DISUSUN OLEH:
KELAS PRAKTIKUM A
ANGKATAN 2014
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga Laporan Akhir Praktikum
Analisis Farmasi, Pangan Dan Kosmetik ini dapat disusun dengan baik.
Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan Laporan Akhir Praktikum
Analisis Farmasi, Pangan Dan Kosmetik ini adalah untuk memenuhi ketentuan
mengikuti ujian Analisis Farmasi, Pangan Dan Kosmetik.
Ucapan terimakasih tak lupa kami ucapkan bagi semua pihak yang telah
mendukung tersusunnya laporan ini, terutama kepada asisten praktikum yang
selama ini telah dengan saba membimbing dan menuntun kami dalam
menjalankan praktikum dan dalam pembuatan laporan ini. Tak lupa pula saya
ucapkan terima kasih kepada dosen pembina praktikum karena telah sabar dan
setia membimbing serta mengajari kami kami selama praktikum berlangsung.
Apabila masih terdapat kekurangan dalam pembuatan laporan ini, kritik
dan saran dari pembaca sekalian akan sangat membantu dalam pembuatan laporan
selanjutnya. Akhir kata sebagai penulis, saya ucapkan terimakasih.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN ............
KATA PENGANTAR
ii
iii
Percobaan I
Percobaan II
Percobaan III
Percobaan IV
Percobaan V
Percobaan VI
Percobaan VII :
Analisis
Kadar
Formalin
dalam
Bahan
Makanan
DAFTAR PUSTAKA
PERCOBAAN I
PENENTUAN KADAR ASAM BENZOAT PADA
MINUMAN TEH KEMASAN
A. Tujuan
Mengetahui, memahami dan menentukan kadar asam benzoat pada
minuman teh kemasan secara kualitatif dan kuantitatif.
B. Dasar Teori
1. Asam benzoat
Asam benzoat adalah senyawa turunan benzena dengan rumus molekul
C6H6CO2. Asam benzoat memiliki sifat fisis diantaranya titik leleh 122C (252F)
dan titik didih 249C (450F). Penggunaan utama dari asam benzoat adalah
sebagai pengawet makanan. Berikut struktur molekul asam benzoat :
putih atau selebaran. Kelarutannya dalam air terbatas (0,18, 0,27 dan 2,2 g larut
dalam 100 mL air panas suhu 41,8C dan 75C (Davidson,2005).
Asam benzoat adalah zat pengawet yang sering dipergunakan dalam produk
kecap. Asam benzoat disebut juga senyawa antimikroba karena tujuan
penggunaan pengawet adalah untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri
terutama untuk makanan yang telah dibuka dari kemasannya. Jumlah maksimum
asam benzoat yang boleh digunakan adalah 600 mg per kg bahan sesuai dengan
Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/1988. Pembatasan penggunaan asam benzoat
bertujuan agar tidak terjadi keracunan, konsumsi asam benzoat yang berlebihan
dalam suatu bahan makanan tidak dianjurkan karena jumlah zat pengawet yang
masuk ke dalam tubuh akan bertambah. Hal tersebut akan diperparah jika
mengkonsumsi makanan awetan lain yang mengandung asam benzoat.
Makanan dan minuman yang dihasilkan oleh industri makanan diolah
sedimikian rupa sehingga makanan dan minuman dapat disukai oleh konsumen,
salah satunya yaitu dengan menambahkan bahan kimia sebagai bahan tambahan
makanan. Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau sering pula disebut Bahan
Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan
untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk makanan. Penambahan bahan
tambahan dalam makanan harus memiliki dosis tertentu karena bahan tambahan
makanan dapat menyebabkan bahaya kesehatan.
(Talib, 2014)
2. Metode analisis asam benzoat
a. Metode kualitatif
Metode kualitatif merupakan suatu cara analisis yang mempunyai tujuan
untuk menyelidiki dan mengetahui kandungan senyawa-senyawa apa yang saja
yang terdapat dalam sampel uji. Cara yang digunakan dalam melakukan uji
analisa kualitatif ini dapat berupa cara-cara klasik maupun menggunakan
instrumen canggih. Metode pengujian klasik yang paling penting yaitu analisa
warna atau reaksi warna. Cara ini dapat digunakan untuk senyawa anorganik baik
itu kation, anion, ataupun juga untuk senyawa organik seperti teknik skrining
fitokimia dalam pemilihan metabolit sekunder tumbuhan. Metode analisis
kualitatif lainnya yang dapat digunakan untuk mengetahui kandungan zat ialah
uji warna nyala (Svehla, 1985).
Uji kualitatif dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya asam benzoat pada
minuman tersebut. Uji kualitatif dilakukan dengan cara, uji dengan pereaksi FeCl 3
dan dengan membandingkan antara spektra hasil ekstraksi sampel dengan spektra
larutan standar asam benzoat. Uji positif ditunjukkan dengan terbentuknya
endapan yang berwarna jingga kekuningan setelah direaksikan dengan FeCl3 0,5
%. Hal ini berarti bahwa semua sampel minuman mengandung bahan pengawet
asam benzoat. Endapan yang terbentuk tersebut adalah besi (III) benzoat.
(Irna, 2012)
b. Metode kuantitatif
Metode kuantitatif merupakan suatu cara analisis yang dilakukan untuk
mengetahui kadar suatu senyawa dalam sampel, dapat berupa satuan mol, ataupun
persentase dalam gram. Cara analisa kuantitatif volumetri (titrimetri), yakni teknik
analisa memakai titrasi. Titrasi ialah sistem menambahkan volume spesifik satu
larutan pada larutan yang lain. Larutan yang telah dikenali konsentrasinya yaitu
larutan standar, sedangkan analit yaitu larutan yang akan segera ditetapkan
konsentrasinya. Analisa kuantitatif dengan metode gravimetri didasarkan pada
stoikiometri reaksi pengendapan. Umumnya senyawa yang ditambahkan dalam
reaksi ini berlebih untuk menghasilkan endapan. Sedangkan analisa kuantitatif
menggunakan instrumen merupakan analisa yang saat ini paling banyak dipakai
yaitu HPLC serta spektrofotometer UV-Vis untuk senyawa organik, sedangkan
untuk logam, AAS masih tetap jadi pilihan utama, juga beberapa instrumen
analisis kuantitatif lainnya, bergantung dari karakter senyawa yang akan segera
ditetapkan kadarnya (Svehla, 1985).
Uji kuantitatif pada asam benzoat yaitu dengan menggunakan metode titrasi.
Titrasi yang digunakan adalah jenis titrasi asam basa atau yang lebih dikenal
dengan metode titrimetri. Titrasi asam basa atau titrasi netralisasi adalah titrasi
yang didasarkan pada reaksi antara suatu asam dengan basa, apabila asam
ditambahkan dengan basa maka akan membentuk garam, pada titrasi ini juga
digunakan larutan baku standar baik larutan baku standar asam maupun larutan
baku standar basa. Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer
ataupun titran.
m. Pipet volume 25 mL
n. Propipet
o. Rak tabung reaksi
p. Statif dan klem
q. Tabung reaksi
r. Timbangan analitik
2. Bahan
a. Alumunium foil
b. Aquades
c. CHCl3
d. Etanol 95%
e. FeCl3 1%
f. HCl 10 %
g. H2C2O4 0,05 M
h. Indikator fenolftalein
i. NaOH 0,1 M
j. Sampel teh kemasan
D. Prosedur Kerja
1. Standarisasi NaOH dengan menggunakan H2C2O4 0,05 M.
a. Disiapkan statif, buret dan erlenmeyer.
b. Diisi buret dengan NaOH 0,1 M.
c. Diambil 10 mL H2C2O4 0,05 M, dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
d. Ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalein.
e. Dititrasi dengan NaOH sampai warna ungu lembayung.
f. Dicatat volume titrasi, diulang sebanyak 3 kali.
g. Dihitung konsentrasi NaOH.
2. Preparasi sampel
a. Dimasukan 50 mL larutan sampel ke dalam corong pisah.
b. Ditambahkan 10 mL HCl 10 %, digojog.
c. Ditambahkan CHCl3 25 mL, digojog kembali.
d. Didiamkan sampai terbentuk 2 lapisan.
e. Ditampung lapisan CHCl3, dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
f. Diuapkan di atas penangas sampai residu kering.
g. Ditambahkan sedikit etanol sampai residu larut, dimasukkan kedalam
labu takar 50 mL.
h. Ditambahkan etanol sampai tanda batas dan dihomogenkan.
3. Uji kualitatif
a. Diambil 3 mL sampel preparasi.
b. Dimasukkan dalam tabung reaksi.
c. Ditambahkan 5 tetes FeCl3, jika positif akan membentuk warna ungu.
4. Uji kuantitatif
a. Diambil 10 mL sampel yang telah dipreparasi, dimasukkan ke dalam
erlenmeyer.
No
.
1.
2.
3.
x
11,9
13,0
13,0
12,6
10
10
10
10
b. Uji kualitatif
No
1
c.
Sampel
putih
Sampel A
Keterangan
Tidak mengandung senyawa
fenolat
Uji kuantitatif
No
1
Hasil
Volume (mL)
NaOH
Sampel
0,4
10
Sampel
Sampel A
2. Perhitungan
a. Pembuatan larutan
1) FeCl3 1% Sebanyak 10 mL
1%
1 gram
= 100 mL
x 10 mL
= 0,1 gram
Jadi, jumlah FeCl3 yang ditimbang sebanyak 0,1 gram.
2) HCl 10% sebanyak 100 mL
M1 x V1
= M2 x V2
37% x V1
= 10% x 100 mL
Kadar
(g/mL)
0,00078
V1
1000
37
= 27 mL
Jadi, jumlah HCl yang diambil adalah sebanyak 27 mL.
3) H2C2O4 0,05 M sebanyak 250 mL
(Mr H2C2O4. 2H2O = 126 g/mol)
massa
M = Mr
1000
x 250 mL
massa
0,05M = 126
1000
x 250 mL
massa
= Mr
1000
x 500 mL
0,1
massa
= 40
1000
x 500 mL
= mol titrat
mol NaOH
= 2 mol H2C2O4
MNaOH x VNaOH
2 x MH C O
2
x VH C O
= 0,08 M
MxV
=MxV
MxV
n
= V
xV
m assa
= Mr
MxV
M x V x Mr = massa
0,08 x 0,4 mL x 122 = massa
massa
= 3,904 mg
FeCl3
COOH
H-Cl
NaCl
O
OH
+
O-Na+
Na-OH
H2 O
F. Pembahasan
Asam benzoat adalah senyawa turunan berwarna dengan rumus kimia
C6H5COOH. Asam benzoat digunakan sebagai pengawet makanan maupun
minuman karena dapat mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur. Penambahan
asam benzoat dalam minuman harus memiliki dosis tertentu karena bahan
tambahan makanan dapat menyebabkan bahaya kesehatan. Jumlah minimum asam
benzoat yang boleh digunakan adalah 0,6% bahan sesuai SNI.
Tahap pertama yaitu standarisasi NaOH dengan menggunakan H2C2O4.
Metode ini disebut dengan alkalimetri. Alkalimetri merupakan pengukuran kadar
kebasaan suatu zat dengan menggunakan larutan asam sebagai standar. Mula-mula
diisi buret dengan NaOH sampai tanda batas 50 mL, diambil 10 mL H 2C2O4
dimasukkan ke erlenmeyer lalu ditambahkan dengan indikator fenolftalein.
Dititrasi dengan NaOH sampai berwarna ungu lembayung, dicatat volume titrasi.
Standarisasi dilakukan untuk menentukan suatu konsentrasi sebenarnya dari suatu
larutan menggunakan larutan baku primer. Larutan baku sekunder adalah NaOH
yang akan ditentukan konsentrasinya, sedangkan H2C2O4 bertindak sebagai larutan
baku primer. Syarat larutan baku primer adalah zat harus mudah diperoleh, mudah
dimurnikan dan mudah dipertahankan dalam keadaan murni. Titik ekuivalen
adalah saat semua larutan tepat bereaksi di erlenmeyer. Kemudian kelebihan titran
akan bereaksi dengan indikator fenolftalein dan menghasilkan warna ungu
lembayung inilah yang dinamakan dengan titik akhir titrasi. Selanjutnya dihitung
konsentrasi NaOH yaitu sebesar 0,08 M.
Tahap kedua yaitu preparasi sampel, menggunakan corong pisah. Corong
piasah adalah peralatan yang digunakan dalam ekstraksi cair-cair untuk
memisahkan komponen-komponen dalam suatu campuran. Prinsipnya adalah
memisahakan larutan berdasarkan perbedaan berat jenis atau densitas. Mula-mula
larutan sampel dimasukkan kedalam corong pisah, ditambah dengan HCl
fungsinya untuk mengubah natrium benzoat menjadi bentuk asamnya yaitu asam
benzoat. Lalu digojog untuk mempercepat reaksi, kemudian ditambah kloroform
untuk menarik asam benzoat dari sampel. Didiamkan sampai terbentuk 2 lapisan
karena adanya perbedaan densitas dari kedua larutan. Kloroform memiliki
densitas sebesar 1,48 g/cm3 sedangkan air memiliki densitas 1 g/cm3, sehingga
fase kloroform berada dibawah. Proses pendiaman adalah untuk menunggu agar
asam benzoat dalam sampel larut sempurna kedalam kloroform. Lalu ditampung
lapisan kloroform dan diuapkan sampai di dapat residu. Kloroform yang sudah
terpisah itu membawa molekul asam benzoat. Fungsi diuapkan adalah untuk
menghilangkan kloroform (pelarut) agar didapat asam benzoat murni. Kemudian
ditambah etanol untuk melarutkan residu tersebut, dimasukkan ke labu ukur dan
ditambahkan dengan etanol sampai tanda batas. Etanol digunakan sebagai pelarut
karena asam benzoat sukar larut dalam air namun mudah larut dalam etanol.
