Anda di halaman 1dari 71

PROPOSAL

PENGARUH PEMASANGAN GRASS BLOCK


(PAVING RUMPUT) TERHADAP LIMPASAN PERMUKAAN
PADA TANAH PASIR DAN LEMPUNG BERPASIR

Oleh

L. GUSSARI GITA DEWANA GDE


F1A 014 079

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MATARAM
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan sebuah kota memicu pembangunan kawasan aktivitas
sehari-hari, dimana lahan terbuka menjadi lapisan aspal dan beton pada jalan.
Air hujan kemudian mengalir ke permukaan tanah tanpa adanya proses
penyerapan, membuat aliran permukaan menjadi berlebih dan menyebabkan
banjir. Kurangnya lahan resapan terjadi di kota-kota besar yang berkembang di
Indonesia menyebabkan masalah genangan, ini terjadi adalah karena
menurunnya infiltrasi karena lahan tertutup,intensitas hujan yang tinggi dan jenis
tanah pada suatu lokasi, sehingga memicu permasalahan genangan.
Solusi penyelesaian masalah genangan tersebut dengan cara
mempercepat resapan air hujan kedalam tanah, yaitu memperbesar laju resapan
kedalam tanah, membuka pori pada lahan-lahan yang telah di beton dengan cara
mengganti dengan tutupan lahan yang berpori. Sehingga dapat mengurangi
aliran permukaan. Adanya pengaruh tutupan lahan, intensitas hujan dan jenis
tanah, nilai aliran permukaan menjadi besar ataupun kecil.
Salah satu jenis tutupan lahan yang banyak digunakan adalah grass
block. grass block telah dikenal luas sebagai teknologi alternatif untuk
mengurangi volume limpasan dan memperkecil nilai koefisien limpasan karena
kinerja infiltrasi dan kemampuan memperlambat aliran. Kontruksi perkerasan
dengan grass block merupakan kontruksi yang ramah lingkungan dimana grass
block sangat baik dalam membantu konservasi air tanah, pelaksanaannya yang
lebih cepat, mudah dalam pemasangan dan pemeliharaan, memiliki aneka ragam
bentuk yang menambah nilai estetika, serta harganya yang cukup terjangkau.
Setiap jenis grass block memiliki kinerja yang berbeda dalam
mengurangi limpasan permukaan. Area bukaan antar grass block merupakan
peran penting dalam mengurangi limpasan permukaan. Untuk meningkatkan
kinerja grass block dalam mengurangi limpasan permukaan dan meningkatkan
laju infiltrasi pada penelitian ini dilakukan variasi jenis tanah yaitu
menggunakan tanah pasir dan lempung berpasir dalam kondisi tidak jenuh
(kering). Pada lapisan atas tiap jenis tanah akan dipasang grass block tipe segi
enam (hexagon).
Berdasarkan uraian diatas, maka akan dilakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Pemasangan Grass Block (Paving Rumput) Terhadap Limpasan
Permukaan Pada Tanah Pasir dan Lempung Berpasir”. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat menunjukkan jenis tutupan lahan berwawasan lingkungan
yang memiliki kemampuan terbesar dalam mengurangi debit aliran permukaan.

1.2 Rumusan Masalah


Dari uraian diatas, rumusan masalah dari penelitian ini diantaranya
sebagai berikut :
1. Berapakah volume limpasan yang dihasilkan dari uji pengaruh
pemasangan grass block pada jenis tanah pasir dan lempung berpasir
terhadap limpasan permukaan ?
2. Berapakah nilai koefisien limpasan (C) yang dihasilkan dari uji uji
pengaruh pemasangan grass block pada jenis tanah pasir dan lempung
berpasir terhadap limpasan permukaan ?
3. Bagaimana pengaruh pemasangan grass block pada jenis tanah pasir dan
lempung berpasir terhadap limpasan permukaan?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui volume limpasan yang dihasilkan dari uji pengaruh


pemasangan grass block pada jenis tanah pasir dan lempung berpasir
terhadap limpasan permukaan.
2. Untuk mengetahui nilai koefisien limpasan yang dihasilkan dari uji
pengaruh pemasangan grass block pada jenis tanah pasir dan
lempung berpasir terhadap limpasan permukaan.
3. Untuk mengetahui pengaruh pemasangan grass block pada jenis
tanah pasir dan lempung berpasir terhadap limpasan permukaan.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah
1. Dapat mengurangi terjadinya banjir dan genangan pada area perkotaan
dengan tutupan lahan grass block.
2. Dapat digunakan sebagai acuan dalam memilih tipe grass block dan jenis
tanah yang memiliki kinerja terbaik dalam mengurangi limpasan
permukaan.
3. Diharapkan mampu memberikan wawasan dan pengetahuan baru bagi
mahasiswa Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil maupun masyarakat
luas sebagai pengembangan ilmu berkaitan dengan tata guna lahan
perkotaan yang berwawasan lingkungan (eco drainage).

1.5 Batasan Penelitian


Adapun batasan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Hidrolika dan Teknik Pantai
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Mataram.
2. Pengujian tanah dilakukan di Laboratorium Geoteknik dan Mekanika
Tanah Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Mataram.
3. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah tak jenuh.
4. Sampel tanah diambil dari halaman Fakultas Teknik Universitas
Mataram.
5. Tidak dilakukan uji pemadatan pada tanah dasar grass block.
6. Digunakan grass block berbentuk segi enam (hexagon).
7. Tidak dilakukan uji kekuatan pada grass block yang akan digunakan.
8. Tidak memperhitungan tekanan air dalam pipa.
9. Evapotranspirasi dan evaporasi diabaikan.
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka


Penelitian dengan variasi intensitas hujan sebesar 50 mm/jam, 55 mm/
jam dan 60 mm/jam. Kemiringan lahan yang digunakan sebesar 5%, 10% dan
15% dengan jenis tutupan lahan paving persegi dan paving segi enam (hexagon).
Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan paving block memiliki
kemampuan mengurangi limpasan permukaan 40% hingga 67%. Untuk setiap
jenis paving memiliki kekmampuan yang berbeda dalam mengurangi aliran
permukaan dan besarnya infiltrasi dipengaruhi oleh besarnya spasi yang
dihasilkan dari pemasangan paving (Sedyowati, Susanti. 2017).

Gambar 2.1 Penelitian Sedyowati, Susanti, 2017

Penelitian dengan kemiringan lahan 0%, 1%, 2%, dan 3% dengan


intensitas hujan sebesar 70 mm/jam. Penggunaan perkerasan beton memiliki
debit aliran permukaan tertinggi dengan nilai berkisar 2,66 – 3,22 liter/menit.
Paving block susun bata berkisar 2,43-3,01 liter/menit. Paving block anyam tikar
berkisar 2,17-2,72 liter/menit. Grass block debit aliran permukaan yang
dihasilkan berkisar 1,99-2,59 liter/menit. Rumput gajah mini memiliki debit
aliran permukann berkisar 1,40-2,12 liter/menit, sementara lahan tanpa tutupan
dengan media dengan media pasir memiliki debit aliran permukaan berkisar
1,48-2,29 liter/menit. Hasil penelitian menunjukan bahwa karakteristik masing –
masing material penutup lahan yang digunakan berpengaruh terhadap debit
aliran permukaan. Penggunaan perkerasan beton memiliki permukaan kedap air
dan permukaannya lebih halus dibandingkan penutup lahan yang lain sehingga
debit aliran lebih tinggi. Paving block dan grass block memiliki karakteristik
permukaan yang cenderung berpori dan berlubang sehingga debit aliran
permukaan berada dibawah penggunaan perkerasan beton (Khairunnisa,
Yuwono, dan Sarino 2017).

Gambar 2.2 Penelitian Khairunnisa, Yuwono, dan Sarino 2017


Penelitian pengaruh bentuk paving block pada kapasitas infiltrasi lapisan
permeable dengan bentuk paving block persegi yang digunakan berupa paving
block dengan variasi lubang pada sisi paving block. Untuk intensitas hujan yang
digunakan sebesar 50 mm/jam dan variasi kemiringan sebesar 0%, 2%, 5% dan
10%. Meskipun daerah infiltrasi dari semua paving block setara, namun paving
block dengan panjang dan lubang yang lebih besar memiliki tingkat infiltrasi
yang besar (Castro, dkk. 2007).
Gambar 2.3 Penelitian Castro, Angullo, Rodriguez, dan Calzada, 2007

Penelitian dengan mengkalibrasi curah hujan hingga diperoleh 3 jenis


curah hujan, selanjutnya dibuat skala model dengan kemiringan tanah 15°, 25°,
dan 40° pada bak rainfall simulator, selanjutnya disusun variasi model tutupan
tanah dengan termasuk juga model blok pracetak berlubang pada model tebing
dan dilakukan running dengan 3 varian curah hujan, 4 varian model tutupan
lahan, dengan 3 varian kemiringan. Dari ketiga varian curah hujan jumlah
limpasan rata-rata menunjukan tutupan tanah menggunakan blok pracetak
berlubang kombinasi vegetasi rumput dapat menurunkan limpasan permukaan
secara signifikan yaitu sebesar 41,06 % pada kemiringan 15°, pada kemiringan
25° penurunan limpasan yang terjadi sebesar 45,41 %, sedangkan pada
kemiringan 40° penurunan limpasan yang terjadi sebesar 41,77 % dari tanah
tanpa tutupan, juga semakin curam kemiringan tanah maka jumlah limpasan
permukaan juga semakin tinggi (Arsyuni, Saleh, Rita, dan Thaha, 2017).
Gambar 2.4 Penelitian Arsyuni, Saleh, Rita, dan Thaha, 2017

Keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan hidup, pemanfaatan serta


keberadaan sumber daya air perlu diperhatikan. Meskipun jumlah air tidak
berubah, tetapi ketersediaan air di dalam tanah dapat berubah jika siklus air
terganggu. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan bentuk
penanganan lingkungan yang dapat dilakukan dengan mudah. Hal ini dapat
dilakukan antara lain dengan memanfaatkan teknologi yang telah ada seperti
Lubang Resapan Biopori (LRB). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh biopori terhadap infiltrasi dan limpasan pada tanah pasir berlanau
dengan peubah intensitas hujan, jumlah biopori, dan kemiringan lahan. Metode
yang digunakan adalah metode eksperimental di laboratorium dengan
menggunakan alat rainfall simulator. Peubah yang digunakan adalah intensitas
hujan (deras merata, deras di hulu, deras di hilir), jumlah biopori (tanpa biopori,
6, 12), dan kemiringan lahan (0º, 3º). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
volume infiltrasi terbanyak pada jumlah biopori 12, kemiringan lahan 0º, dan
intensitas hujan deras di hulu sebesar 1.67 liter. Volume limpasan terbanyak
pada jumlah biopori 0, kemiringan 3º, dan intensitas hujan deras di hilir sebesar
51.29 liter. Variasi jumlah biopori berpengaruh lebih dominan daripada variasi
kemiringan dan intensitas hujan. (Rica Purnomo Sari, dkk 2014).
Jenis permukaan lahan yang berbeda berpengaruh terhadap nilai
koefisien aliran (C) . Untuk nilai koefisen aliran permukaan (C) untuk variasi
tutupan lahan dan intensitas hujan 40 mm/jam, 50 mm/jam ,60 mm/jam dan 70
mm/jam, dengan kemiringan lahan 3%. Paving block dengan pola susun bata
sebesar 0,857 – 0,891, sedangkan pola anyam tikar 0,825 – 0,856. Grass block
nilai koefisien aliran permukaan (C) sebesar 0,677 – 0,765. Rumput gajah mini
memiliki nilai koefisien aliran permukaan (C) sebesar 0,483 – 0,538. Media
pasir memiliki nilai koefisien aliran permukaan (C) sebesar 0,559 – 0,639.
Perkerasan beton (cor) memiliki nilai koefisien aliran permukaan (C) sebesar
0,961 – 0,997. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai koefisien aliran
permukaan (C) terendah didapatkan dengan penggunaan penutup rumput gajah
mini dan pekerasan beton (cor) sebagai nilai tertinggi. Namun untuk mengurangi
penggunaan perkerasan beton dapat menggunakan perkerasan paving block dan
grass block sebagai penutup lahan pada lokasi tempat parkir atau trotoar jalan.
(Akara,dkk. 2016).

2.2 Landasan Teori


2.2.1 Limpasan Permukaan
Limpasan permukaan adalah air yang mengalir diatas permukaan tanah
dan mengangkut bagian-bagian tanah (Arsyad, 1983). Aliran permukaan terjadi
apabila intensitas hujan melebihi kapasitas infiltrasi tanah, dimana dalam hal ini
tanah telah jenuh air (Kartasapoetra dkk, 1988).
Faktor yang mempengaruhi aliran permukaan secara garis besar
memiliki dua faktor yaitu hujan dan daerah pengaliran (watershed). Sifat- sifat
hujan yang penting adalah lama hujan, intensitas hujan dan distribusi hujan.
Sifat-sifat tersebut mempengaruhi debit dan volume aliran permukaan. Jumlah
aliran permukaan suatu kejadian hujan berhubungan erat dengan lama hujan dan
intensitasnya. Faktor-faktor dari daerah pengaliran yang mempengaruhi aliran
permukaan adalah ukuran, bentuk, arah, topografi, geologi dan vegetasi di
permukaan tanah. Vegetasi berperan penting dalam pengendalian aliran
permukaan. Pengaruh vegetasi penutup lahan aliran permukaan seperti
melindungi permukaan tanah dari tetesan air hujan, menurunkan kecepatan dan
volume air limpasan, menahan partikel-partikel tanah pada tempatnya melalui
system perakaran dan mempertahankan kemantapan kapasitas tanah dalam
menyerap air (Hardjoamidjojo, 2008).
Pengaruh vegetasi dan cara bercocok tanam terhadap aliran permukaan
dapat diterangkan bahwa vegetasi memperlambat jalannya aliran permukaan dan
memperbesar jumlah air yang tertahan di atas permukaan tanah dan dengan
demikian, menurunkan laju aliran permukaan (Faisal, 2008).
Proses terjadinya aliran permukaan adalah curah hujan yang jatuh di
atas permukaan tanah pada suatu wilayah, pertama hujan akan masuk kedalam
tanah sebagai air infiltrasi. Infiltrasi akan berlangsung secara terus menerus
selama air masih berada di bawah kapasitas jenuh. Apabila hujan terus
berlangsung, dan kapasitas jenuh telah terpenuhi, maka kelebihan air hujan
tersebut akan tetap terinfiltrasi yang selanjutnya akan menjadi air perlokasi dan
sebagian digunakan untuk mengisi cekungan permukaan tanah sebagai simpanan
permukaan (depression storage), selanjutnya setelah simpanan permukaan
terpenuhi, kelebihan air tersebut akan menjadi genangan air yang disebut
tambatan permukaan (detention storage). Sebelum menjadi aliran permukaan
(over land flow), kelebihan air hujan diatas sebagian menguap (evaporation)
walaupun jumlahnya sangat sedikit (Arsyad, 2010).

2.2.2 Alat Ukur Curah Hujan


Alat untuk mengukur jumlah curah hujan yang turun ke permukaan tanah
(per satuan luas) disebut dengan penakar hujan. Jadi, curah hujan yang diukur
sebenarnya adalah tebalnya atau tingginya permukaan air hujan yang menutupi
suatu daerah luasan di permukaan bumi. Sebagai contoh: Di satu lokasi
pengamatan curah hujannya 10 mm, itu berarti lokasi tergenang oleh air hujan
setinggi atau tebalnya sekitar 10 mm (millimeter). Berdasarkan mekanismenya,
alat pengukur curah hujan dibagi menjadi dua golongan yaitu penakar hujan tipe
manual dan penakar hujan tipe otomatis (perekam).
1. Alat pengukur curah hujan manual
Alat penakar hujan manual pada dasarnya hanya berupa container atau
ember yang telah diketahui diameternya. Pengukuran hujan dengan
menggunakan alat ukur manual dilakukan dengan cara air hujan yang
tertampung dalam tempat penampungan air hujan tersebut diukur volumenya
setiap interval waktu tertentu atau setiap satu kejadian hujan. Dengan cara
tersebut hanya diperoleh data curah hujan selama periode tertentu.
Penakar hujan tipe observatorium adalah penakar hujan manual yang
menggunakan gelas ukur untuk mengukur air hujan. Penakar hujan ini
merupakan penakar hujan yang banyak digunakan di Indonesia dan merupakan
standar di Indonesia. Penakar ombrometer observatorium memiliki kelebihan,
yaitu mudah dipasang, mudah dioprasikan, dan pemeliharaanya juga relatif
mudah.
Kekurangannya adalah data yang didapat hanya untuk jumlah curah
hujan selama periode 24 jam, beresiko kekurasakan gelas ukur, dan resiko
kesalahan pembacaan dapat terjadi saat membaca permukaan dari tinggi air di
gelas ukur sehingga hasilnya dapat berbeda. Prinsip kerja alat ini adalah:
 Saat terjadi hujan, air masuk ke dalam corong penakar.
 Air yang masuk ke dalam penakar dialirkan dan terkumpul di dalam
tabung penampung.
 Pada jam-jam pengamatan air hujan yang tertampung diukur dengan
menggunakan gelas ukur.
 Apabila jumlah curah hujan yang tertampung melebihi kapasitas gelas
ukur, maka pengukuran dilakukan beberapa kali hingga air hujan yang
tertampung dapat terukur semua.
Gambar 2.5 Alat ukur curah hujan manual Ombrometer

2. Alat pengukur curah hujan otomatis


Alat ukur hujan otomatis adalah alat penakar hujan yang mekanisme
pencatatan hujannya bersifat otomatis (perekam). Dengan menggunakan alat ini
dapat mengukur curah hujan tinggi maupun rendah selang periode waktu
tertentu juga dapat dicatat lamanya waktu hujan. Dengan demikian besarnya
intensitas curah hujan dapat ditentukan.
Pada dasarnya alat hujan otomatis ini sama dengan alat pengukur manual
yang terdiri dari tiga komponen yaitu corong, bejana pengumpul dan alat ukur.
Perbedaanya terletak pada komponen bejana dan alat ukurnya dibuat secara
khusus.
Menggunakan prinsip pelampung, timbangan dan jungkitan. Contoh alat
pengukur yang terdapat saat ini yaitu Hellman dan Tipping-bucket gauge. Alat
ukur otomatis memiliki beberapa keuntungan diantaranya hasil yang didapat
memiliki tingkat ketelitian yang cukup tinggi, juga dapat mengetahui waktu
kejadian dan integritas hujan dengan periode pencatatan dapat lebih dari sehari
karena menggunakan kertas pias (Haryoko, Urip. 2011).
Gambar 2.6 Alat ukur curah hujan otomatis

Pada penelitian ini menggunakan alat ukur curah hujan manual


ombrometer dengan diameter mulut penakar 16 cm.

2.2.3 Intensitas Hujan


Intensitas hujan didefinisikan sebagai banyaknya curah hujan pada
jangka waktu tertentu. Tingginya curah hujan per satuan waktu, yang dinyatakan
dalam mm/menit, mm/jam atau mm/hari menunjukkan nilai intensitas hujan.
Jumlah hujan akan menunjukkan banyaknya air hujan selama terjadi hujan
dalam kurun waktu tertentu.

Intensitas hujan berpengaruh terhadap limpasan permukaan karena


sangat tergantung pada laju infiltrasi. Limpasan permukaan akan terjadi apabila
intensitas hujan melebihi laju infiltrasi. Peningkatan limpasan permukaan tidak
selalu sebanding dengan peningkatan intensitas hujan karena adanya
penggenangan di permukaan tanah (Suripin, 2004). Berikut klasifikasi intensitas
hujan yang disajikan dalam Tabel 2.1
Tabel 2. 1 Klasifikasi Intensitas Hujan

Intensitas Hujan
No Klasifikasi
(mm/jam)
1 0-5 Sangat kecil
2 6-10 Kecil
3 11-25 Sedang
4 26-50 Agak besar
5 51-75 Besar
6 > 75 Sangat besar
(Sumber : Martono, 2004)

Intensitas hujan yang didapat pada alat ukur curah hujan dapat diperoleh
dengan persamaan berikut ini :

d (mm)
Intensitas hujan (I) = .............................................................
t (jam)
( 2.1)

V (m m 3 )
Tinggi hujan (d) = .........................................................( 2.2 )
A ( m m 2)
dengan :
I = intensitas hujan (mm/jam)
d = tinggi hujan (mm)
t = waktu (jam)
V = volume air yang tertampung (mm3)
A = luas penampang alat curah hujan (mm²)

2.2.3 Koefisien Aliran Permukaan (C)


Koefisien aliran permukaan (C) didefinisikan sebagai nisbah antara laju
puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Faktor utama yang
mempengaruhi nilai C adalah laju infiltrasi tanah, tanaman penutup tanah dan
intensitas hujan (Arsyad, 2006). Faktor utama yang mempengaruhi nilai C
adalah laju infiltrasi tanah atau persentase lahan kedap air, kemiringan lahan,
tanaman penutupan tanah dan intensitas hujan. Koefisien limpasan juga
tergantung pada sifat dan kondisi tanah. Faktor lain yang mempengaruhi nilai
koefisien limpasan adalah air tanah, derajat kepadatan tanah, dan porositas tanah
(Suripin, 2004).
Adapun nilai koefisien aliran permukaan (C) dapat dihitung rumus
sebagai berikut :

Rumus rasional :

Q = C x I x A .................................................................................(2.3)

Q ( mm3 /jam)
C= ….....................................................................
I ( mm/jam ) x A (mm²)
.(2.4)

dengan :
Q = debit aliran permukaan (m³/jam)
I = intensitas hujan (mm/jam)
A = luas area uji (mm²)
C = koefisien limpasan
Koefisien aliran permukaan (C) merupakan salah satu komponen
hidrologi yang berpengaruh terhadap daerah aliran sungai (DAS). Nilai C yang
kecil menunjukkan suatu DAS masih dalam kondisi yang baik, sebaliknya nilai
C yang besar menunjukkan DAS yang sudah rusak. Nilai C dikatakan besar
apabila C = 1 (Suripin, 2004).
Tabel 2. 2 Nilai Koefisien Limpasan

No Deskripsi lahan / karakter Koefisien C


permukaan
1 Bisnis
Perkotaan 0,70 – 0,95
Pinggiran 0,50 – 0,70
2 Perumahan
Rumah tinggal 0,30 – 0,50
Multiunit terpisah, terpisah 0,40 – 0,60
Multiunit, tergabung 0,60 – 0,70
Perkampungan 0,25 – 0,40
Apartemen 0,50 – 0,70
3 Industry
Ringan 0,50 – 0,60
Berat 0,60 – 0,90
4 Perkerasan
Aspal dan beton 0,70 – 0,95
Batu bata, grass 0,50 – 0,70
5 Atap 0,75 – 0,95

6 Halaman, tanah berpasir


Datar 2% 0,005 – 0,10
Rata – rata 2 – 7 % 0,10 – 0,15
Curam 7% 0,15 – 0,20
7 Halaman, tanah berat
Datar 2% 0,13 – 0,17
Rata – rata 2 – 7 % 0,18 – 0,22
Curam 7% 0,25 – 0,35
8 Halaman kereta api 0,10 – 0,35
9 Taman tempat bermain 0,20 – 0,35
10 Taman, perkuburan 0,10 – 0,25
11 Hutan
Datar 2% 0,10 – 0,40
Rata – rata 2 – 7 % 0,25 – 0,50
Curam 7% 0,30 – 0,60
Sumber : Mc Gueen (1989) dalam suripin (2004)

2.2.4 Grass Block


Menurut Kusumadewi et al. (2012) Grass block adalah salah satu jenis
paving block yang memiliki segi banyak dan lubang ditengah permukaannya
yang dapat ditanami rumput. Pada saat hujan grass block dapat membantu dalam
upaya memperbesar resapan air hujan kedalam tanah dan memperkecil aliran
permukaan. Lokasi pengunaan grass block biasanya pada lokasi dengan
kapasitas beban ringan seperti pada taman dan lapangan parkir.

Gambar 2.7 Bentuk paving block

2.2.5 Rumput
Rumput (grass) adalah tumbuhan monokotil yang memiliki daun
berbentuk sempit meruncing yang tumbuh dari dasar batang. Rumput seringkali
ditanam sebagai tanaman hias, tanaman obat, dan pakan ternak. Namun di sisi
lain, rumput yang tumbuh di lahan pertanian bersifat mengganggu pertumbuhan
tanaman utama sehingga sering disebut sebagai tanaman pengganggu (gulma)
(Akara,dkk. 2016).
Rumput dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu rumput peking,
rumput gajah, rumput golf dan rumput jepang. Rumput peking memiliki
karakteristik daun yang kurus, rumput peking memiliki kecenderungan untuk
menguning bila tidak terpapar sinar matahari. Rumput jepang memiliki
karakteristik daun yang lurus dan rapat, namun pertumbuhannya termasuk
lambat sehingga tidak cepat lebat. Rumput golf memiliki tekstur bergelombang
dan sangat lembut. Rumput gajah termasuk jenis rumput paling kuat dalam
menahan tekanan dan tahan pada berbagai kondisi tanah, memiliki karakteristik
daun yang cukup besar dan kasar. Salah satu jenis rumput gajah yang baru
dikembangkan adalah rumput gajah mini (Pennisetum purpureum schamach).

Gambar 2.8 Jenis rumput hias

Selain sebagai tanaman hias rumput dapat memperlambat laju aliran


permukaan. Penggunaan penutup lahan vegetasi yaitu rumput gajah mini
memiliki daya serap ke tanah yang lebih tinggi, sehingga menghasilkan debit
aliran permukaan yang paling rendah (khairunnisa, dkk. 2017). Rumput yang
dipergunakan pada penelitian ini adalah rumput gajah mini.

2.2.6 Tanah
Laju infiltrasi dan kapasitas infiltrasi di pengaruhi oleh tekstur tanah,
struktur tanah, tipe vegetasi, tata guna lahan, suhu tanah dan intensitas hujan.
Selain itu laju infiltrasi sangat bergantung pada karakteristik tanah dan air.
Biasanya kondisi tanah yang jenuh air (tanah dengan kadar air yang tinggi)
menunjukkan laju infiltrasi yang lebih rendah dibandingkan tanah yang tidak
jenuh air (Harisuseno, dkk. 2017).
Tekstur tanah, biasa juga disebut besar butir tanah. Tekstur tanah adalah
keadaan tingkat kehalusan tanah yang terjadi karena terdapat perbedaan
komposisi kandungan fraksi pasir (sand = diameter 2 – 0,22 mm), debu (silt =
diameter 0,2 – 0,002 mm) dan liat (clay = diameter lebih kecil dari 0,002 mm) .
partikel berukuran diatas 2 mm seperti kerikil dan batuan kecil tidak
digolongkan sebagai fraksi tanah. Tanah dengan berbagai perbandingan pasir,
debu, dan liat dikelompokkan atas berbagai kelas tekstur seperti digambarkan
pada segitiga tekstur.

Gambar 2.9 Segitiga tekstur tanah (Agus, 2005)

Tabel 2. 3 Proporsi fraksi menurut kelas tekstur tanah

Proporsi (%) fraksi tanah


Kelas Tekstur Tanah
Pasir Debu Liat
1.      Pasir (Sandy) 85 15 10
2.      Pasir Berlempung (Loam Sandy) 70-90 30 15
3.      Lempung Berpasir (Sandy Loam) 40-87,5 50 20
4.      Lempung (Loam) 22,5-52,5 30-50 10-30
5.      Lempung Liat Berpasir  (Sandy-Clay-
45-80 30 20-37,5
Loam)
6.      Lempung Liat berdebu (Sandy-silt loam) 20 40-70 27,5-40
7.      Lempung Berliat (Clay Loam) 20-45 15-52,5 27,5-40
8.      Lempung Berdebu (Silty Loam) 47,5 50-87,5 27,5
9.      Debu (Silt) 20 80 12,5
10.    Liat Berpasir (Sandy-Clay) 45-62,5 20 37,5-57,5
11.    Liat Berdebu (Silty-Clay) 20 40-60 40-60
12.    Liat (Clay) 45 40 40
(Sumber : Hardjowigeno, 1992)

Kemampuan tanah menahan air dipengaruhi oleh tekstur tanah. Tanah


bertekstur kasar mempunyai daya menahan air lebih kecil daripada tanah
bertekstur halus. Pada dasarnya partikel pembentuk tanah mempunyai ukuran
dan bentuk yang beraneka ragam. Sifat suatu tanah banyak ditentukan oleh
ukuran butir dan distribusinya, sehingga analisa saringan dipakai sebagai acuan
untuk mengklasifikasikan tanah. Pada penelitian ini akan dilakukan pengujian
saringan dan hydrometer.

2.2.7 Alat Rainfall Simulator


Rainfall Simulator merupakan alat yang memungkinkan kita melihat
siklus hidrologi dalam skala kecil. Prinsip kerja alat rainfall simulator adalah
pembuat hujan buatan dengan bermacam-macam intensitas yang sudah
ditetapkan dalam percobaan. Hujan buatan kemudian menyiram suatu petak
tanah dengan luasan tertentu yang sebanding dengan ukuran dari perangkat alat
ini (Oktarani, 2015). Dalam alat ini ada faktor yang tidak berpengaruh yaitu
faktor evapotranspirasi dan evaporasi yang kedua hal tersebut disebabkan oleh
matahari dan tanaman.
Rainfall simulator didisain untuk mengalirkan air dengan mengontrol
menggunakan parameter volume hujan, intensitas dan durasi hujan. Pada
penelitian ini akan di buat petak berukuran 2m x 1m , yang merupakan lahan
yang akan dipasangi dengan grass block dan rumput. Sedangkan untuk simulasi
hujan air akan dialirkan dari tandon yang kemudian disalurkan melalui jarigan
pipa.

A D

F
C
G

Gambar 2.10 Alat rainfall simulator

Keterangan :

A. Kran air
Untuk mengatur jumlah air dari tandon yang akan dialirkan menuju
jaringan pipa
B. Tandon air
Tampungan awal air yang kemudian disalurkan menuju rangakaian pipa
sebagai output hujan.
C. Tampungan aliran permukaan
Terdiri dari selang yang disalurkan dari lahan uji dengan ember sebagai
tampungan, sehingga mempermudah perhitungan volume aliran
permukaan.
D. Jaringan pipa
Terdiri dari 5 buah pipa ukuran 5/8”, jarak antar pipa 20 cm yang
dilubangi sebagai output hujan. Pipa dilubangi pada sisi bawah, samping
kiri dan samping kanan.

E. Lahan uji
Ukuran lahan uji yang digunakan yaitu 200 cm x 100 cm x 35 cm, yang
dilengkapi dengan saluran pembuangan air limpasan permukaan berupa
½ pipa dengan ukuran 2” dan lubang pada dasar lahan uji dengan jarak
antar lubang 5 cm sebagai output resapan (infiltrasi) air hujan.
F. Tampungan infiltrasi
Air infiltrasi dari lahan uji ditampung pada tampungan berukuran 200 cm
x 100 cm x 10 cm yang terletak di bawah lahan uji.
G. Ember tampungan infiltrasi
Terdiri dari selang dengan ember untuk mempermudah perhitungan
volume infiltrasi.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Hidrolika dan Pantai Jurusan
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Mataram, dan Laboratorium
Geoteknik dan Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Mataram.

3.2 Persiapan Penelitian

3.2.1 Bahan Penelitian


Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Grass block
Grass block yang digunakan berbentuk segi enam (hexagon) berdimensi
9 cm x 4 cm x 8 cm. Dengan perbandingan komposisi semen : pasir adalah 1 : 3.

Gambar 3. 1 Grass block segi enam (hexagon)

2. Tanah
a. Tanah Lempung Berpasir
Tanah yang digunakan adalah tanah disekitar Laboratorium
Hidrolika dan Teknik Pantai Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Mataram.
Gambar 3. 2 Pengambilan tanah lempung berpasir

b. Tanah Pasir
Pasir yang digunakan adalah pasir daerah Sekarbela Kota Mataram.

Gambar 3. 3 Tanah Pasir

3. Rumput
Rumput yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rumput jepang
yang ada di sekitar Fakultas Teknik Universitas Mataram.
Gambar 3. 4 Rumput hias Jepang

3.2.2 Peralatan Penelitian

3.2.2.1 Peralatan Uji Pendahuluan


1. Bak perendam
2. Botol pipet berisi air suling
3. Cawan porselin (mortar) dengan pastel (penumbuk berkepala karet)
untuk menghancurkan gumpalan tanah menjadi butir – butir tanpa
merusak butir – butirnya sendiri
4. Cawan kedap air dan tidak berkarat, dengan ukuran yang cukup. Cawan
dapat terbuat dari gelas atau logam misalnya aluminium
5. Desikator, yang berisi silica gel untuk mendinginkan benda uji setelah
dioven
6. Gelas ukur 1000 ml
7. Gelas ukur 100 ml
8. Gelas beaker
9. Hydrometer
10. Kuas, sikat, sendok, dan masker.
11. Mixer
12. Mesin pengguncang saringan
13. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu
14. Piknometer dengan kapasitas minimum 50 ml atau 100 ml
15. Palu karet
16. Kompor
17. Sodium hexamethaphospat
18. Stopwatch
19. Spatula
20. Satu set saringan
21. Talam – talam
22. Thermometer
23. Timbangan

3.2.2.2 Peralatan Pengujian


Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Alat simulasi hujan yang terdiri dari bak uji yang berukuran 2 m x 1 m
dengan tandon penampungan air yang dihubungkan dengan jaringan
pipa sebagai output hujan.
2. Rainfall Simulator

Gambar 3. 5 Alat rainfall simulator

3. Alat ukur hujan untuk mengukur intensitas hujan.


Gambar 3. 6 Alat Ukur Hujan

4. Stopwatch digunakan untuk mengukur waktu.


5. Ember digunakan untuk menampung air limpasan permukaan dan
infiltrasi.
6. Selang digunakan sebagai penghubung dari bak uji ke ember penampung
air limpasan dan infiltrasi.
7. Cangkul dan sekop digunakan untuk mengambil tanah uji.
8. Troli digunakan untuk mengangkut tanah.
9. Mistar dan meteran untuk mengukur.

3.3 Posedur Pelaksanaan Pengujian Pendahuluan


3.3.1 Prosedur Pengujian Analisa Saringan dan Hidrometer

1. Memasukkan tanah kedalam talam. Tebarkan dan biarkan contoh tanah


yang akan diperiksa dalam ruangan, sehingga tanah manjadi kering udara
atau bila di perlukan keringkan dalam oven dengan suhu 100±5°C
sampai berat tetap (±24 jam).
2. Memisahkan butiran tanah yang menggumpal dengan cara dipukul-
pukul dengan palu karet.
3. Pengambilan contoh tanah diambil dengan menggunakan “sampler
splitter” atau dengan cara perempat (quartering) agar masing- masing
bagian mewakili keadaan aslinya, kemudian timbang dan catat massanya.
4. Menyaring benda uji dengan saringan no 10, bila perlu gumpalan-
gumpalan yang tertahan saringan dapat digerus lagi dan disaring lagi.
5. Memisahkan benda uji yang tertahan diatas saringan no 10 dan bahan uji
yang lolos saringan no 10.
6. Memasukan benda uji yg tertahan diatas saringan no 10 ke talam dan beri
air secukupnya, sehinnga benda uji terendam biarkan beberapa saat.
7. Mengambil saringan no 10, tuangkan benda uji yang terendam kedalam
saringan no 10 sambil di remas-remas cuci dengan air.
8. Membilas benda uji, ulangi pekerjaan no 7 sampai air cucian menjadi
jernih.
9. Mengambil talam dan timbang beratnya. Semua bahan yang tertahan di
saringan no 10 dimasukkan ke dalam talam kemudian keringkan dengan
oven sampai berat tetap.
10. Mengeluarkan benda uji dari oven, dinginkan, timbang dan catat
beratnya.
11. Membersihkan saringan. Susun rangkain ayakan yang diperlukan
berdasarkan ukuran nomornya, dari seringan terbesar. Timbang berat
masing-masing ukuran ayakan.
12. Memasukkan tanah yang tertahan di saringan no 10, hasil dari langkah
11 kedalam susunan ayakan.
13. Menutup ayakan yang telah diisi.
14. Meletakkan susunan ayakan diatas mesin pengguncang/pengayak. Ayak
selama 10 sampai dengan 15 menit.
15. Hentikan mesin ambil susunan ayakan.
16. Menimbang masing-masing ayakan + tanah tertahan didalamnya.
Melakukan pengujian hidrometer.
17. Mengambil benda uji lolos saringan no 10. Pengambilan contoh dengan
menggunkan “sampler splitter”.
18. Mengambil benda uji sebanyak WC = 1,5 X 50 atau apabila kondisi
benda uji sudah kering oven, menimbang WC = 50 gram.
19. Membuat campuran antara sodium hexamethapospat dengan air suling
dengan komposisi 5 gram : 125 ml.
20. Menuangkan larutan difloculating agent dalam gelas beaker dan
masukkan benda uji tanah, aduk sampai merata dengan pengaduk gelas
dan biarkan terendam selama 24 jam.
21. Buatlah larutan pembanding, mengambil 125 ml larutan difloculating
agent dengan komposisi seperti diatas masukkan kedalam gelas ukur
1000 ml, tambahkan air uling sampai 1000 ml, aduk campuran larutan
tersebut sampai betul – betul merata.
22. Setelah direndam bahan uji pada langkah 20 pindahkan semua campuran
kedalam mangkok mixer serta tambahkan air suling dari pencucian gelas
beaker dan aduk selama 2 menit.
23. Pindahkan semua campuran kedalam gelas ukur 1000 ml.
24. Menutup rapat – rapat mulut tabung tersebut dengan telapak tangan dan
kocoklah berulang – ulang sampai 1 menit.
25. Segera setelah dikocok, memasukkan dengan hati – hati hidrometer.
Biarkan hidrometer terapung bebas dan tekanlah stopwacth.
26. Melakukan bacaan hidrometer (Ra) 2”, 5”, 15”, 30”, 60”, 240”, 1440”.
27. Setelah bacaan hidrometer pada benda uji untuk waktu 1440 menit,
mengambil saringan no 200. Tuangkan larutan dalam gelas ukur kedalam
saringan tersebut.
28. Mencuci material didalam saringan dengan hati – hati dibawah air kran
yang menglir.
29. Menimbang cawan kaca.
30. Memindahkan semua bahan yang tertahan di saringan no 200 ke dalam
cawan kaca dan keringkan sampai berat tetap.
31. Mengeluarkan bahan pada langkah 30, dinginkan. Menimbang dan
mencatat beratnya.
32. Menyusun ayakan dari no 10 s/d 200. Menimbang masing – masing
ayakan.
33. Memasukkan tanah kedalam susunan ayakan. Menutup dan meletakkan
susunan ayakan di atas mesin pengguncang. Mengayak selama 10 hingga
15 menit.
34. Menimbang berat masing – masing ukuran ayakan + tanah yang tertahan
didalamnya.
35. Membersihkan lokasi pengujian dan mengembalikan alat pada
tempatnya.

