Anda di halaman 1dari 15

Lampiran 1

MATERI SATUAN ACARA PENYULUHAN PENYAKIT TORCH


DI BANJAR KIDULING KERTEG KECAMATAN RENDANG
KABUPATEN KARANGASEM
TANGGAL 13 MEI 2014
A. Pengertian TORCH
Penyakit
Infeksi

TORCH

(Toksoplasma,

Rubela,

Cytomegalovirus/CMV dan Herpes simplex) adalah sekelompok infeksi


yang dapat ditularkan dari wanita hamil kepada bayinya. Ibu hamil yang
terinfeksi TORCH berisiko tinggi menularkan kepada janinnya yang bisa
menyebabkan cacat bawaan. Dugaan terhadap infeksi TORCH baru bisa
dibuktikan dengan melakukan pemeriksaan darah atau skrining. Jika
hasilnya positif, atau terdapat infeksi aktif, selanjutnya disarankan
pemeriksaan diagnostik berupa pengambilan sedikit cairan ketuban untuk
diperiksa di laboratorium.
Infeksi TORCH ini sering menimbulkan berbagai masalah
kesuburan

(fertilitas)

baik

pada

wanita

maupun

pria

sehingga

menyebabkan sulit terjadinya kehamilan. Infeksi TORCH bersama dengan


paparan radiasi dan obat-obatan teratogenik dapat mengakibatkan
kerusakan pada embrio. Beberapa kecacatan janin yang bisa timbul akibat
TORCH yang menyerang wanita hamil antara lain kelainan pada saraf,
mata, kelainan pada otak, paru-paru, mata, telinga, terganggunya fungsi
motorik, hidrosepalus, dan lain sebagainya.
TORCH tidak hanya berkaitan dengan masalah kehamilan saja.
TORCH juga bisa menyerang orang tua, anak muda, dari berbagai
kalangan, usia, dan jenis kelamin. TORCH bisa menyerang otak (timbul
gejala sering sakit kepala misalnya), menyebabkan sering timbul radang
tenggorokan, flu berkepanjangan, sakit pada otot, persendian, pinggang,
sakit pada kaki, lambung, mata, dan sebagainya.

B. Penyebab Infeksi TORCH Pada Ibu Hamil


1. Toksoplasmosis
Infeksi

ini

disebabkan

oleh

parasit

(protozoan

parasite

Toxoplasma gondii) yang ditularkan dari hewan bertubuh panas kepada


manusia. Parasit ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan.
Sumber terutamanya adalah daging yang tidak dimasak matang atau
sayuran mentah. Tangan yang tercemar toksoplasma juga bisa menjadi
media penularan jika kita tidak mencuci tangan sebelum makan.
Pada kasus infeksi maternal primer yang terjadi pada kehamilan,
parasit bisa ditularkan dari plasenta dan menyebabkan cacat pada janin
berupa

gangguan

penglihatan

atau

keguguran

spontan,

meski

persentasenya kecil.
Pada Toxoplasmosis bawaan, gejala dapat muncul setelah dewasa,
misalnya kelainan mata dan telinga, retardasi mental, kejang-kejang dan
ensefalitis.
2. Infeksi rubella
Infeksi ini juga dikenal dengan campak Jerman dan sering
diderita anak-anak. Rubella yang dialami pada tri semester pertama
kehamilan 90 persennya menyebabkan kebutaan, tuli, kelainan jantung,
keterbelakangan mental, bahkan keguguran. Ibu hamil disarankan untuk
tidak berdekatan dengan orang yang sedang sakit campak Jerman.
Untuk mencegah infeksi rubella, kaum wanita disarankan untuk
melakukan vaksinasi. Perlindungannya mencapai 100 persen. Infeksi
Rubella ditandai dengan demam akut, ruam pada kulit dan pembesaran
kelenjar getah bening.
Tanda tanda dan gejala infeksi Rubella sangat bervariasi untuk
tiap individu, bahkan pada beberapa pasien tidak dikenali, terutama
apabila ruam merah tidak tampak. Oleh Karena itu, diagnosis infeksi

