Anda di halaman 1dari 19

http://documentslide.com/documents/laporan-pbl-skenario-3-perdarahan.

html
LEARNING OBJECTIVE
1. Patofisiologi Perdarahan
A. Gangguan Vaskular
Berbagai kelainan dapat terjadi pada tiap tingkat mekanisme hemostasis.
Pasien dengan kelainan pada sistem vaskular biasanya menunjukkan perdarahan
kulit dan sering melibatkan membrane mukosa. Perdarahan dapat diklasifikasikan
menjadi purpura alergi dan purpura nonalergi. Pada kedua keadaan ini, fungsi
trombosit dan faktor pembekuan adalah normal.
Terdapat banyak bentuk purpura nonalergi, yaitu penyakit-penyakit di mana tidak
terdapat alergi sejati tetapi terjadi berbagai bentuk vaskulitis. Vaskulitis atau
radang

pembuluh,timbul

dan

merusak

integritas

pembuluh

sehingga

mengakibatkan purpura.
Jaringan penyokong pembuluh yang memburuk dan tidak efektif, seperti
yang terlihat pada proses penuaan,mengakibatkan purpura senilis. Umumnya
terlihat perdarahan kulit pada dorsum manus dan lengan bawah, yang diperburuk
oleh trauma. Kecuali gangguan kosmetik, ini merupakan keadaan yang tidak
membahayakan. Manifestasi kulit yang serupa terlihat pada terapi kortikosteroid
yang lama, yang dianggap diakibatkan oleh katabolisme protein dalam jaringan
penyokong vaskular. Hal yang serupa juga terdapat pada sariawan, penyakit yang
berkaitan dengan malnutrisi, dan alkoholisme yang mempengaruhi integritas
jaringan ikat dinding pembuluh darah.
Bentuk purpura vaskular yang dominan otosomal, , telangiectasia hemoragik
herediter (penyakit Osler Weber Rendu), menunjukkan epistaksis dan perdarahan
saluran cerna intermtten yang hebat. Telangiectasia difus ditemukan pada mukosa
bukal , lidah, hidung, dan bibir, dan mungkin meluas keseluruh saluran cerna.
Umumnya telangiectasia timbul pada masa dewasa. Tujuan pengobatan hanya
untuk suportif.
Sindrom Ehlers Danlos, suatu penyakit herediter lain, menyebabkan
penurunan daya pengembangan jaringan perivascular yang menyebabkan
perdaraha hebat.

Purpura alergika atau purpura anafilaktoid di duga diakibatkan oleh


kerusakan imunologis pada pembuluh. Penyakit ini ditandai oleh perdarah petekie
pada bagian-bagian bebas tubuh dan juga mengenai bokong. Purpura HenochSchonlein, suatu purpura dan perdarahan mukosa, gejala-gejala saluran cerna,
dan artritis, adalah bentuk purpura alergika yang terutama menyerang anak-anak.
Mekanisme penyakit ini tidak diketahui dengan baik. Gejala-gejala sering
didahului oleh infeksi. Penderita mengalami peradangan pada cabang-cabang
pembuluh darah, kapiler dan vena, mengakibatkan pecahnya pembuluh ,
kehilangan sel darah merah, dan perdarahan. Glomerulonephritis adalah
komplikasi yang sering terjadi. Pengobatan adalah suportif dengan menghindari
aspirin serta seyawa-senyawanya.
B. Gangguan Trombosit
Kelainan jumlah atau fungsi trombosit (atau keduanya) dapat mengganggu
koagulasi darah.trombosit yang terlalu banyak atau terlalu sedikit mengganggu
koagulasi darah.
Keadaan yang ditandai dengan trombosit berlebihan dinamakan trombositosis
atau trombositemia. Istilah-istilah ini saling tertukar (Barui, Finazzi, 1998).
Trombositosis umumnya didefinisikan sebagai peningkatan jumlah trombosit
lebih dari 400.000/mm3 dan dapat primer atau sekunder. Trombositosis primer
timbul dalam bentuk trombositemia primer, yang terjadi proliferasi abnormal
megakariosit, dengan jumlah trombosit melebihi 1 juta. Trombositosis primer
juga ditemukan dengan gangguan mieloproliferatif lain, seperti polisitemia vera,
atau leukemia granulositik kronik.
Trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit kurang dari
100.000/mm3. Jumlah trombosit yang rendah ini dapat merupakan akibat
berkurangnya produksi atau meningkatnya penghancuran trombosit
C. Gangguan Pembekuan
Gangguan pembekuan dapat terjadi akibat dari defisiensi factor-faktor
pembekua.