3.3.2 Pengujian Intensitas Hujan


Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui intensitas hujan buatan pada
alat simulator hujan. Uji coba dilakukan dengan mengalirkan hujan dengan
interval waktu 10 menit, 20 menit, 30 menit 40 menit, 50 menit dan 60 menit.
Luas lahan uji 200 cm x 100 cm. Meletakkan alat ukur hujan pada lahan uji.
Air hujan yang tertampung kemudian di ukur volumenya untuk mengetahui
intensitas hujan.
Setelah melakukan pengujian intensitas hujan dilakukan pengujian
keseragaman intensitas hujan yang dihasilkan alat rainfall simulator. Pengujian
dilakukan dengan meletakkan alat ukur hujan pada 5 titik yaitu disetiap sudut
lahan uji dan ditengah lahan uji. Dengan durasi waktu hujan 10 menit.

Gambar 3.7 Skema penempatan alat ukur hujan


3.3.2.1 Prosedur Pengujian Intensitas Hujan
1. Menyiapkan alat simulasi hujan dan alat bantu lainnya.
2. Menempatkan ember pada saluran output.
3. Mengisi tandon penampungan air dan menyiapkan stopwatch.
4. Meletakkan alat ukur hujan di lahan uji.
5. Setelah semua komponen diatur, maka pengujian dapat dilaksanakan,
dengan interval waktu 10 menit, 20 menit, 30 menit, 40 menit, 50 menit
dan 60 menit. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali setiap interval waktu
untuk mendapatkan hasil yang akurat.
6. Luas lahan uji yang dihujani yaitu berukuran 200 cm x 100 cm.
7. Memulai pengujian intensitas hujan, pengujian pertama dengan durasi 10
menit. Setelah 10 menit hujan dihentikan dan mengukur volume air pada
alat ukur hujan. Pengujian dilanjutkan untuk interval waktu yang
direncanakan.
8. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan pengujian keseragaman
intensitas hujan. Dengan prosedur yang sama dengan pengujian intensitas
hujan.
Tabel 3. 1 Data uji intensitas hujan
3.4 Prosedur Pengujian

1. Menyiapkan alat simulasi hujan dan alat bantu lainnya.


2. Menempatkan ember pada saluran output aliran limpasan.
3. Mengisi tandon penampungan air.
4. Masukkan tanah pasir ke dalam bak uji pada alat simulator hujan yang
berukuran 200 cm x 100 cm x 35 cm. Pasir yang dimasukkan kedalam
bak uji yaitu sebanyak 595,5 kg dalam kondisi tak jenuh.
5. Menyiapkan stopwatch.
6. Setelah semua komponen diatur, maka alat simulasi dapat dijalankan
untuk uji pertama yaitu lahan tanah tanpa tutupan grass block.

Gambar 3. 8 Lahan tanpa tutupan grass block

7. Interval waktu pengujian yaitu 10 menit, 20 menit, 30 menit, 40 menit,


50 menit dan 60 menit. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali setiap
variasi waktu untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
8. Mengukur volume limpasan permukaan.
9. Setelah proses uji lahan tanpa tutupan lahan untuk jenis tanah pasir
selesai dilakukan, menganti jenis tanah menggunakan jenis tanah
lempung berpasir dengan kondisi tanah tak jenuh juga. Langkah
selajutnya sama engan proses uji jenis tanah pasir.

Gambar 3. 9 Contoh pemasangan grass block segi enam (hexagon)

10. Pengujian pertama yaitu grass block dipasang di lahan tanah pasir
dengan interval waktu 10 menit, 20 menit, 30 menit, 40 menit, 50 menit
dan 60 menit. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali setiap interval waktu
untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
11. Mengukur volume limpasan permukaan. Kemudian dilanjutkan dengan
mengganti jenis tanah yaitu lempung berpasir. Pengujian dilakukan
dengan langkah dan interval waktu yang sama dengan jenis tanah pasir.
12. Menghitung nilai koefisien limpasan yang dihasilkan dengan rumus

Q
rasional Q = C x I x A, dimana koefisien limpasan C =
IXA
Tabel 3. 2 Data uji limpasan permukaan

3.5 Data Yang Diperoleh

Data yang diperoleh dari hasil pengujian, sebagai berikut :

1. Volume Limpasan
2. Intensitas Hujan
3. Volume Infiltrasi
3.6 Bagan Alir Penelitian
M

Studi
Literatur

Pembuatan Alat Persiapan


Penelitian Bahan :
1. Grass block Segi enam
2. Tanah Pasir dan Lempung
berpasir
3. Rumput jepang

Uji
Pendahuluan

Pengujian tanah (analisa Uji


saringan dan hidrometer) Coba

Running Tidak

Cek
Keseragaman
Intensitas Hujan
Ya

Running alat simulator hujan dan


Pengumpulan data

Analisa data dan pembahasan

1. Menghitung besar volume limpasan


Q
2. Menghitung besar koefisien limpasan permukaan C =
IxA

Kesimpulan dan
Saran

Selesai
Gambar 3. 10 Bagan Alir Penelitian

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengujian Pendahuluan


4.1.1 Hasil Pengujian Karakteristik Tanah
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui jenis tanah yang dipergunakan
dalam penelitian. Pengujian ini berupa analisis saringan dan hydrometer
dilakukan untuk mendapatkan pembagian ukuran butiran yang akan
dipergunakan untuk menentukan jenis tanah yang di pergunakan dalam
penelitian. Untuk mengetahui jenis tanah pada penelitian digunakan segitiga
tektur tanah dengan menggunkan persentase butiran dari hasil analisis saringan
dan hydrometer. Analisis uji saringan dan hydrometer adalah sebagai berikut :

1. Analisis saringan
Berat kering benda uji = 500 gram
Tabel 4. 1 Data pengujian saringan

Berat tanah
Ukuran Berat
No. tertanah di
Ayakan ayakan
Ayakan ayakan +
(mm) (gr)
ayakan (gr)

1" 25.00 452.84 452.84


3/4" 19.00 468.84 468.84
5/8" 15.80 456.72 456.72
1/2" 12.50 450.96 450.96
3/8" 9.50 442.86 442.86
1/4" 6.30 440.78 446
4 4.75 429.23 436.22
6 3.35 411.64 423.35
8 2.36 394.11 407.19
10 2.00 395.19 399.47
Pan   318.29 320.97
Perhitungan untuk nomor ayakan 1”
 Berat tanah tertahan nomor (X 1)
X1 = (berat tanah tertahan + ayakan) – berat ayakan
X1 = 452.84 - 452.84
X1 = 0 gram
 Berat tanah komulatif lolos ayakan ( Y 1)
Y1 = YO - X 1
Y1 = 500 - 0
Y1 = 500 gram
 Persen lolos ayakan
Berat tanah komulatif lolos ayakan
% =
Berat kering benda uji
500
= x 100%
500
= 100%
Untuk perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4. 2 Hasil analisis saringan

Berat
Berat Berat tanah Persen
Ukuran Berat tanah
No. tanah komulatif lolos
Ayakan saringan tertanah +
Ayakan tertahan lolos saringan
(mm) (gr) ayakan
(gr) ayakan (gr) (%)
(gr)

1" 25.00 452.84 452.84 0 500 100


3/4" 19.00 468.84 468.84 0 500 100
5/8" 15.80 456.72 456.72 0 500 100
1/2" 12.50 450.96 450.96 0 500 100
3/8" 9.50 442.86 442.86 0 500 100
1/4" 6.30 440.78 446 5.22 494.78 98.956
4 4.75 429.23 436.22 6.99 487.79 97.558
6 3.35 411.64 423.35 11.71 476.08 95.216
8 2.36 394.11 407.19 13.08 463 92.600
10 2.00 395.19 399.47 4.28 458.72 91.744
pan   318.29 320.97 2.68 456.04 91.208

2. Analisis hydrometer

 Nomor hydrometer = 151 H


 Koreksi minikus = 0,001
 Berat jenis tanah (Gs) = 2,55
 Berat benda uji awal = 50 gr
Tabel 4. 3 Data hasil pengujian hydrometer
Berat
tanah
Nomor Ukuran Berat
tertanah
Ayaka Ayakan Saringan
+
n (mm) (gr)
ayakan
(gr)
10 2.000 355.2 355.2
20 0.850 355.39 365.24
40 0.425 326.15 333.92
60 0.250 286.3 291.09
80 0.180 280.75 282.51
100 0.150 276.11 277.31
140 0.106 269.06 269.66
200 0.075 268.96 269.02

Perhitungan untuk nomor ayakan 10

 Berat tanah tertahan = (berat tanah tertahan + ayakan) – berat ayakan


= 355,2 – 355,2

= 0 gram

 Berat komulatif lolos ayakan = berat benda uji – berat tanah tertahan
= 50 – 0
= 50 gram
 Persen tanah lolos ayakan
berat tanah komulatif lolos ayakan
% =
berat benda uji awal
50
= x 100%
50
= 100 %
Untuk perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4. 4 Hasil analisis saringan untuk uji hidrometer
Berat Berat
Ukura
Nomo tanah Berat tanah Persen
n Berat
r tertana tanah komulat lolos
Ayaka Saringa
Ayaka h+ tertaha if lolos saringa
n n (gr)
n ayaka n (gr) ayakan n (%)
(mm)
n (gr) (gr)
10 2.000 355.2 355.2 0 50 100
365.2 80.30
20 0.850 355.39 9.85 40.15
4 0
333.9 64.76
40 0.425 326.15 7.77 32.38
2 0
291.0 55.18
60 0.250 286.3 4.79 27.59
9 0
282.5 51.66
80 0.180 280.75 1.76 25.83
1 0
277.3 49.26
100 0.150 276.11 1.2 24.63
1 0
269.6 48.06
140 0.106 269.06 0.6 24.03
6 0
269.0 47.94
200 0.075 268.96 0.06 23.97
2 0

Perhitungan hydrometer untuk t = 2 menit.


