Anda di halaman 1dari 23

21 Nutrisi Bagi Penghafal al-Qur'an

By Surya El Andunisy09.41No comments

Oleh. Syafaat, M.Ag


Belajar dan menghafal al-Quran selama ini identik dengan aktifitas para
santri yang sedang bergelut dengan pelajaran ilmu-ilmu keislaman di
pondok pesantren, sementara para pelajar dan mahasiswa lebih sering
dikaitkan dengan aktifitas belajar ilmu-ilmu umum dan teknologi modern.
Mungkin terbilang langka mahasiswa hafal al-Quran ataupun dosen hafal
al-Quran.
Padahal kalau mau berkaca pada sejarah ilmuan-ilmuan muslim yang
fenomenal dalam bidang filsafat dan sains pada abad pertengahan Islam,
kita pasti akan mendapatkan segudang contoh orang-orang yang
mumpuni di bidangnya, dan mereka rata-rata hafal dan menguasai alQuran. Ibnu Rusyd, Ibnu Sina, al-Ghazali, Ar-Razi dll, mereka adalah sosok
ilmuan yang komplit, rumus-rumus fisika, kimia, astronomi dikuasai, tafsir,
hadis, fiqh juga dipahami secara mendalam.
Apa rahasianya? Ternyata memang saat itu ada tradisi yang kuat bahwa
hafal dan faham al-Quran itu merupakan harga mati (tidak boleh

ditawar) sebelum mereka beranjak untuk mempelajari ilmu-ilmu lainnya.


Hal ini tercermin dalam tulisan Imam An-Nawawi dalam kitabnya AlMajmu:
:
:




Hal Pertama ( yang harus diperhatikan oleh seorang penuntut ilmu )
adalah menghafal Al Quran, karena ia adalah ilmu yang terpenting,
bahkan para ulama salaf tidak akan mengajarkan hadis dan fiqh kecuali
bagi siapa yang telah hafal Al Quran. Imam Nawawi, Al Majmu,( Beirut,
Dar Al Fikri, 1996 ) Cet. Pertama, Juz : I, hal : 66
Dan menurut pengamatan penulis, sejumlah mahasiswa yang menghafal
al-Quran ataupun yang telah hafal, memiliki tingkat kecerdasan dan
kreatifitas lebih dibanding lainnya. Rektor Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim (Maliki) Malang, Bapak Prof. Dr. Imam Suprayogo,
dalam acara wisuda 2008 pernah menyampaikan bahwa dalam beberapa
tahun terakhir peraih predikat mahasiswa terbaik selalu diraih oleh
mahasiswa yang hafal al-Quran. Hal yang sama juga dibuktikan oleh
keluarga Bapak Mutammimul Ula. Kesepuluh putra putrinya yang sedang
menghafal al-Quran itu rata-rata menjadi pelajar dan mahasiswa terbaik
di sekolah mereka masing-masing.
Oleh karena itu tidak heran bila ada testimoni yang mengejutkan dari Dr.
Abdul Daim al-Kaheel dari Kuwait. Beliau menulis dalam Artikel yang
berjudul: Asrar al-Ilaj bi istima ila al-Quran dalam situs
pribadinya: www.kaheel7.com, sebagai berikut:










Bisa saya informasikan pada para pembaca yang terhormat bahwa
mendengarkan ayat al-Quran secara kontinyu akan menambah

kemampuan berinovasi, sebagaimana yang terjadi pada diri saya.


Sebelum hafal al-Quran, saya masih ingat, saya kesulitan menulis satu
kalimat dengan baik dan benar, sementara sekarang saya mampu
menulis karya ilmiah hanya dalam kurun waktu satu sampai dua hari saja.
Untuk itu, kehadiran artikel ini dirasa penting untuk memotivasi dan
mengarahkan mahasiwa yang belum atau sedang menghafalkan al-Quran
agar mereka bergairah untuk menghafal dan harapannya, mereka kelak
menjadi generasi Islam yang unggul dan mumpuni, sebagai reinkarnasi
dari Al-Ghazali, Ar-Razi, Ibnu Miskawaih dll. Salah satu tahapan utama dan
pertama adalah menjadikan para mahasiswa muslim mau menghafal dan
memahami al-Quran.
Berikut ini motivasi dan alasan-alasan ringan, realistis, praktis, tentang
mengapa al-Quran itu penting untuk dihafal oleh mahasiswa.
1.

Otak, semangat, dan kesempatan Anda sekarang berada di

masa keemasan
Kalau Anda seorang mahasiswa, pasti usia Anda masih dalam kisaran 1824 tahun. Usia tersebut masuk dalam kategori usia subur dan produktif
(golden age) dalam mencari ilmu, termasuk menghafal. Terkait ini dengan
usia ini, Syekh Alwi al-Haddad dalam bukunya Sabilul Iddikar (matan
kitab An-Nashoih ad-diniyyah) mengatakan:




Ketika usia remaja menginjak 20 tahun dan tidak memiliki kebanggaan,
maka tidak akan muncul kebanggaan lagi
Ketika engkau tidak mampu menguasai masa remaja, maka engkau tidak
bisa menguasainya setelah itu selama hidupnya.
Dengan kata lain, hari ini bagi seorang remaja adalah miniatur
kesuksesan di masa yang akan datang. Bila hari ini dalam diri seorang
remaja telah tumbuh benih-benih kompetensi, integritas, kepemimpinan,
etos kerja tinggi, kemungkinan besar 10 tahun atau 15 tahun yang akan

datang, sudah menjadi orang sukses sesuai dengan yang dia kerjakan
sekarang.
2. Bersyukurlah, tidak banyak orang yang bisa baca al-Quran
Mensyukuri anugerah Allah adalah sebuah keniscayaan manusia sebagai
hamba Allah. Allah memberikan anugerah kepada hambanya sesuai
takaran takdir yang dibarengi dengan ikhtiar maksimal. Oleh karenanya,
kadar karunia yang Allah berikan kepada hambanya berbeda-beda satu
sama lain. Allah berfirman (QS. An-Nahl:71):




Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain dalam
hal rezki,
Rizki itu bisa berupa harta, anak, kesehatan, ilmu dan persaudaraan.
Kalau anda hari ini kemampuan membaca ayat-ayat al-Quran dengan
baik, syukuri itu sebagai bagian dari rizki Allah. Tidak banyak orang yang
bisa membaca al-Quran, hanya orang pilihanlah yang diberi kemampuan
itu.
Nabi bersabda:

Barang siapa yang dikehendaki Allah menjadi orang baik, maka dia
memeiliki pemahaman dalam agama
Pengalaman saya (penulis) mengajar matakuliah PAI (pendidikan Agama
Islam) di beberapa kampus di kota Malang, rata-rata 80% dari mereka
belum bisa baca al-Quran padahal usia mereka berkisar 18-20 tahun.
Belum lagi kemampuan baca al-Quran masyarakat umum non mahasiswa,
tentu lebih banyak lagi. Jika kita tergolong orang yang bisa baca al-Quran,
maka bersyukurlah dengan cara yang lebih produktif. Adakalanya dengan
memperbanyak bacaan al-Quran, meningkatkan pemahaman
kandungannya atau meneruskannya ke jenjang tahfidz (menghafalkan).

Mungkin tidak akan bermanfaat apa-apa, apabila kemampuan baca alQuran yang dimiliki itu tidak diamalkan secara istiqamah. Sebagaimana
pisau, ia tidak akan berarti apa-apa bila tidak digunakan untuk keperluan
memotong. Allah memberikan ilmu hakikatnya bukanlah sebagai tujuan
(goal) tapi semata alat (medium) untuk sampai pada tujuan. Sedang
tujuan akhirnya adalah pengamalan serta pengajaran al-Quran itu sendiri.
3. Betapa banyak orang yang merindukan untuk menjadi
penghafal al-Quran
Saya banyak berkenalan dengan tokoh-tokoh Islam, akademisi yang ada
di kota Malang. Mereka sekarang sudah jadi orang hebat, dihormati,
memiliki penghasilan tinggi. Di antara mereka ada yang bercerita pada
saya: mas, saya sampai sekarang ini masih mendambakan untuk bisa
hafal Al-Quran, tapi pada usia setua ini apa masih bisa? Bahkan, salah
seorang dosen saya di S3 UIN Maliki Malang, dengan usia di atas 50
tahun, mengatakan: saya sekarang menghafalkan al-Quran, berapapun
dapatnya tidak masalah, sebab Allah menghargai proses bukan hasil. Citacita saya sebelum meninnggal, kalau bisa semua ayat al-Quran sudah
pernah dihafal agar memori otak yang Allah ciptakan ini pernah terisi
dengan file-file al-Quran. Bukankah otak atau hati yang berisi al-Quran
tidak akan disiksa oleh Allah? Sebagaimana sabda Rasulullah:

:
()
Bacalah al-Quran, jangan sekali engkau tertipu dengan mushaf yang
tergantung ini, karena Allah tidak akan menyiksa hati yang berisi al-Quran
(HR. Ad-Darimi)
Demikian juga salah seorang pembantu rektor di Universitas Negeri
Malang, secara implisit bertanya hal yang hampir sama pada saya, yaitu
tentang tata cara menghafal dan menjaga al-Quran di usia dewasa. Dua
tahun yang lalu, saya mengikuti acara khataman di rumah P. Asrukin

(pegawai Perpustakaan UM), di sana bertemu orang sepuh dari


Kepanjen Malang yang sedang menghafal al-Quran sejak usia 55 tahun,
waktu itu baru bisa menghafal 25 juz. Di Pesantren Darul Quran Singosari
Malang, juga pernah kedatangan santriwati berusia 50-an tahun dari
daerah Tanggul kota Jember. Teman saya, seorang ibu dua anak masih
menyempatkan diri setoran hafalan al-Quran seminggu sekali di Pesantren
Nurul Ulum Kebonagung Malang. Mungkin mereka yang merindukan
menjadi penghafal al-Quran tersebut sudah pernah mencoba tapi gagal,
atau mungkin karena kesibukannya tidak sempat menghafal. Jadi, kalau
hari ini Anda menghafal, berarti Anda telah melakukan sesuatu yang
banyak dirindukan orang lain. Kalau mereka baru bermimpi, Anda sudah
melakukannya, berbahagialah!
4. Tidak banyak orang yang punya niat dan mulai menghafal
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa kemampuan baca al-Quran yang
sudah ada selama ini seharusnya ditingkatkan, sebagai ungkapan rasa
syukur pada Allah. Demikian juga, bila kita hari ini sudah punya niat untuk
menghafal dan sudah mulai menghafal, maka bersyukurlah, sebab tidak
banyak orang yang mendeklarasikan diri untuk berkomitmen menghafal
(nawaitu) dan mulai melakukannya.
Rasa syukur itu semestinya dimanifestasikan secara konkrit dalam bentuk
upaya maksimal meneruskan hafalan itu hingga paripurna (tuntas). Ibarat
biji tanaman, setelah ditancapkan ke dalam tanah, ia harus kontinyu
disiram dan dipupuk sampai tumbuh dan berkembang subur lalu berbuah.
5. Tidakkah kita malu dengan anak balita yang hafal al-Quran
Belum lama ini di situs Youtube terpampang seorang anak balita brilian
yang membaca al-Quran bil ghaib. Dialah Abdurrahman Farih dari Al-Jazair
(yang saat direkam baru berusia tiga tahun). Siapakah orang tua yang
tidak bangga memiliki anak sesholih dan secerdas dia. Di Indonesia, orang

