Anda di halaman 1dari 13

PEMBUATAN EDIBLE COATING DARI PATI BIJI DURIAN SEBAGAI PELAPIS

BOLU KEMOJO

THE PRODUCTION OF EDIBLE COATING FROM DURIAN SEED STARCH AS


BOLU KEMOJO COATING

Eko Raharjo1, Yusmarini2, dan Raswen Efendi2


Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Riau, Kode Pos 28293, Pekanbaru
Apunk2014@gmail.com

ABSTRACT

Compared to the content of other plants, durian seeds contain high starch. The high amylose
and amylopectin components in durian seed starch are considered to be sufficiently pro-
effective to be used as a base material in edible coating which can be consumed. The use of
glycerol has a role as a plasticizer in improving the properties of good permeability as an edible
layer. This study aims to know the best amount in the application of edible coating on kemojo
cake. This study used a completely randomized design (RAL), consisting of 5 treatments in
which each treatment performed 3 repetitions. The treatments in this study were AB0 (without
immersion as control), AB1 (once immersion), AB2 (twice immersions), AB3 (thrice
immersions), and AB4 (four times immersions). The results show that the pH edible coating is
5 and the viscosity is 6.07 cP. The best treatment was thrice times immersions (AB3) with water
content of 35.71%, weight decreased 6.79%, and TBA 1.85 mg malonadehid / kg. Texture 3.13
(rather hard) and aroma 4.13 (rancid).

Keywords: Cellulose, water hyacinth, glycerol, carrageenan.

PENDAHULUAN yang mampu memperpanjang masa simpan


bolu kemojo.
Bolu kemojo merupakan makanan Salah satu cara memperpanjang masa
khas yang berasal dari Provinsi Riau. simpan bolu kemojo adalah dengan melapisi
Dahulu bolu kemojo menjadi makanan permukaan bolu kemojo dengan edible
hidangan pada acara-acara tertentu seperti coating. Edible coating merupakan suatu
upacara adat atau pernikahan. Bolu kemojo teknik pelapisan pada bahan atau makanan
saat ini dikelompokkan sebagai makanan yang menggunakan bahan baku dari bahan
lokal unggulan yang dikenal cukup terkenal alami. Edible coating mampu menghambat
dan permintaannya terus mengalami terjadi penguapan air dan terjadi reaksi
peningkatan. Bolu kemojo termasuk jenis oksidasi pada makanan. Selain dapat
makanan semibasah dan mudah rusak. memperpanjang masa simpan bahan pangan
Permasalahan pada bolu kemojo yakni pasca panen maupun pasca produksi,
memiliki masa simpan yang pendek yaitu 4 penggunaan edible coating juga dapat
hari. Pengemasan biasa yang selama ini mempertahankan gizi bahan pangan dan
dilakukan tidak mampu mempertahankan memperbaiki penampakannya (Alexandra
mutu bolu kemojo untuk disimpan lebih dan Nurlina, 2014).
lama sehingga bolu kemojo tidak dapat Bahan pertanian yang bisa digunakan
dibawa ke wilayah yang jauh yang sebagai bahan baku dalam pembuatan edible
membutuhkan waktu simpan yang lebih dari coating adalah pati biji durian. Menurut
4 hari. Sehingga diperlukan suatu teknologi Djaeni dan Prasetyaningrum (2010) biji
durian memiliki kandungan pati yang
1. Mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Riau
2. Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Riau
JOM Faperta UR Vol. 5 Edisi 2 Juli s/d Desember 2018 1
tergolong tinggi yaitu hampir 50% dari Tujuan Penelitian
beratnya, lebih tinggi dibanding pati Penelitian ini bertujuan untuk
singkong yang hanya memiliki kandungan mendapatkan jumlah pencelupan terbaik
pati 20% dari beratnya. Suarti et al. (2013) pengunaan edible coating dari pati biji
menambahkan bahwa kandungan durian pada bolu kemojo.
amilopektin yang tinggi sehingga pati biji
durian memiliki memiliki daya ikat yang METODOLOGI
sangat tinggi dibandingkan pati dari Tempat dan Waktu
tumbuhan lainnya dan memberikan Penelitian telah dilaksanakan di
keuntungan terhadap kekompakan yang Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian
kuat pada lapisan edible coating. dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian,
Kondisi ini didukung oleh Fakultas Pertanian Universitas Riau.
ketersediaan buah durian di Provinsi Riau Penelitian dilaksanakan selama dua bulan
dan khususnya di Pekanbaru. Menurut yaitu pada bulan Maret sampai April 2018.
Badan Pusat Statistik (2017), pada tahun Bahan dan Alat
2015 produksi buah durian di Provinsi Riau Bahan yang digunakan pada penelitian
sebanyak 12.314 ton dan produksi di Kota ini adalah biji durian yang diperoleh dari
Pekanbaru sebanyak 204 ton. Selama ini di pedagang di sepanjang Jalan Soekarno –
Pekanbaru banyak mendapatkan kiriman Hatta Pekanbaru, gliserol, garam dapur,
buah durian dari daerah Kabupaten Kampar, bolu kemojo produksi oleh UMKM Insan
Bengkalis serta di Provinsi Sumatera Barat Sukses, air bersih dan akuades, HCL, asam
dan Sumatera Selatan sehingga durian di asetat glasial 90%, dan reagen
Pekanbaru tersedia setiap waktu. thiobarbituric Acid (TBA).
Bahan utama lain dalam pembuatan Alat-alat yang digunakan pada
edible coating adalah gliserol. Sari et al. penelitian ini adalah pisau, neraca analitik,
(2013) membuktikan bahwa penggunaan baskom, kain saring, blender, gelas ukur,
gliserol dalam pembuatan edible coating ayakan, loyang, oven, sendok, thermometer,
mampu menghambat terjadinya hilangnya beaker glass 500 ml, hot plate, magnetic
air dan oksidasi sehingga mutu jenang dodol stirrer, spatula, pH meter, viscometer,
mampu dipertahankan selama 12 hari. cawan porselen, desikator, penjepit, kertas
Penelitian Sari et al. (2013) diketahui tempel, stopwatch, spektrofotometer,
pengunaan 5 g pati biji nangka dan 2% erlenmeyer, pH meter, oven, gelas ukur,
gliserol menjadi perlakuan terbaik dalam labu destilasi, destilator, tabung reaksi, pipet
pembuatan edible coating untuk melapisi tetes, gelas ukur, dan alat tulis.
jenang dodol. dalam setiap perlakuan
dilakukan 2 kali pencelupan edible coating. Metode Penelitian
Namun sejauh ini belum diketahui Penelitian dilaksanakan dengan
bagaimana pengaruh jumlah pencelupan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
edible coating pada bahan makanan. yang terdiri dari 5 perlakuan dengan 3 kali
Berdasarkan uraian di atas, penulis ulangan dan sehingga diperoleh 15 unit
tertarik untuk melakukan pengkajian percobaan. Perlakuan dalam penelitian ini
adalah perbedaan jumlah pencelupan bolu
pemanfaatan pati biji durian dalam kemojo ke dalam larutan edible coating. Dalam
pembuatan edible coating dan penerapannya setiap pencelupan bolu kemojo akan dilakukan
sebagai pelapis bolu kemojo. Maka dari itu dalam waktu 10 detik sampai larutan melapisi
penulis mengajukan judul Pembuatan merata seluruh bagian bolu kemojo dan jeda
Edible Coating dari Pati Biji Durian sebagai waktu antara pencelupan yang pertama ke
Pelapis Bolu Kemojo. pencelupan kedua adalah 10 menit dengan
jumlah pencelupan sebagai berikut:

1. Mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Riau


2. Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Riau
JOM Faperta UR Vol. 5 Edisi 2 Juli s/d Desember 2018 2
kemudian dipanaskan mengunakan hot plate
AB0 = Bolu kemojo tanpa pecelupan (kontrol) hingga mencapai suhu gelatinisasi yaitu ±
AB1 = Bolu kemojo dengan pencelupan 1 kali 84oC. Setelah suhu gelatinisasi tercapai,
AB2 = Bolu kemojo dengan pencelupan 2 kali ditambahkan 3 ml gliserol kemudian larutan
AB3 = Bolu kemojo dengan pencelupan 3 kali dipanaskan selama ± 30 menit sambil diaduk
AB4 = Bolu kemojo dengan pencelupan 4 kali
dengan menggunakan magnetic stirrer.
Analisis Data Larutan edible coating yang sudah jadi
Data yang diperoleh akan dianalisis secara didiamkan sampai suhu 35oC
statistik dengan mengggunakan uji ANOVA.
Jika F hitung lebih besar atau sama dengan F Aplikasi edible coating
tabel maka dilanjutkan dengan Uji DNMRT Pencelupan bolu kemojo ini mengacu pada
pada taraf 5%. Pokatong et al. (2014). Edible coating dari
pati biji durian yang telah dingin
Pelaksanaan Penelitian diaplikasikan pada bolu kemojo dengan cara
Pembuatan pati biji durian pencelupan bolu kemojo ke dalam larutan
Pembuatan pati biji durian mengacu kepada edible coating, kemudian dianginkan.
penelitian Cornelia et al. (2013). Biji durian Pencelupan dilakukan sesuai perlakuan.
yang diolah adalah biji durian yang tidak Setiap pencelupan dilakukan selama 10
mengalami kerusakan atau sudah busuk. Biji detik yang kemudian diangkat sampai tidak
buah durian dikupas kulitnya dengan pisau ada lagi tetesan dan kemudian diletakkan
yang tajam. Biji durian yang sudah bersih dipiring bersih. Pencelupan kedua lakukan
ditimbang kemudian dicuci sampai bersih setelah menunggu 10 menit.
dengan penambahan garam 6% sampai
lendirnya hilang. Biji durian yang sudah Pengamatan
bersih ditimbang. Selanjutnya ditambahkan Parameter yang diamati pada larutan edible
air dengan perbandingan bahan:air (1 : 10). coating dari pati biji durian adalah derajat
Biji durian kemudian dihancurkan dengan keasaman (pH) dan viskositas sedangkan
menggunakan blender sampai halus. Bubur pada bolu kemojo yang sudah diberi
biji durian diperas dengan kain saring perlakuan adalah kadar air, susut bobot,
sampai airnya habis. Hasil perasan bilangan TBA (thiobarbituric acid) dan uji
selanjutnya diendapkan selama 24 jam dan sensori deskriptif pada parameter aroma dan
dilakukan pencucian dengan air bersih dan tekstur bolu kemojo.
diendapkan selama 24 jam. Selanjutkan
dibuang airnya dan endapan dimasukkan ke Analisis Data
dalam Loyang. Endapan yang diperoleh Data yang diperoleh dari lima parameter
dikeringkan dengan menggunakan oven pengujian akan dianalisis secara statistik
pada suhu 50oC selama 24 jam. Pati biji menggunakan sidik ragam (ANOVA).
durian kering selanjutnya dihancurkan Apabila Fhitung ≥ Ftabel maka dilanjutkan
dengan menggunakan blender sampai halus. dengan uji Duncan’s Multiple New Range
Pati biji durian halus diayak dengan ayakan Tast (DNMRT) pada taraf 5%.
80 mesh untuk mendapatkan ukuran yang
sama. Hasil pati biji durian disimpan dalam HASIL DAN PEMBAHASAN
tempat yang kering dan tertutup rapat.
Hasil Pengamatan Edible Coating Pati Biji
Pembuatan edible coating Durian
Pembuatan edible coating mengacu pada Derajat keasaman (pH)
Sari et al. (2013). Plasticizer yang Derajat keasaman (pH) merupakan suatu
digunakan dalam pembuatan edible coating skala yang menunjukkan asam atau basa
ini berupa gliserol. Lima gram pati biji suatu bahan pangan. Pengukuran ini
durian dilarutkan dalam 150 ml akuades dilakukan untuk mengetahui tingkat
1. Mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Riau
2. Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Riau
JOM Faperta UR Vol. 5 Edisi 2 Juli s/d Desember 2018 3
keasaman edible coating yang dibuat tidak meningkatkan pH edible coating
dengan menggunakan pati biji durian dan secara signifikan pada larutan edible
gliserol. coating. Nilai diterima untuk digunakan
Hasil pengamatan pH pada larutan edible sebagai pelapis pada pangan. Mursida
coating dari pati biji durian dengan (2013) menggunakan edible coating dari
penambahan gliserol adalah 5,00. Mardiana karagenan dan gliserol sebagai pelapis pada
(2008) menyatakan bahwa larutan edible ikan dengan pH 6,00. Sedangkan Masrurroh
coating yang baik digunakan memiliki et al. (2012) menggunakan edible coating
derajat keasaman (pH) mendekati 7,00. Hal dari lidah buaya, xhanthan gum, CMC,
ini karena larutan edible coating dengan pH gliserol, dan asam sitrat untuk melapisi buah
mendekati 7,00 akan memberi citarasa netral tomat pada pH 3,00.
pada produk yang dilapisi.
Nilai pH edible coating dipengaruhi oleh Viskositas
bahan baku dalam pembuatannya. Nilai pH Viskositas merupakan merupakan tingkat
larutan edible coating pati biji durian kekentalan suatu cairan. Semakin tinggi
dipengaruhi oleh pH pati biji durian. nilai viskositas suatu cairan maka akan
Menurut Jufri et al. (2006), pati biji durian semakin kental cairan tersebut. Hasil
memiliki pH 4,96 serta penambahan gliserol pengamatan viskositas edible coating dari
pati biji durian dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai viskositas (cP)


