Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Perbaikan Tanah adalah kumpulan upaya-upaya yang dapat dilakukan


terhadap tanah yang memiliki karakteristik teknis (engineering properties) yang
bermutu rendah menjadi material yang layak digunakan sebagai material
konstruksi (mempunyai karakteristik teknis yang lebih baik).

Sehingga dapat mempengaruhi umur dari suatu konstruksi menjadi lebih


lama karena mengganti karakteristik tanah yang tidak memenuhi syarat yang baik
dengan tanah atau material pilihan lebih bagus yang mampu mendukung atau
menerima beban dari suatu konstruksi . Perbaikan tanah dalam makalah ini
membahas tentang perbaikan dengan menggunakan metode mechanical
modification atau bisa juga disebut dengan meningkatkan kepadatan tanah dengan
cara perkuatan dalam jangka waktu yang singkat sehingga mencapai kepadatan
yang dibutuhkan untuk membangun suatu konstruksi.

II.2 MAKSUD DAN TUJUAN PERBAIKAN TANAH DENGAN CARA


PERKUATAN:

• Meningkatkan kekuatan (strength) dan mereduksi erodibilitas (kemudahan


untuk terrerosi).

• Mereduksi distorsi akibat tegangan yang bekerja.

• Mereduksi kompresibilitas.

• Mengontrol shringking dan swelling (kembang-susut).

• Mengontrol permeabilitas dan mereduksi tekanan air pori.


• Mencegah perubahan fisik dan kimia berkenaan dengan kondisi
lingkungan.

• Mereduksi kerentanan terhadap likuifaksi.

• Mereduksi terlalu variatifnya keadaan tanah pondasi


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 METODE PERBAIKAN TANAH DENGAN CARA PERKUATAN

Prinsip : metode perbaikan tanah ini prinsipnya yaitu tanah di pasang


perkuatan, sehingga gesekan antara tanah dan perkuatan akan menimbulkan ikatan
diantara keduanya dan berfungsi menahan tarikan yang terjadi dalam tanah. Tanah
hanya memiliki kekuatan terhadap tekan, dengan adanya perkuatan maka tanah
yang memiliki kekuatan tarik.

Tujuannya:

1. preloading, untuk mempercepat penurunan dengan cara menambahkan beban


sebelum pelaksanaan konstruksi dengan tujuan untuk menaikkan kuat geser tanah.

2. drainase vertikal, untuk mempercepat proses konsolidasi (primer) dengan cara


memperpendek aliran air keluar dari pori-pori tanah.

3. dewatering , untuk mempercepat penurunan dengan cara menurunkan muka air


tanah dengan tujuan menaikkan kuat geser tanah.

2.1.1 Jenis-jenis perbaiakan tanah dengan cara perkuatan

A. stone columns

Stone column merupakan upaya penggalian yang dilakukan untuk mengganti


sebagian tanah yang akan digunakan sebagai dasar konstuksi dengan kolom
vertical yang dipadatkan. Fungsi utama pemasangan stone column adalah
untuk meningkatkan daya dukung tanah
yang kurang baik sehingga dapat menerima beban yang lebih besar dan
settlement yang terjadi akan berkurang. Menurut Barksdale dan Banchus,
1982 selain untuk meningkatkan
daya dukung tanah, fungsi lain dari stone
column adalah :
1.Mengurangi total settlement tanah.
2.Memperpendek waktu konsolidasi.
3. Mengurangi bahaya liquefaction.

Perencanaan Stone column

Dalam perencanaan Stone column banyak hal-hal yang dipertimbangkan, antara


lain :
1) Diameter stone column
2) Area replacement ratio
3) Jarak stone column
4) Konsentrasi tegangan
5) Smear zone

Smear zone merupakan daerah terganggu akibat dari instalasi pemasangan stone
column itu sendiri. Efek smear zone adalah berkurangnya nilai koefisien untuk
tanah lempung di dekat stone column atau diameter stone column yang
digunakan diperkecil, hal ini disebabkan proses peremasan (remoulding)
selama pemasangan stone column

Manfaat Stone Column ?

1. Mengurangi penurunan fondasi

2. Meningkatkan daya dukung

3. Mengurangi potensi liquifaksi.

4. Stabilisasi lereng.
5. Mencegah efek keruntuhan akibat gempa (Prevents
earthquake‐induced lateral spreading).
10
These slides are taken from the lecture of Jean Marc Debats
(Vibrofloatation group)
11
d) Stone column

These slides are taken from the lecture of Jean Marc Debats
(Vibrofloatation group)
12
d) Stone column
Prinsip penggunaan stone column:

1. Kolom batu atau krikil yang dipadatkan dibentuk didalam tanah lunak
2. Kolom batu / krikil tersebut sebagai perkuatan dan jalan drainase bagi air pori

3. Kedalaman kolom : 3 – 30 m

4. Spasi grid : 1 – 3 m –

5. Diameter kolom umumnya : 0.6 – 1.5 m

Kontrol kualitas:
dilakukan dengan mengamati amplitudes – depth log, konsumsi gravel per interval kedalaman
atau dengan full scale load – test .

B. Grouting
Grouting adalah suatu proses, dimana suatu cairan campuran antara semen dan air
diinjeksikan dengan tekanan ke dalam rongga, pori, rekahan dan retakan batuan yang
selanjutnya cairan tersebut dalam waktu tertentu akan menjadi padat secara fisika maupun
kimiawi. pekerjaan grouting merupakan salah satu cara dalam perbaikan pondasi (foundation
treatment) pada bendungan air terutama bendungan.

