Anda di halaman 1dari 142

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

ANALISIS PANGAN DAN KOSMETIK

DISUSUN OLEH:
KELAS PRAKTIKUM A
ANGKATAN 2014
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

LABORATORIUM KIMIA FARMASI


2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga Laporan Akhir Praktikum
Analisis Farmasi, Pangan Dan Kosmetik ini dapat disusun dengan baik.
Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan Laporan Akhir Praktikum
Analisis Farmasi, Pangan Dan Kosmetik ini adalah untuk memenuhi ketentuan
mengikuti ujian Analisis Farmasi, Pangan Dan Kosmetik.
Ucapan terimakasih tak lupa kami ucapkan bagi semua pihak yang telah
mendukung tersusunnya laporan ini, terutama kepada asisten praktikum yang
selama ini telah dengan saba membimbing dan menuntun kami dalam
menjalankan praktikum dan dalam pembuatan laporan ini. Tak lupa pula saya
ucapkan terima kasih kepada dosen pembina praktikum karena telah sabar dan
setia membimbing serta mengajari kami kami selama praktikum berlangsung.
Apabila masih terdapat kekurangan dalam pembuatan laporan ini, kritik
dan saran dari pembaca sekalian akan sangat membantu dalam pembuatan laporan
selanjutnya. Akhir kata sebagai penulis, saya ucapkan terimakasih.

Samarinda, Desember 2015

Penyusun

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN ............

KATA PENGANTAR

ii

DAFTAR ISI ...

iii

Percobaan I

Penentuan Kadar Asam Benzoat pada Minuman Teh


Kemasan

Percobaan II

Analisis Kadar Nikotin pada Rokok

Percobaan III

Penentuan Kadar Lemak dalam Bahan Makanan dan


Sediaan Makanan

Percobaan IV

Analisis Zat Pewarna Rhodamin B pada Bahan Makanan


dan Kosmetik

Percobaan V

Penentuan Kadar Nitrit pada Sediaan Makanan

Percobaan VI

Analisis Hidrokuinon dalam Sediaan Pemutih Kulit

Percobaan VII :

Analisis

Kadar

Formalin

dalam

Bahan

Makanan

Berformalin Secara Spektrofotometri


Percobaan VIII :

Penentuan Kadar Protein dalam Bahan Makanan Secara


Spektrofotometri

DAFTAR PUSTAKA

PERCOBAAN I
PENENTUAN KADAR ASAM BENZOAT PADA
MINUMAN TEH KEMASAN
A. Tujuan
Mengetahui, memahami dan menentukan kadar asam benzoat pada
minuman teh kemasan secara kualitatif dan kuantitatif.
B. Dasar Teori
1. Asam benzoat
Asam benzoat adalah senyawa turunan benzena dengan rumus molekul
C6H6CO2. Asam benzoat memiliki sifat fisis diantaranya titik leleh 122C (252F)
dan titik didih 249C (450F). Penggunaan utama dari asam benzoat adalah
sebagai pengawet makanan. Berikut struktur molekul asam benzoat :

Gambar 1. Struktur molekul asam benzoat


Asam benzoat sering digunakan sebagai bahan pengawet pada makanan dan
minuman karena merupakan pencegah pertumbuhan bakteri dan jamur.
(Rahayu, 2010)
Asam benzoat digunakan sebagai pengawet makanan (saos, kecap, sirop)
dan minuman. Asam benzoat sulit larut dalam air. Oleh karena itu, senyawa ini
sering digunakan dalam bentuk garamnya. Garam natrium benzoat (C 6H5COONa)
mudah larut dalam air. Bahan ini digunakan untuk mencegah pertumbuhan
bakteri. Asam benzoat secara alami terdapat dalam rempah-rempah seperti
cengkeh dan kayu manis. Asam benzoat tidak boleh digunakan dalam jumlah
besar karena dapat menyebabkan hiperaktif pada anak-anak dan pada beberapa
orang dapat menimbulkan alergi (Saparinto, 2006).
Asam benzoat (C6H5COOH), disebut juga asam fenil format atau asam
karboksilat benzena, terbentuk alami dalam bentuk jarum, tidak berwarna atau

putih atau selebaran. Kelarutannya dalam air terbatas (0,18, 0,27 dan 2,2 g larut
dalam 100 mL air panas suhu 41,8C dan 75C (Davidson,2005).
Asam benzoat adalah zat pengawet yang sering dipergunakan dalam produk
kecap. Asam benzoat disebut juga senyawa antimikroba karena tujuan
penggunaan pengawet adalah untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri
terutama untuk makanan yang telah dibuka dari kemasannya. Jumlah maksimum
asam benzoat yang boleh digunakan adalah 600 mg per kg bahan sesuai dengan
Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/1988. Pembatasan penggunaan asam benzoat
bertujuan agar tidak terjadi keracunan, konsumsi asam benzoat yang berlebihan
dalam suatu bahan makanan tidak dianjurkan karena jumlah zat pengawet yang
masuk ke dalam tubuh akan bertambah. Hal tersebut akan diperparah jika
mengkonsumsi makanan awetan lain yang mengandung asam benzoat.
Makanan dan minuman yang dihasilkan oleh industri makanan diolah
sedimikian rupa sehingga makanan dan minuman dapat disukai oleh konsumen,
salah satunya yaitu dengan menambahkan bahan kimia sebagai bahan tambahan
makanan. Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau sering pula disebut Bahan
Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan
untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk makanan. Penambahan bahan
tambahan dalam makanan harus memiliki dosis tertentu karena bahan tambahan
makanan dapat menyebabkan bahaya kesehatan.
(Talib, 2014)
2. Metode analisis asam benzoat
a. Metode kualitatif
Metode kualitatif merupakan suatu cara analisis yang mempunyai tujuan
untuk menyelidiki dan mengetahui kandungan senyawa-senyawa apa yang saja
yang terdapat dalam sampel uji. Cara yang digunakan dalam melakukan uji
analisa kualitatif ini dapat berupa cara-cara klasik maupun menggunakan
instrumen canggih. Metode pengujian klasik yang paling penting yaitu analisa
warna atau reaksi warna. Cara ini dapat digunakan untuk senyawa anorganik baik
itu kation, anion, ataupun juga untuk senyawa organik seperti teknik skrining
fitokimia dalam pemilihan metabolit sekunder tumbuhan. Metode analisis
kualitatif lainnya yang dapat digunakan untuk mengetahui kandungan zat ialah
uji warna nyala (Svehla, 1985).

Uji kualitatif dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya asam benzoat pada
minuman tersebut. Uji kualitatif dilakukan dengan cara, uji dengan pereaksi FeCl 3
dan dengan membandingkan antara spektra hasil ekstraksi sampel dengan spektra
larutan standar asam benzoat. Uji positif ditunjukkan dengan terbentuknya
endapan yang berwarna jingga kekuningan setelah direaksikan dengan FeCl3 0,5
%. Hal ini berarti bahwa semua sampel minuman mengandung bahan pengawet
asam benzoat. Endapan yang terbentuk tersebut adalah besi (III) benzoat.
(Irna, 2012)
b. Metode kuantitatif
Metode kuantitatif merupakan suatu cara analisis yang dilakukan untuk
mengetahui kadar suatu senyawa dalam sampel, dapat berupa satuan mol, ataupun
persentase dalam gram. Cara analisa kuantitatif volumetri (titrimetri), yakni teknik
analisa memakai titrasi. Titrasi ialah sistem menambahkan volume spesifik satu
larutan pada larutan yang lain. Larutan yang telah dikenali konsentrasinya yaitu
larutan standar, sedangkan analit yaitu larutan yang akan segera ditetapkan
konsentrasinya. Analisa kuantitatif dengan metode gravimetri didasarkan pada
stoikiometri reaksi pengendapan. Umumnya senyawa yang ditambahkan dalam
reaksi ini berlebih untuk menghasilkan endapan. Sedangkan analisa kuantitatif
menggunakan instrumen merupakan analisa yang saat ini paling banyak dipakai
yaitu HPLC serta spektrofotometer UV-Vis untuk senyawa organik, sedangkan
untuk logam, AAS masih tetap jadi pilihan utama, juga beberapa instrumen
analisis kuantitatif lainnya, bergantung dari karakter senyawa yang akan segera
ditetapkan kadarnya (Svehla, 1985).
Uji kuantitatif pada asam benzoat yaitu dengan menggunakan metode titrasi.
Titrasi yang digunakan adalah jenis titrasi asam basa atau yang lebih dikenal
dengan metode titrimetri. Titrasi asam basa atau titrasi netralisasi adalah titrasi
yang didasarkan pada reaksi antara suatu asam dengan basa, apabila asam
ditambahkan dengan basa maka akan membentuk garam, pada titrasi ini juga
digunakan larutan baku standar baik larutan baku standar asam maupun larutan
baku standar basa. Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer
ataupun titran.

Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau


sebaliknya. Titran ditambahkan titer tetes demi tetes sampai mencapai keadaan
ekuivalen yang artinya secara stoikometri titran dan titer tepat habis bereaksi yang
biasanya ditandai dengan berubahnya warna indikator. Keadaan ini disebut
sebagai titik ekuivalen, yaitu titik dimana konsentrasi asam sama dengan
konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan
jumlah asam yang dinetralkan. Sedangkan keadaan dimana titrasi dihentikan
dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut titik akhir titrasi. Titik
akhir titrasi ini mendekati titik ekuivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi melewati
titik ekuivalen. Oleh karena itu, titik akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik
ekuivalen.
(Sumardjo, 2008)

C. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Batang pengaduk
b. Buret 50 mL
c. Cawan porselin
d. Corong kaca
e. Corong pisah
f. Erlenmeyer 100 mL
g. Gelas kimia 100 mL dan 250 mL
h. Kaca arloji
i. Labu ukur 50 mL
j. Penangas air
k. Pipet tetes
l. Pipet ukur 10 mL

m. Pipet volume 25 mL
n. Propipet
o. Rak tabung reaksi
p. Statif dan klem
q. Tabung reaksi
r. Timbangan analitik
2. Bahan
a. Alumunium foil
b. Aquades
c. CHCl3
d. Etanol 95%
e. FeCl3 1%
f. HCl 10 %
g. H2C2O4 0,05 M
h. Indikator fenolftalein
i. NaOH 0,1 M
j. Sampel teh kemasan
D. Prosedur Kerja
1. Standarisasi NaOH dengan menggunakan H2C2O4 0,05 M.
a. Disiapkan statif, buret dan erlenmeyer.
b. Diisi buret dengan NaOH 0,1 M.
c. Diambil 10 mL H2C2O4 0,05 M, dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
d. Ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalein.
e. Dititrasi dengan NaOH sampai warna ungu lembayung.
f. Dicatat volume titrasi, diulang sebanyak 3 kali.
g. Dihitung konsentrasi NaOH.
2. Preparasi sampel
a. Dimasukan 50 mL larutan sampel ke dalam corong pisah.
b. Ditambahkan 10 mL HCl 10 %, digojog.
c. Ditambahkan CHCl3 25 mL, digojog kembali.
d. Didiamkan sampai terbentuk 2 lapisan.
e. Ditampung lapisan CHCl3, dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
f. Diuapkan di atas penangas sampai residu kering.
g. Ditambahkan sedikit etanol sampai residu larut, dimasukkan kedalam
labu takar 50 mL.
h. Ditambahkan etanol sampai tanda batas dan dihomogenkan.
3. Uji kualitatif
a. Diambil 3 mL sampel preparasi.
b. Dimasukkan dalam tabung reaksi.
c. Ditambahkan 5 tetes FeCl3, jika positif akan membentuk warna ungu.
4. Uji kuantitatif
a. Diambil 10 mL sampel yang telah dipreparasi, dimasukkan ke dalam
erlenmeyer.

b. Ditambahkan indikator fenolftalein 3 tetes, dititrasi dengan NaOH hasil


standarisasi hingga ungu lembayung.
c. Dicatat volume titrasi, diulangi sebanyak 3 kali.
d. Dihitung kadar asam benzoat dalam sampel.
E. Hasil Pengamatan
1. Tabel Hasil Pengamatan
a.

Standarisasi NaOH menggunakan H2C2O4 0,05 M

No
.
1.
2.
3.
x

Volume NaOH (mL)

Volume H2C2O4 (mL)

11,9
13,0
13,0
12,6

10
10
10
10

b. Uji kualitatif
No
1
c.

Sampel

putih

Sampel A

Keterangan
Tidak mengandung senyawa
fenolat

Uji kuantitatif

No
1

Hasil

Volume (mL)
NaOH
Sampel
0,4
10

Sampel
Sampel A

2. Perhitungan
a. Pembuatan larutan
1) FeCl3 1% Sebanyak 10 mL
1%

1 gram
= 100 mL

x 10 mL

= 0,1 gram
Jadi, jumlah FeCl3 yang ditimbang sebanyak 0,1 gram.
2) HCl 10% sebanyak 100 mL
M1 x V1

= M2 x V2

37% x V1

= 10% x 100 mL

Kadar
(g/mL)
0,00078

V1

1000
37

= 27 mL
Jadi, jumlah HCl yang diambil adalah sebanyak 27 mL.
3) H2C2O4 0,05 M sebanyak 250 mL
(Mr H2C2O4. 2H2O = 126 g/mol)
massa
M = Mr

1000
x 250 mL

massa
0,05M = 126

1000
x 250 mL

Massa = 1,575 gram H2C2O4.2H2O yang ditimbang.


4) NaOH 0,1 M sebanyak 500 mL
M

massa
= Mr

1000
x 500 mL

0,1

massa
= 40

1000
x 500 mL

Massa = 2 gram NaOH yang ditimbang.


b. Standarisasi NaOH menggunakan H2C2O4 0,05 M
mol titran

= mol titrat

mol NaOH

= 2 mol H2C2O4

MNaOH x VNaOH

2 x MH C O
2

x VH C O

MNaOH x 12,6 mL = 2 x 0,05M. 10 mL


MNaOH

= 0,08 M

c. Uji kuantitatif kadar asam benzoat


1) Sampel A
mol NaOH

= mol asam benzoat

MxV

=MxV

MxV

n
= V

xV

m assa
= Mr

MxV

M x V x Mr = massa
0,08 x 0,4 mL x 122 = massa
massa

= 3,904 mg

Berat Asam Benzoat


Kadar asam benzoat = Volume Sampel
3,904 mg
= 50 mL
= 0,078 mg/mL
= 0,0078%
3. Reaksi
a. Standarisasi NaOH dengan H2C2O4
2NaOH + H2C2O4
Na2C2O4 + 2H2O
b. Asam benzoat dengan FeCl3
COOH

FeCl3

c. Natrium benzoat dengan HCl


COONa

COOH

H-Cl

d. Asam benzoat + NaOH

NaCl

O
OH
+

O-Na+

Na-OH

H2 O

F. Pembahasan
Asam benzoat adalah senyawa turunan berwarna dengan rumus kimia
C6H5COOH. Asam benzoat digunakan sebagai pengawet makanan maupun
minuman karena dapat mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur. Penambahan
asam benzoat dalam minuman harus memiliki dosis tertentu karena bahan
tambahan makanan dapat menyebabkan bahaya kesehatan. Jumlah minimum asam
benzoat yang boleh digunakan adalah 0,6% bahan sesuai SNI.
Tahap pertama yaitu standarisasi NaOH dengan menggunakan H2C2O4.
Metode ini disebut dengan alkalimetri. Alkalimetri merupakan pengukuran kadar
kebasaan suatu zat dengan menggunakan larutan asam sebagai standar. Mula-mula
diisi buret dengan NaOH sampai tanda batas 50 mL, diambil 10 mL H 2C2O4
dimasukkan ke erlenmeyer lalu ditambahkan dengan indikator fenolftalein.
Dititrasi dengan NaOH sampai berwarna ungu lembayung, dicatat volume titrasi.
Standarisasi dilakukan untuk menentukan suatu konsentrasi sebenarnya dari suatu
larutan menggunakan larutan baku primer. Larutan baku sekunder adalah NaOH
yang akan ditentukan konsentrasinya, sedangkan H2C2O4 bertindak sebagai larutan
baku primer. Syarat larutan baku primer adalah zat harus mudah diperoleh, mudah
dimurnikan dan mudah dipertahankan dalam keadaan murni. Titik ekuivalen
adalah saat semua larutan tepat bereaksi di erlenmeyer. Kemudian kelebihan titran
akan bereaksi dengan indikator fenolftalein dan menghasilkan warna ungu
lembayung inilah yang dinamakan dengan titik akhir titrasi. Selanjutnya dihitung
konsentrasi NaOH yaitu sebesar 0,08 M.
Tahap kedua yaitu preparasi sampel, menggunakan corong pisah. Corong
piasah adalah peralatan yang digunakan dalam ekstraksi cair-cair untuk
memisahkan komponen-komponen dalam suatu campuran. Prinsipnya adalah
memisahakan larutan berdasarkan perbedaan berat jenis atau densitas. Mula-mula
larutan sampel dimasukkan kedalam corong pisah, ditambah dengan HCl
fungsinya untuk mengubah natrium benzoat menjadi bentuk asamnya yaitu asam
benzoat. Lalu digojog untuk mempercepat reaksi, kemudian ditambah kloroform
untuk menarik asam benzoat dari sampel. Didiamkan sampai terbentuk 2 lapisan
karena adanya perbedaan densitas dari kedua larutan. Kloroform memiliki

densitas sebesar 1,48 g/cm3 sedangkan air memiliki densitas 1 g/cm3, sehingga
fase kloroform berada dibawah. Proses pendiaman adalah untuk menunggu agar
asam benzoat dalam sampel larut sempurna kedalam kloroform. Lalu ditampung
lapisan kloroform dan diuapkan sampai di dapat residu. Kloroform yang sudah
terpisah itu membawa molekul asam benzoat. Fungsi diuapkan adalah untuk
menghilangkan kloroform (pelarut) agar didapat asam benzoat murni. Kemudian
ditambah etanol untuk melarutkan residu tersebut, dimasukkan ke labu ukur dan
ditambahkan dengan etanol sampai tanda batas. Etanol digunakan sebagai pelarut
karena asam benzoat sukar larut dalam air namun mudah larut dalam etanol.
Tahap ketiga yaitu uji kualitatif yaitu untuk menguji ada atau tidaknya
senyawa fenolat dalam sampel. Senyawa fenolat merupakan senyawa fenol,
kehadirannya akan mengganggu pengujian karena akan bereaksi dengan NaOH.
Sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu ditambahkan dengan FeCl3.
Reaksi positif untuk senyawa fenolat adalah terbentuknya warna ungu. Sedangkan
pada tabung reaksi tersebut terbentuk endapan putih ini menandakan bahwa
sampel tidak mengandung senyawa fenolat. Sehingga sampel siap dihitung
kadarnya. Tujuan dari dilakukannya uji ini adalah untuk memastikan ada atau
tidaknya zat pengotor.
Tahap keeempat uji kuantitatif asam benzoat. Metodenya adalah alkalimetri
yaitu suatu teknik analisis untuk mengetahui kadar keasaman suatu zat dengan
menggunakan larutan standar basa. Larutan standar basa yang digunakan adalah
NaOH hasil standarisasi. Mula-mula diambil sampel hasil preparasi lalu
dimasukkan kedalam erlenmeyer dan ditambah indikator fenolftalein lalu dititrasi
dengan NaOH hasil standarisasi hingga berwarna ungu lembayung. Kadar asam
benzoat dalam sampel sebesar 0,0078%. Kadar asam benzoat tersebut tidak
melebihi standar SNI yaitu sebesar 0,6% sehingga minuman teh kemasan tersebut
aman untuk dikonsumsi.

G. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa sampel mengandung asam benzoat sebesar 0,0078% dan tidak melebihi
batas yang diperbolehkan menurut standar SNI yaitu tidak melebihi 0,6%.

PERCOBAAN II
ANALISIS KADAR NIKOTIN PADA ROKOK
A. Tujuan
Menentukan secara kuantitatif kadar nikotin yang terdapat pada tembakau.
B. Dasar Teori
Tanaman tembakau merupakan tanaman semusim dalam dunia pertanian
yang tergolong tanaman perkebunan tapi bukan merupakan sekelompok tanaman
pangan. Tanaman tembakau dibudidayakan dalam pertanian untuk dimanfaatkan
daunnya sebagai bahan baku pembuatan rokok. Alkohol yang penting dalam
tembakau adalah nikotin. Nicotina rustica L mengandung kadar nikotin yang
tinggi, maksimal n=16 % biasanya digunakan untuk membuat abstrak alkaloid
(sebagai bahan baku obat dan insektisida). Nicotina tobacum L nengandung kadar
nikotin yang rendah (minimal = 0,6 %). Bahan kimia yang terkandung didalam
rokok diantaranya nikotin, bar, sianida, benzena, kadmium, metanol, asetilena,
amonia, formaldehida, HCN, arsen, dan CO (Cahyono, 1998).
Nikotin (C10H4N2) merupakan senyawa organik alkaloid yang umumnya
terdiri dari karbon, hidrogen, nitrogen dan juga oksigen. Senyawa kimia alkaloid
itu memiliki efek kuat dan bersifat stimulan terhadap tubuh manusia. Konsentrasi
nikotin biasanya sekitar 5% dari per 100 gram berat tembakau. Sebatang rokok
biasanya mengandung 8-20 mg nikotin, namun bergantung pada merk rokok
tersebut. Kadar nikotin yang diperbolehkan maksimal 1,5 miligram dan sebanyak
20 miligram per satu rokok (Kusuma, 2003).
Layaknya zat adiktif lainnya, ada beberapa cara bagi nikotin untuk terserap
dalam tubuh manusia, yaitu melalui kulit, paru-paru, membrane mucus dan setelah
terserap melalui salah satu cara tersebut, nikotin akan masuk dalam sistem
peredaran darah menuju otak dan diedarkan keseluruh sistem tubuh.
Merokok atau proses inhalasi adalah cara yang paling umum dan cepat bagi
nikotin untuk terserap dalam darah. Paru-paru kita banyak mengandung alveolus.
Alveolus adalah semacam kantung kecil tempat terjadinya pertukaran antara udara
kotor dan udara bersih yang kita hirup. Setelah berada dalam sistem peredaran
darah, nikotin dengan cepat akan sampai ke otak dan bereaksi dengan sel-sel otak,

sehingga tercipta perasaan nyaman tersebut. Dibutuhkan 5-15 detik setelah


hisapan pertama bagi nikotin untuk bereaksi dalam tubuh (otak). Dalam 1 kali
merokok, kira-kira 0,031 mg nikotin yang akan tertinggal dalam tubuh manusia.
(Setiadi, 2003)
Dalam organ hati, enzim yang disebut Cyp 2A6 akan mencerna sekitar 80%
nikotin akan menjadi ketianin. Proses metabolisme nikotin juga terjadi dalam
paru-paru. Disini nikotin akan diubah menjadi kotinin dan nikotin oksida, itulah
mengapa urin seorang perokok akan menimbulkan bau yang sangat tajam. Kotinin
memiliki waktu paruh 24 jam. Artinya dalam 24 jam setelah merokok, zat kotinin
yang ada di dalam tubuh akan tersisa setengahnya.
Nikotin yang tersisa dalam darah juga akan tersaring dalam ginjal, akan
dikeluarkan melalui urin. Tingkat metabolisme nikotin dalam tiap tubuh individu
dapat berbeda satu sama lainnya. Seorang yang memiliki kelainan pada enzim cyp
2A6 akan membuat organ hati menjadi kurang efektif dalam mencerna nikotin.
(Jacob, 2003)
Nikotin membuat seorang perokok menjadi rileks dan merasa lebih energik
dan bersemangat atau sebaliknya. Efek ini umumnya dikenal dengan nama
hipnosis efek, saat seseorang menghisap batang rokok detak jantung yang sangat
cepat meningkatkan tekanan darah, tarikan nafas yang berat dan cepat.
Nikotin adalah salah satu zat adiktif yang berbahaya. Zat ini memenuhi dua
efek sekaligus. Psikologis seorang perokok karena ketagihan tiap merokok,
walaupun akan sangat tahu bahwa merokok berbahaya bagi dirinya sendiri dan
bagi orang-orang disekitarnya. Psikologis menyatakan karena rokok menstimulasi
sistem saraf sehingga seorang perokok merasa nyaman dan rileks, maka perokok
akan mengulangi lagi dan lagi demi mendapatkan perasaan nyaman tersebut. Efek
nikotin berbanding lurus dengan dosis yang digunakan. Setelah beberapa lama
merokok, seseorang akan melewati batas-batas toleran, artinya awalnya hanya
merokok satu batang saja, namun lama kelamaan akan menjadi dua batang.
(Hartono, 2003)
Nikotin yang terdapat dalam asap rokok dapat masuk ke paru-paru,
kemudian masuk ke dalam aliran darah dan selanjutnya akan di bawa ke otak.
Otak manusia memiliki reseptor penerima nikotin yang di sebut nicotinic
cholinergic receptor (nicotinic acetylcholine receptors atau nAchRs). Bentuk

reseptor penerima ini seperti struktur membran sel yang akan membuka apabila
ada inovasi dari molekul tertentu. Ikatan nikotin pada permukaan diantara dua
subunit reseptor ini membuka jalur yang memungkinkan masuknya ion sodium
atau kalsium. Masuknya dua kation ini dalam sel langsung mengaktifkan tegangan
saluran kalsium yang mengijinkan masuknya kalsium lebih banyak. Salah satu
efek dari masuknya kalsium di dalam sel saraf adalah dilepaskannya
neurotransmitter.
Salah satu neurotransmitter yang dilepaskan adalah dopamin. Senyawa
kimia ini bekerja dengan menstimulasi perasaan bahagia pada seseorang dan efek
yang lebih kuat sama seperti rangsangan memicu rasa lapar. Sebelum dopamin
dikeluarkan, nikotin terlebih dahulu telah mengaktivasi glutamin, yakni
neurotransmitter yang memfasilitasi pelepasan dopamin dan pelepasan GABA
yang menghambat aktivasi dari dopamin.

