Anda di halaman 1dari 10

TUGAS UJIAN

ABSES PERITONSIL

Disusun oleh:
Selvia Emilya
1110312149
Penguji:
dr. Rossy Rosalinda, Sp. THT-KL
BAGIAN ILMU PENYAKIT THT-KL
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2016
1. Diagnosis pada gambar: Abses Peritonsil
2. Lokasi: Peritonsil kiri
3. Hal yang terlihat dari gambar tersebut adalah: uvula bengkak dan terdorong
ke kanan, arkus faring asimetris, palatum mole membengkak, peritonsil terlihat
hiperemis dan terdapat abses, tonsil tidak terlihat jelas akibat abses peritonsil.
4. Terapi pada abses peritonsil
Sumber:
- Behrad BA, Gady HE.. Deep Neck Infection. Bailey Volume 1. Page 794- 807.
- Udayan KS. Tonsillitis and Peritonsillar Abscess Treatment & Management. 2015.
Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/871977-treatment#showall
pada tanggal 7 Juni 2016.

Nicholas J, Galioto. Peritonsillar Abscess. Broadlawns Medical Center. 2008.


Diunduh dari http://www.aafp.org/afp/2008/0115/p199.pdf pada tanggal 7 Juni

2016.
Darnila F. Abses Lehar Dalam. THT. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala & Leher . 2014. Halaman 226-227.


Novialdi. Diagnosis dan Penatalaksanaan Abses Peritonsil. Fakultas Kedokteran
Universitas

Andalas/

RSUP.

Dr.

M.

Djamil

Padang.

Diunduh

dari

http://repository.unand.ac.id/18155/2/DIAGNOSIS%20DAN
%20PENATALAKSANAAN%20ABSES%20PERITONSIL.pdf pada tanggal 7
Juni 2016.
Keberhasilan pengelolaan abses peritonsil dapat dicapai dengan pengobatan
yang cepat dan memadai, kontrol jalan napas, terapi antibiotik yang efektif, aspirasi,
drainase dan insisi abses tepat waktu serta intervensi bedah bila diindikasikan. Selain
itu, perlu dicari sumber infeksi awal penting dilakukan untuk mencegah kekambuhan.
a. Kontrol jalan napas
b. Rehidrasi berfungsi untuk meningkatkan respon imun pasien terhadap infeksi.
c. Pengobatan bersamaan predisposisi penyakit penyerta pada orang dewasa dan
anak-anak akan meningkatkan fungsi kekebalan tubuh.
d. Simptomatik: analgetik dan antipiretik.
e. Terapi antibiotik
Kebanyakan kasus kuman penyebab abses peritonsil yaitu gram positif kokus,
gram negatif serta anaerob yang resisten terhadap beta laktam. Sehingga
diperlukan antibiotik Penisilin kominasi dengan antibiotik yang resisten dengan
beta laktamase bersama dengan obat yang efektif terhadap kuman anaerob seperti
Metronidazol atau Klindamisin. Pasien yang terinfeksi Pseudomonas harus diberi
anti pseudomonas penisilin seperti tikarsilin-clavulanate, golongan kuinolon

seperti ciprofloksasin atau levofloksasin, aminoglikosida seperti klindamisin.


Antibiotik efektif mengobati abses dan diberikan pada 48 72 jam tanpa
pembedahan. Jika tindakan drainase dan pembedahan dilakukan, pemberian
antibiotik parenteral pasca operasi perlu dilanjutkan sampai pasien tidak demam
selama 48 jam kemudian dilanjutkan ke antibiotik oral selama 2 minggu.

f. Kortikosteroid
Pemberian Metilprednisolon 2-3 mg/kgBB atau 250 mg IV dikombinasi dengan
antibiotik memberikan respon pengobatan yang lebih cepat. Pemberian
kortikosteroid pada abses peritonsil membantu kecepatan dari penyembuhan.
g. Aspirasi, drainase abses dan pembedahan (insisi)
Drainase dan pembedahan didasarkan pada beberapa faktor seperti pada
kasus yang tidak ada penyembuhan ketika 48 jam pemberian antibiotic dan cairan
intravena, timbulnya gejala seperti demam yang persisten, nyeri, bengkak dan
peningkatan leukosit. Selain itu diidikasikan juga atas gangguan jalan napas,
adanya komplikasi atau septikemia, atau lebar abses yang lebih dari 3 cm.
Drainase dan pembedahan dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti
drainase transoral dan intraoral, drainase eksternal pada servikal, atau aspirasi
dengan jarum.

Aspirasi
Aspirasi dengan jarum paling disukai karena tindakannya kurang invasif.
Area disekitar abses dilakukan anestesi infiltrasi dengan anestesi local atau
semprot atau anastesi topical seperti Benzokain Pemeriksaan ini dilakukan dengan
meraba abses kemudian disedot dengan jarum, kemudian tambahkan kateter untuk
irigasi pada abses tersebut. Jarum 1 ml ditempatkan pada daerah abses, jangan
sampai menembus mukosa faring lebih dari 1 inci untuk mencegah cedera
pembuluh darah dan saraf dari ruang parafaringeal. Jika aspirasi dari area
peritonsil yang berbeda tidak menemukan cairan abses, maka apsien harus diobati
dengan antibiotik terlebih dahulu. Tetapi jika cairan abses didapatkan, aspirasi
penuh dapat dilakukan.
Keuntungan dari tindakan ini adalah menghindari morbiditas terkait
pembedahan terbuka termasuk jaringan parut yang terjadi, menghindari
kontaminasi dengan penyebaran infeksi dan cedera neurovaskular.

Drainase dan Insisi


Drainase dan insisi dapat dilakukan setelah aspirasi jarum dengan
menggunakan pisau. Gagang pisau dengan terpasang pisau nomor 15 ditempelkan
1 inci dari ujung untuk mencegah penetrasi yang dalam melalui mukosa. Sebuah
sayatan lengkung yang lembut, tidak lebih dari setengah inci yang mendalam,
yang dibentuk sepanjang perimeter kapsul tonsil dan melalui titik dari mana nanah

dievakuasi. Sebuah penjepit tumpul (misalnya, Kelly clamp) digunakan untuk


secara luas membuka kantong abses. Hidrogen peroksida digunakan untuk
hemostasis.
Sedasi, hidrasi, analgesia, dan anestesi (setidaknya topikal atau lokal)
merupakan hal yang penting. Deksametason intravena berperan dalam mengurangi
rasa sakit setelah drainase. Beberapa orang dewasa dan kebanyakan anak
membutuhkan sedasi yang kuat atau anestesi umum untuk drainase yang aman dan
memadai.
Paparan orofaring posterior terhadap aspirasi, drainase dan insisi dicapai
dengan menggunakan tangan yang tidak dominan untuk menekan lidah dengan
spons saat pasien membuka mulutnya. Pada pasien dengan trismus yang berat,
tongue blade dapat digunakan untuk menekan lidah.
Setelah prosedur, pasien diamati sesuai dengan protokol sedasi dan
anestesi. Pasien diberikan antibiotik oral selama 10 hari terapi, resep untuk
analgetik oral untuk mengontrol rasa sakit dan instruksi untuk mempertahankan
hidrasi serta mengontrol demam. Kemudian pasien perlu control dalam 2-4
minggu setelah prosedur untuk mengkonfirmasi resolusi gejala.