Tahap ketiga yaitu uji kualitatif yaitu untuk menguji ada atau tidaknya
senyawa fenolat dalam sampel. Senyawa fenolat merupakan senyawa fenol,
kehadirannya akan mengganggu pengujian karena akan bereaksi dengan NaOH.
Sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu ditambahkan dengan FeCl3.
Reaksi positif untuk senyawa fenolat adalah terbentuknya warna ungu. Sedangkan
pada tabung reaksi tersebut terbentuk endapan putih ini menandakan bahwa
sampel tidak mengandung senyawa fenolat. Sehingga sampel siap dihitung
kadarnya. Tujuan dari dilakukannya uji ini adalah untuk memastikan ada atau
tidaknya zat pengotor.
Tahap keeempat uji kuantitatif asam benzoat. Metodenya adalah alkalimetri
yaitu suatu teknik analisis untuk mengetahui kadar keasaman suatu zat dengan
menggunakan larutan standar basa. Larutan standar basa yang digunakan adalah
NaOH hasil standarisasi. Mula-mula diambil sampel hasil preparasi lalu
dimasukkan kedalam erlenmeyer dan ditambah indikator fenolftalein lalu dititrasi
dengan NaOH hasil standarisasi hingga berwarna ungu lembayung. Kadar asam
benzoat dalam sampel sebesar 0,0078%. Kadar asam benzoat tersebut tidak
melebihi standar SNI yaitu sebesar 0,6% sehingga minuman teh kemasan tersebut
aman untuk dikonsumsi.
G. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa sampel mengandung asam benzoat sebesar 0,0078% dan tidak melebihi
batas yang diperbolehkan menurut standar SNI yaitu tidak melebihi 0,6%.
PERCOBAAN II
ANALISIS KADAR NIKOTIN PADA ROKOK
A. Tujuan
Menentukan secara kuantitatif kadar nikotin yang terdapat pada tembakau.
B. Dasar Teori
Tanaman tembakau merupakan tanaman semusim dalam dunia pertanian
yang tergolong tanaman perkebunan tapi bukan merupakan sekelompok tanaman
pangan. Tanaman tembakau dibudidayakan dalam pertanian untuk dimanfaatkan
daunnya sebagai bahan baku pembuatan rokok. Alkohol yang penting dalam
tembakau adalah nikotin. Nicotina rustica L mengandung kadar nikotin yang
tinggi, maksimal n=16 % biasanya digunakan untuk membuat abstrak alkaloid
(sebagai bahan baku obat dan insektisida). Nicotina tobacum L nengandung kadar
nikotin yang rendah (minimal = 0,6 %). Bahan kimia yang terkandung didalam
rokok diantaranya nikotin, bar, sianida, benzena, kadmium, metanol, asetilena,
amonia, formaldehida, HCN, arsen, dan CO (Cahyono, 1998).
Nikotin (C10H4N2) merupakan senyawa organik alkaloid yang umumnya
terdiri dari karbon, hidrogen, nitrogen dan juga oksigen. Senyawa kimia alkaloid
itu memiliki efek kuat dan bersifat stimulan terhadap tubuh manusia. Konsentrasi
nikotin biasanya sekitar 5% dari per 100 gram berat tembakau. Sebatang rokok
biasanya mengandung 8-20 mg nikotin, namun bergantung pada merk rokok
tersebut. Kadar nikotin yang diperbolehkan maksimal 1,5 miligram dan sebanyak
20 miligram per satu rokok (Kusuma, 2003).
Layaknya zat adiktif lainnya, ada beberapa cara bagi nikotin untuk terserap
dalam tubuh manusia, yaitu melalui kulit, paru-paru, membrane mucus dan setelah
terserap melalui salah satu cara tersebut, nikotin akan masuk dalam sistem
peredaran darah menuju otak dan diedarkan keseluruh sistem tubuh.
Merokok atau proses inhalasi adalah cara yang paling umum dan cepat bagi
nikotin untuk terserap dalam darah. Paru-paru kita banyak mengandung alveolus.
Alveolus adalah semacam kantung kecil tempat terjadinya pertukaran antara udara
kotor dan udara bersih yang kita hirup. Setelah berada dalam sistem peredaran
darah, nikotin dengan cepat akan sampai ke otak dan bereaksi dengan sel-sel otak,
reseptor penerima ini seperti struktur membran sel yang akan membuka apabila
ada inovasi dari molekul tertentu. Ikatan nikotin pada permukaan diantara dua
subunit reseptor ini membuka jalur yang memungkinkan masuknya ion sodium
atau kalsium. Masuknya dua kation ini dalam sel langsung mengaktifkan tegangan
saluran kalsium yang mengijinkan masuknya kalsium lebih banyak. Salah satu
efek dari masuknya kalsium di dalam sel saraf adalah dilepaskannya
neurotransmitter.
Salah satu neurotransmitter yang dilepaskan adalah dopamin. Senyawa
kimia ini bekerja dengan menstimulasi perasaan bahagia pada seseorang dan efek
yang lebih kuat sama seperti rangsangan memicu rasa lapar. Sebelum dopamin
dikeluarkan, nikotin terlebih dahulu telah mengaktivasi glutamin, yakni
neurotransmitter yang memfasilitasi pelepasan dopamin dan pelepasan GABA
yang menghambat aktivasi dari dopamin.
N
CH3
N
Penelitian
yang
pernah
dilakukan
pada
tikus
1.
Alat
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
2.
Batang pengaduk
Buret
Cawan porselin
Corong kaca
Erlenmeyer 50 mL & 100 mL
Erlenmeyer bertutup 50 mL
Gelas kimia 100 mL
Penangas air
Pipet tetes
Pipet ukur 1 mL & 10 mL
Pipet volume 5 mL
Propipet
Sendok tanduk
Statif dan klem
Timbangan analitik
Bahan
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
D.
Aquades
HCl 0,01 M
Indikator metil merah
NaOH 20%
Petroleum eter
Sampel rokok X
Sampel rokok Y
Sampel rokok Z
Prosedur kerja
E.
Hasil Pengamatan
1.
a.
No
.
Sampel
X
Y
Z
Sampel
Berat
Sampel (g)
Volume
HCl (mL)
Kadar Nikotin
(mg)
% Kadar
1
1
1
1
1
1
3,3
1,9
2,9
2,8
3,0
4,2
5,346 x 10-3
3,078 x 10-3
4,698 x 10-3
4,536 x 10-3
4,860 x 10-3
6,804 x 10-3
0,530 %
0,307 %
0,460 %
0,450 %
0,486 %
0,680 %
1.
X1
2.
X2
3.
Y1
4.
Y2
5.
Z1
6.
Z2
b. Penentuan kadar nikotin
2. Perhitungan
a. Perhitungan larutan
1) HCl 0,01 M dalam 500 mL
V1 x M1
V2 x M2
12,06 M x V1 =
0,01 M x 500 mL
V1
2) NaOH 20 % sebanyak 50 mL
2 gram
100 mL
b. Perhitungan kadar
1) X1
mol nikotin
mol HCl
massa
Mr
MHCl x VHCl
massa
162
massa
% kadar
5,346 x 10-3 mg
massa nikotin
massa sampel
5,346 x 10 -3 mg
1000 mg
x 100%
x 100%
0,53%
mol HCl
massa
Mr
MHCl x VHCl
massa
162
massa
3,078 x 10-3 mg
% kadar
massa nikotin
massa sampel
2) X2
mol nikotin
x 100%
3,078 x 10 -3 mg
1000 mg
=
=
0,307%
mol HCl
x 100%
3) Y1
mol nikotin
massa
Mr
MHCl x VHCl
massa
162
massa
4,698 x 10-3 mg
% kadar
massa nikotin
massa sampel
4,698 x 10 -3 mg
1000 mg
0,46%
mol HCl
x 100%
x 100%
4) Y2
mol nikotin
massa
Mr
MHCl x VHCl
massa
162
massa
4,536 x 10-3 mg
% kadar
massa nikotin
massa sampel
4,536 x 10 -3 mg
1000 mg
=
5) Z1
0,45%
x 100%
x 100%
mol nikotin
mol HCl
massa
Mr
MHCl x VHCl
massa
162
massa
4,860 x 10-3 mg
% kadar
massa nikotin
massa sampel
4,860 x 10 -3 mg
1000 mg
0,486%
mol HCl
x 100%
x 100%
6) Z2
mol nikotin
massa
Mr
MHCl x VHCl
massa
162
massa
6,804 x 10-3 mg
% kadar
massa nikotin
massa sampel
6,804 x 10 -3 mg
1000 mg
=
3. Reaksi
Nikotin + HCl
0,68%
x 100%
x 100%
N
+ HCl
CH3
N
CH3
+ Cl
N
H
F.
Pembahasan
Nikotin adalah suatu alkaloid dengan nama kimia 3-(1-metil-2-pirolidil)
piridin. Saat diekstraksi dari daun tembakau, nikotin tidak berwarna, namun
menjadi coklat apabila bersentuhan dengan udara. Nikotin dapat bercampur
dengan air pada suhu dibawah 60oC, sangat larut dalam alkohol, kloroform,
petroleum eter, kerosin, dan sejenisnya. Nikotin yang terdapat pada tembakau
merupakan suatu zat adiktif yang dapat menghambat susunan saraf pusat sehingga
mengganggu keseimbangan saraf.
Percobaan kali ini mengenai penentuan kadar nikotin secara kuantitatif dari
sediaan rokok, dimana kadar nikotin dapat diketahui secara pasti. Sampel yang
digunakan adalah rokok filter yaitu sampel roko X1, X2, Y1, Y2, Z1, dan Z2.
Penentuan kadar nikotin menggunakan titrasi asidimetri. Asidimetri merupakan
suatu metode pengukuran kadar suatu zat dengan menggunakan larutan asam
sebagai standar. Prinsip penetapan kadar nikotin dari metode ini adalah reaksi
penetralan asam-basa. Nikotin merupakan suatu alkaloid dengan sifat basa lemah
akan bereaksi dengan HCl yang akan mengikat atom H + dan melepas Cl-. Reaksi
ini terjadi pada pH 6,0 - 6,2 sehingga digunakan indikator metil merah sebagai
penentu titik akhir titrasi.
Perlakuan pertama diambil tembakau yang terdapat pada rokok kemudian
dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer bertutup dan ditambahkan NaOH juga
petroleum eter. Tembakau dimasukkan ke dalam erlenmeyer bertutup karena sifat
dari nikotin yang higroskopis. Penambahan NaOH bertujuan untuk membebaskan
nikotin dari asam-asam yang terikat pada nikotin. Sedangkan penambahan
petroleum eter bertujuan untuk menarik senyawa nikotin yang telah dibebaskan
oleh penambahan NaOH. Setelah NaOH dan petroleum eter ditambahkan
dilakukan penggojogan yang berfungsi untuk menghomogenkan sampel dengan
pelarut yang telah ditambahkan. Kemudian larutan tersebut didiamkan hingga
terbentuk dua lapisan dengan lapisan atas yang jernih. Fungsi pendiaman tersebut
adalah untuk memisahkan serbuk tembakau rokok dengan eternya. Serbuk
tembakau rokok perlu diekstraksi karena didalamnya mengandung senyawa
nikotin yang akan dihitung kadarnya. Setelah terbentuk dua lapisan, diambil
lapisan atas yang jernih. Lapisan tersebut merupakan lapisan petroleum eter yang
mengandung ekstrak nikotin. Lapisan tersebut diuapkan, penguapan ini dilakukan
untuk menghilangkan pelarut petroleum eter hingga hanya menyisakan ekstrak
nikotin. Setelah itu ditambahkan aquades dan indikator metil merah. Penambahan
aquades digunakan untuk melarutkan garam nikotin. Setelah ditambahkan
indikator metil merah, larutan dititrasi hingga berubah warna dari hijau
kekuningan menjadi merah. Warna merah yang terbentuk merupakan penentu
tercapainya titik akhir titrasi. Metil merah memiliki rentang pH 4,4 - 6,2 sehingga
dapat digunakan sebagai indikator dalam percobaan ini. Selain itu HCl merupakan
asam kuat yang akan bereaksi dengan nikotin yang merupakan basa lemah
sehingga hasil reaksi tersebut adalah asam yang cocok dengan rentang pH
indikator metil merah. Kadar yang diperbolehkan untuk penambahan kadar
nikotin yaitu maksimal 2 %.
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh kadar nikotin yang terkandung pada
sampel rokok X1 yaitu 0,486 % dan pada sampel rokok X2 adalah sebanyak 0,680
%. Kadar nikotin dari sampel rokok Y1 adalah sebesar 0,46 % dan pada sampel
rokok Y2 sebesar 0,45 %. Pada sampel rokok Z1 kadar nikotin yang terkandung
sebesar 0,53 %, sedangkan pada sampel rokok Z2 sebesar 0,3 %. Dari keseluruhan
sampel, tidak ada satupun sampel yang melewati kadar nikotin maksimal.
Banyak faktor yang mempengaruhi kadar nikotin yaitu jenis tembakau, jenis
tanah, kadar nitrogen pada tanah, tingkat kematangan tembakau, dan masa
penguningannya. Senyawa nikotin yang terdapat pada tembakau kering umumnya
sekitar 0,6 3 %. Sedangkan konsentrasi nikotin biasanya sekitar 5 % dari per
100 gram berat tembakau. Sebatang rokok biasanya mengandung 8 20 mg
nikotin. Menurut SNI batas kandungan nikotin dalam rokok yaitu tidak boleh
melebihi 1,5 mg.
G.
Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa :
1.
Kadar nikotin dari sampel rokok X1 adalah sebesar 0,00534 mg.
2.
Kadar nikotin dari sampel rokok X2 adalah sebesar 0,00307 mg.
3.
Kadar nikotin dari sampel rokok Y1 adalah sebesar 0,0046 mg.
4.
Kadar nikotin dari sampel rokok Y2 adalah sebesar 0,0045 mg.
5.
Kadar nikotin dari sampel rokok Z1 adalah sebesar 0,0048 mg.
6.
Kadar nikotin dari sampel rokok Z2 adalah sebesar 0,0068 mg.
7.
