Anda di halaman 1dari 13

Kebudayaan Lembah sungai Indus

Jawatan purbakala India pada tahun 1922 mengadakan penggalian di Mohendjodaro dan Harappa
(ditemukan benda purbakala dan bangunan kota yang berkebudayaan tinggi) dan disebut
kebudayaan Mohenjodaro dan Harappa.

Mata pencahariaan
Bangsa Dravida adalah pedagang (diatur dengan baik). Mereka mengadakan hubungan dengan
daerah lain.
Kepercayaan / Agama
Bangsa Dravida menyembah banyak dewa (politheisme)
Hasil kebudayaan bangsa Dravida
Meliputi : Ilmu ukur, terbukti adanya (perencanaan kota, bangunan rumah tertib, jalan lurus lebar).
Arsitektur, adanya rumah terbuat dari batu bata dengan atap datar, ada yang bertingkat/modern. Seni
tari, terbukti adanya patung perunggu berbentuk anak perempuan yang sedang menari. Tulis, berupa
gambar-gambar (piktografik)
Kebudayaan Hindu-Budha
Penyebaran bangsa Aria ke India, menghancurkan kebudayaan Mahenjodaro dan Harappa. Daerah
yang dikuasai dinamakan Hindustan, yang berarti Negara orang Hindu. Bahasa yang digunakan
bahasa Sansekerta. Bangsa Aria menganggap rendah bangsa Dravida, karena :

Orang Aria berkulit putih orang Dravida berkulit hitam.


Orang Aria berhidung mancung orang Dravida berhidung pesek.
Orang Aria berbadan tinggi orang Dravia berbadan pendek.

Karena perbedaaan itu bangsa Aria menjauhkan diri dari bangsa Dravida. Perkembangannya bangsa
Aria di India dikelompokkan dalam empat zaman :
Zaman Weda (2000 1000 SM)
Agama dan kepercayaan memeluk agama Hindu dan menyembah banyak dewa. Dalam
perkembangannya terjadi percampuran dengan kebudayaan bangsa Dravida. Menyembah banyak
dewa menjadi tiga dewa (Trimurti = tiga dewa tertinggi/Iswara) yaitu :

Brahma yaitu dewa pencipta


Wisnu yaitu dewa pemelihara/pelindung.
Syiwa yaitu dewa perusak.

Orang hindu percaya adanya Hukum Karma (karma pala) = hukuman orang yang sesuai dengan
perbuatannya.

Pembagian Masyarakat, tujuan pembagian kasta oleh bangsa Aria :

Untuk membedakan bangsa Aria dengan bangsa Dravida.


Pembagian tugas berdasarkan pekerjaan dan kedudukan sosial.

Akibatnya dalam masyarakat terdapat beberapa kasta :

Kasta Brahmana (dari para pendeta)


Kasta ksatria (dari para raja, bangsawan dan prajurit)
Kasta Waisya (dari para petani, pedagang dan pengusaha)
Kasta Sudra ( dari para pekerja kasar dan budak)
Kasta Paria / Candala (dari para budak belian)

Dalam agama Hindu dikenal Catur Asmara, membagi masyarakat atas empat kelompok :

Brahmacarin (dari anak usia 8 12 tahun / usia sekolah.


Grhasta ( kepala keluarga)
Wanaprstha (penghuni hutan yang bertapa)
Sanyasin/Pariwrajaka (pertapa yang mengembara)

Hasil kebudayaan bangsa Aria


Hasilnya berupa :

Seni patung/pahatan, umumnya patung-patung berbentuk patung Brahma, Wisnu dan Syiwa.
Seni bangunan, berupa candi dengan pahatan indah.
Tulisan dan bahasa, bahasa yang digunakan adalah bahasa Sansekerta. Hurufnya huruf
Pallawa, di Jawa berkembang menjadi huruf JAwa.
Seni sastra, yang ditulis bangsa Aria adalah kitab Weda, yang terbagi menjadi empat
bagian: Rigweda; Yajurweda; Samaweda dan Atarwaweda.