Factor-faktor pembekuan.
Faktor
Nama deskriptif
Bentuk aktif
I
Fibrinogen
Subunit fibrin
II
Protrombin
Protease serin
III
Faktorjaringan (tromboplastin)
Reseptor/kofaktor
V
Factor labil (kalsium)
Kofaktor
VII
Prokonvertin
Protease serin
VIII
Factor anti hemofilik
Protease serin
IX
Factor Christmas
Protease serin
X
Faktor stuart-Prower
Protease serin
XI
Precursor tromboplastin plasma
Protease serin
XII
Faktor Hageman
Protease serin
XIII
Factor penstabil fibrin (prekalikrein)
Transglutaminase/Protease serin
Pada umumnya, yang sering mengalami defisiensi adalah factor VII
(penyebab penyakit hemophilia A), factor IX (penyebab penyakit hemophilia B),
dan factor XI, XIII.
Selain itu defisiensi vitamin K juga dapat mengganggu proses pembekuan.
I

Pada dasarnya gangguan pembekuan dibagi menjadi 2 yaitu:


Kelainan pembekuan herediter
a Hemophilia A, defisiensi factor VIII herediter yang paling banyak

ditemukan. Gen factor VII terletak diujunglengankromosom X.


b Hemophilia B, defisiensi factor IX.
c Defisiensi factor XI dan XIII
II Kelainan pembekuan didapat
a Defisiensi vitamin K
b Penyakit hati
c Disseminated Intravascular Coagulation (DIC).
2. Farmakokinetik Obat Anti Koagulan
1 Antikoagulan
Antikoagulan digunakan untuk mencegah pembekuan darah dengan jalan
menghambat pembekuan atau menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan
darah.
Antikoagulan dapat dibagi menjadi 3 kelompok :1) heparin; 2)
antikoagulan oral, terdiri dari derivate 4- hydroksikumarin misalnya :
dikumarol, warfarin, dan derivat-derivat indan-1,3-dion misalnya: anisindion;

3) antikoagulan yang bekerja dengan mengikat ion kalsium, salah satu faktor
pembekuan darah.
a. Heparin
Farmakokinetik :
Heparin tidak diabsorbsi secara oral, karena itu deberikan secara SK
atau IV. Pemberian secara SK biovailabilitasnya bervariasi, mula kerjanya
lambat 1-2 jam tetapi masa kerjanya lebih lama. Heparin berat molekul
rendah diabsorbsi lebih teratur. Suntikan IM dapat menyebabkan terjadinya
hematom yang besar pada tempat suntikan dan absorbsinya tidak
teraturserta tidak dapat diramalkan.
Efeknya timbul segera setelah pemberian suntikan bolus IV dengan
dosis terapi, dan terjadi kira-kira 20-30 menit setelah suntikan SK. Heparin
cepat dimetabolisme terutama di hati. Masa paruh tergantung dari dosis
yang digunakan, suntikan IV 100, 400, 800 unit/kgBB memperlihatkan
masa paruh masing-masing kira-kira 1, 2 , dan 5 jam. Masa paruh
mungkin memendek pada pasien emboli paru dan memanjang pada pasien
sirrosis hepatis atau penyakit ginjal berat.
b. Antikoagulan oral
Farmakokinetik :
Semua derivate 4-hidroksikumarin dan derivate indan-1,3-dion dapat
diberikan per oral, warfarin dapat juga diberikan IM dan IV. Absorbs
dikumarol dari saluran cerna lambat dan tidak sempurna, sedangkan
warfarin diabsorbsi lebih cepat dan hampir sempurna. Kecepatan absorbs
berbeda-beda tiap individu. Dalam darah dikumarol dan warfarin hampir
seluruhnya terikat pada albumin plasma. Ikatan ini tidak kuat dan mudah
digeser oleh obat tertentu misalnya fenilbutazon dan asam mefenamat.
Masa paru warfarin 48 jam, sedangkan masa paruh dikumarol 10-30
jam. Masa paru dikumarol bergantung dosis dan faktor genetik berbeda
pada masing-masing individu. Dikumarol dan warfarin ditimbun di dalam
paru-paru, hati, limpa dan ginjal.
Efek terapi baru tercapai 12-24 jam setelah kadar puncak obat dalam
plasma, karena diperlukan waktu untuk mengosongkan faktor-faktor

pembekuan darah dalam sirkulasi. Makin besar dosis awal, makin cepat
timbulnya efek terapi; tetapi dosis harus tetap dibatasi agar tidak sampai
menimbulkan efek toksik. Lama kerja sebanding dengan masa paruh obat
dalam plasma.
Ekskresi dalam urin terutama dalam bentuk metabolit; anisindioan
dapat menyebabkan urin berwarna merah jingga. Bagian yang tiak
diabsorbsi diekskresi melalui tinja.

c. Antikoagulan pengikat ion kalsium


Natrium sitrat : dalam darah akan mengikat kalsium menjadi
kompleks kalsium sitrat. Bahan ini banyak digunakan dalam darah untuk
transfusi karena tidak toksik. Tetapi dosis yang terlalu tinggi, umpamanya
pada transfuse darah sampai 1400 ml dapat menyebabkan depresi jantung.
Asam oksalat dan senyawa oksalat lainnya digunakan untuk
antikoagulan in vitro, sebab terlalu toksik untuk penggunaan in vivo.
Natrium edetat mengikat kalsium menjadi suatu kompleks dan
bersifat sebagai antikoagulan.
Skenario.
Seorang wanita umur 60 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan munculnya
secara tiba-tiba bintik-bintik pada kedua lengan disertai keluarnya darah dari hidung .
tidak ada riwayat demam sebelumnya. Riwayat penyakit lain tidak ada dan tidak ada
riwayat minum obat.
Kata Sulit:
Tidak ada.
Kata kunci:
1. Wanita umur 60 tahun
2. Bintik-bintik pada kedua lengan

3.
4.
5.
6.

Epistaksis
Tidak ada riwayat demam
Tidak ada riwayat penyakit sebelumnya
Tidak ada riwayat minum obat.

Pertanyaan:
1.
2.
3.
4.
5.

Jelaskan mekanisme hemostasis !


Jelaskan mekanisme pembekuan darah !
Jelaskan patomekanisme masing-masing gejala pada skenario !
Jelaskan langkah langkah diagnosis !
Jelaskan Differential Diagnosis (DD) dan penatalaksanaannya !

Jawab:
1

Jelaskan mekanisme hemostasis:


Hemostatis adalah mekanisme tubuh untuk mencegah perdarahan dan
menghentikan perdarahan secara spontan. Bilamana terdapat luka pada pembuluh
darah, segera akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah sehingga aliran darah ke
pembuluh darah yang terluka berkurang. Kemudian trombosit akan berkumpul
dan melekat pada bagian pembuluh darah yang terluka untuk membentuk sumbat
trombosit. Faktor pembekuan darah yang diaktifkan akan membentuk benangbenang fibrin yang akan membuat sumbat trombosit menjadi non permeable
sehingga perdarahan dapat dihentikan.
Jadi dalam proses hemostatis terjadi 3 reaksi yaitu reaksi vaskuler berupa
vasokonstriksi pembuluh darah, rekasi seluler yaitu pembentukan sumbat
trombosit dan reaksi biokimia yaitu pembentukan fibrin.
Peran sistem vaskuler dalam mencegah perdarahan meliputi proses kontraksi
pembuluh darah (vasokontriksi) serta aktivasi trombosit dan pembekuan darah.
Pembuluh darah dilapisi sel endotel. Apabila lapisan endotel rusak maka jaringan
ikat di bawah endotel seperti kolagen, serat elastin dan membrane basalis terbuka