Selain itu grouting juga metode untuk mengisi rongga struktur beton yang kropos dan
penambahan coran akibat pengecoran tidak sempurna, Mortar fillet ( Pinggulan sudut ) untuk
pondasi mesin, sebagai dudukan mesin ,dudukan bearing pondasi jembatan, pembuatan beton
pra cetak, penutup retak yang besar, tentunya semen Grouting siap pakai yang mempunyai
karakteristik tidak susut dan dapat mengalir sangat baik, memenuhi persyaratan standar corps
of engineering CDR C-621 dan ASTM C-1107
Grouting
pada celah
ubin/tile

Teknologi grouting bukanlah barang baru, grouting sudah ada sejak tahun 1800-an
dan bahkan sebelumnya. Grouting awalnya hanya digunakan untuk mengontrol
aliran air, tetapi sekarang telah meluas dan aplikasinya tidak terbatas, diantaranya
adalah digunakan untuk:

Mengurangi aliran atau rembesan air

Meningkatkan daya dukung tanah/batuan

Pemadatan (mengisi rongga dan celah/rekahan pada tanah/batuan), dan

Memperbaiki kerusakan struktur.


Menurut James Warner (2005), tipe – tipe sementasi (grouting) berdasarkan
tujuannya dapat dibedakan menjadi enam (6) jenis, yaitu:

1. Sementasi penembusan (permeation grouting)

2. Sementasi pemadatan (compaction grouting)

3. Sementasi rekahan (fracture/claquage grouting)

4. Sementasi campuran/jet (mixing/jet grouting)

5. Sementasi isi (fill grouting) dan

6. Sementasi vakum (vacuum grouting)


Sedangkan menurut Soedibyo (1993), tipe sementasi (grouting) berdasarkan bahan
yang digunakan ada 3 tipe, yaitu:

1. Injeksi bahan kimia

2. Injeksi sistem Soletanche dan

3. Injeksi dengan semen.

Campuran Grouting (Bahan


Grout)

Bahan grouting yang digunakan dalam pekerjaan grouting dapat berupa material suspense
dan atau kimiawi. Material suspensi yang umum dipakai adalah semen dan bila perlu
dipakai bahan tambahan berupa bentonit atau bahan sejenis. Air sebagai bahan cairan yang
dipakai sebagai pencampur semen, harus bebas dari kandungan lumpur, bahan organik dan
unsur lain yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas campuran. Sedangkan bahan
semen yang digunakan adalah Portland Cement (PC), tipe I yang tidak mengandung bahan
lain dan memenuhi syarat yang ditentukan dalam SII - 3 - 1981.

Perbandingan bahan grout untuk cement milk, ditentukan berdasarkan tujuan dari grouting
tersebut dan kondisi batuan yang juga akan berubah menurut besarnya penyerapan
grouting. Perbandingan campuran semen yang sering dipakai untuk pekerjaan grouting ini
adalah C : W =
1 : 10 sampai 1 : 1. Untuk retakan yang relatif besar dipakai C : B= 1 : 0,5, dan bahkan
kadang - kadang dipakai mortar (campuran semen dan pasir).

Pada umumnya proporsi campuran dimulai dari C : W = 1 : 10 atau 1 : 8. Apabila


grouting memperlihatkan penyerapan grout yang lebih besar dari 30 liter per menit
dan berlangsung selama 20 menit maka campuran dikentalkan secara berangsur.
Namun sebaliknya apabila
tekanan ijneksi naik tiba - tiba atau jumlah volume grout masuk turun sangat banyak maka
campuran diubah menjadi lebih encer.

Grouting
Semen

Grouting semen adalah grouting semen yang merupakan campuran antara air dan semen
dengan perbandingan C : W = 1 : 10 sampai 1 : 1. Perubahan dari campuran semen dan air
ini sangat tergantung kepada permeabilitas batuan dan kondisi batuannya sendiri.

Pada grouting semen ini kadang kala dilakukan tambahan bahan grout berupa tanah
lempung atau pasir halus yang dilakukan sesuai dengan kondisi batuan yang menempati
lokasi rencana bendungan (apabila membangun bendungan). Informasi sifat fisik dan teknik
dari tanah / batuan mempunyai arti yang sangat penting yang perlu diketahui terutama bila
grouting akan dipertimbangkan sebagai bagian dari perbaikan pondasi bendungan atau dari
penggalian terowongan.

Penentuan permeabilitas dan porositas tanah akan dapat membantu dimana permeabilitas
akan mengontrol kemampuan grouting dan jenis bahan grout yang akan digunakan.
Sedangkan porositas tanah menentukan jumlah bahan grout yang diperlukan dan hal ini akan
berkaitan dengan besarnya biaya pekerjaan.
pekerjaan grouting pada sandaran / pondasi bendungan

Grouting Kimia

Secara umum grouting semen tidak dapat dilakukan pada tanah dengan koefisien
permeabilitas lebih kecil dari 0,1 cm/detik (10^-1 cm/detik) dan grouting lempung tidak
bisa dilakukan pada tanah dengan k < 0,01 cm/detik (10^-2 cm/detik) dan bahan groutnya
berupa campuran semen dan air.
Grouting kimia adalah grouting yang dilakukan dengan campuran bahan kimia dan air
atau cairan bahan kimia dengan bahan kimia lainnya. Grouting kimia ini umumnya
digunakan untuk mengisi retakan yang halus atau butiran batuan yang halus yang
dimaksudkan untuk memperkecil koefisien permeabilitas dan meningkatkan kuat tekan dari
batuan atau bagian bangunan yang di grout.

