Hal Pertama ( yang harus diperhatikan oleh seorang penuntut ilmu )
adalah menghafal Al Quran, karena ia adalah ilmu yang terpenting,
bahkan para ulama salaf tidak akan mengajarkan hadis dan fiqh kecuali
bagi siapa yang telah hafal Al Quran. Imam Nawawi, Al Majmu,( Beirut,
Dar Al Fikri, 1996 ) Cet. Pertama, Juz : I, hal : 66
Dan menurut pengamatan penulis, sejumlah mahasiswa yang menghafal
al-Quran ataupun yang telah hafal, memiliki tingkat kecerdasan dan
kreatifitas lebih dibanding lainnya. Rektor Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim (Maliki) Malang, Bapak Prof. Dr. Imam Suprayogo,
dalam acara wisuda 2008 pernah menyampaikan bahwa dalam beberapa
tahun terakhir peraih predikat mahasiswa terbaik selalu diraih oleh
mahasiswa yang hafal al-Quran. Hal yang sama juga dibuktikan oleh
keluarga Bapak Mutammimul Ula. Kesepuluh putra putrinya yang sedang
menghafal al-Quran itu rata-rata menjadi pelajar dan mahasiswa terbaik
di sekolah mereka masing-masing.
Oleh karena itu tidak heran bila ada testimoni yang mengejutkan dari Dr.
Abdul Daim al-Kaheel dari Kuwait. Beliau menulis dalam Artikel yang
berjudul: Asrar al-Ilaj bi istima ila al-Quran dalam situs
pribadinya: www.kaheel7.com, sebagai berikut:
Bisa saya informasikan pada para pembaca yang terhormat bahwa
mendengarkan ayat al-Quran secara kontinyu akan menambah
masa keemasan
Kalau Anda seorang mahasiswa, pasti usia Anda masih dalam kisaran 1824 tahun. Usia tersebut masuk dalam kategori usia subur dan produktif
(golden age) dalam mencari ilmu, termasuk menghafal. Terkait ini dengan
usia ini, Syekh Alwi al-Haddad dalam bukunya Sabilul Iddikar (matan
kitab An-Nashoih ad-diniyyah) mengatakan:
Ketika usia remaja menginjak 20 tahun dan tidak memiliki kebanggaan,
maka tidak akan muncul kebanggaan lagi
Ketika engkau tidak mampu menguasai masa remaja, maka engkau tidak
bisa menguasainya setelah itu selama hidupnya.
Dengan kata lain, hari ini bagi seorang remaja adalah miniatur
kesuksesan di masa yang akan datang. Bila hari ini dalam diri seorang
remaja telah tumbuh benih-benih kompetensi, integritas, kepemimpinan,
etos kerja tinggi, kemungkinan besar 10 tahun atau 15 tahun yang akan
datang, sudah menjadi orang sukses sesuai dengan yang dia kerjakan
sekarang.
2. Bersyukurlah, tidak banyak orang yang bisa baca al-Quran
Mensyukuri anugerah Allah adalah sebuah keniscayaan manusia sebagai
hamba Allah. Allah memberikan anugerah kepada hambanya sesuai
takaran takdir yang dibarengi dengan ikhtiar maksimal. Oleh karenanya,
kadar karunia yang Allah berikan kepada hambanya berbeda-beda satu
sama lain. Allah berfirman (QS. An-Nahl:71):
Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain dalam
hal rezki,
Rizki itu bisa berupa harta, anak, kesehatan, ilmu dan persaudaraan.
Kalau anda hari ini kemampuan membaca ayat-ayat al-Quran dengan
baik, syukuri itu sebagai bagian dari rizki Allah. Tidak banyak orang yang
bisa membaca al-Quran, hanya orang pilihanlah yang diberi kemampuan
itu.
Nabi bersabda:
Barang siapa yang dikehendaki Allah menjadi orang baik, maka dia
memeiliki pemahaman dalam agama
Pengalaman saya (penulis) mengajar matakuliah PAI (pendidikan Agama
Islam) di beberapa kampus di kota Malang, rata-rata 80% dari mereka
belum bisa baca al-Quran padahal usia mereka berkisar 18-20 tahun.
Belum lagi kemampuan baca al-Quran masyarakat umum non mahasiswa,
tentu lebih banyak lagi. Jika kita tergolong orang yang bisa baca al-Quran,
maka bersyukurlah dengan cara yang lebih produktif. Adakalanya dengan
memperbanyak bacaan al-Quran, meningkatkan pemahaman
kandungannya atau meneruskannya ke jenjang tahfidz (menghafalkan).
Mungkin tidak akan bermanfaat apa-apa, apabila kemampuan baca alQuran yang dimiliki itu tidak diamalkan secara istiqamah. Sebagaimana
pisau, ia tidak akan berarti apa-apa bila tidak digunakan untuk keperluan
memotong. Allah memberikan ilmu hakikatnya bukanlah sebagai tujuan
(goal) tapi semata alat (medium) untuk sampai pada tujuan. Sedang
tujuan akhirnya adalah pengamalan serta pengajaran al-Quran itu sendiri.
3. Betapa banyak orang yang merindukan untuk menjadi
penghafal al-Quran
Saya banyak berkenalan dengan tokoh-tokoh Islam, akademisi yang ada
di kota Malang. Mereka sekarang sudah jadi orang hebat, dihormati,
memiliki penghasilan tinggi. Di antara mereka ada yang bercerita pada
saya: mas, saya sampai sekarang ini masih mendambakan untuk bisa
hafal Al-Quran, tapi pada usia setua ini apa masih bisa? Bahkan, salah
seorang dosen saya di S3 UIN Maliki Malang, dengan usia di atas 50
tahun, mengatakan: saya sekarang menghafalkan al-Quran, berapapun
dapatnya tidak masalah, sebab Allah menghargai proses bukan hasil. Citacita saya sebelum meninnggal, kalau bisa semua ayat al-Quran sudah
pernah dihafal agar memori otak yang Allah ciptakan ini pernah terisi
dengan file-file al-Quran. Bukankah otak atau hati yang berisi al-Quran
tidak akan disiksa oleh Allah? Sebagaimana sabda Rasulullah:
:
()
Bacalah al-Quran, jangan sekali engkau tertipu dengan mushaf yang
tergantung ini, karena Allah tidak akan menyiksa hati yang berisi al-Quran
(HR. Ad-Darimi)
Demikian juga salah seorang pembantu rektor di Universitas Negeri
Malang, secara implisit bertanya hal yang hampir sama pada saya, yaitu
tentang tata cara menghafal dan menjaga al-Quran di usia dewasa. Dua
tahun yang lalu, saya mengikuti acara khataman di rumah P. Asrukin
tua yang anaknya terjaring dalam DACIL (Audisi Dai Cilik) saja bangganya
bukan kepalang. Hal yang perlu menjadi catatan kita, dalam usia semuda
itu si Farih telah memulai dan melaksanakan hafalan hingga tuntas.
Bagaimana dengan Anda? Sudah berapa usia Anda? Bila hari ini usia Anda
sudah di atas 18 tahun dan belum nawaitu untuk menghafal atau belum
tuntas dalam menghafal, patutlah Farih menjadi cambuk, agar anda
merasa malu dan tergerak untuk memulai. Kapan lagi memulai, jangan
pernah menunda sebuah niat suci. Motivasi tidak ada jaminan datang dua
kali. Bisa jadi, niat yang pelaksanaannya tertunda akan menguap dan
sirna selamanya.
Jangan putus asa bila di usia sekarang Anda belum sukses, masih ada
beberapa tahun menuju usia 23 tahun dimana sepanjang itu al-Quran
lengkap diturunkan. Atau mungkin usia Anda sudah di atas 30 tahun,
jangan putus asa untuk menghafal sebab Rasulullah mulai menerima
wahyu dan menghafal baru di usia 40 tahun. Kalau usia anda di usia 55
tahun belum selesai menghafal, jangan putus ada karena Rasulullah
tuntas menerima wahyu di usia 61 tahun.
6. Tidak inginkah kita membahagiakan orang yang selama ini rela
menderita untuk kita
Setiap kali terlahir anak manusia, pasti di sana ada orang yang ikut
bersuka cita menyambut kehadiran sang bayi. Siang malam tercurah
kasih sayangnya. Dialah ayah dan ibu kita. Sang anak tumbuh menjadi
besar lalu menjadi remaja, tak pernah lepas dari belaian kasih sayang
orang tua terutama ibu. Mereka rela menderita demi kebahagiaan sang
anak. Keringat dan air mata menghiasi keikhlasan mereka dalam mendidik
dan membesarkan putra putrinya.
Mahasiswa yang sedang studi jauh dari orang tua, terkadang tidak banyak
tahu tentang penderitaan orang tua di rumah, bagaimana mereka
mendoakan dan mengirimkan pahala pada orang tua, lebih terbuka. Abu
Jafar meriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra. Bahwa orang mukmin itu
apabila diletakkan di dalam kuburnya maka kuburnya itu dilapangkan 70
hasta, ditaburi harum-haruman dan ditutup dengan kain sutera. Apabila ia
hafal sebagian dari Al-Quran maka apa yang dihafalnya itu menerangi
seluruh kuburnya, dan apabila ia tidak hafal, maka ia dibuatkan cahaya
seperti matahari di dalam kuburnya. Ia bagaikan pengantin baru yang
tidur dan tidak dibangunkan kecuali oleh isteri yang sangat dicintainya.
Kemudian ia bangun dari tidurnya seakan-akan ia belum puas dari
tidurnya itu.
8. Betapa inginnya kita mendapatkan pendamping yang lidahnya
selalu basah dengan al-Quran
Sayyidina Ali Karromallahu Wajhah berkata:
Perlakukan orang lain dengan sesuatu yang kau ingin diperlakukan
seperti itu.
Bila kau ingin dapat hadiah, seringlah memberi hadiah pada orang lain.
Sebaliknya bila kau ingin disakiti oleh orang lain, sakiti dia. Ungkapan
tersebut senada dengan hadis nabi:
( )
Lakukan pada orang lain sesuatu yang dia suka diperlakukan seperti itu.
Kecenderungan banyak orang, mereka ingin memperoleh pasangan hidup
yang sempurna (cantik/tampan, pandai, setia, kaya dsb). Sementara,
tidak banyak yang memperindah dirinya dengan sifat-sifat sempurna
semacam itu. Termasuk hal yang diidamkan oleh mayoritas
muslim/muslimah adalah memiliki istri atau suami yang mahir atau hafal
al-Quran. Begitu indah rasanya, apabila dalam keluarga yang dimotori
oleh suami atau istri, ada gema lantunan ayat suci al-Quran yang tak
pernah putus. Dengan demikian, suasana rumah akan terasa sejuk penuh
aura kedamaian dan bertebarkan cahaya qurani.
Rumah sebagai sebuah lembaga informal untuk mendidik putra putri yang
salih shalihah dan akan sukses, manakala anak-anak meneladani hal-hal
baik yang dilakukan orangtuanya. Dari sini, banyak contoh yang bisa
dipaparkan. Keluarga alm. KH. Amir Singosari Malang, enam anaknya hafal
al-Quran, kel. Drs. Mutammimul Ula di Bekasi, 10 anaknya hafal al-Quran
dll.
Hanya saja, sebaiknya ketergantungan kita dengan orang lain dihilangkan.
Daripada mengharap pasangan kita yang ideal, lebih baik mengidealkan
diri kita sendiri. Daripada bermimpi mendapatkan jodoh penghafal alQuran yang susah terrealisasi, lebih baik kita sendiri menjadi penghafal alQuran, why not? Alih-alih mengharap dan mencari, kita malah diharap dan
dicari orang lain, insyaallah.
9. Begitu indahnya, jika kita membesarkan anak-anak kita dengan
gema dan aura al-Quran
Mereka yang hari ini sukses, jadi orang besar, jadi orang baik, pasti
mereka dididik dengan pola asuh yang benar. Mereka pernah kecil,
mengalami masa kanak-kanak yang indah dan menyenangkan. Kita
semua juga ingin anak-anak kita hidup demikian.
Tentu, dimulai dari orang tuanya. Sapu yang bersih akan dengan mudah
membersihkan tempat kotor. Sapu yang kotor malah mengotori tempat
bersih. Orangtua yang hafal al-Quran berpotensi menciptakan generasi
yang hafal al-Quran juga. Di saat anak-anak masih tidur menjelang tiba
waktu Subuh, kita bangunkan mereka dengan nada-nada al-Quran. Konon,
alam bawah sadar anak (otak pada gelombang teta) akan terus merekam
suara-suara luar meski mereka terlelap tidur. Meninabobokkan bayi,
sembari memperdengarkan alunan kalam ilahi, sungguh memberikan
energi positif yang luar biasa.
Demikian juga, ketika mengantar dan menjemput anak sekolah, tak hentihentinya orang tua memandu hafalan anak. Lebih-lebih lagi, waktu anakanak sakit selalu dibacakan doa-doa dan ayat al-Quran untuk memohon
kesembuhan mereka. Berkunjung ke makam famili dan orang sholih, kita
ajari mereka mendoakan dan membacakan al-Quran serta pada eveneven penting lainnya.
10. Suatu ketika, kita pasti menjadi dewasa lalu tua, apa kegiatan
kita di saat-saat menyongsong ajal tersebut?
Sudah bukan rahasia lagi, bahwa masa tua adalah masa dimana orang
rentan terhinggap banyak penyakit, semua organ tubuh sudah berkurang
fungsi dan powernya. Mata sudah mulai kabur, pendengaran juga tidak
setajam dahulu. Mungkin pada usia itu, kita sudah pensiun dari pekerjaan,
rumah sudah bagus, harta melimpah, sehingga tidak lagi membutuhkan
aktivitas kerja lagi. Dalam kondisi seperti ini, apakah Anda betah berjamjam duduk di depan televisi saja atau hanya jalan-jalan ringan
mengelilingi rumah, meski harta melimpah. Lalu mana aktivitas
ibadahnya?
Seusai shalat wajib di masjid tentu berdzikir lalu pulang ke rumah begitu
seterusnya. Mau baca al-Quran mata tidak lagi jelas, apalagi menghafal.
Relakah masa tua kita hanya seperti itu? Tidakkah kita ingin setiap
hembusan nafas yang keluar dari mulut kita adalah untaian kalimat alQuran. Setiap detakan jantung bernilai sepuluh kebaikan lantaran satu
huruf al-Quran yang kita baca. Siang dan malam hari, juz demi juz
terdendangkan dengan merdu. Semua itu mustahil terjadi apabila
seseorang tidak hafal al-Quran. Meski mata tak mampu melihat lekukan
huruf-huruf al-Quran, tetapi hati sangat tajam dan pikiran terus bersinar,
mampu menangkap lafadz dan makna al-Quran. Keistiqamahan semacam
ini insyaallah menjamin kita untuk menghembuskan nafas terakhir
dengan khusnul khatimah, amin.
Bacalah al-Quran, niscaya dia kan datang pada hari kiamat sebagai
penolong pembacanya.
Hadis ini memberikan garansi kepada para pembaca al-Quran atau orang
yang mendalami al-Quran. Garansi tersebut cukup melegakkan kita
semua, sebagai hamba Allah yang penuh salah dan dosa. Di hari ketika
harta dan tahta tidak lagi mampu menyelamatkan kita dari kobaran api
neraka.
Anak dan saudara juga tak kuasa menolong dari dalamnya jurang
jahannam, saat itulah al-Quran datang sebagai syafi (penyelamat). Hari
itu tak ada yang kita butuhkan melainkan rahmat Allah dan amal baik
yang tulus kita lakukan. Allah memberikan 10 tiket surga kepada
penghafal al-Quran yang juga pengamal isinya, untuk dibagikan pada
keluarganya, sebagaimana sabda Rasulullah:
:
( )
Barang siapa membaca dan menghafal al-Quran lalu menghukumi halal
dan haram berdasar al-Quran, maka Allah akan memasukkannya ke surga
dan memberi hak untuk menolong 10 keluarganya yang telah dipastikan
masuk neraka.
Dalam ayat tersebut, terdapat kata inna yang berarti kami, padahal
yang dimaksud adalah Allah. Sebagian mufassir mengatakan bahwa
maksud ayat tersebut adalah pelibatan manusia dalam rangka penjagaan
Allah terhadap al-Quran. Para ulama sepakat bahwa hukum menghafal alQuran itu fardlu kifayah. Keputusan hukum tersebut diantaranya
didasarkan pada ayat di atas.
Hal senada dengan itu, firman Allah: Jika kalian membantu Allah pastilah
Allah akan membantu kalian. Dengan kata lain kalau kalian membantu alQuran maka al-Quran akan membantu kalian. Betapa banyak orang yang
hidupnya bahagia sejahtera, lantaran mencurahkan perhatiannya untuk
belajar dan mengajarkan al-Quran. Bentuk perjuangan tertinggi dalam
membantu al-Quran adalah menghafalkannya. Untuk itu yakinlah, setelah
kita bersusah payah menghafalkan al-Quran kelak hidup kita akan ditata
langsung oleh Allah.
15. Tidak banyak, orang yang mendapatkan fasilitas hidup seperti
kita. Apa wujud terima kasih kita?
Rasa syukur yang mendalam atas sebuah nikmat mampu menginspirasi
untuk berbuat lebih baik. Dengan menyadari karunia Allah berupa
kemampuan baca al-Quran atau berupa rizki yang cukup, seseorang pasti
ingin mengungkap rasa syukurnya kepada pemberi karunia tersebut, yaitu
Allah swt. Syukur yang hakiki adalah mengarahkan karunia tersebut
sesuai dengan yang dikehendaki Allah.
Lalu bagaimana mensyukuri karunianya yang berupa kemampuan baca alQuran? Sepakat atau tidak sepakat harus diakui bahwa di sekeliling kita
sangat langka orang yang bisa baca al-Quran dengan baik dan benar.
Secara tersirat dapat dipahami bahwa Allah memang memilih diantara
hambanya orang-orang yang dititipi al-Quran. Orang pilihan pastilah
bentuk aksi nyata. Terkait dengan fenomena ini Ibn Athaillah dalam
kitabnya Al-Hikam mengatakan:
Bagaimana mungkin engkau mendapatkan keluarbiasaan (khoriqul adah)
kalau engkau tidak mengeluarkan dirimu dari kebiasaan
Setiap kesuksesan pasti diawali dari sebuah perjuangan dan
pengorbanan. Setiap perjuangan dalam meraih kesuksesan pastilah akan
berhadapan dengan sekian banyak rintangan. Bukankah dalam agama
sendiri -menurut al-Quran- terdapat banyak jalan mendaki (aqabah)? Dan
Allah menjanjikan surga bagi orang yang melewati aqabah terbut.
Bila Anda sekarang ini memiliki keinginan untuk menghafal al-Quran,
syukurilah itu karena ia adalah obor yang membantu kita melewati
gelapnya lorong panjang menuju taman surgawi yang abadi. Jangan
pernah rasa cinta dan motivasi tersebut redup dan memudar lalu padam.
Pelihara obor itu agar lebih terang dan semakin terang. Obor yang padam
akan susah menyala kembali. Obor yang padam tidak dapat dipastikan
kapan ia menyala kembali dan tidak ada jaminan untuk menyala kembali.