sehingga terjadi aktivasi trombosit yang menyebabkan adhesi trombosit dan


pembentukan sumbat trombosit.
Trombosit mempunyai peran penting dalam hemostatis yaitu pembentukan
dan stabilisasi sumbat trombosit. Pembentukan sumbat trombosit terjadi melalui
beberapa tahap yaitu adhesi trombosit, agregasi trombosit, dan reaksi pelepasan.
Apabila pembuluh darah luka, maka sel endotel akan rusak sehingga jaringan ikat
di bawah endotel akan terbuka. Hal ini akan mencetuskan adhesi trombosit yaitu
suatu proses dimana trombosit melekat pada permukaan asing tertutama serat
kolagen. Faktor ini berfungsi sebagai jembatan antara trombosit dan jaringan
subendotel disamping melekat pada permukaan asing, trombosit akan melekat
pada trombosit lain dan proses ini disebut sebagai agregasi trombosit. Agregasi
trombosit mula-mula dicetuskan oleh ADP yang dikeluarkan oleh trombosit yang
melekat pada serat subendotel. Agregasi yang terbentuk disebut agregasi
trombosit primer yang bersifat reversible. Trombosit pada agregasi primer akan
mengeluarkan ADP sehingga terjadi agregasi trombosit sekunder yang bersifat
irreversible. Disamping ADP, untuk agregasi trombosit diperlukan ion kalsium
dan fibrinogen. Agregasi trombosit terjadi karena adanya pembentukan ikatan
diantara fibrinogen yang melekat pada dinding trombosit dengan perantara ion
kalsium. Selama proses agregasi, terjadi perubhan bentuk trombosit dari bentuk
cakram menjadi bulat disertai dengan pembentuka pseudopodi. Akibat perubahan
bentuk ini maka granula trombosit akan terkmpul di tengah dan akhirnya akan
melepaskan isinya. Proses ini disebut sebagai reaksi pelepasan dan memerlukan
adanya energy. Masa agregasi trombosit akan melekat pada endotel, sehingga
terbentuk sumbat trombosit yang akan menutup luka pada pembuuh darah.
Walaupun

masih

permeable

terhadap

cairan,

sumbat

trombosit

dapat

menghentikan perdarahan pada pembuluh darah kecil. Tahap terakhir untuk


menghentikan perdarahan adalah pembentukan sumbat trombosit yang stabil
melalui pembentukan fibrin.
2

Jelaskan mekanisme pembekuan darah

Proses pembekuan darah terdiri dari dari rangkaian reaksi enzimatik yang
melibatkan protein plasma yang disebut sebagai factor pembekuan darah,
fosfolipid, dan ion kalsium. factor pembekuan beredar dalam darah sebagai
precursor yang akan diubah menjadi enzim bila diaktifkan. Enzim ini akan
mengubah precursor selanjutnya menjadi enzim. Jadi mula-mua factor
pembekuan darah bertindak sebagai substrat dan kemudian sebagai enzim.
Proses pembekuan darah dimulai melalui dua jalur yaitu jalur intrinsic yang
dicetuskan

oleh

aktivasi

kontak

dan

melibatkan

F.XII,

F.XI,

F.IX,

F.VIII,HMWK,PK,platelet factor 3 (PF.3) dan ion kalsium serta jalur ekstrinsik


yang dicetuskan oleh tromboplastin jaringan dan melibatkan F.VII, ion kalsium.
kedua jalur ini kemudian akan bergabug menjadi jalur bersama yang melibatkan
F.X,F.V,PF.3, protrombin dan fibrinogen.
Jalur bersama meliputi pembentukan prothrombin converting complex
(protrombinase), aktivasi protrobin dan pembentukan fibrin. Mula-mula fibrin
polimer yang terbentuk bersifat tidak stabil karena mudah larut oleh adanya zat
tertentu seperti urea, sehingga disebut fibrin polimer soluble. Dengan adanya
factor XIIIa dan kalsium, maka fibrin poimer soluble akan diubah menjadi fibrin
poimer insoluble karena terbentuk ikatan silang antara 2 rantai gama dari fibrin
monmer yang bersebelahan.
3

Jelaskan patomekanisme masing-masing gejala pada skenario


Bintik merah pada lengan menunjukkan adanya pendarahan di bawah kulit
yang mengenai kapiler-kapiler kecil. Normalnya pendarahan pada kapiler ini
dapat diatasi dengan mekanisme hemostasis tubuh. Biasanya perdarahan di
karenakan bakteri streptococcus hemolitikus yang mampu menghasilkan
suatu produk yang disebut streptolisin O yang mempunyai efek dapat
menimbulkan peradangan pada pembuluh darah yang di sebut vaskulitis
sistemik yang menyebabkan permeabilitas vaskuler meningkat sehingga

plasma darah mudah keluar dari pembuluh darah atau ekstravasasi ke ruang

interstitial dan timbulah bintik- bintik merah yang di sebut purpura.


Keluar darah dari hidung diakibatkan perdarahan pada kapiler hidung yang
disebabkan oleh rendahnya trombosit,trombosit yang dibawah 50.000 dapat
mengakibatkan pendarahan spontan.

Jelaskan langkah -langkah diagnostik :


1 Anamnesis
Seperti anamnesis pada umumnya, anamnesis pada kasus-kasus hematology
ditujukan untuk mengeksplorasi:
a. Riwayat penyakit sekarang
b. Riwayat penyakit terdahulu
c. Riwayat gizi
d. Anamnesis mengenai lingkungan, pemaparan bahan kimia dan fisik serta
riwayat pemakaian obat.
e. Riwayat keluarga
2.

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara sistematik dan menyeluruh.
Perhatian khusus diberikan pada berikut:
a. Warna kulit: pucat, plethora, sianosis, ikterus, kulit telapak tangan
kuning seperti jerami.
b. Purpura: petechi dan echymosis
c. Kuku: koilonychia (kuku sendok)
d. Mata: ikterus, konjungtiva pucat, perubahan fundus
e. Mulut: ulserasi, hipertrofi gusi, perdarahan gusi, atrofi papil lidah,
glossitis dan stomatitis angularis.
f. Limfadenopati
g. Hepatomegali dan Splenomegali
h. Nyeri tulang dan nyeri sternum
i. Hemarthrosis atau ankilosis sendi

j. Pembengkakan testis
k. Pembengkakan parotis
l. Kelainan sistem saraf.
3.

Pemeriksaan Hematologic
Pemeriksaan

hematologic

dilakukan

secara

bertahap.

Pemeriksaan

berikutnya dilakukan dengan memperhatikan hasil pemeriksaan terdahulu


sehingga lebih terarah dan efisien. Pemeriksaan-pemeriksaan yang
dilakukan meliputi :
a. Tes penyaring: Dengan pemeriksaan ini maka dapat dipastikan adanya
anemi dan bentuk morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi :
i.
Kadar hemoglobin
ii.
Indeks eritrosit (MCV, MCH dan MCHC). Dengan perkembangan
electronic counting dibidang hematologi maka hasil Hb, WBC
(darah putih) dan Plt (trombosit) serta indeks eritrosit dapat
dikeahui sekaligus. Dengan pemeriksaan yang baru ini maka juga
diketahui RDW ( red cell distribution width) yang menunjukkan
tingkat anisositosis sel darah merah.
iii.
Apusan darah tepi.
b. Pemeriksaan rutin: pemeriksaan ini juga dikerjakan pada semua kasus
anemia, untuk mengetahui kelainan pada system leukosit dan trombosit.
Pemeriksaan yang harus dikerjakan adalah:
i.
Laju endap darah;
ii.
Hitung diferensial;
iii.
Hitung retikulosit.
c. Pemeriksaan susmsum tulang; pemeriksaan ini harus dikerjakan pada
sebagian besar kasus untuk mendapatkan diagnosis definitive
meskipun ada beberapa kasus yang diagnosisny tidak perlu
memelukan pemeriksaan sumsum tulang.
4.