Pada tanah dengan k > 0,01 cm/detik (10^-2 cm/detik) cairan grout harus mempunyai
viskositas sebesar 10 centipois atau lebih tanpa kesulitan, kecuali grouting ini dilakukan
dekat permukaan dengan tekanan grout yang digunakan rendah. Grouting kimia dapat
dilakukan pada tanah dengan k sampai 0,00001 cm/detik (10^-5 cm/detik) dan hasilnya
cukup memuaskan (Federal Highway Administration,1976).

Secara umum grouting kimia ini dikenal beberapa sistem


yaitu :
1. Sistem silikat, sistem ini menggrouting lapisan pasir dengan larutan natrium silikat
yang mempunyai koefisien permeabilitasnya lebih kurang 5 x 10-4 cm/detik atau
lebih besar. Grouting dengan bahan grout dari silikat ini dapat melakukan penetrasi
pada tanah pasir halus dengan ukuran butirnya berkisar antara 100 - 70 mikron dan
pasir yang mempunyai permeabilitas lebih kecil dari 10-4 cm/detik.

2. Sistem acrylamide, sistem ini dapat dilakukan pada tanah dengankoefisien


permeabilitas dari 10-5cm/detik atau lebih besar. Acrylamide ini viskositasnya
berkisar antara 1,50 centipois atau sama dengan viskositas air sehingga
acrylamide ini mudah dipenetrasikan ke dalam lapisan pasir halus. Untuk lebih
baiknya dalam memanfaatkan acrylamide ini sebaiknya larutan acrylamideini
mempunyai pH antara 7 - 11. Cairan acrylamide ini beracun dan dapat menembus
kulit.

3. Bahan grout kimia lainnya adalah berupa Lignochromes, Resin, Foams dan
Isosyanate tetapi cairan ini sangat beracun.
Perbandingan Metoda Stabilisasi Tanah Dengan Grouting Dan Kemampuan Penetrasi
Relatif Bahan Kimia
Urutan Pekerjaan Grouting
Pemeriksaan hasil grouting:

1. Pemeriksaan hasil grouting dilakukan dengan membuat check hole pada titik yang
dipilih dan biasanya di bor miring agar mewakili zona grouting
2. Pengambilan contoh inti (core sampling) untuk melihat secara visual efektivitas
penetrasi
grouting dan dapat diperiksa dengan membubuhkan phenolptalein 0.1 n.

3. Pengujian permeabilitas setelah grouting dengan water pressure test atau lugeon test.
Tekanan diatur seperti uji permeabilitas secara naik dan turun, yaitu bervariasi 1-3-5-7-

10-7-5-3-1 kg/cm2, tergantung kondisi batuan.

4. Setelah selesai check hole diisi dengan campuran bahan grouting yang kental 1:1 atau
1:0.5 hingga jenuh.

Peralatan Grouting
1. Mesin bor
Dipakai untuk pembuatan lubang grout, dengan diameter antara 46 – 76
mm. jenisnya bor putar (rotary type drill).
2. Perkakas grouting
Meliputi packer, stang grouting, by pass, manometer, keran pengatur tekanan, pipa
pemasukan dan pengembali dan pengukur debit.
3. Grout mixer dan agitator
Untuk mencampur bahan grout sesuai dengan perbandingan yang ditentukan,
kemudian dialirkan kedalam agitator sebagai tempat grout siap untuk diambil oleh
pompa.
4. Pompa grout
Umtuk memompakan grout yang tersimpan di agitator ke lubang grout melalui unit
peralatan
grouting.

C. Soil nailing

Batangan baja yang umum digunakan pada soil nailing, adalah baja ulir yang sesuai
dengan standar ASTM A615, dengan daya dukung tarik 420 MPa (60 ksi atau Grade 60)
atau 520 MPa (75ksi atau Grade 75). Ukuran diameternya yang tersedia adalah 19, 22,
25, 29, 32, 36, dan 43 mm, serta ukuran panjang mencapai 18 m
Nail Head

Komponen nail head terdiri dari bearing plate (pelat penahan), hex nut (mur persegi
enam), washer (cincin yang terbuat dari karet atau logam), dan headed stud . Bearing
plate umumnya berbentuk persegi dengan panjang sisi 200-250 mm, tebal 19 m, dan
kuat leleh 250 Mpa (ASTM A36), sedangkan untuk nut, dan washer yang digunakan
harus memiliki kuat leleh yang sama dengan batangan bajanya.

Grout (Cor beton)

Cor beton untuk soil nailing dapat berupa adukan semen pasir. Semen yang digunakan
adalah semen tipe I, II, dan III. Semen tipe I (normal) paling banyak digunakan untuk
kondisi yang tidak memerlukan syarat khusus, semen tipe II digunakan jika
menginginkan panas hidrasi lebih rendah dan ketahanan korosi terhadap sulfat yang
lebih baik daripada semen tipe I., sedangkan semen tipe III digunakan jika memerlukan
waktu pengerasan yang lebih cepat.
Centralizers (Penengah)

Centralizers adalah alat yang dipasang pada sepanjang batangan baja dengan jarak
tertentu (0.5–2.5m) untuk memastikan tebal selimut beton sesuai dengan rencana, alat
ini terbuat dari PVC atau material sintetik lainnya.

Wall Facing (Muka/Tampilan Dinding)

Pembuatan muka/tampilan dinding terbagi menjadi dua tahap. Tahap pertama,


muka/tampilan sementara (temporary facing) yang dibuat dari shotcrete, berfungsi
sebagai penghubung antar batangan-batangan baja (nail bars), dan sebagai proteksi
permukaan galian tanah terhadap erosi.

Tahap berikutnya adalah pembuatan muka/tampilan permanen (permanent facing).


