Anda di halaman 1dari 157

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANTAN BURUH

MIGRAN KORBAN TRAFFICKING DI KAMPUNG BURUH MIGRAN


DESA TRACAP KECAMATAN KALIWIRO WONOSOBO

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial


Universitas Negeri Yogyakarta
untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
guna Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Oleh
Tissa Silvia
NIM. 13417144004

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2016

MOTTO

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya


setelah kesulitan ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari
sesuatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain
(Q. S Al-Insyirah 5-7)

Bekerjalah untuk kepentingan duniamu seolah-olah engkau hidup untuk


selama-lamanya dan bekerjalah untuk kepentingan akhiratmu seolah-olah
engkau akan mati esok hari
(H. R Ibnu Asakir)

Kerjakanlah maka kita akan tahu seberapa jauh kemampuan kita


(Penulis)

ii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa


memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas
akhir ini. Sholawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.

Karya ini saya persembahkan untuk :


Ayahanda Hasta Lukito S. Pd dan ibunda Umi Faizatun S.Pd,i terimakasih atas
segala doa, motivasi, kasing sayang, nasihat dan kepercayaan yang telah
diberikan selama ini.
Almamaterku : Universitas Negeri Yogyakarta

iii

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANTAN BURUH


MIGRAN KORBAN TRAFFICKING DI KAMPUNG BURUH MIGRAN
DESA TRACAP KECAMATAN KALIWIRO WONOSOBO

Oleh:
Tissa Silvia
NIM 13417144004

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pemberdayaan
masyarakat mantan buruh migran di Kampung Buruh Migran Desa Tracap
Kecamatan Kaliwiro Wonosobo.
Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Informan
penelitian adalah Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) cabang
Wonosobo, Kepala Desa Tracap, Kepala Sub Bidang Pemberdayaan Perempuan di
Badan Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,
Staf Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Wonosobo, Kasi
Pengelolaan Pemasaran Hasil Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten
Wonosobo dan Mantan Buruh Migran. Intrumen penelitian adalah peneliti dibantu
dengan pedoman wawancara, pedoman observasi dan dokumentasi. Teknik
pemeriksaan keabsahan data menggunakan triangulasi sumber. Teknik analisis data
menggunakan model dari Miles dan Huberman yaitu pengumpulan data, reduksi
data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan Pemberdayaan masyarakat mantan buruh migran
korban trafficking di Kampung Buruh Migran Desa Tracap Kecamatan Kaliwiro
Wonosobo, merupakan keberlanjutan dari didirikannya Kampung Buruh Migran
Indonesia oleh BNP2TKI. Kampung Buruh Migran Indonesia berada
dibawah naungan SBMI DPC Kab. Wonosobo. Pemberdayaan dilaksanakan
dengan tujuh tahapan pemberdayaan yaitu: persiapan, assessment, perencanaan,
perumusan rencana aksi, implementasi, evaluasi dan terminasi, melalui kegiatan
peternakan, pertanian, koperasi, dan simpan pinjam. Faktor penghambat yang
muncul adalah kualitas SDM yang masih rendah, kurangnya koordinasi dengan
pemerintah, harapan masyarakat sasaran mendapatkan bantuan dalam bentuk
barang atau uang dan minimnya campur tangan pemerintah dalam keberlanjutan
program.
Kata kunci : pemberdayaan, mantan buruh migran, kampung buruh migran

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pemberdayaan
Masyarakat Mantan Buruh Migran Korban Trafficking Di Kampung

Buruh

Migran Desa Tracap Kecamatan Kaliwiro Wonosobo dengan baik dan sebagai
wujud persyaratan memperoleh gelar sarjana.
Peneliti tertarik dan menganggap penting untuk melakukan penelitian terkait
pemberdayaan masyarakat mantan buruh migran korban trafficking di Kampung
Buruh Migran Desa Tracap Kecamatan Kaliwiro Wonosobo tidak terlepas dari
pentingnya peran masyarakat dalam kemajuan suatau negara. Selain itu
dibentuknya Kampung Buruh Migran Indonesia merupakan pilot project
pemerintah untuk membentuk desa buruh migran percontohan Nasional.
Pemberdayaan masyarakat mantan buruh migran merupakan upaya untuk
membangun masyarakat yang diarahkan guna mencapai kondisi dan kualitas
kehidupan yang lebih baik sehingga dapat mengurangi jumlah tenaga kerja
Indonesia di Desa Tracap yang kebanyakan merupakan korban tindak pidana
perdagangan orang.
Penulisan skripsi ini terwujud berkat pengarahan, bimbingan dorongan dan
bantuan baik moril maupun materiil dari berbagai pihak . Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1.

Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd.,M.A., Rektor Universitas Negeri Yogyakarta


atas izin dan kesempatan yang diberikan untuk menyelesaikan studi di
Universitas Negeri Yogyakarta.

2.

Prof. Dr. Ajat Sudrajat, M. Ag., Dekan Fakultas Ilmu Sosial yang telah
memberi kemudahan izin dalam melakukan penelitian.

3.

Bapak Argo Pambudi, M.Si., Ketua Jurusan Ilmu Admnistrasi Negara FIS
UNY.

4.

Ibu Sugi Rahayu, M.Pd., M.Si., Pembimbing skripsi yang telah memberikan
bimbingan, motivasi dan pengarahan pada penulisan tugas akhir.

5.

Ibu Utami Dewi, M.PP., Penguji Utama yang terus memberikan bimbingan,
arahan-arahan, dan pengujian dalam skripsi.

6.

Francisca Winarni, M.Si., Ketua Penguji yang terus memberikan bimbingan,


arahan-arahan, dan pengujian dalam skripsi.

7.

Segenap pengajar dan karyawan Jurusan Ilmu Adiminstrasi Negara Fakultas


Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta yang senantiasa memberikan ilmu,
pengajaran dan pengalaman kepada penulis.

8.

Ibu Maizidah, Ibu Hartati, Ibu Miskiah, Bapak Bejo, Ibu Ranti, Ibu Nita dan
Bapak Heri yang telah membantu dan memberikan informasi sebagai data
penelitian ini.

9.

Keluargaku tersayang Ayah Hasta Lukito, Ibu Umi Faizatun dan kedua adikadik ku atas kasih saying dan motivasi yang diberikan.

10. Orang-orang terdekatku Eliv, Liya, Asri, Imas, Yosefin, Dita, Lusi, Indah,
Atika kalian yang telah memberikan semangat dorongan terimakasih untuk
banyak hal yang telah kalian ajarkan.
11. Teman seperjuangan masa kuliah Elli, Puput, Rizah, Nurul, Wanda, Nurwi
terimakasih untuk pengalaman masa kuliah yang tak terlupakan.
12. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, atas kontribusinya
dalam penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih sangat jauh
dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan karya-karya berikutnya.

Yogyakarta 6 Desember 2016


Penulis

Tissa Silvia

vi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .....................................................................................

HALAMAN MOTTO ...................................................................................

ii

HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................

iii

ABSTRAK .....................................................................................................

iv

KATA PENGANTAR ...................................................................................

DAFTAR ISI ..................................................................................................

vii

DAFTAR TABEL .........................................................................................


DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................

A. Latar Belakang .........................................................................................

B. Identifikasi Masalah .................................................................................

C. Pembatasan Masalah ................................................................................

D. Rumusan Masalah ....................................................................................

10

E. Tujuan Penelitian .....................................................................................

10

F. Manfaat Penelitian ...................................................................................

10

BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................

13

A. Kajian Tentang Pemberdayaan Masyarakat .............................................

13

1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat ..............................................

13

2. Tujuan Pemberdayaan ........................................................................

15

3. Tahapan Pemberdayaan .....................................................................

15

4. Aktor dalam Pemberdayaan Masyarakat ...........................................

18

B. Kajian Tentang Migrasi ...........................................................................

20

1. Teori Migrasi .....................................................................................

20

2. Migrasi Internasional Tenaga Kerja ...................................................

23

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mobilitas Penduduk ...................

26

vii

C. Kajian Tentang Trafficking ......................................................................

27

D. Penelitian yang Relevan ...........................................................................

30

E. Kerangka Berfikir ....................................................................................

31

F. Pertanyaan Penelitian ...............................................................................

35

BAB III METODE PENELITIAN ..............................................................

36

A. Desain Penelitian .....................................................................................

36

B. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................

37

C. Informan Penelitian ..................................................................................

37

D. Intrumen Penelitian ..................................................................................

38

E. Sumber dan Jenis Data .............................................................................

39

F. Teknik Pengumpulan Data .......................................................................

40

G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ......................................................

42

H. Teknik Analisis Data ................................................................................

43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................

46

A. Hasil Penelitian ........................................................................................

46

1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian ...................................................

46

2. Deskripsi Umum Serikat Buruh Migran Indonesia ............................

49

3. Deskripsi Umum Masyarakat Kampung Buruh Migran ....................

53

4. Deskripsi Data Penelitian ...................................................................

56

a. Pemberdayaan Masyarakat mantan Buruh Migran ......................

56

b. Tahapan Pemberdayaan Masyarakat ............................................

60

c. Stakeholder yang terlibat dalam Pemberdayaan Masyarakat ......

97

d. Hambatan-hambatan dalam Pemberdayaan Masyarakat .............

101

B. Pembahasan ..............................................................................................

103

1. Pemberdayaan Masyarakat Mantan Buruh Migran ...........................

103

2. Tahapan dalam Pemberdayaan Masyarakat .......................................

105

3. Stakeholder yang terlibat dalam Pemberdayaan Masyarakat ............

129

4. Hambatan-hambatan dalam Pemberdayaan Masyarakat ...................

135

viii

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................

138

A. Kesimpulan ..............................................................................................

138

B. Implikasi ..................................................................................................

140

C. Saran ........................................................................................................

140

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

142

LAMPIRAN ...................................................................................................
DOKUMENTASI ..........................................................................................

ix

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1.

Peran Tiga Aktor dalam Pemberdayaan Masyarakat ...............................

19

2.

Jumlah Penduduk Desa Tracap Tahun 2016 ............................................

47

3.

Jumlah Kelahiran, Kematian, Mutasi Th 2016 ........................................

48

4.

Rekap Data Penduduk Berdasarkan Jenjang Pendidikan .........................

48

5.

Jumlah Tenaga Kerja Wanita Kabupaten Wonosobo ..............................

54

6.

Anggota Kelompok Simpan Pinjam ........................................................

86

7.

Keterlibatan Stakeholder dalam Penyelenggaraan Pemberdayaan


Mantan Buruh Migran Korban Trafficking melalui Usaha
Peternakan dan Pertanian ..........................................................................

8.

98

Keterlibatan Stakeholder dalam Penyelenggaraan Pemberdayaan


Mantan Buruh Migran Korban Trafficking melalui Koperasi
dan Simpan Pinjam ..................................................................................

100

DAFTAR GAMBAR

Tabel
1.

Halaman

Kerangka Berfikir ....................................................................................

xi

34

DAFTAR LAMPIRAN

xii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pembangunan merupakan salah satu program penting yang selalu
diagendakan oleh setiap negara. Tidak semua negara memiliki dampak
kemajuan dan perkembangan yang sama terkait pembangunan yang telah
dilakukan. Negara maju, negara berkembang maupun negara dunia ketiga
memiliki karakteristik tersendiri dalam pembangunan, Indonesia yang
merupakan negara berkembang memiliki permasalahan dalam pembangunan
terutama dalam pembangunan ekonomi seperti tingginya angka kemiskinan di
pedesaan, kesenjangan ekonomi pada daerah perkotaan dan pedesaan dan
masalah pengangguran (Mudrajad, 2004: 62-63).
Permasalahan ekonomi merupakan masalah utama yang dihadapi suatu
negara dan dampaknya dirasakan oleh masyarakat. Salah satu penyebab
gagalnya

pembangunan

di

Indonesia

adalah

adanya

permasalahan

pengangguran dimana hal ini terjadi dikarenakan pembangunan ekonomi tidak


dapat memberikan kesempatan kerja yang lebih cepat dibandingkan
pertambahan jumlah angkatan kerja. Ketidakmampuan pemerintah dalam
memberikan peluang kerja kepada masyarakat, mendorong masyarakat
Indonesia untuk melakukan migrasi untuk mendapatkan pekerjaan, baik
bekerja pada sektor rumah tangga, pabrik, supir maupun sektor lainnya.