Kadar nikotin dari sampel rokok X1, X2, Y1, Y2, Z1, dan Z2 tidak melebihi
batas kandungan nikotin menurut SNI yaitu sebesar 1,5 mg.
PERCOBAAN III
PENENTUAN KADAR LEMAK DALAM BAHAN DAN
SEDIAAN MAKANAN
A. Tujuan
Mengetahui dan memahami metode yang dapat digunakan untuk penetapan
kualitas lemak dalam satu bahan atau sediaan makanan.
B. Dasar Teori
1. Lipid
Lipid merupakan senyawa yang larut dalam pelarut organik tetapi tidak larut
dalam air. Sifat kelarutan lipid sangat tergantung pada struktur umumnya dan ini
menjadi dasar penggolongan jenis lipid. Lipid dapat digolongkan menjadi tiga
golongan utama, yaitu lipid sederhana, lipid majemuk, dan turunan lipid. Lipid
sederhana yaitu lipid yang jika dihidrolisis menghasilkan asam lemak dan alkohol,
seperti gliserida dan lilin. Lipid majemuk merupakan ester asam lemak dan
alkohol yang mengandung gugus lain, seperti fosfolipid, sulfolipid, aminolipid,
dan lipoprotein, turunan lipid yaitu hasil hidrolisis kelompok lemak, seperti asam
lemak, gliserol, steroid, alkohol, dan keton. Lipid juga terbagi menjadi tiga jenis
dari tiga golongan yang berbeda, yaitu asam lemak, gliserida, dan fosfolipid.
(Andarwulan, 2011)
a. Lemak
Lemak adalah senyawa ester dari gliserol dan asam yang ada di dalam
jaringan, baik hewan maupun tanaman yang juga disertai dengan senyawa lain
seperti fosfolopid, sterol, dan beberapa pigmen (Legowo, 2004).
Lemak hewan pada umumnya berupa zat padat pada suhu ruangan,
sedangkan lemak dari tumbuhan berupa zat cair. Lemak yang mempunyai titik
lebur tinggi mengandung asam lemak jenuh sedangkan lemak cair atau biasa yang
disebut minyak mengandung asam lemak tidak jenuh. Lemak hewan dan
tumbuhan mempunyai asam lemak yang berbeda-beda (Poedjiadi, 1994).
b. Asam lemak
Asam lemak adalah asam monokarboksilat berantai lurus yang terdapat di
alam sebagai ester di dalam molekul lemak atau trigliserida. Hasil hidrolisis
trigliserida akan menghasilkan asam lemak jenuh dan tak jenuh berdasarkan ada
tidaknya ikatan rangkap rantai karbon di dalam molekulnya. Asam lemak tidak
jenuh (memiliki ikatan rangkap) yang terdapat di dalam minyak dapat berada
dalam dua bentuk yakni isomer cis dan trans. Asam lemak tak jenuh alami
biasanya berada sebagai asam lemak cis, hanya sedikit bentuk trans. Jumlah asam
lemak trans dapat meningkat di dalam makanan berlemak terutama margarin
C.
1. Alat
a. Buret
b. Corong kaca
c. Gelas kimia 50 mL
d. Hot plate
e. Labu elrenmeyer 100 mL
f.
g. Kaca arloji
h. Pipet ukur 10 mL
i.
Pipet tetes
j.
Propipet
Timbangan analitik
2. Bahan
a.
Alkohol 96%
b.
Aquades
c.
d.
CHCl3
e.
HCl 0,1 M
f.
H2C2O4 0,05M
g.
H2SO4 2 M
h.
Indikator Amilum 1%
i.
Indikator PP
j.
Indikator Universal
k.
K2Cr2O7 0,00167 M
l.
KOH 0,1 M
m. Na2S2O3 0,01 M
n. Padatan KI
o. Sampel minyak A, B dan C
D.
Prosedur kerja
b.
c.
d.
e.
f.
g.
b.
c.
d.
e.
Dititrasi dengan KOH hingga larutan berwarna biru hingga hijau tosca.
f.
g.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
E.
Hasil Pengamatan
1.
a.
Standarisasi KOH
Volume
H2C2O4
No.
Volume KOH ( mL )
1
2
3
x
12,5
11,8
11,8
10
10
10
12,03
10
( mL )
b. Standarisasi HCl
No
Volume KOH ( mL )
.
1
11,7
2
11,8
3
11,9
x
11,8
c. Standarisasi
No
.
1
2
3
x
Volume HCl ( mL )
10
10
10
10
Na 2 S2 O3
Volume
Na 2 S2 O3
( mL )
K2 Cr 2 O7
11,5
11,5
11,3
10
10
10
11,4
10
2.
Perhitungan
a.
Volume
H2 C2 O4
mol titrat
( mL )
Angka Asam
(mg KOH/g)
0,3
1,3
1,7
Angka Penyabunan
(mg KOH/g)
38,7
35,4
36,1
-
b.
c.
H2 C2 O4
Mol KOH
2 Mol
MxV
2xMxV
M x 12, 01
2 x 0,05 M x 10 mL
M KOH
M KOH
2 x 0.05 M x 10 mL
12,03 mL
0,08 M
mol titran
Mol KOH
Mol HCl
MxV
MxV
0,08 M x 11,8 mL
M x 10 mL
M HCl
M HCl
Standarisasi
Na 2 S2 O3
mol titrat
6 Mol
0.08 M x 11,8 mL
10 mL
0,09 M
K2 Cr 2 O7
menggunakan
=
K2 Cr 2 O7
mol titran
=
Mol
x V
6xMxV
6 x 0,00167 M x 10 mL
M x 11,4 mL
Na 2 S2 O3
Na 2 S2 O3
d.
Angka asam
1)
Sampel A
Angka asam
Na 2 S2 O3
6 x 0.00167 M x 10 mL
11,4 mL
0,00878 M
0,35 mL x 0,08 M x 56
= 5 gram
= 0,3 mg KOH /g
2)
Sampel B
Angka asam
1,5 mL x 0,08 M x 56
= 5 gram
= 1,3 mg KOH /g
3)
Sampel C
Angka asam
2,0 mL x 0,08 M x 56
= 5 gram
= 1,7 mg KOH /g
e.
Angka penyabunan
1)
Sampel A
Angka penyabunan
59 mL x 0,09 M x 36,5
5 gram
= 38,7 mg KOH /g
2)
Sampel B
Angka penyabunan
= 35,4 mg KOH /g
3)
Sampel C
Angka penyabunan
Berat Sampel
= 36,1 mg KOH /g
3.
Reaksi
a.
b.
H2 C2 O4
K2 C2 O4 + 2 H2 O
c.
H2 C2 O4
Standarisasi
Cr 2 O7
2-
KCl +
Na 2 S2 O3
H2 O
menggunakan
K2 Cr 2 O7
3+
+ I
Cr + I 2
2Cr3+ + 7H 2 O
I 2 + 2e2Cr3+ + 7H 2 O
x1
x3
6I -
3 I 2 + 6e
Cr 2 O72- + 14 H + + 6I3I2 + S2 O3
3-
6I
S2 O33-
S4 O62-
3I2 + 6e 3-
HC
H2 C
2-
O
R1
O
R2
O
R3
6I
Hidrolisis
x3
+ 6e
3 S4 O 6
x1
+ 2e
6I
6S2 O3
2-
I + S4 O 6
3I2 + 6e -
H2 C
2Cr3+ + 7H 2 O + 6H 2 O
2+ 3 S4 O 6
H2C
OH
HC
OH
H2C
O
+
3
R
OH
OH
d.
Angka asam
O
O
+
R
OH
KOH
R
OK
H2O
HCl
H2C
HC
H2C
e.
KOH
O
O
KCl
C
C
O C
O
R1
O
R2
O
R3
Angka penyabunan
Hidrolisis
H2O
H2 C
OH
HC
OH
H2 C
OH
O
+
3
R
OH
F. Pembahasan
Minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk dalam golongan lipid
yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air namun
larut dalam pelarut organik non polar seperti dietil eter, kloroform, benzena, dan
hidrokarbon lainnya yang polaritasnya sama. Minyak merupakan senyawa
trigliserida yang berarti triester dari gliserol. Hasil hidrolisis minyak adalah
asam karboksilat dan gliserol. Asam karboksilat ini juga disebut asam lemak yang
mempunyai rantai hidrokarbon yang panjang dan tidak bercabang.
Percobaan kali ini adalah mengetahui serta memahami metode yang dapat
digunakan untuk penetapan kualitas lemak dalam suatu bahan atau sediaan
makanan. Penentuan kualitas minyak atau lemak pada percobaan tersebut adalah
menggunakan angka asam, angka penyabunan, dan bilangan peroksida. Sampel
yang digunakan yaitu adalah sampel minyak A, minyak B, dan minyak C.
Dalam rangkaian percobaan ini dilakukan standarisasi terhadap lartanlarutan yang akan digunakan dalam penentuan angka asam, angka penyabunan,
dan bilangan perkoksida. Langkah awal dilakukan standarisasi KOH yang akan
digunakan dalam percobaan penentuan angka asam. KOH distandarisasi
menggunakan H2C2O4 0,05 M dengan indikator fenolftalein. Standarisasi KOH
menggunakan H2C2O4 ini menerapkan prinsip titrasi asam basa asidimetri. Prinsip
titrasi asam basa asidimetri adalah titrasi yang didasarkan pada reaksi netralisasi
basa menggunakan suatu asam. H2C2O4 dititrasi dengan KOH hingga
menimbulkan titik akhir titrasi berwarna ungu lembayung dalam suasana basa dan
tidak berwarna dalam suasana asam. Setelah dilakukan titrasi dan perhitungan
diketahui konsentrasi KOH adalah 0,08 M.
Selanjutnya dilakukan standarisasi HCl dengan KOH hasil standarisasi.
Proses ini juga menerapkan prinsip titrasi metode alkalimetri, hanya saja pada
pelaksanaannya standarisasi HCl menggunakan indikator universal. Indikator ini
akan berubah warna menjadi hijau kebiruan pada pH sekitar 7 yaitu pH dimana
tercapainya titik ekivalen. Setelah dilakukan titrasi dan perhitungan diketahui
konsentrasi HCl adalah 0,09 M.
pada kondisi asam maka tidak akan menunjukkan perubahan warna dan jika
terdapat basa berlebih akan menghasilkan warna ungu lembayung.
Selanjutnya adalah penentuan angka atau bilangan penyabunan. Angka
penyabunan adalah jumlah mg KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan satu
gram minyak atau lemak. Semakin besar angka penyabunan maka asam lemak
akan semakin kecil dan kualitas minyak akan semakin bagus. Kemudian
dilakukan pengujian penentuan angka penyabunan yang dapat dilakukan dengan
cara memasukkan sampel yang telah dihitung ke dalam erlenmeyer kemudian
ditambahkan KOH alkoholis, KOH digunakan untuk pembentukan sabun dengan
cara menghidrolisis lemak pada sampel dan alkohol berfungsi untuk melarutkan
asam lemak hasil hidrolisis agar mempermudah reaksi dengan basa dalam
pembentukan sabun lalu dilakukan pemanasan agar dapat bereaksi secara optimal.
Sampel yang disabunkan dengan KOH dalam alkohol akan bereaksi dengan
trigliserida. Larutan sisa KOH tersebut kemudian ditentukan dengan titrasi
menggunakan HCl. Setelah dipanaskan lalu didinginkan dan ditambahkan dengan
indikator PP kemudian dititrasi dengan HCl. Metode titrasi ini adalah alkalimetri.
Alkalimetri adalah salah satu metode penetapan kadar dengan larutan standar basa
sebagai titrannya. Titrannya adalah larutan KOH.
Berdasarkan hasil percobaan dari ketiga sampel yaitu minyak A memiliki
angka asam sebesar 0,3 mg KOH /g, minyak B sebesar 1,3 mg KOH /g dan
minyak C sebesar 1,7 mg KOH /g. Dari ketiga sampel yang memiliki angka asam
terbesar adalah pada sampel minyak C dimana semakin besar nilai asam maka
semakin rendah kualitas minyak tersebut karena angka asam yang besar
menunjukkan asam lemak bebas yang besar. Angka asam berdasarkan SNI adalah
0,6-1,0 mg KOH /g.
Dari hasil percobaan angka penyabunan untuk sampel minyak A sebesar
38,7 mg KOH /g, sampel minyak B sebesar 35,4 mg KOH /g dan minyak C
sebesar 36,1 mg KOH /g. Dari ketiga sampel yang memiliki angka penyabunan
terbesar terdapat pada minyak A dimana semakin besar angka penyabunan maka
asam lemak bebas akan semakin kecil dan kualitas minyak akan semakin baik.
Angka penyabunan berdasarkan SNI adalah 205-207 mg KOH /g.
G.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Minyak A memiliki nilai angka asam sebesar 0,3 mg KOH/g dan angka
penyabunan sebesar 38,7 mg KOH /g.
2. Minyak B memiliki nilai angka asam sebesar 1,3 mg KOH/g dan angka
penyabunan sebesar 35,4 mg KOH /g.
3.
Minyak C memiliki nilai angka asam sebesar 1,7 mg KOH/g dan angka
penyabunan sebesar 36,1 mg KOH /g.
4.
PERCOBAAN IV
ANALISIS ZAT PEWARNA RHODAMIN B PADA BAHAN MAKANAN
DAN KOSMETIK
A. Tujuan
Menentukan secara kualitatif dan kuantitatif zat pewarna rhodamin B yang
terdapat pada bahan makanan.