Muka permanen dapat berupa panel beton pracetak terbuat dari shotcrete. Muka
permanen memiliki fungsi yang sama dengan muka sementara, tetapi dengan fungsi
proteksi terhadap erosi yang lebih baik, dan sebagai penambah keindahan (fungsi
estetika).
Sejalan dengan perkembangan aplikasi geosintetik dalam praktek geoteknik, geosintetik
juga dapat digunakan sebagai muka dari lereng dengan perkuatan soil nailing, dengan
pertimbangan bahwa geosintetik memiliki permeabilitas yang lebih baik daripada
menggunakan beton, dan memungkinkan untuk menumbuhkan vegetasi, menjadikan
tampilan lereng tampak alamiah

Drainage System (Sistem Drainase)

Untuk mencegah meningkatnya tekanan air pada lereng di belakang muka dinding,
biasanya dipasangkan lembaran vertikal geokomposit di antara muka dinding sementara
dan permukaan galian
Pada kaki lereng harus disediakan saluran pembuangan (weephole) untuk air yang telah
dikumpulkan oleh lembaran geokomposit

Media soil nailing

Soil nailing dapat digunakan untuk banyak jenis tanah, dan kondisi. Pengalaman dari
berbagai proyek menunjukkan beberapa kondisi tanah yang menguntungkan akan
membuat metode soil nailing menjadi lebih efektif dari segi biaya dibandingkan dengan
teknik lain (“Soil Nail Walls”, Report FHWAIF-03-017).

Secara umum tanah yang dianggap baik untuk soil nailing adalah tanah yang mampu
berdiri tanpa perkuatan selama kira-kira 1 sampai 2 hari, dengan kedalaman galian 1
sampai 2 m, dan sudut lereng vertikal atau mendekati vertikal. Disamping itu, muka air
tanah juga harus terletak di bawah semua batangan besi. Berikut beberapa jenis tanah
yang dianggap cocok untuk mengaplikasikan soil nailing.

– Tanah keras sampai sangat keras dan berbutir halus (stiff to hard fine grained soils).
Tanah berbutir halus (kohesif) keras sampai sangat keras mencakup lempung (clays),
lanau berlempung (clayey silts), lempung berlanau (silty clays), lempung berpasir
(sandy clays), dan kombinasi dari jenis-jenis tersebut. Dari jenis-jenis tanah tersebut,
sebaiknya disertai dengan plastisitas rendah, untuk meminimalkan kemungkinan
pergerakan lateral dinding soil nailing dalam jangka panjang.

– Tanah granular padat hingga sangat padat dengan sedikit kohesi (dense to very dense
granular soils with some apparent cohesion). Tanah ini mencakup tanah pasir, dan
kerikil (gravel) dengan nilai N-SPT lebih dari 30 (Terzaghi et al, 1996), dan dengan
sedikit agregat halus (kurang dari 10 sampai 15 persen). Sebaliknya berikut beberapa
contoh jenis tanah dan kondisi yang kurang menguntungkan untuk menerapkan soil
nailing:
– Tanah tidak berkohesi, bergradasi buruk, dan kering. Tanah tanpa kohesi dengan
gradasi buruk, dan dalam kondisi kering, sulit mencapai kemiringan lereng vertikal atau
hampir vertikal yang dibutuhkan dalam soil nailing.

– Tanah dengan muka air tanah tinggi. Kondisi muka air tanah yang tinggi memerlukan
sistem drainase yang signifikan, agar massa tanah dapat berdiri stabil. Selain itu,
tingginya muka air tanah akan menyulitkan proses pengeboran karena tanah dalam
lubang bor akan mudah runtuh, akibatnya kondisi ini memerlukan biaya yang besar
untuk pemasangan

soil nailing. Kondisi air tanah yang merembes keluar dari muka lereng juga akan
menambah kesulitan konstruksi ketika pelaksanaan pekerjaan shotcrete.
– Tanah berbatu (soils with cobbles and boulders). Tanah dengan mengandung banyak
bebatuan akan menjadi masalah pada saat pekerjaan pengeboran, dan dapat
mengakibatkan peningkatan biaya atau keterlambatan masa konstruksi.
– Tanah lunak hingga sangat lunak, dan berbutir halus. Jenis tanah tidak cocok untuk
konstruksi soil nailing karena daya ikatnya lemah, akibatnya memerlukan nail bar yang
sangat panjang untuk mencapai kapasitas ikat yang dibutuhkan.

– Tanah organik. Tanah organik seperti lanau organik (organic silts), lempung organik
(organic clays), dan khususnya gambut (peat), memiliki daya dukung geser rendah,
sehingga daya ikat tanah terhadap sistem soil nailing menjadi lemah. Akibatnya,
memerlukan panjang nail bars yang tidak ekonomis. Disamping rendahnya daya dukung
geser, tanah organik cenderung bersifat lebih korosif dibandingkan dengan jenis-jenis
tanah inorganik lainnya.

– Tanah atau air tanah korosif. Kondisi ini memerlukan sistem proteksi terhadap korosi
yang tinggi, dan akan mengakibatkan biaya konstruksi menjadi tinggi. Selain itu,
kondisi ini juga sangat tidak menguntungkan untuk dinding soil nailing yang bersifat
permanen atau jangka panjang.

– Tanah granular yang renggang (loose to very loose granular soils). Tanah ini akan
berdeformasi berlebih akibat getaran selama konstruksi. Jenis tanah ini dalam kondisi
jenuh air, juga tidak cocok karena rentan terhadap liquefaction pada daerah gempa.

Berbagai jenis tanah dan kondisi yang dijelaskan di atas, hanya merupakan pendekatan
dalam soil nailing. Oleh karena itu, diperlukan pengujian lebih lanjut, baik uji lapangan
maupun laboratorium, untuk mengevaluasi kelayakan pelaksanaan konstruksi dengan
soil nailing.