tua yang anaknya terjaring dalam DACIL (Audisi Dai Cilik) saja bangganya
bukan kepalang. Hal yang perlu menjadi catatan kita, dalam usia semuda
itu si Farih telah memulai dan melaksanakan hafalan hingga tuntas.
Bagaimana dengan Anda? Sudah berapa usia Anda? Bila hari ini usia Anda
sudah di atas 18 tahun dan belum nawaitu untuk menghafal atau belum
tuntas dalam menghafal, patutlah Farih menjadi cambuk, agar anda
merasa malu dan tergerak untuk memulai. Kapan lagi memulai, jangan
pernah menunda sebuah niat suci. Motivasi tidak ada jaminan datang dua
kali. Bisa jadi, niat yang pelaksanaannya tertunda akan menguap dan
sirna selamanya.
Jangan putus asa bila di usia sekarang Anda belum sukses, masih ada
beberapa tahun menuju usia 23 tahun dimana sepanjang itu al-Quran
lengkap diturunkan. Atau mungkin usia Anda sudah di atas 30 tahun,
jangan putus asa untuk menghafal sebab Rasulullah mulai menerima
wahyu dan menghafal baru di usia 40 tahun. Kalau usia anda di usia 55
tahun belum selesai menghafal, jangan putus ada karena Rasulullah
tuntas menerima wahyu di usia 61 tahun.
6. Tidak inginkah kita membahagiakan orang yang selama ini rela
menderita untuk kita
Setiap kali terlahir anak manusia, pasti di sana ada orang yang ikut
bersuka cita menyambut kehadiran sang bayi. Siang malam tercurah
kasih sayangnya. Dialah ayah dan ibu kita. Sang anak tumbuh menjadi
besar lalu menjadi remaja, tak pernah lepas dari belaian kasih sayang
orang tua terutama ibu. Mereka rela menderita demi kebahagiaan sang
anak. Keringat dan air mata menghiasi keikhlasan mereka dalam mendidik
dan membesarkan putra putrinya.
Mahasiswa yang sedang studi jauh dari orang tua, terkadang tidak banyak
tahu tentang penderitaan orang tua di rumah, bagaimana mereka

membanting tulang, berhutang rupiah kesana kemari demi kelangsungan


studi putra putrinya yang berada di perantauan, nun jauh di sana. Si anak
sering tidak diberitahu tentang suka duka orangtua yang di rumah, agar
tidak tak terganggu konsentrasi mereka. Namun, si anak mesti merasakan
dan peka akan suka duka orang tua tersebut. Harapannya, dari sana akan
muncul empati serta simpati dari anak, untuk kemudian berupaya untuk
memberikan balas budi kepada orang tua kelak di kemudian hari.
Dengan menghafal al-Quran, kita ingin memanjakan orang tua supaya
mereka bisa bangga dan terhibur. Rata-rata orang tua sudah merasa
senang manakala anaknya berprestasi dan berperilaku baik, tawaddu,
dibanding semata-mata pamer kekayaan. Paling tidak, dalam bayangan
orang tua, ketika mendengar anaknya hafal al-Quran, kelak pahala baca
al-Quran dari anak tak kan pernah putus dan akan senantiasa menerangi
kubur mereka dengan cahaya al-Quran.
Rasulullah bersabda:
-
( )


Barang siapa yang membaca al-Quran dan mengamalkan isinya maka
pada hari kiamat kedua orang tuanya akan diberi mahkota yang
cahayanya lebih indah daripada sinar matahari di dunia.
7. Begitu indahnya, jika kubur orang tua kita selalu bersinar
lantaran al-Quran yang selalu kita baca
Sebagai orang beriman, kita meyakini akan adanya siksa kubur dan
akherat. Juga kita meyakini bahwa al-Quran yang kita baca pasti akan
sampai pada orang yang telah meninggal. Cepat atau lambat orang tua
kita pasti berpulang ke hadirat ilahi rabbi. Alangkah indahnya, jika kubur
orang tua kita yang sempit dan gelap, bertaburkan cahaya al-Quran.
Orang yang hafal al-Quran secara umum memiliki intensitas bacaan yang
lebih tinggi dibanding dengan yang tidak, sehingga peluang untuk

mendoakan dan mengirimkan pahala pada orang tua, lebih terbuka. Abu
Jafar meriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra. Bahwa orang mukmin itu
apabila diletakkan di dalam kuburnya maka kuburnya itu dilapangkan 70
hasta, ditaburi harum-haruman dan ditutup dengan kain sutera. Apabila ia
hafal sebagian dari Al-Quran maka apa yang dihafalnya itu menerangi
seluruh kuburnya, dan apabila ia tidak hafal, maka ia dibuatkan cahaya
seperti matahari di dalam kuburnya. Ia bagaikan pengantin baru yang
tidur dan tidak dibangunkan kecuali oleh isteri yang sangat dicintainya.
Kemudian ia bangun dari tidurnya seakan-akan ia belum puas dari
tidurnya itu.
8. Betapa inginnya kita mendapatkan pendamping yang lidahnya
selalu basah dengan al-Quran
Sayyidina Ali Karromallahu Wajhah berkata:

