TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Makanan
Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang diperlukan setiap saat dan
memerlukan pengolahan yang baik dan bener agar bermanfaat bagi tubuh, karena
makanan sangat diperlukan untuk tubuh. Menurut Departemen Kesehatan RI (2000:3)
Makanan adalah semua bahan dalam bentuk olahan yang dimakan manusia kecuali
air dan obat-obatan.
Makanan menurut Permenkes No.329 tahun 1976 adalah barang yang
digunakan sebagai makanan atau minuman manusia, termasukpermen karet dan
sejenisnya tetapi bukan obat. Makanan penting untuk pertumbuhan karena sebagai
bahan yang diperlukan untuk membangun dan mengganti jaringan tubuh, untuk
memelihara pertahanan tubuh terhadap penyakit dan memberikan energi untuk
bekerja.
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik
yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman
bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan
bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan ataupembuatan
makanan dan minuman ( UU No. 7 Th. 1996 ).
Makanan dapat juga terkontaminasi oleh mikroba. Beberapa mikroba
pembuat racun baik exotoxin maupun endotoxin, adalah yang tergolong Salmonella,
Staphylococcus, Clostridium, Bacillus cocovenans, Bacillus cereus, dan lain-lainnya.
Di Indonesia, dimana sanitasi makanan masih sangat rawan, keracunan akibat
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10. Sayuran dan buah-buahan yang ditanam pada tanag yang terkontaminasi
11. Memakan sayuran dan buah-buahan yang terkontaminasi
12. Pengolah makanan yang sakit
13. Pasar yang kotor, banyak insektisida, dan sebagainya.
2.3
2.5
2.
3.
2.6
ataupun benda lain yang masuk kedalam makanan itu sendiri. Untuk mendapatkan
makanan yang sehat kita harus memperhatikan higiene dan sanitasi dalam
penyelenggaraan makanan. Untuk mencapai tujuan tersedianya makanan yang sehat
maka upaya tersebut harus berdasarkan prinsip HSM ( Higiene Sanitasi makanan).
Menurut Depkes RI (1994) prinsip-prinsip higiene sanitasi makanan antara lain :
1. Pemilihan bahan makanan
2. Penyimpanan bahan makanan
3. Pengolahan makanan
Hindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber yang tidak
jelas.
2.
3.
4.
5.
6.
keadaan kering, akan tetapi jika direhidrasi maka harus diperlakukan seperti halnya
makanan sehat.
2.6.2. Penyimpanan Bahan Makanan
Setelah bahan makanan dibeli, hendaknya disimpan dalam penyimpanan
bahan makanan. Departemen Kesehatan (2006) mensyaratkan tersedianya ruang atau
gudang untuk menyimpan bahan makanan dan terdapat sarana untuk penyimpanan
bahan makanan dingin. Menurut Betty C dalam Depkes (2006) ada 4 cara
penyimpanan bahan makanan yaitu
a.
b.
c.
Penyimpanan dingin sekali (Freeezing), penyimpanan pada suhu 0C40C untuk jenis bahan makanan berprotein yang mudah rusak untuk
jangka waktu sampai 24 jam.
d.
Tempat sampah dibuat dari bahan kedap air, tidak mudah berkarat.
mempunyai tutup dan memakai kantong plastik khusus untuk sisa-sisa
bahan makanan dan makanan jadi yang cepat membusuk.
b.
c.
d.
Sampah sudah harus dibuang dalam waktu 24 jam dari rumah makan dan
restoran.
e.
16. Tidak
boleh
berhubungan
langsung
dengan
jamban/WC,
boleh
berhubungan
langsung
dengan
jamban/WC,
1.
6.
6. Peralatan yang sudah didesinfeksi harus ditiriskan pada rak-rak anti karat
sampai kering sendiri dengan bantuan sinar matahari atau buatan dan tidak
boleh dilap dengan kain.
7. Semua peralatan yang kontak dengan makanan harus disimpan dalam
keadaan kering dan bersih, ruang penyimpanan peralatan tidak lembab,
terlindung dari sumber pengotoran/kontaminasi binatang perusak (Depkes
RI,2003).
sebagai akibat proses pencucian seperti noda deterjen, noda klor dan
sebagainya.