Tabel 4. 5 Data uji hydrometer

Actual
Temp
Elapsed Time Hydrometer
˚C
Reading
T (min)   Ra
0 28  
2 28 1.003
5 28 1.002
15 28 1.001
30 28 1
60 28 1
240 28 1
1440 28 0.999

 Menghitung nilai koreksi oleh minikus (R)


Ra = 1,003
Mc = 0,001
R = Ra + Mc
R = 1,003 + 0,001
R = 1,004
 Menghitung L/T
15,20
L/T =
2
= 7,600
 Menghitung diameter butiran (D)
Untuk nilai k dapat dilihat pada Lampran 1 Tabel dengan menggunakan nilai
berat jenis.
Berat jenis (Gs) = 2,55, maka k = 0.0128
L
D =k x
√ T
= 0.0128 x √ 7,600
= 0,0353
 Persen kelolosan (P)
Untuk nilai a dapat dilihat pada Lampran 1 Tabel dengan menggunakan nilai
berat jenis.
Berat jenis (Gs) = 2,55, maka a = 1,02
1606 x a x (R' – 1)
P = x 100%
W
1606 x 1,02 x (1,004 – 1)
= x 100%
50
= 13,105 %
Untuk perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4. 6 Hasil analisis hydrometer
Hdrometer
Effective Value
Actual Reading With Soil in
Elapsed Temp Composite Depth of of k Diameter of soil
Hydrometer Composite L/T Suspension P of
Time ˚C Correction Hydrometer from particle
Reading Correction soil finer
from table table
Apllied, f'
T (min)   R1 R2 R' L   K D (mm) P (%)
0 28                
0.012
2 28 1.003 0.001 1.004 15.20 7.600 0.0353 13.105
8
0.012
5 28 1.002 0.001 1.003 15.50 3.100 0.0225 9.829
8
0.012
15 28 1.001 0.001 1.002 15.80 1.053 0.0131 6.552
8
0.012
30 28 1 0.001 1.001 16.00 0.533 0.0093 3.276
8
0.012
60 28 1 0.001 1.001 16.00 0.267 0.0066 3.276
8
0.012
240 28 1 0.001 1.001 16.00 0.067 0.0033 3.276
8
0.012
1440 28 0.999 0.001 1.000 16.30 0.011 0.0014 0.000
8
Gravel Sand
Silt Clay
Coarse Fine Coarse Medium Fine

no.200
no.10

no.40

0,002
no.4
3/4"
3"

100

90

80

70

60
Persen lolos (%)

50

40

30

20

10

0
10.000 1.000 0.100 0.010 0.001
Ukuran butiran (mm)

Gambar 4. 1 Grafik hasil analisis saringan sampel tanah


Dengan melihat Gambar 4.1 Dari hasil pengujian yang dilakukan di
Laboratorium Geoteknik dan Geodesi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Mataram gradasi butiran tanah yang dujikan mengandung presentase
butiran sebagai berikut :

Tabel 4. 7 Persentase gradasi butiran


Kerikil 3.8 %

Pasir 50.4 %

Debu 44 %

Liat 1.8 %

Pada Tabel 4.7 hasil analisis saringan sampel tanah, yaitu persentase
butiran. Setelah didapat hasil tersebut, maka dilanjutkan ploting persentase
butiran di segitiga tekstur tanah untuk mengetahui jenis tanah.
Gambar 4. 2 Segitiga tekstur tanah
Hasil dari ploting segitiga tekstur tanah yang dipergunakan termasuk
kedalam jenis tanah lempung berpasir. Adanya perbedaan sifat fisik tanah akan
menentukan kemampuan tanah meresapkan air. Sehingga mempengaruhi nilai
koefisien limpasan permukaan (C).

4.1.2 Pengujian Intensitas Hujan


4.1.2.1 Intensitas hujan yang dihasilkan alat rainfall simulator

Untuk mengetahui intensitas hujan yang dihasilkan alat Rainfall


Simulator, dilakukan pengujian intensitas hujan dengan alat ukur curah hujan.
Simulasi hujan akan dilakukan menghujani lahan uji berukuran 2 m x 1 m
dengan alat ukur hujan diletakkan ditengah lahan uji. Saat hujan dihidupkan,
maka stopwatch akan mulai mencatat waktu. Saat mencapai waktu yang
direncanakan, maka hujan dihentikan.
Gambar 4. 3 Pengujian intensitas hujan
Air yang tertampung pada tampungan alat ukur curah hujan kemudian
diukur dengan mengunakan gelas ukur dan dilakukan perhitungan intensitas
hujan. Pengujian untuk menentukan intensitas hujan dilakukan sebanyak 3 kali
kemudian di ambil nilai rata-rata nya. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan
hasil yang lebih akurat.

T = 11,5 cm

D = 16,5 cm
cm
Gambar 4. 4 Gelas ukur dan tampungan alat ukur hujan
Berikut perhitungan untuk menentukan intensitas hujan.
Perhitungan untuk waktu (t) = 15 menit :
 Menghitung tinggi hujan (d)

V ( mm3 )
Tinggi hujan (d) =
A ( mm2 )
1,58 x 106 ( mm 3 )
=
3,14 x 82,52 ( m m2 )
= 73,93 mm

 Menentukan intensitas hujan (I)

d ( mm )
Intensitas hujan (I) = t ( jam )
73,93 ( mm )
= 15
60( )
( jam )

= 295.72 mm/jam
Untuk perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Tabel 4. 8 Hasil pengujian intensitas hujan
Waktu Luas Area Volume Jari - jari Luas Tinggi Intensitas Intensitas
Running
hujan Uji (A) Tampungan Tampungan Tampungan Hujan Hujan (I) Hujan (I)
Tes
(menit) (m²) (liter) (r) (mm) (mm²) (d) (mm) (mm/jam) (mm/jam)
1 1.58 82.5 21371.63 73.93 295.72
15 2 2 1.61 82.5 21371.63 75.33 301.33 300.71
3 1.63 82.5 21371.63 76.27 305.08
1 2.61 82.5 21371.63 122.12 293.10
25 2 2 2.7 82.5 21371.63 126.34 303.21 300.96
3 2.73 82.5 21371.63 127.74 306.57
1 4.26 82.5 21371.63 199.33 298.99
40 2 2 4.29 82.5 21371.63 200.73 301.10 300.87
3 4.31 82.5 21371.63 201.67 302.50
1 7.04 82.5 21371.63 329.41 304.07
65 2 2 6.88 82.5 21371.63 321.92 297.16 300.04
3 6.92 82.5 21371.63 323.79 298.89
1 8.57 82.5 21371.63 401.00 300.75
80 2 2 8.6 82.5 21371.63 402.40 301.80 300.87
3 8.55 82.5 21371.63 400.06 300.05
1 10.72 82.5 21371.63 501.60 300.96
100 2 2 10.7 82.5 21371.63 500.66 300.40 300.49
3 10.69 82.5 21371.63 500.20 300.12 (
Sumber : Hasil Perhitungan)

Dari hasil pengujian intensitas hujan dipergunakan intensitas 300


mm/jam. Pengujian dilakukan untuk semua interval waktu yaitu 15, 25, 40, 65,
80, dan 100 menit untuk memastikan intensitas yang dihasilkan alat uji simulator
hujan tidak berubah.

4.1.2.2 Hasil pengujian keseragaman intensitas hujan alat rainfall simulator

Untuk mengetahui keseragaman intensitas hujan yang dihasilkan alat


Rainfall Simulator, dilakukan pengujian intensitas hujan dengan alat ukur curah
hujan pada lima titik lahan uji yaitu disetiap sudut lahan uji dan ditengah –
tengah lahan uji.

Gambar 4. 5 Perletakan alat ukur hujan


Pengujian pada lima titik lahan uji dilakukan dengan durasi 15 menit.
Simulasi hujan akan dilakukan menghujani lahan uji berukuran 2 m x 1 m
dengan alat ukur hujan diletakkan pada titik yang telah ditentukan. Saat hujan
dihidupkan, maka stopwatch akan mulai mencatat waktu. Saat mencapai waktu
yang direncanakan, maka hujan dihentikan.

Gambar 4. 6 Skema penempatan alat ukur hujan


Tabel 4. 9 Hasil perhitungan pengujian keseragaman intensitas hujan
Waktu Luas Area Volume Jari - jari Luas Tinggi Intensitas Intensitas
Running
No hujan Uji (A) Tampungan Tampungan Tampungan Hujan Hujan (I) Hujan (I)
Tes
(menit) (m²) (liter) (r) (mm) (mm²) (d) (mm) (mm/jam) (mm/jam)
1 1.58 82.5 21371.63 73.93 295.72
1 15 2 2 1.61 82.5 21371.63 75.33 301.33 300.71
3 1.63 82.5 21371.63 76.27 305.08
1 1.64 82.5 21371.63 76.74 306.95
2 15 2 2 1.625 82.5 21371.63 76.04 304.14 305.39
3 1.63 82.5 21371.63 76.27 305.08
1 1.627 82.5 21371.63 76.13 304.52
3 15 2 2 1.632 82.5 21371.63 76.36 305.45 305.51
3 1.638 82.5 21371.63 76.64 306.57
1 1.615 82.5 21371.63 75.57 302.27
4 15 2 2 1.605 82.5 21371.63 75.10 300.40 300.40
3 1.595 82.5 21371.63 74.63 298.53
1 1.592 82.5 21371.63 74.49 297.97
5 15 2 2 1.61 82.5 21371.63 75.33 301.33 300.52
3 1.615 82.5 21371.63 75.57 302.27

(Sumber : Hasil Perhitungan)

Dari hasil pengujian keseragaman intensitas hujan untuk durasi hujan 15


menit. Hasil pengujian menunjukkan intensitas yang dihasilkan alat rainfall
simulator adalah seragam, dimana intensitas yang dihasilkan di lima titik
penempatan alat ukur hujan yaitu 300 mm/jam.

4.2 Hasil Pengujian Pengaruh Tutupan Lahan Terhadap Limpasan


Permukaan
Dalam penelitian ini tutupan lahan yang digunakan berupa paving block
berbentuk bata dengan ukuran 20 x 10 x 8 cm dengan pola pemasaangan susun
bata dan anyaman tikar, paving block berbentuk bata dengan pola pemasaangan
susun bata dan anyaman tikar yang divariasikan dengan rumput gajah mini
perbandingan persentase paving dan rumput yaitu 75% dan 25%, dan tanpa
tutupan lahan menggunakan media uji tanah. Dengan luas lahan pengujian 2 x 1
m. Intensitas hujan yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 300 mm/jam.
Pengujian simulasi hujan dilakukan dengan durasi hujan 15, 25, 40, 65, 80, dan
100 menit. Simulasi hujan dilakukan pada kondisi ekstrim dimana tanah dan
paving block yang dipergunakan dalam kondisi jenuh air. Data yang didapatkan
dari pengujian simulasi hujan ini berupa data volume limpasan permukaan.
Tampungan yang digunakan berbentuk silinder dengan diameter 28 cm dan
untuk mempermudah dalam menghitung limpasan permukaan pada tampungan
ditambahkan ukuran dengan satuan liter.

Gambar 4. 7 Tampungan limpasan permukaan


4.2.1 Hasil Pengujian Pengaruh Tutupan Lahan Terhadap Volume
Limpasan Permukaan

4.2.1.1 Hasil Pengujian Pengaruh Tanah Tanpa Tutupan Terhadap Volume


Limpasan Permukaan
Dalam penelitian ini pertama dilakukan pengujian dengan menghujani
tanah tanpa tutupan lahan dengan ukuran lahan yang dipergunakan 2 x 1 m.
Berat tanah yang dipergunakan yaitu 595,5 kg dengan durasi pengujian 15, 25,
40, 65, 80, dan 100 menit setiap durasi waktu dilakukan pengulamgan pengujian
sebnayak 3 kali untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
Gambar 4. 8 Pengujian dengan lahan tanah
Dengan lahan berupa tanah, didapatkan volume limpasan permukaan
sebagai berikut:

Tabel 4. 10 Hasil volume limpasan permukaan pada tanah lempung berpasir


Volume
Waktu Luas Area Rata - rata Volume
Running Tinggi Tanah Tutupan Volume Awal Limpasan
Hujan Uji (A) Limpasan Permukaan
tes (mm) Lahan Tandon (Liter) Permukaan
(menit) (m²) (Liter)
(Liter)
1 2 59
Tanpa tutupan
15 2 2 250 50 59.2 59.2
3 2
(tanah) 59.35
1 2 97.5
Tanpa tutupan
25 2 2 250 50 97.8 97.6
3 2
(tanah) 97.4
1 2 158
Tanpa tutupan
40 2 2 250 50 159 158.2
3 2
(tanah) 157.5
1 2 270
Tanpa tutupan
65 2 2 250 50 274 273.0
(tanah)
3 2 275
1 2 346
Tanpa tutupan
80 2 2 250 50 344 345.2
3 2
(tanah) 345.5
1 2 442
Tanpa tutupan
100 2 2 250 50 441.5 441.9
3 2
(tanah) 442.2
(Sumber : Hasil Perhitungan)

500
Waktu (menit)
450
Volume limpasan (liter)

400
350
300
250
200
150
100
50
0
15 25 40 65 80 100

Gambar 4. 9 Grafik volume limpasan permukaan (C) tanah lempung berpasir


Gambar 4.10 menunjukkan tanah memiliki volume limpasan
permukaan yang terus meningkat dikarenakan pada penelitian ini simulasi hujan
dilakukan pada kondisi ekstrim, dimana tanah yang dipergunakan dalam kondisi
jenuh air dimana kapasitas infltrasi pada tanah sudah terpenuhi mengakibatkan
laju infiltrasi tanah kecil sehingga tanah sulit untuk meresapkan air hujan dan
terjadi limpasan permukaan. Selain itu, jenis tanah juga berpengaruh terhadap
besar volume limpasan. Tekstur dan struktur tanah memiliki kaitan dengan
pergerakan dan penahanan air dalam tanah. Pada penelitian ini menggunakan
tanah lempung berpasir yanag dimana tanah jenis ini memiliki daya serap air
yang tergolong lambat atau sulit meresapkan air.

