Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi 2010 PDF
Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi 2010 PDF
PERBEKALAN FARMASI
DI RUMAH SAKIT
DIREKTORAT JENDERAL
BINAKEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
BEKERJASAMA DENGAN
JAPAN INTERNASIONAL COOPERATION AGENCY
2010
DAFTAR ISI
ii
vi
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
I.A
I.B
Tujuan ....................................................................................................
I.C
Sasaran ...................................................................................................
14
21
22
24
30
31
37
43
52
54
55
55
60
ii
BAB V
60
PENGENDALIAN MUTU
V.A Pengrndalian Secara Organoleptis .........................................................
62
64
66
69
70
LAMPIRAN-LAMPIRAN
72
73
74
75
76
77
78
79
80
iii
DOEN:
Daftar Obat Esential Nasiona yang berisi obat yang sangat dibutuhkan oleh sebagian
masyarakat, dipilih oleh para pakar dan praktisi berdasaran evidence base yang ada.
Ditetapkan oleh Menkes dan di perbaharui setiap 2-3 tahun.
Farmakoekonomi:
Ilmu yang mempelajari cara penerapan ilmu ekonomi di bidang farmasi.
IFRS:
Instalasi Farmasi Rumah Sakit, adalah bagian yang ebrtanggung jawab penuh di bidang
pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit, bagian ini dikepalai oleh Apoteker.
KFT:
Komite Farmasi dan Terapi, merupakan unit fungsional yang ditetapkan oleh pimpinan
rumah sakit yang ebrtugas memberikan rekomendasi kepada pimpinan RS mengenai rumusan
kebijakan dan prosedur untuk evaluasi, pemilihan dan penggunaan obat di rumah sait.
Sedangkan di bidang penddikan, KFT merumuskan program yang berkaitan dengan edukasi
tentang obat dan penggunaannya kepada tenaga kesehatan di rumah sakit.
Formularium RS:
iv
Dokumen yang berisi daftar obat yang digunakan oleh profesioal kesehatan di rumah sakit
disusun bersama oleh para pengguna dibawah koordinasi KFT masing-masing rumah sakit.
Formularium Askeskin:
Dokumen yang berisi daftar obat yang digunakan oleh profesional kesehatan di rumah sakit
untuk melayani pasien Askeskin ditetapkan oleh Menkes.
Jamkesmas:
Jaminan Kesehatan Masyarakat adalah skema pelayanan kesehatan yang digagas oleh Depkes
untuk melindungi keluarga miskin di Indonesia yang jumlahnya sekitar 76 juta orang.
FEFO:
First Expire First Out adalah mekanisme penggunaan obat yang berdaarkan prioritas masa
kadaluarsa obat tersebut. Semakindekat masa kadaluarsa obat tersebut, maka semakin
menjadi prioritas untuk digunakan.
FIFO:
First In First Out adalah mekanisme penggunaan obat yang tidak mempunyai masa
kadaluarsa. Prioritas penggunaan obat berdasarkan waktu kedatangan obat. Semakin awal
kedatangan obat tersebut, maka semakin menjadi prioritas untuk digunakan.
UDD:
Unit Dosage Dispensing adalah mekanisme distribusi obat bagi pasien berdaarkan unit dosis
yang telah diresepkan.
v
IDD:
Induvidual Dosage Dispensing adalah mekanisme distribusi obat bagi pasien berdasarkan
resep perorangan.
Lead Time:
Waktu tunggu adalah waktu yang diperlukan dari mualai pemesanan sampai obat diterima.
vi
BAB I
PENDAHULUAN
I. A. LATAR BELAKANG
Biaya yang diresepkan untuk penyediaan obat merupakan komponen terbesar dari
pengeluaran rumah sakit. Di banyak negara berkembang belanja obat di rumah sakit
dapat menyerap sekitar 40-50% biaya keseluruhan rumah sakit. Belanja perbekalan
farmasi yang demikian besar tentunya harus dikelola dengan efektif dan efisien, hal ini
diperlukan mengingat dana kebutuhan obat di rumah sakit tidak seslalu sesuai dengan
kebutuhan.
Kondisi di atas tentunya harus disikapi dengan sebaik-baiknya. Saat ini pada tataran
global telah dirintis program Goog Governance in pharmaceutical Sector atau lebih
dikenal dengan Tata Kelola Obat yang Baik di Sektor Farmasi. Indonesia termasuk
salah satu negara yang berpartisipasi dalam program ini bersama 19 negara lainnya.
Pemikiran tentang perlunya Tata Kelola Obat yang Baik di Sektor Farmasi berkembang
mengingat banyaknya praktek ilegal di lingkungan kefarmasian mulai dari clinical
trial, riset dan pengembangan, registrasi, pendaftaran, paten, produksi, penetapan
harga, pengadaan, seleksi distribusi dan trasportasi. Bentuk intransparansi di bidang
farmasi antara lain: pemalsuan data keamanan dan efikasi, penyuapan, pencurian,
penetapan harga yang lebih mahal, konflik kepentingan, kolusi, donasi, promosi yang
tidak etis maupun tekanan dari berbagai pihak yang berkepentingan dengan obat.
Secara global, sektor farmasi sangat rentan terhadap praktek intransparansi disebabkan:
-
Laporan dari banyak negara menginformasikan bahwa pasokan obat di rumah sakit
hilang karena intransparansi dan penyelewengan.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah bagian yang bertanggung jawab terhadap
pengelolaan perbekalan farmasi, sedangkan Komite Farmasi dan Terapi adalah bagian
yang bertanggung jawab dalam penetapan formularium. Agar pengelolaan perbekalan
farmasi dan penyusunan formularium di rumah sakit dapat sesuai dengan aturan yang
berlaku, maka diperlukan adanya tenaga yang profesional di bidang tersebut. Untuk
menyiapkan tenaga profesional tersebut diperlukan berbagai masukan diantaranya
adalah tersedianya pedoman yang dapat digunakan dalam pengelolaan perbekalan
farmasi di IFRS.
Gambaran umum pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit pemerintah di
Indonesia pada umumnya masih banyak mengalami kekurangan. Diantara kekurangan
yang sangat mencolok antara lain:
-
Keterbatasan sumber daya manusia baik dari aspek jumlah maupun mutu terutama
di sebagian besar rumah sakit di Kabupaten/Kota.
Keterbatasan sarana dan prasarana pengelolaan obat, dimana hal ini berpengaruh
terhadap mutu obat yang sudah diadakan.
Rumah sakit pemerintah dibagi kedalam 4 kelas yaitu: A, B, C, D dan Khusus. Setiap
kelas mempunyai standar dan jenis pelayanan yang berbeda. Pelayanan kesehatan di
2
rumah sakit kelas A pada umumnya lebih komprehensif dibandingkan dengan kelas
dibawahnya. Demikian pula dengan rumah sakit khusus. Hal ini tentunya berpengaruh
terhadap penyediaan pelayanan kefarmasian khususnya pengelolaan perbekalan
farmasi. Beberapa rumah sakit kelas A dan rumah sakit khusus membutuhkan adanya
pengelolaan sediaan perbekalan farmasi khusus seperti bahan sitostatika, radio farmasi,
larutan nutrisi parenteral dan lain-lain. Sebagian rumah sakit seperti RS Dharmais, RS
Cipto Mangunkusumo, maupun RS Soetomo telah mempunyai petunjuk pengelolaan
sediaan perbekalan farmasi khusus tersebut. Mengingat pentingnya sediaan perbekalan
farmasi khusus tersebut, maka diperlukan adanya suatu pedoman yang dapat dijadikan
rujukan oleh rumah sakit untuk mengelola persediaan perbekalan farmasi khusus
tersebut.