Perlakukan orang lain dengan sesuatu yang kau ingin diperlakukan
seperti itu.
Bila kau ingin dapat hadiah, seringlah memberi hadiah pada orang lain.
Sebaliknya bila kau ingin disakiti oleh orang lain, sakiti dia. Ungkapan
tersebut senada dengan hadis nabi:
( )
Lakukan pada orang lain sesuatu yang dia suka diperlakukan seperti itu.
Kecenderungan banyak orang, mereka ingin memperoleh pasangan hidup
yang sempurna (cantik/tampan, pandai, setia, kaya dsb). Sementara,
tidak banyak yang memperindah dirinya dengan sifat-sifat sempurna
semacam itu. Termasuk hal yang diidamkan oleh mayoritas
muslim/muslimah adalah memiliki istri atau suami yang mahir atau hafal
al-Quran. Begitu indah rasanya, apabila dalam keluarga yang dimotori
oleh suami atau istri, ada gema lantunan ayat suci al-Quran yang tak

pernah putus. Dengan demikian, suasana rumah akan terasa sejuk penuh
aura kedamaian dan bertebarkan cahaya qurani.
Rumah sebagai sebuah lembaga informal untuk mendidik putra putri yang
salih shalihah dan akan sukses, manakala anak-anak meneladani hal-hal
baik yang dilakukan orangtuanya. Dari sini, banyak contoh yang bisa
dipaparkan. Keluarga alm. KH. Amir Singosari Malang, enam anaknya hafal
al-Quran, kel. Drs. Mutammimul Ula di Bekasi, 10 anaknya hafal al-Quran
dll.
Hanya saja, sebaiknya ketergantungan kita dengan orang lain dihilangkan.
Daripada mengharap pasangan kita yang ideal, lebih baik mengidealkan
diri kita sendiri. Daripada bermimpi mendapatkan jodoh penghafal alQuran yang susah terrealisasi, lebih baik kita sendiri menjadi penghafal alQuran, why not? Alih-alih mengharap dan mencari, kita malah diharap dan
dicari orang lain, insyaallah.
9. Begitu indahnya, jika kita membesarkan anak-anak kita dengan
gema dan aura al-Quran
Mereka yang hari ini sukses, jadi orang besar, jadi orang baik, pasti
mereka dididik dengan pola asuh yang benar. Mereka pernah kecil,
mengalami masa kanak-kanak yang indah dan menyenangkan. Kita
semua juga ingin anak-anak kita hidup demikian.
Tentu, dimulai dari orang tuanya. Sapu yang bersih akan dengan mudah
membersihkan tempat kotor. Sapu yang kotor malah mengotori tempat
bersih. Orangtua yang hafal al-Quran berpotensi menciptakan generasi
yang hafal al-Quran juga. Di saat anak-anak masih tidur menjelang tiba
waktu Subuh, kita bangunkan mereka dengan nada-nada al-Quran. Konon,
alam bawah sadar anak (otak pada gelombang teta) akan terus merekam
suara-suara luar meski mereka terlelap tidur. Meninabobokkan bayi,
sembari memperdengarkan alunan kalam ilahi, sungguh memberikan
energi positif yang luar biasa.

Demikian juga, ketika mengantar dan menjemput anak sekolah, tak hentihentinya orang tua memandu hafalan anak. Lebih-lebih lagi, waktu anakanak sakit selalu dibacakan doa-doa dan ayat al-Quran untuk memohon
kesembuhan mereka. Berkunjung ke makam famili dan orang sholih, kita
ajari mereka mendoakan dan membacakan al-Quran serta pada eveneven penting lainnya.
10. Suatu ketika, kita pasti menjadi dewasa lalu tua, apa kegiatan
kita di saat-saat menyongsong ajal tersebut?
Sudah bukan rahasia lagi, bahwa masa tua adalah masa dimana orang
rentan terhinggap banyak penyakit, semua organ tubuh sudah berkurang
fungsi dan powernya. Mata sudah mulai kabur, pendengaran juga tidak
setajam dahulu. Mungkin pada usia itu, kita sudah pensiun dari pekerjaan,
rumah sudah bagus, harta melimpah, sehingga tidak lagi membutuhkan
aktivitas kerja lagi. Dalam kondisi seperti ini, apakah Anda betah berjamjam duduk di depan televisi saja atau hanya jalan-jalan ringan
mengelilingi rumah, meski harta melimpah. Lalu mana aktivitas
ibadahnya?
Seusai shalat wajib di masjid tentu berdzikir lalu pulang ke rumah begitu
seterusnya. Mau baca al-Quran mata tidak lagi jelas, apalagi menghafal.
Relakah masa tua kita hanya seperti itu? Tidakkah kita ingin setiap
hembusan nafas yang keluar dari mulut kita adalah untaian kalimat alQuran. Setiap detakan jantung bernilai sepuluh kebaikan lantaran satu
huruf al-Quran yang kita baca. Siang dan malam hari, juz demi juz
terdendangkan dengan merdu. Semua itu mustahil terjadi apabila
seseorang tidak hafal al-Quran. Meski mata tak mampu melihat lekukan
huruf-huruf al-Quran, tetapi hati sangat tajam dan pikiran terus bersinar,
mampu menangkap lafadz dan makna al-Quran. Keistiqamahan semacam
ini insyaallah menjamin kita untuk menghembuskan nafas terakhir
dengan khusnul khatimah, amin.

Rasulullah menganjurkan agar kepulangan kita kelak kepada Allah


dalam kondisi membawa al-Quran, beliau bersabda:

( )

Sesungguhnya kalian tidak dikembalikan kepada Allah dengan membawa
sesuatu yang lebih utama dibanding sesuatu yang keluar dari Allah yaitu
al-Quran.
11. Maukah rapot merah amal kita dikatrol oleh al-Quran?