4.2.1.2 Hasil Pengujian Pengaruh Tutupan Lahan Paving Block Terhadap


Volume Limpasan Permukaan
Setelah melakukan pengujian pada lahan tanah, dilanjutkan dengan
tutupan lahan paving block berbentuk bata dengan ukuran 20 x 10 x 8 cm
dengan variasi pola pemasangan susun bata dan anyaman tikar. Durasi waktu
yang dipergunakan sama dengan pengujian sebelumnya yaitu 15, 25, 40, 65, 80,
dan 100 menit.

Gambar 4. 10 Pemasangan paving block pola susun bata


Gambar 4. 11 Pemasangan paving block pola anyaman tikar
Dengan tutupan lahan berupa paving block dengan pola pemasangan
susun bata dan anyaman tikar, didapatkan volume limpasan permukaan sebagai
berikut:

Tabel 4. 11 Volume limpasan permukaan pada lahan uji dengan tutupan paving
block
Rata - rata Volume Limpasan
Volume Limpasan Tutupan
Volume Tutupan Lahan Paving Block
Waktu Luas Tinggi Intensitas Lahan Paving Block (Liter)
Running Awal (Lite r)
Hujan Area Uji Tanah Hujan
Te s Tandon
(me nit) (A) (m²) (mm) (mm/jam) Pola Susun Pola Anyaman Pola Susun Pola Anyaman
(Liter)
Bata Tikar Bata Tikar

1 2 300 63 60
15 2 2 250 50 300 62 62 63.0 60.8
3 2 300 64 60.5
1 2 300 108 106
25 2 2 250 50 300 111 105.5 108.7 105.2
3 2 300 107 104
1 2 300 177 171
40 2 2 250 50 300 176 172 177.3 171.2
3 2 300 179 170.5
1 2 300 289 281
65 2 2 250 50 300 289.5 290 289.5 283.3
3 2 300 290 279
1 2 300 363.5 358
80 2 2 250 50 300 364 355 364.2 357.3
3 2 300 365 359
1 2 300 455 445
100 2 2 250 50 300 457 447 456.0 445.3
3 2 300 456 444

(Sumber : Hasil Perhitungan)


500
Waktu (menit)
Volume limpasan (liter) 450
400
350 Pola
Susun
300 Bata
250
200
Pola
150 Anyama
n Tikar
100
50
0
15 25 40 65 80 100

Gambar 4. 12 Grafik volume limpasan permukaan (C) paving block pola susun
bata dan anyaman tikar

Gambar 4.13 menunjukkan volume limpasan permukaan yang


dihasilkan paving block pola susun bata dan anyaman tikar. Dengan adanya pola
pemasangan pada paving block yang berbeda dapat menghambat laju air
limpasan permukaan menuju saluran drainase sehingga air dapat terinfiltrasi
lebih banayak. Hal ini dibuktikan dengan perbedaan volume limpasan yang
dihasilkan pada pengujian paving block dengan variasi pemasangan pola yang
berbeda, dimana pola pemasangan anyaman tikar memiliki volume limpasan
yang lebih kecil dari pada pola pemasangan susun bata.

4.2.1.3 Hasil Pengujian Pengaruh Tutupan Lahan Paving Block dengan


Penambahan Rumput Gajah Mini Terhadap Volume Limpasan
Permukaan
Untuk memperkecil volume limpasan pada tutupan lahan paving block dapat
dikombinasikan dengan menanami rumput pada spasi antar paving block. dengan
memperbesar spasi antar paving block yang kemudian ditanami rumput hal ini dapat
meningkatkan area resapan air hujan. Mempertimbangkan daya ikat antar paving dan pola
pemasangan yang berbeda untuk pengujian paving block dengan penambahan rumput gajah
mini pada kedua pola pemasangan paving block susun bata dan anyaman tikar pada pengujian
ini spasi paving block untuk menanami rumput sebesar 10 cm, dengan persentase luas paving
block dan rumput yaitu 75% : 25%.

Gambar 4. 13 Pemasangan paving block pola susun bata dengan penambahan


rumput gajah mini

Gambar 4. 14 Pemasangan paving block pola anyaman tikar dengan


penambahan rumput gajah mini

Dengan tutupan lahan berupa paving block dengan pola pemasangan


susun bata dan anyaman tikar dengan penambahan rumput durasi waktu yang
dipergunakan sama dengan pengujian sebelumnya yaitu 15, 25, 40, 65, 80, dan
100 menit. Dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali untuk setiap durasi waktu.
Volume limpasan yang dihasilkan sebagai berikut:

Tabel 4. 12 Volume limpasan permukaan pada lahan uji dengan tutupan paving
block dengan penambahan rumput gajah mini
Volume Limpasan Paving Rata - rata Volume Limpasan
Volume Block + Rumput Gajah Mini Paving Block + Rumput Gajah
Waktu Luas Tinggi Intensitas
Running Awal (Liter) Mini (Liter)
Hujan Area Uji Tanah Hujan
Tes Tandon
(menit) (A) (m²) (mm) (mm/jam) Pola Susun Pola Anyaman Pola Susun Pola Anyaman
(Liter)
Bata + rumput Tikar + rumput Bata Tikar
1 2 300 61 51.5
15 2 2 250 50 300 60 54 60.2 54.0
3 2 300 59.5 56.5
1 2 300 103 95
25 2 2 250 50 300 105 92 104.0 93.3
3 2 300 104 93
1 2 300 172 153
40 2 2 250 50 300 174 152.5 173.7 153.2
3 2 300 175 154
1 2 300 284 257
65 2 2 250 50 300 287 256 285.7 257.2
3 2 300 286 258.5
1 2 300 348 325
80 2 2 250 50 300 347 328 348.0 325.7
3 2 300 349 324
1 2 300 447 406
100 2 2 250 50 300 446 405 445.7 405.5
3 2 300 444 405.5

(Sumber : Hasil Perhitungan)

500 Waktu (menit)


450
Volume limpasan (liter)

400
350
Pola Susun
300 Bata +
250 rumput
200 Pola
Anyaman
150 Tikar +
100 rumput
50
0
15 25 40 65 80 100

Gambar 4. 15 Grafik volume limpasan permukaan (C) paving block pola susun
bata dan anyaman tikar dengan penambahan rumput gajah mini

Berdasarkan hasil pengujian paving block dengan penambahan rumput


gajah mini, hasil volume limpasan menunjukkan adanya penurunan besar
volume limpasan dimana paving block pola anyaman tikar dengan penambahan
rumput gajah mini memiliki volume limpasan paling kecil dibandingkan dengan
lahan tanah paving block pola susun bata dengan penambahan rumput, lahan
dengan tutupan paving block pola pemasangan susun bata maupun anyaman
tikar. Dengan adanya penambahan rumput pada area spasi antar paving yang
meningkatkan area resapan air hujan Pengamatan pada saat penelitian terlihat
bahwa air hujan menggenang disekitar rumput gajah mini yang terdapat diantara
paving block dan menghambat laju limpasan permukaan sehingga air hujan
dapat terserap lebih banyak. Hal ini yang menyababkan lahan tanah memiliki
volume limpasan yang lebih besar dari pada paving block dengan penambahan
rumput gajah mini.

4.3 Nilai Koefisien Aliran Permukaan


Dengan mengetahui volume limpasan maka didapat debit limpasan yang
kemudian dicari koefisien limpasan menggunakan rumus rasional. Dalam
penelitian ini menggunakan intensitas hujan 300 mm/jam. Pengujian dilakukan
dengan durasi hujan 15, 25, 40, 65, 80, dan 100 menit.
Tabel 4. 13 Rekapitulasi volume limpasan permukaan
Volume Limpasan Permukaan (liter)
Waktu Luas Intensitas
Running Paving Block Paving Block Pola Paving Block Pola
Hujan Area Uji hujan Paving Block
tes Tanah Pola Anyaman Susun Bata + Anyaman Tikar +
(menit) (A) (m²) (mm/jam) Pola Susun Bata
Tikar Rumput Gajah mini Rumput Gajah mini
1 2 300 59 63 60 61 51.5
15 2 2 300 59.2 62 62 60 54
3 2 300 59.35 64 60.5 59.5 56.5
1 2 300 97.5 108 106 103 95
25 2 2 300 97.8 111 105.5 105 92
3 2 300 97.4 107 104 104 93
1 2 300 158 177 171 172 153
40 2 2 300 159 176 172 174 152.5
3 2 300 157.5 179 170.5 175 154
1 2 300 270 289 281 284 257
65 2 2 300 274 289.5 290 287 256
3 2 300 275 290 279 286 258.5
1 2 300 346 363.5 358 348 325
80 2 2 300 344 364 355 347 328
3 2 300 345.5 365 359 349 324
1 2 300 442 455 445 447 406
100 2 2 300 441.5 457 447 446 405
3 2 300 442.2 456 444 444 405.5
(Sumber : Hasil Perhitungan)
Perhitungan koefisien limpasan permukaan lahan tanah waktu 15
menit :
 Rumus rasional:
Q=CxIxA
Q (mm ³ / jam )
C=
I ( mm/jam ) x A (mm ² )
 Debit limpasan permukaan (Q)
Volume limpasan dapat dilihat pada tabel 4.13
Volume limpasan permukaan (m m 3 )
Q (mm³/jam) =
Waktu (jam)
59 x 10 6 (m m 3 )
Q (mm³/jam) =
(15/60) (jam)
Q (mm³/jam) = 236 x 106
 Koefisien limpasan permukaan (C)
Q ( mm ³ / jam )
C=
I ( mm/jam ) x A (mm ² )
236 x 10 6 ( mm ³ / jam )
C= 6
300 ( mm/jam ) x 2 x 10 (mm ² )
C = 0,39
Adapun hasil perhitungan nilai koefisien limpasan menggunakan rumus
rasional dapat dilihat pada Tabel 4.14 berikut :
Tabel 4. 14 Nilai koefisien limpasan permukaan (C)