Untuk itu mulailah dari sekarang, jangan pernah menunda kesempatan
emas karena ia tidak akan pernah datang untuk kedua kalinya. Mulailah
selalu dengan niat dan komitmen tinggi. Niat laksana angka nol yang
menggandakan jumlah bilangan. Tanpa angka nol, tidak mungkin ada
angka sepuluh, seratus, seribu dan seterusnya. Sebagaimana juga tidak
mungkin ada urutan ke sepuluh tanpa dimulai dari urutan pertama.
Artinya untuk mengejar cita-cita suci, perlu sebuah niat dan komitmen
yang mantap, baru setelah itu memulai tahap I, tahap terendah yang
mesti dilalui.
Mustahil, bila ada orang hafal al-Quran 30 juz secara instan, alias bim
salabim, dalam hitungan hari. Jangan bermimpi berlebihan bahwa Anda
bisa hafal al-Quran melalui jalan ladunni (pemberian langsung dari Allah),
sehingga waktu habis untuk mencari wirid kesana kemari dan
mengamalkannya berbulan-bulan, sementara kegiatan menghafalnya
tidak ada sama sekali. Imam Ar-Roghib Assirjani pernah mengatakan:
( )
Barang siapa yang tidak mengerahkan sekuat tenaga untuk menghafal,
maka tidak akan tersisa di otaknya kecuali hanya sedikit.
Saya bersama rombongan JQH (Jamiyyah Qurro wal Huffadz, kini bernama
HTQ) Universitas Islam Negeri Malang tahun 2006 berkunjung ke
beberapa pesantren di daerah Mojokerto dan Jombang. Dalam kunjungan
tersebut, kami sempat menanyakan perihal wirid/doa yang mempercepat
hafalan. Tak satupun dari para masyayikh yang kami kunjungi
memberikan ijazah doa/wirid. Sebaliknya mereka justru mengatakan
bahwa doa yang paling mustajab adalah al-Quran itu sendiri. Mereka lebih
menekankan pada para santri yang sedang menghafal untuk fokus
hafalan secara istiqomah dan menjauhi wirid-wirid khusus yang panjang.
Pepatah Arab mengatakan:
Lebih baik mengharap telur yang ada di hari ini dari pada mengharap
ayam tapi masih besok adanya
17. Akankah kita menyerah sebelum pertandingan benar-benar
selesai?
Tiap orang memiliki daya tahan (endurence) dan fokus yang berbeda-beda
dalam menghafal, sehingga tidak jarang para santri itu berhenti di tengah
perjalanan alias belum tuntas 30 juz, kendati banyak juga yang selesai
tuntas. Terkadang ketidaktuntasan tersebut dipengaruhi oleh faktor
eksternal, misalnya lingkungan menghafal yang kurang kondusif dan
10.
12.
13.
14.
ingin tidur
Dan masih ada ratusan kemungkinan lain yang menggagalkan kita untuk
melakukan kegiatan di hari itu. Masihkah kita suka menunda?
20. Mimpikan kebaikan agar jadi kenyataan, nyatakan kebaikan
agar jadi mimpi indah
Hampir setiap orang memiliki mimpi dan cita-cita untuk menjadi
sesuatu atau memiliki sesuatu. Namun, kondisi fisik, psikologis, sosial
kerapkali menenggelamkan mimpi itu. Sebetulnya orang yang memiliki
mimpi sukses itu tergolong orang yang hebat, sebab tidak semua orang
punya mimpi. Mimpi itu termasuk ingin hafal al-Quran. Anugerah Allah
yang berupa mimpi untuk hafal al-Quran jangan pernah disia-siakan.
Lakukan penguatan mimpi tersebut agar menjadi motivasi kuat dengan
banyak membaca kisah-kisah para pengahafal al-Quran serta hikmahhikmah menghafal.
Dengan demikian, motivasi menjadi kuat dan bisa menggerakkan anggota
tubuh untuk meralisasikannya menjadi kenyataan. Disini diperlukan
metode dan strategi, supaya mimpi itu tidak dibelokkan menjadi anganangan hampa belaka. Yakinlah setelah mimpi itu terwujud, tentu hari-hari
kita begitu indah bersama al-Quran bagaikan mimpi yang membuai angan
dan memanjakan khayalan.