Anda di halaman 1dari 8

Al-Farabi

ilmuwan Muslim di bidang filsafat,


kedokteran, matematika, musik, dan
sosiologi

Abū Nasir Muhammad bin al-Farakh al-Fārābi (bahasa Persia: ‫)اﺑﻮﻧﺼﺮ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﻓﺎراﺑﯽ‬
singkat Al-Farabi (10 Januari 872 – 17 Januari 951) adalah ilmuwan dan filsuf Islam berasal
dari Farab, Kazakhstan.[6] Ia juga dikenal dengan nama Abū Nasir al-Fārābi (dalam beberapa
sumber ia dikenal sebagai Abu Nasr Muhammad Ibn Muhammad Ibn Tarkhan Ibn Uzalah Al-
Farabi, juga dikenal di dunia barat sebagai Alpharabius, Al-Farabi, Farabi, dan Abunasir.[6]
Abū Nasir Muhammad bin al-Farakh al-Fārābi

Lahir 872[1]
Otrar

Meninggal 951
Damaskus

Era Zaman kejayaan Islam

Kawasan Filsafat Islam

Aliran Aristotelianisme, Neoplatonisme,[2] idealisme[3]

Minat utama Metafisika, Filsafat politik, hukum, logika, musik,


sains, etika, tasawuf,[1] epistemologi

Dipengaruhi
Aristoteles, Plato, Porfirios, Klaudius Ptolemaeus, Al-Kindi[4]

Memengaruhi
Ibnu Sina, Yahya bin Adi, Abu Sulayman Sijistani, Albertus Magnus, Shahab al-Din Suhrawardi, Ibnu
Bajjah, Mulla Sadra,[1] Al-Amiri, Ibnu Rusyd, Maimonides, Abu Hayyan at-Tauhidi, Leo Strauss[5]

Al Farabi, seorang Filsuf Islam

Ada yang mengatakan Al-Farabi sebagai pengikut Syi’ah Imamiyah,[7] tetapi pendapat ini
tidak kuat dan hanya didasarkan pada teks dalam salah satu karyanya yang mengatakan
seorang filsuf-raja sama dengan seorang imam. Hal ini pun didukung oleh fakta bahwa Al-
Farabi terpaksa melarikan diri ke Aleppo tahun 330 H/945 M saat Dinasti Buyid yang
cenderung Syiah menaklukan Baghdad yang Suni.[8]

Kehidupan dan pembelajaran

Al-Farabi berpakaian rapi sejak kecil. Ayahnya seorang opsir tentara Turki keturunan Persia,
sedangkan ibunya berdarah Turki asli. Sejak dini ia digambarkan memiliki kecerdasan
istimewa dan bakat besar untuk menguasai hampir setiap subyek yang dipelajari.[9] Pada
masa awal pendidikannya ini, al-Farabi belajar al-Qur’an, tata bahasa, kesusasteraan, ilmu-
ilmu agama (fiqh, tafsir dan ilmu hadits) dan aritmetika dasar.[9]

Al-Farabi muda belajar ilmu-ilmu islam dan musik di Bukhara, dan tinggal di Kazakhstan
sampai umur 50. Ia pergi ke Baghdad untuk menuntut ilmu di sana selama 20 tahun.[9]

Setelah kurang lebih 10 tahun tinggal di Baghdad, yaitu kira-kira pada tahun 920 M, al Farabi
kemudian mengembara di kota Harran yang terletak di utara Syria, di mana saat itu Harran
merupakan pusat kebudayaan Yunani di Asia kecil.[9] Ia kemudian belajar filsafat dari Filsuf
Kristen terkenal yang bernama Yuhana bin Jilad.[9]

Tahun 940M, al Farabi melajutkan pengembaraannya ke Damaskus dan bertemu dengan Sayf
al Dawla al Hamdanid, Kepala daerah (distrik) Aleppo, yang dikenal sebagai simpatisan para
Imam Syi’ah.[10] Kemudian al-Farabi wafat di kota Damaskus pada usia 80 tahun (Rajab 339
H/ Desember 950 M) pada masa pemerintahan Khalifah Al Muthi’ (masih dinasti
Abbasiyyah).[10]