Kitab yang terkenal adalah Rigweda yang berisi puji-pujian kepada dewa.
Zaman Epos (1000 500 SM)
Dinamakan epos karena pada masa itu sastrawan banyak menyusun cerita kepahlawanan yang
terkenal. Antara lain Mahabharata dan Ramayana.
Kitab Mahabharata digubah oleh Wiyasa, yang melukiskan perang saudara antara Pandawa dengan
Kurawa. Kitab Ramayana digubah oleh Walmiki yaitu melukiskan kepahlawanan Rama dan
kesetiaan seorang istri, Shinta.
Zaman Budha
Agama Budha diajarkan oleh Sidharta Gautama (dikenal dengan sang Budha, artinya orang yang
telah mendapat penerangan. Kitab suci agama Budha adalah Tripitaka, artinya tiga keranjang, tidak
mengenal pembagian kasta.
Tempat-tempat suci agama Budha :

Kapilaswatu, tempat kelahiran sang Budha.


Bodh gaya, tempat sang Budha bersemedi dan mencapai Bodhi.
Sarnath (dekat Benares), tempat sang Budha memberikan wejangan yang pertama kali.
Kusinagara, tempat sang Budha wafat (usia 80 tahun) 483 SM

Raja India yang berjasa menyebarkan agama Budha ialah raja Asoka. Riwayat sang Budha
diabadikan dalam kitab Jataka.

Zaman Dinasti Maurya (322 185 SM)


Dinasti ini didirikan oleh raja Candra Gupta Maurya, pusat pemerintahan di Pattaliputra. Agama
Hindu dijadikan agama Negara. Puncak kejayaan Dinasti Maurya terjadi pada pemerintahan raja
Asyoka.[ps]

A. Pendahuluan
Perkembangan agama Hindu-Budha tidak dapat lepas dari peradaban lembah Sungai Indus,
di India. Di Indialah mulai tumbuh dan berkembang agama dan budaya Hindu dan Budha. Dari
tempat tersebut mulai menyebarkan agama Hindu-Budha ke tempat lain di dunia.1[1]
Letak peradaban terbesar bangsa India adalah teletak di Mohenjodaro dan Harapa. Suku asli
India adalah bangsa Dravida, yang kemudian eksistensinya sedikit demi sedikit tergusur loleh
kedatangan bangsa Arya dari Asia Barat2[2]. Peradaban India sering disebut dengan peradaban
sungai Indus yang dialiri oleh lima anak sungai yaitu; Yellum, Chenab, Ravi, Beas, Suttly yang
kemudian terkenal dengan sebutan Punjab (Daerah lima Aliran Sungai).

Gambar 1: Harappa dan Mohenjodaro


Penggalian-penggalian di situs Mohenjodaro-Harappa, mengungkapkan bahwa pendukung
peradaban ini telah memiliki tingkat peradaban yang tinggi. Dari bukti-bukti peninggalan yang
didapat, kita memperoleh gambaran bahwa penduduk Mohenjodaro-Harappa telah mengenal adat
istiadat dan telah mempunyai kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakatnya. Misalnya, banyak
ditemukan amulet-amulet atau benda-benda kecil sebagai azimat yang berlubang-lubang,
diasumsikan digunakan sebagai kalung. Lalu, ditemukan juga materai yang terbuat dari tanah liat,
yang kebanyakan memuat tulisan-tulisan pendek dalam huruf piktograf, yaitu tulisan yang
bentuknya seperti gambar. Sayangnya, huruf-huruf ini sampai sekarang belum bisa dibaca, sehingga
misteri yang ada di balik itu semua belum terungkap.3[3]

