PENDAHULUAN
• Mereduksi kompresibilitas.
PEMBAHASAN
Tujuannya:
A. stone columns
Smear zone merupakan daerah terganggu akibat dari instalasi pemasangan stone
column itu sendiri. Efek smear zone adalah berkurangnya nilai koefisien untuk
tanah lempung di dekat stone column atau diameter stone column yang
digunakan diperkecil, hal ini disebabkan proses peremasan (remoulding)
selama pemasangan stone column
4. Stabilisasi lereng.
5. Mencegah efek keruntuhan akibat gempa (Prevents
earthquake‐induced lateral spreading).
10
These slides are taken from the lecture of Jean Marc Debats
(Vibrofloatation group)
11
d) Stone column
These slides are taken from the lecture of Jean Marc Debats
(Vibrofloatation group)
12
d) Stone column
Prinsip penggunaan stone column:
1. Kolom batu atau krikil yang dipadatkan dibentuk didalam tanah lunak
2. Kolom batu / krikil tersebut sebagai perkuatan dan jalan drainase bagi air pori
3. Kedalaman kolom : 3 – 30 m
4. Spasi grid : 1 – 3 m –
Kontrol kualitas:
dilakukan dengan mengamati amplitudes – depth log, konsumsi gravel per interval kedalaman
atau dengan full scale load – test .
B. Grouting
Grouting adalah suatu proses, dimana suatu cairan campuran antara semen dan air
diinjeksikan dengan tekanan ke dalam rongga, pori, rekahan dan retakan batuan yang
selanjutnya cairan tersebut dalam waktu tertentu akan menjadi padat secara fisika maupun
kimiawi. pekerjaan grouting merupakan salah satu cara dalam perbaikan pondasi (foundation
treatment) pada bendungan air terutama bendungan.
Selain itu grouting juga metode untuk mengisi rongga struktur beton yang kropos dan
penambahan coran akibat pengecoran tidak sempurna, Mortar fillet ( Pinggulan sudut ) untuk
pondasi mesin, sebagai dudukan mesin ,dudukan bearing pondasi jembatan, pembuatan beton
pra cetak, penutup retak yang besar, tentunya semen Grouting siap pakai yang mempunyai
karakteristik tidak susut dan dapat mengalir sangat baik, memenuhi persyaratan standar corps
of engineering CDR C-621 dan ASTM C-1107
Grouting
pada celah
ubin/tile
Teknologi grouting bukanlah barang baru, grouting sudah ada sejak tahun 1800-an
dan bahkan sebelumnya. Grouting awalnya hanya digunakan untuk mengontrol
aliran air, tetapi sekarang telah meluas dan aplikasinya tidak terbatas, diantaranya
adalah digunakan untuk:
Bahan grouting yang digunakan dalam pekerjaan grouting dapat berupa material suspense
dan atau kimiawi. Material suspensi yang umum dipakai adalah semen dan bila perlu
dipakai bahan tambahan berupa bentonit atau bahan sejenis. Air sebagai bahan cairan yang
dipakai sebagai pencampur semen, harus bebas dari kandungan lumpur, bahan organik dan
unsur lain yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas campuran. Sedangkan bahan
semen yang digunakan adalah Portland Cement (PC), tipe I yang tidak mengandung bahan
lain dan memenuhi syarat yang ditentukan dalam SII - 3 - 1981.
Perbandingan bahan grout untuk cement milk, ditentukan berdasarkan tujuan dari grouting
tersebut dan kondisi batuan yang juga akan berubah menurut besarnya penyerapan
grouting. Perbandingan campuran semen yang sering dipakai untuk pekerjaan grouting ini
adalah C : W =
1 : 10 sampai 1 : 1. Untuk retakan yang relatif besar dipakai C : B= 1 : 0,5, dan bahkan
kadang - kadang dipakai mortar (campuran semen dan pasir).
Grouting
Semen
Grouting semen adalah grouting semen yang merupakan campuran antara air dan semen
dengan perbandingan C : W = 1 : 10 sampai 1 : 1. Perubahan dari campuran semen dan air
ini sangat tergantung kepada permeabilitas batuan dan kondisi batuannya sendiri.
Pada grouting semen ini kadang kala dilakukan tambahan bahan grout berupa tanah
lempung atau pasir halus yang dilakukan sesuai dengan kondisi batuan yang menempati
lokasi rencana bendungan (apabila membangun bendungan). Informasi sifat fisik dan teknik
dari tanah / batuan mempunyai arti yang sangat penting yang perlu diketahui terutama bila
grouting akan dipertimbangkan sebagai bagian dari perbaikan pondasi bendungan atau dari
penggalian terowongan.
Penentuan permeabilitas dan porositas tanah akan dapat membantu dimana permeabilitas
akan mengontrol kemampuan grouting dan jenis bahan grout yang akan digunakan.
Sedangkan porositas tanah menentukan jumlah bahan grout yang diperlukan dan hal ini akan
berkaitan dengan besarnya biaya pekerjaan.
pekerjaan grouting pada sandaran / pondasi bendungan
Grouting Kimia
Secara umum grouting semen tidak dapat dilakukan pada tanah dengan koefisien
permeabilitas lebih kecil dari 0,1 cm/detik (10^-1 cm/detik) dan grouting lempung tidak
bisa dilakukan pada tanah dengan k < 0,01 cm/detik (10^-2 cm/detik) dan bahan groutnya
berupa campuran semen dan air.
Grouting kimia adalah grouting yang dilakukan dengan campuran bahan kimia dan air
atau cairan bahan kimia dengan bahan kimia lainnya. Grouting kimia ini umumnya
digunakan untuk mengisi retakan yang halus atau butiran batuan yang halus yang
dimaksudkan untuk memperkecil koefisien permeabilitas dan meningkatkan kuat tekan dari
batuan atau bagian bangunan yang di grout.
Pada tanah dengan k > 0,01 cm/detik (10^-2 cm/detik) cairan grout harus mempunyai
viskositas sebesar 10 centipois atau lebih tanpa kesulitan, kecuali grouting ini dilakukan
dekat permukaan dengan tekanan grout yang digunakan rendah. Grouting kimia dapat
dilakukan pada tanah dengan k sampai 0,00001 cm/detik (10^-5 cm/detik) dan hasilnya
cukup memuaskan (Federal Highway Administration,1976).
3. Bahan grout kimia lainnya adalah berupa Lignochromes, Resin, Foams dan
Isosyanate tetapi cairan ini sangat beracun.
Perbandingan Metoda Stabilisasi Tanah Dengan Grouting Dan Kemampuan Penetrasi
Relatif Bahan Kimia
Urutan Pekerjaan Grouting
Pemeriksaan hasil grouting:
1. Pemeriksaan hasil grouting dilakukan dengan membuat check hole pada titik yang
dipilih dan biasanya di bor miring agar mewakili zona grouting
2. Pengambilan contoh inti (core sampling) untuk melihat secara visual efektivitas
penetrasi
grouting dan dapat diperiksa dengan membubuhkan phenolptalein 0.1 n.
3. Pengujian permeabilitas setelah grouting dengan water pressure test atau lugeon test.
Tekanan diatur seperti uji permeabilitas secara naik dan turun, yaitu bervariasi 1-3-5-7-
4. Setelah selesai check hole diisi dengan campuran bahan grouting yang kental 1:1 atau
1:0.5 hingga jenuh.
Peralatan Grouting
1. Mesin bor
Dipakai untuk pembuatan lubang grout, dengan diameter antara 46 – 76
mm. jenisnya bor putar (rotary type drill).
2. Perkakas grouting
Meliputi packer, stang grouting, by pass, manometer, keran pengatur tekanan, pipa
pemasukan dan pengembali dan pengukur debit.
3. Grout mixer dan agitator
Untuk mencampur bahan grout sesuai dengan perbandingan yang ditentukan,
kemudian dialirkan kedalam agitator sebagai tempat grout siap untuk diambil oleh
pompa.
4. Pompa grout
Umtuk memompakan grout yang tersimpan di agitator ke lubang grout melalui unit
peralatan
grouting.
C. Soil nailing
Batangan baja yang umum digunakan pada soil nailing, adalah baja ulir yang sesuai
dengan standar ASTM A615, dengan daya dukung tarik 420 MPa (60 ksi atau Grade 60)
atau 520 MPa (75ksi atau Grade 75). Ukuran diameternya yang tersedia adalah 19, 22,
25, 29, 32, 36, dan 43 mm, serta ukuran panjang mencapai 18 m
Nail Head
Komponen nail head terdiri dari bearing plate (pelat penahan), hex nut (mur persegi
enam), washer (cincin yang terbuat dari karet atau logam), dan headed stud . Bearing
plate umumnya berbentuk persegi dengan panjang sisi 200-250 mm, tebal 19 m, dan
kuat leleh 250 Mpa (ASTM A36), sedangkan untuk nut, dan washer yang digunakan
harus memiliki kuat leleh yang sama dengan batangan bajanya.