N
CH3
N

Penelitian

yang

pernah

dilakukan

pada

tikus

menunjukkan bahwa pemberian nikotin akan memberi pengaruh terhadap


pengeluaran dopamin di daerah-daerah tertentu di otak, seperti area mesolimbik
dan korteks frontal. Waktu yang dibutuhkan oleh nikotin untuk mencapai otak
adalah sekitar sepuluh menit setelah seseorang merokok. Kadar nikotin yang ada
di dalam tubuh akan mulai menurun apabila sudah tidak ada asupan nikotin dari
luar lagi selama kurang lebih tiga puluh hari. Saat nikotin masih berada dalam
otak, terjadi peningkatan aktivitas pada prefrontal korteks, thalamus, dan sistem
penglihatan (Fitria, 2013).

Gambar 1. Struktur nikotin


(Hartono, 2003)
C.

Alat dan Bahan

1.

Alat
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.

2.

Batang pengaduk
Buret
Cawan porselin
Corong kaca
Erlenmeyer 50 mL & 100 mL
Erlenmeyer bertutup 50 mL
Gelas kimia 100 mL
Penangas air
Pipet tetes
Pipet ukur 1 mL & 10 mL
Pipet volume 5 mL
Propipet
Sendok tanduk
Statif dan klem
Timbangan analitik

Bahan
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

D.

Aquades
HCl 0,01 M
Indikator metil merah
NaOH 20%
Petroleum eter
Sampel rokok X
Sampel rokok Y
Sampel rokok Z

Prosedur kerja

1. Ditimbang 1 gram sampel bubuk tembakau, dan dimasukkan ke dalam


erlenmeyer 50 mL bertutup.
2. Ditambahkan 5 mL NaOH 20% dan dicampur merata dengan batang
pengaduk.
3. Ditambahkan lagi 20 mL petroleum eter dan ditutup rapat, kemudian
4.
5.
6.
7.
8.

digojog dan dihomogenkan.


Didiamkan selama 30 menit sehingga lapisan eter bagian atas jernih.
Dipipet 10 mL cairan eter dan dipindahkan ke erlenmeyer bersih.
Diuapkan eter pada hot plate sehingga volume tinggal 2 mL.
Ditambahkan aquades 10 mL dan 3 tetes indikator metil merah.
Dititrasi dengan HCl 0,01 M sehingga warna hijau kekuningan berubah

menjadi warna merah.


9. Dicatat volume titrasi dan dihitung kadar nikotin pada sempel.

E.

Hasil Pengamatan

1.

Tabel hasil pengamatan

a.

Kadar nikotin dalam kemasan


No.
1.
2.
3.

No
.

Sampel
X
Y
Z
Sampel

Kadar Nikotin (mg)


2,2
1,0
1,0

Berat
Sampel (g)

Volume
HCl (mL)

Kadar Nikotin
(mg)

% Kadar

1
1
1
1
1
1

3,3
1,9
2,9
2,8
3,0
4,2

5,346 x 10-3
3,078 x 10-3
4,698 x 10-3
4,536 x 10-3
4,860 x 10-3
6,804 x 10-3

0,530 %
0,307 %
0,460 %
0,450 %
0,486 %
0,680 %

1.
X1
2.
X2
3.
Y1
4.
Y2
5.
Z1
6.
Z2
b. Penentuan kadar nikotin
2. Perhitungan
a. Perhitungan larutan
1) HCl 0,01 M dalam 500 mL

V1 x M1

V2 x M2

12,06 M x V1 =

0,01 M x 500 mL

V1

0,43 HCl pekat yang diambil

2) NaOH 20 % sebanyak 50 mL
2 gram
100 mL

x 50 mL = 10 gram NaOH yang ditimbang

b. Perhitungan kadar
1) X1
mol nikotin

mol HCl

massa
Mr

MHCl x VHCl

massa
162

0,01 M x 3,3 x 10-3 mL

massa
% kadar

5,346 x 10-3 mg

massa nikotin
massa sampel

5,346 x 10 -3 mg
1000 mg

x 100%

x 100%

0,53%

mol HCl

massa
Mr

MHCl x VHCl

massa
162

0,01 M x 1,9 x 10-3 mL

massa

3,078 x 10-3 mg

% kadar

massa nikotin
massa sampel

2) X2
mol nikotin

x 100%

3,078 x 10 -3 mg
1000 mg

=
=

0,307%

mol HCl

x 100%

3) Y1
mol nikotin
massa
Mr

MHCl x VHCl

massa
162

0,01 M x 2,9 x 10-3 mL

massa

4,698 x 10-3 mg

% kadar

massa nikotin
massa sampel

4,698 x 10 -3 mg
1000 mg

0,46%

mol HCl

x 100%

x 100%

4) Y2
mol nikotin
massa
Mr

MHCl x VHCl

massa
162

0,01 M x 2,8 x 10-3 mL

massa

4,536 x 10-3 mg

% kadar

massa nikotin
massa sampel

4,536 x 10 -3 mg
1000 mg

=
5) Z1

0,45%

x 100%

x 100%

mol nikotin

mol HCl

massa
Mr

MHCl x VHCl

massa
162

0,01 M x 3,0 x 10-3 mL

massa

4,860 x 10-3 mg

% kadar

massa nikotin
massa sampel

4,860 x 10 -3 mg
1000 mg

0,486%

mol HCl

x 100%

x 100%

6) Z2
mol nikotin
massa
Mr

MHCl x VHCl

massa
162

0,01 M x 4,2 x 10-3 mL

massa

6,804 x 10-3 mg

% kadar

massa nikotin
massa sampel

6,804 x 10 -3 mg
1000 mg

=
3. Reaksi
Nikotin + HCl

0,68%

x 100%

x 100%

N
+ HCl
CH3
N

CH3

+ Cl

N
H

F.

Pembahasan
Nikotin adalah suatu alkaloid dengan nama kimia 3-(1-metil-2-pirolidil)

piridin. Saat diekstraksi dari daun tembakau, nikotin tidak berwarna, namun
menjadi coklat apabila bersentuhan dengan udara. Nikotin dapat bercampur
dengan air pada suhu dibawah 60oC, sangat larut dalam alkohol, kloroform,

petroleum eter, kerosin, dan sejenisnya. Nikotin yang terdapat pada tembakau
merupakan suatu zat adiktif yang dapat menghambat susunan saraf pusat sehingga
mengganggu keseimbangan saraf.
Percobaan kali ini mengenai penentuan kadar nikotin secara kuantitatif dari
sediaan rokok, dimana kadar nikotin dapat diketahui secara pasti. Sampel yang
digunakan adalah rokok filter yaitu sampel roko X1, X2, Y1, Y2, Z1, dan Z2.
Penentuan kadar nikotin menggunakan titrasi asidimetri. Asidimetri merupakan
suatu metode pengukuran kadar suatu zat dengan menggunakan larutan asam
sebagai standar. Prinsip penetapan kadar nikotin dari metode ini adalah reaksi
penetralan asam-basa. Nikotin merupakan suatu alkaloid dengan sifat basa lemah
akan bereaksi dengan HCl yang akan mengikat atom H + dan melepas Cl-. Reaksi
ini terjadi pada pH 6,0 - 6,2 sehingga digunakan indikator metil merah sebagai
penentu titik akhir titrasi.
Perlakuan pertama diambil tembakau yang terdapat pada rokok kemudian
dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer bertutup dan ditambahkan NaOH juga
petroleum eter. Tembakau dimasukkan ke dalam erlenmeyer bertutup karena sifat
dari nikotin yang higroskopis. Penambahan NaOH bertujuan untuk membebaskan
nikotin dari asam-asam yang terikat pada nikotin. Sedangkan penambahan
petroleum eter bertujuan untuk menarik senyawa nikotin yang telah dibebaskan
oleh penambahan NaOH. Setelah NaOH dan petroleum eter ditambahkan
dilakukan penggojogan yang berfungsi untuk menghomogenkan sampel dengan
pelarut yang telah ditambahkan. Kemudian larutan tersebut didiamkan hingga
terbentuk dua lapisan dengan lapisan atas yang jernih. Fungsi pendiaman tersebut
adalah untuk memisahkan serbuk tembakau rokok dengan eternya. Serbuk
tembakau rokok perlu diekstraksi karena didalamnya mengandung senyawa
nikotin yang akan dihitung kadarnya. Setelah terbentuk dua lapisan, diambil
lapisan atas yang jernih. Lapisan tersebut merupakan lapisan petroleum eter yang
mengandung ekstrak nikotin. Lapisan tersebut diuapkan, penguapan ini dilakukan
untuk menghilangkan pelarut petroleum eter hingga hanya menyisakan ekstrak
nikotin. Setelah itu ditambahkan aquades dan indikator metil merah. Penambahan
aquades digunakan untuk melarutkan garam nikotin. Setelah ditambahkan

indikator metil merah, larutan dititrasi hingga berubah warna dari hijau
kekuningan menjadi merah. Warna merah yang terbentuk merupakan penentu
tercapainya titik akhir titrasi. Metil merah memiliki rentang pH 4,4 - 6,2 sehingga
dapat digunakan sebagai indikator dalam percobaan ini. Selain itu HCl merupakan
asam kuat yang akan bereaksi dengan nikotin yang merupakan basa lemah
sehingga hasil reaksi tersebut adalah asam yang cocok dengan rentang pH
indikator metil merah. Kadar yang diperbolehkan untuk penambahan kadar
nikotin yaitu maksimal 2 %.
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh kadar nikotin yang terkandung pada
sampel rokok X1 yaitu 0,486 % dan pada sampel rokok X2 adalah sebanyak 0,680
%. Kadar nikotin dari sampel rokok Y1 adalah sebesar 0,46 % dan pada sampel
rokok Y2 sebesar 0,45 %. Pada sampel rokok Z1 kadar nikotin yang terkandung
sebesar 0,53 %, sedangkan pada sampel rokok Z2 sebesar 0,3 %. Dari keseluruhan
sampel, tidak ada satupun sampel yang melewati kadar nikotin maksimal.
Banyak faktor yang mempengaruhi kadar nikotin yaitu jenis tembakau, jenis
tanah, kadar nitrogen pada tanah, tingkat kematangan tembakau, dan masa
penguningannya. Senyawa nikotin yang terdapat pada tembakau kering umumnya
sekitar 0,6 3 %. Sedangkan konsentrasi nikotin biasanya sekitar 5 % dari per
100 gram berat tembakau. Sebatang rokok biasanya mengandung 8 20 mg
nikotin. Menurut SNI batas kandungan nikotin dalam rokok yaitu tidak boleh
melebihi 1,5 mg.

G.

Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan

bahwa :
1.
Kadar nikotin dari sampel rokok X1 adalah sebesar 0,00534 mg.
2.
Kadar nikotin dari sampel rokok X2 adalah sebesar 0,00307 mg.
3.
Kadar nikotin dari sampel rokok Y1 adalah sebesar 0,0046 mg.
4.
Kadar nikotin dari sampel rokok Y2 adalah sebesar 0,0045 mg.
5.
Kadar nikotin dari sampel rokok Z1 adalah sebesar 0,0048 mg.
6.
Kadar nikotin dari sampel rokok Z2 adalah sebesar 0,0068 mg.
7.
Kadar nikotin dari sampel rokok X1, X2, Y1, Y2, Z1, dan Z2 tidak melebihi
batas kandungan nikotin menurut SNI yaitu sebesar 1,5 mg.

PERCOBAAN III
PENENTUAN KADAR LEMAK DALAM BAHAN DAN
SEDIAAN MAKANAN
A. Tujuan
Mengetahui dan memahami metode yang dapat digunakan untuk penetapan
kualitas lemak dalam satu bahan atau sediaan makanan.
B. Dasar Teori

1. Lipid
Lipid merupakan senyawa yang larut dalam pelarut organik tetapi tidak larut
dalam air. Sifat kelarutan lipid sangat tergantung pada struktur umumnya dan ini
menjadi dasar penggolongan jenis lipid. Lipid dapat digolongkan menjadi tiga
golongan utama, yaitu lipid sederhana, lipid majemuk, dan turunan lipid. Lipid
sederhana yaitu lipid yang jika dihidrolisis menghasilkan asam lemak dan alkohol,
seperti gliserida dan lilin. Lipid majemuk merupakan ester asam lemak dan
alkohol yang mengandung gugus lain, seperti fosfolipid, sulfolipid, aminolipid,
dan lipoprotein, turunan lipid yaitu hasil hidrolisis kelompok lemak, seperti asam
lemak, gliserol, steroid, alkohol, dan keton. Lipid juga terbagi menjadi tiga jenis
dari tiga golongan yang berbeda, yaitu asam lemak, gliserida, dan fosfolipid.
(Andarwulan, 2011)
a. Lemak
Lemak adalah senyawa ester dari gliserol dan asam yang ada di dalam
jaringan, baik hewan maupun tanaman yang juga disertai dengan senyawa lain
seperti fosfolopid, sterol, dan beberapa pigmen (Legowo, 2004).
Lemak hewan pada umumnya berupa zat padat pada suhu ruangan,
sedangkan lemak dari tumbuhan berupa zat cair. Lemak yang mempunyai titik
lebur tinggi mengandung asam lemak jenuh sedangkan lemak cair atau biasa yang
disebut minyak mengandung asam lemak tidak jenuh. Lemak hewan dan
tumbuhan mempunyai asam lemak yang berbeda-beda (Poedjiadi, 1994).
b. Asam lemak
Asam lemak adalah asam monokarboksilat berantai lurus yang terdapat di
alam sebagai ester di dalam molekul lemak atau trigliserida. Hasil hidrolisis
trigliserida akan menghasilkan asam lemak jenuh dan tak jenuh berdasarkan ada
tidaknya ikatan rangkap rantai karbon di dalam molekulnya. Asam lemak tidak
jenuh (memiliki ikatan rangkap) yang terdapat di dalam minyak dapat berada
dalam dua bentuk yakni isomer cis dan trans. Asam lemak tak jenuh alami
biasanya berada sebagai asam lemak cis, hanya sedikit bentuk trans. Jumlah asam
lemak trans dapat meningkat di dalam makanan berlemak terutama margarin

akibat proses pengolahan yang diterapkan seperti hidrogenasi dan pemanasan


suhu tinggi (Silalahi, 2002).
Asam lemak trans dapat meningkatkan Cholesterol Low Density
Lipoprotein (C-LDL) dan menurunkan Cholesterol High Density Lipoprotein (CHDL), akibatnya akan menyebabkan dislipidemia dan aterosklerosis yang ditandai
dengan adanya timbunan atau endapan lemak pada pembuluh darah. Timbunan
lemak ini akan menghambat aliran darah pada beberapa bagian tubuh seperti
jantung dan otak (Kapitan, 2013).
c. Gliserida
Gliserida yang terdiri dari mono, di, dan tri gliserol ester asam lemak
(gliserida) yang selanjutnya disebut dengan monogliserida, digliserida, dan
trigliserida dapat dinamai dengan beberapa nama. Sebagai contoh trigliserida yang
disusun oleh tiga molekul asam lemak stearat gliserol, gliserol tristearat, tristearin,
dan lainnya.
d. Fosfolipid
Fosfolipid adalah lipid yang mengandung asam folat sebagai mono atau
diester, dimana gugus asam folat menggantikan rantai lemak yang terdapat pada
trigliserida. Penamaan fosfolipid didasarkan pada nama sistematik seperti
penamaan trigliserida (Nielsen, 2010).
Contoh lipid yang banyak digunakan adalah minyak seperti minyak kelapa
dan minyak goreng. Minyak goreng merupakan medium penggorengan bahan
makanan yang berfungsi sebagai penghantar panas, penambah cita rasa gurih, dan
menambah nilai kalori pada bahan pangan. Sebagai penghantar panas minyak
akan mengalami pemanasan yang menyebabkan perubahan fisika-kimia, sehingga
berpengaruh terhadap minyak tersebut dan bahan makanan yang digoreng.
Kerusakan minyak selama proses penggorengan akan mempengaruhi mutu dan
nilai dari minyak dan bahan yang di goreng, pada minyak yang rusak terjadi
proses oksidasi-polimerasi dan hidrolisis. Proses tersebut menghasilkan peroksida
yang bersifat toksik dan asam lemak bebas yang sukar dicerna oleh tubuh.
(Gunawan, 2003)
2. Analisis lemak

a. Analisis kadar lemak


Berbagai metode banyak di gunakan di antaranya metode ekstraksi soxhlet,
metode Babcock dan metode modifikasi Babcock, dan metode ekstraksi solvent
(pelarut) dengan suhu tinggi. Metode ekstraksi soxhlet memiliki prinsp lemak
yang di ekstraksi menggunakan pelarut organik, lalu pelarut di uapkan dan lemak
dari bahan dapat di timbang serta di hitung persentasenya. Metode Babcock
memiliki prinsip lemak yang di ekstrak dengan cara merusak emulsi atau jaringan
bahan menggunakan H2SO4 yang di kombinasikan dengan sentrifugasi dan atau
pemanasan. Selanjutnya lemak yang terpisah dapat di tentukan volumenya dari
botol Babcock yang telah di kalibrasi.
b. Analisis sifat fisika-kimia
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui mutu minyak atau lemak dan
tingkat kerusakannya. Terdapat dua parameter yang digunakan yaitu untuk
menentukan sifat fisika dan sifat kimia dari lemak. Parameter untuk menentukan
sifat fisika lemak antara lain titik leleh, berat jenis dan turbility point. Sedangkan
parameter untuk sifat kimia lemak yaitu bilangan iod, bilangan peroksida,
bilangan paraonisidin, dan bilangan TBA (Andarwulan, 2011).
c. Analisis kandungan asam lemak bebas
Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada sebagai asam bebas
tidak terikat sebagai trigliserida. Asam lemak bebas dihasilkan oleh proses
hidrolisis dan oksidasi biasanya bergabung dengan lemak netral. Hasil reaksi
hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan Asam Lemak Bebas (ALB). Reaksi ini
akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman, dan katalis
(enzim). Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar ALB
yang terbentuk.
Penentuan tingkat kemurnian minyak sangat berhubungan erat dengan
kekuatan daya simpannya, sifat gorengnya, bau maupun rasanya. Tolak ukur
kualitasnya ini termasuk angka asam lemak bebas (Free Fatty Acid atau FFA),
bilangan peroksida, tingkat ketengikan, dan kadar air. Penentuan kadar lemak
dengan pelarut, selain lemak juga terikut fosfolipid, sterol, asam lemak bebas,
karotenoid dan pigmen yang lain (Whitaker, 1915).

3. Parameter kualitas lemak


a. Analisa angka asam
Angka asam merupakan suatu analisa yang dipergunakan untuk mengukur
asam lemak bebas yang terdapat dalam suatu lemak. Angka asam yang besar
menunjukkan terbentuknya asam lemak bebas yang banyak dari proses hidrolisis.
Makin tinggi angka asam, maka makin rendah kualitas suatu minyak.
b. Analisa angka peroksida
Analisa ini merupakan analisa terpenting untuk menentukan derajat
kerusakan minyak. Asam lemak tak jenuh dapat mengikat O2 pada ikatan
rangkapnya, sehingga terbentuk peroksida. Makin kecil angka peroksida makin
baik kualitas suatu minyak.
c. Analisa angka penyabunan
Angka penyabunan menunjukkan secara relatif besar kecilnya molekul asam
lemak yang terkandung dalam minyak. Jika asam lemaknya memiliki rantai
pendek, berarti berat relatifnya semakin kecil dan akan mempunyai angka
penyabunan yang kecil begitupun sebaliknya. Jika memiliki rantai asam lemak
yang panjang, angka penyabunannya akan besar (Panangan, 2012).
4. Metode penentuan kualitas lemak
a. Angka asam
Angka asam diukur dengan mentitrasi sampel dalam etanol dengan larutan
KOH yang telah dibakukan dengan asam oksalat dengan menggunakan indikator
fenolftalein.
b. Angka penyabunan
Diukur dengan cara mereaksikan sampel dengan berat tertentu dengan KOH
alkoholis berlebih dalam Erlenmeyer bertutup, kemudian dididihkan hingga
terjadi penyabunan. Lalu kelebihan KOH dititrasi dengan HCl untuk mengetahui
jumlah KOH yang bereaksi (Suirta, 2009).

C.

Alat dan Bahan

1. Alat
a. Buret
b. Corong kaca
c. Gelas kimia 50 mL
d. Hot plate
e. Labu elrenmeyer 100 mL
f.

Labu ukur 250 mL

g. Kaca arloji
h. Pipet ukur 10 mL

i.

Pipet tetes

j.

Propipet

k. Statif dan klem


l.

Timbangan analitik

2. Bahan
a.

Alkohol 96%

b.

Aquades

c.

Asam asetat glasial

d.

CHCl3

e.

HCl 0,1 M

f.

H2C2O4 0,05M

g.

H2SO4 2 M

h.

Indikator Amilum 1%

i.

Indikator PP

j.

Indikator Universal

k.

K2Cr2O7 0,00167 M

l.

KOH 0,1 M
m. Na2S2O3 0,01 M
n. Padatan KI
o. Sampel minyak A, B dan C

D.

Prosedur kerja

1. Standarisasi KOH menggunakan H2C2O4 0,05 M


a.

Disiapkan peralatan titrasi.

b.

Diisi buret dengan KOH yang akan distandarisasi.

c.

Diambil 10 mL H2C2O4 0,05 M dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer.

d.

Ditambahkan 3 tetes indikator PP.

e.

Dititrasi dengan KOH hingga larutan berwarna ungu lembayung.

f.

Dicatat volume titrasi dan diulangi sebanyak 3 kali.

g.

Dihitung konsentrasi KOH.

2. Standarisasi HCl menggunakan KOH standar


a.

Disiapkan peralatan titrasi.

b.

Diisi buret dengan KOH yang sudah distandarisasi.

c.

Diambil 10 mL HCl yang akan distandarisasi, dimasukkan ke dalam labu


erlenmeyer.

d.

Ditambahkan 3 tetes indikator universal.

e.

Dititrasi dengan KOH hingga larutan berwarna biru hingga hijau tosca.

f.

Dicatat volume titrasi, diulangi sebanyak 3 kali.

g.

Dihitung konsentrasi HCl.

3. Standarisasi Na2S2O3 menggunakan K2Cr2O7 0,00167 M


a.

Disiapkan peralatan titrasi.

b.

Diambil 10 mL K2Cr2O7 0,00167 M, dimasukkan ke dalam labu


erlenmeyer.

c.

Ditambahkan 0,5 g padatan KI dan dikocok.

d.

Ditambahkan 2 mL H2SO4 2 M dan didiamkan selama 5 menit.

e.

Dititrasi dengan Na2S2O3 hingga larutan berwarna kuning gading,


ditambahkan indikator amilum sebanyak 3 tetes dan dilanjutkan titrasi
hingga warna biru hilang menjadi bening.

f.

Dicatat volume titrasi dan diulangi sebanyak 3 kali.

g.