Rubella yang tepat perlu ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan


laboratorium.Pemeriksaan Laboratorium yang dilakukan meliputi
pemeriksaan Anti-Rubella IgG dana IgM. Pemeriksaan Anti-rubella IgG
dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kekebalan pada saat sebelum
hamil. Jika ternyata belum memiliki kekebalan, dianjurkan untuk
divaksinasi. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dan IgM terutama sangat
berguna untuk diagnosis infeksi akut pada kehamilan < 18 minggu dan
risiko infeksi rubella bawaan.
3. Cytomegalovirus (CMV)
CMV merupakan keluarga virus herpes. Infeksi CMV
disebabkan oleh virus Cytomegalo, dan virus ini temasuk golongan
virus keluarga Herpes. Seperti halnya keluarga herpes lainnya, virus
CMV dapat tinggal secara laten dalam tubuh dan CMV merupakan
salah satu penyebab infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi
yang berbahaya bagi janin bila infeksi terjadi saat ibu sedang hamil.
Transmisi vertikal dari ibu ke bayi melalui transplacental. Infeksi
CMV pada ibu hamil bisa secara primer atau rekuren.
Infeksi primer pada ibu hamil ditandai dengan terjadinya
serokonversi dari IgG antibodi CMV selama kehamilan atau
didapatkan IgG dan IgM CMV bersama-sama selama kehamilan.
Sedangkan infeksi rekuren ditandai adanya antibodi CMV pada fase
sebelum terjadinya pembuahan. Pada infeksi primer, transmisi infeksi
ke bayi sebesar 40%. Adanya IgG anti CMV pada ibu hamil tidak
memberi perlindungan kepada bayi, sehingga kelainan kongenital
mungkin terjadi.
Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk mengetahui
infeksi akut atau infeski berulang, dimana infeksi akut mempunyai
risiko yang lebih tinggi. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan
meliputi Anti CMV IgG dan IgM, serta Aviditas Anti-CMV IgG.Virus
ini ditularkan melalui kontak seksual atau selama kehamilan. Akibat

infeksi ini bisa fatal karena menyebabkan cacat bawaan pada janin.
Belum ada pengobatan yang bisa mencegah infeksi virus ini.
4. Herpes simplex
Virus herpes terdiri dari 2 jenis, yaitu herpes simplex 1 (HSV-1)
dan herpes simplex virus 2 (HSV 2). Penularan biasanya terjadi pada
kontak seksual pada orang dewasa. HSV 1 juga bisa ditularkan
melalui kontak sosial pada masa anak-anak. Prevelansi HSV 2 lebih
tinggi pada kelompok HIV positif dan mereka yang melakukan
hubungan seks tanpa kondom. Infeksi herpes pada alat genital
(kelamin) disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks tipe II (HSV II).
Virus ini dapat berada dalam bentuk laten, menjalar melalui serabut
syaraf sensorik dan berdiam diganglion sistem syaraf otonom.
Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HSV II biasanya
memperlihatkan lepuh pada kulit, tetapi hal ini tidak selalu muncul
sehingga mungkin tidak diketahui. Infeksi HSV II pada bayi yang baru
lahir dapat berakibat fatal (Pada lebih dari 50 kasus) Pemeriksaan
laboratorium, yaitu Anti-HSV II IgG dan Igm sangat penting untuk
mendeteksi secara dini terhadap kemungkinan terjadinya infeksi oleh
HSV II dan mencegah bahaya lebih lanjut pada bayi bila infeksi
terjadi pada saat kehamilan.
C. Dampak TORCH
1. Toksoplasmosis
Pada wanita hamil, toksoplasma berdampak signifikan yaitu bisa
mengakibatkan keguguran dan cacat. Tiga serangkai klasik dampak
pada bayi akibat infeksi toksoplasmosis pada kehamilan adalah
meliputi korioretinitis, hidrosefalus, dan kalsifikasi intrakranial.
Gangguan yang dapat terjadi pada bayi dan janin akibat
Toksoplasmosis pada kehamilan adalah: cairan tulang belakang tidak
normal, anemia, Chorioretinitis, Kejang , Tuli, Demam, Growth

retardation (gangguan pertumbuhan), Hepatomegaly (pembesaran


liver), Hydrocephalus, Intracranial calcifications (pengapyran di otak),
Kuning,

Gangguan

Belajar,

Lymphadenopathy

(pembedsaran

kelenjar), Maculopapular rash (kemerahan kulit), Mental retardation


(gangguan

kecerdasan),

Microcephaly

(ukuran

Spasticity

and

(kelumpuhan

dan

palsies

kepala

kecil),

kelemahan

otot),

Splenomegaly (limpa membesar), Thrombocytopenia dan gangguan


penglihatan
Toksoplasmosis kongenital hampir mirip penyakit yang disebabkan
oleh organisme seperti virus herpes simplex, cytomegalovirus, dan
virus rubella.