B. Dasar Teori
1. Rhodamin B
Rhodamin B berbentuk kristal hijau atau serbuk ungu kemerah-merahan,
sangat mudah larut dalam air yang akan menghasilkan warna merah kebiru-biruan
dan berflouresensi kuat. Selain mudah larut dalam air juga larut dalam alkohol,
HCl dan NaOH. Rhodamin B ini biasanya dipakai dalam pewarnaan kertas,
didalam laboratorium digunakan sebagai pereaksi untuk identifikasi Pb, Bi, Co,
Au, Mg, dan Th. Rhodamin B termasuk golongan pewarna xanthenes basa, dan
terbuat dari metadietilaminofenol dan ftalik anhidrid suatu bahan yang tidak
bisa dimakan serta sangat berfluoresensi. Rhodamin B memiliki berbagai nama
lain, yaitu: Tetra ethylrhodamin, Rheonine B, D & C Red No. 19, C.I. Basic Violet
10, C.I. No 45179, Food Red 15, ADC Rhodamine B, Aizan Rhodamone dan
Briliant Pink B. Sedangkan nama kimianya adalah N [9-(carboxyphenyl) 6 (diethylamino) - 3H xanten 3 - ylidene] N-ethyleyhanaminium clorida.
Rumus molekul dari rhodamin B adalah C 28H31N2O3Cl dengan berat molekul
sebesar 479 g/mol. Sangat larut dalam air dan berfluoresensi kuat.
(C2H2)2N
N+(C2H2)2Cl-
C
COOH
Rhodamin B
(Budavari, 1996)
Rhodamin B merupakan zat warna sintetik yang umum digunakan sebagai
pewarna tekstil. Penggunaan zat pewarna ini dilarang di Eropa mulai tahun 1984
karena rhodamin B termasuk karsinogen yang kuat. Walaupun memiliki toksisitas
yang rendah, namun pengkonsumsian rhodamin B dalam jumlah yang besar
maupun berulang-ulang menyebabkan sifat kumulatif yaitu iritasi saluran
pernapasan, iritasi kulit, iritasi pada mata, iritasi pada saluran pencernaan,
keracunan dan gangguan hati atau bahkan bisa menyebabkan timbulnya kanker
hati. Beberapa produsen makanan dan minuman masih menggunakan zat warna
sintesis rhodamin B yang dilarang tersebut untuk produknya dengan alasan zat
warna tersebut memiliki warna yang cerah, praktis digunakan, harganya relatif
murah, serta tersedia dalam kemasan kecil di pasaran sehingga memungkinkan
masyarakat umum untuk membelinya (Budianto, 2008).
2. Dampak Rhodamin B terhadap kesehatan
Dengan mengkomsumsi rhodamin B yang cukup besar dan berulang-ulang
akan menyebabkan iritasi pada saluran penapasan, iritasi pada kulit, iritasi pada
mata, ritasi pada pencernaan, keracunan, gangguan fungsi hati dan kanker hati.
Penelitian yang sudah dilakukan oleh Mudjajanto dari Institut Pertanian Bogor
(IPB), menemukan zat pewarna rhodamin B pada produk makanan industri rumah
tangga seperti kerupuk, sirup, cendol, manisan, sosis, minuman ringan, ikan asap
dan kue-kue lainnya. Beberapa produsen yang menjual makanan dan minuman
yang menggunakan zat pewarna rhodamin B yang dilarang tersebut memiliki
warna yang cerah, praktis digunakan, harganya relatif murah, serta tersedia dalam
kemasan kecil di pasaran untuk memungkinkan masyarakat umum membelinya
(Wirasto, 2008).
Penggunaan Rhodamin B pada makanan dalam waktu yang lama akan dapat
mengakibatkan gangguan fungsi hati maupun kanker. Namun demikian, bila
terpapar Rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat akan terjadi
gejala akut keracunan Rhodamin B (Yuliarti, 2007).
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, beberapa
zat pewarna telah mengalami perkembangan seperti halnya zat pewarna sintesis
yang juga ikut berkembang. Warna dari suatu produk makanan atau minuman
merupakan salah satu ciri yang penting. Warna merupakan salah satu kriteria dasar
untuk menentukan kualitas makanan, antara lain warna dapat member petunjuk
mengenai perubahan kimia dalam makanan, seperti
pencoklatan
(Wirasto, 2008).
Warna juga merupakan salah satu faktor penentu yang dilihat oleh seseorang
sebelum memutuskan untuk memilih suatu barang yang termasuk didalamnya
adalah makanan dan minuman. Makanan yang memiliki warna cenderung lebih
menarik
untuk
dipilih
konsumen
dari
pada
makanan
yang
tidak
melalui
Peraturan
Menteri
Kesehatan
(Permenkes)
UV-
Visibel adalah penyerapan sinar tampak untuk ultra violet dengan suatu molekul
dapat menyebabkan terjadinya eksitasi molekul dari tingkat energi dasar (ground
state) ketingkat energi yang paling tinggi (excited stated). Pengabsorbsian sinar
ultra violet atau sinar tampak oleh suatu molekul umumnya menghasilkan eksitasi
elektron bonding, akibatnya panjang absorbsi maksimum dapat dikolerasikan
dengan jenis ikatan yang ada didalam molekul.
Mekanisme kerja alat spektrofotometer UV-Visibel adalah sinar dari sumber
sinar dilewatkan melalui celah masuk, kemudian sinar dikumpulkankan agar
sampai ke prisma untuk didifraksikan menjadi sinar-sinar dengan panjang
gelombang tertentu. Selanjutnya sinar dilewatkan ke monokromator untuk
menyeleksi panjang gelombang yang diinginkan. Sinar monokromatis melewati
sampel dan akan ada sinar yang diserap dan diteruskan. Sinar yang diteruskan
akan dideteksi oleh detektor. Radiasi yang diterima oleh detektor diubah menjadi
sinar listrik yang kemudian terbaca dalam bentuk transmitansi (Wiji, 2010).
C.
1.
Alat
a. Batang pengaduk
b. Chamber dan tutup chamber
c. Cawan porselin
d. Gelas kimia 50 mL
e. Hot plate
f. Kuvet
g. Lampu UV 254 nm dan 366 nm
h. Pinset
i. Pipa kapiler
j. Pipet volume 5 mL
k. Pipet ukur 10 mL
l. Propipet
m. Spektrofotometer UV - Visibel
n. Timbangan analitik
o. Waterbath
2. Bahan
a. Amonia 2 %
b. Amonia 10 %
c. Aquades
d. Asam asetat glasial 10 %
e. Benang wol bebas lemak
f. Etanol 70%
g. n-butanol
h. Petroleum eter
i. Plat KLT
j. Rhodamin B standar
k. Sampel lipstik
l. Sampel saos
D. Prosedur Kerja
1. Persiapan benang wol bebas lemak
a. Rendam benang wol bebas lemak dalam petroleum eter selama 24 jam.
b. Benang wol yang sudah direndam diangkat dan diangin anginkan
hingga kering.
2. Preparasi sampel
a. Sampel ditimbang sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer
kemudian direndam dalam 20 mL amonia 2 % (yang dilarutkan dalam
etanol 70 %) selama semalaman.
b. Disaring filtrat dengan menggunakan kertas saring, dipindahkan larutan
ke dalam gelas kimia kemudian dipanaskan di atas hot plate.
c. Dilarutkan residu dari penguapan dalam 10 mL air yang mengandung
asam (campuran antara 10 mL air dan 5 mL asam asetat 10%).
d. Dimasukkan benang wol dengan panjang 15 cm ke dalam larutan asam
dan dididihkan hingga 10 menit, pewarna akan mewarnai benang wol,
kemudian benang diangkat.
e. Dicuci benang wol dengan air.
f. Dimasukkan benang ke dalam 10 mL amonia 10% (yang dilarutkan
dengan etanol 70%) dan dididihkan.
g. Benang wol akan melepaskan pewarna, pewarna akan masuk ke dalam
larutan basa.
h. Digunakan larutan basa yang didapatkan sebagai cuplikan sampel pada
analisis KLT dan spektrofotometri.
3. Pembuatan eluen
a. Ambil 9,52 mL isopropanol dan 0,43 mL amonia, dicampurkan dan
dihomogenkan.
b. Larutan ini sebagai eluen untuk analisis secara kualitatif dengan KLT
dengan eluen isopropanol : amonia (20:1).
4. Analisis kualitatif
a. Diaktifkan plat KLT dengan cara dipanaskan dalam oven pada suhu
1000C selama 30 menit.
E.
Hasil Pengamatan
1.
a.
Uji kualitatif
No
.
1
2
3
4
Nama Sampel
Eluen
Nilai Rf
Keterangan
A
B
C
Rhodamin B standar
Isopropanol :
Amoniak (20:1)
0,825
0,375
Absorbansi
500
510
1,192
1,970
3
4
520
530
2,307
2,601
540
2,732
6
7
8
541
542
543
2,758
2,776
2,769
544
2,743
Max = 542 nm
Konsentrasi (ppm)
Absorbansi
0,5
1
1,5
2
3
2,130
2,719
2,76
2,805
2,868
Sampel
A
B
C
2.
Perhitungan
a.
Pembuatan larutan
Absorbansi
0,323
0,038
0,036
1) Amonia 2 %
2)
M1 x V1
= M2 x V2
2 % x 25 mL
= 25% x V2
V2
= 2 mL
Amonia 10%
M1 x V1
= M2 x V2
10% x 25 mL
V2
3)
5)
= 25% x V2
= 4 mL
= M2 x V2
10% x 25 mL
= 97% x V2
V2
= 1,03 mL
HCl 0,1 M
M
% 1000
= Mr
1,19
= 36,5
= 12,06 M
M1 x V1
= M2 x V2
12,06 M x V1
= 0,1 M x 100 mL
37 % 1000
Kadar ( mg/kg)
0,418
-1,966
-0.474
10 mL
= 12, 06
V1
= 0,83 mL
b.
Pembuatan eluen
isopropanol : ammonia (20:1) dalam 10 mL
isopropanol
20
10 mL = 9,52 mL
= 21
Amonia
1
10 mL = 0,43 mL
= 21
c.
Perhitungan nilai Rf
1)
Rhodamin B standar
Rf =
2)
1,5 cm
= 0,375
4 cm
Sampel A
3,3 cm
= 0,825
Rf = 4 cm
d.
= 20 ppm
= M2 x V2
20 ppm x V1
= 0,5 ppm x 25 mL
V1
= 0,625 mL
3)
M1 x V1
= M2 x V2
20 ppm x V1
= 1 ppm x 25 mL
V1
= 1,25 mL
M1 x V1
= M2 x V2
20 ppm x V1
= 1,5 ppm x 25 mL
M2
= 1,825 ppm
= M2 x V2
20 ppm x V1
= 2 ppm x 25 mL
V1
= 2,5 mL
6)
f.
M1 x V1
= M2 x V2
20 ppm x V1
= 3 ppm x 25 mL
V1
= 3,75 mL
= M2 x V2
20 ppm x V1
= 5 ppm x 25 mL
V1
= 6,25 mL
Sampel A
y = a + bx
y = 2,273 + 0,239x
x=
y - a volume sampel
FP
b
massa sampel
x=
- 0,273
0,02 L
mg/L
1
(0,323
)
0,239
0,01 kg
x = 0,209 x 2 x 1
x = 0,418 mg/kg
2)
Sampel B
y = a + bx
y = 2,273 + 0,239x
y-a
volume sampel
FP
x= b
massa sampel
-0,273
0,02 L
mg/L
1
(0,038
)
0,239
0,01 kg
x=
x = - 0,983 x 2 x 1
x = - 1,966 mg/kg
3)
Sampel C
y = a + bx
y = 2,273 + 0,239x
x=
y-a
volume sampel
FP
b
massa sampel
x=
-0,273
0,02 L
mg/L
1
(0,036
)
0,239
0,01 kg
x = - 0,237 x 2 x 1
x = - 0,474 mg/kg
3. Reaksi
CH3
H3C
Cl
H3 C
HOOC
CH3
+NH4OH
(Amonia)
(Rhodamin B)
a.
Rhodamin B dengan amonia
CH3
H3C
H 3C
Cl
N
CH3
+NH4++OH-+H+
OOC
(Rhodamin B)
CH3
H3 C
H 3C
Cl
CH3
+ H2 O
H4NOOC
CH - CH2 - COO-
Asam aspartat
Arginin
CH3
H3C
H3C
Cl
HOOC
(Rhodamin B)
CH3
NH
H3C
H3C
OOC - CH2 - CH
CH3
CH3
4.
Grafik
a. Kurva baku
Kurva Baku
3.5
3
2.72
2.5
2
2.13
3
2.76
2.87
2.81
Absorbansi 1.5
1
0.5
0
0.5
1.5
Konsentrasi (ppm)
F.
Pembahasan
Percobaan ini membahas tentang analisis zat pewarna rhodamin B pada
bahan makanan dan kosmetik yang bertujuan menentukan secara kualitatif dan
kuantitatif zat pewarna rhodamin B yang terdapat pada bahan makanan.
Rhodamin B merupakan zat yang umumnya digunakan sebagai pewarna
merah dalam industri tekstil. Rhodamin B ini salah satu zat pewarna yang dilarang
penggunaanya dalam makanan menurut Menteri kesehatan Republik Indonesia
Lapis
Tipis
(KLT)
merupakan
metode
pemisahan
sehingga diharapkan pada suhu 1050C air akan menguap seluruhnya. Plat
dipanaskan dengan tujuan agar senyawa senyawa seperti air pada plat menguap
dan senyawa pengotor lainnya hilang dari plat hingga plat KLT bersih dari
senyawa pengotor.
