Profil dan Biografi Al Khawarizmi. Beliau dikenal sebagai Penemu Aljabar dan Angka
Nol. Nama Asli dari Al-Khawarizmi ialah Muhammad Ibn Musa al-khawarizmi. Selain itu
beliau dikenali sebagai Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Yusoff. Al-Khawarizmi
dikenal di Barat sebagai al-Khawarizmi, al-Cowarizmi, al-Ahawizmi, al-Karismi, al-Goritmi,
al-Gorismi dan beberapa cara ejaan lagi. Ia dikenal sebagai penemu dari Aljabar dan juga
angka nol. Beliau dilahirkan di Bukhara.Tahun 780-850M adalah zaman kegemilangan al-
Khawarizmi. al-Khawarizmi telah wafat antara tahun 220 dan 230M. Ada yang mengatakan
al-Khawarizmi hidup sekitar awal pertengahan abad ke-9M. Sumber lain menegaskan beliau
hidup di Khawarism, Usbekistan pada tahun 194H/780M dan meninggal tahun 266H/850M
di Baghdad.
Dalam pendidikan telah dibuktikan bahawa al-Khawarizmi adalah seorang tokoh Islam yang
berpengetahuan luas. Pengetahuan dan keahliannya bukan hanya dalam bidang syariat tapi di
dalam bidang falsafah, logika, aritmatika, geometri, musik, ilmu hitung, sejarah Islam dan
kimia.
Pribadi al-Khawarizmi
Kepribadian al-Khawarizmi telah diakui oleh orang Islam maupun dunia Barat. Ini dapat
dibuktikan bahawa G.Sarton mengatakan bahwa“pencapaian-pencapaian yang tertinggi telah
diperoleh oleh orang-orang Timur….” Dalam hal ini Al-Khawarizmi. Tokoh lain, Wiedmann
berkata…." al-Khawarizmi mempunyai kepribadian yang teguh dan seorang yang
mengabdikan hidupnya untuk dunia sains".
Beberapa cabang ilmu dalam Matematika yang diperkenalkan oleh al-Khawarizmi seperti:
geometri, aljabar, aritmatika dan lain-lain. Geometri merupakan cabang kedua dalam
matematika. Isi kandungan yang diperbincangkan dalam cabang kedua ini ialah asal-usul
geometri dan rujukan utamanya ialah Kitab al-Ustugusat[The Elements] hasil karya Euklid :
geometri dari segi bahasa berasal daripada perkataan yunani iaitu ‘geo’ yang berarti bumi dan
‘metri’ berarti pengukuran. Dari segi ilmu, geometri adalah ilmu yang mengkaji hal yang
berhubungan dengan magnitud dan sifat-sifat ruang. Geometri ini dipelajari sejak zaman
firaun [2000SM]. Kemudian Thales Miletus memperkenalkan geometri Mesir kepada Yunani
sebagai satu sains dalam kurun abad ke 6 SM. Seterusnya sarjana Islam telah
menyempurnakan kaidah pendidikan sains ini terutama pada abad ke9M.
1. Al-Jabr wa’l Muqabalah : beliau telah mencipta pemakaian secans dan tangens dalam
penyelidikan trigonometri dan astronomi.
2. Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah : Beliau telah mengajukan contoh-contoh persoalan
matematika dan mengemukakan 800 buah masalah yang sebagian besar merupakan
persoalan yang dikemukakan oleh Neo. Babylian dalam bentuk dugaan yang telah
dibuktikan kebenarannya oleh al-Khawarizmi.
3. Sistem Nomor : Beliau telah memperkenalkan konsep sifat dan ia penting dalam
sistem Nomor pada zaman sekarang. Karyanya yang satu ini memuat Cos, Sin dan
Tan dalam penyelesaian persamaan trigonometri , teorema segitiga sama kaki dan
perhitungan luas segitiga, segi empat dan lingkaran dalam geometri.
BIOGRAFI AL-FARABI
Abu Nasir Muhammad bin al-Farakh al-Farabi (870-950) atau disingkat Al-Farabi adalah
ilmuwan dan filsuf Islam yang berasal dari Farab, Kazakhstan.
Ia juga dikenal dengan nama lain Abu Nasir al-Farabi (dalam beberapa sumber ia dikenal
sebagai Abu Nasr Muhammad Ibn Muhammad Ibn Tarkhan Ibn Uzalah Al- Farabi, juga
dikenal di dunia barat sebagai Alpharabius, Al-Farabi, Farabi, dan Abunasir.
Kemungkinan lain adalah Farabi adalah seorang Syi’ah Imamiyah (Syiah Imamiyah adalah
salah satu aliran dalam islam dimana yang menjadi dasar aqidah mereka adalah soal Imam)
yang berasal dari Turki.
Al-Farabi muda belajar ilmu-ilmu islam dan musik di Bukhara, dan tinggal di Kazakhstan
sampai umur 50. Ia pergi ke Baghdad untuk menuntut ilmu di sana selama 20 tahun.
