Anda di halaman 1dari 9

Bagaimana agar Dewatering tidak Mengganggu Lingkungan

Written by Gouw Tjie Liong. Posted in GTL Interviews

Majalah Konstruksi, Nomor 178, Februari 1993

Kebutuhan terhadap ruang bawah tanah atau besmen di kota-kota besar, seperti
Jakarta, kian meningkat. Masalahnya adalah bagaimana agar penggalian untuk
keperluan lantai besmen tersebut bisa dilakukan secara aman, baik untuk
kepentingan proyek itu sendiri maupun terhadap lingkungan sekitarnya. Karena
penggalian beberapa lantai besmen biasanya melibatkan pekerjaan dewatering
yang kalau tidak ditangani secara baik bisa menimbulkan dampak-dampak yang
tidak diharapkan. Ada kesan seolah dewatering hanya sekedar menyedot air tanah,
sehingga bisa dilaksanakan begitu saja?.

Menurut pakar geoteknik terkemuka dari New Zealand, Dr. L.D. Wesley, dalam
seminar masalah Galian dan Dewatering di Jakarta yang diselenggarakan oleh
Universitas Kristen Indonesia, awal Desember lalu, untuk melakukan penggalian
pengetahuan terhadap respons air tanah diperlukan untuk hal-hal sebagai berikut :

a). untuk memperkirakan aliran yang akan terjadi ke dalam galian (kapasitas
penyedotan pompa dan sebagainya)

b). mengkaji pengaruh rembesan (seepage) air tanah terhadap stabilitas galian

c). menentukan apa pengaruh perubahan muka air tanah yang disebabkan oleh
penggalian terhadap lingkungan sekitarnya, khususnya terhadap settlement. Hal
lain, seperti keringnya sumur di sekitarnya, dan sebagainya.

Penggalian di bawah muka air tanah pada banyak jenis tanah halus tidak
menimbulkan kesulitan-kesulitan dan penggalian bisa dilakukan tanpa memerlukan
tindakan-tindakan khusus. Lereng pinggir bisa dibuat stabil dan rembesan bisa
diperbolehkan mengalir secara bebas dari lereng ke dasar galian. Rembesan hanya
akan mempengaruhi stabilitas lereng galian tetapi tidak mempengaruhi stabilitas
dasar galian.

Untuk galian yang karena keterbatasan site tidak bisa dilakukan secara galian
terbuka , bisa menggunakan sheet-pile atau soldier pile sebagai struktur penahan.
Jika struktur dinding penahan tersebut tidak kedap air, maka rembesan air bisa
melewati celah-celah dinding penahan. Namun, jika dinding tersebut kedap air atau
mendekati kedap air, maka masalah stabilitas dasar galian merupakan masalah
yang perlu dipertimbangkan dengan mengestimasi gaya rembesan/uplift.

Sistem Wellpoint dipakai secara luas untuk penggalian di bawah muka air tanah
pada tanah pasir. Wellpoint dihubungkan satu sama lain dengan pipa di bagian
atasnya, kemudian disambungkan dengan pompa penghisap (suction pump). Air
kemudian dihisap lewat pipa-pipa tersebut dan menurunkan muka air tanah. Jarak
antara setiap wellpoint biasanya antara 1 m hingga 4 m. Karena air tanah hanya
bisa diturunkan dengan jumlah terbatas dengan metode ini maka biasanyan
penggalian dilakukan secara bertahap. Dengan prosedur ini, selalu sumut pada
level terendah yang kritis. Karena pompa penghisap dipasang di permukaan, maka
kedalaman maksimum yang memungkinkan dilakukannya pemompaan air
ditentukan oleh tekanan atmosfir, sehingga kedalaman maksimum dari wellpoint
sekitar 6-8 m.

