Anda di halaman 1dari 2

25

BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosa sinusitis maksilaris pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan transiluminasi. Belum dilakukan pemeriksaan penunjang, seperti radiologi
dengan Waters. Anamnesa pada pasien didapatkan keluhan pilek kadang kadang sejak 2 tahun yang
lalu. Selain itu pasien mengeuh hidungnya terasa tersumbat dan sekret bercampur darah. Bersin
bersin 5 kali. Cairan yang keluar dari hidungnya kental, kadang bercampud darah tetapi tidak berbau.
Hal ini sesuai dengan gejala dari sinusitis maksilaris dimana terdapat gejala pilek yang hilang timbul,
nyeri di area maksilaris. Sinusitis ini bersifat kronik karena keluhan tersebut te;ah dialami pasien
selama 2 tahun.
Dari pemeriksaan fisik status lokalis hidung didapatkan konka inferior mengalami hiperemi.
Pada pemeriksaan penekanan regio sinus didapatkan nyeri tekan pada sinus maksilaris dextra dan
sinistra / fossa kanina. Hal ini sesuai pustaka dimana pada pemeriksaan fisik akan didapatkan nyeri
tekan pada saat palpasi atau perkusi regio maksila. Melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik, ditetapkan
diagnosa klinik sinusitis maksilaris bilateral dengan diagnosis banding rhinitis alergi. Pemeriksaan
tambahan transiluminasi didapatkan gambaran gelap pada sinus maksilaris bilateral.
Sinusitis maksilaris pada pasien ini kemungkinan disebabkan riwayat penyakit pilek yang
berulang yaitu rinitis, dimana pasien sebelumnya sering mengeluhkan pilek hilang timbul. Keadaan
normal 1/3 anterior cavum nasi terdapat kuman yang patogen. Dalam keadaan infeksi akut baik virus
ataupun kuman dari luar, maka kuman yang tidak patogen tadi berkembang dengan cepat dan menyebar
diantaranya masuk melalui sinus maksilaris melalui ostia.
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini adalah terapi umum yaitu, istirahat dengan
posisi sinus maksilaris yangsakit berada diatas, dan konsumsi makanan lunak. Dapat dilakukan terapi
untuk mengeluarkan sekret dari sinus dengan melakukan irigasi. Irigasi dilakukan dengan memasukkan
trokar ke dalam meatus nasi inferior untuk mrmbuat lubang sebagai akses cairan pembilas. Cairan
disemprotkan ke dalam sinus dan keluar melalui ostium alami.
Sebagai terapi medika mentosa dilakukan pemberian antibiotik yaitu Amoxan 500mg/kali sehari
3 kali, pemberian flutamol sebagai analgesik, dekongestan hidung diharapkan dapat mengurangi gejala
pasien, serta pemberian suplemen untuk membantu tubuh mengurangi kepekaan terhadap zat makanan,
udara, dan tanpa sedative khas atau merangsang bahan antihistamin.
Selain itu diberikan fisioterapi pada pasien yaitu dengan terapi SWD (Short Wave Diarthermy)
pada bagian rehabilitasi medik. Terapi ini merupakan terapeutik arus frekuensi tinggi yang
menggunakan energi elektromagnetik. Dilakukan terapi ini dengan indikasi antara lain sinusitis dan
pada pasien tidak terdapat kontraindikasi seperti keganasan, menggunakan pace maker jantung,
kehamilan, menstruasi, infeksi akut dan demam, atau gangguan sensibilitas. Prognosa pada pasien ini
dapat baik apabila pasien mau melakkukan terapi dengan teratur.

26

BAB V
PENUTUP
5.1.1 Kesimpulan
1. Sinusitis maksilaris adalah suatu peradangan sinus paranasal. Yang lebih tepatnya adanya
peradangan pada sinus maksilaris.
2. Adapun penyebab dari sinusitis maksilaris yaitu rinogen dan dentogen.
3. Pasien ini didiagnosa Sinusitis maksilaris kronik bilateral berdasarkan anamnesa dan
pemeriksaan fisik dikarenakan Rhinitis Alergi.
5.2 Saran
Adapun saran dari penulisan lapsus ini adalah sebagai berikut :
1. Pada penulisan selanjutnya diharapkan menambahkan literatur agar pembahasan lebih
sempurna.
2. Pada kasus ini disarankan untuk mengetahui penttingnya penanganan agar tidak terjadi

komplikasi yang fatal.

Anda mungkin juga menyukai