Anda di halaman 1dari 11

TINJAUAN INTERAKSI OBAT

ANTIDIABETIK ORAL & ANTIHIPERTENSI


PADA PASIEN DM TIPE 2 KOMPLIKASI HIPERTENSI
DI RSUD TOTO KABILA
Asri Radjak, Widysusanti Abdulkadir, Madania*) Jurusan Farmasi, Fakultas
Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo
Email : asri.radjak@yahoo.com
ABSTRAK
Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat (drugrelated problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi obat
yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui adanya interaksi obat antidiabetik oral dengan antihipertensi pada
pasien DM tipe 2 komplikasi hipertensi di RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone
Bolango. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan
cross sectional dimana data sekunder diambil dari rekam medik. Tehnik
pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan jumlah pasien
sebanyak 43 sampel yang memenuhi kriteria inklusi selama bulan JanuariDesember 2014, data yang diperoleh dikaji berdasarkan literature terkait (buku
drug interaction facts, e-book stockleys drug interaction dan jurnal penelitian)
serta dianalisis dengan metode univariat. Hasil penelitian menunjukan bahwa
signifikansi interaksi obat berdasarkan tingkat keparahan (severity) 20 interaksi
moderate (46%), 11 interaksi minor (26%) dan berdasarkan dokumentasi 16
interaksi moderate established (37%), 11 interaksi minor possible (26%), 3
interaksi moderate possible (7%), 1 interaksi moderate suspected (2%). Obat
antidiabetik oral yang paling banyak digunakan adalah metformin (44%) serta
obat antihipertensi yang sering digunakan captopril (37).
Kata Kunci : Interaksi obat, Antidiabetik Oral, Antihipertensi

*) Dr. Widysusanti Abdulkadir, M.Si., Apt, Madania S.Farm., M.Sc., Apt

PENDAHULUAN
Diabetes melitus (DM) menjadi
salah satu dari penyebab utama
kematian pada banyak negara. Pada
tahun 2000 sekitar 3,2 juta orang
meninggal karena komplikasi terkait
dengan
diabetes
(Putri,
2009).
Berdasarkan data IDF diketahui bahwa
pada tahun 2003 Indonesia masih
menduduki posisi ke 5 dengan jumlah
penduduk penderita DM terbesar di
bawah Amerika. Namun terjadi
peningkatan pada tahun 2005 sehingga
Indonesia bergeser ke posisi ke 3. Di
Indonesia penyakit DM tipe II
merupakan tipe DM yang lebih umum,
lebih
banyak
penderitanya
dibandingkan dengan DM tipe 1
(Susilowati dan Rahayu, 2008).
Sedangkan berdasarkan data
survei dari Dinas Kesehatan Provinsi
Gorontalo bahwa jumlah kasus
penyakit komplikasi Diabetes Melitus
dan hipertensi pada tahun 2014
termasuk dalam 10 besar penyakit
terbanyak, khususnya untuk Daerah
Kabupaten Bone Bolango yang
menjadi lokasi RS tempat penelitian.
Sedangkan data laporan RSUD Toto
Kabila Kabupaten Bone Bolango
ditemukan bahwa penyakit komplikasi
DM tipe 2 dan hipertensi merupakan 5
penyakit terbesar di RS tersebut.
Komplikasi penyakit seperti ini
biasanya yang memicu penggunaan
obat bermacam-macam (polifarmasi)
yang cenderung mendorong terjadinya
pola pengobatan yang tidak rasional
termasuk kejadian interaksi obat
(Syarif dkk, 2007). Selain itu seringkali

dokter memberikan obat berdasarkan


gejala-gejala
yang
dikeluhkan
penderita tanpa mempertimbangkan
penting atau tidaknya gejala yang
dihadapi,
sehingga
memudahkan
terjadinya interaksi obat (Utami, 2013).
Interaksi Obat merupakan satu
dari delapan kategori masalah terkait
obat (drug related problems) yang
diidentifikasi sebagai kejadian atau
keadaan terapi obat yang dapat
mempengaruhi outcome klinis pasien.
Sebuah interaksi obat terjadi ketika
farmakokinetika atau farmakodinamika
obat dalam tubuuuh diubah oleh
kehadiran
suatu
enzim
yang
berinteraksi (Piscitelli, 2005). Interaksi
obat adalah suatu intekasi yang terjadi
ketika efek suatu obat diubah oleh
kehadiran obat lain, obat herbal,
makanan atau agen kimia lainnya
dalam lingkungannya. Definisi yang
lebih relevan kepada pasien adalah
ketika obat bersaing satu dengan yang
lainnya, atau apa yang terjadi ketika
obat hadir bersama satu dengan yang
laiinya (Baxter, 2008).
Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Sari dkk, (2008) yang berjudul
analisis interaksi obat antidiabetik oral
pada pasien rawat jalan di rumah Sakit
X depok, ditemukan adanya interaksi
obat antara glibenklamid, glimepirid
dan gliklazid (sulfonilurea) dengan
ramipril dan kaptopril (ACE-inhibitor).
Obat golongan biguanid (metformin)
juga berinteraksi obat dengan golongan
penghambat ACE-inihibitor (kaptopril
dan
ramipril),
mengakibatkan
peningkatan
efek
hipoglikemik