Bayi prematur dengan toksoplasmosis dapat

mengembangkan SSP dan penyakit mata pada tiga bulan pertama


kehidupan. Sebaliknya, T. gondii yang terinfeksi penuh bayi lebih
sering

memiliki

manifestasi

penyakit

ringan,

dengan

hepatosplenomegali dan limfadenopati dalam dua bulan pertama.


Meskipun sebagian besar bayi terinfeksi dalam kandungan dilahirkan
tanpa tanda-tanda jelas toksoplasmosis pada pemeriksaan rutin bayi
baru lahir, hingga 80 persen mengakibatkan cacat visual di kemudian
hari.
Infeksi kongenital itu berdampak pengurangan ketajaman visual
dan lesi mata baru dapat terjadi melalui dekade ketiga kehidupan atau
bahkan kemudian. Masalah pada mata memerlukan evaluasi
ophthalmologic lengkap.
90% bayi yang terinfeksi toksoplasma menderita gangguan
penglihatan sampai buta setelah beberapa bulan atau beberapa tahun
sejak ia lahir. Dari jumlah tersebut, 10% dapat mengalami gangguan
pendengaran.
Bayi yang terinfeksi toksoplasma akan beresiko mengalami 85%
terkena retardasi mental, 75% mengalami gangguan saraf, 50%

mengalami gangguan penglihatan dan 15% mengalami gangguan


pendengaran.
Bayi yang terinfeksi toksoplasma akan mengalami gangguan fungsi
saraf yang mengakibatkan keterlambatan perkembangan psikomotor
dalam

bentuk

gangguan

kecerdasan

maupun

keterlambatan

perkembangan bicara, serta kejang kejang dan kekakuan yang


akhirnya menimbulkan keterlambatan motorik. Toksoplasma juga
berpotensi menyebabkan cacat bawaan, terutama bila terjadi pada usia
kehamilan awal,sampai 3 bulan dan bahkan kematian.
2. Rubela
Infeksi Rubella pada kehamilan dapat menyebabkan keguguran, bayi
lahir mati atau gangguan terhadap janin. Sebanyak 50% lebih ibu yang
mengalami Rubella tidak merasa apa-apa. Sebagian lain mengalami
demam, tulang ngilu, kelenjar belakang telinga membesar dan agak
nyeri. Setelah 1-2 hari muncul bercak-bercak merah seluruh tubuh yang
hilang dengan sendirinya setelah beberapa hari.
Sindrom Rubella Kongenital akibatnya katarak pada lensa mata bayi,
gangguan pendengaran atau tuli, gangguan jantung, dan kerusakan otak.
Di samping itu, bayi juga berisiko lebih besar untuk terkena diabetes
melitus, gangguan tiroid, gangguan pencernaan dan gangguan syaraf
(pan-encephalitis)
3. Cytomegalovirus (CMV)
Kemungkinan infeksi dan luasnya penyakit pada bayi baru lahir
tergantung pada status kekebalan ibu. Jika infeksi primer ibu terjadi
selama kehamilan, tingkat rata-rata transmisi ke janin adalah 40%,
sekitar 65% dari bayi ini memiliki penyakit Cytomegalovirus saat lahir.
Dengan infeksi ibu yang berulang, risiko penularan pada janin lebih
rendah, berkisar 0,5-1,5%, dengan sebagian besar bayi tampak normal
saat lahir .