Dihitung konsentrasi Na2S2O3.

4. Penentuan angka asam


a.

Ditimbang 5 g sampel minyak ke dalam labu erlenmeyer.

b.

Ditambahkan 50 mL alkohol 96%.

c.

Dipanaskan beberapa saat hingga mendidih.

d.

Ditambahkan indikator PP ke dalam erlenmeyer.

e.

Dititrasi dengan KOH yang sudah distandarisasi hingga berwarna ungu


lembayung.

f.

Dicatat volume titrasi, diulangi sebanyak 3 kali.

g.

Dihitung angka asam sampel.

5. Penentuan angka penyabunan


a.

Ditimbang 5 g sampel minyak ke dalam labu erlenmeyer.

b.

Ditambahkan 50 mL KOH alkoholis.

c.

Dipanaskan beberapa saat hingga mendidih.

d.

Didinginkan dan ditambahkan indikator universal ke dalam erlenmeyer.

e.

Dititrasi dengan HCl yang sudah distandarisasi hingga berwarna hijau


tosca.

f.

Dicatat volume titrasi, diulangi sebanyak 3 kali.

g.

Dihitung angka penyabunan sampel.

6. Penentuan bilangan peroksida


a.

Ditimbang 5 g sampel minyak kedalam labu erlenmeyer.

b.

Ditambahkan 30 mL larutan asam asam asetat : kloroform (3:2).

c.

Ditambahkan 0,5 g padatan KI dan didiamkan selama 10 menit lalu


ditambahkan 30 mL aquades.

d.

Ditambahkan indikator amilum sebanyak 3 tetes dan dititrasi dengan


Na2S2O3 yang telah distandarisasi hingga warna biru tepat hilang.

e.

Dicatat volume titrasi, diulangi sebanyak 3 kali.

f.

Dibuat juga titrasi blanko.

g.

Dihitung bilangan peroksida sampel.

E.

Hasil Pengamatan

1.

Tabel Hasil Pengamatan

a.

Standarisasi KOH
Volume

H2C2O4

No.

Volume KOH ( mL )

1
2
3
x

12,5
11,8
11,8

10
10
10

12,03

10

( mL )

b. Standarisasi HCl
No
Volume KOH ( mL )
.
1
11,7
2
11,8
3
11,9
x
11,8
c. Standarisasi
No
.
1
2
3
x

Volume HCl ( mL )
10
10
10
10

Na 2 S2 O3

Volume

Na 2 S2 O3

( mL )

K2 Cr 2 O7

11,5
11,5
11,3

10
10
10

11,4

10

d. Penentuan angka asam


No
Berat Sampel
Sampel
.
(g)
1
A
5
2
B
5
3
C
5
e. Angka penyabunan
No
Sampel
.
1
A
2
B
3
C
4
Blanko

Volume KOH ( mL)


0,35
1,5
2,05

Volume HCl ( mL)


6
11
10
65

2.

Perhitungan

a.

Standarisasi KOH dengan


mol titran

Volume

H2 C2 O4
mol titrat

( mL )

Angka Asam
(mg KOH/g)
0,3
1,3
1,7

Angka Penyabunan
(mg KOH/g)
38,7
35,4
36,1
-

b.

c.

H2 C2 O4

Mol KOH

2 Mol

MxV

2xMxV

M x 12, 01

2 x 0,05 M x 10 mL

M KOH

M KOH

2 x 0.05 M x 10 mL
12,03 mL
0,08 M

Standarisasi HCl dengan KOH


mol titrat

mol titran

Mol KOH

Mol HCl

MxV

MxV

0,08 M x 11,8 mL

M x 10 mL

M HCl

M HCl

Standarisasi

Na 2 S2 O3

mol titrat
6 Mol

0.08 M x 11,8 mL
10 mL
0,09 M
K2 Cr 2 O7

menggunakan
=

K2 Cr 2 O7

mol titran
=

Mol
x V

6xMxV

6 x 0,00167 M x 10 mL

M x 11,4 mL

Na 2 S2 O3

Na 2 S2 O3

d.

Angka asam

1)

Sampel A
Angka asam

Na 2 S2 O3

6 x 0.00167 M x 10 mL
11,4 mL
0,00878 M

V KOH x M KOH x Mr KOH


Berat Sampel

0,35 mL x 0,08 M x 56
= 5 gram
= 0,3 mg KOH /g
2)

Sampel B
Angka asam

V KOH x M KOH x Mr KOH


Berat Sampel

1,5 mL x 0,08 M x 56
= 5 gram
= 1,3 mg KOH /g
3)

Sampel C
Angka asam

V KOH x M KOH x Mr KOH


Berat Sampel

2,0 mL x 0,08 M x 56
= 5 gram
= 1,7 mg KOH /g
e.

Angka penyabunan

1)

Sampel A
Angka penyabunan

( V blanko - Vsampel ) x M HCl x MrHCl


= Berat Sampel
(65 mL-6 mL) x 0,09 M x 36,5
= 5 gram

59 mL x 0,09 M x 36,5
5 gram

= 38,7 mg KOH /g
2)

Sampel B
Angka penyabunan

( V blanko - Vsampel ) x M HCl x Mr HCl


Berat Sampel

(65 mL -11 mL) x 0,09 M x 36,5


= 5 gram
54 mL x 0,09 M x 36,5
5 gram

= 35,4 mg KOH /g
3)

Sampel C
Angka penyabunan

( V blanko - Vsampel ) x M HCl x Mr HCl

Berat Sampel

( 65 mL - 10 mL) x 0,09 M x 36,5


= 5 gram
55 mL x 0,09 M x 36,5
5 gram

= 36,1 mg KOH /g
3.

Reaksi

a.

Standarisasi KOH dengan


2 KOH +

b.

H2 C2 O4

K2 C2 O4 + 2 H2 O

Standarisasi HCl menggunakan KOH


HCl + KOH

c.

H2 C2 O4

Standarisasi
Cr 2 O7

2-

KCl +
Na 2 S2 O3

H2 O

menggunakan

K2 Cr 2 O7

3+

+ I

Cr + I 2

Cr 2 O72- + 14 H + + 6 e2I Cr 2 O72- + 14 H + + 6 e-

2Cr3+ + 7H 2 O
I 2 + 2e2Cr3+ + 7H 2 O

x1
x3

6I -

3 I 2 + 6e

Cr 2 O72- + 14 H + + 6I3I2 + S2 O3

3-

6I

S2 O33-

S4 O62-

3I2 + 6e 3-

HC

H2 C

2-

O
R1
O
R2
O
R3

6I

Hidrolisis

x3

+ 6e

3 S4 O 6

3I2 + 6S2 O33-

x1

+ 2e

6I

6S2 O3

2-

I + S4 O 6

3I2 + 6e -

H2 C

2Cr3+ + 7H 2 O + 6H 2 O

2+ 3 S4 O 6

H2C

OH

HC

OH

H2C

O
+

3
R

OH

OH

d.

Angka asam
O

O
+
R

OH

KOH
R

OK

H2O

HCl

H2C
HC
H2C
e.

KOH

O
O

KCl

C
C

O C

O
R1
O
R2
O
R3

Angka penyabunan

Hidrolisis

H2O

H2 C

OH

HC

OH

H2 C

OH

O
+

3
R

OH

F. Pembahasan
Minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk dalam golongan lipid
yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air namun
larut dalam pelarut organik non polar seperti dietil eter, kloroform, benzena, dan
hidrokarbon lainnya yang polaritasnya sama. Minyak merupakan senyawa
trigliserida yang berarti triester dari gliserol. Hasil hidrolisis minyak adalah
asam karboksilat dan gliserol. Asam karboksilat ini juga disebut asam lemak yang
mempunyai rantai hidrokarbon yang panjang dan tidak bercabang.
Percobaan kali ini adalah mengetahui serta memahami metode yang dapat
digunakan untuk penetapan kualitas lemak dalam suatu bahan atau sediaan
makanan. Penentuan kualitas minyak atau lemak pada percobaan tersebut adalah
menggunakan angka asam, angka penyabunan, dan bilangan peroksida. Sampel
yang digunakan yaitu adalah sampel minyak A, minyak B, dan minyak C.
Dalam rangkaian percobaan ini dilakukan standarisasi terhadap lartanlarutan yang akan digunakan dalam penentuan angka asam, angka penyabunan,
dan bilangan perkoksida. Langkah awal dilakukan standarisasi KOH yang akan
digunakan dalam percobaan penentuan angka asam. KOH distandarisasi
menggunakan H2C2O4 0,05 M dengan indikator fenolftalein. Standarisasi KOH
menggunakan H2C2O4 ini menerapkan prinsip titrasi asam basa asidimetri. Prinsip
titrasi asam basa asidimetri adalah titrasi yang didasarkan pada reaksi netralisasi
basa menggunakan suatu asam. H2C2O4 dititrasi dengan KOH hingga
menimbulkan titik akhir titrasi berwarna ungu lembayung dalam suasana basa dan
tidak berwarna dalam suasana asam. Setelah dilakukan titrasi dan perhitungan
diketahui konsentrasi KOH adalah 0,08 M.
Selanjutnya dilakukan standarisasi HCl dengan KOH hasil standarisasi.
Proses ini juga menerapkan prinsip titrasi metode alkalimetri, hanya saja pada
pelaksanaannya standarisasi HCl menggunakan indikator universal. Indikator ini
akan berubah warna menjadi hijau kebiruan pada pH sekitar 7 yaitu pH dimana
tercapainya titik ekivalen. Setelah dilakukan titrasi dan perhitungan diketahui
konsentrasi HCl adalah 0,09 M.

Percobaan ketiga dilakukan standarisasi Na2S2O3 menggunakan K2Cr2O7.


Titrasi ini menerapkan prinsip titrasi redoks pada pelaksanaannya. Titrasi redoks
adalah titrasi yang memanfaatkan reaksi oksidasi dan reduksi pada prosesnya,
dimana terdapat zat pengoksidasi dan pereduksi. Penambahan KI dalam titrasi ini
berfungsi sebagai sumber I2 yang akan mereduksi analit Na2S2O3 menjadi warna
jingga. Penambahan indikator amilum dimaksudkan untuk menandai titik akhir
titrasi yaitu perubahan warna dari jingga menjadi biru. Indikator amilum
ditambahkan pada saat mendekati titik akhir titrasi karena jika indikator
ditambahkan diawal titrasi, maka amilum akan berikatan I2 dan ikatan tersebut
sangat kuat membentuk kompleks berwarna biru kehitaman, sehingga I 2 tidak
dapat mereduksi Na2S2O3. Namun ikatan antara amilum dan Na2S2O3 tidak
berlangsung lama sehingga mudah lepas dan larutan berubah menjadi bening.
Setelah dilakukan titrasi dan perhitungan diketahui konsentrasi Na 2S2O3 sebesar
0,00878 M.
Percobaan selanjutnya adalah penentuan angka asam. Penentuan angka
asam dipergunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang terdapat
dalam minyak atau lemak. Angka asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak
bebas, serta dihitung berdasarkan berat molekul dari asam lemak. Angka asam
dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH yang digunakan untuk dapat
menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram minyak atau
lemak. Angka asam yang besar menunjukkan asam lemak bebas yang besar.
Semakin tinggi angka atau bilangan asam maka semakin rendah kualitas dari
minyak.
Penentuan angka asam ini dapat dilakukan dengan cara mengambil sampel
yang telah ditimbang dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer lalu ditambahkan
alkohol yang berfungsi sebagai pelarut netral agar tidak mempengaruhi pH karena
titrasi ini merupakan titrasi asam basa kemudian alkohol dari sampel dipanaskan
untuk mempercepat proses hidrolisis lalu ditambahkan indikator PP dan dititrasi
dengan KOH. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi asam dengan basa.
Digunakan indikator PP karena indikator ini yang biasa digunakan pada reaksi
alkalimetri. Indikator PP memiliki trayek pH 8,3-10,0. Ketika indikator ini berada

pada kondisi asam maka tidak akan menunjukkan perubahan warna dan jika
terdapat basa berlebih akan menghasilkan warna ungu lembayung.
Selanjutnya adalah penentuan angka atau bilangan penyabunan. Angka
penyabunan adalah jumlah mg KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan satu
gram minyak atau lemak. Semakin besar angka penyabunan maka asam lemak
akan semakin kecil dan kualitas minyak akan semakin bagus. Kemudian
dilakukan pengujian penentuan angka penyabunan yang dapat dilakukan dengan
cara memasukkan sampel yang telah dihitung ke dalam erlenmeyer kemudian
ditambahkan KOH alkoholis, KOH digunakan untuk pembentukan sabun dengan
cara menghidrolisis lemak pada sampel dan alkohol berfungsi untuk melarutkan
asam lemak hasil hidrolisis agar mempermudah reaksi dengan basa dalam
pembentukan sabun lalu dilakukan pemanasan agar dapat bereaksi secara optimal.
Sampel yang disabunkan dengan KOH dalam alkohol akan bereaksi dengan
trigliserida. Larutan sisa KOH tersebut kemudian ditentukan dengan titrasi
menggunakan HCl. Setelah dipanaskan lalu didinginkan dan ditambahkan dengan
indikator PP kemudian dititrasi dengan HCl. Metode titrasi ini adalah alkalimetri.
Alkalimetri adalah salah satu metode penetapan kadar dengan larutan standar basa
sebagai titrannya. Titrannya adalah larutan KOH.
Berdasarkan hasil percobaan dari ketiga sampel yaitu minyak A memiliki
angka asam sebesar 0,3 mg KOH /g, minyak B sebesar 1,3 mg KOH /g dan
minyak C sebesar 1,7 mg KOH /g. Dari ketiga sampel yang memiliki angka asam
terbesar adalah pada sampel minyak C dimana semakin besar nilai asam maka
semakin rendah kualitas minyak tersebut karena angka asam yang besar
menunjukkan asam lemak bebas yang besar. Angka asam berdasarkan SNI adalah
0,6-1,0 mg KOH /g.
Dari hasil percobaan angka penyabunan untuk sampel minyak A sebesar
38,7 mg KOH /g, sampel minyak B sebesar 35,4 mg KOH /g dan minyak C
sebesar 36,1 mg KOH /g. Dari ketiga sampel yang memiliki angka penyabunan
terbesar terdapat pada minyak A dimana semakin besar angka penyabunan maka
asam lemak bebas akan semakin kecil dan kualitas minyak akan semakin baik.
Angka penyabunan berdasarkan SNI adalah 205-207 mg KOH /g.

Percobaan selanjutnya adalah penentuan bilangan peroksida. Namun


percobaan ini gagal dikarenakan oleh suasana larutan yang kurang asam.
Seahrusnya dilakukan penambahan H2SO4 namun, pada percobaan ini digunakan
asam asetat glasial. Hal tersebut menyebabkan suasana larutan yang kurang asam,
sehingga reaksi tidak terjadi.

G.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan

bahwa :
1. Minyak A memiliki nilai angka asam sebesar 0,3 mg KOH/g dan angka
penyabunan sebesar 38,7 mg KOH /g.
2. Minyak B memiliki nilai angka asam sebesar 1,3 mg KOH/g dan angka
penyabunan sebesar 35,4 mg KOH /g.
3.

Minyak C memiliki nilai angka asam sebesar 1,7 mg KOH/g dan angka
penyabunan sebesar 36,1 mg KOH /g.

4.

Urutan kriteria minyak yang baik berdasarkan SNI angka penyabunan


adalah minyak A, minyak C dan minyak B, urutan kriteria minyak yang baik
berdasarkan SNI angka asam adalah minyak A, minyak B dan minyak C.

PERCOBAAN IV
ANALISIS ZAT PEWARNA RHODAMIN B PADA BAHAN MAKANAN
DAN KOSMETIK
A. Tujuan
Menentukan secara kualitatif dan kuantitatif zat pewarna rhodamin B yang
terdapat pada bahan makanan.
B. Dasar Teori
1. Rhodamin B
Rhodamin B berbentuk kristal hijau atau serbuk ungu kemerah-merahan,
sangat mudah larut dalam air yang akan menghasilkan warna merah kebiru-biruan
dan berflouresensi kuat. Selain mudah larut dalam air juga larut dalam alkohol,
HCl dan NaOH. Rhodamin B ini biasanya dipakai dalam pewarnaan kertas,
didalam laboratorium digunakan sebagai pereaksi untuk identifikasi Pb, Bi, Co,
Au, Mg, dan Th. Rhodamin B termasuk golongan pewarna xanthenes basa, dan
terbuat dari metadietilaminofenol dan ftalik anhidrid suatu bahan yang tidak
bisa dimakan serta sangat berfluoresensi. Rhodamin B memiliki berbagai nama
lain, yaitu: Tetra ethylrhodamin, Rheonine B, D & C Red No. 19, C.I. Basic Violet
10, C.I. No 45179, Food Red 15, ADC Rhodamine B, Aizan Rhodamone dan
Briliant Pink B. Sedangkan nama kimianya adalah N [9-(carboxyphenyl) 6 (diethylamino) - 3H xanten 3 - ylidene] N-ethyleyhanaminium clorida.
Rumus molekul dari rhodamin B adalah C 28H31N2O3Cl dengan berat molekul
sebesar 479 g/mol. Sangat larut dalam air dan berfluoresensi kuat.
(C2H2)2N

N+(C2H2)2Cl-

C
COOH

Rhodamin B

(Budavari, 1996)
Rhodamin B merupakan zat warna sintetik yang umum digunakan sebagai
pewarna tekstil. Penggunaan zat pewarna ini dilarang di Eropa mulai tahun 1984
karena rhodamin B termasuk karsinogen yang kuat. Walaupun memiliki toksisitas
yang rendah, namun pengkonsumsian rhodamin B dalam jumlah yang besar
maupun berulang-ulang menyebabkan sifat kumulatif yaitu iritasi saluran
pernapasan, iritasi kulit, iritasi pada mata, iritasi pada saluran pencernaan,
keracunan dan gangguan hati atau bahkan bisa menyebabkan timbulnya kanker
hati. Beberapa produsen makanan dan minuman masih menggunakan zat warna
sintesis rhodamin B yang dilarang tersebut untuk produknya dengan alasan zat
warna tersebut memiliki warna yang cerah, praktis digunakan, harganya relatif
murah, serta tersedia dalam kemasan kecil di pasaran sehingga memungkinkan
masyarakat umum untuk membelinya (Budianto, 2008).
2. Dampak Rhodamin B terhadap kesehatan
Dengan mengkomsumsi rhodamin B yang cukup besar dan berulang-ulang
akan menyebabkan iritasi pada saluran penapasan, iritasi pada kulit, iritasi pada
mata, ritasi pada pencernaan, keracunan, gangguan fungsi hati dan kanker hati.
Penelitian yang sudah dilakukan oleh Mudjajanto dari Institut Pertanian Bogor
(IPB), menemukan zat pewarna rhodamin B pada produk makanan industri rumah
tangga seperti kerupuk, sirup, cendol, manisan, sosis, minuman ringan, ikan asap
dan kue-kue lainnya. Beberapa produsen yang menjual makanan dan minuman
yang menggunakan zat pewarna rhodamin B yang dilarang tersebut memiliki
warna yang cerah, praktis digunakan, harganya relatif murah, serta tersedia dalam
kemasan kecil di pasaran untuk memungkinkan masyarakat umum membelinya
(Wirasto, 2008).

Penggunaan Rhodamin B pada makanan dalam waktu yang lama akan dapat
mengakibatkan gangguan fungsi hati maupun kanker. Namun demikian, bila
terpapar Rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat akan terjadi
gejala akut keracunan Rhodamin B (Yuliarti, 2007).
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, beberapa
zat pewarna telah mengalami perkembangan seperti halnya zat pewarna sintesis
yang juga ikut berkembang. Warna dari suatu produk makanan atau minuman
merupakan salah satu ciri yang penting. Warna merupakan salah satu kriteria dasar
untuk menentukan kualitas makanan, antara lain warna dapat member petunjuk
mengenai perubahan kimia dalam makanan, seperti

pencoklatan

(Wirasto, 2008).
Warna juga merupakan salah satu faktor penentu yang dilihat oleh seseorang
sebelum memutuskan untuk memilih suatu barang yang termasuk didalamnya
adalah makanan dan minuman. Makanan yang memiliki warna cenderung lebih
menarik

untuk

dipilih

konsumen

dari

pada

makanan

yang

tidak

berwarna (Hastomo, 2008).


Penggunaan zat pewarna sintesis pada makanan saat ini masih
dipertanyakan keamanannya apakah telah memenuhi standar, baik zat pewarna
sintesis maupun alami yang digunakan dalam industri makanan harus memenuhi
standar nasional dan internasioanal. Zat pewarna yang dilarang digunakan dapat
mempengaruhi kesehatan konsumen, seperti timbulnya keracunan akut, kronis dan
bahkan kematian. Pada tahap keracunan kronis, dapat terjadi gangguan fisiologis
tubuh seperti kerusakan syaraf, gangguan organ tubuh dan kanker. Pemerintah
Indonesia

melalui

Peraturan

Menteri

Kesehatan

(Permenkes)

No.239/Menkes/Per/V/85 menetapkan 30 lebih zat pewarna berbahaya. Rhodamin


B termasuk salah satu zat pewarna yang dinyatakan sebagai zat pewarna
berbahaya dan dilarang digunakan pada produk pangan (Djarismawati, 2004).
Ciri-ciri suatu bahan pangan yang mengandung rhodamin B antara lain,
warnanya cerah mengkilap dan lebih mencolok, terkadang warna terlihat tidak
homogen (rata). Ada gumpalan warna pada produk dan bila di konsumsi rasanya
sedikit lebih pahit. Biasanya produk pangan yang banyak dijumpai mengandung

rhodamin B tidak mencantumkan kode label, merek, atau identitas lengkap


lainnya. Rhodamin B sering disalahgunakan pada pembuatan kerupuk, terasi, cabe
merah, agar-agar, sirup, sosis dan saos (Silalahi, 2011).
Penyalahgunaan rhodamin B sebagai zat pewarna pada makanan masih
sering terjadi dilapangan dan diberitakan di media massa. Sebagai contoh,
rhodamin B ditemukan dalam produk krupuk, jelli/agar-agar, aromanis dan
minuman, produk cabe giling, saos serta dalam terasi (Budianto, 2008).
Masih banyak lagi produk makanan yang menggunakan zat pewarna
rhodamin B yaitu dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Eddy
Mudjajanto dari Institut Pertanian Bogor (IPB), menemukan banyak penggunaan
zat pewarna rhodamin B pada produk makanan industri rumah tangga seperti
kerupuk, makanan ringan, terasi, arumanis, gipang, sirup, biskuit, sosis, makaroni
goreng, minuman ringan, cendol, manisan, dan ikan asap (Wirasto, 2008).
3. Analisis rhodamin B
Dalam analisis dengan metode destruksi dan metode spektrofometri, didapat
informasi bahwa sifat racun yang terdapat dalam rhodamin B tidak hanya saja
disebabkan oleh senyawa organiknya saja tetapi juga oleh senyawa anorganik
yang terdapat dalam Rhodamin B itu sendiri, bahkan jika Rhodamin B
terkontaminasi oleh senyawa anorganik lain seperti timbal dan arsen. Dengan
terkontaminasinya Rhodamin B dengan kedua unsur tersebut, menjadikan
pewarna ini berbahaya jika digunakan dalam makanan.
Di dalam Rhodamin B sendiri terdapat ikatan dengan klorin ( Cl ) yang
dimana senyawa klorin ini merupakan senyawa anorganik yang reaktif dan juga
berbahaya. Reaksi untuk mengikat ion klorin disebut sebagai sintesis zat warna.
Disini dapat digunakan Reaksi Frield- Crafts untuk mensintesis zat warna seperti
triarilmetana dan xentana. Reaksi antara ftalat anhidrida dengan resorsinol dengan
keberadaan seng klorida menghasilkan fluoresein. Apabila resorsinol diganti
dengan N-N-dietilaminofenol, reaksi ini akan menghasilkan rhodamin B.
(Wirasto, 2008)
4. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi Lapis Tipis ( KLT) adalah metode kromatografi cair yang


paling sederhana. KLT yang dapat digunakan dengan dua tujuan. Pertama,
digunakan untuk uji identifikasi senyawa baku, untuk menyakinkan identifikasi
dapat dilakukan dengan menggunakan lebih dari 1 fase gerak dan jenis semprot.
Kedua, digunakan untuk analit kuantitatif dengan KLT (Rahman, 2007).
Analisis kualitatif rhodamin B dengan menggunakan harga Rf. Jika dilihat
secara visual, berwarna merah jambu dan jika dilihat dibawah sinar uv 254 nm
berfluoresensi kuning (AOAC, 2000).
KLT memiliki prinsip memisahkan sampel berdasarkan perbedaan
kepolaran anatara sampel dengan pelarut yang digunakan yang menggunakan fase
diam dari bentuk plat silica dan fase geraknya sesuai sampel (Rahman, 2007).
5. Spektrofotometer UV Visibel
Spektroskopi UV-Visibel adalah teknik analisis spektroskopi yang
menggunakan sumber radiasi elektromegnetik ultraviolet dan sinar tampak dengan
menggunakan instrumen spektrofotometer. Prinsip dari spektrofotometer

UV-

Visibel adalah penyerapan sinar tampak untuk ultra violet dengan suatu molekul
dapat menyebabkan terjadinya eksitasi molekul dari tingkat energi dasar (ground
state) ketingkat energi yang paling tinggi (excited stated). Pengabsorbsian sinar
ultra violet atau sinar tampak oleh suatu molekul umumnya menghasilkan eksitasi
elektron bonding, akibatnya panjang absorbsi maksimum dapat dikolerasikan
dengan jenis ikatan yang ada didalam molekul.
Mekanisme kerja alat spektrofotometer UV-Visibel adalah sinar dari sumber
sinar dilewatkan melalui celah masuk, kemudian sinar dikumpulkankan agar
sampai ke prisma untuk didifraksikan menjadi sinar-sinar dengan panjang
gelombang tertentu. Selanjutnya sinar dilewatkan ke monokromator untuk
menyeleksi panjang gelombang yang diinginkan. Sinar monokromatis melewati
sampel dan akan ada sinar yang diserap dan diteruskan. Sinar yang diteruskan
akan dideteksi oleh detektor. Radiasi yang diterima oleh detektor diubah menjadi
sinar listrik yang kemudian terbaca dalam bentuk transmitansi (Wiji, 2010).