Deep well dapat digunakan pada penggalian yang dalam, dimana penurunan muka
air dilakukan dalam jumlah besar. Sumurnya memiliki diameter besar (150 mm
sampai 400 mm). Diameter yang besar memungkinkan pemasangan submersiblepump pada dasar sumur. Karena pemompaan dilakukan di dasar sumur, maka
kedalaman sumur tidak dibatasi oleh tekanan atmosfir, tapi hanya ditentukan oleh
kapasitas pompanya. Jarak deep well umumnya berkisar dari mulai 8 m hingga lebih
dari 50 m.

Pada bagian akhir makalahnya dikemukakan oleh Wesley, persyaratan pertama


untuk melakukan perencanaan penggalian di bawah muka air tanah adalah
dilakukannya program penyelidikan tanah yang seksama. Hal tersebut dimaksudkan
untuk menetapkan situasi air tanah di site, dengan definisi yang cukup dari
stratigrafi dan permeabilitas berbagai tipe lapisan yang ditemukan di site.

Di samping penyelidikan yang cukup, pengertian yang menyeluruh tentang


mekanika rembesan dan judgement yang baik diperlukan untuk menentukan tenik
penggalian dan dewatering yang cocok. Dalam beberapa situasi, pekerajaan
dewatering mungkin memerlukan perubahan ketika konstruksi berlangsung,
terutama pada kondisi tanah yang kompleks dan pengukuran yang akurat terhadap
permeabilitas di lapangan tidak dimungkinkan sebelum dilakukan penggalian.

Muka air tanah yang berbeda

Dalam makalahnya tentang Solving A Peculiar Dewatering Problem In East


Jakarta, Dr. Ir. Zacheus Indrawan mengemukakan, sebuah kasus penyelesaian
masalah dewatering di sebuah proyek bangunan di Jakarta Timur. Bangunan
kompleks perkantoran ini menggunakan pondasi raft, memerlukan kedalaman
penggalian 8 m seluas 86 m x 43 m untuk 2 lantai besmen. Pada saat pembuatan
struktur penahan dinding galian yang terbuat dari tiang bor, teramati bahwa muka
air tanah di sebelah timur laut site sekitar 3 m lebih tinggi, dibandingkan lokasi
lainnya.

Kekhususan ini tidak terdeteksi selama penyelidikan tanah, dan penyelidikan lebih
lanjut tidak dimungkinkan, akibat ketatnya waktu. Maka diputuskan untuk menutup
daerah yang muka air tanahnya tinggi dengan injeksi semen (grouting), dengan
jarak yang cukup rapat (1,5 m dan 2 m) dan kedalaman 12 m. kemudian dilakukan
program dewatering, dan pembangunan besmen berjalan baik.

Kepada Konstruksi, Zacheus mengemukakan, masalah yang kritis dalam dewatering


adalah mengantisipasi muka air tanah. Sebab kondisinya tidak cocok dengan
asumsi rumusnya. Untuk kondisi di Jakarta, yang penting ada 3 hal ; berapa pompa
yang diperlukan, berapa besarnya muka air sehingga bisa dicapai kondisi kering
dalam galian, dan seberapa jauh pengaruh turunnya muka air tanah itu terhadap air
tanah di sekitar proyek tersebut. Kalau ketiga aspek itu sudah ter-cover, pumpingtestnya sudah sukses, ujarnya.

Ia mengemukakan, rumus-rumus tidak bisa dipakai sembarangan, karena di Jakarta


tidak ada kondisi tanah yang permeabilitasnya uniform: berlapis-lapis dan ada
water-path. Di dalam kerikil ada yang permeabilitasnya tinggi, sehingga rumusrumus yang ada tidak bisa dipakai.Saya ingin tekanakan kepada teman-teman,
bahwa pendekatan dasar dari mekanika tanah adalah empirisme. Tanah itu produk
alam, kondisinya harus dilihat di tempat, jangan ditebak dengan teori. Dengan
demikian, jangan sembarangan memasukkan teori, tapi harus dimengerti dulu
kondisi tanahnya, ujarnya.