Sekitar 10% bayi dengan infeksi kongenital memiliki bukti klinis


penyakit saat lahir. Bentuk yang paling parah dari infeksi CMV
kongenital disebut sebagai Cytomegalic inclusion disease (CID). CID
hampir

selalu

terjadi

pada

wanita

yang

memiliki

infeksi

sitomegalovirus primer selama kehamilan, meskipun kasus yang jarang


dijelaskan pada wanita dengan kekebalan yang sudah ada sebelumnya
yang mungkin memiliki reaktivasi infeksi selama kehamilan.
CID ditandai dengan retardasi pertumbuhan intrauterin,
hepatosplenomegali, abnormalitas hematologi (trombositopenia), dan
manifestasi kulit berbagai, termasuk petechiae dan purpura (blueberry
muffin bayi). Namun, manifestasi paling signifikan dari CID
melibatkan

SSP.

Mikrosefali,

ventrikulomegali,

atrofi

otak,

korioretinitis, dan gangguan pendengaran sensorineural konsekuensi


neurologis yang paling umum dari CID.
Jika ibu hamil terinfeksi, maka janin yang dikandung mempunyai
risiko tertular sehingga mengalami gangguan misalnya pembesaran hati,
kuning, pekapuran otak, ketulian, retardasi mental, dan lain-lain. Bayi
akan kehilangan pendengaran (tuli).
Pada bayi baru lahir, 10% diantaranya akan menunjukkan gejala
klinik

berupa:

IUGR,

Ikterus

(kuning),

Hepatosplenomegali

(pembesaran liver dan limpa), Ptekie sampai purpura (perdarahan


bawah kulit), Pneumonia. Biasanya juga dijumpai kelainan kongenital
lain seperti: penyakit jantung bawaan (defek septal), atresia bilier,
hernia inguinalis dan abnormalitas musculoskeletal. Kebanyakan bayi
yang bertahan hidup gejala CID memiliki gejala sisa neurologis dan
perkembangan saraf jangka panjang yang signifikan.
4. Herpes Simpleks
Bayi paling berisiko tertular herpes neonatus bila ibunya sendiri
tertular herpes simpleks pada akhir masa kehamilan. Hal ini terjadi
karena ibu yang baru tertular belum memiliki antibodi terhadap virus,

sehingga tidak ada perlindungan untuk bayi saat lahir. Tambahan,


infeksi herpes baru sering aktif, sehingga ada kemungkinan yang lebih
tinggi bahwa virus akan timbul di saluran kelahiran saat melahirkan.
Herpes neonatus dapat menyebabkan infeksi yang berat, mengakibatkan
kerusakan yang menahun pada susunan saraf pusat, perlambatan
mental, atau kematian. Pengobatan, bila diberi secara dini, dapat
membantu mencegah atau mengurangi kerusakan menahun, tetapi
bahkan dengan pengobatan antiviral, infeksi ini berdampak buruk pada
kebanyakan bayi.
D. Cara Penularan TORCH
Penularan TORCH pada manusia dapat melalui 2 (dua) cara. Pertama,
secara aktif (didapat) dan yang kedua, secara pasif (bawaan). Penularan
secara aktif disebabkan antara lain sebagai berikut :
a) Makan daging setengah matang yang berasal dari hewan yang
terinfeksi (mengandung sista), misalnya daging sapi, kambing,
domba, kerbau, babi, ayam, kelinci dan lainnya. Kemungkinan
terbesar penularan TORCH ke manusia adalah melalui jalur ini,
yaitu melalui masakan sati yang setengah matang atau masakan
lain yang dagingnya diamsak tidak semnpurna, termasuk otak, hati
dan lainnya.
b) Makan makanan yang tercemar oosista dari feses (kotoran) kucing
yang menderita TORCH. Feses kucing yang mengandung oosista
akan mencemari tanah (lingkungan) dan dapat menjadi sumber
penularan baik pada manusia maupun hewan. Tingginya resiko
infeksi TORCH melalui tanah yang tercemar, disebabkan karena
oosista bisa bertahan di tanah sampai beberapa bulan ( Howard,
1987).
c) Transfusi darah (trofozoid), transplantasi organ atau cangkok
jaringan (trozoid, sista), kecelakaan di laboratorium yang
menyebabkan TORCH masuk ke dalam tubuh atau tanpa sengaja
masuk melalui luka (Remington dan McLeod 1981, dan Levine
1987).

d) Hubungan seksual antara pria dan wanita juga bisa menyebabkan


menularnya TORCH. Misalnya seorang pria terkena salah satu
penyakit TORCH kemudian melakukan hubungan seksual dengan
seorang wanita (padahal sang wanita sebelumnya belum terjangkit)
maka ada kemungkinan wanita tersebut nantinya akan terkena
penyakit TORCH sebagaimana yang pernah diderita oleh lawan
jenisnya.
e) Air Susu Ibu (ASI) juga bisa sebagai penyebab menularnya
penyakit TORCH. Hal ini bisa terjadi seandainya sang ibu yang
menyusui kebetulan terjangkit salah satu penyakit TORCH maka
ketika menyusui penyakit tersebut bisa menular kepada sang bayi
yang sedang disusuinya.
f) Keringat yang menempel pada baju atau pun yang masih
menempel di kulit juga bisa menjadi penyebab menularnya
penyakit TORCH. Hal ini bisa terjadi apabila seorang yang
kebetulan kulitnya menempel atau pun lewat baju yang baru saja
dipakai si penderita penyakit TORCH.
g) Air liur juga bisa sebagai penyebab menularnya penyakit TORCH.
Cara penularannya juga hampir sama dengan penularan pada
hubungan seksual.
Sedangkan penularan secara pasif yaitu :
a) Ibu hamil yang kebetulan terkena salah satu penyakit TORCH
ketika mengandung maka ada kemungkinan juga anak yang
dikandungnya terkena penyakit TORCH melalui plasenta.
E. Cara Mencegah TORCH
Untuk menghindari sedini mungkin penyakit TORCH yang sangat
membahayakan ini, ada beberapa hal sebagai solusi awal yang bisa
dilakukan antara lain sebagai berikut :
a) Melakukan

vaksinasi,

Vaksinasi

bertujuan

untuk

mencegah

masuknya parasit penyebab TORCH. Seperti vaksin rubela dapat


dilakukan sebelum kehamilan. Hanya saja, Anda tidak boleh hamil
dahulu sampai 2 bulan kemudian.

b) Bila mengkonsumsi daging seperti daging ayam, sapi, kambing,


kelinci, babi dan lainnya terlebih dahulu dimasak dengan matang
hingga suhu mencapai 66 derajat Celcius, agaroosista - oosista yang
mungkin terbawa di dalam daging tersebut bisa mati.
c) Kucing peliharaan di rumah hendaknya diberi daging matang untuk
mencegah infeksi yang masuk ke dalam tubuh kucing. Tempat
makan, minum dan alas tidur harus selalu dicuci / dibersihkan.
d) Hindari kontak dengan hewan - hewan mamalia liar, seperti rodensia
liar (tikus, bajing, musang dan lain - lain) serta reptilia kecil seperti
cecak, kadal, dan bengkarung yang kemungkinan dapat sebagai
hewan perantara TORCH.
e) Penanganan kotoran kucing sebaiknya dilakukan melalui sarung
tangan yang disposable (dibuang setelah dipakai).
f) Bagi wanita yang sedang hamil, terutama yang dinyatakan secara
serologis sudah negatif, jangan memelihara atau menangani kucing
kecuali dengan sarung tangan.
g) Bila sedang memegang daging, bekerja di tempat atau perusahaan
daging atau organ yang masih mentah, hindari untuk tidak
menyentuh mata, mulut, dan hidung dan peralatan dapur setelah
selesai sebaiknya dicuci dengan sabun.
h) Bagi yang senang berkebun atau bekerja di kebun, sebaiknya
menggunakan sarung tangan, mencuci sayuran atau buah sebelum
dimakan.
i) Darah penderita seropositif tidak boleh ditransfusikan pada penderita
yang menderita imunosupresif, demikian pula transplantasi organ
pada penderita seronegatif harus dari orang dengan seronegatif
TORCH.
j) Pemberantasan terhadap lalat dan kecoa sebagai pembawa oosista
perlau dilakukan.
k) Penggunaan desinfektan komersial yang ada di toko - toko dapat
berguna untuk membasmi oosista.
l) Memeriksakan hewan peliharaan secara kontinyu ke dokter hewan
atau poliklinik hewan agar supaya hewan keanyangan selalu dalam
keadaan sehat.
m) Periksa kandungan secara terartur, Selama masa kehamilan, pastikan
juga agar Anda memeriksakan kandungan secara rutin dan teratur.