1
2
3

Gambar 2: Peta India


B. Peradaban Lembah Sungai Indus
Peradaban lembah sungai Indus:Kebudayaan sungai indus terletak di lembah sungai Indus( sungai
Sindhu)di daerah bagian Punjab( barat laut India). Kebudayaan ini berkembang
sejak 3000 Sm. Penelitian kebudayaan dilakukan oleh arkeolog inggris bernama
sir John Marshaal yang dibantu oleh Benerji ahli purbakala dari indiaBerdasarkan penelitian ini
kebudayaan india kuno berpusat di kota Mohenjodaro dan harappa, amri, dan Changko
daro.Pendukung kebudayaan lembah sungai Indus adalah bangsa dravidadengan ciri
kulit hitam, rambut keriting dan hidung pese k. Lembu jantan biasadianggap sebagai
binatang yang keramat demikian pula dengan gajah, badak dan b u a ya ya n g b a n ya k d i
t e m u k a n d a l a m p a h a t a n m a t e r a i - m a t e r a i . M e r e k a j u g a menyembah pohon-pohon
besar. Yang ditemukan dalam lukisan lukisan ( semacam pohon Bodhi) yang oleh agama budha
dianggap sebagai pohon suci.4[4]
Peradaban suku bangsa Dravida berpusat di tepi sungai Indus (Shindu). Peninggalan tersebut adalah
reruntuhan kota tua Mohenjo Daro-Harrapa. Dari reruntuhan tersebut dapat ditemukan bukti-bukti
keberadaan sebuah tata kota modern peninggalan suku bangsa Dravida 2000 tahun SM. Ciri-ciri
tersebut diantaranya:
a.Bangunan-bangunan dibuat secara teratur
b.Jalan-jalan lurus dan teratur
c.Terdapat saluran pembuangan air
d.Rumah-rumah dilengkapi dengan kamar mandi
e.Terdapat pemandian umum/ kolam renang
4

Bukti keunggulan budaya suku bangsa Dravida yang lain adalah:


a.Telah mengenal sistim tata kota modern
b.Mengenal meterai dan mata uang
c.System transportasi dengan kereta kuda
d.Mengenal tulisan
e.Pembagian masyarakat dalam 4 golongan
Kebudayaan Lembah Sungai Gangga merupakan campuran antara kebudayaan bangsa Arya dengan
kebudayaan bangsa Dravida. Kebudayaan ini lebih dikenal dengan kebudayaan Hindu. Daerahdaerah yang diduduki oleh bangsa Indo-Arya sering disebut dengan Arya Varta (Negeri Bangsa
Arya) atau Hindustan (tanah milik bangsa Hindu). Bangsa Dravida mengungsi ke daerah selatan,
kebudayaannya kemudian dikenal dengan nama kebudayaan Dravida.5[5]
Sosial-Budaya
Penggalian-penggalian di situs Mohenjodaro-Harappa, mengungkapkan bahwa pendukung
peradaban ini telah memiliki tingkat peradaban yang tinggi. Dari bukti-bukti peninggalan yang
didapat, kita memperoleh gambaran bahwa penduduk Mohenjodaro-Harappa telah mengenal adat
istiadat dan telah mempunyai kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakatnya. Misalnya, banyak
ditemukan amulet-amulet atau benda-benda kecil sebagai azimat yang berlubang-lubang,
diasumsikan digunakan sebagai kalung. Lalu, ditemukan juga materai yang terbuat dari tanah liat,
yang kebanyakan memuat tulisan-tulisan pendek dalam huruf piktograf, yaitu tulisan yang
bentuknya seperti gambar. Sayangnya, huruf-huruf ini sampai sekarang belum bisa dibaca, sehingga
misteri yang ada di balik itu semua belum terungkap.6[6]

Gambar 3: Situs tempat penemuan peradaban di Harappa


Benda-benda lain yang ditemukan di kawasan Mohenjodaro-Harappa adalah bermacam-macam
periuk belanga yang sudah dibuat dengan teknik tuang yang tinggi. Selain itu ditemukan juga
benda-benda yang terbuat dari porselin Tiongkok yang diduga digunakan sebagai gelang, patungpatung kecil, dan lain-lain. Dari hasil penggalian benda, dapat diasumsikan bahwa teknik menuang
logam yang telah mereka lakukan sudah tinggi. Mereka dapat membuat piala-piala emas. Mereka
dapat membuat piala-piala emas, perak, timah hitam, tembaga, maupun perunggu. Penduduk
5
6

Mohenjodaro-Harappa sudah mampu membuat perkakas hidup berupa benda tajam yang dibuat
dengan baik. Namun, senjata seperti tombak, ujung anak panah, ataupun pedang, sangat rendah
mutu buatannya. Hal ini mengindikasikan bahwa penduduk Mohenjodaro-Harappa merupakan
orang-orang yang cinta damai, atau dengan kata lain tidak suka berperang. Pada masa ini pula,
diduga masyarakat Mohenjodaro-Harappa telah mengenal hiburan berupa tari-tarian yang diiringi
genderang. Di tempat penggalian ini juga ditemukan alat-alat permainan berupa papan bertanda
serta kepingan-kepingan lain. Masyarakat Mohenjodaro-Harappa telah mempunyai tata kota yang
sangat baik. Masyarakat pendukung kebudayaan ini juga dikenal mempunyai sistem sanitasi yang
amat baik. Mereka mempunyai tempat pemandian umum, yang dilengkapi dengan saluran air dan
tangki air di atas perbentengan jalan-jalan utama.7[7]
Kepercayaan
Masyarakat Lembah Sungai Indus telah mengenal cara penguburan jenazah, tetapi, hal ini
disesuaikan dengan tradisi suku bangsanya. Di Mohenjodaro contohnya, masyarakatnya melakukan
pembakaran jenazah. Asumsi ini didapat karena pada letak penggalian Kota Mohenjodaro tidak
terdapat kuburan. Jenazah yang sudah dibakar, lalu abu jenazahnya dimasukkan ke dalam tempayan
khusus. Namun ada kalanya, tulang-tulang yang tidak dibakar, disimpan di tempayan pula. Objek
yang paling umum dipuja pada masa ini adalah tokoh Mother Goddess, yaitu tokoh semacam Ibu
Pertiwi yang banyak dipuja orang di daerah Asia Kecil. Mother Goddess digambarkan pada banyak
lukisan kecil pada periuk belanga, materai, dan jimat-jimat. Dewi-dewi yang lain nampaknya juga
digambarkan dengan tokoh bertanduk, yang terpadu dengan pohon suci pipala. Ada juga seorang
dewa yang bermuka 3 dan bertanduk. Lukisannya terdapat pada salah satu materai batu dengan
sikap duduk dikelilingi binatang. Dugaan ini diperkuat dengan ditemukannya gambar lingga yang
merupakan lambang Dewa Siwa. Namun, kita juga tidak dapat memastikan, apakah wujud pada
materai tersebut menjadi objek pemujaan atau tidak. Meskipun demikian, dengan adanya bentuk
hewan lembu jantan tersebut, pada masa kemudian, bentuk hewan seperti ini dikenal sebagai Nandi,
yaitu hewan tunggangan Dewa Siwa.
Politik
Kondisi kehidupan perpolitikan pada masa transisi (pasca Harappa hingga masa Arya), tampaknya
mulai terganggu dengan menyusutnya penduduk yang tinggal di kawasan Lembah Indus selama
paruh kedua millenium II SM. Mungkin saja terjadi karena pendukung kebudayaan Indus itu
musnah atau melarikan diri agar selamat ke tempat lain, sementara para penyerang tidak bermaksud
untuk meneruskan tata pemerintahan yang lama. Hal ini bisa terjadi karena diasumsikan tingkat
peradaban bangsa Arya yang masih dalam tahap mengembara, belum mampu melanjutkan
kepemimpinan masyarakat Indus yang relatif lebih maju, dilihat dari dasar kualitas peninggalan
kebudayaan yang mereka tinggalkan..8[8]
C. Kedatangan Bangsa Arya dan Pertemuan dengan Bangsa Dravida

