Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GAWAT

DARURAT PADA PASIEN DENGAN


PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)
A. Pengertian
PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) ataupun COPD adalah
klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma (Smeltzer dan Bare : 2002).
PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan
peningkatan retensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya yang merupakan bentuk kesatuan dari penyakit bronkitis kronis
dan emfisema paru ataupun asma bronkial. (Sylvia A. Price , 2005 : 784).
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan
dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Definisi eksaserbasi akut pada
PPOK adalah kejadian akut dalam perjalanan alami penyakit dengan
karakteristik adanya perubahan basal sesak napas, batuk, dan/atau sputum
yang diluar batas normal da lam variasi hari ke hari (GOLD, 2009).
Penyakit yang termasuk dalam kelompok PPOK adalah sebagai
berikut:
a.

Bronkitis kronis
Didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3
bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut (Smeltzer dan
Bare : 2002).

b.

Emfisema
Didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara diluar
bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli (Smeltzer
dan Bare : 2002)

c.

Asma
Adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible dimana trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimuli
tertentu (Smeltzer dan Bare : 2002).

B. Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita antara lain:
a. Merokok
b. Polusi udara
c. Infeksi paru-paru berulang
d. Umur (semakin tua semakin berisiko)
e. Jenis kelamin
f. Ras
g. Pemajanan tempat kerja (batu bara, kapas, padi-padian)
C. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok, yaitu :
a. Mempunyai gambaran klinik dominan ke arah bronchitis kronis
(blue bloater).
b. Mempunyai gambaran klinik ke arah emfisema (pink puffers).
Tanda dan gejalanya adalah sebagi berikut:
a. Kelemahan badan
b. Batuk
c. Sesak napas
d. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
e. Mengi atau wheezing
f. Ekspirasi yang memanjang
g. Bentuk dada tong (barrel chest) pada penyakit lanjut.
h. Penggunaan otot bantu pernapasan
i. Suara napas melemah
j. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
k. Edema kaki, asites, dan jari tabuh.
D. Patofisiologi
Pencetus
Asma, Bronkitis, emfisema
PPOK

Rokok dan Polusi


Inflamasi
Sputum meningkat
Batuk

Perbesaran Alveoli

Ketidakefektifan bersihan
jalan napas

Hipertiroid kelenjar mukosa


Penyempitan salurran udara

Inflamasi
Leukosit meningkat

Ekspansi paru
menurun

Gangguan ventilasi
spontan

Imun menurun
Kuman patogen &
endogen difagosit
makrofag

Suplay O2 tidak adekuat

Frekuensi pernafasan
cepat
Anoreksia

Hipoksia
Kontraksi otot pernafasan
Penggunaan energi untuk
pernafasan meningkat

Sesak
Ketidakefektifan pola
napas

Intoleransi Aktifitas

Ketidakseimbangan
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan:
1) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garisgaris yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru.
Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.
2) Corak paru yang bertambah.
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada, yaitu :

1) Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary


oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada

b.

emfisema panlobular dan pink puffer.


2) Corakan paru yang bertambah.
Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR
yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru
terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum
ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate),
kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal.
Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada
stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small
airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permu-

c.

kaan alveoli untuk difusi berkurang.


Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul
sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan
eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan
eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur
55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja
lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung

d.

kanan.
Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila
sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis ke kanan dan P
pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1
rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering

e.
f.

terdapat RBBB inkomplet.


Kultur sputum, untuk mengetahui patogen penyebab infeksi.
Laboratorium darah lengkap

F. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan PPOK, yaitu :
a. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya
pada fase akut, tetapi juga fase kronik.

b.

Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas

c.

harian.
Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat

a.

dideteksi lebih awal.


Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut :
Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghenti-

b.
c.

kan merokok, menghindari polusi udara.


Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus
tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji

d.

sensitivitas atau pengobatan empirik.


Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronko spas-

e.
f.
g.
h.

me) masih controversial.


Pengobatan simtomatik.
Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat 1-2 liter/menit.
Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
1) Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
2) Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling efektif.
3) Latihan dengan beban olahraga tertentu, dengan tujuan
untuk memulihkan kesegaran jasmani.
4) Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap
penderita dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.
5) Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri penderita dengan penyakit yang dideritanya.

G. Pengkajian keperawatan
1. Identitas klien
Identitas klien mencakup : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
agama, pekerjaan, suku bangsa, status perkawinan, alamat, diagnosa
medis, no RM/CM, tanggal masuk, dan alasan masuk.
2. Pengkajian Primer
a. Airway

Napas pendek ( timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai


gejala menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja, cuaca
atau berulangnya sulit napas (asma),

rasa dada tertekan,

ketidakmampuan untuk bernapas, batuk menetap dengan


produksi sputum setiap hari terutama pada saat bangun,
episode batuk hilang timbul, bianyanya tidak produksi pada
tahap dini meskipun dapat menjadi produktif ( emfisema),
thacipnea.
b. Breathing
Biasanya cepat, dapat lambat, fase ekspirasi memanjang
dengan mendengkur, napas bibir ( emfisema ), penggunaan
otot bantu pernapasan, bunyi napas mungkin redup dengan
ekspirasi mengi, mnyebar, lembut atau krekels lembab kasar,
ronkhi, mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan
kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan
atau tidak adanya bunyi napas abnormal.
c. Circulation
Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung,
distensi vena leher, edema dependen, tidak berhubungan
dengan penyakit jantung, bunyi jantung redup ( yang
berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada ).
d. Disability
Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari hari, dispnea
saat istirahat, keletihan, gelisah, kelemahan umum/kehilangan
massa otot.
3. Pengkajian Sekunder
a. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan masalah
yang lalu. Perawat mengkaji klien atau keluarga dan berfokus
kepada manifestasi klinik dari keluhan utama, kejadian yang
membuat kondisi sekarang ini, riwayat kesehatan masa lalu, dan
b.

riwayat kesehatan keluarga.


Keluhan Utama
Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji
pengetahuan klien tentang kondisinya saat ini. Keluhan utama yang

biasa muncul pada klien PPOK adalah sesak nafas yang sudah
berlangsung lama sampai bertahun-tahun dan semakin berat setelah
beraktivitas. Keluhan lainnya adalah batuk, dahak berwarna hijau,
c.

sesak semakin bertambah, dan badan lemah.


Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien dengan serangan PPOK datang mencari pertolongan terutama
dengan keluhan sesak nafas, kemudian diikuti dengan gejala-gejala
lain seperti wheezing, penggunaan otot bantu pernafasan, terjadi
penumpukan lendir, dan sekresi yang sangat banyak sehingga

d.

menyumbat jalan nafas.


Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pada PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan
interaksi genetik dengan lingkungan. Misalnya pada orang yang

e.

sering merokok, polusi udara, dan paparan di tempat kerja.


Riwayat Kesehatan Keluarga
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit
paru-paru sekurang-kurangnya ada 3 hal, yaitu :
1) Penyakit infeksi tertentu khususnya tuberkolosis ditularkan
melalui satu orang ke orang lainnya. Manfaat menanyakan
riwayat kontak dengan orang terinfeksi akan dapat diketahui
sumber penularannya.
2) Kelainan alergi, seperti asma bronchial, menunjukkan suatu
predisposisi keturunan tertentu. Selain itu serangan asma
mungkin dicetuskan oleh konflik keluarga atau orang
terdekat.
3) Pasien bronchitis kronis mungkin bermukim di daerah yang
tingkat polusi udaranya tinggi. Namun polusi udara tidak
menimbulkan bronchitis kronis, melainkan hanya memper-

f.

buruk penyakit tersebut.


Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik fokus pada klien dengan PPOK, yaitu :
1) Inspeksi
Pada klien dengan PPOK, terlihat adanya peningkatan
usaha dan frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot
bantu nafas (sternokleidomastoid). Pada saat inspeksi,
biasanya dapat terlihat klien mempunyai bentuk dada barrel
chest akibat udara yang terperangkap, penipisan massa otot,

bernafas dengan bibir yang dirapatkan, dan pernapasan


abnormal yang tidak efektif. Pada tahap lanjut, dispnea
terjadi pada saat beraktivitas, bahkan pada beraktivitas
kehidupan sehari-hari seperti makan dan mandi. Pengkajian
produk produktif dengan sputum purulen mengindikasikan
adanya tanda pertama infeksi pernafasan.
2) Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus
biasanya menurun.
3) Perkusi
Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor,
sedangkan diafragma mendatar/menurun.
4) Auskultasi
Sering didapatkan adanya suara nafas ronkhi dan wheezing
sesuai tingkat keparahan obstruktif pada bronkhiolus
1.

(Muttaqin : 2008
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup hal berikut ini:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
b. Ketidakefektifan pola napas
c. Gangguan ventilasi spontan
d. Intoleransi aktivitas
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

2. Intervensi Keperawatan

NO.
1

RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL
INTERVENSI (NIC)
(NOC)
Ketidakefektifan
bersihan NOC :
NIC :
jalan napas

- Respiratory Status : Ventilation


- Respiratory Status : Airway
patency

Airway Suction
1.

Pastikan kebutuhan oral/tracheal suctioning.

2.

Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah


suctioning.

Kriteria Hasil :

3.

- Mendemonstrasikan batuk efektif


dan suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan

sputum,

mampu

bernafas dengan mudah, tidak ada


pursed lips).
- Menunjukkan jalan nafas yang paten
(klien tidak merasa tercekik, irama

suctioning.
4.

nafas abnormal).

Minta klien nafas dalam sebelum suction


dilakukan.

5.

Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk


memfasilitasi suction nasotrakeal.

6.

Gunakan alat yang steril setiap melakukan


tindakan.

7.

Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas


dalam

nafas, frekuensi pernafasan dalam


rentang normal, tidak ada suara

Informasikan pada klien dan keluarga tentang

setelah

kateter

dikeluarkan

dari

nasotrakeal.
8.

Monitor status oksigen pasien.

9.

Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan

- Mampu

mencegah

mengidentifikasikan
faktor

yang

dan

suction.

dapat 10. Hentikan suction dan berikan oksigen apabila

menghambat jalan nafas.

pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan


saturasi O2, dll.
Airway Management
1.

Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift


atau jaw thrust bila perlu.

2.

Posisikan pasien untuk memaksimal-kan


ventilasi.

3.

Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat


jalan nafas buatan.

4.

Pasang mayo bila perlu.

5.

Lakukan fisioterapi dada jika perlu.

6.

Keluarkan sekret dengan batuk atau suction.

7.

Auskultasi suara nafas, catat adanya suara


tambahan.

8.

Ketidakefektifan pola napas

Lakukan suction pada mayo.

NOC :

NIC :

Respiratory status: Ventilation

Airway Management

Respiratory status: Airway patency

1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau

Vital sign Status

jaw thrust bila perlu


2. Posisikan pasien untuk

Kriteria Hasil :
1. Mendemonstrasikan batuk efektif

memaksimalkan

ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat

dan suara nafas yang bersih, tidak 4.


5.
ada sianosis dan dyspneu (mampu
6.
mengeluarkan sputum, mampu 7.

jalan nafas buatan


Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara

bernafas dengan mudah, tidak ada

tambahan
8. Lakukan suction pada mayo
pursed lips)
9. Berikan bronkodilator bila perlu
2. Menunjukkan jalan nafas yang
10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
paten(klien tidak merasa tercekik,
Lembab
irama nafas, frekuensi pernafasan 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
dalam rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal)

keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2

3. Tanda Tanda vital dalam rentang Terapi Oksigen

normal

(tekanan darah,

pernafasan)

nadi,

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Bersihkan mulut, hidungdan secret trakea


Pertahankan jalan nafas yang paten
Atur peralatan oksigenasi
Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi pasien
Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
Monitor adanya kecemasan pasienterhadap
oksigenasi

Vital Sign Monitoring

1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR


2. Catat adanya fluktuasitekanan darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
berdiri
4. Auskultasi

TD

pada

kedua

lengan

dan

bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi

Gangguan ventilasi spontan

NOC :
Respiratory status
Respiratory status : gas exchange
Respiratory status : ventilation
Kriteria hasil :
1. Mendemonstrasikan

batuk

yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)


13. Identifikasi penyebabdari perubahan vital sign
Airway Management
13. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau
jaw thrust bila perlu
14. Posisikan pasien untuk

memaksimalkan

ventilasi
15. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat

jalan nafas buatan


efektif dan suara nafas yang 16. Pasang mayo bila perlu
bersih, tidak ada sianosis dan 17. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
18. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
dyspneu (mampu mengeluarkan 19. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara

sputum,

mampu

bernafas

tambahan
20. Lakukan suction pada mayo
dengan mudah, tidak ada pursed
21. Berikan bronkodilator bila perlu
lips)
22. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
2. SaO2 dalam batas normal >
Lembab
95%
23. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
3. Menunjukkan jalan nafas yang
keseimbangan.
paten(klien
tidak
merasa 24. Monitor respirasi dan status O2
tercekik, irama nafas, frekuensi Terapi Oksigen
pernafasan

dalam

rentang

8. Bersihkan mulut, hidungdan secret trakea


normal, tidak ada suara nafas 9. Pertahankan jalan nafas yang paten
10. Atur peralatan oksigenasi
abnormal)
11. Monitor aliran oksigen
12. Pertahankan posisi pasien
13. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
14. Monitor adanya kecemasan pasienterhadap
oksigenasi

Intoleransi aktivitas

NOC

NIC

- Energy conservation

Activity Therapy

- Activity tolerance

- Kolaborasikan

dengan

Tenaga

Rehabilitasi

- Self Care : ADLs

Medik dalam merencanakan program terapi yang

Kriteria Hasil

tepat

- Berpartisipasi dalam aktivitas fisik - Bantu klien untk mengidentifikasi aktivitas yang
tanpa disertai peningkatan tekanan
darah, nadi dan RR
- Mampu
melakukan

mampu dilakukan
- Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang

aktivitas

aktivitas sehari-hari secara mandiri


- TTV normal

sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi, dan


sosial
- Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
- Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda
- Bantu klien utnuk membuat jadwal latihan di
waktu luang
- Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi
diri dan penguatan

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh

NOC :
1. Nutritional Status : Food and fluid
Intake
2. Weight : Body Mass, yang
dibuktikan dengan indikator
sebagai berikut:
(1-5 = tidak pernah, jarang,
kadang-kadang, sering, atau selalu)

- Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual


NIC :
Nutrition Management
1. Kaji adanya alergi makanan.
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake
Fe.

Kriteria Hasil :
1. Adanya peningkatan berat badan
sesuai dengan tujuan.
2. Berat badan ideal sesuai dengan
tinggi badan.
3. Mampu mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi.
4. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
5. Tidak terjadi penurunan berat
badan yang berarti.

4.

Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein


dan vitamin C.
5. Berikan substansi gula.
6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung
tinggi serat untuk mencegah konstipasi.
7. Berikan makanan yang terpilih (sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi).
8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
makanan harian.
9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan.
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal.
2. Monitor adanya penurunan berat badan.
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
dilakukan.
4. Monitor interaksi anak atau orangtua selama
makan.
5. Monitor lingkungan selama makan.
6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
selama jam makan.
7. Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi.
8. Monitor turgor kulit.
9. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan
mudah patah.
10. Monitor mual dan muntah.
11. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan
kadar Ht.
12. Monitor makanan kesukaan.

13. Monitor pertumbuhan dan perkembangan.


14. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva.
15. Monitor kalori dan intake nuntrisi.
16. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas oral.
17. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet.

DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Media Action.
Lynda, Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.
NANDA. 2012. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth Edisi 8 Vol 1. Alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester,
Yasmin asih. Jakarta : EGC.
Herdman Heather. 2012. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta : EGC
Nurarif & Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction
Price, S.A. dan Wilson L.M. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi
ke-6. Volume 1. Jakarta : EGC Smeltzer, S.C. dan B.C Bare. 2001. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Edisi ke-8. Volume 2.
Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai