Asma 3 PDF
Asma 3 PDF
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel
dimana trakea dan brokhi berespon dalam secara hiperaktif terhadap
stimuli tertentu (Smeltzer & Bare, 2002).
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi
adanya penyempitan jalan napas yang luas dan derajatnya dapat berubahubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (Muttaqin,
2008).
Asma adalah wheezing berulang dan atau batuk persisten dalam
keadaan dimana asma adalah yang paling mungkin, sedangkan sebab lain
yang lebih jarang telah disingkirkan (Mansjoer, 2008).
Asma adalah suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas
cabang-cabang trakeobronkhial terhadap berbagai jenis rangsangan
(Pierce, 2007).
Asma Bronkhial adalah penyakit pernafasan objektif yang ditandai
oleh spasme akut otot polos bronkus. Hal ini menyebabkan obstruksi
aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus (Elizabeth, 2000).
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
Asma merupakan penyempitan jalan napas yang disebabkan karena
hipersensitivitas cabang-cabang trakeobronkhial terhadap stimuli tertentu.
6
B. ANATOMI FISIOLOGI
1. Anatomi fisiologi sistem pernapasan
Organ pernapasan
a. Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang
pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat
hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna
untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam
lubang hidung.
b. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan
pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di
belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher.
Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas berhubungan
dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama
koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan
ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan
lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan
bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring
sampai ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di
bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang
tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-
f. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar
terdiri dari gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembug
alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas
permukaannya kurang lebih 90 m. Pada lapisan ini terjadi pertukaran
udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah.
Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah
(paru-paru kiri dan kanan)
Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus
(belahan paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus
inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari
pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri
dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai
10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah
segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5
buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis,
dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih
terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.
Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh
jaringan ikat yang berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dan
tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus
ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang ini disebut duktus
10
11
12
13
14
gas
yang
menembus
membran
alveoli
dan
kapiler
15
b. Pernapasan sel
Transpor gas paru-paru dan jaringan
Selisih tekanan parsial antara O2 dan CO2 menekankan
bahwa kunci dari pergerakangas O2 mengalir dari alveoli masuk ke
dalam jaringan melalui darah, sedangkan CO2 mengalir dari jaringan
ke alveoli melalui pembuluh darah.Akan tetapi jumlah kedua gas yang
ditranspor ke jaringan dan dari jaringan secara keseluruhan tidak
cukup bila O2 tidak larut dalam darah dan bergabung dengan protein
membawa O2 (hemoglobin). Demikian juga CO2 yang larut masuk ke
dalam serangkaian reaksi kimia reversibel (rangkaian perubahan
udara) yang mengubah menjadi senyawa lain. Adanya hemoglobin
menaikkan kapasitas pengangkutan O2 dalam darah sampai 70 kali
dan reaksi CO2 menaikkan kadar CO2 dalam darah mnjadi 17 kali.
Pengangkutan oksigen ke jaringan
Sistem pengangkutan O2 dalam tubuh terdiri dari paru-paru
dan sistem kardiovaskuler. Oksigen masuk ke jaringan bergantung
pada jumlahnya yang masuk ke dalam paru-paru, pertukaran gas yang
cukup pada paru-paru, aliran darah ke jaringan dan kapasitas
pengangkutan O2 dalam darah.Aliran darah bergantung pada derajat
konsentrasi dalam jaringan dan curah jantung. Jumlah O2 dalam darah
ditentukan oleh jumlah O2 yang larut, hemoglobin, dan afinitas (daya
tarik) hemoglobin.
16
17
18
C. ETIOLOGI
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui.
Suatu hal yang yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena
hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap
rangsangan imunologi maupun non imunologi. Adapun rangsangan atau
faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah:
1. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh
alergen atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulubulu binatang.
19
20
21
tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada
waktu libur atau cuti.
5. Olah raga atau aktifitas jasmani
Sebagian besar penderita Asma akan mendapat serangan
jika melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari
cepat paling mudah menimbulkan serangan Asma. Serangan
asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai
aktifitas tersebut.
D. PATOFISIOLOGI
Suatu serangan Asma merupakan akibat obstruksi jalan napas difus
reversible. Obstruksi disebabkan oleh timbulnya tiga reaksi utama yaitu
kontraksi otot-otot polos baik saluran napas, pembengkakan membran
yang melapisi bronki, pengisian bronki dengan mukus yang kental. Selain
itu, otot-otot bronki dan kelenjar mukusa membesar, sputum yang kental,
banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara
terperangkap didalam jaringan paru.Antibodi yang dihasilkan (IgE)
kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap
antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibody, menyebabkan
pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamine,
bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang
bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru
mempengaruhi otot
22
A. MANIFESTASI KLINIK
Gejala-gejala yang lazim muncul pada Asma Bronkhial adalah
batuk, dispnea, dan wheezing. Serangan seringkali terjadi pada malam
hari. Asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak
dalam dada, disertai dengan pernapasan lambat,wheezing. Ekspirasi selalu
lebih susah dan panjang dibanding inspirasi, yang mendorong pasien unutk
duduk tegak dan menggunakan setiap otot-otot aksesori pernapasan. Jalan
napas yang tersumbat menyebabkan dispnea. Serangan Asma dapat
23
berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara
spontan. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadi
reaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut status asmatikus, kondisi
ini mengancam hidup (Smeltzer & Bare, 2002).
B. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologi
Menurut Long(1996) pengobatan Asma diarahkan terhadap gejalagejala yang timbul saat serangan, mengendalikan penyebab spesifik
dan perawatan pemeliharaan keehatan optimal yang umum. Tujuan
utama dari berbagai macam pengobatan adalah pasien segera
mengalami relaksasi bronkus. Terapi awal, yaitu:
a. Memberikan oksigen pernasal
b. Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2,5
mg atau terbutalin 10 mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberian
yang dapat diulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian
antagonis beta 2 adrenergik dapat secara subcutan atau intravena
dengan dosis salbutamol 0,25 mg dalam larutan dekstrose 5%
c. Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah menggunakan
obat ini dalam 12 jam sebelumnya maka cukup diberikan
setengah dosis.
d. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak
ada respon segera atau dalam serangan sangat berat
24
C. KOMPLIKASI
Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin
timbul adalah :
1. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga
pleura yang dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada.
Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi
dapat menyebabkan kegagalan napas.
2. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma udara, juga
dikenal sebagai emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana
25
26
D. PENGKAJIAAN FOKUS
1. Pengkajian
a. Pola pemeliharaan kesehatan
Gejala Asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup
normal sehingga pasien dengan Asma harus mengubah gaya
hidupnya sesuai kondisi yang memungkinkan tidak terjadi
serangan Asma
b. Pola nutrisi dan metabolik
Perlu dikaji tentang status nutrisi pasien meliputi, jumlah,
frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhnnya.
Serta pada pasien sesak, potensial sekali terjadinya kekurangan
dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, hal ini karena dispnea saat
makan, laju metabolism serta ansietas yang dialami pasien.
c. Pola eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna,
bentuk, konsistensi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam pola
eliminasi.
27
secara
normal.
Pasien
perlu
menyesuaikan
28
aerosol
adrenergik.Peningkatan
(inhaler
FEV1
atau
atau
nebulizer)
FVC
golongan
sebanyak
>20%
29
pemeriksaan
sputum
penting
untuk
menilai
30
E. PATHWAYS
Intrinsik (infeksi, psikososial,
stress)
Ekstinsik (inhaled
alergi)
Stimulasi reflek
reseptor syarat
parasimpatis pada
mukosa bronkhial
wheezing
Ketidakefektifan
pola napas
Udema mukosa
Hipersekresi mukosa
Bronkus menyempit
Penumpukan sekret
kental
Ventilasi terganggu
hipoksemia
gelisah
Gangguan
pertukaran
gas
Gangguan
pola tidur
cemas
Batuk tidak
efektif
Bersihan
jalan napas
tidak efektif
Resiko
infeksi
31
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai
oksigen
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan utama atau imunitas
5. Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebih
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
G. RENCANA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret
Tujuan : jalan napas menjadi efektif
Kriteria hasil :
a) Jalan napas bersih
b) Sesak berkurang
c) Batuk efektif
d) Mengeluarkan sekret
Intervensi :
32
33
Kriteria hasil :
a) Pola napas efektif
b) Bunyi napas normal kembali
c) Batuk berkurang
Intervensi
a) Kaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekspansi dada
Rasional
kecepatan
biasanya
mencapai
kedalaman
34
Palpasi Fremirus
Rasional : Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan
cairan atau udara terjebak.
35
36
dukungan
pada
pasien
untuk
mengungkapkan
perasaannya
Rasional : mengungkapkan perasaan dapat mengurangi rasa
cemas yang dialaminya.
d) Ajarkan teknik napas dalam pada pasien
Rasional : mengurangi rasa cemas yang dialami pasien
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebih
Tujuan : pola tidur terpenuhi
37
Kriteria hasil ;
a) Pola tidur 6-7 jam per hari
b) Tidur tidak terganggu karena batuk
Intervensi
a) Kaji pola tidur setiap hari
Rasional : mengetahui perubahan pola tidur yang terjadi
b) Beri posisi yang nyaman
Rasional : memudahkan dalam beristirahat
c) Berikan lingkungan yang nyaman
Rasional : menciptakan suasana yang tenang
d) Anjurkan kepada keluarga dan pengunjung untuk tidak ramai
Rasional :menciptakan suasana yang tenang
e) Menjelaskan pada pasien pentingnya keseimbangan istirahat
dan tidur untuk penyembuhan
Rasional : menambah pengetahuan
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : aktivitas normal
Kriteria hasil :
a) Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas
b) Pasien dapat memenuhi kebutuhan pasien secara mandiri
Intervensi :
a) Kaji tingkat kemampuan aktivitas
Rasional : mengetahui tingkat aktivitas pasien
38
dan keluarga
(Doenges, 2000)
39