Anda di halaman 1dari 10

Nama

: Rahmina Harahap

Nim

: 1113015000037

Email

: rahmina.harahap13@mhs.uinjkt.ac.id
TOKOH POLITIK ISLAM : AL-FARABI DAN AL-MAWARDI

AL-FARABI
Sosial-Politik Al-Farabi
Abu Nashr Muhammad ibn Muhammad ibn Tarkas ibn Auzalagh
demikian nama lengkapnya, dilahirkan di Uttar ( Farab ) pada 257 H/870 M,
dan meninggal dunia di Damakus pada 339 H/950 M dalam usia 80 tahun. Di
Eropa ia lebih dikenal dengan nama Alpha-rabius
Pada masa mudanya ia pernah belajar bahasa arab di Baghdad
kemudian belajar logika kepada Abu al-Basyar Matta Yunus dan belajar
filsafat pada Yuhanna ibn Khailan.
Ayahnya adalah seorang jendral berkebangsaaan Persia dan ibunya
berkebangsaan Turki. Al-Farabi pindah dari
setelah berusia kurang lebih 50

Uttar ( Farab ) ke Baghdad,

tahun. Di Baghdad inilah ia mencapai

kematangan yang maksimal. Ia pernah tinggal di Harran dan kemudian


kembali lagi Baghdad.
Ketika berusia 70 tahun,

Jendral Tuzun dari Dailam menyerang ibu

kota kerajaan Abbasiyah dan membunuh khalifah Muttaqi . karena itu, ia


meninggalkan Baghdad untuk selamanya. Selanjutnya, ia pindah ke Aleppo
dan tinggal di sana di dalam Istana Saif al-Daulah, yang merupakan tempat
pertemuan ahli-ahli ilmu pengatahuan dan filsafat pada masa itu. Di sini ia
berkosentrasi dalam ilmu pengatahuan dan filsafat. Kegemaran membaca
dan menulisnya sungguh luar baisa, dan ia sering melakukannya di bawah
sinar lampu penjaga malam.

Kendati Amir hendak menganugerahinya uang yang berlimpah, ia


tetap merasa cukup menerima empat dirham saja setiap hari, karena ia lebih
memilih hidup zuhud ( sederhana ), dan tidak tertarik dengan kemewahan
dan kekayaan. Kemudian sisa tunjangan jabatan yang diterimanya dibagibagikan kepada fakir miskin dan untuk amal social di Aleppo dan Damaskus.
Pada akhir hayatnya, kurang lebih 10 tahun, Al-Farabi hidup di dua kota itu
secara berpindah-pindah. Tetapi hubungan penguasa kedua kota itu semakin
memburuk,

sehingga

Saif

al-Daulah

menyerbu

kota

Damaskus

dan

menguasainya.
Al-Farabi terkenal sebagai salah satu filsuf Islam yang memiliki
keahlian dalam banyak bidang keilmuan, dan memandang filsuf secara utuh,
sehingga filsuf Islam yang datang sesudahnya, seperti Ibnu Sina dan Ibnu
Rusyd, banyak mengambil dan mengupas system filsafatnya. Ia berusaha
untuk mengakhiri kontradiksi antara pemikiran Plato dan Aristoteles.
Risalahnya al-Jamu Baina Rayay al-Hakimain, Aflathun wa Aristhu. Dalam
bidang filsafat ia digelar dengan al-Muallim al-Tsani ( Guru kedua ), sedang
yang digelari sebagai al-Muallim al-Awwal ( Guru Pertama ) ialah aristoteles.
Hasil karya Al-Farabi sebenarnya sangat banyak, akan tetapi sangat sedikit
yang sampai kepada kita ( dikenal masyarakat ). Boleh jadi karena karangankarangan Al-Farabi hanya berupa risalah ( karangan pendek ), dan sedikit
sekali yang berupa buku besar yang mendalam pembicarannya. Kebanyakan
karangannya telah hilang dan yang masih ada kurang lebih 30 buah saja
yang ditulis dalam bahasa Arab.
Pada abad pertengahan, Al-Farabi sangat terkenal sehingga ornag-orang
Yahudi banyak mempelajari karangan-karangannya dan menerjemahkannya
ke dalam bahasa Ibrani. Sampai sekarang salinan-salinan tersebut masih
tersimpan

di

perpustakaan-perpustakaan

Eropa.