metfromin. Selain itu, hasil penelitian


Mega Gustiani, (2013) dikemukakan
bahwa antidiabetik oral golongan
sulfonilurea juga berinteraksi dengan
furosemid (loop diuretik), menurunkan
toleransi glukosa dan mengakibatkan
hiperglikemia pada pasien yang
sebelumnya
mendapat
terapi
sulfonilurea. Oleh karena itu dilakukan
penelitian untuk mengetahui adanya
interaksi obat antidiabetik oral dengan
antihipertensi Pasien DM tipe 2
komplikasi hipertensi di RSUD Toto
Kabila Kabupaten Bone Bolango.
METODELOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah
Sakit Umum Daerah Toto Kabila
Kabupaten Bone Bolango, pada bulan
juni 2015.
Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan
adalah deskriptif bersifat retrospektif
dengan pendekatan study cross
sectional, yaitu penelitian yang
bertujuan untuk menggambarkan suatu
keadaan secara objektif (Setiawan,
2005).
Sumber
data
penelitian
menggunakan data sekunder yang
diperoleh dari catatan rekam medik
Rumah Sakit Umum Daerah Toto
Kabila, Kabupaten Bone Bolango
periode Januari-Desember 2014.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah
semua pasien diabetes melitus tipe 2
dengan penyakit penyerta, dimana

jumlah sampel sebanyak 43 orang


pasien rawat inap yang memenuhi
kriteria inklusi di RSUD Toto Kabila
Kabupaten Bone Bolango selama bulan
Januari-Desember 2014.
Teknik Sampling
Tehnik sampling yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu purposive
sampling (non probability). Dimana
pengabilan
sampel
berdasarkan
karakteristik yang dikehendaki sesuai
dengan kriteria inklusi (Setiawan,
2005). Metode penentuan jumlah
sampel menggunakan rumus Slovin
(Sevilla, 1960).
Teknik Pengumpulan Data
Data diperoleh dari catatan
medik pasien dengan pengumpulan
data selama bulan januari-juni 2014 di
ruang rekam medik RSUD Toto
Kabila, Kabupaten Bone Bolango. Data
yang dikumpulkan antara lain : nama
pasien, umur pasien, jenis kelamin,
obat antidiabetik oral yang digunakan,
obat antihipertensi yang digunakan dan
keluhan pasien.
Teknik Analisis Data
Dalam
penelitian
ini
menggunakan
analisis
unvariat
terhadap variabel dari hasil penelitian.
Analisis ini menghasilkan distribusi
frekuensi dan persentase dari variabel
mandiri, data yang dihitung yaitu jenis
obat antidiabetik oral, antihipertensi,
dan interaksi obat yang terjadi dalam
terapi.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Karakteristik Pasien
1. Distribusi psien berdasarkan jenis
kelamin dan umur
Jumlah
Karakteristik
N
%
Jenis Kelamin
Laki laki
11
26
Perempuan
32
74
Umur (Tahun)
45 50
7
16
51 55
9
21
56 60
11
26
61 65
10
23
66 70
2
5
71 75
4
9
Berdasarkan
hasil
penelitian
diperoleh bahwa penderita penyakit
DM Tipe II komplikasi hipertensi lebih
banyak berjenis kelamin perempuan
(74%) dibandingkan dengan yang
berjenis kelamin laki-laki (26%). Hal
ini dikarenakan perempuan dalam
konteks fisik memiliki peluang
peningkatan berat badan lebih besar
dari pada laki-laki. Sedangkan umur
pasien yang menderita penyakit DM
tipe II komplikasi hipertensi ini
kebanyakan merupakan pasien lansia,
yang berusia 56-60 tahun (26%). Hal
ini disebabkan oleh adanya gangguan
metabolisme karbohidrat pada usia
lanjut dan mengakibatkan terjadinya
resistensi insulin, hilangnya pelepasan
insulin, dan peningkatan kadar glukosa
(Kurniawan, 2010).
2. Distribusi Frekuensi Penggunaan
Obat Antidiabetik Oral

Jumlah
n
%
1 Glibenklamid
9
21
2 Glukodex
5
12
3 Metformin
23
53
4 Glimepiride
6
14
Total
43 100%
Berdasarkan hasil penelitian bahwa
obat anti antidiabetik oral yang paling
banyak digunakan adalah metformin
(53%).
Berdasarkan
PERKENI
(Perkumpulan
Endokrinologi
Indonesia)
bahwa
metformin
merupakan antidiabetik oral pilihan
pertama yang diberikan pada proses
awal terapi. Karena metformin dapat
mengendalikan
kondisi
glikemia
menjadi
normal
kembali
serta
menurunkan efek toksik glukosa dan
dapat memperbaiki fungsi sel pada
pankreas. Selain itu penggunaan
metformin tidak dianjurkan untuk
pasien yang berusia > 80 tahun,
sehingga sangat cocok untuk pasien
DM Tipe II yang ada di RSUD Toto
Kabila yang berusia 45 75 tahun
(Lestari, 2013).
3. Distribusi Frekuensi Penggunaan
Obat Antihipertensi
No

No
1
2
3
4
5
6

Jenis Terapi

Jenis
Terapi
Amlodipine
Captopril
Furosemid
Noperten
Dexacap
Propanolol
Total

Jumlah
n
%
10
23
13
30
10
23
4
10
2
5
4
9
43 100%

Berdasarkan hasil penelitian


bahwa obat antihipertensi oral yang
paling banyak digunakan adalah
golongan ACE inhibitor berupa
captopril (30%). Hal ini dikarenakan
penggunaan obat captopril dianggap
lebih cepat memberikan efek karena
bekerja dengan menghambat system
rennin angiotensin aldosteron yang
dapat menurunkan tekanan darah
(SRAA). Selain itu menurut JNC VII
dijelaskan bahwa penggunaan obat
golongan ACEI direkomendasikan
untuk hipertensi dengan penyakit
diabetes
karena
ACEI
dapat
mengurangi progresifitas menuju DM
nefropati (Saseen and Carter, 2005).
3. Distribusi Frekuensi Interaksi Obat
Antidiabetik Oral dan Antihipertensi
(Severity)
Signifikansi interaksi
(Severity)

Jumlah
n

Minor
11
26
Moderate
20
46
Mayor

Tanpa interaksi obat


12
28
Total
43 100%
Berdasarkan
hasil
penelitian
diperoleh
bahwa
jenis
terapi
antidiabetik oral dan antihipertensi
yang digunakan pada RUSD Toto
Kabila terdapat beberapa obat yang
berpotensi
interaksi.
Peninjauan
interaksi obat ini dianalisis berdasarkan
literatur, yakni buku drug interaction
facst, situs resmi www.dugrs.com, ebook stockleys drug interaction, dan
didukung dengan jurnal penelitian
terkait.

Terdapat
20
pasien
yang
menerima terapi kombinasi yang
berpotensi interaksi moderate atau
interaksi sedang (46%), diantaranya
adalah metformin dengan captopril,
metformin
dengan
propanolol,
metformin dengan furosemid, dan
glimepiride dengan captopril. Sejumlah
riset penelitian mengatakan bahwa obat
antidiabetik oral (metformin) yang
digunakan bersama ACEI (captopril,
noperten,
lisinopril)
dapat
meningkatkan resiko hipoglikemia.
selain itu penggunaan bersama
captopril akan menyebabkan kadar
glukosa dalam darah naik 2,2 mmol/L
setelah 24 jam serta naik menjadi 2,9
mmol/L setelah 48 jam (Baxter, 2008).
Dalam hal ini, penggunaan obat
captopril bisa diganti dengan valsartan
golongan ARB (angiotensin receptor
blocker), karena valsartan mampu
menurunkan tekanan darah melalui
antagonis sistem renin angiotensin
aldosteron. Selain itu valsartan juga
mampu menurunkan ekskresi albumin
dalam serum, apabila terlalu banyak
albumin yang hilang dari darah
menandakan kadar glukosa darah tinggi
selama bertahun. Sehingga hal ini dapat
diatasi
dengan
valsartan
untuk
menghambat
sekresi
albumin
(Renatasari, 2009).
Penggunaan metformin dengan
-bloker
(propanolol)
dapat
meningkatkan risiko hipoglikemia
(gula darah rendah). Selain itu -bloker
mungkin menutupi beberapa gejala
hipoglikemia seperti tremor, palpitasi,
detak jantung yang cepat, sehingga

lebih sulit untuk mengetahuinya.


Sedangkan
gejala
lain
dari
hipoglikemia seperti sakit kepala,
pusing, mengantuk, mual, lapar, lemas
dan berkeringat lebih cepat diketahui
(anonim, 2015). Pengobatan metformin
dan furosemid yang diberikan secara
bersamaan juga akan menyebabkan
kadar metformin dalam plasma
meningkat
hingga
22%,
tanpa
mengubah klirens metformin disertai
dengan penurunan kadar puncak dan
waktu paruh eliminasi furosemid
hingga 31-32% (Utami, 2013).
Terdapat 11 orang pasien
menerima obat yang berpotensi
interaksi minor (26%), diantaranya
adalah kombinasi obat golongan
sulfonilurea dengan furosemid dan
sulfonylurea dengan propanolol. Obat
diuretik yang digunakan bersama
sulfonilurea
dapat
menurunkan
toleransi
glukosa,
menyebabkan
hiperglikemia
dan
gangguan
metabolisme karbohidrat sehingga
terjadi peningkatan kadar glukosa
dalam darah.
Kombinasi
obat
golongan
sulfonilurea
dengan
-bloker
(propanolol) juga akan menyebabkan
peningkatan efek dari obat sulfonilurea
sehingga
akan
mengakibatkan
terjadinya
hipoglikemia
dan
tachycardia. Namun hal ini dapat di
atasi dengan melakukan kontrol atau
pemantauan kadar glukosa darah pasien
setiap
saat,
atau
penggunaan
propanolol yang bisa diganti dengan
bisoprolol karena efek hipoglikemik

sulfonilurea akan sangat kecil terjadi


(Tatro, 2001).
Pasien
menerima
terapi
kombinasi antidiabetik oral dengan
antihipertensi yang tidak berpotensi
interaksi berjumlah 12 orang, serta
tidak terdapat adanya interaksi mayor.
Interaksi obat yang terjadi ada dua,
yakni
menghambat
aksi
obat
antidiabetik
atau
menurunkan
efektifitasnya sehingga menyebabkan
gangguan metabolisme karbohidrat dan
terjadi hiperglikemia atau peningkatan
kadar glukosa dalam darah. Serta
meningkatkan
efek
dari
obat
antidiabetik oral yang menyebabkan
penurunan kadar glukosa dalam darah
melebihi batas normal (glukosa darah
setelah makan 200 mg/dl dan glukosa
darah puasa 126 mg/dl) sehingga
akan menyebabkan hipoglikemia.
Hal ini didukung oleh keluhankeluhan yang timbul dari pasien seperti
pusing, sakit kepala, lemas, sesak
napas, dan gemetar. Gejala-gejala yang
timbul seperti ini biasanya dianggap
sebagai efek samping dari suatu obat,
tetapi berdasarkan analisis dengan
parameter literature penelitian, ini bisa
saja merupakan beberapa gejala
terjadinya penyakit hipoglikemia atau
kadar glukosa dalam darah sangat
rendah akibat adanya interaksi obat
antidiabetik oral dan antihipertensi
(Anonim, 2015 dan Tatro, 2001).
4. Interaksi Antidiabetk Oral dan
Antihipertensi (Dokumentation)

Signifikansi
Jumlah
interaksi
n
%
(Dokumentation)
Minor Possible
11
35
Moderat Established 16
52
Moderat Possible
3
10
Moderat Suspected
1
3
31 100%
Total
Berdasarkan
buku
drug
interaction fact bahwa signifikansi
interaksi obat ditinjau dari beberapa
faktor
salah
satunya
adalah
dokumentation yang berupa establish,
probable, possible, suspected dan
unlikely. Dari hasil penelitian interaksi
moderate established adalah interaksi
yang paling banyak terjadi sebesar
(52%),
dimana
obat-obat
yang
berpotensi interaksi tersebut berupa
metformin dan captopril.
Interaksi moderat established
artinya interaksi sedang yang sudah
terbukti
terjadi
dengan
adanya
beberapa hasil penelitian dan riset yang
telah dilaporakan. Kombinasi obat
metformin
dan
captopril
dapat
menyebabkan efek metformin akan
meningkat dengan mekanisme interaksi
yang belum diketahui, sehingga
mengakibatkan terjadinya utilisasi
glukosa dan sensitivitas insulin
meningkat (Utami, 2013). Hal ini dapat
diatasi dengan mengontrol gula darah
sesering
mungkin
atau
bahkan
menyesuaikan dosis obat tersebut
(Tatro, 2001 dan Baxter, 2008).
Kemudian interaksi obat yang
ditemukan adalah interaksi minor
possible sebanyak (35%), dimana
terdapat 11 pasien yang menerima

terapi kombinasi antidiabetik oral dan


antihipertensi yang berupa obat
golongan
sulfonilurea
dengan
furosemid dan sulfonilurea dengan
propanolol. Interaksi minor possible
merupakan interaksi ringan yang
kemungkinan kecil terjadi dengan
mekanisme interaksi yang belum
diketahui.
Penggunaan kombinasi obat
sulfonilurea dengan furosemid akan
menyebabkan terjadinya interaksi
ringan yang mungkin sangat kecil
terjadi. Selain itu furosemid dapat
meningkatkan kadar glukosa darah,
memperburuk toleransi glukosa dan
bahkan dapat mengakibatkan diabetes
akut pada pasien.
Kombinasi obat sulfonilurea
dengan propanolol dapat menyebabkan
terjadinya hipoglikemia, tetapi dengan
melakukan pemantauan kadar glukosa
darah efek hipoglikemia ini dapat
dilemahkan atau dapat dihindari (Tatro,
2001). Selain itu dengan melakukan
pemeriksaan kondisi pasien secara
intensif maka akan lebih mudah
diketahui gejala-gejala hipoglikemia
yang timbul seperti sakit kepala,
pusing, tremor, dan lemas. Hal ini
sesuai dengan penelitian dimana,
keluhan-keluhan pasien yang timbul
sama halnya dengan gejala penyakit
hipoglikemia.
Oleh karena itu penggunaan
kombinasi obat-obat seperti ini lebih
sering diperhatikan, meskipun interaksi
yang dihasilkan adalah minor possible
dengan
mekanisme
yang
tidak
diketahui tetapi jika obat ini digunakan

secara terus-menerus tidak menutup


kemungkinan interaksi yang akan
terjadi bisa saja meningkat menjadi
minor established atau interaksi ringan
yang sudah terbukti terjadi atau bahkan
bisa meningkat menjadi interaksi
moderate dan mayor (Anonim, 2015
dan Baxter, 2008).
Kombinasi obat metformin dengan
furosemid
merupakan
interaksi
moderat possible dengan tingkat
kejadian yang sangat kecil (10%), sama
halnya juga dengan kombinasi obat
metformin dengan propanolol. Interaksi
obat ini merupakan interaksi sedang
dengan kemungkinan kecil akan
terjadi, serta mekanisme interaksinya
pun belum diketahui. Kombinasi
metformin dengan furosemid akan
menyebabkan kadar glukosa dalam
darah akan meningkat secara drastis,
karena penggunaan furosemid akan
memperburuk toleransi glukosa serta
menyebabkan glukosaria atau bahkan
daibetes akut pada pasien (Baxter,
2008).
Sedangkan kombinasi metformin
dengan -bloker (propanolol) dapat
meningkatkan risiko hipoglikemia
(gula darah rendah). Selain itu -bloker
mungkin menutupi beberapa gejala
hipoglikemia seperti tremor, palpitasi,
detak jantung yang cepat, sehingga
lebih sulit untuk mengetahuinya.
Sedangkan
gejala
lain
dari
hipoglikemia seperti sakit kepala,
pusing, mengantuk, mual, lapar, lemas
dan berkeringat lebih cepat diketahui
(anonim, 2015).

Kombinasi obat glimepiride dan


captopril yang diterima oleh 1 pasien
(3%) merupakan obat yang berpotensi
interaksi moderat suspected atau
interaksi sedang yang diduga terjadi
(Anonim, 2015 dan Tatro, 2001).
Interaksi antara obat glimepiride dan
captopril ini merupakan interaksi
sedang yang diduga akan terjadi
dengan mekanisme interaksi secara
farmakodinamik. Sensitivtas insulin
akan
meningkat
akibat
adanya
rangsangan dari ACEI (captopril)
sehingga terjadi peningkatan risiko
hipoglikemia (Utami, 2013).
KESIMPULAN
Berdasarkan dari data hasil penelitian
obat antidiabetik oral dan antihipertensi
pada pasien DM Tipe 2 komplikasi
hipertensi di RSUD Toto Kabila
Kabupaten Bone Bolango terdapat
beberapi jenis obat yang potensi
berinteraksi.
Sehingga
dapat
disimpulkan bahwa :
1. Obat antidiabetik oral yang paling
banyak digunakan adalah metformin
(53%).
2. Obat antihipertensi yang sering
digunakan adalah captopril (30%).
3. Obat
antidiabetik
oral
dan
antihipertensi yang digunakan oleh
43 orang pasien, terdapat 11
kombinasi obat (26%) yang
berpotensi interaksi minor, 20
kombinasi obat (46%) yang
berpotensi interaksi moderate, dan
12 kombinasi obat (28%) yang tidak
berinteraksi.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013 Laporan SIRS. RSUD
Toto Kabila Kabupaten Bone
Bolango.
_______ 2015. Situs resmi. Interaksi
Obat. (www.drugs.com)
Baxter, K. 2008. Stockleys Drug
Interaction. 8th Ed. Published byb
the Pharmaceutical Press: Great
Britain.
Dinkes Provinsi Gorontalo. 2014.
Jumlah Kasus Baru, Kasus Lama
dan Kematian Penyakit Diabetes
Melitus
Provinsi
Gorontalo.
Gorontalo.
Kuniawan., I. 2010. Diabetes Melitus
Tipe 2 pada Usia Lanjut Vul. 60.
Kepulauan
Bangka
Belitung
(http://jurnal-DM-usialanjut.pdf.)
Jurnal. (diakses 23 Juni 2015).
Piscitelli, S., C., Rodvold, K, A., 2005.
Drug Interaction in Infection
Disease. Second Edition. Humana
Press: New Jersey.
Putri, W, K., 2009. Analisis Efektifitas
Biaya Penggunaan Antidiabetik
Kombinasi Pada Paisen Diabetes
Melitus Tipe 2 Rawat Jalan Di
RSU Pandan Arang Boyolali
Tahun
2008.
http://skrpsifarmasi23.antidiabetik
oral10.com. Diakses 05 Januari
2014.
Renatasari, D., A. 2009 Evaluasi
Penggunaan Obat Antihipertensi
Pada Penderita Hipertensi dengan
Diabetes Melitus di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. M. Ashari Pemalang
Tahun
2008.
Skripsi

http://skriipsi.Evaluasiterapihipert
ensi//pdf. Diakses 28 Juli 2015.
Sari, P, S., Jufri, M., Sari, P,D., 2008.
Analisis
Interaksi
Obat
Antidiabetik Oral pada Pasien
Rawat Jalan di Rumah Sakit X
Depok. Jurnal FarmasiIndonesia.
http://jfionline.org/index.jurnal/art
icle. Diakses 20 November 2014.
Setiawan, N., 2005. Diklat Metodologi
Penelitian Sosial. Universitas
Padjajaran: Parung Bogor.
Sevilla, C. G. et. al. 2007. Research
Methods. Rex printing Company.
Quezon City.
Susilowati, S., Rahayu, P, W., 2008.
Identifikasi
Drug
Related
Problems (DRPs) Yang Potensial
Mempengaruhi Efektivitas Terapi
pada Pasie Diabetes Mellitus Tipe
II Rawat Inap Di SRUD Tugurejo
Semarang Periode 2007 2008.
Jurnal
Farmasi.
http://drps.diabetesmelitustipeII29pdf. Diakses 20 Desember 2014.
Syarif, A., Estuningtyas, A., 2007.
Farmakologi dan Terapi Edisi V.
Fakultas Kedokteran UI: Jakarta.
Tatro, D., 2001. Drug Interaction
Facts. 6th Ed. Facts dan
Comparisons Louis.
Utami, G, M., 2013. Analisis Potensi
Interaksi Obat Antidiabetik Oral
pada Pasien di Instalasi Rawat
Jalan Asks Rumah Sakit Dokter
Soedarso
Pontianak
Periode
JanuariMaret 2013. Naskah
Publikasi Skripsi. https://potensiinteraksiobat.com. Diakses 20
November
2011.

Anda mungkin juga menyukai