KELEBIHAN DAN KELEMAHAN SOIL NAILING

Fitur yang paling menonjol dari soil nailing adalah konstruksi top-downnya. Ekskavasi
umumnya dilakukan pada lapisan tiap 2 m dari bagian muka tanah. Pada setiap lapisan
yang digali, “nails” dipasang dan permukaan dilapisi shotcrete, kemudian lapisan
berikutnya diperlakukan dengan cara yang sama.

KELEBIHAN SOIL NAILING

– Peralatan konstruksinya mudah dipindahkan dan dapat digunakan pada lokasi yang
sempit.
– Tekniknya fleksibel, mudah untuk dimodifikasi.

– Tidak menimbulkan kebisingan.

– Lebih sedikit gangguan pada properti/bangunan disekitarnya.

– Membutuhkan ruang “shoring” yang lebih sedikit.

– Volume baja untuk nail bars dalam soil nailing lebih sedikit dibandingkan dengan
ground anchors, karena umumnya batangan baja dalam soil nailing lebih pendek.
Material yang dibutuhkan juga relatif lebih sedikit, jika dibandingkan dengan ground
anchors.
– Luas area yang dibutuhkan dalam masa konstruksi lebih kecil dibandingkan dengan
teknik lain, sehingga cocok untuk pekerjaan yang memiliki areal konstruksi terbatas.
– Dinding dengan soil nailing relatif lebih fleksibel terhadap penurunan, karena dinding
untuk soil nailing lebih tipis jika dibandingkan dengan dinding gravitasi.

Kelemahan soil nailing

–Metode soil nailing tidak dapat digunakan untuk tanah jenuh air.
–Tidak cocok digunakan untuk tanah dengan gaya geser yang sangat rendah, tidak juga
pada pasir dan kerikil yang kohesinya buruk.

–Lereng tanah harus dapat mempertahankan bentuknya tanpa bantuan konstruksi


penahan lain, pada saat proses “nailing” berlangsung dan sebelum shotcrete
diaplikasikan.
–Drainase baik adalah hal yang penting, terutama untuk struktur yang permanen
–Soil nailing tidak cocok diaplikasikan untuk struktur yang membutuhkan kontrol ketat
terhadap deformasi. Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan post tension nail, namun
langkah ini akan meningkatkan biaya kosntruksi

–Pelaksanaan konstruksi soil nailing relatif lebih sulit, sehingga membutuhkan


kontraktor yang ahli, dan berpengalaman.

Perbandingan SOIL NAILING DENGAN dinding penahan tanah lainnya


GRAVITY WALL

– Berat sendiri gravity wall mempengaruhi kinerja gravity wall untuk dapat menahan
tekanan tanah yang berada dibelakangnya.

PILING WALL

– Piling wall biasa digunakan pada tanah yang lunak dan tempat yang sempit.
– Teori umum desain strukturnya adalah 1/3 diatas tanah dan 2/3 di bawah tanah.

KANTILEVER
– Dinding kantilever biasanya terbuat dari lapisan besi yang relatif tipis, beton “cast-in-
place” atau mortared masonry (biasanya berbentuk T terbalik).

– Dinding kantilever merubah tekanan horizontal dari belakang dinding menjadi tekanan
vertikal pada tanah dibawahnya.

GROUND ANCHOR/PENJANGKARAN

– Dinding menggunakan kabel yang dijangkarkan pada batu atau tanah dibelakang
dinding tersebut.

– Dinding ini sangat berguna untuk menahan beban yang besar ataupun untuk
menghasilkan dinding yang tipis

SOIL NAILING

– Besi dimasukkan ke dalam tanah seperti paku kemudian dilapisi oleh lapisan shotcrete
yang terdiri atas wiremesh.

– Soil nailing cocok digunakan pada jenis tanah: lempung, tanah berpasir, batu yang
telah melapuk, tanah terstratifikasi dan heterogen.
– Soil nailing tidak cocok digunakan pada jenis tanah: lempung plastis dan lunak,
organik, tanah lepas (N<10), kepadatan rendah dan tersaturasi

Desain soil nailing

Prosedur desain untuk struktur penahan tanah menggunakan soil nailing harus

memasukkan beberapa langkah berikut:

– Untuk struktur geometris (kedalaman dan inklinasi lereng terpotong), profil tanah, dan
pembebanan “boundary” (surcharge) yang telah ditentukan, perkirakan gaya “nails”
yang bekerja dan lokasi bidang longsor yang potensial.

– Tentukan jenis penulangan (tipe, luas penampang melintang, panjang, inklinasi dan
jarak antar tulangan) dan pastikan kestabilan lokal pada tiap-tiap level penulangan, yaitu
pastikan ketahanan dari “nails” (kekuatan dan kapasitas “pull out”) telah mencukupi
untuk menahan gaya kerja rencana dengan faktor keamanan yang dapat diterima.

– Pastikan kestabilan global dari struktur soil nailing dan tanah disekitarnya terjaga
selama dan sesudah ekskavasi dengan faktor keamanan yang dapat diterima.

– Tentukan gaya-gaya yang bekerja pada permukaan lereng (contoh, tekanan tanah
lateral dan gaya dari nail pada sambungan) dan desain permukaan lereng sesuai desain
arsitektur.
– Untuk struktur permanen, tentukan pelindung korosi yang relevan dengan kondisi
lokasi.

– Tentukan sistem drainase untuk level piezometri air bawah tanah.

Aplikasi soil nailing

Soil Nailing dapat diaplikasikan pada:

–Stabilisasi lereng pada jalan raya.

–Lereng galian basement untuk gedung tinggi.

