1 - 10 - 220potts Disease PDF
1 - 10 - 220potts Disease PDF
Potts Disease
Danny Jaya Jacobus
Dokter Internship RSUD Dolopo dan Puskesmas Kare,
Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Indonesia
ABSTRAK
Potts Disease (PD) adalah infeksi Mycobacterium tuberculosis pada tulang belakang yang awalnya didahului oleh keluhan nyeri punggung,
jika memberat dapat bermanifestasi defisit neurologis berupa paraplegia. Memastikan adanya infeksi primer tuberkulosis di paru-paru menjadi
kunci diagnosis PD. Penatalaksanaan komprehensif dan multidisiplin sangat penting untuk menekan angka kejadian, angka kecacatan, serta
morbiditas.
Kata Kunci : Potts disease, tuberkulosis, tulang belakang, nyeri punggung
ABSTRACT
Potts Disease (PD) is Mycobacterium tuberculosis infection that affect spine with chief complaints of back pain and may cause paraplegia. The
key to diagnosis is to ensure the existence of primary tuberculosis infection in the lungs. Comprehensive and multidisciplinary management is
essential to reduce the incidence, morbidity and disability. Danny Jaya Jacobus. Potts Disease
Key words: Potts Disease, tuberculosis, spinal, back pain
PENDAHULUAN
Spondilitis tuberkulosis atau yang lebih
populer disebut Potts Disease (PD) adalah
tuberkulosis diseminata yang mengenai
tulang belakang. PD merupakan jenis
tuberkulosis muskuloskeletal paling berat
karena dapat menyebabkan destruksi
tulang, deformitas, dan paraplegia. Vertebra
thorakal bawah adalah lokasi yang paling
sering terkena, berkisar 40-50%. Penyakit
ini ditemukan oleh Pervical Pott tahun 1779
sebagai infeksi tuberkulosis ekstrapulmonal.
Penatalaksanaan komprehensif diperlukan
untuk mempertahankan dan memperbaiki
fungsi organ dan mencegah komplikasi.1,2
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi PD berkisar 1-2% dari seluruh
kejadian tuberkulosis. Di Belanda dari tahun
1993-2001, prevalensi PD mencapai 3,5%
dari seluruh kasus tuberkulosis (0,2-1,1%
pada penduduk asli Eropa, dan 2,3-6,3% pada
penduduk non-Eropa). Data dari Los Angeles
dan New York menunjukkan tuberkulosis
muskuloskeletal
menyerang
penduduk
Afro-Amerika, Hispanik, Asia-Amerika, dan
penduduk yang berasal dari luar Amerika.
Sama seperti jenis tuberkulosis lain, PD diAlamat korespondensi
676
email: dannyjacobus89@gmail.com
TINJAUAN PUSTAKA
inflamasi tubuh meningkat, mengakibatkan
eksudasi dan pencairan, dan terbentuklah
cold abscess. Cold abscess terdiri dari serum,
leukosit, pengkejuan, debris tulang, dan
basil. Hasilnya tergantung pada karakteristik
dan sensitivitas organisme, status sistem
kekebalan tubuh host, tahap penyakit, dan
pengobatan. Hasil akhir mungkin meliputi
resolusi dengan minimal atau tanpa
morbiditas, sembuh dengan deformitas sisa,
dinding lesi menghilang dengan kalsifikasi
jaringan pengkejuan, lesi granular kronis
derajat ringan, dan penyebaran lokal atau
milier penyakit yang dapat menyebabkan
kematian.8
Tulang belakang merupakan manifestasi
tuberkulosis muskuloskeletal yang paling
sering dijumpai yaitu 50% kasus. Lokasi
predileksinya adalah perbatasan vertebrae
torakalis dan lumbalis. Sebagian besar
dimulai di area subkondral bagian anterior
korpus vertebra yang melekat dengan diskus
intervertebralis (Gambar 1). Penyebaran ke
diskus intervertebralis akibat perluasan secara
perkontinuitatum melewati subligamen
(Gambar 2) menuju perluasan infeksi hingga
ke jaringan lunak dan membentuk abses.