Migrasi merupakan kegiatan pindahnya seseorang atau sekelompok orang


menuju tempat lain di luar wilayahnya, sedangkan orang tersebut adalah
migran. Definisi dari migran menurut Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) A
migrant is a person who change his place of residence from one political or
administrative area to another. Dalam konteks tenaga kerja migrasi
dilakukan oleh para tenaga kerja untuk mencari dan melakukan pekerjaan di
wilayah lain karena menyempitnya peluang mendapat pekerjaan di daerah asal.
Salah satu jenis migrasi yang cukup banyak terjadi di Indonesia dalam konteks
tenaga kerja adalah migrasi internasional. Migrasi internasional merupakan
proses perpindahan tenaga kerja melewati wilayah negara yang disebabkan
adanya tujuan tertentu (Mantra 2003:31).
Fenomena migrasi internasional di Indonesia terbilang cukup tinggi hal ini
dilihat dari pencatatan yang dilakukan oleh BNP2TKI selama 11bulan pada
tahun 2014 dimana tercatat adanya penempatan TKI ke berbagai negara di
dunia sebanyak 390.473 orang. Keseluruhan jumlah TKI yang ditempatkan
didominasi oleh TKI berjenis kelamin perempuan dimana jumlahnya mencapai
220.944 orang sedangkan TKI berjenis kelamin laki-laki sebanyak 169.529
orang. Berbagai negara menjadi tujuan para TKI dalam mendapatkan
pekerjaan. Berikut lima negara yang menjadi tujuan terbesar TKI yaitu
Malaysia 116.210 orang, Taiwan 75.087 orang, Arab Saudi 41.311 orang,
Hong

Kong

32.144

orang

dan

Singapura

(http://www.bnp2tki.go.id/read/9704/11-Bulan-BNP2TKI-MencatatPenempatan-TKI-390.473-Orang)

27.870

Tingginya jumlah TKI juga diiringi oleh beberapa permasalahan yang ada,
salah satu permasalahan yang cukup banyak terjadi di Indonesia adalah
banyaknya TKI illegal. Salah satu negara tujuan utama TKI yaitu Malaysia.
Data terakhir yang tercatat pada bulan April 2016 terdapat sejumlah 250 ribu
pekerja yang merupakan TKI illegal. Adanya TKI illegal tersebut justru
ditakutkan nantinya mereka tidak akan mendapat perlakuan yang sama dengan
TKI legal dan juga dapat terjadi tindak kecurangan oleh majikan.
(https://bisnis.tempo.co/read/news/2016/04/05/092760077/ini-saran-oesmansapta-terkait-dengan-banyaknya-tki-ilegal)
Kabupaten Wonosobo adalah salah satu Kabupaten yang menyumbang
angka tinggi dalam penempatan TKI hal ini dinyatakan oleh BNP2TKI
Wonosobo merupakan Kabupaten pengirim TKI kedua terbesar di Jawa
Tengah. Tidak ada data konkrit terkait jumlah pasti TKI yang berasal dari
Kabupaten Wonosobo hal ini dikarenakan banyaknya TKI yang berangkat
melalui jalur illegal dan tidak melalui jalur resmi pemerintah sehingga dinas
tenaga kerja dan transmigrasi belum dapat memiliki jumlah pasti TKI dari
Kabupaten Wonosobo. (http://kotakita.weebly.com/tki.html) Terdapat banyak
resiko yang didapat oleh para TKI illegal seperti majikan yang membayar upah
lebih rendah atau bahkan tidak membayar sama sekali, majikan terkadang
dapat memperlakukan TKI secara tidak manusiawi dan melewati batas hak-hak
kemanusiaan sampai dengan resiko TKI yang tertangkap oleh aparat
berwenang akan dipenjarakan sesuai dengan hukuman negara yangditempati.

(http://disnakertransKabwonosobo.blogspot.co.id/p/sistem-mekanismepenempatan-tki-yang.html)
Penempatan TKI keluar negeri mengundang banyak persoalan seperti resiko
yang telah dipaparkan. Banyak TKI yang mengalami tindak kekerasan,
pembayaran gaji tidak sesuai kontrak, kriminalitas sampai dengan praktek
trafficking atau tindak pidana perdagangan orang. Dalam melindungi para
tenaga kerja dari praktik trafficking pemerintah telah memiliki peraturan
perundangan yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Didalamnya
terdapat tiga unsur dimana seorang TKI dianggap telah mengalami tindakan
trafficking yaitu dari segi proses, cara dan tujuan. Kabupaten Wonosobo
termasuk daerah yang memiliki banyak TKI dengan tindakan trafficking, salah
satunya ada di Desa Tracap Kecamatan

Kaliwiro mayoritas penduduk

perempuan di desa tersebut bekerja sebagai TKI dan hampir 90 persen dari TKI
atau buruh migran yang ada merupakan korban tindakan trafficking. (Serikat
Buruh Migran Indonesia Kab Wonosobo 2016)
Permasalahan trafficking tersebut merupakan salah satu contoh dampak dari
pemerintah yang belum dapat memberikan lapangan pekerjaan bagi
masyarakat untuk mencapai taraf kehidupan yang layak. Dalam hal ini tugas
pemerintah tidak hanya melakukan penempatan dan perlindungan terhadap
para TKI namun juga melakukan pemberdayaan kepada para mantan buruh
migran. Pemerintah Kabupaten Wonosobo sendiri dibantu oleh lembaga
swadaya masyarakat yaitu serikat buruh migran Indonesia (SBMI) Kabupaten

Wonosobo membentuk kampung buruh migran di Desa Tracap Kecamatan


Kaliwiro Kabupaten Wonosobo sebagai upaya dalam pemberdayaan
masyarakat mantan buruh migran agar dapat mencapai kesejahteraan.
Pembuatan kampung buruh migran yang ditujukan kepada semua mantan
buruh migran yang ada di Desa Tracap ini diharapkan dapat memberdayakan
para mantan buruh migran dalam mencapai kesejahteraan sehingga dapat
memperbaiki ekonomi keluarga tanpa kembali bekerja diluar negeri. Hampir
keseluruhan mantan buruh migran di Desa Tracap merupakan korban
trafficking. Trafficking sendiri merupakan tindak perdagangan orang dimana
menurut Undang-undang No 21 Tahun 2007 tindakan trafficking harus
memenuhi tiga unsur utama. Pertama adalah unsur cara, cara yang digunakan
dalam tindakan ini yaitu memberikan informasi palsu yang dapat membuat
korban untuk ikut dan tertarik bekerja menjadi migran selain itu cara
perekrutannya juga menggunakan dokumen palsu. Kedua adalah unsur proses
dimana dalam proses sebelum para calon tenaga kerja ditempatkan terdapat
proses yang cukup rumit dari calon para tenga kerja yang dipindah-pindahkan,
diasramakan ditempat yang tertutup dan diharuskan melakukan pekerjaan yang
tidak sesuai dengan pekerjaan nantinya ditempat negara penerima. Ketiga
adalah unsur tujuan dimana tindakan trafficking

memiliki tujuan untuk

mengeksploitasi para tenaga kerja, bentuk eksploitasinya juga beragam dari


upah yang tidak diberikan sampai dengan pekerjaan yang tidak sesuai dengan
kontrak sebelumnya. baik korban dari skala rendah sampai korban trafficking
berat.

Keseluruhan terdapat 297 mantan buruh migran di Desa Tracap yang


merupakan korban trafficking dan sudah mulai diorganisir namun belum semua
dapat ikut diberdayakan dengan adanya kampung buruh migran ini, baru
sejumlah 29 anggota yang aktif dalam berbagai program pemberdayaan yang
dilaksanakan baik secara internal kelompok yaitu dari pengurus kampung
buruh migran maupun eksternal dari pemerintah.
Upaya pemberdayaan masyarakat mantan buruh migran di Desa Tracap
Kecamatan Kaliwiro Kabupaten Wonosobo dilakukan melalui berbagai
kegiatan yaitu koperasi buruh migran. Koperasi yang dibuat oleh pengurus
kampung buruh migran bertujuan untuk dapat membantu perekonomian para
mantan buruh migran. Bidang usaha dari koperasi ini menjual kebutuhan pokok
rumah tangga dengan sistem keuntungan yang digunakan untuk penghasilan
anggotanya dan juga terdapat kelompok simpan pinjam Anugerah dimana
para anggota koperasi dapat meminjam sejumlah uang untuk memenuhi
kebutuhanya, dengan bunga yang sangat ringan dan tanpa agunan.
Selain pembentukan pemberdayaan tersebut terdapat beberapa pelatihan
yang diberikan kepada mantan buruh migran agar dapat mandiri dan
meningkatkan perekonomian salah satu jenis pelatihan yang terdapat di
kampung buruh migran adalah pelatihan usaha jamur tiram, pelatihan ternak
kambing, pelatihan membuta kue kering. Setiap pelatihan yang diadakan di
kampung buruh migran diprakarsai oleh para pengurus kampung buruh migran
yaitu Serikat Buruh Migran Indonesia dan mendapat bantuan dari pemerintah
daerah meski cakupan keikutsertaan pemerintah daerah masih cukup minim.

Pengadaan forum diskusi terkait isu buruh migran setiap bulan juga
dilakukan dalam upaya pemberdayaan para mantan buruh migran agar lebih
aktif. Semua kegiatan pemberdayaan yang dilakukan di Desa Tracap
diharapkan tidak hanya memberikan dampak kepada para mantan buruh
migran namun juga berdampak pada lingkungan dan masyarakat desa sekitar.
Dulunya mantan buruh migran hanya dipandang sebelah mata oleh
masyarakat luas, mereka dianggap sudah tidak dapat bekerja produktif lagi
ketika selesai masa kerjanya di luar negeri. Adanya pemberdayaan di kampung
buruh migran di Desa Tracap ini menunjukan eksistensi para mantan buruh
migran. Mereka yang aktif mengikuti program pemberdayaan pada kampung
buruh migran mendapat tambahan ketrampilan, penghasilan dan juga dapat
aktif berpartisipasi dalam organisasi.
Dilain pihak adanya pemberdayaan yang diprakarsai oleh pengurus
kampung buruh migran yaitu serikat buruh migran Wonosobo belum dapat
mengurangi jumlah mantan buruh migran yang kembali bekerja keluar negeri.
Pasalnya diadakan kampung buruh migran tersebut adalah untuk mengurangi
jumlah warga Desa Tracap yang bekerja keluar negeri namun senyatanya
masih terdapat mantan buruh migran yang kembali bekerja diluar negeri.
Pemikiran terkait mendapat penghasilan yang lebih banyak jika bekerja di luar
negeri membuat mantan buruh migran bekerja kembali keluar negeri.
Kondisi ekonomi dan kesejahteraan para mantan buruh migran di Desa
Tracap tergolong masih rendah meskipun sudah diadakan beberapa kegiatan
berupaya untuk memberdayakan mantan buruh migran agar lebih mandiri

namun pada hasilnya hal tersebut belum dapat meningkatkan perekonomian


para mantan buruh migran. Beberapa pelatihan yang bertujuan memberikan
simultan kepada mantan buruh migran untuk melakukan usaha justru
mengalami kendala, seperti usaha ternak kambing yang justru mengalami
kegagalan hal ini memberikan kerugian dan terpaksa usaha ternak kambing
harus diberhentikan terlebih dahulu. Minimnya campur tangan pemerintah juga
menjadi kendala dalam pelaksanaan program pemberdayaan yang ada, hampir
keseluruhan program pemberdayaan didanai oleh iuran anggota mantan buruh
migran dan juga sumbangan dari pihak luar, kontribusi yang diberikan oleh
pemerintah lebih bersifat reaktif.
Dengan demikian Pemerintah Kabupaten Wonosobo dirasa perlu untuk
memberikan dukungan dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat mantan
buruh migran di Desa Tracap Kecamatan Kaliwiro Kabupaten Wonosobo
sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan para mantan buruh migran.
Berdasarkan paparan tersebut, maka peneliti ingin mengkaji lebih dalam terkait
dengan Pemberdayaan Masyarakat Mantan Buruh Migran Korban Trafficking
di Kampung Buruh Migran Desa Tracap Kecamatan Kaliwiro Kabupaten
Wonosobo.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan paparan latar belakang masalah tersebut, dapat diidentifikasi
permasalahan yang ada sebagai berikut:
1.

Tingginya jumlah tenaga kerja Indonesia di luar negeri yang melalui jalur
illegal.

2.

Masih tingginya jumlah tenaga kerja Indonesia di luar negeri dari


Kabupaten Wonosobo yang merupakan korban perdagangan orang
(trafficking).

3.

Masih minimnya partisipasi mantan buruh migran di Desa Tracap untuk


mengikuti program pemberdayaan yang ada di kampung buruh migran.

4.

Hampir keseluruhan mantan buruh migran di Desa Tracap merupakan


korban trafficking.

5.

Kondisi ekonomi dan kesejahteraan mantan buruh migran di Desa Tracap


tergolong rendah meskipun telah diadakan pelatihan-pelatihan sebagai
bentuk usaha pemberdayaan.

