Anda di halaman 1dari 4

PEMBAHASAN

Jaringan di dalam tubuh bergantung pada glukosa untuk memperoleh energi. Sebagian
besar jaringan juga memerlukan glukosa untuk fungsi lain dalam jangka panjang, misalnya
membentuk gugus ribosa pada nukleotida atau bagian karbohidrat pada glikoprotein.
Glukosa

dapat disimpan dalam hati sebagai glikogen. Setelah 2 atau 3 jam berpuasa,

glikogen ini mulai diuraikan oleh proses glikogenolisis dan glukosa yang terbentuk
dibebaskan ke dalam darah. (Marks 2012).
Glikogen adalah karbohidrat cadangan pada hewan sehingga disebut zat pati hewan.
Zat pati ini terutama terdapat di dalam hati dan otot. Struktur kimia glikogen identik dengan
struktur kimia amilopektin, namun cabang-cabang glikogen lebih banyak dan lebih pendek.
Jadi, glikogen merupakan polimer -D-glukopiranosa. Ikatan glikosida pada rantai yang tidak
bercabang terjadi antara atom C1 dan atom C4, sedangkan ikatan glikosida pada cabang
terjadi antara atom C1 dan atom C6.

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Glykogen.svg
Pada praktikum yang dilakukan kali ini bertujuan untuk mengukur kandungan
glikogen hati pada tikus pada keadaan puasa dan tidak puasa. Dalam keadaan puasa, kadar
glikogen hati akan berkurang karena mengalami pemecahan (glikogenolisis) untuk
mempertahankan kadar glukosa darah. Kandungan glikogen hati diukur secara tidak langsung
dengan menetapkan kadar glukosa yang berasal dari hasil hidrolisis glikogen hati.
Hal pertama yang dilakukan pada praktikum ini adalah mengambil hati tikus pada
keadaan puasa dan tidak puasa. Pertama, tikus dimatikan dengan dimasukkan ke dalam
bejana yang berisi uap eter jenuh. Kemudian hati tikus diambil dan dimasukkan ke dalam
larutan NaCl 0,9 g/dL. Larutan NaCl ini bertujuan untuk menjaga isotonis pada jaringan hati
agar tidak terjadi hipertonis atau krenasi. Selanjutnya, adalah proses pelumatan hati tikus.
Hati dikeluarkan dari larutan NaCl dan dikeringkan menggunakan kertas saring. Sebelum
dilumat, hati tikus ditimbang dan dicatat beratnya, pada praktikum ini berat hati tikus yang
diperoleh adalah 2,5 gram pada keadaan puasa dan 3,6 gram pada keadaan tidak puasa.

Setelah itu, hati tikus dilumat dengan menggunakan lumpang dan alu, kemudian ditambahkan
akuades 100 ml. Penambahan akuades ini bertujuan untuk melarutkan / mengencerkan hati
tikus sehingga bisa dilakukan ekstraksi. Pada proses ekstraksi ini, lumatan hati tikus di
masukkan kedalam kaserol. Selanjutnya dipanaskan dan ditambahakan 5 mL asam asetat
yang bertujuan untuk mengendapkan protein. Setelah itu dididihkan kembali sambil diaduk
hingga didapatkan dari volume awal. Setelah mendidih, larutan disaring dan ditambahkan
dengan alkohol 95% dengan jumlah 4x dari volume. Pada praktikm ini volume larutan yang
didapat setelah penyaringan adalah 37 mL sehingga penambahan alkohol 95% adalah 148
mL (4x dari 37 mL). Alkohol 95% ini berfungsi sebagai pelarut untuk ekstraksi glikogen.
Setelah diekstraksi larutan ini disimpan selama 1 minggu. Setelah satu minggu, dilakukan
pengukuran kadar glukosa jaringan hati. Sebelum pengukuran, dilakukan pengendapan
glikogen dengan cara disentrifugasi, kemudian ditambahkan 10 ml akuades dan 10 tetes HCl
pekat. Penambahan larutan HCl bertujuan untuk menghidrolisis glikogen sehingga membantu
pada saat proses homogenisasi (Montgomery 1983). Selanjutnya didihkan selama 10 menit
dan didinginkan. Setelah itu, dinetralkan kembali dengan NaOH. Untuk mengetahui, apakah
laturan/filtrat sudah netral atau belum, digunakan indikator pH universal. Setelah netral,
larutan diencerkan dengan akuades sampai tanda volume 10 mL.
Pada pengkuruan glukosa

hati dilakukan dengan metode folin wu. Langkah

pertama, filtrat jernih diambil 2 mL dan dimasukkan dalam tabung folin wu, kemudian
ditambahkan tembaga alkali (Cu2O) 2 mL. Penambahan Cu2O ini bertujuan untuk mereduksi
Ion kupri (Cu+) menjadi kupro (Cu2+) oleh glukosa dan mengendap sebagai Cu2O
(kuprooksida). Selain mengukur sampel uji, dilakukan juga pengukuran pada blanko dan
standar. Pada blanko sampel uji diganti dengan aquades sebanyak 2 mL dan pada standar
diganti dengan glukosa standar 0,1 g/ml sebanyak 2mL. Selanjutnya masing-masing larutan
dipanaskan selama 8 menit dalam air 100 0C dan didinginkan selama 3 menit. Pemanasan
berfungsi untuk menambah laju reaksi Cu2O, sementara pendinginan dimaksudkan untuk
menghentikan laju reaksi dari Cu2O itu sendiri (Poedjiadji 1994). Selanjutnya ditambahan
pereaksi as. Fosfomolibdat sebanyak 2mL. As. Fosfomolibdat bertujuan untuk melarutkan
Cu2O karena ada oksida Mo. Dengan demikian, banyaknya Cu 2O yang terbentuk
berhubungan linier dengan banyaknya glukosa di dalam jaringan hati. Filtrat yang berwarna
biru tua yang terbentuk akibat melarutnya Cu2O karena oksida Mo dapat diukur kadar
glukosanya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm
(Poedjiadji 1994).

Berikut hasil data absorbansi dari sampel uji, blanko, dan standar pada pengukuran
kadar glukosa hati tikus yang puasa dan tidak puasa.
Perlakuan
Blanko
Standar
Sampel Uji
Puasa
0,4
-0,123
-0,078
Tidak puasa
-0,05
0,424
0,422
Nilai absorbansi yang didapatkan, selanjutnya dikonversi dengan secara matematis
untuk mendapatkan nilai kadar glukosa jaringan hati. Hasil perhitungan dari kadar glukosa
jaringan hati pada tikus yang berpuasa maupun yang tidak berpuasa dapat dilihat pada tabel
berikut :
Perlakuan
Puasa
Tidak puasa

Kadar glukosa jaringan hati (mg/g hati)


0,3656
0,2678

Berdasarkan tabel hasil perhitungan terhadap kadar glukosa hati menunjukkan hasil
dimana nilai kadar glukosa hati pada tikus yang puasa lebih besar dari pada glukosa hati
pada tikus tidak puasa. Hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur yang didapat
dimana, menurut Mark, (2012) Selama puasa, sewaktu kadar glukosa darah menurun, kadar
insulin menurun dan kadar glukagon meningkat. Perubahan hormon-hormon ini
menyebabkan hati menguraikan glikogen melalui proses glikogenolisis dan membentuk
glukosa melalui proses glukoneogenesis sehingga kadar glukosa darah dapat dipertahankan.
Proses glikogenolisis menyebabkan penurunan kadar glikogen dalam hati maupun otot.
Dengan demikian, kadar glikogen hati saat puasa lebih sedikit dibandingkan tidak puasa.
Selain itu pada hasil absorbansi glukosa hati terlihat bahwa ada kesalahan, yaitu data blanko
yang menunjukkan kadar glukosa yang tinggi dibandingkan dengan standar. Hal ini tidak
sesuai dengan literarut, dimana seharusnya absorban standar glukosa lebih tinggi. Kesalahan
yang terjadi pada saat praktikum diduga disebabkan kurangnya ketelitian praktikan dalam
melakukan prosedur kerja sehingga hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur yang
didapat.

Daftar Pustaka

Anna Poedjiadi, 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : Penerbit UI-Press


Marks DB, Allan DM dan Collen MS. 2012. Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah
Pendekatan Klinis. Jakarta: EGC.
Montgomery R, Dryer RL, Conway TW, Spector AA. 1983. Biokimia: Suatu Pendekatan
Berorientasi Kasus-Kasus Jilid 1. Yogyakarta : Penerbit Gajah Mada University Press

Anda mungkin juga menyukai