Al-Farabi adalah seorang komentator filsafat Yunani yang ulung di dunia Islam.[6] Meskipun
kemungkinan besar ia tidak bisa berbahasa Yunani, ia mengenal para filsuf Yunani; Plato,
Aristoteles dan Plotinus dengan baik.[10] Kontribusinya terletak di berbagai bidang seperti
matematika, filosofi, pengobatan, bahkan musik.[10] Al-Farabi telah menulis berbagai buku
tentang sosiologi dan sebuah buku penting dalam bidang musik, Kitab al-Musiqa.[10] Selain
itu, ia juga dapat memainkan dan telah menciptakan bebagai alat musik.[10]

Al-Farabi dikenal dengan sebutan "guru kedua" setelah Aristoteles, karena kemampuannya
dalam memahami Aristoteles yang dikenal sebagai guru pertama dalam ilmu filsafat.[10]

Dia adalah filsuf Islam pertama yang berupaya menghadapkan, mempertalikan dan sejauh
mungkin menyelaraskan filsafat politik Yunani klasik dengan Islam serta berupaya
membuatnya bisa dimengerti di dalam konteks agama-agama wahyu.[10]

Al-Farabi hidup pada daerah otonomi di bawah pemerintahan Sayf al Dawla[10] dan di zaman
pemerintahan dinasti Abbasiyyah, yang berbentuk Monarki yang dipimpin oleh seorang
Khalifah.[10] Ia lahir dimasa kepemimpinan Khalifah Mu’tamid (869-892 M) dan meninggal
pada masa pemerintahan Khalifah Al-Muthi’ (946-974 M) di mana periode tersebut dianggap
sebagai periode yang paling kacau karena ketiadaan kestabilan politik.[6]

Dalam kondisi demikian, al-Farabi berkenalan dengan pemikiran-pemikiran dari para ahli
Filsafat Yunani seperti Plato dan Aristoteles dan mencoba mengkombinasikan ide atau
pemikiran-pemikiran Yunani Kuno dengan pemikiran Islam untuk menciptakan sebuah negara
pemerintahan yang ideal (Negara Utama).[9]

Buah Pemikiran

Karya

Selama hidupnya Al-Farabi banyak berkarya. Jika ditinjau dari Ilmu Pengetahuan, karya-karya
Al-Farabi dapat ditinjau menjadi 6 bagian[6]

1. Logika

2. Ilmu-ilmu Matematika

3. Ilmu Alam

4. Teologi

5. Ilmu Politik dan kenegaraan

6. Bunga rampai (Kutub Munawwa’ah).

7. Musik.

Diantara karya tulis Al-Farabi adalah :

1. al Musiqi al Kabir yang di dalamnya terdapat pemaparan tentang dasar musik, teori, dan
praktiknya.

2. Ihsha'u al -Iqa

3. Kalam Fi al-Musiqi

4. Ihsha'u al-Ulum wa at-Ta'rif bi Aghradhiha

5. Jawami as-Siyasah[11]

Karyanya yang paling terkenal adalah Al-Madinah Al-Fadhilah (Kota atau Negara Utama) yang
membahas tetang pencapaian kebahagian melalui kehidupan politik dan hubungan antara
rejim yang paling baik menurut pemahaman Plato dengan hukum Ilahiah islam.[6] Filsafat
politik Al-Farabi, khususnya gagasannya mengenai penguasa kota utama mencerminkan
rasionalisasi ajaran Imamah dalam Syi'ah.[6]

Pemikiran tentang Asal usul Negara dan Warga Negara

Menurut Al-Farabi manusia merupakan warga negara yang merupakan salah satu syarat
terbentuknya negara.[12] Oleh karena manusia tidak dapat hidup sendiri dan selalu
membutuhkan bantuan orang lain, maka manusia menjalin hubungan-hubungan (asosiasi).
Kemudian, dalam proses yang panjang, pada akhirnya terbentuklah suatu Negara.[12] Menurut
Al-Farabi, negara atau kota merupakan suatu kesatuan masyarakat yang paling mandiri dan
paling mampu memenuhi kebutuhan hidup antara lain: sandang, pangan, papan, dan
keamanan, serta mampu mengatur ketertiban masyarakat, sehingga pencapaian
kesempurnaan bagi masyarakat menjadi mudah.[9] Negara yang warganya sudah mandiri dan
bertujuan untuk mencapai kebahagiaan yang nyata, menurut al-Farabi, adalah Negara
Utama.[9]