6.

Terdapat pemberdayaan masyarakat mantan buruh migran korban


trafficking namun belum dapat menurunkan minat mantan buruh migran
untuk kembali bekerja diluar negeri.

C. Pembatasan Masalah
Melihat begitu banyaknya permasalahan yang telah dipaparkan maka
peneliti melakukan pembatasan masalah agar penelitian lebih fokus dan dapat
mencapai sasaran. Berdasarkan identifikasi masalah penelitian ini akan
membatasi pada Pemberdayaan Masyarakat Mantan Buruh Migran Korban
Trafficking di Kampung Buruh Migran Desa Tracap Kecamatan Kaliwiro
Kabupaten Wonosobo. Pembatasan masalah tersebut dikarenakan sudah
terdapat upaya pemberdayaan yang dilakukan melalui berbagai jenis kegiatankegiatan namun belum dapat meningkatkan perekonomian mantan buruh

10

migran dan belum menurunkan minat mantan buruh migran untuk kembali
bekerja di luar negeri.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas peneliti
merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.

Bagaimana pelaksanaan pemberdayaan masyarakat mantan buruh migran


korban trafficking di Kampung Buruh Migran Desa Tracap Kecamatan
Kaliwiro Kabupaten Wonosobo?

2.

Apa penghambat dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat mantan


buruh migran korban trafficking di Kampung Buruh Migran Desa Tracap
Kecamatan Kaliwiro Kabupaten Wonosobo?

E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai pada penelitian ini berdasarkan rumusan masalah
diatas adalah untuk mendeskripsikan:
1.

Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat mantan buruh migran korban


trafficking di Kampung Buruh Migran Desa Tracap Kecamatan Kaliwiro
Kabupaten Wonosobo.

2.

Hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat


mantan buruh migran korban trafficking di Kampung Buruh Migran Desa
Tracap Kecamatan Kaliwiro Kabupaten Wonosobo.

F. Manfaat Penelitian
Penelitain ini diharapkan nantinya akan bermanfaat, yang dapat
digolongkan menjadi manfaat teoritis dan manfaat praktis.

11

1.

Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi bagi perkembangan Ilmu administrasi Negara khususnya mata
kuliah teori pembangunan dan pembangunan regional. Selain itu adanya
penelitian ini dapat menambah kajian dan wawasan terkait bidang
pemberdayaan masyarakat mantan buruh migran korban trafficking di
Kampung Buruh Migran Desa Tracap Kecamatan Kaliwiro Kabupaten
Wonosobo.

2.

Manfaat Praktis
a.

Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan peneliti
tentang pemberdayaan masyarakat mantan buruh migran korban
trafficking di Kampung Buruh Migran Desa Tracap Kecamatan
Kaliwiro Kabupaten Wonosobo dan dengan penelitian ini dapat
meningkatkan kepedulian peneliti terhadap mantan buruh migran
korban trafficking di Kampung Buruh Migran.

b.

Bagi Pemerintah
Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan dan
pertimbangan bagi pemerintah Kabupaten Wonosobo dalam
memberdayakan masyarakat mantan buruh migran korban trafficking
di Kampung Buruh Migran di Desa Tracap Kecamatan Kaliwiro.

12

c.

Bagi masyarakat
Dengan penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan
wawasan tentang pemberdayaan masyarakat mantan buruh migran
korban trafficking di Kampung Buruh Migran Desa Tracap
Kecamatan Kaliwiro Kabupaten Wonosobo dan meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam program pemberdayaan.

13

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian tentang Pemberdayaan Masyarakat


1.

Pengertian Pemberdayaan Masyarakat


Terdapat banyak konsep yang memaknai arti pemberdayaan.
Pemberdayaan merupakan alat untuk membantu klien dalam mendapatkan
daya untuk mengambil sebuah keputusan dan digunakan untuk memilih
tindakan yang akan dilakukan oleh diri mereka. Hal ini dilakukan agar
dapat meningkatkan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang
dimiliki yaitu transfer daya dari lingkungannya (Onny S Prijono dan
A.M.W Pranaka, 1996:2-8)
Pemberdayaan menurut Prijono dan Pranarka (1996:77) memiliki dua
makna dimana pengertian pemberdayaan yang pertama adalah to give
power authority dimana hal ini dimaknai meliputi memberikan kekuasaan,
memindahkan kekuatan atau mendelegasikan kewenangan kepada pihak
yang kurang atau bahkan belum berdaya. Kemudian pemaknaan yang
kedua adalah to give ability to enable dimana arti dari makna yang kedua
ini adalah memberikan kemampuan atau keberdayaan serta memberikan
peluang kepada pihak-pihak lain untuk melakukan sesuatu.
Adapun Kindervatter memiliki pandangan bahwa pemberdayaan
merupakan proses pemberian kekuatan atau daya dengan cara pendidikan
hal tersebut memiliki tujuan untuk dapat membangkitkan kesadaran,

14

pengertian dan kepekaan dari warga masyarakat sekitar terkait dengan


perkembangan ekonomi, sosial dan politik yang ada sehingga dapat
memiliki kemampuan untuk meningkatkan kedudukannya dalam
bermasyarakat (Anwar, 2007:77)
Pemberdayaan

masyarakat

erat

kaitannya

dengan

partisipasi

masyarakat dimana partisipasi masyarakat merupakan andil utama dalam


perencanaan dan implementasi suatu program. Pemberdayaan masyarakat
merupakan upaya pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya masyarakat
secara lebih efektif dan efisien, dari aspek (1) masukan dilihat dari SDM,
peralatan, sarana prasarana, data, rencana dan teknologi, (2) aspek proses
dilihat dari pelaksanaan monitoring dan pengawasan, (3) aspek keluaran
atau output dilihat dari pencapaian, sasaran, efektivitas dan efisiensi
(Adisasmita, 2006:38)
Konsep yang berbeda dijelaskan oleh Sumodiningrat dalam Ambar
(2004: 78-79) secara etimologis pemberdayaan berasal dari kata daya
dimana dimaksudkan pemberdayaan bukan memberi kekuasaan
daripada pemberdayaan namun lebih kepada konsep yang tepat dengan
istilah energize atau memberi energi pemberdayaan agar pihak yang
bersangkutan dapat bergerak secara mandiri.
Berdasarkan paparan ahli, peneliti menarik kesimpulan bahwasanya
pemberdayaan masyarakat mantan buruh migran korban trafficking di
Kampung Buruh Migran merupakan salah satu bentuk pengelolaan sumber
daya baik dari aspek masukan, proses maupun keluaran dimana partisipasi

15

masyarakat menjadi aspek penting dalam pelaksanaan pemberdayaan yang


ada di Kampung Buruh Migran.
2.

Tujuan Pemberdayaan
Seperti halnya konsep program yang lain pemberdayaan juga memiliki
tujuan yang akan dicapai dimana tujuan utama dari pemberdayaan adalah
untuk membentuk individu dan masyarakat yang lebih mandiri tidak
berketergantungan. Kemandirian tersebut dilihat dari kemandirian dalam
berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang dilakukannya (Ambar
2004:80).
Menurut World Bank dalam Totok (2013:27) pemberdayaan lebih
kepada upaya memberikan kesempatan kepada kelompok masyarakat
untuk mampu dan berani bersuara dalam memilih suatu konsep atau
tindakan yang terbaik bagi masyarakatnya sendiri dalam bentuk ide atau
gagasan yang disampaikan.
Bertolak dari kedua konsep tersebut tujuan utama dari pemberdayaan
adalah bagaimana upaya dalam pemberian kesempatan kepada individu
maupun kelompok untuk turut serta berpartisipasi sehingga menciptakan
kemandirian baik individu maupun masyarakat itu sendiri.

3.

Tahapan pemberdayaan
Pemberdayaan memiliki tahapan yang harus dilakukan. Menurut Sri
Kuntari (2009:12) terdapat beberapa proses dalam pemberdayaan yang di
dalamnya meliputi penguatan kapasitas masyarakat (empowering),
menciptakan suasana kondusif (enabling), bimbingan dan dukungan

16

(supporting), memelihara kondisi

yang kondusif dan seimbang

(eforesting).
Menurut Ambar (2007:84) terdapat tahapan-tahapan yang harus
ditempuh dalam pemberdayaan masyarakat dimulai dari penyadaran dan
pembentukan perilaku sadar, tahap transformasi kemampuan, dan tahap
peningkatan kemampuan intelektual. Diperinci dengan penjelasan sebagai
berikut:
a.

Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku sadar dan peduli, dalam


tahapan ini dibutuhkan peningkatan dari kapasitas individu sendiri.
Dalam tahap ini aktor yang berperan dalam pemberdayaan
menciptakan prakondisi agar dapat memfasilitasi keberlangsungan
proses pemberdayaan yang efektif.

b.

Tahapan transformasi dimana kemampuan berupa wawasan,


pengetahuan, keahlian agar dapat membantu membuka wawasan
keahlian masyarakat yang diberdayakan untuk ikut andil dan berperan
dalam pembangunan.

c.

Tahapan peningkatan kemampuan intelektual, dalam tahapan ini


kemampuan intelektual, kecakapan ketrampilan sehingga dapat
membentuk insiatif dan kemampuan agar terciptanya sebuah
kemandirian dalam masyarakat. Ketika sampai pada kondisi ini
peranan dari pemerintah hanyalah sebagai fasilitator.
Lain halnya dengan tahapan yang dipaparkan oleh Isbandi (2008:244-

258) dimana tahapan pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh

17

Organisasi Pelayanan Masyarakat dibagi menjadi 7 tahapan. Berikut


keterangan dari ketuju tahapan tersebut:
a.

Tahap persiapan, dalam tahap ini dilakukan persiapan dari segi


persiapan petugas dan persiapan lapangan. Persiapan petugas
dibutuhkan untuk menyamakan persepsi anggota tim sebagai pelaku
pemberdayaan, kemudian persiapan lapangan dilakukan oleh petugas
(community worker) dengan melihat studi kelayakan suatu daerah.

b.

Tahap assessment, tahap pengkajian ini adalah dilakukan identifikasi


masalah ataupun kebutuhan dan juga sumber daya yang dimiliki oleh
kelompok sasaran.

c.

Tahap perencanaan alternatif program atau kegiatan, pada tahapan ini


para pelaku perubahan tersebut berupaya untuk menggerakan warga
untuk dapat lebih partisipatif untuk berfikir tentang permasalahan
yang dihadapi dan cara mengatasinya.

d.

Tahap pemformulasian rencana aksi, pada tahapan ini para pelaku


perubahan akan membantu kelompok sasaran untuk menentukan
program dan kegiatan apa yang akan mereka lakukan guna mengatasi
permasalahan yang dihadapi.

e.

Tahap pelaksanaan, tahap terpenting dalam proses pemberdayaan ada


pada tahap pelaksanaan ini dimana sesuatu yang telah direncanakan
akan terlihat berhasil tidaknya dalam tahap pelaksanaan.

f.

Tahap evaluasi, tahapan ini merupakan alat pengawasan dari warga


dan petugas terhadap program yang sedang berlangsung pada

18

pemberdayaan masyarakat lebih baik dilakukan dengan melibatkan


warga.
g.

Tahap terminasi, tahap ini merupakan tahap akhir atau perpisahan


dimana sudah harus diputuskan hubungan secara formal dengan
komunitas sasaran.
Tahapan dari siklus pemberdayaan memang dibutuhkan, hal ini sesuai

dengan pendapat Sumodiningrat dimana pemberdayaan tidak bersifat


selamanya, melainkan sampai dengan target masyarakat dapat mampu
untuk mandiri (Ambar, 2004:82). Pemberdayaan masyarakat merupakan
sebuah proses yang berkesinambungan sepanjang suatu komunitas masih
ingin melakukan perubahan dan perbaikan tidak hanya terpatok dalam satu
program (Isbandi, 2008:84).Dari paparan di atas peneliti menarik
kesimpulan bahwa pemberdayaan masyarakat mantan buruh migran
korban trafficking

di Kampung Buruh Migran dapat terlaksana dan

menciptakan masyarakat yang mandiri, dengan melalui 7 tahapan


pemberdayaan dimulai dari persiapan, pengkajian, perencanaan alternative
program, pemformulasian rencana aksi, pelaksanaan, evaluasi dan
terminasi.
4.

Aktor dalam pemberdayaan masyarakat


Dalam suatu program ataupun kegiatan yang diselenggarakan tentunya
terdapat aktor-aktor yang berperan didalamnya tidak terkecuali
pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dirancang terdapat
tiga aktor yang berperan sebagai kunci, masing-masing aktor tersebut

19

adalah pemerintah, swasta dan masyarakat (Ambar, 2007:97). Rancangan


peran ketiga aktor tersebut dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut.

Tabel 1. Peran tiga aktor dalam pemberdayaan masyarakat


Aktor

Pemerintah

Swasta

Masyarakat

Peran dalam
pemberdayaan
Formulasi dan
penetapan
policy,
implementasi,
monitoring
dan evaluasi
mediasi

Kontribusi
pada
formulasi,
implementasi,
monitoring
dan evaluasi
Partisipasi
dalam
formulasi,
implementasi,
monitoring
dan evaluasi

Bentuk output peran

Fasilitas

Kebijakan: politik, umum,


khusus/departemental/sektoral,
penganggaran, juknis dan
juklak, penetapan indikator
keberhasilan, peraturan
hukum, penyelesaian sengketa

Dana,
jaminan,
alat,
teknologi,
network,
sistem
manajemen
informasi,
edukasi
Dana, alat,
teknologi,
tenaga ahli
dan sangat
terampil

Konsultasi dan rekomendasi


kebijakan, tindakan dan
langkah/ policy action
implementasi, donator, private
investment, pemeliharaan
Saran, input, kritik,
rekomendasi, keberatan,
dukungan dalam formulasi
kebijakan, policy action, dana
swadaya, menjadi obyek,
partisipan, pelaku
utama/subyek, menghidupkan
fungsi social control

Tenaga
terdidik,
tenaga
terlatih,
setengah
terdidik
dan
setengah
terlatih

Sumber: Ambar (2007:97)


Berdasarkan pemetaan peran aktor dalam tabel tersebut dapat dilihat
bahwa pemerintah cenderung menonjol pada pengambilan keputusan dan
pendanaan, kemudian swasta mengambil peran lebih banyak pada
implementasi penentuan langkah bersama masyarakat, sedangkan
masyarakat sendiri diberikan dalam bentuk partisipasi baik pada level

20

formulasi, impelementasi maupun monitoring evaluasi (Ambar, 2007:9799).


Dari tabel di atas peneliti menarik kesimpulan bahwa pemberdayaan
masyarakat mantan buruh migran korban trafficking dapat terlaksana
dengan adanya aktor pemerintah, swasta dan masyarakat dengan tugas dan
fungsinya masing-masing.
B. Kajian tentang Migrasi
1. Teori Migrasi
Migrasi memiliki berbagai definisi, menurut (Ahmadi 2003:38) migrasi
adalah gejala gerak horizontal untuk melakukan perpindahan tempat tinggal
dimana perpindahan yang dilakukan memiliki jarak yang tidak terlalu dekat,
melintasi batas administrasi, dan melakukan perpindahan unit lain seperti
perpindahan yang dilakukan penduduk ke antar negara. Sedangkan menurut
(Lee 2000:5-6) migrasi lebih kepada gerak penduduk dari satu tempat
ketempat lain baik permanen maupun semi permanen.
Menurut pendapat Revenstein dalam Lee (2000:2-3) terdapat tujuh butir
hukum migrasi yang telah tahan uji dan digunakan sebagai tolak ukur untuk
penelitian teori migrasi dan studi-studi terkait migrasi. Berikut ketujuh butir
hukum migrasi tersebut:
a.

Migrasi bertahap
Migrasi bertahap pada umumnya terjadi arus migrasi menuju ke
pusat-pusat perdagangan industri yang dapat menyerap banyak tenaga
kerja dan para migran tersebut. Penduduk berbondong-bondong

21

berpindah ke negara tujuan migran internasional, dimana negara-negara


maju yang menjadi tujuan para migran untuk dapat memenuhi
kebutuhan hidup yang tidak dapat terpenuhi di negara asalnya.
b.

Arus balik
Arus migrasi akan menimbulkan arus balik sebagai penggantinya,
hal ini terjadi dikarenakan kebutuhan migran yang tidak dapat terpenuhi
kembali ketika berada di daerah asal sehingga kembali ke negara tujuan
migran tersebut untuk dapat memenuhi kebutuhannya baik ketrampilan
maupun kekayaan.

c.

Migrasi dan jarak


Migran cenderung memilih untuk melakukan migrasi ke daerah
atau negara yang memiliki jarak dekat. Namun migran yang memilih
untuk melakukan perpindahan dengan jarak yang cukup jauh biasanya
menuju pusat-pusat perdagangan dan industri yang strategis dan
penting.

d.

Perempuan memiliki kecenderungan migrasi ke daerah yang dekatdekat


Perempuan melakukan migrasi ke daerah yang memiliki jarak dekat
jika dibandingkan dengan laki-laki, hal ini dikarenakan perempuan
memiliki kewajiban untuk mengrus rumah tangga, dan juga menjaga
hubungan dengan tetangga dan keluarga jadi kecenderungan
perempuan melakukan migrasi dengan jarak dekat.

22

e.

Terdapat perbedaan penduduk perkotaan dan pedesaan dalam minat


bermigrasi
Penduduk pedesaan memiliki minat yang lebih besar untuk
bermigrasi jika dibandingkan dengan penduduk perkotaan, hal ini tidak
lain disebabkan karena kecenderungan penduduk perkotaan sudah
dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya di kota.

f.

Motif ekonomi merupakan dorongan utama


Motif ekonomi sampai sekarang masih menjadi dorongan utama
para migran untuk melakukan perpindahan. Meskipun faktor lain
seperti lingkungan, sosial dan kebijakan negara yang menindas tidak
dapat diabaikan namun kecenderungan faktor ekonomi masih menjadi
alasan utama para migran.

g.

Teknologi dan migrasi


Revenstein menyatakan bahwa peningkatan sarana perhubungan,
perkembangan industri dan perdagangan menyebabkan frekuensi
migrasi semakin meningkat.
Secara teori setiap orang memiliki motivasi berbeda-beda dalam

melakukan migrasi baik dari perspektif individual dimana setiap individu


dipandang memiliki keputusan rasional, maupun dari perspektif struktural
dimana migrasi dapat terjadi karena adanya tekanan kondisi eksternal yang
dihadapi para migran. (Stalker dalam Nasution, 1999:43).
Berdasarkan pemaparan teori di atas peneliti menarik kesimpulan
bahwasanya migrasi adalah perpindahan penduduk yang melewati batas

23

administrasi baik lintas daerah maupun lintas negara, dimana hal tersebut
terjadi karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi baik dari kondisi
individu sendiri maupun kondisi diluar individu migran tersebut. Jadi
adanya migrasi internasional yang ada dilakukan oleh buruh migran di Desa
Tracap dapat disebabkan oleh faktor-faktor tersebut.
2. Migrasi Internasional Tenaga Kerja
Migrasi internasional merupakan migrasi yang dilakukan dengan
melewati batas antar negara. (Mantra 2003:31) migrasi internasional
meliputi:
a. Imigrasi
Imigrasi adalah masuknya warga negara lain dengan maksud untuk
menetap.
b. Emigrasi
Emigrasi adalah perpindahan penduduk atau keluarnya penduduk dari
negara satu ke negara lain dengan maksud untuk menetap.
c. Remigrasi
Remigrasi adalah kembalinya penduduk dari negara satu ke negara
asalnya.
Terdapat beberapa alasan dan motif yang mendasari para tenaga kerja
untuk melakukan migrasi internasional. Menurut Mulyadi (2003:98) hal ini
dapat digolongkan menjadi dua bagian:
a. Para tenaga kerja yang melakukan migrasi internasional dengan tujuan
untuk menjual tenaga, ketrampilan atau kepandaian yang dimiliki. Arus

24

migrasi biasanya dimulai dari negara-negara berkembang dengan tujuan


melakukan migrasi ke negara-negara maju, dan dari negara-negara
miskin menuju negara-negara kaya.
b. Para tenaga kerja melakukan migrasi internasional sehubungan dengan
penjualan teknologi ataupun melakukan penanaman modal. Arus utama
migrasi ini di negara-negara berkembang.
Menurut Kertonegoro (1994:3) migrasi internasional dapat digolongkan
menjadi beberapa jenis, berikut jenis-jenis migrasi internasional menurut
Kertonegoro:
a. Migran tetap (penetap)
yang termasuk dalam jenis migran tetap adalah para pekerja pendatang
dan keluarga yang kemudian menyusul para migran di negara tujuan.
b. Pekerja kontrak sementara
Yang termasuk dalam pekerja kontrak sementara biasa para pekerja baik
yang terdidik atau semi terdidik dan terlatih di negara penerima dalam
masa waktu tertentu sesuai kontrak kerja yang dibuat sebelumnya.
c. Migran illegal
Migran illegal adalah para migran yang tinggal di negara tujuan tanpa
didukung dengan dokumen dan surat ijin yang berwenang baik paspor
maupun visa.
d. Para professional dengan ijin tinggal sementara
Yang termasuk kedalam para professional adalah tenga terdidik atau
terlatih yang melakukan perpindahan dari satu negara ke negara lain,

25

dimana para professional biasanya bekerja sebagai tenaga ahli, staf atau
karyawan dari organisasi internasional dan perusahaan multinasional.
Migrasi tenaga kerja adalah bagian dari adanya migrasi internasional
dimana migrasi tenaga kerja internasional bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan tenaga kerja jangka pendek atau sementara di negara penerima.
Secara teori volume suatu migrasi dalam suatu negara ditentukan oleh
beberapa faktor. Faktor pertama adalah faktor ekonomi dimana meliputi dari
latar belakang perekonomian para migran tersebut, biaya dari migrasi dan
berapa upah yang didapatkan oleh para migran. Kedua adalah faktor politik
baik dari birokrasi dan berbagai prosedur yang harus dilalui oleh imigran.
Ketiga adalah faktor aksesbilitas dimana di dalamnya memuat akses bilitas
transportasi dan berapa jarak tempuh migrasi. Tekanan ekonomi biasanya
menjadi faktor utama yang menyebabkan migran mencari solusi alternative
untuk tetap bertahan hidup (Haris, 2005:90)
Dari pemaparan teori di atas peneliti menarik kesimpulan bahwa migrasi
internasional adalah migrasi yang dilakukan oleh penduduk baik untuk
menetap ataupun untuk bekerja antar negara. Hal yang mendasari
perpindahan tenaga kerja digolongkan menjadi dua baik untuk menjual
ketrampilan dan keahlian ataupun untuk melakukan penanaman modal ke
negara lain yang memiliki potensi lebih. Sedangkan migrasi yang dilakukan
oleh para buruh migran di Desa Tracap tergolong migrasi yang didasari oleh
menjual ketrampilan atau tenaga yang dimiliki.

26

3. Faktor- faktor yang mempengaruhi mobilitas penduduk


Menurut Khoeruddin (1992:7) penggolongan faktor yang menjadikan
adanya migrasi bersifat mendorong dan ada yang bersifat menarik. Faktorfaktor pendorongnya antara lain:
a.

Upah dari sektor pertanian yang rendah, hal inilah yang mendorong
penduduk daerah pedesaan untuk melakukan mobilitas dengan harapan
mendapat upah yang lebih banyak dibandingkan upah dari daerah
asalnya.

b.

Produk hasil pertanian tidak lagi mencukupi untuk kebutuhan seharihari.

c.

Menyempitnya lapangan pekerjaan di daerah asal.

d.

Adanya transportasi yang lancar menuju tempat tujuan migran.

Sedangkan faktor-faktor penarik adalah:


a.

Tingkat upah tenaga kerja tinggi di tempat tujuan migran.

b.

Daerah tujuan memiliki daya tarik baik dari kelengkapan sarana


prasarana, tersedianya aneka kebutuhan sampai dengan tempat untuk
mencari pengalaman baru yang belum bisa didapatkan didaerah asal.

c.

Kesempatan kerja yang lebih beragam.


Sedangkan pendapat lain dikemukakan oleh Bogue 1959 dalam Mulyadi

(2003:131) dimana terdapat variabel-variabel yang mempengaruhi


mobilitas penduduk atas tiga kelompok utama:

27

a.

Adanya faktor-faktor lain, seperti biaya pindah, hubungan dengan


teman dan informasi yang semakin berkurang dengan daerah asal.

b.

Berkaitan dengan kondisi-kondisi ekonomi yang mengakibatkan


adanya mobilitas penduduk, seperti investasi modal, perubahan
teknologi, dan pembagian kesejahteraan.

c.

Mobilitas penduduk akan menstimulasi keadaan, seperti peningkatan


perkawinan, penawaran tenaga kerja dan bencana alam.
Menurutnya lingkungan daerah asal sudah tidak lagi memberikan

kondisi yang baik dimana terdapat tekanan-tekanan, seperti menyempitnya


lapangan pekerjaan, berkurangnya sumber daya alam, tekanan politik dan
sosial sampai dengan adanya bencana alam hal inilah yang mendorong
adanya mobilitas penduduk. Sedangkan daerah tujuan memiliki harapan
untuk mendapatkan pekerjaan, pendapatan, pendidikan dan kehidupan yang
lebih layak jika dibandingkan dengan daerah asal. Dari pemaparan di atas
dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas
dapat berasal dari daerah asal dan daerah tujuan yang memilki sifat menarik
dan juga mendorong mobilitas itu sendiri.
C. Kajian tentang trafficking
Trafficking atau perdagangan orang telah memiliki payung hukum
tersendiri di Indonesia hal ini dimuat dalam Undang-undang No 21 Tahun 2007
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Dalam Undangundang dijelaskan perdagangan orang atau trafficking

adalah tindakan

28

perekrutan, pengangkatan, penampungan, pengiriman, pemindahan baik


dengan acaman kekerasan penculikan atau penipuan dimana menggunakan
penyalahgunaan kekuasaan dan memanfaatkan kelemahan seseorang untuk
mendapatkan kendali atas korban, baik dilakukan di dalam maupun di luar
negera, untuk melakukan tujuan eksploitasi dan menyebabkan korban
terekspolitasi.
Perdagangan orang merupakan bentuk moderen dari tindakan perbudakan
manusia dan hal ini merupakan hal yang merusak harkat dan martabat manusia.
Dalam Undang-undang No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang dijelaskan , bahwasanya bentuk-bentuk dari
eksploitasi cukup beragam baik dari pelayanan paksa, kerja paksa, yang
dilakukan oleh oknum dimana hal ini menimbulkan adanya kondisi ketika
korban tidak melakukan pekerjaan tersebut akan menderita baik fisik ataupun
psikisnya.
Perbudakan ini merupakan kondisi seseorang yang berada di bawah
kepemilikan orang lain. Praktik ini seperti membuat atau menempatkan
seseorang untuk berada di bawah tekanan atau kekuasaan orang lain sehingga
tidak dapat melakukan penolakan terhadap pekerjaan yang diperintahkan.
Berdasarkan pemaparan terkait pengertian dari trafficking peneliti menarik
kesimpulan bahwasanya tindakan perdagangan orang harus memenuhi tiga
unsur utama. Pertama adalah unsur cara, cara yang digunakan dalam tindakan
ini yaitu memberikan informasi palsu yang dapat membuat korban untuk ikut
dan tertarik bekerja menjadi migran, informasi palsu yang diberikan seperti

29

memberi harapan tinggi terkait kehidupan yang akan mereka dapatkan saat
menjadi buruh migran. Selain itu cara perekrutannya juga menggunakan
dokumen palsu. Kedua adalah unsur proses dimana dalam proses sebelum para
calon tenaga kerja ditempatkan terdapat proses yang cukup rumit dari calon
para tenaga kerja yang dipindah-pindahkan, diasramakan ditempat yang
tertutup dan diharuskan melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan
pekerjaan nantinya di tempat negara penerima. Ketiga adalah unsur tujuan
dimana tindakan trafficking

memiliki tujuan untuk mengeksploitasi para

tenaga kerja, bentuk eksploitasinya juga beragam dari upah yang tidak
diberikan sampai dengan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak
sebelumnya. Tindakan trafficking harus memenuhi ketiga unsur tersebut jika
belum memenuhi maka belum dapat dikatakan tindakan trafficking atau
perdagangan orang.
Di Desa Tracap tindakan trafficking hampir dirasakan oleh keseluruhan
mantan buruh migran. Namun skala tindak trafficking yang ada masih
tergolong rendah dimana para buruh migran di Desa Tracap mengalami
tindakan trafficking seperti pemalsuan dokumen negara baik visa maupun
passport, perlakuan yang tidak sewajarnya di penampungan dimana para calon
buruh migran diwajibkan untuk melakukan pekerjaan yang tidak sesuai
kompetensinya nanti ketika bekerja di luar negeri, dan terdapat beberapa
korban trafficking s kala berat dimana ketika bekerja di luar negeri mereka
tidak mendapatkan gaji sama sekali.

30

D. Penelitian yang Relevan


Penelitian memiliki fungsi untuk mencari persamaan dan perbedaan antar
penelitian yang sedang dilakukan oleh peneliti sekarang dengan penelitian
terdahulu yang memiliki kaitan topik yang sama. Hal ini dapat sebagai bahan
perbandingan peneliti agar ditemukan hasil yang berbeda dan lebih beragam.
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:
1.

Penelitian yang dilakukan oleh Vandy Yoga Swara (2012) dengan judul
Perubahan Habitus TKI Korban Perdagangan Manusia Melalui
Pemberdayaan di Kampung Buruh Migran Desa Tracap Kabupaten
Wonosobo. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi hadirnya
perubahan habitus pada kelompok mantan Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
korban perdagangan manusia (human trafficking) di Desa Tracap
Kabupaten Wonosobo dan menjabarkan proses pemberdayaan mantan
TKI korban perdagangan manusia dan bagaimana kemudian konstruk
pemberdayaan yang dimaksud dapat mampu hadir sebagai arena bagi
mantan TKI untuk melakukan perubahan habitu. Hasil penelitian tersebut
menunjukan terdapat dampak yang cukup kuat terhadap perubahan cara
pandang lebih jauh lagi habitus mantan TKI korban perdagangan manusia
melalui serangkaian pemberdayaan yang dilaksanakan.
Relevansi dengan penelitian ini adalah terdapat pada pengkajian yang sama

yaitu proses pemberdayaan masyarakat mantan buruh migran korban


trafficking di Kampung Buruh Migran Desa Tracap Kecamatan Kaliwiro
Kabupaten Wonosobo.

31

2.

Penelitian yang dilakukan oleh Depi Maryati (2016) dengan judul


Pemberdayaan Mayarakat Dalam Program Pascatambang Pasir Besi Oleh
PT Aneka Tambang TBK di Kecamatan Grabag, Kabupaten Purworejo.
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
pemberdayaan mayarakat dalam program pascatambang pasir besi yang
dilakukan oleh PT Aneka Tambang TBK.
Hasil dari penelitian ini adalah pemberdayaan yang dilakukan menunjukan

pemberdayaan masyarakat dalam program pasca tambang pasir besi oleh PT


Aneka Tambang adalah Antam berkewajiban melakukan fasilitasi dan
pendampingan untuk pembentukan koperasi sebagai wadah pemberdayaan
masyarakat di desa sasaran. Dalam program tersebut ditemui adanya
hambatan-hambatan baik yang berasal dari sumber daya manusia maupun
secara teknis.
Relevansi dengan penelitian ini adalah memiliki tujuan dan fokus yang
sama dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, dimana dalam penelitian
yang akan dilakukan peneliti memiliki tujuan untuk mengetahui hambatanhambatan yang mempengaruhi pemberdayaan masyarakat mantan buruh
migran korban trafficking di Kampung Buruh Migran Desa Tracap Kecamatan
Kaliwiro Kabupaten Wonosobo.
E. Kerangka Berfikir
Desa Tracap Kecamatan Kaliwiro Kabupaten Wonosobo merupakan salah
satu desa yang memiliki penduduk mayoritas (90%) dari angka angkatan kerja
wanita bekerja sebagai buruh migran. Hampir keseluruhan baik buruh migran

32

yang masih di luar negeri maupun mantan buruh migran yang ada di Desa
Tracap merupakan korban trafficking atau korban perdagangan orang. Mantan
buruh migran di Desa Tracap memiliki keterbatasan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya sehingga kebanyakan mantan buruh migran kembali
bekerja di luar negeri meskipun menjadi korban perdagangan orang.
Resiko yang didapatkan oleh korban trafficking ini sangat beragam dimulai
dari gaji yang tidak dibayarkan, bekerja tidak sesuai kontrak sampai dengan
adanya tindakan kekerasan yang diterima para buruh migran baik dalam
kekerasan fisik maupun psikis dari majikan tempat para buruh migran bekerja.
Keadaan ekonomi yang mendesak para buruh migran untuk tetap bekerja di
luar negeri karena pada kenyataanya mereka tidak bisa memenuhi kebutuhanya
jika masih menggantungkan pekerjaan di desa. Sudah selayaknya menjadi
tugas pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat dan memberikan peluang
kesempatan kerja sebesar-besarnya namun hal ini belum dapat terpenuhi
seperti di Desa Tracap, hal inilah yang menjadikan dorongan terjadinya
mobilitas tenaga kerja di Desa Tracap Kecamatan Kaliwiro Kabupaten
Wonsobo.
Adanya Kampung Buruh Migran di Desa Tracap yang merupakan salah
satu upaya untuk dapat memberdayakan mantan buruh migran korban
trafficking yang ada disana. Upaya pemberdayaan dimaknai sebagai upaya
memberikan kemampuan dan keberdayaan kepada masyarakat mantan buruh
migran korban trafficking agar dapat lebih mandiri dan dapat berdaya tanpa
perlu kembali bekerja sebagai buruh migran. Pelaksanaan pemberdayaan

33

masyarakat yang digunakan dalam penelitian ini adalah menurut Isbandi


(2008;244-258) dimana terdapat 7 tahapan yaitu tahap persiapan, tahap
pengkajian, tahap perencanaan alternative program, tahap pemformulasian
rencana aksi, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi dan tahap terminasi. Selain itu
aktor yang terlibat baik masyarakat swasta maupun pemerintah juga akan dikaji
bersamaan dengan faktor-faktor penghambat berjalanya pemberdayaan
masyarakat di kampung buruh migran.
Berbagai kegiatan pemberdayaan dilakukan oleh pengurus kampung buruh
migran, dari kegiatan pembentukan koperasi buruh migran dan simpan pinjam,
kegiatan peternakan dan pertanian. Pemberdayaan masyarakat mantan buruh
migran dibawah naungan serikat buruh migran Indonesia Dewan Pimpinan
Cabang Wonosobo kepada korban trafficking di Kampung Buruh Migran
belum dapat menurunkan minat mantan buruh migran untuk bekerja lagi di luar
negeri. Adanya faktor-faktor penghambat dan kendala-kendala yang
mempengaruhi pemberdayaan yang ada di Kampung Buruh Migran dan juga
masih minimnya andil dari pemerintah dalam program pemberdayaan ini.
Sehingga kesejahteraan masyarakat mantan buruh migran korban trafficking
tersebut belum dapat tercapai dan kondisi perekonomian mantan buruh migran
yang masih tergolong rendah meskipun sudah diadakan pemberdayaan.

34

a. Masih tingginya jumlah tenaga kerja Indonesia diluar negeri dari Kabupaten Wonosobo
yang merupakan korban perdagangan orang (trafficking).
b. Hampir keseluruhan mantan buruh migran di Desa Tracap merupakan korban trafficking.
c. Kondisi ekonomi dan kesejahteraan mantan buruh migran di Desa Tracap tergolong
rendah.

Terdapat upaya pemberdayaan yang dilakukan melalui Kampung


Buruh Migran Desa Tracap Kecamatan Kaliwiro Kabupaten
Wonosobo dibawah naungan SBMI DPC Kab. Wonosobo.

Tahapan Pemberdayaan
Masyarakat
a. Tahap Persiapan
b. Tahap Pengkajian

Aktor yang terlibat dalam

c. Tahap Perencanaan
Alternative Program

pemberdayaan masyarakat

d. Tahap Pemformulasian
Rencana Aksi
e. Tahap Pelaksanaan
f.

Tahap Evaluasi

g. Tahap Terminasi

Hasil (output) dari pelaksanaan


pemberdayaan masyarakat di Kampung
Buruh Migran
Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian

Hambatan-Hambatan
pelaksanaan program
pemberdayaan di
Kampung Buruh
Migran

35

F. Pertanyaan Penelitian
1.

Bagaimana pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dilakukan? Ditinjau


dari

tahapan-tahapan

pemberdayaan,

(tahap

pengkajian,

tahap

perencanaan alternative program, tahap pemformulasian rencana aksi,


tahap pelaksanaan, tahap evaluasi dan tahap terminasi) ?
2.

Siapa saja aktor yang berperan dalam pelaksanaan pemberdayaan


masyarakat mantan buruh migran korban trafficking di Kampung Buruh
Migran Desa Tracap Kecamatan Kaliwiro Kabupaten Wonosobo?

3.

Apa

saja

hambatan-hambatan

dalam

pelaksanaan

pemberdayaan

masyarakat mantan buruh migran korban trafficking di Kampung Buruh


Migran Desa Tracap Kecamatan Kaliwiro Kabupaten Wonosobo?