Koefisien Limpasan Permukaan


Waktu Luas Intensitas
Running Paving Block Paving Block Pola Paving Block Pola
Hujan Area Uji hujan Paving Block
tes Tanah Pola Anyaman Susun Bata + Anyaman Tikar +
(menit) (A) (m²) (mm/jam) Pola Susun Bata
Tikar Rumput Gajah mini Rumput Gajah mini
1 2 300 0.39 0.42 0.40 0.41 0.34
15 2 2 300 0.39 0.41 0.41 0.40 0.36
3 2 300 0.40 0.43 0.40 0.40 0.38
1 2 300 0.39 0.43 0.42 0.41 0.38
25 2 2 300 0.39 0.44 0.42 0.42 0.37
3 2 300 0.39 0.43 0.42 0.42 0.37
1 2 300 0.40 0.44 0.43 0.43 0.38
40 2 2 300 0.40 0.44 0.43 0.44 0.38
3 2 300 0.39 0.45 0.43 0.44 0.39
1 2 300 0.42 0.44 0.43 0.44 0.40
65 2 2 300 0.42 0.45 0.45 0.44 0.39
3 2 300 0.42 0.45 0.43 0.44 0.40
1 2 300 0.43 0.45 0.45 0.44 0.41
80 2 2 300 0.43 0.46 0.44 0.43 0.41
3 2 300 0.43 0.46 0.45 0.44 0.41
1 2 300 0.44 0.46 0.45 0.45 0.41
100 2 2 300 0.44 0.46 0.45 0.45 0.41
3 2 300 0.44 0.46 0.44 0.44 0.41
(Sumber : Hasil Perhitungan)
Tabel 4. 15 Rekapitulasi rata – rata koefisien limpasan permukaan
Nilai Koefisien Limpasan Permukaan
Paving Block
Waktu Luas Area Intensitas
Paving Block Susun Bata + Paving Block
Hujan Uji (A) Hujan Paving Block
Tanah Pola Anyaman Rumput Gajah Anyaman Tikar +
(menit) (m ²) (mm/jam) Susun Bata
Tikar mini Rumput Gajah
15 2 300 0.39 0.42 0.41 0.4 mini
0.36
25 2 300 0.39 0.43 0.42 0.42 0.37
40 2 300 0.40 0.44 0.43 0.43 0.38
65 2 300 0.42 0.45 0.44 0.44 0.40
80 2 300 0.43 0.46 0.45 0.44 0.41
100 2 300 0.44 0.46 0.45 0.45 0.41
(Sumber : Hasil Perhitungan)
Dilihat pada tabel 4.15 koefisien limpasan setiap tutupan lahan memiliki
koefisien limpasan yang berbeda. Pertama yaitu tanah dimana koefisien limpasan
terus meningkat seiring dengan interval waktu pengujian. Berbeda dengan tutupan
lahan menggunakan paving block dimana koefisien limpasan terus meningkat dari
pengujian dengan durasi waktu 15 hingga 65 menit kemudian pada pengujian
dengan durasi waktu yang lebih lama yaitu 80 hingga 100 menit nilai koefisien
limpasan yang dihasilkan konstan. Hal ini terjadi pada kedua variasi pola
pemasangan paving block yaitu pola anyaman tikar dan pola susun bata.
Perbedaan koefisien limpasan pada kedua pola yaitu pola pemasangan anyaman
tikar memiliki koefisien limpasan lebih kecil daripada pola susun bata.
Untuk pengujian dengan penambahan rumput pada paving block memiliki nilai
koefisien yang lebih rendah dari pada hanya menggunakan paving block. Hal ini berlaku untuk
ke dua variasi pola pemasangan paving block yaitu pola susun bata dan anyaman tikar. Namun,
pola pemasangan susun bata dengan penambahan rumput memiliki nilai koefisien limpasan
yang lebih tinggi dari pada lahan tanah. Sedangkan paving block pola anyaman tikar dengan
penambahan rumput gajah mini memiliki nilai koefisien limpasan (C) paling kecil untuk semua
variasi tutupan lahan. Nilai koefisien yang dihasilkan untuk setiap tutupan lahan berturut dari
nilai tertinggi yaitu Paving block susun bata memiliki koefisien limpsan tertinggi dengan nilai
berkisar 0,42 – 0,46 , paving block anyam tikar berkisar 0,41 – 0,45, paving block pola susun
bata dengan penambahan rumput gajah mini Nilai koefisien limpasan permukaan yang
dihasilkan berkisar 0,40 – 0,45, lahan tanah nilai koefisien limpasan permukaan yang dihasilkan
berkisar 0,39 – 0,44, dan paving block pola anyaman tikar dengan penambahan rumput gajah
mini nilai koefisien limpasan permukaan yang dihasilkan berkisar 0,36 – 0,41.
4.4 Pengaruh Penambahan Rumput dan Variasi Pola Pemasangan Paving
Block

4.4.1 Hubungan nilai koefisien limpasan permukaan dan waktu untuk setiap
jenis tutupan lahan

Hasil penelitian dengan durasi hujan 15, 25, 40, 65, 80, dan 100 menit
didapatkan grafik hubungan nilai koefisien limpasan dengan waktu sebagai :
1. Grafik hubungan nilai koefisien limpasan permukaan dan waktu dengan lahan
uji tanah

0.45
0.44
0.43
0.42
0.41
0.4
0.39
0.38
15 25 40 65 80 100

Waktu (menit)

Gambar 4. 16 Grafik hubungan nilai koefisien aliran permukaan dan waktu pada
tanah lempung berpasir

Jenis tanah mempengaruhi milai koefisien limpasan permukaan, pada


penelitian ini digunakan jenis tanah lempung berpasir dimana tanah jenis ini
memilki daya serap air yang tergolong lambat. Gambar 4.17 menunjukkan nilai
koefisien limpasan permukaan pada waktu 15 dan 25 menit memiliki nilai
koefisien yang sama yaitu 0,39. Hal ini dikarenakan pada pengujian ini tanah
yang dipergunakan dalam kondisi jenuh air sehingga tanah lebih sulit untuk
meresapkan air dikarenakan kapasitas infiltrasi telah terpenuhi. Kemudian nilai
koefisien limpasan terus meningkat seiring dengan durasi waktu penelitian
dengan nilai koefisien tertinggi didapatkan pada pengujian 100 menit dengan nilai
koefisien limpasan sbesar 0,44. Dari semua waktu pengujian, durasi waktu 40 dan
65 memiliki peningkatan nilai koefisien limpasan terbesar. Peningkatan nilai
koefisien limpasan ini menandakan lahan tanah saja tidak cocok dipergunakan
untuk wilayah dengan durasi hujan yang cukup lama. Sehingga perlu diupayakan
kombinasi tutupan lahan yang dapat menghambat laju air limpasan permukaan
sehingga memberikan kesempatan untuk tanah dapat meresapkan air lebih
banyak.

2. Grafik hubungan nilai koefisien limpasan permukaan dan waktu dengan


lahan uji paving block pola susun bata

0.47

0.46

0.45

0.44

0.43

0.42

0.41
15 25 40 65 80 100

Gambar 4. 17 Grafik hubungan nilai koefisien aliran permukaan dan waktu pada
paving block pola susun bata

Dari Gambar 4.18 Dapat dilihat bahwa pada lahan paving block dengan
pola pemasangan susun bata koefisien aliran permukaan terus meningkat dari
waktu 15, hingga 80 menit dengan nilai berturut – turut 0,42, 0,43, 0,44, 0,45 dan
0,46. Nilai koefisien pada wakktu 80 menit dengan nilai koefisien sebesar 0,46
merupakan nilai tertinggi. Kemudian nilai koefisien yang dihasilkan pada menit
ke 100 memiliki nilai yang sama dengan pengujian 80 menit yaitu sebesar 0.46.
Walaupun paving block bukan merupakan tutupan lahan yang memiliki kinerja
yang baik dalam meresapkan air hujan, namun dengan adanyan pola pemasangan
paving sehingga menghambat laju limpasan permukaan dan spasi antar paving
sebagai jalan air meresap ke dalam tanah. Hal ini dapat dikatakan paving block
dengan pola pemasangan susun bata cocok dipergunakan pada daerah dengan
durasi hujan yang cukup lama dibandingkan dengan lahan tanah dikarenakan
setelah melewati nilai koefiien tertinggi, nilai koefisien yang dihasilkan akan tetap
kosntan.

3. Grafik hubungan nilai koefisien limpasan permukaan dan waktu dengan


lahan uji paving block anyaman tikar

0.46

0.45

0.44

0.43

0.42

0.41

0.40
15 25 40 65 80 100

Gambar 4. 18 Grafik hubungan nilai koefisien aliran permukaan dan waktu pada
paving block pola anyaman tikar

Dari Gambar 4.19 Dapat dilihat bahwa pada lahan paving block dengan
pola pemasangan susun bata koefisien aliran permukaan terus meningkat dari
waktu 15, hingga 80 menit dengan nilai berturut – turut 0,41, 0,42, 0,43, 0,44, dan
0,45. Nilai koefisien pada wakktu 80 menit dengan nilai koefisien sebesar 0,45
merupakan nilai tertinggi. Kemudian nilai koefisien yang dihasilkan pada menit
ke 100 memiliki nilai yang sama dengan pengujian 80 menit yaitu sebesar 0.45.
Walaupun paving block bukan merupakan tutupan lahan yang memiliki kinerja
yang baik dalam meresapkan air hujan, namun dengan adanyan pola pemasangan
paving sehingga menghambat laju limpasan permukaan dan spasi antar paving
sebagai jalan air meresap ke dalam tanah. Dengan memperbandingkan grafik
hubungan antar kedua pola pemasngan paving block, paving dengan pola
anyaman tikar memiliki nilai koefisien yang lebih kecil dari pada pola susun bata.

4. Grafik nilai koefisien limpasan permukaan dengan lahan uji paving block
susun bata dengan penambahan rumput gajah mini
0.46
0.45
0.44
0.43
0.42
0.41
0.40
0.39
15 25 40 65 80 100

Gambar 4. 19 Grafik hubungan nilai koefisien aliran permukaan dan waktu pada
paving block pola susun bata + rumput gajah mini

Dari Gambar 4.20 dapat dilihat bahawa pada lahan paving block dengan
pola pemasangan susun bata dengan penambahan rumput gajah mini memiliki
nilai koefisien yang terus meningkat untuk waktu pengujian 15 hingga 65 menit
dengan nilai koefisien limpasan berturut – turut 0,40, 0,42, 0,43, 0,44. Untuk
waktu 80 menit memiliki nilai koefisien yang sama dengan waktu 65 menit
dengan nilai koefisien aliran permukaan 0.44 kemudian mengalami peningkatan
pada waktu 100 menit yaitu sebesar 0.45. Paving block pola susun bata dengan
penambahn rumput memiliki nilai koefisien yang lebih kecil dari pada pola susun
bata tanpa penambahan rumput gajah mini untuk semua waktu pengujian.
Dengan mengkombinasikan tutupan lahan paving block dan tanaman
rumput gajah mini dengan memamfaatkan daerah spasi antar paving maka tercipta
ruang - ruang sebagai tempat meresapnya air limpasan permukaan. Selain itu,
pengamatan saat penelitian terlihat bahwa air tanaman rumput gajah mini
berfungsi menghambat laju air limpasan permukaan, sehingga memberikan
kesempatan pada tanah untuk meresapkan air limpasan permukaan. Hal ini dapat
dikatakan bahwa dengan adanya penambahan tanaman rumput gajah mini pada
spasi paving block dapat menambah daya resap air sehingga memperkecil nilai
koefisien limpaasan permukaan.

4. Grafik nilai koefisien limpasan permukaan dengan lahan uji paving block
anyaman tikar dengan penambahan rumput gajah mini
0.42

Koefisien limpasan (C)


0.41
0.40
0.39
0.38
0.37
0.36
0.35
15 25 40 65 80 100

Waktu (menit)

Gambar 4. 20 Grafik hubungan nilai koefisien aliran permukaan dan waktu pada
paving block pola anyaman tikar + rumput gajah mini

Dari Gambar 4.21 dapat dilihat nilai koefisien yang dihasilkan pada
menit 15, 25, 40, 65 dan 80 menit terus menigkat berturut – turut sebesar 0.36,
0,37, 0,38, 0.40 dan 0,41. Nilai koefisien pada waktu pengujian 80 dan 100
memiliki nilai yang sama yaitu 0,41 yang merupakan nilai koefisien puncak.
Lahan paving block dengan pola pemasangan anyaman tikar memiliki nilai
koefisien yang paling kecil dari semua pengujian baik dengan lahan tanah, paving
block tanpa rumput untuk kedua pola susun bata maupun anyaman tikar dan
paving block pola susun bata dengan penambahan rumput gajah mini.
Dengan mengkombinasikan pola pemasangan tutupan lahan paving block
dan tanaman rumput gajah mini dengan memamfaatkan daerah spasi antar paving
maka tercipta ruang - ruang sebagai tempat meresapnya air limpasan permukaan.
Selain itu, pengamatan saat penelitian terlihat bahwa air tanaman rumput gajah
mini berfungsi menghambat laju air limpasan permukaan, sehingga memberikan
kesempatan pada tanah untuk meresapkan air limpasan permukaan. Hal ini dapat
dikatakan bahwa dengan adanya penambahan tanaman rumput gajah mini pada
spasi paving block dapat menambah daya resap air sehingga memperkecil nilai
koefisien limpaasan permukaan.
4.4.2 Hubungan antara Variasi Tutupan Lahan, Nilai Koefisien Limpasan
(C), dan Waktu
Berdasarkan hasil nilai koefisien limpasan (C) yang dihasilkan dari
pengujian dibuat grafik hubungan antara variasi tutupan lahan, nilai koefisien (C),
dan waktu pengujian pada Gambar 4.22.
0.47
0.46
0.45 Tanah
0.44
Koefisien limpasan (C)