Larutan amonia pekat yang terdapat senyawa rhodamin B dari sampel
ditotolkan pada plat KLT menggunakan pipa kapiler. Kemudian plat KLT yang
telah ditotol, dimasukkan kedalam chamber yang telah berisi eluen yang telah
dijenuhkan. Eluen harus dijenuhkan terlebih dahulu, karena jika eluen belum
jenuh maka proses absorbsi dan partisinya tidak akan bagus, karena kenaikan
eluen untuk membawa senyawa pada plat KLT akan lambat. Eluen yang
digunakan adalah eluen campuran isopropanol : amonia dengan perandingan 20 :
1 sebanyak 10 ml. Penggunaan kombinasi eluen karena pelarut yang digunakan
memiliki tingkat kepolaran yang berbeda-beda. Semakin tinggi nilai konstanta
dielektrik maka semakin polar suatu pelarut. Selain sampel yang ditotolkan pada
plat KLT, larutan rhodamin B baku juga di totolkan pada plat KLT yang bertindak
sebagai pembanding. Setelah itu dimasukkan plat KLT kedalam chamber,
ditunggu hingga eluen naik hingga batas atas yang telah ditandai. Setelah eluen
mencapai batas atas, diangkat plat KLT dan dilihat plat KLT pada lampu UV 254
nm dan 366 nm. Pada lampu UV 254 nm senyawa yang terdapat pada plat akan
berpendar atau berflouresensi. Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah
karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang
terdapat pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya
yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari
tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke
keadaan semula sambil melepaskan energi. Pada lampu UV 366 nm noda yang
terdapat pada plat akan berpendar atau berflouresensi. Penampakan noda pada
lampu UV 366 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan
gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Gugus
kromofor adalah gugus fungsi yang menyerap radiasi elektromagnetik, ausokrom
adalah gugus yang berpengaruh terhadap penyerapan UV. Fluoresensi cahaya
yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut
ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang
lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi.
Sehingga noda yang tampak pada lampu UV 366 terlihat terang karena silika gel
yang digunakan tidak berfluororesensi pada sinar UV 366 nm. Senyawa rhodamin
B akan berflouresensi berwarna merah muda dibawah pancaran sinar UV 254 nm
dan 366 nm.
persamaan larutan baku dalam penentuan kadar sampel, oleh karena itu
dibutuhkan paling sedikit 5 rentang konsentrasi yang meningkat yang dapat
memberikan serapan linier. Dilakukan hal yang sama dengan terhadap blanko.
Blanko adalah adalah larutan yang mempunyai perlakuan yang sama dengan
analat tetapi tidak mengandung komponen analit. Tujuan pembuatan larutan
blanko ini adalah untuk mengetahui besarnya serapan oleh zat yang bukan analat.
Kemudian dilakukan penentuan absorbansi setiap larutan baku pada panjang
gelombang maksimum yang telah ditentukan. Kurva standar merupakan standar
dari sampel tertentu yang dapat digunakan sebagai pedoman ataupun acuan untuk
sampel. Pembuatan kurva standar bertujuan unutk mengetahui hubungan antara
konsentrasi larutan dengan nilai absorbansinya sehingga konsentrasi sampel dapat
diketahui. Didapatkan persamaan regresi linernya adalah y = 2,273x + 0,239
Penentuan
panjang
gelombang
cara
yang
memberikan
serapan
maksimum
(panjang
gelombang
dalam asam. Hasil yang diperoleh pada sampel A dengan nilai absorbansi 0,323
kadar yang dihasilkan sebesar 12 mg/kg, sampel B dengan absorbansi 0,038 kadar
yang dihasilkan sebesar -30 mg/kg serta dihasilkan sampel C dengan absorbansi
0,036 kadar yang dihasilkan sebesar -12 m. Sampel B dan C dapat dikatakan tidak
mengandung rhodamin B karena hasil absorbansi yang diperoleh bernilai negatif
dan nilai Rf yang dihasilkan berselisih jauh dari standar yang telah ditentukan
yaitu 0,2.
G.
Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
PERCOBAAN V
PENENTUAN KADAR NITRIT PADA SEDIAAN MAKANAN
A. Tujuan
Menentukan kadar nitrit dan senyawa sejenisnya dengan metode
spektrofotometri.
B. Dasar Teori
Penggunaan bahan pengawet pada makanan sering sulit dihindari dengan
tujuan
memperlambat,
menghambat,
mencegah,
menghentikan
proses
pembusukan dan fermentasi dari bahan makanan baik yang disebabkan oleh
mikroba, bakteri, ragi maupun jamur. Salah satu contoh yang digunakan sebagai
zat pengawet makanan adalah natrium nitrit atau kalium nitrit yang sering
digunakan sebagai pengawet daging (Naibaho, 2013).
Nitrat dan nitrit merupakan salah satu zat pengawet yang digunakan dalam
proses pengawetan daging agar memperoleh warna yang baik dan mencegah
pertumbuhan mikroba. Dalam daging nitrat akan membentuk nitrooksida,
pembentukan nitrooksida akan terlalu banyak bila menggunakan garam nitrit dan
garam nitrat, garam nitrat akan bereaksi membentuk garam nitrit. Nitrit akan
berikatan dengan amino atau amida dan membentuk turunan nitrosemin yang
bersifat toksik (Hayati, 2012).
Nitrit adalah senyawa reaktif dan dapat berfungsi sebagai oksidator agar
nitrosasi serta diubah menjadi senyawa yang berikatan dengan zat tambahan pada
daging. Produk reaksi nitrit adalah sumber dari kontribusi fungsional nitrit di
dalam proses daging tetapi dalam kasus nitrit, fungsi ini dilakukan dengan
konsentrasi yang sangat kecil (Taste, 2009).
Pengawet nitrit di dalam makanan berfungsi sebagai antiseptik, yaitu
bakteriostatis dalam larutan asam terhadap jasad renik anaerob. Selain itu, nitrit
juga berfungsi memberikan warna merah pada daging yang diawetkan.
Penggunaan bahan pengawet yang aman bagi kesehatan diperbolehkan sepanjang
masih berada dalam batas tingkat ambang batas toleransi.
Akan tetapi, penggunaan senyawa nitrit dalam jumlah yang melebihi batas
akan menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan, karena nitrit dapat
berikatan dengan amino dan amida yang terdapat pada protein daging dan
membentuk turunan nitrosiamin yang bersifat toksik yang diduga dapat
menimbulkan kanker (Naibaho, 2013).
Nitrit adalah nutrisi dari produk ekskresi phytoplankton. Produk endogen
oleh dua ion terdapat dalam jaringan melalui nitrit oksida oksidasi. Oksidasi nitrit
merupakan siklus nitrogen dan bahan kimia di dalam media yang berbeda, namun
sangat kompleks. Nitrit benar ada di dalam makanan atau turunannya, reduksi
nitrit sendiri dapat melewati darah dan oksidasinya akan berada di hemoglobin di
dalam sel darah merah yang terjadi secara bolak-balik dengan cara menghambat
transfer oksigen darah (Gelder, 2014).
Penggunaan bahan pengawet pada makanan sangat sulit dihindari dengan
tujuan
memperlambat,
menghambat,
mencegah,
menghentikan
proses
pembusukan dan fermentasi dari bahan makanan baik yang disebabkan oleh
mikroba, bakteri, ragi maupun jamur. Penambahan senyawa pengawet sering tidak
terkontrol karena efisiensi bahan pengawet tergantung pada konsentrasi dari
bahan, komposisi bahan makanan serta tipe organisme yang dihambat.
Nitrit sebagai pengawet pada makanan yang diijinkan, akan tetapi perlu
diperhatikan penggunaannya dalam makanan agar tidak melampaui batas,
sehingga tidak berdampak negatif bagi manusia. Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1168/ Menkes/Per/X/1999, tentang bahan tambahan makanan, membatasi
penggunaan maksimum pengawet nitrit di dalam produk daging olahan yaitu
sebesar 125 mg/kg (Zia, 2006).
Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 722/Menkes/Per/IX/88
tentang bahan tambahan makanan menyatakan bahwa kadar nitrit yang diijinkan
pada produk daging adalah 200 ppm. Sedangkan USDA (United States
Departement of Agriculture) membatasi penggunaan maksimum nitrit sebagai
garam sodium atau potassium, yaitu 239,7 g/100 L larutan garam, untuk daging
kering sebesar 62,8 g/100 kg dan untuk daging cacahan untuk sosis sebesar 15,7
g/100 kg (Praja, 2015).
D. Prosedur kerja
1. Pembuatan larutan naftil etilen diamin acid
a. Ditimbang 0,05 g NEDA, kemudian dilarutkan dengan aquades.
b. Dimasukkan ke dalam labu ukur gelap 50 mL, selanjutnya ditambahkan
dengan aquades hingga tanda batas dan dihomogenkan.
2. Pembuatan larutan sulfanilamida 1%.
a. Ditimbang 0,5 g sulfanilamid dengan sedikit air hangat.
b. Didinginkan, kemudian ditambahkan dengan 25 mL HCl pekat sambil
diaduk
c. Dimasukkan ke labu ukur 50 mL dan ditambahkan dengan aquades
hingga tanda batas, kemudian dihomogenkan.
3. Pembuatan pereaksi Carrez
a. Ditimbang 5,275 g K4Fe(CN)6, kemudian dilarutkan dengan aquades.
c. Ditambah dengan aquades hingga tanda batas dan dilakukan hal yang
sama dengan blanko.
d. Diukur absorbansi dengan spektrofotometer UV-Vis.
E. Hasil Pengamatan
1. Tabel Hasil Pengamatan
a. Penentuan panjang gelombang maksimum
No
Panjang gelombang (nm)
.
1
500
2
510
3
520
4
530
5
540
6
541
7
542
8
543
9
544
10
556
b. Penentuan kurva kalibrasi
Absorbansi (A)
No
Konsentrasi (ppm)
.
1
0,25
2
0,5
3
1
4
1,5
5
2
c. Penentuan kadar nitrit
Absorbansi (A)
No.
1
2
Sampel
Kornet A1
Kornet A2
1,214
1,525
1,736
1,828
1,782
1,792
1,8
1,78
1,77
1,685
0,571
1,026
1,797
2,439
2,712
Absorbansi
0,408
0,434
Konsentrasi (ppm)
1,2
3,8
3
4
2.
Kornet B1
Kornet B2
0,429
0,371
Perhitungan
a = 0,396
b = 1,25
y-a
x= b
y- 0,396
x = 1,25
a. Kadar nitrit
1) Kornet A1
0,408 - 0,396
x = 1,25
= 9,6 x 10 -3
XV Sampel (L)
Fp
Konsentrasi Nitrit= Massa Sampel (kg)
9,6 x 10 -3 x 0,05 L
= 0,02 kg
50
= 1,2 mg/kg
2) Kornet A2
0,434 - 0,396
x = 1,25
= 30,04 x 10 -3
XV Sampel (L)
Fp
Konsentrasi Nitrit= Massa Sampel (kg)
30,04 x 10 -3 x 0,05 L
50
= 0,02 kg
= 3,8 mg/kg
3) Kornet B1
3,1
-2,5
x=
0,427 - 0,396
=
1,25
24,8 x 10 -3
XV Sampel (L)
Fp
Konsentrasi Nitrit= Massa Sampel (kg)
-3
24,8 x 10 x 0,05 L
50
= 0,02 kg
= 3,1 mg/kg
4) Kornet B2
0,371 - 0,396
=
x = 1,25
-0,02
XV Sampel (L)
Fp
Konsentrasi Nitrit = Massa Sampel (kg)
-0,02 x 10-3 x 0,05 L
50
= 0,02 kg
= -2,5 mg/kg
3. Reaksi
a.
NaNO2 + HCl
O
O
NaNO2 + HCl
OH + NaCl
H
N
O
H
b.
NO+ + sulfanilamid
O
H2N
NH2
NO
H2N
-H
O
S
H2N
O
H2N
OH
OH
O
H2N
O
H2N
S
O
H2N
S
O
c.
Benzendiazonium + NEDA
O
H2 N
N +
NH
CH2
CH2
NH2
O
H2N
S
O
NH
CH2
CH2
NH2
3. Kurva kalibrasi
Kurva Kalibrasi
3
f(x) = 1.25x + 0.4
R = 0.97
2.5
2
Absorbansi (A)
1.5
1
0.5
0
0
0.5
1.5
Konsentrasi (ppm)
2.5
0.38
0.36
0.34
0.32
Sampel A1
Sampel A2
Sampel B1
Sampel B2
F. Pembahasan
Bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan
sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan.
Mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan
kedalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan,
penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan. Beberapa zat
kimia ditambahkan pada makanan untuk meningkatkan keawetannya, untuk
mebuat makanan dapat diproduksi secara masal atau untuk meningkatkan daya
tarik bagi konsumen dalam segi warna, rasa, dan bentuk.
Salah satu zat pengawet pada makanan adalah natrium nitrit dan kalium
nitrit yang sering digunakan sebagai pengawet daging. Pengawet nitrit berfungsi
sebagai antiseptik, yaitu sebagai bakteriostatis dalam larutan asam terhadap jasad
retnik anaerob. Selain itu, nitrit juga berfungsi memberikan warna merah pada
daging yang diawetkan. Penggunaan bahan pengawet yang aman bagi kesehatan
diperbolehkan sepanjang masih berada dalam batas tingkat ambang batas
toleransi. Namun, penggunaan senyawa nitrit dalam jumlah yang melebihi batas
dapat menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan karena nitrit dapat
berikatan dengan amino dan amida yang terdapat pada protein daging membentuk
turunan nitrosiamin yang bersifat toksik yang diduga dapat menimbulkan kanker.
Penentuan kadar nitrit pada sampel kornet dilakukan uji secara kualitatif dan
kuantitatif, dengan cara kualitatif sampel yang telah diencerkan dengan aquades
25 mL, dipindahkan dalam tabung reaksi beberapa tetes.
Percobaan kali ini bertujuan untuk menentukan kadar nitrit dalam sediaan
makanan digunakan spektrofotometer. Prinsip dari spektrofotometer UV-VIS
adanya interaksi antara gelombang elektromagnetik dengan materi, dimana cahaya
tampak pada sampel ada yang di absorbsi, dipantulkan dan ditransmisikan.
Percobaan yang pertama adalah pembuatan larutan baku. Pembuatan larutan baku
bertujuan sebagai pembanding dengan larutan uji dengan penyerapan panjang
gelombang oleh analit dan menghasilkan absorbansi. Pertama NaNO2 dilarutkan
dengan aquades, konsentrasi yang dibuat adalah 0,25 ppm; 0,5 ppm; 1 ppm; 1,5
ppm; dan 2 ppm. Tujuan dari perbedaan konsentrasi ini adalah untuk
G. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1.
2.
3.
4.
5.