( )

Bacalah al-Quran, niscaya dia kan datang pada hari kiamat sebagai
penolong pembacanya.
Hadis ini memberikan garansi kepada para pembaca al-Quran atau orang
yang mendalami al-Quran. Garansi tersebut cukup melegakkan kita
semua, sebagai hamba Allah yang penuh salah dan dosa. Di hari ketika
harta dan tahta tidak lagi mampu menyelamatkan kita dari kobaran api
neraka.
Anak dan saudara juga tak kuasa menolong dari dalamnya jurang
jahannam, saat itulah al-Quran datang sebagai syafi (penyelamat). Hari
itu tak ada yang kita butuhkan melainkan rahmat Allah dan amal baik
yang tulus kita lakukan. Allah memberikan 10 tiket surga kepada
penghafal al-Quran yang juga pengamal isinya, untuk dibagikan pada
keluarganya, sebagaimana sabda Rasulullah:
:
( )
Barang siapa membaca dan menghafal al-Quran lalu menghukumi halal
dan haram berdasar al-Quran, maka Allah akan memasukkannya ke surga
dan memberi hak untuk menolong 10 keluarganya yang telah dipastikan
masuk neraka.

12. Betapa inginnya kita selalu berhujjah dengan al-Quran dalam


disiplin ilmu apapun
Hampir semua perguruan tinggi Islam di timur tengah mensyaratkan calon
mahasiswanya hafal al-Quran minimal tiga juz untuk jurusan non
keislaman dan mahasiswa non Arab, dan 15 juz untuk jurusan keislaman
bagi mahasiswa dari negara-negara Arab. Persyaratan tersebut
didasarkan pada pertimbangan akademis-ilmiyah. Sebagai calon
intelektual muslim, mahasiswa muslim diharapkan mampu
mengkolaborasikan ilmu umum dengan ilmu agama dan mensinergikan
ayat quraniyyah dengan ayat kauniyyah.
Faktor inilah yang menambah tingkat urgensi hafalan. Orang yang hafal
sangat berpotensi untuk paham arti kandungannya. Mereka yang hafal
dan paham, berpotensi memiliki kapasitas dalam melakukan istinbath
hukum serta proses istidlal secara cepat dan akurat.
Al-Quran menopang disiplin ilmu apapun. Ayat-ayat yang terkait ilmu-ilmu
sosial, budaya, seni, sangat melimpah dalam al-Quran. Kita
mendambakkan sosok seperti al-Ghazali, Ibn Rusyd, Ibn Sina, mereka jadi
orang jenius dan kapabel dalam bidangnya masing-masing setelah
menghafal al-Quran. Al-Quran yang telah terpatri dalam diri mereka,
mampu menginspirasi untuk memunculkan karya monumental mereka
yang abadi hingga kini. Dalam otak dan jiwa mereka seakan terdapat
ensiklopedia besar nan lengkap. Ia siap diartikulasikan kapan saja, di
mana saja dan dalam bidang apapun. Terlebih lagi untuk hal-hal yang
bersinggungan dengan ilmu-ilmu keislaman, seperti fiqh, tafsir, hadis dsb.
Mengamati sejarah keilmuan para fuqaha, mufassirin, muhadditsin yang
populer, hampir tidak diketemukan dari mereka, orang yang tidak hafal
al-Quran. Bahkan rata-rata mereka hafal al-Quran di usia anak-anak.
Misalnya, Imam Syafii hafal al-Quran di usia 7 tahun.

13. Betapa sejuknya hati, bila Al-Quran menghiasi setiap kegiatan


dalam keseharian kita
Kesejukan dan kedamaian hati bisa disebabkan oleh banyak hal.
Adakalanya kedamaian hati muncul karena ketercukupan materi dan
keterpenuhan kebutuhan finansial. Bisa juga kedamaian hati itu datang
melalui dzikir dan membaca al-Quran. Sebagaimana firman Allah: Ingatlah
dengan mengingat Allah hati menjadi tenang. Artinya, semakin banyak
kita membaca al-Quran, semakin lama pula tingkat kedamaian yang
menyelimuti kita.
Al-Quran bisa dibaca secara fleksibel kapan saja; pagi, siang, sore,
petang, malam, tengah malam, saat senang, saat susah. Demikian juga,
ia bisa dibaca dimana saja; di atas sajadah, di atas kasur, di atas
kendaraan, sambil jalan, sambil beraktifitas. Fleksibilitas tersebut hanya
dapat dilakukan bila yang bersangkutan hafal al-Quran secara lancar.
Kehadiran teknologi canggih saat ini sangat membantu meminimalisir
kesalahan. Dengan teknologi audio digital, kita dapat mendengarkan alQuran secara utuh melalui piranti MP3 portable yang terhubung dengan
earphone mini. Teknologi visual juga tidak kalah canggih, al-Quran
sekarang sudah bisa diinstall dalam perangkat ponsel, Ipad, Iphone
maupun Blackberry. Dengan kata lain, hafalan yang kurang lancar, bukan
sebuah kendala, sebab bisa diatasi dengan perangkat canggih tersebut.
14. Yakinlah bahwa Al-Quran akan menolong kita selama kita juga
menolong Al-Quran
Al-Quran adalah kalamullah (firman Allah), sekaligus mukjizat nabi
Muhammad terbesar. Mengikuti pesan-pesan yang terdapat dalam alQuran hakikatnya adalah taat pada Allah dan rasulnya. Ikut memelihara
al-Quran berarti ikut merealisasikan janji Allah dalam al-Quran:
Sesungguhnya kamilah yang menurunkan al-Quran dan kamilah yang
menjaganya.

Dalam ayat tersebut, terdapat kata inna yang berarti kami, padahal
yang dimaksud adalah Allah. Sebagian mufassir mengatakan bahwa
maksud ayat tersebut adalah pelibatan manusia dalam rangka penjagaan
Allah terhadap al-Quran. Para ulama sepakat bahwa hukum menghafal alQuran itu fardlu kifayah. Keputusan hukum tersebut diantaranya
didasarkan pada ayat di atas.
Hal senada dengan itu, firman Allah: Jika kalian membantu Allah pastilah
Allah akan membantu kalian. Dengan kata lain kalau kalian membantu alQuran maka al-Quran akan membantu kalian. Betapa banyak orang yang
hidupnya bahagia sejahtera, lantaran mencurahkan perhatiannya untuk
belajar dan mengajarkan al-Quran. Bentuk perjuangan tertinggi dalam
membantu al-Quran adalah menghafalkannya. Untuk itu yakinlah, setelah
kita bersusah payah menghafalkan al-Quran kelak hidup kita akan ditata
langsung oleh Allah.
15. Tidak banyak, orang yang mendapatkan fasilitas hidup seperti
kita. Apa wujud terima kasih kita?
Rasa syukur yang mendalam atas sebuah nikmat mampu menginspirasi
untuk berbuat lebih baik. Dengan menyadari karunia Allah berupa
kemampuan baca al-Quran atau berupa rizki yang cukup, seseorang pasti
ingin mengungkap rasa syukurnya kepada pemberi karunia tersebut, yaitu
Allah swt. Syukur yang hakiki adalah mengarahkan karunia tersebut
sesuai dengan yang dikehendaki Allah.
Lalu bagaimana mensyukuri karunianya yang berupa kemampuan baca alQuran? Sepakat atau tidak sepakat harus diakui bahwa di sekeliling kita
sangat langka orang yang bisa baca al-Quran dengan baik dan benar.
Secara tersirat dapat dipahami bahwa Allah memang memilih diantara
hambanya orang-orang yang dititipi al-Quran. Orang pilihan pastilah

orang yang terpercaya. Orang yang terpercaya pastilah ia orang yang


terbaik. Allah berfirman:




:
Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di
antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya
diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di
antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin
Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.
Adapun bentuk rasa syukur tersebut adalah memperbanyak membaca
atau menghafalkannya atau memahami isi kandungannya atau
melakukan ketiganya. Orang yang diberikan kemampuan membaca
dengan baik, hakikatnya dia baru diberi media untuk menjadi orang baik.
Sama halnya orang yang diberi kail untuk memancing atau pisau untuk
memotong. Kail dan pisau tersebut oleh si pemberi bukan untuk hiasan. Si
pemberi sebetulnya sedang menanti kapan kail dan pisau tersebut
dipakai. Si pemberi akan merasa puas apabila kedua alat tersebut benarbenar telah dipakai untuk kebaikan. Demikian juga kemampuan baca alQuran, ia hanya sebuah media (wasilah), sementara tujuan diberikannya
karunia tersebut adalah dengan membaca sebanyak-banyaknya,
menghafalkannya, dan memahami kandungannya.
16. Mulailah dari nol, karena ia pengganda setiap bilangan.
Mulailah dari niat, karena ia menjadi penentu setiap sukses.
Banyak orang mendambakan suatu cita-cita dan memimpikan cita-cita
tersebut tergapai dengan mudah tanpa pengorbanan. Tak terhitung
mereka yang kagum dengan para penghafal al-Quran. Tak terhitung pula
mereka berkeinginan untuk menjadi penghafal al-Quran. Hanya saja tidak
banyak dari mereka yang menindaklanjuti keinginan tersebut dalam

bentuk aksi nyata. Terkait dengan fenomena ini Ibn Athaillah dalam
kitabnya Al-Hikam mengatakan:

Bagaimana mungkin engkau mendapatkan keluarbiasaan (khoriqul adah)
kalau engkau tidak mengeluarkan dirimu dari kebiasaan
Setiap kesuksesan pasti diawali dari sebuah perjuangan dan
pengorbanan. Setiap perjuangan dalam meraih kesuksesan pastilah akan
berhadapan dengan sekian banyak rintangan. Bukankah dalam agama
sendiri -menurut al-Quran- terdapat banyak jalan mendaki (aqabah)? Dan
Allah menjanjikan surga bagi orang yang melewati aqabah terbut.
Bila Anda sekarang ini memiliki keinginan untuk menghafal al-Quran,
syukurilah itu karena ia adalah obor yang membantu kita melewati
gelapnya lorong panjang menuju taman surgawi yang abadi. Jangan
pernah rasa cinta dan motivasi tersebut redup dan memudar lalu padam.
Pelihara obor itu agar lebih terang dan semakin terang. Obor yang padam
akan susah menyala kembali. Obor yang padam tidak dapat dipastikan
kapan ia menyala kembali dan tidak ada jaminan untuk menyala kembali.
Untuk itu mulailah dari sekarang, jangan pernah menunda kesempatan
emas karena ia tidak akan pernah datang untuk kedua kalinya. Mulailah
selalu dengan niat dan komitmen tinggi. Niat laksana angka nol yang
menggandakan jumlah bilangan. Tanpa angka nol, tidak mungkin ada
angka sepuluh, seratus, seribu dan seterusnya. Sebagaimana juga tidak
mungkin ada urutan ke sepuluh tanpa dimulai dari urutan pertama.
Artinya untuk mengejar cita-cita suci, perlu sebuah niat dan komitmen
yang mantap, baru setelah itu memulai tahap I, tahap terendah yang
mesti dilalui.
Mustahil, bila ada orang hafal al-Quran 30 juz secara instan, alias bim
salabim, dalam hitungan hari. Jangan bermimpi berlebihan bahwa Anda

bisa hafal al-Quran melalui jalan ladunni (pemberian langsung dari Allah),
sehingga waktu habis untuk mencari wirid kesana kemari dan
mengamalkannya berbulan-bulan, sementara kegiatan menghafalnya
tidak ada sama sekali. Imam Ar-Roghib Assirjani pernah mengatakan:



( )
Barang siapa yang tidak mengerahkan sekuat tenaga untuk menghafal,
maka tidak akan tersisa di otaknya kecuali hanya sedikit.
Saya bersama rombongan JQH (Jamiyyah Qurro wal Huffadz, kini bernama
HTQ) Universitas Islam Negeri Malang tahun 2006 berkunjung ke
beberapa pesantren di daerah Mojokerto dan Jombang. Dalam kunjungan
tersebut, kami sempat menanyakan perihal wirid/doa yang mempercepat
hafalan. Tak satupun dari para masyayikh yang kami kunjungi
memberikan ijazah doa/wirid. Sebaliknya mereka justru mengatakan
bahwa doa yang paling mustajab adalah al-Quran itu sendiri. Mereka lebih
menekankan pada para santri yang sedang menghafal untuk fokus
hafalan secara istiqomah dan menjauhi wirid-wirid khusus yang panjang.
Pepatah Arab mengatakan:


Lebih baik mengharap telur yang ada di hari ini dari pada mengharap
ayam tapi masih besok adanya
17. Akankah kita menyerah sebelum pertandingan benar-benar
selesai?
Tiap orang memiliki daya tahan (endurence) dan fokus yang berbeda-beda
dalam menghafal, sehingga tidak jarang para santri itu berhenti di tengah
perjalanan alias belum tuntas 30 juz, kendati banyak juga yang selesai
tuntas. Terkadang ketidaktuntasan tersebut dipengaruhi oleh faktor
eksternal, misalnya lingkungan menghafal yang kurang kondusif dan

lemahnya dukungan keluarga. Bisa juga masalah muncul dari lemahnya


motivasi internal.
Sejak awal, mestinya santri atau mahasiswa mengidentifikasi kemampuan
dirinya. Apakah dia memiliki daya tahan dan fokus yang kuat? Apa dia
juga memiliki motivasi yang tinggi? Proses identifikasi tersebut dilakukan
dengan cara menghafal juz 30 terlebih dahulu. Juz 30 atau yang lebih
dikenal dengan juz amma memiliki karakteristik ayat dan surat yang
pendek-pendek. Tentu dengan karakteristik seperti ini, juz 30 menjadi
lebih mudah dihafal dibanding juz-juz lain dalam al-Quran. Dengan
kemudahan tersebut, seorang santri akan mampu meraba sendiri
kemampuan menghafalnya. Kalaupun dia terhenti di tengah jalan, tidak
akan sia-sia. Sebab, suratnya pendek-pendek dan banyak berguna untuk
menjadi imam shalat, minimal efektif untuk dijadikan wirid atau bacaan
rutin harian.
Ibarat bangunan rumah, bangunan yang sudah lengkap; ada dinding,
pagar serta atap, ia akan bertahan lama meski tidak dihuni dan tidak
terawat. Demikian juga hafalan. Ketika seseorang menghafal satu surat
secara utuh, biasanya akan awet atau tahan lama, meski lama tidak
dibaca. Resikonya menghafal juz 1 pada tahap awal akan mudah hilang
seandainya terhenti di pertengahan juz.
18. Dengarlah rintihan orang yang ingin menghafal, namun tidak
tercapai
Diakui ataupun tidak, menghafal al-Quran itu bagi umumnya kaum
muslimin maupun muslimat merupakan naluri. Ia akan muncul dan
tenggelam sesuai lingkungan dan situasi yang melingkupinya. Naluri itu
kadang menjelma menjadi sebuah cita-cita dan harapan, layaknya
kekayaan, jabatan dan popularitas. Cita-cita tersebut akan berubah
menjadi menyakitkan manakala tidak tercapai.

Beberapa teman yang dulu ingin menghafal, rata-rata mereka menyesali


kenapa keinginan tersebut dulu tidak direalisasikan dalam wujud usaha.
Lebih-lebih, mereka yang pernah menghafal dan belum tuntas, atau
pernah hafal namun kini pergi entah ke mana, seumur hidup mereka akan
diliputi rintihan dan penyesalan. Mereka seakan hidup dalam fatamorgana
yang tiada henti dan pengandaian yang tak berujung; seandainya dulu
saya begini dan begitu, niscaya saya akan seperti mereka yang sukses
menghafal.
Sebelum kita merasakan pahitnya penyesalan, mari optimalkan potensi
dan maksimalkan ikhtiyar. Tentu perjuangan di awal itu beratnya luar
biasa. Penyesalan selalu berada di akhir cerita dan tak akan pernah
muncul di awalnya. Demikian pula, indahnya kesuksesan itu hanya bisa
dinikmati di akhir masa penantian panjang. Kata pepatah: berakit-rakit ke
hulu berenang-renang ke tepian, bersusah-susah dahulu lalu bersenangsenang kemudian.
19. Jangan tunda, hidup ini selalu dipenuhi dengan kata
ternyata dan tiba-tiba
Waktu ini kadang menyerupai fatamorgana. Dari jauh kelihatan indah,
seakan kita masih memiliki kesempatan 1000 tahun yang tiap detiknya
bisa diisi dengan 1000 aktifitas luar biasa. Namun, ternyata waktu yang
kita miliki begitu singkat dan sesak dengan berbagai kesibukan harian
yang teknis. Fatamorgana di atas akan meninabobokkan setiap orang,
terlebih jika ingin melakukan kegiatan besar yang positif. Itulah ujian tiap
orang yang ingin sukses.
Saat menghafal al-Quran, mahasiswa kadang begitu santai dalam
melangkah. Alasan mereka, nanti saja kalau perkuliahan agak sedikit
longgar, tugas kuliah terselesaikan semua, atau nanti saja kalau liburan
panjang datang, akan menghafal sebanyak-banyaknya bila mungkin akan
bertapa demi menyelesaikan hafalan. Sikap taswif (menunda-nunda)

ini merupakan penyakit menular yang sangat ganas, serta penyebab


utama dari setiap kegagalan menghafal.
Harus disadari, bahwa waktu kita secara matematis masih terbentang
luas, sebenarnya hanyalah waktu bayangan bukan waktu yang
sebenarnya. Misalnya; pada hari Minggu besok saya tidak ada kegiatan
mulai pagi sampai malam sehingga jadwal menghafal hari Sabtu ini
ditunda dulu lantaran agak sibuk. Marilah ditelaah contoh kasus
penundaan di atas. Manusia oleh Allah tidak diberi kemampuan untuk
mengetahui takdir di esok hari. Kita semestinya tidak mengandalkan
waktu yang belum muncul di hari ini. Ada banyak kemungkinan yang akan
terjadi di esok hari, diantaranya:
1. Memang betul longgar, tetapi tiba-tiba ada teman sakit yang butuh
pertolongan kita
2. Memang betul longgar, tetapi tiba-tiba tubuh kita meriang/sakit
3. Memang betul longgar, tetapi tiba-tiba ada kabar kurang baik dari
keluarga yang membuat kita susah
4. Pada pagi hari tiba-tiba ingin berolah raga atau main musik
5. Pada pagi hari, tiba-tiba ingin masak bersama teman atau mencuci
baju
6. Pada siang hari, tiba-tiba ada acara televisi yang sangat bagus
7. Pada siang hari, tiba-tiba teman akrab lama datang
8. Pada siang hari, tiba-tiba ingin posting facebook atau menjawab
email
9. Pada sore hari, tiba-tiba ingin bersih-bersih ruangan dan taman

10.

Pada sore hari, tiba-tiba HP/komputer kita bermasalah yang

butuh penanganan segera


11.

Pada sore hari, tiba-tiba motor kita ditilang oleh polisi

12.

Pada sore hari, tiba-tiba tetangga kita meninggal dunia

13.

Pada sore hari tiba-tiba ingin cari makan yang enak

14.

Pada sore hari tiba-tiba muncul rasa malas atas terkantuk

ingin tidur

Dan masih ada ratusan kemungkinan lain yang menggagalkan kita untuk
melakukan kegiatan di hari itu. Masihkah kita suka menunda?
20. Mimpikan kebaikan agar jadi kenyataan, nyatakan kebaikan
agar jadi mimpi indah
Hampir setiap orang memiliki mimpi dan cita-cita untuk menjadi
sesuatu atau memiliki sesuatu. Namun, kondisi fisik, psikologis, sosial
kerapkali menenggelamkan mimpi itu. Sebetulnya orang yang memiliki
mimpi sukses itu tergolong orang yang hebat, sebab tidak semua orang
punya mimpi. Mimpi itu termasuk ingin hafal al-Quran. Anugerah Allah
yang berupa mimpi untuk hafal al-Quran jangan pernah disia-siakan.
Lakukan penguatan mimpi tersebut agar menjadi motivasi kuat dengan
banyak membaca kisah-kisah para pengahafal al-Quran serta hikmahhikmah menghafal.
Dengan demikian, motivasi menjadi kuat dan bisa menggerakkan anggota
tubuh untuk meralisasikannya menjadi kenyataan. Disini diperlukan
metode dan strategi, supaya mimpi itu tidak dibelokkan menjadi anganangan hampa belaka. Yakinlah setelah mimpi itu terwujud, tentu hari-hari
kita begitu indah bersama al-Quran bagaikan mimpi yang membuai angan
dan memanjakan khayalan.

21. Awali dari diri sendiri, kalau kita mendambakan sebuah


keluarga Qurani
Kita tentu tergiur dengan kesuksesan keluarga bapak Mutammimul Ula
yang kesepuluh anaknya hafal al-Quran, atau ingin meniru Abdurrahman
Farih dan Husein Thababai yang mana di usia balita mereka sudah hafal
al-Quran. Kita juga ingin rumah selalu bergaung suara al-Quran dari mulut
anak-anak.
Hanya saja, semua harus dimulai dari diri kita (suami, istri, bapak, ibu).
Bagaimana mungkin anak-anak akan mengikuti jejak orangtuanya,
sementara orangtua tak memberi contoh pada mereka. Orangtua yang
hafal al-Quran akan dengan mudah mengenalkan dan membiasakan
hafalan pada putra-putrinya di manapun mereka berada. Mungkin setiap
berangkat sekolah, anak dituntun untuk menghafal surat-surat pendek.
Pasti tanpa terasa dalam kurun waktu satu tahun saja, anak akan hafal
lebih dari satu juz. Hal ini sulit terrealisasi bila orangtua belum mulai
menghafal sejak sekarang. Memang, orangtua yang punya hafalan itu
mendatangkan efek domino yang luas, bukan semata untuk diri sendiri,
tetapi juga untuk orang lain terutama keluarga dekatnya.
(Materi disampaikan dalam acara Taaruf Qurani yang diselenggarakan
oleh Haiah Tahfidz al-Quran Universitas Islam Negeri Maulana Malik
ibrahim (UIN Maliki) Malang, tanggal 30 Oktober 2011, di Aula rektorat lt.
3).
Sumber :http://cahayaqurani.wordpress.com/2011/10/27/21-vitaminuntuk-meningkatkan-stamina-dalam-menghafal-al-quran/

Anda mungkin juga menyukai