Ibnu

Sina

pernah

mempelajari Metafisika karangan Aristoteles, lebih dari 40 kali, tetapi belum


juga mengerti maksudnya. Setelah ia membaca buku Al-Farabi berjudul

Aghrad Kitab Ma Bada al-Thabiah ( intisari buku metafisika ), barulah ia


mengerti apa yang selama ini ia rasakan sukar. Di samping karya-karya AlFarabi tersebut di atas, ia juga menulis karya-karya lain seperti :
1. Tahshil al-Saadah ( mencari kebahagiaan )
2. Uyun al-Masail ( Pokok-pokok persoalan )
3. Ara
Ahl al-Madinah al-Fadhilah ( pikiran-pikiran penduduk kota
uatama, Negeri Utama )
4. Ihasa al-Ulum ( statistic ilmu )
5. Fushush al-Hikam
Dalam bukunya Ihasa al-Ulum dibahas berbagai macam ilmu pengatahuan,
yaitu Ilm al-Lisan ( Ilmu Bahasa ), ilm al-Manthiq, Ilm al-Talim ( ilmu
matematika ), Ilm al-TabiI ( ilmu fisika ), Ilm al-Ilahi ( ilmu ketuhanan ), Ilm
al-madani ( Ilmu perkotaan ),

Ilm al-Fiqh ( Ilmu Fikih), dan Ilm al-kalam

( Ilmu kalam ).1


Pemikiran sosial dan politik
Al-Farabi adalah filsuf Islam yang paling banyak membicarakan
masalah kemasyarakatan, meskipun ia sebenarnya bukan orang yang
berkecimpung langsung dalam urusan kemasyarakatan. Ia menyatakan
bahwa manusia adalah mahluk sosial yang mempunyai kecendrungan alami
untuk bermasyarakat, karena ia tidak mampu memenuhi kebutuhannya
sendiri tanpa bantuan pihak lain. Adapun tujuan hidup bermasyarakat
tidaklah semata-mata untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetapi juga untuk
menghasilkan kelengkapan hidup yang akan memberikan kepada manusia
kebahagiaan, tidak saja materiil tetapi juga spiritual, tidak saja di dunia ini
tetapi akhirat nanti. Pendapat Al-Farabi ini memperlihatkan pengaruh
keyakinan agamanya sebagai seorang Islam di samping pengaruh pemikiran
Plato dan Aristoteles yang mengaitkan politik dengan moral, akhlak, atau
1 Dr. Muhammad Iqbal, M.ag dan Drs. H. Amin Husein Nasution, M.A., Pemikiran
Politik Islam: Dari Masa Klasik Hingga Indonesia kontemporer ( Jakarta: Kencana,
2010 ), hlm. 5-7

budi pekerti. Dari kecendrungan hidup bermasyarakat inilah lahir berbagai


kelompok social sehingga muncul kota dan Negara.
Dalam bukunya, beliau membagi Negara kepda dua kelompok yaitu,
Negara Utama ( al-madinah al-Fadilah ) dan Lawan Negara Utama
( Mudaddah al-Madinah al-Fadilah

Negara Utama ( al-madinah al-Fadilah )


Al-Farabi menyatakan, sebagaimana, dinyatakan oleh Plato, bahwa
bagian dari suatu negeri sangat erat hubungannya satu sama lain dan saling
bekerja sama, laksana anggota badan. Apabila salah satunya menderita
sakit, maka anggota-anggota lainnya akan ikut merasakannya pula. Setiap
anggota mempunyai fungsi yang berbeda-beda, dengan kekuatan dan
tingkat kepentingan yang tidak sama. Keseluruhan anggota tubuh yang
beragam itu dipimpin oleh suatu anggota yang paling penting, yaitu akal dan
hati. Hati adalah salah satu anggota badan yang paling baik dan sempurna.
Demikian jugalah halnya dengan Negara Utama. Ia mempunyai wargawarga dengan fungsi dan kemampuan yang tidak sama satu dengan lainnya.
Kebahagiaan bagi suatu masyarakat tidak akan terwujud dengan sempurna
kecuali apabila ada pembagian kerja yang berbeda.
Sistem masyarakat menurut Al-Farabi seperti piramida. Bagian puncak
piramida adalah kelas penguasa hanya diduduki oleh filsuf. Di bawahnya
adalah kelompok tentara yang mendukung dan melindungi penguasa.
Barulah pada tataran piramida yang terbawah masyarakat tani, tukang dan
lain-lain, yanh garus patuh pada kekuasaaan Negara.
Adapun 12 kualitas luhur yang harus dimiliki oleh seorang kepala Negara
yaitu :
1. Lengkap anggota badannya

2. Baik daya pemahamannya


3. Tinggi intelektualitasnya dan kuat daya ingatnya
4. Cerdik dan pintar
5. Pandai mengemukakan pendapat dan mudah dimengerti uraiannya
6. Cinta kepada ilmu pengatahuan
7. Tidak rakus dan menjauhi kelezatan jasmani
8. Cinta kejujuran dan benci kebohongan
9. Berjiwa besar dan berbudi luhur
10.
Cinta keadilan benci kezaliman
11.
Kuat pendirian
12.
Tidak terikat dengan materi atau uang.
Lawan Negara Utama ( Mudaddah al-Madinah al-Fadilah )
Di samping Negara utama yang dikemukakan Al-Farabi sebelumnya
terdapat pula empat macam Negara yang rusak, yang bertentangan dengan
Negara utama yaitu :
1. Negara

Bodoh

al-Madinah

al-Jahilah

yaitu

Negara

yang

penduduknya tidak mengenal kebahgiaan dan kebahagiaan ini tidak


pernah terlintas dalam hatinya.
2. Negara Fasik ( al-Madinah al-Fasiqah ) yaitu Negara yang penduduknya
mengenal kebahagiaan, Tuhan, Akal Faal seperti penduduk negeri
Utama.
3. Negara

sesat

al-madinah

al-Dhallah

yaitu

Negara

yang

penduduknya mempunyai pemikiran yang salah tentang Tuhan dan


Akal Faal
4. Negara yang berubah ( al-Madinah al-Mutabaddilah ), adalah Negara
yang pada awalnya mempunyai pikiran yang sama seperti pemikiran
penduduk negara utama, akan tetapi kemudian mengalami perubahan
sesuai dengan perkembangan zaman yang membawa mereka kepada
kerusakan pada pikirannya.
Al-Farabi berpendapat, ilmu polotik adalah ilmu yang meneliti berbagai
bentuk

tindakan,

cara,

hidup,

watak,

disposisi

positif

dan

akhlak.

Kebahagiaan manusia diperoleh karena perbuatan atau tindakan dan cara


hidup yang dijalankannya. Al-Farabi berpendapat bahwa kebahagiaan yang

hakiki (sebenarnya) tidak mungkin dapat diperoleh sekarang (di dunia ini),
tetapi sesudah kehidupan sekarang yaitu kehidupan akhirat. Namun
sekarang ini juga ada kebahagiaan yang nisbi seperti halnya kehormatan,
kekayaan, dan kesenangan yang dapat nampak dan dijadikan pedoman
hidup.
Ada dua macam problem politik yaitu:
1.
Pemerintah atas dasar penegakkan terhadap tindakan-tindakan yang
sadar, cara hidup, disposisi positif dasar ini dapat djadikan upaya untuk
mendapat kebahagiaan. Pemerintah atas dasar demikian disebut pemerintah
utama, dimana sebagai ciri kota-kota dan bangsa-bangsanya tunduk
terhadap pemerintah.
2.
Pemerintah atas dasar penegakkan terhadap tndakan-tindakan dan
watak-watak dalam rangka mencapai sesuatu yang diperkirakan mendapat
suatu kebahagiaan, maka muncul beraneka ragam bentuk pemerintah,
apabila yang dikejar kejayaan semata dapat dianggap sebagai pemerintah
yang rendah, jiak mengejar kehormatan, disebut pemerintah kehormatan,
dan pemerintahan bergantung kepada apa yang menjadi tujuannya.
Tujuan lain dari filsafat politik Al-Farabi adalah pembentukan
pemimpin-pemimpin politik yang handal pemimin politik memiliki fungsi
sebagai

dokter

yang

menyembuhkan

jiwa

sehingga

dengan

kepemimpinannya jiwa masyarakat akan selalu sehat terutama dalam


meraih sesuatu yang baikdan menghindar dari yang jahat. Kemampuan
politisnya

harus

digunakan

untuk

menjaga

nilai-nilai

yang

mampu

mengembangkan masyarakat.2

AL-MAWARDI
Al-mawardi merupakan salah satu tokoh pemikiran islam yang
terkenal, ia juga merupakan toko terkemuka mazhab syafii. Ia menjadi
hakim agung (Qadi al-Qudat) dalam pemerintahan abbsiyah disaat al-Qadir
2 Supriyadi Dedi, Pengantar Filsafat Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2009), hlm.
80

berkuasa. Meskipun begitu ia merupakan penulisan yang produktif. Cukup


banyak karyanya dalam berbagai cabang ilmu : ushul fiqih, fiqih, hadits,
tafsir, fiqih siyasah (ketatanegaraan). Lewat fiqih siyasah inilah namanya
menonjol. Salah satu karyanya yang terkenal dan dijadikan rujukan untuk
ilmu politik dan pemerintahan adalah kitabnya al-ahkam al-sulthoniyyah
(peraturan-peraturan kerajaan/pemerintahan).
Didalam kitabnya tersebut al-Mawardi membahas tentang pokok-pokok
kenegaraan

seperti

jabatan

khalifah

dan

syarat-syaratnya,

cara

pengangkatannya, hubungan antara negara dan rakyat, dasar pokok agar


suatu negara dapat berdiri, dan juga mengenai pemecatan khalifah (kapan
seorang khalifah itu ditunkan dari jabatannya) dan masalah lain yang
berkaitan dengan ketatanegaraan. Dia seorang pemikir islam yang terkenal,
tokoh terkemuka mazhab syafii, dan pejabat tinggi yang besar pengaruhnya
dalam pemerintahan Abbasiyah. Beliau juga sebagai penulis produktif, cukup
banyak bukunya dalam berbagai bidang ilmu, mulai dari ilmu bahasa, sastra,
tafsir sampai dengan ketatanegaraan.3
sosial-politik Al-Mawardi
Abu Al-Hasan Ali bin Habi al-Mawardi, demikian nama lengkap AlMawardi, 9 364-450 H/ 974-1058 M ), dilahirkan di Basrah, Irak. Masa
kehidupan Al-Mawardi dutandai dengan suasana dan kondisi disintegrasi
politik dalam pemerintahan Daulat Bani Abbas.4
Pemikiran Politik Al-Mawardi

3 Drs. Muhammad Azhar, Ma.,filsafat politik (perbandingan antara islam dan barat),(
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,1997 ), hal.81
4Dr. Muhammad Iqbal, M.ag dan Drs. H. Amin Husein Nasution, M.A., Pemikiran
Politik Islam: Dari Masa Klasik Hingga Indonesia kontemporer, hlm. 10-16

Menurut Al-Mawardi, Imamah dilembagakan untuk menggantikan


kenabian ( nubuwwah ) dalam rangka melindungi agama dan mengatur
kehidupan dunia.
Al-Mawardi

berpendapat

bahwa

pemilihan

kepala

Negara

harus

memenuhi dua unsur , yaitu ahl al-ikhtiyar atau orang yang berwenang
untuk memilih kepala Negara, dan ahl al-Imamah atau orang yang berhak
menduduki jabatan kepala