Pada wawancara terpisah dengan Ir. Gouw Tjie Liong, M.Eng. Dikemukakan,
perlunya keterpaduan perencanaan retaining-structure dan dewatering, misalnya.
Kalau sheet pile tidak didesain dengan baik bisa menyebabkan settlement yang
cukup besar. Seringkali dewatering ini dijadikan kambing hitam, walaupun
pelaksanaannya sudah benar. Padahal, penyebab kelongsoran itu akibat sheet pile
yang tidak benar, ujarnya. Menurut Gouw, pada saat mendesain sheet pile sering
ada unsur-unsur yang dilupakan. Misalnya, seepage dari luar yang bisa mengurangi
tekanan pasif tanah di sebelah dalam, mungkin tidak diperhitungkan.

Kontrol Pelakunya
Menanggapi tentang sejauh mana dampak negatif dari pelaksanaan dewatering
bisa dihindari, menurut Kepala Dinas Pengawasan Pembangunan Kota (DP2K) DKI
Jakarta Ir. Suharto Prodjowijono, yang penting adalah kontrol terhadap para
pelakunya. Sekarang banyak terjadi dampak negatif karena dari pelaku-pelaku ini
belum dikontrol. Saya telah meminta kepada HATTI (Himpunan Ahli Teknik Tanah
Indonesia) untuk membuat suatu proposal tentang bagaimana pengontrolan para
pelaku, agar segera bisa dibuat suatu peraturan tertulis oleh Gubernur, tegasnya.

Diakui oleh Zacheus, karena kondisi tanahnya bermacam-macam pengaturannya


agak sulit, bagaimana agar pekerjaan dewatering tidak menimbulkan dampak
negatif. Ia sependapat dengan Suharto untuk mengontrol para pelakunya, misalnya
dengan mensyaratkan adanya SIBP untuk geoteknik. Kalau itu ada akan terjadi
peningkatan mutu, karena orang-orang yang bekerja di bidang geoteknik sudah ada
standarnya, yang pada gilirannya terjadi perbaikan dalam solusi masalah-masalah
dewatering, pondasi, dan sebagainya. Jadi yang tidak memiliki SIBP geoteknik,
tidak boleh mendesain pondasi, usulnya.
Aturan yang mencakup semua hal, memang sulit. Namun, menurut Gouw, di Komite
HATTI sudah dibahas untuk mengeluarkan semacam pedoman, tentang hal-hal apa
yang harus diperhatikan. Misalnya, kalau ada rumah atau bangunan dengan jarak
tertentu apa yang harus diperhatikan. Apakah perlu membuat cutoff (sheet pile
yang menembus sampai lapisan impermeable), cukup dengan recharge, ataukah
bisa dengan dewatering yang diatur sedemikian sehingga tidak terlalu
mengganggu. Pedoman tersebut diambil dari beberapa pengalaman atau standar di
luar negeri, yang disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Namun ia juga
mengakui, yang paling penting memang kontrol dari para pelakunya.

Pekerjaan Dewatering dan Metodenya

Pekerjaan galian untuk basement, seringkali terganggu oleh adanya air tanah. Oleh
karena itu, sebelum galian tanah untuk basement dimulai sudah harus dipersiapkan
pekerjaan pengeringan (dewatering) agar air tanah yang ada tidak mengganggu proses
pelaksanaan basement. Masalah galian dalam lebih kritis bila kondisi tanah merupakan
tanah lunak atau pasir lepas dalam kondisi muka air tanah yang tinggi.
Sesungguhnya masalah dewatering dapat diartikan dalam 2 tinjauan. Yang pertama
adalah pengeringan lapangan kerja dari air permukaan (misalnya air hujan atau air
banjir yang masuk area galian). Yang kedua adalah karena peristiwa rembesan yang
mengakibatkan air berkumpul di area galian dan mengganggu pekerjaan.