36

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deksriptif, yaitu
penelitian yang bermaksud untuk mengeksplorasi terkait kenyataan sosial,
dengan cara mendeskripsikan sejumlah variabel yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti untuk memecahkan masalah-masalah aktual yang
dihadapi serta mengumpulkan data dan informasi untuk dianalisis (Sanapiah
Faisal, 2007:20)
Sedangkan pendekatan yang digunakan merupakan pendekatan kualitatif,
penelitian kualitatif adalah penelitian dengan filsafat postpovitisme digunakan
pada kondisi objek yang alamiah dan peneliti sebagai informan kunci, teknik
pengumpulan dengan triangulasi dan analisis data bersifat kualitatif sehingga
hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi
(Sugiyono, 2015:9). Prosedur penelitian menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata atau lisan dari orang yang perilakunya diamati sesuai dengan
pendapat Bogdan dan Taylor dalam (Lexy, J Moleong, 2014:3). Penggunaan
desain penelitian deskriptif kualitatif dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui dan mendeskripsikan pemberdayaan masyarakat mantan buruh
migran korban trafficking di Kampung Buruh Migran Desa Tracap Kecamatan
Kaliwiro Kabupaten Wonosobo.

37

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Kampung Buruh Migran Desa Tracap
Kecamatan Kaliwiro Kabupaten Wonosobo pada 28 September sampai dengan
28 November 2016.

C. Informan Penelitian
Subjek penelitian yang digunakan sebagai informan penelitian adalah
orang yang pada latar penelitian digunakan untuk memberikan informasi
tentang situasi dan kondisi penelitian (Moleong, 2014:132). Adapun yang
dijadikan sebagai informan dalam penelitian ini adalah :
1.

Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) DPC Wonosobo dan


pelaksana pemberdayaan masyarakat di Kampung Buruh Migran, Ibu
Maizidah Salas, S. H.

2.

Mantan buruh migran dan sebagai bendahara pemberdayaan simpan


pinjam kampung buruh migran, Ibu Hartati.

3.

Mantan buruh migran dan sebagai pengelola pemberdayaan ternak


kambing kampung buruh migran, Ibu Miskiah Musidin.

4.

Kepala Desa Tracap Kecamatan Kaliwiro Wonosobo, Bapak Bejo.

5.

Kepala Sub Bidang Pemberdayaan Perempuan di Badan Keluarga


Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Ibu Ranti
S, Pkn.

6.

Staf Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Wonosobo, Ibu


Nita.

38

7.

Kasi Pengelolaan Pemasaran Hasil Dinas Peternakan dan Perikanan


Kabupaten Wonosobo, Heri Prasetya S, Pet.

D. Instrumen Penelitian
Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Selain itu data
dikumpulkan menggunakan instrumen pedoman wawancara dan pedoman
observasi. Peneliti berperan sebagai perencana pelaksana dan pengumpul data
di lapangan secara langsung. Peneliti juga melakukan analisis data sampai
dengan penyimpulan data.
Peneliti sebagai intrumen utama melakukan validasi terkait kesiapan dalam
melakukan penelitian di Kampung Buruh Migran. Validasi yang dilakukan
oleh peneliti meliputi pemahaman metode penelitian, validasi terhadap
wawasan objek penelitian, yaitu Pemberdayaan mantan buruh migran. Validasi
dilakukan secara mandiri oleh peneliti sendiri dengan mengevaluasi seberapa
jauh

pemahaman

peneliti

terkait

teori

yang

berhubungan

dengan

pemberdayaan masyarakat, penguasaan metode penelitian, pertauran terkait


buruh migran.

39

E. Sumber dan Jenis Data


Dalam penelitian ini sumber informasi digolongkan dalam dua kategori
yaitu:
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dan dikumpulkan oleh
peneliti melalui observasi dan wawancara kepada subjek penelitian. Sumber
data primer yang digunakan dalam penelitian terkait pemberdayaan
masyarakat mantan buruh migran korban trafficking di Kampung Buruh
Migran Desa Tracap Kecamatan Kaliwiro Kabupaten Wonosobo adalah
wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada Ketua Serikat Buruh
Migran Indonesia (SBMI) cabang Wonosobo dan pelaksana pemberdayaan
masyarakat di Kampung Buruh Migran, Bendahara pemberdayaan simpan
pinjam kampung buruh migran, Pengelola pemberdayaan ternak kambing
kampung buruh migran, Kepala Desa Tracap Kecamatan Kaliwiro Kab.
Wonosobo, Kepala Sub Bidang Pemberdayaan Perempuan di Badan
Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Wonosobo, Kasi
Pengelolaan Pemasaran Hasil Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten
Wonosobo.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber bacaan dan
sumber-sumber lainnya bisa dari surat pribadi, buku harian dan dokumendokumen resmi dari instansi pemerintah (Moleong, 2014:159). Data

40

sekunder digunakan untuk melengkapi data primer, adapun data sekunder


dalam penelitian ini yaitu dokumen-dokumen resmi seperti Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan tindak
pidana perdagangan orang, Keputusan Bupati Wonosobo Nomor :
414.4/250/2011 Tentang Pembentukan Kelompok Kerja (POKJA) Bina
Keluarga Tenaga Kerja Indonesia Kabupaten Wonosobo, Peraturan Desa
Tracap Kecamatan Kaliwiro Nomor 06 Tahun 2016 Tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa, Berita koran Suara Karya, Pemberitaan di
media Net Tv, dan berita online kompas. Penggunaan data sekunder ini
untuk memperkuat dan melengkapi informasi yang telah terkumpul dari
wawancara dan observasi.

F. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan
data dalam penelitian ini meliputi:
1.

Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan tanya jawab antara pewawancara dengan informan
penelitian baik menggunakan pedoman wawancara ataupun tidak
menggunakan pedoman wawancara (Bungin 2010:108). Hasil dari
wawancara tersebut berupa kata-kata yang didapatkan dari narasumber,
dengan wawancara peneliti dapat menggali informasi sesuai dengan
kebutuhan

dalam

instrumen.

Wawancara

dalam

penelitian

ini

41

menggunakan jenis wawancara semi terstruktur dengan bantuan pedoman


wawancara yang diajukan kepada informan penelitian, dan pertanyaan
penelitian berkembang sesuai dengan kondisi di lapangan untuk
memperoleh data selengkapnya tentang pemberdayaan masyarakat mantan
buruh migran di Kampung Buruh Migran.
2.

Observasi
Inti dari observasi adalah terdapat perilaku yang tampak dan tujuan
yang ingin dicapai, perilaku tersebut dapat berupa sesuatu yang dapat
dilihat, dapat didengar maupun dapat dihitung dan diukur. Tujuan
observasi pada dasarnya untuk mendeskripsikan lingkungan yang diamati,
aktifitas yang berlangsung dan juga individu-individu yang terlibat dalam
kegiatan tersebut (Haris,2015:132).
Observasi dalam penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah
program pemberdayaan masyarakat buruh migran yang diprakarsai oleh
Serikat Buruh Migran Indonesia DCP Wonosobo sudah sesuai dengan
yang seharusnya atau belum. Kemudian observasi dilakukan dengan
mencocokan pada pedoman observasi yang dibuat dengan keadaan yang
ada di Kampung Buruh Migran dan dilingkungan pelaksana kegiatan atau
program pemberdayaan. Observasi juga dilakukan dengan melihat apakah
penyediaan sarana dan prasarana dalam pemberdayaan masyarakat sudah
terpenuhi atau jauh dari cukup, yaitu dengan melihat sarana dan prasarana
di Kampung Buruh Migran Desa Tracap Kecamatan Kaliwiro Kabupaten
Wonosobo.

42

3.

Dokumentasi
Teknik
memperoleh

dokumentasi
data

berupa

dalam

penelitian

dokumen

yang

ini

digunakan

berhubungan

untuk
dengan

pemberdayaan masyarakat mantan buruh migran korban trafficking di


Kampung Buruh Migran. Baik terdapat dua jenis dokumen yaitu dokumen
internal dan dokumen eksternal (Moleong, 2014:219)
Dalam peneitian ini, peneliti mendapatkan dokumentasi berupa fotofoto pemberdayaan masyarakat mantan buruh migran, Profil Desa Tracap
Kecamatan Kaliwiro Kabupaten Wonosobo, Profil Serikat Buruh Migran
Indonesia cabang Wonosobo, Daftar anggota pemberdayaan usaha simpan
pinjam kampung buruh migran, Data Tenaga Kerja Wanita Kab.
Wonosobo, Rekap data penduduk Desa Tracap, Keputusan Bupati
Wonosobo Nomor : 414.4/250/2011 Tentang Pembentukan Kelompok
Kerja (POKJA) Bina Keluarga Tenaga Kerja Indonesia Kabupaten
Wonosobo, Peraturan Desa Tracap Kecamatan Kaliwiro Nomor 06 Tahun
2016 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data


Menurut Moeloeng (2014:327) kriteria keabsahan data ada empat macam,
yaitu: kredibilitas (derajat kepercayaan), keteralihan, kebergunan, dan
kepastian. Dalam penelitain ini, peneliti meggunakan teknik triangulasi untuk
memeriksa keabsahan data. Teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk

43

keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data Moeloeng


(2014:330).
Djunaidi dan Fauzan (2012:322-323) mengatakan bahwa triangulasi
merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu
yang lain. Triangulasi dibagi menjadi triangulasi dengan sumber, triangulasi
dengan metode, dan triangulasi dengan teori. Penelitian ini menggunakan
teknik triangulasi pada sumber dimana peneliti akan membandingkan hasil data
pengamatan dengan hasil wawancara yang telah dilakukan, membandingkan
hasil wawancara yang telah dilakukan dengan suatu dokumen yang berkaitan
yaitu membandingkan data primer dengan data sekunder.

H. Teknik Analisis Data


Setelah data terkumpul maka dilakukan proses penganalisisan data, teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis
interaktif yang diungkapkan oleh Miles dan Huberman 1984 dalam (Sugiyono,
2015:246) yaitu proses analisis dilakukan bersamaan dengan proses
pengumpulan data, terdapat empat tahapan dalam menganalisis data yaitu:
1.

Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dalam penelitian baik dari hasil wawancara,
observasi, dan dokumentasi dicatat dan berisi tentang apa yang dilihat,
didengar dan ditemukan selama berada di lapangan yang dijadikan bahan
rencana pengumpulan data selanjutnya. Data yang dimaksudkan adalah

44

data yang terkait dengan pemberdayaan masyarakat mantan buruh migran


korban trafficking di Kampung Buruh Migran.
2.

Reduksi Data
Menurut Sugiyono (2015: 247), mereduksi data berarti merangkum,
memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting,
dicari pola temanya. Dalam peneltian dilakukan reduksi data, dan
diperoleh data yang lebih jelas dan data tersebut akan menjadi informasi
yang bermakna. Data yang diperoleh dari penelitian ini semula berupa data
mentah yang berasal dari catatan lapangan, hasil observasi, dan juga
dokumentasi lainnya. Data-data tersebut kemudian direduksi untuk
memperoleh informasi yang lebih bermakna sesuai tujuan penelitian yaitu
megetahui pelaksanaan pemberdayaan masyarakat mantan buruh migran.

3.

Penyajian Data
Penyajian data merupakan langkah setelah dilakukanya reduksi data,
menurut Miles dan Hubberman dalam (Sugiyono, 2015:249) penyajian
data merupakan sekumpulan informasi tersusun sehingga memberi
kemungkinan penarikan kesimpulan. Penyajian data dalam penelitian ini
dilakukan dengan menyusun berbagai informasi terkait pemberdayaan
masyarakat mantan buruh migran korban trafficking agar mempermudah
dalam penarikan kesimpulan sehingga laporan dari lapangan tentang data
akan mudah digunakan.

45

4.

Penarikan Kesimpulan
Langkah terakhir adalah dilakukannya penarikan kesimpulan, menurut
Herdiansyah (2010:17) kesimpulan menjurus pada upaya menjawab
pertanyaan penelitian yang diajukan sebelumnya dan menjawab tentang
apa dan bagaimana hasil temuan dari suatu penelitian. Kesimpulan dalam
penelitian ini diperoleh dari jawaban-jawaban temuan dan hasil penelitian,
data yang telah direduksi disusun sistematis kemudian disanalisis guna
menghasilkan kesimpulan tentang pemberdayaan masyarakat mantan
buruh migran korban traffficking di Kampung Buruh Migran.

46

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1.

Deskripsi Umum Lokasi Penelitian


a.