2.6.4. Penyimpanan Makanan Masak
Makanan masak sangat disukai oleh bakteri karena suasananya cocok untuk
tempat berkembang biaknya bakteri. Oleh karena itu, cara penyimpannya harus
memperhatikan wadah penyimpanan makanan masak (setiap makanan yang masak
memiliki wadah yang terpisah, pemisah didasarkan pada jenis makanan dan setiap
wadah harus memiliki tutup tetapi tetap berventilasi) (Depkes, 2007).
Menurut Depkes RI (1994) penyimpanan makanan dimaksudkan untuk
mengusahakan makanan agar dapat awet lebih lama. Kualitas makanan yang telah
diolah sangat dipengaruhi oleh suhu, dimana terdapat titik-titik rawan untuk
perkembangbiakan bakteri patogen dan pembusuk pada suhu yang sesuai dengan
kondisinya.
Dalam Kepmenkes RI No.1098/Menkes/SK/VII/2003, penyimpanan makanan
jadi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga, tikus dan hewan
lainnya.
2. Disimpan dalam ruangan bertutup dan bersuhu dingin (10-18C).
3. Makan cepat busuk disimpan dalam suhu panas 65,5 C atau lebih, atau
disimpan dalam suhu dingin 4 C atau kurang.
4. Makanan cepat busuk untuk penggunaan dalam waktu lama (lebih dari 6 jam)
disimpan dalam suhu -5 C sampai dengan 1 C.
5. Tidak tercampur antara makanan yang siap untuk dimakan dengan bahan
makanan mentah dan tidak disajikan ulang.
2.6.5. Pengangkutan Makanan
Makanan yang telah selesai diolah di tempat pengolahan, memerlukan
pengangkutan untuk selanjutnya disajikan atau disimpan. Bila pengangkutan
makanan kurang tepat dan alat angkutnya kurang baik kualitasnya, kemungkinan
pengotoran dapat terjadi sepanjang pengangkutan (Depkes Rim 1994).
Menurut Depkes RI (2000) Makanan perlu diperhatikan dalam cara
pengangkutannya, yaitu sebagai berikut :
1. Makanan jadi tidak diangkut bersama dengan bahan makanan mentah
2. Makanan diangkut dalam wadah tertutup sendiri-sendiri
3. Pengisian wadah tidak sampai penuh agar tersedia udara untuk ruang gerak
4. Penempatan wadah dalam kendaraan harus tidak saling mencemari atau
menumpahi
5. Alat pengangkut yang tertutup khusus dan permukaan dalamnya mudah
dibersihkan
2.6.6. Penyajian Makanan
Menurut
Kepmenkes
RI
No.1098/Menkes/SK/VII/2003,
persyaratan
2. Keracunan
Keracunan makanan adalah timbulnya gejala klinis suatu penyakit atau
gangguan kesehatan lainnya akibat mengkonsumsi makanan yang tidak hygienis.
Makanan yang menjadi penyebab keracunan biasanya telah tercemar oleh unsurunsur fisika, mikroba ataupun kimia dalam dosis yang membahayakan. Adapun yang
menjadi penyebabnya adalah :
1. Bahan makanan alami, yaitu makanan yang secara alami telah mengandung
racun, seperti jamur beracun, ikan, buntel, ketela hijau, gadung atau umbi
racun.
2. Infeksi mikroba (Bacterial Food Infection), yaitu disebabkan bakteri pada
saluran pencernaan makanan yang masuk ke dalam tubuh atau tertelannya
mikroba dalam jumlah besar, yang kemudian hidup dan berkembang biak,
seperti Salmonellosis dan Streptoccocus.
3. Racun/toxin mikroba (Bacterial Food Poisoning), yaitu racun atau toksin
yang dihasilkan oleh mikroba dalam makanan yang masuk ke dalam tubuh
dengan jumlah yang membahayakan, seperti racun Botulism yang disebabkan
oleh Clostridium botulism, Staphylococcus dan keracunan tempe bongkrek,
disebabkan oleh Pseudomonas cocovenenas.
4. Kimia, yaitu bahan berbahaya dalam makanan yang masuk ke dalam tubuh
dalam jumlah yang membahayakan, seperti arsen, antimon, cadmium,
pestisida dengan gejala depresi pernafasan sampai koma dan dapat meninggal.
5. Alergi, yaitu bahan allergen di dalam makanan yang menimbulkan reaksi
sensitif kepada orang-orang yang rentan, seperti histamin pada udang,
tongkol, bumbu masak dan sebagainya.
3. Pembusukan
Pembusukan adalah proses perubahan komposisi (dekomposisi) makanan,
baik sebagian atau seluruhnya pada makanan dari keadaan yang normal menjadi
keadaan yang tidak normal yang tidak dikehendaki sebagai akibat pematangan alam
(maturasi), pencemaran (kontaminasi), sengaja dipelihara (fermentation) atau sebab
lain (Depkes RI, 2004).
Pembusukan dapat terjadi karena :
1. Fisika, yaitu pembusukan makanan karena kekurangan air (layu, mengkerut),
karena benturan/tekanan (pecah) atau diganggu hewan/serangga (berlubang,
bekas gigitan).
2. Enzym, yaitu pembusukan akibat aktivitas zat kimia pada proses pematangan
buah-buahan sehingga makanan menjadi rusak karena terlalu/kelewat matang.
Contohnya enzym amilase pemecah tepung, enzym lipase pemecah lemak dan
enzym protease pemecah peotein.
3. Mikroba, yaitu bakteri atau cendawan yang tumbuh dan berkembang biak di
dalam makanan serta merusak komposisi makanan, sehingga makanan
menjadi basi, merusak rasa, bau dan warnanya. Khusus pada fermentasi akan
terjadi perubahan zat gizi.
4. Pemalsuan
Pemalsuan adalah upaya perubahan tampilan makanan dengan cara
menambah, mengurangi atau mengganti bahan makanan yang disengaja dengan
tujuan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya yang dapat berdampak
buruk kepada konsumen.
2.8
eksotoksin.
Disini
makanan
berfungsi
sebagai
media
pembiakan.
4. Zat-zat yang membahayakan kesehatan yang secara sengaja (karena
ketidaktahuan) dimasukkan kedalam makanan, misalnya zat pengawet dan zat
pewarna, ataupun yang secara tidak sengaja, misalnya insketisida (suatu bahan
yang beracun yang sering dikira gula/tepung)
5. Penggunaaan makanan yang sudah beracun, misalnya jamur, singkong, tempe
bongkrek,dan jengkol.
Adapun penyakit bersumber dari makanan dapat digologkan sebagai berikut:
1. Foodborne disease
Suatu gejala penyakit yang terjadi akibat mengonsumsi makanan yang
mengandung mikroorganisme dan toksin baik yang berasal dari tumbuhan,
bahan kimia, kuman maupun binatang.
2. Food infection
Suatu gejala penyakit yang muncul akibat masuk dan berkembangbiaknya
mikroorganisme dalam tubuh manusia (usus) melalui makanan yang
dikonsumsinya.
3. Food intoxication
Suatu gejala penyakit yang muncul akibat mengkonsumsi yang ada dalam
makanan.
2.9
Penjamah Makanan
sekolah. Kantin sekolah dapat menyediakan makanan sebagai pengganti makan pagi
dan makan siang di rumah serta cemilan dan minuman yang sehat, aman dan bergizi.
Keberadaan
kantin
sekolah
memberikan
peranan
penting
karena
mampu
jelas. Tempat penyajian atau display makanan ini harus selalu tertutup untuk
melindungi makanan dari debu, serangga dan hama lainnya.
Makanan camilan harus mempunyai tempat penyajian yang terpisah dari
tempat penyajian makanan sepinggan. Makanan camilan yang dikemas dapat
digantung atau ditempatkan dalam wadah dan disajikan pada tempat yang
terlindung dari sinar matahari langsung atau debu. Khusus untuk buah potong
harus mempunyai tempat display tersendiri dan dijaga kebersihannya,
terhindar dari kontaminasi debu, serta sedapat mungkin dalam keadaan
dingin/didinginkan.
Ruang makan di kantin menyediakan meja dan kursi dalam jumlah yang
cukup dan nyaman. Meja dan kursi tersebut harus selalu dalam keadaan
bersih, tidak berdesakan sehingga setiap konsumen dapat leluasa bergerak.
Permukaan meja harus mudah dibersihkan. Ruang makan pada kantin ruang
tertutup harus mempunyai ventilasi yang cukup agar udara panas dan lembab
di dalam ruangan pengolahan dapat dibuang keluar dan diganti dengan udara
segar sedangkan untuk kantin yang menggunakan koridor, taman atau
halaman sekolah sebagai tempat makan, tempat tersebut harus selalu dijaga
kebersihannya, rindang (tidak terkena matahari langsung jika tidak ada atap),
ada pertukaran udara, serta jauh dari tempat penampungan sampah, WC dan
pembuangan limbah (jarak minimal 20 m).
5. Fasilitas sanitasi.
Fasilitas sanitasi pada kantin tertutup maupun kantin di ruang terbuka
mempunyai persyaratan yang sama yaitu: tersedia bak cuci piring dan
peralatan dengan air mengalir serta rak pengering, tersedia wastafel dengan
sabun/detergen dan lap bersih atau tisue di tempat makan dan di tempat
pengolahan/persiapan makanan, tersedia suplai air bersih yang cukup, baik
untuk kebutuhan pengolahan maupun untuk kebutuhan pencucian dan
pembersihan dan tersedia alat cuci/pembersih yang terawat baik seperti sapu
lidi, sapu ijuk, selang air, kain lap, sikat, kain pel, dan bahan pembersih
seperti sabun/deterjen dan bahan sanitasi.
6. Perlengkapan kerja dan penyimpanan uang di kasir.
Perlengkapan kerja karyawan kantin yang harus disediakan antara lain baju
kerja, tutup kepala, dan celemek berwarna terang, serta lap yang bersih. Jika
tidak memungkinkan menggunakan tutup kepala, rambut harus tertata rapi
dengan dipotong pendek atau diikat. Berkenaan dengan tempat penyimpanan
uang, maka uang harus mempunyai tempat penyimpanan khusus yang terpisah
dan berada jauh dari tempat penyajian atau display makanan siap saji karena
uang merupakan sumber kontaminasi mikroba yang sering tidak kita sadari.
Sebaiknya orang yang menerima pembayaran (kasir) tidak merangkap sebagai
pengolah dan/atau penyaji makanan, agar tidak terjadi pemindahan mikroba
melalui uang.
7. Tempat pembuangan limbah.
Baik kantin yang tertutup maupun kantin di ruang terbuka mempunyai
persyaratan pembuangan limbah yang sama, antara lain :
1. Tempat sampah atau limbah padat di kantin harus tersedia dan jumlahnya
cukup serta selalu tertutup, di dalam maupun di luar kantin harus bebas
Golongan A
a. Golongan A1
Jasaboga yang jangkauan penyajiannya terbatas dan dapur pengolahan
makanannua masih merupakan dapur rumah tangga, serta tidak mempunyai
karyawan yang membantu. Hal ini seperti usaha sambilan yang hanya
beroperasi pada waktu-waktu tertentu. Contoh golongan ini adalah kantin.
b. Golongan A2
Pada golongan ini walupun penyajiannya masih terbatas dan masih
merupakan dapur yang pengolahan makanannya masih bercampur dengan
dapur rumah tangga tetapi sudah memperkerjakan karyawan dan seringkali
masih merupakan usaha indidentil.
c. Golongan A3
Dapur golongan ini sudah terpisah dengan dapur rumah tangga dan sudah
memperkerjakan karyawan yang merupakan bentuk usaha penuh yang bersifat
bisnis perusahaan. Untuk jenis pelayanan ini makanan yang dihidangkan
banyak sekali tergantung dari menu yang ditawarkan, sehingga konsumen
dapat memilih makanan yang diinginkan sesuai selera. Contohnya adalah
restoran yang menyediakan masakan yang sudah matang dan siap saji, tetapi
ada juga restoran yang menunggu pesanan konsumen baru dimasak.
2.
Golongan B
Jasa boga golongan B ini melayani kebutuhan khusus untuk :
a) Asrama penampungan Jemaah haji
b) Asrama transito atau asrama lainnya
c) Perusahaan
d) Pengeboran lepas pantai
e) Angkutan umum dalam negeri
f) Sarana pelayanan kesehatan seperti rumah sakit.
Dengan
pengolahan
makanannya
menggunakan
dapur
khusus
dan
mewmperkerjakan karyawan.
3.
Golongan C
Jasa boga yang melayani kebutuhan alat angkutan umum internasional dan
pesawat udara . jasa boga golongan C ini sudah menngunakan dapue khusus dan
memperkerjakan karyawan atau tenaga kerja.
2.11 Lalat
Lalat merupakan serangga dari Ordo Diptera yang mempunyai sepasang sayap
biru berbentuk membran. Semua bagian tubuh lalat rumah bisa berperan sebagai alat
penular penyakit (badan, bulu pada tangan dan kaki, feces dan muntahannya).
Kondisi lingkungan yang kotor dan berbau dapat merupakan tempat yang sangat baik
bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan bagi lalat rumah (Ahmad, 2002).
Siklus hidup Lalat dalam kehidupan lalat dikenal ada 4 (empat) tahapan yaitu
mulai dari telur, larva, pupa, dan dewasa. Lalat berkembang biak dengan bertelur,
berwarna putih dengan ukuran lebih kurang 1 mm panjangnya. Setiap kali bertelur
akan menghasilkan 120130 telur dan menetas dalam waktu 816 jam. Pada suhu
rendah telur ini tidak akan menetas (dibawah 12 13 C). Telur yang menetas akan
menjadi larva berwarna putih kekuningan, panjang 12-13 mm. Akhir dari phase larva
ini berpindah tempat dari yang banyak makan ke tempat yang dingin guna
mengeringkan tubuhnya, setelah itu berubah menjadi kepompong yang berwarna
coklat tua, panjangnya sama dengan larva dan tidak bergerak. Phase ini berlangsung
pada musim panas 3-7 hari pada temperatur 3035 C, kemudian akan keluar lalat
muda dan sudah dapat terbang antara 450900 meter. Siklus hidup dari telur hingga
menjadi lalat dewasa 6-20 hari Lalat dewasa panjangnya lebih kurang inci, dan
mempunyai 4 garis yang agak gelap hitam dipunggungnya. Beberapa hari kemudian
sudah siap untuk berproduksi, pada kondisi normal lalat dewasa betina dapat bertelur
sampai 5 (lima) kali. Umur lalat pada umumnya sekitar 2-3 minggu, tetapi pada
kondisi yang lebih sejuk biasa sampai 3 (tiga) bulan Lalat tidak kuat terbang
menantang arah angin (Rudianto, 2002).
Kepadatan Lalat
Salah satu cara penilaian baik buruknya suatu lokasi adalah dilihat dari angka
3-5
6-20
: populasi padat dan perlu pengamatan lalat dan bila mungkin direncanakan
tindakan pengendalian ( tinggi )
>21
b. Scudder Grille
Scudder grille dapat dipakai untuk mengukur tingkat kepadatan lalat dengan
cara diletakkan di atas umpan, misalnya sampah atau kotoran hewan, lalu
dihitung jumlah lalat yang hinggap dengan menggunakan hand counter ( alat
penghitung ).
c. Sticky Trap
Pemasangan sticky trap dilakukan untuk menjebak lalat dalam pemantauan
populasi dan keberadaan lalat di lapangan. Pemasangan sticky trap dilakukan
selama 24 jam. Populasi lalat yang tertangkap dihitung dengan menggunakan
hand counter ( alat penghitung ).
Memenuhi
syarat
Kepmenkes RI
No.1098/Menkes/
SK /VII/2003
Tidak
memenuhi
syarat
Rendah (0-2)
Tingkat
Kepadatan Lalat
Sedang (3-5)
Tinggi (6-20)
Sangat Tinggi >21