Setelah kurang lebih 10 tahun tinggal di Baghdad, yaitu kira-kira pada tahun 920 M, al Farabi
kemudian mengembara di kota Harran yang terletak di utara Syria, dimana saat itu Harran
merupakan pusat kebudayaan Yunani di Asia kecil. Ia kemudian belajar filsafat dari Filsuf
Kristen terkenal yang bernama Yuhana bin Jilad.
Tahun 940M, al Farabi melajutkan pengembaraannya ke Damaskus dan bertemu dengan Sayf
al Dawla al Hamdanid, Kepala daerah (distrik) Aleppo, yang dikenal sebagai simpatisan para
Imam Syi’ah. Kemudian al-Farabi wafat di kota Damaskus pada usia 80 tahun (Rajab 339 H/
Desember 950 M) di masa pemerintahan Khalifah Al Muthi’ (masih dinasti Abbasiyyah).
Al-Farabi adalah seorang komentator filsafat Yunani yang ulung di dunia Islam. Meskipun
kemungkinan besar ia tidak bisa berbahasa Yunani, ia mengenal para filsuf
Yunani; Plato, Aristoteles dan Plotinus dengan baik. Kontribusinya terletak di berbagai
bidang seperti matematika, filosofi, pengobatan, bahkan musik. Al-Farabi telah menulis
berbagai buku tentang sosiologi dan sebuah buku penting dalam bidang musik, Kitab al-
Musiqa. Selain itu, ia juga dapat memainkan dan telah menciptakan bebagai alat musik.
Al-Farabi dikenal dengan sebutan "guru kedua" setelah Aristoteles, karena kemampuannya
dalam memahami Aristoteles yang dikenal sebagai guru pertama dalam ilmu filsafat.
Dia adalah filsuf Islam pertama yang berupaya menghadapkan, mempertalikan dan sejauh
mungkin menyelaraskan filsafat politik Yunani klasik dengan Islam serta berupaya
membuatnya bisa dimengerti di dalam konteks agama-agama wahyu.
Al-Farabi hidup pada daerah otonomi di bawah pemerintahan Sayf al Dawla dan di zaman
pemerintahan dinasti Abbasiyyah, yang berbentuk Monarki yang dipimpin oleh seorang
Khalifah. Ia lahir dimasa kepemimpinan Khalifah Mu’tamid (869-892 M) dan meninggal
pada masa pemerintahan Khalifah Al-Muthi’ (946-974 M) dimana periode tersebut dianggap
sebagai periode yang paling kacau karena ketiadaan kestabilan politik.
Dalam kondisi demikian, al-Farabi berkenalan dengan pemikiran-pemikiran dari para ahli
Filsafat Yunani seperti Plato dan Aristoteles dan mencoba mengkombinasikan ide atau
pemikiran-pemikiran Yunani Kuno dengan pemikiran Islam untuk menciptakan sebuah
negara pemerintahan yang ideal (Negara Utama).
Buah Pemikiran
Karya
Selama hidupnya al Farabi banyak berkarya. Jika ditinjau dari Ilmu Pengetahuan, karya-karya
al- Farabi dapat ditinjau menjdi 6 bagian yaitu:
1. Logika
2. Ilmu-ilmu Matematika
3. Ilmu Alam
4. Teologi
5. Ilmu Politik dan kenegaraan
6. Bunga rampai (Kutub Munawwa’ah).
Karyanya yang paling terkenal adalah Al-Madinah Al-Fadhilah (Kota atau Negara Utama)
yang membahas tetang pencapaian kebahagian melalui kehidupan politik dan hubungan
antara rejim yang paling baik menurut pemahaman Plato dengan hukum Ilahiah islam.
Filsafat politik Al-Farabi, khususnya gagasannya mengenai penguasa kota utama
mencerminkan rasionalisasi ajaran Imamah dalam Syi'ah.
Negara Utama dianalogikan seperti tubuh manusia yang sehat dan utama, karena secara
alami, pengaturan organ-organ dalam tubuh manusia bersifat hierarkis dan sempurna. Ada
tiga klasifikasi utama:
1. Pertama, jantung. Jantung merupakan organ pokok karena jantung adalah organ
pengatur yang tidak diatur oleh organ lainnya.
2. Kedua, otak. Bagian peringkat kedua ini, selain bertugas melayani bagian peringkat
pertama, juga mengatur organ-ogan bagian di bawahnya, yakni organ peringkat ketiga,
seperti : hati, limpa, dan organ-organ reproduksi.
3. Organ bagian ketiga. Organ terbawah ini hanya bertugas mendukung dan melayani
organ dari bagian atasnya.
1. Negara Utama (Al-Madinah Al-Fadilah): negara yang dipimpin oleh para nabi dan
dilanjutkan oleh para filsuf; penduduknya merasakan kebahagiaan.
2. Negara Orang-orang Bodoh (Al-Madinah Al-Jahilah): negara yang penduduknya
tidak mengenal kebahagiaan.
3. Negara Orang-orang Fasik: negara yang penduduknya mengenal kebahagiaan, tetapi
tingkah laku mereka sama dengan penduduk negara orang-orang bodoh.
4. Negara yang Berubah-ubah (Al-Madinah Al-Mutabaddilah): pada awalnya penduduk
negara ini memiliki pemikiran dan pendapat seperti penduduk negara utama, namun
kemudian mengalami kerusakan.
5. Negara Sesat (Al-Madinah Ad-dallah): negara yang dipimpin oleh orang yang
menganggap dirinya mendapat wahyu dan kemudian ia menipu orang banyak dengan ucapan
dan perbuatannya.
Pemikirannya Tentang Pemimpin
Dengan prinsip yang sama, seorang pemimpin negara merupakan bagian yang paling penting
dan paling sempurna di dalam suatu negara. Menurut Al Farabi, pemimpin adalah seorang
yang disebutnya sebagai filsuf yang berkarakter Nabi yakni orang yang mempunyai
kemampuan fisik dan jiwa (rasionalitas dan spiritualitas).
Disebutkan adanya pemimpin generasi pertama (the first one – dengan segala
kesempurnaannya (Imam) dan karena sangat sulit untuk ditemukan (keberadaannya) maka
generasi kedua atau generasi selanjutnya sudah cukup, yang disebut sebagai (Ra’is) atau
pemimpin golongan kedua. Selanjutnya al-Farabi mengingatkan bahwa walaupun kualitas
lainnya sudah terpenuhi , namun kalau kualitas seorang filsufnya tidak terpenuhi atau tidak
ambil bagian dalam suatu pemerintahan, maka Negara Utama tersebut bagai “kerajaan tanpa
seorang Raja”. Oleh karena itu, Negara dapat berada diambang kehancuran.
BIOGRAFI AL RAZI (865-925)
Walaupun pada akhirnya beliau dikenal sebagai ahli pengobatan seperti Ibnu Sina, pada
awalnya al-Razi adalah seorang ahli kimia.? Menurut sebuah riwayat yang dikutip oleh Nasr
(1968), al-Razi meninggalkan dunia kimia karena penglihatannya mulai kabur akibat
ekperimen-eksperimen kimia yang meletihkannya dan dengan bekal ilmu kimianya yang luas
lalu menekuni dunia medis-kedokteran, yang rupanya menarik minatnya pada waktu
mudanya.? Beliau mengatakan bahwa seorang pasien yang telah sembuh dari penyakitnya
adalah disebabkan oleh respon reaksi kimia yang terdapat di dalam tubuh pasien tersebut.
Dalam waktu yang relatif cepat, ia mendirikan rumah sakit di Rayy, salah satu rumah sakit
yang terkenal sebagai pusat penelitian dan pendidikan medis.? Selang beberapa waktu
kemudian, ia juga dipercaya untuk memimpin rumah sakit di Baghdad..
Beberapa ilmuwan barat berpendapat bahwa beliau juga merupakan penggagas ilmu kimia
modern. Hal ini dibuktikan dengan hasil karya tulis maupun hasil penemuan eksperimennya.
Al-Razi berhasil memberikan informasi lengkap dari beberapa reaksi kimia serta deskripsi
dan desain lebih dari dua puluh instrument untuk analisis kimia. Al-Razi dapat memberikan
deskripsi ilmu kimia secara sederhana dan rasional. Sebagai seorang kimiawan, beliau adalah
orang yang pertama mampu menghasilkan asam sulfat serta beberapa asam lainnya serta
penggunaan alkohol untuk fermentasi zat yang manis.
Beberapa karya tulis ilmiahnya dalam bidang ilmu kimia yaitu:
1. Kitab al Asrar, yang membahas tentang teknik penanganan zat-zat kimia dan
manfaatnya.
2. Liber Experimentorum, Ar-Razi membahas pembagian zat kedalam hewan, tumbuhan
dan mineral, yang menjadi cikal bakal kimia organik dan kimia non-organik.
3. Sirr al-Asrar:
4. Imu dan pencarian obat-obatan daripada sumber tumbuhan, hewan, dan galian, serta
simbolnya dan jenis terbaik bagi setiap satu untuk digunakan dalam rawatan.
5. Ilmu dan peralatan yang penting bagi kimia serta apotek.
6. Ilmu dan tujuh tata cara serta teknik kimia yang melibatkan pemrosesan raksa,
belerang (sulfur), arsenik, serta logam-logam lain seperti emas, perak, tembaga, timbal, dan
besi.
Menurut H.G Wells (sarjana Barat terkenal), para ilmuwan muslim merupakan golongan
pertama yang mengasas ilmu kimia. Jadi tidak heran jika sekiranya mereka telah
mengembangkan ilmu kimia selama sembilan abad bermula dari abad kedelapan masehi.
Dengan demikian, Ibnu Sina secara penuh memberikan perhatiannya kepada aktivitas
keilmuan. Kejeniusannya membuat ia cepat menguasai banyak ilmu, dan meski masih berusia
muda, beliau sudah mahir dalam bidang kedokteran. Beliau pun menjadi terkenal, sehingga
Raja Bukhara Nuh bin Mansur yang memerintah antara tahun 366 hingga 387 hijriyah saat
jatuh sakit memanggil Ibnu Sina untuk merawat dan mengobatinya.
Berkat itu, Ibnu Sina dapat leluasa masuk ke perpustakaan istana Samani yang besar. Ibnu
Sina mengenai perpustakan itu mengatakan demikian;
“Semua buku yang aku inginkan ada di situ. Bahkan aku menemukan banyak buku yang
kebanyakan orang bahkan tak pernah mengetahui namanya. Aku sendiri pun belum pernah
melihatnya dan tidak akan pernah melihatnya lagi. Karena itu aku dengan giat membaca
kitab-kitab itu dan semaksimal mungkin memanfaatkannya... Ketika usiaku menginjak 18
tahun, aku telah berhasil menyelesaikan semua bidang ilmu.”
Ibnu Sina menguasai berbagai ilmu seperti hikmah, mantiq, dan matematika dengan berbagai
cabangnya. Kesibukannya di pentas politik di istana Mansur, raja dinasti Samani, juga
kedudukannya sebagai menteri di pemerintahan Abu Tahir Syamsud Daulah Deilami dan
konflik politik yang terjadi akibat perebutan kekuasaan antara kelompok bangsawan, tidak
mengurangi aktivitas keilmuan Ibnu Sina. Bahkan safari panjangnya ke berbagai penjuru dan
penahanannya selama beberapa bulan di penjara Tajul Muk, penguasa Hamedan, tak
menghalangi beliau untuk melahirkan ratusan jilid karya ilmiah dan risalah.
Ketika berada di istana dan hidup tenang serta dapat dengan mudah memperoleh buku yang
diinginkan, Ibnu Sina menyibukkan diri dengan menulis kitab Qanun dalam ilmu kedokteran
atau menulis ensiklopedia filsafatnya yang dibeni nama kitab Al-Syifa’. Namun ketika harus
bepergian beliau menulis buku-buku kecil yang disebut dengan risalah. Saat berada di dalam
penjara, Ibnu Sina menyibukkan diri dengan menggubah bait-bait syair, atau menulis
perenungan agamanya dengan metode yang indah.
Di antara buku-buku dan risalah yang ditulis oleh Ibnu Sina, kitab al-Syifa’ dalam filsafat dan
Al-Qanun dalam ilmu kedokteran dikenal sepanjang massa. Al-Syifa’ ditulis dalam 18 jilid
yang membahas ilmu filsafat, mantiq, matematika, ilmu alam dan ilahiyyat. Mantiq al-Syifa’
saat ini dikenal sebagai buku yang paling otentik dalam ilmu mantiq islami, sementara
pembahasan ilmu alam dan ilahiyyat dari kitab al-Syifa’ sampai saat ini juga masih menjadi
bahan telaah.
Ibnu juga memiliki peran besar dalam mengembangkan berbagai bidang keilmuan. Beliau
menerjemahkan karya Aqlides dan menjalankan observatorium untuk ilmu perbintangan.
Dalam masalah energi Ibnu Sina memberikan hasil penelitiannya akan masalah ruangan
hampa, cahaya dan panas kepada khazanah keilmuan dunia.
Dikatakan bahwa Ibnu Sina memiliki karya tulis yang dalam bahasa latin berjudul De
Conglutineation Lagibum. Dalam salah bab karya tulis ini, Ibnu Sina membahas tentang asal
nama gunung-gunung. Pembahasan ini sungguh menarik. Di sana Ibnu Sina mengatakan,
“Kemungkinan gunung tercipta karena dua penyebab. Pertama menggelembungnya kulit luar
bumi dan ini terjadi lantaran goncangan hebat gempa. Kedua karena proses air yang mencari
jalan untuk mengalir. Proses mengakibatkan munculnya lembah-lembah bersama dan
melahirkan penggelembungan pada permukaan bumi. Sebab sebagian permukaan bumi keras
dan sebagian lagi lunak. Angin juga berperan dengan meniup sebagian dan meninggalkan
sebagian pada tempatnya. Ini adalah penyebab munculnya gundukan di kulit luar bumi.”
Ibnu Sina dengan kekuatan logikanya -sehingga dalam banyak hal mengikuti teori
matematika bahkan dalam kedokteran dan proses pengobatan- dikenal pula sebagai filosof
tak tertandingi. Menurutnya, seseorang baru diakui sebagai ilmuan, jika ia menguasai filsafat
secara sempurna. Ibnu Sina sangat cermat dalam mempelajari pandangan-pandangan
Aristoteles di bidang filsafat. Ketika menceritakan pengalamannya mempelajari pemikiran
Aristoteles, Ibnu Sina mengaku bahwa beliau membaca kitab Metafisika karya Aristoteles
sebanyak 40 kali. Beliau menguasai maksud dari kitab itu secara sempurna setelah membaca
syarah atau penjelasan ‘metafisika Aristoteles’ yang ditulis oleh Farabi, filosof muslim
sebelumnya.
Dalam filsafat, kehidupan Abu Ali Ibnu Sina mengalami dua periode yang penting. Periode
pertama adalah periode ketika beliau mengikuti faham filsafat paripatetik. Pada periode ini,
Ibnu Sina dikenal sebagai penerjemah pemikiran Aristoteles. Periode kedua adalah periode
ketika Ibnu Sina menarik diri dari faham paripatetik dan seperti yang dikatakannya sendiri
cenderung kepada pemikiran iluminasi.
Ibnu Sina dan Filsafat
Berkat telaah dan studi filsafat yang dilakukan para filosof sebelumnya semisal Al-Kindi dan
Farabi, Ibnu Sina berhasil menyusun sistem filsafat islam yang terkoordinasi dengan rapi.
Pekerjaan besar yang dilakukan Ibnu Sina adalah menjawab berbagai persoalan filsafat yang
tak terjawab sebelumnya.
Pengaruh pemikiran filsafat Ibnu Sina seperti karya pemikiran dan telaahnya di bidang
kedokteran tidak hanya tertuju pada dunia Islam tetapi juga merambah Eropa. Albertos
Magnus, ilmuan asal Jerman dari aliran Dominique yang hidup antara tahun 1200-1280
Masehi adalah orang Eropa pertama yang menulis penjelasan lengkap tentang filsafat
Aristoteles. Ia dikenal sebagai perintis utama pemikiran Aristoteles Kristen. Dia lah yang
mengawinkan dunia Kristen dengan pemikiran Aristoteles. Dia mengenal pandangan dan
pemikiran filosof besar Yunani itu dari buku-buku Ibnu Sina. Filsafat metafisika Ibnu Sina
adalah ringkasan dari tema-tema filosofis yang kebenarannya diakui dua abad setelahnya oleh
para pemikir Barat.
Ibnu Sina wafat pada tahun 428 hijriyah pada usia 58 tahun. Beliau pergi setelah
menyumbangkan banyak hal kepada khazanah keilmuan umat manusia dan namanya akan
selalu dikenang sepanjang sejarah. Ibnu Sina adalah contoh dari peradaban besar Iran di
zamannya.
Ibnu Thufail lahir di Guadix dekat Granada sekitar tahun 1105, ia dididik oleh Ibnu
Bajjah (Avempace). Ia menjabat sekretaris untuk penguasa Granada, dan kemudian sebagai
wazir dan dokter untuk Abu Ya'qub Yusuf, penguasa Spanyol Islam (Al-Andalus) di bawah
pemerintahan Muwahhidun, pada yang mana ia menganjurkan Ibnu Rusyd sebagai
penggantinya sendiri saat ia beristirahat pada 1182. Ia meninggal di Maroko.
Di zamannya nama baiknya sebagai pemikir & pelajar telah membuatnya dipuji sebagai
Maecenas. Ibnu Thufail juga merupakan pengarang Hayy bin Yaqthan (Hidup, Putra
Kesadaran) roman filsafat, dan kisah alegori lelaki yang hidup sendiri di sebuah pulau dan
dan yang tanpa hubungan dengan manusia lainnya menemukan kebenaran dengan pemikiran
yang masuk akal, dan kemudian keterkejutannya pada kontak dengan masyarakat manusia
untuk dogmatisme, dan penyakit lainnya.
Sebagai Filsuf
Seperti filosof lain, Ibnu Tufail pun membahas beberapa permasalahan pokok dalam kisah
Hayy Ibn Yaqzhan, seperti ketuhanan, fisika, jiwa, epistemologi, rekonsiliasi antara filsafat
dengan agama. Berikut ini penjelasannay...
A. Ketuhanan
Konsep ketuhanan, dengan arti seorang makhluk bisa meyakini adanya pencipta alam
semesta. Didalam kisah Hayy Ibn Yaqzhan, dengan kekuatan nalar dan renungan terhadap
alam sekitarnya, dia meyakini adanya pencipta, dia juga meyakini bahwa alam yang indah
dan tersusun rapi ini tidak mungkin ada dengan sendirinya tanpa ada yang mengatur dan
menciptakannya. Ada 3 argumen yang dimukakan oleh Ibn Tufail untuk membuntikan
adanya Allah, yaitu:
Argumen Gerak (al-harakah) - Bagi orang yang meyakini adana qodim, penggerak ini
berfungsi mengubah materi di alam dari potensial ke aktual, arti kata mengubah satu bentuk
ada kepada bentuk ada yang lain. Sementara itu, bagi orang yang meyakini alam baru,
penggerak ini berfungsi mengubah alam dari tidak ada menjadi ada. Argemen gerak ini
sebagai bukti alam qodim dan barunya belum pernah dikemukakan oleh filosof muslim
manapun sebelumnya, dan dengan argumen ini Ibnu Tufail memperkuat argumentasi bahwa
tanpa wahyu akal dapat mengetahui adanya Allah.
Argumen Materi (al-madat) dan bentuk (al-shurat) - Argumen ini didasarkan pada ilmu
fisika dan masih ada korelasinya dengan dalil yang pertama (al-harakat). Hal ini
dikemukakan oleh Ibn Tufail dalam kumpulan pokok pikiran yang terkait satu dengan yang
lainnya, yaitu sebagai berikut:
Argumen al-Ghaiyyat dan al-‘inayat al-ilahiyyat - Maksudnya segala sesuatu yang ada di
alam ini mempunyai tujuan tertentu, dan ini merupakan inayah dari Allah. Ibnu Tufail juga
filosof lain yang berpegang pada argumen ini sesuai dengan Qur’ani, dan menolak bahwa
alam diciptakan oleh Allah secara kebetulan.
Menurut Ibn Tufail alam ini tersusun sangat rapi dan sangat teratur, semua planet seperti
matahari, bulan, bintang dan lain-lainnya teredar secara teratur. Begitu juga jenis hewan,
semuanya dilengkapi dengan anggota tubuh yang begitu rupa. Semua anggota tubuh tersebut
mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang sangat efektif kemanfaatannya bagi hewan yang
bersangkutan, tampaknya tidak satupun ciptaan Allah ini yang tidak percuma. Ketiga
argumen yang dikemukakan oleh Ibn Tufail ini membuktikan adanya Allah sebagai sang
pencipta.
B. Fisika
Menurut Ibn Tufail alam ini qodim dan juga baru, alam qodim karena Allah menciptakan
sejal azali, tanpa didahului oleh zaman. Dilihat dari esensinya, alam adalah baru karena
wujudnya alam tergantung pada zat Allah.
Sebagaimana ketika anda menggengam suatu benda, kemudian anda menggerakkan tangan
anda, maka benda mesti bergerak mengikuti gerak tangan anda dan gerakan benda tersebut
tidak terlambat dari segi zaman dan hanya keterlambatan dari segi zat, demikianlah alam ini,
semuanya merupakan akibat dan diciptakan oleh Allah tanpa zaman. Firman Allah:
1. Jiwa yang sebelum mengalami kematian jasad telah mengenal Allah, mengagumi
kebesaran dan keagungannya dan sellu ingat kepada-Nya, maka jiwa seperti ini akan kekal
dalam kebahagiaan.
2. Jiwa yang telah mengenal Allah, tetapi melakukan maksiat dan melupakan Allah,
maka jiwa seperti ini akan abadi dalam kesengsaraan.
3. Jiwa yang tidak pernah mengenal Allah selama hidup, maka jiwa seperti ini akan
berakhir seperti hewan.
C. Epistemologi
Dalam epistemologi, Ibnu Tufail menjelaskan bahwa ma’rifat itu dimulai dari pancaindra,
dengan pengamatan dan pengalaman dapat diperoleh pengetahuan indrawi, hal-hal yang
bersifat metafisis dapat diketahui dengan akal intuisi. Ma’rifat dilakuakan dengan dua cara
yaitu dengan renungan atau pemikiran, seperti yang dilakukan oleh filosof muslim dan
tasawuf seperti yang dilakukan oleh kaum sufi, kesesuaian antara nalar dan intuisi
membentuk esensi epistemologi Ibn Tufail, hal ini dapat diraih oleh seseorang tergantung
kepada latihan rohani, tingkat pemikiran dan renungan akal.
Sebagai seorang yang berasal dari keturunan terhormat, dan keluarga ilmuan terutama fiqih,
maka ketika dewasa ia diberikan jabatan untuk pertama kalinya yakni sebagai hakim pada
tahun 565 H/1169 M, di Seville. Kemudian iapun kembali ke Cordova, sepuluh tahun di sana,
iapun diangkat menjadi qhadi, selanjutnya ia juga pernah menjadi dokter Istana di Cordova,
dan sebagai seorang filosof dan ahli dalam hukum ia mempunyai pengaruh besar di kalangan
Istana, terutama di zaman Sultan Abu Yusuf Ya’qub al-Mansur (1184-99 M). Sebagai
seorang fiolosof, pengaruhnya di kalangan Istana tidak disenangi oleh kaum ulama dan kaum
fuqaha. Sewaktu timbul peperangan antara Sultan Abu Yusuf dan kaum Kristen, sultan
berhajat pada kata-kata kaum ulama dan kaum fuqaha. Maka kedaan menjadi berubah, Ibnu
Rusyd disingkirkan oleh kaum ulama dan kaum fuqaha. Ia dituduh membawa aliran filsafat
yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, akhirnya Ibnu Rusyd ditangkap dan diasingkan ke
suatu tempat yang bernama Lucena di daerah Cordova. Oleh sebab itu, kaum filosof tidak
disenangi lagi, maka timbullah pengaruh kaum ulama dan kaum fuqaha. Ibnu Rusyd sendiri
kemudian dipindahkan ke Maroko dan meninggal di sana dalam usia 72 tahun pada tahun
1198 M.
Sebagai seorang penulis produktif, Ibnu Rusyd banyak menghasilkan karya-karya dalam
berbagai disiplin keilmuan. Menurut Ernest Renan (1823-1892) karya Ibnu Rusyd mencapai
78 judul yang terdiri dari 39 judul tentang filsafat, 5 judul tentang kalam, 8 judul tentang fiqh,
20 judul tentang ilmu kedokteran, 4 judul tentang ilmu falak, matematika dan astronomi, 2
judul tentang nahwu dan sastra. Di antara karya-karyanya yang terkenal, yaitu:
1. Tahafut al-Tahafut. Buku yang terkenal dalam lapangan ilmu filsafat dan ilmu kalam.
Buku ini merupakan pembelaan Ibnu Rusyd terhadap kritikan al-Ghazali terhadap para
filosof dan masalah-masalah filsafat dalam bukunya yang berjudul Tahafut al-falasifah.
2. Al-Kasyf ‘an Manahij al-‘Adillah fi ‘Aqaid ahl al-Millah. Buku yang menguraikan
metode-metode demonstratif yang berhubungan dengan keyakinan pemeluk agama.
3. Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid. Buku fiqh Islam yang berisi
perbandingan mazhab (aliran-aliran dalam fiqh dengan menyebutkan alasan masing-
masing).
4. Fashl al-Maqal Fi Ma Baina al-Himah Wa asy-Syirah Min al-Ittishal. Buku yang
menjelaskan adanya persesuaian antara filsafat dan syari’at.
5. Al-Mukhtashar al-Mustashfa fi Ushul al-Ghazali. Ringkasan atas kitab al-Mustashfa al-
Ghazali.
6. Risalah al-Kharaj. Buku tentang perpajakan.
7. Kitab al-Kulliyah fi al-Thibb. Ensiklopedia kedokteran.
8. Dhaminah li Mas’alah al-‘Ilm al-Qadim. Buku apendiks mengenai ilmu qadimnya
Tuhan yang terdapat dalam buku Fashl al-Maqal.
9. Al-Da’awi. Buku tentang hukum acara di pengadilan.
10. Makasih al-Mulk wa al-Murbin al-Muharramah. Buku yang berisi tentang perusahaan-
perusahaan negara dan sistem-sistem ekonomi yang terlarang.
11. Durusun fi al-Fiqh. Buku yang membahas beberapa masalah fiqh.
Buku-buku yang tersebut merupakan karya asli dari pemikiran Ibnu Rusyd. Selain itu, Ibnu
Rusyd juga menghasilkan karya ulasan atau komentar terhadap karya filosof-filosof
sebelumnya seperti Ibnu Sina, Plato, Aristoteles, Galen dan Porphiry, seperti: Urjazah fi al-
Thibb, Kitab al- Hayawan, Syarh al-Sama’ wa al-A’lam, Syarah Kitab Burhan, Talkhis Kitab
al-Akhlaq li Aristhuthalis, Jawami’ Siyasah Aflathun, dan sebagainya.
BIOGRAFI AL GHAZALI
Dialah Muhammad Bin Muhammad Bin Muhammad Abu Hamid Al-Ghazali Al-Mujtahid
Al-Faqih Al-Ushuli Al-Mutakallim Ath-Thusi Asy-Syafi'i. Beliau dilahirkan pada tahun 450
H. Al-Ghazali mempunyai seorang ayah yang soleh sufi menjaga hati dan tangannya untuk
melakukan yang halal. Sebelum ayahnya meninggal beliau berwasiat kepada temannya yang
sholeh juga sufi untuk menjaga putranya yang bernama abu hamid Al-Ghazali sama
saudaranya yang bernama Ahmad Al-Ghazali.
Setelah beranjak beberapa tahun berlalu, uang dan bekal yang dititipkan sang ayah untuk
Imam Al-Ghazali dan saudaranya Imam Ahmad Al-Ghazali akhirnya habis juga sehingga
mereka berdua terpaksa disekolahkan di Madrasah Nidzomiyah di Baghdad, Iraq. Setelah Al-
Ghazali mengusai segala bidang ilmu, baik dalam Ilmu Fiqih, ilmu Jidal (debat ilmiah), Ilmu
Ushul dan Filsafat. Akkhirnya Al-Ghazali memilih jalan Shufi dan beliau menuju ke negara
Syam untuk 'Uzlah (menjauh dari hiruk pikuk) serta Kholwah (menyendiri) di Menara Masjid
Adiknya, Ahmad lebih awal memilih jalan Shufi. Nah, di sini ada sebuah kisah anatara Al-
Ghazali sama Ahmad Al-Ghazali. Pernah suatu Al-Ghazali menjadi Imam dalam Shalat
berjama'ah sedangkan Ahmad menjadi Ma'mumnya, sampai di pertengahan Ahmad berpisah
dari jama'ah (Mufaroqoh) Kakaknya Al-Ghazali. Setelah selesai Shalat Al-Ghazali
menanyakan kepada Ahmad kenapa dalam Shalat tadi engkau berpisah dari jama'ahku wahai
saudaraku kata Al-Imam Al-Ghazali.
Lantas Ahmad menjawabnya mengapa saya harus berjama'ah dengan seseorang yang
berlumuran darah di pundaknya. Akhirnya Al-Ghazali terbayang-bayang dengan
menjawabnya: "Wahai saudaraku, engkau memang benar tadi ketika saya jadi Imam,
memang saya tidak Khusu' saat Shalat, akan tetapi saya mengingat-ngingat tentang Darah
Haid, Darah Nifas dan Istihadoh.
Al-Ghazali waktu itu sudah mempunyai karangan Kitab Al-Basith, Al-Wasith dan Al-Wajiz
yang menjelaskan tentang Ilmu Fiqih dalam Madzhab Syafi'i. Ternyata masih kalah hebatnya
dengan saudaranya sendiri yang bernama Ahmad Al-Ghazali. Akhirnya Al-Ghazali memilih
jalan Shufi dan memilih untuk pergi ke Negara Syam.
- Perjalanan Ilmiah Imam Al-Ghazali
Beliau mulai menuntut ilmu sejak masa kecilnya yaitu Ilmu Fiqih kepada Al-Imam Ahmad
Bin Muhammad Ar-Rodhakoni di kota Baghdad, lalu Al-ghazali melanjutkan studinya ke
negara Jurjan, beliau belajar kepada Al-Imam Abi Nashr Al-isma'ili, Kemudian Al-Ghazali
melanjutkan studinya ke Kota Naysabur untuk menimba ilmu kepada Al-Imam Al-Haromain
Mufti Kota Mekkah dan Madinah.
Setelah Al-Imam Haromain wafat, Al-Ghazali keluar menuju seorang Mentri. Pada saat itu
Nidhomul Mulk mengumpulkan para ahli ilmu dan semua para Ulama' berusaha untuk
memusuhi Al-Ghazali. Setelah Al-Ghazali menjelaskan ilmunya yang didapatkan dari Guru-
Gurunya, akhirnya semua Ulama' mengerti keutamaan Al-Ghazali. Hingga akhirnya Al-
Ghazali diperintahkan pergi ke Madrasah Nidhomiyah di Baghdad pada Tahun 484 Hijriyah.
Dan Al-Ghazali mengajar di sana hingga semua orang terheran dengan kepiawaian Al-
Ghazali dalam mengajar dan berargumen, serta mempunyai keutamaan yang indah dan fasih
lisannya semua orang mencitainya.
- Komentar Ulama' Tentang Al-Ghazali
Al-Imam Tajuddin As-Subuki berkata: "Abu Hamid Al-Ghazali adalah Hujjatul Islam
(Hujjah bagi Islam)".
Al-Imam Haromain berkata: "Al-Ghazali ilmunya seperti lautan".
Al-Imam Ibnu Najar berkata: "Abu Hamid adalah Imamnya para Ahli Fiqih sekaligus
pendidiknya para ummat".
Al-Imam Muhammad Bin Yahya salah satu muridnya Al-Ghazali juga berkata: "Al-Ghazali
adalah Imam Syafi'i kedua".
Al-Hafidz Ibnu Katsir juga berkata: "Al-Ghazali adalah paling cerdasnya Ulama' di segala
bidang keilmuan dan Pimpinan Para Pemuda".
Al-Hafidz Ibnul Jauzi dari kalangan Ulama' Hanbali juga berkata: "Semua orang telah
menulis karangan dari kalamnya (perkataan) Al-Ghazali".
Setelah Al-Ghazali kembali ke Baghdad untuk membahas tentang ilmu Hakikat, ahkirnya Al-
Ghazali mengarang sebuah kitab yang berjudul 'Ihya' Ulumuddin. Dalam kitab 'Ihya'
'Ulumuddin terdapat Hadist Nabi Muhammad SAW yang sangat banyak sekali sehingga Al-
Ghazali jika mau meletakKan Hadist Nabi SAW dicium dulu Hadist itu, jika Hadist itu
harum maka Al-Ghazali menulisnya dalam kitab 'Ihya' 'Ulumuddin, jika tidak maka Al-
Ghazali tidak menulisnya.