–Rangka terowongan untuk lereng terstratifikasi yang curam dan tidak stabil.

D. Geotekstil
Geotekstil adalah lembaran sintesis yang tipis, fleksibel, permeable yang
digunakan untuk stabilisasi dan perbaikan tanah dikaitkan dengan pekerjaan teknik
sipil. Pemanfaatan geotekstil merupakan cara moderen dalam usaha untuk perkuatan
tanah lunak.
Beberapa fungi dari geotekstil yaitu:
1. untuk perkuatan tanah lunak.
2. untuk konstruksi teknik sipil yang mempunyai umur rencana cukup lama dan
mendukung beban yang besar seperti jalan rel dan dinding penahan tanah.
3. sebagai lapangan pemisah, penyaring, drainase dan sebagai lapisan pelindung.
Geotextile dapat digunakan sebagai perkuatan timbunan tanah pada kasus:
1. Timbunan tanah diatas tanah lunak
2. Timbunan diatas pondasi tiang
3. Timbunan diatas tanah yang rawan subsidence

Penggunaan konstruksi perkuatan pada lahan basah pertama kali dilaporkan


dengan menggunakan steel mesh di bawah konstruksi timbunan pada daerah pasang
surut di Perancis. Perbandingan antara timbunan di atas tanah gambut di Afrika
dengan dan tanpa perkuatan dilaporkan. Dinyatakan bahwa selain woven
polypropylene fabric, tegangan tarik semua jenis geotextile yang diambil contohnya
dari pemasangan setahun sebelumnya berkurang antara 25% sampai 36% dari
tegangan tarik awalnya, meskipun tidak berpengaruh banyak pada fungsinya.
Pelaksanaan konstruksi jalan di atas lahan basah dengan perkuatan geotextile
dapat menghindarkan terjadinya keruntuhan lokal pada tanah lunak karena rendahnya
daya dukung tanah. Keuntungan pemasangan geotextile pada pelaksanaan jalan di atas
tanah lunak adalah kecepatan dalam pelaksanaan dan biaya yang relatif lebih murah di
bandingkan dengan metoda penimbunan konvensional

Jenis – jenis Geotextile


Jenis geotextile ada 2 ,yaitu;
1. Woven Geotextile (Anyaman)
Pengertian Geotextile Woven adalah salah satu jenis Geotextile teranyam. yang
terbuat dari bahan dasar Polypropilene. agar mempermudah pengaplikasiannya,
Geotextile Woven seperti karung beras tapi bukan yang terbuat dari bahan goni
tetapi berwarna hitam dari bahan sintetik.
Geotextile Woven memiliki fungsi sebagai bahan stabilisasi tanah dasar
terutama tanah dasar lunak agar tanah tersebut bisa terlapisi dan tidak mudah
turun permukaannya karena dilapisi Geotextile Woven, karena Geotextile jenis ini
mempunyai tensile strength (kuat tarik) yang lebih tinggi dibandingkan
denganGeotextile Non Woven sekitar 2 kali lipat untuk gramasi atau berat per m2
yang sama.
2. Non-Woven Geotextile (Nir-Anyam)
Geotextile Non Woven, adalah Filter Fabric yang jenisnya tidak teranyam,
berbentuknya seperti karpet kain. Umumnya bahan dasarnya terbuat dari bahan
polimer Polyesther atau Polypropylene.

Geotextile Non Woven digunakan sebagai :


 Penyaring (Filter)
Penyaring Geotextile Non Woven bermanfaat untuk mencegah terbawanya
partikel tanah pada aliran air. Geotextile Non Woven bersifat permeable
(tembus air) oleh karena itu air dapat melewati Geotextile dan partikel tanah
dapat tersaring,. Aplikasi Geotextile Non Woven biasanya digunakan sebagai
aplikasi filtrasi pada proyek drainase bawah tanah.
 Aplikasi Separator / Pemisah
Bahan Geotextile Non Woven digunakan sebagai aplikasi pemisah agar
mencegah tercampurnya material yang satu dengan material yang lain. Seperti
penggunaan Geotextile pada proyek pembangunan jalan di atas tanah yang
dasarnya lunak. Pada proyek tersebut, Geotextile berguna untuk mencegah
naiknya lumpur ke sistem perkerasan, Supaya tidak terjadi pumping effect yang
akan merusak perkerasan jalan yang sudah terbentuk. Keberadaan Geotextile
dapat mempermudah proses pemadatan sistem pengerasan.
 Aplikasi Stabilisator
Manfaat Geotextile biasa disebut sebagai Reinforcement / Perkuatan.
Contohnya dipakai untuk proyek timbunan tanah, penguatan lereng agar tidak
longsor dll. Fungsi tersebut masih dijadikan perdebatan dikalangan ahli
geoteknik, karena Geotextile metode kerjanya menggunakan membrane effect
yang hanya mengandalkan tensile strength (kuat tarik) sehingga kemungkinan
terjadinya penurunan pada timbunan setempat masih besar, dan geotextile
kekuatannya kurang karena bahan geotextile memiliki sifat mudah mulur bila
terkena air (terjadi reaksi hidrolisis) hal tersebut rawan untuk bahan penguatan
lereng.
 Fungsi Lainnya
Fungsi Geotextile lainnya yaitu sebagai pengganti karung goni pada proses
curing beton karena dapat mencegah terjadinya retak saat proses pengeringan
beton baru.

