Anda di halaman 1dari 12

KECERDASAN LOGIS/MATEMATIS

Kecerdasan logis-matematis melibatkan keterampilan mengolah angka dan atau


kemahiran menggunakan logika atau akal sehat. Ini adalah kecerdasan yang
digunakan ilmuwan ketika menciptakan hipotesis dan dengan tekun mengujinya
dengan data eksperimental. Hal ini merupakan kecerdasan yang digunakan
akuntan pajak, scientist, programmer komputer, dan ahli matematika. Termasuk
dalam kecerdasan tersebut adalah kepekaan pada pola logika, abstraksi,
kategorisasi, dan perhitungan.19 Beberapa tokoh yang termasuk dalam
kecerdasan ini seperti B.J. Habibie (pakar teknologi pesawat), Yohanes Surya
(fisikawan), dan Andi Hakim Nasution (dosen dan ahli statistik)
Kecerdasan Matematis
a. Definisi kecerdasan matematis
Beberapa istilah lain kecerdasan matematis adalah kecerdasan kuantitif,
kecerdasan logika matematika, kemampuan bilangan atau kemampuan
berhitung. Kecerdasan matematis pada pembahasan sebelumnya terkait teori
Gardner didefinisikan sebagai kepekaan dan kemampuan untuk mengamati
polapola
logis dan bilangan serta kemampuan untuk berpikir rasional/logis.
Sedangkan pada teori Thurstone didefinisikan sebagai kecermatan dan
kecepatan dalam penggunaan fungsi-fungsi hitung dasar.
Lex Mckee (2008: 88-89) menyebutkan kecerdasan matematis/logis
adalah kemampuan bekerja dengan bilangan atau nalar untuk menghasilkan
atau mengenali struktur dan manfaat sederet pemikiran. Secaraca sederhana,
kecerdasan ini adalah kecakapan pada bilangan dan nalar. Sementara itu
Saifuddin Azwar (2013: 42) menerangkan bahwa kecerdasan matematis adalah
inteligensi yang digunakan untuk memecahkan problem berbentuk logika
simbolis dan matematika abstrak. Sementara itu Anastasi dan Urbina (2007:
344), menyebutkan kemampuan diidentifikasikan dengan kecepatan serta
ketepatan perhitungan aritmatika sederhana.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan
kecerdasan matematis adalah kemampuan untuk menyelesaikan masalah terkait
bilangan dan pola-pola logis secara rasional, cermat dan cepat.

b. Ciri dan unsur kecerdasan matematis


Adi W. Gunawan (2003: 111) menyebutkan ciri-ciri orang dengan
kecerdasan visual-spasial yang berkembang baik sebagai berikut:
1. Mampu mengamati objek yang ada di lingkungan dan mengerti fungsi
objek tersebut.
2. Mengenal dan mengerti konsep jumlah, waktu dan prinsip sebabakibat.
3. Mempunyai dan menguji hipotesis yang ada.
4. Menggunakan simbol-simbol abstrak untuk menjelaskan konsep dan
objek yang konkret.
5. Mampu dan menunjukkan kemampuan dalam pemecahan masalah
yang menuntut pemikiran yang logis.
6. Mampu mengamati dan mengenali pola serta hubungan.
7. Menikmati pelajaran yang berhubungan dengan operasi yang rumit
seperti kalkulus, pemrograman komputer, atau metode riset.
8. Menggunakan teknologi untuk memecahkan persoalan matematika.
9. Berpikir secara matematis dengan mengumpulkan bukti-bukti,
membuat hipotesis, merumuskan dan membangun argumentasi yang
kuat.
10. Tertarik dengan karier di bidang akutansi, teknologi, hukum, mesin
dan teknik.
Menurut Gardner (dalam Adi W. Gunawan, 2003: 112), kecerdasan ini
sebenarnya mempunyai beberapa aspek, yaitu kemampuan melakukan
perhitungan matematis, kemampuan berpikir logis, kemampuan memecahkan
masalah, pola pikir deduksi dan induksi, dan kemampuan mengenali pola dan
hubungan. Lex Mckee (2008: 90) menyebutkan bahwa kecerdasan
matematis/logis dapat teraktifkan ketika seseorang malakukan kegiatan
mengkalkulasi, berpikir, menaksir, membuat prioritas, merumuskan berbagai
citacita
atau tujuan, menghasilkan daftar, mendukung kasus yang dihadapi dengan

sebuah alasan, membenarkan posisi, menambah, mengurangi, mengalikan dan


membagi.
c. Pengukuran kecerdasan matematis
Pengukuran kecerdasan matematis merupakan pengukuran kemampuan
dasar matematis seseorang. Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya
pembahasan pada pengukuran kecerdasan matematis ini difokuskan pada
pengukuran untuk kategori remaja dan dilakukan secara klasikal (kelompok).
Andri Yanuarita (2014: 24-44), menerangkan secara umum pengukuran
kemampuan matematis atau kuantitaif bertujuan untuk mengukur kecermatan,
ketelitian, ketepatan dan ketelitian seseorang dalam hal kuantitatif. Berdasarkan
pembahasan di atas dan mengacu pada indikator yang disusun oleh Andrie
Yanuarita (2014: 24-44) maka dapat disimpulkan beberapa indikator pengukuran
kecerdasan matematis yang dapat digunakan dalam penelitian ini antara lain
sebagai berikut.
1. Numerik Aritmatika
Berupa perhitungan-perhitungan matematis dasar seperti penjumlahan,
pengurangan, perkalian, pembagian.
2. Numerik Seri Angka (Deret Angka)
Berupa mengidentifikasi suatu urutan dengan pola matematis tertentu dan
melengkapi urutan tersebut. 3. Konsep Aljabar
Berupa mengidentifikasi persamaan-persamaan dan logika aritmatika dasar
atau perhitungan dasar dalam bentuk persamaan.
B. Kajian

DAFTAR PUSTAKA
Adi W. Gunawan. (2003). Born to Be a Genius. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Anne Anastasi & Susana Urbina, (2007). Tes Psikologi. Penerjemah: Robertus

Hariono S. Imam. Jakarta: Indeks.


C. George Boeree. (2010). Metode Pembelajaran dan Pengajaran. Penerjemah:
Abdul Qodir Shaleh. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. hlm. 125
Ching, Francis D.K. (2002). Menggambar Sebuah Proses Kreatif. Jakarta:
Erlangga.
Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta : Pusat Bahasa.
H. Bayram Yilmaz. (2009). On the development and measurement of spatial
ability. International Electronic Journal of Elementary Education (Vol.1,
Issue 2). Hlm. 83-96.
Idha Handayani. (2011). Pengaruh Intelligent Quotient (IQ) dan Kemampuan
Tilikan Ruang Terhadap Kemampuan Menggambar Teknik Siswa. Tesis.
Pascasarjana UPI.
J. P. Chaplin. (2010). Kamus Lengkap Psikologi. Penerjemah: Kartini Katono.
Jakarta: Rajawali Pers.
Joseph, G. (1978). Interpreting Psychological Test Data. Vol.1. New York: VNR.
Laseau, Paul. (1986). Berpikir Gambar bagi Arsitek dan Perancang. Bandung:
ITB.
Lohman, D. F. (1993). Spatial ability and g. Paper presented at the first
Spearman Seminar, University of Plymouth, England.
Marfuah, (2012). Pengaruh Kecerdasan Spasial dan Minat terhadap Kemampuan
Menggambar Siswa pada Mata Pelajaran Desain Ekterior Bangunan di
SMK N 6 Bandung. Skripsi. UPI.
Marissa Harle dan Marcy Towns. (2011). A Review of Spatial Ability Literature, Its
Connection to Chemistry, and Implications for Instruction. Journal of
Chemical Education. 88 (3). Hlm 351360.
Morgan et al. (1979). Introduction To Psychology. 5th ed. New York: Mc Graw Hill
Kogakusha Ltd.

Moustafa, K. S. & Miller, T. R. (2003). Too Intelligent For The Job ? The Validity
of Upper-Limit Cognitive Ability Test Scores In Selection, Sam Advanced
Management Journal. Vol. 68.
Ngalim Purwanto. (2011). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Robbins, Stephen P. & Judge, Timothy A. (2008). Perilaku Organisasi Buku 1.
Lex Mckee. (2008). The Accelerated trainer. Penerjemah: Mustofa B.
Santoso. Bandung: Kaifa.
Saifuddin Azwar, (2010). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Saifuddin Azwar, (2013). Pengantar Psikologi Inteligensi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Sirod Hantoro dan Pardjono, 1995. Menggambar Mesin I. Yogyakarta: Hanindita.
Sri Rumini. (1995). Psikologi Pendidikan. FIP IKIP Yogyakarta: UPP IKIP
Yogyakarta.
Suryabrata, Sumadi. (2004). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafind
Sudjana, N. & Ibrahim. (2001). Penelitian dan Penilaian Pandidikan. Bandung:
Sinar Baru Agesindo.
Yusuf, Syamsu. (2006). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Tim Penyusun Tugas Akhir Skripsi FT UNY. (2013). Buku Pedoman Penyusunan
Tugas Akhir Skripsi. Yogyakarta: FT UNY.
Tulus Tuu. (2004). Peran Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Siswa. Jakarta:
Grasindo.
Winkel, W.S,. (1991). Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah: PT.
Grasindo. Jakarta.

KECERDASAN LINGUISTIC/BAHASA
Kecerdasan linguistik merupakan kemampuan untuk menggunakan dan
mengolah kata-kata secara efektif baik secara oral maupun tertulis seperti
dimiliki para pencipta puisi, editor, jurnalis, dramawan, sastrawan, pemain

sandiwara, maupun orator. Gardner menyatakan bahwa Linguistic Intelligences,


involves sensitivity to spoken and written language, the ability to learn
languages, and the capacity to use language to accomplish certain goals.15
Kemampuan ini berkaitan dengan penggunaan dan pengembangan bahasa
secara umum. Dalam pengertian bahasa, orang itu mempunyai kepekaan yang
tinggi terhadap makna kata-kata (semantik), aturan diantara kata-kata
(sintaksis), pada suara dan ritme ungkapan kata (fonologi), dan terhadap
perbedaan fungsi bahasa (pragmatik).16 Suparno, Paul. Konsep Inteligensi
Ganda dan Aplikasinya di Sekolah: Cara Menerapkan Konsep Multiple
Intelligences Howard Gardner. Yogyakarta: Kanisius, 2007.

Anak dengan kecerdasan bahasa yang menonjol biasanya senang membaca,


pandai bercerita, senang menulis cerita atau puisi, senang belajar bahasa asing,
mempunyai perbendaharaan kata yang baik, pandai mengeja, senang
membicarakan ide-ide dengan teman-temannya, memiliki kemampuan kuat
dalam mengingat nama atau fakta, menikmati permainan kata (utak-utik kata,
plesetan atau pantun, teka-teki silang, atau bolak-balik kata) dan senang
membaca tentang ide-ide yang menarik minatnya. Kecerdasan dalam bidang ini
menuntut kemampuan anak untuk menyimpan berbagai informasi yang
berkaitan dengan proses berfikirnya 17Thomas Amstrong, Setiap Anak Cerdas:
Panduan Membantu Anak Belajar dengan Memanfaatkan Multiple Intelligencenya, terj. Rina Buntaran, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm. 12.

KECERDASAN SPASIAL
Seorang anak yang memiliki kecerdasan ini dalam menggunakan gambar
biasanya lebih mengingat wajah ketimbang nama, suka menggambarkan ideidenya atau membuat sketsa untuk membantunya menyelesaikan masalah, dia
juga senang membangun atau mendirikan sesuatu, senang dengan bongkar
pasang, senang bekerja dengan bahan-bahan seni seperti kertas, cat, spidol,
atau crayon, senang menonton film atau video, memperhatikan gaya berpakaian
atau hal sehari-hari lainnya, senang mencorat-coret, mengingat hal-hal yang
telah dipelajarinya dalam bentuk gambar-gambar. 17Thomas Amstrong, Setiap
Anak Cerdas: Panduan Membantu Anak Belajar dengan Memanfaatkan Multiple
Intelligence-nya, terj. Rina Buntaran

Perkembangan perseptual adalah kemampuan memahami dan


menginterprestasikan informasi sensori, atau kemampuan intelek untuk mencari
makna dari dat yang diterima oleh indra. Perseptual itu sendiiri merupakan
keterampilan yang harus dipelajari, maka proses pengajaran akan memiliki
dampak langsung bagi kecakapan perseptual itu sendiri.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/novidha/perkembangan-biologisdan-perseptual-anak_55003a63a333111d72510100
Proses aktivitas perseptual ada tiga tahap yaitu sensasi, persepsi, dan atensi.
Sensasi berlangsung ketika terjadi kontak antara informasi dengan indra. Baik itu
indra mata, telinga, hidung, kulit atuapun lidah. Degan demikian, sensasi
merupakan proses indrawi. Persepsi adalah interprestasi dari lanjutan informasi
yang ditangkap oleh indra tadi. Persepsi merupakan proses pengolahan informasi
lebih lanjut dari aktifitas sensasi. Dan atensi mengacu kepada selektifitas
persepsi. Dengan atensi kesadaran seseorang akan tertuju kepada suatu objek
atau informasi dengan mengabaikan objek objek lainnya atau lebih tepatnya
hasil dari sensasi dan persepsi tadi. Untuk lebih memahami ketiga prose aktifitas
perseptual kita akan melihat contoh berikut ini. Ani pergi ke pasar untuk
membeli buah. Di pasar buah buah Ani kebingungan memlih antara buah buah
yang dijual,diantarany banyak buah buahan yang dijual mata Ani tertuju pada
dua jenis buah yaitu apel dan jeruk (sensasi). Dalam pikiran Ani mengamati, apel
itu berwarna merah segar,besar,dan terlihat matang sedangkan jeruk
ituberukuran bulat kecil berwarna orange tapi tidak terlihat segar (persepsi).
Setelah mengamati seksama Ani akhirnya memutuskan untuk membeli apel
daripada jeruk itu karena bentuknya dan warnanya yang menjamin kesegaran
apel itu (atensi). Nah, itulah tahap aktivitas perseptual.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/novidha/perkembangan-biologisdan-perseptual-anak_55003a63a333111d72510100
http://www.kompasiana.com/novidha
NOVIDHA RATNA LESTARI
25 OKTOBER 2010
15 JULI 2016 PUKUL 19.07

Perceptual Intelligence (Kecerdasan Persepsi), adalah kemampuan yang terpadu


antara jiwa dan pancaindera (psikosensorik). Dengan kecerdasan itu seseorang
akan memiliki kemampuan untuk menangkap dan memberi penilaian dari esensi
suatu materi yang telah ditangkap oleh pancaindera, seperti mengecap dengan
lidah, membau dengan hidung, melihat dengan mata, mendengar dengan
telinga dan meraba dengan sentuhan telapak tangan atau kulit. Dalam konsep
Prophetic Intelligence, bahwasanya yang ditangkap oleh pancaindera itu tidak
hanya sesuatu yang bersifat fisikal tetapi juga spiritual dan transendental. Lidah
tidak hanya mampu merasakan rasa manis, asam, pahit, pedas, tawar dan asin,
tetapi juga mampi merasakan antara halal dan haram, syubhat dan pasti,
manfaat dan mudharat atau hak dan batil. Sehingga seseorang akan selalu
memiliki sikap waspada, mawas diri dan kehati-hatian yang cukup tinggi.
http://propheticpsychology-intelligence.blogspot.co.id/2008/12/perceptualintelligence.html

http://propheticpsychology-intelligence.blogspot.co.id/
Abi Hamdani
Tahun 2008

WEB SITE TES IQ : http://www.tes-iq.com/tes-iq-kemampuan-perseptual

KECERDASAN SPASIAL
Beberapa istilah lain dari kecerdasan spasial adalah kecerdasan visual,
kemampuan tilikan ruang, kecerdasan logika gambar, spatial ability dan
sebagainya. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya kecerdasan spasial disini
menganut pada teori inteligensi ganda, dimana kemampuan sepasial merupakan
bagian dari kemampuan inteligensi seseorang. Kecerdasan spasial pada
pembahasan di atas terkait teori Gardner didefinisikan sebagai kemampuan
mempersepsi dunia ruang-visual secara akurat dan melakukan transformasi
persepsi tersebut. Sedangkan dalam teori Thurstone didefinisikan sebagai
kemampuan untuk mengenali berbagai hubungan dalam bentuk visual. Lebih
dalam lagi mengenai definisi kecerdasan spasial Lex Mckee (2008:
89), menjelaskan bahwa kecerdasan visual/spasial adalah kemampuan berpikir
secara visual dan dalam 3 dimensi. Secara sederhana kecerdasan ini merupakan
kemampuan memvisualisasikan konsep serta hubungan antar konsep.
Sedangkan menurut Anastasi dan Urbina (2007: 344), menyebutkan kemampuan
spasial bisa mewakili dua faktor yang berbeda, yang satu berhubungan dengan
persepsi hubungan-hubungan spasial atau geometris, yang lain dengan
visualisasi manipulatif lainnya berupa visualisasi perubahan posisi atau
transformasi.
Menurut Linn dan Petersen (dalam Yilmaz, 2009: 83) kemampuan spasial
mengacu pada keterampilan dalam mewakili, mengubah, menghasilkan, dan
mengingat simbolik, serta informasi non-linguistik. Sedangkan Lohman (1993:
13) menjelaskan bahwa kemampuan spasial dapat didefinisikan sebagai

kemampuan untuk menghasilkan, menyimpan, mengambil, dan mengubah


gambar visual yang terstruktur dengan baik.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan
kecerdasan spasial adalah kemampuan dalam memvisualisasikan konsep serta
hubungan antar konsep secara akurat melalui bayangan visual dua dimensi atau
TIGA DIMENSI
b. Ciri dan unsur kecerdasan spasial
Adi W. Gunawan (2003: 123) menyebutkan ciri-ciri orang dengan
kecerdasan visual-spasial yang berkembang baik sebagai berikut:
1. Belajar dengan cara melihat dan mengamati. Mengenali wajah, objek,
bentuk dan warna.
2. Mampu mengenali suatu lokasi dan mencari jalan keluar.
3. Mengamati dan membentuk gambaran mental, berpikir dengan
menggunakan gambar. Menggunakan gambar untuk membantu
proses mengingat.
4. Senang belajar dengan grafik, peta, diagram, atau alat bantu visual.
5. Suka mencoret-coret, menggambar, melukis dan membuat patung.
6. Suka menyusun dan membangun permainan tiga dimensi. Mampu
secara mental mengubah bentuk suatu objek.
7. Mempunyai kemampuan imajinasi yang baik.
8. Mampu melihat sesuatu dengan perspektif yang berbeda.
9. Mampu menciptakan representasi visual atau nyata dari suatu
informasi.
10. Tertarik menerjuni karir sebagai arsitek, desainer, pilot, perancang
pakaian, dan karir lainnya yang banyak menggunakan kemampuan
visual.
Adi W. Gunawan (2003: 123) juga menyebutkan bahwa kecerdasan visual
spasial meliputi kumpulan dari berbagai keahlian yang terkait. Keahlian ini
meliputi kemampuan membedakan secara visual, mengenali bentuk dan warna,

gambaran mental, daya pikir ruang, manipulasi gambar, duplikasi gambar baik
yang berasal dari diri (secara mental) maupun yang berasal dari luar. Sementara
itu Lex Mckee (2008: 92) menyebutkan kecerdasan visual spasial seseorang
dapat teraktifkan ketika membuat jalinan spasial antara objek atau konsep.
Beberapa hal yang dapat menghubungkan seseorang dengan kecerdasan
spasialnya adalah kegiatan menggambar, membuat sketsa, mewarnai,
memetakan pikiran, membuat diagram alur, mengecat, bervisualisasi,
berimajinasi dan berangan-angan.
Lohman dalam Harle dan Towns (2011: 352) mengidentifikasi setidaknya
ada tiga faktor sebagai dimensi utama kemampuan spasial. Beberapa faktor
tersebut adalah sebagai berikut.
1. Spatial Relation (hubungan spasial): Faktor ini terdiri dari tugas-tugas yang
memerlukan rotasi mental dari suatu obyek baik dalam bidang (2-D) atau
keluar dari bidang (3-D).
2. Spatial Orientation (Orientasi spasial): Faktor ini melibatkan kemampuan
untuk membayangkan bagaimana suatu objek atau array akan terlihat dari
perspektif yang berbeda dengan reorientasi pengamat.
3. Visualization (Visualisasi): Faktor ini terdiri tugas-tugas yang memiliki
komponen figural spasial seperti gerakan atau perpindahan bagian dari
gambar, dan lebih kompleks daripada hubungan atau orientasi spasial.
Lohman juga menemukan bukti adanya empat faktor minor yang
didefinisikan sebagai closure speed (yaitu, kecepatan pencocokan rangsangan
visual lengkap dengan representasi memori jangka panjang mereka), perceptual
speed (kecepatan pencocokan rangsangan visual), visual memory (memori
jangka pendek dari rangsangan visual), dan kinesthetic (kecepatan membuat
diskriminasi kiri-kanan).
Lohman (1993: 14) menjelaskan beberapa faktor yang diidentifikasi oleh
Carroll dan beberapa contoh tes yang dapat digunakan sebagai berikut.