Cor beton untuk soil nailing dapat berupa adukan semen pasir. Semen yang digunakan
adalah semen tipe I, II, dan III. Semen tipe I (normal) paling banyak digunakan untuk
kondisi yang tidak memerlukan syarat khusus, semen tipe II digunakan jika
menginginkan panas hidrasi lebih rendah dan ketahanan korosi terhadap sulfat yang
lebih baik daripada semen tipe I., sedangkan semen tipe III digunakan jika memerlukan
waktu pengerasan yang lebih cepat.
Centralizers (Penengah)
Centralizers adalah alat yang dipasang pada sepanjang batangan baja dengan jarak
tertentu (0.5–2.5m) untuk memastikan tebal selimut beton sesuai dengan rencana, alat
ini terbuat dari PVC atau material sintetik lainnya.
Untuk mencegah meningkatnya tekanan air pada lereng di belakang muka dinding,
biasanya dipasangkan lembaran vertikal geokomposit di antara muka dinding sementara
dan permukaan galian
Pada kaki lereng harus disediakan saluran pembuangan (weephole) untuk air yang telah
dikumpulkan oleh lembaran geokomposit
Soil nailing dapat digunakan untuk banyak jenis tanah, dan kondisi. Pengalaman dari
berbagai proyek menunjukkan beberapa kondisi tanah yang menguntungkan akan
membuat metode soil nailing menjadi lebih efektif dari segi biaya dibandingkan dengan
teknik lain (“Soil Nail Walls”, Report FHWAIF-03-017).
Secara umum tanah yang dianggap baik untuk soil nailing adalah tanah yang mampu
berdiri tanpa perkuatan selama kira-kira 1 sampai 2 hari, dengan kedalaman galian 1
sampai 2 m, dan sudut lereng vertikal atau mendekati vertikal. Disamping itu, muka air
tanah juga harus terletak di bawah semua batangan besi. Berikut beberapa jenis tanah
yang dianggap cocok untuk mengaplikasikan soil nailing.
– Tanah keras sampai sangat keras dan berbutir halus (stiff to hard fine grained soils).
Tanah berbutir halus (kohesif) keras sampai sangat keras mencakup lempung (clays),
lanau berlempung (clayey silts), lempung berlanau (silty clays), lempung berpasir
(sandy clays), dan kombinasi dari jenis-jenis tersebut. Dari jenis-jenis tanah tersebut,
sebaiknya disertai dengan plastisitas rendah, untuk meminimalkan kemungkinan
pergerakan lateral dinding soil nailing dalam jangka panjang.
– Tanah granular padat hingga sangat padat dengan sedikit kohesi (dense to very dense
granular soils with some apparent cohesion). Tanah ini mencakup tanah pasir, dan
kerikil (gravel) dengan nilai N-SPT lebih dari 30 (Terzaghi et al, 1996), dan dengan
sedikit agregat halus (kurang dari 10 sampai 15 persen). Sebaliknya berikut beberapa
contoh jenis tanah dan kondisi yang kurang menguntungkan untuk menerapkan soil
nailing:
– Tanah tidak berkohesi, bergradasi buruk, dan kering. Tanah tanpa kohesi dengan
gradasi buruk, dan dalam kondisi kering, sulit mencapai kemiringan lereng vertikal atau
hampir vertikal yang dibutuhkan dalam soil nailing.
– Tanah dengan muka air tanah tinggi. Kondisi muka air tanah yang tinggi memerlukan
sistem drainase yang signifikan, agar massa tanah dapat berdiri stabil. Selain itu,
tingginya muka air tanah akan menyulitkan proses pengeboran karena tanah dalam
lubang bor akan mudah runtuh, akibatnya kondisi ini memerlukan biaya yang besar
untuk pemasangan
soil nailing. Kondisi air tanah yang merembes keluar dari muka lereng juga akan
menambah kesulitan konstruksi ketika pelaksanaan pekerjaan shotcrete.
– Tanah berbatu (soils with cobbles and boulders). Tanah dengan mengandung banyak
bebatuan akan menjadi masalah pada saat pekerjaan pengeboran, dan dapat
mengakibatkan peningkatan biaya atau keterlambatan masa konstruksi.
– Tanah lunak hingga sangat lunak, dan berbutir halus. Jenis tanah tidak cocok untuk
konstruksi soil nailing karena daya ikatnya lemah, akibatnya memerlukan nail bar yang
sangat panjang untuk mencapai kapasitas ikat yang dibutuhkan.
– Tanah organik. Tanah organik seperti lanau organik (organic silts), lempung organik
(organic clays), dan khususnya gambut (peat), memiliki daya dukung geser rendah,
sehingga daya ikat tanah terhadap sistem soil nailing menjadi lemah. Akibatnya,
memerlukan panjang nail bars yang tidak ekonomis. Disamping rendahnya daya dukung
geser, tanah organik cenderung bersifat lebih korosif dibandingkan dengan jenis-jenis
tanah inorganik lainnya.
– Tanah atau air tanah korosif. Kondisi ini memerlukan sistem proteksi terhadap korosi
yang tinggi, dan akan mengakibatkan biaya konstruksi menjadi tinggi. Selain itu,
kondisi ini juga sangat tidak menguntungkan untuk dinding soil nailing yang bersifat
permanen atau jangka panjang.
– Tanah granular yang renggang (loose to very loose granular soils). Tanah ini akan
berdeformasi berlebih akibat getaran selama konstruksi. Jenis tanah ini dalam kondisi
jenuh air, juga tidak cocok karena rentan terhadap liquefaction pada daerah gempa.
Berbagai jenis tanah dan kondisi yang dijelaskan di atas, hanya merupakan pendekatan
dalam soil nailing. Oleh karena itu, diperlukan pengujian lebih lanjut, baik uji lapangan
maupun laboratorium, untuk mengevaluasi kelayakan pelaksanaan konstruksi dengan
soil nailing.
Fitur yang paling menonjol dari soil nailing adalah konstruksi top-downnya. Ekskavasi
umumnya dilakukan pada lapisan tiap 2 m dari bagian muka tanah. Pada setiap lapisan
yang digali, “nails” dipasang dan permukaan dilapisi shotcrete, kemudian lapisan
berikutnya diperlakukan dengan cara yang sama.
– Peralatan konstruksinya mudah dipindahkan dan dapat digunakan pada lokasi yang
sempit.
– Tekniknya fleksibel, mudah untuk dimodifikasi.
– Volume baja untuk nail bars dalam soil nailing lebih sedikit dibandingkan dengan
ground anchors, karena umumnya batangan baja dalam soil nailing lebih pendek.
Material yang dibutuhkan juga relatif lebih sedikit, jika dibandingkan dengan ground
anchors.
– Luas area yang dibutuhkan dalam masa konstruksi lebih kecil dibandingkan dengan
teknik lain, sehingga cocok untuk pekerjaan yang memiliki areal konstruksi terbatas.
– Dinding dengan soil nailing relatif lebih fleksibel terhadap penurunan, karena dinding
untuk soil nailing lebih tipis jika dibandingkan dengan dinding gravitasi.
–Metode soil nailing tidak dapat digunakan untuk tanah jenuh air.
–Tidak cocok digunakan untuk tanah dengan gaya geser yang sangat rendah, tidak juga
pada pasir dan kerikil yang kohesinya buruk.
– Berat sendiri gravity wall mempengaruhi kinerja gravity wall untuk dapat menahan
tekanan tanah yang berada dibelakangnya.
PILING WALL
– Piling wall biasa digunakan pada tanah yang lunak dan tempat yang sempit.
– Teori umum desain strukturnya adalah 1/3 diatas tanah dan 2/3 di bawah tanah.
KANTILEVER
– Dinding kantilever biasanya terbuat dari lapisan besi yang relatif tipis, beton “cast-in-
place” atau mortared masonry (biasanya berbentuk T terbalik).
– Dinding kantilever merubah tekanan horizontal dari belakang dinding menjadi tekanan
vertikal pada tanah dibawahnya.
GROUND ANCHOR/PENJANGKARAN
– Dinding menggunakan kabel yang dijangkarkan pada batu atau tanah dibelakang
dinding tersebut.
– Dinding ini sangat berguna untuk menahan beban yang besar ataupun untuk
menghasilkan dinding yang tipis
SOIL NAILING
– Besi dimasukkan ke dalam tanah seperti paku kemudian dilapisi oleh lapisan shotcrete
yang terdiri atas wiremesh.
– Soil nailing cocok digunakan pada jenis tanah: lempung, tanah berpasir, batu yang
telah melapuk, tanah terstratifikasi dan heterogen.
