan


konsentrasi pati jagung gelatinasi yang
lebih besar tapi waktu hancur nya lebih
cepat dari pada pati jagung alami. Waktu
hancur yang semakin cepat maka akan
semakin cepat pula pelarutan dari bahan
berkhasiat sehingga akan cepat berkhasiat
dalam tubuh (Hastuti, 2008).
Uji Friabilitas
Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa
nilai friabilitas untuk formula F1 sebesar
0,2 %, F2 sebesar 0,2 %, F3 sebesar
0,16%, F4 sebesar 0,09%, F5 sebesar
0,09%, F6 sebesar 0,05%, dan F7 sebesar
0,03%. Hal ini dapat dilihat bahwa
friabilitas tablet dari formula F1 sampai F7
memenuhi persyaratan.
Tablet dikatakan baik apabila
memiliki nilai friabilitas di bawah 0,8%,
dimana uji friabilitas dilakukan untuk
mengetahui keutuhan tablet, karena selama
transfortasi, tablet mengalami benturan
dengan dinding wadahnya. Semakin kecil
harga friabilitas maka semakin kecil angka
kerapuhan tablet. (Lachman, dkk.,1994).
Penentuan Kadar Allopurinol
Berdasarkan tabel 6, kadar tablet
allopurinol berada dalam rentang 93,0% 107%
Tabel 6. Kadar tablet Allopurinol

0,09
0,05
< 0,8%

Uji kekerasan Tablet


Dari Table 5 dapat dilihat bahwa
kekerasan tablet, di mana F1 sebesar 5,65
kg, F2 sebesar 4,24 kg, F3 sebesar 4,53 kg,
F4 sebesar 4,86 kg, F5 sebesar 5,07 kg, F6
sebesar 5,17 kg, F7 sebesar 5,47 kg. Hal
ini dapat dilihat bahwa kekerasan tablet
dari F1 sampai F7 memenuhi persyaratan.
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa
kekerasan tablet terus meningkat dari F2
sampai F7 sebanding dengan peningkatan
konsentrasi bahan pengikat pati jagung
gelatinasi
yang digunakan. Walaupun
terjadi peningkatan kekerasan tetapi tetap
berada dalam batas penerimaan. Hal ini
disebabkan karena pati jagung gelatinasi
akan menambah gaya lekat (kohesi) antara
partikel sehingga kerapatan granul-granul
akan semakin tinggi, maka dengan tekanan
kompressi yang sama atau konstan akan
dihasilkan kekerasan tablet yang semakin
tinggi.
Menurut Lachman, dkk., (1994),
perbedaan kekerasan dapat terjadi karena
beberapa faktor seperti tekanan kompresi
yang diberikan atau perbedaan massa
granul yang mengisis die pada saat
pencetakan tablet. Selain itu, berbedanya
nilai kekerasan juga dapat diakibatkan oleh
variasi jenis dan jumlah bahan tambahan
yang digunakan pada formulasi.
Waktu Hancur
Berdasarkan data dari Tabel 5,
maka hasil pengujian waktu hancur untuk
formula F1 sampai F7 berkisar 1-2 menit.
Dari data di atas formula F2-F7 yang
menggunakan pati jagung gelatinasi
sebagai pengikat memiliki waktu hancur
yang lebih cepat dibandingkan formula F1.
Walaupun perbedaannya tidak terlalu jauh.
Dimana F7 dengan pati jagung gelatinasi
17% waktu hancurnya hanya 5,47 menit,
tetapi pada F1 dengan pati jagung alami
10% waktu hancur tablet 5,56 menit. Hal
ini menunjukkan bahwa bahan pengikat
pati jagung gelatinasi lebih baik dari pada

N
O
1
2
3
4
5
6
7

FORMU
KADAR RATALA
RATA (%)
F1
100,0931 + 1,6687
F2
98, 9643 + 2,6673
F3
100,2829 + 1,3467
F4
99,1198 + 3,1495
F5
100,9397 + 1,9620
F6
100,2338 + 0,9401
F7
100,4604 + 1,2038
Berdasarkan data dari Tabel 6,
menunjukkan bahwa kadar allopurinol
yang diperoleh antara 96,1791 % 102,9017 % seluruhnya memenuhi
persyaratan kadar menurut Farmakope
Indonesia Edisi IV yaitu tidak kurang dari
93% dan tidak lebih dari 107% dari yang
tertera pada etiket.
Keseragaman Kandungan