Negara. Unsur

pertama

harus

memenuhi

kualifikasi adil, mengatahui dengan baik kandidat kepala Negara dan


memiliki

wawasan

yang

luas

serta

kebijakan,

sehingga

dapat

mempertimbangkan hal-hal yang teraik untuk Negara. Kemudian, calon


kepala Negara harus memenuhi tujuh persyaratan; yaitu adil, memiliki ilmu
yang memadai untuk berijtihad, sehat panca indranya, punya kemampuan
menjalankan pemerintahan demi kepentingan rakyat, berani melindungi
wilayah kekuasaan islam dan berjihad untuk memerangi musuh, serta
keturunan suku Quraisy.
Ahl al-ikhtiyar inilah yang dalam teori Al-Mawardi disebut ahl al-hall wa
al-aqd ( orang-orang yang dapat melepas dan mengikat ). Kepala Negara
dipilih berdasarkan kesepakatan mereka.
Menurut Al-Mawardi, secara garis besar ada 10 tugas dan kewajiban
kepala Negara terpilih yaitu :
1. Memelihara agama
2. Melaksanakan hukum di antara rakyatnya dan menyelesaikan perkara
yang terjadi agar tidak ada menganiaya dan teraniaya
3. Memelihara keamanan dalam negeri agar orang dapat melakukan
aktivitasnya dan mengadakan perjalanan dengan aman
4. Menegakkan hudud
5. Membentuk tentara yang tanggguh untuk membentengi Negara dari
serangan musuh
6. Melakukan jihad terhadap orang yang menolak ajaran Islam setelah
diajak
7. Memungut harta fai dan zakat dari orang yang wajib membayarnya

8. Membagi-bagikannya kepada yang berhak


9. Menyampaikan amanah
10.
Memerhatikan segala sesuatu yang dapat meningktakan politik
pemerintahannya terhadap masyarakat dan pemeliharannya terhadap
agama
Namun demikian Al-Mawardi juga menegaskan kumungkinan tidak
olehnya umat taat kepada kepala Negara apabila pada dirinya terdapat
salah satu dari tiga hal, yaitu
1. Menyimpang dari keadilan
2. Kehilangan salah satu fungsi organ tubuhnya
3. Dikuasai oleh orang-orang dekatnya atau ditawan oleh musuh.5
Al-Mawardi juga mengembangkan teori wazir tafwidh dan wazir tanfidz
dalam

system

pemerintahan.

Yang

pertama

adalah

kementrian

( pembantu kepala Negara ) yang memiliki kewenangan yang lebih luas


( semacam perdana menteri ). Wazir ini dapat menentukan kebijakan
politik sendiri dan bertindak atas nama kepala Negara. Karena merupakan
tangan kanan kepala

Negara , wazir ini, menurut Al-Mawardi harus

berasal dari suku Quraisy juga. Adapun kedua adalah kementrian yang
tugasnya hanyalah sebagai pelaksana kebijakan yang dibuat oleh kepala
Negara. Dia tidak memiliki wewenang mebuat

kebijakan sendiri dan

karenanya boleh dari selain suku Quraisy. Adanya syarat suku Quraisy
bagi wazir tafwidh ini memperlihatkan pemihakan Al-Mawardi terhadap
kekhalifahan Bani Abbas , sehingga supremasi Arab ( Quraisy ) masih
tetap dipertahankan.6
Mawardi telah meninggalkan bebrapa buah buku, yang didalamnya
mengandung politik dan administrasi kenegaraan sebagai berikut:

5 Ibid., hlm 18-21


6 Ibid., hlm. 23

1 Ahkamus Suthanijah yang telah dicetak keaslianya dan telah


diterjemahkan kedalam bahasa Asia dan Eropah
2 Nasihatul Muluk atau Nasihat kepada radja
3 Qawaninul Wizarat atau hukum-hukum kementrian yang juga disebut
Qanunul Wazir Wa Sijasatul Malik atau Hukum kementrian dan politik
Raja
4 Tahsilun Nadzar Fi Tashilizd Zdafar atau mengontrol pandangan untuk
memudahkan kemenangan
Menurut Mawardi ada dua cara yang bisa di pakai untuk memilih Imam
yaitu dengan memilih orang-orang yang berhak dipilih dan dengan
mencalonkan imam yang telah lalu7

DAFTAR PUSTAKA

Azhar, Muhammad, 1997, filsafat politik (perbandingan antara islam dan


barat),Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Dedi, Supriyadi, 2009,

Pengantar Filsafat Islam, Bandung: CV Pustaka

Setia.
Iqbal Muhammad dan Amin Husein Nasution, 2010, Pemikiran Politik
Islam: Dari Masa Klasik Hingga Indonesia kontemporer, Jakarta: Kencana.
Sherwani, Haroon Kan, 1964, Mempelajari Pendapat Sarjana Islam
tentang Administrasi Negara, Penyalin M. Arief Lubis, Tintamas,

7 Haroon Kan Sherwani M.A, Mempelajari Pendapat Sarjana Islam tentang


Administrasi Negara, Penyalin M. Arief Lubis, Tintamas, 1964, hal.93

Anda mungkin juga menyukai