C.

Alat dan Bahan

1.

Alat
a. Batang pengaduk
b. Chamber dan tutup chamber
c. Cawan porselin
d. Gelas kimia 50 mL
e. Hot plate
f. Kuvet
g. Lampu UV 254 nm dan 366 nm
h. Pinset
i. Pipa kapiler
j. Pipet volume 5 mL
k. Pipet ukur 10 mL
l. Propipet
m. Spektrofotometer UV - Visibel
n. Timbangan analitik
o. Waterbath
2. Bahan
a. Amonia 2 %
b. Amonia 10 %
c. Aquades
d. Asam asetat glasial 10 %
e. Benang wol bebas lemak
f. Etanol 70%
g. n-butanol
h. Petroleum eter
i. Plat KLT
j. Rhodamin B standar
k. Sampel lipstik
l. Sampel saos

D. Prosedur Kerja
1. Persiapan benang wol bebas lemak
a. Rendam benang wol bebas lemak dalam petroleum eter selama 24 jam.
b. Benang wol yang sudah direndam diangkat dan diangin anginkan
hingga kering.
2. Preparasi sampel
a. Sampel ditimbang sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer
kemudian direndam dalam 20 mL amonia 2 % (yang dilarutkan dalam
etanol 70 %) selama semalaman.
b. Disaring filtrat dengan menggunakan kertas saring, dipindahkan larutan
ke dalam gelas kimia kemudian dipanaskan di atas hot plate.
c. Dilarutkan residu dari penguapan dalam 10 mL air yang mengandung
asam (campuran antara 10 mL air dan 5 mL asam asetat 10%).
d. Dimasukkan benang wol dengan panjang 15 cm ke dalam larutan asam
dan dididihkan hingga 10 menit, pewarna akan mewarnai benang wol,
kemudian benang diangkat.
e. Dicuci benang wol dengan air.
f. Dimasukkan benang ke dalam 10 mL amonia 10% (yang dilarutkan
dengan etanol 70%) dan dididihkan.
g. Benang wol akan melepaskan pewarna, pewarna akan masuk ke dalam
larutan basa.
h. Digunakan larutan basa yang didapatkan sebagai cuplikan sampel pada
analisis KLT dan spektrofotometri.
3. Pembuatan eluen
a. Ambil 9,52 mL isopropanol dan 0,43 mL amonia, dicampurkan dan
dihomogenkan.
b. Larutan ini sebagai eluen untuk analisis secara kualitatif dengan KLT
dengan eluen isopropanol : amonia (20:1).
4. Analisis kualitatif
a. Diaktifkan plat KLT dengan cara dipanaskan dalam oven pada suhu
1000C selama 30 menit.

b. Ditotolkan cuplikan sampel pada plat KLT dan ditotolkan larutan


pembanding rhodamin B standar.
c. Dimasukkan plat KLT yang telah ditotolkan ke dalam bejana
kromatografi yang terlebih dahulu berisi eluen yang telah dijenuhkan.
d. Diangkat plat KLT kemudian berikan sinar UV 254 nm dan 366 nm,
diamati penampakan noda pada plat KLT.
e. Disemprot plat KLT dengan H2SO4 10% kemudian dikeringkan didalam
oven, diamati penampakan noda pada plat KLT.
f. Dibandingkan Rf sampel dengan Rf rhodamin B standar.
5. Pembuatan larutan baku rhodamin B dan persamaan kurva standar baku.
a. Ditimbang 2 mg rhodamin B standar dan dilarutkan dengan HCl 0,1 M
didalam labu ukur 100 mL. Larutan ini disebut larutan stok.
b. Dibuat larutan baku dengan konsentrasi 0,5 ; 1 ; 1,5 ; 2 ; 3 ; 5 ; 7,5 ppm
dengan menggunakan pelarut HCl 0,1 M.
c. Dilakukan hal yang sama dengan terhadap blanko.
d. Dilakukan penentuan absorbansi setiap larutan baku pada panjang
gelombang maksimum yang telah ditentukan.
e. Dicatat absorbansi dan ditentukan persamaan regresi linearnya.
6. Penentuan panjang gelombang maksimum larutan baku rhodamin B
a. Dimasukkan larutan baku 2 ppm ke dalam kuvet.
b. Ditentukan panjang gelombang maksimum dengan cara melakukan
scanning pada panjang gelombang 500 600 nm.
c. Dilihat kurva absorbansi, dan ditentukan titik puncak. Titik puncak
merupakan panjang gelombang maksimum.
7. Analisis kuantitatif
a. Diambil 2 mL cuplikan sampel dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL.
b. Ditambahkan pelarut HCl 0,1 M hingga tanda batas.
c. Dimasukkan dalam kuvet larutan tersebut dan diukur absorbansinya
dipanjang gelombong maksimum.
d. Dilakukan hal yang sama pada blanko.
e. Dihitung kadar rhodamin B dalam sampel.

E.

Hasil Pengamatan

1.

Tabel Hasil Pengamatan

a.

Uji kualitatif

No
.
1
2
3
4

Nama Sampel

Eluen

Nilai Rf

Keterangan

A
B
C
Rhodamin B standar

Isopropanol :
Amoniak (20:1)

0,825
0,375

Keterangan : + : Mengandung Rhodamin B


- : Tidak mengandung Rhodamin B
b. Uji kuantitatif
1) Penentuan panjang gelombang maksimum
No
.
1
2

Panjang gelombang (nm)

Absorbansi

500
510

1,192
1,970

3
4

520
530

2,307
2,601

540

2,732

6
7
8

541
542
543

2,758
2,776
2,769

544

2,743
Max = 542 nm

2) Penentuan kurva baku


No
.
1
2
3
4
5

Konsentrasi (ppm)

Absorbansi

0,5
1
1,5
2
3

2,130
2,719
2,76
2,805
2,868

3) Penentuan kadar sampel


No
1
2
3

Sampel
A
B
C

2.

Perhitungan

a.

Pembuatan larutan

Absorbansi
0,323
0,038
0,036

1) Amonia 2 %

2)

M1 x V1

= M2 x V2

2 % x 25 mL

= 25% x V2

V2

= 2 mL

Amonia 10%
M1 x V1

= M2 x V2

10% x 25 mL
V2
3)

5)

= 25% x V2
= 4 mL

Asam asetat 10%


M1 x V1

= M2 x V2

10% x 25 mL

= 97% x V2

V2

= 1,03 mL

HCl 0,1 M
M

% 1000
= Mr

1,19
= 36,5

= 12,06 M

M1 x V1

= M2 x V2

12,06 M x V1

= 0,1 M x 100 mL

37 % 1000

Kadar ( mg/kg)
0,418
-1,966
-0.474

10 mL
= 12, 06

V1

= 0,83 mL
b.

Pembuatan eluen
isopropanol : ammonia (20:1) dalam 10 mL
isopropanol

20
10 mL = 9,52 mL
= 21

Amonia

1
10 mL = 0,43 mL
= 21

c.

Perhitungan nilai Rf

1)

Rhodamin B standar
Rf =

2)

1,5 cm
= 0,375
4 cm

Sampel A
3,3 cm
= 0,825
Rf = 4 cm
d.

Perhitungan seri konsentrasi


2 mg
100 mL

= 20 ppm

1) Seri pengenceran 0,5 ppm


M1 x V1

= M2 x V2

20 ppm x V1

= 0,5 ppm x 25 mL

V1

= 0,625 mL

2) Seri pengenceran 1 ppm

3)

M1 x V1

= M2 x V2

20 ppm x V1

= 1 ppm x 25 mL

V1

= 1,25 mL

Seri pengenceran 1,5 ppm

M1 x V1

= M2 x V2

20 ppm x V1

= 1,5 ppm x 25 mL

M2

= 1,825 ppm

4) Seri pengenceran 2 ppm


M1 x V1

= M2 x V2

20 ppm x V1

= 2 ppm x 25 mL

V1

= 2,5 mL

5) Seri pengenceran 3 ppm

6)

f.

M1 x V1

= M2 x V2

20 ppm x V1

= 3 ppm x 25 mL

V1

= 3,75 mL

Seri pengeceran 5 ppm


M1 x V1

= M2 x V2

20 ppm x V1

= 5 ppm x 25 mL

V1

= 6,25 mL

Perhitungan kadar sampel


a = 2,273
b = 0,239
r = 0,77
1)

Sampel A
y = a + bx
y = 2,273 + 0,239x
x=

y - a volume sampel

FP
b
massa sampel

x=

- 0,273
0,02 L
mg/L
1
(0,323
)
0,239
0,01 kg

x = 0,209 x 2 x 1
x = 0,418 mg/kg
2)

Sampel B
y = a + bx

y = 2,273 + 0,239x
y-a
volume sampel

FP
x= b
massa sampel
-0,273
0,02 L
mg/L
1
(0,038
)
0,239
0,01 kg

x=

x = - 0,983 x 2 x 1
x = - 1,966 mg/kg
3)

Sampel C
y = a + bx
y = 2,273 + 0,239x
x=

y-a
volume sampel

FP
b
massa sampel

x=

-0,273
0,02 L
mg/L
1
(0,036
)
0,239
0,01 kg

x = - 0,237 x 2 x 1
x = - 0,474 mg/kg
3. Reaksi

CH3

H3C
Cl

H3 C

HOOC

CH3

+NH4OH
(Amonia)

(Rhodamin B)

a.
Rhodamin B dengan amonia

CH3

H3C

H 3C

Cl

N
CH3

+NH4++OH-+H+

OOC

(Rhodamin B)

CH3

H3 C

H 3C

Cl

CH3

+ H2 O

H4NOOC

b. Ikatan rhodamin B dengan asam aspartat dan asam arginin

CH - CH2 - COO-

NH3 - C - NH - CH2 - CH2 - CH


NH

Asam aspartat

Arginin

CH3

H3C
H3C

Cl

HOOC
(Rhodamin B)

CH3

NH3 - C - NH - CH2 - CH2 - CH2 - CH


COO-

NH

H3C

H3C

OOC - CH2 - CH
CH3

CH3

( Pengikatan rhodamin B dalam benang wol )

4.

Grafik

a. Kurva baku

Kurva Baku
3.5
3

2.72

2.5
2

2.13

3
2.76

2.87

2.81

Absorbansi 1.5
1

0.5
0
0.5

1.5

Konsentrasi (ppm)

F.

Pembahasan
Percobaan ini membahas tentang analisis zat pewarna rhodamin B pada

bahan makanan dan kosmetik yang bertujuan menentukan secara kualitatif dan
kuantitatif zat pewarna rhodamin B yang terdapat pada bahan makanan.
Rhodamin B merupakan zat yang umumnya digunakan sebagai pewarna
merah dalam industri tekstil. Rhodamin B ini salah satu zat pewarna yang dilarang
penggunaanya dalam makanan menurut Menteri kesehatan Republik Indonesia

N0.722/Menkes/Per/IX/1998 karena dapat bersifat toksik dan susah untuk


didegradasi oleh tubuh, hingga menyebabkan gangguan pada organ metabolisme
di dalam tubuh, contohnya adalah hati, sehingga dapat menyebabkan penyakit
kanker hati. Selain menyebabkan gangguan pada organ Rhodamin B juga
berbahaya untuk kesehatan karena memiliki senyawa klorin (Cl). Senyawa klorin
adalah senyawa halogen yang berbahaya dan bersifat reaktif, senyawa ini akan
berusaha untuk mencapai kestabilan di dalam tubuh dengan cara mengikat
senyawa lain di dalam tubuh.
Pecobaan ini menganalisa beberapa sampel makanan dan kosmetik yang
beredar dipasaran, yaitu lipstik dan saos. Sampel lipstik yang digunakan dalam
betuk semi padat, terlebih dahulu dihaluskan dengan tujuan agar luas permukaan
pada sampel semakin besar hingga reaksi semakin cepat berlangsung. Setelah
sampel benar-benar halus, sampel ditambahankan amonia 2%, penambahan
amonia 2% bertujuan untuk memutusan ikatan rhodamin B yang terikat pada
sampel, sehingga Rhodamin B berikatan dengan amonia. Setelah itu larutan
amonia yang mengandung rhodamin B dari sampel dipanaskan hingga tersisa
residu amonia yang mengandung senyawa rhodamin B. Residu larutan yang
tersisa dilarutkan dengan air asam dan dimasukkan benang wol yang telah bebas
dari lemak. Air asam merupakan air yang telah dicampur dengan CH 3COOH 10%
dengan perbandingan aquades dan CH3COOH 2 : 1. Tujuan penambahan air asam
untuk memutuskan ikatan sistein yang terdapat di benang wol sehingga ikatannya
terbuka dan residu dapat terikat dengan asam amino yang terdapat di benang wol.
Tujuan penggunaan benang wol adalah untuk menarik rhodamin B dalam sampel.
Benang wol perlu dibebaskan dari lemak karena lemak yang terikat dalam benang
wol akan menghalangi pengikatan antara rhodamin B dengan asam amino
penyusun protein di dalam benang wol, karena lemak bersifat non polar, maka
rhodamin B tidak dapat menembusnya untuk berikatan dengan asam amino.
Benang wol bebas lemak didapatkan dengan cara merendam benang wol di dalam
pelarut petroleum eter selama 24 jam, petroleum eter merupakan pelarut yang
bersifat non polar, sehingga dapat melarutkan lemak yang terikat pada benang
wol. Tujuan penggunaan benang wol untuk menarik senyawa rhodamin B yang

bebas, yang terdapat di dalam larutan sebelumnya, agar didapatkan senyawa


rhodamin B yang benar-benar murni dan bebas untuk dilakukan pengujian.
Benang wol terdiri dari protein-protein, dimana protein diketahui sebagai polimer
dari asam amino yang saling berikatan dengan adanya ikatan peptida, ikatan
hidrogen, dan ikatan sistein. Senyawa rhodamin B dapat berikatan dengan asam
amino penyusun protein benang wol, yaitu asam amino arginin dan asam aspartat.
Protein penyusun benang wol memiliki struktur yang kompleks, yaitu struktur
quartener dimana, asam amino penyusun proteinnya disatukan oleh tiga jenis
ikatan, yaitu ikatan peptida, ikatan hidrogen, dan ikatan sistein. Karena struktur
proteinnya yang kompleks inilah yang akan menyebabkan senyawa rhodamin B
akan susah berikatan dengan asam amino arginin dan asam aspartat, hingga perlu
dibantu dengan adanya pemanasan. Pemanasan akan menyebabkan protein
mengalami proses denaturasi, sehingga ikatan-ikatan asam aminonya akan
terputus menjadi struktur yang lebih sederhana yaitu struktur primernya yang
berupa struktur rantai tunggal lurus, sehingga rhodamin B dapat berikatan dengan
mudah pada asam amino arginin dan asam aspartat. Setelah dilakukan proses
pemanasan, benang wol diangkat dan dan dicuci dengan bersih, tujuannya adalah
untuk membersihkan pengotor yang terikut dibenang wol berupa lemak, kemudian
ditambahkan larutan amonia encer. Penambahan amonia encer akan menyebabkan
terjadinya pemutusan pada ikatan rhodamin dengan asam amino arginin dan asam
aspartat yang terdapat di dalam benang wol, sehingga rhodamin B dapat larut di
dalam larutan amonia. Kemudian larutan dipanaskan dan diambil residunya,
residu inilah yang akan di analisis degan KLT (Kromatografi Lapis Tipis) dan
spektrofotometer UV-Vis.
Kromatografi

Lapis

Tipis

(KLT)

merupakan

metode

pemisahan

fisikokimia yang didasarkan atas penyerapan, partisi (pembagian) atau


gabungannya. pada KLT yang bertindak sebagai fase gerak adalah eluen dan fase
diamnya adalah silica gel. Prinsipnya dimana eluen akan membawa senyawa yang
kepolarannya mendekati atau sama dengan eluen naik pada fase diamnya, sebelum
plat KLT digunakan plat KLT diaktifkan terlebih dahulu dengan cara dioven pada
suhu 1050C digunakan suhu ini karena titik didih dari air adalah pada suhu 100 0C

sehingga diharapkan pada suhu 1050C air akan menguap seluruhnya. Plat
dipanaskan dengan tujuan agar senyawa senyawa seperti air pada plat menguap
dan senyawa pengotor lainnya hilang dari plat hingga plat KLT bersih dari
senyawa pengotor.
Larutan amonia pekat yang terdapat senyawa rhodamin B dari sampel
ditotolkan pada plat KLT menggunakan pipa kapiler. Kemudian plat KLT yang
telah ditotol, dimasukkan kedalam chamber yang telah berisi eluen yang telah
dijenuhkan. Eluen harus dijenuhkan terlebih dahulu, karena jika eluen belum
jenuh maka proses absorbsi dan partisinya tidak akan bagus, karena kenaikan
eluen untuk membawa senyawa pada plat KLT akan lambat. Eluen yang
digunakan adalah eluen campuran isopropanol : amonia dengan perandingan 20 :
1 sebanyak 10 ml. Penggunaan kombinasi eluen karena pelarut yang digunakan
memiliki tingkat kepolaran yang berbeda-beda. Semakin tinggi nilai konstanta
dielektrik maka semakin polar suatu pelarut. Selain sampel yang ditotolkan pada
plat KLT, larutan rhodamin B baku juga di totolkan pada plat KLT yang bertindak
sebagai pembanding. Setelah itu dimasukkan plat KLT kedalam chamber,
ditunggu hingga eluen naik hingga batas atas yang telah ditandai. Setelah eluen
mencapai batas atas, diangkat plat KLT dan dilihat plat KLT pada lampu UV 254
nm dan 366 nm. Pada lampu UV 254 nm senyawa yang terdapat pada plat akan
berpendar atau berflouresensi. Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah
karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang
terdapat pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya
yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari
tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke
keadaan semula sambil melepaskan energi. Pada lampu UV 366 nm noda yang
terdapat pada plat akan berpendar atau berflouresensi. Penampakan noda pada
lampu UV 366 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan
gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Gugus
kromofor adalah gugus fungsi yang menyerap radiasi elektromagnetik, ausokrom
adalah gugus yang berpengaruh terhadap penyerapan UV. Fluoresensi cahaya
yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut

ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang
lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi.
Sehingga noda yang tampak pada lampu UV 366 terlihat terang karena silika gel
yang digunakan tidak berfluororesensi pada sinar UV 366 nm. Senyawa rhodamin
B akan berflouresensi berwarna merah muda dibawah pancaran sinar UV 254 nm
dan 366 nm.

Dari kedua sampel lipstik positif mengandung rhodamin. Dari

totolan yang berflouresensi tersebut, dibandingkan nilai Rfnya dengan nilai Rf


rhodamin B baku. Nilai Rf rhodamin B baku adalah 0,375 dan nilai Rf sampel
lipstick adalah 0,825. Nilai Rf didapatkan dengan membagi jarak yang ditempuh
noda pada plat KLT dengan jarak yang ditempuh eluen. Suatu senyawa dikatakan
sama atau identik jika nilai Rf nya sama atau berselisih tidak lebih dari 0,2. Dari
hasil perbandingan nilai Rf rhodamin B baku dan nilai Rf sampel lipstik dimana
antara keduanya memiliki selisih Rf sebesar 0,45 yang artinya nilai Rf memiliki
selisih jauh dari 0,2, hingga dapat dikatakan senyawa pada sampel lipstik adalah
senyawa rhodamin B yang digunakan sebagai pewarna.
Uji kuantitatif menggunakan spektrofotometer, dimana prinsip dari
spektrofotometer yaitu bila cahaya monokromatik melalui suatu media (larutan)
maka sebagian cahaya akan diserap, dipancarkan dan dipantulkan. Sebelum
melakukan uji sampel secara kuantitatif dilakukan terlebih dahulu pembuatan
larutan baku rhodamin B dan persamaan kurva standar baku, serta penentuan
panjang gelombang maksimum larutan baku rhodamin B.
Pembuatan larutan baku rhodamin B dibuat dengan cara memasukkan
rhodamin standar yang telah di timbang ke dalam labu Erlenmeyer dan
ditambahkan etanol yang berfungsi sebagai pelarut, larutan ini disebut larutan
stok. Larutan stok adalah larutan yang konsentrasinya di pekatkan. Tujuan
dibuatnya larutan stok adalah unutk menghindari penimbangan atau penakaran
secara berulang ulang. Setelah dibuat larutan baku dengan konsentrasi 0,5; 1;
1,5; 2; 3; 5; 7,5 ppm dengan menggunakan pelarut HCl. Larutan baku adalah
larutan yang mendapat perlakuan yang sama dengan analit dan mengandung
komponen analit dengan konsentrasi yang sudah diketahui. Larutan analit adalah
larutan yang dianalisis. Tujuan dibuat seri konsentrasi untuk memperoleh

persamaan larutan baku dalam penentuan kadar sampel, oleh karena itu
dibutuhkan paling sedikit 5 rentang konsentrasi yang meningkat yang dapat
memberikan serapan linier. Dilakukan hal yang sama dengan terhadap blanko.
Blanko adalah adalah larutan yang mempunyai perlakuan yang sama dengan
analat tetapi tidak mengandung komponen analit. Tujuan pembuatan larutan
blanko ini adalah untuk mengetahui besarnya serapan oleh zat yang bukan analat.
Kemudian dilakukan penentuan absorbansi setiap larutan baku pada panjang
gelombang maksimum yang telah ditentukan. Kurva standar merupakan standar
dari sampel tertentu yang dapat digunakan sebagai pedoman ataupun acuan untuk
sampel. Pembuatan kurva standar bertujuan unutk mengetahui hubungan antara
konsentrasi larutan dengan nilai absorbansinya sehingga konsentrasi sampel dapat
diketahui. Didapatkan persamaan regresi linernya adalah y = 2,273x + 0,239
Penentuan

panjang

gelombang

maksimum dilakukan dengan

cara

memasukkan larutan baku 2 ppm ke dalam kuvet dan ditentukan panjang


gelombang maksimum dengan cara melakukan scanning pada panjang gelombang
500 600 nm. Setelah itu dilihat kurva absorbansi dan ditentukan titik puncak.
Titik puncak merupakan panjang geombang maksimum. Penentuan panjang
gelombang maksimum perlu dilakukan karena baik sinar polikromatis maupun
monokromatis bila dilewatkan ke suatu larutan maka intensitasnya akan
berkurang. Berkurangnya intensitas sinar terjadi akibat serapan larutan tersebut,
sebagian dipantulkan dan dihamburkan. Untuk mendapatkan selektifitas dan
sensivitas yang baik umumnya dipakai sinar monokromatis dan dipilih panjang
gelombang

yang

memberikan

serapan

maksimum

(panjang

gelombang

maksimum). Terkadang sebuah larutan memiliki lebih dari satu panjang


gelombang maksimum, untuk itu diperlukan pemilihan panjang gelombang yang
sesuai baik berdasarkan sensivitasnya maupun berdasarkan daerah serapan
senyawa pangganggu yang ada di larutan tersebut. Didapatkan panjang
gelombang maksimum adalah 542 nm.
Uji kuantitatif sampel dilakukakn dengan cara memasukkan sampel ke
dalam labu ukur kemudian ditambahkan pelarut HCl, fungsi penambahan HCl
pada sampel untuk melarukan sampel yang dimana rhodamin B mudah larut

dalam asam. Hasil yang diperoleh pada sampel A dengan nilai absorbansi 0,323
kadar yang dihasilkan sebesar 12 mg/kg, sampel B dengan absorbansi 0,038 kadar
yang dihasilkan sebesar -30 mg/kg serta dihasilkan sampel C dengan absorbansi
0,036 kadar yang dihasilkan sebesar -12 m. Sampel B dan C dapat dikatakan tidak
mengandung rhodamin B karena hasil absorbansi yang diperoleh bernilai negatif
dan nilai Rf yang dihasilkan berselisih jauh dari standar yang telah ditentukan
yaitu 0,2.