1. Visualization. Kemampuan dalam memanipulasi pola visual, seperti yang


ditunjukkan oleh tingkat kesulitan dan kompleksitas dalam bahan stimulus
visual yang dapat ditangani dengan sukses, tanpa memperhatikan kecepatan
solusi tugas. Contoh tes: melipat kertas.
2. Speeded Rotation. Kecepatan dalam memanipulasi pola visual yang relatif
sederhana, dengan cara apa pun (rotasi mental, transformasi, atau
sebaliknya). Contoh tes: kartu.
3. Closure Speed. Kecepatan dalam menangkap dan mengidentifikasi pola
visual, tanpa mengetahui terlebih dahulu bentuk pola, ketika pola disamarkan
atau dikaburkan dalam beberapa cara. Contoh tes: Street Gestalt.
4. Closure Flexibility. Kecepatan dalam mencari, menangkap, dan
mengidentifikasi pola visual, mengetahui terlebih dahulu apa yang akan
ditangkap, ketika pola disamarkan atau dikaburkan dalam beberapa cara.
Contoh tes: gambar tersembunyi.
5. Perceptual Speed. Kecepatan dalam mencari pola visual yang dikenal, atau
secara akurat membandingkan satu atau lebih pola, dalam bidang visual dan
pola tidak disamarkan atau dikaburkan. Contoh tes: gambar identik.
Yilmaz (2009: 85-86), menjelaskan bahwa banyak perdebatan dikalangan
ahli mengenai faktor-faktor kemampuan spasial. Sebagaimana faktor yang
dijabarkan oleh Carroll di atas tidak terdapat faktor spatial orientation (SO).
Padahal faktor ini merupakan faktor utama dalam kemampuan spasial dan
berbeda dengan faktor lainnya. Yilmaz juga menambahkan beberapa teori diatas
mengabaikan kemampuan spasial dinamis (dynamic spatial abilities) dan
kemampuan memahami lingkungan (environmental abilities), yang dianggap
sebagai komponen yang sangat penting dari domain kemampuan spasial.
Dynamic spatial abilities (DSA) diartikan sebagai kemampuan dalam
mempersepsi stimulus bergerak. Sedangkan environmental abilities (EA)
kemampuan dalam mengintegrasikan objek-objek alami dan buatan serta
permukaan disekitar individu. Secara umum kemampuan spasial dapat

digambarkan dengan sebuah model komprehensif sebagaimana gambar berikut.


Gambar 2. Faktor-faktor Kemampuan Spasial (Yilmaz, 2009: 86)
c. Pengukuran kecerdasan spasial
Pengukuran kecerdasan spasial pada penelitian ini difokuskan pada
pengukuran secara klasikal atau kelompok. Adapun subjek dalam pengukuran
tersebut adalah siswa SMK kelas X yang kisaran umurnya antara 15-17 tahun.
Andri Yanuarita (2014: 49-60), menerangkan mengenai tes kemampuan spasial
secara umum bertujuan untuk mengukur daya logika visual, daya imajinasi
ruang/spasial, kecermatan dan ketelitian seseorang yang disajikan dalam bentuk
gambar atau simbol-simbol abstrak. Berdasarkan pembahasan di atas dan
mengacu pada faktor-faktor utama yang disebutkan oleh Lohman, dapat
disimpulkan beberapa indikator pengukuran kecerdasan spasial yang digunakan
dalam penelitian ini, yaitu:

Anda mungkin juga menyukai