0.43 PB Susun Bata


0.42
0.41 PB Anyaman Tikar
0.40
0.39 PB Susun Bata + Rumput
0.38
0.37 PB Anyaman Tikar +
0.36 Rumput

0.35
15 25 40 65 80 100

Waktu (menit)

Gambar 4. 21 Hubungan koefisien limpasan (C) dan waktu pada masing –


masing tutupan lahan

Dari Gambar 4.22 dapat dilihat nilai koefisien yang dihasilkan pada
pengujian untuk semua variasi tutupan lahan. Untuk lahan tanah nilai koefisien
limpasan (C) yang dihasilkan berkisar antara 0,39 – 0,44. Nilai koefisien
limpasan (C) tertinggi yaitu tutupan lahan dengan paving block dengan pola
pemasangan susun bata dengan nilai kofisien limpasan (C) berkisar antara 0,42 –
0,46, sedangkan untuk tutupan lahan paving block dengan pola pemasangan
anyman tikar memiliki nilai koefisien limpasan yang lebih kecil yaitu berkisar
antara 0,41 – 0,44. Dengan adanya kombinasi antara pola pemasangan paving
block dan rumput gajah mini memperkecil nilai koefisien limpasan. Nilai
koefisien limpasan (C) untuk tutupan paving block pola susun bata dengan
penambahan rumput nilai koefisien limpasan (C) berkisar antara 0,40 – 0,45.
Sedangkan untuk tutupan paving block dengan pola anyaman tikar nilai koefisien
limpasan (C) berkisar antara 0,36 – 0,41 dan merupakan tutupan lahan yang
memiliki nilai koefiisien (C) terkecil dari semua variasi pengujian tutupan lahan,
baik dengan lahan tanah, paving block tanpa rumput untuk kedua pola
pemasangan paving block yaitu pola susun bata maupun anyaman tikar dan
paving block pola susun bata dengan penambahan rumput gajah mini.
Dari hasil koefisien limpasan (C) menunjukkan bahwa nilai koefisien
aliran permukaan (C) terendah didapatkan dengan penggunaan penutup lahan
paving block pola anyaman tikar dengan penambahan rumput gajah mini dan
tutupan lahan paving block pola susun bata sebagai nilai tertinggi. Nilai koefisien
aliran permukaan (C) semakin besar dengan tutupan lahan yang memiliki celah
lebih sedikit. Karakteristik masing masing material penutup lahan yang digunakan
berpengaruh terhadap nilai koefisien limpasan permukaan (C). Hasil penelitian
didapatkan bahwa dengan mengkombinasikan pola pemasangan paving block dan
penambahan penutup lahan vegetasi yaitu rumput gajah mini dengan
memamfaatkan daerah spasi antar paving maka tercipta ruang - ruang sebagai
tempat meresapnya air limpasan permukaan. Selain itu dengan adanya
penambahan rumput gajah mini berfungsi menghambat laju air limpasan
permukaan, sehingga memberikan kesempatan pada tanah untuk meresapkan air
limpasan permukaan. Hal ini dapat dikatakan bahwa dengan adanya penambahan
tanaman rumput gajah mini pada spasi paving block dapat menambah daya resap
air sehingga memperkecil nilai koefisien limpaasan permukaan (C).

Tabel 4. 16 Nilai koefisien limpasan hasil pengujian

No Deskripsi lahan / karakter permukaan Koefisien C


1 Tanah lempung berpasir 0,39 – 0,44
2 Paving block pola susun bata 0,42 – 0,46
3 Paving block pola anyaman tikar 0,41 – 0,44
4 Paving block pola susun bata dan
rumput gajah mini (75% : 25%) 0,40 – 0,45
5 Paving block pola anyaman tikar dan 0,36 – 0,41
rumput gajah mini (75% : 25%)
4.4.3 Perbandingan Hasil Penelitian
Perbandingan antara hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh penyusun di tampilkan pada Tabel 4.18 sebagai berikut.
Tabel 4. 17 Hasil perbandingan koefisien aliran (C)
Hasil Penelitian Hasil Penelitian Terdahulu
No
Deskripsi lahan / karakter Koefisien C Deskripsi lahan / karakter permukaan Koefisien C
1 permukaan
Tanah lempung berpasir 0,39 – 0,44 Tanah (U.S Forest Service (1980) ) 0,30 - 0,60
2 Paving block pola susun bata 0,42 – 0,46 Paving (Mc Gueen (1989) dalam
0,50 - 0,70
3 Paving block pola anyaman tikar 0,41 – 0,44 suripin (2004))
4 Paving block pola susun bata
dan rumput gajah mini (75% : 0,40 – 0,45
25%)
5 Paving block pola anyaman tikar 0,36 – 0,41
dan rumput gajah mini (75% :
Berdasarkan Tabel 4.17 dapat diketahui bahwa nilai koefisien C pada permukaan tanah
datar berada dalam rentang hasil penelitian yang diteliti oleh U.S. Forest Service (1980). Jenis
tanah yang dipergunkan akan mempengaruhi besarnya nilai koefisien aliran (C). Sedangkan
untuk permukaan paving block nilai koefisien limpasan (C) hasil penelitian lebih rendah dari
hasil penelitian yang diteliti oleh Mc Gueen (1989). Hal ini terjadi pada kedua pola pemasangan
paving block yaitu pola susun bata dan anyaman tikar. Perbedaan jenis, bentuk, komposisi,
ketebalan, dan tanah dasar paving block dapat mempengaruhi penyerapan air sehingga
menghasilkan perbedaan hasil koefisien limpasan (C).

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Volume limpasan yang dihasilkan dari pengujian mengalami peningkatan besar
volume limpasan tiap durasi waktu yang dipergunakan. Dengan volume limpasan
yang dihasilkan yaitu lahan tanah tanpa tutupan lahan volume terkecil 59 liter
dan terbesarnya 441,5 liter, tutupan lahan paving block dengan pola pemasangan
susun bata volume terkecil 62 liter dan terbesarnya 457 liter, kemudian paving
block dengan pola anyaman tikar volume terkecil 60 liter dan terbesarnya 447
liter, paving block pola susun bata dengan penambahan rumput gajah mini
volume terkecil 60 liter dan terbesarnya 444 liter, dan terakhir paving block pola
anyaman tikar dengan penambahan rumput gajah mini volume terkecil 51,5 liter
dan terbesarnya 405.5 liter.
2. Adapun nilai koefisien limpasan yang didapatkan dengan variasi waktu 15, 25,
40, 65, 80, dan 100 menunjukkan:
a) Lahan tanah nilai koefisien limpasan permukaan (C) yang dihasilkan
berkisar 0,39 – 0,44.
b) Penggunaan pekerasan paving block susun bata memiliki koefisien
limpasan permukaan (C) dengan nilai berkisar 0,42 – 0,46 .
c) Paving block anyam tikar nilai koefisien limpasan permukaan (C) yang
dihasilkan berkisar 0,41 – 0,45.
d) Paving block pola susun bata dengan penambahan rumput gajah mini
nilai koefisien limpasan permukaan (C) yang dihasilkan berkisar 0,40 –
0,45.
e) Dan paving block pola anyaman tikar dengan penambahan rumput gajah
mini. Nilai koefisien limpasan permukaan (C) yang dihasilkan berkisar
0,36 – 0,41.
3. Dari hasil koefisien limpasan (C) menunjukkan bahwa nilai koefisien aliran
permukaan (C) terendah didapatkan dengan penggunaan penutup lahan paving
block pola anyaman tikar dengan penambahan rumput gajah mini dan tutupan
lahan paving block pola susun bata sebagai nilai tertinggi. Hasil penelitian
didapatkan bahwa dengan mengkombinasikan pola pemasangan paving block dan
penambahan penutup lahan vegetasi yaitu rumput gajah mini dengan
memamfaatkan daerah spasi antar paving maka tercipta ruang - ruang sebagai
tempat meresapnya air limpasan permukaan, dan dengan adanya penambahan
rumput gajah mini berfungsi menghambat laju air limpasan permukaan sehingga
menambah daya resap air dan memperkecil nilai koefisien limpaasan permukaan
(C).

5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat dibuat saran-saran yang
bisa digunakan sebagai pertimbangan penelitian-penelitian selanjutnya:
1. Perlu adanya penambahan variasi perbandingan luas antara paving block
dan rumput untuk melihat pengaruhnya terhadap nilai koefisien aliran
permukaan (C) .
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan penambahan variasi jenis
rumput lain dan kemiringan lahan untuk melihat pengaruhnya terhadap
nilai koefisien aliran permukaan (C) .
.
DAFTAR PUSTAKA

Agus, F., Yusrial, dan Sutono. 2005. Penetapan Tekstur Tanah.


<http://balittanah.litbang.pertanian.go.id>. Diakses pada tanggal 18 juli 2019
Akara, Rado, dkk. 2016. Pengaruh Intensitas Hujan Dan Penutup Lahan (Land
Cover) Terhadap Nilai Koefisien Aliran Permukaan (C) Menggunakan Rainfall
Simulator. Jurusan Teknik Sipil Ft Unsri.
Arfan, Halidin., Pratama, Abraham., 2012. Model Eksprerimen Pengaruh Kepadatan,
Intensitas Curah Hujan dan Kemiringan Lahan terhadap Resapan pada Tanah
Organik. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Unhas.
Artiyani, Anis., 2010. Pemanfaatan Abu Pembakaran Sampah sebagai Bahan Alternatif
Pembuatan Paving Block. Jurnal Spectra Institut Teknologi Nasional, Malang.
Arsyad Sitanala, 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bandung: Penerbit IPB (IPB Press)
Asdak, C. 2014. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Castro, D., Angullo, G., Rodriuez, J., and Calzada, M, A., 2007. The Influence of
Paving-Block Shape on the Infiltration Capacity of Permeable Paving.
Departemento de Transportes,Universidad de Cantabria Spain.
Faisal, Zulvyah. 2008. Studi Limpasan Permukaan Pada Tanah Lempung
Plastisitas Rendah Dengan Percobaan Laboratorium. Program Studi Teknik
Sipil Keairan Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar
Hanafiah, K. A. 2005. Dasar- Dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 360
hlm.
Hardjowigeno, S., 1992, Ilmu Tanah, Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
Harisuseno, donny., dkk. 2017. Studi Pengaruh Sifat Fisik Tanah Terhadap
Karakteristik Laju Infiltrasi. Universitas Brawijaya
Haryoko, Urip. Identifikasi kekuatan dan kelemahan komponen system informasi iklim.
BMKG Jakarta Selatan.
Khairunnisa Audrey Vinny, dkk. 2017. Pengaruh Variasi Kemiringan Dan Penutup
Lahan (Land Cover) Terhadap Debit Aliran Permukaan Menggunakan Rainfall
Simulator. Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya
Martono, 2004. Pengaruh Intensitas Hujan Dan Kemiringan Lereng Terhadap Laju
Kehilangan Tanah Pada Tanah Regosol Kelabu. Master Thesis, Program
Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Nanda, Rakhim, Abd., Nurnawaty., 2015. Kapasitas Infiltrasi Tanah Timbunan dengan
Tutupan Paving Blok. Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah,
Makasar.
Oktarina, Rizky, Nur., 2015. Analisis Hidrograf Limpasan Akibat Variasi Intensitas
Hujan dan Kemiringan Lahan (Kajian Laboratorium dengan Simulator Hujan).
Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Sriwijaya.

Saputro, Cahyo Indro., dkk. 2018. Pengaruh Jenis Permukaan Terhadap Besarnya
Limpasan Air. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tidar.
Sebayang, S., Diana, W., et al., 2011. Perbandingan Mutu Paving Block Produksi
Manual dengan Produksi Masinal. Jurnal Rekayasa, Fakultas Teknik
Universitas Lampung.
Sedyowati, L., Suhardjono, S., et al., 2017. Runoff Velocity Behaviour on Smooth
Pavement and Paving Blocks Surface Measured by A Tilted Plot. Faculty of
Engineering, Unversity of Merdeka Malang.
Sedyowati, L., Susanti, Eko I., 2017. Effect of Concrete Block Pavement on Flow
Retardation Factor. Faculty of Engineering, Unversity of Merdeka Malang.
Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Andi. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai