Keratitis RZ PDF
Keratitis RZ PDF
KERANGKA TEORI
Keratitis adalah peradangan pada salah satu dari kelima lapisan kornea.6
Peradangan tersebut dapat terjadi di epitel, membran Bowman, stroma, membran
Descemet, ataupun endotel. Peradangan juga dapat melibatkan lebih dari satu lapisan
kornea. Pola keratitis dapat dibagi menurut distribusi, kedalaman, lokasi, dan bentuk.
Berdasarkan distribusinya, keratitis dibagi menjadi keratitis difus, fokal, atau multifokal.
Berdasarkan kedalamannya, keratitis dibagi menjadi epitelial, subepitelialm stromal, atau
endotelial. Lokasi keratitis dapat berada di bagian sentral atau perifer kornea, sedangkan
berdasarkan bentuknya terdapat keratitis dendritik, disciform, dan bentuk lainnya.6, 7
Keratitis mikrobial atau infektif disebabkan oleh proliferasi mikroorganisme, yaitu
bakteri, jamur, virus dan parasit, yang menimbulkan inflamasi dan destruksi jaringan
kornea.8
Kondisi
ini
sangat
mengancam
tajam
penglihatan
dan
merupakan
menyerupai epidermis kulit yang telah mengalami modifikasi. Sel Langerhans terdapat di
antara susunan epitel kornea.9 Lapisan terdalam sel epitel, lapisan basal, merupakan
lapisan germinativum dan melekat kepada sel basal sekitarnya dan terletak di atas sel
wing. Lapisan sel basal juga melekat ke membran basal melalui bantuan
hemidesmosom.9
Pada membran basal terdapat tiga jenis molekul utama yaitu kolagen tipe IV,
proteoglikan heparin sulfat dan protein non-kolagen (laminin, nidogen, dan osteonectin).
Membran basal merupakan sawar (barrier) fisiologis penting antara epitel dan stroma
kornea.9, 10
Sel epitel terluar akan berdeskuamasi ke dalam lapisan air mata. Lapisan muko-protein
pada air mata berfungsi untuk melekatkan lapisan air mata kepada mikrovili epitel.11
dimasukkan ke dalam kantung endositik. Ini berbeda dengan sel Langerhans yang hanya
dapat mencerna antigen terlarut. Limfosit T berfungsi mensekresikan sitokin di dalam
jaringan yang bekerja langsung terhadap sel target. Interferon (IFN-g) menstimulasi
ekspresi molekul MHC kelas II di dalam keratinosit, sel epitel, sel endotel, dan fibroblas
yang semuanya dapat bertindak sebagai APCs yang memproses dan menyajikan peptida
imunofenik yang bergabung sebagai kompleks dengan molekul MHC kelas II. Sel-sel
tersebut memiliki kemampuan stimulasi sinyal yang berbeda-beda dan tidak dapat
menstimulasi sel T yang tidak aktif karena sel T tersebut membutuhkan aktivasi oleh IL2.4
HIPERSENSITIVITAS TIPE-LAMBAT LOKAL
Hipersensitivitas tipe-lambat (delayed hypersensitivity, DH) dapat memicu reaksi imun
yang dimediasi oleh sel (cell-mediated). Contoh organisme yang menimbulkan DH
adalah Onchocerca volvulus dan Staphylococcus aureus.Reaksi imun ini diekspresikan
oleh sel limfosit Th1 dan dimediasi oleh sitokin. Mekanisme ini diduga menjadi
penyebab ulkus kornea marjinal yang diakibatkan oleh blefaritis rekuren oleh
Staphylococcus aureus. Mekanisme ini dapat dilihat pada Gambar 1.4
Keratitis Fungal/Jamur (Keratomikosis)
Keratitis infektif yang disebabkan oleh jamur merupakan diagnosis terbanyak pada negara India3,
5, 13
, sedangkan data prevalensi di Indonesia belum tersedia. Jamur terkadang merupakan flora
normal eksternal di mata karena berhasil diisolasi dari sakus konjungtiva pada 3-28% mata
normal.14 Pada mata yang mengalami penyakit, angka isolasi jamur dapat mencapai 17-37%.
Jamur
yang
umumnya
terdapat
pada
mata
normal
adalah
Aspergillus spp., Rhodotorula spp., Candida spp., Penicillium spp., Cladosporium spp.,
dan
Alternaria spp. Insidensi keratomikosis di Amerika Serikat adalah 6-20% dan umumnya terjadi
di daerah pedesaan. Aspergillus spp. merupakan penyebab terbanyak keratitis yang timbul di
seluruh dunia.14 Candida spp. dan Aspergillus spp. adalah penyebab keratitis jamur terbanyak di
Amerika Serikat.14 Fusarium spp. dilaporkan sebagai penyebab keratitis jamur di Afrika, India,
China dan Jepang. Isolat terbanyak di negara India adalah Aspergillus spp., Penicillium spp., dan
Fusarium spp. Identifikasi jamur yang akurat sangat penting untuk pencegahan paparan di masa
yang akan datang dan penentuan modalitas terapi terbaik.
Tanda dan gejala
Keratitis Fungal/Jamur
Gejala keratitis jamur umumnya tidak seakut keratitis bakterial. Gejala awal dapat berupa rasa
mengganjal di mata dengan peningkatan rasa nyeri. Tanda klinis yang paling sering ditemukan
pada pemeriksaan lampu celah juga umum ditemukan pada keratitis mikrobial seperti supurasi,
injeksi konjungtiva, defek epitel, infiltrasi stroma, reaksi radang di bilik mata depan atau
hipopion.6 Tanda klinis yang dapat membantu penegakan diagnosis keratitis jamur filamentosa
adalah ulkus kornea yang bercabang dengan elevasi, batas luka yang iregular dan seperti kapas,
permukaan yang kering dan kasar, serta lesi satelit Tampilan pigmentasi coklat dapat
mengindikasikan infeksi oleh jamur dematiaceous Keratitis jamur juga dapat memiliki tampilan
epitel yang intak dengan infiltrat stroma yang dalam . Walaupun terdapat tanda-tanda yang
cukup khas untuk keratitis jamur, penelitian klinis gagal membuktikan bahwa pemeriksaan klinis
cukup untuk membedakan keratitis jamur dan bakterial.
Faktor risiko
Faktor risiko utama untuk keratitis jamur adalah trauma okular.15 Trauma umumnya
terjadi di lingkungan luar rumah dan melibatkan tumbuhan. Pada tahun 2009 terjadi
peningkatan insiden keratitis jamur yang disebabkan oleh Fusarium spp. pada pengguna
lensa kontak yang dikaitkan dengan larutan pembersih ReNu with MoistureLoc. Median
usia pasien adalah 41 tahun dan 94% menggunakan lensa kontak soft. Pada pemeriksaan
pabrik, gudang, filtrat larutan maupun botol Renu yang belum dibuka tidak ditemukan
kontaminasi oleh jamur. Penyebab yang paling mungkin adalah hilangnya aktivitas
fungistatik akibat peningkatan suhu yang berkepanjangan. Sejak ditarik dari peredaran
pada tahun 2006, angka keratitis jamur telah kembali menurun. Selain Fusarium, jamur
lain
yang
juga
dihubungkan
dengan
penggunaan
lensa
kontak
adalah
Penyakit sistemik juga merupakan faktor risiko bagi terjadinya keratitis jamur,
terutama yang berkaitan dengan imunosupresi. Suatu penelitian mencatat angka insidensi
diabetes mellitus sebesar 12% pada sekelompok penderita keratitis jamur. Pasien yang
menderita penyakit kronik dan menjalani perawatan rawat inap intensif juga memiliki
predisposisi untuk terjadinya keratitis jamur, terutama Candida spp. Pada suatu penelitian
di Afrika ditemukan bahwa pasien yang positif-HIV memiliki kemungkinan yang lebih
besar untuk menderita keratitis jamur dibandingkan pasien yang HIv-negatif. Hal ini juga
ditemukan pada pasien penderita kusta.
Keratitis jamur pada anak jarang dijumpai pada penelitian di luar negeri. Biasanya
penyakit ini ditemukan setelah terjadi trauma organik pada mata. Pada suatu penelitian,
keratitis jamur pada anak memiliki prevalensi 18% dari seluruh keratitis anak yang
dikultur. Anamnesis sulit digali pada sebagian besar kasus, oleh karena itu seluruh kasus
dengan kecurigaan keratitis harus menjalani pemeriksaan kultur jamur.
Prognosis
Prognosis keratitis jamur bervariasi sesuai dengan kedalaman dan ukuran lesi serta
organisme penyebab. Infeksi superfisial yang kecil umumnya memiliki respon yang baik
terhadap terapi topikal. Infeksi stroma yang dalam atau dengan keterlibatan sklera
maupun intraokular lebih sulit untuk ditangani. Suatu penelitian intervensional prospektif
mengevaluasi terapi natamisin topikal pada 115 pasien keratitis jamur. Pada penelitian
tersebut, 52 pasien mengalami keberhasilan terapi, 27 menderita ulkus yang pulih
walaupun
lambat,
dan
36
mengalami
kegagalan terapi.
Analisis
multivariat
memperlihatkan bahwa kegagalan terapi berhubungan dengan ukuran lesi yang lebih dari
14 mm2, adanya hipopion, dan Aspergillus sebagai organisme penyebab. Jika penanganan
medis gagal, dapat dilakukan operasi.