Profil Desa Tracap


Desa Tracap adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan
Kaliwiro Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah dan
berbatasan dengan: sebelah selatan Desa Ngadisono, sebelah utara
Desa Tanjunganom, sebelah barat Desa Grugu, sebelah timur Desa
Medono. Desa Tracap berada di dataran rendah pada ketinggian 350
mdpl curah hujan rata-rata pada 4375 mm/tahun dan suhu udara ratarata Desa Tracap pada 24-33 C. Luas wilayah 329,704 Ha yang terdiri
dari tanah sawah seluas 43,195,34 Ha, tanah pekarangan seluas
42,876,04 Ha dan tanah tegalan 242,649,10 Ha dan luas hutan negara
0,983,46 Ha.
Desa Tracap memiliki jarak tempuh menuju Kecamatan Kaliwiro
sejauh 2.5 km dengan waktu tempuh dengan kendaraan bermotor
sekitar 5 menit. Sedangkan jarak tempuh menuju Kabupaten
Wonosobo sejauh 25 km dengan jarak tempuh dengan kendaraan
bermotor sekitar 45 menit. Desa Tracap terdiri dari 4 Dusun 28 Rt dan
7 Rw.

47

1)

Dusun Tracap

: Rt 001 s/d Rt 003 Rw I


Rt 004 s/d Rt 007 Rw II

2)

Dusun Jojogan

: Rt 008 s/d Rt 013 Rw III

3)

Dusun Karangsari : Rt 014 s/d Rt 017 Rw IV


Rt 018 s/d Rt 021 Rw V

4)

Dusun Wonoroto : Rt 022 s/d Rt 024 Rw VI


Rt 025 s/d Rt 028 Rw VII
Tabel 2. Jumlah Penduduk Desa Tracap Tahun 2016
Jumlah Penduduk

No.

Jumlah Kepala Keluarga

Dusun
L

Jumlah

Jumlah

1.

Tracap

342

378

719

205

29

234

2.

Jojogan

448

486

934

255

20

275

3.

Karangsari

662

445

1105

244

25

269

4.

Wonoroto

399

436

834

236

27

263

1851

1642

3592

940

101

1041

Sumber : Profil Desa Tracap 2016


Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui jumlah penduduk Desa
Tracap sebanyak 3592 orang dengan dusun Karangsari yang
merupakan dusun dengan jumlah penduduk terbanyak di Desa Tracap
dan Dusun Tracap sendiri yang memiliki jumlah penduduk terendah.
Sedangkan tingkat kesejahteraan masyarakat kurang mampu di
Desa Tracap sebanyak 282 KK versi BLT 40% KK kurang mampu
40% KK sedang dan 20% KK mampu versi pnpm-ppk 2014. Dari segi

48

sarana dan prasarana Desa Tracap memiliki 1 Sekolah Menengah Atas


Takhasus, 1 Sekolah Menengah Pertama Takhasus, 1 Sekolah Dasar,
1 Madrasah Ibtidaiyah, 1 Raudatul Atfal, 1 Taman Kanak-Kanak, 1
Pendidikan Anak Usia Dini
Tabel 3. Jumlah Kelahiran, Kematian, Mutasi (Datang dan Pindah)
Tahun 2016
No.

Uraian

Jumlah

1.

Kelahiran

12 jiwa

2.

Kematian

14 jiwa

3.

Datang

6 jiwa

4.

Pergi

9 jiwa

Sumber : Profil Desa Tracap 2016


Dari tabel 3 di atas dapat dilihat bahwasanya jumlah kelahiran dan
kematian yang ada di Desa Tracap termasuk tidak memiliki perbedaan
yang signifikan begitu juga dengan data kedatangan dan kepergian
penduduk yang ada di Desa Tracap. Berikut data penduduk Desa
Tracap berdasarkan jenjang pendidikan.
Tabel 4 Rekap Data Penduduk Berdasarkan Jenjang Pendidikan
No.

Tingkat Pendidikan

Jumlah

1.

Tidak / Belum Sekolah

655

2.

Belum Tamat SD / Sederajat

395

3.

Tamat SD / Sederajat

1.722

4.

SLTP/ Sederajat

540

49

5.

SLTA/ Sederajat

237

6.

Diploma I/II

26

7.

Strata I

Jumlah

3575

Sumber : Profil Desa Tracap 2016


Dari tabel diatas dapat dilihat mayoritas penduduk Desa Tracap
merupakan lulusan sekolah dasar atau sederajat dengan jumlah
cukup banyak yaitu 1.722 jiwa, sedangkan jumlah lulusan perguruan
tinggi masih sangat kecil jika dibandingkan jumlah keseluruhan
penduduk Desa Tracap yaitu 26 jiwa.
2.

Deskripsi Umum Serikat Buruh Migran Indonesia


a.

Profil Serikat Buruh Migran Indonesia


Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) merupakan organisasi
buruh migran yang dapat beranggotakan para buruh migran ataupun
anggota keluarga dari buruh migran. Serikat buruh migran Indonesia
sebelumnya bernama Federasi Organisasi Buruh Migran Indonesia
(FOBMI) yang didirikan pada tanggal 25 Februari 2003, dirintis oleh
Konsorsium Pembela Buruh Migran (KOPBUMI) sejak tahun 2000
melalui cikal bakal organisasi bernama Jaringan Nasional Buruh
Migran. SBMI terbentuk atas kondisi buruk banyaknya permasalahan
yang dihadapi oleh buruh migran. SBMI kemudian diakui sebagai
Serikat Buruh dari tahun 2006.

50

Serikat Buruh Migran Indonesia memiliki beberapa tujuan yang


diperjuangkan

untuk

buruh

migran,

pertama

adalah

untuk

memperjuangkan aspirasi hak dan kepentingan anggota, kedua adalah


menumbuhkan solidaritas dan persatuan antar sesama buruh migran,
ketiga adalah untuk mencapai kesejahteraan dengan kondisi kerja
yang layak sesuai dengan harkat dan martabat dalam suatu sistem
ketenagakerjaan yang demokratis, berkepastian hukum, terjamin hakhak asasi manusia yang berkeadilan sosial anti diskriminasi. Serikat
buruh migran Indonesia memiliki jajaran struktur organisasi dari
Dewan Pimpinan Nasional, Dewan Pimpinan Wilayah, Dewan
Perwakilan Luar Negeri, Dewan Pimpinan Cabang, dan Dewan
Pimpinan Desa. SBMI DPC Wonosobo merupakan bagian dari
Dewan Pimpinan Cabang yang tergabung dalam Serikat Buruh
Migran Indonesia.
b. Visi dan Misi SBMI
1)

Visi SBMI
Terwujudnya

harkat,

martabat

dan

kesejahteraan

yang

berkeadilan gender bagi Buruh Migran Indonesia (BMI) dan


keluarganya
2)

Misi SBMI
a) Melakukan pendidikan kritis bagi BMI
b) Meningkatkan dan memperkuat posisi tawar BMI
c) Memperjuangkan hak-hak BMI

51

d) Membangun ekonomi alternative produktif bagi BMI


e) Melakukan pengorganisasian bagi BMI
f) Memperjuangkan kebijakan yang berpihak pada BMI
c.

Tugas SBMI
1)

Advokasi Kasus dan Kebijakan


SBMI mendampingi pengaduan kasus, baik dari buruh
migran dan atau dari keluarganya. Kasus itu meliputi pada pra
penempatan, masa penempatan maupun purna penempatan.
Pengaduan yang masuk akan ditindaklanjuti kepada pihak yang
bertanggungjawab dalam hal perlindungan buruh migran, baik
pemerintah ataupun swasta.
Pengalaman penanganan kasus atau masalah buruh migran
menjadi bahan bagi SBMI untuk mendorong, merevisi dan atau
menerbitkan

kebijakan,

Undang-Undang

dan

peraturan

perundang-undangan yang pro terhadap buruh migran.


2)

Pengorganisasian
Untuk memperkuat posisi buruh migran, SBMI melakukan
pengorganisasian buruh migran dan anggota keluarganya, baik
di negara-negara tujuan penempatan maupun daerah asalnya.
SBMI juga memperjuangkan pengakuan organisasi buruh
migran masuk dalam revisi Undang-Undang Penempatan dan
Perlindungan Buruh Migran Indonesia.

52

Selain itu SBMI juga berjejaring dengan organisasi yang


sepaham baik di level lokal, nasional, regional dan internasional.
Beberapa jejaring SBMI antara lain: Jaringan Buruh Migran
(JBM), Asean Forum Migran Labor, Migran Forum Asia, Justice
Without Border, The Asia Probono.
3)

Pendidikan
Dalam rangka mencerdaskan anggota, SBMI melakukan
pendidikan atau pelatihan yang bertujuan untuk membangun
kesadaran kritis, kesadaran hak dan kewajiban.
Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan non formal
dalam bentuk pelatihan-pelatihan. Beberapa pelatihan yang
reguler dilakukan antara lain: training pre departure, training
migrasi aman, training pencegahan dan layanan bagi korban
trafficking, training pengorganisasian (community organizer,
organisasi, kepemimpinan), training paralegal, training hak asasi
manusia,training gender, pengelolaan keuangan dll.
Untuk mempermudah kerja-kerja tersebut, SBMI juga
membuat alat-alat berupa modul, panduan praktis yang mudah
diaplikasikan oleh buruh migran dan keluarganya.

4)

Pemberdayaan Ekonomi
Tidak sedikit buruh migran yang terlanggar haknya, tidak
mendapatkan gaji dll, sehingga kondisinya jauh dari tujuan yang
diamanatkan dalam pasal 3 UU 39/2004 Tentang Penampatan

53

dan Perlindungan TKI di Luar Negeri yaitu: memberdayakan


dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan
manusiawi, menjamin dan melindungi calon TKI/TKI sejak di
dalam negeri, di negara tujuan, sampai kembali ke tempat asal di
Indonesia,

dan

meningkatkan

kesejahteraan

TKI

dan

keluarganya. Selain itu banyak buruh migran memiliki


keterampilan

khusus

namun

sesampai

di

Indonesia

keterampilannya tidak tersalurkan dengan baik, atau memiliki


modal namun tidak memiliki kemampuan untuk dikembangkan
menjadi usaha apa.
Untuk itu SBMI mendorong adanya program reintegrasi,
melaksanakan pemberdayan-pemberdayaan melalui kerja sama
dengan Civil Society Organisation, organisasi pemerintah dan
organisasi internasional yang mempunyai misi pemberdayaan.
3.

Deskripsi Umum Masyarakat Kampung Buruh Migran


Kabupaten Wonosobo merupakan Kabupaten pemasok buruh migran
terbesar ketiga di Jawa Tengah berdasarkan data dari BPS Jateng, hal ini
juga sudah banyak diketahui dari beberapa berita yang disiarkan di televisi
seperti yang dilansir dalam berita Net News 12. Kecenderungan tenaga
kerja Indonesia berjenis kelamin perempuan. Berikut disajikan tabel
jumlah tenaga kerja wanita dari Kabupaten Wonosobo tahun 2016.

54

Tabel 5. Jumlah Tenaga Kerja Wanita Kabupaten Wonosobo


No

Kecamatan

Jumlah

1.

Garung

97

2.

Wadaslintang

264

3.

Wonosobo

450

4.

Watumalang

300

5.

Kalikajar

102

6.

Kalibawang

257

7.

Selomerto

261

8.

Kepil

215

9.

Mojotengah

177

10.

Kertek

126

11.

Leksono

361

12.

Sukoharjo

209

13.