– Soil nailing tidak cocok digunakan pada jenis tanah: lempung plastis dan lunak,
organik, tanah lepas (N<10), kepadatan rendah dan tersaturasi
Prosedur desain untuk struktur penahan tanah menggunakan soil nailing harus
– Untuk struktur geometris (kedalaman dan inklinasi lereng terpotong), profil tanah, dan
pembebanan “boundary” (surcharge) yang telah ditentukan, perkirakan gaya “nails”
yang bekerja dan lokasi bidang longsor yang potensial.
– Tentukan jenis penulangan (tipe, luas penampang melintang, panjang, inklinasi dan
jarak antar tulangan) dan pastikan kestabilan lokal pada tiap-tiap level penulangan, yaitu
pastikan ketahanan dari “nails” (kekuatan dan kapasitas “pull out”) telah mencukupi
untuk menahan gaya kerja rencana dengan faktor keamanan yang dapat diterima.
– Pastikan kestabilan global dari struktur soil nailing dan tanah disekitarnya terjaga
selama dan sesudah ekskavasi dengan faktor keamanan yang dapat diterima.
– Tentukan gaya-gaya yang bekerja pada permukaan lereng (contoh, tekanan tanah
lateral dan gaya dari nail pada sambungan) dan desain permukaan lereng sesuai desain
arsitektur.
– Untuk struktur permanen, tentukan pelindung korosi yang relevan dengan kondisi
lokasi.
–Rangka terowongan untuk lereng terstratifikasi yang curam dan tidak stabil.
D. Geotekstil
Geotekstil adalah lembaran sintesis yang tipis, fleksibel, permeable yang
digunakan untuk stabilisasi dan perbaikan tanah dikaitkan dengan pekerjaan teknik
sipil. Pemanfaatan geotekstil merupakan cara moderen dalam usaha untuk perkuatan
tanah lunak.
Beberapa fungi dari geotekstil yaitu:
1. untuk perkuatan tanah lunak.
2. untuk konstruksi teknik sipil yang mempunyai umur rencana cukup lama dan
mendukung beban yang besar seperti jalan rel dan dinding penahan tanah.
3. sebagai lapangan pemisah, penyaring, drainase dan sebagai lapisan pelindung.
Geotextile dapat digunakan sebagai perkuatan timbunan tanah pada kasus:
1. Timbunan tanah diatas tanah lunak
2. Timbunan diatas pondasi tiang
3. Timbunan diatas tanah yang rawan subsidence
Deep Soil Mixing (DSM) adalah teknologi perbaikan tanah yang digunakan untuk
membangun cutoff atau dinding penahan dan memperlakukan tanah, in-situ. (DSM)
adalah stabilisasi tanah dimana tanah dicampur dengan bahan reagen semen dan / atau
lainnya. Reagen disuntikkan melalui kelly bar berongga yang berputar, dengan beberapa
jenis peralatan pemotong di bagian bawah. Kelly bar di atas alat dapat memiliki auger
tambahan diskontinu dan / atau paddles pencampur atau pisau.
Beberapa nama-nama lainnya yang digunakan untuk menggambarkan metode ini adalah
Cement Deep Soil Mixing (CDSM), Deep Mixing Method (DMM), atau Soil Mix Wall
(SMW).
Perbaikan tanah dengan DSM dicapai dengan serangkaian kolom tumpang tindih tanah
stabil (biasanya 36-inci diameter biasanya 36-inci).
Pencampuran shaft yang diposisikan untuk tumpang tindih satu sama lain dan
membentuk campuran terus kolom tumpang tindih.
Ketika desain kedalaman tersebut tercapai, augers ditarik dan proses pencampuran
diulang dalam perjalanan ke permukaan. Waktu di belakang menjadi stabil memiliki
kolom DSM berikut (properti / kekayaan):
(permeabilitas yang rendah, peningkatan kapasitas bantalan, atau kekuatan geser, tak
bisa bergerak kontaminan bahwa ketika diperkuat, yang mampu menahan tanah
diferensial dan hidrostatik loading).
METODE
Ascolumn Metode (metode pencampuran dalam)
Ascolumn metode adalah untuk membangun tanah stabil kolom semen di dalam tanah
dengan menggunakan semen bubur stabilizer in-situ dan pencampuran dan mengagitasi
tanah dan stabilizer dengan menggunakan forward-reverse
Deep Soil Mixing adalah teknologi perbaikan tanah yang digunakan untuk memperbaiki
tanah dengan tujuan untuk meningkatkan kekuatan dan mengurangi kompresibilitas.
Proses ini melibatkan pencampuran nat atau pengikat dengan tanah untuk menghasilkan
sementasi tanah atau perbaikan tanah. Metode basah adalah metode dimana pengikat
yang dimasukkan dalam bentuk basah, yang bertentangan dengan metode kering di
mana bahan pengikat dimasukkan dengan udara. Dalam pencampuran basah, pengikat
yang paling umum digunakan adalah semen.
DSM adalah pengobatan tanah dimana tanah dicampur dengan bahan reagen semen dan
/ atau lainnya untuk mengobati tanah untuk meningkatkan kekuatan dan mengurangi
kompresibilitas. Kolom DSM biasanya dipasang di tanah lunak di mana penurunan
harus dikurangi dan stabilitas meningkat. Aplikasi DSM juga telah digunakan untuk
memperbaiki tanah yang terkontaminasi, sedimen, dan lumpur di proyek remediasi.
Tanah pencampur telah digunakan untuk mengobati tanah, sedimen, dan lumpur.
Teknologi ini terbukti efektif untuk pemulihan tanah yang mengandung baik organik
dan anorganik. Pemilihan teknik yang tepat tergantung pada beberapa faktor, termasuk
jenis kendala geoteknik, karakteristik tanah, dan hasil akhir yang diinginkan. Sementara
yang paling umum digunakan dalam tanah kohesif, mereka juga memiliki aplikasi pada
media pasir padat - longgar dimana biaya sementasi rendah yang mereka berikan dapat
menghindari liquifafaksi pada tanah (tanah loose). Skala penuh S / S dan proyek DSM
telah memperlakukan konstituen anorganik termasuk timbal, arsen kadmium, dan
kromium dan konstituen organik, termasuk ter batubara, limbah kilang, kreosot, lainnya
polisiklik hidrokarbon aromatik dan polychlorinated biphenyls (PCB).
TAHAP-TAHAP PENGEBORAN
Pengeboran persiapan :
berfungsi untuk memecah tanah , terutama jika digunakan bubur pelumas, mengurangi
gesekan sehingga pengeboran akhir mungkin menjadi lebih cepat.
pengeboran Final
dibagi menjadi ke bawah dan ke atas fase. Entah pengerasan atau non-pengerasan bubur
dapat diperkenalkan dan konsolidasi dengan tanah selama fase ke bawah, tetapi hanya
pengerasan bubur biasanya digunakan pada akhir fase ke atas pengeboran. Teknik ini
menghasilkan lebih cepat dan lebih homogen campuran bubur dan tanah dan
memungkinkan lubang bor lebih dalam.
Likuifaksi sering terjadi pada tanah berpasir lepas dan jenuh air bila terjadi gempa bumi.
Akibat kehilangan kuat geser akibat gempa dapat menyebabkan terjadinya tanah
longsor, kehilangan kuat dukung pada fondasi, dan penurunan fondasi yang berlebihan.
Sebagai kelanjutannya akan terjadi kerusakan pada struktur bangunan diatasnya. Gempa
bumi yang melanda Yogyakarta dan Jawa Tengah pada 27 Mei 2006 telah menyebabkan
kerusakan infrastruktur dan kerugian baik materi maupun jiwa manusia. Berdasarkan
kajian awal (reconnaissance) kelompok geoteknik Taiwan Tech diketahui bahwa lebih
dari 27 lokasi telah terjadi peristiwa sand-boiling selama gempa tersebut (Lee, Hwang
dan Muntohar, 2006). Sand-boiling merupakan indikasi terjadinya peristiwa likuifaksi
(liqeufaction) akibat gempa bumi yang melanda Yogyakarta dan Jawa Tengah tersebut.
Salah satu lokasi terjadinya sand-boiling ini adalah di Kampus Terpadu Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang diikuti dengan retaknya permukaan tanah.
BAHAN
Bentonite
Aditif
keuntungan
Metode yang efektif untuk Kontrol terhadap settlement tanah, mitigasi liquifaksi
tanah, dan remediasi tanah yang terkontaminasi.
Mengurangi getaran - getaran, Metode ini menginduksi getaran yang sangat
rendah sehingga mengurangi potensi dampak terhadap sarana di dekatnya.
Mengurangi masalah pembuangan ke luar lokasi.
Hemat Waktu - proses cepat, dan kekuatan dicapai dalam kondisi tanah yang
sulit. Kemampuan untuk membangun kolom tanah berdiameter besar, di
lingkungan yang lebih bersih.
Batasan-batasan DSM