h. Tonsilektomi
Tonsilektomi diindikasikan untuk abses peritonsil dengan tonsillitis kronis atau
berulang. Pada umumnya tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi tenang yaitu 2- 3
minggu sesudah drainase abses.
5. Komplikasi pada abses peritonsil
Sumber:
- Behrad BA, Gady HE.. Deep Neck Infection. Bailey Volume 1. Page 794- 807.
- Nicholas J, Galioto. Peritonsillar Abscess. Broadlawns Medical Center. 2008.
Diunduh dari http://www.aafp.org/afp/2008/0115/p199.pdf pada tanggal 7 Juni
2016.
- Darnila F. Abses Lehar Dalam. THT. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala & Leher . 2014. Halaman 226-227.
- Novialdi. Diagnosis dan Penatalaksanaan Abses Peritonsil. Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas/ RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Diunduh dari
http://repository.unand.ac.id/18155/2/DIAGNOSIS%20DAN
%20PENATALAKSANAAN%20ABSES%20PERITONSIL.pdf pada tanggal 7
Juni 2016.
Komplikasi segera yang dapat terjadi berupa dehidrasi kjarena asupan
makanan dan cairan yang kurang. Pecahnya abses secara spontan dengan aspirasi
darah atau pus dapat menyebabkan pneumotitis atau abses paru. Pecahnya abses juga

dapat menyebabkan penyebaran infeksi ke ruang leher dalam dengan kemungkinan


sampai ke mediastinum dan dasar tengkorak.
Infeksi abses peritonsil menyebar kearah parafaring menyusuri selubung
karotis kemudian membentuk ruang infeksi yang luas. Perluasan infeksi ke arah
parafaring dapat menyebabkan terjadinya abses parafaring, penjalaranselanjutnya
dapat masuk ke mediastinum sehingga dapat terjadi mediastinitis.
Pembengkakan yang timbul di daerah supraglotis dapat menyebabkan
obstruksi jalan nafas yang memerlukan tindakan trakeostomi. Keterlibatan ruangruang faringomaksilaris dalam komplikasi abses peritonsil mungkin memerlukan
drainase dari luar melalui segitiga submandibular.
Bila terjadi perjalanan ke daerah intrakranial dapat mengakibatkan
thrombus sinus kavernosus, meningitis, dan abses otak. Pada keadaan ini bila tidak
ditangani dengan baik akan menghasilkan gejala sisa neurologis yang fatal.
Komplikasi lain yang mungkin timbul akibat penyebaran abses adalah endokarditis,
nefritis, dan peritonitis.
Komplikasi Neurovaskular
Pseudoaneurisma arteri karotis dan rupture dapat terjadi dengan penyebaran
infeksi melalui ruang karotis. Pada pasien biasanya ditemukan pulsasi pada leher.
Selain itu juga ditemukan batuk berdarah yang rekuren, othore dengan perdarahan,
hematom pada jaringan lunak leher dan hemodinamik yang tidak stabil. Penyebaran
retrograde dari tromboflebitis juga bisa menyebabkan thrombosis sinus kavernosus.
Penyebaran infeksi ke ruang arteri karotis atas dan ruang poststyloid parafaringeal
mungkin akan menyebabkan gangguan N. IX, X, XI dan XII. Komplikasi penyebaran
ke SSP berupa meningitis dan abses peringeal.
Demam tinggi, leher kaku, emboli paru dan sistemik, pembengkakan daerah
sekitar rahang dapat terjadi akibat dapat terjadi.

Komplikasi Tambahan
Pecahnya abses ke saluran nafas dapat menyebabkan pneumonia aspirasi, abses
paru, empiema, bahkan sesak napas. Penyebaran infeksi ke dalam dapat
menyebabkan osteomielitis vertebra servikal dan mandibula. Penyebaran sistemik
dari infeksi dapat menyebabkan disseminated intravascular coagulation dan sepsis.
Mediastinitis
Perpanjangan infeksi dari kepala dan leher ke mediastimum jarang terjadi tapi
merupakan hal yang ditakutkan. Infeksi menyebar melintasi retrofaringeal,
prevertebral, atau ruang viseral anterior. Gejala berupa nyeri dada, dispneu, bersama
dengan pembengkakan leher.

Anda mungkin juga menyukai