7
8

Nama arya berarti bangsawan atau tuan, yang terdapat dalam bahasa persia dan india.
Perpindahan Bangsa Arya di India terjadi bertahap-tahap, dan tidak terjadi langsung dengan
gelombang besar. Waktu yang dibutuhkan juga membutuhkan waktu yang berabad-abad, itupun
sambil membawa keluarga mereka.9[9]

Gambar 4: Celah Khaibar


Pada tahun 1500 SM, bangsa Arya yang berasal dari Asia Tengah masuk ke wilayah India melalui
Celah Khaibar. Kedatangan mereka mendesak bangsa Dravida. Bangsa Arya yang merupakan
bangsa penggembala berkulit putih dan badan tinggi besar berperang beberapa lamanya dengan
bangsa Dravida. Peperangan tersebut mengakibatkan bangsa Dravida pindah ke selatan, namun ada
juga yang tetap bertahan dan melakukan interaksi dengan bangsa pendatang tersebut. Interaksi yang
terus-menerus itu menimbulkan asimilasi kebudayaan, yaitu lahirnya kebudayaan Hindu yang
merupakan percampuran kebudayaan Dravida dan Arya.10[10]
Pada waktu bangsa Arya menyerbu ke India, di sana telah tinggal penduduk India yang asli,
termasuk bangsa Dravida. Bangsa ini berbadan kecil kulitnya kehitam-hitaman bahkan ada juga
yang hitam, hidungnya pipih dan rambutnya ikal, mula-mula bangsa asli tersebut tersebar di seluruh
India Selatan saja. Bangsa Dravida itu tinggal di kota-kota, bercocok tanam, dan pandai berlayar
menyusuri pantai.
Sifat bangsa Arya berlainan dengan bangsa Dravida. Bangsa Arya berkulit putih, badannya
tinggi dan besar, rambutnya kemerah-merahan, hidungnya besar dan mancung, dan matanya biru.
Sifat yang paling istimewa dari bangsa Arya ini adalah pandai berperang daripada bangsa Dravida.
Mereka menggunakan bahasa Sansekerta. Mereka tidak lagi menjadi bangsa pengembara,
melainkan sebaliknya. Mereka menetap menjadi masyarakat desa, bercocok tanam, dan berdagang.
Mereka mempunyai tiga macam pekerjaan utama yakni menjalankan agama, berperang, dan
berdagang. Ketiga pekerjaan itu menimbulkan tiga golongan dalam pergaulan hidup mereka, yaitu
9
10

