BOLU KEMOJO
ABSTRACT
Compared to the content of other plants, durian seeds contain high starch. The high amylose
and amylopectin components in durian seed starch are considered to be sufficiently pro-
effective to be used as a base material in edible coating which can be consumed. The use of
glycerol has a role as a plasticizer in improving the properties of good permeability as an edible
layer. This study aims to know the best amount in the application of edible coating on kemojo
cake. This study used a completely randomized design (RAL), consisting of 5 treatments in
which each treatment performed 3 repetitions. The treatments in this study were AB0 (without
immersion as control), AB1 (once immersion), AB2 (twice immersions), AB3 (thrice
immersions), and AB4 (four times immersions). The results show that the pH edible coating is
5 and the viscosity is 6.07 cP. The best treatment was thrice times immersions (AB3) with water
content of 35.71%, weight decreased 6.79%, and TBA 1.85 mg malonadehid / kg. Texture 3.13
(rather hard) and aroma 4.13 (rancid).
Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar air bolu dari pangan. Penguapan air pada bahan
kemojo berkisar antara 31,14%-39,59% pangan akan menyebabkan menurunnya
dan semakin banyak jumlah pencelupan kadar air pada pangan tersebut. Sari et al.
bolu kemojo ke dalam edible coating maka (2013) menyatakan bahwa semakin lama
kadar air bolu kemojo akan semakin tinggi. penyimpanan dodol jenang maka kadar air
Hal ini disebabkan karena edible coating akan semakin rendah. Hal ini disebabkan
dapat menahan laju penguapan. Semakin adanya penguapan yang terjadi pada jenang
banyak pencelupan akan berdampak pada dodol. Selain itu menurut penelitian Santosa
semakin tebalnya lapisan edible coating dan Rejo (2008), penurunan kadar air juga
sehingga akan semakin menghambat proses disebabkan oleh adanya proses sineresis
penguapan. Jika proses penguapan yang menyebabkan terus berlangsungnya
terhambat, air yang teruapkan akan semakin perembesan air selama penyimpaan.
sedikit maka kadar air bahan akan dapat Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar air
dipertahankan. Alsuhendra et al. (2011) bolu kemojo dalam penelitian ini berkisar
menyatakan bahwa edible coating mampu antara 31,14-39,50%. Hal ini sesuai teori
mempertahankan mutu produk dengan bahwa bolu kemojo tergolong dalam
mengurangi transmisi uap air dari produk makanan semi basah, yang menurut Troller
yang dikemas. Darawati dan Pranoto dan Christian (1978) dalam Sari et al.
(2010) menambahkan bahwa edible coating (2013), makanan semi basah memiliki kadar
memiliki sifat mekanik dan bersifat air kira-kira 20-50%.
menghalang dari uap air dan oksigen
yang ada di lingkungan. Susut bobot
Menurunnya kadar air pada bolu Susut bobot merupakan hilangnya sejumlah
kemojo selama penyimpanan merupakan air selama penyimpanan dinyatakan dalam
akibat proses dehidrasi akibat penguapan persen. Semakin banyak air yang hilang
air. Budiman (2011) menambahkan bahwa akan semakin besar nilai susut bobot. Nilai
proses penguapan merupakan hilangnya air susut bobot semakin rendah maka
di dalam pangan yang disebabkan kandungan air yang hilang semakin sedikit.
perbedaan tekanan air di luar dan di dalam Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
pangan yang menyebabkan uap air keluar jumlah pencelupan yang berbeda
Tabel 5 menunjukkan skor tekstur terjadinya penguapan air sehingga kadar air
bolu kemojo berkisar antara 3,00-3,73 (agak semakin tinggi dan tingkat kekerasan bolu
keras sampai keras). Tanpa pencelupan dan kemojo akan semakin rendah.
semakin sedikit jumlah pencelupan bolu Tabel 5 menunjukkan bahwa skor
kemojo ke dalam edible coating maka skor tekstur paling rendah pada perlakuan AB4
tekstur bolu kemojo akan semakin keras. dan AB3 yaitu 3,00-3,13 (agak keras) dan
Tingkat kekerasan bolu kemojo berkaitan skor tekstur paling tinggi pada perlakuan
dengan kadar air pada bolu kemojo. AB0 yaitu 4,73 (keras). Skor penilaian
Semakin tinggi kadar air maka tingkat tekstur semakin menurun seiring dengan
kekerasan akan semakin rendah. semakin banyak jumlah pencelupan edible
Berdasarkan data rata-rata kadar air bolu coating pada bolu kemojo. Semakin banyak
kemojo (Tabel 4) diketahui bahwa kadar air pencelupan akan membuat lapisan edible
bolu kemojo yang tidak dilapisi edible coating yang melapisi akan semakin tebal
coating memiliki kadar air yang lebih dan kemampuan menahan terjadinya
rendah dibandingkan bolu kemojo yang penguapan akan semakin baik sehingga
dilapisi edible coating. Jumlah pencelupan kadar air akan semakin tinggi membuat
bolu kemojo mempengaruhi kadar air bolu tekstur bolu kemojo memiliki tingkat
kemojo. Semakin banyak pencelupan bolu kekerasan semakin rendah. Sari et al. (2013)
kemojo ke dalam edible coating maka mengungkapkan bahwa dengan adanya
semakin tebal lapisan edible coating yang pelapisan edible coating dan penggunaan
akan menyebabkan semakin terhambat gliserol sebagai plasticizer maka lapisan
1. Mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Riau
2. Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Riau
JOM Faperta UR Vol. 5 Edisi 2 Juli s/d Desember 2018 8
yang terbentuk memiliki ikatan hidrogran mencoba suatu produk. Pengujian aroma
yang kompak, sehingga ikatan antar dianggap penting karena dapat memberikan
martrik edible coating menjadi lebih erat. hasil penilaian terhadap mutu produk.
Hal ini membuat kemampuan edible coating Hasil sidik ragam rata-rata skor
menahan penguapan air semakin baik. aroma bolu kemojo menunjukkan bahwa
penggunaan edible coating dengan jumlah
Aroma pencelupan yang berbeda memberikan
Aroma merupakan salah satu pengaruh yang nyata terhadap aroma bolu
parameter yang digunakan untuk kemojo (Lampiran 21). Rata-rata penilaian
mengetahui mutu suatu bahan atau produk panelis terhadap tekstur bolu kemojo dapat
pangan. Aroma yang khas mampu dilihat pada Tabel 6.
meningkatkan keinginan konsumen untuk
Tabel 6 menunjukkan bahwa skor coating maka nilai bilangan TBA akan
aroma bolu kemojo berkisar 4,06-4,73 semakin kecil sehingga aroma tengik akan
(beraroma tengik dan sangat beraroma semakin rendah.
tengik). Bolu kemojo tanpa pencelupan Sari et al. (2013) mengungkapkan
edible coating dan semakin sedikit jumlah penyebab aroma tengik pada jenang dodol
pencelupan maka skor aroma akan semakin adalah adanya oksidasi lemak pada jenang
tengik. Semakin banyak jumlah pencelupan dodol. Oksidasi lemak akan menghasilkan
bolu kemojo ke dalam larutan edible coating senyawa aldehid yang berbau tidak enak.
maka skor aroma akan semakin rendah. Hal Semakin besar senyawa aldehid pada
ini dikarenakan semakin banyak jumlah makanan maka aroma tengik akan semakin
pencelupan maka lapisan edible coating kuat. Menurut Maharani et al. (2012),
yang melapisi bolu kemojo akan semakin oksigen dapat mempercepat terjadi
tebal sehingga akan mengurangi laju reaksi kerusakan pada lemak, yakni dengan
antara oksigen dengan bahan yang ada di terjadinya ketengikan pada bahan makanan
dalam bolu kemojo. yang mengandung lemak.
Tabel 6 menunjukkan bahwa skor Fungsi edible coating dalam
aroma paling rendah pada perlakuan AB4 memperpanjang masa simpan adalah
dan AB3 yaitu 4,00-4,13 (beraroma tengik) dengan cara menghambat terjadinya reaksi
dan skor aroma paling tinggi pada antar komponen yang ada di dalam pangan
perlakuan AB0 yaitu 4,74 (sangat beraroma dengan kondisi di luar seperti oksigen.
tengik). Aroma tengik pada bolu kemojo Pranoto et al. (2012) membuktikan edible
memiliki hubungan dengan bilangan TBA coating akan menutupi permukaan kacang
(Tabel 6). Semakin banyak jumlah goreng sehingga mengurangi kontak
pencelupan bolu kemojo ke dalam edible langsung dengan oksigen sehingga
1. Mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Riau
2. Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Riau
JOM Faperta UR Vol. 5 Edisi 2 Juli s/d Desember 2018 9
menghambat reaksi oksidasi dan dengan memperpanjang umur simpan kacang
terbatasinya reaksi oksidasi maka dapat goreng.
Pemilihan Perlakuan Terpilih dari edible coating dari pati biji durian
dengan perbedaan jumlah pencelupan pada
Tabel 7 merupakan rekapitulasi hasil bolu kemojo selama penyimpanan pada hari
penelitian menunjukkan perlakuan terpilih ke 7.
2. Uji Deskriptif
- Tekstur 3,73a 3,33b 3,33b 3,13c 3,00c
- Aroma 4,73a 4,50b 4,33b 4,13c 4,06c
Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada baris yang sama berbeda tidak nyata menurut uji
DNMRT pada taraf 5%.
Badan Pusat Statistik. 2017. Produksi Buah Jufri, M., R. Dewi dan A. R. Firli. 2006.
– Buahan Provinsi Riau 2011 – Studi kemampuan pati biji durian
2015. Badan Pusat Statistik Provinsi sebagai bahan pengikat dalam tablet
Riau. Pekanbaru. ketoprofen secara granulasi basah.
Majalah Ilmu Kefarmasian. 2(2):
Budiman. 2011. Aplikasi Pati Singkong 78– 86.
sebagai Bahan Baku Edible Coating
untuk Memperpanjang Umur Kusprianti, A. 2008. Sifat Fisik,
Simpan Pisang Cavendish (Musa Organoleptik, dan Bilangan TBA
cavendishii.). Skripsi. Institut Tepung Penyimpanan yang
Pertanian Bogor. Bogor. Berbeda. Skripsi. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian
Cornelia, M., R. Syarief., H. Efendi dan B. Bogor. Bogor.
Nurtama. 2013. Pemanfaatan pati
biji durian (Durio zibethinus murr.) Mardiana, K. 2008. Pemanfaatan Gel Lidah
dan pati sagu (Metroxylon sp.) Buaya sebagai Edible Coating Buah
dalam pembuatan bioplastik. Jurnal Belimbing Manis (Averrhoa
Kimia Kemasan. 35(1): 20-29. carambola L.). Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut
Darawati, M dan Y. Pranoto. 2010. Pertanian Bogor. Bogor.
Penyalutan kacang rendah lemak
menggunakan selulosa dengan Masrurroh. H., A.F. Fauzi., D. Anggarayani
pencelupan untuk mengurangi dan V. Paramita. 2013. Pengaruh
penyerapan minyak selama penambahan xhantan gum dalam
penggorengan dan meningkatkan aplikasi teknologi edible coating
stabilitas oksidatif selama aloe vera untuk mempertahankan
penyimpanan. Jurnal Teknologi dan mutu tomat (Solanum lycopersicum)
Industri Pangan. 21(2): 108-116. menggunakan metode spray.
Skripsi. Universitas Wahid Hasyim
Djaeni, Moh dan A. Prasetyaningrum. 2010. Semarang. Semarang.
Kelayakan biji durian sebagai bahan
pangan alternatif: aspek nutrisi dan Miskiyah, Widaningrum dan C. Winarti.
tekno ekonomi. Jurnal Rekayasa 2011. Aplikasi edible coating
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. berbasis pati sagu dengan
4(2): 27-45. penambahan vitamin c pada paprika:
preferensi konsumen dan mutu
Hamida, E. 2010. Oksidasi Lemak pada mikrobiologi. Jurnal Hort. 21(1):
Dendeng Kering Oven selama 121-132.
Penyimpanan yang Diuji setelah
Mengalami Penggorengan. Skripsi, Mursida. 2013. Penggunaan lapisan edible
Institut Pertanian Bogor. Bogor. dari karagenan sebagai bahan
pengawet ikan segar. Jurnal Galung
Huse, M.A., Wignyanto dan I.A. Dewi. Tropika. 2 (2): 77-84.
2010. Aplikasi Edible Coating dari
Karagenan dan Gliserol untuk Ningwulan, M. P. S. 2012. Pembuatan
Mengurangi Penurunan Kerusakan Biokomposit Edible Film dari
1. Mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Riau
2. Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Riau
JOM Faperta UR Vol. 5 Edisi 2 Juli s/d Desember 2018 12
Gelatin / Bakterin Cellulose sebagai plasticizer terhadap kualitas
Microcrystal (BBCMC): Variasi jenang dodol selama penyimpanan.
Konsentrasi Matriks, Filler, dan Jurnal Teknosains Pangan. 2(2): 31-
Sonaki. Skripsi. Universitas 45.
Indonesia. Depok.