Dalam penggunaan geotekstil kita harus menetapkan perkuatan sebesar apa


yang dibutuhkan, berikut faktor-faktor yang harus diperhatikan;
1. Jenis geotekstil yang akan digunakan
2. Sifat hubungan dan regangan,hal ini diperlukan agar deformasi yang terjadi
pada konstruksi perkuatan kecil.
3. Sifat pembebanan, Perkuatan di atas tanah lunak,beban timbunan yang lebih
besar akan memerlukan perkuatan dengan tensile strength yang lebih besar
pula.
4. Kondisi lingkungan, Perubahan cuaca, air laut, kondisi asam atau basa serta
mikro organisme seperti bakteri akan mengurangi kekuatan geotextile.
5. Bahan timbunan yang akan digunakan

Beberapa keuntungan menggunakan geotekstil,diantaranya :


1. Mencegah kontaminasi agregat subbase dan base oleh tanah dasar lunak dan
mendistribusikan beban lalulintas yang efektif melalui lapisan-lapisan timbunan.
2. Meniadakan kehilangan agregat timbunan ke dalam tanah dasar yang lunak dan
memperkecil biaya dan kebutuhan tambahan ‘lapisan agregat terbuang’.
3. Mengurangi tebal galian stripping dan meminimalkan pekerjaan persiapan.
4. Meningkatkan ketahanan agregat timbunan terhadap keruntuhan setempat
pada lokasi beban dengan memperkuat tanah timbunan.
5. Mengurangi penurunan dan deformasi yang tidak merata serta deformasi dari
struktur jadi.

Metode/cara Pemasangan Geotekstil


Adapun cara pemasangan geotekstile ialah sebagai berikut:
1. Geotextile harus digelar di atas tanah dalam keadaan terhampar tanpa
gelombang atau kerutan.
2. Sambungan geotekstil tiap lembarannya dipasang overlapping terhadap
lembaran berikutnya.
3. Pada daerah pemasangan yang berbentuk kurva (misalnya tikungan jalan),
geotekstil dipasang mengikuti arah kurva.
4. Jangan membuat overlapping atau jahitan pada daerah yang searah dengan
beban roda (beban lalu-lintas).
5. Jika Geotextile dipasang untuk terkena langsung sinar matahari maka digunakan
geotekstil yang berwarna hitam.
E. Mixing pile dengan semen

Deep Soil Mixing (DSM) adalah teknologi perbaikan tanah yang digunakan untuk
membangun cutoff atau dinding penahan dan memperlakukan tanah, in-situ. (DSM)
adalah stabilisasi tanah dimana tanah dicampur dengan bahan reagen semen dan / atau
lainnya. Reagen disuntikkan melalui kelly bar berongga yang berputar, dengan beberapa
jenis peralatan pemotong di bagian bawah. Kelly bar di atas alat dapat memiliki auger
tambahan diskontinu dan / atau paddles pencampur atau pisau.

Beberapa nama-nama lainnya yang digunakan untuk menggambarkan metode ini adalah
Cement Deep Soil Mixing (CDSM), Deep Mixing Method (DMM), atau Soil Mix Wall
(SMW).

Perbaikan tanah dengan DSM dicapai dengan serangkaian kolom tumpang tindih tanah
stabil (biasanya 36-inci diameter biasanya 36-inci).

Pencampuran shaft yang diposisikan untuk tumpang tindih satu sama lain dan
membentuk campuran terus kolom tumpang tindih.

Ketika desain kedalaman tersebut tercapai, augers ditarik dan proses pencampuran
diulang dalam perjalanan ke permukaan. Waktu di belakang menjadi stabil memiliki
kolom DSM berikut (properti / kekayaan):

(permeabilitas yang rendah, peningkatan kapasitas bantalan, atau kekuatan geser, tak
bisa bergerak kontaminan bahwa ketika diperkuat, yang mampu menahan tanah
diferensial dan hidrostatik loading).

METODE
Ascolumn Metode (metode pencampuran dalam)

Ascolumn metode adalah untuk membangun tanah stabil kolom semen di dalam tanah
dengan menggunakan semen bubur stabilizer in-situ dan pencampuran dan mengagitasi
tanah dan stabilizer dengan menggunakan forward-reverse

agitator berputar, kemudian menarik. Solidifikasi di lapangan / stabilisasi tanah yang


terkontaminasi dapat dicapai dengan menggunakan teknologi Cement Deep Soil
Minxing (CDSM) dimana bahan pencampur yang digunakan adalah semen. Pada tanah
yang dalam pencampuran, augers yang kuat kuat digunakan untuk mencampur bubur
aditif possolanic ke tanah, sehingga menstabilkan tanah tersebut untuk tujuan
konstruksi.

Pola Perlakuan Dasar DSM

Deep Soil Mixing (DSM) konvensional

Deep Soil Mixing adalah teknologi perbaikan tanah yang digunakan untuk memperbaiki
tanah dengan tujuan untuk meningkatkan kekuatan dan mengurangi kompresibilitas.
Proses ini melibatkan pencampuran nat atau pengikat dengan tanah untuk menghasilkan
sementasi tanah atau perbaikan tanah. Metode basah adalah metode dimana pengikat
yang dimasukkan dalam bentuk basah, yang bertentangan dengan metode kering di
mana bahan pengikat dimasukkan dengan udara. Dalam pencampuran basah, pengikat
yang paling umum digunakan adalah semen.