Perlakuan Viskositas
Edible coating 6,07
larutan akuades + pati biji durian 3,16
Larutan akuades + gliserol 2,88

Tabel 1 menunjukan bahwa pati yang kental. Semakin tinggi viskositas


viskositas larutan edible coating dari pati akan berdampak pada ketebalan lapisan
biji durian dengan penambahan gliserol edible coating pada bolu kemojo. Huse et
sebesar 6,07 cP. Nilai viskositas edible al. (2010) menyatakan bahwa semakin
coating lebih tinggi dibandingkan larutan tinggi konsentrasi karagenan yang
akuades yang ditambah pati biji durian digunakan dalam pembuatan edible coating
ataupun larutan akuades yang ditambahkan maka semakin tebal lapisan edible coating
gliserol yaitu berturut-turut 3,16 cP dan 2,88 yang dihasilkan. Wisudawaty et al. (2016)
cP. Menurut Suarti et al. (2013), tingginya menambahkan bahwa viskositas yang
amilopektin pada pati biji durian semakin tinggi menyebabkan kestabilan
memberikan sifat daya ikat yang tinggi dan larutan yang semakin baik, yang ditandai
menghasilkan kekompakan yang kuat pada dengan bahan yang semakin stabil karena
lapisan edible coating. Masruroh et al. penggerakan partikel sulit dengan semakin
(2012) membuat edible coating dari lidah kentalnya suatu bahan. Semakin tinggi
buaya, xhanthan gum, CMC, gliserol, air, viskositas larutan edible coating maka
dan asam sitrat yang digunakan untuk kemampuannya untuk melindungi bahan
melapisi buah tomat mempunyai viskositas makanan akan semakin baik.
2,30 cP.
Rohmah (2013) menyatakan bahwa
kelarutan pati semakin tinggi dengan Analisis Fisiko-kimia Bolu Kemojo
meningkatnya suhu dan kecepatan selama Penyimpanan
peningkatan kelarutan sesuai dengan jenis Kadar air
pati. Granula pati ketika dipanaskan hingga Kadar air merupakan banyaknya air yang
suhu gelatinisasinya akan membentuk pasta terkandung dalam bahan pangan yang
1. Mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Riau
2. Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Riau
JOM Faperta UR Vol. 5 Edisi 2 Juli s/d Desember 2018 4
dinyatakan dalam persen. Pengujian kadar Hasil sidik ragam menunjukkan
air penting dilakukan karena memiliki bahwa jumlah pencelupan yang berbeda
hubungan dengan daya simpan pangan. memberikan pengaruh nyata terhadap kadar
Pangan dengan kadar air tinggi memiliki air bolu kemojo pada hari ke-1, ke-3, ke-5,
resiko mudah rusak yang lebih besar, karena ke-7 dan ke-9 (Lampiran 5, 6, 7, 8, dan 9).
semakin banyak air yang akan dimanfaatkan Rata-rata kadar air bolu kemojo dapat dilihat
oleh mikroba untuk tumbuh dalam pangan Tabel 2.
tersebut.

Tabel 2. Rata-rata kadar air pada bolu kemojo (%)


Lama penyimpanan (hari)
Perlakuan
1 3 5 7 9
AB0= Tanpa pencelupan (kontrol) 36,20a 35,57a 35,00a 34,60a 31,14a
AB1= 1 kali pencelupan edible coating 36,94ab 36,59a 35,94 b 34,86b 33,14ab
AB2= 2 kali pencelupan edible coating 37,70abc 37,06 ab
36,66 c
35,44c 34,76ab
AB3= 3 kali pencelupan edible coating 38,42bc 37,08 ab
36,91 d
37,01d 35,73b
AB4= 4 kali pencelupan edible coating 39,59c 39,14b 37,54 e 37,02e 36,10b
Ket : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda menunjukan perbedaan nyata setelah dianalisis
DNMRT pada taraf 5%.

Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar air bolu dari pangan. Penguapan air pada bahan
kemojo berkisar antara 31,14%-39,59% pangan akan menyebabkan menurunnya
dan semakin banyak jumlah pencelupan kadar air pada pangan tersebut. Sari et al.
bolu kemojo ke dalam edible coating maka (2013) menyatakan bahwa semakin lama
kadar air bolu kemojo akan semakin tinggi. penyimpanan dodol jenang maka kadar air
Hal ini disebabkan karena edible coating akan semakin rendah. Hal ini disebabkan
dapat menahan laju penguapan. Semakin adanya penguapan yang terjadi pada jenang
banyak pencelupan akan berdampak pada dodol. Selain itu menurut penelitian Santosa
semakin tebalnya lapisan edible coating dan Rejo (2008), penurunan kadar air juga
sehingga akan semakin menghambat proses disebabkan oleh adanya proses sineresis
penguapan. Jika proses penguapan yang menyebabkan terus berlangsungnya
terhambat, air yang teruapkan akan semakin perembesan air selama penyimpaan.
sedikit maka kadar air bahan akan dapat Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar air
dipertahankan. Alsuhendra et al. (2011) bolu kemojo dalam penelitian ini berkisar
menyatakan bahwa edible coating mampu antara 31,14-39,50%. Hal ini sesuai teori
mempertahankan mutu produk dengan bahwa bolu kemojo tergolong dalam
mengurangi transmisi uap air dari produk makanan semi basah, yang menurut Troller
yang dikemas. Darawati dan Pranoto dan Christian (1978) dalam Sari et al.
(2010) menambahkan bahwa edible coating (2013), makanan semi basah memiliki kadar
memiliki sifat mekanik dan bersifat air kira-kira 20-50%.
menghalang dari uap air dan oksigen
yang ada di lingkungan. Susut bobot
Menurunnya kadar air pada bolu Susut bobot merupakan hilangnya sejumlah
kemojo selama penyimpanan merupakan air selama penyimpanan dinyatakan dalam
akibat proses dehidrasi akibat penguapan persen. Semakin banyak air yang hilang
air. Budiman (2011) menambahkan bahwa akan semakin besar nilai susut bobot. Nilai
proses penguapan merupakan hilangnya air susut bobot semakin rendah maka
di dalam pangan yang disebabkan kandungan air yang hilang semakin sedikit.
perbedaan tekanan air di luar dan di dalam Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
pangan yang menyebabkan uap air keluar jumlah pencelupan yang berbeda

1. Mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Riau


2. Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Riau
JOM Faperta UR Vol. 5 Edisi 2 Juli s/d Desember 2018 5
memberikan pengaruh nyata terhadap susut 13, dan 14). Rata-rata susut bobot bolu
bobot bolu kemojo pada hari ke-1, ke-3, kemojo dapat dilihat pada Tabel 3
ke-5, ke-7, dan ke-9 (Lampiran 10, 11, 12,

Tabel 3. Rata-rata susut bobot pada bolu kemojo (%)


Lama penyimpanan (hari)
Perlakuan
1 3 5 7 9
AB0= Tanpa pencelupan (kontrol) 0,81b 2,63e 6,83b 7,09b 8,03c
AB1= 1 kali pencelupan edible coating 0,78ab 2,46d 6,49b 6,70b 7,44bc
AB2= 2 kali pencelupan edible coating 0,74ab 2,30c 5,61ab 6,68ab 7,22ab
AB3= 3 kali pencelupan edible coating 0,61a 2,29 b
5,04 a
6,47ab 7,21a
AB4= 4 kali pencelupan edible coating 0,55a 2,08 a
4,98 a
6,01a 6,79a
Ket : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda menunjukan perbedaan nyata setelah dianalisis
DNMRT pada taraf 5%.

Tabel 3 menunjukkan bahwa susut bobot penguapan air mengakibatkan penyusutan


bolu kemojo berkisar 0,55-7,44%. Bolu bobot bolu kemojo semakin rendah. Edible
kemojo yang tidak dilapisi edible coating coating pati durian memiliki sifat yang baik
memiliki susut bobot yang lebih tinggi dalam menghambat laju penguapan air
dibandingkan bolu kemojo yang dilapisi didukung sifat bahan utama pembentuknya.
edible coating selama penyimpanan. Santoso et al. (2004) menyatakan bahwa
Semakin banyak jumlah pencelupan bolu edible coating akan menahan laju
kemojo ke dalam edible coating maka susut penguapan air sehingga air yang ada pada
bobot akan semakin rendah. Semakin bahan akan tertahan sementara untuk tidak
banyaknya jumlah pencelupan bolu kemojo keluar, dengan demikian maka susut bobot
ke dalam edible coating maka lapisan yang bahan dapat dikurangi.
terbentuk akan semakin tebal sehingga
hilangnya air karena penguapan semakin Analisa bilangan thiobarbituric acid
terhambat. Semakin terhambat laju (TBA)
penguapan air pada bolu kemojo maka air Hasil sidik ragam menunjukkan
yang hilang akan semakin sedikit sehingga bahwa penggunaan edible coating dengan
susut bobot bolu kemojo akan semakin jumlah pencelupan yang berbeda
kecil. memberikan pengaruh berbeda tidak nyata
Edible coating mampu menghambat pada hari ke-1 dan ke-3 namun memberikan
terjadinya penguapan air pada pangan. pengaruh berbeda nyata pada hari ke-5, ke-
Novita et al. (2015) mengungkapkan bahwa 7 dan ke-9 penyimpanan (Lampiran 15, 16,
penguapan merupakan faktor utama 17, 18, dan 19). Rata-rata bilangan TBA
hilangnya air pada pangan. Terhambatnya bolu kemojo dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata bilangan TBA pada bolu kemojo (mg malonaldehid/kg)


Lama penyimpanan (hari)
Perlakuan
1 3 5 7 9
AB0= Tanpa pencelupan (kontrol) 0,46 0,45 1,42d 1,97c 2,32b
AB1= 1 kali pencelupan edible coating 0,40 0,41 1,20d 1,38b 1,97a
c
AB2= 2 kali pencelupan edible coating 0,39 0,41 0,99 1,20ab 1,93a
bc
AB3= 3 kali pencelupan edible coating 0,38 0,40 0,76 0,98ab 1,85a
AB4= 4 kali pencelupan edible coating 0,40 0,40 0,65ab 0.94a 1,78a
Ket : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda menunjukan perbedaan nyata setelah dianalisis
DNMRT pada taraf 5%.

1. Mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Riau


2. Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Riau
JOM Faperta UR Vol. 5 Edisi 2 Juli s/d Desember 2018 6
Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai dan lemak yang ada di dalam bolu kemojo
bilangan TBA bolu kemojo selama bahan makanan pasca pengolahan akan
penyimpanan berkisar pada 0,40-2,32 mg mengalami proses kimiawi. Proses itu
malonaldehid/kg. Semakin banyak diakibatkan oleh adanya kontak antara
pencelupan bolu kemojo ke dalam edible pangan dengan kondisi di luar. Salah satu
coating maka nilai bilangan TBA pada bolu yang terjadi yaitu oksidasi yang merupakan
kemojo akan semakin rendah. Hal ini proses antara lemak yang ada pada pangan
dikarenakan edible coating mampu dengan udara yang akan menimbulkan
menghambat reaksi oksidasi antara lemak aroma tengik pda makanan. Menurut
pada bahan dengan oksigen. Semakin Hamida (2010), oksidasi dapat terjadi akibat
banyak pencelupan dilakukan maka lapisan dari adanya kontak antara oksigen dengan
edible coating yang melapisi bolu kemojo lemak yang terkandung pada dendeng.
akan semakin tebal sehingga semakin baik Oksidasi lemak tersebut akan
kemampuan edible coating dalam mengakibatkan kerusakan mutu dan
menghambat reaksi oksidatif. Hal ini sesuai mengurangi umur simpan dari dendeng
dengan yang diharapkan bahwa penggunaan goreng kering oven. Darawati dan Pranoto
edible coating menghambat terjadinya (2010), menyatakan bahwa rusaknya
peningkatan nilai bilangan TBA pada bolu kacang goreng disebabkan oleh kandungan
kemojo. asam lemak tidak jenuh, ekspos terhadap
Pada dasarnya bolu kemojo oksigen dan sinar. Pada kacang yang tidak
merupakan makanan yang mudah rusak diberi pelapisan, kemungkinan kontak
yang diakibatkann timbulnya aroma tengik. dengan oksigen lebih besar sehingga dapat
Penggunaan margarin dalam pembuatan memacu terjadinya oksidasi dan terbentuk
bolu kemojo menjadi salah satu alasan bolu hidroperoksida.
kemojo mudah rusak. Pelapisan edible Kusprianti (2008) menjelaskan
coating akan menutupi permukaan bolu bahwa hasil oksidasi dapat menimbulkan
kemojo shingga akan menghambat oksigen penyimpangan aroma, selain itu oksidasi
yang ada di udara untuk berikatan dengan asam lemak tidak jenuh dapat menyebabkan
lemak yang ada pada bolu kemojo. Miskiah menurunnya nizi gizi karena kerusakan
et al. (2012) menyatakan bahwa penerapan vitamin dan asam lemak esensial dalam
edible coating yang berbahan polisakarida lemak. Proses oksidasi lemak terdiri dari
dapat mencegah terjadinya dehidrasi, dua tahap yaitu reaksi lemak dengan
oksidasi lemak dan pencoklatan permukaan oksigen dan kemudian terjadinya
serta mengurangi laju penguapan dengan degredasinya hasil reaksi lemak dengan
mengontrol komposisi gas karbondioksida oksigen. Tahap oksidasi yang kedua adalah
dan oksigen pada bahan pangan. Menurut degradasi hidroperoksida hasil produk
Santoso et al. (2005), edible coating yang primer. Hasil reaksi ini adalah
melapisi bahan makanan akan menghambat persenyawaan alkohol, aldehida serta
oksigen yang masuk ke dalam makanan persenyawaan tidak jenuh dengan molekul
semakin sedikit yang mengakibatkan yang lebih rendah. Aldehida bersifat tidak
menurunnya reaksi oksigen dengan lemak labil dan mudah mengalami reaksi
sehingga reaksi oksidasi pada makanan polimerisasi kondensasi dan 2,4-
akan menurun. dekadienal pada konsentrasi kurang dari 1
Menurut Amborowati (2011) dalam ppm dalam lemak mengakibatkan bau
Sari et al. (2013), gliserol yang merupakan tengik.
humektan poliol yang mampu mengikat air Tabel 4 menunjukkan bahwa
sehingga akan mempengaruhi bilangan bilangan TBA bolu kemojo terbesar
TBA. Kemampuan gliserol memperbaiki terdapat pada hari ke-9 yaitu AB0 (2,32 mg
sifat edible coating dalam menahan malonaldehid/kg), AB1 (1,97 mg
terjadinya reaksi oksidasi antara oksigen malonaldehid/kg), AB2 (1,93 mg
1. Mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Riau
2. Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Riau
JOM Faperta UR Vol. 5 Edisi 2 Juli s/d Desember 2018 7
malonaldehid/kg), AB3 (1,85 mg Menurut SNI 01-2352-1991 dalam
malonaldehid/kg), dan AB4 (1,78 mg Hermanianto (2000), produk yang masih
malonaldehid/kg). Semakin lama baik memiliki bilangan TBA di bawah 3 mg
penyimpanan maka bilangan TBA bolu malonaldehid/kg. Berdasarkan acuan
kemojo akan semakin tinggi. Hal ini tersebut makan dapat dikatakan bahwa bolu
menunjukkan masih di bawah batas kemojo masih tergolong baik.
maksimal bilangan TBA pada makanan.
penyimpanan. Pengujian tekstur bolu
Penilaian sensori deskriptif kemojo ini dilaksanakan pada penyimpanan
Tekstur hari ke-9.
Tekstur merupakan salah satu Hasil sidik ragam menunjukkan
perameter penerimaan konsumen terhadap bahwa penggunaan edible coating dengan
suatu produk. Penilaian tekstur ini jumlah pencelupan yang berbeda
dilakukan oleh 30 panelis semi terlatih. memberikan pengaruh yang nyata terhadap
Penilaian ini bertujuan mengetahui tekstur bolu kemojo (Lampiran 20). Rata
pengaruh pelapisan edible coating pada rata penilaian panelis terhadap tekstur bolu
bolu kemojo yang dilakukan pada masa kemojo dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata tekstur pada bolu kemojo


Lama penyimpanan (hari)
Perlakuan
1 3 5 7 9
AB0= Tanpa pencelupan (kontrol) 0,46 0,45 1,42d 1,97c 2,32b
AB1= 1 kali pencelupan edible coating 0,40 0,41 1,20d 1,38b 1,97a
c
AB2= 2 kali pencelupan edible coating 0,39 0,41 0,99 1,20ab 1,93a
bc
AB3= 3 kali pencelupan edible coating 0,38 0,40 0,76 0,98ab 1,85a
AB4= 4 kali pencelupan edible coating 0,40 0,40 0,65ab 0.94a 1,78a
Ket : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda menunjukan perbedaan nyata setelah dianalisis
DNMRT pada taraf 5%.
Skor deskriptif 1= Sangat lembut 2= Lembut 3= Agak keras 4=Keras 5=Sangat keras

Tabel 5 menunjukkan skor tekstur terjadinya penguapan air sehingga kadar air
bolu kemojo berkisar antara 3,00-3,73 (agak semakin tinggi dan tingkat kekerasan bolu
keras sampai keras). Tanpa pencelupan dan kemojo akan semakin rendah.
semakin sedikit jumlah pencelupan bolu Tabel 5 menunjukkan bahwa skor
kemojo ke dalam edible coating maka skor tekstur paling rendah pada perlakuan AB4
tekstur bolu kemojo akan semakin keras. dan AB3 yaitu 3,00-3,13 (agak keras) dan
Tingkat kekerasan bolu kemojo berkaitan skor tekstur paling tinggi pada perlakuan
dengan kadar air pada bolu kemojo. AB0 yaitu 4,73 (keras). Skor penilaian
Semakin tinggi kadar air maka tingkat tekstur semakin menurun seiring dengan
kekerasan akan semakin rendah. semakin banyak jumlah pencelupan edible
Berdasarkan data rata-rata kadar air bolu coating pada bolu kemojo. Semakin banyak
kemojo (Tabel 4) diketahui bahwa kadar air pencelupan akan membuat lapisan edible
bolu kemojo yang tidak dilapisi edible coating yang melapisi akan semakin tebal
coating memiliki kadar air yang lebih dan kemampuan menahan terjadinya
rendah dibandingkan bolu kemojo yang penguapan akan semakin baik sehingga
dilapisi edible coating. Jumlah pencelupan kadar air akan semakin tinggi membuat
bolu kemojo mempengaruhi kadar air bolu tekstur bolu kemojo memiliki tingkat
kemojo. Semakin banyak pencelupan bolu kekerasan semakin rendah. Sari et al. (2013)
kemojo ke dalam edible coating maka mengungkapkan bahwa dengan adanya
semakin tebal lapisan edible coating yang pelapisan edible coating dan penggunaan
akan menyebabkan semakin terhambat gliserol sebagai plasticizer maka lapisan
1. Mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Riau
2. Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Riau
JOM Faperta UR Vol. 5 Edisi 2 Juli s/d Desember 2018 8
yang terbentuk memiliki ikatan hidrogran mencoba suatu produk. Pengujian aroma
yang kompak, sehingga ikatan antar dianggap penting karena dapat memberikan
martrik edible coating menjadi lebih erat. hasil penilaian terhadap mutu produk.
Hal ini membuat kemampuan edible coating Hasil sidik ragam rata-rata skor
menahan penguapan air semakin baik. aroma bolu kemojo menunjukkan bahwa
penggunaan edible coating dengan jumlah
Aroma pencelupan yang berbeda memberikan
Aroma merupakan salah satu pengaruh yang nyata terhadap aroma bolu
parameter yang digunakan untuk kemojo (Lampiran 21). Rata-rata penilaian
mengetahui mutu suatu bahan atau produk panelis terhadap tekstur bolu kemojo dapat
pangan. Aroma yang khas mampu dilihat pada Tabel 6.
meningkatkan keinginan konsumen untuk

Tabel 6. Rata-rata aroma pada bolu kemojo


Perlakuan Skor Aroma
AB0= Tanpa pencelupan (kontrol) 4,73c
AB1= 1 kali pencelupan edible coating 4.50b
AB2= 2 kali pencelupan edible coating 4,33b
AB3= 3 kali pencelupan edible coating 4,13a
AB4= 4 kali pencelupan edible coating 4,06a
Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji
DNMRT pada taraf 5%.
Skor deskriptif 1= Sangat beraroma pandan 2= Beraroma pandan 3= Agak beraroma pandan dan tengik
4= Beraroma tengik 5= Sangat beraroma tengik

Tabel 6 menunjukkan bahwa skor coating maka nilai bilangan TBA akan
aroma bolu kemojo berkisar 4,06-4,73 semakin kecil sehingga aroma tengik akan
(beraroma tengik dan sangat beraroma semakin rendah.
tengik). Bolu kemojo tanpa pencelupan Sari et al. (2013) mengungkapkan
edible coating dan semakin sedikit jumlah penyebab aroma tengik pada jenang dodol
pencelupan maka skor aroma akan semakin adalah adanya oksidasi lemak pada jenang
tengik. Semakin banyak jumlah pencelupan dodol. Oksidasi lemak akan menghasilkan
bolu kemojo ke dalam larutan edible coating senyawa aldehid yang berbau tidak enak.
maka skor aroma akan semakin rendah. Hal Semakin besar senyawa aldehid pada
ini dikarenakan semakin banyak jumlah makanan maka aroma tengik akan semakin
pencelupan maka lapisan edible coating kuat. Menurut Maharani et al. (2012),
yang melapisi bolu kemojo akan semakin oksigen dapat mempercepat terjadi
tebal sehingga akan mengurangi laju reaksi kerusakan pada lemak, yakni dengan
antara oksigen dengan bahan yang ada di terjadinya ketengikan pada bahan makanan
dalam bolu kemojo. yang mengandung lemak.
Tabel 6 menunjukkan bahwa skor Fungsi edible coating dalam
aroma paling rendah pada perlakuan AB4 memperpanjang masa simpan adalah
dan AB3 yaitu 4,00-4,13 (beraroma tengik) dengan cara menghambat terjadinya reaksi
dan skor aroma paling tinggi pada antar komponen yang ada di dalam pangan
perlakuan AB0 yaitu 4,74 (sangat beraroma dengan kondisi di luar seperti oksigen.
tengik). Aroma tengik pada bolu kemojo Pranoto et al. (2012) membuktikan edible
memiliki hubungan dengan bilangan TBA coating akan menutupi permukaan kacang
(Tabel 6). Semakin banyak jumlah goreng sehingga mengurangi kontak
pencelupan bolu kemojo ke dalam edible langsung dengan oksigen sehingga
1. Mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Riau
2. Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Riau
JOM Faperta UR Vol. 5 Edisi 2 Juli s/d Desember 2018 9
menghambat reaksi oksidasi dan dengan memperpanjang umur simpan kacang
terbatasinya reaksi oksidasi maka dapat goreng.

Pemilihan Perlakuan Terpilih dari edible coating dari pati biji durian
dengan perbedaan jumlah pencelupan pada
Tabel 7 merupakan rekapitulasi hasil bolu kemojo selama penyimpanan pada hari
penelitian menunjukkan perlakuan terpilih ke 7.

Tabel 7. Rekapitulasi hasil pengujian bolu kemojo


Perlakuan
Parameter
AB0 AB1 AB2 AB3 AB4
1. Analisis bolu kemojo
- Kadar air (%) 31,14a 33,14ab 34,76ab 35,73b 36,10b
- Susut bobot (%) 8,03c 7,44bc 7,22ab 7,21a 6,79a
- Bilangan TBA
(mg malonaldehid/kg) 2,23b 1,98a 1,93a 1,85a 1,78a

2. Uji Deskriptif
- Tekstur 3,73a 3,33b 3,33b 3,13c 3,00c
- Aroma 4,73a 4,50b 4,33b 4,13c 4,06c
Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada baris yang sama berbeda tidak nyata menurut uji
DNMRT pada taraf 5%.

Tabel 7 menunjukkan bahwa jumlah banyak jumlah pencelupan bolu kemojo ke


pencelupan edible coating pada bolu dalam larutan edible coating maka susut
kemojo berbeda nyata pada parameter bobot akan semakin rendah.
analisis yaitu kadar air, bilangan TBA, Penilaian bilangan TBA pada bolu
tekstur, dan aroma. Sedangkan pada kemojo dari Tabel 7 diketahui bahwa
parameter susut bobot tidak berbeda nyata berbeda nyata sehingga jumlah pencelupan
sehingga jumlah pencelupan tidak berpengaruh terhadap bilangan TBA pada
berpengaruh nyata terhadap terjadinya susut bolu kemojo. Dari rata-rata bilangan TBA
bobot pada bolu kemojo. bolu kemojo diketahui bahwa bilangan TBA
Tabel 7 menunjukkan bahwa kadar paling kecil pada perlakuan AB1, AB2 AB3
air terendah pada perlakuan AB0 yaitu dan AB4 yaitu 1,98 mg malonaldehid/kg,
31,14% sedangkan kadar air tertinggi pada 1,93 mg malonaldehid/kg,1,85 mg
perlakuan AB3 dan AB4 yaitu 35,75 % dan malonaldehid/kg dan 1,74 mg
36,10%. Bolu kemojo yang tidak dilapisi malonaldehid/kg dan bilangan TBA paling
edible coating mengalami penguapan paling besar pada perlakuan AB0 yaitu 2.23 mg
besar dibandingkan bolu kemojo yang malonaldehid/kg. Bolu kemojo yang tidak
dilapisi oleh edible coating. Jumlah dilapisi edible coating memiliki bilangan
pencelupan mempengaruhi kadar air pada TBA paling besar dibandingkan bolu
bolu kemojo. Semakin banyak pencelupan kemojo yang dilapisi edible coating.
maka kadar air akan semakin tinggi. Semakin banyak pencelupan dilakukan akan
Tabel 7 menunjukkan jumlah membuat lapisan edible coating semakin
pencelupan berpengaruh terhadap nilai tebal sehingga bilangan TBA akan semakin
susut bobot bolu kemojo selama rendah.
penyimpanan. Nilai susut bobot terendah Tabel 7 diketahui bahwa skor
pada perlakuan AB4 yaitu 6,71% dan nilai tekstur bolu kemojo terendah pada
susut bobot terbesar pada perlakuan AB0 perlakuan AB3 dan AB4 yaitu 3, 13 dan 3,00
yaitu 7,44%. Pelapisan edible coating (agak keras) dan skor tekstur tertinggi pada
mampu menghambat penguapan. Semakin perlakuan AB0 yaitu 3,73 (keras). Tekstur
1. Mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Riau
2. Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Riau
JOM Faperta UR Vol. 5 Edisi 2 Juli s/d Desember 2018 10
pada makanan berkaitan dengan kadar air edible coating pati biji durian dalam
pada makanan tersebut. Semakin tinggi mempertahankan mutu bolu kemojo
kadar air makan akan semakin rendah sehingga tidak perlu dilakukan pencelupan
tingkat kekerasan pada makanan tersebut. lebih banyak lagi.
Semakin banyak jumlah pencelupan edible
coating mampu mempertahankan air dalam Kesimpulan
bolu kemojo semakin baik sehingga tekstur Berdasarkan penelitian yang telah
bolu kemojo akan semakin rendah tingkat dilakukan, disimpulkan bahwa pelapisan
kekerasannya. edible coating pada bolu kemojo mampu
Tabel 7 menunjukkan bahwa skor mempertahankan mutu bolu kemojo lebih
aroma bolu kemojo berbeda nyata sehingga lama. Pelapisan edible coating mampu
jumlah pencelupan berpengaruh pada skor menghambat terjadinya penguapan air dan
aroma bolu kemojo. Aroma aroma bolu reaksi oksidasi pada bolu kemojo. Semakin
kemojo berbanding lurus dengan bilangan banyak jumlah pencelupan maka lapisan
TBA. Semakin tinggi bilangan TBA maka edible coating akan semakin tebal dan
aroma tengik akan semakin kuat. Perlakuan semakin baik kemampuan edible coating
AB0 yang tidak dilapisi edible coating dalam menghambat penguapan air dan
mengalami reaksi oksidasi terbesar reaksi oksidasi.
sehingga bilangan TBA terbesar dan Perlakuan AB3 yaitu bolu kemojo
membuat skor aroma bolu kemojo terbesar dengan pencelupan 3 bolu kemojo ke dalam
yaitu 4,73 (beraroma sangat tengik). edible coating merupakan perlakuan terbaik
Semakin banyak jumlah pencelupan maka untuk mempertahankan mutu bolu kemojo.
bilangan TBA semakin besar dan skor Penerapan perlakuan AB3 pada bolu kemojo
aroma semakin menurun. Skor aroma menghasilkan kadar air sebesar 35,73%,
terendah pada perlakuan AB3 dan AB4 yaitu susut bobot 6,79%. bilangan TBA 1,85 mg
4,13 dan 4,06 (beraroma tengik). malonaldehid/kg, skor tekstur 3,13 (agak
Berdasarkan rekapitulasi perlakuan keras), dan skor aroma 4,13 (beraroma
yang dipilih sebagai perlakuan terbaik tengik).
adalah AB3. Perlakuan ini dipilih karena
optimal dalam melindungi mutu bolu Saran
kemojo. Perlakuan AB3 mampu Penelitian ini tidak dilakukan
mempertahankan mutu bolu kemojo dengan pengaturan suhu penyimpanan bolu kemojo.
nilai kadar air sebesar 35,73%, susut bobot Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
6,79%, bilangan TBA 1,85 mg mengenai pengaturan suhu penyimpanan
malonaldehid/kg, skor tekstur 3,13 (agak bolu kemojo yang dilapisi edible coating
keras), dan skor aroma 4,13 (beraroma dari pati biji durian untuk melihat pengaruh
tengik). Pencelupan bolu kemojo sebanyak suhu terhadap kemampuan edible coating
3 kali ke dalam edible coating (perlakuan mempertahankan mutu bolu kemojo.
AB3) dinilai sudah mampu optimal untuk

Daftar Pustaka Alsuhendra., Ridawati dan A. I. Santoso.


