Anda di halaman 1dari 104

Pemurnian dan

pembaharuan di
dunia muslim

PEMURNIAN DAN PEMBAHARUAN DI DUNIA MUSLIM


Sebab-sebab Pemurnian dan Pembaharuan
Pemahaman yang benar terhadap Islam dan aspek yang ada pada-nya terkadang salah
dipahami orang. Pada mula penyebarannya agama ini dipandang sebagai sesuatu yang aneh,
radikal, dan tampak terbelakang sekali. Maka dalam memberikan pemahaman ini terhadap
orang lain diperlukan dua buah proses yang sangat penting yaitu:
1. Memberikan informasi tentang pokok-pokok ajaran Islam yang univer-sal sehingga tidak
ada anggapan atas bentuk persoalan keIslaman yang hanya dikuasai oleh segelintir
manusia saja (mono Islam)
2. Menunjukkan universalitas gerakan-gerakan Muslim dan berbagai kebijakan yang lahir
didalamnya seperti perbedaan pemikiran tentang wacana sosial, ekonomi, politik, dan
penetapan hukum yang berbeda yang bertentangan antara aliran yang satu dengan aliran
yang lainnya.
Maka dalam perjalanan sejarah peradaban Islam itu sendiri, umat banyak sekali mengalami
kelemahan-kelemahan dalam berbagai bidang. Sejak abad 11 Masehi mulailah Islam dan
semua gerakannya mengalami kemunduran. Muhammad Abduh menggambarkan kemerosotan
tersebut terjadi karena warisan umat Islam yang berharga tidak dipergunakan dengan sebaikbaiknya. Kelemahan kaum Muslim menurutnya disebabkan oleh perpecahan umat Islam
menjadi bangsa-bangsa kecil yang beragam sekte, keyakinan, dan saling bertikai demi
kesetiaan pada pemimpinnya. Katanya pula, ajaran Islam menunjukkan bahwa nasib yang
menimpa kaum Muslim merupakan cobaan dari Allah, sebagai hukuman atas ketidaktaatan
mereka. Kemunduran masyarakat Muslim juga merupakan hukuman yang digambarkan
dalam Al-Quran. Menurutnya pula inipun disebabkan oleh kebodohan umat Islam dan
kesalahan dalam memahami hakekat iman, banyaknya perpecahan sektarian, adanya
anggapan tentang tertutupnya pintu ijtihad, serta kesalahan pemimpin dalam mengambil arah
kebijakan.
Dan pendapat ini beralasan sekali kalau bercermin kepada pecah-nya umat Islam untuk
mempertahankan keyakinannya yang terka-dang hanya untuk membela kepentingannya
belaka. Khawarij, Murjiah, Muta-zilah, Syiah, dan ASWAJA adalah bukti sejarah kalau
memang telah terjadi kemerosotan-kemerosotan dalam kalangan Muslim. Pembahasan yang
mereka kedepankan pun tidak hanya mengenai ekonomi, sosial, dan politik saja tetapi juga
menyangkut masalah-masalah pokok yang menga-caukan pemikiran dunia Islam saat itu.
Goncangan berat yang terjadi akhirnya membawa Muslim pada masa suram yang tak berkesudahan. Apalagi masa suram ini dihiasi denga pendapat yang sangat merugikan dunia Islam
tertutupnya pintu ijtihad.
Pada akhirnya umat Islam kehilangan arah, sumber, dan panutan, kemana mereka harus
melangkah, kemana tujuan akhirnya, dan siapa yang menjadi tempat bertanya atas tindakantindakan yang akan mereka lakukan. Akibatnya pula terjadilah penjiplakan secara buta
terhadap setiap sesuatu yang mereka anggap baru dan menguntungkan. Ketidaktahuan ini pun
menyebabkan mereka miskin kreasi dan selalu tertnggal atas bangsa-bangsa lainnya. Atau
bahkan terkadang umat Islam menjadi bulan-bulanan kalangan lain dengan kejahatan
ekonomi, sosial, dan politik. Inipun tidak hanya pada aspek-aspek demikian saja, tetapi juga
pada pendangkalan-pendangkalan akidah umat Islam. Kemurnian tauhid semakin terancam
keberadaannya. Islam hanya dijadikan sebuah agama mistis yang hanya berfungsi sebagai

tempat mereka menenangkan diri belaka. Islam tidak lagi dipandang sebagai sistem sosial
yang mampu menawarkan berbagai perpecahan masalah kemasyarakatan, atau sebagai sistem
politik, yang berfungsi untuk menentukan arah kebijakan pemerintah. Gencarnya gerakan
kapitalis dan liberalis dan disokong oleh kalangan Kristen, menja-dikan Muslim semakin jauh
pada ajaran Islam dan berakhir dengan keti-dakberdayaan atas apa yang akan mereka perbuat.
Maka lahirlah dari kalangan tersebut orang yang mencoba meluruskan dan melakukan
perubahan kondisi yang ada. Namun dalam perjalanannya pula terkadang terjadi kesalahankesalahan yang sangat fatal.
Para guru, pemimpin spiritual, dan tokoh-tokoh tersebut dikultus-kan oleh para penganutnya
sebagai orang yang mampu melepaskan penderitaan batin manusia dan sarana mencapai
kebahagiaan saja. Ini adalah gejala awal pencaharian yang salah karena memang kalangan
Muslim saat itu ada pada kondisi tertekan oleh gerakan-gerakan penin-dasan dari kalangan
non Islam, ditambah lagi dengan kemerosotan kemerdekaan berpikir yang menyebabkan
penjiplakan Muslimin pada budaya Eropa secara besar-besaran.
Usaha pada kalangan awam hanya pada tingkat pelepasan diri dari kondisi yang
menekan saja. Mereka tidak tergugah untuk mencoba kembali pada ajaran Islam yang
sesungguhnya. Mereka sangat terpenga-ruh sekali oleh slogan dunia adalah penjara orangorang mukmin dan surga orang-orang kafir, dan orang yang mencari kehidupan dunia
adalah ibarat seekor anjing.
Demikianlah kondisi yang terjadi saat itu. Mereka tidak mampu lagi menggunakan
Al-Quran sebagai sumber kehidupan, dan akal sebagai sarana menjawab tantangan zaman.
Sehingga pada akhirnya TBC (Takhayul, Bidah, dan Churafat ) menjangkit setiap jiwa
Muslim. Akhlak masyarakat menjadi rusak dan pondasi akidah pun akhirnya rapuh.
Kebenaran dan kebathilan saat itu bercampur aduk antara amalan agama Islam, kebudayaan
yang salah dan agama lain. Ini disebabkan umat Islam hidup dalam fanatisme yang sempit.
Umat Islam saat itu masih diwarnai oleh formalisme, taasub, dan sektarianisme. Inilah
beberapa sebab yang mendorng banyak kalangan pada generasi-generasi berikutnya
melakukan perubahan dalam wacana ajaran Islam.

Benih-benih Pemurnian dan Pembaharuan


Ketika kondisi mansyarakat yang rapuh dan terjebak dalam kondisi yang serba lemah
tersebut, lahirlah sebuah angin pembaharuan yang memberi perubahan besar dalam tubuh
Islam hingga akhir sekarang ini.
Muhammad bin Abdul wahab (115 H/1703-1972M) menggemakan suara
pembaharuannya di daerah Najad, sebuah negri yang masih murni dalam menjalankan syariat
agama Islam. Melihat kondisi umat Islam yang ada pada waktu itu mendesak dirinya untuk
berusaha mengeluarkan mereka dari nuansa yang serba gelap tanpa petunjuk. Muslim saat itu
terkena penyakit yang sangat parah dan harus segera diobati sebelum ajal menimpa mereka.
Maka dengan semangat juang Islamnya ia pun menggerakan semua pemuda untuk
memperbaiki dan membangkitkan kembali kemegahan dan kebesaran Umat Islam seperti
masa-masa silam, membersihkan tauhid dari penyakit TBC, dan meluruskan amalan-amalan
yang tidak bersumber dari Nabi Muhammad SAW dan Al-Quran.
Dalam melakukan aksinya, Abdul Wahab memang terlalu keras dan tidak pandang
bulu. Ajakan amar maruf nahi munkar yang ia lakukan pada kalangan lain seperti yang
pernah terjadi pada kalangan Mutazilah. Pada awal dakwahnya gerakan pembaharuan ini
banyak mengalami hambatan dari fihak lain. Sebab sebagaimana telah dibahas di atas umat

Islam memang telah ada dalam kondisi yang memprihatinkan sekali. Bashrah yang menjadi
sasaran dakwahnya menjadikan dirinya semakin kuat untuk menyampaikan ajaran Islam yang
sebenarnya. Mereka yang ada pada negri tersebut tersinggung dengan berbagai kebudayaan
yang Abdul Wahab anggap salah dan sesat serta telah keluar dari ajaran Islam. Kemarahan
tersebut membuat mereka mengusirnya dari daerah tersebut.
Namun Abdul Wahab tetap bertahan dengan kebenaran yang ia sampaikan pada
mereka, maka pengusiran pada dirinya pun tak dapat dihindari lagi. Mereka mengancam
kepada Abdul Wahab untuk membu-nuhnya. Maka demi menyelamatkan perjuangannya
yang belum selesai ia pun mengalah dan menyingkir pergi ke Al-Zabir untuk meminta suaka
padanya
sekaligus
dukungan
dalam
gerakan
pemurnian
yang
akan
ia
sampaikan.permintaannya ternyata tak sia-sia. Dengan sepenuh hati Al-Zabir memberikan
dukungannya. Dukungan moral tersebut yang ia sampaikan kepadanya untuk sama-sama
kembali pada Al-Quran dan Al-Hadis membuat Abdul Wahab kembali berkobar semangatnya
untuk terus menyampaikan gagasannya. Ditambah lagi dukungan penuh pengeran Umar bin
Muamar padanya semakin menambah wibawa dirinya di mata masyarakat saat itu.
Penghancuran tempat-tempat yang membawa kepada penyakit akidah dan bentuk
sarana fisik pun mulai ia lancarkan dengan tanpa pandang bulu lagi. Pohon yang dianggap
keramat, kuburan yang dianggap suci, dan semua benda yang dianggap memiliki tuah dan
keramat ia han-curkan. Dan gerakan itu banyak sekali mendapat rintangan dari para masyarakat yang masih percaya pada tahayul, bidah dan churafat. Namun perjuangannya yang
tak mengenal lelah mulai menampakkan hasilnya. sedikit demi sedikit umat Islam menyadari
rapuhnya akidah yang mereka pegang saat itu. Maka berangsur-angsur mereka pun kembali
kepada pada ajaran Islam dan berusaha memahami kebenaran Islam secara baik. Namun
belum pulih mereka dalam memahami ajaran Islam, dan tunduk pada apa yang Abdul Wahab
sampaikan terjadilah kehebohan yang luar biasa dengan dirajamnya seorang wanita yang
melakukan perzinahan oleh Abdul Wahab.
Dalam kondisi pemikiran yang belum sempurna atas pemahaman Islam yang ia
sampaikan terhadap mereka, marahlah masyarakat dan mengancam Abdul Wahab untuk
mempertanggungjawabkan semuanya. Melihat kondisi yang tak menguntungkan ini akhirnya
ia pun mengungsi ke Dahriah dan meminta perlindungan pada Muhammad bin Suud yang
pada waktu itu menjabat sebagai Gubernur. Mengetahui bagusnya niat Abdul Wahab dalam
melakukan dakwah maka ia menyampaikan dukungannya untuk menyebarkan pembaharuan
itu di negri yang ia pimpin. Tidak hanya itu ia pun menberikan wewenang penuh untuk
megadakan perubahan secara total.
Di sinilah pengaruh Abdul Wahab mulai diterima orang. Kerjasama antara Abdul
Wahab dan keluarga Suud pada saat itu mulai menampakan hasilnya. Banyak pemuda dan
masyarakat yang datang untuk belajar kepadanya. Usaha ini semakin luas setelah Najad dan
Hajaz disatukan oleh Abdul Wahab.
Setelah pengaruhnya kuat di Najad ia pun pergi ke Hajaz dan melakukan pemurnianpemurnian Mekkah yang pada saat itu pun terancuni akidah dan syariahnya. Di bawah
pimpinannya ia melakukan pemberangusan besar-besaran dan membuahkan hasil dengan
jatuhnya Hajaz yang ada pada kepemimpinan Syarif Hussain.
Maka dari situlah semua ajarannya diterapkan dan menjadi aliran resmi pada kekuasan
Suud. Penerapan hukum secara konsekwen dan murni diberlakukan sehingga walaupun
pemerintahan ini keras namun keadilan dan kebijaksanaan dapat diterapkan di negri ini.
Ketentraman, kedamaian, dan keamanan pada akhirnya dapat dicapai dengan baik. Kejahatan
tindak pidana hampir tak terdapat dalam negri ini. Di sini pula seluruh kekuatan yang ada di
sekitar Hajaz yang masih mempercayai Tahayul, Bidah, Khurafat mulai diruntuhkan. Dan
bagi mereka yang mencampuradukan antara yang hak dan yang batil akan diperangi.
Demikianlah Abdul Wahab menyebarkan benih-benih pembaharuan yang ada dalam ajaran

Islam. Mereka yang datang memandang bahwa keda-tangan Abdul Wahab memang untuk
memperbaiki kepincangan-kepin-cangan sosial dan menghapuskan segala perbuatan yang
menjerumuskan pada kemusyrikan.
Aspek-aspek Pembaharuan
Setelah kedatangan Abdul Wahab yang menghembuskan angin pembaharuan, maka mulailah
lahir para tokoh pembaharuan lainnya yang gencar melakukan pembaharuan pula. Dalam
menyampaikan angin ini mereka tidak hanya membawa aspek teologi saja melainkan pula
hampir menyentuh ke segala bidang yang ada. Sebab memang pembenahan ini perlu
dilakukan seluruhnya akibat rapuhnya kalangan Muslim dalam untuk menentukan masa
depannya.
Abduh berpendapat bahwa untuk memulai pembaharuan dalam kalangan umat Islam, harus
mengembalikan pada pokok-pokok keimanan yang dipandang sebagai Islam yang
sebenarnya. Abduh juga menguman-dangkan agar tidak mengimitasi buta segala bentuk
kebudayaan Eropa yang telah mewabah ke segala sektor.
Dan dalam menerapkan ajaran Islam, umat perlu selektif dalam menerapkan ajaranajarannya. Artinya, Abduh menyerukan agar umat Islam kembali dan berpegang kepada AlQuran yang sudah pasti menggambarkan semua syariat Allah atas kehidupan manusia.
Sebab Al-Quran secara gamblang menerangkan siklus kemunduran, kehancuran, kejayaan,
dan kebinasaan suatu bangsa.
Dengan gambaran yang ada tersebut maka umat Islam diharapkan mampu melihat keadaan
dan kejadian yang telah silam sebagai cerminan yang akan ia lakukan dikemudian hari. Di
samping itu umat Islam juga berpegang teguh pada ajaran Nabi yang telah Beliau sampaikan
kepada umatnya. Maka disinilah tugas para pembaharu untuk selalu mengedepan-kan
pembaharuannya dan memotivasi umat agar bangkit dari keterpuru-kannya yang sudah
begitu lama.
Ini perlu sekali diperhatikan oleh mereka sebab hingga saat ini kaum Muslim di berbagai
dunia telah kehilangan kemerdekaan dan kemampuan untuk menentukan atau merancang
nasib mereka sendiri. Oleh karena itu perlu sekali ditekanan kepada Al-Mujadid untuk berani
tampil di pentas dunia dan membangun dengan gagasan-gagasan Qurani-nya sebagai
sebuah sumbangan nyata terhadap peradaban Islam yang besar. Maka dari situlah Muslim
akan mampu kembali bangkit dan meraih posisi unggul yang pernah dicapai oleh generasigenerasi sebelumnya pada masa Rasulullah dan para sahabatnya.
Ada beberapa aspek khusus yang perlu diperhatikan oleh setiap mujadid dalam usaha seruan
pembaharuannya Al-Maududi menerangkan aspek-aspek tersebut sebagai berikut:
Setiap Mujadid harus selalu melakukan pengamatan-pengamatan atas kekeliruan yang ada
dan memperbaiki dengan cepat setiap macam penyimpangan-penyimpangan yang
dilakukan kaum Muslimin.
Seorang Mujadid harus mampu merencanakan dan merumuskan program yang tepat untuk
kebangkitan peradaban Islam
Mujadid mampu melakukan penafsiran yang teliti atas segala fenomena yang terjadi dalam
masyarakat.
Berusaha membangkitkan revolusi intelektual Muslim. Sebab corak kemajuan dunia
diilhami dengan buah fikiran kaum cendikiawan.

Memberikan bentuk ide praktis pembaharuan yang dapat dipahami oleh masyarakat luas.
Selalu melakukan ijtihad yang menyeluruh yang berlandaskan ajaran-ajaran agama, pada
bidang hukum, kebudayaan, dan perubahan sosial yang terjadi.
Mampu membela dan mempertahankan Islam dari permasalahan kebudayan dan ancaman
berbagai pihak yang ingin menghancurkan eksistensi agama Islam.
Menyuburkan kembali pola-pola hidup Islami pada seluruh aspek kehidupan. Sebab sistem
yang dipakai Islam terbukti telah mampu menjawab semua tantangan dari masa ke masa.
Mujadid mampu menciptakan perubahan secara mendunia. Seorang pembaharu tidak boleh
lekas puas dengan keberhasilan hanya terbatas pada daerahnya saja, sebab keberhasilan
pembaharuan belumlah selesai sebelum seluruh pelosok negeri merasakan pembaharuan
tersebut. Sebab pembaharauan Islam pada hakekatnya adalah rahmatan lil amain yang
mampu memberikan kesejahteraan pada seluruh jagad raya.
Adapun daam pelaksaaannya ada bebarapa target yang harus diperhatikan oleh
Mujadid Muslim agar dapat menjadi acuannya dalam keberhasilan pembaharuan tersebut.
Bidang itu antara lain:
Kehidupan beragama, meliputi:
a. Penyuburan akidah umat Islam secara berkesinambungan
b. Menegakan tasamuh (toleransi) agama Islam yang tinggi
c. Menyelaraskan Akidah dan kemasyarakatan
d. Menjadikan agama sebagai usaha memperbaiki diri
e. Memberikan kebebasan pada semua orang kebebasan berakidah
Akhlak, mencakup di dalamnya:
a. Pembentukan masyarakat yang Humanis
b. Tata sosial masyarakat yang Islami (solideritas Muslim)
Ilmu pengetahuan dan pengembangan wawasan keIslaman
Kebudayaan dan Kesenian
Ekonomi, Sosial, Politik.
Berhasilnya gerakan dakwah yang gemilang dalam aliran Waha-biyah adalah sebagai
titik awal untuk terus kembali melakukan pemurnian-pemurnian akidah dan syariat pada
kalangan Muslim di seluruh pelosok negri muslim. Di samping aspek-aspek di atas, ada
beberapa prinsip yang harus disampaikan kepada kalangan luas sebagai usaha memberikan
informasi yang jelas tentang ajaran Islam. Sebab tidak mungkin pembaharuan akan berjalan
dengan baik kalau seandainya suara pembaharuan didengungkan kepada setiap Muslim
namun tidak dapat dicerna apa lagi dikenal dengan baik.
Ini pun sebagai tuntutan agama Islam yang selalu menghadapi benturan dari
masyarakat lain terutama Eropa dan masyarakat Kristiani. Agama Kristen dan budaya Eropa
adalah ancaman yang yang sangat serius bagi kehidupan Muslim di saat saat sekarang ini.
Maka seorang Mujadid yang bernama Abduh berusaha mengimbangi serangan mereka
dengan memberikan petujuk kembali pada ajaran Islam dan prinsip-prinsipnya yang
komprehensip.
Prinsip-prinsip Islam
1. Selalu melandaskan kepada dua sumber yang menunjukan manusia kepada keyakinan yang
benar dan mampu menjawab segala bentuk masalah serta perubahannya yaitu Al-Quran
dan Al-Sunah
2. Mempotensikan akal yang sehat dalam memahami wahyu dan menerapkannya di
kehidupan masyarakat.

3. Membuktikan kebenaran Islam dengan keterbukaannya atas berbagai macam interpretasi


agama
4. Segala bentuk kebenaran harus dibuktikan dengan bukti-bukti yang nyata. Sebab
kebenaran tanpa fakta terkadang melunturkan keyakinan masyarakat atas kebenaran
tersebut
5. Islam memerintahkan untu menumbangkan otoritas agamawan, karena yang berhak
menjadi otoriter adalan Allah Allah SWT atas manusia.
6. Melindungi dakwah dan menghentikan fitnah, perselisihan dan perpecahan.
7. Menciptakan solideritas Muslim yang kuat antar negara Muslim yang satu dengan negri
lainnya di belahan dunia yang berlandaskan cinta dan kasih sayang.
Kebangkitan Dunia Islam
Secara operasional, kebangkitan Islam tidak lain adalah bahwa Islam-lah yang akan
memimpin manusia sehingga tercapai kondisi rahmah bagi seluruh alam atau kondisi
sejahtera bagi manusia dan lingkungannya. Bagaimana Islam mampu memimpin manusia?
Jawabannya adalah tentu melalui prilaku manusia yang memiliki kemampuan menggerakan
arah kehidupan bermasyarakat itu. Manusia tersebut dalam proses kepemimpinannya dengan
tegas menerapkan nilai-nilai Ilahiyah yang memang bersumber dari Allah SWT sehingga
dinamika kehidupan sosial menjadi kehidupan yang alami. Oleh sebab itu, kebangkitan Islam
secara lebih operasioanal diartikan sebagai era/masa dimana pemimpin suatu sistem sosial
mengarahkan kehidupan masyarakatnya menuju suasana yang sesuai dengan tuntutan Allah
SWT.
Dalam menentukan kebangkitan Islam ada beberapa periode yang dalam perjalanan
sejarahnya, umat Islam harus mengetahui dengan baik sehingga menjadi cerminan di masa
yang akan datang bahwa mereka (muslim) pernah mengalami jatuh bangun dalam
mempertahankan atau kembali merebut masa keemasan yang telah terampas oleh kaum
penjajah.
Rasulullah yang telah berhasil menjalin begitu bunga rampai gemi-lang masa kejayaan Islam,
serta para Khalifah Al-Rasyidun dengan para sa-habat-sahabat setelahnya telah menjadikan
umat Islam terlena dan hanya membanggakan cerita-cerita kejayaan tersebut dan lupa untuk
terus mengadakan dan mencapai masa yang gemilang lagi dari para pendahu-lunya.
Akibat pembanggaan buta yang tidak diiringi dengan perbuatan nyata tampaklah betapa
Muslim jatuh bangun dalam mewujudkan cita-cita tersebut. Maka fenomena tersebut jelas
dalam periodisasi kebangkitan dan keruntuhan perjuangan Islam, serta cita-cita untuk kembali
mewujudkan impian revival of Islam.
Adapun secara rinci dapat dilihat bahwa jatuh bangunnya muslim tampak pada pembagian
masa tersebut baik jaya atau pun tumbangnya dengan periodisasi tersebut dibawah ini:
Pertama : Abad ke 7-10
Dekatnya mereka dengan pola hidup dan gaya pemerintahan Nabi Muhamad SAW dan
para Khalifah Ar-Rasidun, menjadi-kan umat Islam pada periode ini mampu mewujudkan
berbagai macam perubahan di segala bidang. Mereka mencontoh dan melihat dengan jelas
sekali bagaimana Nabi dan para sahabatnya membina ketatanegaraan yang begitu kuat dan
rapih dengan dukungan umat Islam yang sebenar0benarnya dukungan. Tata sosial yang rapih,
kehidupan yang humanis pendidikan yang teratur, arsitektur yang megah dengan hiasan kota
di segala sudut yang luar biasa, di tambah masjid yang besar dan megah membuktikan bahwa
memang pada saat itu tidak ada yang menandingi dalam sejarah peradaban dunia. Ini adalah

masa di mana Islam benar-benar telah menjadi sistem hidup masyarakat dan menjadi landasan
hukum ketatanegaraan, konsekwensi kalangan Muslim dalam menjalankan syariat Islam
membuat mereka mampu bertahan hingga 300 tahun lamanya. Dan inilah contoh ideal bentuk
masyarakat madani yang pernah ada dalam peradaban manusia. Kebebasan beragama,
bekerja, dan menca-pai apa yang diinginkan adalah bukti nyata sebuah masyarakat yang telah
berperadaban tinggi.
Kedua
: Abad 10-11
Gerakan kaum salib yang mengadakan perubahan besar-besaran pada setiap bentuk
kebudayaan dan tata sosial masyarakat sangat mempengaruhi sekali pada pola-pola kehidupan
Muslim yang telah ada pada saat itu. Contoh masyarakat ideal yang per-nah digambarkan
Nabi saat itu dan periode setelah beliau membuat umat Islam lupa pada niat kalangan munafik
yang ada dalam tubuh Islam yang hanya sekedar mencari keuntungan dan kemegahan dalam
agama tersebut. Penyalahgunaan sistem, hukum, wewenang, dan pemahaman secara sepihak
semakin menjauhkan kalangan Muslim untuk menemukan hakekat Islam yang sebenarnya.
Dari merekalah terlahir gagasan-gagasan yang sangat merugikan umat Islam. Mereka
menyebarkan isu tertu-tupnya pintu ijtihad dan pengaruh bidah, tahayul, serta khurafat hingga
pada akhirnya Muslim terjebak dalam masa kegelapan yang diikuti dengan taklid buta atas
penjiplakan budaya-budaya Eropa yang sesat.
Ketiga : Abad 11-15
Setelah umat Islam mengalami kejayaan yang luar biasa, mereka lupa untuk terus
menata diri agar Islam mampu memberikan eksistensinya pada kalangan luas. Kelupaan yang
mendasar demikianlah yang membawa umat Islam terjerembab dalam jurang kebodohan dan
kegelapan peradaban. Ditambah lagi dengan pengaruh asing terutama kalangan Kristiani dan
Yahudi untuk menekan semua kegiatan muslim dalam bergerak dan berdakwah sebagai ciri
agama ini semakin menjadikan muslim semakin terkubur dalam liang yang sangat gelap dan
dalam. Kalau pada masa Nabi mereka adalah umat yang berbudaya tinggi, dengan etos kerja
yang sangat luar biasa dan kretivitas yang tiada taranya maka pada abad ini mereka adalah
penonton-penonton yang hanya bisa mengekor dan menjadi korban kebudayaan. Hampir
sekitar empat abad lebih mereka ada pada masa kegelapan ilmu dan peradaban. Penjajahan
umat lain terhadap umat Islam menambah mereka akhirnya semakin sulit untuk keluar dari
nilai-nilai spirit of Islam. Selama kurun waktu iu pula kaum Muslim benar-benar tidak
memiliki ruh jihad lagi untuk keluar dari kondisi seperti itu. Mereka hanya menunggu nasib
dan kehancurannya tanpa ada usaha untuk keluar dari belenggu kebodohan. Dan kemunduran
itu tidak hanya pada bidang pengetahuan saja, melainkan pula merebak pada hampir seluruh
bidang sampai bentuk sosial, budaya, politik bahkan akidah. Pada masa ini pula nilai-nilai
Islam mulai pudar, dan sebagai penggantinya kemusyrikan merajalela ke seluruh segi
kehidupan.
Keempat
: Abad 15-19
Di saat Islam mulai tenggelam dalam masa kegelapan itulah, Eropa memanfaatkan polapola masyarakat Madani yang pernah ada pada masa Nabi dan Khalifah serta para sahabat
tabiin dengan segala peradabannya untuk mengadakan perubahan-perubahan dan revolusi
secara besar-besaran di peradaban negri-negri Eropa tersebut. Dan usaha mereka berhasil
dengan gemi-lang sekali. Keberhasilan yang telah dicapai oleh masa awal peradaban Islam
mereka gunakan sebagai pelajaran dan landasan untuk lebih maju lagi. Tata sosial, ekonomi,
kebuda-yaan, dan wacana keilmuan benar-benar telah merubah Eropa menjadi bangsa yang
besar dan luas sekali pengaruhnya. Atas dasar itu pulalah mereka melakukan kolonialisme dan
imperi-alisme pada dunia-dunia Muslim lainnya di semua belahan negeri. Maka semakin

terpuruklah umat Islam pada abad-abad tersebut. Ditambah lagi kemampuan Eropa yang
berhasil me-ngembangkan kemampuan militer semakin sempurna untuk mengubur umat
Islam pada jurang kehancuran. Serta teknologi yang handal dengan berhasilnya dibuat mesinmesin yang mampu mendorong kerja manusia untuk lebih baik lagi.
Kelima : abad 19 hingga sekarang
Tepat pada akhir-akhir abad 19, ketika penjajahan semakin merajalela, penjarahan
terhadap negri Islam yang semakin mem-babi buta, dan penindasan-penindasan di luar
kemanusiaan yang dilakukan oleh bangsa-bangsa Barat dan eropa melahirkan berbagai
kalangan kalangan yang ingin keluar dari kondisi demi-kian. Diawali oleh Jamaluddin AlAfgani, ia merintis moderenis-me Islam dan mengobarkan semangat anti penindasan dan
penja-jahan mampu memberikan angin segar pada kalangan Arab dan non Arab pada saat itu
yang ada dalam cengkeraman kaum penjajah. Semangatnya untuk membebaskan diri dengan
semboyan solideritas Muslim internasional melahirkan berbagai gerakan kemerdekaan di
seluruh penjuru dunia. Ia pun menyeru Muslim untuk bersatu bahu membahu untuk melawan
dan melepaskan diri dari penindasan. Maka mulailah dari situ muncul dan menjamur ide-ide
pembaharuan di segala pelosok negri muslim yang terjajah. Mereka yang tercerahkan
pemikiran Al-Afgani terus mengumandangakan ide-idenya. Dari situ pula satu persatu semua
negri Muslim bangkit dan berhasil dalam melakukan perlawanan-perlawanan terhadap
kalangan koloni-alis. Apalagi Abu Ala Al-Maududi berhasil merumuskan gaga-san-gagasan
revival of Islamnya secara internasional. Semakin memberikan kesempatan pada daerah
Muslim yang terjajah un-tuk lepas dari kungkungan kekejaman dan kebiadaban mereka.
Dari periodisasi yang telah disebutkan diatas maka tampaklah bahwa kini umat Islam
mulai melakukan suatu siasat untuk kembali pada masa keemasan yang telah diraih
sebelumnya. Pembaharuan-pembaharuan yang dikumandangkan adalah bukti bahwa memang
telah lahir benih-benih untuk kembali pada masa keemasan yang telah direbut bangsa Eropa.
Islam dengan segala bentuk sistemnya mulai menampakkan kekuatan dan keunggulannya
dalam menjawab segala aspek kehidupan sosial yang ada.
Keuniversalannya dalam menjawab tantangan hidup adalah bukti bahwasanya
memang sistem di luar Islam lemah dan tak mampu bertahan kalau tidak disokong oleh
kekuasaan yang ada.
Alasan ini bukanlah hanya sebagai usaha memberikan harapan kepada Muslim belaka,
tetapi lahir dari musuh-musuh Islam yang secara jujur mengakui keunggulan Islam bila
dibandingkan dengan ideologi lainnya di dunia.
Seorang orientalis barat bernama Lothrop Stoddrad mengatakan bahwa Islam
memiliki tiga sumber yang mampu menghasilkan tenaga yang luar biasa untuk merubah dunia
Islam yaitu pertama: watak bangsa Arab yang tak mau ditindas, dihina, apalagi dijajah
kehormatannya. Kedua, ketertekanan bangsa Arab dan non Arab yang menciptakan sebuah
solideritas internsioanal serta tujuan yang sama untuk menentang imperialisme dan
kolonialisme. Ketiga, inti hakekat ajaran Nabi Muham-mad yang telah mengakar pada setiap
jiwa kaum Muslim dalam membela dan mempertahanakan ajaran Islam sampai titik darah
penghabisan.
Angin pembaharuan yang dibawakan tokoh-tokoh pembaharuan benar-benar
menghasilkan kekuatan yang luar biasa. Di seluruh benua, Muslim mengadakan perubahan
tersebut dan berusa kembali menemukan identitas pribadinya yang telah lama tercemar oleh
budaya Barat yang kering dan kosong.
Apalagi setelah meletus perang dunia I dan II posisi Eropa semakin terjepit untuk terus
menghujamkan kuku penjajahannya di seluruh dunia Muslim. Persengketaan dan perpecahan
yang terjadi dalam kalangan mereka sendiri makin membuat Muslim leluasa mencapai apa
yang dinamakan kemerdekaan. Pembebasan secara serentak dan menyeluruh membawa hasil

yang gemilang dan terbebas dari cengkraman bangsa Eropa. Negara Muslim yang
memproklamirkan diri sebagai bangsa yang bebas antra lain:
Indonesia
(1945) dari Belanda
Iraq
(1945) dari Inggris
Syiria
(1946) dari Perancis
Republik India
(1947)
Republik Pakistan
(1947)
Libya
(1952)
Sudan
(1955)
Maroko
(1956)
Malaya & Tuniasia
(1957)
Guinea & Mauritania
(1958)
Cameroon di Afrika Tengah
Chad , Senegal, Dahomey,
Pantai Gading, Mali, Teger, Nigeria,
Togo, Volta Hulu dan Somalia
Al-Zajair
(1962)
Malaya
(1963)
Gambia
(1965)
Bahrun
(1971)
Serawak
(1984)
Kemerdekaan bangsa Muslim itulah yang pada akhirnya menum-buhkan solideritas
Muslim internasional untuk saling bahu membahu melawan setiap bentuk imperalisme dan
kolonialisme bangsa Eropa. Maka mulailah terbuka kalangan Muslim untuk menemukan
kembali masa yang telah terampas oleh kalanga penjajah. Ditambah lagi dalam kalangan
Muslim mulai tumbuh beberapa kesadaran yang semakin membawa mere-ka ke arah
perubahan yang baik. Lahirnya kesadaran di berbagai bidang adalah landasan dari kemajuan
tersebut. Adapun kesadaran yang lahir pada saat itu antara lain:
Kesadaran berideologi
Pembenahan yang dilakukan oleh para pembaharu Islam adalah seruan untuk kembali
pada ajaran Islam yang sesungguhnya. Seruan ini berupa anjuran untuk menjadikan Islam
sebagai way of life Muslim. Muslim yang selama ini ada dalam kungkungan bangsa Eropa
menyebabkan mereka melakukan imitasi atas segala kebudayaan yang ada pada bangsa Eropa
tersebut. Ditambah lagi Liberalisme dan Kapitalisme semakin menjauhkan umat Islam dari
syariat-syariat Islam. Berangkat dari sini pula dan solideritas yang tinggi untuk kembali pada
kalimat sama yaitu Pengakuan Terhadap Allah Yang Esa berhasil menumbuhkan
kesadaran dan keyakinan yang paripurna.
Kesadaran tersebutlah yang ada akhirnya melepaska manusia dari kerakusankerakusan yang telah ditawarkan oleh bangsa Eropa. Dan kesadaran itu pulalah yang
melahirkan pola-pola hidup yang Humanis, Dinamis, dan Agamis. Setiap sistem yang Islam
didalamnya maka ia akan memberikan solusi tepat dalam masalah yang sedang dihadapi. Itu
karena Islam sebagai ideologi mampu memberikan jawaban yang baik terhadap berbagai
persoalan yang ada. Kebangkitan ini pun semakin meluas dan menjadi kuat setelah ideologi
yang ada di dunia seperti Kapitalisme, Liberalisme, Sosialisme komunis, dan aliran-aliran
lainnya mulai pudar dan runtuh satu persatu.

Kesadaran Berpolitik
Politik sebagai kendaraan Muslim untuk mencapai cita-cita Islam adalah salah satu
usaha untuk merealisasikan keinginan tersebut. Tekanan yang kini terbebas dari kalangan
Eropa membuat kaum Muslimin berani untuk kembali meluruskan apa yang sebenarnya telah
terjadi berupa penyimpangan-pemnyimpangan dalam tubuh pemerintah. Abduh salah seorang
pembaharu Islam mengatakan bahwa bukan kondisi pemerintah yang kejam saja dan tak
berprikemanusiaan, tetapi juga para pemuka agama yang sudah masuk dalam tubuh
pemerintah. Para pemuka agama tersebut tidak lagi berani untuk menegur penguasa yang
salah dalam menetapkan kebijakan-kebijakan politik yang diputuskan oleh penguasa.
Di samping itu pula ini adalah kemunduran dalam agama Islam yang tidak mau terjun
ke dalam dunia politik. Anggapan yang salah tentang itu terlahir karena dalam politik
terkadang mencampuradukan yang hak dan yang bathil. Sebab tak ada teman yang abadi
dalam politik, atau pun lawan yang abadi, tetapi kepentingan abadilah yang ada di dalamnya.
Abduh mengatakan bahwa sangat penting dalam kehidupan umat adalah persatuan politik dan
keadilan. Maka perpecahan yang terjadi dalam Islam adalah karena hilangnya kesadaran
pemimpin akan cita-cita Islam yang luhur.
Atas kritikan yang tajam itulah maka umat Islam bahu menbahu membenahi
kekuragannya untuk merangkul seluruh kalangan sebagai usaha menuju bentuk masyarakat
yang berkeadilan dn berkemanusiaan.
Maka pada tahun 1945 berdirilah sebuah organisasi kenegaraan pertama yang terdiri
dari bangsa Arab sebagai usaha menggalang solideritas Muslim internasioanl dan usaha
mengembangkan kebudayan serta peradaban Islam yaitu:
Al-jazair
Bahrain
Mesir
Iraq
Yordania
Aman
Kuwait
Libanon
Lybia
Mauritania
Maroko
Qatar
Saudi Arabia
Somalia
Sudan
Syiria
Tunisia
Serikat Emirat Arab
Repulblik Yaman
Republik Demokrasi Rakyat Yaman
Semua negara tersebut bergabung dan membentuk diri sebagai Liga Arab yang
menyokong seluruh negara-negara Islam di dunia untuk melepaskan diri dari kolonialisme
dan imperialime. Di samping itu Liga ini juga berfungsi untuk memajukan Politik, Budaya,
Ekonomi, Sosial, Militer, Kesehatan, HAM, dan sebagainya terhadap negeri Islam yang masih
terbelakang.

Pada perkembangan selanjutnya mulailah bermunculan berbagai organisasi di dunia


Islam yang semuanya bertujuan untuk menciptakan kemajuan-kemajuan Islam. Antara lain
a. World Moslem League yang memfokuskan semua aktifitasnya pada bidang pendidikan
sosial dan dakwah. Organisasi ini didirikan pada tahun 1962.
b. Pada tahun 1970 berdiri pula organisasi penggalangan dana solideritas Muslim untuk
membantu meringankan beban negri Muslim yang dilanda krisis. Organisasi ini bernama
Islamic Soliderity Funds.
Kesadaran dalam memahami ajaran Islam dan Aspek-aspeknya
Dalam memahami masalah ini umat Islam mampu untuk membe-dakan mana sebuah
syariat atau kebudayaan. Hingga pada akhirnya Muslim mampu menjawab segala bentuk
dimensi Islam dari berbagai sisi. Mereka memahami bahwa syariat Islam diturunkan Allah
untuk manusia agar mereka dapat mencapai kemaslahatan. Tujuan-tujuan tersebut adalah
yang disebut Al-Maqasid As-syariyah. Menurut Imam Al-Ghazali, kemas-lahatan bagi
manusia akan dapat tercapai apabila terjaga dan terpelihara lima hal yaitu: agama, jiwa, akal,
keturunan, dan harta. Kelima hak tersebutlah yang menjadi pokok tujuan syariat berupa:
perintah, larangan, dan kebolehan mengerjakan sesuatu yang datang dari Allah dan selalu
mengacu pada usaha agar kelima hal tersebut syariat-syariat Islam mem-punyai ciri-ciri
khusus, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Hukum-hukum yang diterapkan bersifat umum, sehingga terbuka kemungkinan berijtihad
terhadap suatu hukum yang disesuaikan dengan perkembangan zaman dan dinamika
masyarakat.
b. Hukum-hukum yang ditetapkan didasarkan atas pertimbangan-pertim-bangan keagamaan
dan akhlak
c. Adanya balasan rangkap yang diperoleh karena melaksanakan hukum itu, yaitu balsan di
dunia dan di akhirat.
d. Hukum-hukumnya bersifat kolektif, ditetapkan untuk kepentingan dan kemaslahatan
umum.
Syariat Islam pada dasarnya tidak memberatkan manusia. Karena, penetapannya
ditempuh melalui pertimbangan yang mendasar, diantaranya adalah:
a. Segala hukum yang ditetapkan tidak memberatkan
b. Penetapan suatu hukum yang ditujukan untuk mengubah suatu kebiasaan buruk dalam
masyarakat dilakukan secara berangsur-angsur.
c. Penetapan suatu hukum sejalan dengan kebutuhan dan kebaikan orang banyak
d. Hukum ditetapkan berdasarkan persaman hak dan keadilan yang merata bagi semua orang.
Selain itu Muslim dalam memandang ajaran ini tidak hanya terpatok pada sebuah
bentuk yang ada. Hingga tidak ada kesan bahwa yang dinamakan Islam adalah Shalat saja,
atau zakat, atau haji, atau puasa di bulan ramadhan.
Wawasan Muslim sekarang sudah semakin mapan dengan banyaknya kajian-kajian
ilmiah yang menerangkan apek-apek Islam seba-gai agama yang mampu memberikan solusi
pada setiap perubahan zaman. Sebab dalam Islam ada beberapa aspek yang yang menjadikan
agama ini akan selalu sesuai dalam kondisi yang bagaimana pun. Aspek itu adalah:
Aspek Akidah
Akidah dalam Islam ada yang membahas masalah-masalah doktrin yang berisi tentang
keimanan terhadap sesuatu yang ghaib dan masalah-masalah yang berada di luar kemampuan
pikiran manusia untuk meme-cahkannya. Maka aspek inilah yang menurunkan agama sebagai
jawaban atas apa-apa yang tak terjangkau oleh pikiran dan akal manusia. Sebab permasalahan

akidah adalah masalah supranatural yang tak dapat dibuktikan dengan empiris. Manusia
hanya di tuntut ketaatannya terhadap apa yang Allah berikan pada para Nabinya berupa
risalah kenabian dan kerasulan agar manusia mencari jawaban dari apa yang mereka bawa.
Maka diberikanlah agama untuk mengatur semua itu.
Aspek Ibadah
Aspek ibadah yang mempunyai pengertian umum yang mencakup seluruh prilaku
manusia yang dilakukan semata-mata untuk mencapai ridha Tuhan dan pengertian khusus
yang diwujudkan dalam bentuk amalan-amalan yang secara langsung menyangkut ketaatan
kepada Allah SWT. Misalnya, shalat, puasa, dan zakat.
Ibadah dalam Islam bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam aspek
ibadah terdapat banyak madzhab. Di antara mazhab tersebut, ada empat madzhab yang
terkenal, yaitu mazhab Maliki, Hanbali, Hanafi, dan Syafii. Mazdhab maliki bercorak
teradisional dengan mengambil pemikiran imam Malik. Mazhab Hanafi bercorak rasional
dengan mengambil pemikiran Abu Hanifah atau Imam Hanafi. Mazhab Hanbali bercorak
tradisional dengan mengambil pemikiran Ahmad bin Hanbal atau Imam Hanbali. Mazhan
syafii menggabungkan pendekatan rasional Imam Hanafi dengan pendekatan tradisional
imam Malik.
Timbulnya perbedaan pendapat antara satu mazhab dan mazhab lain disebabkan
adanya perbedan pemahaman atau penafsiran terhadap ajaran-ajaran dasar yang terdapat
dalam Al-Quran dan Al-Sunah.
Aspek Hukum
Dalam Islam hukum datang dalam bentuk global. Hal ini dimaksudkan agar hukumhukum itu tidak terlalu kaku dalam mengatur masyarakat. Dengan demikian, hukum Islam
lebih fleksibel, tidak keting-galan zaman, dan dapat diaplikasikan di segala tempat dan aman.
Menurut Abdul Wahab Khallaf (guru besar hukum Islam Universitas cairo), ada 368 ayat
hukum dari seluruh ayat yang terkandung dalam Al-Quran. Aspek hukum itu mencakup
ajaran-ajaran: Hidup, Kekeluargaan, Perkawinan, Perceraian, Hak Waris, Perdagangan, Jual
Beli, Sewa-Menyewa, Pinja-Meminjam, Gadai, Perseroan, dan lain-lain.
Aspek Tasawuf
Ajaran-ajaran tasawuf yang membawa manusia lebih mendekatkan diri pada tuhan
bertujuan untuk memperoleh hubungan langsung dengan Tuhan, sehingga disadari benar
bahwa seseorang berada di hadirat tuhan. Ini dipraktekan oleh orang Islam yang belum
merasa puas hanya dengan mendekatkan diri kepada Tuhan melalui ibadah-ibadah seperti
shalat, dan puasa. Mereka ingin lebih dekat lagi kepada Tuhan, bahkan bersatu de-ngan
Tuhan.
Aspek filsafat
Filsafat Islam muncul setelah umat Islam berkenalan dengan kebudayaan dan
peradaban Yunani, Persia, Mesir, terutama setelah dila-kukan penerjemahan buku-buku
filsafat ke dalam bahasa Arab pada masa khalifahan Abbasiyah. Pemikiran-pemikiran filsafat
dalam Islam kebanya-kan membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan hakikat penciptaan manusia. Hakikat roh, jiwa, hari akhir, penciptaan alam, dan sebagai-nya. Pemikiran-

pemikiran ini terbagi dalam dua aliran, yaitu aliran yang bersifat tradisional dan aliran yang
bersifat liberal.
Aspek Politik
Masalah-masalah politik dalam Islam pada mulanya berpangkal dari masalah
penentuan pengganti Nabi Muhammad SAW dalam urusan agama dan negara. Dalam hal ini
muncul beberapa aliran politik dalam Islam, yaitu Khawariz, Sunni, dan Syiah. Aliran
khwariz berpendirian bah-wa Islam adalah agama yang serba legkap dan mengatur segala
aspek kehidupan manusia, termasuk kehidupan bernegara. Menurut aliran ini sistem
kenegaraan yang harus dikembangkan Islam adalah sistem yang telah dilaksanakan oleh Nabi
Muhammad SAW dan Khulafa Rasyidun. Sementara itu, aliran sunni berpendirian bahwa
Islam tidak ada hubu-ngannya dengan negara; Nabi Muhammad SAW, sebagai mana rasulrasul sebelumnya, hanya berfungsi sebagai rasul, tidak sebagai kepala negara. Adapun aliran
Syiah disatu sisi menolak pendapat yang mengatakan bahwa Islam adalah agama yang serba
lengkap dan di sisi lain menolak pendapat yang mengatakan bahwa Islam tidak ada
hubungannya dengan kehidupan bernegara.
Aspek Sejarah dan Kebudayaan
Dalam hal ini Islam selalu mengikuti zaman dan selalu memberikan sumbangan yang
nyata dalam memberikan bentuk kebudayaan Islami. Al-Quran yang hampir seluruhnya
menceritakan masalah sejarah dan kisah-kisah masa Islam adalah bukti bahwa memang setiap
orang harus berkaca pada apa yang telah lalu untuk menjadi pedoman baginya dalam melakukan tindakan di masa yang akan datang. Sebab Al-Quran memberikan contoh kebangkitan
suatu bangsa dan kehancurannya, dan lain sebagai-nya.
Aspek pembaharuan dan pemikiran
Pergolakan pemikiran yang ada sekarang adalah menunjukan bahwa Muslim mampu
memberikan kontribusi yang besar dalam memba-ngun sejarah peradaban dunia. Bahkan
Eropa yang pada saat itu ada dalam masa kegelapan mampu keluar karena tergugah dengan
semangat Islam dan kehebatan pola-polanya sebagai agama dan sistem.
Aspek Syariat Dan Perundang-Undangan
Selain itu Islam dengan kesempurnaannya mempunyai karak-teristik yang sangat luar
biasa hingga ia tidak lapuk dimakan oleh masa dan kondisi. Ia akan selalu sesuai dengan
perubahan zaman dari generasi ke generasi. Aturan dan pandangan hidup yang didalamnya
tidak akan basi karena perubahan global yang ada. Karakteristik itulah yang dipan-dang oleh
Dr. Yusuf Qardhawi sebagai bukti keotetikan agama Islam dibandingkan dengan agamaagama samawi lainnya yang telah banyak mengalami perubahan. Karakter itu adalah:
a. Rabbani
b. Akhlaqiyah
c. Waqiiy
d. Insaniyah
e. Tasanuq
f. Syumul

Rabani (Ketuhanan)
Syariat Islam punya keistimewaan yang membedakannya dari syariat (undangundang) buatan manusia, yaitu ia bersifat Rabbaniyah yang bercelupkan diniyah (keagamaan)
dimana pengundang-undangan-nya terbungkus oleh kesucian yang tiada taranya dan
menanamkan kepa-da para penganutnya rasa cinta dan hormat yang bersumber dari mata air
keimanan dengan kesempurnaan, keluhuran dan kelanggengannya, bukan bersumber dari rasa
takut terhadap kekuasaan para aparat. Karena pembu-at undang-undang dan hukum ini
bukanlah orang atau manusia yang ke-mampuannya terbatas dan terpengaruh oleh kondisi,
tempat dan waktu dan terpengaruh oleh hawa nafsu, perasaan, dan pertimbangan kemanusiaan.
Pembuat undang-undang ini adalah Zat yang mencipta dan memiliki makhluk,
pengatur semesta alam ini, yang menciptakan umat manusia, Maha Mengetahui apa yang
bermanfaat dan apa-apa yang mashlahat serta yang dapat memperbaiki. Oleh karena itu sifat
rabani yang terdapat dalam agama inilah maka tampak pada penganutnya sebagai sebuah
ketaatan yang luar biasa. Mereka menghormati undang-undang tersebut dengan penghormatan
yang sangat hebat, bahkan sampai mengorbankan nyawa mereka.
Ini adalah hal yang tidak didapatkan dalam hukum dan undang-undang yang sengaja
dibuat manusia atau hasil gubahan. Sebab dalam pandangan Muslim kepatuhan dalam
menjalankan undang-undangan ini adalah ibadah kepada Allah SWT dan merupakan taqarrub
kepada-Nya yang merupakan tuntutan Iman dan Islam. Maka tidak demi Rabbmu mereka
beriman sehingga mereka menjadikanmu sebagai hakim pemutus atas apa-apa yang mereka
perselisihkan kemudian mereka tidak mendapatkan rasa sempit dada pada diri mereka dari
apa yang kau putuskan itu serta pasrah sepasrah-pasrahnya (Q.S Annisa 65).
Sikap seperti ini dapat dilihat dalam sejarah pada zaman Rasul SAW. Seseorang yang
telah lalai dengan Allah dan melakukan perbuatan zina secara sembunyi-sembinyi datang
sendiri menghadap Rasul dan mengadukan semua perbuatannya dan rela atas keputusan yang
ia dapatkan dari Rasul. Betapa hebat jiwa Rabbani yang mengikat pada dirinya hingga sesuatu
yang tidak tampak pada perbuatannya terhadap pandangan manusia ia adukan. Bahkan
dengan keimanan yang sangat luar biasa meminta dihukum atas perbuatan itu agar pada hari
kiamat nanti ia menghadap Allah dalam keadaan suci.
Begitulah umat Islam hidup di sepanjang masa-masa kejayaan dan kemerdekaannya di
bumi mereka, menerima dan mengamalkan syariat ini pada umumnya, khususnya hukumhukum hudud.
Akhlaqiyyah (Moralitas)
Syariat juga mempunyai keistimewaan membentuk akhlak dan moral dalam seluruh
aspeknya, sebagai buah dari sifat rabaniyahnya. Dengan demikian syariat lebih
mengutamakan akhlak dengan seluruh apa yang tercakup didalamnya. Ini sesuai dengan
firman Allah yang mengata-kan Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnkan Akhlak.
Disini jelas perbedaan antara syariat dan Qonun dari sisi kandungan dan tujuannya.
Kandungan Qonun adalah serangkaian hak-hak pribadi dan perorangan sementara syariat dan
fiqih mencakup sekumpulan Taklif ( tugas ).
Bagi Qonun, isi pokoknya adalah memandang manusia dari segi hak-haknya
sedangkan syariat memandangnya dari segi tugas kewajiban dan hal-hal yang harus diataati.
Maka ia harus menjaganya sesuai dengan dengan penjagaanya terhadap hak-haknya atas
orang lain. Selain itu, manusia dalam pandangan sebagai penuntut, sedang dalam pandangan
syariat ia dituntut dan dimintai tanggungjawab.

Adapun dari segi tujuan, Qonun punya tujuan yang bermanfaat, yaitu langgengnya
dan teraturnya muammalah dengan rapih, juga tertatanya hubungan antar sesamanya. Adapun
syariat, disamping memelihara kelanggengan masyarakat dan keteraturan hubungan sesamanya, juga merealisasikan nilai-nilai luhur dalam kehidupan umat manusia, mengangkat ke
derajat manusia yang luhur serta memelihara nilai-nilai akhlaq dan rohani yang tinggi. Maka
syariat memberikan kepada si mukallaf berbagi sanksi dan hukuman dengan terlebih dahulu
menitikbe-ratkan kepada hati nurani (kesadaran). Sanksi-sanksi tersebut mengandung makna
ibadah atau ibadah mengandung sanksi dimana tanggungjawab si mukallaf adalah
tanggungjawab moralitas. Oleh karena itu, Islam sama sekali dan selamanya tidak mengakui
pemisahan pengundang-undangan dari akhlaq sebagaimana tidak menerima pemisahan dari
politik dan ekonomi.
Waqiiy ( Realitas )
Ciri-ciri lain dari sifat Islam adalah realitas dimana perhatian terhadap nilai-nilai luhur
akhlaq tidak menghalanginya untuk menaruh perhatian terhadap kenyataan yang ada,
mengamati dan mengobati penderita sekaligus memberikan jalan keluarnya. Islam diturunkan
Allah untuk manusia sesuai dengan kejadiannya, yang Allah cipatakan dengan fisik dari bumi
dan ruh dari langit, dengan rasa cinta yang melambung dan insting yang merendah.
Kerealistisan syariat Islam antara lain adalah tidak hanya cukup dengan nasehat keagamaan
atau bimbingan akhlaq dalam memelihara hak-hak manusia, tetapi ia juga menetapkan
undang-undang kriminal. Karena kenyataannya ada sebagian manusia yang tidak cukup
dicegah dengan nasehat dan taujihat saja tetapi harus dengan hukuman dan tindakan
kekerasan sesuai dengan tindakan kejahatannya.
Sifat Waqiiy syariat Islam lainnya mengakui dan membolehkan berbagai
kedhorurotan yang menimpa kehidupan manusia baik kehidupan individu maupun
masyarakat. Terhadap hal-hal yang darurat ini Islam memberikan rukhshoh kepada
pemeluknya.
Selain itu pula perubahan yang terjadi pada umat manusia baik lantaran rusaknya
zaman sebagaimana dinyatakan oleh para Fukaha atau karena perkembangan masyrakat
maupun karena keadaan darurat ( keterpaksaan ). Sehingga para Fukaha tersebut
membolehkan diubahnya fatwa sesuai dengan perubahan zaman dan kondisi dan tempat.
Insaniyyah ( Manusiawi )
Di antara karakteristik syariat Islam bersifat insaniyyah alamiyyah. Makna bersifat
insaniyah ini ialah ia diturunkan untuk meningkatkan tarap hidup manusia, membimbing, dan
memelihara sifat-sifat humanistiknya serta menjaga dari kedurjanaan sifat hewani agar tidak
mengalahkan sifat kemanusiannya. Untuk itu, maka disyariatkanlah semua bentuk ibadah bagi
manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan rohaninya. Dengan demikian, manusia bukan
semata-mata raga yang terdiri dari unsur tanah yang membutuhkan makan dan minum saja,
tetapi juga yang luhur yang menempati raga tersebut.
Syariat ini juga memelihara kemuliaan manusia dalam semua hukum yang dibawanya
sejak manusia itu lahir sampai mati bahkan sebelum lahir dan setelah mati. Syariat ini
diturunkan untuk kepentingan manusia dari segi dirinya sebagai manusia, terlepas dari jenis,
ras, kasta, maupun bangsanya. Ini berarti ia juga bersifat alamiah ( menyeluruh ). Jadi ia
merupakan syariat yang manusiawi dan mendunia.
Oleh karena itu, ia tidak membeda-bedakan satu orang dengan orang lain dalam satu
tanah air atau satu masyarakat kecuali dengan taqwa, ibadah, dan amal sholeh.

Tanaasuq ( Teraturan)
Karakter syariat Islam lainnya adalah tanaasuq. Maksudnya adalah semua bagianbagiannya masing-masing bekerja teratur, kompak dan seimbang dalam rangka mencapai satu
hadaf bersama. Yakni antara yang satu dengan yang lainnya tidak berbenturan tapi sejalan dan
seirama, teratur dan rapih. Ini juga dapat dinamakan takamul (konprehensif).
Syumul (Universal)
Di antara karakteristik syariat Islam lainnya adalah Syumul, yaitu menyentuh segala
aspek kehidupan. Adapaun kesyumulan tersebut tam-pak dalam :
a. Ibadah yang mengatur hubungan hamba dengan Rabbnya. Permasa-lahan ini dapat
dipahami dengan baik manakala seorang Muslim menghayati dengan baik pada
pemahaman ilmu fiqhnya.
b. Kerumahtanggaan, seperti menikah, talak, nafkah, wasiat, waris, dan lain sebagainya
yang berhubungan dengan kerumahtanggaan.
c. Muamalah berupa transaksi jual-beli, gadai, hibah, utang piutang, pinjam meminjam, dan
lain sebagainya.
d. Bidang ekonomi seperti pemasalahan yang berkaitan dengan pengem-bangan kekayaan
ataupun pemakaiannya, pengeluaran zakat, harta ghanimah. Juga tentang perkara riba,
penimbunan harta dan memakan harta orang lain.
e. Tindak pidana dan hukuman yang berhubungan dengan hudud seperti pencurian, minum
minuman keras, menuduh berzina orang baik-baik dan lain sebagainya.
f. Hukum dan kaitannya dengan keputusan, dakwaan, persaksian, ikrar, sumpah dan lainnya
yang berfungsi untuk menegakkan keadilan antara sesama individu.
g. Masalah kepemimpinan yakni yang berkaitan dengan peraturan undang-undang dan
dasar-dasarnya seperti kewajiban mengangkat pemimpin, dengan mempertimbangkan
syarat-syarat yang harus dipenuhi, hubungannya dengan rakyat, hukum mentaatinya serta
bagaimana menghadapi pembangkang (oposisi) dan sejenisnya yang mengatur hubungan
antara pemimpin dan yang dipimpin.
h. Di dalamnya juga membahas hubungan antara negara Islam dengan negara non Islam,
baik perang maupun damai, dan masalah kerjasa-manya.
Oleh kerena itu Al-Quran berisi tentang hukum-hukum yang memiliki satu nada
menyeluruh, untuk semua umat, baik yang menyang-kut masalah ibadah maupun muamalah.
(Bagaimana Memahami Syariat Islam, Dr. Yusuf Qaradhawi : hal.113-193).

Dakwah Islam di Nusantara


dan asal-usul
Muhammadiyah

SEJARAH DAKWAH ISLAM DI INDONESIA


Sejarah masuknya Islam di Indonesia melalui babak babak yang penting:
1. Babak pertama, abad 7 masehi (abad 1 hijriah).
Pada abad 7 masehi, Islam sudah sampai ke Nusantara. Para Dai yang datang ke
Indonesia berasal dari jazirah Arab yang sudah beradaptasi dengan bangsa India yakni bangsa
Gujarat dan ada juga yang telah beradaptasi dengan bangsa Cina, dari berbagai arah yakni dari
jalur sutera (jalur perdagangan) dakwah mulai merambah di pesisir-pesisir Nusantara.
Sejak awal Islam tidak pernah membeda-bedakan fungsi seseorang untuk berperan sebagai dai
(juru dakwah). Kewajiban berdakwah dalam Islam bukan hanya kasta (golongan) tertentu saja
tetapi bagi setiap masyarakat dalam Islam. Sedangkan di agama lain hanya golongan tertentu
yang mempunyai otoritas menyebarkan agama, yaitu pendeta. Sesuai ungkapan Imam Syahid
Hasan Al-Bana Nahnu duat qabla kulla syai artinya kami adalah dai sebelum profesiprofesi lainnya.
Sampainya dakwah di Indonesia melalui para pelaut-pelaut atau pedagang-pedagang
sambil membawa dagangannya juga membawa akhlak Islami sekaligus memperkenalkan
nilai-nilai yang Islami. Masyarakat ketika berbenalan dengan Islam terbuka pikirannya,
dimuliakan sebagai manusia dan ini yang membedakan masuknya agama lain sesudah
maupun sebelum datangnya Islam. Sebagai contoh masuknya agama Kristen ke Indonesia ini
berbarengan dengan Gold (emas atau kekayaan) dan glory (kejayaan atau kekuasaan) selain
Gospel yang merupakan motif penyebaran agama berbarengan dengan penjajahan dan
kekuasaan. Sedangkan Islam dengan cara yang damai.
Begitulah Islam pertama-tama disebarkan di Nusantara, dari komunitas-komunitas
muslim yang berada di daerah-daerah pesisir berkembang menjadi kota-kota pelabuhan dan
perdagangan dan terus berkembang sampai akhirnya menjadi kerajaan-kerajaan Islam dari
mulai Aceh sampai Ternata dan Tidore yang merupakan pusat kerajaan Indonesia bagian
Timur yang wilayahnya sampai ke Irian jaya.
2. Babak kedua, abad 13 masehi.
Di abad 13 Masehi berdirilah kerajaan-kerajaan Islam diberbagai penjuru di
Nusantara. Yang merupakan moment kebangkitan kekuatan politik umat khususnya didaerah
Jawa ketika kerajaan Majapahit berangsur-angsur turun kewibawaannya karena konflik
internal. Hal ini dimanfaatkan oleh Sunan Kalijaga yang membina di wilayah tersebut
bersama Raden Fatah yang merupaka keturunan raja-raja Majapahit untuk mendirikan
kerajaan Islam pertama di pulau Jawa yaitu kerajaan Demak. Bersamaan dengan itu mulai
bermunculan pula kerajaan-kerajaan Islam yang lainnya, walaupun masih bersifat lokal.
Pada abad 13 Masehi ada fenoma yang disebut dengan Wali Songo yaitu ulama-ulama
yang menyebarkan dakwah di Indonesia. Wali Songo mengembangkan dakwah atau
melakukan proses Islamisasinya melalui saluran-saluran:
a) Perdagangan
b) Pernikahan
c) Pendidikan (pesantren)
Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang asli dari akar budaya indonesia,
dan juga adopsi dan adaptasi hasanah kebudayaan pra Islam yang tidak keluar dari
nilai-nilai Islam yang dapat dimanfaatkan dalam penyebaran Islam. Ini
membuktikan Islam sangat menghargai budaya setempat selama tidak bertentangan
dengan nilai-nilai Islam.
d) Seni dan budaya
Saat itu media tontonan yang sangat terkenal pada masyarakat jawa kkhususnya
yaitu wayang. Wali Songo menggunakan wayang sebagai media dakwah dengan

sebelumnya mewarnai wayang tersebut dengan nilai-nilai Islam. Yang menjadi ciri
pengaruh Islam dalam pewayangan diajarkannya egaliterialisme yaitu kesamaan
derajat manusia di hadapan Allah dengan dimasukannya tokoh-tokoh punakawam
seperti Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Para Wali juga menggubah lagu-lagu
tradisional (daerah) dalam langgam Islami, ini berarti nasyid sudah ada di Indonesia
ini sejak jaman para wali. Dalam upacara-upacara adat juga diberikan nilai-nilai
Islam.
e) Tasawwuf
Kenyatan sejarah bahwa ada tarikat-tarikat di Indonesia yang menjadi jaringan
penyebaran agama Islam.
3. Babak ketiga, masa penjajahan Belanda.
Pada abad 17 masehi tepatnya tahun 1601 datanglah kerajaan Hindia Belanda
kedaerah Nusantara yang awalnya hanya berdagang tetapi akhirnya menjajah. Belanda datang
ke Indonesia dengan kamar dagangnya yakni VOC, semejak itu hampir seluruh wilayah
nusantara dijajah oleh Hindia Belanda kecuali Aceh. Saat itu antar kerajaan-kerajaan Islam di
nusantara belum sempat membentuk aliansi atau kerja sama. Hal ini yang menyebabkan
proses penyebaran dakwah terpotong.
Dengan sumuliayatul (kesempurnaan) Islam yang tidak ada pemisahan antara aspekaspek kehidupan tertentu dengan yang lainnya, ini telah diterapkan oleh para Ulama saat itu.
Ketika penjajahan datang, mengubah pesantren-pesantren menjadi markas-markas
perjuangan, santri-santri (peserta didik pesantren) menjadi jundullah (pasukan Allah) yang
siap melawan penjajah sedangkan ulamanya menjadi panglima perangnya. Hampir seluruh
wilayah di Indonesia yang melakukan perlawanan terhadap penjajah adalah kaum muslimin
beserta ulamanya.
Potensi-potensi tumbuh dan berkembang di abad 13 menjadi kekuatan perlawanan
terhadap penjajah. Ini dapat dibuktikan dengan adanya hikayat-hikayat pada masa kerajaankerajaan Islam yang syair-syairnya berisikan perjuangan. Ulama-ulama menggelorakan Jihad
melawan kaum kafir yaitu penjajah Belanda. Belanda mengalami kewalahan yang akhirnya
menggunakan strategi-strategi:
Politik devide et impera, yang pada kenyataannya memecah-belah atau mengadu
domba antara kekuatan Ulama dengan adat contohnya perang Padri di Sumatera Barat
dan perang Diponegoro di Jawa.
Mendatangkan Prof. Dr. Snouk Cristian Hourgonye alias Abdul Gafar seorang Guru
Besar keIndonesiaan di Universitas Hindia Belanda juga seorang orientalis yang
pernah mempelajari Islam di Mekkah, dia berpendapat agar pemerintahan Belanda
membiarkan umat Islam hanya melakukan ibadah mahdhoh (khusus) dan dilarang
berbicara atau sampai melakukan politik praktis. Gagasan tersebut dijalani oleh
pemerintahan Belanda dan salah satunya adalah pembatasan terhadap kaum muslimin
yang akan melakukan ibadah Haji karena pada saat itulah terjadi pematangan
pejuangan terhadap penjajahan.
4. Babak keempat, abad 20 masehi
Awal abad 20 masehi, penjajah Belanda mulai melakukan politik etik atau politik
balas budi yang sebenarnya adalah hanya membuat lapisan masyarakat yang dapat membantu
mereka dalam pemerintahannya di Indonesia. Politik balas budi memberikan pendidikan dan
pekerjaan kepada bangsa Indonesia khususnya umat Islam tetapi sebenarnya tujuannya untuk
mensosialkan ilmu-ilmu barat yang jauh dari Al-Quran dan hadist dan akan dijadikannya
boneka-boneka penjajah. Selain itu juga mempersiapkan untuk lapisan birokrasi yang tidak
mungkin pegang oleh lagi oleh orang-orang Belanda. Yang mendapat pendidikanpun tidak

seluruh masyarakat melainkan hanya golongan Priyayi (bangsawan), karena itu yang
pemimpin-pemimpin pergerakan adalah berasalkan dari golongan bangsawan.
Strategi perlawanan terhadap penjajah pada masa ini lebih kepada bersifat organisasi
formal daripada dengan senjata. Berdirilah organisasi Serikat Islam merupakan organisasi
pergerakan nasional yang pertama di Indonesia pada tahun 1905 yang mempunyai anggota
dari kaum rakyat jelata sampai priyayi dan meliputi wilayah yang luas. Tahun 1908 berdirilah
Budi Utomo yang bersifat masih bersifat kedaerahan yaitu Jawa, karena itu Serikat Islam
dapat disebut organisasi pergerakan Nasional pertama daripada Budi Utomo.
Tokoh Serikat Islam yang terkenal yaitu HOS Tjokroaminoto yang memimpin organisasi
tersebut pada usia 25 tahun, seorang kaum priyayi yang karena memegang teguh Islam maka
diusir sehingga hanya menjadi rakyat biasa. Ia bekerja sebagai buruh pabrik gula. Ia adalah
seorang inspirator utama bagi pergerakan Nasional di Indonesia. Serikat Islam di bawah
pimpinannya menjadi suatu kekuatan yang diperhitungkan Belanda. Tokoh-tokoh Serikat
Islam lainnya ialah H. Agus Salim dan Abdul Muis, yang membina para pemuda yang
tergabung dalam Young Islamitend Bound yang bersifat nasional, yang berkembang sampai
pada sumpah pemuda tahun 1928.
Dakwah Islam di Indonesia terus berkembang dalam institusi-institusi seperti lahirnya
Nadhatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, dan lain-lain. Lembaga-lembaga ke-Islaman
tersebut tergabung dalam MIAI (Majelis Islam Ala Indonesia) yang kemudian berubah
namanya menjadi MASYUMI (Majelis Syura Muslimin Indonesia) yang anggotanya adalah
para pimpinan institusi-institusi ke-Islaman tersebut.
Di masa pendudukan Jepang, dilakukan strategi untuk memecah-belah kesatuan
kekuatan umat oleh pemerintahan Jepang dengan membentuk kementrian Sumubu
(Departemen Agama). Jepang meneruskan strategi yang dilakukan Belanda terhadap umat
Islam. Ada seorang Jepang yang faham dengan Islam yaitu Kolonel Huri, ia memotong
koordinasi ulama-ulama di pusat dengan di daerah, sehingga ulama-ulama di desa yang
kurang informasi dan akibatnya membuat umat dapat terbodohi.
Pemerintahan pendudukan Jepang memberikan fasilitas untuk kemerdekaan Indonesia
dengan membentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia) dan dilanjuti dengan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan lebih
mengerucut lagi menjadi Panitia Sembilan, Panitia ini yang merumuskan Piagam Jakarta
tanggal 22 Juni 1945. Piagram Jakarta merupakan konsensus tertinggi untuk menggambarkan
adanya keragaman Bangsa Indonesia yang mencari suatu rumusan untuk hidup bersama.
Tetapi ada kalimat yang kontroversi dalam piagam ini yaitu penghapusan 7 kata
lengkapnya kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya yang
terletak pada alinea keempat setelah kalimat Negara berdasarkan kepada Ketuhan Yang Maha
Esa.
Babak kelima, abad 20 & 21.
Pada babak ini proses dakwah (Islamisasi) di Indonesia mempunyai ciri terjadinya
globalisasi informasi dengan pengaruh-pengaruh gerakan Islam internasional secara efektif
yang akan membangun kekuatan Islam lebih utuh yang meliputi segala dimensinya.
Sebenarnya kalau saja Indonesia tidak terjajah maka proses Islamisasi di Indonesia akan
berlangsung dengan damai karena bersifat kultural dan membangun kekuatan secara
struktural. Hal ini karena awalnya masuknya Islam yang secara manusiawi, dapat membangun
martabat masyarakat yang sebagian besar kaum sudra (kelompok struktur masyarakat
terendah pada masa kerajaan) dan membangun ekonomi masyarakat. Sejarah membuktikan
bahwa kota-kota pelabuhan (pusat perdagangan) yang merupakan kota-kota yang
perekonomiannya berkembang baik adalah kota-kota muslim. Dengan kata lain Islam di
Indonesia bila tidak terjadi penjajahan akan merupakan wilayah Islam yang terbesar dan

terkuat. Walaupun demikian Allah mentakdirkan di Indonesia merupakan jumlah peduduk


muslim terbesar di dunia, tetapi masih menjadi tanda tanya besar apakah kualitasnya
sebanding dengan kuantitasnya.

PROSES PENYEBARAN ISLAM DI INDONESIA


Awal Penyebaran Islam di Indonesia
1. Proses Masuknya Islam di Indonesia
Masuknya agama Islam ke Indonesia dapat diketahui dari beberapa sumber yang dapat
memberitakannya. Sumber sejarah itu dapat digolongkan menjadi sumber ekstern (dari luar
negeri) dan sumber intern (dari dalam negeri).
a. Sumber Eksternal
1) Berita dari Arab
Pada abad ke-7 ketika Kerajaan Sriwijaya sedang berkembang telah banyak pedagang
Arab yang mengadakan hubungan dengan masyarakat Kerajaan Zabag/Sriwijaya.
2) Berita dari Eropa
Pada tahun 1292 Marco Polo (Italia) adalah orang Eropa pertama yang menginjakkan kaki
di Indonesia ketika kembali dari Cina untuk menuju Eropa melalui jalan laut. Ketika ia
singgah di Perlak (Peureulak) penduduknya telah memeluk agama Islam dan telah terdapat
kerajaan bercorak Islam, yakni Kerajaan Samudra Pasai.
3) Berita dari India
Para pedagang Gujarat dari India di samping berdagang juga menyebarkan agama Islam di
pesisir pantai.
4) Berita dari Cina
Dikatakan oleh Ma Huan (sekretaris Laksamana Cheng Ho) bahwa pada tahun 1400 telah
ada pedagang-pedagang Islam yang tinggal di pantai utara Jawa.
b. Sumber Internal
Sumber intern yang menjadi bukti masuknya Islam di Indonesia, antara lain sebagai
berikut.
1) Batu Nisan Fatimah binti Maimun (1028) yang bertuliskan Arab di Leran (Gresik).
2) Makam Sultan Malik Al Saleh (1297) di Sumatra.
3) Makam Syeh Maulana Malik Ibrahim (1419) di Gresik.
2. Proses Islamisasi di Indonesia
Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 dan terus berkembang serta prosesnya lebih
demokratis dari pada agama Hindu. Itulah sebabnya pada abad ke-16 telah dapat menggeser
kekuasaan Hindu (Kerajaan Majapahit). Adapun proses islamisasi di Indonesia dilakukan
dengan berbagai bentuk, antara lain sebagai berikut.
a. Melalui Perdagangan
Para pedagang dari Arab, Persia, dan Gujarat memegang peranan penting sebab di
samping berdagang, mereka juga menyebarkan agama Islam. Mereka mendirikan
perkampungan sendiri (perkampungan pedagang muslim di negeri asing ) yang disebut
Pekojan. Melalui perdagangan inilah Islam berkembang pesat. Hal ini didukung oleh situasi
politik saat itu, ketika para bupati pesisir berusaha untuk melepaskan diri dari kekuasaan pusat
yang sedang mengalami kekacauan atau perpecahan.

b. Melalui Perkawinan
Perkawinan putri bangsawan dengan pedagang muslim dilakukan secara Islam dengan
mengucapkan kalimat syahadat (perkawinan antara pihak Islam dengan pihak yang belum
Islam). Perkawinan merupakan saluran islamisasi yang paling mudah. Dari perkawinan itu
pula akan membentuk ikatan kekerabatan antara pihak keluarga laki-laki dan perempuan.
Saluran lewat perkawinan antara pedagang, ulama, ataupun golongan lain dengan anak
bangsawan, bupati ataupun raja akan lebih menguntungkan. Status sosial ekonomi ataupun
politik para bangsawan, bupati, atau raja akan mempercepat proses islamisasi. Banyak contoh
yang dapat dikemukakan mengenai proses islamisasi melalui perkawinan, antara lain sebagai
berikut.
1) Perkawinan Putri Campa dengan Raja Brawijaya yang melahirkan Raden Patah.
2) Perkawinan Rara Santang (putri Prabu Siliwangi) dengan Syarif Abdullah melahirkan
Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).
3) Perkawinan Putri Blambangan dengan Maulana Ishak mempunyai seorang putra
bernama Raden Paku (Sunan Giri).
4) Perkawinan Raden Rahmat (Sunan Ampel) dengan Nyai Gede Manila melahirkan
Sunan Bonang (Makdum Ibrahim) dan Sunan Drajat (Syarifudin).
c. Melalui Tasawuf
Ajaran tasawuf adalah ajaran ketuhanan yang telah bercampur dengan mistis atau
unsur-unsur magis. Ajaran tasawuf masuk ke Indonesia pada abad ke-13. Di Aceh muncul
ahli tasawuf yang terkenal, seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin as Samatrani, dan Nuruddin
ar Raniri. Di Jawa di antara Wali Sanga juga ada yang mengajarkan tasawuf ialah Sunan
Bonang dan Sunan Kudus.
d. Melalui Pendidikan
Lewat pendidikan terutama dalam pesantre yang diselenggarakan oleh guru-guru
agama, kiai-kiai, dan ulama-ulama. Pesantren merupakan lembaga yang penting dalam
penyebaran agama Islam karena merupakan tempat pembinaan calon guru-guru agama, kiaikiai, dan ulama-ulama. Pada masa pertumbuhan Islam di Jawa, kita mengenal beberapa
pesantren, di antaranya Pesantren Ampel Denta di Surabaya dan Pesantren Giri di Gresik.
e. Melalui Dakwah
Proses islamisasi di Jawa melalui dakwah dilakukan oleh kelompok para wali yang
dikenal dengan sebutan Wali Sanga (songo). Wali artinya wakil atau utusan. Mereka di
samping memiliki pengetahuan agama Islam juga memiliki kelebihan yang disebut karomah.
Oleh karena itu, mereka diberi gelar sunan artinya yang dihormati. Kesembilan wali tersebut
adalah sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)

Sunan Ampel (Raden Rahmat) di Surabaya (Jawa Timur).


Sunan Bonang (Raden Makdum Ibrahim) di Tuban (Jawa Timur).
Sunan Drajat ( Raden Syarifuddin) atau raden Qosim di Lawongan, Jawa Timur.
Sunan Giri (Raden Paku) di Gresik, Jawa Timur.
Syeh Maulana Malik Ibrahim, di Gresik, Jawa Timur.
Sunan Kalijaga (Raden Said) di Kadilangu, Semarang, Jawa Tengah.
Sunan Kudus (Raden Jafar Shodiq) di Kudus, Jawa Tengah.
Sunan Muria (Raden Umar Said) di Muria, Jawa Tengah.
Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah) di Cirebon, Jawa Barat.

Penyebaran agama Islam di Jawa Tengah bagian selatan dilakukan Sunan Tembayat
(Bayat) yang berkedudukan di Klaten. Penyebaran agama Islam di luar Jawa, khususnya di
Sulawesi Selatan dilakukan oleh Datuk ri Bandang dan Datuk ri Sulaiman. Di Kalimantan
Timur dilakukan oleh Datuk ri Bandang dan Tuan Tunggang ri Parangan. Golongan lain yang
mempercepat proses islamisasi ialah mereka yang telah menunaikan ibadah haji.
Agama Islam mudah diterima dan dapat berkembang pesat di Indonesia karena faktor
sebagai berikut.
a) Syarat masuk Islam sangat mudah, yakni cukup mengucapkan kalimat
syahadat.
b) Agama Islam bersifat demokratis, tidak mengenal perbedaan sosial, tidak
membedakan si kaya dan si miskin, tidak membedakan warna kulit, dan
sebagainya.
c) Agama Islam tidak mengenal kasta.
d) Agama Islam yang masuk ke Indonesia disesusikan dengan adat dan
tradisi bangsa Indonesia, serta bertoleransi tinggi terhadap agama yang ada
waktu itu, yakni Hindu dan Buddha.
e) Penyebaran agama Islam dilakukan dengan jalan damai, tanpa paksaan, dan
kekerasan.
f) Faktor politik yang turut memperlancar penyebaran agama Islam di Indonesia
ialah runtuhnya Kerajaan Majapahit (1478) atau (1526) dan jatuhnya Malaka
ke tangan Portugis 1511.
3. Peta Penyebaran Agama Islam
Untuk dapat lebih mengetahui dan memahami lokasi daerah-daerah di Indonesia yang
telah mendapat pengaruh Islam dapat dilihat pada peta berikut ini

Peta Penyebaran Agama Islam di Indonesia


4. Proses dan Latar Belakang Munculnya Kerajaan Islam Pertama di Indonesia
(Peureulak /Perlak)
Perlak adalah nama kerajaan di wilayah Aceh Timur yang pusat pemerintahannya
dekat muara Sungai Peuleula dan merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia. Adapun
faktor-faktor yang dapat mendorong Perlak menjadi pusat kerajaan dan perdagangan, antara
lain sebagai berikut.
1) Letaknya strategis untuk perdagangan, yaitu di tepi jalur perdagangan internasional.
2) Daerah Aceh merupakan daerah penghasil lada yang merupakan bahan ekspor ke India
dan Timur Tengah.

3) Mundurnya Kerajaan Melayu sebagai pusat perdagangan memberikan kesempatan


kepada Perlak untuk berkembang.
Kapan pastinya Kerajaan Perlak muncul tidak banyak diketahui. Hanya saja sejarah
telah mencatat bahwa Raja Perlak yang pertama ialah Sultan Alauddin Syaid Maulana Abdul
Aziz Syah atau singkatnya Sultan Alaudin Syah (11611186), seorang penganut Islam aliran
Syi'ah (golongan dan merupakan sebutan yang dipergunakan oleh pengikut Ali, yaitu suami
putri Nabi Muhammad saw bernama Fatimah).
Pelabuhan Perlak dicatat dalam sejarah karena mendapat kunjungan musafir bernama
Marco Polo. Ia singgah dalam perjalanan kembali dari Negeri Cina ke Venesia (1292). Dalam
beritanya, Marco Polo menceritakan bahwa penduduk di ibu kota kerajaan telah menganut
agama Islam. Sebaliknya, penduduk di luar kota masih menganut kepercayaan animisme dan
dinamisme.
Dinasti Syaid Aziz memerintah kurang lebih seabad lamanya. Dalam bagian akhir
abad ke-13 terjadi perebutan kekuasaan antara Dinasti Syaid Aziz keturunan Arab dan Dinasti
Marah yang merupakan keturunan asli. Akibatnya kerajaan terpecah menjadi dua, yakni
Perlak Baroh (selatan) di bawah Dinasti Marah dan Perlak Tunong ( utara) di bawahDinasti
Syaid Azizi. Akibat perebutan kekuasaan pada akhir abad ke-13 Perlak mengalami
keruntuhan sebab dikuasai oleh Samudra Pasai.

SEJARAH BERDIRINYA MUHAMMADIYAH


Pendidikan barat yang diperkenalkan kepada penduduk pribumi sejak paruh kedua
abad XIX sebagai upaya penguasa kolonial untuk mendapatkan tenaga kerja, misalnya,
sampai akhir abad XIX pada satu sisi mampu menimbulkan restratifikasi masyarakat melalui
mobilitas sosial kelompok intelektual, priyayi, dan profesional. Pada sisi lain, hal ini
menimbulkan sikap antipati terhadap pendidikan Barat itu sendiri, yang diidentifikasi sebagai
produk kolonial sekaligus produk orang kafir.
Sememara itu, adanya pengenalan agama Kristen dan perluasan kristenisasi yang
terjadi bersamaan dengan perluasan kekuasaan kolonial ke dalam masyarakat pribumi yang
telah terlebih dahulu terpengaruh oleh agama Islam, mengaburkan identitas politik yang
melekat pada penguasa kolonial dan identitas sosial -keagamaan pada usaha kristenisasi di
mata masyarakat umum.
Bagi sebagian besar penduduk pribumi, tekanan politis, ekonomis, sosial, maupun
kultural yang dialami oleh masyarakat secara umum sebagai sesuatu yang identik dengan
kemunculan orang Islam dan kekuasaan kolonial yang menjadi penyebab kondisi tersebut
tidak dapat dipisahkan dari agama Kristen itu sendiri. Hal ini semakin diperburuk oleh
struktur yuridis formal masyarakat kolonial, yang secara tegas membedakan kelompok
masyarakat berdasarkan suku bangsa. Dalam stratifikasi masyarakat kolonial; penduduk
pribumi menempati posisi yang paling rendah, sedangkan lapisan atas diduduki orang Eropa,
kemudian orang Timur Asing, seperti: orang Cina, Jepang, Arab, dan India.
Tidak mengherankan jika kebijakan pemerintah kolonial ini tetap dianggap sebagai
upaya untuk menempatkan orang Islam pada posisi sosial yang paling rendah walaupun dalam
lapisan sosial yang lebih tinggi terdapat juga orang Arab yang beragama Islam. Di samping
itu, akhir abad XIX juga ditandai oleh terjadinya proses peng-urbanan yang cepat sebagai
akibat dari perkemhangan ekonomi, politik, dan sosial.
Kota-kota baru yang memiliki ciri masing-masing sesuai dengan faktor pendukungnya
muncul di banyak wilayah. Perluasan komunikasi dan ransportasi mempermudah mobilitas
penduduk. Sementara itu pembukaan suatu wilayah sebagai pusat pemerintahan, pendidikan,
industri, dan perdagangan telah menarik banyak orang untuk datang ke tempat tersebut.
Sementara itu pula, tekanan ekonomi, politik, maupun sosial yang terjadi di daerah pedesaan
telah mendorong mereka datang ke kota-kota tersebut.
Memasuki awal abad XX sebagian besar kondisi yang telah terbentuk sepanjang abad
XIX terus berlangsung. Dalam konteks ekonomi, perluasan aktivitas ekonomi sebagai dampak
perluasan penanaman modal swasta asing maupun perluasan pertanian rakyat belum mampu
menimbulkan perubahan ekonomi secara struktural sehingga kondisi hidup sebagian besar
penduduk masih tetap rendah. Di beberapa tempat penduduk pribumi memang berhasil
mengembangkan pertanian tanaman ekspor dlan mendapat keuntungan yang besar, akan tetapi
ekonomi mereka masih sangat labil terhadap perubahan pasar.
Sementara itu perluasan aktivitas ekonomi menimbulkan persaingan yang semakin
besar sehingga para pengusaha industri pribumi harus bersaing dengan produk impor yang
lebih berkualitas dan lebih murah di pasar lokal, sedangkan para peclagang pribumi juga

harus bersaing ketat dengan pedagang asing yang terus mendominasi perdagangan lokal,
regional, maupun internasional. Dalam perkembangan selanjutnya persaingan ini di beberapa
tempat tidak lagi hanya terbatas pada masalah ekonomi, melainkan juga telah berkembang
menjadi persoalan sosial, kultural, ataupun politik. Walaupun dalam bidang politik terjadi
pergeseran dari kekuasan administratif yang tersentralisasi ke arah desentralisasi pada tingka t
lokal, kontrol yang ketat pejabat Belanda terhadap pejabat pribumi masih tetap berlangsung.
Sementara itu, kebijakan Politik Balas Budi atau Politik Etis yang difokuskan pada
bidang edukasi, irigasi, dan kolonisasi yang dilaksanakan sejak dekade pertama abad XX,
telah memberikan kesempatan yang lebih luas kepada penduduk pribumi mengikuti
pendidikan Barat dibandingkan dengan masa sebelumnya melalui pembentukan beberapa
lembaga pendidikan khusus bagi penduduk pribumi sampai tingkat desa. Akan tetapi,
kesempatan ini tetap saja masih sangat terbatas jika dibandingkan dengan jumlah penduduk
pribumi secara keseluruhan.
Kesempatan itu masih tetap diprioritaskan bagi kelompok elit penduduk pribumi, atau
kesempatan yang ada hanya terbuka untuk pendidikan rendah, sedangkan kesempatan untuk
mengikuti pendidikan menengah dan tinggi masih sangat terbatas. Seperti pada masa
sebelumnya, kondisi seperti ini terbentuk selain disebabkan oleh kebijakan pemerintah
kolonial, juga dilatarbelakangi sikap antipati dari kelompok Islam, yang menjadi pendukung
utama masyarakat pribumi terhadap pendidikan Barat itu sendiri.
Secara umum mereka lebih suka mengirimkan anak-anak mereka ke pesantren, atau
hanya sekedar ke lembaga pendidikan informal lain yang mengajarkan pengetahuan dasar
agama Islam. Akan tetapi, sebenarnya ada dualisme cara memandang pendidikan Barat ini. Di
samping dianggap sebagai perwujudan dari pengaruh Barat atau Kristen terhadap lingkungan
sosial dan budaya lokal maupun Islam, pendidikan Barat juga dilihat secara objektif sebagai
faktor penting untuk mendinamisasi masyarakat pribumi yang mayoritas beragama Islam.
Pendidikan Barat yang telah diperkenalkan kepada penduduk pribumi secara terbatas
ini ternyata telah menciptakan kelompok intelektual dan profesional yang mampu melakukan
perubahan-perubahan maupun memunculkan ide-ide baru di dalam masyarakat maupun sikap
terhadap kekuasaan kolonial. Perubahan dan pencetusan ide-ide baru itu pada masa awal
hanya terbatas pada bidang sosial, kultural, dan ekonomi, akan tetapi kemudian mencakup
juga permasalahan politik. Walaupun feodalisme dalam sikap maupun struktur yang lebih
makro di dalam masyarakat, khususnya di Jawa masih tetap berlangsung, pembentukan
"organisasi modern" merupakan salah satu realisasi yang penting dari upaya perubahan
dengan ide-ide baru tersebut.
Pada tahun 1908 organisasi Budi Utomo didirikan oleh para mahasiswa sekolah
kedokteran di Jakarta. Walaupun dasar, tujuan, dan aktivitas Budi Utomo sebagai suatu
organisasi masih terikat pada unsur-unsur primordial dan terbatas, keberadaan Budi Utomo
secara langsung maupun tidak berpengaruh terhadap bentuk baru dari perjuangan kebangsaan
melawan kondisi yang diciptakan oleh kolonialisme Belanda. Berbagai organisasi baru
kemudian didirikan, dan perjuangan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial yang dulu
terkosentrasi di kawasan pedesaan mulai beralih terpusat di daerah perkotaan.
Dunia Islam dan Masyarakat Muslim Indonesia Secara makro perkembangan dunia
Islam pada akhir abad XIX dan awal abad XX ditandai oleh usaha untuk melawan dominasi
Barat setelah sebagian besar negara yang penduduknya beragama Islam secara politik, sosial,

ekonomi, maupun budaya telah kehilangan kemerdekaan dan berada di bawah kekuasaan
kolonialisme dan imprialisme Barat sejak beberapa abad sebelumnya. Dalam masyarakat
Muslim sendiri muncul usaha untuk mengatasi krisis internal dalam proses sosialisasi ajaran
Islam, akidah, maupun pemikiran pada sebagian besar masyarakat, baik yang disebabkan oleh
dominasi kolonialisme dan imperialisme Barat, maupun sebab-sebab lain yang ada dalam
masyarakat Muslim itu sendiri.
Dalam kehidupan beragama ini terjadi kemerosotan ruhul Ishmi, jika dilihat dari
ajaran Islam yang bersumber pada Quran dan Sunnah Rasulullah. Pengamalan ajaran Islam
bercampur dengan bid'ah, khurafat, dan syi'ah. Di samping itu, pemikiran umat Islam juga
terbelenggu oleh otoritas mazhab dan taqlid kepada para ulama sehingga ijtihad tidak
dilakukan lagi. Dalam pengajaran agama Islam, secara umum Qur'an yang menjadi sumber
ajaran hanya
diajarkan pada tingkat bacaan, sedangkan terjamahan dan tafsir hanya boleh dipelajari oleh
orang-orang tertentu saja. Sementara itu, pertentangan yang bersumber pada masalah
khilafiyah dan firu'iyah sering muncul dalam masyarakat Muslim, akibatnya muncul berbagai
firqah dan pertentangan yang bersifat laten.
Di tengah-tengah kemerosotan itu, sejak pertengahan abad XIX muncul ide-ide
pemurnian ajaran dan kesadaran politik di kalangan umat Islam melalui pemikiran dan
aktivitas tokoh-tokoh seperti: Jamaludin Al-Afgani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan
para pendukung Muhammad bin Abdul Wahab. Jamaludin Al-Afgani banyak bergerak dalam
bidang politik, yang diarahkan pada ide persaudaraan umat Islam sedunia dan gerakan
perjuangan pembebasan tanah air umat Islam dari kolonialisme Barat.
Sementara itu, Muhammad Abduh dan muridnya, Rasyid Ridha, berusaha memerangi
kestatisan, syirik, bid'ah, khurafat, taqlid, dan membuka pintu ijtihad di kalangan umat Islam.
Restrukturisasi lembaga pendidikan Islam dan mewujudkan ide-ide ke dalam berbagai
penerbitan merupakan wujud usaha pemurnian dan pembaharuan yang dilakukan oleh dua
orang ulama dari Mesir ini. Rasyid Ridha, misalnya, menerbitkan majalah Al-Manar di Mesir,
yang kemudian disebarkan dan dikenal secara luas di seluruh dunia Islam. Sementara itu, ideide pembaharuan yang dikembangkan oleh pendukung Muhammad bin Abdlul Wahab dalam
gerakan Al Muwahhidin telah mendapat dukungan politis dari penguasa Arab Saudi sehingga
gerakan yang dikenal oleh para orientalis sebagai Wahabiyah itu berkembang menjadi besar
dan kuat.
Seperti yang terjadi di dalam dunia Islam secara umum, Islam di Indonesia pada abad
XIX juga mengalami krisis kemurnian ajaran, kestatisan pemikiran maupun aktivitas, dan
pertentangan internal. Perjalanan historis penyebaran agama Islam di Indonesia sejak masa
awal melalui proses akulturasi dan sinkretisme, pada satu sisi telah berhasil meningkatkan
kuantitas umat Islam. Akan tetapi secara kualitas muncul kristalisasi ajaran Islam yang
menyimpang dari ajaran Islam yang murni.
Di Pulau Jawa, misalnya, persoalan kemurnian ajaran Islam ini sangat terasa karena
unsur-unsur lokal sangat berpengaruh dalam proses sosialisasi ajaran di dalam masyarakat
seperti yang terlihat pada: sekaten, kenduri, tahlilan, dan wayang. Kondisi seperti ini dapat
dilihat pada laporan T.S. Raffles tentang Islam di Jawa pada awal abad XIX, yang
menyatakan bahwa orang Jawa yang berpengetahuan cukup tentang Islam dan berprilaku
sesuai dengan ajaran Islam hanya beberapa orang saja.

Selain itu, K.H. Ahmad Rifa'i, salah seorang ulama di Jawa yang sangat disegani oleh
pemerintah kolonial, pada pertengahan abad XIX menyatakan bahwa pengamalan agama
Islam orang Jawa banyak menyimpang dari aqidah Islalamiyah dan harus diluruskan.
Interaksi reguler antara sekelompok masyarakat Muslim Indonesia dengan dunia Islam
memberi kesempatan kepada mereka untuk mempelajari dan memahami lebih dalam ajaran
Islam sehingga tidak mengherankan kemudian muncul ide-ide atau wawasan baru dalam
kehidupan beragama di dalam masyarakat Indonesia. Mereka mulai mempertanyakan
kemurnian dan implementasi ajaran Islam di dalam masyarakat. Oleh sebab itu, di samping
unsur-unsur lama yang terus bertahan seperti pemahaman dan pengamalan ajar-an Islam yang
sinkretik dan sikap taqlid terhadap ulama, di dalam masyarakat Muslim Indonesia pada akhir
abad XIX dan awal abad XX juga berkembang kesadaran yang sangat kuat untuk melakukan
pembaharuan dalam banyak hal yang berhubungan dengan agama Islam yang telah
berkembang di tengah-tengah masyarakat.
Hal ini tentu saja menimbulkan konflik antarkelompok, yang terpolarisasi dalam
bentuk gerakan yang dikenal sebagai "kaum tua" berhadapan dengan "kaum muda" atau
antara kelompok "pembaharuan" berhadapan dengan "antipembaharuan". Sementara itu, krisis
yang terjadi di dalam Islam di Indonesia, selain disebabkan oleh dinamika internal juga tidak
dapat dipisahkan dengan perluasan kekuasaan pemerintah kolonial Belanda. Islam sejak awal
muncul sebagai kekuatan di balik perlawanan terhadap kolonialisme, baik dalam pengertian
idiologis maupun peran langsung para ulama dan umat Islam secara keseluruhan. Hal ini
dapat dilihat berbagai perlawanan yang terjadi sepanjang abad XIX dan awal abad XX,
seperti: Perang Diponegoro, Perang Bonjol, Perang Aceh, dan protes-protes petani, yang
semuanya diwarnai oleh unsur Islam yang sangat kental.
Akibatnya, pemerintah kolonial cenderung melihat Islam sebagai ancaman langsung
dari eksistensi kekuasaan kolonial ini. Setiap aktivitas yang berhubungan dengan Islam selalu
dicurigai dan dianggap sebagai langkah untuk melawan penguasa. Oleh sebab itu, berdasarkan
konsep yang dikembangkan oleh C. Snouck Hurgronje pada akhir abad XIX pemerintah
kolonial secara tegas memisahkan Islam dari politik, akan tetapi Islam sebagai ajaran agama
dan kegiatan sosial dibiarkan berkembang walaupun tetap berada dalam pengawasan yang
ketat. Kecurigaan pemerintah kolonial yang berlebihan terhadap Islam ini membatasi
kreativitas umat, baik dalam pengertian ajaran, pemikiran, maupun penyesuaian diri dengan
dinamika dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat secara umum.
Hal ini semakin diperburuk oleh munculnya sikap taqlid kepada para ulama tertentu
pada sebagian besar umat Islam di Indonesia pada waktu itu. Pemerintah kolonial juga
berusaha mengeksploitasi perbedaan yang ada dalam masyarakat yang berhubungan dengan
Islam, seperti perbedaan sosio-antropologis antara kelompok santri dan abangan yang menjadi
konflik sosial berkepanjangan. Selain itu, aktivitas kristenisasi yang dilakukan oleh missi
Katholik maupun zending Protestan terhadap penduduk pribumi yang telah beragama Islam
terus berlangsung tanpa halangan dari penguasa kolonial. Lembaga pendidikan dari tingkat
dasar sampai menengah, panti asuhan, dan rumah sakit yang didirikan oleh missi dan zending
sebagai pendukung utama dalam proses kristenisasi, secara reguler mendapat bantuan dana
yang besar dari pemerintah.
Ahmad Dahlan dan Pembentukan Muhammmadiyah di tengah-tengah kondisi tidak
menentu seperti yang digambarkan di atas, Ahmad Dahlan muncul sebagai salah seorang yang
perduli terhadap kondisi yang sedang dihadapi masyarakat pribumi secara umum maupun
masyarakat Muslim secara khusus. Ahmad Dahlan lahir di Kampung Kauman Yogyakarta

pacla tahun 1868 dengan nama Muhammad Darwis. Ayahnya K.H. Abu Bakar adalah imam
dan khatib Masjid Besar Kauman Yogyakarta, sementara ibunya Siti Aminah adalah anak
K.H. Ibrahim, penghulu besar di Yogyakarta. Menurut salah satu silsilah, keluarga
Muhammad Darwis dapat dihubungkan dengan Maulana Malik Ibrahim, salah seorang wali
penyebar agama Islam yang dikenal di Pulau Jawa.
Sebagai anak keempat dari keluarga K.H. Abubakar, Muhammad Darwis mempunyai
5 orang saudara perempuan dan I orang saudara laki-laki. Seperti layaknya anak-anak di
Kampung Kauman pada waktu itu yang diarahkan pada pendidikan informal agama Islam,
sejak kecil Muhammad Darwis sudah belajar membaca Quran di kampung sendiri atau di
tempat lain. Ia belajar membaca Quran dan pengetahuan agama Islam pertama kali dari
ayahnya sendiri dan pada usia delapan tahun ia sudah lancar dan tamat membaca Quran.
Menurut cerita, sejak kecil Muhammad Darwis sudah menunjukkan beberapa kelebihan
dalam penguasaan ilmu, sikap, dan pergaulan sehari-hari dibandingkan teman-temannya yang
sebaya.
Ia juga mempunyai keahlian membuat barang-barang kerajinan dan mainan. Seperti
anak laki-laki yang lain, Muhammad Darwis juga sangat senang bermain layang-layang dan
gasing. Seiring dengan perkembangan usia yang semakin bertambah, Muhammad Dalwis
yang sudah tumbuh remaja mulai belajar ilmu agama Islam tingkat lanjut, tidak hanya sekedar
membaca Quran. Ia belajar fiqh dari K.H. Muhammad Saleh dan belajar nahwu dari K.H.
Muhsin. Selain belajar dari dua guru di atas yang juga adalah kakak iparnya, Muhammad
Darwis belajar ilmu agama lslam lebih lanjut dari K.H. Abdul Hamid di Lempuyangan dan
KH. Muhammad Nur.
Muhammad Darwis yang sudah dewasa terus belajar ilmu agama Islam maupun ilmu
yang lain dari guru-guru yang lain, termasuk para ulama di Arab Saudi ketika ia sedang
menunaikan ibadah haji. Ia pernah belajar ilmu hadist kepada Kyai Mahfudh Termas dan
Syekh Khayat, belajar ilmu qiraah kepada Syekh Amien dan Sayid Bakri Syatha, belajar ilmu
falaq pada K.H. Dahlan Semarang, dan ia juga pernah belajar pada Syekh Hasan tentang
mengatasi racun binatang. Menurut beberapa catatan, kemampuan intelektual Muhammad
Darwis ini semakin berkembang cepat dia menunaikan ibadah haji pertama pada tahun 1890,
beberapa bulan setelah perkawinannya dengan Siti Walidah pada tahun 1889.
Proses sosialisasi dengan berbagai ulama yang berasal dari Indonesia seperti: Kyai
Mahfudh dari Termas, Syekh Akhmad Khatib dan Syekh Jamil Jambek dari Minangkabau,
Kyai Najrowi dari Banyumas, dan Kyai Nawawi dari Banten, maupun para ulama dari Arab,
serta pemikiran baru yang ia pelajari selama bermukim di Mekah kurang lebih delapan bulan,
telah membuka cakrawala baru dalam diri Muhammad Darwis, yang telah berganti nama
menjadi Ahmad Dahlan. Perkembangan ini dapat dilihat dari semakin, luas dan bervariasinya
jenis kitab yang dibaca Ahmad Dahlan. Sebelum menunaikan ibadah haji, Ahmad Dahlan
lebih banyak mempelajari kitab-kitab, dari Ahlussunnah waljamaah dalam ilmu aqaid, dari
madzab Syafii dalam ilmu Fiqh dari Imam Ghozali dan ilmu tasawuf.
Sesudah pulang dari menunaikan ibadah haji, Ahmad Dahlan mulai membaca kitahkitab lain yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Semangat membaca Ahmad Dahlan
yang besar ini dapat dilihat pada kejadian ketika ia membeli buku menggunakan sebagian dari
modal sebesar 1500 setelah ia pulang dari menunaikan ibadah haji yang pertama, yang
sebenarnya diberikan oleh keluarganya untuk berdagang. Sementara itu, keinginan untuk
memperdalam ilmu agama Islam terus muncul pada diri Ahmad Dahlan. Dalam upaya untuk

mewujudkan cita-citanya itu, ia menunaikan ibadah haji kedua pada tahun 1903, dan
bermukim di Mekah selama hampir dua tahun. Kesempatan ini digunakan Ahmad Dahlan
untuk belajar ilmu agama Islam baik dari para guru ketika ia menunaikan ibadah haji pertama
maupun dari guru-guru yang lain.
Ia belajar fiqh pada Syekh Saleh Bafadal, Syekh Sa'id Yamani, dan Syekh Sa' id
Babusyel. Ahmad Dahlan belajar ilmu hadist pada Mufti Syafi'i, sementara itu ilmu falaq
dipelajari pada Kyai Asy'ari Bawean. Dalam bidang ilmu qiruat, Ahmad Dahlan belajar dari
Syekh Ali Misri Makkah. Selain itu, selama bermukim di Mekah ini Ahmad Dahlan juga
secara reguler mengadakan hubungan dan membicarakan berbagai masalah sosial-keagamaan,
termasuk masalah yang terjadi di Indonesia dengan para Ulama Indonesia yang telah lama
bermukim di Arab Saudi, seperti: Syekh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari
Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang.
Berdasarkan koleksi buku-buku yang ditinggalkan oleh Ahmad Dahlan, sebagian
besar adalah buku yang dipengaruhi ide-ide pembaharuan. Di antara buku-buku yang sering
dibaca Ahmad Dahlan antara lain: Kosalatul Tauhid karangan Muhammad Abduh, Tafsir Juz
Amma karangan Muhammad Abduh, Kanz AL-Ulum, Dairah Al Ma'arif karangan Farid
Wajdi, Fi Al -Bid'ah karangan Ibn Taimiyah, Al Tawassul wa-al-Wasilah karangan Ibn
Taimiyah, Al-Islam wa-l-Nashraniyah karangan Muhammad Abduh, Izhar al-Haq karangan
Rahmah al Hindi, Tafsshil al-Nasyatain Tashil al Sa'adatain, Matan al-Hikmah karangan Atha
Allah, dan Al-Qashaid al-Aththasiyvah karangan Abd al Aththas.
Pengalaman Ahmad Dahlan mengajar agama Islam di dalam masyarakat dimulai
setelah ia pulang dari menunaikan ibadah haji pertama. Ahmad Dahlan mulai dengan
membantu ayahnya mengajar para murid yang masih kanak-kanak dan remaja. Dia mengajar
pada siang hari sesudah dzuhur, dan malam hari, antara maghrib sampai isya. Sementara itu,
sesudah ashar Ahmad Dahlan mengikuti ayahnya yang mengajar agama Islam kepada orangorang tua. Apabila ayahnya berhalangan, Ahmad Dahlan menggantikan ayahnya memberikan
pelajaran sehingga akhirnya ia mendapat sebutan kyai, sebagai pengakuan terhadap
kemampuan dan pengalamannya yang luas dalam memberikan pelajaran agama Islam.
Sebagai Khatib Amin, Ahmad Dahlan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan agama Islam
yang dimiliki, pengalaman berinteraksi dengan berbagai kelompok dalam dunia Islam, serta
pengalamannya memberi pelajaran agama Islam selama ini sehingga sering muncul ide dan
aktivitas baru. Berbeda dengan para khatib lain yang cenderung menghabiskan waktu begitu
saja ketika sedang bertugas piket di serambi masjid besar Kauman, Ahmad Dahlan secara
rutin memberikan pelajaran agama Islam kepada orang-orang yang datang ke masjid besar
ketika ia sedang melakukan piket.
Ahmad Dahlan juga mulai menyampaikan ide-ide baru yang lebih mendasar, seperti
persoalan arah kiblat salat yang sebenarnya. Akan tetapi, ide baru ini tidak begitu saja bisa
dilaksanakan seperti yang diajarkan di serambi masjid besar karena mempersoalkan arah
kiblat salat merupakan suatu hal yang sangat peka pada waktu itu. Ahmad Dahlan
memerlukan waktu hampir satu tahun untuk menyampaikan masalah ini. Itu pun hanya
terbatas pada para ulama yang sudah dikenal dan dianggap sepaham di sekitar Kampung
Kauman. Pada satu malam pada tahun 1898, Ahmad Dahlan mengundang 17 orang ulama
yang ada di sekitar kota Yogyakarta untuk melakukan musyawarah tentang arah kiblat di
surau milik keluarganya di Kauman.

Diskusi antara para ulama yang telah mempersiapkan diri dengan berbagai kitab acuan
ini berlangsung sampai waktu subuh, tanpa menghasilkan kesepakatan. Akan tetapi, dua
orang yang secara diam-diam mendengar pembicaraan itu beberapa hari kemudian membuat
tiga garis putih setebal 5 cm di depan pengimaman masjid besar Kauman untuk mengubah
arah kiblat sehingga mengejutkan para jemaah salat dzuhur waktu itu. Akibatnya, Kanjeng
Kyai
Penghulu H.M. Kholil Kamaludiningrat memerintahkan untuk menghapus tanda tersebut dan
mencari orang yang melakukan itu.
Sebagai realisasi dari ide pembenahan arah kiblat tersebut, Ahmad Dahlan yang
merenovasi surau milik keluarganya pada tahun 1899 mengarahkan surau tersebut ke arah
kiblat yang sebenarnya, yang tentu saja secara arsitektural berbeda dengan arah masjid besar
Kauman. Setelah dipergunakan beberapa hari untuk kegiatan Ramadhan, Ahmad Dahlan
mendapat perintah dari Kanjeng Penghulu untuk membongkar surau tersebut, yang tentu saja
ditolak. Akhirnya, surau tersebut dibongkar secara paksa pada malam hari itu juga. Walaupun
diliputi perasaan kecewa, Ahmad Dahlan membangun kembali surau tersebut sesuai dengan
arah masjid besar Kauman setelah berhasil dibujuk oleh saudaranya, sementara arah kiblat
yang sebenarnya ditandai dengan membuat garis petunjuk di bagian dalam masjid.
Setelah pulang dari menunaikan ibadah haji kedua, aktivitas sosial-keagamaan Ahmad
Dahlan di dalam masyarakat di samping sebagai Khatib Amin semakin berkembang. Ia
membangun pondok untuk menampung para murid yang ingin belajar ilmu agama Islam
secara umum maupun ilmu lain seperti: ilmu falaq, tauhid, dan tafsir. Para murid itu tidak
hanya berasal dari wilayah Residensi Yogyakarta, melainkan juga dari daerah lain di Jawa
Tengah. Walaupun begitu, pengajaran agama Islam melalui pengajian kelompok bagi anakanak, remaja, dan orang tua yang telah lama berlangsung masih terus dilaksanakan. Di
samping itu, di rumahnya Ahmad Dahlan mengadakan pengajian rutin satu minggu atau satu
bulan sekali bagi kelompok-kelompok tertentu, seperti pengajian untuk para guru dan pamong
praja yang berlangsung setiap malam Jum`at.
ide-ide dan aktivitas baru pada diri Ahmad Dahlan tidak dapat dipisahkan dari proses
sosialisasi dirinya sebagai pedagang dan ulama serta dengan alur pergerakan sosialkeagamaan, kultural, dan kebangsaan yang sedang berlangsung di Indonesia pada awal abad
XX. Sebagai seorang pedagang sekaligus ulama, Ahmad Dahlan sering melakukan perjalanan
ke berbagai tempat di Residensi Yogyakarta maupun daerah lain seperti: Periangan, Jakarta,
Jombang, Banyuwangi, Pasuruan, Surabaya, Gresik, Rembang, Semarang, Kudus,
Pekalongan, Purwokerto, dan Surakarta. Di tempat-tempat itu ia bertemu dengan para ulama,
pemimpin lokal, maupun kaum cerdik cendekia lain, yang sama-sama menjadi pedagang atau
bukan.
Dalam pertemuan-pertemuan itu mereka berbicara tentang masalah agama Islam
maupun masalah umum yang terjadi dalam masyarakat, terutama yang secara langsung
berhubungan dengan kemunculan, kestatisan, atau keterbelakangan penduduk Muslim
pribumi di tengah- tengah masyarakat kolonial. Dalam konteks pergerakan sosial keagamaan,
budaya, dan kebangsaan, hal ini dapat diungkapkan dengan adanya interaksi personal maupun
formal antara Ahmad Dahlan dengan organisasi seperti : Budi Utomo, Sarikat Islam, dan
Jamiat Khair, maupun hubungan formal antara organisasi yang ia cirikan kemudian, terutama
dengan Budi Utomo.

Secara personal Ahmad Dahlan mengenal organisasi Budi Utomo melalui


pembicaraan atau diskusi dengan Joyosumarto, seorang anggota Budi Utomo di Yogyakarta
yang mempunyai hubungan dekat dengan dr. Wahidin Sudirohusodo, salah seorang pimpinan
Budi Utomo yang tinggal di Ketandan Yogyakarta. Melalui Joyosumarto ini kemudian
Ahmad Dahlan berkenalan dengan dr. Wahidin Sudirohusodo secara pribadi dan sering
menghadiri rapat anggota maupun pengurus yang diselenggarakan oleh Budi Utomo di
Yogyakarta walaupun secara resmi ia belum menjadi anggota organisasi ini. Setelah banyak
mendengar tentang aktivitas dan tujuan organisasi Budi Utomo melalui pembicaraan pribadi
dan kehadirannya dalam pertemuan -pertemuan resmi, Ahmad Dahlan kemudian secara resmi
menjadi anggota Budi Utomo pada tahun 1909.
Dalam perkembangan selanjutnya, Ahmad Dahlan tidak hanya menjadi anggota biasa,
melainkan ia menjadi pengurus kring Kauman dan salah seorang komisaris dalam
kepengurusan Budi Utomo Cabang Yogyakarta. Sementara itu, pada sekitar tahun 1910
Ahmad Dahlan juga menjadi anggota Jamiat Khair, organisasi Islam yang banyak bergerak
dalam bidang pendidikan dan mayoritas anggotanya adalah orang-orang Arab. Keterlibatan
secara langsung di dalam Budi Utomo memberi pengetahuan yang banyak kepada Ahmad
Dahlan tentang cara berorganisasi dan mengatur organisasi secara modern.
Sementara itu, walaupun Ahmad Dahlan tidak terlibat secara aktif di dalam Jamiat
Khair, selain belajar berorganisasi secara modern di kalangan orang Islam, ia juga mendapat
pengetahuan tentang kegiatan sosial, terutama yang berhubungan dengan pendirian dan
pengelolaan lembaga pendidikan model sekolah. Semua ini tentu saja merupakan suatu hal
yang baru dan sangat berpengaruh bagi langkah-langkah yang dilakukan Ahmad Dahlan pada
masa selanjutnya, seperti pendirian sekolah model Barat maupun pembentukan satu
organisasi.
Sebagai pengurus Budi Utomo, aktivitas Ahmad Dahlan tidak hanya terbatas pada hal-hal
yang berhubungan langsung dengan masalah organisasi. Ia sering memanfaatkan forum
pertemuan pengurus maupun anggota Budi Utomo sebagai tempat untuk menyampaikan
informasi tentang agama Islam, bidang yang sangat ia kuasai. Kegiatan ini biasanya dilakukan
setelah acara resmi selesai. Kepiawaian Ahmad Dahlan dalam menyampaikan informasi
tentang agama Islam dalam berbagai pertemuan informal itu telah menarik perhatian para
pengurus maupun anggota Budi Utomo yang sebagian besar terdiri dari pegawai pemerintah
dan guru sehingga sering terjadi diskusi yang menarik di antara mereka tentang agama Islam.
Di antara pengurus dan anggota Budi Utomo yang tertarik pada masalah agama Islam
adalah R. Budiharjo dan R. Sosrosugondo, yang pada saat itu menjabat sebagai guru di
Kweekschool Jetis. Melalui jalur dua orang guru ini Ahmad Dahlan mendapat kesempatan
mengajar agama Islam kepada para siswa Kweekschool Jetis, setelah kepala sekolah setuju
dan memberikan izin. Pelajaran agama Islam di sekolah guru milik pemerintah itu diberikan
di luar jam pelajaran resmi, yang biasanya dilakukan pada setiap hari Sabtu sore.
Dalarn mengajarkan pengetahuan agama Islam secara umum maupun membaca
Quran, Ahmad Dahlan menerapkan metode pengajaran yang disesuaikan dengan kemampuan
siswa sehingga mampu menarik perhatian para siswa untuk menekuninya. Tentu saja sebagian
siswa merasa bahwa waktu pelajaran agama Is1am pada hari Sabtu sore itu belum cukup.
Oleh sebab itu, beberapa orang siswa, termasuk mereka yang belum beragama Islam sering
datang ke rumah Ahmad Dahlan di Kauman pada hari Ahad untuk bertanya maupun

melakukan diskusi lebih lanjut tentang berbagai persoalan yang berhubungan dengan agama
Islam.
Dalam perkembangan selanjutnya, pengalaman berorganisasi di Budi Utomo dan
Jamiat Khair memberikan pelajaran kepada siswa Kweekschool dan didukung oleh
perkembangan pendapat masyarakat umum pada waktu itu yang mulai menyadari bahwa
pendidikan merupakan salah satu sarana yang penting bagi kemajuan penduduk pribumi. Oleh
karena itu, Ahmad Dahlan secara pribadi mulai merintis pembentukan sebuah sekolah yang
memadukan pengajaran ilmu agama Islam dan ilmu umum. Dalam berbagai kesempatan
Ahmad Dahlan menyampaikan ide pendirian sekolah yang mengacu pada metode pengajaran
seperti yang berlaku pada sekolah milik pemerintah kepada berbagai pihak, termasuk kepada
para santri yang belajar di Kauman maupun penduduk Kauman secara umum. Sebagian besar
dari mereka bersikap acuh tak acuh, bahkan ada yang secara tegas menolak ide pendidikan
sistem sekolah tersebut karena dianggap bertentangan dengan tradisi dalam agama Islam.
Akibatnya, para santri yang selama ini belajar kepada Ahmad Dahlan satu per-satu
berhenti. Walaupun belum mendapat dukungan dari masyarakat sekitarnya, Ahmad Dahlan
tetap berkeinginan untuk mendirikan lembaga pendidikan yang menerapkan model sekolah
yang mengajarkan ilmu agama Islam maupun ilmu pengetahuan umum. Sekolah tersebut
dimulai dengan 8 orang siswa, yang belajar di ruang tamu rumah Ahmad Dahlan yang
berukuran 2,5 m x 6 m dan ia bertindak sendiri sebagai guru. Keperluan belajar dipersiapkan
sendiri oleh Ahmad Dahlan dengan memanfaatkan dua buah meja miliknya sendiri.
Sementara itu, dua buah bangku tempat duduk para siswa dibuat sendiri oleh Ahmad Dahlan
dari papan bekas kotak kain mori dan papan tulis dibuat dari kayu suren.
Delapan orang siswa pertama itu merupakan santrinya yang masih setia, serta anakanak yang masih mempunyai hubungan keluarga dengan Ahmad Dahlan. Pendirian sekolah
tersebut ternyata tidak mendapat sambutan yang baik dari masyarakat sekitarnya kecuali
beberapa orang pemuda. Pada tahap awal proses belajar mengajar belum berjalan dengan
lancar. Selain ada penolakan dan pemboikotan masyarakat sekitarnya, para siswa yang hanya
berjumlah 8 orang itu juga sering tidak masuk sekolah. Untuk mengatasi hal tersebut, Ahmad
Dahlan tidak segan-segan datang ke rumah para siswanya dan meminta mereka masuk
sekolah kembali, di samping ia terus mencari siswa baru. Seiring dengan pertambahan jumlah
siswa, Ahmad Dahlan juga menambah meja dan bangku satu per satu sehingga setelah
berlangsung enam bulan jumlah siswa menjadi 20 orang.
Ketika pendirian sekolah tersebut dibicarakan dengan anggota dan pengurus Budi
Utomo serta para siswa dan guru Kweekschool Jetis, Ahmad Dahlan mendapat dukungan
yang besar. Di antara para pendukung itu adalah : Mas Raji yang menjadi siswa, R. Sosro
Sugondo, dan R. Budiarjo yang menjadi guru di Kweekschool Jetis sangat membantu Ahmad
Dahlan mengembangkan sekolah tersebut sejak awal.
R. Budiharjo yang bersama-sama Ahmad Dahlan menjadi pengurus Budi Utomo
Yogyakarta banyak memberikan Saran tentang penyelenggaraan sebuah sekolah sesuai
dengan pengalamannya menjadi kepala sekolah di Kweekschool Jetis. Ia juga menyarankan
kepada Ahmad Dahlan untuk meminta subsidi kepada pemerintah jika sekolah yang didirikan
itu sudah teratur, dengan dukungan dari Budi Utomo. Selain itu, pendirian sekolah itu juga
mendapat dukungan dari kelompok terpelajar yang berasal dari luar Kauman serta para siswa
Kweekschool Jetis yang biasa datang ke rumahnya pada setiap hari Ahad.

Sebagai realisasi dari dukungan Budi Utomo, organisasi ini menempatkan Kholil,
seorang guru di Gading untuk mengajar ilmu pengetahuan umum pada sore hari di sekolah
yang didirikan Ahmad Dahlan. Oleh sebab itu, para siswa masuk dua kali dalam satu hari
karena Ahmad Dahlan mengajar ilmu pengetahuan agama Islam pada pagi hari. Walaupun
masih mendapat tantangan dari beberapa pihak, jumlah siswa terus bertambah sehingga
Ahmad Dahlan harus memindahkan ruang belajar ke tempat yang lebih luas di serambi
rumahnya.
Akhirnya setelah proses belajar mengajar semakin teratur, sekolah yang didirikan oleh
Ahmad Dahlan itu diresmikan pada tanggal 1 Desember 1911 dan diberi nama Madrasah
Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. Ketika diresmikan, sekolah itu mempunyai 29 orang siswa dan
enam bulan kemudian dilaporkan bahwa terdapat 62 orang siswa yang belajar di sekolah itu.
Sebagai lembaga pendidikan yang baru saja terbentuk, sekolah yang didirikan oleh Ahmad
Dahlan memerlukan perhatian lebih lanjut agar dapat terus dikembangkan. Dalam kondisi
seperti itu, pengalaman Ahmad Dahlan berorganisasi dalam Budi Utomo dan Jamiat Khair
menjadi suatu hal yang sangat penting bagi munculnya ide dan pembentukan satu organisasi
untuk mengelola sekolah tersebut, di samping kondisi makro pada saat itu yang telah
menimbulkan kesadaran akan arti penting suatu organisasi modern maupun masukan yang
didapat dari para pendukung, termasuk dari para murid Kweekschool Jetis.
Seorang siswa kweekschool yang biasa datang ke rumah Ahmad Dahlan pada hari
Ahad, misalnya, menyarankan agar sekolah tersebut tidak hanya diurus oleh Ahmad Dahlan
sendiri melainkan dilakukan oleh suatu organisasi supaya sekolah itu dapat terus berlangsung
walaupun Ahmad Dahlan tidak lagi terlibat di dalamnya atau setelah ia meninggal. Ide
pembentukan organisasi itu kemudian didiskusikan lebih lanjut dengan orang-orang yang
selama ini telah mendukung pembentukan dan pelaksanaan sekolah di Kauman, terutama para
anggota dan pengurus Budi Utomo serta guru dan murid Kweekschool Jetis.
Dalam satu kesempatan untuk mendapatkan dukungan dalam rangka merealisasi ide
pembentukan sebuah organisasi, Ahmad Dahlan melakukan pembicaraan dengan Budiharjo
yang menjadi kepala sekolah di Kweekschool Jetis dan R. Dwijosewoyo, seorang aktivis Budi
utomo yang sangat berpengaruh pada masa itu. Pembicaraan tersebut tidak hanya terbatas
pada upaya mencari dukungan, melainkan juga sudah difokuskan pada persoalan nama,
tujuan, tempat kedudukan, dan pengurus organisasi yang akan dibentuk. Berdasarkan
pembicaraan-pembicaraan yang dilakukan didapatkan beberapa ha1 yang berhubungan secara
langsung dengan rencana pembentukan sebuah organisasi.
Pertama, perlu didirikan sebuah organisasi baru di Yogyakarta. Kedua, para siswa
Kweekschool tetap akan mendukung Ahmad Dahlan, akan tetapi mereka tidak akan menjadi
pengurus organisasi yang akan didirikan karena adanya larangan dari inspektur kepala dan
anjuran agar pengurus supaya diambil dari orang-orang yang sudah dewasa. Ketiga, Budi
Utomo akan membantu pendirian perkumpulan baru tersebut. Pada bulan-bulan akhir tahun
1912 persiapan pembentukan sebuah perkumpulan baru itu dilakukan dengan lebih intensif,
melalui pertemuan-pertemuan yang secara ekplisit membicarakan dan merumuskan masalah
seperti nama dan tujuan perkumpulan, serta peran Budi Utomo dalam proses formalitas yang
berhubungan dengan pemerintah Hindia Belanda.
Walaupun secara praktis organisasi yang akan dibentuk bertujuan untuk mengelola sekolah
yang telah dibentuk lebih dahulu, akan tetapi dalam pembicaraan-pembicaraan yang
dilakukan selanjutnya tujuan pembentukan organisasi itu berkembang lebih luas, mencakup

penyebaran dan pengajaran agama Islam secara umum serta aktivitas sosial lainnya. Anggaran
dasar organisasi ini dirumuskan dalam bahasa Belanda dan bahasa Melayu, yang dalam
penyusunannya mendapat bantuan dari R. Sosrosugondo, guru bahasa Melayu di
Kweekscbool Jetis.
Organisasi yang akan dibentuk itu diberi nama "Muhammadiyah", nama yang
berhubungan dengan nama nabi terakhir Muhammad SAW."' Berdasarkan nama itu
diharapkan bahwa setiap anggota Muhammadiyah dalam kehidupan beragama dan
bermasyarakat dapat menyesuaikan diri dengan pribadi Nabi Muhammad SAW dan
Muhammadiyah menjadi organisasi akhir zaman. Sementara itu, Ahmad Dahlan berhasil
mengumpulkan 6 orang dari Kampung Kauman, yaitu: Sarkawi, Abdulgani, Syuja, M.
Hisyam, M. Fakhruddin, dan M. Tamim untuk menjadi anggota Budi Utomo dalam rangka
mendapat dukungan formal Budi Utomo dalam proses permohonan pengakuan dari
Pemerintah Hindia Belanda terhadap pembentukan Muhammadiyah.
Setelah seluruh persiapan selesai, berdasarkan kesepakatan bersama dan setelah
melakukan shalat istikharah akhirnya pada tanggal 18 November 1912 M atau 8 Dzulhijjah
1330 H persyarikatan Muhammadiyah didirikan. Dalam kesepakatan itu juga ditetapkan
bahwa Budi Utomo Cabang Yogyakarta akan
membantu mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda agar pembentukan
Muhammadiyah diakui secara resmi sebagai sebuah badan hukum. Pada hari Sabtu malam,
tanggal 20 Desember 1912, pembentukan Muhammadiyah diumumkan secara resmi kepada
masyarakat dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh tokoh masyarakat, pejabat pemerintah
kolonial, maupun para pejabat dan kerabat Kraton Kasultanan Yogyakarta maupun Kadipaten
Pakualaman.
Pada saat yang sama, Muhammadiyah yang dibantu oleh Budi Utomo secara resmi
mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mengakui
Muhammadiyah sebagai suatu badan hukum. Menurut anggaran dasar yang diajukan kepada
pemerintah pada waktu pendirian, Muhammadiyah merupakan organisasi yang bertujuan
menyebarkan pengajaran agama Nabi Muhammad SAW kepada penduduk bumiputra di Jawa
dan Madura serta memajukan pengetahuan agama para anggotanya. Pada waktu itu terdapat 9
orang pengurus inti, yaitu: Ahmad Dahlan sebagai kctua, Abdullah Sirat sebagai sekretaris,
Ahmad, Abdul Rahman, Sarkawi, Muhammad, Jaelani, Akis, dan Mohammad Fakih sebagai
anggota. Sementara itu, para anggota hanya dibatasi pada penduduk Jawa dan Madura yang
beragama Islam.

Matan keyakinan dan


cita-cita hidup
Muhammadiyah

MATAN KAYAKINAN DAN CITA-CITA HIDUP MUHAMMADIYYAH (MKCH)

1.
Muhammadiyah adalah Gerakan berasas Islam, bercita-cita dan bekerja untuk
mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, untuk melaksanakan fungsi dan misi
manusia sebagai hamba dan khalifah Allah dimuka bumi.
2.
Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah agama Allah yang diwahyukan
kepada para Rasul-Nya. Sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai
kepada Nabi Muhammad saw, sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia
sepanjang masa dan menjamin kesejahteraan hidup material dan spiritual, dunia dan ukhrawi.
3.
Muhammdiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan:
a.
Al-Qur'an
:
Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw.
b.
Sunnah Rasul : Penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran al-Qur'an yang diberikan
oleh Nabi Muhammad saw.
dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.
4.
Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi
bidang-bidang: a) Aqidah, b) Akhlak, c) Ibadah, d) Mu'amalat Duniawiyat.
4.1. Muhammdiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari gejalagejala kemusyrikan, bid'ah dan khurafat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran
Islam.
4.2. Muhammdiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan berpedoman
kepada ajaran-ajaran al-Qur'an dan sunah Rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan
manusia.
4.3. Muhammdiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah saw.
tanpa tambahan dan perubahan manusia.
4.4. Muhammdiyah bekerja untuk terlaksanya mu'amalat duniawiyat (pengolahan dunia
dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran agama serta menjadikan semua
kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah swt.
5.
Muhammdiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat
karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan
bangsa dan Negara Republik Indonesia yang berfalsafah Pancasila, untuk berusaha bersamasama menjadikan suatu Negara yang adil, makmur dan di ridloi Allah swt.
"BALDATUN THAYYIBATUN WA RABBUN GHAFUR"
(Keputusan Tanwir 69 Ponorogo)

Catatan: Rumusan matan tersebut telah mendapat perubahan dan perbaikan oleh Pimpinan
Pusat Muhammadiyah atas kuasa tanwir tahun 1970 di Yogyakarta.

SISTEMATIKA DAN PEDOMAN


untuk Memahami Rumusan Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah
Bismillahirrahmanirrahim
Sistematika:
1.
Rumusan Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah terdiri dari lima
(5) angka.
2.
5 (Lima) angka tersebut dapat dibagi menjadi tiga kelompok:
Kelompok kesatu :Mengandung pokok-pokok persoalan yang bersifat idiologis, ialah angka 1
dan 2 yang berbunyi:
1.
Muhammadiyah adalah Gerakan berasas Islam, bercita-cita dan bekerja untuk
mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, untuk melaksanakan fungsi dan misi
manusia sebagai hamba dan khalifah Allah dimuka bumi.
2.
Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah agama Allah yang diwahyukan
kepada para Rasul-Nya. Sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai
kepada Nabi Muhammad saw, sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia
sepanjang masa dan menjamin kesejahteraan hidup material dan spiritual, dunia dan ukhrawi.
Kelompok kedua :Mengandung persoalan mengenai faham agama menurut Muhammadiyah,
ialah angka 3 dan 4 yang berbunyi:
3.
Muhammdiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan:
a.
Al-Qur'an
: Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw.
b.
Sunnah Rasul : Penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran al-Qur'an yang diberikan
oleh Nabi Muhammad saw.
dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.
4.
Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi
bidang-bidang: a) Aqidah, b) Akhlak, c) Ibadah, d) Mu'amalat Duniawiyat.
4.1. Muhammdiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari gejalagejala kemusyrikan, bid'ah dan khurafat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran
Islam.
4.2. Muhammdiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan berpedoman
kepada ajaran-ajaran al-Qur'an dan sunah Rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan
manusia.
4.3. Muhammdiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah saw.
tanpa tambahan dan perubahan manusia.
4.4. Muhammdiyah bekerja untuk terlaksanya mu'amalat duniawiyat (pengolahan dunia
dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran agama serta menjadikan semua
kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah swt.
Kelompok ketiga :mengandung persoalan mengenai fungsi dan misi Muhammadiyah
dalam masyarakat Negara Republik Indonesia, ialah angka 5 yang berbunyi :
5.
Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat
karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan
bangsa dan Negara Republik Indonesia yang berfalsafah Pancasila, untuk berusaha bersamasama menjadikan suatu Negara yang adil, makmur dan di ridloi Allah swt. BALDATUN
THAYYIBATUN WA RABBUN GHAFUR

Pedoman untuk memahami:


Uraian singkat mengenai : Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah
(3)
Pokok-pokok persoalan yang bersifat idiologis yang terkandung dalam angka 1 dan 2
dari Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah adalah:
a. a.
Asas : Muhammadiyah adalah Gerakan yang berasas Islam.
b. Cita-cita/Tujuan : Bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya.
c. Ajaran yang digunakan : Agama Islam ialah agama Allah sebagai Hidayah
untuk melaksanankan dan Rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang
asas dalam mencapai masa, dan menjamin kesejahteraan hidup material
Cita-cita/tujuan tersebut dan spiritual, duniawi dan ukhrawi.
(4) Fungsi asas dalam persoalan keyakinan dan cita-cita hidup adalah sebagai sumber yang
menentukan bentuk keyakinan dan cita-cita hiduip itu sendiri. Berdasarkan Islam artinya ialah
Islam sebagai sumber ajaran yang menentukan keyakinan dan cita-cita hidupnya.
Ajaran Islam, yang ini ajarannya berupa kepercayaan TAUHID membentuk keyakinan dan
cita-cita hidup, bahwa beribadah kepada Allah demi untuk kebahagiaan dunia dan akhirat.
Hidup beribadah menurut ajaran Islam, ialah hidup ber-taqarub kepada Allah swt. dengan
menunaikan amanahnya guna mendapatkan keridloan-Nya.
Amanah Allah yang menentukan fungsi dan misi manusia dalam hidupnya didunia, ialah
manusia sebagai hamba Allah dan khalifah (penggantinya), yang bertugas mengatur dan
membangun dunia serta menciptakan dan memelihara keamanan dan ketertibannya untuk
memakmurkannya.
(5)
Fungsi cita-cita/tujuan dalam persoalan Keyakinan dan Cita-cita Hidup ialah sebagai
kelanjutan/konsekuensi daripada asas.
Hidup yang berasaskan Islam seperti yang disimpulkan pada ad. 4 di atas, tidak bisa lain
kecuali menimbulkan kesadaran pendirian bahwa cita-cita, tujuan yang akan di capai dalam
hidupnya didunia ini ialah terwujudnya tata kehidupan masyarakat yang baik guna
mewujudkan kemakmuran dunia dalam rangka ibadahnya kepada Allah swt.
Dalam hubungan ini Muhammadiyah adalah menegaskan cita-cita/tujuan perjuangannya
dengan .. sehingga terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. (AD Pasal 3).
Bagaimana bentuk/wujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya yang dimaksud itu harus
dirumuskan dalam suatu konsepsi yang jelas gamblang dan menyeluruh.
(6)
Berdasarkan Keyakinan dan Cita-cita Hidup yang berasas Islam dan dikuatkan dengan
hasil penyidikan secara ilmiah, historis dan sosiologis Muhammadiyah berkeyakinan bahwa
ajaran yang dapat untuk melaksanakan hidup yang sesuai dengan asasnya dalam mencapai
cita-cita/tujuan hidup dan perjuangannya sebagaimana yang dimaksud, hanyalah ajaran
Islam.
Sangat perlu adanya rumusan secara kongkrit, sistimatis dan menyelurah tentang konsepsi
ajaran Islam yang meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia/masyarakat, sebagai
isi daripada masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
(7)
Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah yang persoalan-persoalan pokoknya
sebagaimana telah diuraikan dengan singkat di atas adalah di bentuk, ditentukan, oleh
pengertian dan fahamnya mengenai agama Islam.
Agama Islam adalah sumber Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah. Maka dari itu,
faham agama bagi Muhammadiyah adalah merupakan persoalan yang essensial bagi adanya
Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah.
(8)
Paham agama.
8.1. Agama Islam ialah agama Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya, sejak Nabi Adam
sehingga Nabi terakhir, ialah Nabi Muhammad saw.

Nabi Muhammad saw sebagai Nabi terakhir, diutus dengan membawa syari'at agama yang
sempurna untuk seluruh umat manusia sepanjang masa.
Maka dari itu, agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad itulah yang tetap berlaku
sampai sekarang dan untuk masa-masa selanjutnya.
&, $ .
#$% ( '&
* ) , (

)
(8. $9 :;< $=) ./ $0
/ . * 2 3

5

Agama yakni Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. ialah apa yang
diturunkan Allah di dalam Qur'an dan yang tersebut dalam Sunnah yang shahih berupa
perintah-perintah dan larangan-larangan setiap petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia
dunia dan akhirat. (Putusan Majelis Tarjih).
:;< $=) ./ $0
/ . * 2 3

5
& , $ > . 2 *
&;?
(
?
$ 5
,
(8. $9
Agama adalah apa yang disyari'atkan Allah, dengan peraturan Nabi-Nabi-Nya berupa
perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia
didunia dan akhirat. (Putusan Majelis Tarjih).
8.2. Dasar Agama Islam
a.
Al-Qur'an
:Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw.
b.
Sunnah Rasul :Penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran al-Qur'an yang diberikan
oleh Nabi Muhammad saw.
dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam. (nukilan dari Matan)
8.3. Al Qur'an dan Sunnah Rasul sebagai penjelasannya adalah pokok dasar hukum/ajaran
Islam yang mengandung ajaran yang benar.
Akal pikiran/ar Ra'yu adalah alat untuk:
a.
Mengungkap dan mengetahui kebenaran yang terkandung dalam al Qur'an dan Sunnah
Rasul;
b.
Mengetahui maksud-maksud yang tercakup dalam pengertian al Qur'an dan Sunnah
Rasul
Sedang untuk mencari cara dan jalan melaksanakan ajaran al Qur'an dan Sunnah Rasul dalam
mengatur dunia guna kemakmurannya, akal pikiran yang dinamis dan progresif mempunyai
peranan yang penting dan lapangan yang luas.
Begitu pula akal pikiran bisa mempertimbangkan seberapa jauh pengaruh keadaan dan waktu
terhadap penerapan suatu ketentuan hukum dalam batas maksud-maksud pokok ajaran agama.
8.4. Muhammadiyah berpendirian bahwa pintu ijtihad senantiasa terbuka.
8.5. Muhammadiyah berpendirian bahwa orang dalam beragama hendaklah berdasarkan
pengertian yang benar, dengan ijtihad atau ittiba'.
8.6. Muhammadiyah dalam menetapkan tuntunan yang berhubungan dengan masalah agama,
baik bagi kehidupan perseorangan ataupun bagi kehidupan Gerakan, adalah dengan dasardasar seperti tersebut di atas, dilakukan dalam musyawarah oleh para ahlinya, dengan cara
yang sudah lazim disebut Tarjih, ialah membanding-banding pendapat-pendapat dalam
musyawarah dan kemudian mengambil mana yang mempunuai alasan yang lebih kuat.
8.7. Dengan dasar dan cara memahami agama seperti tersebut di atas, Muhammadiyah
berpendirian bahwa ajaran Islam merupakan kesatuan ajaran yang tidak boleh dipisah-pisah
dan meliputi:
a.
Aqidah : ajaran yang berhubungan dengan kepercayaan
b.
Akhlak : ajaran yang berhubungan dengan pembentukan sikap mental

c.
Ibadah (mahdlah) : ajaran yang berhubungan dengan peraturan dan tatacara hubungan
manusia dengan Tuhan
d.
Khalifah mu'amalah-duniawiat: ajaran yang berhubungan dengan pengolahan dunia
dan pembinaan masyarakat.
dimana semuanya itu bertumpu dan untuk mencerminkan kepercayaan Tauhid dalam hidup
dan kehidupan manusia, dalam ujud dan bentuk hidup dan kehidupan yang semata-mata untuk
beribadah kepada Allah swt. dalam arti yang luas dan penuh, seperti arti ibadah yang
dirumuskan Majelis Tarjih:
A
?
A
3 '
0
?

L

A
3 . ,*
9 C $
E 9 (

$ % 9 2 3
(8. $9 :;< $=)
, O

. .
P .
. > )<
M . '
L
C

O

L


Ibadah ialah bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, dengan mentaati segala perintah
perintah-perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-Nya dan mengamalkan segala yang
diizinkan Allah. Ibadah itu ada yang umum dan ada yang khusus:
a.
Yang umum ialah segala amalan yang diizinkan Allah.
b.
Yang khusus ialah apa yang telah ditetapkan Allah akan perincian-perinciannya,
tingkah dan cara-caranya yang tertentu.
(9)
Fungsi dan Misi Muhammadiyah
9.1. Berdasarkan Keyakinan dan Cita-cita Hidup yang bersumberkan ajaran Islam yang
murni seperti tersebut di atas, Muhammadiyah menyadari kewajibannya berjuang dan
mengajak segenap golongan dan lapisan bangsa Indonesia untuk mengatur dan membangun
tanah air dan Negara Republik Indonesia, sehingga merupakan masyarakat dan negara adil
makmur, sejahtera bahagia, material dan spiritual yang diridlai Allah swt.
9.2. Mengingat perkembangan sejarah dan kenyataan Bangsa Indonesia sampai dewasa ini,
semua yang ingin dilaksanakan dan dicapai Muhammadiyah dari pada keyakinan dan cita-cita
hidupnya, bukanlah hal yang baru, dan hakekatnya adalah sesuatu yang wajar.
9.3. Sedang pola perjuangan Muhammadiyah dalam melaksanakan dan mencapai
keyakinan dan cita-cita hidupnya dalam masyarakat negara Republik Indonesia,
Muhammadiyah menggunakan dakwah Islam dan amar ma'ruf nahi munkar dalam arti dan
proporsi yang sebenar-benarnya, sebagai jalan satu-satunya. Lebih lanjut mengenai soal ini
dapat diketahui dan dipahami dalam Khittah Perjuangan Muhammadiyah.
Selanjutnya untuk memahami secara luas dan mendalam mengenai Keyakinan dan Cita-cita
Hidup Muhammadiyah, perlu dibuat penjelasan-penjelesan lebih lanjut.

KEPRIBADIAN
MUHAMMADIYAH

KEPRIBADIAN MUHAMMADIYAH

I. APAKAH MUHAMMADIYAH ITU?


Muhammadiyah adalah suatu persyarikatan yang merupakan Gerakan Islam.
Maksud geraknya ialah, Dawah Islam & amar ma'ruf nahi munkar yang ditujukan kepada
dua bidang: perseorangan dan masyarakat. Dawah dan amar ma'ruf nahi munkar pada bidang
yang pertama terbagi kepada dua golongan: kepada yang telah Islam bersifat pembaharuan
(tajdid), yaitu mengembalikan kepada ajaran-ajaran Islam yang asli murni; dan yang kedua
kepada yang belum Islam bersifat seruan dan ajakan untuk memeluk agama Islam. Adapun
dawah dan amar ma'ruf nahi munkar yang kedua, ialah kepada masyarakat, bersifat
perbaikan, bimbingan dan peringatan. Kesemuanya itu dilaksanakan bersama dengan
bermusyawarah atas dasar taqwa dan mengharap keridlaan Allah semata.
Dengan melaksanakan dawah dan amar ma'ruf nahi munkar dengan caranya masing-masing
yang sesuai, Muhammadiyah menggerakkan masyarakat menuju tujuannya, ialah
terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
II. DASAR DAN AMAL USAHA MUHAMMADIYAH
Dalam perjuangan melaksanakan usahanya menuju tujuan terwujudnya masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya, dimana kesejahteraan, kebaikan dan kebahagiaan luas merata,
Muhammadiyah mendasarkan segala gerak dan usahanya atas prinsip-prinsip yang tersimpul
dalam Muqaddimah Anggaran Dasar, yaitu:
1.
Hidup manusia harus berdasar tauhid, ibadah dan taat kepada Allah.
2.
Hidup manusia bermasyarakat.
3.
Mematuhi ajaran-ajaran Islam dengan keyakinan bahwa ajaran Islam itu satu-satunya
landasan kepribadian dan ketertiban bersama untuk kebahagiaan dunia dan akhirat.
4.
Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam dalam masyarakat adalah kewajiban
sebagai ibadah kepada Allah dan ikhsan kepada kemanusiaan.
5.
Ittiba' kepada langkah perjuangan Nabi Muhammad saw.
6.
Melancarkan amal usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi.
III. PEDOMAN AMAL USAHA DAN PERJUANGAN MUHAMMADIYAH
Menilik dasar prinsip tersebut di atas, maka apapun yang diusahakan dan
bagaimanapun cara perjuangan Muhammadiyah untuk mencapai tujuan tunggalnya harus
berpedoman: Berpegang teguh akan ajaran Allah dan Rasul-Nya, bergerak membangun
disegenap bidang dan lapangan dengan menggunakan cara serta menempuh jalan yang diridlai
Allah.
IV. SIFAT MUHAMMADIYAH
Menilik:
a.
Apakah Muhammadiyah itu;
b.
Dasar amal usaha Muhammadiyah;
c.
Pedoman amal usaha dan perjuangan Muhammadiyah;
Maka Muhammadiyah memiliki dan wajib memelihara sifatnya, terutama yang terjalin di
bawah ini:
1.
Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan.
2.
Memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah Islamiyah.
3.
Lapang dada, luas pandangan dengan memegang teguh ajaran Islam.
4.
Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan.
5.
Mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan serta falsafah Negara
yang sah.

6.
7.
8.
9.

10.

Amar maruf nahi munkar dalam segala lapangan serta menjadi contoh teladan
yang baik.
Aktif dalam perkembangan masyarakat dengan maksud islah dan
pembangunan sesuai dengan ajaran Islam.
Kerjasama dengan golongan Islam manapun juga dalam usaha menyiarkan dan
mengamalkan ajaran Islam serta membela kepentingannya.
Membantu pemerintah serta bekerjasama dengan golongan lain dalam
memelihara dan membangun Negara untuk mencapai masyarakat adil dan
makmur yang diridlai Allah.
Bersifat adil serta korektif kedalam dan keluar dengan bijaksana.

(Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-35)

SEJARAH DIRUMUSKANNYA "KEPRIBADIAN MUHAMMADIYAH"


Kepribadian Muhammadiyah ini timbulnya pada waktu Muhammadiyah dipimpin
oleh Bpk. Kolonel H.M. Junus Anis, ialah periode 1959 1962. Kepribadian
Muhammadiyah ini semula berasal dari uraian Bpk. K.H. Faqih Usman, sewaktu beliau
memberikan uraian dalam suatu latihan yang diadakan oleh PP. Muhammadiyah di Madrasah
Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta. Pada saat itu almarhum K.H. Faqih Usman
menjelaskan Apa sih Muhammadiyah itu?
Kemudian oleh PP di musyawarahkan bersama-sama pimpinan Muhammadiyah Jawa
Timur (H. M. Saleh Ibrahim), Jawa Tengah (R. Darsono) dan Jawa Barat (H. Adang Afandi).
Sesudah itu disempurnakan oleh suatu team yang antara lain terdiri dari; K.R. Muh. Wardan;
Prof. KH. Farid Ma'ruf; M. Djarnawi Hadikusuma; M. Djindar Tamimy; kemudian terus
membahas pula Prof. H. Kasman Singodimejo, SH. disamping pembawa prakarsa sendiri
Bapak KH. Faqih Usman. Setelah rumusan itu sudah agak sempurna, maka diketengahkan
dalam sidang Tanwir menjelang Muktamar ke-35 itulah Kepribadian Muhammadiyah
mendapatkan pengesahan setelah mengalami usulan-usulan penyempurnaan.
Dengan demikian maka rumusan Kepribadian Muhammadiyah yang sekarang ini adalah
merupakan hasil yang telah disempurnakan dalam Muktamar setengah abad ke-35 pada tahun
1962, akhir periode pimpinan H. M. Junus Anis.
APAKAH KEPRIBADIAN MUHAMMADIYAH ITU?
Sesungguhnya Kepribadian Muhammadiyah itu merupakan ungkapan dari kepribadian
yang memang sudah ada pada Muhammadiyah sejak lama berdiri. KH. Faqih Usman pada
saat itu hanyalah mengkosntantir, mengidharkan apa yang telah ada. Jadi bukan merupakan
hal-hal yang baru dalam Muhammadiyah. Adapun mereka yang menganggap bahwa
Kepribadian Muhammadiyah sebagai perkara baru, hanyalah karena mereka mendapati
Muhammadiyah dalam keadaan yang tidak sebenarnya.
KH. Faqih Usman sebagai seorang yang telah sejak lama berkecimpung dalam
muhammadiyah, sudah memahami benar apa seseungguhnya sifat-sifat khusus/ciri-ciri khas
dari Muhammadiyah itu. Karena itu, kepada mereka yang tidak berlaku sewajarnya dalam
muhammadiyah, beliaupun dapat memahami dengan jelas.
Yang dirasakan benar oleh almarhum bahwa Muhammadiyah itu sebagai Gerakan Islam
berdasar Islam, menuju terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya bukan dengan
jalan politik, bukan dengan jalan ketatanegaraan, melainkan dengan melalui pembentukan
masyarakat, tanpa memperdulikan bagaimana struktur politik yang menguasainya. Zaman
penjajahan Belanda, zaman militerisme Jepang, dan sampai dengan zaman kemerdekaan
Republik Indonesia. Muhammadiyah tidak buta politik, Muhammadiyah tidak takut politik.
Tapi Muhammadiyah bukan partai politik. Muhammadiyah tidak mencapuri soal-soal politik;
tetapi apabila soal-soal politik memasuki Muhammadiyah, ataupun soal-soal politik itu
mendesak-desak urusan agama Islam maka terpaksalah Muhammadiyah bertindak menurut
kemampuanya dan menurut irama dan nada Muhammadiyah.
Sejak partai politik Islam Masyumi dibubarkan oleh Presiden Sukarno, maka wargawarga Muhammadiyah yang selam ini berjuang didalam medan politik praktis, merekapun
masuk kembali dalam Muhammadiyah. Merekapun berjuang dan beramal dalam
Muhammadiyah dengan masih membawa cara dan lagu-lagu berpolitik cara partai. Oleh
almarhum KH. Faqih Usman dan PP Muhammadiyah pada saat itu, cara-cara yang demikian
dirasakan sebagai cara-cara yang dapat merusak nada dan lagu Muhammadiyah.
Muhammadiyah telah mempunyai cara perjuangan yang khas Muhammadiyah bukan
bergerak untuk Muhammadiyah sebagai golongan, Muhammadiyah bergerak dan berjuang
untuk tegaknya Islam, untuk kemenangan kalimah Allah untuk terwujudnya masyarakat Islam

yang sebenar-benarnya. Hanya saja Islam yang digerakkan oleh Muhammdiyah adalah Islam
yang sadajah, Islam yang lugu/apa adanya, Islam yang menurut al-Qur'an dan Sunnah
Rasulullah saw. dan menjalankan dengan menggunakan akal pikiran yang sesuai dengan ruh
Islam.
Dengan demikian, diperlukan untuk dipahamkan kepada para warga Muhammadiyah,
apakah sebenarnya Muhammadiyah, dan bagaimana cara membawa/ menyebar luaskannya.
Menyebarkan faham Muhammadiyah itu pada hakikatnya menyebarkan Islam yang sebenarbenarnya dan karena itu cara-caranya perlu mengikuti bagaimana Rasulullah saw.
menyebarluaskan Islam pada mula-mula pertumbuhannya.
Memahami Kepribadian Muhammadiyah
Memahami Kepribadian Muhammadiyah berarti:
1. Memahamai apa sebenarnya Muhammadiyah
2. Karena Muhammadiyah ini sebagai organisasi, sebagai suatu persyarikatan yang
berasaskan Islam maka perlu pula difahami Islam yang bagaimanakah yang hendak
ditegakkan dan dijunjung tinggi itu, mengingat telah banyaknya kekaburan-kekaburan
dalam Islam di Indonseia ini. Dan ini pulalah yang hendak dipergunakan mendasari
atau menjiwai segala amal usaha Muhammadiyah sebagai organisasi.
3. Kemudian dengan sifat-sifat yang kita contoh atau kita ambil dari bagaimana sejarah
da'wah Rasulullah yang mula-mula dilaksanakan, itu pulalah yang kita jadikan sifatsifat gerak da'wah Muhammadiyah, dengan kita sesuaikan pada keadaan dan
kenyataan-kenyataan yang kita hadapi.
Kepada Siapa Kepribadian Muhammadiyah Ini Kita Pimpinkan/ Berikan?
Seperti diatas telah kita uraikan, bahwa kepribadian ini pada dasarnya adalah
memberikan pengertian dan kesadaran kepada warga kita, agar mereka itu tahu tugas
kewajibannya, tahu sandaran atau dasar-dasar beramal usahanya, juga tahu sifat-sifat atau
bentuk/nada-nada bagaimana mereka para warga pada saat melaksanakan tugas
kewajibannya.
Lalu Bagaimana Cara Memberikan Atau Menuntunkan?
Tidak ada cara lain memberikan atau menuntunkan kepribadian Muhammadiyah ini kecuali
harus dengan teori dan praktek penamaan, pengertian dan pelaksanaan-pelaksanaan.
1. Penandasan atau pendalaman pengertian da'wah/ bertabligh.
2. Menggembirakan dan memantapkan tugas berda'wah. Tidak merasa minderwaardig
(rendah diri) dalam menjalankan da'wah walaupun dengan tidak memandang rendah
dan busuk kepada saudara-saudara kita yang bertugas dalam lapangan lainya (politik,
ekonomi, seni-budaya dan lain-lain).
3. Kemudian kepada mereka para warga hendaklah ditugaskan dengan tentu-tentu, bukan
hanya dengan sukarela. Bila diperlukan dengan cara-cara yang mengikat seperti
dengan perjanjian, dengan bai'at dan lain-lain.
4. Sesuai dengan masa sekarang, perlu dengan musyawarah sekarang yang sifatnya
mengevaluasi tugas-tugas itu.
5. Sesuai dengan suasana sekarang, perlu pula dengan formalitas-formalitas yang
menarik yang tidak melanggar hukum-hukum agama dan juga dengan memberikan
bantuan logistik.
6. Pimpinan Cabang/Ranting bersama-sama anggota-anggotanya memusyawarahkan
sasaran-sasaran yang dituju, bahan-bahan yang dibawakan petugas-petugas dibagi
menurut kemampuan dan sasaran-sasarannya.

7. Pada musyawarah evaluasi, sekalian dapat ditambahkan bahan-bahan atau bekal yang
diberikan kepada warga yang sebagai muballighin/muballighat.
Sejarah Sebelum Terbentuknya Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
Muhammadiyah berdiri pada tanggal 8 Zulhijjah 1330 H dan mendapatkan status
berbadan hukum. Sebagai suatu organisasi sudah semestinya ketika akan mencatatkan diri
menjadi sebuah badan hukum harus memenuhi berbagai syarat antara lain harus ada anggaran
dasar. Syarat adanya anggaran dasar pada saat itu masih sederhana,yaitu hanya memuat
batang tubuh saja belum ada pembukaan.
Ditinjau dari segi ilmu hukum, mukaddimah anggaran dasar menempati kedudukan yang
lebih tinggi. Mukaddimah anggaran dasar memuat pokok-pokok pikiran yang sangat
fundamental, yang didalamnya tertuang suatu pandangan hidup, tujuan hidup, serta cara dan
alat untuk mencapai suatu tujuan hidup yang di cita-citakan.
Perumusan mukaddimah anggaran dasar muhammadiyah baru terealisasi pada masa
muhammadiyah di bawah kepemimpina
Ki Bagus Hadikusumo ( 1942-1953). Setelah melewati empat periode kepemimpinan.
1. Periode K.H. Ahmad Dahlan (1912-1923)
2. Periode K.H. Ahmad Ibrahim (1923-1934)
3. Periode K.H. Hisyam (1934-1936)
4. Periode K.H. Mas Mansur (1936-1942)
Sejarah Perumusan Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah di susun secara formal setelah
muhammadiyah melancarkan aktivitas dan usaha selama 38 tahun. Tetapi bukan berarti
sebelum itu muhammadiyah belum memiliki jiwa semangat, dan nafsu perjuangan secara
pasti. Sebab K.H. Ahmad dahlan dalam mendirikan mendirikan muhammadiyah mengacu
kepada Al-Quran meskipun belum tertuang dalam tulisan. Hal seperti di atas tidak dapat
dipertahankan sebab kepemimpinan akan terus berganti di tambah lagi adanya tuntutan
kepastian terhadap cita-cita muhammadiyah hal itu yang mendorong Ki Bagus Hadikusumo
untuk merumuskan secara tertulismukaddimah anggaran dasar muhammadiyah.
Hasil rumusan ki bagus pertama kali di perkenalkan dalam Muktamara Darurat tahun
1946 di Yogyakarta. Selanjutnya dalam Muktamara Muhammadiyah ke-31 tahun 1950 di
Yogjakarta mukaddimah anggaran dasar muhammadiyah kembli di ajukan dan di sahkan
secara resmi. Akan tetapi muncul konseo lain yang di buat oleh Prof. Dr. Hamka dkk. Yang
isinya menitik beratkan pada peranan dan sumbangsih muhammadiyah dalam mengisi
kemerdekaan dan pembangunan negara. Pada sidang tanwir pada tahun 1951, meneliti dan
melihat muhammadiyah jauh ke depan. Akhirnya di pakailah konsep Ki Bagus Hadikusumo
dengan penyempurnaan susunan redaksi. Tim penyempurna meliputi :
1. Prof. Dr Hamka
2. Prof. Mr Kasman Singodimejo
3. KH Farid Maruf
4. Zein Jambek
Faktor-Faktor Yang Memlatar Belakangi Mukaddimah Anggaran Dasar
Muhammadiyah
a) Belum adanya rumusan formal tentang dasr dan cita-cita perjuangan muhammadiyah
K.H. Ahmad dahlan membangun persyarikatan muhammadiyah bukan di dasri pada suatau
materi yang dirumuskan secara rinci , sistematik dan ilmiah. Apa yang beliau temukan dalam
al quran dan al hadis langsung beliau amalkan dan ajarkan. Akan tetapi, setalah

muhammadiyah berkembang luas mengakibatkan mereka semakin jauh dari sumber gagasn
dan ide yang menjadi landasan pijak muhammadiyah.
b) Kehidupan ruchani warga muhammadiyah menampakkan gejala menurun akibat pengaruh
kehidupan duniawi
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi terus berkembang dengan pesatnya. Banyak hal yang baru
bermunculan mencengangkan semua orang termasuk warga muhammadiyah, budaya asing
masuk melalui sarana teknologi seperti media cetak ( koran dan majalah) dan elektronik
seperti film , radio ,dan televisi. Perkembangan hidup duniawi menjadi semakin tak terkendali
dan menamkan pengaruh lebih dominan kepada massyarakat muhammadiyah.
c) Makin kuatnya berbagai pengaruh alam pikiran luar , yang langsung atau tidak langsung
bersinggungan dengan faham dan keyakinan hidup muhammadiyah
Dari perkembangan zaman maka pengaruh luar masuk berwujud seperti cara pikir, sikap
hidup dan falsafah asing. Di sinilah letak pentingnya adanya rumusan resmi dari
muhammadiyah yang dapat di jadikan pegangan bagi mereka agar tidak terombang ambing
oleh keadaan
d) Dorongan di susunnya pembukaan undang-undang dasar 1945
Ki bagus haikusumo merupakan salah seorang yang terlibat langsung dalam penyusunan
UUD 1945 remasuk pembukaannya . dari pengalaman itu beliau menyadari pentingnya
embukaan UUD. Namun betapa kagetnya beliau ketika menyadari bahwa anggaran dasar
muhammadiyah baru terdiri dari batang tubuh berupa pasal-pasal, namun belum memiliki
mukaddimah padahal di dalam mukaddimah itulah terdapat fondasi atau roh muhammadiyah.
HAKIKAT
DAN
FUNGSI
MUKADIMAH
ANGGARAN
DASAR
MUHAMMYADIAH
a. Hakekat Mukadimah Anggaran Dasar Muhammayadiah
Mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah pada hakekatnya merupakan suatu kesimpulan
dari perintah dan ajaran Al-Quran dan As-Sunah tentang pengabdian dan manusia kepada
Allah SWT, amal dan perjuangan bagi setiap umat muslim yang sadar akan kedudukannya
selaku hamba dan Khalifah dimuka bumi.
b. Fungsi Mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
Mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah merupakan jiwa,nafas dan semangat
pengabdian dan perjuangan ke dalam tubuh dan segala gerak organisasinya, yang harus
dijadikan asas dan pusat tujuan perjuangan Muhammadiyah.
SISTEMATIKA
RUMUSAN
MUHAMMADIYAH

MUKADIMAH

ANGGARAN

DASAR

1. Rumusan Mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiayah terdiri dari :


a. Surat Al-Fatihah
b. Pernyataan dari atau Ikral : Radli tu billabi Rabban
c. Diktum Matan/materi Mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
2. Diktum Matan/Teks Mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah terdiri dari 7 Paragraf,
yang setiap Paragrafnya berisi atau pokok-pokok pikiran sebagai mana berikut dibawah ini.
1)
Hidup manusia harus berdasarkan TAHUID Yaitu mengesahkan allah ;
bertuhan,ibadah,sertapatuh hanya kepada Allah semata.
2) Hidup manusia bermasyarakat.

3) Hanya ajaran Islam satu-satunya hajaran hidup yang dapat dijadikan sendiri pembentukan
pribadi utama dan mengatur ketertiban hidup bersama (bermasyarakat) menuju hidup bahagia
sejahtera yang hakiki dunia akherat.
4) Berjuang menegakan dan menjujung tinggi agama Islam untuk mewujudkan masyarakat
utama, adil,dan makmur yang diridoi Allah SWT adalah WAJIB, Sebagai ibadah pada Allah
dan berbuat Islah dan Ihsan kepada sesame manusia.
5) Perjuangan menegakan dan menjujung tinggi agama Islam Hanyalah akan berhasil bila
dengan megikuti jejak perjuangan para nabi, terutama perjuangan Nabi Muhammad.
6) Perjuangan mewujudkan pokok-pokok pikiran seperti di atas hanya dapat dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya dan akan berhasil bila dengan cara berorganisasi
7) Seluruh perjuangan di arahkan kepada tercapenya tujuan Muhammadiyah yaitu,
terwujudnya Masyarakat utama, adil, dan makmur yang diridoi Allah SWT.
Secara logika, ketujuh pikiran yang disimpulkan Mukadimah Anggaran Dasar
Muhammadiyah dilihat dari sisitimatiaka penyusunan beberapa merupakan suatu pemikiran
yang sangat kritis dan terus secara sisitematiaka. Ketujuh pokok-pokok pikiran tersebut
masing masing menegaskan bahwa :
1) Manusia dalam makhkuk tuhan
2) Manusia dalam Makhluk sosial
3) Piliban alternatif ; bahwa hanya Islam sajalah satu-satunya alternative yang dipilih,karena
ia satu-satunya ajaran hidup yang hak benar lagi sempurna
4) Konsekuwensi terhadap piliahan alternatif wajib memperjuangkan tegaknya ajaran Islam
sebagai alternative yang telah dipilihnya
5) Etiksa dan metode memperjuangkan pilihan alternative. Perjuangan menegakan ajaran
Islam harus dengan mengikuti akhlak atau etika kepemimpinan dan metode perjuangan
rosulullah
6) Alat perjuangan menegakkan pilihan alternative perjuangan menegakan ajaran Islam
hanya akan berhasil bila menggunakan alat perjuangan berupa organisasi
7) Tujuan perjuanhngan menegakan pilihan alternatif. Perjuangan menegakan ajaran Islam
berjujuan untuk mewujudkan masyarakat utama, adil dan makmur yang diridoi Allah SWT.
Tujuan pokok pikiran yang disimpulkan dalam Mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
sebagai mana di atas pada Hakikatnya menggambarkan suatu ideology yang dianut pada
umumnya, di dalam setiap idiaologi pasti terdapat tiga unsure yang paling utama yaitu :
a. Adanya suatau realitas yang diyakini dalam hidupnya. Keyakinan Muhammadiyah ini
tergambar secara jelas pada pokok pikiran I,II,III,IV
b. Keyakinan tersebut dijadikan landasan untuk merumuskan jujuan hidup yang dicitacitakan.gambaran dalam pokok pikiran VII
c.
Cara atau ajaran yang digunakan untuk merealisasikan tujuan yang di cita-citakan.
Gambaran dalam pokok V dan VI.
Kandungan Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah mengandung 7 pilar. Pendirian ialah:
1. Pokok Pikiran Pertama
Hidup manusia harus berdasarkan Tauhid (Mengesakan) Allah; ber-Tuhan beribadah serta
tuduk hanya kepada Allah. Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran
Dasar sebagai berikut :
Amma badu, bahwa sesungguhnya ke-Tuhanan itu adalah Hak Allah semata-mata, berTuhan dan beribadah serta tunduk dan taat kepada Allah adalah satu-satunya ketentuan yang
wajib atas tiap-tiap makhluk, terutama manusia.

2. Pokok Pikiran Kedua


Hidup manusia itu bermasyarakat. Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah
Anggaran Dasar sebagai berikut :
Hidup bermasyarakat itu adalah sunnah (hukum qudrat iradah) Allah atas hidup manusia di
dunia ini.
3. Pokok Pikiran Ketiga
Hanya hukum Allah yang sebenara-benarnyalah satu-satunya yang dapat dijadikan sendi
untuk membentuk pribadi yang utama dan mengatur ketertiban hidup bersama (bermsyarakat)
dalam menuju hidup bahagia dan sejahtera yang haqiqi, didunia dan akhirat. Pokok pikiran
tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut :
masyarakat uang sejahtera, aman, damai makmur dan bahagia hanyalah dapat diwujudkan
diatas keadilan, kejujuran, persaudaraan dan gotong royong, bertolong-tolongan dengan
bersendikan hukum Allah yang sebenar-benarnya, lepas dari pengaruh syaitan dan hawa
nafsu
4. Pokok Pikiran Keempat
Berjuang menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam untuk mewujudkan masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya, adaah wajib, sebagai ibadah kepada Allah berbuat ihs dan islah
kepada manusia / mayarakat. Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah
Anggaran Dasar sebagai berikut :
menjunjung tinggi huku Allah lebih dari pada hukum yang manaupun juga adalah kewajiban
mutlak bagi tiap-tiap orang yang mengaku bertuhan kepada Allah. Agama Islam adalah
Agama Allah yang dibawa oleh sekalian nabi, sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad
SAW dan diajarkan kepada umatnya masing-masing untuk mendapatkan hidup bahagia dunia
dan akhirat.
5. Pokok Pikiran Kelima
Perjuangan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam yang sebenar-benarnya,
hanyalah akan dapat berhasil bila dengan mengikuti jejak (ittiba) perjuangan para Nabi
terutama perjuangan Nabi Besar Muhammad SAW. Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam
Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut :
Syahdan, untuk menciptakan masyarakat yang bahagia dan sentosa sebagaimana yang
tersebut diatas, tiap-tiap orang terutama ummat Islam, yang percaya kepada Allah dan Hari
Kemudian, wajiblah mengikuti jejak sekalian Nabi yang suci itu, beribadat kepada Allah dan
berusaha segiat-giatnya mengumpulkan segala kekuatan dan meggunakannya untuk
menjelmaka masyarakat itu di dunia ini, dengan niat yang murni tulus dan ikhlas karena Allah
semata-mata dan hanya mengharapkan karuia Allah dan ridla-Nya belaka serta mempunyai
rasa tanggung jawab dihadirat Allah atas segala perbuatannya, lagi pula harus sabar dan
tawakkal bertabah hati menghadapi segala kesukaran atau kesulitan yang menimpa
dirinya,dengan penuh pengharapan akan perlindungan dan pertolongan Allah Yang Maha
Kuasa.
6. Pokok Pikiran Keenam
Perjuangan mewuudkan pikiran-pikiran tersebut hanyalah kan dapat dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya dan berhasil, bila dengan cara berorganisasi. Organisasi adalah satu-satunya
alat atau cara perjuangan yag sebaik-baiknya. Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam
Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut :

untuk melaksanakan terwujudnya masyarakat yang demikian itu, maka dengan berkat d
rahmat Allah dan didorong oleh Firman Allah dalam Al-Quran :
Q.S ALI IMRAN 104
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[217]; merekalah orangorang yang beruntung.
7. Pokok Pikiran Ketujuh
Pokok pikiran / prinsip / pendirian seperti yang diuraikan dan diterangkan di muka itu, adalah
yang dapat untuk melaksanakan ideloginyaterutama untuk mencapai tujuan yang menjadi
cita-citanya, ialah terwujudnya masyarakat adil dan makmur lahir batin yang di ridhai Allah,
ialah Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam
Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut :
kesemua itu perlu untuk menunaikan kewajiban mengamalkan perintah-perintah Allah dan
mengikuti Sunnah Rasul-Nya Nabi Muhammad SAW guna mendapat karunia dan ridhonya di
dinia dan akhirat untuk mencapai masyarakat yang sentosa dan bahagia, disertai nikmat dan
rahmat Allah yang melimpah-limpah, sehingga merupakan:
suatu negara yang indah, bersih, suci dan makmur dibawah lindungan Tuhan yang Maha
Pengampun

Mukadimah AD dan ART


Muhammadiyah

MUQADDIMAH ANGGARAN DASAR MUHAMMADIYAH

Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah dan Penyayang. Segala puji bagi Allah yang
mengasuh semua alam, yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, Yang memegang
pengadilan pada hari kemudian. Hanya kepada Engkau hamba menyembah, dan hanya
kepada Engkau, kami mohon pertolongan. Berilah petunjuk kepada hamba akan jalan yang
lempang, jalan orang-orang yang telah Engkau beri kenikmatan, yang tidak dimurkai dan
tidak tersesat (QS. Al-Fatihah: 1-7).
, . 2 * S
(
T
. U

Saya ridla: Ber-Tuhan kepada ALLAH, ber-Agama ISLAM dan ber-Nabi kepada
MUHAMMAD SAW.
Amma badu, bahwa sesungguhnya ke-Tuhanan itu adalah hak Allah semata-mata. BerTuhan dan beribadah serta tunduk dan thaat kepada Allah adalah satu-satunya ketentuan
yang wajib atas tiap-tiap makhluk, terutama manusia.
Hidup bermasyarakat itu adalah sunnah (hukum qudrat iradat) Allah atas kehidupan manusia
di dunia ini.
Masyarakat yang sejahtera, aman damai, makmur dan bahagia hanyalah dapat diwujudkan di
atas keadilan, kejujuran, persaudaraan dan gotong royong, bertolong-tolongan dengan
bersendikan hukum Allah yang sebenar-benarnya, lepas dari pengaruh syaitan dan hawa
nafsu.
Agama Allah yang dibawa dan diajarkan oleh sekalian Nabi yang bijaksana dan berjiwa suci,
adalah satu-satunya pokok hukum dalam masyarakat yang utama dan sebaik-baiknya.
Menjunjung tinggi hukum Allah lebih daripada hukum yang manapun juga, adalah kewajiban
mutlak bagi tiap-tiap orang yang mengaku ber-Tuhan kepada Allah.
Agama Islam adalah Agama Allah yang dibawa oleh sekalian Nabi, sejak Nabi Adam sampai
Nabi Muhammad saw, dan diajarkan kepada umatnya masing-masing untuk mendapatkan
hidup bahagia Dunia dan Akhirat.
Syahdan, untuk menciptakan masyarakat yang bahagia dan sentausa sebagai yang tersebut di
atas itu, tiap-tiap orang, terutama umat Islam, umat yang percaya akan Allah dan Hari
Kemudian, wajiblah mengikuti jejak sekalian Nabi yang suci: beribadah kepada Allah dan
berusaha segiat-giatnya mengumpulkan segala kekuatan dan menggunakannya untuk
menjelmakan masyarakat itu di Dunia ini, dengan niat yang murni-tulus dan ikhlas karena
Allah semata-mata dan hanya mengharapkan karunia Allah dan ridha-Nya belaka, serta
mempunyai rasa tanggung jawab di hadirat Allah atas segala perbuatannya, lagi pula harus
sabar dan tawakal bertabah hati menghadapi segala kesukaran atau kesulitan yang menimpa
dirinya, atau rintangan yang menghalangi pekerjaannya, dengan penuh pengharapan
perlindungan dan pertolongan Allah Yang Maha Kuasa.

Untuk melaksanakan terwujudnya masyarakat yang demikian itu, maka dengan berkat dan
rahmat Allah didorong oleh firman Allah dalam Al-Quran:

, ;[ / V
P $ W ?

,M
$3
$ Y $ . O
&
,?
/W W 9

Adakanlah dari kamu sekalian, golongan yang mengajak ke-Islaman, menyuruh kepada
kebaikan dan mencegah daripada keburukan. Mereka itulah golongan yang beruntung
berbahagia. (QS Ali-Imran: 104)
Pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 Hijriyah atau 18 Nopember 1912 Miladiyah, oleh almarhum
KH. Ahmad Dahlan didirikanlah suatu persyarikatan sebagai gerakan Islam dengan nama
MUHAMMADIYAH yang disusun dengan Majelis-Majelis (Bagian-bagian)-nya,
mengikuti peredaran zaman serta berdasarkan syura yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau Muktamar.
Kesemuanya itu, perlu untuk menunaikan kewajiban mengamalkan perintah-perintah Allah
dan mengikuti sunnah Rasul-Nya, Nabi Muhammad saw., guna mendapat karunia dan ridlaNya di dunia dan akhirat, dan untuk mencapai masyarakat yang sentausa dan bahagia, disertai
nikmat dan rahmat Allah yang melimpah-limpah, sehingga merupakan:
,[ \

2 . ]
;
Suatu negara yang indah, bersih suci dan makmur di bawah perlindungan Tuhan Yang Maha
Pengampun.
Maka dengan Muhammadiyah ini, mudah-mudahan ummat Islam dapatlah diantarkan ke
pintu gerbang Syurga Jannatun Naim dengan keridlaan Allah Yang Rahman dan Rahim.

PENJELASAN MUQADDIMAH ANGGARAN DASAR MUHAMMADIYAH


Pendahuluan
Muhammadiyah adalah suatu organisasi, merupakan alat perjuangan untuk mencapai suatu
cita.
Muhammadiyah didirikan diatas (berlandaskan) dan untuk mewujudkan pokok pikiran-pokok
pikiran yang merupakan prinsip-prinsip/pendirian bagi kehidupan dan perjuangannya.
Pokok pikiran-pokok pikiran/prinsip-prinsip/pendirian yang dimaksud itu merupakan asasasas KEPRIBADIANNYA.
Diatas Pokok pikiran-pokok pikiran/prinsip-prinsip/pendirian yang dimaksud adalah hak dan
nilai hidup Muhammadiyah secara idiologis.
Pokok pikiran-pokok pikiran/prinsip-prinsip/pendirian yang dimaksud itu telah diuraikan
dalam muqaddimah anggaran dasar muhammadiyah.
Keterangan tentang Lahirnya Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
1. Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dibuat oleh almarhum Ki Bagus H.
Hadikusumo (Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah tahun 1942-1953), dengan bantuan
beberapa orang sahabatnya. Dimulai menyusunnya pada tahun 1945 dan disahkan pada sidang
tanwir tahun 1951.
2. Disusunnya Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah tersebut menjadi latar belakang
yang perlu sekali diketahui untuk dapat memahami fungsinya.
3. Latar belakang tersebut ialah mulai nampak/terasa adanya kekaburan dalam
Muhammadiyah sebagai akibat proses kehidupannya sesudah lebih dari 30 tahun, yang
ditandai oleh:
a. terdesaknya pertumbuhan dan perkembangan jiwa/ruh Muhammadiyah oleh perkembangan
lahiriayah.
b. masuknya pengaruh dari luar yang tidak sesuai yang sudah menjadi lebih kuat.
4. Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah tersebut merupakan hasil ungkapan Ki
Bagus menyoroti kembali pokok pikiran-pokok pikiran almarhum KH.A. Dahlan yang
merupakan kesadaran beliau dalam perjuangan selama hidupnya, yang antara lain hasilnya
ialah berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah.
5. Ki Bagus berharap mudah-mudahan dengan Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
ini dapatlah kiranya Muhammadiyah dijaga, dipelihara dan atau ditajdidkan agar selalu dapat
dengan jelas dan gamblang diketahui: APA DAN BAGAIMANA MUHAMMADIYAH ITU.
Penjelasan Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah mengandung 7 (tujuh) pokok pikiran-pokok
pikiran/prinsip/pendirian, ialah:
Pokok Pikiran Pertama:
"Hidup manusia harus berdasar Tauhid (meng-esakan) Allah: ber-Tuhan, ber-ibadah serta
tunduk dan ta'at hanya kepada Allah".
Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut:
AMMA BADU, bahwa sesungguhnya ke-Tuhanan itu adalah hak Allah semata-mata. BerTuhan dan beribadah serta tunduk dan thaat kepada Allah adalah satu-satunya ketentuan
yang wajib atas tiap-tiap makhluk, terutama manusia.
Keterangan:
1.
Ajaran Tauhid adalah inti/essensi ajaran Islam yang tetap, tidak berubah-ubah, sejak
agama Islam yang pertama sampai yang terakhir.
( 25 : .2* )
2 ?
' * * .
,*
, V
;2 = ;

Tiadalah Kami mengutus seorang utusanpun dari sebelum (Muhammad) kecuali senantiasa
Kami wahyukan kepadanya: bahwa sesungguhnya tiada Tuhan kecuali Kami. Maka
menghambalah kamu sekalian kepada-Ku. (Surat al Anbiya: 25)
Seluruh ajaran Islam bertumpu dan memanifestasikan kepercayaan Tauhid berdasarkan
Tauhid sepenuh-penuhnya dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya, berarti
berdasarkan Islam.
2.
Kepercayaan Tauhid mempunyai 3 (tiga) aspek:
2.1. Kepercayaan dan keyakinan bahwa hanya Allah-lah yang kuasa mencipta,
memelihara, mengatur dan menguasai alam semesta.
2.2. Kepercayaan dan keyakinan bahwa hanya Allah-lah Tuhan yang Haq.
2.3. Kepercayaan dan keyakinan bahwa hanya Allah-lah yang berhak dan wajib dihambai
(disembah).
(54 :$? )

, b
;0
c(
/ W

Sesungguhnya Tuhan yang memeliharamu ialah Allah yang telah menciptakan langit-langit
dan bumi (al a'raf: 54)
(19 :
)(
* /;?
'
Maka ketahuilah bahwasannya tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali hanya Allah-lah
(Muhammad: 19)
(23 :$ )C 23 V
h
=
Tuhan telah memutuskan agar kamu sekalian tidak menghambakan diri kecuali hanya
kepadaNya (al Isra' : 23)
3.
Kepercayaan Tauhid membentuk 2 (dua) kepercayaan/ kesadaran:
3.1. Percaya akan adanya Hari Akhir, dimana manusia akan mempertanggungjawabkan
hidupnya di dunia ini.
3.2. Sadar bahwa hidup manusia di dunia ini semata-mata untuk amal shaleh.
4.
Dengan melaksanakan dasar tersebut dalam hidup dan kehidupannya, manusia akan
dapat menempatkan dirinya pada kedudukan sebenarnya, sesuai dengan sengaja Allah
menciptakan manusia.
5.
Dengan melaksanakan dasar tersebut dalam hidup dan kehidupannya, manusia akan
dapat mempertahankan kemuliaan dirinya, tetap menjadi makhluk yang termulia, demikian
juga sebaliknya.
-1 : .9 )
, $ . \
$ /M ;'
A
?
, c . ;' A
[ C * / / , %
'
* % ;0
%
(4
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusai itu dalam sebagus-bagus konstruksi.
Kemudain Kami jadikan manusai itu menjadi serendah-rendah makhluk yang paling rendah.
Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh. Bagi mereka pahala yang tidak
putus-putus
6. Dengan melaksanakan dasar tersebut dalam hidup dan kehidupannya, manusia akan
menjadikan seluruh hidup dan kehidupannya semata-mata untuk beribadah kepada Allah
(beramal shaleh) guna mendapatkan keridlaan-Nya.
(56 c )
2 3 . :
* <
T
% ;0

Dan tiadalah Kami ciptakan Jin dan Manusai itu kecuali agar mereka beribadah
(menghambakan diri) kepadaKu (adz Dzariyat : 56)
7. Apakah ibadah itu?

A
?
A
3 ' .
0
?
.
L

A
3 . ,*
9 C $
E 9 (

$ % 9 2 3
.
, O

.[ .
P .
. > )<

L
C

O
.
L


Ibadah ialah taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan mentaati segala perintahnya,
menjauhi larangannya dan mengamalkan yang diizinkannya. Ibadah itu ada yang umum dan
ada yang khusus.
a. yang umum ialah segala amal yang diizinkan Allah
b. yang khusus ialah apa yang telah ditetapkan Allah perinciannya, tingkah dan tata caranya
yang tertentu. (Putusan Majelis Tarjih)
Jadi hidup beribadah ialah hidup untuk mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Esa
dengan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang menjadi peraturannya guna mendapatkan
keridlaannya.
8.
Ujud hidup beribadah
Manusia hidup di dunia ini telah dengan kesanggupan untuk mengemban amanah Allah
,M ,;n

* * S
M ; M % [ 5
M ; . Y'
2 <

m

, ?;
* U
$ ?
*
(72 ) )
Sungguh Kami telah menawarkan kepada para penghuni lagit-langit, bumi dan gununggunung akan suatu amanah (kepercayaan); mereka sama enggan memikul amanah itu dan
merasa takut; dan akhirnya manusailah yang menerimanya. Sungguh manusia itu sangat
dlalim (tidak dapat mengukur diri) lagi sangat bodoh. (S. Ahzab: 72)
Amanah Allah yang menjadi tanggungan dan kewajiban manusai dalam hidupnya di dunia ini
ialah menjadi KHALIFAH (pengganti) Allah di bumi, yang tugasnya:
a. mengatur, membangun dan memakmurkan dunia
b. menciptakan, menjaga dan memelihara keamanan dan ketertiban di dalamnya

8
2 * * q V
[ M . ' [ M . ' A
3 <
, = [ . ;0

m
' A?

(30 $%2 )
, ;3 / ;?
*
= V

% *

* W > ; V

=

Dan ingatlah ketika Tuhanmu bersabda kepada para malaikat (ketika telah siap
menciptakan manusia): "sungguh Aku akan membuat khalifah di bumi". Para malaikat
bersembah: "benarkah Tuhan akan menjadikan khalifah di bumi orang yang akan berbuat
rusak di dalamnya dan menumpahkan darah? Padahal kami para malaikat senantiasa
bertasbih dengan pujianMu dan mensucikan-Mu. Allah berfirman: "Aku lebih mengetahui
apa yang kamu tidak ketahui. (S. Al Baqarah: 30)
,[w * %3 u $ V /
( 165 3* )/.

' /,;2. x3 ,' /Wh3 u' m v> 0 /W;3 c ,

Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan
sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang
apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan
sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al An'am: 165)
/ C$[w9 ' M.' /$ 39 m
/YL* , C$.\
(61 , )y.< y $= . , ,

/W

( 2? ,= =

/ 0 , &

Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku,
sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan

kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunanNya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya)
lagi memperkenankan (do`a hamba-Nya). (hud: 61)
9. Amal ibadah yang wajib ditunaikan itu tidak saja yang bersifat hubungan langsung antara
manusai dengan Tuhan seperti shalat, puasa, hajji, menderas al-Quran dan lain-lainnya yang
seperti itu. Tetapi wajib ditunaikan pula amal ibadah yang sifatnya berbuat islah kepada
manusai dan masyarakat, ialah berjuang untuk kebahagiaan dan kesejahteraan manusia/
masyarakat.
10. Bagi dan alam Muhamadiyah, amal ibadah yang bersifat kemasyarakatan, ialah berjuang
untuk kebaikan, kebahagiaan dan kesejahteraan manusia/masyarakat inilah yang
dilaksanakan, sebagai kelengkapan amal ibadah pribadi yang langsung kepada Allah.
11. Faham/pandangan hidup yang berasaskan ajaran Islam yang murni, yang pokoknya adalah
ajaran Tauhid seperti yang diterangkan di atas, tidak bisa lain daripada membentuk tujuan
hidupnya di dunia ini untuk mewujudkan masyarakat yang baik, yang di dalam
Muhammadiyah tujuan tersebut dirumuskan: MEWUJUDKAN ISLAM YANG SEBENARBENARNYA; ialah sebagai ibadah dalam rangka menunaikan amanah Allah.
Pokok Pikiran Kedua:
Hidup manusia itu bermasyarakat
Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut:
Hidup bermasyarakat itu adalah sunnah (hukum qudrat iradat) Allah atas kehidupan manusia
di dunia ini.
Keterangan:
1.Bagi Muhammadiyah, manusia dengan kehidupannya adalah merupakan obyek pokok
dalam hidup pengabdiannya kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa.
2.Manusia adalah mahkluk Allah yang berpribadi. Dengan mempelajari sifat dan susunan
hidup manusia di muka bumi nyatalah bahwa manusia itu bagaimanapun sempurna
pribadinya, tidaklah akan mempunyai arti dan nilai hidupnya, kalau sifat kehidupannya secara
perseorangan (sendiri-sendiri).
3.Hidup bermasyarakat adalah satu ketentuan, dan adalah untuk memberi nilai yang sebenarbenarnya bagi kehidupan manusia.
4.Maka pribadi manusia dan ketertiban hidup bersama adalah merupakan unsur pokok dalam
membentuk dan mewujudakan masyarakat yang baik, bahagia dan sejahtera.
Pokok Pikiran Ketiga:
Hanya hukum Allah yang sebenar-benarnyalah satu-satunya yang dapat dijadikan sendi
untuk membentuk pribadi yang utama dan mengatur ketertiban hidup bersama (masyarakat)
dalam menuju hidup bahagia dan sejahtera yang haqiqi, di dunia dan akhirat.
Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut:
Masyarakat yang sejahtera, aman damai, makmur dan bahagia hanyalah dapat diwujudkan di
atas keadilan, kejujuran, persaudaraan dan gotong royong, bertolong-tolongan dengan
bersendikan hukum Allah yang sebenar-benarnya, lepas dari pengaruh syaitan dan hawa
nafsu.
Agama Allah yang dibawa dan diajarkan oleh sekalian nabi yang bijaksana dan berjiwa suci,
adalah satu-satunya pokok hukum dalam masyarakat yang utama dan sebaik-baiknya.

Keterangan:
1. Pendirian tersebut lahir dan kemudian manjadi keyakinan yang kokoh kuat adalah
hasil setelah mengkaji, mempelajari dan memahami ajaran Islam dalam arti dan sifat
sebenar-benarnya.
2. Agama Islam adalah mengandung ajaran-ajaran yang sempurna dan penuh kebenaran,
merupakan petunjuk dan rahmat Allah kepada manusia untuk mendapatkan
kebahagiaan hidup yang haqiqi di dunia dan akhirat.
(19 $ ? )
? (


(85 $ ? )$ O $0z ' ,

A2%

;'

S $.\ {92

Sesungguhnya agama di sisi Allah adalah Islam. (ali imran: 19)


Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (ali imran:
85)
(3 ) >

S /W T.U 9 3* /W.;? T /W /W T; ,.

pada hari ini telah akku sempurnakan bagi kamu agamamu, dan telah aku cukupakan pula
ni'matku atasmu seerta aku telah rela Islam menjadi agamamu. (al maidah: 3)
(107 .2* ). 3;

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
(al anbiya 107)
3. Apakah agama itu?
/ . 23
5& , $

> .2*

&;? (? $5

,&(

)
(8. $9 :;< $=) ./$0

Agama (agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw) ialah apa yang diturunkan
Allah di dalam al-Quran dan yang tersebut dalam sunnah yang shahih, berupa perintahperintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan hambanya di dunia
dan di akhirat. (Putusan Majelis Tarjih)
23

5& , $

$% *) ( '& ,&


(8. $9 :;< $=) ./$0 / .*

Agama adalah apa yang telah disyari'atkan Allah dengan perantaraan nabi-nabi-Nya,
berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan
hamba-hamba-Nya di dunia dan akhirat. (Putusan Majelis Tarjih)
4.

Dari ta'rif agama seperti tersebut di atas dapatlah diketahui, Muhammadiyah


berpendirian bahwa dasar hukum/ajaran Islam adalah: Al Qur'an dan Sunnah (hadits)
shahih. Adapun mengenai qiyas, Muhammadiyah mempunyai pendirian sebagai
berikut:

.v $L ~ / $W $% ,& ?;& ]

8 $L9 '& A
T . M A 3 & $ T 9 M ' $3 )T3= , M , T=
? T2& 9
& ,, ' .

$% '& , 8 $
* M W -&' $ / h 23 , &

?; .;? ,W

A; & $

, ,

29

M9

b $]

,W M W' $3
. v;O ;[&

a.Dasar mutlak di dalam menentukan hukum/peraturan Islam ialah al-Qur'an dan Hadits.
b. Dalam menghadapi soal-soal yang telah terjadi dan diperlukan mengetahui hukumnya
karena akan diamalkan, serta soal itu tidak bersangkutan dengan ibadah mahdhah. Sedang
untuk alasan atasnya tidak terdapat nash shahih yang mantuq di dalam al-Qur'an atau Hadits
shahih, maka jalan untuk mengetahui hukumnya, dipergunakan ijtihad dan istinbath dari nashnash yang ada dengan persamaan melalui illat, sebagaimana yang telah dilakukan oleh ulama
salaf dan khalaf. (Putusan Majelis Tarjih)
5.

6.

Muhammadiyah dalam memahami atau istimbath hukum agama ialah kembali kepada
al-Qur'an dan atau Sunnah shahih dengan memakai cara yang menurut istilahnya
dinamakan TARJIH, ialah dalam suatu permusyawaratan dengan memperbandingkan
pendapat-pendapat dari ulama-ulama (baik dari dalam maupun dari luar
Muhammadiyah, termasuk pendapat Imam-imam) untuk kemudian mengambil mana
yang dianggap mempunyai dasar dan alasan yang lebih kuat.
Dengan demikian maka faham Muhammadiyah tentang agama adalah dinamis,
berkembang maju dan dapat menerima perubahan/pembaharuan asal dengan hujjah
dan alasan yang lebih kuat.
Dengan ta'rif agama seperti tersebut di atas pula, Muhammadiyah mempunyai faham
bahwa ajaran Islam tidak hanya mengenai soal-soal perseorangan seperti soal-soal
Itiqad, ibadah dan akhlaq, tetapi mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, baik
aspek kehidupan perseorangan maupun kehidupan kolektip, seperti Itiqad, ibadat,
akhlaq, kebudayaan, pendidikan-pengajaran, ilmu pengetahuan, sosial, ekonomi, juga
soal politik kenegaraan dan lain sebagainya. Ajaran agama adalah untuk kebahagiaan
hidup manusia baik di dunia dan di akhirat.

Pokok Pikiran Keempat:


Berjuang menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam untuk mewujudkan masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya, adalah wajib, sebagai ibadah kepada Allah berbuat ihsan dan
islah kepada manusia/ masyarakat.
Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut:
Menjunjung tinggi hukum Allah lebih daripada hukum yang manapun juga, adalah
kewajiban mutlak bagi tiap-tiap orang yang mengaku ber-Tuhan kepada Allah.
Agama Islam adalah Agama Allah yang dibawa oleh sekalian Nabi, sejak Nabi Adam sampai
Nabi Muhammad saw, dan diajarkan kepada umatnya masing-masing untuk mendapatkan
hidup bahagia Dunia dan Akhirat.
Keterangan:
1.
Usaha menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam untuk merealisir ajaranajarannya guna mendapatkan keridlaan Allah adalah dinamakan Sabilillah.
:.;< $=).
(8. $9

W c.[ 9 ;? S

( A ? A

( C U$

& A, b $ , ( A.2

Sabilillah ialah jalan (media) yang menyampaikan kepada apa yang diridlai Allah dari
semua yang diidzinkannya, untuk memuliakan agama-Nya dan melaksanakan hukum-hukumNya. (Putusan Majelis Tarjih).

2.
Berjuang menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam untuk mewujudkan
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya (jihad fi sabilillah) adalah menjadi ciri keimanan
seseorang.
&' /M [* /M , Y , $ / / , ( , c , *
(15:$< ),= / VP ,( A.2
Orang-orang mukmin itu hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,
kemudian tidak ragu-ragu dan mereka berjihad (berjuang) dengan harta benda dan diri
mereka didalam sabilillah. Orang itu adalah orang-orang yang benar. (S. Al-Hujurat: 15)
3.
Pendirian tersebut merupakan kerangka dan sifat perjuangan Muhammadiyah secara
keseluruhan. Tidak boleh ada satu kegiatanpun dalam Muhammadiyah yang keluar/
menyimpang dari kerangka dan sifat yang sedemikian itu.
4.
Perjuangan demikian dicetuskan oleh 2 (dua) faktor:
a.
Faktor Subyektif:
1.
Kesadaran akan kewajiban beribadah kepada Allah, berbuat ihsan dan islah kepada
manusia/ masyarakat.
2.
Faham akan ajaran-ajaran Islam yang sebenar-benarnya dengan keyakinan akan
keutamaan dan tepatnya untuk sendi dan mengatur hidup dan kehidupan manusia/
masyarakat.
b.
Faktor Obyektif:
Rusaknya masyarakat Islam khususnya dan masyarakat umumnya sebab meninggalkan atau
menyeleweng dari ajaran-ajaran Islam, baik karena tidak mengetahui, salah atau kurang
memahami ajaran-ajaran yang benar, ataupun karena adanya usaha dari luar yang berusaha
mengalahkan Islam, dengan ajaran lain.
5.
Ajaran Islam menurut faham Muhammadiyah adalah mencakup seluruh aspek
kehidupan manusia. Maka untuk melaksanakan maksud perjuangan: Menegakkan dan
menjunjung tinggi Agama Islam, agar manusia/masyarakat pada umumnya dapat mengerti
dan memahami serta kemudian mau menerima dan melaksanakan ajaran-ajaran Islam, adalah
menjadi kewajiban Muhammadiyah untuk dapat menyiapkan/menyusun konsepsi yang
lengkap, jelas dan ilmiah mengenai soal-soal yang menyangkut seluruh aspek kehidupan
manusia, seperti soal-soal: I'tiqad, ibadah, akhlaq, kebudayaan, pendidikan, pengajaran, ilmu
pengetahuan, sosial, ekonomi, juga soal politik kenegaraan dan lain sebagainya berdasarkan
ajaran Islam yang asli murni, baik mengenai teorinya sampai juga mengenai tuntunan
pelaksanaannya, yang kesemuanya itu adalah dalam rangka mencapai tujuan perjuangannya,
ialah terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Dengan konsepsi itu, barulah Muhammadiyah akan dapat melakukan perjuangan di
tengah-tengah gelanggang dan arena dengan penuh keyakinan, semangat, secara positif dan
terarah serta akan sanggup menghadapi segala tantangan.
6.
Orang yang diperkenankan oleh Tuhan dapat menunaikan amanahnya sebagai
khalifah-Nya di bumi, ialah orang-orang yang beriman akan kebenaran ajaran agama-Nya
serta mereka mampu untuk mengamalkan/merealisasikannya.
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka
berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya
untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka
berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada
mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah
(janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS. An Nuur: 55)

Dari pada ayat tersebut jelaslah bahwa sarat yang diperlukan untuk dapat melaksanakan
amanah Allah sebagai khalifah-Nya, ialah keahlian dalam soal Agama (tenaga ulama) dan
keahlian dalam ilmu dunia/umum (tenaga cendekiawan/sarjana). Maka Muhammadiyah harus
memiliki dua golongan tersebut, ialah 'ulama dan sarjana, dan mereka harus integrasi dalam
melaksanakan tugas perjuangan.
7.
Muhammadiyah dibuktikan dari sejarahnya, adalah merupakan gerakan (agama) Islam
yang mempunyai kesadaran dan rasa tanggung jawab penuh terhadap Negara, bangsa dan
kenasionalan Indonesia.
Dalam menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, Muhammadiyah berkeyakinan akan dapat
menyumbangkan darma bakti sebanyak-banyaknya kepada negara dan bangsa Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1945, menuju terbentuknya masyarakat adil
makmur, sejahtera-bahagia lahir batin.
Bahkan Muhammadiyah berkeyakinan, bahwa dengan ajaran-ajaran Islam,
Muhammadiyah sanggup mengisi dan mewujudkan Pancasila dan Undang-Undang 1945 itu
secara konkret dan sempurna serta akan lebih membawa dan memberi manfaat yang
sebanyak-banyaknya. Dalam pengertian yang sedemikian itu, Muhammadiyah berjuang
membantu pemerintah dalam perjuangan Nasional dalam membangun dan memelihara negara
untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur yang diridhai Allah.
Kesimpulan:
Pokok pikiran pertama, kedua, ketiga dan keempat tersebut di atas pada pokonya menyangkut
bidang idiil. Hal tersebut merupakan persoalan-persoalan pokok dari idiologi muhammadiyah.
Dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah pokok-pokok pikiran tersebut dirumuskan secara
kongkrit dalam pasal 4 ayat 2 dan 6, ialah mengenai asas serta maksud dan tujuan, sebagai
berikut :
Pasal 4 (2) : Asas
Muhammadiyah ini berasas Islam
Pasal 6 : Maksud Dan Tujuan
Maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjungjung tinggi agama Islam
sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Sedang pokok pikiran-pikiran selanjutnya, ialah : kelima dan keenam, merupakan persoalan
pokok dalam memperjuangkan idelogi tersebut.
Pokok Pikiran Kelima:
Perjuangan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya, hanyalah akan dapat berhasil bila kita mengikuti jejak (ittiba')
perjuangan para Nabi terutama perjuangan Nabi Muhammad saw.
Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqadimah Anggaran Dasar sebagai berikut:
Syahdan, untuk menciptakan masyarakat yang bahagia dan sentausa sebagai yang tersebut di
atas itu, tiap-tiap orang, terutama umat Islam, umat yang percaya akan Allah dan Hari
Kemudian, wajiblah mengikuti jejak sekalian Nabi yang suci: beribadah kepada Allah dan
berusaha segiat-giatnya mengumpulkan segala kekuatan dan menggunakannya untuk
menjelmakan masyarakat itu di Dunia ini, dengan niat yang murni-tulus dan ikhlas karena
Allah semata-mata dan hanya mengharapkan karunia Allah dan ridha-Nya belaka, serta
mempunyai rasa tanggung jawab di hadirat Allah atas segala perbuatannya, lagi pula harus
sabar dan tawakal bertabah hati menghadapi segala kesukaran atau kesulitan yang menimpa
dirinya, atau rintangan yang menghalangi pekerjaannya, dengan penuh pengharapan
perlindungan dan pertolongan Allah Yang Maha Kuasa.

Keterangan:
1.
Kehidupan para Nabi, terutama kehidupan Rasulullah Muhammad saw. adalah
merupakan kehidupan pejuang dalam menegakkan cita-cita agama yang seharusnya menjadi
contoh yang ideal bagi pejuang Islam.
$.E ; $ $ 0
q ,. ; , $

, ;
, ' /W
%
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah. (al ahzab: 21)
2.
Tiap-tiap pejuang untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam haruslah
mempelajari sejarah perjuangan nabi terutama sejarah Rasulullah Muhammad saw. sehingga
dapat mengetahui rahasia-rahasia yang menjadi faktor kemenangan dan kemudian mencontoh
mengikutinya.
3.
Sifat-sifat pokok perjuangan para Nabi dan terutama perjuangan Rasulullah saw yang
wajib kita ikuti ialah, selain merupakan ibadah kepada Allah, adalah dilakukan dengan jihad
(dengan sungguh-sunguh, menggunakan segala kekuatan dan kemampuannya serta
pengorbanan secukup-cukupnya), ikhlas (semata-mata mengharap keridhaan Allah), penuh
rasa tanggung jawab, penuh kesabaran dan tawakal.
4.
Dan karena itu pulalah kiranya peryarikatan kita ini oleh pendirinya ialah KH. A.
Dahlan diberi nama "MUHAMMADIYAH" untuk bertafaul (pengharapan baik) dapat
mencontoh perjuangan Muhammad Rasulullah saw.
Pokok Pikiran Keenam :
Perjuangan mewujudkan pokok pikiran-pokok pikiran tersebut hanyalah dapat dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya dan berhasil, bila dengan cara berorganisasi. Organisasi adalah satusatunya cara atau perjuangan yang sebaik-baiknya.
Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam muqadimah anggaran dasar sebagai berikut
: Untuk melaksanakan terwujudnya masyarakat yang demikian itu, maka dengan berkat dan
rahmat Allah didorong oleh firman Allah dalam Al-Quran:

, ;[ / V
P $ W ?

,M
$3
$ Y $ . O
&
,?
/W W 9
Adakanlah dari kamu sekalian, golongan yang mengajak ke-Islaman, menyuruh kepada
kebaikan dan mencegah daripada keburukan. Mereka itulah golongan yang beruntung
berbahagia. (QS Ali-Imran: 104)
Pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 Hijriyah atau 18 Nopember 1912 Miladiyah, oleh almarhum
KH. A. Dahlan didirikan suatu persyarikatan sebagai gerakan Islam dengan nama
MUHAMMADIYAH yang disusun dengan Majelis-Majelis (Bahagian-bahagian)-nya,
mengikuti pereran zaman serta berdasarkan syura yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau Muktamar.
Keterangan:
1.
Organisasi/persyarikatan ialah ikatan secara permanen antara dua oknum atau lebih
karena mempunyai tujuan sama dan masin-masing bersedia bekerja sama dalam
melaksanakan usaha-usaha guana mencapai tujuan tersebut dengan peraturan dan pembagian
pekerjaan yang teratur dan tertib. Atau organisasi ialah sekelompok orang yang mempunyai
ikatan ideal, strukturil dan konstitusionil.
2.
Organisasi adalah merupakan alat perjuangan.

3.
Hukum berorganisasi untuk melaksanakan kewajiban (perintah agama) berdasarkan
kaidah umum, adalah wajib.
( %[ , )y , M ' y
, / 9
Suatu kewajiban tidak selesai kecuali dengan adanya suatu barang, maka barang itu
hukumnya wajib. (Ushul Fiqih)
4.
Berdasarkan ayat 104 surat Ali Imron tersebut diatas, nyatalah bahwa Muhammadiyah
adalah satu organisasi yang bersifat sebagai GERAKAN, ialah yang mempunyai ciri-ciri
tertentu yang antara lain ialah:
a.
Muhammadiyah sebagai subjek/pemimpin, dan maasyarakat semuanya adalah
objek/yang dipimpinnya untuk itu Muhammadiyah haruslah :
b.
Lincah (dinamis), maju (progressif) selalu di muka dan militan.
c.
Revolusioner.
d.
Mempunyai pimpinan yang kuat, cakap, tegas dan berwibawa.
e.
Mempunyai organisasi yang susunannya lengkap dan selalu tepat/up to date.
5.
Sesuai dengan prinsip ajaran Islam, Muhammadiyah menjadikan "syura" dan
"musyawarah" sebagai dasar dalam mengambil keputusan dan menentukan tindakan
(demokratis).

,%[ / = /M . ,5 / $ ; , = /M $ , <
9 c
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan
shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka
menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. (asy Syura; 38)
Muhammad, bermusyawarahlah kamu dengan para sahabatmu dalam perkara itu. Apabila
kamu telah menetapkan pendirian, maka tawakkalah kamu kepada Allah. (QS. Ali Imron:
59)
6.
Berdasarkan ayat 104 surat Ali Imron pula, jelaslah bahwa tugas pokok
Muhammadiyah adalah :
a.
Da'wah Islam
b.
Amar Ma'ruf
c.
Nahyi Munkar
Dawah Islam ialah menyeru/mengajak manusia/masyarakat kepada ajaran Islam, dengan
memberikan pengertian dan kesadaran akan kebenaran ajaran agama Islam, sehingga
manusia/masyarakat dapat menginsyafi akan kebaikan, kelebihan dan keutamaan ajaran Islam
untuk membentuk pribadi manusia dan mengatur ketertiban hidup bersama manusia/
masyarakat.
Amar Ma'ruf ialah menyuruh orang/masyarakat mengerjakan apa saja yang ma'ruf (dikenal
baik) oleh ajaran Islam, dalam seluruh aspek kehidupan.
Nahyi Munkar ialah mencegah orang/masyarakat dari apa saja yang munkar (diingkari) oleh
ajaran Islam, dalam seluruh aspek kehidupan.
Amar ma'ruf Nahi Munkar adalah menjadi kelanjutan dan realisasi/isi dari pada da'wah Islam.
Da'wah Islam diikuti dengan amar ma'ruf nahi munkar itu hakikatnya adalah merupakan
penggarapan/pengolahan masyarakat.
7.
Teori Perjuangan Muhammadiyah
Untuk mencapai maksud dan tujuan perjuangan Muhammadiyah (Islam) tersebut dimuka,
ialah: menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya, segala saluran/media yang akan langsung mempengaruhi bentuk dan
sifat kehidupan masyarakat haruslah diperjuangkan.

Saluran/media yang akan dapat mempengaruhi bentuk dan sifat kehidupan masyarakat ada
dua yaitu:
a.
Bidang politik kenegaraan, yang maksudnya untuk memegang pemerintahan (yang
dalam negara demokrasi ialah dengan melalui lembaga kenegaraan) gunanya untuk dapat
membuat undang-undang dan peraturan-peraturan yang berdasarkan ajaran Islam,
melaksanakan dan mengawasi pelaksanaannya.
b.
Bidang masyarakat yang maksudnya untuk menggarap/mengolah secara langsung
akan masyarakat berdasarkan ajaran-ajaran Islam.
Untuk kepentingan dan kemenangan perjuangan Islam, kedua bidang perjuangan tersebut
harus diisi dan dihadapinya, agar kedua-duanya dapat dikuasai untuk dapat melaksanakan
maksud dalam mencapai tujuan yang menjadi cita-citanya.
8.
Menurut Muhammadiyah sejak dahulu, untuk melaksanakan perjuangan idiologinya,
membagi perjuangan umat Islam menjadi dua front, satu front untuk menghadapi perjuangan
politik kenegaraan dan satu front untuk menghadapi perjuangan dalam bidang masyarakat.
Masing-masing dengan alatnya sendiri-sendiri dengan caranya sendiri-sendiri, tetapi tetap
dengan saling pengertian dan dalam tujuan yang sama.
MUHAMMADIYAH SECARA ORGANISASI DENGAN KESADARAN MEMILIH
DAN MENEMPATKAN DIRINYA BERJUANG DALAM MASYARAKAT
Muhammadiyah berjuang menggarap/mengolah secara langsung akan masyarakat
dengan memberikan pengertian dan membentuk kesadaran masyarakat, agar masyarakat mau
menerima dan melaksanakan ajaran dan ketentuan-ketentuan Islam bagi seluruh aspek
kehidupannya.
Sedang untuk menghadapi perjuangan dalam bidang politik kenegaraan (perjuangan politik
praktis), Muhammadiyah berpendapat haruslah dilakukan dengan alat perjuangan lain (alat
perjuangan politik seperti Partai politik) yang berada diluar dan disamping organisasi
Muhammadiyah, yang dapat memperjuangkan cita-cita kenegaraan yang sesuai dengan faham
dan visi Muhammadiyah.
Dalam hal itu, untuk kemaslahatan perjuangan Muhammadiyah, perlulah para anggota dan
terutama para pimpinan Muhammadiyah memiliki kesadaran dan pandangan/orientasi politik.
9.
Menentukan teori, strategi dan taktik perjuangan bukanlah termasuk sesuatu yang
diatur/ditentukan secara mutlak oleh agama, tetapi hal itu adalah sesuatu yang merupakan
pemikiran dan perhitungan yang termasuk masalah dunia.
:;< ,=) .2* ; m ~32 / 9 , , / .* , Y /;? /9* /; .;? ( ; ,= ' .* $ Y $
(8. $9
Yang dimaksud dengan kata-kata urusan duniamu dalam sabda Rasulullah Saw. : Kamu
lebih tahu tentang urusan duniamu, ialah segala perkara yang tidak menjadi tugas
diutusnya para Nabi. (Putusan Majelis Tarjih)
10.
Dalam berjuang menghadapi bidang masyarakat Muhammadiyah membagi
manusia/masyarakat menjadi dua bagian, yaitu :
a.
Yang belum mau menerima ajaran Islam, disebut ummat da'wah.
b.
Yang sudah mau menerima ajaran Islam, disebut ummat ijabah.
Terhadap ummat da'wah, kewajiban Muhammadiyah ialah berusaha sampai mereka mau
menerima kebenaran ajaran Islam, setidak-tidaknya mereka mau mengerti dan tidak
memusuhi.
Sedang terhadap ummat ijabah, kewajiban Muhammadiyah ialah menjaga dan memelihara
agama mereka, serta berusaha memurnikan dan menyempurnakan dalam ilmu dan amalnya.
Semuanya itu dilakukan dengan da'wah Islam dan amar ma'ruf nahi munkar yang sifatnya:
tabsyir (menggembirakan), tajdid (pembaharuan) dan islah (membangun).

11.
Muhammadiyah dengan masalah politik
Muhammadiyah tidak mengerjakan praktek politik. Muhammadiyah bukan dan tidak akan
menjadi partai politik. Muhammadiyah pada dasarnya tidak memasuki lembaga-lembaga
karya politik.
Semuanya itu bukan karena sebab sikap/pandangan yang negatif terhadap perjuangan politik,
tetapi semata-mata karena teori dan strategi (khittah) perjuangannya serta menyadari sepenuhpenuhnya bahwa tugasnya menghadapi perjuangan dalam bidang masyarakat adalah sudah
cukup berat dan mulia, tidak kalah penting dari pada perjuangan dalam bidang politik secara
keseluruhan.
Sedang mengenai masalah prinsip politik ataupun teori politik terutama yang menjadi
kepentingan agama dan ummat Islam umumnya atau kepentingan Muhammadiyah khususnya,
Muhammadiyah dapat bahkan wajib menghadapinya secara organisatoris, hanya caranya
adalah menurut cara Muhammadiyah yang khas, antara lain ialah dengan tanpa ambisi politik;
semata-mata adalah sebagai da'wah Islam dan amar ma'ruf nahi munkar.
12.
Muhammadiyah adalah sudah menjadi sifatnya selalu mengindahkan segala hukum,
undang-undang, peraturan-peraturan serta dasar falsafah negara yang sah.
Kalau ada hukum, undang-undang atau peraturan negara yang dianggap menyalahi prinsip
Islam atau merugikan kepentingan Muhammadiyah, Muhammadiyah merasa berkewajiban
untuk membetulkannya, sebagai dawah Islam dan amar ma'ruf nahi munkar.
13.
Tugas melaksanakan Da'wah Islam dan amar ma'ruf nahi munkar adalah menjadi
kewajiban tiap-tiap anggota Muhammadiyah (pria dan wanita) dan Muhammadiyah secara
keseluruhan. Maka dari itu anggota Muhammadiyah bahkan sampai aparatnya sekalipun
haruslah mempunyai sifat sebagai shalihul muslih ialah sebagai orang yang pribadinya
shaleh dan mau serta sanggup berjuang untuk menshalehkan orang lain.
14.
Untuk mengatur agar kehidupan dan jalan organisasi Muhammadiyah dapat:
a.
tepat : sesuai dan selalu pada prinsip-prinsipnya.
b.
benar : sesuai dengan teori perjuangannya dan lurus menuju maksud dan tujuannya.
c.
tertib : sesuai dan tidak simpang siur.
d.
lancar : maju terus untuk cepat sampai kepada tujuannya.
Perlu diadakan peraturan-peraturan yang berupa:
a.
Anggaran Dasar
b.
Anggaran Rumah Tangga
c.
Qa'idah-qaidah
d.
Dan peraturan-peraturan lain yang diperlukan.
Pokok Pikiran Ketujuh:
Pokok-pokok pikiran/prinsip-prinsip/pendirian-pendirian seperti yang diuraikan dan
diterangkan dimuka itu, adalah yang dapat untuk melaksanakan idiologinya terutama untuk
mencapai tujuan yang menjadi cita-citanya, ialah terwujudnya masyarakat adil dan makmur
lahir bathin yang diridlai Allah, ialah MASYARAKAT ISLAM YANG SEBENARBENARNYA.
Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut:
Kesemuanya itu, perlu untuk menunaikan kewajiban mengamalkan perintah-perintah Allah
dan mengikuti sunnah Rasul-Nya, Nabi Muhammad saw., guna mendapat karunia dan ridlaNya di dunia dan akhirat, dan untuk mencapai masyarakat yang sentausa dan bahagia, disertai
nikmat dan rahmat Allah yang melimpah-limpah, sehingga merupakan:
,[ \

2 .]
;
Suatu negara yang indah, bersih suci dan makmur di bawah perlindungan Tuhan Yang Maha
Pengampun.

Maka dengan Muhammadiyah ini, mudah-mudahan ummat Islam dapatlah diantarkan ke


pintu gerbang Syurga Jannatun Naim dengan keridlaan Allah Yang Rahman dan Rahim.

Keterangan :
1.
Yang menjadi tujuan dan cita-cita perjuangan persyarikatan Muhammadiyah secara
mutlak ialah terwujudnya suatu masyarakat dimana kesejahteraan, kebahagiaan dan
keutamaan luas merata (kepribadian Muhammadiyah); masyarakat yang sejahtera, aman
damai, makmur dan bahagia, yang diujudkan di atas dasar keadilan kejujuran, persaudaraan
dan gotong royong yang bertolongan dengan bersendikan hukum Allah yang sebenarbenarnya, lepas dari pengaruh syaitan dan hawa nafsu (Muqaddimah Anggaran Dasar).
2.
Masyarakat yang demikian itulah yang diformulir dengan singkat: MASYARAKAT
YANG SEBENAR-BENARNYA.
3.
Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya itu, adalah merupakan rahmat Allah bagi
seluruh alam, yang akan menjamin sepenuh-penuhnya: keadilan, persamaan, keamanan,
keselamatan dan kebebasan bagi semua anggotanya
4.
Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya itu selain merupakan kebahagiaan di dunia
bagi seluruh manusia, akan juga menjadi tangga bagi ummat Islam memasuki pintu gerbang
sorga "Jannatun Na'im", untuk mendapatkan keridlaan Allah yang abadi.

TAJDID

Dengan melihat sejarah pertumbuhan dan perkembangan persyarikatan Muhammadiyah


sejak kelahirannya, memperhatikan faktor-faktor yang melatarbelakangi berdirinya, aspirasi,
motif, dan cita-citanya serta amal usaha dan gerakannya, nyata sekali bahwa didalammya
terdapat ciri-ciri khusus yang menjadi identitas dari hakikat atau jati diri Persyarikatan
Muhammadiyah. Secara jelas dapat diamati dengan mudah oleh siapapun yang secara sepintas
mau memperhatikan ciri-ciri perjuangan Muhammdiyah itu adalah sebagai berikut.
1.
Muhammadiyah adalah gerakan Islam
2.
Muhammadiyah adalah gerakan dakwah Islam amar maruf nahi munkar
3.
Muhammadiyah adalah gerakan tajdid

A.

Muhammdiyah sebagai Gerakan Islam


Telah diuraikan dalam bab terdahulu bahwa Persyarikatan Muhammadiyah dibangun
oleh KH Ahmad Dahlan sebagi hasil kongkrit dari telaah dan pendalaman (tadabbur)
terhadap Alquranul Karim. Faktor inilah yang sebenarnya paling utama yang
mendorong berdirinya Muhammadiyah, sedang faktor-faktor lainnya dapat dikatakan
sebagai faktor penunjang atau faktor perangsang semata. Dengan ketelitiannya yang
sangat memadai pada setiap mengkaji ayat-ayat Alquran, khususnya ketika menelaah
surat Ali Imran, ayat:104, maka akhirnya dilahirkan amalan kongkret, yaitu lahirnya
Persyarikatan Muhammadiyah. Kajian serupa ini telah dikembangkan sehingga dari
hasil kajian ayat-ayat tersebut oleh KHR Hadjid dinamakan Ajaran KH Ahmad
Dahlan dengan kelompok 17, kelompok ayat-ayat Alquran, yang didalammya
tergambar secara jelas asal-usul ruh, jiwa, nafas, semangat Muhammadiyah dalam
pengabdiyannya kepada Allah SWT.
Dari latar belakang berdirinya Muhammadiyah seperti di atas jelaslah bahwa
sesungguhnya kelahiran Muhammadiyah itu tidak lain karena diilhami, dimotivasi, dan
disemangati oleh ajaran-ajaran Al-Quran karena itupula seluruh gerakannya tidak ada
motif lain kecuali semata-mata untuk merealisasikan prinsip-prinsip ajaran Islam.
Segala yang dilakukan Muhammadiyah, baik dalam bidang pendidikan dan
pengajaran, kemasyarakatan, kerumahtanggaan, perekonomian, dan sebagainya tidak
dapat dilepaskan dari usaha untuk mewujudkan dan melaksankan ajaran Islam.
Tegasnya gerakan Muhammadiyah hendak berusaha untuk menampilkan wajah Islam
dalam wujud yang riil, kongkret, dan nyata, yang dapat dihayati, dirasakan, dan
dinikmati oleh umat sebagai rahmatan lilalamin.

B.
Muhammadiyah sebagai Gerakan Dakwah Islam
Ciri kedua dari gerakan Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan dakwah Islamiyah.
Ciri yang kedua ini muncul sejak dari kelahirannya dan tetap melekat tidak terpisahkan
dalam jati diri Muahammadiyah. Sebagaimana telah diuraikan dalam bab terdahulu
bahwa faktor utama yang mendorong berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah berasal
dari pendalaman KHA Dahlan terdapat ayat-ayat Alquran Alkarim, terutama sekali
surat Ali Imran, Ayat:104. Berdasarkan Surat Ali Imran, ayat : 104 inilah
Muhammadiyah meletakkan khittah atau strategi dasar perjuangannya, yaitu dakwah
(menyeru, mengajak) Islam, amar maruf nahi munkar dengan masyarakat sebagai
medan juangnya. Gerakan Muhammadiyah berkiprah di tengah-tengah masyarakat
bangsa Indonesia dengan membangun berbagai ragam amal usaha yang benar-benar
dapat menyentuh hajat orang banyak seperti berbagai ragam lembaga pendidikan sejak
taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, membangun sekian banyak rumah sakit,

panti-panti asuhan dan sebagainya. Semua amal usaha Muhammadiyah seperti itu
tidak lain merupakan suatu manifestasi dakwah islamiyah. Semua amal usaha diadakan
dengan niat dan tujuan tunggal, yaitu untuk dijadikan sarana dan wahana dakwah
Islamiyah.

C.

Muhammadiyah sebagai Gerakan Tajdid


Ciri ke tiga yang melekat pada Persyarikatan Muhammadiyah adalah sebagai
Gerakan Tajdid atau Gerakan Reformasi. Muhammadiyah sejak semula menempatkan
diri sebagai salah satu organisasi yang berkhidmat menyebarluaskan ajaran Agama
Islam sebagaimana yang tercantum dalam Alquran dan Assunah, sekaligus
memebersihkan berbagai amalan umat yang terang-trangan menyimpang dari ajaran
Islam, baik berupa khurafat, syirik, maupun bidah lewat gerakan dakwah.
Muhammadiyah sebagai salah satu mata rantai dari gerakan tajdid yang diawali oleh
ulama besar Ibnu Taimiyah sudah barang tentu ada kesamaaan nafas, yaitu memerangi
secara total berbagai penyimpangan ajaran Islam seperti syirik, khurafat, bidah dan
tajdid, sbab semua itu merupakan benalu yang dapat merusak akidah dan ibadah
seseorang.
Sifat Tajdid yang dikenakan pada gerakan Muhammadiyah sebenarnya tidak
hanya sebatas pengertian upaya memurnikan ajaran Islam dari berbagai kotoran yang
menempel pada tubuhnya, melainkan juga termasuk upaya Muhammadiyah melakukan
berbagai pembaharuan cara-cara pelaksanaan Islam dalam kehidupan bermasyarakat,
semacam memperbaharui cara penyelenggaraan pendidikan, cara penyantunan
terhadap fakir miskin dan anak yatim, cara pengelolaan zakat fitrah dan zakat harta
benda, cara pengelolaan rumah sakit, pelaksanaan sholat Id dan pelaksanaan kurba dan
sebagainya.
Untuk membedakan antara keduanya maka tajdid dalam pengertian pemurnian
dapat disebut purifikasi (purification) dan tajdid dalam pembaharuan dapat disebut
reformasi (reformation). Dalam hubungan dengan salah satu ciri Muhammadiyah
sebagai gerakan tajdid, maka Muhammadiyah dapat dinyatakan sebagai Gerakan
Purifikasi dan Gerakan Reformasi.

TAJDID DALAM MUHAMMADIYAH


Apa yang dimaksud dengan tajdd dalam Muhammadiyah dan bagaimana
perkembangannya selama satu abad pertama? Kedua persoalan ini perlu dianalisis
berdasarkan periodesasi dan kurun waktu yang telah ada. Secara garis besar, perkembangan
tajdid dalam Muhammadiyah dapat dibedakan menjadi tiga pase, yakni pase aksi-reaksi,
konsepsionalisasi dan pase rekonstruksi.
Ketika Muhammadiyah didirikan, para tokoh Muhammadiyah, termasuk K.H. Ahmad
Dahlan, belum memikirkan landasan konseosional dan teoritis tentang apa yang akan
dilakukannya. Yang terjadi adalah, upaya mereka untuk secara praktis dan pragmatis
menyebarkan ajaran Islam yang baik dan benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah.
Konsentrasi mereka difokuskan pada bagaimana praktek keagamaan yang dilakukan
masyarakat waktu itu disesuaikan dengan apa yang dilakukan oleh Rasulullah di satu sisi, tapi
juga memperhatikan tradisi agama lain, khususnya kristen, yang kebetulan disebarkan oleh
penjajah negeri iniAdapun rumusan tajdd yang resmi dari Muhammadiyah itu adalah sebagai
berikut:

Dari segi bahasa, tajdid berarti pembaharuan, dan dari segi istilah, tajdd memiliki dua
arti, yakni:
a. pemurnian;
b. peningkatan, pengembangan, modernisasi dan yang semakna dengannya.
Dalam arti pemurnian tajdid dimaksudkan sebagai pemeliharaan matan ajaran Islam
yang berdasarkan dan bersumber kepada al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shohihah. Dalam arti
peningkatan, pengembangan, modernisasi dan yang semakna dengannya, tajdid
dimaksudkan sebagai penafsiran, pengamalan, dan perwujudan ajaran Islam dengan tetap
berpegang teguh kepada al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah.
Untuk melaksanakan tajdid dalam kedua pengertian istilah tersebut, diperlukan
aktualisasi akal pikiran yang cerdas dan fitri, serta akal budi yang bersih, yang dijiwai oleh
ajaran Islam. Menurut Persyarikatan Muhammadiyah, tajdid merupakan salah satu watak dari
ajaran Islam.
Rumusan tajdd di atas mengisyaratkan, bahwa dalam Muhammadiyah ijtihad dapat
dilakukan terhadap peristiwa atau kasus yang tidak terdapat secara eksplisit dalam sumber
utama ajaran Islam, al-Qur'an dan Hadits, dan terhadap kasus yang terdapat dalam kedua
sumber itu. Ijtihad dalam bentuknya yang kedua dilakukan dengan cara menafsirkan kembali
al-Qur'an dan Hadits sesuai dengan kondisi masyarakat sekarang ini.
Secara garis besar, kecenderungan untuk memehami ajaran dasar Islam dapat
dikelompokan menjadi dua kelompok besar, pertama kelompok salafi dan kedua kelompok
ashrani. Kelompok pertama biasa disebut sebagian pengamat sebagai kelompok
fundamentalis, sedangkan Kelompok yang terakhir dapat disamakan dengan kelompok Islam
Liberalis Kemudian, berdasarkan pembagian itu, para ahli dan pengamat keislaman
mengklasifikasikan aliran pemikiran di kalangan umat Islam menjadi tiga kelompok, yakni
fundamentalis, liberalis dan moderat.
1.

Fundamentalis
Istilah Fundamentalis yang dihubungkan dengan penganut ajaran Islam garis keras,
sering kita dengar dari sumber informasiNegara barat. Hal itu terasa lebih popular ketika telah
terjadinya serangan 11 september di New York. Rizizq Shihab, semakin memperkuat dugaan,
bahwa Islam atau muslim fundamentalis itu identik dengan muslim yang mempunyai faham
garis keras itu. Apakah memang benar demikian? Tentu persepsi seperti itu perlu ditelusuri
kebenarannya.
Dalam tradisi kajian Islam, istilah lain dari fundamentalis adala salfiy. Ke;ompok
salafi, dari segi bahasa berarti kelompok yang berorientasi kepada masa lampau atau orangorang yang terdahulu.
Tentu, kita sebagai umat Islam harus memberikan apresiasi terhadap sikap mereka yang
konsisten atau istiqamah dalam menjalankan apa yang tertulis dalam Al-Quran dan Hadis.
Namun dalam waktu yang sama kita juga harus memperhatikan dan mencermati sumber
ajaran Islam dengan menggunakan penalaran dan analisis yangtidak bertentangan dengan misi
Al-Quran sebagai agama yang menjadi rahmat bagi semua umat manusia, di mana pun dan
kapan pun mereka berada

2. Liberalis
Istilah Islam Liberal merupakan salah satu wacana dialektis Islam dalam konteks
menghadapi kemoderrnan. Wacana ini menjadi penting dan menonjol akhir-akhir ini, ketika
dunia Islam terkepung oleh peradaban dan sains modern yang datang dari barat. Kemunculan
Islam liberal berbeda secara kontras dengan Islam fundamentalis yang menekankan pada
tradisi salaf. Dalam faham liberal, faham fundamentalis hanya akan membawa
keterbelakangan yang akan membawa dunia islam menikmati buah modernitas, berupa
kemajuan ekonomi, demokrasi, hak asasi manusia.
Lebih dari itu, faham ini meyakini bahwa apabila Islam difahami dengan pendekatan
liberal
akan
menjadi
perintis
jalan
bagi
liberalisme
di
dunia
barat.
Dalam memahami sumber ajaran islam, Al-Quran dan Al-Sunnah, kelompok ini berusaha
untuk menangkap ajaran moral dan bukan aturan-aturan normatif yang terkandung di
dalamnya. Karena itu, ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dengan norma hukum tidak harus
difahami apa adanya, melainkan harus dibawa kepada konteks manusia modern.
3. Moderat
Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa kecenderungan pemahaman umat Islam terhadap
Al-Quran dan Al-Sunnah dibedakan menjadi muslim liberal di satu sisi dan muslim
fundamentalis di sisi yang lain. Diantara kedua aliran dan kecenderungan ini ada kelompok
umat Islam yang memahami kedua sumber itu secara moderat Artinya, tidak terlalu bebas,
seperti kelompok Islam liberal dan tidak juga kaku, seperti kelompok Islam fundamentalis.

Kelompok ini melihat persoalan yang muncul saat ini sebagai sebuah keniscayaan,
karena sumber ajaran Islam yang utama, Al-Quran dan Al-Sunnah , turun dalam situasi yang
berbeda dengan apa yang ada saat ini. Diakui, bahwa kedua sumber itu mempunyai ajaran
yang bersifat permanent dan konstan,, tidak berubah dan tidak dapat diubah. Ajaran yang
masuk kategori ini umumnya menyangkut masalah akidah (keimanan) dan ibadah ritual
(ibadah mahdlah).

B. KETENTUAN DASAR TAJDID (PEMBARUAN AGAMA) YANG BENAR


Tajdid adalah amal Islami yang disyariatkan dalam koridor pengertiannya yang benar,
namun tidak semua yang mengaku melakukan tajdid dikatakan mujaddid, karena harus
memiliki syarat-syarat mujaddid. Demikian juga usaha tajdid hanya diakui bila sesuai dengan
ketentuan-ketentuan dasar yang telah digariskan para ulama, di antaranya:
Seorang mujaddid harus dari Ahlus Sunnah wal Jamaah yang bebas dari kebid'ahan
dan berjalan di atas manhaj Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para
sahabatnya dalam seluruh urusannya. Oleh karena itu, tidak boleh menetapkan ahlu
bid'ah dan tokoh sekte sesat sebagai mujaddid, walaupun telah mencapai ketinggian
derajat dalam ilmu.
Seorang ulama besar India bernama Syaikh Syamsul Haq al-'Azhimabadi
rahimahullah (wafat tahun 1858 M) menyatakan, Sungguh aneh yang dilakukan penulis
kitab Jami' al-Ushul dengan memasukkan Abu Ja'far al-Imami asy-Syi'i dan al-Murtadha
termasuk mujaddid. Lalu beliau lanjutkan, Sangat jelas bahwa memasukkan kedua orang ini
ke dalam kelompok mujaddid adalah kesalahan besar dan jelas; karena ulama Syi'ah
walaupun mencapai martabat mujtahid dan ketinggian dalam martabat ilmu serta masyhur
sekali, namun mereka tidak pantas menjadi mujaddid. Bagaimana mereka pantas, mereka
sendiri merusak agama, lalu bagaimana melakukan pembaharuan (tajdid)? Mereka

mematikan sunnah, bagaimana dikatakan menghidupkannya? Mereka menebar kebid'ahan,


lalu bagaimana dikatakan menghapus kebid'ahan? Mereka ini sebenarnya orang-orang sesat
yang menghancurkan agama lagi bodoh. Mayoritas karya mereka adalah tahrif,
penyimpangan dan ta'wil, bukan tajdid dalam agama dan tidak juga menghidupkan yang telah
hilang dari pengamalan al-Qur`an dan sunnah. (Aunul Ma'bud, 4/180).
Memiliki sumber pengambilan ilmu dan manhaj istidlal (metodologi pengambilan
dalil) yang benar. Hal ini dilihat kepada metodologi dalam belajar dan pengambilan
dalil yang dibangun di atas al-Qur`an, sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam, ijma', qiyas yang shahih (benar) dan tinjauan maslahat yang tidak bertentangan
dengan nash syariat.
Memiliki ilmu syar'i yang benar, hal ini karena di antara aktivitas tajdid adalah
mengajarkan agama, menebarkan ilmu syar'i dan membela sunnah dan ahlinya, serta
menghancurkan kebid'ahan.
Seorang mujaddid harus seorang alim yang pakar dalam agama, dai yang cerdas yang
mampu menjelaskan al-Qur`an dan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam yang
shahih kepada manusia. Juga jauh dari kebid'ahan dan memperingatkan manusia dari perkaraperkara yang diadakan dalam Islam, serta mengembalikan mereka dari penyimpangan kepada
jalan yang lurus yaitu kepada al-Qur`an dan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam
(Fatawa al-Lajnah ad-Da`imah, 2/169).
Mampu menempatkan dengan pas dan tepat nash-nash syariat pada realita dan
peristiwa yang terjadi.
Memiliki manhaj (metodologi) dan kaidahnya yang jelas. Seorang mujaddid harus
menyertai dalam aktivitas tajdid-nya dengan manhaj dan kaidah yang jelas dalam
segala keadaannya. Sebab, mujaddid menisbatkan dirinya kepada Islam. Ini adalah
nisbat ilmu dan ittiba', bukan sekadar pengakuan dan klaim. Dari sini, maka kebenaran
nisbatnya tersebut dibangun di atas kaidah memahami Islam berdasarkan manhaj tidak
benar memahami Islam kecuali dengannya. Inti metodologi ini ada pada empat
bidang:
1. Ushul lughah Arabiyah
2. Ushul at-tafsir
3. Ushul as-sunnah
4. Ushul al-fiqh
Sehingga, tidaklah menjadi mujaddid orang yang mengenal segala sesuatu kecuali
Islam atau yang mengetahi Islam dengan selain manhaj ini.
Di samping memiliki ilmu syar'i yang benar dan kejelasan manhaj, juga harus dihiasi
dengan akhlak yang mulia dan memiliki kecintaan dan kasih sayang kepada manusia. Juga
berusaha untuk merealisaikan kemaslahatan dan semangat menyelesaikan permasalahannya
serta zuhud dan qana'ah dengan yang ada.
Mengamalkan ilmunya, komitmen terhadap perintah dan larangan syariat dan menjaga
semua kewajiban dan perkara sunnah, serta menjadi suri teladan yang baik untuk orang lain.
Ini semua adalah sifat para ulama yang masuk dalam pengertian Ahlus sunnah wal Jama'ah.
Tidak dipungkiri lagi, mujaddid termasuk thaifah manshurah yang dijelaskan dalam sabda
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,


" # %
Akan senantiasa ada kaum dari umatku yang muncul atas manusia, hingga datang kepada
mereka hari Kiamat dan mereka dalam keadaan menang. (HR. al-Bukhari).
Sangat antusias dalam menjaga ushuluddin dan cabangnya dan tidak meremehkan satu
perkara agamapun.

Seorang mujaddid memiliki keinginan adanya perubahan nyata pada umat, sehingga ia
menggerakkan umat ini dari realita yang buruk dan menyimpang menuju jalan perbaikan dan
kesuksesan dunia dan akhirat.
Menjadi imam dalam agama dan memiliki sifat sabar dan yakin sebagaimana
dijelaskan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
* ) ( '
# - *
1 2
" "' 3
Dan orang orang yang berkata, 'Ya Tuhan Kami, anugerahkanlah kepada Kami isteri-isteri
Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi
orang-orang yang bertakwa. (Qs. al-Furqan: 74).
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,

" # " 5 2 "8 9


( 2
: ; (<* )

Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan
perintah Kami ketika mereka sabar dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami. (Qs. asSajdah: 24).
Membedakan antara perkara tsawabit (yang tidak berubah) dengan al-mutaghayyirat
(yang bisa berubah).
Ushul aqidah, rukun-rukun Islam dan nash-nash syariat semuanya adalah tsawaabit
tidak mungkin berubah atau hukumnya berganti. Yang dimaksud tajdid di sini adalah
menghidupkan kembali pemahaman yang benar dan menghilangkan semua syubhat dan
kerancuan seputar itu yang ada dalam akal manusia, serta mengembalikan hal ini untuk
menjadi hukum bagi manusia.
Sedangkan peristiwa yang baru, maka ia tunduk kepada nash-nash syariat untuk
dihukumi dan tidak sebaliknya sebagaimana pengakuan para pengagum pembaharuan Islam
yang ada.
Ibnu Hazm rahimahullah menjelaskan bahwa apabila ada nash dalam al-Quran atau
sunnah yang shahih tentang satu perkara atas satu hukum tertentu, maka ia adalah benar tidak
ada pengaruhnya perubahan waktu dan tempat, serta keadaan. Semua yang telah ditetapkan,
maka ia akan tetap berlaku selamanya dalam segala zaman, tempat dan keadaan, hingga
datang nash syariat yang memalingkannya dari hukum tersebut di waktu, tempat atau keadaan
lainnya (Al-Ihkam Fi Ushuul al-Ahkam, 5/774). Demikianlah hal ini, karena hukum-hukum
syariat ada dua jenis:
Hukum-hukum yang ditetapkan oleh nash-nash asli yang gamblang. Jenis ini akan
diberlakukan sepanjang zaman disemua tempat dan tidak mengalami perubahan.
Hukum-hukum yang ditetapkan melalui ijtihad yang bersumber kepada qiyas atau adat
atau maslahat yang tidak ada nash syariatnya atau juga adat yang hukum syariat tidak
dibangun di atasnya.
Inilah yang dijelaskan Imam asy-Syathibi rahimahullah dalam ungkapan beliau:
Norma-norma yang berlaku ada dua:
Norma-norma agama (al-'awa`id asy-syar'iyah) ditetapkan dalil syar'i atau ditolak
dalam pengertian syariat memeritahkan hal tersebut secara wajib atau sunnah, melarangnya
secara makruh atau haram atau mengizinkannya untuk diwujudkan dan ditinggalkan.Hukumhukum yang berlaku di antara manusia yang tidak ada dalil syar'i yang menolak dan
menetapkannya.
Yang pertama ini diberlakukan selamanya Sedangkan kedua norma-norma tersebut
kadang diberlakukan secara tetap dan kadang berubah (Al-Muwafaqat Fi Ushul asy-Syari'at,
2/283-284).
Mujaddid munculnya setiap permulaan abad. Kemunculan ini tidak dilihat kepada
kelahiran atau kematiannya, namun melihat kepada keahlian dan munculnya ia menjadi
ulama.

Imam al-Munawi rahimahullah menyatakan, Aaa satu hal yang penting yang harus
diperhatikan, yaitu semua yang berbicara tentang hadits
( :- ?
; @
; < A- ; B 3 C
) 8 )
hanya menetapkan berdasarkan pengertian diutus setiap awal abad dengan
kematiannya di awal abad tersebut. Padahal, Anda pasti tahu yang dapat dicerna langsung dari
hadits ini adalah al-ba'tsu (pengutusan) dan irsaal (kemunculan) ada di awal abad...
Pengertian kemunculan seorang alim adalah kemampuannya untuk maju ke depan
memberikan manfaat kepada orang dan majunya ia dalam menyebarkan hukum-hukum
syariat. Kematian seorang alim di awal abad adalah diambil bukan diutus.
Demikianlah ketentuan dasar penting dalam penentuan tajdid dan mujaddid yang
disampaikan para ulama, semoga memberikan wacana dan pencerahan dalam masalah ini.
C. GERAKAN PEMBAHARUAN MUHAMMADIYAH DI ERA MODERN
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang menekankan amar makruf nahi mungkar
telah berkiprah dalam rentang waktu satu abad. Dengan masa sepanjang itu, Muhammadiyah
sudah melewati berbagai tahapan atau periodisasi zaman di Indonesia. Dari mulai zaman
penjajahan (1912-1945), zaman kemerdekaan (1945-1950), zaman Orde Lama (1950-1966),
zaman Orde Baru (1966-1998), dan zaman Reformasi (1998-sekarang).
Masa-masa tersebut dilalui Muhammadiyah dengan sangat dinamis. Jika pada awal
berdiri, Muhammadiyah hanya fokus pada persoalan pemurnian agama, karena realitas
masyarakat yang banyak melakukan taklid, bidah, dan khufarat. Maka, di zaman penjajahan
juga terdapat pandangan perlwanan terhadap penjajah. Sementara pada masa awal
kemerdekaan, banyak di antara tokoh Muhammadiyah yang berperan dalam mempersiapkan
kemerdekaan bangsa ini.
Di saat Orde Lama berkuasa, Muhammadiyah secara perlahan mulai ikut terlibat
dalam kegiatan politik praktis. Terseretnya Muhammadiyah pada politik praktis karena
Muhammadiyah menjadi anggota istimewa dalam Partai Masyumi. Sementara di bawah
kekuasaan Orde Baru, kiprah Muhammadiyah sebagai sebuah gerakan sosial keagamaan
berjalan statis.
Hal ini disebabkan kuatnya tekanan pemerintahan rezim Orde Baru yang mampu
mengebiri gerakan-gerakan organisasi masyarakat (ormas), termasuk Muhammadiyah.saat
Orde Baru tumbang pada 1998, Muhammadiyah mengambil peran yang amat vital. Gerakan
reformasi yang digagas oleh sejumlah elemen masyarakat, telah memunculkan figur
Muhammadiyah, Amien Rais, sebagai aktor reformasi.
Namun, di era reformasi yang mengusung kebebasan berpendapat, masih banyak
kalangan menilai ide-ide dan suara Muhammadiyah justru tidak tampak di permukaan.
Gerakan pembaruan dilakukan karena terjadinya krisis akidah, kemerosotan moral, kelemahan
politik dan ekonomi, serta jumud dalam pemikiran.Gerakan pembaruan yang diusung oleh
Muhammadiyah tidak terlepas dari ide, gagasan, dan pemikiran sejumlah tokoh ternama yang
menjadi pelopor gerakan kebangkitan Islam. Mereka antara lain Ibnu Taimiyah, Muhammad
bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Muhammad Rasyid
Ridla.
1.Tokoh-tokoh Pelopor Gerakan Kebangkitan Islam
a. Ibnu Taimiyah
Dalam tulisannya yang berjudul Muhammadiyah dan Matarantai Pembaruan Islam,
Haedar Nashir memaparkan bahwa jatuhnya Kota Baghdad ke tangan pasukan Mongol pada
1258 telah menimbulkan dua kecenderungan. Pertama, masuknya praktik-praktik kehidupan

dan keagamaan yang bersifat mistis dan kemudian mencemari akidah dan moral umat kala itu,
yang banyak penyimpangan dari kemurnian Islam.
Kedua, kejatuhan politik Islam, sehingga umat Islam menjadi lemah. Akibat dari dua
hal tersebut kemudian umat Islam menjadi krisis secara akidah, merosot secara moral, lemah
secara politik, dan jumud secara pemikiran dan kondisi kehidupan.Gerakan pemurnian yang
diusung Ibnu Taimiyah saat itu sejalan dengan pemikiran Imam Ahmad bin Hanbal, yang
menghidupkan ajaran salafiyah, tetapi sekaligus membuka pintu ijtihad.
Keras dalam ajaran akidah, tetapi terbuka pada ijtihad. Karenanya, dalam
perkembangan berikutnya, gerakan pemurnian tersebut menjadi bersenyawa dengan spirit
ijtihad dan berorientasi pada bagaimana membangkitkan kembali kemajuan umat Islam dari
kemunduran dan kejumudan.
b. Muhammad bin Abdul Wahhab
Pembaruan yang dipelopori Ibnu Taimiyah memperoleh dukungan kuat dan
dilanjutkan oleh muridnya, Ibnu Qayyim al-Djauziah (1292-1350 M), terutama dengan
tekanan pada pemurniannya. Bahkan, tiga abad setelah itu digelorakan kembali oleh
Muhammad bin Abdul Wahhab (1703-1787 M) di jazirah Arabia dengan corak dan warna
pemurnian yang lebih keras.
Munculnya gerakan Wahabiyah ini tidak terlepas dari kondisi umat Islam di wilayah
jazirah Arab saat itu yang mengalami kemunduran di bidang akidah dengan maraknya
berbagai praktik yang dianggap telah muncul sifat-sifat kemusyrikan, bidah, dan takhayul.
Hal ini sebagai akibat dari semakin jauhnya spirit Islam dari sumbernya yang asli. Selain itu
juga karena pengaruh dari praktik-praktik keagamaan lama yang bangkit kembali. Berbeda
dengan para pendahulunya, Muhammad bin Abdul Wahhab lebih menekankan pada
pemurnian yang lebih praktis dan cenderung keras.
c Jamaluddin Al-Afghani
Pada periode selanjutnya, gerakan pembaruan atau kebangkitan Islam memperoleh
sentuhan politik yang kuat dan meluas melalui tokoh pembaru lainnya, Jamaluddin AlAfghani (1838-1797 M). Ia merupakan sosok pembaru yang memiliki karakter kuat dan
dinamis. Al-Afghani hijrah dari satu negara ke negara lain, dan di setiap wilayah yang
dikunjunginya selalu menimbulkan keguncangan politik. Antara lain di Afghanistan, India,
Mesir, Turki, Makkah, Inggris, dan Prancis.
d. Muhammad Rasyid Ridla
Di Mesir, selain Muhammad Abduh muncul Muhammad Rasyid Ridla (1856-1935
M), murid dan kawan Abduh yang meneruskan gagasan-gagasannya. Perjumpaan dengan AlAfghani dan Abduh, membuatnya menyerap pikiran-pikiran pembaruan.Tetapi, berbeda
dengan Abduh, Ridla lebih terbatas dalam memberi ruang pada akal dan masih terikat kuat
pada pemikiran Ibnu Hanbal, Ibnu Taimiyyah, dan Muhammad bin Abdul Wahhab. Ridla
tidak sebagaimana Abduh juga lebih terbatas dalam menerima pemikiran Barat, kendati
mengakui pentingnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern sebagaimana negerinegeri Barat. Sikap lebih keras terhadap Barat tampak pada pemikiran Ridla.

D. PERKEMBANGAN TAJDID MUHAMMADIYAH


1.Pilar Gerak Langkah Pembaharuan Muhammadiyah.
Saat ini, Muhammadiyah telah memasuki usia satu abad. Sebuah perjalanan yang
cukup panjang. Namun, organisasi yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada 1912 ini,
telah mampu melintasi berbagai zaman yang ada di Indonesia. Mulai zaman perintis
kemerdekaan (1912-1945), zaman kemerdekaan (1945-1950), zaman Orde Lama (19501966), Orde Baru (1966-1998), hingga Orde Reformasi (1998-sekarang).Selama rentang
waktu itu, banyak kontribusi yang telah diberikan Muhammadiyah bagi bangsa Indonesia.
Mulai dari pendidikan, kesehatan, peningkatan kesejahteraan sosial, dan lain sebagainya.
Kini, Muhammadiyah mengembangkan satu konsep pembaruan baru sebagai
kelanjutan dari tauhid sosial yang menjadi pilar pergerakan ormas Islam tersebut, yakni Fikih
Al-Maun.
Muhammadiyah adalah organisasi modern yang senantiasa melakukan pembaruan
(tajdid). Bagaimana konsep tajdid Muhammadiyah itu?Muhammadiyah memiliki sejumlah
lembaga (majelis) dalam menjalankan tugasnya untuk senantiasa beramar makruf nahi
mungkar (menegakkan kebenaran dan mencegah kemungkaran). Salah satu lembaganya
bernama Majelis Tarjih dan Tajdid.
Tarjih adalah pengamalan hukum-hukum agama sebagaimana tertulis dalam Alquran
dan Hadis Nabi Muhammad SAW. Tarjih bergerak dalam bidang pemurnian atau purifikasi.
Sedangkan, tajdid adalah reform atau pembaruan. Keduanya (tarjih dan tajdid), ibarat dua sisi
mata uang yang saling membutuhkan dan tak mungkin dipisahkan.Jika dilihat secara umum,
tarjih lebih bersifat masa lampau, sedangkan tajdid untuk masa depan. Tajdid selalu berbicara
prospektif. Jadi, pemurnian dan pembaruan, menjadi ciri khas gerakan Muhammadiyah.
Organisasi ini akan diukur berdasarkan pada kedua benchmarks tersebut. Itulah konsep Kiai
Ahmad Dahlan dalam meletakkan landasan dan fondasi Muhammadiyah, yang harus
dilaksanakan penerusnya saat ini.

2.Contoh Konkret dari Gerakan Pembaruan yang dilakukan Muhammadiyah


Ada tiga hal yang menjadi fondasi utama gerak langkah Muhammadiyah, yakni
bidang pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial. Ketiga hal ini dijalankan oleh Kiai
Ahmad Dahlan yang sangat jauh menyimpang dari mainstream saat itu. Mengapa
demikian? Karena kondisi masyarakat Indonesia yang terjajah, tertindas, terbelakang, miskin,
dan selalu dibodohi oleh para penjajah. Maka, untuk memperbaiki semua itu, harus ada
keberanian dalam melakukan perubahan secara menyeluruh.Misalnya, dalam pendidikan. Pola
yang dikembangkan Muhammadiyah berusaha untuk mengadopsi pendidikan Barat yang
berbeda dengan paham masyarakat Indonesia saat itu.
Kemudian dalam bidang kesehatan, beliau berusaha mendorong didirikannya balai
pengobatan untuk rakyat miskin. Sebab, waktu itu banyak masyarakat Indonesia dengan
kondisi ekonomi yang sangat tertinggal, sangat kesulitan mendapatkan layanan kesehatan,
kecuali mereka yang berasal dari kalangan bangsawan.
Dalam bidang kesejahteraan sosial, beliau membentuk lembaga amil zakat, lembaga peduli
umat, dan lain sebagainya. Tujuannya adalah untuk membebaskan masyarakat dari
kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan, dan lain sebagainya.
Ini semua tak lepas dari pengalaman yang didapatkan Kiai Ahmad Dahlan saat
menempuh pendidikan di Tanah Suci. Di sana, beliau mendapatkan gagasan pemikiran dari
para tokoh pembaru Islam, seperti Ibnu Taimiyah, Muhammad Abdul Wahhab, Jamaluddin
Al-Afghani, Muhammad Abduh, serta Rasyid Ridla. Mereka semua dikenal sebagai pelopor
gerakan pembaruan Islam.

Kondisi masyarakat saat itu yang mulai jauh dari nilai-nilai Islam. Cara ibadah mereka
mulai bercampur dengan kemusyrikan, takhayul, bidah, dan lain sebagainya. Kemudian
dalam hal pemikiran, umat Islam saat itu cenderung telah mengalami stagnasi pemikiran. Pola
pikir yang dikedepankan cenderung taklid (mengikuti saja) tanpa mau mencari dasarnya.
Bahkan, mulai muncul kekhawatiran di masyarakat karena adanya fatwa yang menyatakan
bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Bagi tokoh pembaru seperti Abduh, Al-Afghani, dan Ibnu
Taimiyah, hal ini dapat menyebabkan taklid buta dan pemikiran umat Islam pun menjadi
jumud (stagnan).
Gerakan pembaruan akan terus dilakukan dan tak akan pernah berhenti. Bisa saja,
pembaruan yang dilakukan hari ini, tapi karena satu hal, sehingga besok sudah tidak bisa
dilakukan lagi. Maka, pembaruan akan terus berlangsung. Begitulah seterusnya.
3.Makna Pentingnya Pembaharuan Dilakukan Muhammadiyah
Muhammadiyah selalu melakukan gerakan pembaruan. Muhammadiyah tanpa
pembaruan, ibarat makan sayur tanpa garam, maka rasanya hambar. Muhammadiyah harus
selalu menjadi pelopor. Sebagai pelopor, Muhammadiyah tidak boleh kehilangan
kepeloporannya.
Karena itu, pembaruan menjadi kebutuhan mutlak bagi warga pergerakan
Muhammadiyah. Jadi, pembaruan akan selalu terjadi dan terus berkembang.Dan, pembaruan
itu akan terjadi dalam semua bidang, tidak hanya terbatas pada bidang sosial. Semuanya yang
dilakukan harus dijalankan dengan tindakan nyata. Itulah yang namanya amal syahadah.
Majelis Tarjih dan Tajdid itu berkutat melayani persoalan-persoalan yang muncul
khususnya masalah keagamaan internal Muhammadiyah. Sehingga warga Muhammadiyah
mendapatkan pedoman dan jawaban dalam masalah sosial keagamaan. Tidak hanya masalah
fikih tapi juga akidah, akhlak, dan masalah-masalah yang lain.

E. PENGARUH PERGERAKAN PEMBAHARUAN MUHAMMADIYAH DALAM


ISLAM .
Kyai Haji Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyah yang didirikannya terpanggil untuk
mengubah keadaan dengan melakukan gerakan pembaruan. Untuk memberikan gambaran
lebih lengkap mengenai latarbelakang dan dampak dari kelahiran gerakan Muhammadiyah di
Indonesia, dan sejak itulah Muhammadiyah adalah satu-satunya yang berani mengadakan
pembaharuan Islam yang kuat dan tangguh. di asia tenggara.
Dengan beratus-ratus cabang di seluruh kepulauan dan berjuta-juta anggota yang
tersebar di seluruh negeri, Muhammadiyah memang merupakan pergerakan Islam yang
terkuat yang pernah ada di Asia Tenggara. Sebagai pergerakan yang memajukan ajaran Islam
yang murni, Muhammadiyah juga telah memberikan sumbangan yang besar di bidang
kemasyarakatan dan pendidikan. Klinik-klinik perawatan kesehatan, rumah-rumah piatu, panti
asuhan, di samping beberapa ribu sekolah menjadikan Muhammadiyah sebagai lembaga nonKristen dalam bidang kemasyarakatan, pendidikan dan keagamaan swasta yang utama di
Indonesia. Aisyiah, organisasi wanitanya, mungkin merupakan pergerakan wanita Islam yang
terbesar di dunia. Pendek kata Muhammadiyah merupakan suatu organisasi yang utama dan
terkuat di negara terbesar kelima di dunia.
Kelahiran Muhammadiyah secara teologis memang melekat dan memiliki inspirasi
pada Islam yang bersifat tajdid, namun secara sosiologis sekaligus memiliki konteks dengan
keadaan hidup umat Islam dan masyarakat Indonesia yang berada dalam keterbelakangan.
Kyai Dahlan melalui Muhammadiyah sungguh telah memelopori kehadiran Islam yang
otentik (murni) dan berorientasi pada kemajuan dalam pembaruannya, yang mengarahkan

hidup umat Islam untuk beragama secara benar dan melahirkan rahmat bagi kehidupan. Islam
tidak hanya ditampilkan secara otentik dengan jalan kembali kepada sumber ajaran yang aseli
yakni Al-Quran dan Sunnah Nabi yang sahih, tetapi juga menjadi kekuatan untuk mengubah
kehidupan manusia dari serba ketertinggalan menuju pada dunia kemajuan.
Fenomena baru yang juga tampak menonjol dari kehadiran Muhammadiyah ialah,
bahwa gerakan Islam yang murni dan berkemajuan itu dihadirkan bukan lewat jalur
perorangan, tetapi melalui sebuah sistem organisasi. Menghadirkan gerakan Islam melalui
organisasi merupakan terobosan waktu itu, ketika umat Islam masih dibingkai oleh kultur
tradisional yang lebih mengandalkan kelompok-kelompok lokal seperti lembaga pesantren
dengan peran kyai yang sangat dominan selaku pemimpin informal. Organisasi jelas
merupakan fenomena modern abad ke-20, yang secara cerdas dan adaptif telah diambil oleh
Kyai Dahlan sebagai washilah (alat, instrumen) untuk mewujudkan cita-cita Islam.
Mem-format gerakan Islam melalui organisasi dalam konteks kelahiran
Muhammadiyah, juga bukan semata-mata teknis tetapi juga didasarkan pada rujukan
keagmaan yang selama ini melekat dalam alam pikiran para ulama mengenai qaidah m l
yatimm al-wjib ill bihi fa huw wjib, bahwa jika suatu urusan tidak akan sempurna
manakala tanpa alat, maka alat itu menjadi wajib adanya. Lebih mendasar lagi, kelahiran
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam melalui sistem organisasi, juga memperoleh rujukan
teologis sebagaimana tercermin dalam pemaknaan /penafsiran Surat Ali Imran ayat ke-104,
yang memerintahkan adanya sekelompok orang untuk mengajak kepada Islam, menyuruh
pada yang maruf, dan mencegah dari yang munkar. Ayat Al-Quran tersebut di kemudian
hari bahkan dikenal sebagai ayat Muhammadiyah.
Muhammadiyah dengan inspirasi Al-Quran Surat Ali Imran 104 tersebut ingin
menghadirkan Islam bukan sekadar sebagai ajaran transendensi yang mengajak pada
kesadaran iman dalam bingkai tauhid semata. Bukan sekadar Islam yang murni, tetapi tidak
hirau terhadap kehidup. Apalagi Islam yang murni itu sekadar dipahami secara parsial.
Namun, lebih jauh lagi Islam ditampilkan sebagai kekuatan dinamis untuk transformasi sosial
dalam dunia nyata kemanusiaan melalui gerakan humanisasi (mengajak pada serba
kebaikan) dan emanisipasi atau liberasi (pembebasan dari segala kemunkaran), sehingga
Islam diaktualisasikan sebagai agama Langit yang Membumi, yang menandai terbitnya fajar
baru Reformisme atau Modernisme Islam di Indonesia.Diantara pengaruh pergerakan
pembaharuan Muhammadiyah dalam Islam, diwujudkan dalam bentuk amal usaha
Persyarikatan Muhammadiyah, yang meliputi:
1.
Bidang Keagamaan.
Muhammadiyah dalam pergerakan pembaharuan Islam, mempunyai andil cukup besar
dibidang keagamaan. Seperti:
a) Majlis Tabligh Muhammadiyah senantiasa menekankan agar tegaknya Islam yang benar
sesuai yang dicontohkan nabi Muhammad SAW, , tidak dirusak oleh berbagai macam bidah,
khurafat, dan tahayul yang dapat mengkikis nilai-nilai Islam itu sendiri.
b) Majlis Tarjih, suatu lembaga yang menghimpun ulama-ulamak Muhammadiyah dari
berbagai disiplin ilmu, yang selalu bermusyawarah dan memberikan fatwa terhadap hal-hal
yang acktual ditengah-tengah masyarakat. Seperti tuntunan hidup keluarga sejahtera, dan
memberikan tuntunan untuk dipedomani dibidang ubudiyah, muamalah dan persoalan yang
menyangkut kemasyarakatan lainnya.
c) Terbentuknya Departemen Agama, tidak terlepas dari kepeloporan Pimpinan
Muhammadiyah, dan Menteri Agama Pertama kali dari Kalangan Pimpinan Muhammadiyah
Yakni. Prof. Dr. H.M. Rosyidi. Dan sekarang bangsa Indonesia menikmatinya.
2. Bidang Pendidikan
Salah satu sebab Muhammadiyah didirikan karena lembaga pendidikan di Indonesia
sudah tidak memenuhi kebutuhan dan tuntutan zaman, tidak saja isi dan metode

pengajarannya yang tidak sesuai, bahkan sitem pendidikannya harus dirombak secara
mendasar. Sehingga tidak ada pemisahan antara pelajaran umum dengan pelajaran agama.
Dan baru saja tokoh besar Muhammadiyah Prof. Dr. Amin Rais, Tokoh Muhammadiyah yang
memberikan sumbangsih besar terhadap lahirnya Undang-undang tentang Guru dan Dosen.
Tidak itu saja terdapat ribuan Sekolah-sekolah Muhammadiyah yang ada diseluruh pelaosok
tanah air, sejak dari tingkat TK sampai Perguruan Tinggi.
2.
Bidang Kemasyarakatan
Bidang Kemasyarakatan, sumbangsih dan pengaruhnya cukup besar bagi negara
Indonesia yang nota bone mayoritas beragama Islam, yakni dengan banyak berdiri Rumahrumah sakit modern, lengkap dengan peralatan canggih dan tenaga ahli serta apoteknya.
Mendirikan panti asuhan yatim, panti jompo, pondok pesantren, mendirikan perusahaan,
percetakan buku, majalah, dll
3.
Bidang Politik Kenegaraan
Muhammadiyah menentang penjajahan, penjajah kolonial belanda, jepang hengkang
dari Nagara republik Indonesia, tidak terlepas dari perjuangan Tokoh-tokoh Muhammadiyah,
seperti Jenderal Besar Sudirman, Ir. Soekarno (presiden RI pertama) dan masih banyak lagi,
dan Muhammadiyah bukan organisasi politik, namun tidak buta politik, ahli-ahli atau tokohtokoh politik Muhammadiyah yang menyebar di semua Partai Politik sebatas hanyalah
penyampai aspirasi rakyat amar maruf nahi mungkar.

Muhammadiyah dan Gerakan Tajdid


1.
Pengertian Tajdid
Secara bahasa (etimologi) tajdid memiliki makna pembaharuan dan pelakunya
disebut mujaddid (pembaharu). Sedangkan dalam pengertian istilah (terminology), tajdid
berarti pembaharuan terhadap kehidupan keagamaan, baik dalam bentuk pemikiran ataupun
gerakan, sebagai respon atau reaksi atas tantangan baik internal maupun eksternal yang
menyangkut keyakinan dan sosial umat (Ibnu Salim dkk: 1998:1). Dalam pengertian lain,
tajdid adalah upaya untuk memperbaharui interpretasi-interpretasi atau pendapat-pendapat
ulama terdahulu terhadap ajaran-ajaran dasar Islam, atas dasar bahwa ajaran tersebut sedah
tidak relevan dengan tuntutan dan perkembangan zaman. Oleh karena itu, tajdid adalah usaha
yang kontinyu dan dinamis, sebab selalu berhadapan dan beinteraksi dengan historisitas
kehidupan manusia.
Dalam konteks Muhammadiyah, tajdid bertujuan untuk menghidupkan kembali
ajaran al-Qur'an dan Sunnah dan memerintahkan kaum muslimin untuk kembali kepadanya.
Adapun yang masih merupakan rumpun tajdid dalam perspektif Muhammadiyah adalah
seperti diurakan oleh beberapa tokoh Muhammadiyah sebagai berikut: Pertama, K.H. Azhar
basyir menyebutkan bahwa Muhammadiyah bertujuan memurnikan ajaran al-Qur'an dan
Sunnah dari praktek-praktek takhayul, bidah dan khurafat yang dianggap syirik. Dengan kata
lain, Muhammadiyah berkepentingan mengusung Islam murni (Lihat Azhar Basyir: 1993:
255-257). Kedua Syafii Maarif menyebutkan bahwa Muhammadiyah mentahbihkan dirinya
sebagai gerakan non-mazhab, dinamisasi di tengah-tengah arus utama umat Islam yang
terkungkung dalam belenggu mazhab (Syafii Maarif 1997: 133). Dan Ketiga, K. H. Suja inti
dari pendirian Muhammadiyah sebagai jawaban terhadap surat al-Maun yang dikaitkan
dengan pembebasan kaum tertindas. (Q.S. Al-Anfal: 24) (Sukrianto AR 1990: 43)

2.

a.

b.

c.

d.
e.

3.

Prinsip Dasar Tajdid


Secara garis besar, prinsip dasar pembaharuan Islam termasuk Muhammadiyah
setidaknya terdapat dua unsur yang saling berkaitan. Pertama, seruan terhadap skriptualisme
(al-Qur'an dan Sunnah) dengan menekankan otoritas mutlak teks suci dengan menemukan
substansi ajaran baik yang bersifat aqidah maupun dengan penerapan praksisnya. Kedua,
upaya untuk mereinterpretasi ajaran-ajaran Islam yang sesuai dengan pemahamanpemahaman baru seiring dengan tuntutan zaman yang kontemporer.
Dalam kaitan dengan pembaharuan (tajdid), terdapat lima agenda penting yang
menjadi fokus Muhammadiyah dengan melakukan gerakannya, yaitu:
Tajdid al-Islam yang menyangkut tandhifal-aqidah yaitu purifikasi terhadap ajaran Islam
(Sujarwanto 1990: 232). Tandhifal-aqidah ini berusaha untuk membersihkan ajaran-ajaran
Islam dari unsur takhayul, bidah dan khurafat (TBC).
Pembaharuan yang menyangkut masalah teologi. Dalam bidang teologi, Muhammadiyah
sudah sewajarnya untuk mengkaji ulang konsep-konsep teologi yang lebih responsif dan
tanggap terhadap persoalan zaman. Pembaharuan yang dilakukan adalah untuk membicarakan
persoalan-persoalan kemanusiaan, di samping persoalan-persoalan ke-Tuhanan.
Karena Islam menyangkut persoalan dunia dan akherat, ideologi dan pengetahuan serta
dimensi yang menyangkut kehidupan manusia, maka tajdid diorientasikan pada
pengembangan serta peningkatan kualitas kemampuan sumber daya manusia (Islam).
Pembaharuan Islam mengangkut organisasi. Gerakan umat Islam harus rapi, terorgansir dan
memiliki manajemen yang professional, sehingga mampu bersaing dengan yang lainnya.
Pembaharuan dalam bidang etos kerja. Point ini juga menjadi focus perhatian
Muhammadiyah karena etos kerja umat Islam saat berdirinya Muhammadiyah sangat rendah.

Karakteristik Tajdid Muhammadiyah


Bagi Muhammadiyah, tajdid sudah merupakan nalar dan karekter gerakan umat
Islam. Oleh karena itu, tajdid sudah menjadi tema yang mendarah daging pada pendiri
Muhammadiyah. Dalam kenyatannya, gerakan tajdid muncul dalam pelbagai bentuk, yang
masing-masing merupakan tanggapan terhadap persoalan yang terjadi dinamisasi
lingkungannya. Persoalan yang dimaksud muncul dalam bentuk, pertama, tantangan
kemunduran umat Islam dan yang kedua, tantangan yang muncul dari kemajuan umat Islam.
(Maryadi Abdullah 2000: 26). Atas dasar itu, maka tajdid mengemban amanah sebagai
berikut:
a.
Mengembalikan semua bentuk keagamaan kepada contoh masa awal Islam. Hal ini
dilakukan untuk membentengi keyakinan aqidah Islam serta bentuk-bentuk ibadah yang lain
yang berasal dari ajaran-ajaran di luar Islam. Gerakan ini dinamakan dengan purifikasi.
b.
Dengan landasan universalitas Islam, tajdid dimaksudkan sebagai upaya untuk
mengeimplementasikan ajaran Islam sesuai dengan semangat zaman dengan perkembangan
kehidupan manusia. Dalamm hal ini, biasanya dilakuakan pada aspek-aspek non-ibadah,
seperti sosial kemasyarakatan, muamalah, dan persoalan-persoslan kemanusiaan yang lainnya.
Gerakan ini dikenal dengan gerakan modernisasi atau dinamisasi.
Kerangka tersebut sesuai dengan rumusan tarjih yang menyebutkan bahwa tajdid
menyangkut pada wilayah pemurnian (purifikasi) dan pembaharuan (dianmisasi). Dengan
formulasi ini, maka Muhammadiyah menyatakan bahwa tajdid meliputi tiga dimensi.
Pertama, pemurnian aqidah dan ibadah serta pembentukan akhlakul karimah. Kedua,
pembentukan sikap hidup yang dinamis, kreatif, prograsif dan berwawasan ke depan. Dan
ketiga, pengembangan kepemimpinan, organisasi dan etos kerja dalam persyarikatan
Muhammadiyah (BRM 1997: 47-48).

Dialektika epistmologi ini berkembang dengan kontektualisasi ajaran Islam yang


rahmatan lil alamin, sehingga selalu sesuai dengan semangat perubahan yang terjadi di
masyarakat. Kontektualisasi merupakan upaya dialogis antara agama yang dalam hal ini
direpresentasikan oleh teks suci/ wahyu, dengan realitas kesejarahan manusia (sosio-historis)
yang terbingkai dalam ranah budaya atau peradaban. Kedua dimensi ini diharapkan bisa
berjalan berdampingan seningga membentuk simponi sosial yakni humanitas, dan religiusitas.
D.

Kerangka Metodologi Pengembangan Pemikiran Islam


Pada dasarnya, metodologi adalah alat untuk memperoleh kebenaran. Dalam rangka
mencari kebenaran itulah diperlukan pendekatan (logic of axplanation and logic of discovery),
berikut teknis-teknis operasionalnya. Sejalan dengan epistemologi yang dikembangkan
Muhammadiyah, pemikiran keislaman membutuhkan pendekatan bayani, burhani dan irfani
sesuai dengan objek kajiannya-apakah teks, ilham atau ralitas berikut seluruh masalahmasalah yang menyangkut aspek trans-historis, trans-kultural dan trans-religius. Pemikiran
keislaman Muhammadiyah merespon problem-problem kontemporer yang sangat kompleks,
berikut rumusannya untuk aplikasi dalam praksis sosial, mempergunakan ketiga pendekatan
di atas secara spiral-triadik.
Muhammadiyah juga berusaha membuka ruang bagi keragaman pemikiran.
Setidaknya ada tiga kecenderungan besar pemikiran dalam Muhammadiyah yaitu: pertama,
arus pemikiran keagamaan rasional humanis (Mutoharun Jinan 2000: 45). Kelompok ini
menyerukan agar Muhammadiyah tidak terpaku pada pemahaman agama yang sempit,
doktrinan dan rijid. Kedua, arus pemikiran keagamaan yang spiritual mistik. (Mutoharun
Jinan 2000: 45). Pola pemikiran semacam ini dipelopori oleh kaum muda Muhammadiyah.
Wacana spiritual di Muhammadiyah melahirkan liberalism pemikiran dan pemahaman islam
yang justru masuk ke jantung agama (the heart of religion). Ketiga, kecenderungan pemikiran
yang formalism-spiritual. (Mutoharun Jinan 2000: 46) Model pemikiran ini, menjadi
mainstream pemikiran di Muhammadiyah dengan gerakan purifikasinya. Pola yang
dikembangkan golongan formalisme spiritual adalah dengan melalui pendekatan bayani yang
sangat literal-rekstualis.
Untuk menjebatani ragam pemikiran ini, Muhammadiyah harus lebih akomodatif dan
terbuka terhadap tiga ragam pemikiran yang berkembang tersebut. Ketiga pemikiran ini
selayaknya dipertentangkan, tetapi harus dipelihara serta dipertautkan secara kritis dialektis,
sehingga bisa saling melengkapi serta saling menutupi kekurangan satu sama lain.
Untuk itu, Muhammadiyah merumuskan manhaj pemikiran islam dengan
memadukan ketiga pendekatan yakni bayani, burhani, dan irfani. Ketiga pendekatan ini akan
dijelaskan kemudian. Paradigma bayani, bisa mewakili pemikiran yang formalistic-spiritual.
Paradigm burhani, mewakili pola rasional humanistic. Dan paradigm irfani bisa
mengakomodir pemikiran yang memiliki corak spiritual mistik.

1.

Pendekatan Bayani
Paradigma bayani (penerapan analisius tekstual), diharapkan dapat menggali
landasan normative al-Quran dan sunnah serta dapat mengungkapkan kandungan makna teks
normative tersebut, sehingga memberikan relevansi hukum (Hendar Riyadi 2003: PR 24
Februari). Formulasi ideologis dari nalar bayani adalah teks-teks kitab suci yaitu Al-Quran
dan Sunnah, sebab untuk menguasai pesan agama tentunya harus menguasai bahasa Arab
(Ahmad Baso 2009: 79), sebagai bahasa yang digunakan dalam kitab suci (al-Quran dan
sunnah).
Pendekatan bayani ini lebih banyak digunakan oleh para puqaha; mutakalimin dan
Ushuliyin. Bayani adalah pendekatan untuk: pertama, memahami dan menganalisa teks guna

menemukan tau mendapatkan makna yang dikandung dalam atau (dikehendaki) lafdz, Kedua,
istinbath hukum-hukum dari Al-nusus diniyah dan Al-Quran pada khususnya.
Dalam pendekatan bayani, pendekatan teks demikian kuat, maka peran akal hanya
bebas sebagai alat pembenaran atau justifikasi atas teks difahami atau diinterpretasikan.
2.

Pendekatan Burhani
Burhani adalah pengetahuan yang diperoleh dari indera, perabaan dan hukum-hukum
logika. Burhani atau pendekatan rasional argumentatif adalah pendekatan yang mendasarkan
diri pada kekuatan rasio melalui instrument logika, (induksi, deduksi, abduksi, simbolik,
proses dan lain-lain) dan metode diskursif (bathiniyah) (Ahmad Baso 2009: 79). Pendekatan
ini menjadikan realitas maupun teks dan hubungan antara keduanya sebagai sumber kajian.
Dalam pendekatan burhani ini, teks dan realitas berada dalam satu wilayah yang
mempengaruhi. Teks tidak berdiri sendiri, ia selalu terkait dengan realitas yang mengelilingi
dan mengadakannya, sekaligus darimana teks itu dibaca dan ditafsirkan. Karena burhani
menjadikan realitas dan teks sebagai sumber kajian, maka dengan pendekatan ini, ada dua
ilmu penting yaitu ilmu al-lisan dan ilmu al-mantiq. Yang pertama membicarakan lafz-lafz,
kafiyah, susunan, dan rangkaiannya dalam ibarat-ibarat yang dapat digunakan untuk
menyampaikan makna serta cara merangkainya dalam diri manusia. Kedua, ilmu al-mantiq
membahas tentang mufradhat dan susunan yang dengan itu dapat disampaikan segala sesuatu
yang bersifat inderawi dan hubungan yang tetap diantara segala sesuatu tersebut, atau apa
yang mungkin mengeluarkan gambaran-gambaran dan hukum-hukum dirinya. Tujuannya
adalah untuk menetapkan aturan-aturan yang digunakan untuk menentukan cara kerja akal,
atau cara menacapai kebenaran yang mungkin diperoleh darinya.
Oleh karena itu, untuk memahami realitas kehidupan keagamaan dan sosial keIslaman, menjadi lebih memadai bila dipergunakan pendekatan-pendekatan sosiologi
(sosiulujiyyah), seperti yang menjadi ketetpan Munas Tarjih dan Pengembangan Pemikiran
Islam XXIV di Malang (BRM 2002).
Pendekatan sosiologi digunakan dalam pemikiran Islam digunakan untuk memahami
realitas sosial-keagamaan dari sudut pandang interaksi antar anggota masyarakat. dengan
metode ini, konteks sosial suatu perilaku keberaagamaan dapat didekati secara lebih tepat
dengan metode ini pula dapat dilakukan reka cipta masyarakat utama.
Pendekatan antropologi bermanfaat untuk mendekati masalah-masalah kemanusiaan
dalam rangka melakukan reka cipta budaya Islam. Tentu saja untuk melakukan reka cipta
budaya Islam juga dibutuhkan pendekatan kebudayaan (thaqafiyyah) yang erata kaitannya
dengan dimensi pemikiran, ajaran-ajaran, konsep-konsep, nilai-nilai dan pandanganpandangan dunia Islam yang hidup dan berkembang dalam masyarakat muslim. Agar upaya
reka cipta masyarakat muslim dapat mendekati idealitas masyarakat utama dalam
Muhammadiyah, strategi ini pula membutuhkan kesinambungan sejarah (histories). Untuk itu,
dibutuhkan juga pendekatan sejarah (tarikhiyyah). Hal ini agar konteks sejarah masa lalu, kini
dan yang akan dating berada dalam satu kaitan yang dalam satu kesatuan gerak yang uth
(kontinutas dan perubahan). Kesatuan gerak ini berguna agar pembaharuan pemikiran Islam
di Muhammadiyah tidak kehilangan jejak historis. Ada jejak kesinambungan historis antara
pemikiran Islam lama yang baik dengan lahirnya pemikiran keIslaman yang baru yang lebih
memadai dan up to date.
Oleh karena itu, dalam pendekatan burhani, empat pendekatantarikhiyyah,
sosiulujiyyah, thaqafiyyah, dan antrufulujiyahberada dalam satu posisi yang saling
berhubungan secara dialektika dan saling membentuk jaringan keilmuan.
Yang menjadi titik tekan dalam nalar burhani adalah korespondensi; yakni
kesesuaian antara rumusan-rumusan yang diciptakan akal manusia dengan hukum-hukum
alam (al-mutabaqah baina al-aql wa nizam al-tabiah) (Amin Abdullah 2001). Disamping

itu juga ada aspek koherensi yaitu keruntutan dan keteraturan berpikir logis dan upaya yang
terus-menerus dilakukan untuk memperbaiki dan menyempurnakan rumusan-rumusan dan
teori-teori yang telah dibangun dan disusun akal manusia.
3.

Pendekatan Irfani
Sementara itu, melalui pendekatan irfani (perenialis-ersoteris-intuitif) diharapkan
mampu mengungkap hakikat atau makna terdalam dibalik teks dan konteks (Hendar Riyadi
2003: PR 24 Februari). Irfan mencoba untuk mencari makna hakikat dibalik sebuah teks. Dan
ini tidak dapat dilakukan oleh paradigm bayani dan burhani tadi. Irfan mengandung beberapa
pengertian antara lain: ilmu atau marifah, metode ilham dan kashf yang telah dikenal jauh
sebelum Islam, para ahli al-irfan mempermudah masalah ini melalui pembeciraannya
mengenai, al-naql dan al-tawzif; upaya menyingkap wacana Qurani dan memperluas ibrahnya untuk memperbanyak makna. Jadi, pendekatan irfan adalah salah satu pendekatan yang
digunakan dalam kajian pemikiran Islam oleh para mutasawwifin dan arifin untuk
mengeluarkan makna batin dari lafz dan ibrah; irfan juga merupakan istinbath al-marifah
al-qalbiyah dari Al-Quran (Hendar Riyadi 2003).
Pendekatan irfan adalah pendekatan pemahaman yang bertumpu pada instrument
pengenalan batin, dhawq, qalb, wijdan, basirah, dan intuisi. Sedangkan metode yang
digunakan meliputi manhaj kashfi, dan manhaj ikhtisafi. manhaj kashfi disebut juga manhaj
marifah yang tidak menggunakan inder atau akal, tetapi kashf dengan riyadh dan
mujahadah. Manhaj ikhtisafi disebut juga al-mumathilah (analogi) yaitu metode untuk
menyikap dan menemukan rahasia pengetahuan melalui analogi-analogi. Analogi dalam
manhaj ini mencakup: pertama, analogi berdasarkan angka atau jumlah seperti = 2/4 = 4/8,
dan seterusnya. Kedua, tamthil yang meliptui silogisme dan induksi. Dan Ketiga, surah dan
askhal.
Pendekatan irfani juga menolak atau menghindar dari mitologi. Kaum irfaniyyun
tidak berusan dengan mitologi, bahkan justru membersihkannnya dari persoalan-persoalan
agama dan dengan irfani pula irfaniyyun lebih mengupayakan menangkap hakikat yang
terletak dibalik syariah, dan yang batin (al-dalalah al-isharah, wa al-ramziyah). Dengan
memperhatikan dua metode diatas, dapat diketahui bahwa sumber pengetahuan dalam irfan
mencakup ilham/ intuisi dan teks (yang dicari makna batinnya melalui tawil) (Amin
Abdullah 2002).
Contoh kongkrit dari pendekatan irfani lainnya adalah falsafah ishraqi yang
memandang pengetahuan diskursif (al-hikmah al-bathiniyah) harus dipadu secara kreatif,
harmonis dengan pengetahuan intuitif (al-hikmah aldhawuqiyyah). Dengan perpaduan
tersebut, pengetahuan yang diperoleh menjadi pengetahuan yang mencerahkan, bahkan akan
mencapai al-hikmah al-haqiqah. Pengalaman batin Rasul SAW. dalam menerima wahyu AlQuran merupakan contoh kongkrit dari pengetahuan irfan. Namun dengan keyakinan yang
dipegang selama ini, irfan dikembangkan dalam kerangka ittibaal-rasul.
Implikasi irfan dalam konteks pemikiran Islam, adalah menghampiri agama-agama
pada tataran subtantif dan esensi spiritualitasnya dan menggabungkannya dengan penuh
kesadaran akan adanya pengalaman keagamaan orang lain (the ortheness) yang berbeda
aksidensi dan ekspresinya, namun memiliki substansi dan esensi yang kurang lebih sama.
Kedekatan pada Tuhan yang trans-historis, trans-historis, dan trans religious dibagi dengan
rasa empati dan simpati kepada orang lain secara elegan dan setara. Termasuk di dalamnya
kepekaan terhadap problem-problem kemanusiaan, pengembangan budaya dan peradaban
yang disinari oleh pancaran fitrah illahiyah.
Ketiga pendekatan itu, dirumuskan Muhammadiyah guna lebih mengembangkan
pola gerakan tajdid yang lebih dinamis dan peka zaman. Ketiga pendekatan di atas memiliki
hubungan yang erat, sehingga tidak bisa digunakan salah satunya dengan tidak yang lainnya.

Hubungan ini bisa membentuk lingkaran dialogis yang melingkar (sirkular-dialektika).


Memahami teks (bayani) tidak terlepas dari pemahaman konteks, tidak terlepas dari
pemahaman teks itu sendiri. Sementara pemahaman makna terdalam (irfani) memerlukan
pemahaman terhadap teks dan konteks sekaligus.

Muhammadiyah sebagai
Gerakan Sosial

A.

Riwayat Hidup K.H. Ahmad Dahlan


Ahmad Dahlan dilahirkan di daerah Kauman kota Yogyakarta dengan nama
Muhammad Darwis pada tahun 1869, sumber lain mengatakan tahun 1868. Memang
kelahiran Ahmad Dahlan agak gelap tanggal pastinyapun tidak terlacak. Okelah kita tidak
mempermasalahkan kelahirannya melainkan karyanya. Organisasi yang dia dirikan yaitu
Muhammadiyah sekarang menjadi maju dan menjadi organisasi massa Islam terbesar di
Indonesia bahkan di dunia dari segi anggotanya. Ahmad Dahlan adalah anak seorang kyai
tradisional yaitu K.H. Abu Bakar bin Kyai Sulaiman, seorang khatib di Masjid Sultan di kota
itu. Ibunya Siti Aminah adalah anak Haji Ibrahim, seorang penghulu. Ahmad Dahlan adalah
anak keempat dari tujuh bersaudara.
Sebagaimana anak seorang kyai pada masa itu pemuda Darwis juga menimba ilmu ke
banyak kyai. Ia belajar ilmu fikih kepada KH Muhammad Shaleh, ilmu Nahwu-Sharaf (tata
bahasa) kepada KH Muhsin, ilmu falak (astronomi) kepada KH Raden Dahlan, ilmu hadis
kepada kyai Mahfud dan Syekh KH Ayyat, ilmu Al Qur-an kepada Syekh Amin dan Sayid
Bakri Satock, dan ilmu pengobatan dan racun binatang kepada Syekh Hasan. Ketika berumur
21 tahun (1890), KH Ahmad Dahlan pergi ke tanah suci Mekkah untuk naik haji dan
menuntut ilmu di sana. Ia belajar selama setahun. Salah seorang gurunya adalah Syekh
Ahmad Khatib Al Minangkabawi.
Dahlan satu guru satu ilmu lagi dengan KH Hasyim Asyari (pendiri NU). Ia juga satu
guru dengan Haji Abdul Karim Amrullah (ayah Buya Hamka) dan Syekh Muhammad Djamil
Djambek. Seluruh gerakan Islam di Indonesia yang menjadi mainstream sumbernya satu yaitu
Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi yang menjadi Imam Masjidil Haram di Mekkah. Dari
Ahmad Khatib inilah Dahlan berkenalan dengan pemikiran trio pembaharu dan Reformis
Islam dari Timur Tengah yaitu Sayid Jamaluddin Al Afghani, Syekh Muhammad Abduh, dan
Syekh Muhammad Rasyid Ridha.
Akhirnya Dahlan membawa gerakan Reformasi ini ke Indonesia. Dahlan mulai
mengintrodusir cita-cita reformasinya itu mulanya dengan mencoba mengubah arah kiblat di
Masjid Sultan di Keraton Yogyakarta ke arah yang sebenarnya yaitu Barat Laut (sebelumnya
ke Barat).
Perubahan-perubahan ini, walaupun bagi kita sekarang sangat kecil artinya,
memperlihatkan kesadaran Dahlan tentang perlunya membuang kebiasaan-kebiasaan yang
tidak baik dan yang menurut pendapatnya memang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Jadi ia
ingin membersihkan Islam dan umat Islam baik secara fisik (dengan membuat higienis
kampungnya) maupun mental spiritual (dengan memberantas tradisi yang bercampur dengan
ajaran Hindu, Budha, Animisme, Dinamisme, dan kebatinan).
K.H. Ahmad Dahlan di samping mempunyai sifat dzakak (cerdas akalnya) untuk
memahami kitab yang sukar, beliau mempunyai maziyah atau keistimewaan dalam khauf atau
rasa takut terhadap #( Kabar bahaya yang besar) yang tersebut dalam Al Quran
surat AnNaba, sehingga nampak dalam katakatanya, pelajaran yang diberikan dan
nasehatnasehat serta wejanganwejangan beliau.
Pada akhir usianya, ketika beliau sakit nampak sedang dakam sifat raja yaitu
mengharapharap rahmat tuhan. K.H.Ahmad Dahlan seperti salah satunya tentara yang tahu
mempergunakan bermacammacam senjata menurut mestinya. Sehingga K.H. Ahmad Dahlan
itu mendapat berkah dari Allah SWT. Berguna bagi umat Islam Indonesia dan perkumpulan
Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan yang maksudnya untuk patuh
mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW mendapat karunia dan dapat hidup dengan suburnya.

B. Tujuan Pendidikan K.H. Ahmad Dahlan


Menurut KH. Ahmad Dahlan, pendidikan islam hendaknya diarahkan pada usaha
membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan

dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.
Tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan pendidikan yang saling
bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan sekolah model Belanda.
Di satu sisi pendidikan pesantren hanya bertujuan utnuk menciptakan individu yang salih dan
mengalami ilmu agama. Sebaliknya, pendidikan sekolah model Belanda merupakan
pendidikan sekuler yang didalamnya tidak diajarkan agma sama sekali. Akibat dialisme
pendidikan tersebut lahirlah dua kutub intelegensia : lulusan pesantren yang menguasai agama
tetapi tidak menguasai ilmu umum dan sekolah Belanda yang menguasai ilmu umum tetapi
tidak menguasai ilmu agama.
Melihat ketimpangan tersebut KH. Ahamd Dahlan berpendapat bahwa tujuan
pendidikan yang sempurna adalah melahirkan individu yang utuh menguasai ilmu agama dan
ilmu umum, material dan spritual serta dunia dan akhirat. Bagi KH. Ahmad Dahlan kedua hal
tersebut (agama-umum, material-spritual dan dunia-akhirat) merupakan hal yang tidak bisa
dipisahkan satu sama lain. Inilah yang menjadi alasan mengapa KH. Ahmad Dahlan
mengajarkan pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di Madrasah Muhammadiyah.
C. Ajaran K.H. Ahmad Dahlan
1. Pelajaran Pertama
Kita manusia ini, hidup di dunia hanya sekali, untuk bertaruh. Sesudah mati akan
mendapat kebahagiaankah atau kesengsaraankah? Kerap kali beliau mengutarakan perkataan
ulama :
Artinya: Manusia itu semuanya mati (mati perasaannya) kecuali para ulama,
yaitu orangorang yang berilmu. Dan ulamaulama itu dalam kebingungan, kecuali mereka
yang beramal. Dan mereka yang ikhlas dan bersih.
Tiaptiap manusia masingmasing tertarik dan merasakan halhal yang sedang
meliputi dirinya dan disitulah mereka mempunyai kepentingan sendiri sendiri. Hingga mereka
lupa tidak ingat akan nasibnya di kemudian hari. Kebanyakan manusia tidak memikirkan
nasibnya sesudah mati karena tergila-gila merasakan kesenangan atau tenggelam merasakan
kesusahan.
Manusia lupa bahwa bertambah hari, makin berkurang umurnya, dan makin dekat
dengan kepada saat kematiannya. Hidup didunia hanya sekali buat tebakan, hidup sekali buat
pertaruhan. Hal itu dapat diuraikan :
a. Golongan orangorang yang belum mendapat ajaran agama, atau menolak ajaran agama,
tergesagesa mengambil keputusan akan menemui kejadian apapun tidak ada pengusutan dan
tidak ada pembalasan pahala dan hukuman.
b. Menurut ajaran para nabi, para Rasul dan terutama ajaran nabi Muhammad saw berganti
ganti, terusmenerus hingga sekarang ini, mereka umat islam mengambil keputusan bahwa
manusia itu ada asal usulnya, sesudah mati akan menerima akibat pahala ataupun hukuman.
Terhadap orangorang yang berbuat salah, buruk tingkah lakunya akan mendapatkan
hukuman dan siksa yang sangat pedih. Kalau hidupnya yang sekali itu sampai sesat, keliru
apalagi sampai salah kepercayaan dan tingkah lakunya pasti akan salah terka, akan rugi,
celaka dan sengsara selama-lamanya. Bertalian dengan pelajaran pertama ini, didekat meja
tulis K.H. Ahmad Dahlan tertpampang papan tulis. Pada papan tersebut suatu peringatan yang
khusus untuk beliau yang selalu diperhatikan siang dan malam. Peringatan itu berbunyi
demikian :
Artinya: Hai Dahlan!! Sungguh bahaya yang menyusahkan itu terlalu besar demikian pula
perkaraperkara yang mengejutkan di depanmu, dan pasti kau akan menemui kenyataan
demikian itu, mungkin engkau selamat tetapi juga mungkin tewas menemui bahaya.
Hai Dahlan !! coba bayangkanlah seolaholah badanmu sendiri hanya berhadapan dengan
Allah saja dan dihadapanmu ada bahaya maut, peradilan, hisab atay peperiksaan, surga dan

neraka. (hitungan yang akhir itulah yang menentukan nasibmu). Dan fikirkanlah,
renungkanlah apaapa yang mendekati kau dari pada sesuatu yang ada dimukamu (bahaya
maut) dan
tinggalkanlah selain itu.
Pada suatu hari K.H. Ahmad Dahlan memberi fatwa demikian : Bermacammacam
corakragamnya mereka mengajukan pertanyaan demikian : harus bagaimanakah supaya
diriku selamat dari api neraka? Harus mengerjakan perintah apa? Beramal apa? Menjauhi dan
meninggalkan apa?
Pernyataan K.H. Ahmad Dahlan :
Orang yang sedang tersangkut perkara criminal, dia takut akan dijatuhi hukuman penjara.
Menunggununggu putusan hakim pengadilan negeri, karena takut hukuman penjara. Siang
dan malam selalu termenung, sampai makan tidak enak, tidur tidak nyenyak. Selalu gelisah
dan kesana kemari mencari Advocat atau pokrol.
Tentu saja orang mukmin yang takut akan bahaya maut, takut akan diusut
perbuatannya, takut akan diputus perkaranya, takut akan adanya pembalasan berupa siksa atau
hukuman, pasti selalu harus bingung mencari usaha bagaimana caranya mendapat
keselamatan, harus kemanamana bertanya, bagaimana supaya dapat selamat. Tidak cukup
hanya kira kira dan diputusi sendiri. Ingatlah : hanya sekali hidup di dunia untuk bertaruh.
2. Pelajaran Kedua
Kebanyakan diantara manusia berwatak angkuh, dan takabur, mereka mengambil
keputusan sendiri sendiri. Sebagaimana orang Yahudi yang menganggap bahwa dirinya
akan bahagia, selain orang Yahudi akan sengsara. Begitu juga orang Kristen menganggap
bahwa hanya golongannya yang akan bahagia mendapat surga, lainnya akan sengsara.
Sekarang bagaimana orang yang tidak beragama ? Adapun Golongan mereka yang
tidak berdasar agama ditetapkan oleh golongan golongan beragama baik golongan Islam,
Yahudi, Kristen, Majusi ataupun golongan agama lain lainnya bahwa golongan yang tidak
beragama itu semuanya akan celaka dan sengsara. Golongan yang tidak beragama mempunyai
anggapan bahwa manusia itu sesudah mati tidak akan celaka dan tidak akan disiksa. Disini
teranglah bahwa tiap tiap golongan melemparkan kecelakaan kepada lainnya. Pernyataan
fatwa K.H. Ahmad Dahlan : Manusia satu sama lain selalu melemparkan pisau cukur,
mempunyai anggapan pasti tepat dia melemparkan celaka kepada orang lain.
K.H. Ahmad Dahlan heran, mengapa pemimpin pemimpin agama dan tidak
beragama selalu hanya beranggap, mengambil keputusan sendiri tanpa mengadakan
pertemuan antara mereka, tidak mau bertukar fikiran memperbincangkan mana yang benar
dan mana yang salah? Hanya anggapan-anggapan, disepakatkan dengan isterinya,
disepakatkan dengan muridnya, disepakatkan dengan teman gurunya sendiri. Tentu saja
dibenarkan. Tetapi marilah mengadakan permusyawaratan dengan golongan lain di luar
golongan
masing masing untuk membicarakan manakah sesungguhnya yang benar itu?
Semua golongan bersukaria dengan barang yang ada dalam golongannya mereka
merasa sudah benar tidak memerlukan lagi untuk mengetahui
keadaan golongan lain,
tidak memerlukan bermusyawarah dengan golongan lain dan mengabaikan terhadap hujjah
atau alasan golongan lain. Sudah teguh pendiriannya sengaja tidak mau membanding
banding atau menimbang. Tetapi kenyataanya satu sama lain selalu bertengkar, berselisih dan
bermusuhan. Padahal sudah menjadi kepastian bahwa barang yang diperselisihkan itu kalau
sudah diselidiki, tentu akan terdapat mana yang benar
dan mana yang salah. Hanya satu yang benar diantara yang banyak itu.

Tersebut dalam Al Quran : Maka tidak ada sesudahnya yang benar, kecuali yang
salah. Hanya sekali hidup di bumi untuk bertaruh. K.H. Ahmad Dahlan membacakan surat
Al araf : 99 :
Tidaklah khawatir akan siksa Allah, kecuali mereka golongan yang rugi.
3. Pelajaran Ketiga
Manusia itu kalau mengerjakan pekerjaan apapun, sekali, dua kali, berulang ulang
maka kemudian jadi biasa. Kalau sudah menjadi kesenangan yang dicintai, maka kebiasaan
yang dicintai itu sukar untuk di robah. Sudah menjadi tabiat, bahwa kebanyakan manusia
membela adat kebiasaan yang telah diterima, baik pun dari sudut keyakinan atau Itiqad,
perasaan kehendak mau pun amal perbuatan. Kalau ada yang akan merobah, sanggup
membela dengan mengorbankan jiwa raga. Demikian itu karena anggapan bahwa apa yang
dimiliki adalah benar.
Hati atau nafsu manusia itulah ada ibarat sebuah botol yang tidak berisi. Mula mula
lahir di dunia suci-bersih, kemudian orang tuanya diberi tuntunan, dari pergaulannya
mendapat pendidikan dan pelajaran, baikpun dari teman, guru atau pun dari orang orang tua
di kampong halamannya. Dengan demikian masuklah beberapa pengetahuan yang
mempengaruhi kepada akal fikiran, perasaan, kehendak dan perbuatannya, tercetak dalam
nafsunya hingga menjadi kesenangan dan kepuasan dan menjadi keteguhan kemudian
menganggap hanya itu yang benar. Bilamana apa berbeda dengan dirinya dianggapnya itu
salah. Manusia itu semua benci kepada yang yang tidak diketahui.
4. Pelajaran Keempat
Manusia perlu digolongkan menjadi satu dalam kebenaran, harus bersama sama
mempergunakan akal fikirannya untuk berfikir, bagaimana sebenarnya hakikat dan tujuan
manusia hidup di dunia. Apakah perlunya? hidup di dunia harus mengerjakan apa? dan
mencari apa? dan apa yang dituju?
Manusia harus mempergunakan akal fikirannya untuk mengoreksi soal Itikad dan
kepercayaannya, tujuan hidup dan tingkah lakunya, mencari kebenaran yang sejati, karena
kalau hidup di dunia hanya sekali ini sampai sesat, akibatnya akan celaka dan sengsara selama
lamanya.
Adakah engkau menyangka, bahwasannya kebanyakan manusia, suka
mendengarkan atau memikir mikir? Mau mencari ilmu yang benar?
5. Pelajaran Kelima
Setelah manusia mendengarkan pelajaranpelajaran fatwa yang bermacammacam
membaca beberapa tumpuk buku dan sesudah memperbincangkan, memikirmikir,
menimbang, membanding banding kesana kemari, barulah mereka itu dapat memperoleh
keputusan, memperoleh
barang yang benar yang sesungguhsungguhnya.
Fatwa K.H. Ahmad Dahlan: Mulamula agama islam itu cemerlang,
kemudian kelihatan makin suram. Tetapi sesungguhnya yang suram itu adalah
manusianya bukanlah agamanya. Agama adalah bukan barang yang kasar, yang harus
dimasukan kedalam telinga, akan tetapi agama Islam adalah agama fitrah. Artinya ajaran yang
mencocoki kesucian manusia. Sesungguhnya agama bukanlah amal lahir yang dapat dilihat.
Amal yang kelihatan itu hanyalah manifestasi dan daya dari ruh agama. Sesungguhnya agama
itu ialah:
Condongnya nafsu ruhani naik kepada kesempurnaan tertinggi yang suci dan luhur, bersih
dari pengaruh kebendaan. Jadi orang menetapi agama ialah orang yang condong kepda
kesucian iman kepada Allah bersih dari pengaruh yang bermacam macam.

Keterangan :
1. Manusia asal mulanya suci
2. Kemudian manusia kemasukan adat atau kebiasaan kotor lalu hatinya
mengandung penyakit
3. Kemudian menolak ajaran ajaran yang baik yang suci dan yang benar
4. Manusia harus mengadakan kebersihan diri dari kotoran kotoran yang ada dalam
hati. Setelah hatinya jernih, baru dapat menerima ajaran ajaran para rasul,
kemudian baru dapat meningkat naik ke alam kesucian
6.

Pelajaran Keenam
Kebanyakan pemimpinpemimpin rakyat, belum berani mengorbankan harta benda
dan jiwanya untuk berusaha tergolongnya umat manusia dalam kebenaran. Malah pemimpin
pemimpin itu biasanya hanya mempermainkan, memperalat manusia yang bodoh bodoh dan
lemah.

7. Pelajaran Ketujuh
Pelajaran terbagi kepada dua bagian :
1. Belajar Ilmu (pengetahuan dan teori)
2. Belajar amal (mengerjakan, memperaktekan)
Semua pelajaran harus dengan cara sedikit demi sedikit, setingkat demi setingkat.
Misalnya : seorang anak akan mempelajari huruf a, b, c, d kalau belum faham benar benar
tentang 4 huruf a, b, c, d itu, tidak perlu ditambah pelajarannya dengan e, f, g, h. Demikian
juga belajar beramal, harus dengan cara bertingkat. Kalau setingkat saja belum dapat
mengerjakan tidak perlu ditambah.

D. POKOK WEJANGAN K.H AHMAD DAHLAN


Adapun 17 kelompok ayat Al-Quran yang menjadi pokok wejangan dan pelajaran
dari pendiri Persyarikatan Muhammadiyah adalah sebagai berikut;
1.
Membersihkan diri sendiri, Al-Jtsiyah ayat 23;
2.
Menggempur hawa nafsu mencintai harta benda, al-Fajr ayat 17-23;
3.
Orang yang mendustakan agama, al-Mn ayat 1-7;
4.
Apakah artinya agama itu, al-Rm ayat 30;
5.
Islam dan sosialisme, al-Tawbah ayat 34-35;
6.
Surat al-Ashr ayat 1-3;
7.
Iman/kepercayaan, al-Ankabt ayat 1-3;
8.
Amal sholeh, al-Kahf ayat 110 dan al-Zumar ayat 2[4];
9.
Wa tawshaw bil haqq, Ynus ayat 108, al-Kahf ayat 29, Muhammad ayat 3, al-Anm ayat
116, al-Furqn ayat 44, al-Anbiy ayat 24, Ynus ayat 32, al-Shaff ayat 9, al-Baqarah ayat
147, al-Anfl ayat 8, al-Isr ayat 81 dan al-Muminn ayat 70;
10. Wa tawshaw bish-shabri;
11. Jihad, li Imrn ayat 142;
12. Wa an minal muslimn, al-Anm ayat 162-163;
13. Al-Birru, li Imrn ayat 92;
14. Surat al-Qriah ayat 6-11;
15. Surat al-Shaff ayat 2-3;
16. Menjaga diri, al-Tahrm ayat 6; dan terakhir
17. Apakah belum waktunya, surat al-Hadd ayat 16.

Muhammadiyah dan
Pemberdayaan Perempuan

1. Pemberdayaan Perempuan oleh Muhammadiyah


Sebagaimana telah disebutkan bahwa perhatian KH. A. Dahlan dan Nyai Dahlan
sangat besar terhadap kedudukan, peran, dan pemberdayaan perempuan. Hal ini dapat
dilihat mulai dari pendiri Persyarikatan ini memberi kesempatan dengan menganjurkan
anak perempuan masuk sekolah formal dan mempersiapkan kader-kader pemimpin
perempuan melalui pendidikan formal dan gemblengan beliau dan istrinya di internat
(asrama puteri yang juga adalah rumah beliau). Selain itu, hal tersebut juga dapat dilihat
dari pesan beliau kepada para sahabatnya dan murid-muridnya supaya berhati-hati dengan
urusan 'Aisyiyah (organisasi perempuan Muhammadiyah). Kalau dapat memimpin dan
membimbing mereka, insya Allah mereka akan menjadi orang yang sangat membantu dan
teman setia dalam melancarkan Persyariakatan Muhammadiyah menuju cita-citanya, dan
kepada murid perempuannya beliau juga berpesan supaya urusan dapur tidak dijadikan
sebagai penghalang untuk menjalankan tugas dalam menghadapi masyarakat. Sepintas
lalu ungkapan tersebut memberi kesan bahwa pendiri Persyarikatan ini memposisikan
perempuan sebagai yang dipimpin, di bimbing dan pembantu ungkapan ini seakan-akan
memposisikan perempuan sebagai yang kedua dan ungkapan urusan dapur tidak
dijadikan sebagai penghalang dapat bermakna double burden (beban kerja ganda) bagi
perempuan, namun bila dicermati dengan melihat situasi dan kondisi masyarakat pada
waktu itu dan membandingkan dengan gerakan emansipasi diEropa yang baru dirintis
sejak perang dunia pertama (1914-1918). Perempuan Indonesia sudah menuntut ilmu
setara dengan kaum laki-laki atas anjuran KHA Dahlan pada tahun 1913, maka kita akan
menyadari bahwa pemahaman dan gerakan yang dilakukan Pendiri Muhammadiyah pada
waktu itu betul-betul sudah maju dan mendahului bangsa lain.
Dengan demikian kelahiran dan kehadiran Aisyiyah merupakan bentuk
pembaruan yang menjunjungtinggi dan memuliakan kaum perempuan serta
mendorongnya untuk berkiprah di ruang publik guna membawa misi dakwah dan tajdid
bagi kemajuan hidup umat manusia.
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa dari awal berdiri hingga
sekarang 'Aisyiyah lebih menyoroti dan fokus pada persoalan yang berhubungan yang
berhubungan dengan kaum perempuan dan sekarang juga masalah yang menimpa anak.
Oleh karena itu Ortom Khusus Muhammadiyah ini memiliki garapan program kerja yang
sangat khusus, strategis dan visioner, yaitu perempuan dan anak.
Gerakan 'Aisyiyah dari waktu ke waktu terus meningkatkan peran dan memperluas
kerja dalam rangka peningkatan dan pemajuan harkat wanita dan anak Indonesia sampai
hari ini. Hasil yang sangat nyata adalah wujud amal usaha yang terdiri atas ribuan
sekolah Taman Kanak-kanak, yang selanjutnya berkembang dengan sekolah dasar sampai
pada tingkat perguruan tinggi, rumah sakit, Balai Bersalin untuk ibu dan anak, panti
asuhan, rumah-rumah sosial (untuk anak jalanan, anak terlantar, panti jompo, dll) lembaga
ekonomi, dan lain sebagainya.

Aisyiyah dan Gerakan Pemberdayaan Perempuan


Aisyiyah merupakan gerakan perempuan Muhammadiyah yang telah diakui dan
dirasakan perannya dalam masyarakat. Sebagai salah satu organisasi otonom (Ortom)
perrtama yang dilahirkan rahim Muhammadiyah, ia memiliki tujuan yang sama dengan
Muhammadiyah. Aisyiyah memiliki garapan program kerja yang sangat khusus, strategis
dan visioner, yaitu perempuan. Peran dan fungsi perempuan merupakan bagian terpenting
dalam gerak roda kehidupan, sebab pepatah bilang wanita adalah tiang negara, apabila
wanitanya baik maka akn makmur negaranya tetapi kalau wanita di negara tersebut hancur
maka akan hancur pula derajat negara tersebut. Komitmen Aisyiyah sebagai gerakan
perempuan Islam di tanah air dapat dibuktikan sampai usia menjelang satu abad ini.
Muhammadiyah dalam bidang perempuan dapat terbantu krena bidang ini digarap dan
dikembangkan oleh Ortom tertua ini.
Sebagai organisasi Aisyiyah memiliki struktur kepemimpinan yang tersusun secara
vertikal dan horizontal. Secara vertikal dari tingkat Ranting sampai Pusat. Secara horizontal,
yaitu memiliki Badan Pembantu Pimpinan (BPP), baik Majelis, Lembaga, Bagian maupun
urusan yang masing-masing dapat membentuk divisi atau seksi-seksi sesuai kebutuhan.
Aisyiyah bergerak dalam berbagai bidang kehidupan dan memiliki amal usaha dalam
pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, dan ekonomi.
Gerakan Aisyiyah sejak awal berdiri, dan dari waktu ke waktu terus berkembang dan
memberi manfaat bagi peningkatan dan kemajuan harkat dan martabat perempuan Indonesia.
Pada tahun 1919 mendirikan Frobel, Sekolah Taman Kanak-Kanak pertama milik pribumi di
Indonesia. Bersama organisasi wanita lain pada tahun 1928 mempelopori dan memprakarsai
terbentuknya federasi organisasi wanita yang kemudian dan sampai sekarang dengan
KOWANI.
Sejarah dan Identitas Aisyiyah
K.H. Ahmad Dahlan menaruh perhatian yang sangat besar pada perempuan. Menurut
pendiri Muhammadiyah ini, perempuan pada umumnya kurang memiliki pengetahuan dan
masalah agama, terutama ibadah shalat sebagai amalan ibadah yang paling pokok. Hal ini
terjadi karena perempuan pada masa itu tidak berhak memperoleh pendidikan dan ilmu
pengetahuan yang memadai meskipun pengetahuan agama. Padahal dalam Islam beramal
ibadah ritual, seperti shalat itu ada ilmunya, dalm melaksanakan shalat ada syarat dan rukun
yang harus dipenuhi ketika mengamalkannya. Ilmu tersebut harus dipraktikan dalam setiap
melaksanakan shalat.
Karena hal ini maka pada tahun 1911, yaitu setahun sebelumnya Muhammadiyah
berdiri, didirikannya Madrasah Diniyah. Tahun 1913, yakni setahun setelah Muhammadiyah
berdiri, KH A. Dahlan menganjurkan kepada tetangga-tetangganya untuk menyekolahkan
anak-anak perempuan mereka di sekolah Belanda Neutraal Meisjes School di Ngupasan. Tiga
orang gadis pada saat itu dapat masuk ke sekolah itu, seperti Siti Bariyah, Siti Wandingah,
Siti Dawimah. Keberhasilan ini dilanjutkan untuk generasi berikut sampai keberikutnya.
Tahun 1914, KH.A Dahlan dan istrinya Nyai Siti Walidah mengadakan kursus-kursus
agama atau pengajian khusus untuk kaum perempuan yang dilaksanakan sesudah waktu ashar
diberi nama Wal Asyhri, kursus itu diikuti pula oleh oleh siswi-siswi Sekolah Netral
Belanda.
Berdasarkan usulan, KH Dahlan membentuk organisasi yang secara khusus bertujuan
untuk memajukan kaum perempuan1. Tanggal tersebut diperingati sebagai hari berdirinya
Aisyiyah. Aisyiyah adalah nama usulan yang diberikan KH Fachruddin, salah seorang murid
1

Ibid, hal 46-47

KH A. Dahlan yang dilaksanakan di rumah beliau. Kelahiran Aisyiyah bersamaan dengan


Isra Miraj Nabi Muhammd Tanggal 27 Rajab 1335 H bertepatan dengan tanggal 19 Mei
1917 dilaksanakan rapat Hoofdbestuur (HB) Muhammadiyah. SAW, yang waktu itu
merupakan perayaan pertama oleh Muhammadiyah, dengan diketuai untuk pertama kali oleh
Siti Bariyah.
Identitas Aisyiyah dapat dilihat dalam Anggaran Dasar Organisasi perempuan
Muhammadiyah ini, yaitu Aisyiyah adalah organisasi perempuan Persyarikatan
Muhammadiyah merupakan gerakan Islam, dakwah amar makruf nahi munkar dan tajdid,
yang berasas Islam serta bersumber kepada Al-Quran dan As-Sunah. Status Aisyiyah tertera
pada bab yang sama, yaitu
1. Aisyiyah adalah organisasi otonom Khusus Persyarikatan Muhammadiyah.
2. Organisasi otonom khusus adalah organisasi Otonom yang seluruh anggotanya anggota
Muhammadiyah dan diberi wewenanang menyelenggarakan amal usaha yang ditetapkan
oleh pimpinan Muhammadiyah dalam koordinasi Unsur Pembantu Pimpinan yan
membidangi sesuai denan ketentuan yang berlaku tentang amal usaha tersebut2.
Tujuan Aisyiyah
Tujuannya dapat dilihat dari Anggaran Dasar nya, yaitu tegaknya agama Islam
sehingga terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya (AD BAB III Pasal 7). Visi
pengembangan dari organisasi perempuan persyarikatan Muhammadiyah ini adalah
tercapainya usaha-usaha Aisyiyah yang mengarah pada penguatan dan pengembangan
dakwah amar makruf nahi munkar secara lebih berkualitas munuju masyarakat madani, yakni
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Misi Aisyiyah
Misi tersebut diwujudkan dalam kegiatan :Menanamkan keyakinan, memperdalam dan
memperluas pemahaman, meningkatkan pengalaman serta menyebarluaskan ajaran Islam
dalam segala aspek kehidupan.
1. Meningkatkan harkat dan martabat kaum wanita sesuai dengan ajaran Islam.
2. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pengkajian terhadap ajaran Islam.
3. Memperteguh iman, memperkuat dan menggembirakan ibadah, serta mempertinggi
akhlak.
4. Meningkatakn semangat ibadah, jihad, zakat, infaq, shodaqoh, wakaf, hibah, serta
membangun dan memelihara tempat ibadah, dan amal usaha lain.
5. Membina AMM Puteri untuk menjadi pelopor, pelangsung, dan penyempurna gerakan
Aisyiyah.
6. Meningkatkan pendidikan, mengembangkan kebudayaan, memperluas ilmu pengetahuan
dan teknologi, serta mengairahkan penelitian.
7. Memajukan perekonomian dan kewirausahaan kearah perbaikan hidup yan berkualitas.
8. Meningkatkan dan mengembangkan kegiatan dalam bidang-bidang sosial, kesejahteraan
masyarakat, kesehatan, dan lingkungan hidup.
9. Meninggkatkan dan mengupayakan penegakan hukum, keadilan dan kebenaran serta
memupuk semangat kesatuan dan persatuan bangsa.
10. Meningkatkan komunikasi, ukhuwah, kerjasama, di berbagai bidang dan kalangan
masyarakat dalam negeri.
11. Usaha-usaha lain yang sesuai dengan maksud dan tujuan organisasi.

Anggaran Dasar Aisyiyah BAB II, Pasal 4 dan 5

Aisyiyah dalam Gerakan Gender Modern


Mengutif perkataan KH A. Dahlan mengenai berhati-hatilah dengan urusan
Aisyiyah, kalau saudara-saudara memimpin dan membimbing mereka insyaallah mereka
akan menjadi pembantu dan teman yang setia dalam melancarkan persyarikatan kita menuju
cita-citanya,
Kepada para wanita beliau berpesan: urusan dapur janganlah dijadikan halangan
untuk menjalankan tugas dalam menghadapi masyarakat.
Rupanya beliau mengetahui bahwa tak mungkin pekerjaan besar akan berhasil tanpa
bantuan kaum wanita. Dalam melaksanakan cita-cita beliau, bantuan dari kaum hawa yang
berbadan halus itu diperlukan, dan ini sebetulnya ikut menentukan berhasil tidaknya usaha
beliau. Karenanya, mereka oleh beliau dihimpun dan diajak serta melaksanakan tugas
kewajiban yang berat, tetapi luhur itu. Oleh karena itu wanita atau perempuan itu memegang
peranan penting pula, tidak hanya laki-laki yang memiliki peran penting dalam
kemuhammadiyahan.
Gender dipahami juga sebagai suatu konsep budaya yang menghasilkan pembedaan
dalam peran, sikap, tingkah laku mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-laki dan
perempuan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Gender sering juga disebut
dengan istilah jenis kelamin sosial.
Perbedaan gender sesunguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan
ketidakadilan gender. Ketidakadilan gender termanifestasi dalam berbagai bentuk
ketidakadilan, yaitu marjinalisasi (peminggiran), subordinasi (penomorduaan atau anggapan
tidak penting), stereotipe (pelabelan negatif biasanya dlam bentuk pencitraan yang negatif),
violence ( kekerasan), double burden (beban kerja ganda atau lebih), dan sosialisasi ideologi
peran gender. Perbedaan gender ini hanya dapat mempersulit baik laki-laki maupun
perempuan.
Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya yang hendak diwujudkan Muhammadiyah
dan Aisyiyah adalah masyarakat yang rahmatan lilalamin, masyarakat yang sejahtera lahir
batin dunia dan akhirat, baldatun thoyyibatun warabbun ghafur, masyarakat utama,
masyarakat madani, masyarakat berkesetaraan dan berkeadilan jender.
Aisyiyah sebagai komponen perempuan Muhammadiyah dalam mewujudkan
masyarakat yang berkeseteraan dan berkeadilan jender, berkiprah dengan merespon isu-isu
perempuan (seperti KDRT, kemiskinan, pengangguran, trafficking, pornografi dan aksi,
pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan) dan sekaligus memberdayakannya secara
terorganisir, terprogram, dengan menggunakan dan memanfaatkan seluruh potensi.
Model gerakannya Aisyiyah dalam bentuk keluarga sakinah atau Qaryah Tayyibah
merupakan arus utama strategi gerakan Aisyiyah dalam membangun kehidupan umat yang
lebih baik. Dalam rangka menyesuaikan dengan perkembangan dan perubahan sosial, agar
lebih dekat dengan pertumbuhan dan perkembangan kondisi masyarakat modern, maka
dilakukan pengkayaan, seperti model gerakan Aisyiyah berbasis jamaah karena jamaah
merupakan bagian paling nyata yang hidup dalam masyarakat.
Muhammadiyah dan Aisyiyah sampai sekarang tetap berkomitmen dalam
pemberdayaan perempuan untuk kesetaraan dan keadila jender, hal ini dapat dilihat dari hasil
Muktamar Muhammadiyah ke-46 tahun 2010 di Yogyakarta mengenai Program Bidang
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang terdiri dari Visi Pengembangan dan
Program Pengembangan.
a. Visi Pengembangan, yaitu berkembangnya relasi dan budaya yang menghargai perempuan
berbasis ajaran Islam yang berkeadilan gender dan terlidunginya anak-anak dari berbagai
ancaman menuju kehidupan yang berkeadaban utama.
b. Program Pengembangan, yaitu:

1. Meningkatkan usaha-usaha advokasi terhadap kekerasan terhadap anak dan


perempuan serta human trafficking yang merusak kehidupan keluarga dan masa depan
bangsa.
2. Meningkatakan usaha dan kerjasama dengan berbagai pihak dalam mencegah dan
mengadvokasi kejahatan human trafficking (penjualan manusia) yang pada umunya
menimpa anak-anak dan perempuan.
3. Meningkatakan usaha dan kerjasama dengan berbagai pihak dalam melakukan
perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan dan anak-anak dari berbagai bentuk
eksploitasi dan pelanggaran hak asasi manusia.
4. Menyusun dan menyebarluaskan pandangan Islam yang berpihak pada keadilan
gender disertai tuntunan-tuntunan produk Majelis Tarjih dan sosialisasinya yang
bersifat luas dan praktis.
5. Mengembangkan model advokasi berbasis dakwah dalam menghadapi berbagai
bentuk eksploitasi terhadap perempuan dan anak di ruang publik yang tidak kondusif
seperti di penjara, pabrik, dan di tempat-tempat yang dipandang rawan lainnya.
6. Mengembangkan pendidikan informal dan non formal selain pendidikan formal yang
berbasis pada pendidikan anti kekerasan dan pendidikan perdamaian yang properlindungan terhadap perempuan dan anak-anak.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari
Gumelar menyatakan dengan tegas bahwa Aisyiyah telah membantu percepatan kesetaraan,
persamaan dan keadilan gender terutama dan langsung dirasakan melalui Lembaga
Pendidikan dan Kesehatan yang dikelola Aisyiyah. Hal ini disampaikan pada acara Rapat
Kerja Nasional Pimpinan Pusat Aisyiyah, di Wisma Makara UI Depok, 3 Juni 2011.
Tantangan Bagi Kaum Perempuan Muhammadiyah
Pimpinan Muhammadiyah karena melalui proses seleksi yang fair dan didasarkan atas
kualitas kemampuannya, bukan sebagaimana kekhawatiran sebagian pihak, jadi pimpinan
karena rasa belas kasihan. Yang perlu dipikirkan selanjutnya adalah bagaimana agar peluang
besar yang dibuka oleh Muhammadiyah melalui Anggaran Rumah Tangganya tersebut dapat
direspon secara positif oleh warga Muhammadiyah baik perempuan maupun laki-laki. Para
anggota Muhammadiyah perempuan hendaknya mulai sekarang harus menata diri sehingga
ketika peluang itu dibuka nantinya tidak lagi timbul kegamangan dari para perempuan
Muhammadiyah untuk duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan para partnernya
yang laki-laki. Jangan sampai timbul kesan bahwa perempuan dapat memimpin di
Muhammadiyah hanya karena ada dispensasi. Akan lebih baik jika para perempuan
Muhammadiyah masuk menjadi
Demikian pula bagi para anggota Muhammadiyah yang laki-laki, sudah saatnya dalam alam
pikirannya memberi peluang bagi para perempuan untuk memimpin, ketika memang mereka
punya kapasitas untuk itu. Jangan sampai karena egonya sebagai laki-laki lalu menghambat
perempuan untuk berprestasi dan beramal di Muhammadiyah dengan berlindung dibalik
alasan syariat, budaya, maupun etika

Muhammadiyah sebagai
Gerakan Ekonomi

MUHAMMADIYAH DI BIDANG EKONOMI


Muhammadiyah di Bidang Ekonomi
Jiwa ekonomi Muhammadiyah, sebetulnya sudah terlihat dari profil kehidupan
pendirinya. Adalah KH. Ahmad Dahlan yang bekerja sebagai pedagang batik (bussinessman)
di samping kegiatan sehari-harinya sebagai guru mengaji dan khatib. KH. Ahmad Dahlan
sering melakukan perjalan-an ke berbagai kota untuk berdagang. Dalam perjalanan bisnisnya,
KH. Ahmad Dahlan selalu membawa misi dakwah Islamiyah. Naluri dan aktivitas bisnisnya
tentu disinari oleh ajaran Islam, sehingga tingkah laku yang dilakukannya dicontoh dan
menjadi inspirasi bagi para pengikutnya.
Kepada para aktivis organisasi dan para pendukung gerakannya, KH. Ahmad Dahlan
berwanti-wanti: Hidup-hidupilah Muhammad-iyah, dan jangan hidup dari Muhammadiyah.
Himbauan ini menimbul-kan konsekuensi tertentu. Warga Muhammadiyah tidak bisa
memper-juangkan kepentingan ekonominya lewat organisasi ini. Mereka hanya
menyumbangkan harta dan tenaganya untuk dakwah dan amal usaha, misalnya mendirikan
sekolah dan panti asuhan anak yatim piatu atau menyantuni fakir miskin.
Lebih lanjut Dawam mengatakan, konsekuensi yang lain adalah bahwa untuk
memperjuangkan kepentingan ekonominya, mereka harus memajukan usahanya agar bisa
membayar zakat, shadaqah, infaq atau memberi wakaf, warga Muhammadiyah harus
menengok ke organisasi lain. Pada waktu itu, yang bergerak di bidang sosial-ekonomi adalah
Sarekat Dagang Islam (SDI), kemudian bernama Sarekat Islam (SI) itu. Itulah sebabnya
warga Muhammadiyah sering berganda keanggotaan, Muhammadiyah dan Sarekat Islam.
Warga Muhammadiyah di kota-kota Industri, seperti Yogyakarta, Pekalongan, Solo,
Tasikmalaya, Tulungagung, dan kota lainnya meru-pakan tulang punggung gerakan koperasi,
terutama koperasi batik. Tetapi aktivitas mereka tidak atas nama Muhammadiyah, walaupun
langkah tokoh-tokoh koperasi tersebut sangat jelas keberpihakannya kepada Muhammadiyah.
Dari ulasan di atas, jelaslah bahwa Muhammadiyah lahir dari para pedagang
(entrepreneur), dan ternyata para pengurus Muhammadiyah pada perkembangannya hingga
mencapai tingkat kejayaan, juga lebih didominasi oleh para pebisnis yang memiliki misi yang
jelas terhadap perjuangan amar maruf nahi munkar. Fakta tersebut tentu berimplikasi positif
pada eksistensi lembaga dan pemberdayaan ekonomi bagi tubuh Muhammadiyah.
Musthafa Kamal Pasha mengemukakan bahwa dengan maksud dan tujuan
Muhammadiyah yang luas dan besar itu, luas dan besar pula amal usaha Muhammadiyah.
Sudah barang tentu pada mula-mula usahanya belum sebesar yang ada sekarang ini, lebihlebih pada saat itu banyak pula rintangan dan halangan yang dihadapi, baik dari ulama-ulama
yang belum dapat menerima cara pemahaman agama Islam KH Ahmad Dahlan, maupun
kaum pemegang adat yang gigih mempertahankan tradisi nenek-moyangnya. Segala rintangan
dan halangan tersebut, sama sekali tak mengurangi usaha Muhammadiyah. Dengan segala
kesabaran dan keuletannya, KH. Ahmad Dahlan terus berusaha mengatasinya tanpa
memperhatikan betapa beratnya rintangan dan halangan.
KH. Ahmad Dahlan juga selalu mengajarkan dalam pengajiannya bahwa Islam tidak
hanya bersifat ucapan, akan tetapi harus diaplikasi-kan dalam serangkaian aksi nyata berupa
amalan yang konkrit dalam berbagai bidang. Sebagai organisasi gerakan Islam, di samping
mengem-bangkan bidang pendidikan, sebenarnya Muhammadiyah pun telah merintis
gerakan-gerakan sosial sejak didirikan. Namun secara kelem-bagaan, Muhammadiyah baru
melakukan aksi sosial berupa pembagian zakat fitrah khususnya untuk fakir miskin sejak
tahun 1926. Pada tahun sebelumnya, tepatnya tahun 1921, Muhammadiyah memprogramkan
perbaikan ekonomi rakyat, salah satunya adalah dengan membentuk komisi penyaluran tenaga
kerja pada tahun 1930. Pada perkembangan selanjutnya, tahun 1959 mulai dibentuk jamaah
Muhammadiyah di setiap cabang dan terbentuknya dana dakwah.

Usaha Muhammadiyah memperbaiki ekonomi anggota dan umat mendorong rencana


kongres besar produksi dan niaga Muhammadiyah pada tahun 1966. Dua tahun berikutnya,
tahun 1968, Muktamar ke-37 di Yogyakarta menetapkan program Pemasa (Pembangunan
Masyarakat Desa), sehingga dibentuk Biro pemasa sebagai pelaksana. Pokok pandangan
Muhammadiyah terhadap pembangunan desa tersebut merupakan strategi dakwah
pengembangan masyarakat yang berorientasi pedesaan. Selanjutnya dalam menanggapi
permasalahan bidang ekonomi khususnya Bank, Muhammadiyah menetapkan bahwa bunga
Bank yang dikelola oleh swasta hukumnya haram. Sementara Bank Peme-rintah,
Muhammadiyah mengambil keputusan bahwa hukumnya mutasyabihaat.
Dalam hal kerjasama dalam bidang perbankan, Muhammadiyah pernah
menandatangani kerjasama dengan Bank Rakyat Indonesia di Jakarta. Pertimbangan sikap
Muhammadiyah terhadap bunga Bank dan kerjasama tersebut waktu itu adalah kepentingan
umum. Permasalahan ekonomi dan bank kembali muncul ke permukaan dalam Muktamar
Tarjih di Malang pada tahun 1989 dalam pokok acara Asuransi dan Koperasi Simpan Pinjam.
Program-program ekonomi yang dirancang ternyata menjadi dorongan untuk
terbentuknya Majelis Ekonomi Muhammadiyah. Penegasan peran Muhammadiyah untuk
terlibat dalam problematika perekonomian nasional, terlahir pada Muktamar ke-41 di Solo
tahun 1985 dengan terbentuknya Majelis Ekonomi Muhammadiyah secara resmi. Namun
yang sangat disayangkan adalah perkembangan Majelis Ekonomi tersebut mengalami
kevakuman lebih dari sepuluh tahun. Kevakuman majelis ini karena memang hanya
diorientasikan sebagai advokasi bagi problem-problem perekonomian nasional. Sadar akan
hal itu, tepatnya pada Muktamar ke-43 di Banda Aceh, akhirnya nama Majelis Ekonomi
Muhammadiyah diubah menjadi Majelis Pembina Ekonomi Muhammadiyah (MPEM).
Tentunya hal ini mempunyai tujuan agar terjadi perubahan orientasi yang terfokus pada misi
pem-berdayaan dan pembinaan ekonomi umat.
Majelis Pembina Ekonomi Muhammadiyah di bawah kepemimpinan Amien Rais
merumuskan visi dan misinya ke dalam tiga jalur, yaitu: 1) mengembangkan badan usaha
milik Muhammadiyah (BUMM) yang merepresentasikan kekuatan ekonomi organisasi
Muhammadiyah, 2) mengembangkan wadah koperasi bagi anggota Muhammadiyah, dan 3)
memberdayakan angota Muhammadiyah di bidang ekonomi dengan mengembangkan usahausaha milik anggota Muhammadiyah.
Dalam upaya membumikan visi dan misi guna terciptanya pember-dayaan ekonomi
umat, pada dasarnya Muhammadiyah telah memiliki modal yang memadai. Muhammadiyah
sudah banyak me-miliki aset atau sumberdaya yang bisa dijadikan modal, diantaranya:
pertama, sumberdaya manusia. Sebagai organisasi yang berbasis massa masyarakat
perkotaan, Muhammadiyah mempunyai SDM maju yang sangat beragam dan berpendidikan;
kedua, lembaga yang telah didirikan. Pada awal perkembangannya, Muhammadiyah telah
berhasil mendirikan berbagai macam bangunan sesuai dengan fungsi dan orientasi masingmasing yang juga bisa dioptimalkan sebagai wadah pemberdayaan eko-nomi umat; ketiga,
organisasi Muhammadiyah, dari pusat sampai ke ranting. Majelis Pembina Ekonomi
Muhammadiyah (MPEM) kembali berubah nama menjadi Majelis Ekonomi PP
Muhammadiyah pada Muktamar ke-44 di Jakarta.
Dalam persoalan ekonomi ini, Persyarikatan Muhammadiyah mengalami posisi
dilematis. Di satu sisi, visi ekonomi ketika hendak membangun perekonomian yang tangguh
haruslah didasarkan pada profesionalisme. Adapun untuk mengantarkannya pada
profesionalisme itu biasanya menggunakan cara yang mengarah pada dunia bisnis kapitalis.
Hal ini tentunya bertolak belakang dengan visi kerakyatan yang pada awal berdirinya
persyari-katan menjadi agenda utama.
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, bahwa terdapat dua aliran dalam ekonomi,
yaitu aliran normatif dan positif. Aliran normatif itu selalu memandang sesuatu permasalahan

dari yang seharusnya terjadi, sehingga terkesan idealis dan perfeksionis. Sedangkan aliran
positif memandang permasalahan dari realita dan fakta yang terjadi. Aliran positif ini pun
kemudian menghasilkan perilaku manusia yang rasional. Perilaku yang selalu melihat
masalah ekonomi dari sudut pandang rasio dan nalarnya. Kedua aliran ini merupakan ekstrim
diantara dua kutub yang berbeda.
Lalu apa hubungannya kedua aliran tersebut dengan pelaksanaan ekonomi Islam?
Ternyata hubungannya adalah akan selalu ada orang-orang yang mempunyai pikiran dan ide
yang bersumber dari dua aliran tersebut. Jadi atau tidak jadi ekonomi Islam akan diterapkan,
akan ada yang menentang dan mendukungnya. Oleh karena itu sebagai orang yang optimis,
maka penulis akan menyatakan Ya, Islam dapat diterapkan dalam sebuah sistem ekonomi.
Tetapi optimisme ini akan dapat terwujud manakala etika dan perilaku pasar sudah
berubah. Dalam Islam etika berperan penting dalam menciptakan utilitas atau kepuasan.
Konsep Islam menyatakan bahwa kepuasan optimal akan tercipta manakala pihak lain sudah
mencapai kepuasan atau hasil optimal yang diinginkan, yang juga diikuti dengan kepuasan
yang dialami oleh kita. Islam sebenarnya memandang penting adanya distribusi, kemudian
lahirlah zakat sebagai bentuk dari distribusi itu sendiri.
Maka, sesungguhnya kerangka dasar dari ekonomi Islam didasari oleh tiga metodolodi
dari Muhammad Anas Zarqa, yang kemudian dikombinasikan dengan efektivitas distribusi
zakat serta penerapan konsep shuratic process (konsensus bersama) dalam setiap
pelaksanaannya. Dari kerangka tersebut, insyaAllah ekonomi Islam dapat diterapkan dalam
kehidupan nyata. Dan semua itu harus dibungkus oleh etika dari para pelakunya serta
peningkatan kualitas sumber daya manusianya (Al Harran, 1996). Utilitas yang optimal akan
lahir manakala distribusi dan adanya etika yang menjadi acuan dalam berperilaku ekonomi.
Oleh karena itu semangat untuk memiliki etika dan perilaku yang ihsan kini harus
dikampanyekan kepada seluruh sumber daya insani dari ekonomi Islam. Agar ekonomi Islam
dapat benar-benar diterapkan dalam kehidupan nyata, yang akan menciptakan keadilan sosial,
kemandirian, dan kesejahteraan masyarakatnya.
Persepsi Muhammadiyah Mengenai Bisnis
Muhammadiyah lahir dan berkembang berawal dari kalangan kelompok ekonomi maju, yaitu
para produsen dan pedagang di Nusantara. Juga dari kelompok elit lokal seperti Lurah,
Wedana dan Bupati. Bahkan para ulama Muhammadiyah juga kebanyakan berlatarbelakang
pengusaha dan pedagang.
Memperhatikan kondisi ekonomi para perintis pendirian Muhammadiyah maka dapat
dikatakan para perintis pendukung persyarikatan memiliki kemandirian ekonomi. Mereka
dapat dengan mudah memobilisasi dana besar karena mereka sendiri memiliki dana tersebut.
Mereka dapat membiayai kegiatan persyarikatan melalui wakaf, zakat dan sedekah sehingga
persyarikatan ini dapat bergerak dengan cepat di berbagai daerah.
Pada periode berikutnya para aktifis Muhammadiyah melakukan ijtihad ekonomi yaitu secara
kelembagaan mendirikan unit-unit usaha. Mulai dari unit usaha percetakan, penerbitan,
kerajinan, makanan olahan dan sebagainya. Proses ini berlangsung terus sampai hari ini. Dan
sekarang kita dapat menyaksikan bagaimana Muhammadiyah di berbagai daerah, relatif
memiliki unit usaha ekonomi yang lengkap. Mulai unit usaha yang menggarap permodalan
dari yang mikro berupa usaha bersama, koperasi, Baitul Mal Wattam Wil sampai yang tingkat
menengah berupa Bank Perkreditan Syariah, unit usaha produksi juga berkembang di manamana termasuk usaha tani, kerajinan dan industri.
Unit usaha perdagangan atau distribusi pun juga berkembang, dari yang bersifat eceran atau
retail sampai perdagangan menengah dan besar. Jaringan distribusi yang dimiliki oleh
persyarikatan meliputi pompa bensin sampai toko swalayan. Yang belum banyak kedengaran
adalah jasa, termasuk jasa transportasi. Ini masih terbatas pada jasa tiketing dan warung

telekomunikasi. Apalagi jasa akomodasi, baru Univeritas Muhammadiyah Malang yang


punya hotel. Jasa konsumsi berupa restoran, atau warung yang dikelola atas nama
persyarikatan juga belum kedengaran.
Meski Muhammadiyah secara kelembagaan berusaha terus mengembangkan begitu
banyak unit usaha sebagaimana tersebut di atas, kalau dibaca secara makro, apa yang
dilakukan oleh persyarikatan masih sangat minim. Omzet-nya masih terlalu sedikit dibanding
omzet yang diperoleh para konglomerat yang tidak suka melihat tumbuhnya kekuatan
ekonomi rakyat itu. Dan ketika kebijkan nasional ekonomi kita tidak selalu berpihak pada
ekonomi rakyat maka ijtihad ekonomi yang dirintis oleh persyarikatan pun sulit berkembang
optimal.
Masalahnya, mampukah Muhammadiyah yang besar ini mempengaruhi kebijakan
ekonomi nasional sehingga kemandirian ekonomi rakyat dan bangsa ini betul-betul dapat
ditumbuhkan? Lantas bagaimana langkah srategis muhammadiyah melihat keserakahan
pelaku ekonomi global yang jaringannya sudah masuk sampai ke kampung dan desa-desa?
Relakah para pimpinan persyarikatan menyaksikan pasar komumsi, pasar produksi, pasar
permodalan dan pasar jasah di gerogoti oleh kekuatan gelobal sehingga nantinya bangsa dan
rakyat Indonesia hanya boleh dan di posisikan sebagai konsumen belaka? Relakah kita
semua kalau umat Islam dan warga Muhammadiyah kemudian dijadikan makmum dalam
berekonomi, sementara para imam ekonomi dipegang dan didominasi para pemegang kuasa
pasar global ?
Dalam Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah dijelaskan bahwa usaha
Muhammadiyah dibidang ekonomi adalah : memajukan perekonomian dan kewirausahaan
ke arah perbaikan hidup yang berkualitas.
Kalimat yang digunakan dalam anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah pasal 3 ayat 6
tersebut tidak spesifik penyebutannya, namun cukup dapat dipahami maksudnya. Memajukan
perekonomian dan kewirausahaan dapat dicapai dengan berbagai strategi dan taktik atau sejak
dari tiori sampai praktik. Sasaran yang hendak dicapai dari usaha dibidang ekonomi adalah
perbaikan hidup yang berkualitas. Memperbaiki hidup dari tidak mampu menjadi mampu, dari
bodoh menjadi cerdas dan lain-lain.
Berdasarkan Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-44 tahun 2000 di Jakarta ditetapkan
program kerja di bidang ekonomi sebagai berikut :
1. Mewujudkan sistem Jamiah (Jaringan Ekonomi Muhammadiyah) sebagai revitalisasi
gerakan dakwah secara menyeluruh.
2. Mengembangkan pemikiran-pemikiran dan konsep-konsep pengembangan ekonomi
yang beroreantasi kerakyatan dan keislaman, seperti etos kerja, etos kewiraswastaan,
etika bisnis, etika manajemen, masalah-masalah monopoli-eligopoli-kartel, keuangan
dan permodalan, teori ekonomi islam, etika profesi, dan lain-lain sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan aktual yang terjadi dalam dunia ekonomi.
3. Melancarkan program pemberdayaan ekonomi rakyat meliputi pengembangan sumber
daya manusia dalam aspek ekonomi, pembentukan dan pengembangan lembaga
keungan masyarakat, pengembangan Bank Syariah, pengembangan kewiraswastaan dan
usaha kecil, pengembangan koperasi dan pengembangan badan usaha milik
Muhammadiyah (BUMM) yang benar-benar kongrit dan produktif.
4. Intensifikasi pusat data ekonomi dan pengusaha Muhammadiyah yang dapat
mendukung pengembangan program-program ekonomi.
5. Menggalang kerjasama dengan berbagai pihak untuk mengembangkan programprogram ekonomi dan kewiraswastaan di lingkungan Muhammadiyah.
6. Mengembangkan pelatihan-pelatihan dan pilot proyek pengembangan ekonomi kecil
dan menengah baik secara sendiri maupun kerjasama dengan lembaga-lembaga luar
sesuai dengan perencanaan program ekonomi dan kewiraswastaan Muhammadiyah.

Anda mungkin juga menyukai