Aplikasi Pencampuran Tanah

DSM adalah pengobatan tanah dimana tanah dicampur dengan bahan reagen semen dan
/ atau lainnya untuk mengobati tanah untuk meningkatkan kekuatan dan mengurangi
kompresibilitas. Kolom DSM biasanya dipasang di tanah lunak di mana penurunan
harus dikurangi dan stabilitas meningkat. Aplikasi DSM juga telah digunakan untuk
memperbaiki tanah yang terkontaminasi, sedimen, dan lumpur di proyek remediasi.
Tanah pencampur telah digunakan untuk mengobati tanah, sedimen, dan lumpur.
Teknologi ini terbukti efektif untuk pemulihan tanah yang mengandung baik organik
dan anorganik. Pemilihan teknik yang tepat tergantung pada beberapa faktor, termasuk
jenis kendala geoteknik, karakteristik tanah, dan hasil akhir yang diinginkan. Sementara
yang paling umum digunakan dalam tanah kohesif, mereka juga memiliki aplikasi pada
media pasir padat - longgar dimana biaya sementasi rendah yang mereka berikan dapat
menghindari liquifafaksi pada tanah (tanah loose). Skala penuh S / S dan proyek DSM
telah memperlakukan konstituen anorganik termasuk timbal, arsen kadmium, dan
kromium dan konstituen organik, termasuk ter batubara, limbah kilang, kreosot, lainnya
polisiklik hidrokarbon aromatik dan polychlorinated biphenyls (PCB).

TAHAP-TAHAP PENGEBORAN

Pengeboran persiapan :
berfungsi untuk memecah tanah , terutama jika digunakan bubur pelumas, mengurangi
gesekan sehingga pengeboran akhir mungkin menjadi lebih cepat.

pengeboran Final
dibagi menjadi ke bawah dan ke atas fase. Entah pengerasan atau non-pengerasan bubur
dapat diperkenalkan dan konsolidasi dengan tanah selama fase ke bawah, tetapi hanya
pengerasan bubur biasanya digunakan pada akhir fase ke atas pengeboran. Teknik ini
menghasilkan lebih cepat dan lebih homogen campuran bubur dan tanah dan
memungkinkan lubang bor lebih dalam.

Deep Soil Mixing meliputi:

 Konstruksi dinding cut-off untuk mengontrol air tanah dan kontaminan,


 Meningkatkan daya dukung subgrade untuk struktur,
 Enkapsulasi (kapsulasi) polutan / kontaminan kimia sebagai perbaikan.
 Mengontrol permukaan tanah lunak, di dasar penggalian,
 Support Excavasi pemasangan dinding penahan sementara atau permanen,
 beban merata dan beban terpusat struktural,
 Seismik yang disebabkan penurunan / penyebaran lateral partikel tanah dan
mitigasi terhadap potensi liquifaksi tanah

Likuifaksi sering terjadi pada tanah berpasir lepas dan jenuh air bila terjadi gempa bumi.
Akibat kehilangan kuat geser akibat gempa dapat menyebabkan terjadinya tanah
longsor, kehilangan kuat dukung pada fondasi, dan penurunan fondasi yang berlebihan.
Sebagai kelanjutannya akan terjadi kerusakan pada struktur bangunan diatasnya. Gempa
bumi yang melanda Yogyakarta dan Jawa Tengah pada 27 Mei 2006 telah menyebabkan
kerusakan infrastruktur dan kerugian baik materi maupun jiwa manusia. Berdasarkan
kajian awal (reconnaissance) kelompok geoteknik Taiwan Tech diketahui bahwa lebih
dari 27 lokasi telah terjadi peristiwa sand-boiling selama gempa tersebut (Lee, Hwang
dan Muntohar, 2006). Sand-boiling merupakan indikasi terjadinya peristiwa likuifaksi
(liqeufaction) akibat gempa bumi yang melanda Yogyakarta dan Jawa Tengah tersebut.
Salah satu lokasi terjadinya sand-boiling ini adalah di Kampus Terpadu Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang diikuti dengan retaknya permukaan tanah.

BAHAN

Bentonite

Bentonite terbentuk dari abu vulkanik, Unsur


(Na,Ca)0.33(Al,Mg)2Si4O10(OH)2·(H2O). Sifat materialnya tidak menyerap air.
Banyak digunakan sebagai bahan kosmetik, keramik, semen, adhesives, cat dan lain
sebagainya. Selain di Indonesia banyak terdapat di Amerika Utara, Australia, Afrika dan
banyak negara lainya.

Aditif

keuntungan

 Metode yang efektif untuk Kontrol terhadap settlement tanah, mitigasi liquifaksi
tanah, dan remediasi tanah yang terkontaminasi.
 Mengurangi getaran - getaran, Metode ini menginduksi getaran yang sangat
rendah sehingga mengurangi potensi dampak terhadap sarana di dekatnya.
 Mengurangi masalah pembuangan ke luar lokasi.
 Hemat Waktu - proses cepat, dan kekuatan dicapai dalam kondisi tanah yang
sulit. Kemampuan untuk membangun kolom tanah berdiameter besar, di
lingkungan yang lebih bersih.

Batasan-batasan DSM

Faktor-faktor yang dapat membatasi penerapan dan efektivitas di lapangan mencakup:

 Kedalaman kontaminan dapat membatasi beberapa jenis proses aplikasi.


 Penggunaan lokasi pada masa mendatang, bahan mempengaruhi kemampuan
untuk mempertahankan imobilisasi kontaminan.
 Beberapa proses menghasilkan peningkatan signifikan dalam volume (sampai
dua kali lipat volume asli).
 Limbah tertentu sesuai dengan variasi dari proses ini. Studi Treatability
umumnya dibutuhkan.
 pengiriman Reagen dan efektifitas pencampur lebih sulit daripada untuk aplikasi
di luar lokasi.
 Seperti semua dalam perawatan lokasi, konfirmasi pengambilan sampel dapat
lebih sulit daripada untuk perawatan ex situ.
 Bahan dipadatkan dapat menghalangi menggunakan lahan di masa mendatang.
 Pengolahan kontaminasi bawah water table mungkin memerlukan dewatering
45

Anda mungkin juga menyukai