(Gambar 1c). Abses ini akan menyebar pada
lokasi sesuai aliran limfe seperti lipat paha,
bokong, atau dada. Penyakit ini melibatkan
muskulus iliopsoas pada rantai penyebarannya. Kolaps beberapa vertebrae karena proses
destruksi tulang akan membentuk formasi
gibus (Gambar 3). Komplikasi neurologis
terjadi karena kompresi medulla spinalis dan
meningitis. Struktur posterior jarang sekali
Gambar 2 Penyebaran PD subligamen pada anak berusia 10 tahun. (a) Potongan Sagital T1 menunjukkan penyempitan
celah diskus intervertebralis L1/2 (tanda panah). Korpus vertebrae L1 dan L2 tampak hipointens karena inflamasi medula
spinalis dan edema. Perluasan infeksi ke jaringan lunak subligamen (kepala anak panah). (b) Tampak penyangatan akibat
penekanan jaringan lemak pada potongan sagital T1 pada korpus vertebra L1 dan L2, tampak inflamasi jaringan subligamen
(kepala panah).10
Gambar 1 PD pada pasien laki-laki 38 tahun. (a) Foto Ro Torakolumbal AP menunjukkan penurunan tinggi korpus vertebrae Th9(*), hilangnya struktur diskus dan iregularitas di Th8/Th 9.
Tampak masa di paravertebral (ditunjuk anak panah). (b) Foto Ro Torakolumbal Lateral menunjukkan erosi regio subkondral antero-superior korpus vertebrae Th9 (kepala anak panah). Tampak
penyempitan celah diskus intervertebralis Th8/Th9 (anak panah). (c) Potongan axial CT Scan tampak proses destruksi korpus vertebra Th9 (kepala anak panah), dengan massa pada jaringan
lunak di sekitarnya (anak panah).10
677
TINJAUAN PUSTAKA
kuman lebih kuat dari daya tahan tubuh.
Pada umumnya terjadi pada daerah torakal
atau torakolumbal soliter atau beberapa level.
posterior.10
Gambar 5 Penyebaran spondilitis TB melalui otot psoas kiri ke pangkal paha pada anak laki-laki usia 14 tahun. (a) Peningkatan
aksial gambar CT yang diambil melalui corpus vertebra L3 menunjukkan destruksi tulang di pedikel kiri (panah hitam), abses
psoas kiri yang besar (anak panah putih besar), penyebaran subligamen (kepala anak panah) dan terlihat invasi kanalis spinalis
ekstradural (tanda panah putih kecil). (b) Gambar aksial CT menunjukkan abses psoas yang menyebar ke daerah inguinal kiri
(anak panah).11
Gambar 6 Spondilitis tuberkulosis biasanya melibatkan columna anterior tulang belakang. Anak-anak dengan keterlibatan
beberapa tingkat tulang belakang daerah thoraks cenderung menjadi kifosis yang progresif (a) bahkan setelah pengobatan
medis yang tepat. (b) dan (c) menggambarkan deformitas kifosis yang berat dan tajam pada pasien dengan penyembuhan
penyakitnya.12
678
TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 1 Riwayat Penyakit dan Gambaran Klinis Potts
Disease11
679
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 7 Pria 30 tahun dengan PD L1-L2 dengan nyeri punggung bawah sejak beberapa minggu, hemoptisis, demam saat malam hari dan penurunan berat badan. Foto polos menunjukkan
sedikit penyempitan ruang diskus. B, Aksial dan C, corona, yang diperkuat kontras setinggi T1 menampilkan gambar perbaikan abses paravertebra perifer dan peningkatan perbaikan sumsum
tulang corpus vertebra L1 dan L2. Terlihat destruksi korteks tulang yang berdekatan dan endplates vertebra.7
Gambar 8 Kolaps korpus vertebrae pada anak 10 tahun dengan PD pada L1-3. (a) Foto Ro Lumbal lateral menunjukkan
kolaps vertebrae L1-3. Terdapat pula penyempitan diskus intervertebralis dengan gambaran lineasi yang buruk (anak panah).
(b) CT aksial pada vertebrae L2 menunjukkan perluasan erosi pada sisi kiri korpus vertebrae (anak panah). Terdapat kalsifikasi
jaringan lunak pada kanalis spinalis, yang menyebabkan kompresi (kepala anak panah).10
Gambar 9 PD pada anak usia 2 tahun. (a) Foto toraks AP menunjukkan masa di paraspinal (anak panah) pada area vertebrae
Th7-Th9 yang kolaps. (b) Potongan aksial CT pada Th8 menunjukkan destruksi korpus vertebrae (anak panah). Formasi abses
paravertebrae (kepala anak panah), dengan perluasan ke kanalis spinalis(anak panah kecil).10
680
TINJAUAN PUSTAKA
vertebrae. CT digunakan untuk menunjang
pemeriksaan radiografi polos. Selain itu
gambaran abses epidural, fragmentasi tulang,
kompresi kanalis pinalis juga terlihat sangat
baik. CT mielografi dapat mengevaluasi medula
kompresi medula spinalis, jika tidak tersedia
Magnetic Resonance (MR). CT juga dapat untuk
panduan biopsi perkutaneus struktur tulang
maupun jaringan lunak yang terinfeksi.10
MR dapat mendeteksi perubahan vertebrae
dan iregularitas struktur lebih dini daripada
radiografi
polos
maupun
skintigrafi.
Penggunaan kontras bertujuan untuk memberikan resolusi gambaran jaringan lunak
dan kemampuan multiplanar pada MR. Pada
tahap awal PD, pemeriksaan MR sangat
sensitif untuk mengevaluasi perubahan
medula spinalis, serta mengetahui kondisi
diskus intervertebralis. Abses epidural dan
jaringan lunak dapat dilakukan dengan injeksi
kontras intravena. MR juga berfungsi untuk
memantau evaluasi PD yang telah diterapi.10
Gambar 12 Gambaran MR pada PD stadium awal. (a) Potongan sagital T1 menunjukan korpus vertebrae L3-L4 hipointens
(anak panah) karena keterlibatan medula spinalis. (b) Potongan sagital T2 menunjukan iregularitas pada bagian superior L4
(anak panah besar). Diskus intervertebralis antara L3-L4 menunjukkan hipointens dibandingkan diskus intervertebral yang
lain. Hiperintens dapat diamati pada korpus vertebra L3.10
Gambar 13 Pemantauan gambaran MR pada laki-laki usia dua dengan riwayat PD sebelumnya, dan saat ini mengeluh nyeri
punggung. Potongan sagital (a) T1 dan (b) T2 menunjukkan ankilosis tulang vertebrae L3-L4 yang menghasilkan kifosis.
Didapatkan infiltrasi ke jaringan medulla spinalis dari dalam korpus vertebrae. Selain itu juga didapatkan deformitas dan
penyempitan kanalis spinalis.10
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis tuberkulosis penting terutama
pada stadium awal. Tidak ada penemuan
khusus pada PD, dan secara radiologi
diagnosis bandingnya meliputi infeksi
piogenik dan infeksi jamur. Secara klinis
pasien lebih toksik pada infeksi piogenik. PD
bersifat kronis dengan progresifitas lambat,
dibandingkan spondilitis piogenik, tercermin
secara radiologi dengan ditemukannya
peningkatan area sklerotik. Abses jaringan
lunak dan perluasan ke paravertebral pada PD
biasanya lebih luas dibandingkan spondilitis
piogenik. PD lebih sering mengenai lebih dari
satu vertebrae.16 Metastasis seperti limfoma
dan multipel myeloma menyebar melalui
subligamen dan diskus tidak terlihat jelas.
Jaringan sekitar yang mengalami inflamasi
juga tidak ditemukan pada infiltrasi tumor.
Semua kasus harus dipastikan menggunakan
metode diagnosis definitif dan biopsi spinal
di bawah panduan CT.17
PENATALAKSANAAN
1. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Isoniazid (INH) merupakan golongan bakterisidal paling efektif, namun rifampisin (RIF)
juga harus digunakan. RIF dan pirazinamid
(PZA) merupakan obat dengan kerja sterilisasi
kuman. Keduanya digunakan untuk membunuh kuman persisten yang tidak dideteksi
oleh imun tubuh, sehingga memicu reaktivasi.
681
TINJAUAN PUSTAKA
INH dan RIF merupakan kombinasi paling
efektif untuk menekan resistensi terhadap
obat lain sehingga terapi obat multipel
penting.15
Durasi terapi PD masih kontroversial.
Manajemen intensif tuberkulosis paru
adalah 2 bulan, dan diikuti fase selanjutnya
dengan 2 obat selama 4 bulan. Pada PD
terdapat kematian tulang dan jaringan
yang mengurangi penetrasi antibiotik, sehinggga terapi PD lebih lama. Durasi
terapi lebih pendek memiliki keuntungan
kepatuhan pasien baik, namun risikonya
adalah angka rekurensi tinggi. The British
Thoracic Society menyarankan terapi selama
6 bulan jika tanpa keterlibatan saraf pusat;
apabila mengenai saraf pusat dilanjutkan RIF
dan INH hingga 12 bulan.15,18 The Canadian
Thoracic Society merekomendasikan terapi
tuberkulosis muskuloskeletal lebih panjang
dari tuberkulosis paru, dengan batas waktu
tidak ditentukan.19
Penelitian MRC di Hongkong mengkaji terapi
PD dengan obat dan operasi. Dengan 5 tahun
pemantauan, terapi 6 bulan, 9 bulan dengan
INH/RIF/Streptomisin menunjukkan hasil
baik. Pada tahun ke 14 pengamatan kelompok
terapi 6 bulan, 9 bulan, serta 18 bulan memiliki
hasil klinis tidak berbeda jauh.15 Penelitian di
Madras menggunakan pengobatan tanpa
operasi. Mereka melaporkan durasi terapi 6
bulan dan 9 bulan dengan angka ketaatan
91% dan 98% setelah 10 tahun pengamatan
tidak berbeda signifikan.15 Penelitian terakhir
oleh British Medical Research Council mengindikasikan PD harus diterapi selama 6-9
bulan.20
Efek samping obat harus dipantau. Ketajaman
visus harus dievaluasi pada penggunaan
etionamid dan dapat ireversibel, obat ini tidak
digunakan pada anak karena pemeriksaan
yang lebih sulit dan kompleks. Streptomisin
dan etambutol dapat mempengaruhi fungsi
ginjal. Banyak obat bersifat hepatotoksik.
Adanya nausea harus dicurigai mungkin
hepatitis. Apabila Transaminase (AST/ALT)
meningkat 5 kali nilai normal atau terjadi
hiperbilirubin, INH, RIF, PZA harus dihentikan;
jika kembali normal, pengobatan dapat
dimulai kembali dengan dosis rendah dan
dinaikkan bertahap.
Multi Drugs Resistance (MDR) dijumpai
pada 1,8-5% kasus. Biasanya menyebabkan
kegagalan terapi medis dan operatif,
ditunjang hasil sensitivitas. Saat MDR
ditegakkan maka pengobatan diubah menjadi amikasin atau kanamisin (6 bulan),
ofloksasin, etionamide, etambutol, PZA,
INH, dan RIF dapat dipertimbangkan untuk
mencegah resistensi. Protokol MDR juga
mengharuskan injeksi intravena golongan
aminoglikosida sehingga membutuhkan
kepatuhan pasien dan dukungan keluarga.
Pemberian subkutan dapat dipertimbangkan
pada anak untuk menghindari nyeri akibat
injeksi intramuskular.15
2. Dekompresi
Indikasi pembedahan adalah PD dengan
defisit neurologis, paling sering paraplegia.
Tindakan yang dilakukan adalah dekompresi
medula spinalis untuk menunjang stabiliasi
Gambar 14 (a) Klinis anak usia 3 tahun dengan PD, menunjukkan deformitas kifosis berat vertebrae torakalis. (b) Foto lateral
sisi dorsal pasien yang sama menunjukkan kifosis berat. Kifosis ini akan tumbuh sesuai pertumbuhan anak, bahkan setelah
penyakitnya sembuh, koreksi masih merupakan indikasi. (c) Klinis pasien menunjukkan koreksi yang tepat pada kifosis.21
682
TINJAUAN PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
1.
Taylor GM, Murphy E, Hopkins R, et al. First report of Mycobacterium bovis DNA in human remains from the Iron Age. Microbiology. Apr 2007;153:1243-9.
2.
Pott P. The chirurgical works of Percivall Pott, FRS., surgeon to St. Bartholomews Hospital, a new edition, with his last corrections. 1808. Clin Orthop Relat Res. May 2002;4-10.
3.
te Beek LA, van der Werf MJ, Richter C, et al. Extrapulmonary tuberculosis by nationality, The Netherlands, 1993-2001. Emerg Infect Dis. Sep 2006;12(9):1375-82.
4.
Benzagmout M, Boujraf S, Chakour K, Chaoui Mel F. Potts disease in children. Surg Neurol Int. Jan 11 2011;2:1.
5.
Moon MS, Kim SS, Lee BJ, Moon JL. Spinal tuberculosis in children: Retrospective analysis of 124 patients. Indian J Orthop. Mar 2012;46(2):150-8.
6.
G.C.Mbata, E.Ofondu, B.Ajuonuma, V.C.Asodike, D.Chukwumam. Tuberculosis of the spine (Potts disease) presenting as hemiparesis. African Journal of Respiratory Medicine. 2012;8:18-
7.
De Backer A,I., Mortele K.J., Vanschoubroeck I.J. Tuberculosis of The Spine: CT and MR Imaging Feature. Proceedings of The SRBR-KBVR Osteroarticular Section. 2005:92-7.
8.
Tuli SM. General principles of osteoarticular tuberculosis. Clin Orthop Rel Res 2002;398:11-9.
9.
Tuli SM. Tuberculosis of the Skeletal System: Bones, Joints, Spine and Bursal Sheaths, 3rd ed. Bangalore: Jaypee Brothers, 2004.
20.
10. E L H J Teo, W C G Peh. Imaging of tuberculosis of the spine. Singapore Med J 2004 Vol 45(9):439-45.
11. Hildago JA, George A, Burke AC, Thomas EH, Joseph FJ, Fransisco T. Potts Disease (Tuberculous Spondylitis). Emedicine. Updated 13 Juli 2012. Diakses tanggal 23 Juli 2013.
12. Shrestha OP, Sitoula P, et al. Bone and Joint Tuberculosis. University of Pennyslvania Orthopaedic Journal. 2010: 23-8.
13. Rasit AH, Ibrahim SF, Wong CC. The Role of Polymerase Chain Reaction (PCR) in Diagnosis of Spine Tuberculosis after Pre-operative Anti-tuberculosis Treatment. Malaysian Orthopaedic J.
2011 Vol 5 No 1.
14. Tim Kelompok Kerja TB Perhimpunan Dokter Spesialis Paru (PDPI). Tuberkulosis, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta, 2011.
15. Dunn R. The medical management of spinal tuberculosis. SA Orthopaedic J. 2010:37.
16. Magnus KG, Hoffman EB. Pyogenic spondylitis and early tuberculous spondylitis in children : differential diagnosis with standard radiograph and computed tomography. J Pediatr Orthop.
2000;20:39-43.
17. Moore SL, Rafii M. Imaging of musculoskeletal and spinal tuberculosis. Radiol Clin North Am. 2001;39:329-42.
18. National Collaborating Centre for Chronic Conditions Tuberculosis: clinical diagnosis and management of tuberculosis and measures for its prevention and control. London: Royal College
of Physician, 2006. ISBN 1860162770.
19. Canadian tuberculosis standards 6th ed. Published online by authority of the Minister of Health 2007. HP40-18/2007E-PDF. ISBN 978-0-662-45955-2.
20. Leibert E, Haralambou G. Tuberculosis. In: Rom WN, Garay S, eds. Spinal tuberculosis. Lippincott, Williams and Wilkins; 2004:565-77.
21. Jain AK. Tuberculosis of the spine : a fresh look at an old disease. J Bone Joint Surg (Br) 2010;92:905-13.
22. Pola E, Rossi B, Nasto LA, Colangelo D, Logroscino CA. Surgical treatment of tuberculous spondylodiscitis. Eur Rev Med Pharmacol Sci. Apr 2012;16 Suppl 2:79-85.
23. Cheung WY, Luk KD. Clinical and radiological outcomes after conservative treatment of TB spondylitis: is the 15 years follow-up in the MRC study long enough?. Eur Spine J. May 2012.
683