Maksudnya adalah agar dapat dilakukan tindakan secepatnya apabila


di dalam tubuh Anda ternyata terinfeksi TORCH. Penanganan yang
cepat dapat membantu agar kondisi bayi tidak menjadi buruk.
n) Jaga kebersihan tubuh, Jaga higiene tubuh Anda. Prosedur higiene
dasar, seperti mencuci tangan, sangatlah penting.

Lampiran 2

Pertanyaan :
1.
2.
3.
4.
5.

Apakah pengertian penyakit TORCH ?


Apa penyebab infeksi penyakit TORCH pada Ibu Hamil?
Apa saja dampak TORCH ?
Bagaimana cara penularan penyakit TORCH ?
Bagaimana cara mencegah penyakit TORCH ?

Jawaban :
1. Penyakit

Infeksi

TORCH

(Toksoplasma,

Rubela,

Cytomegalovirus/CMV dan Herpes simplex) adalah sekelompok


infeksi yang dapat ditularkan dari wanita hamil kepada bayinya.
2. Penyebab Infeksi TORCH pada Ibu hamil adalah empat jenis virus
yang

sangat

berbahaya

yaitu

Toksoplasma,

Rubela,

Cytomegalovirus/CMV dan Herpes simplex.


3. Infeksi TORCH yang terjadi pada ibu hamil dapat menyebabkan
keguguran, bayi lahir prematur, dan dapat juga menyebabkan kelainan
pada janin yang dikandungnya. Kelainan yang muncul dapat bersifat
ringan atau berat, kadang-kadang baru timbul gejala setelah remaja.
Kelainan yang muncul dapat berupa :
kerusakan mata (radang mata), kerusakan telinga (tuli) kerusakan
jantung, gangguan pertumbuhan gangguan saraf pusat kerusakan otak
(radang otak), keterbelakangan mental , pembesaran hati dan limpa.
4. Penularan TORCH pada manusia dapat melalui 2 (dua) cara. Pertama,
secara aktif (didapat) dan yang kedua, secara pasif (bawaan).
Penularan secara aktif disebabkan antara lain sebagai berikut :
a) Makan daging setengah matang yang berasal dari hewan
yang terinfeksi (mengandung sista), misalnya daging sapi,
kambing, domba, kerbau, babi, ayam, kelinci dan lainnya.
Kemungkinan terbesar penularan TORCH ke manusia adalah
melalui jalur ini, yaitu melalui masakan sati yang setengah
matang atau masakan lain yang dagingnya dimasak tidak
sempurna, termasuk otak, hati dan lainnya.
b) Makan makanan yang tercemar oosista dari feses (kotoran)
kucing yang menderita TORCH. Feses kucing yang
mengandung oosista akan mencemari tanah (lingkungan) dan
dapat menjadi sumber penularan baik pada manusia maupun
hewan. Tingginya resiko infeksi TORCH melalui tanah yang
tercemar, disebabkan karena oosista bisa bertahan di tanah
sampai beberapa bulan ( Howard, 1987).
c) Transfusi darah (trofozoid), transplantasi organ atau cangkok
jaringan (trozoid, sista), kecelakaan di laboratorium yang