G.

Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan

bahwa Sampel A, B, dan C tidak mengandung rhodamin B.

PERCOBAAN V
PENENTUAN KADAR NITRIT PADA SEDIAAN MAKANAN
A. Tujuan
Menentukan kadar nitrit dan senyawa sejenisnya dengan metode
spektrofotometri.
B. Dasar Teori
Penggunaan bahan pengawet pada makanan sering sulit dihindari dengan
tujuan

memperlambat,

menghambat,

mencegah,

menghentikan

proses

pembusukan dan fermentasi dari bahan makanan baik yang disebabkan oleh
mikroba, bakteri, ragi maupun jamur. Salah satu contoh yang digunakan sebagai
zat pengawet makanan adalah natrium nitrit atau kalium nitrit yang sering
digunakan sebagai pengawet daging (Naibaho, 2013).
Nitrat dan nitrit merupakan salah satu zat pengawet yang digunakan dalam
proses pengawetan daging agar memperoleh warna yang baik dan mencegah
pertumbuhan mikroba. Dalam daging nitrat akan membentuk nitrooksida,
pembentukan nitrooksida akan terlalu banyak bila menggunakan garam nitrit dan
garam nitrat, garam nitrat akan bereaksi membentuk garam nitrit. Nitrit akan
berikatan dengan amino atau amida dan membentuk turunan nitrosemin yang
bersifat toksik (Hayati, 2012).
Nitrit adalah senyawa reaktif dan dapat berfungsi sebagai oksidator agar
nitrosasi serta diubah menjadi senyawa yang berikatan dengan zat tambahan pada
daging. Produk reaksi nitrit adalah sumber dari kontribusi fungsional nitrit di
dalam proses daging tetapi dalam kasus nitrit, fungsi ini dilakukan dengan
konsentrasi yang sangat kecil (Taste, 2009).
Pengawet nitrit di dalam makanan berfungsi sebagai antiseptik, yaitu
bakteriostatis dalam larutan asam terhadap jasad renik anaerob. Selain itu, nitrit
juga berfungsi memberikan warna merah pada daging yang diawetkan.
Penggunaan bahan pengawet yang aman bagi kesehatan diperbolehkan sepanjang
masih berada dalam batas tingkat ambang batas toleransi.

Akan tetapi, penggunaan senyawa nitrit dalam jumlah yang melebihi batas
akan menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan, karena nitrit dapat
berikatan dengan amino dan amida yang terdapat pada protein daging dan
membentuk turunan nitrosiamin yang bersifat toksik yang diduga dapat
menimbulkan kanker (Naibaho, 2013).
Nitrit adalah nutrisi dari produk ekskresi phytoplankton. Produk endogen
oleh dua ion terdapat dalam jaringan melalui nitrit oksida oksidasi. Oksidasi nitrit
merupakan siklus nitrogen dan bahan kimia di dalam media yang berbeda, namun
sangat kompleks. Nitrit benar ada di dalam makanan atau turunannya, reduksi
nitrit sendiri dapat melewati darah dan oksidasinya akan berada di hemoglobin di
dalam sel darah merah yang terjadi secara bolak-balik dengan cara menghambat
transfer oksigen darah (Gelder, 2014).
Penggunaan bahan pengawet pada makanan sangat sulit dihindari dengan
tujuan

memperlambat,

menghambat,

mencegah,

menghentikan

proses

pembusukan dan fermentasi dari bahan makanan baik yang disebabkan oleh
mikroba, bakteri, ragi maupun jamur. Penambahan senyawa pengawet sering tidak
terkontrol karena efisiensi bahan pengawet tergantung pada konsentrasi dari
bahan, komposisi bahan makanan serta tipe organisme yang dihambat.
Nitrit sebagai pengawet pada makanan yang diijinkan, akan tetapi perlu
diperhatikan penggunaannya dalam makanan agar tidak melampaui batas,
sehingga tidak berdampak negatif bagi manusia. Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1168/ Menkes/Per/X/1999, tentang bahan tambahan makanan, membatasi
penggunaan maksimum pengawet nitrit di dalam produk daging olahan yaitu
sebesar 125 mg/kg (Zia, 2006).
Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 722/Menkes/Per/IX/88
tentang bahan tambahan makanan menyatakan bahwa kadar nitrit yang diijinkan
pada produk daging adalah 200 ppm. Sedangkan USDA (United States
Departement of Agriculture) membatasi penggunaan maksimum nitrit sebagai
garam sodium atau potassium, yaitu 239,7 g/100 L larutan garam, untuk daging
kering sebesar 62,8 g/100 kg dan untuk daging cacahan untuk sosis sebesar 15,7
g/100 kg (Praja, 2015).

Konsumsi nitrit yang berlebihan dapat menimbulkan kerugian pada


pemakainya, baik yang bersifat langsung yaitu keracunan, maupun yang bersifat
tidak langsung yaitu sifat karsinogenik nitrit (dapat menyebabkan kanker).
(Rohman, 2013).
1. Analisis Nitrit
Dilakukan secara kuantitatif dalam makanan dapat dilakukan dengan
menggunakan metode Griess I dan Griess II. Perhitungan kadar metode ini
menggunakan spektrofotometer sinar tampak.
a. Metode Griess I
Prinsip penetapan kadar nitrit dengan metode Griess I adalah reaksi
diasotasi antara asam nitrit dengan amin aromatis primer (asam sulfanilat). Garam
diazonium yang dihasilkan dari reaksi diazotasi dan direaksikan dengan naftilamin membentuk senyawa berwarna yang dapat diukur pada panjang
gelombang 520 nm.
b. Metode Griess II
Adanya nitrit yang dapat menggunakan sulfonilamid sementara agar
pengkoplingannya adalah metil etilen diamin (MED).
2. Spektrofotometer
Metode pengukuran dengan menggunakan prinsip spektrofotometer yaitu
berdasarkan absorbansi cahaya pada panjang gelombang tertentu melalui suatu
larutan yang mengandung kontaminan yang akan ditentukan konsentrasinya,
proses ini disebut dengan absorbsi spektrofotometri (Lestari, 2007).

C. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Blender
b. Centrifuge
c. Corong kaca
d. Gelas kimia
e. Hot plate
f. Kaca arloji
g. Kuvet
h. Labu erlenmeyer
i. Labu ukur 50 mL
j. Pipet tetes
k. Pipet ukur
l. Propipet
m. Spektrofotometer UV-Vis
n. Tabung centrifuge
o. Timbangan analitik
2. Bahan
a. Aquades
b. Buffer pH 9
c. CH3COOH
d. Kertas saring
e. Naftil Etilen Diamin Acid (NEDA) 0,1 %
f. NaNO2 standar
g. Pereaksi Carrez (K4Fe(CN)6 dan Zn(CH3COO)2)
h. Sampel
i. Sulfanilamida 1%

D. Prosedur kerja
1. Pembuatan larutan naftil etilen diamin acid
a. Ditimbang 0,05 g NEDA, kemudian dilarutkan dengan aquades.
b. Dimasukkan ke dalam labu ukur gelap 50 mL, selanjutnya ditambahkan
dengan aquades hingga tanda batas dan dihomogenkan.
2. Pembuatan larutan sulfanilamida 1%.
a. Ditimbang 0,5 g sulfanilamid dengan sedikit air hangat.
b. Didinginkan, kemudian ditambahkan dengan 25 mL HCl pekat sambil
diaduk
c. Dimasukkan ke labu ukur 50 mL dan ditambahkan dengan aquades
hingga tanda batas, kemudian dihomogenkan.
3. Pembuatan pereaksi Carrez
a. Ditimbang 5,275 g K4Fe(CN)6, kemudian dilarutkan dengan aquades.

b. Dimasukkan ke labu ukur 50 mL dan ditambah dengan aquades hingga


tanda batas, lalu dihomogenkan.
c. Ditimbang 9,25 g Zn(CH3COO)2, dilarutkan dengan aquades
d. Ditambah dengan 5 mL CH3COOH, kemudian dimasukkan ke labu takar
50 mL.
e. Ditambahkan aquades hingga tanda batas, lalu dihomogenkan.
4. Pembuatan larutan stok dan persamaan kurva standar baku nitrit
a. Diambil 15 mg NaNO2 standar, lalu ditimbang dan dilarutkan dengan
aquades.
b. Dimasukkan ke labu ukur 100 mL dan diambil larutan stok berturut-turut
sebanyak 0,25; 0,5; 1; 1,5; dan 2 mL.
c. Dimasukkan ke labu ukur 100 mL dan ditambah dengan 10 mL larutan
buffer dengan pH 9 dan 2 mL sulfanilamid 1%.
d. Didiamkan selama 5 menit dan ditambahkan dengan 2 mL naftil etilen
diamin acid (NEDA) 0,1 % dan didiamkan kembali selama 5 menit.
e. Ditambahkan aquades hingga tanda batas, lalu dihomogenkan.
f.
Dilakukan hal yang sama dengan blanko, kemudian di tentukan
absorbansi pada setiap larutan baku.
g. Dicatat absorbansinya dan ditentukan regresi.
5. Penentuan panjang gelombang maksimum
a. Dimasukkan larutan baku 1mg/L ke kuvet, selanjutnya ditentukan
panjang gelombang maksimumnya.
b. Dilihat kurva absorbansinya dan ditentukan titik puncaknya.
6. Preparasi sampel
a. Diambil 20 g sampel, kemudian dimasukkan ke blender.
b. Ditambah dengan aquades 5 mL dan dilakukan blender.
c. Diambil ekstraknya dengan kertas saring, kemudian dipanaskan di atas
hot plate dengan suhu 700C selama 5 menit.
d. Ditambah masing-masing 4 mL larutan Carrez 1 dan Carrez II, lalu
dimasukkan ke dalam centrifuge untuk selanjutnya disentrifugasi selama
5 menit denga kecepatan 400 rpm.
e. Disaring supernatan dengan kertas saring dan diuji sampel.
7. Penentuan konsentrasi nitrit dalam sampel
a. Diambil 1 mL larutan cuplikan sampel, kemudian dimasukkan ke labu
ukur 50 mL dan ditambah dengan 10 mL buffer pH 9 dan 2 mL
sulfanilamid.
b. Didiamkan selama 5 menit, lalu ditambahkan dengan NEDA 1% dan
didiamkan selama 5 menit.

c. Ditambah dengan aquades hingga tanda batas dan dilakukan hal yang
sama dengan blanko.
d. Diukur absorbansi dengan spektrofotometer UV-Vis.

E. Hasil Pengamatan
1. Tabel Hasil Pengamatan
a. Penentuan panjang gelombang maksimum
No
Panjang gelombang (nm)
.
1
500
2
510
3
520
4
530
5
540
6
541
7
542
8
543
9
544
10
556
b. Penentuan kurva kalibrasi

Absorbansi (A)

No
Konsentrasi (ppm)
.
1
0,25
2
0,5
3
1
4
1,5
5
2
c. Penentuan kadar nitrit

Absorbansi (A)

No.
1
2

Sampel
Kornet A1
Kornet A2

1,214
1,525
1,736
1,828
1,782
1,792
1,8
1,78
1,77
1,685

0,571
1,026
1,797
2,439
2,712
Absorbansi
0,408
0,434

Konsentrasi (ppm)
1,2
3,8

3
4
2.

Kornet B1
Kornet B2

0,429
0,371

Perhitungan

a = 0,396
b = 1,25
y-a
x= b
y- 0,396
x = 1,25

a. Kadar nitrit
1) Kornet A1
0,408 - 0,396
x = 1,25

= 9,6 x 10 -3

XV Sampel (L)
Fp
Konsentrasi Nitrit= Massa Sampel (kg)
9,6 x 10 -3 x 0,05 L

= 0,02 kg
50
= 1,2 mg/kg
2) Kornet A2
0,434 - 0,396
x = 1,25

= 30,04 x 10 -3

XV Sampel (L)
Fp
Konsentrasi Nitrit= Massa Sampel (kg)
30,04 x 10 -3 x 0,05 L
50
= 0,02 kg
= 3,8 mg/kg
3) Kornet B1

3,1
-2,5

x=

0,427 - 0,396
=
1,25

24,8 x 10 -3

XV Sampel (L)
Fp
Konsentrasi Nitrit= Massa Sampel (kg)
-3

24,8 x 10 x 0,05 L
50
= 0,02 kg
= 3,1 mg/kg
4) Kornet B2
0,371 - 0,396
=
x = 1,25

-0,02

XV Sampel (L)
Fp
Konsentrasi Nitrit = Massa Sampel (kg)
-0,02 x 10-3 x 0,05 L
50
= 0,02 kg
= -2,5 mg/kg

3. Reaksi
a.

NaNO2 + HCl
O

O
NaNO2 + HCl

OH + NaCl

H
N

O
H

b.

NO+ + sulfanilamid

O
H2N

NH2

NO

H2N

-H

O
S

H2N

O
H2N

OH

OH

O
H2N

O
H2N

S
O

H2N

S
O

c.

Benzendiazonium + NEDA
O

H2 N

N +

NH

CH2

CH2

NH2

O
H2N

S
O

NH

CH2

CH2

NH2

3. Kurva kalibrasi

Kurva Kalibrasi
3
f(x) = 1.25x + 0.4
R = 0.97

2.5
2
Absorbansi (A)

1.5
1
0.5
0
0

0.5

1.5

Konsentrasi (ppm)

4. Diagram batang kadar nitrit

2.5

Penentuan Kadar Nitrit


0.44
0.42
0.4
Absorbansi

0.38
0.36
0.34
0.32
Sampel A1

Sampel A2

Sampel B1

Sampel B2

F. Pembahasan
Bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan
sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan.
Mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan
kedalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan,
penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan. Beberapa zat
kimia ditambahkan pada makanan untuk meningkatkan keawetannya, untuk
mebuat makanan dapat diproduksi secara masal atau untuk meningkatkan daya
tarik bagi konsumen dalam segi warna, rasa, dan bentuk.
Salah satu zat pengawet pada makanan adalah natrium nitrit dan kalium
nitrit yang sering digunakan sebagai pengawet daging. Pengawet nitrit berfungsi
sebagai antiseptik, yaitu sebagai bakteriostatis dalam larutan asam terhadap jasad
retnik anaerob. Selain itu, nitrit juga berfungsi memberikan warna merah pada
daging yang diawetkan. Penggunaan bahan pengawet yang aman bagi kesehatan
diperbolehkan sepanjang masih berada dalam batas tingkat ambang batas
toleransi. Namun, penggunaan senyawa nitrit dalam jumlah yang melebihi batas
dapat menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan karena nitrit dapat
berikatan dengan amino dan amida yang terdapat pada protein daging membentuk
turunan nitrosiamin yang bersifat toksik yang diduga dapat menimbulkan kanker.
Penentuan kadar nitrit pada sampel kornet dilakukan uji secara kualitatif dan
kuantitatif, dengan cara kualitatif sampel yang telah diencerkan dengan aquades
25 mL, dipindahkan dalam tabung reaksi beberapa tetes.
Percobaan kali ini bertujuan untuk menentukan kadar nitrit dalam sediaan
makanan digunakan spektrofotometer. Prinsip dari spektrofotometer UV-VIS
adanya interaksi antara gelombang elektromagnetik dengan materi, dimana cahaya
tampak pada sampel ada yang di absorbsi, dipantulkan dan ditransmisikan.
Percobaan yang pertama adalah pembuatan larutan baku. Pembuatan larutan baku
bertujuan sebagai pembanding dengan larutan uji dengan penyerapan panjang
gelombang oleh analit dan menghasilkan absorbansi. Pertama NaNO2 dilarutkan
dengan aquades, konsentrasi yang dibuat adalah 0,25 ppm; 0,5 ppm; 1 ppm; 1,5
ppm; dan 2 ppm. Tujuan dari perbedaan konsentrasi ini adalah untuk

membandingkan tingkat absorbasinya. Selain larutan baku, larutan blanko juga


dibuat. Larutan blanko adalah larutan yang dibuat dengan perlakuan yang sama
dengan larutan standar tetapi tanpa sampel (NaNO2). Fungsinya untuk mengurangi
kesalahan pengukuran akibat adanya penyerapan cahaya oleh pelarut untuk tujuan
kalibrasi dan juga sebagai larutan pembanding dalam analitik fotometri.
Selanjutnya ditambahkan buffer pH 9, kemudian ditambahkan sulfanilamid 1 %,
dan didiamkan selama 5 menit yang bertujuan agar larutan dapat bereaksi secara
sempurna, kemudian ditambahkan dengan NEDA 0,1% dan didiamkan kembali
selama 5 menit untuk bereaksi dengan sampel dan membentuk kompleks
berwarna ungu. Selanjutnya ditambahkan dengan aquades hingga tanda batas dan
dilakukan hal yang sama dengan blanko, serta ditentukan absorbansi dan regresi
liniernya. Panjang gelombang yang digunakan dalam uji ini, yaitu sebesar 500600 nm, sebab panjang gelombang maksimum tersebut digunakan untuk
menentukan absorbansi dari larutan berwarna.
Percobaan selanjutnya yaitu preparasi sampel. Ditimbang sampel sebanyak
20 gram lalu ditambahkan aquades agar mempermudah penghancuran saat
ditumbuk di stamper. Fungsi aquades adalah sebagai pelarut. Setelah ditumbuk
dan dihancurkan, sampel yang telah hancur diletakkan ke gelas kimia lalu
dipanaskan. Tujuan pemanasaan yaitu untuk memutuskan ikatan pada sampel.
Ditambahkan pereaksi Carrez yang berfungsi untuk mengendapkan lemak dan
protein agar ketika di sentrifuge menghasikan larutan yang jernih. Prinsip kerja
sentrifuge adalah dengan memanfaatkan gaya sentrifugal sehingga bahan tersebut
terpisah. Kemudian dipindahkan ke tabung sentrifuge selama 5 menit dengan
kecepatan 4000 rpm. Tujuan sentrifuge adalah untuk mendapatkan supernatan
untuk analisis sampel.
Percobaan berikutnya yaitu analisis sampel, sampel yang disentrifuge dan
yang telah disaring, dimasukkan di dalam labu erlenmeyer 50 mL, ditambahkan
buffer pH 9, kemudian ditambahkan sulfanilamid 1 %, lalu dipindahkan ke labu
takar 50 mL. Ditambahkan dengan aquades sampai tanda batas dan
dihomogenkan. Kemudian diambil larutan, dimasukan ke dalam kuvet sampai
tanda batas, lalu diukur absorbansinya. Dalam percobaan ini pembuatan larutan

standar ditambahkan buffer pH 9 yang berfungsi untuk mengatasi asam yang


berlebihan dari asam klorida (HCl), apabila H+ berlebih maka akan menganggu
aliran elektron pada senyawa azo sehingga tidak dapat menghasilkan zat warna
yang baik. Selain itu ditambahkan sulfanilamid yang bertujuan untuk membentuk
nitrit menjadi senyawa azo sehingga dapat bereaksi dengan NEDA (Naftil Etilen
Dilamin Acid) dan menghasilkan warna ungu, lalu ditambahakan NEDA.
Penambahan NEDA berfungsi untuk membentuk senyawa kompleks dengan nitrit
yang terdapat didalam makanan. Panjang gelombang yang digunakan dalam uji
ini, yaitu sebesar 500-600 nm, sebab panjang gelombang maksimum tersebut
digunakan untuk menentukan absorbansi dari larutan berwarna.
Berdasarkan hasil uji didapatkan hasil absorbansi untuk sampel kornet A1
0,408, kornet A2 0,434, kornet B1 0,427 dan kornet B2 0,371. Kadar nitrit yang
terkandung dalam sampel kornet A1 1,2 ppm, kornet A2 3,8 ppm, kornet B1 3,1
ppm dan kornet B2 -2,5 ppm. Hasil yang negatif dikarenakan pereaksi pada blanko
tidak bereaksi dengan baik sehingga terjadi pergeseran nilai absorbansi. Metode
spektrofotometri digunakan dalam analisis ini dikarenakan metode ini dapat
mengindentifikasi senyawa dengan kadar analisisnya sangat akurat dan juga
penggunaannya mudah. Sedangkan kelemahan metode spekrofotometri yaitu tidak
dapat digunakan jika kadar dalam sampel tersebut terlalu besar. Permenkes RI No.
1168/ MenKes/ Per/ x/ 1999 tentang bahan tambahan makanan membatasi
penggunaan maksimum pengawet nitrit didalam produk daging olahan yaitu
sebesar 125 ppm.
Manfaat dari identifikasi senyawa nitrit dalam makanan adalah untuk
mengetahui apakah dalam sampel tersebut memiliki nitrit yang melebihi batas.
Kesalahan yang mungkin terjadi pada percobaan ini yaitu praktikan kurang
berhati-hati saat melakukan percobaan, misalnya sering terjadi kelebihan beberapa
tetes larutan sehingga hasil yang diperoleh menjadi tidak tepat. Bahan atau larutan
yang digunakan seperti larutan standar sudah terkontaminasi dan sudah berkurang
konsentrasinya karena penyimpanan yang terlalu lama.

G. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1.
2.
3.
4.
5.

Konsentrasi nitrit yang terkandung dalam kornet A1 adalah 1,2 ppm.


Konsentrasi nitrit yang terkandung dalam kornet A2 adalah 3,8 ppm.
Konsentrasi nitrit yang terkandung dalam kornet B1 adalah 3,1 ppm.
Konsentrasi nitrit yang terkandung dalam kornet B2 adalah -2,5 ppm.
Konsentrasi nitrit pada sampel A1, A2, B1 dan B2 tidak melebihi batas
maksimum menurut Permenkes RI No. 1168/ MenKes/ Per/ x/ 1999 tentang
bahan tambahan makanan nitrit dalam daging olahan yaitu 125 ppm.

PERCOBAAN VI
ANALISIS HIDROKUINON DALAM SEDIAAN PEMUTIH KULIT
A. Tujuan
Menentukan secara kualitatif dan kuantitatif hidrokuinon yang terdapat pada
sediaan pemutih kulit.

B. Dasar Teori

1. Kosmetik
Penggunaan bahan kosmetika di masyarakat semakin meningkat baik
macam maupun jumlahnya. Salah satu produk kosmetik yang berkembang pesat
saat ini adalah produk pencerah kulit. Produk pencerah kulit sangat diminati di
wilayah asia yang pada umumnya berkulit kuning sampai cokelat. Hal tersebut
disebabkan karena konsep kecantikan saat ini adalah memiliki kulit halus, putih,
bersih, dan mulus. Kulit putih sebagai citraan kecantikan terus digencarkan oleh
media massa melalui berbagai iklan sehingga membentuk kesadaran semu bahwa
berkulit putih memang cantik (Rohman, 2013).
Kosmetika pemutih adalah kosmetika yang megandung bahan aktif pemutih
dan penggunaannya bertujuan untuk mencerahkan kulit atau memutihkan kulit.
2. Hidrokuinon
Hidrokuinon merupakan senyawa kimia berupa kristal putih berbentuk
jarum tidak berbau, memiliki struktur kimia C6H6O2 dengan nama kimia 1,4
benzendiol dan mengalami oksidasi terhadap cahaya dan udara. Senyawa ini
sebagai bahan pemutih dan pencegahan pigmentasi yang bekerja menghambat
enzim tirosinase yang berperan dalam penggelapan kulit (Prabawati, 2012).
O

Rumus struktur hidrokuinon

Hidrokuinon adalah bahan aktif yang dapat mengendalikan produksi pigmen


yang tidak merata, tepatnya berfungsi untuk mengurangi atau menghambat
pembentukan melanin kulit. Melanin adalah pigmen kulit yang memberikan
warna gelap kecokelatan, sehingga muncul semacam bercak atau bintik cokelat
atau hitam pada kulit. Banyaknya produksi melanin menyebabkan terjadinya
hiperpigmentasi. Hidrokuinon digunakan untuk mencerahkan kulit yang kelihatan
gelap akibat bintik, melasma, titik-titik penuaan dan chloasma. Hidrokuinon
sebaiknya tidak digunakan pada kulit yang sedang terbakar sinar matahari, kulit
yang iritasi, kulit yang luka terbakar dan kulit pecah (Prabawati, 2012).
Hidrokuinon menghambat enzim tirosinase dalam memproduksi melanin
untuk menghasilkan pigmen baru di lapisan epidermis. Hidrokuinon digunakan
sebagai disinfektan (Burgess, 2005).
Kepala Badan POM mengeluarkan surat public warning atau peringatan
No.KH.00.01.43.2503 tahun 2009 tentang kosmetik mengandung bahan
berbahaya atau bahan dilarang, termasuk hidrokuinon, dimana penggunaan bahan
tersebut dalam sediaan kosmetik dapat membahayakan kesehatandan dilarang
digunakan. Hidrokuinon termasuk golongan obat keras yang hanya dapat
digunakan berdasarkan resep dokter (Prabawati, 2012).
Hidrokuinon tidak boleh digunakan dalam jangka waktu yang lama. Produk
kosmetik yang memiliki kandungan hidrokuinon lebih dari 2% dikategorikan obat
berbahaya bagi kesehatan. Saat ini hidrokuinon masih digunakan dalam obat
pemutih karena dapat mengelupaskan kulit bagian luar (Putriyani, 2011).
Analisis kualitatif zat hidrokuinon dapat dilakukan dengan metode
kromatografi lapis tipis (KLT). KLT digunakan untuk memisahkan suatu
campuran senyawa secara cepat dan sederhana. Menurut Hardjono (1985) bahwa
hidrokuinon dapat dibuktikan atau diidentifikasi lanjut dengan spektrofotometer
uv. Dalam pernyataannya ia menyebutkan bahwa hidrokuinon akan memberikan
serapan pada panjang gelombang 295 nm.
Kepala bandan POM menghimbau tentang kosmetik yang mengandung
hidrokuinon dilarang digunakan karena dapatmembahayakan kesehatan. Bahaya
pemakaian hidrokuinon dapat menyebabkan iritasi kulit, kulit menjadi merah dan

rasa terbakar juga dapat menyebabkan kelainan pada ginjal, kanker darah dan
kanker sel hati.
Hidrokuinon bekerja dengan menghambat total enzim tironase sehingga
menghambat konversi DOPA menjadi melanin. Hidrokuinon juga menghambat
dekstruksi melanin yang baru terbentuk. Sedangkan, melanin berperan melindungi
kulit kulit dari paparan sinar matahari berlebih, menyerap dan memantulkan
radiasi sinar UV serta melindungi kerusakan DNA.
Menurut Rahman (2010) sebagai tindakan waspada, konsumen dianjurkan
1.
2.
3.
4.

untuk memilih kosmetik yang aman yaitu:


Memilih produk yang terdaftar di BPOM
Memilih produk yang diawasi tim medis atau dokter
Teliti legalitas kosmetik
Teliti masa pakai kosmetik
5. Masyarakat dapat menginformasikan produk yang merusak kulit sehingga
BPOM akan melakukan penelitian dan pengendalian terhadap produk tersebut
(Prabawati, 2012).
Penggunaan bahan yang bisa membahayakan kesehatan dilarang sesuai
dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 445 Tahun 1998 dan di tegaskan
oleh Keputusan Badan POM Tahun 2009, yang menyatakan hidrokuinon termasuk
obat keras dengan pengawasan dokter. Pemakaian tanpa resep dokter juga bisa
menyebabkan kanker (Spillane, 2010).
Penetapan kadar hidrokuinon ada beberapa metode yang dapat digunakan

diantaranya:
1. Titrasi redoks
Hidrokuinon merupakan suatu reduktor dengan potensial elektrokimia E0 =
268 mV. Pada titrasi oksidasi reduksi, hidrokuinon akan melepaskan elektron
(mengalami oksidasi) sementara titran akan mengalami reduksi karena
mengikat elektron (Akaojicho, 2003).

2. Spektrofotometri UV-Visibel
Hidrokuinon memiliki gugus kromofor sehingga dapat dianalisa dengan
menggunakan alat spektrofotometer ultraviolet pada panjang gelombang 200400 nm (Sardi, 2011).
3. Kromatografi Lapis Tipis

Analisis hidrokuinon menggunakan fase diam yang bersifat polar dan fase
diam yang bersifat non polar. Kuantitas hidrokuinon dihitung dengan
membandingkan luas puncak bercak sampel terhadap bercak standar
menggunakan alat densitometri yang diukur pada panjang gelombang
maksimumnya.
4. Kolorimetri
Metode ini menggunakan pereaksi floroglusinol untuk penentuan kadar
hidrokuinon dalam krim pemutih. Kondisi pengukuran dioptimumkan berdasarkan
penentuan pengaruh lama pemanasan dan suhu optimum serta penentuan
pengaruh jumlah pereaksi floroglusin.
(Siddique, 2014)
3. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah metode kromatografi cair yang
paling sederhana. KLT yang dapat digunakan dengan dua tujuan. Pertama,
digunakan untuk uji identifikasi senyawa baku, untuk meyakinkan identifikasi
dapat dilakukan dengan menggunakan lebih dari 1 fase gerak dan jenis semprot.
Kedua, digunakan untuk analit kuantitatif dengan KLT (Rahman, 2007).
4. Spektrofotometri UV-Visibel
Spektrofotometri UV-Visibel adalah teknik analisis spektroskopi yang
menggunakan sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dan sinar tampak dengan
menggunakan instrumen spektrofotometer. Prinsip dari spektrofotometer UVVisibel adalah penyerapan sinar tampak untuk ultra violet dengan suatu molekul
dapat menyebabkan terjadinya eksitasi molekul dari tingkat energi dasar (ground
state) ke tingkat energi yang paling tinggi (excited stated). Pengabsorbsian sinar
ultraviolet atau sinar tampak oleh suatu molekul umumnya menghasilkan eksitasi
electron bonding, akibatnya panjang absorbsi maksimum dapat dikorelasikan
dengan jenis ikatan yang ada di dalam molekul.
Mekanisme kerja alat spektrofotometer UV-Visibel adalah sinar dari sumber
sinar dilewatkan melalui celah masuk, kemudian sinar dikumpulkan agar sampai
ke prisma untuk difraksikan menjadi sinar-sinar dengan panjang gelombang
tertentu. Selanjutnya sinar dilewatkan ke monokromator untuk menyeleksi
panjang gelombang yang diinginkan. Sinar monokromatis melewati sampel dan
aka nada sinar yang diserap dan diteruskan. Sinar yang diteruskan akan dideteksi

oleh detector. Radiasi yang diterima oleh detektor diubah menjadi sinar listrik
yang kemudian terbaca dalam bentuk transmitansi (Wiji, 2010).

C.

Alat dan Bahan

1.

Alat
a. Batang pengaduk
b. Corong pisah
c. Gelas chamber
d. Gelas kimia 100 mL
e. Gelas ukur 50 mL

f. Hot plate
g. Kuvet
h. Labu ukur 10 mL, 25 mL, 50 mL
i. Lampu UV 254 nm & 366 nm
j. Lempeng KLT
k. Pipa kapiler
l. Pipet ukur 1 mL, 5 mL
m. Spektrofotometri UV-Visibel
n. Statif dan klem
o. Tutup chamber
2.

Bahan
a. Aquadest
b. CH3COOH
c. Etanol
d. Floroglusinol 1 %
e. HCl 4 M
f. Hidroquinon standar
h. Kertas saring
i. Kloroform
j. Metanol
k. NaOH 0,5 M
l. Na2SO4
m. Petroleum eter
n. Toluena

D.

Prosedur Kerja

1.

Analisis kualitatif hidrokuinon dengan KLT

a.

Larutan uji
1) Ditimbang sebanyak 1 gram sampel krim pemutih dan dimasukkan ke
dalam gelas kimia.
2) Ditambahkan 1 mL HCl 4M.
3) Ditambahkan 5 mL etanol, dipanaskan sambil diaduk.

4) Disaring dan dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL, didalam kertas


saring ditambahkan 0,5 gram Na2SO4 untuk mengikat lemak.
5) Ditambahkan etanol sampai tanda batas, dihomogenkan.
b.

Larutan baku
1) Ditimbang sebanyak 25 mg hidrokuinon standar.
2) Dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL.
3) Ditambahkan 1 mL HCl 4 mL.
4) Ditambahkan etanol sampai tanda batas, dihomogenkan.

c.

Uji KLT
1) Diatas plat KLT ditotolkan larutan sampel dan larutan uji.
2) Dimasukkan plat KLT ke dalam chamber yang berisi fase gerak
toluena:asam asetat (80:20) yang telah jenuh.
3) Dibiarkan fase gerak (pelarut) naik ke atas.
4) Diangkat plat KLT dan dikeringkan, kemudian digunakan lampu UV 254
nm dan 366 nm untuk mengetahui noda.
5) Dihitung Rf dari larutan uji dan sampel.

2.

Analisis kuantitatif hidrokuinon secara spektrofotometri

a.

Larutan standar hidrokuinon


1) Ditimbang 50 mg standar hidrokuinon, dimasukkan ke dalam gelas kimia
100 mL.
2) Dilarutkan dengan etanol 95% secukupnya dan dimasukkan kedalam
labu

ukur 100

mL,

ditambahkan

etanol

hingga

tanda

batas,

dihomogenkan.
3) Dibuat seri konsentasi dari larutan induk yang telah dibuat dengan
konsentrasi 50 ppm; 100 ppm; 150 ppm; 200 ppm; 250 ppm.
b.

Penentuan panjang gelombang maksimum


1) Diambil 5 mL larutan standar hidokuinon 100 ppm dalam tabung reaksi.
2) Ditambahkan 1 mL floroglusinol 1% dan 0,5 mL NaOH 0,5 M.
3) Dipanaskan menggunakan penangas dengan suhu 70C sampai terbentuk
warna merah.

4) Didinginkan tabung reaksi oleh air dengan suhu 25C kemudian


ditambahkan etanol pada labu ukur 10 mL sampai tanda batas.
5) Diukur serapan larutan tersebut dari panjang gelombang 500-550 nm
dengan selang 2 nm.
c.

Penentuan kurva kalibrasi standar hidrokuinon


1) Diambil sebanyak 5 mL masing-masing larutan seri hidrokuinon.
2) Ditambahkan 1 mL flurogusinol 1% dan 0,5mL NaOH 0,5 M.
3) Dipanaskan menggunakan penangas dengan suhu 70C sampai terbentuk
warna merah.
4) Didinginkan tabung reaksi oleh air dengan suhu 25C, kemudian
ditambahkan etanol pada labu ukur 10 mL sampai tanda batas.
5) Diukur serapan larutan tersebut pada panjang gelombang maksimum.
6) Dibuat persamaan regresi linier dari larutan standar hidrokuinon.

d.

Penentuan hidrokuinon dalam sampel


1) Diambil 1 gram sampel krim pemutih, disuspensikan dengan air
secukupnya.
2) Dipindahkan suspensi kedalam corong pisah, ekstraksi dengan 15 mL
petroleum eter sebanyak 4 kali.
3) Dikumpulkan ekstrak petroleum eter diuapkan di udara sampai kering.
4) Ditambahkan etanol pada sisa penguapan, dimasukkan kedalam labu
ukur ditambahkan etanol sampai tanda batas.
5) Diambil 5 mL larutan tersebut kemudian ditambahkan 1 mL fluroglusinol
1% dan 0,5 mL NaOH 0,5 M.
6) Dipanaskan menggunakan penangas dengan suhu 70C sampai terbentuk
warna merah.
7) Didinginkan tabung reaksi oleh air dengan suhu 25C kemudian
ditambahkan etanol pada labu ukur 10 mL sampai tanda batas.
8) Diukur serapan larutan pada panjang gelombang maksimum dan dihitung
kadar hidrokuinon didalam sampel.

E. Hasil pengamatan
1. Tabel Pengamatan
a. Uji kualitatif
No
.

Nama sampel

Eluen

Nilai Rf

Toluena : Asam asetat


0,1875
80 : 20
Toluena : Asam asetat
2.
Sampel A
0,125
80 : 20
Toluena : Asam asetat
3.
Sampel B
80 : 20
Toluena : Asam asetat
4.
Sampel C
80 : 20
Keterangan (+) = mengandung hidrokuinon
(-) = tidak mengandung hidrokuinon
b. Uji kuantitatif
1) Penentuan panjang gelombang maksimum
1.

No
.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Standar

Panjang gelombang (nm)

Absorbansi (A)

500
501
502
503
510
520
maksimal = 501
2) Kurva kalibrasi

3,184
3,205
3,201
3,185
3,189
3,05

No
Konsentrasi (ppm)
Absorbansi (A)
.
1.
50
0,184
2.
100
1,575
3.
150
3,192
4.
200
3,155
5.
250
3,842
3) Penentuan absorbansi sampel
No
.
1.
2.
3.

Sampel

Absorbansi

Kadar (%)

Sampel A1
Sampel A2
Sampel B1

0,02
0,07
-0,035

-0,00026
0,0008
0,012

Keteranga
n
+
+
-

4.
Sampel B2
2,53
5.
Sampel C1
0,154
6.
Sampel C2
0,57
2. Perhitungan
a. Nilai Rf
jarak noda (cm)
Nilai Rf =
jarak eluen ( cm )

3,06
0,011
0,063

1) Standar hidrokuinon
0,75
Rf =
= 0,1875
4
2) Sampel A
Rf =

0,5
=0,125
4

b. Konsentrasi sampel
a = 0,0632
b = 0,1068
y = a + bx
y- a y - 0,0632
x=
=
b
0,01608
1) Sampel A1
Kadar

y-a volume
x
x faktor pengenceran
b
massa
0,02 -0,0632 mg 0,01 L
x
0, 01608
L
0,001 kg x 2

mg
x 10-6
= -2,686 kg

x 100%

= -0,00026 %
2) Sampel A2
Kadar

y-a volume
x
b
massa

x faktor pengenceran

0,07 - 0,0632 mg 0,01 L


x
= 0,01608
L
0,001 kg
mg
x 10-6
= 8,457 kg

x 100%

x2

= 0,0008 %
3) Sampel B1
y-a volume
x
Kadar =
b
massa

x faktor pengenceran

-0,035 - 0,0632 mg 0,01 L


x
0,01608
L
0,001 kg x 2

= -122,139

mg
x 10-6
kg

x 100%

= 0,012 %
4) Sampel B2
y-a volume
x
b
massa

Kadar =

x faktor pengenceran

2,53 - 0,0632 mg 0,01 L


x
0,01608
L
0,001 kg

= 3.068,1592

mg
-6
x 10
kg

x2

x 100%

= 3,06 %
5) Sampel C1
Kadar =

y-a volume
x
b
massa

x faktor pengenceran

0,154 - 0,0632 mg 0,01 L


x
= 0,01608
L
0,001 kg
mg
x 10-6
= 122,935 kg
= 0,011 %
6) Sampel C2
y-a volume
x
Kadar =
b
massa

x2

x 100%

x faktor pengenceran

0,57 - 0,0632 mg 0,01 L


x
= 0,01608
L
0,001 kg x 2
mg
x 10-6
= 630,34 kg

x 100%

= 0,063 %
C. Pembuatan larutan
1) Floroglusinol 1 % dalam 10 mL
1 gram
x
=
100 mL 10 mL
x

= 0,1 gram

2) NaOH 0,5 M dalam 25 mL


massa 1000
0,5 M =

40
25 mL
massa = 20

25
= 0,5 gram
1000

3) HCl 4 M dalam 50 mL
37
1,19
1000
100
M
=
= 12,06 M
36,5
M 1 V1=M2 V 2
12,06 M V 1 = 4M 50 mL
V 1=

16,583 mL

d. Perhitungan pembuatan eluen


80
Toluena =
2 mL =1,6 mL
100
Asam asetat =

20
100

2 mL = 0,4 mL

e. Perhitungan larutan baku


50 mg
50 mg
=
=
100 mL 0,1 L

500 ppm

f. Perhitungan seri konsentrasi


1) 50 ppm
M 1 V1

500 M V1

= 50 M 25 mL

V1

2) 100 ppm
M 1 V1

V1

= M 2 V2

500 M V1

500 M V1
V1
5) 250 ppm
M 1 V1
500 M V1

= 100 M 25 mL
= 5 mL

3) 150 ppm
M 1 V1

4) 200 ppm
M 1 V1

2,5 mL
= M 2 V2

500 M V1

V1

M2 V2

= 150 M 25 mL
= 7,5 mL
= M 2 V2
= 200 M 25 mL
= 10 mL
= M 2 V2

= 250 M 25 mL
V 1=

3.

Kurva baku hidrokuinon

12,5 mL

Kurva Standar
5
4

f(x) = 0.02x - 0.28


R = 0.89

3
Absorbansi (A) 2
1
0
0

50

100

150

200

250

300

Konsentrasi (ppm)

4.
a.

Reaksi
Hidrokuinon + floroglusinol
OH

OH

HO

OH+
HO
OH

OH
OH
O

HO

F.

Pembahasan
Hidrokuinon adalah bahan aktif yang terdapat pada kosmetik yang dapat

mengendalikan produksi pigmen yang tidak merata, tepatnya berfungsi untuk


mengurangi atau menghambat pembentukan melanin kulit. Hidrokuinon
digunakan untuk mencerahkan kulit yang kelihatan gelap akibat bintik-bintik
hitam pada kulit. Penggunaan hidrokuinon dalam dosis tinggi dapat menimbulkan
kerusakan organ dan berakibat karsinogenik.
Percobaan ini berjudul analisis hidrokuinon dalam sediaan pemutih kulit
yang bertujuan untuk menentukan secara kualitatif dan kuantitatif hidrokuinon
yang terdapat pada sediaan pemutih kulit. Sampel yang digunakan berupa sampel
A, B dan C. Analisis kualitatif adalah analisis untuk menentukan ada atau
tidaknya hidrokuinon didalam sampel sedangkan analisis kuantitatif menentukan
jumlah kadar hidrokuinon didalam sampel.
Percobaan analisis kualitatif dilakukan dengan membuat larutan uji. Sampel
ditimbang dan ditambahkan HCl, lalu ditambahkan etanol, dipanaskan, disaring
larutan kemudian ditambahkan etanol dalam labu ukur 25 mL dan Na2SO4. Fungsi
penambahan HCl adalah untuk menarik senyawa hidrokuinon dalam sediaan.
Sedangkan fungsi penambahan Na2SO4 adalah untuk mengikat lemak yang
terdapat dalam sediaan krim. Fungsi pemanasan adalah untuk mempercepat reaksi
dan untuk menguapkan pelarut. Sedangkan fungsi etanol adalah sebagai pelarut.
Pembuatan larutan standar hidrokuinon dilakukan dengan menambahkan HCl dan
hidrokuinon standar kedalam labu ukur, ditambahkan etanol hingga tanda batas.
Pengujian analisis kualitati dilakukan dengan menggunakan KLT. Plat KLT yang
telah diaktifkan didalam oven . Fungsi pengaktifkan plat KLT dengan pengovenan
adalah agar senyawa yang terserap oleh silika gel pada plat menguap sehingga
tidak mengganggu pengujian, ditotolkan larutan uji dan larutan baku pada plat
dengan jarak berbeda lalu dimasukkan kedalam chamber berisi eluen berupa asam

asetat dan toluen yang telah dijenuhkan. Penggunaan kombinasi eluen karena
pelarut yang digunakan memiliki tingkat kepolaran yang berbeda-beda. Dibiarkan
eluen naik hingga tanda batas lalu dikeringkan dan diperhatikan jarak noda pada
lampu UV 254 dan 366 nm. Prinsip KLT adalah memisahkan suatu senyawa
berdasarkan perbedaan tingkat kepolaran. Fungsi penjenuhan eluen adalah agar
eluen menjadi jenuh, eluen harus dijenuhkan terlebih dahulu, karena jika eluen
belum jenuh maka proses absorbsi dan partisinya tidak bagus, menyebabkan
kenaikan eluen pada plat menjadi lambat. Lalu dihitung nilai Rf. Nilai Rf larutan
hidrokuinon adalah 0,187 dan nilai Rf latutan uji sampel yaitu 0,125. Hal ini
membuktikan bahwa sampel tidak mengandung hidrokuinon. Karena apabila
sampel mengandung hidrokuinon maka akan mempunyai nilai Rf yang sama atau
berselisih hanya 0,01.
Percobaan analisis kuantitatif dilakukan dengan mengencerkan larutan
standar hidrokuinon 500 ppm menjadi 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm dan
250 ppm. Kelima larutan diambil kemudian ditambahkan NaOH 0,5 M dan
floroglusinol 1%. Fungsi NaOH adalah untuk memberikan suasana basa untuk
membantu jalannya reaksi, karena pereaksi floroglusinol bereaksi pada suasana
basa. Fungsi penambahan floroglusinol adalah untuk memberi warna pada larutan
yang mengandung hidrokuinon sehingga dapat dideteksi dan dibaca serapan
panjang gelombangnya pada spektrofotometri. Larutan akan diukur pada panjang
gelombang maksimumnya untuk penentuan kurva kalibrasi, digunakan panjang
gelombang maksimum yaitu untuk menentukan pada panjang gelombang
maksimum akan dihasilkan serapan yang maksimum pula. Selanjutnya dilakukan
penentuan hidrokuinon pada sampel. Sampel dilarutkan dengan aquades
dimasukkan kedalam corong pisah, prinsip corong pisah yaitu memisahkan
larutan berdasarkan perbedaan berat jenis atau densitas, kemudian ditambahkan
petroleum eter. Fungsi penambahan petroleum eter adalah untuk melarutkan
hidrokuinon yang terdapat pada sampel, digojog dan didiamkan hingga terpisah
kemudian ditampung petroleum eter dan diuapkan. Hasil uapan dilarutkan dengan
etanol dan ditambahkan floroglusinol dan NaOH, dimasukkan kedalam labu ukur

dan ditambahkan etanol hingga tanda batas. Fungsi etanol adalah sebagai pelarut.
Larutan ini akan diukur panjang gelombang maksimumnya pada spektrofotometri.
Konsentrasi pada sampel A I sebesar -0,00026 %; sampel A II 0,0008 %;
sampel B I 0,012 %; sampel B II 3,06 %; sampel C I 0,011 % dan sampel C II
0,063 %. Urutan yang mengandung hidrokuinon terbanyak yaitu sampel B II,
sampel C II, sampel B I, sampel B II, sampel A II dan sampel A I. Hasil negatif
yang diperoleh pada sampel A I dikarenakan pereaksi pada blanko tidak bereaksi
dengan baik sehingga terjadi pergeseran nilai absorbansi. Menurut SNI kadar
hidrokuinon yang diperbolehkan dalam kosmetik yaitu tidak lebih dari 2 %, oleh
karena itu dapat disimpulkan bahwa sampel B II tidak diperbolehkan dalam
penggunaan karena memiliki kandungan hidrokuinon lebih dari 2 %.

G.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan

bahwa:
1.

Sampel A memiliki nilai Rf sebesar 0,125.

2.

Sampel A memiliki konsentrasi hidrokuinon sebesar -0,00026 %.

3.

Sampel AII memiliki konsentrasi hidrokuinon sebesar 0,0008 %.

4.

Sampel BI memiliki konsentrasi hidrokuinon sebesar 0,012 %.

5.

Sampel BII memiliki konsentrasi hidrokuinon sebesar 3,06 %.

6.

Sampel CI memiliki konsentrasi hidrokuinon sebesar 0,011 %.

7.

Sampel CII memiliki konsentrasi hidrokuinon sebesar 0,063 %.

8.

Sampel B II tidak diperbolehkan untuk digunakan karena menurut SNI


kadar hidrokuinon yang diperbolehkan tidak melebihi 2 %, sedangkan
sampel B II melebihi dari batas yang ditentukan.

PERCOBAAN VII
ANALISIS KADAR FORMALIN DALAM BAHAN MAKANAN
BERFORMALIN SECARA SPEKTROFOTOMETRI
A.

Tujuan
Menentukaan kadar formalin dalam bahan makanan berformalin secara

spektrofotometri.
B.

Dasar Teori

1.

Formalin
Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk.

Didalam formalin mengandung sekitar 37 persen formaldehid dalam air, biasanya


ditambah metanol hingga 15 persen sebagai pengawet. Formalin dikenal sebagai
bahan pembunuh hama (desinfektan) dan banyak digunakan dalam industri. Nama
lain dari formalin adalah Formol, Methylene aldehyde, Paraforin, Morbicid,
Oxomethane, Polyoxymethylene glycols, Methanal, Formoform, Superlysoform,
Formaldehyde, dan Formalith (Astawan, 2006).
Formalin adalah larutan formaldehid dalam air dengan kadar 37% yang
biasa di gunakan untuk mengawetkan sampel biologi atau mengawetkan mayat.
Formalin merupakan bahan kimia yang disalahgunakan pada pengawetan tahu,
mie basah, dan bakso. Formaldehid (HCOH) merupakan suatu bahan kimia
dengan berat molekul 30,03 yang pada suhu kamar dan tekanan atmosfer
berbentuk gas tidak berwarna, berbau pedas (menusuk) dan sangat reaktif (mudah
terbakar). Bahan ini larut dalam air dan sangat mudah larut dalam etanol dan eter.
(Widyaningsih, 2006)
Formalin merupakan bahan kimia yang biasa dipakai untuk membasmi
bakteri atau berfungsi sebagai disinfektan. Zat ini termasuk dalam golongan
kelompok desinfektan kuat, dapat membasmi berbagai jenis bakteri pembusuk,
penyakit, cendawan atau kapang, disamping itu juga dapat mengeraskan jaringan
tubuh setiap hari. Kita menghirup formalin dari lingkungan sekitar. Skala
kecil, formaldehida sebutan lain untuk formalin secara alami ada di alam.
Contohnya gas penyebab bau kentut ata/u telur busuk. Formalin di udara

terbentuk dari pembakaran gas metana dan oksigen yang ada di atmosfer,
dengan bantuan sinar matahari. Formalin mudah larut dalam air sampai kadar
55 %, sangat reaktif dalam suasana alkalis, serta bersifat sebagai zat pereduksi
yang kuat, mudah menguap karena titik didihnya rendah yaitu -210C.
(Winarno, 2004)
Formaldehid (HCOH) merupakan suatu bahan kimia dengan berat molekul
30,03 yang pada suhu kamar dan tekanan atmosfer berbentuk gas tidak berwarna,
berbau pedas (menusuk) dan sangat reaktif (mudah terbakar). Bahan ini larut
dalam air dan sangat mudah larut dalam etanol dan eter (Yuliarti, 2007).
Penggunaan formalin antara lain sebagai pembunuh kuman sehingga
digunakan sebagai pembersih lantai, gudang, pakaian dan kapal, pembasmi lalat
dan serangga lainnya, bahan pembuat sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan
bahan peledak. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan
gelatin dan kertas, bahan pembentuk pupuk berupa urea, bahan pembuatan produk
parfum, bahan pengawet produk kosmetik dan pengeras kuku, pencegah korosi
untuk sumur minyak, bahan untuk isolasi busa, bahan perekat untuk produk kayu
lapis (playwood), dalam konsentrasi yang sangat kecil (< 1 %) digunakan sebagai
pengawet, pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat
sepatu, shampo mobil, lilin dan karpet (Astawan, 2006).
Produsen sering kali tidak tahu kalau penggunaan formalin sebagai bahan
pengawet makanan tidaklah tepat karena bisa menimbulkan berbagai gangguan
kesehatan bagi konsumen yang memakannya. Beberapa penelitian terhadap tikus
dan anjing menunjukkan bahwa pemberian formalin dalam dosis tertentu pada
jangka panjang bisa mengakibatkan kanker saluran cerna. Penelitian lainnya
menyebutkan peningkatan risiko kanker faring (tenggorokan), sinus dan cavum
nasal (hidung) pada pekerja tekstil akibat paparan formalin melalui hirupan.
(Yuliarti, 2007)
2.

Uji kualitatif
Larutan pereaksi Asam kromatofat 0,5% dalam H2SO4 60% (asam 1,8

dihidroksinaftalen 3,6 disulfonat) sebanyak 5 mL dimasukkan dalam tabung


reaksi, ditambahkan 1 mL larutan hasil destilasi sambil diaduk. Tabung reaksi

dimasukkan dalam penangas air yang mendidih selam 15 menit dan amati
perubahan warna yang terjadi. Adanya formalin (HCHO) ditunjukkan dengan
adanya warna ungu terang sampai ungu tua (Cahyadi, 2008).
3.

Uji Kuantitatif Dengan metode Spektrofotometri


Spektrofotometri adalah suatu metode analisis yang berdasarkan pada

pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada
panjang gelombang yang spesifik dengan menggunakan monokromator prisma
atau kisi difraksi dan Detector Vacuum Phototube atau tabung foton hampa. Alat
yang digunakan adalah spektrofotometer, yaitu sutu alat yang digunakan untuk
menentukan suatu senyawa baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan
mengukur transmitan ataupun absorban dari suatu cuplikan sebagai fungsi dari
konsentrasi. Spektrometer menghasilkan sinar dari spectrum dengan panjang
gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan atau diabsorbsi.
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban
suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan pengukuran
menggunakan spektrofotometer ini, metoda yang digunakan sering disebut dengan
spektrofotometri (Basset, 1994).
Spektrometri UV-Vis adalah salah satu metoda analisis yang berdasarkan
pada penurunan intensitas cahaya yang diserap oleh suatu media. Berdasarkan
penurunan intensitas cahaya yang diserap oleh suatu media tergantung pada tebal
tipisnya media dan konsentrasi warna spesies yang ada pada media tersebut.
Spektrometri visible umumnya disebut kalori, oleh karena itu pembentukan warna
pada metoda ini sangat menentukan ketelitian hasil yang diperoleh. Pembentukan
warna dilakukan dengan cara penambahan pengompleks yang selektif terhadap
unsur yang ditentukan (Fatimah, 2005).
Spektrofotometri menyiratkan pengukuran jauhnya penyerapan energi
cahaya oleh suatu sistem kimia itu sebagai suatu fungsi dari panjang gelombang
radiasi, demikian pula pengukuran penyerapan yang menyendiri pada suatu
panjang gelombang tertentu (Underwood, 1986).

Dibuat larutan baku induk dari konsentrasi 1000 ppm dari formalin 37 %,
kemudian diencerkan dalam labu takar 100 mL dengan aquadest sampai tanda
batas, kemudian larutan tersebut dibuat larutan baku standar. Larutan pereaksi
asam kromatofat 5 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan
1 mL larutan standar formalin sambil diaduk tabung reaksi ditangas selam 15
menit dalam penangas air yang mendidih, angkat dan didinginkan. Penetapan
kadar formalin sampel, mencampurkan 10 g sampel dengan 50 mL aquades
dengan cara menggerusnya didalam lumpang. Kemudian didestilat dan diasamkan
dengan H3PO4, ditampung dengan labu ukur 50 mL. Ditambahkan 5 mL asam
kromatopat. Kemudian diukur absorbansi sampel dan standar dengan panjang
gelombang 560 nm dan dihitung kadar formalinnya (Cahyadi, 2008).
4.

Tahu
Tahu merupakan hasil olahan dari bahan dasar kacang kedelai melalui

proses pengendapan dan penggumpalan oleh bahan penggumpal. Tahu ikut


berperan dalam pola makan sehari-hari sebagai lauk pauk maupun sebagai
makanan ringan. Tahu termasuk bahan makanan yang berkadar air tinggi.
Besarnya kadar air dipengaruhi oleh bahan penggumpal yang dipakai pada saat
pembuatan tahu. Bahan penggumpal asam menghasilkan tahu dengan kadar air
lebih tinggi dibanding garam kalsium. Bila dibandingkan dengan kandungan
airnya, jumlah protein tahu tidak terlalu tinggi, hal ini disebabkan oleh kadar
airnya yang sangat tinggi. Makanan-makanan yang berkadar air tinggi umumnya
kandungan protein agak rendah. Selain air, protein juga merupakan media yang
baik untuk pertumbuhan mikroorganisme pembusuk yang menyebabkan bahan
mempunyai daya awet rendah (Hamid, 2012).
Kandungan air di dalam tahu ternyata bukan merupakan hal yang
merugikan. Oleh beberapa pengusaha, hal tersebut justru dimanfaatkan untuk
memproduksi tahu dengan tingkat kekerasan yang rendah (tahu gembur). Dalam
proses pembuatan tahu gembur, air yang dikeluarkan hanya sebagian kecil,
selebihnya dibiarkan tetap berada di dalam tahu. Dengan demikian, akan
dihasilkan tahu yang berukuran besar namun gembur (Bayuputra, 2011).

C.

Alat dan Bahan


1. Alat
a. Batang pengaduk
b. Corong kaca
c. Gelas kimia 50 mL
d. Kuvet
e. Labu ukur 25 mL, 50 mL, 100 mL
f. Mortir dan Stemper
g. Neraca Analitik
h. Pipet Ukur 10 mL
i. Pipet volume 25 mL
j. Propipet
k. Sentrifuge
l. Spektrofotometer UV-Vis
m. Tabung Sentrifuge
2. Bahan
a. Alumunium foil
b. Asam Kromatopat (K10H8O8S2)
c. Aquades
d. Formaldehid (400 g/L)
e. H2SO4 pekat
f. Kertas saring
g. NaHSO3 2,5%

D. Prosedur Kerja
1. Persiapan sampel
a. Tahu di cuci.
b. Ditimbang sebanyak 10 gram.
c. Direndam tahu dengan formalin 2% selama 1 hari.
d. Tahu sebagai sampel analisis.
2. Pembuatan larutan

a. Sebanyak 500 mg asam kromatopat ditambah aquades secukupnya di


b.
c.
d.
e.

gelas kimia.
Dimasukkan larutan ke labu ukur 100 mL.
Ditambah 3 mL H2SO4 pekat.
Ditambah aquades sampai batas (Larutan I).
Ditimbang 2,5 g NaHSO3, ditambah aquades pada labu ukur 100 mL

sampai batas (Larutan II).


3. Pembuatan larutan standar
a. 10 mL formaldehid (400 g/L) diencerkan dengan aquades menjadi 100
mL.
b. Disiapkan larutan standar yang diisi larutan induk masing-masing 0 mL;
mL; 0,25 mL; 2,5 mL; 4 mL; dan 5 mL kedalam lanu ukur 50 mL.
c. Ditambah 2,5 mL NaHSO3 2,5%; 0,1 mL asam kromatopat; 3 mL H 2SO4
pekat ditambah aquades sampai batas.
d. Diambil salah satu larutan standar, diukur panjang gelombang pada 500600 nm (selang 2 nm).
e. Digunakan panjang gelombang maksimum untuk mencari absorbansi
lainnya.
f. Ditentukan kurva kalibrasi.
4. Analisis kadar formalin secara spektrofotometri
a. Disiapkan sampel.
b. Dihaluskan sampel dan ditimbang 2 g, ditambah aquades 15 mL.
c. Disentrifuge sampel selama 10 menit (2500 rpm).
d. Diambil filtrat 1 mL, dimasukkan ke labu ukur 50 mL.
e. Ditambah 2,5 mL NaHSO3 2,5%; 0,1 mL asam kromatopat; 3 mL H 2SO4
pekat ditambah aquades sampai batas.
f. Dimasukkan ke kuvet dan diukur absorbansinya.
g. Dihitung kadar formalin.

E.
1.
a.

Hasil Pengamatan
Tabel Pengamatan
Tabel kurva standar panjang gelombang maksimal 518 nm
No.
Konsentrasi (ppm)
Absorbansi
1
2
0,5549
2
3
0,7029
3
4
0,9308
4
5
1,1131
5
6
1,3357
b. Absorbansi sampel

No.
Sampel
1
A
2
B
3
C
4
D
c. Kadar formalin
No.
Sampel
1
A
2
B
3
C
4
D
2. Perhitungan
a. Kadar
a = 0,138
b = 0,197
r = 0,997
y = a + bx
y-a
b
x=
y - 0,138
x = 0,197
1)

Sampel A
y-a
volume
Kadar = b x massa x faktor pengenceran
0,1985 - 0,138 50 50
0,197
=
x 2 x 1

= 383,33 g/g
2) Sampel B
y-a
volume
Kadar = b x massa x faktor pengenceran
0,1661 - 0,138 50 50
0,197
=
x 2 x 1
= 178,29 g/g
3) Sampel C
y-a
volume
Kadar = b x massa x faktor pengenceran

Absorbansi
0,1985
0,1661
1,1336
0,7017
Kadar (g/g)
383,88
178,29
6317,2
3576,77

1,1336 - 0,138 50 50
0,197
=
x 2 x 1
= 6317,2 g/g
4) Sampel D
y-a
volume
Kadar = b x massa x faktor pengenceran

3.
a.

1,3357 - 0,138 50 50
0,197
=
x 2 x 1
= 3576,77 g/g
Reaksi
Formalin + Asam Kromatopat
Na

Na

C
H

OH

OH

OH

OH

OH
O

C
H

O
O

H
HO

OH

OH
H

OH

HO

O3 S

SO3
H
H

OH

C
H

OH

O3 S

SO3

O3S

SO3
O

OH

C
H

OH

HO

SO3

O3S

(merah keunguan)

-H

F.

Pembahasan
Percobaan ini membahas tentang analisis kadar formalin dalam sediaan

makanan berformalin secara spektrofotometri. Percobaan ini dilakukan dengan


tujuan untuk dapat mengetahui dan memahami cara menentukan kadar formalin
secara spektrofotometri.
Formalin merupakan larutan yang terdiri atas 37% formaldehid dalam air.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi 3, kadar formaldehid tidak kurang dari34,0%
dan tidak lebih dari 38,0% dan dapat dicampur dengan air dan dengan etanol
(95%) P. Pemeriannya berupa cairan jernih, tidak berwarna atau hampir tidak
berwarna; bau menusuk, uap merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan.
Jika disimpan di tempat dingin dapat menjadi keruh. Formalin dapat dicampur
dengan air dan dengan etanol (95%) P. Formalin adalah nama dagang larutan
formaldehid dalam air dengan kadar 35-40%. Formalin biasanya mengandung
golongan alkohol (metanol) sebanyak 10-15% yang berfungsi sebagai stabilisator
supaya formaldehidnya tidak mengalami polimerasi. Formalin merupakan bahan
pembunuh hama atau desinfektan, bahan pengawet mayat. Penggunaan formalin
pada produk makanan melanggar peraturan menteri kesehatan RI No. 1168/
Menkes/ Per/ 1999 tentang bahan makanan tambahan. Peraturan tersebut
menyatakan secara jelas bahwa formalin sebagai bahan kimia yang dilarang
digunakan dalam makanan. Formalin sangat berbahaya jika terhirup, mengenai
kulit dan tertelan. Akibat yang bisa ditimbulkan seperti luka bakar pada kulit,
iritasi pada saluran pernapasan, reaksi alergi lainnya dan penyebab kanker pada
manusia.
Percobaan ini dilakukan dengan menerapkan metode spektrofotometri
dengan

menggunakan

alat

instrumen

berupa

spektrofotometer

UV-Vis.

Spektrofotometri merupakan suatu metode analisa yang didasarkan pada


pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada
panjang gelombang spesifik dengan mengguankan monokromator prisma atau kisi
difraksi dengan detector fototube. Dalam analisis dengan spektrofotometri
terdapat tiga daerah panjang gelombang elektromagnetik yang digunakan, yaitu
daerah UV (200-380 nm), daerah visible (380-700 nm), daerah Inframerah (700-

3000 nm). Spektrofotometri uV-Vis mengacu pada hukum Lambert-Beer apabila


cahaya monokromatik melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya
tersebut akan diserap, sebagian dipantulkan dan sebagian lagi akan dipancarkan.
Prinsip kerjanya seberkas sinar dilewatkan pada analit, setelah melewati analit,
intensitas cahaya berkurang sebanding dengan banyaknya molekul analit yang
menyerap cahaya itu. Intensitas cahaya sebelum dan sesudah melewati bahan
diukur dan dari situ dapat ditentukan jumlah bahan yang bersangkutan. Kelebihan
metode ini adalah dapat digunakan baik untuk sampel berwarna juga untuk
sampel tak berwarna.
Syarat-syarat senyawa dapat terukur dengan metode spektrofotometer UVVis, yang pertama harus mempunyai gugus kromofor dan auksokrom. Namun
yang paling penting atau diutamakan adalah gugus kromofornya. Kromofor
berasal dari kata chromophorus yang berarti pemberi warna. Artinya, gugus
kromofor adalah sebuah gugus yang bertanggung jawab atas adanya absorbansi
dan transisi elektronik. Kromofor memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang
berselang-seling, sedangkan auksokrom adalah gugus yang melekat pada
kromofor yang mempunyai pasangan elektron bebas dan dapat menaikkan /
menurunkan intensitas serapan, sehingga berperan dalam pergeseran panjang
gelombang. Kedua senyawa tersebut harus berwarna. Ketiga panjang gelombang
antara 380 780 nm atau 400 800 nm.
Tahap awal percobaan dilakukan dengan pembuatan sampel berformalin.
Sebanyak 10 g tahu direndam dengan formalin 2% selama 1 hari. Tahu
berformalin ini kemudian akan digunakan sebagai sampel pada percobaan ini.
Pembuatan tahu berformalin ini bertujuan untuk membuat tahu yang akan
digunakan sebaga sampel positif mengandung formalin sehingga dapat ditetapkan
kadar formalin yang terkandung di dalamnya.
Selanjutnya dilakukan pembuatan larutan asam kromatopat dan larutan
NaHSO3. Sebanyak 500 mg asam kromatopat dilarutkan dengaan aquades,
kemudian ditambahkan 3 mL asam sulfat pekat dan ditambahkan kembali aquades
hingga tanda batas 100 mL. Asam kromatopat adalah senyawa yang akan
membentuk kompleks berwarna violet bersama formalin. Fungsi penambahan

asam sulfat pekat adalah sebagai katalis, karena asam kromatopat hanya akan
beraksi dalam keadaan asam. Kemudian pembuatan larutan NaHSO 3, sebanyak 2,5
g NaHSO3 dilarutkan dengan aquades hingga tanda batas 100 mL.
Tahap selanjutnya adalah penetapan panjang gelombang maksimum dan
pembuatan kurva kalibrasi. Tahap ini diawali dengan pembuatan larutan stok baku
formalin yang kemudian dibuat seri pengenceran dengan konsentrasi 0 ppm
(blanko), 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm, 5 ppm dan 6 ppm. Pembuatan larutan stok
bertujuan untuk menghindari penimbangan berulang dalam pembuatan larutan
selanjutnya (seri konsentrasi) sehingga pekerjaan akan lebih efisien. Pada
pembuatan masing-masing seri konsentrasi ditambahkan 2,5 mL NaHSO 3 2,5%,
0,1 mL asam kromatopat dan 3 mL H2SO4 pekat kemudian ditambahkan aquades
hingga tanda batas 50 mL. Penambahan zat-zat tersebut digunakan untuk
menyamakan perlakuan terhadap larutan untuk kurva kalibrasi dan perlakuan pada
proses penetapan kadar sampel.
Sebelum menentukan kurva kalibrasi terlebih dahulu dilakukan penetapan
panjang gelombang maksimum. Penetapan panjang gelombang maksimum
dilakukan untuk mengetahui ketika absorbansi mencapai titik maksimum sehingga
meningkatkan absorbansi analit terhadap energi cahaya. Panjang gelombang
maksimum pada percobaan penetapan kadar formalin ini adalah 518 nm.
Pembuatan kurva kalibrasi atau kurva standar bertujuan untuk mengetahui
linieritas hubungan antara konsentrasi larutan standar dengan absorbansinya,
sehingga dapat diketahui apakah langkah kerja yang dilakukan telah sesuai atau
tidak. Pada saat penetapan kurva kalibrasi digunakan juga larutan blanko yang
diukur absorbansinya. Larutan blanko adalah larutan yang tidak berisi analit.
Dilakukan pengujian terhadap blanko untuk memastikan bahwa pelarut aquades
dan zat tambahan dalam preparasi sampel tidak menyerap energi cahaya, sehingga
pada saat penetapan kadar formalin dalam sampel nilai absorbansi yang dihasilkan
adalah murni dari absorbansi formalin.
Kemudian dilakukan penetapan kadar formalin dalam sampel. Sebanyak 2 g
sampel dihaluskan dan dilarutkan dengan aquades 15 mL. Kemudian di
sentrifugasi untuk memisahkan partikel dengan filtrat. Kemudian filtrat

dimasukkan dalam labu ukur 50 mL, ditambahkan dengan 2,5 mL NaHSO 3 2,5 %,
0,1 mL asam kromatopat dan 3 mL H2SO4 pekat dan ditambahkan aquades sampai
tanda batas 50 mL. Kemudian dimasukkan larutan kedalam kuvet dan diukur
absorbansinya. Penambahan asam kromatopat berfungsi untuk membentuk
kompleks berwarna violet bersama formalin. Formalin dengan adanya asam
kromatopat dalam asam sulfat disertai pemanasan beberapa menit akan terjadi
pewarnaan violet. Reaksi asam kromatopat mengikuti prinsip kondensasi senyawa
fenol dengan formaldehida membentuk senyawa berwarna (3, 4, 5, 6dibenzoxanthylium). Reaksi kondensasi adalah reaksi penggabungan dua senyawa
dengan melepaskan molekul air. Penambahan NaHSO3 ditujukan untuk mengikat
molekul air hasil reaksi kondensasi antara asam kromatopat dengan formalin.
Berdasarkan percobaan dan perhitungan yang telah dilakukan, didapatkan
hasil kadar formalin dalam sampel A , B, C, dan D berturut-turut adalah 383,88
g/g, 178,29 g/g, 631,2 g/g dan 3576,77 g/g. Penggunaan formalin pada
produk makanan melanggar peraturan menteri kesehatan RI No. 1168/ Menkes/
Per/ 1999 tentang bahan makanan tambahan. Peraturan tersebut menyatakan
secara jelas bahwa formalin sebagai bahan kimia yang dilarang digunakan dalam
makanan, sehingga sampel yang diuji pada percobaan kali ini tidak memenuhi
standar bahan makanan layak konsumsi karena mengandung formalin
Manfaat percobaan penetapan kadar formalin ini pada bidang farmasi adalah
dapat

melakukan

proses

pengawasan

kualitas

bahan

makanan

dan

mengidentifikasi penambahan zat terlarang formalin dalam sediaan bahan


makanan yang beredar di pasaran.

G.

Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1.
2.
3.
4.
5.

Kadar formalin dalam sampel A sebanyak 383,33 g/g.


Kadar formalin dalam sampel B sebanyak 178,29 g/g.
Kadar formalin dalam sampel C sebanyak 6317,2 g/g.
Kadar formalin dalam sampel D sebanyak 3576,77 g/g.
Kadar formalin dalam sampel melebihi batas karena menurut PerMenKes
kadar formalin dalam makanan tidak boleh melebihi 0,1 g/g

PERCOBAAN VIII
PENENTUAN KADAR PROTEIN DALAM BAHAN MAKANAN
SECARA SPEKTROFOTOMETRI
A. Tujuan
Memahami dan melakukan penetapan kadar protein secara spektrofotometri.
B. Dasar Teori
1. Protein
Secara kimiawi, protein merupakan senyawa polimer yang tersusun atas
satuan asam-asam amino sebagai monomernya. Asam-asam amino tersebut terikat
satu sama lain melalui ikatan peptida, yaitu ikatan antara gugus karboksil (COOH) asam amino yang satu dengan gugus amina (-NH 2) dari asam amino yang
lain dengan melepaskan satu molekul air. Peptida yang terbentuk atas dua asam
amino disebut dipeptida. Sebaliknya peptida yang terdiri atas tiga, empat, atau
lebih asam amino masing-masing disebut tripeptida, tetrapeptida, dan seterusnya.
Protein adalah suatu polipeptida yang memiliki kira-kira 100 sampai 1800
atau lebih residu asam amino. Protein alamiah memiliki 20 jenis asam amino.
Untuk setiap protein tertentu, urutan dan jenis-jenis asam amino yang
menyusunnya sangat spesifik (Yazid, 2006).
Suatu protein dapat berfungsi sebagai biokatalis. Disamping itu hemoglobin
dalam bulir-bulir darah merah disebut dengan eritrosit. Eritrosit berfungsi sebagai
pengangkut oksigen dari paru-paru menuju ke seluruh bagian tubuh, yakni salah
satu jenis protein (Poedjiadi, 2006).
Suatu protein yang hanya tersusun atas asam amino dan tidak mengandung
gugus kimia lain disebut protein sederhana, contohnya enzim ribonuklease dan
khimotripsinogen. Namun banyak protein yang mengandung gugus kimia lain
selain asam amino seperti derivat vitamin, lipid, atau karbohidrat, protein ini
disebut protein konjugasi (Yazid, 2006).
Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien, tidak seperti
bahan makronutrien lainnya, protein ini berperan lebih penting dalam
pembentukan biomolekul daripada sumber energi (Primasoni, 2012).

2. Analisis protein pada makanan


Penentuan kadar protein dalam bahan makanan dengan tujuan yang
beragam, diantaranya untuk menentukan kadar protein total dalam bahan
makanan, menentukan tingkat kualitas protein yang dipandang dari sudut gizi dan
menelaah protein sebagai salah satu bahan kimia seperti yang dilakukan pada
bidang biokimia (Maharani, 2010).
Penetapan kadar protein secara biuret dilakukan dengan bantuan alat
spektrofotometer. Prinsipnya adalah pengukuran serapan cahaya oleh ikatan
kompleks berwarna ungu yang terjadi bila protein bereaksi dengan Cu2+ dalam
suasana basa. Protein dapat ditetapkan kadarnya dengan metode biuret. Prinsip
dari metode biuret adalah ikatan peptida dapat membentuk senyawa kompleks
berwarna ungu dengan penambahan suasana basa. Reaksi biuret terdiri dari
campuran protein dengan sodium hidroksida (berupa larutan) dan tembaga sulfat.
Warna violet adalah hasil dari reaksi ini, reaksi ini tidak terjadi pada
makromolekul lainnya (Carpette, 2005).
Analisis protein dapat dilakukan dengan dua metode yaitu secara kualitatif
dan kuantitatif. Metode kualitatif meliputi Xantoprotein, reaksi Hopkins-cole,
reaksi Millons, reaksi Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi. Sedangkan secara
kuantitatif meliputi metode Kjeldahl, Lowry, metode spektrofotometri UV-visible
(biuret).
a. Analisis protein secara kualitatif
1) Reaksi xantoprotein
Larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan larutan protein setelah
dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila
dipanaskan. Reaksi yang terjadi ialah titrasi pada inti benzen yang terdapat pada
molekul protein.
2) Reaksi Hopkins - Cole
Larutan protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan dengan
pereaksi Hopkins cole yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini dibuat
dengan asam oksalat dengan serbuk magnesium dalam air.

3) Reaksi Millons
Pereaksi Millons adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam
nitrat. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein akan menghasilkan
endapan putih yang dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan.
4) Reaksi Natrium Nitroprusida
Natrium nitroprusida dalam larutan amoniak akan menghasilkan warna
dengan protein yang mempunyai gugus -SH bebas. Jadi protein yang mengandung
sistein dapat memberikan hasil positif.
5) Reaksi Sakaguchi
Pereaksi yang digunakan ialah naftol dan natrium hipobromit. Pada
dasarnya reaksi ini memberikan hasil positif apabila ada gugus guanidin.
b. Analisis protein secara kuantitatif
1) Metode Kjeldahl
Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen
total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel
didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalis dengan katalisator yang sesuai.
2) Metode Lowry
Prinsip kerja metode lowry adalah reduksi Cu2+ (reagen lowry B) menjadi
Cu+ oleh tirosin, triptofan dan sistein yang terdapat dalam protein.
(Suharsono, 2006)
3. Spektrofotometri
Spektrofotometri merupakan suatu metode analisa yang didasarkan pada
pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu larutan berwarna pada
panjang gelombang spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi
difraksi dengan detektor fototube (Poedjiadi, 2006).
Spektrofofometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban
suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan pengukuran
menggunakan spektrofotometer metode yang digunakan disebut dengan
spektrofotometri. Spektrofotometer dapat mengukur serapan didaerah tampak UV
(200-380 nm) maupun IR (>750 nm) dan menggunakan sumber sinar yang

berbeda pada masing-masing daerah. Monokromatornya menggunakan kisi atau


prisma. Prinsip kerja spektrofotometer yaitu bila cahaya monokromatik melalui
suatu media sebagian dipantulkan dan sebagian lagi dipancarkan (Yoky, 2009).
Spektrofotometer membandingkan jumlah intensitas sinar cahaya yang
dilewati pada suatu sampel dengan jumlah cahaya yang diserap oleh suatu sampel
yang disebut absorbansi. Spektrofotometri berkaitan erat dengan spektroskopi
UV-Vis. Spektrofotometri mengeksploitasi perbedaan penyerapan cahaya oleh
larutan konsentrasi yang berbeda. Larutan yang lebih pekat menyerap lebih
banyak cahaya daripada larutan yang terkonsentrasi (Bradshow, 2010).

C. Alat dan Bahan


1.
Alat
a.
Batang pengaduk
b.
Corong kaca
c.
Gelas kimia 100 mL
d.
Kaca arloji
e.
Kuvet
f.
Labu ukur 10 mL, 25 mL, 50 mL & 100 mL
g.
Pipet tetes
h.
Pipet ukur 5 mL
i.
Propipet
j.
Sendok tanduk
k.
Spektrofotometer UV-VIS
l.
Timbangan analitik
2.
Bahan
a. Albumin standar
b. Aquades
c. CuSO4.5H2O
d. NaKH4C4O6
e. NaOH 0,5 M
f. Sampel susu sapi
g. Sampel telur ayam kampung
h. Sampel telur bebek
D. Prosedur Kerja
1. Pembuatan pereaksi biuret
a. Diambil 0,375 g CuSO4.5H2O dan 1,5 g NaKH4C4O6, dilarutkan dengan
50 mL aquades. Larutan ini disebut larutan I.
b. Diambil 5 g NaOH, dilarutkan dengan 50 mL aquades. Larutan ini
disebut larutan II.
c. Dicampurkan kedua larutan tersebut dengan menambahkan larutan II ke
larutan I. Larutan ini disebut pereaksi biuret.
2. Pembuatan larutan stok dan persamaan kurva standar baku standar protein
total
a. Diambil 1 mL albumin standar (5 g/dL), dimasukkan dalam labu ukur 25
mL dan ditambahkan aquades sampai tanda batas.
b. Dibuat seri konsentrasi larutan baku standar dengan cara diambil
sebanyak 1 mL; 2 mL; 3 mL; 4 mL; dan 5 mL dari larutan stok dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL.
c. Ditambahkan 3 mL pereaksi biuret, lalu ditambahkan aquades sampai
tanda batas dan dihomogenkan.
d. Dilakukan hal yang sama untuk blanko.

e. Dilakukan penentuan absorbansi setiap larutan baku pada panjang


gelombang maksimum yang telah ditentukan.
f. Dicatat absorbansi dan ditentukan persamaan regresi linearnya.
3. Penentuan panjang gelombang maksimum
a. Dimasukkan larutan baku 400 mg/L ke dalam kuvet.
b. Ditentukan panjang gelombang maksimum dengan cara dilakukan
scanning pada panjang gelombang 500-600 nm.
c. Dilihat kurva absorbansi dan ditentukan titik puncak. Titik puncak
merupakan panjang gelombang maksimum.
4. Penentuan kadar protein dalam sampel
a. Ditimbang 1 g sampel, dimasukkan ke dalam labu ukur I dan I g aquades
b.
c.
d.
e.

ke dalam labu ukur II. Masing-masing labu ukur 100 mL.


Ditambahkan 5 mL NaOH 0,5 M ke dalam masing-masing labu ukur.
Ditambahkan 3 mL pereaksi biuret.
Diencerkan dengan aquades hingga tanda batas, dihomogenkan.
Didiamkan selama 10 menit ditiap-tiap labu ukur dan diinkubasi pada

suhu 37o-38oC.
f. Diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum.
g. Ditentukan kadar protein total dalam sampel.
E. Hasil Pengamatan
1.
Tabel hasil pengamatan
a. Penentuan panjang gelombang maksimum
Panjang gelombang (nm)
500
510
520
530
540
550
560
561
562
563
564
565
566
maks 564 nm
a. Kurva baku
Konsentrasi (ppm)
200
400

Absorbansi
0,137
0,160
0,181
0,198
0,211
0,219
0,211
0,219
0.221
0,221
0,222
0,221
0,221

Absorbansi
0.095
0,115

600
0,180
800
0,240
1000
0,297
b. Konsentrasi kadar protein dalam sampel
Sampel
Telur ayam kampung
Telur bebek
Susu sapi

Absorbansi
0,113
0,097
0,160

Kadar (%)
3,26
2,66
5,04

2. Perhitungan
a. Pembuatan larutan NaOH 0,05 M dalam 50 mL
M

massa
1000
x
= Mr
V

massa
1000
x
0,05M = 40
50 mL
Massa

= 1 gram

a. Pembuatan larutan stok dari 50.000 ppm


Diambil 1 mL dari larutan 50.000 ppm
M 1 x V1

M 2 x V2

50.000 ppm x 1 mL
M2

b. Pembuatan seri pengenceran 10 mL


1) Seri konsentrasi 1 mL
M 1 x V1
2000 ppm x 1 mL
M2

M 2 x V2

=
M2

x 10 mL

200 ppm
M 2 x V2

=
=

x 25 Ml

2000 ppm

2) Seri konsentrasi 2 mL
M 1 x V1
2000 ppm x 2 mL

M2

M2

x 10 mL

M2

400 ppm

3) Seri konsentrasi 3 mL
M1 x V1

M 2 x V2

2000 ppm x 3 mL
M2

M2

=
=

x 10 mL

600 ppm

4) Seri konsentrasi 4 mL
M1 x V1

M 2 x V2

2000 ppm x 4 mL
M2

M2

=
=

x 10 mL

800 ppm

5) Seri konsentrasi 5 mL
M1 x V1

M 2 x V2

2000 ppm x 5 mL
M2

=
=

M2

x 10 mL

1000 ppm

c. Kadar protein dalam sampel


1) Sampel telur ayam
y-a volume
x
b
massa

Kadar =

x faktor pengenceran

0,113-0,0267 mg 0,1 L
x
0,000264
L
0,001 kg x 1

mg
x 10-6
= 32689,39 kg

x 100%

= 3,26%
2) Sampel telur bebek
Kadar

y-a volume
x
x faktor pengenceran
b
massa

0,097-0,0267 mg 0,1 L
x
= 0,000264
L
0,001 kg x 1
mg
x 10-6
= 2,6628 kg

x 100%

= 2,66%
3) Sampel susu
Kadar

y-a volume
x
x faktor pengenceran
b
massa

0,160-0,0267 mg 0,1 L
x
= 0,000264
L
0,001 kg x 1
mg
x 10-6
= 50492 kg

x 100%

= 5,04%
3. Kurva

Kurva Standar
0.4
0.3
Absorbansi (A)

f(x) = 0x + 0.03
R = 0.98

0.2
0.1
0
0

200

400

600

800

Konsentrasi (ppm)

1000

1200

4. Reaksi
a. Protein + Cu2+
O

R
H

O
O

C
N

R
N

C
H

C
C

H
H

H
C

R
N

C
H

C
C

H
H
Cu

H
H
C
C

C
N

R
O

H
N
C
O

C
H

OH
Cu2+

F. Pembahasan
Percobaan ini mengenai penentuan kadar protein dalam bahan makanan
secara spektrofotometri yang bertujuan untuk memahami dan melakukan
penentapan kadar protein secara spektrofotometri. Protein merupakan molekul
organik yang terdiri dari monomer-monomer asam amino. Protein sangat
dibutuhkan karena merupakan suatu zat yang sangat penting. Protein berfungsi
sebagai zat pembangun dan pengatur tubuh. Selain itu protein juga berfungsi
dalam membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada.
Sampel yang digunakan adalah sampel telur ayam kampung, telur bebek,
dan susu sapi. Prinsip alat spektrofotometri yaitu cahaya monokromatis yang
melewati suatu larutan sebagian akan diserap, sebagian lagi akan dipantulkan.
Penyerapan panjang gelombang inilah yang nantinya akan dapat menentukan
kadar dalam larutan. Metode yang digunakan pada percobaan ini yaitu metode
biuret atau uji biuret. Uji biuret digunakan untuk menujukkan adanya ikatan
peptida dalam suatu zat yang diuji. Adanya ikatan peptida mengindikasikan
adanya protein, karena ikatan peptida menghubungkan antar asam amino untuk
membentuk suatu protein. Ikatan peptida merupakan ikatan yang terbentuk antara
atom karbon dari gugus karboksil suatu asam amino dengan atom nitrogen dari
gugus amina asam amino lainnya dan melepaskan 1 molekul H2O.
Tujuan melakukan pembuatan larutan stok adalah untuk menentukan
panjang gelombang maksimum pada spektrofotometer UV-Vis. Larutan stok ini
dibuat dari albumin standar yang diencerkan dengan aquades kemudian dibuat
dengan seri konsentrasi masing-masing 200 ppm, 400 ppm, 600 ppm, 800 ppm,
1000 ppm. Tujuannya untuk memperoleh persamaan dan untuk mengetahui
hubungan antara konsentrasi dengan absorbansi. Oleh karena itu dibutuhkan
paling sedikit 5 rentang konsentrasi yang meningkat yang dapat membentuk
serapan linier. Kemudian pada masing-masing seri ditambahkan pereaksi biuret.
Hal tersebut juga dilakukan terhadap blanko. Fungsi blanko adalah sebagai larutan
pembanding terhadap larutan uji.
Setelah itu dilakukan penentuan panjang gelombang maksimum yang akan
digunakan pada penentuan kadar sampel nantinya. Alasan digunakan panjang

gelombang maksimum dalam penentuan kadar protein secara spektrofotometri


karena pada panjang gelombang maksimum memiliki kepekaan yang maksimal
dengan absorbansi yang maksimal. Selain itu, pada panjang gelombang
maksimum bentuk kurva absorbansinya memenuhi hukum Lambert-Beer.
Penentuan kadar protein dalam sampel dilakukan dengan menimbang
masing-masing sampel dan diencerkan dengan aquades. Kemudian ditambahkan
NaOH 0,5 M untuk memberikan suasana basa. Selanjutnya ditambahkan pereaksi
biuret. Uji biuret akan menunjukkan hasil positif dengan adanya perubahan
larutan menjadi berwarna ungu atau merah muda. Ikatan peptida yang akan
bereaksi dengan reagen biuret menghasilkan perubahan warna. Warna ungu yang
terbentuk akibat adanya persenyawaan antara Cu2+ dari reagen biuret dengan NH
dari ikatan peptida. Semakin banyak ikatan peptida (banyak asam amino yang
berikatan) akan memunculkan warna ungu. Semakin pendek ikatan peptida
(sedikit asam amino yang berikatan) akan memunculkan warna merah muda.
Selanjutnya didiamkan selama 10 menit pada suhu 37-38C. Tujuannya adalah
untuk mengoptimalkan reaksi. Selanjutnya dilakukan analisis menggunakan
spektrofotometri.
Berdasarkan hasil pengamatan yang didapat, kadar protein pada sampel telur
ayam kampung adalah 3,62%, pada sampel telur bebek 2,66%, dan pada sampel
susu sapi sebesar 5,04%. Bedasarkan percobaan yang telah dilakukan urutan kadar
protein dari yang terbesar ke yang terkecil yaitu susu sapi, telur ayam kampong
dan telur bebek. Menurut Warisno (2005) kadar protein dari telur bebek adalah
13,1 %, telur ayam kampung sebesar 12,8 %, sedangkan menurut Moeljanto
(2001) untuk susu sapi mengandung protein sebesar 3,6 %, hal ini tidak sesuai
dengan teori diakibatkan oleh kesalahan dalam praktikum berupa terlalu pekatnya
sampel yang akan dianalisis menggunakan spektrofotometri sehingga kadar
sampel yang seharusnya kecil menjadi terlalu besar. Manfaat percobaan ini adalah
untuk dapat menentukan kadar protein yang terdapat didalam bahan makanan
secara spektrofotometri.

G.

Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan

bahwa :
1. Kadar protein pada telur ayam kampung 3,26%.
2. Kadar protein pada telur bebek 2,66%.
3. Kadar protein pada sampel susu sapi 5,04%.

DAFTAR PUSTAKA
Akaojicho, et al. 2003. Fully Automatic Thermal Voparation Mercury Analysis
System. Japan: NIC instruments corporation.
AOAC. 2000. Food Colour Addiliver, In : Official Method Of Analysis.
Association Of Official analytical chemist inc, gaithers burg: USA.
Astawan, M., 2006. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya: Jakarta.
Basset, J. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. EGC: Jakarta.
Bayuputra, 2011. Kandungan Gizi Tahu. Penebar Swadaya: Jakarta.
Bradshow, Tony. 2010. Chemistry For the Bioscience the Essential Concepts.
Oxford University : New York.
Budavari,s. 1996. The merck indeks ed.12. merck and io.inc : USA.
Budianto, P. E. 2008. Analisis Rhodamin B Dalam Saos dan Cabe Giling Di
Pasaran Kecamatan Laweyan Kotamadya Surakarta dengan dengan Metode
Kromatografi Lapis Tipis. Journal pharmacy volume 23 nomor 3.
Burgess, Cheryl M. 2005 Cosmetic. Dermatology. Washington DC: ProEdit
GmBH.
Cahyadi, W. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.
Penerbit Bumi Aksara: Jakarta.
Cahyadi,w. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.
Bumi aksara : Jakarta.
Cahyono, B. 1998. Tembakau : Budi Daya dan Analisis Usaha Tani. Kanisius :
Yogyakarta.
Carpette. 2005. An Introduction to Practical Biochemistry. Mc Grow Hm Book
Company: Great Britany.

Davidson. 2005. Antimicrobials in Food Third Edition. CRS Press: USA.


Dermatological Sciences and Applications. Vol.2, No.1.
Djarismawati., Sugiharti., dan R. Nainggolan. 2004. Pengetahuan Perilaku
Pedagang Cabe Merah Giling dalam Penggunaan Rhodamin B di Pasar
Tradisional di DKI Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan Volume 3 Nomor 7.
Fatimah, S, Yanlinastuti dan Yoskasih. 2005. Kualifikasi Alat Spektrometer UVFitria, Triandhini, dkk. 2013. Merokok dan oksidasi DNA. Jurnal Sains Medika
Vol.5 No.2.
Gelder, dkk. 2014. Handbook of Water Analysis. France : CRC Press.
Hamid, H., 2012. Teknologi Rekayasa Chitosan sebagai Pengawet dan Peningkat
Kadar Protein pada Tahu. Trubus Agrisarana: Surabaya.
Hartono, B. 2003. Penentuan Kadar Nikotin dalam Asap Rokok. Jurnal
Kesehatan Vol.7 No.2.
Hastomo, A. E. 2008. Analisis Rhodamin B dan Metanil Yellow Dalam Jelly Di
Pasaran Kecamatan Jebres Kotamadya Surakarta dengan Metode
Kromatografi Lapis Tipis. Journal Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta Volume 12 Nomor 9.
Hayati, H. 2012. Analisis Kandungan Nitrit dalam Sosis pada Distribusi Sosis di
Kota Yogyakarta. Jurnal Kesmas Vol. 6 No. 1.
Irna, Wati Wahyu dan Any Guntarti. 2012. Penetapan Kadar Asam Benzoat dalam
Beberapa Merk Dagang Minuman Secara Spektrofotometri Ultraviolet.
Jurnal Ilmiah Kefarmasian Vol. 2 No. 2.
Jacob, P. 2003. Analytical Determination of Nicotine and Related Compounds and
Their Metabolites. El Sever Science 3. V: Amsterdam.
Kusuma, A. 2010. Studi Kadar Nikotin dan Tar Sembilan Merk Rokok Kretek
Filter Yang Beredar di Daerah Kabupaten Nganjuk. Jurnal Teknologi
Pertanian Vol.5. No.3.
Lestari, F. 2007. Bahaya Kimia. Jakarta : EGC.

Maharani, E. 2010. Kadar Protein Krista Artemia Curah yang Dijual Petambak di
Kota Kembang dengan Variasai Suhu Penyimpanan. Jurnal Nasional.
Vol.1 No.1.
Naibaho, dkk. 2013. Rancang Bangun Sensor kimia dalam Deteksi
Spektofotometri untuk Penentuan Pengawet Nitrit. Jurnal Kesehatan. Vol. 8
No.2.
Poedjiadi, A. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Universitas Indonesia Press : Jakarta.

Prabawati, I.D.A. 2012. Analisis Zat Hidroquinon pada Krim Pemutih Wajah yang
Beredar di Kota Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol.1, No.2.
Praja, dkk. 2015. Zat Aditif : Manfaat dan Bahayanya. Jakarta : Garudhawaca.
Putriyani, Dian., dkk. 2011. 100% Cantik Rahasia Dibalik Buah dan Sayur.
Jakarta: Best Publisher.
Rahayu, Imam. 2010. Praktis Kimia. Corafindo: Jakarta.
Rahman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar:Yogyakarta.
Rohmah, Siti Dzatir. 2013. Formulasi Krim Sarang Burung Walet Putih
(Aerodiamus fuciphagus) Dengan Basis Tipe A/M sebagai Pencerah Kulit
Wajah. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Tanjung Pura. Vol.1, No.1.
Rohman. 2013. Analisis Makanan. Yogyakarta: UGM.
Sapatinto, Cahya. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Kanisius : Yogyakarta.
Sardi, Setiawan, dkk. 2011. Alat Analisis Spektrofotometer Serapan Atom (Atomic
Absorbtion Spektrofotometer). Makassar: UMI.
Setiadi. 2003. Teknologi Pengolahan Tembakau. Aditya Media: Yogyakarta.
Siddique, Saima., et al. 2012. Qualitative and Quantitative Estimation Of

Silalahi, jansen. 2011. Analisis Rhodamin B pada Jajanan Anak Sekolah Dasar Di
Kabupaten Labuhan Batu Selatan Sumatra Utara. Jurnal Indonesia media
assoc volume 61 nomor 7.
Soeharsono. 2006. Biokimia I. UGM Press: Yogyakarta.
Spillane, James J. 2010. Ekonomi Farmasi. Jakarta: Grasindo.
Sumardjo, Damin. 2008. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioekskta. EGC: Jakarta.
Svehla, G. 1985. Text Book Of Macro and Semimacro Qualitative Inorgnik
Analysis. Lognman Group Limited: London.
Talib, N. Z. 2014. Analisis Senyawa Benzoat Pada Kecap Manis Produksi Lokal
Kota Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi Vol, 3 No.1.
Taste. 2009. Ingridients in Meats Products: Properties Functionality and
Application. USA: Springer.
Underwood, A. L. 1990. Analisis Kimia Kiantitatif Edisi ke Enam. Erlangga:
Jakarta.
Widyaningsih, D.T., Murtini, E.S. 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada
Produk pangan. Trubus Agrisarana: Surabaya.
Wiji.,dkk. 2010. Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Jurusan
Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia: Bandung.
Winarno F.G, Rahayu TS. 1994. Bahan Tambahan Untuk Makanan dan
Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan: Jakarta.
Wirasto. 2008. Analisis Rhodamin B dan Metanil Yellow dalam Minuman Jajanan
Anak SD di Kecamatan Laweyan Kotamadya Surakarta dengan Metode
Kromatografi Lapis Tipis. Journal Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta Volume 13 Nomor 6.
Yazid, E. 2006. Penuntun Praktikum Biokimia. Andi Off Set: Yogyakarta.

Yoky, saputra. 2009. Spektrofotometri. Erlangga: Jakarta.


Yuliarti, N. 2007. Awas Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Gramedia Pustaka:
Yogyakarta.
Yuliarti,N. 2007. Awas Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Andi Offset:
Yogyakarta.
Zia. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan. Jurnal Media Kesehatan Vol. 6 No. 1.

Anda mungkin juga menyukai