PERCOBAAN VI
ANALISIS HIDROKUINON DALAM SEDIAAN PEMUTIH KULIT
A. Tujuan
Menentukan secara kualitatif dan kuantitatif hidrokuinon yang terdapat pada
sediaan pemutih kulit.
B. Dasar Teori
1. Kosmetik
Penggunaan bahan kosmetika di masyarakat semakin meningkat baik
macam maupun jumlahnya. Salah satu produk kosmetik yang berkembang pesat
saat ini adalah produk pencerah kulit. Produk pencerah kulit sangat diminati di
wilayah asia yang pada umumnya berkulit kuning sampai cokelat. Hal tersebut
disebabkan karena konsep kecantikan saat ini adalah memiliki kulit halus, putih,
bersih, dan mulus. Kulit putih sebagai citraan kecantikan terus digencarkan oleh
media massa melalui berbagai iklan sehingga membentuk kesadaran semu bahwa
berkulit putih memang cantik (Rohman, 2013).
Kosmetika pemutih adalah kosmetika yang megandung bahan aktif pemutih
dan penggunaannya bertujuan untuk mencerahkan kulit atau memutihkan kulit.
2. Hidrokuinon
Hidrokuinon merupakan senyawa kimia berupa kristal putih berbentuk
jarum tidak berbau, memiliki struktur kimia C6H6O2 dengan nama kimia 1,4
benzendiol dan mengalami oksidasi terhadap cahaya dan udara. Senyawa ini
sebagai bahan pemutih dan pencegahan pigmentasi yang bekerja menghambat
enzim tirosinase yang berperan dalam penggelapan kulit (Prabawati, 2012).
O
rasa terbakar juga dapat menyebabkan kelainan pada ginjal, kanker darah dan
kanker sel hati.
Hidrokuinon bekerja dengan menghambat total enzim tironase sehingga
menghambat konversi DOPA menjadi melanin. Hidrokuinon juga menghambat
dekstruksi melanin yang baru terbentuk. Sedangkan, melanin berperan melindungi
kulit kulit dari paparan sinar matahari berlebih, menyerap dan memantulkan
radiasi sinar UV serta melindungi kerusakan DNA.
Menurut Rahman (2010) sebagai tindakan waspada, konsumen dianjurkan
1.
2.
3.
4.
diantaranya:
1. Titrasi redoks
Hidrokuinon merupakan suatu reduktor dengan potensial elektrokimia E0 =
268 mV. Pada titrasi oksidasi reduksi, hidrokuinon akan melepaskan elektron
(mengalami oksidasi) sementara titran akan mengalami reduksi karena
mengikat elektron (Akaojicho, 2003).
2. Spektrofotometri UV-Visibel
Hidrokuinon memiliki gugus kromofor sehingga dapat dianalisa dengan
menggunakan alat spektrofotometer ultraviolet pada panjang gelombang 200400 nm (Sardi, 2011).
3. Kromatografi Lapis Tipis
Analisis hidrokuinon menggunakan fase diam yang bersifat polar dan fase
diam yang bersifat non polar. Kuantitas hidrokuinon dihitung dengan
membandingkan luas puncak bercak sampel terhadap bercak standar
menggunakan alat densitometri yang diukur pada panjang gelombang
maksimumnya.
4. Kolorimetri
Metode ini menggunakan pereaksi floroglusinol untuk penentuan kadar
hidrokuinon dalam krim pemutih. Kondisi pengukuran dioptimumkan berdasarkan
penentuan pengaruh lama pemanasan dan suhu optimum serta penentuan
pengaruh jumlah pereaksi floroglusin.
(Siddique, 2014)
3. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah metode kromatografi cair yang
paling sederhana. KLT yang dapat digunakan dengan dua tujuan. Pertama,
digunakan untuk uji identifikasi senyawa baku, untuk meyakinkan identifikasi
dapat dilakukan dengan menggunakan lebih dari 1 fase gerak dan jenis semprot.
Kedua, digunakan untuk analit kuantitatif dengan KLT (Rahman, 2007).
4. Spektrofotometri UV-Visibel
Spektrofotometri UV-Visibel adalah teknik analisis spektroskopi yang
menggunakan sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dan sinar tampak dengan
menggunakan instrumen spektrofotometer. Prinsip dari spektrofotometer UVVisibel adalah penyerapan sinar tampak untuk ultra violet dengan suatu molekul
dapat menyebabkan terjadinya eksitasi molekul dari tingkat energi dasar (ground
state) ke tingkat energi yang paling tinggi (excited stated). Pengabsorbsian sinar
ultraviolet atau sinar tampak oleh suatu molekul umumnya menghasilkan eksitasi
electron bonding, akibatnya panjang absorbsi maksimum dapat dikorelasikan
dengan jenis ikatan yang ada di dalam molekul.
Mekanisme kerja alat spektrofotometer UV-Visibel adalah sinar dari sumber
sinar dilewatkan melalui celah masuk, kemudian sinar dikumpulkan agar sampai
ke prisma untuk difraksikan menjadi sinar-sinar dengan panjang gelombang
tertentu. Selanjutnya sinar dilewatkan ke monokromator untuk menyeleksi
panjang gelombang yang diinginkan. Sinar monokromatis melewati sampel dan
aka nada sinar yang diserap dan diteruskan. Sinar yang diteruskan akan dideteksi
oleh detector. Radiasi yang diterima oleh detektor diubah menjadi sinar listrik
yang kemudian terbaca dalam bentuk transmitansi (Wiji, 2010).
C.
1.
Alat
a. Batang pengaduk
b. Corong pisah
c. Gelas chamber
d. Gelas kimia 100 mL
e. Gelas ukur 50 mL
f. Hot plate
g. Kuvet
h. Labu ukur 10 mL, 25 mL, 50 mL
i. Lampu UV 254 nm & 366 nm
j. Lempeng KLT
k. Pipa kapiler
l. Pipet ukur 1 mL, 5 mL
m. Spektrofotometri UV-Visibel
n. Statif dan klem
o. Tutup chamber
2.
Bahan
a. Aquadest
b. CH3COOH
c. Etanol
d. Floroglusinol 1 %
e. HCl 4 M
f. Hidroquinon standar
h. Kertas saring
i. Kloroform
j. Metanol
k. NaOH 0,5 M
l. Na2SO4
m. Petroleum eter
n. Toluena
D.
Prosedur Kerja
1.
a.
Larutan uji
1) Ditimbang sebanyak 1 gram sampel krim pemutih dan dimasukkan ke
dalam gelas kimia.
2) Ditambahkan 1 mL HCl 4M.
3) Ditambahkan 5 mL etanol, dipanaskan sambil diaduk.
Larutan baku
1) Ditimbang sebanyak 25 mg hidrokuinon standar.
2) Dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL.
3) Ditambahkan 1 mL HCl 4 mL.
4) Ditambahkan etanol sampai tanda batas, dihomogenkan.
c.
Uji KLT
1) Diatas plat KLT ditotolkan larutan sampel dan larutan uji.
2) Dimasukkan plat KLT ke dalam chamber yang berisi fase gerak
toluena:asam asetat (80:20) yang telah jenuh.
3) Dibiarkan fase gerak (pelarut) naik ke atas.
4) Diangkat plat KLT dan dikeringkan, kemudian digunakan lampu UV 254
nm dan 366 nm untuk mengetahui noda.
5) Dihitung Rf dari larutan uji dan sampel.
2.
a.
ukur 100
mL,
ditambahkan
etanol
hingga
tanda
batas,
dihomogenkan.
3) Dibuat seri konsentasi dari larutan induk yang telah dibuat dengan
konsentrasi 50 ppm; 100 ppm; 150 ppm; 200 ppm; 250 ppm.
b.
d.
E. Hasil pengamatan
1. Tabel Pengamatan
a. Uji kualitatif
No
.
Nama sampel
Eluen
Nilai Rf
No
.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Standar
Absorbansi (A)
500
501
502
503
510
520
maksimal = 501
2) Kurva kalibrasi
3,184
3,205
3,201
3,185
3,189
3,05
No
Konsentrasi (ppm)
Absorbansi (A)
.
1.
50
0,184
2.
100
1,575
3.
150
3,192
4.
200
3,155
5.
250
3,842
3) Penentuan absorbansi sampel
No
.
1.
2.
3.
Sampel
Absorbansi
Kadar (%)
Sampel A1
Sampel A2
Sampel B1
0,02
0,07
-0,035
-0,00026
0,0008
0,012
Keteranga
n
+
+
-
4.
Sampel B2
2,53
5.
Sampel C1
0,154
6.
Sampel C2
0,57
2. Perhitungan
a. Nilai Rf
jarak noda (cm)
Nilai Rf =
jarak eluen ( cm )
3,06
0,011
0,063
1) Standar hidrokuinon
0,75
Rf =
= 0,1875
4
2) Sampel A
Rf =
0,5
=0,125
4
b. Konsentrasi sampel
a = 0,0632
b = 0,1068
y = a + bx
y- a y - 0,0632
x=
=
b
0,01608
1) Sampel A1
Kadar
y-a volume
x
x faktor pengenceran
b
massa
0,02 -0,0632 mg 0,01 L
x
0, 01608
L
0,001 kg x 2
mg
x 10-6
= -2,686 kg
x 100%
= -0,00026 %
2) Sampel A2
Kadar
y-a volume
x
b
massa
x faktor pengenceran
x 100%
x2
= 0,0008 %
3) Sampel B1
y-a volume
x
Kadar =
b
massa
x faktor pengenceran
= -122,139
mg
x 10-6
kg
x 100%
= 0,012 %
4) Sampel B2
y-a volume
x
b
massa
Kadar =
x faktor pengenceran
= 3.068,1592
mg
-6
x 10
kg
x2
x 100%
= 3,06 %
5) Sampel C1
Kadar =
y-a volume
x
b
massa
x faktor pengenceran
x2
x 100%
x faktor pengenceran
x 100%
= 0,063 %
C. Pembuatan larutan
1) Floroglusinol 1 % dalam 10 mL
1 gram
x
=
100 mL 10 mL
x
= 0,1 gram
40
25 mL
massa = 20
25
= 0,5 gram
1000
3) HCl 4 M dalam 50 mL
37
1,19
1000
100
M
=
= 12,06 M
36,5
M 1 V1=M2 V 2
12,06 M V 1 = 4M 50 mL
V 1=
16,583 mL
20
100
2 mL = 0,4 mL
500 ppm
500 M V1
= 50 M 25 mL
V1
2) 100 ppm
M 1 V1
V1
= M 2 V2
500 M V1
500 M V1
V1
5) 250 ppm
M 1 V1
500 M V1
= 100 M 25 mL
= 5 mL
3) 150 ppm
M 1 V1
4) 200 ppm
M 1 V1
2,5 mL
= M 2 V2
500 M V1
V1
M2 V2
= 150 M 25 mL
= 7,5 mL
= M 2 V2
= 200 M 25 mL
= 10 mL
= M 2 V2
= 250 M 25 mL
V 1=
3.
12,5 mL
Kurva Standar
5
4
3
Absorbansi (A) 2
1
0
0
50
100
150
200
250
300
Konsentrasi (ppm)
4.
a.
Reaksi
Hidrokuinon + floroglusinol
OH
OH
HO
OH+
HO
OH
OH
OH
O
HO
F.
Pembahasan
Hidrokuinon adalah bahan aktif yang terdapat pada kosmetik yang dapat
asetat dan toluen yang telah dijenuhkan. Penggunaan kombinasi eluen karena
pelarut yang digunakan memiliki tingkat kepolaran yang berbeda-beda. Dibiarkan
eluen naik hingga tanda batas lalu dikeringkan dan diperhatikan jarak noda pada
lampu UV 254 dan 366 nm. Prinsip KLT adalah memisahkan suatu senyawa
berdasarkan perbedaan tingkat kepolaran. Fungsi penjenuhan eluen adalah agar
eluen menjadi jenuh, eluen harus dijenuhkan terlebih dahulu, karena jika eluen
belum jenuh maka proses absorbsi dan partisinya tidak bagus, menyebabkan
kenaikan eluen pada plat menjadi lambat. Lalu dihitung nilai Rf. Nilai Rf larutan
hidrokuinon adalah 0,187 dan nilai Rf latutan uji sampel yaitu 0,125. Hal ini
membuktikan bahwa sampel tidak mengandung hidrokuinon. Karena apabila
sampel mengandung hidrokuinon maka akan mempunyai nilai Rf yang sama atau
berselisih hanya 0,01.
Percobaan analisis kuantitatif dilakukan dengan mengencerkan larutan
standar hidrokuinon 500 ppm menjadi 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm dan
250 ppm. Kelima larutan diambil kemudian ditambahkan NaOH 0,5 M dan
floroglusinol 1%. Fungsi NaOH adalah untuk memberikan suasana basa untuk
membantu jalannya reaksi, karena pereaksi floroglusinol bereaksi pada suasana
basa. Fungsi penambahan floroglusinol adalah untuk memberi warna pada larutan
yang mengandung hidrokuinon sehingga dapat dideteksi dan dibaca serapan
panjang gelombangnya pada spektrofotometri. Larutan akan diukur pada panjang
gelombang maksimumnya untuk penentuan kurva kalibrasi, digunakan panjang
gelombang maksimum yaitu untuk menentukan pada panjang gelombang
maksimum akan dihasilkan serapan yang maksimum pula. Selanjutnya dilakukan
penentuan hidrokuinon pada sampel. Sampel dilarutkan dengan aquades
dimasukkan kedalam corong pisah, prinsip corong pisah yaitu memisahkan
larutan berdasarkan perbedaan berat jenis atau densitas, kemudian ditambahkan
petroleum eter. Fungsi penambahan petroleum eter adalah untuk melarutkan
hidrokuinon yang terdapat pada sampel, digojog dan didiamkan hingga terpisah
kemudian ditampung petroleum eter dan diuapkan. Hasil uapan dilarutkan dengan
etanol dan ditambahkan floroglusinol dan NaOH, dimasukkan kedalam labu ukur
dan ditambahkan etanol hingga tanda batas. Fungsi etanol adalah sebagai pelarut.
Larutan ini akan diukur panjang gelombang maksimumnya pada spektrofotometri.
Konsentrasi pada sampel A I sebesar -0,00026 %; sampel A II 0,0008 %;
sampel B I 0,012 %; sampel B II 3,06 %; sampel C I 0,011 % dan sampel C II
0,063 %. Urutan yang mengandung hidrokuinon terbanyak yaitu sampel B II,
sampel C II, sampel B I, sampel B II, sampel A II dan sampel A I. Hasil negatif
yang diperoleh pada sampel A I dikarenakan pereaksi pada blanko tidak bereaksi
dengan baik sehingga terjadi pergeseran nilai absorbansi. Menurut SNI kadar
hidrokuinon yang diperbolehkan dalam kosmetik yaitu tidak lebih dari 2 %, oleh
karena itu dapat disimpulkan bahwa sampel B II tidak diperbolehkan dalam
penggunaan karena memiliki kandungan hidrokuinon lebih dari 2 %.
G.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
PERCOBAAN VII
ANALISIS KADAR FORMALIN DALAM BAHAN MAKANAN
BERFORMALIN SECARA SPEKTROFOTOMETRI
A.
Tujuan
Menentukaan kadar formalin dalam bahan makanan berformalin secara
spektrofotometri.
B.
Dasar Teori
1.
Formalin
Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk.
terbentuk dari pembakaran gas metana dan oksigen yang ada di atmosfer,
dengan bantuan sinar matahari. Formalin mudah larut dalam air sampai kadar
55 %, sangat reaktif dalam suasana alkalis, serta bersifat sebagai zat pereduksi
yang kuat, mudah menguap karena titik didihnya rendah yaitu -210C.
(Winarno, 2004)
Formaldehid (HCOH) merupakan suatu bahan kimia dengan berat molekul
30,03 yang pada suhu kamar dan tekanan atmosfer berbentuk gas tidak berwarna,
berbau pedas (menusuk) dan sangat reaktif (mudah terbakar). Bahan ini larut
dalam air dan sangat mudah larut dalam etanol dan eter (Yuliarti, 2007).
Penggunaan formalin antara lain sebagai pembunuh kuman sehingga
digunakan sebagai pembersih lantai, gudang, pakaian dan kapal, pembasmi lalat
dan serangga lainnya, bahan pembuat sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan
bahan peledak. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan
gelatin dan kertas, bahan pembentuk pupuk berupa urea, bahan pembuatan produk
parfum, bahan pengawet produk kosmetik dan pengeras kuku, pencegah korosi
untuk sumur minyak, bahan untuk isolasi busa, bahan perekat untuk produk kayu
lapis (playwood), dalam konsentrasi yang sangat kecil (< 1 %) digunakan sebagai
pengawet, pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat
sepatu, shampo mobil, lilin dan karpet (Astawan, 2006).
Produsen sering kali tidak tahu kalau penggunaan formalin sebagai bahan
pengawet makanan tidaklah tepat karena bisa menimbulkan berbagai gangguan
kesehatan bagi konsumen yang memakannya. Beberapa penelitian terhadap tikus
dan anjing menunjukkan bahwa pemberian formalin dalam dosis tertentu pada
jangka panjang bisa mengakibatkan kanker saluran cerna. Penelitian lainnya
menyebutkan peningkatan risiko kanker faring (tenggorokan), sinus dan cavum
nasal (hidung) pada pekerja tekstil akibat paparan formalin melalui hirupan.
(Yuliarti, 2007)
2.
Uji kualitatif
Larutan pereaksi Asam kromatofat 0,5% dalam H2SO4 60% (asam 1,8
dimasukkan dalam penangas air yang mendidih selam 15 menit dan amati
perubahan warna yang terjadi. Adanya formalin (HCHO) ditunjukkan dengan
adanya warna ungu terang sampai ungu tua (Cahyadi, 2008).
3.
pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada
panjang gelombang yang spesifik dengan menggunakan monokromator prisma
atau kisi difraksi dan Detector Vacuum Phototube atau tabung foton hampa. Alat
yang digunakan adalah spektrofotometer, yaitu sutu alat yang digunakan untuk
menentukan suatu senyawa baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan
mengukur transmitan ataupun absorban dari suatu cuplikan sebagai fungsi dari
konsentrasi. Spektrometer menghasilkan sinar dari spectrum dengan panjang
gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan atau diabsorbsi.
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban
suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan pengukuran
menggunakan spektrofotometer ini, metoda yang digunakan sering disebut dengan
spektrofotometri (Basset, 1994).
Spektrometri UV-Vis adalah salah satu metoda analisis yang berdasarkan
pada penurunan intensitas cahaya yang diserap oleh suatu media. Berdasarkan
penurunan intensitas cahaya yang diserap oleh suatu media tergantung pada tebal
tipisnya media dan konsentrasi warna spesies yang ada pada media tersebut.
Spektrometri visible umumnya disebut kalori, oleh karena itu pembentukan warna
pada metoda ini sangat menentukan ketelitian hasil yang diperoleh. Pembentukan
warna dilakukan dengan cara penambahan pengompleks yang selektif terhadap
unsur yang ditentukan (Fatimah, 2005).
Spektrofotometri menyiratkan pengukuran jauhnya penyerapan energi
cahaya oleh suatu sistem kimia itu sebagai suatu fungsi dari panjang gelombang
radiasi, demikian pula pengukuran penyerapan yang menyendiri pada suatu
panjang gelombang tertentu (Underwood, 1986).
Dibuat larutan baku induk dari konsentrasi 1000 ppm dari formalin 37 %,
kemudian diencerkan dalam labu takar 100 mL dengan aquadest sampai tanda
batas, kemudian larutan tersebut dibuat larutan baku standar. Larutan pereaksi
asam kromatofat 5 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan
1 mL larutan standar formalin sambil diaduk tabung reaksi ditangas selam 15
menit dalam penangas air yang mendidih, angkat dan didinginkan. Penetapan
kadar formalin sampel, mencampurkan 10 g sampel dengan 50 mL aquades
dengan cara menggerusnya didalam lumpang. Kemudian didestilat dan diasamkan
dengan H3PO4, ditampung dengan labu ukur 50 mL. Ditambahkan 5 mL asam
kromatopat. Kemudian diukur absorbansi sampel dan standar dengan panjang
gelombang 560 nm dan dihitung kadar formalinnya (Cahyadi, 2008).
4.
Tahu
Tahu merupakan hasil olahan dari bahan dasar kacang kedelai melalui
C.
D. Prosedur Kerja
1. Persiapan sampel
a. Tahu di cuci.
b. Ditimbang sebanyak 10 gram.
c. Direndam tahu dengan formalin 2% selama 1 hari.
d. Tahu sebagai sampel analisis.
2. Pembuatan larutan
gelas kimia.
Dimasukkan larutan ke labu ukur 100 mL.
Ditambah 3 mL H2SO4 pekat.
Ditambah aquades sampai batas (Larutan I).
Ditimbang 2,5 g NaHSO3, ditambah aquades pada labu ukur 100 mL
E.
1.
a.
Hasil Pengamatan
Tabel Pengamatan
Tabel kurva standar panjang gelombang maksimal 518 nm
No.
Konsentrasi (ppm)
Absorbansi
1
2
0,5549
2
3
0,7029
3
4
0,9308
4
5
1,1131
5
6
1,3357
b. Absorbansi sampel
No.
Sampel
1
A
2
B
3
C
4
D
c. Kadar formalin
No.
Sampel
1
A
2
B
3
C
4
D
2. Perhitungan
a. Kadar
a = 0,138
b = 0,197
r = 0,997
y = a + bx
y-a
b
x=
y - 0,138
x = 0,197
1)
Sampel A
y-a
volume
Kadar = b x massa x faktor pengenceran
0,1985 - 0,138 50 50
0,197
=
x 2 x 1
= 383,33 g/g
2) Sampel B
y-a
volume
Kadar = b x massa x faktor pengenceran
0,1661 - 0,138 50 50
0,197
=
x 2 x 1
= 178,29 g/g
3) Sampel C
y-a
volume
Kadar = b x massa x faktor pengenceran
Absorbansi
0,1985
0,1661
1,1336
0,7017
Kadar (g/g)
383,88
178,29
6317,2
3576,77
1,1336 - 0,138 50 50
0,197
=
x 2 x 1
= 6317,2 g/g
4) Sampel D
y-a
volume
Kadar = b x massa x faktor pengenceran
3.
a.
1,3357 - 0,138 50 50
0,197
=
x 2 x 1
= 3576,77 g/g
Reaksi
Formalin + Asam Kromatopat
Na
Na
C
H
OH
OH
OH
OH
OH
O
C
H
O
O
H
HO
OH
OH
H
OH
HO
O3 S
SO3
H
H
OH
C
H
OH
O3 S
SO3
O3S
SO3
O
OH
C
H
OH
HO
SO3
O3S
(merah keunguan)
-H
F.
Pembahasan
Percobaan ini membahas tentang analisis kadar formalin dalam sediaan
menggunakan
alat
instrumen
berupa
spektrofotometer
UV-Vis.
asam sulfat pekat adalah sebagai katalis, karena asam kromatopat hanya akan
beraksi dalam keadaan asam. Kemudian pembuatan larutan NaHSO 3, sebanyak 2,5
g NaHSO3 dilarutkan dengan aquades hingga tanda batas 100 mL.
Tahap selanjutnya adalah penetapan panjang gelombang maksimum dan
pembuatan kurva kalibrasi. Tahap ini diawali dengan pembuatan larutan stok baku
formalin yang kemudian dibuat seri pengenceran dengan konsentrasi 0 ppm
(blanko), 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm, 5 ppm dan 6 ppm. Pembuatan larutan stok
bertujuan untuk menghindari penimbangan berulang dalam pembuatan larutan
selanjutnya (seri konsentrasi) sehingga pekerjaan akan lebih efisien. Pada
pembuatan masing-masing seri konsentrasi ditambahkan 2,5 mL NaHSO 3 2,5%,
0,1 mL asam kromatopat dan 3 mL H2SO4 pekat kemudian ditambahkan aquades
hingga tanda batas 50 mL. Penambahan zat-zat tersebut digunakan untuk
menyamakan perlakuan terhadap larutan untuk kurva kalibrasi dan perlakuan pada
proses penetapan kadar sampel.
Sebelum menentukan kurva kalibrasi terlebih dahulu dilakukan penetapan
panjang gelombang maksimum. Penetapan panjang gelombang maksimum
dilakukan untuk mengetahui ketika absorbansi mencapai titik maksimum sehingga
meningkatkan absorbansi analit terhadap energi cahaya. Panjang gelombang
maksimum pada percobaan penetapan kadar formalin ini adalah 518 nm.
Pembuatan kurva kalibrasi atau kurva standar bertujuan untuk mengetahui
linieritas hubungan antara konsentrasi larutan standar dengan absorbansinya,
sehingga dapat diketahui apakah langkah kerja yang dilakukan telah sesuai atau
tidak. Pada saat penetapan kurva kalibrasi digunakan juga larutan blanko yang
diukur absorbansinya. Larutan blanko adalah larutan yang tidak berisi analit.
Dilakukan pengujian terhadap blanko untuk memastikan bahwa pelarut aquades
dan zat tambahan dalam preparasi sampel tidak menyerap energi cahaya, sehingga
pada saat penetapan kadar formalin dalam sampel nilai absorbansi yang dihasilkan
adalah murni dari absorbansi formalin.
Kemudian dilakukan penetapan kadar formalin dalam sampel. Sebanyak 2 g
sampel dihaluskan dan dilarutkan dengan aquades 15 mL. Kemudian di
sentrifugasi untuk memisahkan partikel dengan filtrat. Kemudian filtrat
dimasukkan dalam labu ukur 50 mL, ditambahkan dengan 2,5 mL NaHSO 3 2,5 %,
0,1 mL asam kromatopat dan 3 mL H2SO4 pekat dan ditambahkan aquades sampai
tanda batas 50 mL. Kemudian dimasukkan larutan kedalam kuvet dan diukur
absorbansinya. Penambahan asam kromatopat berfungsi untuk membentuk
kompleks berwarna violet bersama formalin. Formalin dengan adanya asam
kromatopat dalam asam sulfat disertai pemanasan beberapa menit akan terjadi
pewarnaan violet. Reaksi asam kromatopat mengikuti prinsip kondensasi senyawa
fenol dengan formaldehida membentuk senyawa berwarna (3, 4, 5, 6dibenzoxanthylium). Reaksi kondensasi adalah reaksi penggabungan dua senyawa
dengan melepaskan molekul air. Penambahan NaHSO3 ditujukan untuk mengikat
molekul air hasil reaksi kondensasi antara asam kromatopat dengan formalin.
Berdasarkan percobaan dan perhitungan yang telah dilakukan, didapatkan
hasil kadar formalin dalam sampel A , B, C, dan D berturut-turut adalah 383,88
g/g, 178,29 g/g, 631,2 g/g dan 3576,77 g/g. Penggunaan formalin pada
produk makanan melanggar peraturan menteri kesehatan RI No. 1168/ Menkes/
Per/ 1999 tentang bahan makanan tambahan. Peraturan tersebut menyatakan
secara jelas bahwa formalin sebagai bahan kimia yang dilarang digunakan dalam
makanan, sehingga sampel yang diuji pada percobaan kali ini tidak memenuhi
standar bahan makanan layak konsumsi karena mengandung formalin
Manfaat percobaan penetapan kadar formalin ini pada bidang farmasi adalah
dapat
melakukan
proses
pengawasan
kualitas
bahan
makanan
dan
G.
Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1.
2.
3.
4.
5.
PERCOBAAN VIII
PENENTUAN KADAR PROTEIN DALAM BAHAN MAKANAN
SECARA SPEKTROFOTOMETRI
A. Tujuan
Memahami dan melakukan penetapan kadar protein secara spektrofotometri.
B. Dasar Teori
1. Protein
Secara kimiawi, protein merupakan senyawa polimer yang tersusun atas
satuan asam-asam amino sebagai monomernya. Asam-asam amino tersebut terikat
satu sama lain melalui ikatan peptida, yaitu ikatan antara gugus karboksil (COOH) asam amino yang satu dengan gugus amina (-NH 2) dari asam amino yang
lain dengan melepaskan satu molekul air. Peptida yang terbentuk atas dua asam
amino disebut dipeptida. Sebaliknya peptida yang terdiri atas tiga, empat, atau
lebih asam amino masing-masing disebut tripeptida, tetrapeptida, dan seterusnya.
Protein adalah suatu polipeptida yang memiliki kira-kira 100 sampai 1800
atau lebih residu asam amino. Protein alamiah memiliki 20 jenis asam amino.
Untuk setiap protein tertentu, urutan dan jenis-jenis asam amino yang
menyusunnya sangat spesifik (Yazid, 2006).
Suatu protein dapat berfungsi sebagai biokatalis. Disamping itu hemoglobin
dalam bulir-bulir darah merah disebut dengan eritrosit. Eritrosit berfungsi sebagai
pengangkut oksigen dari paru-paru menuju ke seluruh bagian tubuh, yakni salah
satu jenis protein (Poedjiadi, 2006).
Suatu protein yang hanya tersusun atas asam amino dan tidak mengandung
gugus kimia lain disebut protein sederhana, contohnya enzim ribonuklease dan
khimotripsinogen. Namun banyak protein yang mengandung gugus kimia lain
selain asam amino seperti derivat vitamin, lipid, atau karbohidrat, protein ini
disebut protein konjugasi (Yazid, 2006).
Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien, tidak seperti
bahan makronutrien lainnya, protein ini berperan lebih penting dalam
pembentukan biomolekul daripada sumber energi (Primasoni, 2012).
3) Reaksi Millons
Pereaksi Millons adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam
nitrat. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein akan menghasilkan
endapan putih yang dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan.
4) Reaksi Natrium Nitroprusida
Natrium nitroprusida dalam larutan amoniak akan menghasilkan warna
dengan protein yang mempunyai gugus -SH bebas. Jadi protein yang mengandung
sistein dapat memberikan hasil positif.
5) Reaksi Sakaguchi
Pereaksi yang digunakan ialah naftol dan natrium hipobromit. Pada
dasarnya reaksi ini memberikan hasil positif apabila ada gugus guanidin.
b. Analisis protein secara kuantitatif
1) Metode Kjeldahl
Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen
total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel
didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalis dengan katalisator yang sesuai.
2) Metode Lowry
Prinsip kerja metode lowry adalah reduksi Cu2+ (reagen lowry B) menjadi
Cu+ oleh tirosin, triptofan dan sistein yang terdapat dalam protein.
(Suharsono, 2006)
3. Spektrofotometri
Spektrofotometri merupakan suatu metode analisa yang didasarkan pada
pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu larutan berwarna pada
panjang gelombang spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi
difraksi dengan detektor fototube (Poedjiadi, 2006).
Spektrofofometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban
suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan pengukuran
menggunakan spektrofotometer metode yang digunakan disebut dengan
spektrofotometri. Spektrofotometer dapat mengukur serapan didaerah tampak UV
(200-380 nm) maupun IR (>750 nm) dan menggunakan sumber sinar yang
suhu 37o-38oC.
f. Diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum.
g. Ditentukan kadar protein total dalam sampel.
E. Hasil Pengamatan
1.
Tabel hasil pengamatan
a. Penentuan panjang gelombang maksimum
Panjang gelombang (nm)
500
510
520
530
540
550
560
561
562
563
564
565
566
maks 564 nm
a. Kurva baku
Konsentrasi (ppm)
200
400
Absorbansi
0,137
0,160
0,181
0,198
0,211
0,219
0,211
0,219
0.221
0,221
0,222
0,221
0,221
Absorbansi
0.095
0,115
600
0,180
800
0,240
1000
0,297
b. Konsentrasi kadar protein dalam sampel
Sampel
Telur ayam kampung
Telur bebek
Susu sapi
Absorbansi
0,113
0,097
0,160
Kadar (%)
3,26
2,66
5,04
2. Perhitungan
a. Pembuatan larutan NaOH 0,05 M dalam 50 mL
M
massa
1000
x
= Mr
V
massa
1000
x
0,05M = 40
50 mL
Massa
= 1 gram
M 2 x V2
50.000 ppm x 1 mL
M2
M 2 x V2
=
M2
x 10 mL
200 ppm
M 2 x V2
=
=
x 25 Ml
2000 ppm
2) Seri konsentrasi 2 mL
M 1 x V1
2000 ppm x 2 mL
M2
M2
x 10 mL
M2
400 ppm
3) Seri konsentrasi 3 mL
M1 x V1
M 2 x V2
2000 ppm x 3 mL
M2
M2
=
=
x 10 mL
600 ppm
4) Seri konsentrasi 4 mL
M1 x V1
M 2 x V2
2000 ppm x 4 mL
M2
M2
=
=
x 10 mL
800 ppm
5) Seri konsentrasi 5 mL
M1 x V1
M 2 x V2
2000 ppm x 5 mL
M2
=
=
M2
x 10 mL
1000 ppm
Kadar =
x faktor pengenceran
0,113-0,0267 mg 0,1 L
x
0,000264
L
0,001 kg x 1
mg
x 10-6
= 32689,39 kg
x 100%
= 3,26%
2) Sampel telur bebek
Kadar
y-a volume
x
x faktor pengenceran
b
massa
0,097-0,0267 mg 0,1 L
x
= 0,000264
L
0,001 kg x 1
mg
x 10-6
= 2,6628 kg
x 100%
= 2,66%
3) Sampel susu
Kadar
y-a volume
x
x faktor pengenceran
b
massa
0,160-0,0267 mg 0,1 L
x
= 0,000264
L
0,001 kg x 1
mg
x 10-6
= 50492 kg
x 100%
= 5,04%
3. Kurva
Kurva Standar
0.4
0.3
Absorbansi (A)
f(x) = 0x + 0.03
R = 0.98
0.2
0.1
0
0
200
400
600
800
Konsentrasi (ppm)
1000
1200
4. Reaksi
a. Protein + Cu2+
O
R
H
O
O
C
N
R
N
C
H
C
C
H
H
H
C
R
N
C
H
C
C
H
H
Cu
H
H
C
C
C
N
R
O
H
N
C
O
C
H
OH
Cu2+
F. Pembahasan
Percobaan ini mengenai penentuan kadar protein dalam bahan makanan
secara spektrofotometri yang bertujuan untuk memahami dan melakukan
penentapan kadar protein secara spektrofotometri. Protein merupakan molekul
organik yang terdiri dari monomer-monomer asam amino. Protein sangat
dibutuhkan karena merupakan suatu zat yang sangat penting. Protein berfungsi
sebagai zat pembangun dan pengatur tubuh. Selain itu protein juga berfungsi
dalam membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada.
Sampel yang digunakan adalah sampel telur ayam kampung, telur bebek,
dan susu sapi. Prinsip alat spektrofotometri yaitu cahaya monokromatis yang
melewati suatu larutan sebagian akan diserap, sebagian lagi akan dipantulkan.
Penyerapan panjang gelombang inilah yang nantinya akan dapat menentukan
kadar dalam larutan. Metode yang digunakan pada percobaan ini yaitu metode
biuret atau uji biuret. Uji biuret digunakan untuk menujukkan adanya ikatan
peptida dalam suatu zat yang diuji. Adanya ikatan peptida mengindikasikan
adanya protein, karena ikatan peptida menghubungkan antar asam amino untuk
membentuk suatu protein. Ikatan peptida merupakan ikatan yang terbentuk antara
atom karbon dari gugus karboksil suatu asam amino dengan atom nitrogen dari
gugus amina asam amino lainnya dan melepaskan 1 molekul H2O.
Tujuan melakukan pembuatan larutan stok adalah untuk menentukan
panjang gelombang maksimum pada spektrofotometer UV-Vis. Larutan stok ini
dibuat dari albumin standar yang diencerkan dengan aquades kemudian dibuat
dengan seri konsentrasi masing-masing 200 ppm, 400 ppm, 600 ppm, 800 ppm,
1000 ppm. Tujuannya untuk memperoleh persamaan dan untuk mengetahui
hubungan antara konsentrasi dengan absorbansi. Oleh karena itu dibutuhkan
paling sedikit 5 rentang konsentrasi yang meningkat yang dapat membentuk
serapan linier. Kemudian pada masing-masing seri ditambahkan pereaksi biuret.
Hal tersebut juga dilakukan terhadap blanko. Fungsi blanko adalah sebagai larutan
pembanding terhadap larutan uji.
Setelah itu dilakukan penentuan panjang gelombang maksimum yang akan
digunakan pada penentuan kadar sampel nantinya. Alasan digunakan panjang
G.
Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Kadar protein pada telur ayam kampung 3,26%.
2. Kadar protein pada telur bebek 2,66%.
3. Kadar protein pada sampel susu sapi 5,04%.
DAFTAR PUSTAKA
Akaojicho, et al. 2003. Fully Automatic Thermal Voparation Mercury Analysis
System. Japan: NIC instruments corporation.
AOAC. 2000. Food Colour Addiliver, In : Official Method Of Analysis.
Association Of Official analytical chemist inc, gaithers burg: USA.
Astawan, M., 2006. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya: Jakarta.
Basset, J. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. EGC: Jakarta.
Bayuputra, 2011. Kandungan Gizi Tahu. Penebar Swadaya: Jakarta.
Bradshow, Tony. 2010. Chemistry For the Bioscience the Essential Concepts.
Oxford University : New York.
Budavari,s. 1996. The merck indeks ed.12. merck and io.inc : USA.
Budianto, P. E. 2008. Analisis Rhodamin B Dalam Saos dan Cabe Giling Di
Pasaran Kecamatan Laweyan Kotamadya Surakarta dengan dengan Metode
Kromatografi Lapis Tipis. Journal pharmacy volume 23 nomor 3.
Burgess, Cheryl M. 2005 Cosmetic. Dermatology. Washington DC: ProEdit
GmBH.
Cahyadi, W. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.
Penerbit Bumi Aksara: Jakarta.
Cahyadi,w. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.
Bumi aksara : Jakarta.
Cahyono, B. 1998. Tembakau : Budi Daya dan Analisis Usaha Tani. Kanisius :
Yogyakarta.
Carpette. 2005. An Introduction to Practical Biochemistry. Mc Grow Hm Book
Company: Great Britany.
Maharani, E. 2010. Kadar Protein Krista Artemia Curah yang Dijual Petambak di
Kota Kembang dengan Variasai Suhu Penyimpanan. Jurnal Nasional.
Vol.1 No.1.
Naibaho, dkk. 2013. Rancang Bangun Sensor kimia dalam Deteksi
Spektofotometri untuk Penentuan Pengawet Nitrit. Jurnal Kesehatan. Vol. 8
No.2.
Poedjiadi, A. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Universitas Indonesia Press : Jakarta.
Prabawati, I.D.A. 2012. Analisis Zat Hidroquinon pada Krim Pemutih Wajah yang
Beredar di Kota Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol.1, No.2.
Praja, dkk. 2015. Zat Aditif : Manfaat dan Bahayanya. Jakarta : Garudhawaca.
Putriyani, Dian., dkk. 2011. 100% Cantik Rahasia Dibalik Buah dan Sayur.
Jakarta: Best Publisher.
Rahayu, Imam. 2010. Praktis Kimia. Corafindo: Jakarta.
Rahman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar:Yogyakarta.
Rohmah, Siti Dzatir. 2013. Formulasi Krim Sarang Burung Walet Putih
(Aerodiamus fuciphagus) Dengan Basis Tipe A/M sebagai Pencerah Kulit
Wajah. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Tanjung Pura. Vol.1, No.1.
Rohman. 2013. Analisis Makanan. Yogyakarta: UGM.
Sapatinto, Cahya. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Kanisius : Yogyakarta.
Sardi, Setiawan, dkk. 2011. Alat Analisis Spektrofotometer Serapan Atom (Atomic
Absorbtion Spektrofotometer). Makassar: UMI.
Setiadi. 2003. Teknologi Pengolahan Tembakau. Aditya Media: Yogyakarta.
Siddique, Saima., et al. 2012. Qualitative and Quantitative Estimation Of
Silalahi, jansen. 2011. Analisis Rhodamin B pada Jajanan Anak Sekolah Dasar Di
Kabupaten Labuhan Batu Selatan Sumatra Utara. Jurnal Indonesia media
assoc volume 61 nomor 7.
Soeharsono. 2006. Biokimia I. UGM Press: Yogyakarta.
Spillane, James J. 2010. Ekonomi Farmasi. Jakarta: Grasindo.
Sumardjo, Damin. 2008. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioekskta. EGC: Jakarta.
Svehla, G. 1985. Text Book Of Macro and Semimacro Qualitative Inorgnik
Analysis. Lognman Group Limited: London.
Talib, N. Z. 2014. Analisis Senyawa Benzoat Pada Kecap Manis Produksi Lokal
Kota Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi Vol, 3 No.1.
Taste. 2009. Ingridients in Meats Products: Properties Functionality and
Application. USA: Springer.
Underwood, A. L. 1990. Analisis Kimia Kiantitatif Edisi ke Enam. Erlangga:
Jakarta.
Widyaningsih, D.T., Murtini, E.S. 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada
Produk pangan. Trubus Agrisarana: Surabaya.
Wiji.,dkk. 2010. Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Jurusan
Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia: Bandung.
Winarno F.G, Rahayu TS. 1994. Bahan Tambahan Untuk Makanan dan
Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan: Jakarta.
Wirasto. 2008. Analisis Rhodamin B dan Metanil Yellow dalam Minuman Jajanan
Anak SD di Kecamatan Laweyan Kotamadya Surakarta dengan Metode
Kromatografi Lapis Tipis. Journal Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta Volume 13 Nomor 6.
Yazid, E. 2006. Penuntun Praktikum Biokimia. Andi Off Set: Yogyakarta.