Menurutnya, warga negara merupakan unsur yang paling pokok dalam suatu negara.[9] yang
diikuti dengan segala prinsip-prinsipnyaprinsip-prinsipnya (mabadi) yang berarti dasar, titik
awal, prinsip, ideologi, dan konsep dasar.[13]

Keberadaan warga negara sangat penting karena warga negaralah yang menentukan sifat,
corak serta jenis negara.[9] Menurut Al-Farabi perkembangan dan/atau kualitas negara
ditentukan oleh warga negaranya.[9] Mereka juga berhak memilih seorang pemimpin negara,
yaitu seorang yang paling unggul dan paling sempurna di antara mereka.[9]

Negara Utama dianalogikan seperti tubuh manusia yang sehat dan utama, karena secara
alami, pengaturan organ-organ dalam tubuh manusia bersifat hierarkis dan sempurna.[9] Ada
tiga klasifikasi utama:

Pertama, jantung. Jantung merupakan organ pokok karena jantung adalah organ pengatur
yang tidak diatur oleh organ lainnya.[9]

Kedua, otak. Bagian peringkat kedua ini, selain bertugas melayani bagian peringkat
pertama, juga mengatur organ-ogan bagian di bawahnya, yakni organ peringkat ketiga,
seperti: hati, limpa, dan organ-organ reproduksi.[9]

Organ bagian ketiga. Organ terbawah ini hanya bertugas mendukung dan melayani organ
dari bagian atasnya.[9]

Al-Farabi membagi negara ke dalam lima bentuk,[14] yaitu:

1. Negara Utama (Al-Madinah Al-Fadilah): negara yang dipimpin oleh para nabi dan
dilanjutkan oleh para filsuf; penduduknya merasakan kebahagiaan.
2. Negara Orang-orang Bodoh (Al-Madinah Al-Jahilah): negara yang penduduknya tidak
mengenal kebahagiaan.

3. Negara Orang-orang Fasik: negara yang penduduknya mengenal kebahagiaan, tetapi


tingkah laku mereka sama dengan penduduk negara orang-orang bodoh.

4. Negara yang Berubah-ubah (Al-Madinah Al-Mutabaddilah): pada awalnya penduduk


negara ini memiliki pemikiran dan pendapat seperti penduduk negara utama, tetapi
kemudian mengalami kerusakan.

5. Negara Sesat (Al-Madinah Ad-dallah): negara yang dipimpin oleh orang yang
menganggap dirinya mendapat wahyu dan kemudian ia menipu orang banyak dengan
ucapan dan perbuatannya.

Pemikirannya Tentang Pemimpin

Dengan prinsip yang sama, seorang pemimpin negara merupakan bagian yang paling penting
dan paling sempurna di dalam suatu negara.[12] Menurut Al Farabi, pemimpin adalah seorang
yang disebutnya sebagai filsuf yang berkarakter Nabi yakni orang yang mempunyai
kemampuan fisik dan jiwa (rasionalitas dan spiritualitas).[12]

Disebutkan adanya pemimpin generasi pertama (the first one – dengan segala
kesempurnaannya (Imam) Selanjutnya al-Farabi mengingatkan bahwa walaupun kualitas
lainnya sudah terpenuhi, tetapi kalau kualitas seorang filsufnya tidak terpenuhi atau tidak
ambil bagian dalam suatu pemerintahan, maka Negara Utama tersebut bagai “kerajaan tanpa
seorang Raja”.[9] Oleh karena itu, Negara dapat berada diambang kehancuran.[9] dan karena
sangat sulit untuk ditemukan (keberadaannya) maka generasi kedua atau generasi
selanjutnya sudah cukup, yang disebut sebagai (Ra’is) atau pemimpin golongan kedua.[9]