Pemeriksaan laboratorium nonhematologik: pemeriksaan-pemeriksaan


yang perlu dikerjakan antara lain:

a. faal ginjal
b. faal endokrin
c. asam urat
d. faal hati
e. biakan kuman
f. dan lain-lain
5. Pemeriksaan Penunjang lain
Pada beberapa kasus diperlukan pemeriksaan penunjang seperti:
a. Biopsi kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi
b. Radiologi: torak, bone survey, USG, scanning, limfangiografi
c. Pemeriksaan sitogenetik
Pemeriksaan biologi molekuler (PCR = polymerase chain reaction,
FISH = fluorescence in situ hybridization, dan lain-lain)
5

Jelaskan Differential Diagnosis (DD) dan penatalaksanaannya :


1 DIC (disseminated intravascular coagulation)
DIC adalah suatu sindromklinik yang disebebakan oleh deposisi fibrin
sistemik dan pada saat yg sama terjadi kecenderungan perdarahan
Patogenesis :
Dapat dijumpai pada 3 jenis kelainan:
1. Infeksi berat terutama oleh sepsis gram negative, clostridium welchii,
malaria berat dan infeksi virus tertentu
2. Pada komplikasi kehamilan terdiri atas :
a. Solution placentae
b. Emboli cairan amnion
c. IUFD (intrauterine foetal death)
d. Abortus septic atau abortus yang dirangsang dengan cairan hipertonik
e. Endotolsinemia , misalnya pada septic abortion
3. Penyakit keganassan
a. mucos secreting carcinoma : pancreas, prostat, kolon dan paru
b. Leukemia promielositik

Gejalan Klinik
1. Perdarahan : kulit (peteki, ekimosis), perdarahan mukosa (epistaksis,
perdarahan gusi, hematemesis), easy bruising dan perdarahan organ
2. Hemorrhagic tissue necrosis dan oklusi multiple pembuluh darah kecil
sehingga menimbulkan multiple organ failure antara lain :
a. Ginjal : menimbulkan gagal ginjal
b. Adrenal dan kulit : waterhouse-fredricksen syndrome
c. Pembuluh darah tepi menimbulkan gangrene
d. Hati menimbulkan ikterus
e. Otak menimbulkan kesadaran menurun
3. Gejala penyakit dasar yg menjadi penyebab DIC
Manifestasi laboratorik
1. Trombositopenia
2. APTT, PPT, thrombine time memanjang, APTT lebih sensitive
3.
4.
5.
6.

dibandingkan dengan PPT pada DIC


Fibrinogen plasma menurun
FDP dalam serum meningkat
Faktor VIII dan faktor V menurun
Apusan darah tepi : anemia mikroangipatik dengan dijumpai adanya

fragmentosit dan mikrosferosit


7. DD-dimer positif
8. Tes parakoagulasi positif
Terapi
Terapi DIC bersifat sangan kompleks, tetapi pada prinsip nya dapat berupa
berikut :
a. Terapi terhadap oenyakit dasar merupakan tindakan yg paling penting
b. Terapi suportif dengan darah segar, fresh frozen plasma, fibrinogen atau
platelet concentrate
c. Pemberian heparin
2

ITP (Idiopathic Thrombocytopenic Purpura)


Definisi

ITP adalah kelainan akibat trombositopenia yang tidak diketahui


penyebabnya (idiopatik), tetapi sekarang diketahui bahwa sebagian besar
kelainan ini disebabkan oleh proses imun karena itu disebut juga sebagai
autoimmune thrombocytopenic purpura. Secara klinik dibagi menjadi 2
kelompok, yaitu :
1. ITP akut
ITP akut lebih sering terjadi pada anak, setelah infeksi virus akut
atau vaksinasai, sebaggian besar sembuh spontan, tetapi 5-10%
berkembang menjadi kronik (berlangsung lebih dari 6 bulan). Diagnosis
sebagian besar melalui ekslusi. Jika thrombosit lebih dari 20x10 9/l dapat
diberikan steroid atau immunoglobulin intravena.

