Anda di halaman 1dari 6

Amalan-Amalan Pada Bulan Syaban

Aisyah berkata:

Rasulullah biasa berpuasa sampai kami mengatakan beliau tidak berbuka dan beliau berbuka
sampai kami katakan beliau tidak berpuasa. Aku sama sekali tidak pernah melihat Rasulullah
berpuasa secara sempurna dalam sebulan kecuali pada bulan Ramadhan dan aku juga tidak
pernah melihat beliau paling banyak berpuasa (dalam sebulan) dari berpuasa di bulan
Syaban. (HR. al-Bukhari no. 1833 dan Muslim no. 1956)
Para pembaca yang berbahagia.
Bulan Syaban merupakan bulan kedelapan dalam penanggalan hijriyah. Kalau ada yang
bertanya mengapa bulan ini dinamakan dengan Syaban?
Al-Imam Sirajuddin Ibnul Mulaqqin asy-Syafii dalam kitab at-Taudhih juz 13 halaman 445
menukilkan ucapan Ibnu Duraid bahwa bulan ini dinamakan dengan Syaban (berpencar)
karena berpencarnya orang-orang Arab pagan (para penyembah berhala) dahulu, yaitu mereka
berpencar dan berpisah pada bulan ini untuk mencari air.

Dan ada yang mengatakan karena pada bulan tersebut orang-orang Arab berpencar dalam
penyerangan dan penyerbuan. Ada pula yang mengatakan Syaban juga berarti nampak atau
lahir karena bulan ini nampak atau lahir diantara bulan Ramadhan dan Rajab.


Amalan Bulan Syaban Yang Disyariatkan

Adapun amalan yang disyariatkan pada bulan Syaban adalah banyak melakukan puasa pada
bulan tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah dalam hadits diatas. Dan masih
banyak hadits lain yang menerangkan tentang amalan puasa Syaban.

Namun yang perlu kita ingat dalam hal ini adalah tidak boleh mengkhususkan untuk berpuasa
pada hari-hari tertentu di bulan Syaban apakah di awal bulan, pertengahan bulan (Nishfu
Syaban) atau akhir bulan, dikarenakan Rasulullah sendiri tidak pernah mengkhususkannya.

Mengapa Rasulullah tidak menyempurnakan puasa satu bulan penuh pada bulan Syaban?

Al-Imam Sirajuddin Ibnul Mulaqqin asy-Syafii menjawab, Yaitu agar jangan sampai orang
menyangka bahwasanya puasa (pada bulan) tersebut hukumnya adalah wajib. (at-Taudhih, juz
13, hlm. 443)


Hikmah Puasa Syaban

Para ulama telah berbeda pendapat di dalam menguraikan hikmah dari banyaknya puasa
Rasulullah pada bulan Syaban, diantaranya adalah sebagai berikut:

Ada yang mengatakan karena Rasulullah sering melakukan safar (bepergian) atau keperluan
lainnya sehingga terhalang dari melakukan puasa sunnah 3 hari tiap bulannya, maka beliau
menggabungkan jumlah puasa sunnah 3 hari tiap bulan yang ditinggalkan dan ditunaikannya
pada bulan Syaban.
Karena dalam rangka mengagungkan bulan Ramadhan.
Istri-istri beliau mengqadha (membayar) puasa yang ditinggalkan pada bulan Ramadhan
sebelumnya pada bulan Syaban maka beliau pun ikut menemani puasa bersama mereka.
Karena bulan Syaban adalah bulan yang dilalaikan oleh manusia. Padahal dalam bulan
tersebut terdapat suatu keutamaan yaitu amalan-amalan yang dilakukan pada bulan tersebut
akan diangkat kepada Allah. Dan Rasulullah ingin agar amalannya diangkat dalam keadaan
sedang berpuasa.

Al-Imam asy-Syaukani menyebutkan dalam kitab Nailul Authar juz 4 halaman 331 bahwa
hikmah yang lebih tepat dalam hal ini adalah karena bulan Syaban adalah bulan yang
dilalaikan oleh manusia sebagaimana disebutkan dalam hadits Usamah ketika bertanya kepada
Rasulullah. Sahabat Usamah bin Zaid pernah bertanya kepada Rasulullah:

Wahai Rasulullah, aku melihat engkau lebih banyak melakukan puasa (sunnah) pada bulan
Syaban dibandingkan bulan-bulan lainnya. Rasulullah bersabda: Itulah bulan yang manusia
lalai darinya yaitu bulan antara bulan Rajab dengan Ramadhan, dan itu adalah bulan dimana di
dalamnya amalan-amalan diangkat kepada Rabbul Alamin. Dan aku ingin amalanku diangkat
dalam keadaan aku sedang berpuasa. (HR. an-Nasai no. 2357, hadits ini hasan bisa dilihat
dalam Shahih wa Dhaif Sunan an-Nasai juz 6, hal. 1)

Al-Imam Sirajuddin Ibnul Mulaqqin asy-Syafii berkata, Dan Rasulullah mengkhususkan bulan
Syaban dengan banyak berpuasa dikarenakan pada bulan tersebut amalan-amalan hamba
diangkat kepada Allah Subhanahu wa Taala. (at-Taudhih, juz 13, hlm. 442)


Amalan Bulan Syaban Yang Tidak Disyariatkan

Diantara kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh sebagian manusia pada bulan Syaban dan
dianggap sebagai suatu bentuk ibadah namun tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah adalah
mengkhususkan malam Nishfu Syaban (tanggal 15 Syaban) dengan mengadakan
perkumpulan, meramaikan malam tersebut dan melakukan salat berjamaah pada malam
tersebut serta berpuasa pada keesokan harinya. Dan para ulama telah mengingkari kesalahankesalahan ini di dalam kitab-kitab mereka, diantaranya adalah para ulama dari kalangan
madzhab Syafiiyyah:

Ibnu Hajar al-Haitami asy-Syafii menukilkan ucapan al-Imam asy-Syafii di dalam kitabnya alFatawa al-Kubra al-Fiqhiyah juz 1 halaman 184 sebagai berikut:

dan seluruh apa yang diriwayatkan dari hadits-hadits yang masyhur (di masyarakat) tentang
keutamaan-keutamaan malam ini (malam Jumat pertama dari bulan Rajab) dan malam Nishfu
Syaban adalah batil (tidak shahih), mengandung kedustaan dan tidak ada asalnya

Al-Imam an-Nawawi asy-Syafii menjelaskan:

Salat yang dikenal dengan salat Raghaib yaitu sebanyak 12 rakaat yang dilakukan antara

waktu maghrib dan isya di malam Jumat pertama pada bulan Rajab dan salat yang dilakukan
pada malam Nishfu Syaban sebanyak 100 rakaat maka kedua salat ini adalah tidak pernah
diajarkan oleh Rasulullah dan mengandung kemungkaran serta kejelekan

Kemudian beliau melanjutkan ucapannya masih pada halaman yang sama:

dan janganlah engkau tertipu dengan adanya beberapa hadits yang menyebutkan tentang
(disyariatkannya) kedua salat itu, karena sesungguhnya itu semuanya adalah batil (tidak
shahih) dan jangan pula tertipu dengan sebagian orang yang tersamarkan atasnya hukum
kedua salat tersebut dari kalangan para ulama yang dia membuat tulisan tentang
dibolehkannya kedua salat tersebut, maka sesungguhnya yang demikian adalah keliru. Dan
sungguh asy-Syaikh al-Imam Abu Muhammad Abdurrahman bin Ismail al-Maqdisi telah
menulis suatu kitab yang sangat berharga tentang tidak disyariatkannya 2 salat tersebut, beliau
membahasnya dengan baik dan bagus di dalam kitab tersebut. (Al-Majmu Syarhul Muhadzab,
juz 4 hlm. 56)

Ibnu Hajar al-Haitami asy-Syafii juga menegaskan:

Termasuk dari amalan yang tidak diajarkan oleh Rasulullah dan merupakan kejelekan adalah
salat Raghaib pada malam Jumat pertama di bulan Rajab dan salat Nishfu Syaban. Dan hadits
yang menerangkan tentang kedua amalan tersebut adalah tidak shahih. An-Nawawi dan ulama
selain beliau juga telah mengingkari dengan keras kedua amalan tersebut. (Al-Manhaj alQowim juz 1 hlm. 288)


Hadits-Hadits Lemah Seputar Syaban

Apabila telah tiba malam pertengahan pada bulan Syaban (Nishfu Syaban) maka ada suara
yang menyerukan (Allah): Barangsiapa yang meminta ampun (kepada-Ku) maka akan Aku
ampuni dia, Barangsiapa yang meminta (kepada-Ku) maka akan Aku penuhi permintaannya,
maka tidaklah seorang meminta sesuatu (kepada Allah) melainkan akan dipenuhi

permintaannya. Kecuali seorang wanita pezina atau orang yang menyekutukan Allah.

Hadits ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam kitab Syuabul Iman no. 3836 dari jalan Jami bin
Shabih ar-Ramli dari Markhum bin Abdul Aziz dari Dawud bin Abdurrahman dari Hisyam bin
Hassan dari al-Hasan dari sahabat Utsman bin Abil Ash.

Hadits ini adalah lemah karena di dalam sanadnya terdapat 2 cacat. Yang pertama adalah
ananah-nya seorang rawi yang bernama al-Hasan (al-Bashri) dan dia dikenal sebagai seorang
rawi mudallis. Yang kedua adalah kelemahan seorang rawi yang bernama Jami bin Shabih arRamli. (Silsilah al-Ahadits adh-Dhaifah wal Maudhuah, juz 14, hlm. 1099)

Ada 5 malam yang tidak akan ditolak doa orang yang berdoa di dalamnya: awal malam dari
bulan Rajab, malam Nishfu Syaban, malam Jumat, malam Idul Fithri dan malam Idul Adha.

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dalam kitab Tarikh Dimasyq no. 1452 dari jalan Abu
Said Bandar bin Umar dengan sanadnya dari Ibrahim bin Abi Yahya dari Abu Qanab dari
sahabat Abu Umamah.

Hadits ini adalah palsu karena di dalamnya sanadnya terdapat 2 orang rawi yang dikenal
sebagai pendusta yaitu Abu Said Bandar bin Umar dan Ibrahim bin Abi Yahya.

Al-Imam Sirajuddin Ibnu Mulaqqin asy-Syafii mengatakan, Tidak ada hadits yang shahih yang
menerangkan tentang masalah (pengkhususan) salat pada malam Nishfu Syaban. (atTaudhih, juz 13, hlm. 445)

Al-Hafizh Zainuddin Abul Fadhl al-Iraqi asy-Syafii mengatakan, Hadits tentang pengkhususan
salat pada malam Nishfu Syaban adalah palsu atas nama Rasulullah dan kedustaan atas nama
beliau. (Majmu Fatawa Ibnu Baz, juz 1, hlm. 190)

Kesimpulan: Para ulama ahli hadits telah meneliti bahwa semua hadits yang menyebutkan

tentang keutamaan meramaikan malam Nishfu Syaban dengan salat atau yang lainnya dan
berpuasa pada siang harinya tidak ada satu pun yang shahih yang dapat dijadikan pegangan
untuk beramal.

Anda mungkin juga menyukai