Keseragaman kandungan tablet


allopurinol yang di dapat berada dalam
rentang 85,0 115,0%
Tabel 7. Hasil Keseragaman Kandungan
Tablet Allopurinol
N
O

FOR
MUL
A

1
2
3
4
5
6
7

F1
F2
F3
F4
F5
F6
F7

KESERAGAM
AN
KANDUNGAN
(%)
93,9670
103,059
103,139
105,518
98,022
98,514
97,368

sediaan tidak kurang dari Q+5% berarti


80%
Hasil disolusi tablet pada tabel 8
dan gambar 2 menerangkan bahwa disolusi
tablet pada menit ke-45 formula F2 formula F7 menunjukkan angka yang
memenuhi
persyaratan
Farmakope
Indonesia Edisi IV, tetapi pada formula F1
sebesar 71.278 menunjukkan angka yang
tidak memenuhi persyaratan Farmakope
Indonesia Edisi IV.

RSD
2,347
2,200
2,326
3,122
1,978
3,045
4,633

Dari table 7 dapat diketahui bahwa


hasil keseragaman kandungan untuk
formula F1 sebesar 93,9670 %, F2 sebesar
103,059%, F3 sebesar 103,139 %, F4
sebesar 105,518 %, F5 sebesar 98,022 %,
F6 sebesar 98,514 %, F7 sebesar 97,368%.
Hasil keseragaman kandungan dari
formula F1 sampai F7 berbeda - beda.
Perbedaan keseragaman kandungan tablet
terjadi karena perbedaan jumlah pengisian
bahan obat kedalam ruang cetak yang
dipengaruhi oleh sifat alir granul sehingga
tablet yang dihasilkan mempunyai
kandungan obat yang berbeda - beda.
Hasil Uji Disolusi Allopurinol dalam
sediaan tablet
Uji disolusi dilakukan untuk
mengetahui persen pelepasan obat. Hasil
disolusi tablet allopurinol dari F1 - F7
dapat dilihat pada tabel 8 dan gambar 2.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV
(1995), disebutkan bahwa uji disolusi
tablet Allopurinol dilakukan dengan
menggunakan metode dayung (tipe 2) 75
rpm, medium HCl 0,1 N, dan dalam waktu
45 menit allopurinol yang terlarut tidak
kurang dari 75% (Q) C5H4N4O dari jumlah
yang tertera pada etiket (Ditjen POM,
1995). Persyaratan dipenuhi jika tahap S1,
dilakukan uji pada 6 tablet dan tiap unit

Tabel 8. Hasil Uji


Allopurinol
N
O
1
2
3
4
5
6
7

FORMU
LA
F1
F2
F3
F4
F5
F6
F7

Disolusi Tablet

KADAR RATARATA (%)


71.278
98,893
97,715
94,705
93, 876
87,279
80,919

Keterangan:
F1 : Formula tablet dengan konsentarsi
pati jagung alami 10%
F2 : Formula tablet dengan konsentrasi
pati jagung gelatinasi 7%
F3 : Formula tablet dengan konsentrasi
pati jagung gelatinasi 9%
F4 : Formula tablet dengan konsentarsi
pati jagung gelatinasi 11 %
F5 : Formula tablet dengan konsentarsi
pati jagung gelatinasi 13 %
F6 : Formula tablet dengan konsentrasi
pati jagung gelatinasi 15%
F7 : Formula tablet dengan konsentrasi
pati jagung gelatinasi 17%

10

Disolusi
(%)

120
100
80
60
40
20
0
F1

F2

F3

F4

F5

F6

F7

Formula

Gambar 2. Grafik % Kumulatif Disolusi Tablet Allopurinol

Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan,
maka
kesimpulan
dari
penelitian ini adalah
a. Pati jagung gelatinasi dapat digunakan
sebagai
bahan
pengikat
pada
pembuatan tablet Allopurinol secara
granulasi basah.
b. Range konsentrasi pati jagung
gelatinasi yang paling baik digunakan
sebagai
bahan
pengikat
pada
pembuatan tablet Allopurinol secara
granulasi basah adalah 7-13%.

BPS. (2005). Statistik Indonesia. Jakarta:


Statistics Indonesia and Directorat
General of Foodcrops. Hal. 1.
Cartensen. J.T. (1977). Pharmaceutical Of
Soud Dosage Form. New York: A
Wiley Interscience Publication
John Wiley and Son. Hal. 133 135, 154 - 159, 216 - 218.
Dachriyanus. (2004). Analisis Struktur
Senyawa
Organik
Secara
Spektroskopi. Cetakan Pertama.
Padang : Andalas University Press.
Hal. 3.
Ditjen POM RI. (1979). Farmkope
Indonesia Edisi III. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI. Hal: 8,
746, 748, 755.
Ditjen POM RI. (1995). Farmakope
Indonesia. Edisi IV. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI. Hal. 74,
999, 1084 - 1085.
Guyot. J.G (1978). Critere Technology Des
Choix Des Compression Direct.
Dalam:
Agusmal
Dalimunte
(1990). Thesis. Pengaruh Laktosa

DAFTAR PUSTAKA
Anief,
M.
(2007).
Farmasetika.
Yogyakarta:
Gadjah
Mada
University Press. Hal. 127.
Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk
Sediaan Farmasi. Edisi IV. Jakarta:
UI Press. Hal. 154 - 155, 244.
Aulton, M.E. (1988). Pharmaceutic the
Science of Dosage Form Design.
Hongkong: ELBS Press. Hal. 756.
11

sebagai Pengisi Tablet Yang Dibuat


Dengan Metode Cetak Langsung.
Hal. 35.
Hastuti, M. (2008). Pengaruh Perbedaan
Suhu dalam Metode Pembuatan
Amilum Singkong Pregelatinasi
Terhadap Sifat Fisik Tablet
Chlorpheniramin Maleat secara
kempa Langsung. Skripsi. Fakultas
Farmasi Universitas Padjajaran
Bandung.
Jane, J. (1995). Starch Properties,
Modifications, and Application.
Journal
of
Macromolecular
Science. 32(4):751 - 757.
Lachman, L., Lieberman, H.A., dan
Kaning, J.L. (1994). Teori dan
Praktek Farmasi Industri. Edisi
Ketiga. Jakarta: UI Press. Hal. 654,
697.
Katzung, B. G. (2004). Farmakologi
Dasar dan Klinik Buku 3. Edisi 8.
Penerjemah dan editor: Bagian
Farmakologi
FK
UNAIR.
Jakarta:Penerbit Salemba Medika.
Hal. 193 - 195.
Meyer, L.H. (1973). Food Chemistry. New
York:
Reinhold
Publishing
Corporation. Hal. 106.
Moffat, C.A. (2005). Clarkes Analysis Of
Drug and Poison. Edisi Ketiga.
London: Pharmacetica Press. Hal.
1 - 4.
Parrot, L. (1971). Pharmaceutical
Technologi.United
States
Of
America
Burger:
Publishing
Company. Hal. 82 - 83.
Pomeranz, Y. (1991). Functional Properties
of Food Components. San Diego:
Academic Press Inc. Hal. 70 - 78.
Singh, N., Sandhu, K.S., dan Kau, M.
(2005). Physicochemical Properties

Including Granular Morphology,


Amylose Content, Swelling and
Solubility, Thermal and Pasting
Properties of Starches from
Normal, Waxy, High Amylose and
Sugary Corn. Progress in Food
Biopolymer Research. 1(2): 43 55.
Soekemi, R.A., Yuanita., Amril, F., dan
Usman, S. (1987). Tablet. Medan:
Mayang Kencana. Hal: 13 - 17, 33,
42.
Sudjana. (2002). Metoda Statiska. Edisi ke
enam. Bandung: Tarsito. Hal. 91 93, 299.
Suarni., dan Sarsutha, I.G.P. (2002).
Teknologi Pengolahan Jagung
untuk Meningkatkan Nilai Tambah
dalam
Pengembangan
Agro
Industri.
Sulawesi
Tengah:
Prosiding Seminar Nasional BPTP
(Badan
Penelitian
Tanaman
Pangan). Hal. 1 - 5.
Taggart, P. (2004). Starch as an ingredients
: manufacture and applications.
Dalam: Adie Muhammad Rahman
(2007).
Skipsi.
Mempelajari
Karakteristik Kimia dan Fisik
Tepung Tapioka dan Mocal
(Modified Cassava Flour) sebagai
Penyalut kacang pada Produk
Kacang Salut. Hal. 57.
Voigt, R. (1994). Buku Pelajaran
Teknologi Farmasi. Edisi V.
Yogyakarta:
Gadjah
Mada
University Press. Hal. 200.
Winarno, F.G. (1995). Kimia Pangan dan
Gizi. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama. Hal. 27 - 31.
Winarno, F.G. (2002). Kimia Pangan.
Jakarta: PT Gramedia. Hal. 21.

12

Anda mungkin juga menyukai