2. ITP kronik
ITP Kronik terutama dijumpai pada wanita umur 15-50 tahun,
perjalanan penyakit bersifak kronik, hilang timbul berbulan-bulan atau
bertahun-tahun. Jarang mengalami kesembuhan spontan.
Patogenesis
Pada ITP jumlah trombosit menurun disebabkan oleh trombosit diikat
oleh antibodi, terutama IgG. Antibodi terutama ditujukan terhadap gpIIb-IIIa
atau Ib. Trombosit yang diselimuti antibodi kemudian difagosit oleh makrofag
dalam RES terutama lien, akibatnya akan terjadi trombositopenia. Keadaan ini
menyebabkan kompensasi dalam bentuk peningkatan megakariosit dalam
sumsum tulang.
Gambaran Klinik

Gambaran klinik ITP, yaitu :


1. onset pelan dengan perdarahan melalui kulit atau mukosa berupa:
petechie, echymosis, easy bruising, menorrhagia, epistaksis atau
perdarahan gusi
2. perdarahan SSP jarang terjadi tetapi jika terjadi bersifat fatal
3. splenomegali diumpai pada <10% kasus.
Kelainan Laboratorik
Pada ITP dapat dijumpai kelainan aboratorium berupa :
1. Darah tepi : trombosit paling sering antara 10.000-50.000/mm3
2. Sumsum tulang : jumlah megalokariosit meningkat disertai inti banyak
(multinuclearity) disertai lobulasi
3. Imunologi : adanya antiplatelet IgG ada permukaan trombosit atau dalam
serum. Yang lebih spesiffik adalah antibodi terhadap gpIIb/IIIa atau gpIb
Diagnosis
Diagnosis ITP, ditegakkan jika dijumpai :
1.
2.
3.
4.
5.

Gambaran klinik berupa perdarahan kulit atau mukosa


Trombositopenia
Sumsum tulang : megakariosit normal atau meingkat
Antibodi antiplatelet (IgG) positif, tetapi buan suatu keharusan
Tidak ada penyebab trombsitopenia sekunder

Terapi
Terapi untuk ITP terdiri atas :
1. Terapi untuk mengurangi proses mun sehingga mengurangi perusakan
trombosit
a. Terapi kortikosteroid :
- Untuk menekan aktivitas mononuclear phagocyte (makrofag)
-

sehingga mengurangi destruksi trombosit


Mengurangi pengikatan IgG oleh trombosit

Menekan sintesis antibodi


Preparat yang diberi : prednison 60-80 mg/hari kemudian turunkan
perlahan-lahan,

untuk

mencapai

dosis

pemeliharaan.

Dosis

pemeliharaan sebaiknya kurang dari 15 mg/harri. Sekitar 80% kasus


mengalami remisi setelah terapi steroid.
b. Jika dalam 3 bulan tidak memberi respons pada kortikosteroid
(thrombosit <30x109/l) atau perlu dosis pemeliharaan yang tinggi maka
diperlukan :
- Splenoktomi-sebagian besar memberi respon baik
- Obat-obat imunosupresif lain : vincristine, cyclophosphamide atau
azathioprim
2. Terapi suportif, tetapi untuk mengurangi pengaruh tromboositopenia
a. Pemberian androgen (danazol)
b. Pemberian high dose immunoglobulin untuk menekan fungsi makrofag
c. Transfusi konsetrat trombosit hanya dipertimbangkan pada penderita
dengan resiko perdarahan major.
3

DHF (Dengue Hemorraghic Fever)