2011. Pengaruh penggunaan edible
Alexandra, Y dan Nurlina. 2014. Aplikasi coating terhadap susut bobot, pH,
edible coating dari pektin jeruk dan karakteristik organoleptik buah
songhi Pontianak (Citrus nobilis var potong pada penyajian hidangan
microcarpa) pada penyimpanan dessert. Prosiding. Universitas
buah tomat. Jurnal Kimia Negeri Jakarta. Jakarta.
Khatulistiwa. 3(4):11-20.
Apriyanti. D dan N. H. Fithriyah. 2013.
Pengaruh suhu aplikasi terhadap
1. Mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Riau
2. Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Riau
JOM Faperta UR Vol. 5 Edisi 2 Juli s/d Desember 2018 11
viskositas lem rokok dari tepung Apel Romebeauty. Skripsi. Fakultas
kentang. Jurnal Konversi. 2( 2): 23- Teknologi Industri Pertanian.
34. Universitas Brawijaya. Malang.

Badan Pusat Statistik. 2017. Produksi Buah Jufri, M., R. Dewi dan A. R. Firli. 2006.
– Buahan Provinsi Riau 2011 – Studi kemampuan pati biji durian
2015. Badan Pusat Statistik Provinsi sebagai bahan pengikat dalam tablet
Riau. Pekanbaru. ketoprofen secara granulasi basah.
Majalah Ilmu Kefarmasian. 2(2):
Budiman. 2011. Aplikasi Pati Singkong 78– 86.
sebagai Bahan Baku Edible Coating
untuk Memperpanjang Umur Kusprianti, A. 2008. Sifat Fisik,
Simpan Pisang Cavendish (Musa Organoleptik, dan Bilangan TBA
cavendishii.). Skripsi. Institut Tepung Penyimpanan yang
Pertanian Bogor. Bogor. Berbeda. Skripsi. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian
Cornelia, M., R. Syarief., H. Efendi dan B. Bogor. Bogor.
Nurtama. 2013. Pemanfaatan pati
biji durian (Durio zibethinus murr.) Mardiana, K. 2008. Pemanfaatan Gel Lidah
dan pati sagu (Metroxylon sp.) Buaya sebagai Edible Coating Buah
dalam pembuatan bioplastik. Jurnal Belimbing Manis (Averrhoa
Kimia Kemasan. 35(1): 20-29. carambola L.). Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut
Darawati, M dan Y. Pranoto. 2010. Pertanian Bogor. Bogor.
Penyalutan kacang rendah lemak
menggunakan selulosa dengan Masrurroh. H., A.F. Fauzi., D. Anggarayani
pencelupan untuk mengurangi dan V. Paramita. 2013. Pengaruh
penyerapan minyak selama penambahan xhantan gum dalam
penggorengan dan meningkatkan aplikasi teknologi edible coating
stabilitas oksidatif selama aloe vera untuk mempertahankan
penyimpanan. Jurnal Teknologi dan mutu tomat (Solanum lycopersicum)
Industri Pangan. 21(2): 108-116. menggunakan metode spray.
Skripsi. Universitas Wahid Hasyim
Djaeni, Moh dan A. Prasetyaningrum. 2010. Semarang. Semarang.
Kelayakan biji durian sebagai bahan
pangan alternatif: aspek nutrisi dan Miskiyah, Widaningrum dan C. Winarti.
tekno ekonomi. Jurnal Rekayasa 2011. Aplikasi edible coating
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. berbasis pati sagu dengan
4(2): 27-45. penambahan vitamin c pada paprika:
preferensi konsumen dan mutu
Hamida, E. 2010. Oksidasi Lemak pada mikrobiologi. Jurnal Hort. 21(1):
Dendeng Kering Oven selama 121-132.
Penyimpanan yang Diuji setelah
Mengalami Penggorengan. Skripsi, Mursida. 2013. Penggunaan lapisan edible
Institut Pertanian Bogor. Bogor. dari karagenan sebagai bahan
pengawet ikan segar. Jurnal Galung
Huse, M.A., Wignyanto dan I.A. Dewi. Tropika. 2 (2): 77-84.
2010. Aplikasi Edible Coating dari
Karagenan dan Gliserol untuk Ningwulan, M. P. S. 2012. Pembuatan
Mengurangi Penurunan Kerusakan Biokomposit Edible Film dari
1. Mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Riau
2. Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Riau
JOM Faperta UR Vol. 5 Edisi 2 Juli s/d Desember 2018 12
Gelatin / Bakterin Cellulose sebagai plasticizer terhadap kualitas
Microcrystal (BBCMC): Variasi jenang dodol selama penyimpanan.
Konsentrasi Matriks, Filler, dan Jurnal Teknosains Pangan. 2(2): 31-
Sonaki. Skripsi. Universitas 45.
Indonesia. Depok.

Novita. D. D., C. Sugianti dan Asropi. 2015.


Aplikasi kemasan berpenyerap
etilen pada penyimpanan buah
jambu biji merah (Psidium Guajava
L.) Jurnal Teknik Pertanian
Lampung. 4(3): 227- 234.

Pahlevi, Y. R. 2011. Aplikasi Edible


Coating Chitosan-Ekstrak Daun Jati
Pada Sosis Daging Sapi untuk
Menghambat Kerusakan
Mikrobiologi dan Oksidatif. Skripsi.
Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.
Pokatong, W. D. R., C. Lestari dan T. S.
Mastuti. 2014. Pemanfaatan Pati
Gembili (Dioscorea esculenta Lour.
Burkill) dengan Penambahan
Plasticizer sebagai Edible Coating
pada Stroberi (Fragaria ananassa).
Prosiding Seminar Nasional Sarjana
Teknik ke-5 Tahun 2014.
Universitas Wahid Hasyim
Semarang. Semarang.

Rohmah. M. 2013. Kajian kandungan pati,


amilosa dan amilopektin tepung dan
pati pada beberapa kultivar pisang
(Musa Sp). Prosiding Seminar
Nasional Kimia. Universitas
Mulawarman. Samarinda.

Santoso, B., Putra, D dan R. Pambayun.


2004. Kajian teknologi edible
coating dari pati dan aplikasinya
untuk pengemas primer lempok
durian. Jurnal Teknologi dan
Industri Pangan. 15(3): 23-41.

Sari, D. K., W. Atmaka dan D. R. A.


Muhammad. 2013. Pengaruh
penggunaan edible coating pati biji
nangka (Artocarpus heterophyllus)
dengan berbagai variasi gliserol
1. Mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Riau
2. Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Riau
JOM Faperta UR Vol. 5 Edisi 2 Juli s/d Desember 2018 13

Anda mungkin juga menyukai