Anda di halaman 1dari 11

Al-Farabi

870-950

Mardiansyah
Amir Fatah
Singgih Pangestu
PunkkazBisma
Titya
Rizkiawan
Teknik Kimia
2017/2018
Al-Farabi adalah ilmuwan dan filsuf Islam  Ia juga dikenal dengan nama Abū Nasir
al-Fārābi (dalam beberapa sumber ia dikenal sebagai Abu Nasr Muhammad Ibn
Muhammad Ibn Tarkhan Ibn Uzalah Al- Farabi, juga dikenal di dunia barat
sebagai Alpharabius, Al-Farabi, Farabi, dan Abunasir terlahir di daerah Farab,
Kazakhstan tahun 257 H/870 M.
Al-Farabi berpakaian rapi sejak kecil. Ayahnya seorang opsir tentara Turki
keturunan Persia, sedangkan ibunya berdarah Turki asli. Sejak dini ia digambarkan
memiliki kecerdasan istimewa dan bakat besar untuk menguasai hampir setiap
subyek yang dipelajari. Pada masa awal pendidikannya ini, al-Farabi belajar al-
Qur’an, tata bahasa, kesusasteraan, ilmu-ilmu agama (fiqh, tafsir dan ilmu hadits)
dan aritmetika dasar.
Al-Farabi muda belajar ilmu-ilmu islam dan musik di Bukhara, dan tinggal di
Kazakhstan sampai umur 50. Ia pergi ke
Baghdad untuk menuntut ilmu di sana selama 20 tahun.
Perjalanan Al-Farabi
Al Farabi muda belajar ilmu-ilmu Islam dan musik di Bukhara.
Sebelum diciptakan sistem madrasah di Seljuk, menuntut ilmu
dilakukan di lingkungan-lingkungan pengajaran yang diadakan oleh
berbagai individu, baik di rumah mereka maupun di masjid. Ada juga
perpustakaan besar yang menyambut hangat para pakar yang hendak
melakukan studi. Ada dikotomi tertentu antara ilmu-ilmu Islam seperti
tafsir, hadits, fiqih, serta ushul (prinsip-prinsip dan sumber-sumber
agama) dan studi tambahan seperti studi bashasa Arab dan kesusasteraan
dan ilmu-ilmu asing, yaitu ilmu-ilmu Yunani yang memasuki dunia
Islam melalui penerjemahan dari orang-orang Kristen Nestorian seperto
Hunain Ibn Ishaq dan mahzabnya. Lembaga pendidikan pada awalnya
bersifat tradisional yang mendapatkan dukungan finansial dari wakaf,
sedangkan ilmu-ilmu rasional biasanya diajarkan di rumah atau di Dar
Al-Ilm‘.
Baghdad
Kurang puas dengan pendidikan yang ada di sana, Ibnu
Farabi pindah ke Baghdad yang merupakan pusat ilmu
pengetahuan dan peradaban saat itu. Di Baghdad beliau
bertemu dengan orang-orang terkenal dari beragam disiplin
ilmu pengetahuan. Al Farabi belajar bahasa dan sastra Arab
dari Abu Bakr al-Sarraj; belajar logika dan filsafat dari Abu
Bisyr Mattius (seorang Kristen Nestorian) yang banyak
menerjemahkan filsafat Yunani dan Yuhana bin Hailam
(seorang filsuf Kristen). Al-Farabi unggul dalam ilmu logika.
Beliau banyak memberikan sumbangsih dalam penempaan
sebuah bahasa filsafat baru dalam bahasa Arab meskipun
menyadari perbedaan antara tata bahasa Arab dan Yunani.
Harran

Setelah kurang lebih 10 tahun tinggal di Baghdad, kira-kira


pada tahun 920 M, Al Farabi mengembara ke kota Harran yang
terletak di Utara Syria, dimana saat itu Harran merupakan pusat
kebudayaan Yunani di Asia Kecil. Daerah Harran ini dikenal
pula sebagai tempat nabi Ibrahim as lahir dan dibesarkan
sekaligus menjadi tempat lahir bapak para nabi itu. Di Harran
beliau belajar pada seorang filsuf kristen yang bernama Yuhanna
bin Jilad.
Baghdad
Al Farabi kemudian kembali lagi ke Baghdad untuk mengajar dan
menulis. Beliau adalah filsuf Islam pertama yang berupaya
menghadapkan, mempertalikan, dan sejauh mungkin
menyelaraskan filsafat Yunani klasik dengan Islam serta berupaya
membuatnya bisa dimengerti di dalam konteks agama-agama
wahyu. Beliau berhasil menyusun sistematika konsepsi filsafat
secara meyakinkan. Posisinya mirip dengan Plotinus (204-270 M)
yang menjadi peletak filsafat pertama di dunia barat. Jika orang
Arab menyebut Plotinus sebagai Syaikh al-Yunani (guru besar
dari Yunani) maka mereka menyebut al Farabi sebagai al-
Mu'allim al-Tsani (guru kedua). 'Guru pertama' disandang oleh
Aristoteles. Julukan 'guru kedua' diberikan pada al Farabi karena
beliau adalah filsuf muslim pertama yang berhasil menyingkap
misteri kerumitan yang kontradiktif antara pemikiran filsafat
Aristoteles dan Plato (guru Aristoteles).
Damaskus
Menurut Ibn Abi Usaibi'ah di Damaskus Al-Farabi bekerja
siang dan malam sebagai tukang kebun dan malam hari belajar
teks-teks filsafat dengan memakai lampu jaga. Al-Farabi
terkenal sangat saleh dan zuhud. Beliau tidak terlalu
mementingkan hal-hal keduniawiaan. Al Farabi membawa
manuskripnya yang berjudul Al-Madinah Al-Fadhilah,
manuskrip yang mulai ditulisnya di Baghdad. Di Damaskus
manuskrip tersebut berhasil diselesaikan pada tahun 942/3 M.
Sekitar masa-masa ini Al Farabi melakukan perjalanan ke Mesir
yang pada saat itu diperintah oleh Ikhsyidiyyah. Menurut Ibn
Khallikan, di Mesir inilah Al Farabi menyelesaikan Siayasah
Al-Madaniyyah yang mulai ditulis di Baghdad.
Buah Pemikiran Filasafat Al Farabi
Al Farabi menggunakan proses konseptual yang disebutnya dengan
nazhariyyah al-faidh (teori emanasi) untuk memahami hubungan
antara Tuhan dan alam pluralis dan empirik. Menurut teori ini, alam
terjadi dan tercipta karena pancaran dari Yang Esa (Tuhan), yaitu
keluarnya mumkin al-wujud (disebut alam) dari pancaran Wajib al-
Wujud (Tuhan). Proses terjadinya emanasi (pancaran) ini melalui
tafakur (berpikir) Tuhan tentang diri-Nya sehingga Wajib al-Wujud
juga diartikan 'Tuhan yang Berpikir'. Tuhan senantiasa aktif berpikir
tentang diri-Nya sendiri sekaligus menjadi obyek pemikiran. Al
Farabi memberi 3 istilah yang disandarkan pada Tuhan:
1. al-'Aql (akal) >> sebagai zat atau hakikat dari akal-akal
2. al-'Aqil (yang berakal) >> sebagai subyek lahirnya akal-akal
3. al-Ma'qul (yang menjadi sasaran akal) >> sebagai obyek yang
dituju oleh akal-akal
Pemikiran Al Farabi tentang Jiwa
Menurutnya, jiwa berasal dari pancaran Akal X (Jibril). Hubungan
antara jiwa dan jasad hanya bersifat accident ('ardhiyyah), artinya ketika
fisik binasa jiwa tidak ikut binasa karena substansinya berbeda. Jiwa
manusia disebut al-nafs al-nathiqah (jiwa yang berpikir) yang berasal
dari alam Illahi sedang jasad berasal dari alam khalq yang berbentuk,
berkadar, bergerak, dan berdimensi. Jiwa manusia, menurut Al Farabi,
memiliki 3 daya:

1. Daya gerak (quwwah muharrikah), berupa makan (ghadiyah,


nutrition); memelihara (murabbiyah, preservation); dan berkembang
biak (muwallidah, reproduction)
2. Daya mengetahui (quwwah mudrikah), berupa merasa (hassah,
sensation) dan imajinasi (mutakhayyilah, imagination)
3. Daya berpikir (al-quwwah al-nathiqah, intellectual), berupa akal
praktis ('aql 'amali) dan akal teoritis ('aql nazhari).
Sebagian besar karyanya
 Al- Jam’u baina Ra’yay a  Ara ‘Ahl -al-Madinah al-
Hakimain Alflatun wa Arissthu; Fadilah;
 Tahiq Ghard Aristu fi kitab ma  Ihsa al- ‘Ulum wa at
Ba’da Ath Thabi’ah  Ta’rif bi Aghradita
 Syarah Risalah Zainun al-Kabir al-  Maqalat fi Ma’ani Aql
Yunani At-Ta’liqat
 Fushul al-Hukm;
 Risalah fima Yajibu Ma’rofat Qabla
 Risalat al-Aql;
ta’allumi al-Falsafah;
 As-Siyasah al-Madaniyah;
 Risalah fi Istbat al-Mufaraqah
‘Uyun al Masa  Al-Masa’il al -Falsafiyah
 Kitab Tahsil as-Sa’adah’il wa al-Ajwibah Anha.
Daftar Pustaka
 http://muslims-figure.blogspot.co.id/2010/12/al-far
abi.html
 https://al-badar.net/biografi-dan-karya-al-farabi/
 https://irfanirsyad.wordpress.com/2011/01/11/al-fa
rabi-tokoh-falsafah-serba-boleh/

Anda mungkin juga menyukai