Defenisi
Penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue yang masuk ke
peredaran darag manusia melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes misalnya
Aedes aegypti atau Aedes albopticus
Patogenesis
Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel
hidup, Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel.
manusia sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan
protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila
daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun
bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin
berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian. Patogenesis DBD danmasih
merupakan

masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD
adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau
hipotesis immune enhancement.
Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang
mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang
heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita
DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai
virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen
antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel
leokosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak
dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel
makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement
(ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus
dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut,
terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia
dan syok. Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigenantibodi, selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi
trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel
pembuluh darah (gambar 2). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan
perdarahan pada DBD.
Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks
antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP
(adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini
akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial
system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan
menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya
koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai
dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga terjadi

penurunan faktor pembekuan. Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan


gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup
banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan
menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin
sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat
terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh
trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi
trombosit, dankerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan
memperberat syok yang terjadi.
Gejala Klinik
1. Demam akut 2-7 hari, bersifat bifasik.
2. Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa
uji tourniquet positif
petekia, ekimosis, atau purpura
Perdarahan mukosa, saluran cerna, dan tempat bekas suntikan
Hematemesis atau melena
3. Trombositopenia < 100.00/pl
4. Kebocoran plasma yang ditandai dengan
Peningkatan nilai hematrokrit >_ 20 % dari nilai baku sesuai umur dan
jenis kelamin.
Penurunan nilai hematokrit >_ 20 % setelah pemberian cairan yang
adekuat Nilai Ht normal diasumsikan sesuai nilai setelah pemberian
cairan.
Efusi pleura, asites, hipoproteinemi
Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7
hari, disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit
kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan.
Beberapa penderita mengeluh nyeri menelan dengan farings hiperemis
ditemukan pada pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya
ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga.
Demam tinggi dapat menimbulkan kejang demam terutama pada bayi.

Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple leede)
positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena
atau pada bekas pengambilan darah. Kebanyakan kasus, petekia halus
ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatumole,
yang biasanya ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan
perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan
dapat ditemukan pada fase demam. Hati biasanya membesar dengan variasi
dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae kanan. Sekalipun
pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat ringannya penyakit namun
pembesar hati lebih sering ditemukan pada penderita dengan syok. Masa
kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi
penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan
sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan
gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara,
pada kasus berat penderita dapat mengalami syok.
Laboratorium
Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu
ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa
ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau
bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang
disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit.
Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan
peningkatan -nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut
biasanya terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui
bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh
perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau
leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada
saat sebelum suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma
biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada
pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin

III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD.
Fungsi trombosit juga terganggu. Asidosis metabolik dan peningkatan BUN
ditemukan pada syok berat. Pada pemeriksaan radiologis bisa ditemukan efusi
pleura, terutama sebelah kanan. Berat-ringannya efusi pleura berhubungan
dengan berat-ringannya penyakit. Pada pasien yang mengalami syok, efusi
pleura dapat ditemukan bilateral.
Penatalaksanaan
Pengobatan DBD bersifat suportif. Tatalaksana didasarkan atas adanya
perubahan fisiologi berupa perembesan plasma danperdarahan. Perembesan
plasma dapat mengakibatkan syok, anoksia, dankematian. Deteksi dini
terhadap adanya perembesan plasma danpenggantian cairan yang adekuat akan
mencegah terjadinya syok, Perembesan plasma biasanya terjadi pada saat
peralihan dari fase demam (fase febris) ke fase penurunan suhu (fase afebris)
yang biasanya terjadi pada hari ketiga sampai kelima. Oleh karena itu pada
periode kritis tersebut diperlukan peningkatan kewaspadaan. Adanya
perembesan plasma danperdarahan dapat diwaspadai dengan pengawasan
klinis danpemantauan kadar hematokrit danjumlah trombosit. Pemilihan jenis
cairan danjumlah yang akan diberikan merupakan kunci keberhasilan
pengobatan. Pemberian cairan plasma, pengganti plasma, tranfusi darah,
danobat-obat lain dilakukan atas indikasi yang tepat.

Anda mungkin juga menyukai