menyebabkan TORCH masuk ke dalam tubuh atau tanpa


sengaja masuk melalui luka (Remington dan McLeod 1981,
dan Levine 1987).
d) Hubungan seksual antara pria dan wanita juga bisa
menyebabkan menularnya TORCH. Misalnya seorang pria
terkena salah satu penyakit TORCH kemudian melakukan
hubungan seksual dengan seorang wanita (padahal sang
wanita sebelumnya belum terjangkit) maka ada kemungkinan
wanita tersebut nantinya akan terkena penyakit TORCH
sebagaimana yang pernah diderita oleh lawan jenisnya.
e) Air Susu Ibu (ASI) juga bisa sebagai penyebab menularnya
penyakit TORCH. Hal ini bisa terjadi seandainya sang ibu
yang menyusui kebetulan terjangkit salah satu penyakit
TORCH maka ketika menyusui penyakit tersebut bisa
menular kepada sang bayi yang sedang disusuinya.
f) Keringat yang menempel pada baju atau pun yang masih
menempel di kulit juga bisa menjadi penyebab menularnya
penyakit TORCH. Hal ini bisa terjadi apabila seorang yang
kebetulan kulitnya menempel atau pun lewat baju yang baru
saja dipakai si penderita penyakit TORCH.
g) Air liur juga bisa sebagai penyebab menularnya penyakit
TORCH. Cara penularannya juga hampir sama dengan
penularan pada hubungan seksual.
h) Sedangkan penularan secara pasif yaitu :
i) Ibu hamil yang kebetulan terkena salah satu penyakit
TORCH ketika mengandung maka ada kemungkinan juga
anak yang dikandungnya terkena penyakit TORCH melalui
plasenta.
5. Untuk menghindari sedini mungkin penyakit TORCH yang sangat
membahayakan ini, ada beberapa hal sebagai solusi awal yang bisa
dilakukan antara lain sebagai berikut :
a) Melakukan vaksinasi, Vaksinasi bertujuan untuk mencegah
masuknya parasit penyebab TORCH. Seperti vaksin rubela
dapat dilakukan sebelum kehamilan. Hanya saja, Anda tidak
boleh hamil dahulu sampai 2 bulan kemudian.

b) Bila mengkonsumsi daging seperti daging ayam, sapi,


kambing, kelinci, babi dan lainnya terlebih dahulu dimasak
dengan matang hingga suhu mencapai 66 derajat Celcius,
agaroosista - oosista yang mungkin terbawa di dalam daging
tersebut bisa mati.
c) Kucing peliharaan di rumah hendaknya diberi daging matang
untuk mencegah infeksi yang masuk ke dalam tubuh kucing.
Tempat makan, minum dan alas tidur harus selalu dicuci /
dibersihkan.
d) Hindari kontak dengan hewan - hewan mamalia liar, seperti
rodensia liar (tikus, bajing, musang dan lain - lain) serta
reptilia kecil seperti cecak, kadal, dan bengkarung yang
kemungkinan dapat sebagai hewan perantara TORCH.
e) Penanganan kotoran kucing sebaiknya dilakukan melalui
sarung tangan yang disposable (dibuang setelah dipakai).
f) Bagi wanita yang sedang hamil, terutama yang dinyatakan
secara serologis sudah negatif, jangan memelihara atau
menangani kucing kecuali dengan sarung tangan.
g) Bila sedang memegang daging, bekerja di tempat atau
perusahaan daging atau organ yang masih mentah, hindari
untuk tidak menyentuh mata, mulut, dan hidung dan
peralatan dapur setelah selesai sebaiknya dicuci dengan
sabun.
h) Bagi yang senang berkebun atau bekerja di kebun, sebaiknya
menggunakan sarung tangan, mencuci sayuran atau buah
sebelum dimakan.
i) Darah penderita seropositif tidak boleh ditransfusikan pada
penderita yang menderita imunosupresif, demikian pula
transplantasi organ pada penderita seronegatif harus dari
orang dengan seronegatif TORCH.
j) Pemberantasan terhadap lalat dan kecoa sebagai pembawa
oosista perlau dilakukan.
k) Penggunaan desinfektan komersial yang ada di toko - toko
dapat berguna untuk membasmi oosista.

l) Memeriksakan hewan peliharaan secara kontinyu ke dokter


hewan atau poliklinik hewan agar supaya hewan keanyangan
selalu dalam keadaan sehat.
m) Periksa kandungan secara terartur, Selama masa kehamilan,
pastikan juga agar Anda memeriksakan kandungan secara
rutin dan teratur. Maksudnya adalah agar dapat dilakukan
tindakan secepatnya apabila di dalam tubuh Anda ternyata
terinfeksi TORCH. Penanganan yang cepat dapat membantu
agar kondisi bayi tidak menjadi buruk.
n) Jaga kebersihan tubuh, Jaga higiene tubuh Anda. Prosedur
higiene dasar, seperti mencuci tangan, sangatlah penting.

Anda mungkin juga menyukai