Metode dewatering yang dipilih tergantung beberapa faktor, antara lain :

Debit rembesan air

Jenis tanah

Kondisi lingkungan sekitarnya

Sifat tanah

Air tanah

Ukuran dan dalam galian

Daya dukung tanah

Kedalam dan tipe pondasi

Design dan fungsi dari struktur

Rencana pekerjaan

Tujuan dari dewatering adalah :


1. Menjaga agar dasar galian tetap kering. Untuk mencapai tujuan tersebut
biasanya air tanah diturunkan elevasinya 0,5 1 m dibawah dasar galian
2. Mencegah erosi buluh. Pada galian tanah pasir (terutama pasir halus dibawah
muka air tanah) rembesan air kedalam galian dapat mengakibatkan tergerusnya
tanah pasir akibat aliran air
3. Mencegah resiko sand boil. Pada saat dilaksanakan galian, maka perbedaan
elevasi air didalam dan diluar galian semakin tinggi
4. Mencegah resiko terjadinya kegagalan upheave. Bila tekanan air dibawah
lapisan tanah lebih besar daripada berat lapisan tanah tersebut maka lapisan
tanah tersebut dapat terangkat atau mangalami failure
5. Mencaga gaya uplift terhadap bangunan sebelum mencapai bobot tertentu. Pada
bangunan-bangunan yang memiliki basement, maka pada saat bobot bangunan
masih lebih kecil daripada gaya uplift dari tekanan air, dewatering harus tetap
dijalankan hingga bobot mati dari bangunan melebihi gaya uplift tersebut.
6. Mencegah rembesan
7. Memperbaiki kestabilan tanah

8. Mencegah pengembungan tanah


9. Memperbaiki karakteristik dan kompaksi tanah terutama dasar
10. Pengeringan lubang galian
11. Mengurangi tekanan lateral
Untung rugi dilakukan dewatering
Keuntungan :

Muka air tanah turun

Longsor kurang

Lereng lebih curam

Tekan tanah berkurang

Kerugian :

Mata air sekeliling turun

Permukaan tanah turun

Metode Dewatering
Ada 3 metode dewatering yang dapat dipilih , yaitu :
1. Open pumping
Metode ini masih dianggap sebagai teknik yang umum diterima dimana kolektor
digunakan untuk mengumpulkan air permukaan (khususnya air hujan) dan rembesan
dari tepi galian. Tentu saja posisi kolektor akan mengikuti terus elevasi galian. Fungsi
kolektor adalah untuk membuang air keluar galian.
Metode open pumping dipilih bila :

Karakteristik dari tanah merupakan tanah padat, bergradasi baik dan berkohesi

Debit rembesan air tidak besar

Sumur / selokan untuk pemompaan tidak mengganggu atau merugikan pada


tanah / bangunan yang akan dilaksanakan

2. Predrainage
Prinsip metode predrainage adalah menurunkan muka air terlebih dahulu sebelum
pekerjaan galian dimulai. Metode predrainage dipilih, bila :

Karakteristik dari tanah merupakan tanah lepas, berbutir seragam, cadas lunak
dengan banyak celah

Debit rembesan cukup besar dan tersedia saluran pembuangan air

Slope tanah sensitif terhadap erosi atau mudah terjadi rotary slide

Tidak mempunyai efek mengganggu bangunan disekitarnya.

Ada 2 sistem predrainage, yaitu :


1. Single Stage Predrainage
2. Multi Stage Predrainage
Ada 2 jenis metode dewatering predrainage, yaitu :
1. Well Points
2. Pompa Dalam (Submersible Pump)
3. Cut Off

Prinsip metode cut off adalah memotong aliran bidang air tanah melalui cara
mengurung daerah galian dengan dinding. Metode ini perlu memperhitungkan
dalamnya D tertentu agar tidak terjadi rembesan air masuk ke dalam daerah galian.
Dinding cut off dapat menggunakan :

Stell sheet pile (tidak dipakai sebagai struktur dinding permanen)

Concrete diaphragma wall (sebagai struktur dinding permanen)

Concrete secant pile (dapat dipakai sebagai dinding permanen)

Metode cut off dipilih, bila :

Kondisi sama dengan pemilihan predrainage

Dinding cut off difungsikan juga sebagai penahan tanah atau sebagai dinding
basement

Penurunan MAT akan mengganggu / merugikan lingkungan sekitarnya

Anda mungkin juga menyukai