golongan pendeta, golongan prajurit, dan golongan gpedagang. Lambat laun ketiga golongan
tersebut berubah menjadi kasta Brahmana, kasta Ksatria, dan kasta Waisya. bangsa asli
(Dravida( yang telah ditaklukkan, oleh bangsa Arya, mereka dimasukkan ke dalam kasta yang
keempat yakni kasta Sudra. Sedang bangsa asli yang terdesak ke selatan, tidak dimasukkan ke
dalam kasta apapun. Mereka oleh bangsa Arya disebut kasta Pariah, artinya orang yang tidak
termasuk ke dalam lingkungan pergaulan hidup tertentu. Dari asas pergaulan kehidupan social itu
menyebabkan timbulnya konsepsi Hinduisme mengenai struktur dan susunan masyarakat. 11[11]
D. Pengaruh Bangsa Arya
Kedatangan bangsa Arya di India telah memberi pengaruh besar dalam sejarah
perkembangan Bangsa India sendiri. Bangsa Dravida yang sebelumnya telah menempati India telah
memberi tiga reaksi pasca serangan bangsa Arya. Kelompok pertama adalah mereka yang menolak
kedatangan bangsa Arya dengan memberi perlawanan sampai mati. Kelompok kedua yaitu mereka
yang akhirnya menyingkir ke daerah selatan, Deccan dan Bihar. Kelompok ketiga adalah yang
kemudian melakukan asimilasi dengan bangsa Arya, yang kemudian melahirkan budaya baru.
Fokus peneitian para ilmuan sejarah masih masih berkisar pada budaya yang telah
dihasilkan oleh percampuran bangsa Arya dan Dravida tersebut, atau yang kemudian sering dengan
kebudyaan Indo-arya. Alasan utamanya adalah bahwa percampuran tersebut selanjutnya melahirkan
sistem budaya dan poitik yang lebih mudah untuk dirunut pada sejarawan. Pengaruh selanjutnya
dari budaya Indo-arya adalah munculnya perbagai budaya seperti Bahasa Sansekerta, Upacara
Keagamaan, dan hal-hal sacral lainnya. Selain itu adalah kemunculan dan berkembangnya Agama
Hindu yang menjadi agama terbersar di India sampai sekarang.
Pengaruh yang signifikan dari bangsa Arya yang selama ini banyak dikaji adalah munculnya
banyak kerajaan bercorak Arya. Proses kultural yang berlangsung hingga abad ke-7 sebelum masehi
kemudian melahirkan sejarah politk bangsa India yang sangat panjang. Pada periode ini suber
sejarah India semakin terang dengan perlbagai iniformasi tertulis dari dalam India maupun dari
catatan asing. Beberapa kerajaan penting pada masa awal perkembagnan Arya adalah Gandhara,
Kosala, Kasi dan Maghada. Tetapi sampai sekarang hanya kerajaan-kerajaan yang mempunyai
pengaruh besar saja yang dapat diakses dan dikaji. Hal karena terbatasnya sumber sejarah yang
menerangkan perihal tersebut. Selain itu kita tahu India mempunyai wilayah yang cukup luas, dan
tidak memungkinkan dikaji kerajaan-kerajaan yang terseban seantero India. Dari sekian banyak
kerajaan, mungkin yang dapat diakses dan dikaji karena mempunyai peranan penting dalam
perkembangan peradaban di India. Salah satunya adalah Maghada12[12].
E. Munculnya Agama Hindu di India
Perkembangan agama Hindu-Budha tidak dapat lepas dari peradaban lembah Sungai Indus,
di India. Di Indialah mulai tumbuh dan berkembang agama dan budaya Hindu dan Budha. Dari
tempat tersebut mulai menyebarkan agama Hindu-Budha ke tempat lain di dunia. Agama Hindu
tumbuh bersamaan dengan kedatangan bangsa Aria (cirinya kulit putih, badan tinggi, hidung
mancung) ke Mohenjodaro dan Harappa (Peradaban Lembah Sungai Indus) melalui celah Kaiber
11
12

(Kaiber Pass) pada 2000-1500 SM dan mendesak bangsa Dravida (berhidung pesek, kulit gelap)
dan bangsa Munda sebagai suku bangsa asli yang telah mendiami daerah tersebut. Bangsa Dravida
disebut juga Anasah yang berarti berhidung pesek dan Dasa yang berarti raksasa. Bangsa Aria
sendiri termasuk dalam ras Indo Jerman.
Orang Aria mempunyai kepercayaan untuk memuja banyak Dewa (Polytheisme), dan
kepercayaan bangsa Aria tersebut berbaur dengan kepercayaan asli bangsa Dravida yang masih
memuja

roh

nenek

moyang.

Berkembanglah

Agama

Hindu

yang

merupakan sinkretisme (percampuran) antara kebudayaan dan kepercayaan bangsa Aria dan bangsa
Dravida. Terjadi perpaduan antara budaya Arya dan Dravida yang disebut Kebudayaan Hindu
(Hinduisme). Istilah Hindu diperoleh dari nama daerah asal penyebaran agama Hindu yaitu di
Lembah Sungai Indus/ SungaiShindu/ Hindustan sehingga disebut kebudayaan Hindu yang
selanjutnya menjadi agama Hindu. Daerah perkembangan pertama agama Hindu adalah di lembah
Sungai Gangga, yang disebut Aryavarta (Negeri bangsa Arya) dan Hindustan (tanah milik bangsa
Hindu).
Perkembangan Agama Hindu di India pada dasarnya terjadi selama empat fase. Jaman
Weda, jaman Bharmana, jaman Upanisad dan jaman Budha. Jaman Weda disinyalir telah
berkembang pada masa perdaban Mohenjodaro dan Harappa. Bukti yang menunjukan fase ini
adalah adanya patung yang menyerupai perwujudan Siwa. Selain itu pada masa ini masyarakat
India kuno juga telah menyembah dewa-dewa. Tetapi kepastian dimulainya fase Weda adalah pada
masa Bangsa Arya berada di Punjab di lembah sungai Indus. Sekitar 2500 s.d 1500 tahun sebelum
masehi. Setelah terdesak bangsa Dravida akhirnya hijrah ke arah Selatan di dataran tinggi Dekkan,
dan sebagian ada yang membaur dan berasimilasi dengan kebudayaan bangsa Arya. Bangsa Arya
sendiri telah menyembah beberapa dewa, diantaranya: Agni, Varuna, Vayu, Indra, Siwa dan
sebagainya. Tetapi tuhan-tuhan tersebut hanyalah manifestasi dari perwujudan tuhan yang Maha
Esa, yang mengatur dan berkuasa atas alam semesta yang disebut Rta.13[13]

13

Kisah Peradaban Lembah Sungai Indus

Sejak 4.500 tahun yang lalu masyarakat yang hidup di lembah Sungai Indus telah memiliki
organisasi kemasyarakatan yang sangat tinggi. Cikal bakal peradaban India ini dikenal dengan
sebutan peradaban lembah Sungai Indus. Secara geografis, kawasan ini meliputi negara Pakistan
dan India bagian barat, rangkaian pegunungan Himalaya dan pegunungan Hindu Kush yang
melindungi penduduk lembah Sungai Indus dari serangan bangsa asing. Satu-satunya jalan bagi
para pendatang untuk memasuki kawasan lembah Sungai Indus adalah melalui celah Khyber.
Adapun bagi masyarakat lembah Sungai Indus untuk berhubungan dengan negara-negara asia barat
daya dan Cina adalah melalui jalan laut, karena kawasan ini berhadapan langsung dengan Laut Arab
dan Samudra Hindia.
Penelitian tentang peradaban India kuno dilakukan oleh para arkeolog dari Inggris. Pada tahun
1921, arkeolog Inggris bernama Sir John Marshall menemukan reruntuhan dua kota kuno yang
sangat indah dan rapi. Dua kota ini dikenal dengan nama Mohenjo Daro dan Harappa. Dari
reruntuhan dua kota ini, para ahli sejarah dapat menggambarkan berbagai segi kehidupan
masyarakat lembah sungai Indus.

Sistem Pemerintahan
Berdasarkan penelitian, di kota Mohenjo Daro dan Harappa ditemukan benteng yang mengelilingi
kedua kota tersebut. Kota Harappa dikelilingi benteng sepanjang 450 meter dan di sekitar benteng
tersebut dibangun barak-barak untuk tempat tinggal para pasukan. Di dekat barak-barak tersebut
dibangun lumbung-lumbung tempat menyimpan hasil pertanian dengan ukuran panjang 15 meter
dan lebar 6 meter. Dari peninggalan-peninggalan tersebut para ahli menduga bahwa peradaban
lembah Sungai Indus telah menjalankan sistem pemerintahan yang bersifat theokrasi. Tiap kota
dipimpin oleh pendeta yang berkuasa secara mutlak. Jadi, kedua kota tersebut diperkirakan telah
memiliki pemerintahan pusat.

Sistem Ekonomi
Sistem perekonomian masyarakat lembah Sungai Indus sangat bergantung pada pengolahan lahan
pertanian di sekitar sungai. Di kawasan ini, petani menanam padi, gandum, sayuran, buah-buahan,
dan kapas. Selain itu mereka juga beternak sapi, kerbau, domba, dan babi. Selain pertanian dan
peternakan, perdagangan juga merupakan aspek perekonomian penting bagi masyarakat lembah
Sungai Indus. Kelebihan hasil pertanian membuat mereka dapat melakukan perdagangan dengan
bangsa lain terutama dengan penduduk Mesopotamia. Barang dagangan yang diperjual-belikan
masyarakat lembah Sungai Indus adalah barang-barang dari perunggu dan tembaga, bejana dari
perak dan emas, serta perhiasan dari kulit dan gading.

Sistem Kepercayaan
Sama halnya dengan sistem kepercayaan bangsa Mesir dan Mesopotamia, tumbuh dan
berkembangnya sistem kepercayaan masyarakat lembah Sungai Indus selalu berkaitan dengan
lingkungan geografis tempat tinggalnya. Kebudayaan agraris yang dikembangkan masyarakat
lembah Sungai Indus telah melandasi kepercayaan yang mereka anut. Untuk itu, masyarakat lembah
Sungai Indus sangat mengagungkan dan memuja akan kesuburan. Hal ini terbukti dengan
ditemukannya sejenis patung "Dewi Ibu" yang terbuat dari tanah liat. Patung dewi Ibu dipercayai
sebagai perwujudan dari dewi kesuburan.
Masyarakat lembah Sungai Indus juga menyembah manusia berwajah tiga dan binatang yang
banyak ditemukan dalam cap stempel. Diduga cap stempel manusia berkepala tiga ini adalah dewa
utama mereka yang pada perkembangan selanjutnya menjadi Dewa Syiwa dalam agama Hindu.

Peninggalan Budaya
A. Arsitektur
Peninggalan masyarakat lembah Sungai Indus yang sangat berperan dalam mengungkap peradaban
mereka adalah ditemukannya reruntuhan kota kuno Mohenjo daro di Pakistan Selatan dan Harappa
di Punjab, India. Kedua kota ini dipisahkan oleh gurun tandus sepanjang 644 km. Bangunan kota
kuno ini dibuat dengan batu bata merah yang sudah dibakar serta dipoles dengan kapur dan semen.
Rumah-rumah banyak yang bertingkat dua dan tiga lengkap dengan tangganya, serta dilengkapi
pula oleh sumur dan kamar mandi.
Kota Mohenjo Daro dan Harappa dibangun berdasarkan pada pola perencanaan kota yang sangat
baik. Perumahan penduduk sangat teratur, jalan-jalannya dibuat lurus dan lebar, saluran-saluran air
yang baik, dan dibuat pula tempat pemandian umum dengan ukuran 12 meter X 7 meter, serta
lumbung-lumbung tempat penyimpanan bahan makanan terutama gandum dengan ukuran 15 meter
X 6 meter.
B. Perhiasan

Gambar gelang yang banyak ditemukan di Mohenjo Daro dan Harappa

Di reruntuhan Mohenjo Daro dan Harappa banyak ditemukan berbagai bentuk perhiasan wanita
yang terbuat dari logam, kulit, dan gading.
C. Mainan Anak

Banyak ditemukan berbagai bentuk mainan anak berupa kereta binatang yang terbuat dari tanah
liat yang dibakar yang disebut dengan terracota.
D. Cap atau Stempel

Benda peninggalan masyarakat lembah Sungai Indus yang banyak ditemukan adalah cap atau
stempel yang terbuat dari tanah liat yang dibakar. Cap atau stempel tersebut berbentuk segi empat
dan hanya berukuran 2,5 cm saja. Cap stempel ini ditemukan sebanyak 250 lambang dengan
berbagai bentuk gambar manusia, binatang dan disertai dengan tulisan gambar (piktograf). Biasanya
cap stempel ini dipergunakan para pedagang untuk menandai barang-barang miliknya. Namun,
tulisan gambar yang tertera di cap stempel tersebut sampai sekarang masih belum bisa
diterjemahkan.

Anda mungkin juga menyukai