Referensi

1. Corbin, Henry; Hossein Nasr (2001). History of Islamic Philosophy. Kegan Paul. ISBN 978-0-7103-
0416-2.

2. Al Farabi Founder Of Islamic Neoplatonism (https://archive.org/stream/AlFarabiFounderOfIslamicNe


oplatonismMajidFakhry_201411/Al_Farabi_Founder_of_Islamic%20Neoplatonism_Majid_Fakhry_djv
u.txt)

3. Laurence S. Moss, ed. (1996). Joseph A. Schumpeter: Historian of Economics: Perspectives on the
History of Economic Thought (https://books.google.com/books?id=8pmZ5FD_FBEC&q=al-farabi+ide
alism&pg=PA87) . Routledge. hlm. 87. ISBN 9781134785308. "Ibn Khaldun drited away from Al-
Farabi's political idealism."
4. Dhanani, Alnoor (2007). "Fārābī: Abū Naṣr Muḥammad ibn Muḥammad ibn Tarkhān al‐Fārābī" (http://i
slamsci.mcgill.ca/RASI/BEA/Farabi_BEA.htm) . Dalam Thomas Hockey; et al. The Biographical
Encyclopedia of Astronomers. New York: Springer. hlm. 356–7. ISBN 978-0-387-31022-0. (PDF
version (http://islamsci.mcgill.ca/RASI/BEA/Farabi_BEA.pdf) )

5. Brague, Rémi; Brague, Remi (1998). "Athens, Jerusalem, Mecca: Leo Strauss's "Muslim"
Understanding of Greek Philosophy". Poetics Today. 19 (2): 235–259. doi:10.2307/1773441 (https://d
oi.org/10.2307%2F1773441) . ISSN 0333-5372 (https://www.worldcat.org/issn/0333-5372) .
JSTOR 1773441 (https://www.jstor.org/stable/1773441) .

6. Anwarudin Harahap. 1981. “Posisi Abu Nasr Al Farabi dalam Dunia Islam”, skripsi sarjana. Jakarta:
Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

7. Anthony Black. 2006. “Pemikiran Politik Islam”. Jakarta. Serambi

8. Shamas Malik Nanji, "Alfarabi philosophy of education" (http://digitool.library.mcgill.ca/webclient/Stre


amGate?folder_id=0&dvs=1551336356140~974) , hal. 6, sebuah tesis doktoral di Universitas McGiIl,
Montreal, Kanada.

9. Eduarny Tarmiji. 2004. “Konsep Al-Farabi tentang Negara Utama”, thesis magister. Jakarta: Fakultas
Sastra Universitas Indonesia

10. H. Sirajuddin Zar, 2004. “Filsafat Islam”. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

11. Gaudah, Muhammad Gharib. (2007). 147 ilmuwan terkemuka dalam sejarah Islam (https://www.worl
dcat.org/oclc/953648911) . Mas Rida, H. Muhyiddin. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. ISBN 978-979-
592-410-4. OCLC 953648911 (https://www.worldcat.org/oclc/953648911) .

12. (Inggris) Al-Farabi, Abu Nasr. ” Mabadi Ara Ahl Al-Madina Al Fadila”, (diterjemahkan oleh R. Walzer.” Al-
Farabi on The Perfect State”), Oxford: Claendon Press, 1985

13. (Inggris) Hans Wehr, A Dictionary of Moddern Written Arrabic ( Arabic- English), Ed. By: J Milton
Cowan (Wiesbaden: Otto Harrassowitz, 1979)

14. Hujjatul Islam: Al Farabi, Pemikir Besar Muslim Abad Pertengahan (Bagian 4) (http://www.republika.c
o.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/02/20/lzp65p-hujjatul-islam-alfarabi-pemikir-besar-muslim-aba
d-pertengahan-4habis)

Lihat pula

Daftar Filsuf
Diperoleh dari
"https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Al-
Farabi&oldid=19087047"

Terakhir disunting 2 bulan yang lalu oleh 120.188.0.151

Wikipedia

Konten tersedia di bawah CC BY-SA 3.0 kecuali


dinyatakan lain.

Anda mungkin juga menyukai