Keratitis Bakterial
Keratitis bakterial jarang terjadi pada mata normal dikarenakan adanya mekanisme
pertahanan alami kornea terhadap infeksi. Faktor predisposisi yang umum terjadi adalah
penggunaan lensa kontak, trauma, riwayat operasi kornea, kelainan permukaan bola mata,
penyakit sistemik dan imunosupresi.8
Bakteri merupakan penyebab keratitis terbanyak di negara maju seperti Amerika Serikat.8
Diperkirakan terdapat 30000 kasus keratitis bakterial di Amerika Serikat setiap
tahunnya.2 Penyebab terbanyak adalah spesies stafilokokus dan pseudomonas. Di negara
berkembang, streptokokus, stafilokokus dan pseudomonas merupakan penyebab keratitis
bakterial terbanyak.2, 8, 16
Tanda dan gejala klinis keratitis bakterial bergantung kepada virulensi organisme
dan durasi infeksi.2 Tanda utama adalah infiltrasi epitel atau stroma yang terlokalisir
ataupun difus. Umumnya terdapat defek epitel di atas infiltrat stromal nekrotik yang
berwarna putih-keabu-abuan. Tampilan umum lainnya adalah abses stroma di bawah
epitel yang intak. Infiltrat dan edema kornea dapat terletak jauh dari lokasi infeksi
primer.2 Ulserasi kornea dapat berlanjut menjadi neovaskularisasi. Jika proteinase
menyebabkan stromal melting maka akan terbentuk descemetocele (Gambar).4 Gejala
yang dikeluhkan dapat berupa rasa nyeri, pembengkakan kelopak mata, mata merah atau
mengeluarkan kotoran, silau, dan penglihatan yang buram.4
Gambar 4. Descemetocele pada keratitis ulseratif yang diakibatkan oleh P. aeruginosa pada
pengguna lensa kontak.4
Patogenesis
Perlekatan Bakteri
Keratitis bakterial akan terjadi jika mikroorganisme dapat melawan imunitas pejamu.
Patogen akan melekat kepada permukaan kornea yang cedera dan menghindari
mekanisme pemusnahan oleh lapisan air mata dan refleks kedip. Setelah cedera terjadi,
bakteri yang bertahan akan melekat kepada tepi sel epitel kornea yang rusak dan ke
membran basalis atau stroma pada tepi luka. Glikokaliks pada epitel yang cedera sangat
rentan terhadap perlekatan mikroorganisme.10
Perlekatan mikrobial diawali oleh interaksi adhesin bakteri dengan reseptor glikoprotein
pada permukaan okular. Kemampuan bakteri untuk melekat kepada defek epitel
tampaknya berperan terhadap seringnya kejadian infeksi oleh S. aureus, S. pneumoniae,
and P. aeruginosa. Produksi biofilm akan meningkatkan agregasi bakteri, melindungi
mikroorganisme yang melekat dan meningkatkan pertumbuhan pada tahap infeksi dini.
Pili (fimbriae) yang terdapat pada permukaan bakteri akan memfasilitasi perlekatan P.
aeruginosa dan Neisseria spp. ke epitel.
Invasi Bakteri
Kapsul bakteri dan komponen permukaan lainnya memiliki peran yang penting dalam
menginvasi kornea. Sebagai contoh, beberapa bakteri menghindari aktivasi jalur
komplemen alternatif karena memiliki polisakarida di kapsulnya. Lipopolisakarida pada
subkapsul bakteri merupakan mediator utama terhadap terjadinya inflamasi kornea.
Inokulasi endotoksin pada intrastroma kornea akan memicu respon peradangan. Invasi
bakteri ke dalam sel epitel dimediasi sebagian oleh interaksi antara protein permukaan sel
bakteri, integrin, protein permukaan sel epitel, dan pelepasan protease bakteri. Organisme
seperti
as N.
gonorrhoeae,[99] N.
meningitidis,[100]Corynebacteriurn
dapat menembus
Sistemik
Keratitis bakterial tanpa komplikasi tidak membutuhkan terapi sistemik.20 Terapi sistemik
diberikan pada komplikasi yang berupa endoftalmitis, terutama endoftalmitis
endogen/metastatik yang membutuhkan penanganan infeksi sistemiknya. Pemberian
terapi sistemik harus diawasi mengingat adanya risiko toksisitas.4
Grade I (ringan)
Non-aksial
2 mm
1/3 stroma anterior
Ringan
Rawat inap
Tidak
Terapi antimikroba
awal
Grade II (sedang)
Sentral atau perifer
2-6 mm
2/3 stroma anterior
Sedang atau berat;
eksudat
dengan
fibin
Dapat
dipertimbangkan
dipertimbangkan
Dapat