I. B. TUJUAN
1. Umum
Tersedianya Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit
2. Khusus
a. Terlaksananya pengelolaan perbekalan farmasi yang bermutu, efektif, dan efisien.
b. Terlaksananya penerapan farmakoekonomi dalam pelayanan.
c. Terwujudnya sistem informasi pengelolaan perbekalan farmasi kesehatan yang
dapat digunakan sebagai dasar perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi.
d. Terlaksananya pengelolaan perbekalan farmasi satu pintu.
e. Terlaksananya pengendalian mutu perbekalan farmasi.
I. C. SASARAN
Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Pengelolaan perbekalan farmasi yang efektif dan efisien akan mendukung
mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit
BAB II
KEBIJAKAN, TUGAS POKOK DAN FUNGSI
Keberhsilan dari sistem pengelolaan perbekalan farmasi tergantung dari ketaatan pada
kebijakan, tugas pokok dan fungsi. Pentingnya suatu kebijakan dan panduan tugas pokok dan
fungsi untuk pengendalian perbekalan farmasi merupakan keharusan. Semua staf IFRS harus
mengetahui, memahami dan menerapkan panduan tersebut karena hal ini merupakan suatu
bagian penting bagi mekanisme komunikasi dan koordinasi internal IFRS.
Pimpinan rumah sakit melalui Komite Farmasi dan Terapi (KFT) dan IFRS menetapkan
kebijakan pengelolaan perbekalan farmasi yang meliputi tugas pokok dan fungsinya.
II. A. KEBIJAKAN
Kebijakan yang harus dibuat oleh rumah sakit dalam pengelolaan perbekalan farmasi
sebaiknya merujuk kepada peraturan perundangan yang berlaku seperti:
-
Keberhasilan penerapan kebijakan yang telah ditetapkan akan tergantung kepada proses
selanjutnya. Lebijakan yang telah disusun sebaiknya disosialosasikan kepada seluruh
profesional kesehatan di rumah sakit. Selain itu diperlukan juga supervisi yang terus
menerus dari pimpinan rumah sakit untuk menjamin pelaksanaan kebijakan yang telah
ditetapkan. Kebijakan yang telah ditetapkan hendaknya bersifat dinamis, evaluasi, dan
revisi secara periodik diperlukan agar dapat mengikuti perkembangan kebutuhan
pelayanan di rumah sakit.
Kebijakan akan disusun oleh rumah sakit tidak harus mencakup seluruh
butir-butir yang disebutkan di atas. Kebijakan dapat disusun secara
bertahap sesuai dengan kemampuan rumah sakit masing-masing
II. B. 2. Fungsi
a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit
b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal
5
BAB III
PENGELOLAAN PERBEKALAN FARMASI
Pengelolaan perbekalan farmasi atau sistem manajemen perbekalan farmasi merupakan suatu
siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan sampai evaluasi yang saling terkait antara satu
dengan
yang
lain.
Kegiatannya
mencakup
perencanaan,
pengadaan,
penerimaan,
III. A. PERENCAAN
Perencanaan perbekalan farmasi adalah salah satu fungsi yang menentukan dalam
proses pengadaan perbekalan farmasi di rumah sakit.
Tujuan perencanaan perbekalan farmasi adalah untuk menetapkan jenis
dan jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit
Tahapan perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi meliputi:
1. Pemilihan
Fungsi pemilihan adalah untuk menentukan apakah perbekalan farmasi benarbenar diperlukan sesuai dengan jumlah pasien/kunjungan dan pola penyakit di
rumah sakit. Kriteria pemilihan kebutuhan obat yang baik yaitu meliputi:
a. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari
kesamaan jenis.
b. Hindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi mempunyai
efek yang lebih baik dibanding obat tunggal.
c. Apabila jenis obat banyak, maka kita memilih berdasarkan obat pilihan (drug
of choice) dari penyakit yang prevalensinya tinggi.
Pemilihan obat di rumah sakit merujuk kepada Daftar Obat Esensial Nasional
(DOEN) sesuai dengan kelas rumah sakit masing-masing, Formularium RS,
Formularium Jaminan Kesehatan bagi masyarakat miskin, Daftar Plafon Harga
obat (DPHO) Askes dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).
7
Sedangkan pemilihan alat kesehatan di rumah sakit dapat berdasarkan dari data
pemakaian oleh pemakai, standar ISO, daftar harga alat, daftar harga alat
kesehatan yang dikeluarkan oleh Ditjen Binfar dan Alkes, serta spesifikasi yang
ditetapkan oleh rumah sakit.
2. Kompilasi Penggunaan
Kompilasi penggunaan perbekalan farmasi berfungsi untuk mengetahui
penggunaan bulanan masing-masing jenis perbekalan farmasi di unit pelayanan
selama setahun dan sebagai data pembanding bagi stok optimum.
Informasi yang didapat dari kompilasi penggunaan perbekalan farmasi adalah:
a. Jumlah penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi pada masing-masing unit
pelayanan.
b. Persentase penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi terhadap total
penggunaan setahum seluruh unit pelayanan.
c. Penggunaan rata-rata untuk setiap jenis perbekalan farmasi.
3. Perhitungan Kebutuhan
Menentukan kebutuhan perbekalan farmasi merupakan tantangan yang berat yang
harus dihadapi oleh tenaga farmasi yang bekerja di rumah sakit. Masalah
kekosongan atau kelebihan perbekalan farmasi dapat terjadi, apabila informasi
yang digunakan semata-mata hanya berdasarkan kebutuhan teoritis saja. Dengan
koordinasi dan proses perencanaan untuk pengadaan perbekalan farmasi secara
terpadu serta melalui tahapan seperti di atas, maka diharapkan perbekalan farmasi
yang direncanakan dapat tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu, dan tersedia pada
saat dibutuhkan.
Adapun pendekatan perencanaan kebutuhan dapat dilakukan melalui beberapa
metode:
a. Metode Konsumsi
Perhitungan kebutuhan dengan metode konsumsi didasarkan pada data riel
konsumsi perbekalan farmasi periode yang lalu, dengan berbagai penyesuaian
dan koreksi
8
Contoh perhitungan:
Total pengadaan Amoxycillin kaplet Januari Desember 2005 sebanyak
2.500.000 kaplet (ternyata habis dipakai selama 10 bulan, jadi ada kekosongan
2 bulan)
Sisa stok per 31 Desember 2005 sebanyak = 0tablet
a. Pemakaian rata-rata per bulan 2.500.000 tab/10 = 250.000 kaplet
b. Kebutuhan Pemakaian 12 bulan = 250.000 x 12 = 3.000.000 kaplet
c. Stok pengaman (10-20%) = 20% x 3.000.000 kaplet = 600.000 kaplet
d. Lead time (waktu tunggu) 3 bulan = 3 x 250.000 = 750.000 kaplet
e. Kebutuhan amoxycillin kaplet tahun 2006 adalah b + c + d yaitu (3.000.000
+ 600.000 + 750.000) kaplet = 4.350.000 kaplet
f. Jadi pengadaan tahun 3006 adalah hasil perhitungan e sisa stok yaitu
(4.350.000) kaplet =4.350.000 kaplet atau sama dengan 4350 kaleng
@1000 kaplet.
b. Metode Morbiditas/Epidemiologi
Dinamakan metode morbidotas karena dasar perhitungan adalah jumlah
kebutuhan perbekalan farmasi yang digunakan untuk beban kesakitan
(morbidity load) yang harus dilayani.
Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan perbekalan farmasi
berdasarkan pola penyakit, perkiraan kenaikan kunjungan, dan waktu tunggu
(lead time).
Contoh perhitungan:
a. Menghitung masing-masing obat yang diperlukan perpenyakit:
Berdasarkan pedoman penyakit diare akut, maka sebagai contoh
perhitungan sbb:
- Contoh untuk anak:
Satu siklus pengobatan diare diperlukan 15 bungkus oralit @200 ml.
Jumlah kasus 18.000 kasus.
Jumlah oralit yang diperlukan adalah:
= 18.000 kasus x 15 bungkus = 270.000 bungkus @200 ml.
6) Sisa persediaan
7) Data penggunaan periode yang lalu
8) Rencana pengembangan
- Lebih
akurat
dan
mendekati
Morbiditas
ketidakrasionalan
dalam penggunaan
Kunjungan pasien
b.
c.
4. Evaluasi Perencanaan
Setelah dilakukan perhitungan kebutuhan perbekalan farmasi untuk tahun yang
akan datang, biasanya akan diperoleh jumlah kebutuhan, dan idealnya diikuti
dengan evaluasi
1) Analisa ABC
Alokasi anggaran ternyata didominasi hanya oleh sebagian kecil atau beberapa
jenis perbekalan farmasi saja. Suatu jenis perbekalan farmasi dapat memakan
anggaran besar karena penggunaannya banyak, atau harganya mahal. Dengan
analisis ABC
Prosedur:
Prinsip utama adalah dengan menempatkan jenis-jenis perbekalan farmasi ke
dalam suatu urutan, dimulai dengan jenis yang memakan anggaran/rupiah
terbanyak. Urutan langkah sbb:
a. Kumpulkan kebutuhan perbekalan farmasi yang diperoleh dari salah satu
metode perencanaan, daftar harga perbekalan farmasi, dan biaya yang
diperlukan untuk tiap nama dagang. Kelompokkan kedalam jenisjenis/kategori, dan jumlahkan biaya per jenis kategori perbekalan farmasi.
b. Jumlahkan anggaran total, jitung masing-masing prosentase jenis
perbekalan farmasi terhadap anggaran total.
c. Urutkan kembali jenis- jenis perbekalan farmasi diatas, mulai dengan jenis
yang memakan prosentase biaya terbanyak.
d. Hitung prosentase kumulatif, dimulai dengan urutan 1 dan seterusnya.
e. Identifikasi jenis perbekalan farmasi apa yang menyerap 70% anggaran
total (biasanya didominasi oleh beberapa jenis perbekalan farmasi saja).
- Perbekalan Farmasi kategori A menyerap anggaran 70%
- Perbekalan Farmasi kategori B menyerap anggaran 20%
- Perbekalan Farmasi kategori C menyerap anggaran 10%
Contoh:
1. Hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing obat dengan
cara mengalikan jumlah oabt dengan harga obat
2. Tentukan rangkingnya mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil
3. Hitung persentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan
12
Kriteria VEN
Kriteria yang umum adalah perbekalan farmasi dikelompokkan sebagai
berikut:
- Vital (V) bila perbekalan farmasi tersebut diperlukan untuk menyelamatkan
kehidupan (life saving drugs), dan bila tidak tersedia akan meningkatkan
risiko kematian.
- Esensial (E) bila perbekalan farmasi tersebut terbukti efektif untuk
menyembuhkan penyakit, atau mengurangi penderitaan pasien.
- Non-esensial (N) meliputi aneka ragam perbekalan farmasi yang digunakan
untuk penyakit yang sembuh sendiri (self-limiting desease), perbekalan
farmasi yang diragukan manfaatnya, perbekalan farmasi yang mahal namun
tidak mempunyai kelebihan manfaat dibanding perbekalan farmasi sejenis
lainnya, dll.
VA
VB
VC
EA
EB
EC
NA
NB
NC
III. B. PENGADAAN
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah
direncanakan dan disetujui, melalui:
1. pembelian
2. produksi/pembuatan sediaan farmasi,
14
3. sumbangan/droping/hibah.
Pembelian dengan penawaran yang kompetitif (tender) merupakan suatu metode
penting untuk mencapai keseimbangan yang tepat antara mutu dan harga, apabila
ada dua atau lebih pemasok, apoteker harus mendasarkan pada kritera berikut: mutu
produk, reputasi produsen, harga, berbagai syarat, ketepatan waktu pengiriman,
mutu pelayanan pemasok, dapat dipercaya, kebijakan tentang barang yang
dikembalikan, dan pengemasan.
Tujuan pengadaan: mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga yang
layak, dengan mutu yang baik, pengiriman barang terjamin dan tepat
waktu, proses berjalan lancar dan tidak memerlukan tenaga serta waktu
berlebihan
Pada proses pengadaan ada 3 elemen penting yang harus diperhatikan:
1. Pengadaan yang dipilih, bila tidak teliti dapat menjadikan biaya tinggi
2. Penyusunan dan persyaratan kontrak kerja (harga kontrak = visible cost + hidden
cost), sangat penting utuk menjaga agar pelaksanaan pengadaan terjamin mutu
(misalnya persyaratan masa kadaluwarsa, sertifikat analisa/standar mutu, harus
mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS), untuk bahan berbahaya, khusus
untuk alat kesehatan harus mempunyai certificate of origin, waktu dan kelancaran
bagi semua pihak, dan lain-lain.
3. Order pemesanan agar barang dapat sesuai macam, waktu, dan tempat.
Beberapa jenis obat, bahan aktif yang mempunyai masa kadaluwarsa relatif pendek
harus diperhatikan waktu pengadaannya. Untuk itu harus dihindari pengadaan dalam
jumlah besar.
Guna menjamin tata kelola perbekalan farmasi yang baik, dalam proses pengadaan
harus diperhatikan adanya:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10. Kriteria tertentu untuk menjadi anggota panitia pengadaan terutama: integritas,
kredibilitas, rekam jejak yang baik.
11. Sistem manajemen informasi yang digunakan untuk melaporkan produk
perbekalan farmasi yang bermasalah.
12. Sistem yang efsien untuk memonitor post tender dan pelaporan kinerja pemasok
kepada panitia pengadaan.
13. Audit secara rutin pada proses pengadaan.
1. PEMBELIAN
Pembelian adalah rangkaian proses pengadaan untuk mendapatkan perbekalan
farmasi. Hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden RI No. 94 tahun 2007 tentang
Pengendalian dan Pengawasan atas Pengadaan dan Penyaluran Bahan Obat, Obat
Spesifik dan Alat Kesehatan yang Berfungsi Sebagai Obat dan Peraturan Presiden
RI No. 95 tahun 2007 tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Presiden
Nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah. Proses pembelian mempunyai beberapa langkah yang baku dan
merupakan siklus yang berjalan terus-menerus sesuai dengan kegiatan rumah
sakit. Langkah proses pengadaan dimulai dengan mereview daftar perbekalan
farmasi yang akan diadakan, menentukan jumlah masing-masing item yang akan
dibeli, menyesuaikan dengan situasi keuangan, memilih metode pengadaan,
memilih rekanan, membuat syarat kontrak kerja, memonitor pengiriman barang,
menerima
barang,
melakukan
pembayaran
serta
menyimpan
kemudian
mendistribusikan.
16
2. PRODUKSI
Produksi perbekalan farmasi di rumah sakit merupakan kegiatan membuat,
merubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril
untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria
perbekalan farmasi yang diproduksi:
a. Seidaan farmasi dengan formula khusus
b. Seidaan farmasi dengan mutu sesuai standar denan harga lebih murah
c. Sediaan farmasi yang memerlukan pengemasan kembali
d. Seidaan farmasi yang tidak tersedia dipasaran
e. Sediaan farmasi untuk penelitian
f. Sediaan nutrisi parenteral
g. Rekonstitusi sediaan perbekalan farmasi sitostatika
h. Sediaan farmasi yang harus selalu dibuat baru
terjadinya
kesalahan
perhitungan
pencampuran
perbekalan farmasi
6. Terjaminnya mutu produk
7. Terjaminnnya keamanan petugas terhadap keterpaparan dan
kontaminasi produk
b. Produk Nonsteril
Persyaratan teknis produksi non-steril:
a. Ruangan khusus untuk pembuatan
b. Peralatan: peracikan, pengemasan
c. SDM: petugas terlatih
19
3. SUMBANGAN/HIBAH/DROPING
Pada prinsipnya pengelolaan perbekalan farmasi dari hibah/sumbangan,
mengikuti kaidah umum pengelolaan perbekalan farmasi reguler. Perbekalan
farmasi yang tersisa dapat dipakai untuk menunjang pelayanan kesehatan disaat
situasi normal.
III. C. PENERIMAAN
Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah
diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender,
konsinyasi atau sumbangan.
21
III. D. PENYIMPANAN
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara
menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari
pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat.
Tujuan penyimpanan adalah
a. Memelihara mutu sediaan farmasi
b. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab
c. Menjaga ketersediaan
d. Memudahkan pencarian dan pengawasan
1. Kemudahan bergerak
Untuk kemudahan bergerak, gudang perlu ditata sebagai berikut:
a) Gudang menggunakan sistem satu lantai,jangan menggunakan sekat-sekat
karena akan membatasi pengaturan ruangan. Jika digunakan sekat, perhatikan
posisi dinding dan pintu untuk mempermudah gerakan.
b) Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran perbekalan farmasi, ruang
gudang dapat ditata berdasarkan sistem arus garis lurus, arus U atau arus L.
22
5. Pencegahan kebakaran
Perlu dihindari adanya penumpukan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti
dus, karton, dan lain-lain. Alat pemadam kebakaran harus dipasang pada tempat
yang mudah dijangkau dan dalam jumlah yang cukup. Tabung pemadam
23
kebakaran agar diperiksa secara berkala, untuk memastikan masih berfungsi atau
tidak.
III. E. PENDISTRIBUSIAN
Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk
pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta
untuk menunjang pelayanan medis.
24
1. RESEP PERORANGAN
Resep perorangan adalah order/resep yang ditulis dokter untuk tiap pasien. Dalam
sistem ini perbekalan farmasi disiapkan dan didistribusikan oleh IFRS sesuai
yang tertulis pada resep.
Sistem distribusi persediaan lengkap ini hanya digunakan untuk kebutuhan gawat
darurat dan bahan dasar habis pakai.
Kerugian/kelemahan sistem distribusi perbekalan farmasi persediaan lengkap di
ruang sangat banyak. Oleh karena itu, sistem ini hendaknya tidak digunakan lagi.
Dalam sistem ini, tanggung jawab besar dibebankan kepada perawat, yaitu
menginterpretasi order dan menyiapkan perbekalan farmasi, yang sebetulnya adalah
tanggung jawab apoteker. Dewasa ini telah diperkenalkan sistem distribusi
perbekalan farmasi desentralisasi yang melaksanakan sistem persediaan lengkap di
ruang, tetapi di bawah pimpinan seorang apoteker. Jika sistem desentralisasi ini
dilakukan, kekurangan dari sistem distribusi perbekalan farmasi persediaan lengkap
di ruang akan dapat diatasi.
26
Sistem distribusi perbekalan farmasi dosis unit adalah tanggung jawab IRS, hal
itu tidak dapat dilakukan di rumah sakit tanpa kerja sama dengan staf medik,
perawatan pimpinan rumah sakit dan staf administratif. Jadi, dianjurkan bahwa
suatu panitia perencana perlu ditetapkan untuk mengembangkan pendekatan
penggunaan suatu sistem distribusi dosis unit. Kepemimpinan dari panitia ini
seharusnya datang dari apoteker IFRS yang menjelaskan kepada anggota lain
tentang konsep distribusi perbekalan farmasi dosis unit.
Sistem distribusi perbekalan farmasi dosis unit adalah metode dispensing dan
pengendalian perbekalan farmasi yang dikoordinasikan IFRS dalam rumah sakit.
Sistem dosis unit dapat berbeda dalam bentuk, tergantung pada kebutuhan khusus
rumah sakit. Akan tetapi, unsur khusus berikut adalah dasar dari semua sistem
dosis unit, yaitu:
Perbekalan farmasi dikandung dalam kemasan unit tunggal; di-dispensing dalam
bentuk siap konsumsi; dan untuk kebanyakan perbekalan farmasi tidak lebih dari
24 jam persediaan dosis, diantarkan ke atau tersedia pada ruang perawatan pasien
setiap saat.
27
Sistem distribusi dosis unit dapat dioperasikan dengan salah satu daru 3 metode
di bawah ini, yang pilihannya tergantung pada kebijakan dan kondisi rumah sakit.
a. Sistem distribusi dosis unit sentralisasi. Sentralisasi dilakukan oleh IFRS
sentral ke semua unit rawat inap di rumah sakit secara keseluruhan. Artinya, di
rumah sakit itu mungkin hanya satu IFRS tanpa adanya depo/satelit IFRS di
beberapa unit pelayanan.
b. Sistem distribusi dosis unit desentralisasi dilakukan oleh beberapa
depo/satelit IFRS di sebuah rumah sakit. Pada dasarnya sistem distribusi
desentralisasi ini sama dengan sistem distribusi obat persediaan lengkap di
ruang, hanya saja sistem distribusi desentralisasi ini dikelola seluruhnya oleh
apoteker yang sama dengan pengelolaan dan pengendalian oleh IFRS sentral.
c. Dalam sistem distribusi dosis unit kombinasi sentralisasi dan desentralisasi,
biasanya hanya dosis awal dan dosis keadan darurat dilayani depo/satelit IFRS.
Dosis selanjutnya dilayani oleh IFRS sentral. Semua pekerjaan tersentralisasi
yang lain, seperti pengemasan dan pencampuran sediaan intravena juga
dimulai dari IFRS sentral.
Keuntungan
Beberapa keuntungan sistem distribusi dosis unit yang lebih rinsi sebagai berikut:
1. Pasien hanya membayar perbekalan farmasi yang dikonsumsinya saja.
2. Semua dosis yang diperlukan pada unit perawatan telah disiapkan oleh IFRS.
3. Mengurangi kesalahan pemberian perbekalan farmasi.
4. Menghindari duplikasi order perbekalan farmasi yang berlebihan.
5. Meningkatkan pemberdayaan petugas profesional dan non profesional yang
lebih efisien.
6. Mengurangi risiko kehilangan dan pemborosan perbekalan farmasi.
7. Memperluas cakupan dan pengendalian IFRS di rumah sakit secara
keseluruhan sejak dari dokter menulis resep/order sampai pasien menerima
dosis unit
8. Sistem komunikasi pengorderan dan distribusi perbekalan farmasi bertambah
baik.
28
Kelemahan:
1. Meningkatnya kebutuhan tenaga farmasi
2. Meningkatnya biaya operasional
Beberapa bentuk permintaan perbekalan farmasi dari dokter kepada IFRS, yaitu:
a. Menggunakan resep yang dibuat rangkap dua, asli dikirim ke IFRS, sedangkan
tembusan disimpan pada rekam medik.
b. Formulir order dari ruangan gawat inap langsung ke IFRS, contoh dari RSHS.
c. Menggunakan faksimili, dari ruangan pasien, order/resep dokter dikirim
melalui faksimili. Hal ini tentu cukup mahal, akan tetapi untuk ruangan pasien
yang jauh dari IFRS, hal ini menguntungkan terutama dalam sistem distribusi
perbekalan farmasi sentralisasi.
d. Komputerisasi, dari sistem komputer, dokter memasukan order ke dalam
komputer, disimpan, dan order dicetak oleh IFRS. Untuk sistem demikian,
rumah sakit harus menyediakan ketentuan dan/atau prosedur untuk melindungi
data, mencegah akses dan perubahan data oleh orang tidak berwenang
terhadap order/resep perbekalan farmasi tersebut.
III. F.
PENGENDALIAN
Definisi: Pengendalian persedian adalah suatu kegiatan untuk memastikan
tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah
ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di unitunit pelayanan.
Tujuan : agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan perbekalan farmasi
di unit-unit pelayanan
III. G. PENGHAPUSAN
Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan farmasi yang
tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara
membuat usulan penghapusan perbekalan farmasi kepada pihak terkait sesuai
dengan prosedur yang berlaku.
31
32
34
MEMUTUSKAN
Menetapkan
Pertama:
Membentuk
Panitia
Penghapusan
Barang
Milik/Kekayaan
Negara
Ketua
Sekretaris
Anggota
Kedua:
Panitia bertugas:
1. Meneliti/memeriksa Barang Milik/Kekayaan Negara (BM/KN) yang
diusulkan untuk dihapus;
2. Menyelesaikan administrasi Barang Milik/Kekayaan Negara (BM/KN)
yang akan dihapus;
3. Melaporkan hasil pemeriksaan/penelitian Barang Milik/Kekayaan
Negara (BM/KN) yang dihapus kepada Direktur Jenderal Pelayanan
Medik;
4. Melaksanakan tindak lanjut penghapusan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;
5. Menyusun laporan termasuk membuat Berita Acara hasil pelaksanaan
penghapusan;
6. Meneliti usulan penghapusan Barang Milik/Kekayaan Negara (BM/KN)
pada RS. ............
35
Ketiga:
Apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam Keputusan ini akan
diadakan perubahan dan perbaikan sebagaimana mestinya.
DITETAPKAN DI
: ....................................................
PADA TANGGAL
: ............................ .......................
________________________________
NIP.
Tembusan:
1. Ketua Badan Pemeriksaan Keuangan RI
2. Kepa Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan
3. Sekretaris Jenderal Depkes RI
4. Inspektur Jenderal Depkes RI
5. Kepala Biro Keuangan dan PerlengkapanSetjen Depkes RI
6. Masing-masing yang bersangkutan
Rancangan panitia penghapusan barang milik negara dan kekayaan negara
di rumah sakit umum daerah dapat menyesuaikan dengan rancangan pada
rumah sakit umum pusat
36
PENCATATAN
Pencatatan merupakan suatu keguatan yang bertujuan untuk memonitor
transaksi perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di lingkungan IFRS.
Adanya pencatatan akan memudahkan petugas untuk melakukan
penelusuran bila terjadi adanya mutu obat yang sub standar dan harus
ditarik dari peredaran.pencatatan dapat dilakukan dengan menggunakan
bentuk digital maupun manual. Kartu yang umum digunakan untuk
melakukan pencatatan adalah Kartu Stok dan Kartu Stok Induk.
Fungsi:
a. Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi perbekalan farmasi
(penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak, atau kadaluwarsa).
b. Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data mutasi 1
(satu) jenis perbekalan farmasi yang berasal dari 1 (satu) sumber
anggaran.
c. Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan,
perencanaan pengadaan distribusi dan sebagai pembanding terhadap
keadaan fisik perbekalan farmasi dalam tempat penyimpanan.
pertanggungjawaban
bagi
petugas
penyimpanan
dan
pendistribusian
f. Sebagai alat bantu kontrol bagi Kepala IFRS
Petunjuk pengisian:
a. Petugas penyimpanan dan penyaluran mencatat semua penerimaan
dan pengeluaran perbekalan farmasi di kartu stok sesuai Dokumen
Bukti Mutasi Barang (DBMB) atau dokumen lain yang sejenis.
b. Perbekalan farmasi disusun menurut ketentuan-ketentuan berikut:
1) Perbekalan farmasi dalam jumlah besar (bulk) disimpan di atas
pallet atau ganjal kayu secara rapi, teratur dengan memerhatikan
tanda-tanda khusus (tidak bolehterbalik, berat, bulat, segi empat
dan lain-lain).
2) Penyimpanan antara kelompok/jenis satu dengan yang lain harus
jelas sehingga memudahkan pengeluaran dan perhitungan.
3) Penyimpanan bersusun dapat dilaksanakan dengan adanya forklift
untuk perbekalan farmasi yang berat.
4) perbekalan farmasi dalam jumlah kecil dan mahal harganya
disimpan dalam lemari terkunci dan kuncinya dipegang oleh
petugas penyimpanan dan pendistribusian.
5) Satu jenis perbekalan farmasi disimpan dalam satu lokasi (rak,
lemari, dan lain-lain).
6) perbekalan farmasi dan alat kesehatan uang mempunyai sifat
khusus disimpan dalam tempat khusus. Contoh: eter, film, dan
lain-lain.
38
III. H. 2.
Pelaporan
Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi
perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan
kepada pihak yang berkepentingan.
Tujuan:
- Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi
- Tersedianya informasi yang akurat
- Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan
- Mendapat data yang lengkap untuk membuat perencanaan
41
No
Jenis Laporan
Stok opname
Pendistribusian, berupa
jumlah dan rupiah
8
9
10
Pemakaian perbekalan
farmasi Jaminan Kesehatan
bagi Masyarakat Miskin
Jumlah resep
Kepatuhan terhadap
formularium
11
12
Penggunaan antibiotik
13
Kinerja
Kegunaan
Keterangan
Komputerisasi
Banyak tugas/fungsi penanganan informasi dalam seistem pengendalian perbekalan
farmasi (misalnya, pengumpulan, perekaman, penyimpanan, penemuan kembali,
meringkas, mengirimkan, dan informasi penggunaan perbekalan farmasi) dapat
dilakukan lebih efisien dengan komputer daripada sistem manual. Akan tetapi,
sebelum sistem pengendalian perbekalan farmasi dapat dikomputerisasi. Suatu studi
yang teliti dan komprehensif dari sistem manual yang ada, wajib dilakukan. Studi ini
harus mengidentifikasi aliran data di dalam sistem dan menetapkan berbagai fungsi
yang dilakukan dan hubungan timbal balik berbagai fungsi itu. Informasi ini
42
III. I.
a. Latar belakang
Ketersediaan dan pengadaan obat yang sesuai dengan kebutuhan obat untuk
pasien merupakan prasyarat terlaksananya penggunaann obat yang rasional yang
pada gilirannya akan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Dengan indikator
ini akan dapat dilihat komitmen pihak rumah sakit dalam penyediaan dana
pengadaan obat sesuai kebutuhan tumah sakit.
b. Definisi
Dana
penggadaan
obat
adalah
besarnya
dana
pengadaan
obat
yang
c. Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di rumah sakit berupa total dana
pangadaan obat, dan kebutuhan dana pengadaan obat
yang sesuai
dengan
Misalnya:
Besarnya total dana pengadaan
= Rp. 125.000.000
= Rp. 135.000.000
= 92,5%
e. Penyampaian Hasil
Dana pengadaan obat yang disediakan oleh pemerintah adalah sebesar 92,5% dari
total kebutuhan rumah sakit.
f. Catatan
Total dana pengadaan obat adalah seluruh anggaran pengadaan obat yang berasal
dari semua sumber anggaran yang ada.
g. Angka Ideal
Dana pengadaan obat yang disediakan sesuai dengan kebutuhan sebenarnya.
a. Latar belakang
Ketersediaan dan pengadaan obat yang sesuai dengan jumlah kunjungan kasus
yang ada di rumah sakit bervariasi untuk masing-maisng rumah sakit. Untuk itu
perlu diketahui besar dana yang disediakan oleh pihak rumah sakit apakah telah
memasukkan parameter jumlah kunjungan kasus dalam pengalokasian dananya.
44
b. Definisi
Besaran dana yang tersedia untuk setiap kunjungan kasus.
c. Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di rumah sakit berupa total dana
pengadaan, serta jumlah kunjungan kasus yang didapatkan dari kompilasi rekam
medik.
Misalnya:
Besarnya total dana pengadaan
= Rp. 800.000.000
= Rp. 160.000
800.000.000/160.000
= Rp. 5.000
Misalnya:
Besarnya total dana pengadaan
= Rp. 720.000.000
= Rp. 160.000
720.000.000/160.000
= Rp. 4.500
e. Penyampaian Hasil
Biaya obat per kunjungan kasus di rumah sait adalah sebesar Rp. 5.000 sedang
biaya obat yang dialokasikan per kunjungan kasus adalah sebesar Rp 4.500.
45
f. Catatan
Dengan diketahuinya standar biaya obat/kunjungan kasus dapat menjadi patokan
dalam penetapan alokasi dana pengadaan obat di tahun-tahun mendatang.
g. Angka Ideal
Biaya obat yang dialokasikan per kunjungan kasus harus memerhatikan
parameter jumlah kunjungan kasus.
b. Definisi
Besaran dana yang dibutuhkan untuk setiap resep (digunakan pada waktu
perencanaan obat) dan besaran dana yang tersedia untuk setiap resep (digunakan
setelah turunnya alokasi dana pangadaan obat).
c. Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di rumah sakit berupa: total dana
pengadaan obat, total dana pemakaian obat tahun lalu serta jumlah kunjungan
resep yang didapatkan dari kompilasi rekam medik dan laporan penggunaan obat.
Misalnya:
Besarnya total dana pemakaian oabt tahun lalu
= Rp. 800.000.000
46
Jumlah resep
= Rp. 160.000
800.000.000/160.000
= Rp. 5.000
Misalnya:
Besarnya total dana pengadaan
= Rp. 720.000.000
= Rp. 160.000
720.000.000/160.000
= Rp. 4.500
e. Penyampaian Hasil
Biaya obat yang dibutuhkan per resep adalah Rp. 5.000 sedang biaya obat yang
dialokasikan per kunjungan resep adalah sebesar Rp 4.500.
f. Catatan
Dengan diketahuinya biaya obat per resep dapat menjadikan patokan dalam
penetapan alokasi dana pengadaan obat di tahun-tahun mendatang.
g. Angka Ideal
Besarnya dana yang disediakan harus memasukkan parameter jumlah resep.
b. Definisi
Perencanaan kebutuhan nyata obat untuk rumah sakit dibagi dengan pemakaian
obat per tahun.
47
c. Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di instalasi farmasi di rumah sakit
berupa: jumlah atau kuantum perencanaan kebutuhan obat dalam satu tahun dan
pemakaian rata-rata obat per bulan di rumah sakit yang didapatkan dari laporan
rekam medik. Tetapkan obat indikator untuk rumah sakit yang dibuat dengan
pertimbangan obat yang digunakan untuk penyakit terbanyak.
Misalnya:
Jumlah obat A yang direncanakan dalam satu tahun
= 450.000
= 500.000
= 90%
= 800.000
= 1.000.000
= 80%
e. Penyampaian Hasil
Demikian seterusnya untuk semua obat indikator Ketepatan perencanaan obat di
rumah sakit adalah sebesar 80% dari total kebutuhan.
f. Catatan
Ketepatan perencanaan kebutuhan obat di rumah sakit merupakan awal dari
fungsi pengelolaan obat yang strategis.
g. Angka Ideal
Perencanaan kebutuhan adalah 100% dari kebutuhan baik dalam jumlah dan jenis
obat.
48
b. Definisi
Jumlah jenis obat yang rusak dibagi dengan total jenis obat.
c. Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di instalasi farmasi rumah sakit
berupa: jumlah jenis obat yang tersedia untuk pelayanan kesehatan selama satu
tahun dan jumlah jenis obat yang rusak dan harga masing-masing obat.
Misalnya:
Total jenis obat yang tersedia
= 100
=2
= 2/100 x 100% = 2%
= 10 kaleng
= Rp. 75.000
= Rp. 750.000
49
e. Penyampaian Hasil
Prosentase obat rusak di rumah sakit adalah sebesar 2% dengan nilai Rp. 750.000.
f. Catatan
Adanya obat rusak di rumah sakit harus dijadikan bahan instropeksi untuk
perbaikan pengelolaan obat.
g. Angka Ideal
Prosentase nilai obat rusak dan kadaluwarsa adalah 0%.
b. Definisi
Jumlah resep dengan antibiotik pada kasus ISPA non pneumonia dibagi dengan
jumlah seluruh kasus (lama dan baru) ISPA non pneumonia.
c. Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dari rumah sakit berupa: kompilasi dari self-monitoring
peresepan.
50
e. Penyampaian Hasil
Jumlah resep ISPA yang menggunakan antibiotik
= 2500
= 10000
f. Angka Ideal
Prosentase penggunaan antibiotik pada ISPA adalah 0%
g. Angka Ideal
Apoteker harus selalu memelihara sistem pencatatan. Berbagai pencatatan harus
disimpan dan bisa ditelurusi (retrievable) oleh IFRS, sesuai dengan peraturan
yang berlaku. Berbagai pencatatan disimpan untuk perlindungan hukum,
akreditasi dan manajemen yang baik, mengevaluasi produktivitas, beban kerja,
pengeluaran biaya, asesment pertumbuhan dan kemajuan IFRS. Pencatatan harus
disimpan paling sedikit selama waktu yang ditetapkan oleh peraturan perundangundangan yang berlaku. Oleh karena itu, penting bagi apoteker rumah sakit agar
mereka mengetahui dan menerapkan peraturan tersebut di rumah sakit. Dengan
pencatatan yang baik, dapat dilakukan evaluasi, apakah pekerjaan perlu
diperbaiki atau dipertahankan.
51
BAB IV
KEGIATAN FARMASI KHUSUS
Bahan sitostatika adalah zat/obat yang merusak dan membunuh sel normal dan sel
kanker,serta digunakan untuk menghambat pertumbuhan tumor malignan. Istilah
sitostatika biasa digunakan untuk setiap zat yang mungkin genotoksik, mutagenik,
onkogenik, teratogenik, dan sifat berbahaya lainnya. Sitostatika tergolong obat
berisiko tinggi karena mempunyai efek toksik yang tinggi terhadap sel, terutama
dalam reproduksi sel sehinnga dapat menyebabkan karsinogenik, mutagenik, dan
teratogenik. Oleh karena itu, penggunaan obat sitostatik membutuhkan penanganan
khusus untuk menjamin keamanan, keselamatan penderita, perawat, profesional
kesehatan, dan orang lain yang tidak menderita sakit. Tujuan penanganan bahan
sitostatik/berbahaya adalah untuk menjamin penanganannya yang tepat dan aman di
rumah sakit.
- Alat
IV. A. 1.
IV. B.
pemesanan dan penerimaan sediaan tersebut. Setelah sediaan tiba di IFRS, maka
sediaan tersebut langsung dikelola oleh bagian radio nuklir di masing-masing rumah
sakit. Hal yang penting untuk diperhatikan IFRS berkaitan dengan sediaan
radiofarmasi adalah mengetahui jumlah seidaan yang dipesan, digunakan dan sisa
stok.
Jika boleh digunakan, dokter harus menulis suatu resep yang sesuai dalam kartu
pengobatan penderita. Obat yang dibawa penderita harus dikirim ke IFRS untuk
diverifikasi identitasnya. Jika identidikasi obat tersebut telah diperoleh, maka harus
disiapkan/diracik sebagai bagian dari sistem dosis unit, tidak terpisah. Jika obat
dimaksud sulit untuk diidentifikasi, maka obat tersebut tidak boleh digunakan.
A. Ruang Anak
No
Tgl
Jam
Nama BHMP
Jumlah
Paraf
Petugas
Injeksi
Aminofilin inj
55
Ampicillin 1 g inj
Chloramfenicol inj
Dexametason inj
Dextrose 40%
Infus
Dekstrose 5% inf
KAEN 3A
KAEN 3B
C
1
Lain-Lain
Ventolin Nebul
Alat Keseatan
3 ways
3 ways berekor
IV Catheter 20
IV Catheter 22
IV Catheter 24
IV Catheter 26
Disp Syr 1 cc
Disp Syr 3 cc
10
Disp Syr 5 cc
11
Disp Syr 10 cc
12
Folcath 6
13
Folcath 8
14
Folcath 10
15
Infusion Buret
16
Infusion Set
17
18
NGT 5
56
19
NGT 6
20
NGT 8
21
NGT 10
22
23
24
Wing Needle 25
25
Wing Needle 27
B. Ruang Bedah
No
Tgl
Jam
Nama BHMP
Jumlah
Paraf
Petugas
Injeksi
Aminofilin inj
Ca gluconas inj
Chlorpromazin inj
Dexametason inj
Furosemida inj
Gentamicin inj
10
Lidocain inj
11
Ranitidin inj
12
Tramadol inj
Infus
Manitol 20%
Alat Keseatan
3 ways
Abbocath 16
Abbocath 18
Abbocath 20
Abbocath 22
57
Abbocath 24
Cath Suction 14
Cath Suction 16
10
Disp Syr 1 cc
11
Disp Syr 3 cc
12
Disp Syr 5 cc
13
Disp Syr 10 cc
14
Disp Syr 20 cc
15
Folcath 16
16
Folcath 18
17
Infusion Set
18
19
Mayo 4
20
Nasal Oksigen
21
Stomach tube 16
22
Stomach tube 18
23
24
Lain-Lain
Aquabidest
KY jelly
USG jelly
C. Ruang Medikal
No
Tgl
Jam
Nama BHMP
Jumlah
Paraf
Petugas
Injeksi
Aminofilin inj
Ca gluconas inj
CaCl2
Dexametason inj
Dextrose 40%
58
Furosemida inj
10
KCl 7.46%
11
Paradryl
12
Paramidon
Infus
Dextrose 5% inf
Alat Keseatan
3 ways
Cath Suction 14
Disp Syr 1 cc
Disp Syr 3 cc
Disp Syr 5 cc
Disp Syr 10 cc
Disp Syr 20 cc
IV Cath 20
10
Folcath 18
11
Infusion Set
12
13
Nasal Oksigen
IV. E.
IV. F.
Sumber pembiayaan Obat Program kesehatan dapat berasa; dari: APBN, APBD
maupun bantuan luar negeri. Pada umumnya rumah sakit tidak perlu mengadakan
obat program kesehatan, akan tetapi rumah sakit dapat berkonstribusi dalam
perencanaan kebutuhan obat tersebut dengan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan
60
setempat (Dinas kesehatan kabupaten/kota dan propinsi). Dalam hal ini rumah sakit
perlu mengingatkan Dinas Kesehatan menjadi leading sector dalam pengelolaan
obat program kesehatan secara keseluruhan. Ruang lingkup tanggung jawab Dinas
Kesehatan mengenai obat program kesehatan meliputi: perhitungan rencana
kebutuhan, penyimpanan dan distribusi obat serta relokasi obat dari satu unit
pelayanan kesehatan kepada unit pelayanan kesehatan yang lain.
Rumah sakit pada dasarnya dapat mengakses obat program kesehatan yang ada di
Dinas kesehatan dengan cara mengajukan permohonan kepada Dinas Kesehatan dan
selanjutnya membuat laporan penggunaan obat tersebut seara periodik kepada Dinas
Kesehatan dimana obat tersebut diperoleh.
Syarat lain yang harus dipenuhi adalah obat program kesehatan hanya boleh
dipergunakanbagi pasien tertentu sesuai dengan kriteria, target dan sasaran program
tersebut. Selain itu obat tersebut tidak boleh diperjualbelikan kepada penderita.
61
BAB V
PENGENDALIAN MUTU
Mutu obat yang rendah dapat memengaruhi mutu pelayanan kesehatan diantaranya
menyebabkan rendahnya efek terapi dan efek samping.
Kriteria mutu meliputi: kemurnian, potensi, keseragaman bentuk sediaan, bioavailabilitas,
dan stabilitas. Semua aspek mutu diatas dapat dipengaruhi oleh proses pembuatan,
pengemasan, penyimpanan, dan faktor lainnya. Mutu obat yang rendah akan menghasilkan
efek terapi substandar serta dapat menimbulkan reaksi efek samping maupun efek toksis pada
penderita. Kedua hal tersebut tentunya akan berpengaruh terhadap keselamatan penderita
serta pemborosan sumber daya yang sudah sangat terbatas. Pengelolaan perbekalan farmasi
yang efisien di rumah sakit akan meningkatkan ketersediaan obat dengan mutu yang
memadai sebagai bentuk penghematan. Apotekerdi IFRS mempunyai peran vital untuk
menjamin mutu obat yang baik serta pengelolaan perbekalan farmasi yang efektif
Ada beberapa kegiatan pengendalian mutu yang dapat dilakukan oleh IFRS antara lain:
V. A.
3. Tablet salut
Pecah-pecah, terjadi perubahan warna
Basah dan lengket satu dengan yang lainnya
Kaleng atau botol rusak sehingga menimbulkan kelainan fisik
4. Cairan
Menjadi keruh atau timbul endapan
Konsistensi berubah
Warna atau rasa berubah
Botol-botol plastik rusak atau bocor
5. Salep
Warna berubah
Konsistensi berubah
Pot atau tube rusak atau bocor
Bau berubah
6. Injeksi
Kebocoran wadah (vial, ampul)
Terdapat partikel asing pada serbuk injeksi
Larutan yang seharusnya jernih tampak keruh atau ada endapan
Warna larutan berubah
63
Waktu produksi, cermati kapan produksi alkes tersebut. Bila lebih dari masa
kadaluwarsa yang umum berlaku sebaiknya berkonsultasi dengan user.
Kemasan, jika kemasan sudah rusak sekalipun masa kadaluwarsanya belum
terlampaui sebaiknya jangan digunakan.
Penampikan fisik, kondisi penampilan fisik yang nampak masih sama dengan
produk alkes yang baru ini dapat dijadikan pertimbangan apakah produk alkes
tersebut masih dapat digunakan atau tidak.
Selain tiu dapat juga melakukan konsultasi dengan user.
V. B.
64
65
BAB VI
ANGGARA DALAM PENGELOLAAN PERBEKALAN FARMASI
Penganggara merupakan suatu mekanisme penting pengelolaan obat. Untuk dapat melakukan
penganggaran yang sesuai dengan kebutuhan, maka diperlukan adanya suatu data pendukung
yang memadai. Data yang diperlukan untuk mendukung penyusunan anggaran antara lain:
Data kompilasi penggunaan obat per tahun
Data kompilasi biaya perbekalan farmasi per tahun
Data biaya obat per kasus per tahun
Data sia stok
Tujuam Penganggaran: Agar dapat memenuhi kebutuhan obat di rumah
sakit
Pad bab ini hanya akan dibahas mengenai keterbatasan anggaran di rumah sakit. Pada banyak
rumah sakit di daerah terpencil ini sangat mencolok. Sebagai contoh di rumah sakit kelas C di
Indonesia Timur. Anggaran yang disediakan oleh pemerintah daerah per tahun adalah sekitar
30 juta rupiah. Jumlah tempat tidur sekitar 177. Rumah sakit ini merupakan rujukan untuk
Kabupaten sekitarnya. Untuk mengatasi situasi ini rumah sakit bekerjasama dengan BUMN
di bidang farmasi membuka apotek. Akibat dari pembukaan apotek swasta menyebabkan
rumah sakit tidak mempunyai akses untuk mengontrol penggunaan obat di rumah sakit.
66
Padahal pendekatan pemecahan masalah seperti itu bukan satu-satunya cara. Mengingat
kondisi diatas tentunya diperlukan informasi untuk menentukan sumber anggaran atau
sumber obat yang dapat diakses oleh rumah sakit.
VI. A. 1.
SUMBER ANGGARAN
Untuk menunjang pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit, ada beberapa
sumber anggaran yang dapat diakses. Sumber anggaran ini dapat bersumber dari
pemerintah maupun pihak swasta.
Walikota/Gubernur
untuk
dikelola
khusus
untuk
2. Donasi
Obat dan perlengkapan donasi dapat diperoleh di beberapa
perusahaan, Lembaga Swadaya Masyarakat nasional maupun
internasional. Obat donasi ini umumnya akan berdatangan bila
terjadi suatu bencana atau kejadian luar biasa di suatu daerah. Diluar
situasi tersebut obat donasi masih dapat diakses oleh rumah sakit
dengan cara mengajukan proposal kepada lembaga tersebut diatas.
Hal yang perlu diperhatikan pada saat mengajukan atau menerima
obat donasi adalah:
Masa kadaluwarsa obat tersebut.
Potensi sediaan harus sesuai dengan potensi yang lazim
digunakan di Indonesia.
Bahasa dalam label di upayakan Bahasa Indonesia atau Bahasa
Inggris. Jangan sampai terjadi karena obat donasinya dari Rusia
semua tulisan dalam label obat berbahasa Rusia.
3. Asuransi
Anggaran yang berasal dari asuransi yang saat ini ada dan dapat
diakses oleh rumah sakit antara lain: Askes, Jamsostek maupun
program Jaminan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin yang saat ini
berubah nama menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat.
BAB VII
PENUTUP
Buku pedoman ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi apoteker yang
bekerja di rumah sakit dalam pengelolaan perbekalan farmasi yang baik. Pengelolaan
perbekalan farmasi yang baik, efektif, dan efisien akan mendorong penggunaan obat yang
rasional di rumah sakit. Pengelolaan perbekalan farmasi yang baik diharapkan dapat
meningkatkan efisiensi biaya pengobatan.
69
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
Aslam M, Tan CK, Prayitno A., Farmasi Klinis, Menuju Pengobatan Rasional dan
Penghargaan Pilihan Pasien, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2003
3.
Brown TR., Handbook of Institutional Pharmacy Practice, 4nd ed, ASHP, 2005
4.
Charles, JP Siregar, Prof, Dr, MSc., Farmasi Klinik, Teori dan Penerapan, Cetakan I,
EGC, 2004
5.
Cipolle RJ, Strand LM, Morley PC, Pharmaceutical Care Practice, Mc Graw Hill, 1998
6.
Quick, J.D., Managing Drug Supply,2nd ed., Revised and Expanded, WHO, Kumarian
Press, 1997
7.
Depkes RI, Direktorat Bina Obat Publik, Buku Pedoman Pengelolaan Obat, Jakarta,
2002
8.
Depkes RI, Direktorat Bina Farmasi dan Alat Kesehatan, Standar Pelayanan Farmasi di
Rumah Sakit, Jakarta, 2004
9.
10. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
70
LAMPIRAN-LAMPIRAN
71
Lampiran 1
Formulir I
NO
KEGIATAN
URAIAN
KEGIATAN
WAKTU
PELAKSANA/
PEN.JAWAB
INSTALASI/
PELAKSANA YANG
TERKAIT
72
TOTAL
LAIN-LAIN
No
Unit
Pelayanan
Kesehatan
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agst
Sep
Okt
Nop
Des
Total
/Bln
Rata2
Lampiran 2
Formulir II
73
Lampiran 3
Formulir III
NO
NOMOR
NAMA
JUMLAH PENDERITA
URUT
KODE
PENYAKIT
ANAK
DEWASA
TOTAL
74
NAMA
OBAT
NO
KEBUT
UHAN
/TAHU
N
FREK.D
ISTRIB
USI
AKTIF
PASIF
CARA DISTRIBUSI
TGL
PENERI
MAAN
REALISASI I
NO
SURAT
PENGA
NTAR
NO
DOKU
MEN
DBMO
10
AKTIF
11
PASIF
CARA DISTRIBUSI
12
TGL
PENERI
MAAN
REALISASI II
13
NO
SURAT
PENGA
NTAR
14
NO
DOKU
MEN
DBMO
15
AKTIF
16
PASIF
CARA DISTRIBUSI
17
TGL
PENERI
MAAN
REALISASI III
18
NO
SURAT
PENGA
NTAR
19
NO
DOKU
MEN
DBMO
Lampiran 4
Formulir IV
75
TANGGAL
NO
URUT
NOMOR
4
TANGGAL
LPLPO
: ..............................................
: ..............................................
: ..............................................
NAMA
OBAT
NO
KODE
BANYAKNYA
HARGA
SATUAN
JUMLAH
HARGA
10
UNIT
PENERIMAAN
11
TANGGAL
PENYERAHAN
12
KETERA
NGAN
Lampiran 5
Formulir V
76
NO. CODE
NO
URUT
: ..............................................
: ..............................................
: .............................................. (b)
NAMA OBAT
SATUAN
SISA PADA
................
PENGELUARAN
SELAMA 3 BLN
.........
S/D...........
................................................(d)
KETERANGAN
200 .......
SISA PADA
................
.................., ..........................(c)
KEPALA IFRS/UPOPPK
PENERIMAAN
SELAMA 3
BLN .........
S/D...........
Lampiran 6
Formulir VI
77
JENIS
OBAT
NO
SATUAN
STOK
AWAL
PENERIMAAN
PERSEDIAAN
PEMAKAIAN
STOK
OPTIMUM
TINGKAT
KECUKUPAN
10
UMUM
11
ASKES
12
TIDAK
BAYAR
Lampiran 7
Formulir VII
78
Mengetahui:
Jabatan :
Nama
Disaksikan:
BANYAKNYA
(DENGAN HURUF)
BANYAKNYA
(DENGAN ANGKA)
SATUAN
KEMASAN
OBAT
4
NAMA /
JENIS OBAT
HARGA/
SATUAN
KEMASAN
7
KEADAAN
OBAT-OBATAN
Panitia Pemeriksaan/Peneliti:
1. Nama :
Jabatan :
2. Nama :
Jabatan :
3. Nama :
Jabatan :
JUMLAH
HARGA OBAT
PENDAPAT
PANITIA
Lampiran 8
Formulir VIII
79
No
Tgl
Nama
Unit Pelayanan
Kabupaten
Propinsi
Umur
:
:
:
Diagnosis
Jumlah R/
Antibiotik 1/0
Injeksi 1/0
Bulan :
Tahun :
Jumlah
Generik
b.
a.
b.
a.
a.
c.
b.
a.
10
Nama Obat
11
Dosis
12
Jumlah
13
Sesuai
Pedoman
Y/Tidak
Lampiran 9
Formulir IX
80
81
Nama
Diagnosis
TOTAL
RATA-RATA
PRESENTASI
Umur
E = A/n
F = B/n x 100%
G = C/n x 100%
H = D/A x 100%
Keterangan:
A = Jumlah R/ untuk semua pasien
B = Jumlah pasien yang mendapat entibiotika
C = jumlah pasien yang mendapat injeksi
N = jumlah pasien (sampel)
1 = Jika diberikan antibiotika atau injeksi
0 = Jika tidak diberikan antibiotika dan injeksi
No
Tgl
Jumlah R/
F%
Antibiotik 1/0
G%
Injeksi 1/0
H%
Jumlah
Generik
a.
a.
c.
b.
a.
10
Nama Obat
11
Dosis
12
Jumlah
13
Sesuai
Pedoman
Y/Tidak
82