Kaliwiro

133

Jumlah
Sumber : BKKBPPA Kab. Wonosobo tahun 2016

2819

Banyaknya jumlah tenaga kerja wanita Kabupaten Wonosobo juga


menyebabkan banyaknya jumlah mantan tenaga kerja Indonesia tersebut,
hal ini diiringi dengan berbagai macam masalah yang muncul di kalangan
para buruh migran dari banyaknya buruh migran illegal sampai dengan
tindak pidana perdagangan orang.
Salah satu daerah kantong TKI Kabupaten Wonosobo adalah di Desa
Tracap desa ini memiliki jumlah mantan buruh migran yang cukup banyak

55

mencapai 297 orang, hal ini juga dijelaskan oleh Ibu Maizidah Salas selaku
pendiri Kampung Buruh Migran dan Ketua Serikat Buruh Migran Dewan
Pimpinan Cabang Kab. Wonosobo
Disini terdapat 297 mantan buruh migran yang sudah
diorganisir tapi belum dikelompokan karena adanya kendala
seperti melahirkan atau ikut suami setelah menikah bahkan
ada yang bekerja lagi diluar negeri (Wawancara Selasa 28
Juni 2016)
Mantan TKI di Kampung Buruh Migran belum semuanya dapat
dikelompokan, selain itu hampir keseluruhan mantan buruh migran di Desa
Tracap juga merupakan korban tindak pidana perdagangan orang atau
trafficking. Hal ini juga ditegaskan oleh kepala BNP2TKI Bapak Moh
Jumhur Hidayat yang dilansir dalam berita harian kompas.
Sebagai bagian dari program pemberdayaan TKI Purna,
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia (BNP2TKI) bekerjasama dengan International
Organization for Migration (IOM) Indonesia dan Serikat
Buruh Migran Indonesia (SBMI) Wonosobo membangun
Kampung TKI dan koperasi TKI di Desa Tracap, Kecamatan
Kaliwiro, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Program itu
diikuti 52 orang TKI purna dan 72 mantan TKI korban tindak
pidana
perdagangan
orang
(TPPO)
(http://health.kompas.com/read/2012/12/01/00165623/bnp2
tki-iom.kerja.sama.pemberdayaan.tki.korban.trafficking
diakses pada Senin 24 Oktober 2016)
Jumlah mantan buruh migran yang merupakan korban trafficking di
Kampung Buruh Migran memang cukup besar untuk mengidentifikasikan
seseorang merupakan korban trafficking maka harus memenuhi tiga unsur
sesuai dengan Undang-Undang No 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana
Perdagangan Orang dimana ketiga unsur tersebut adalah unsur cara, unsur

56

proses, unsur tujuan. Hal ini juga dipertegas oleh pernyataan Ibu Maizidah
Salas selaku ketua Serikat Buruh Migran DPC Kab. Wonosobo
Tergantung memenuhi tiga unsur atau tidak, yang resmi
semuanya juga berpotensi untuk menjadi korban trafficking
asalkan dia terpenuhi tiga unsur itu. Kecuali anak-anak yang
usianya dibawah 18 tahun sudah menjadi tenaga kerja
Indonesia dua unsur lainya sudah tidak perlu diikutsertakan
dia sudah termasuk dari korban trafficking. Tapi kalau bicara
tenaga kerja Indonesia harus sampai dia bekerja dulu jadi
sudah sampai dia bekerja dimana ada tujuannya yaitu tujuan
eksploitasi,kalau baru di Perusahaan jasa tenaga kerja
Indonesia (PJTKI) ya kita belum bisa ngomong kalau dia
korban trafficking karena belum memenuhi tiga unsur.
(Wawancara Selasa 28 Juni 2016)
Keadaan ini yang mendasari dilakukannya upaya-upaya
pemberdayaan oleh Serikat Buruh Migran Indonesia DPC Kab. Wonosobo
kepada para mantan buruh migran di Desa Tracap. Keaktifan dan
produktifitas para mantan buruh migran ini bersama dengan SBMI DPC
Kab. Wonosobo yang kemudian menjadikan Desa Tracap menjadi
Kampung Buruh Migran Pertama di Indonesia. Kampung Buruh Migran
mulai diresmikan pada tanggal 30 November 2012 oleh kepala Badan
Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
(BNP2TKI)

bapak

Moh

Jumhur

Hidayat

bekerjasama

dengan

International Organization for Migration (IOM) Indonesia dan Serikat


Buruh Migran Indonesia (SBMI) DPC Wonosobo
4.

Deskripsi Data Penelitian


a.

Pemberdayaan

Masyarakat

Kampung Buruh Migran

Mantan

Buruh

Migran

di

57

Mayoritas mantan buruh migran di Kampung Buruh Migran


merupakan korban trafficking hal inilah yang menjadi salah satu
faktor pendorong bagi SBMI untuk melakukan pemberdayaan
kepada para mantan buruh migran tersebut. Pasalnya buruh migran
yang

dulunya

merupakan

korban

trafficking

memiliki

kecenderungan untuk menjadi orang yang anti sosial.


Upaya pemberdayaan yang dilakukan diharapkan nantinya dapat
membantu para mantan buruh migran untuk dapat lebih mandiri dan
menghindari dari sifat anti sosial, karena jumlah mantan buruh
migran

di

Desa

Tracap

cukup

banyak

maka

dilakukan

pengelompokan yang dimulai dari tahun keberapa buruh migran


tersebut berangkat dan pulang ke Indonesia, hal ini dijelaskan oleh
Ibu Maizidah selaku ketua Serikat Buruh Migran Indonesia DPC
Kab. Wonosobo
kita ngomong pengelompokan buruh migran korban
trafficking kan harus berdasarkan Undang-undang yang
sudah keluar, tahap pertama tahap kedua tahap ketiga
kita tuh melihat mereka itu berangkat mulai tahun berapa
kalau yang sebelum tahun 2007 ya kita gak usah
ngomong tentang trafficking nah kemarin yang sudah
kita kelompokan itu yang prosesnya setelah tahun 2007
dan pulangnya itu sebelum tahun 2012. Dan kita kluster
disatu desa, tadinya disini itu ada 4 kelompok tapi ya itu
mereka punya kesibukan sendiri jadi ya tinggal satu
kelompok yang fokus semua, (Wawancara Selasa 28
Juni 2016)
Setelah dilakukannya pengelompokan terhadap mantan buruh
migran yang diharapkan semua mantan buruh migran dapat ikut
berpartisipasi aktif dalam kegiatan pemberdayaan yang ada di

58

Kampung Buruh Migran. Setelah diresmikannya Kampung Buruh


Migran program pemberdayaan yang terdapat disana adalah usaha
peternakan, toko sembako (Koperasi BMI) dan simpan pinjam.
Beberapa pemberdayaan mendapatkan bantuan dari pemerintah
pusat hal ini termuat dalam berita online infopublik.
Dalam rangkaian Safari Ramadhan VI BNP2TKI pada hari
ke-7 di Pulau Jawa 13-25 Juli 2013 itu, Jumhur memberikan
bantuan sebesar Rp10 juta kepada Ketua DPC Serikat Buruh
Migran (SBMI) Wonosobo Maizidah Salas guna membantu
pengembangan
Bumimart
(http://infopublik.id/read/51438/kepala-bnp2tki-letakkanbatu-pertama-pembangunan-bumimart.html diakses pada
Senin 24 Oktober 2016)
Bantuan dana sebesar 10 juta sebagai dana bantuan dari
BNP2TKI yang diperuntukkan membangun toko sembako di
Kampung Buruh Migran dengan nama koperasi Buruh Migran
Indonesia tersebut juga menjadi salah satu program pemberdayaan
yang dilakukan. Selain pembentukan toko sembako (koperasi BMI)
juga dilakukan pemberdayaan dengan mengadakan usaha ternak
dengan bantuan yang diberikan oleh International Organization for
Migration (IOM) hal ini dipertegas oleh pernyataan anggota
Kampung Buruh Migran Ibu Miskiah Musidin selaku pengurus
usaha ternak kambing di Desa Tracap.
ya kira-kira sudah empat tahun mba, kalau dulu yang
pertama itu 100 kambing Ciamis dari IOM dalam bentuk
uang mba dan dibelanjakan untuk membeli itu 100 kambing
dan 500 ayam petelur (Wawancara Minggu 16 Oktober
2016)

59

Pemberdayaan lain yang ada di Kampung Buruh Migran adalah


simpan pinjam, usaha simpan pinjam ini merupakan usaha
pemberdayaan yang sudah dilakukan sebelum diresmikannya
Kampung Buruh Migran oleh BNP2TKI, usaha simpan pinjam ini
diharapkan dapat memberikan bantuan finansial dalam bentuk
pinjaman dengan suku bunga dan agunan yang rendah, selain itu
adanya usaha simpan pinjam dapat membantu para mantan buruh
migran untuk berdaya dalam perekonomian keluarga. Hal ini juga
dijelaskan pada pernyataan ibu Hartati selaku bendahara simpan
pinjam.
bunganya itu 2,5% jadi misal hutangnya satu juta
berarti nanti membayar cicilanya hanya sepuluh kali jadi
setiap bulanya seratus sepuluh begitu mba. Kalau
bunganya belum pernah megalami penaikan, dari
pertama dibuka sampai sekarang ya segitu karena ini
keputusan bersama kelompok (Wawancara Jumat 14
Oktober 2016)
Berbagai pemberdayaan terdapat di Kampung Buruh Migran
dimana dari setiap pemberdayaan diharapkan hal tersebut dapat
meningkatkan kemandirian para mantan buruh migran. Dari
berbagai pemberdayaan yang ada terdapat pemberdayaan yang
berhasil dan terdapat pula beberapa pemberdayaan yang tidak
berhasil dan terpaksa harus dihentikan seperti budi daya jamur dan
usaha ternak ayam petelur.

60

b.

Tahapan Pemberdayaan Masyarakat


Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberdayaan yang
dilakukan di Kampung Buruh Migran melalui berbagai jenis upaya
pemberdayaan, yaitu pembentukan kelompok simpan pinjam,
pembuatan toko sembako (koperasi buruh migran Indonesia) ,
ternak kambing, ternak ayam, budi daya jamur tiram dan pelatihanpelatihan. Beberapa pemberdayaan masih berjalan dengan baik dan
ada juga pemberdayaan yang sudah berhenti dan tidak dapat
diteruskan. Pemberdayaan tersebut peneliti kelompokan menjadi
empat jenis pemberdayaan yang mana pemberdayaan dilakukan
melalui tahapan-tahapan berikut:
1) Pemberdayaan Melalui Usaha Peternakan dan Pertanian
a) Tahap Persiapan
Program pemberdayaan mantan buruh migran korban
trafficking di Desa Tracap melalui usaha peternakan dan
pertanian berada di bawah naungan Serikat Buruh Migran
Indonesia DPC Kab. Wonosobo. Program pemberdayaan
yang ada juga tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yaitu
International Organization for Migration (IOM) Indonesia,
Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI
(BP3TKI) Provinsi Jawa Tengah, maupun beberapa Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Wonosobo yang
membidangi masalah peternakan dan pertanian. Program

61

pemberdayaan ini disusun berdasarkan kebutuhan para


mantan buruh migran

dan diperuntukkan agar dapat

membantu pemberdayaan perekonomian mantan buruh


migran. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara
dilapangan proses persiapan yang dilakukan antara lain:
(1) Pengelompokan mantan buruh migran
Pengelompokan ini dilakukan oleh Serikat Buruh
Migran Indonesia Dewan Pimpinan Cabang Kab.
Wonosobo sebagai fasilitator untuk lebih mudah dalam
mengorganisir mantan buruh migran. Pengelompokan
dilakukan di 4 dusun yang ada di Desa Tracap yaitu
Dusun Tracap, Dusun Jojogan, Dusun Karangsari dan
Dusun Wonoroto kepada semua mantan buruh migran.
Pengelompokan ini digunakan untuk mendata dan
mengelompokan para mantan buruh migran.
Dari

hasil

wawancara

diketahui

bahwa

pengelompokan para mantan buruh migran didasarkan


dari waktu mantan buruh migran berangkat keluar
negeri dan waktu kepulangan ke Indonesia. Hal ini juga
dipertegas oleh pernyataan Ibu Maizidah Salas selaku
Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia DPC Kab.
Wonosobo
Kita berdasarkan tahun mereka proses
sampai mereka pulang, ya misal ini orang-

62

orang ini kita masukan satu kelompok yang


pulang angkatan tahun 2012 misal. Untuk
setiap kelompok program pemberdayaannya
menyesuaikan keinginan mereka mau usaha
apa. (Wawancara Selasa 28 Juni 2016)
Setelah dibentuknya kelompok diharapkan nantinya
akan lebih mudah dalam pengorganisasian para mantan
buruh migran.
(2) Sosialisasi
Sosialisasi dilakukan kepada para mantan buruh
migran di Desa Tracap hal ini dilakukan untuk dapat
menjelaskan secara rinci pemberdayaan yang akan
dilakukan. Di dalam sosialisasi SBMI DPC

Kab.

Wonosobo menekankan bahwasanya para mantan


buruh migran ini adalah sebagai pelaku utama dalam
pemberdayaan. Mereka tidak hanya dijadikan subjek
pemberdayaan melainkan nantinya mereka sendiri yang
akan

melaksanakan

dan

mensukseskan

program

pemberdayaan tersebut.
Selain itu dana bantuan modal juga akan diberikan
kepada para mantan buruh migran untuk melakukan
pemberdayaan. Dana ini hanya bersifat stimulan dan
nantinya para mantan buruh migran yang harus dapat
mengelola dengan baik.

63

b) Tahap Perencanaan
Setelah tahapan persiapan selesai dilakukan, tahap
berikutnya dalam pemberdayaan yang ada di Kampung
Buruh Migran adalah tahapan perencanaan, dalam tahapan
ini dilakukan perencanaan jenis pemberdayaan yang tepat
dan

sesuai

dengan

potensi

mantan

buruh

migran.

Perencanaan ini dilakukan dengan tujuan agar mantan buruh


migran juga partisipatif dalam program pemberdayaan yang
nantinya akan dilakukan karena mereka menjadi bagian
ketika program tersebut akan dirumuskan. Perencanaan
dilaksanakan dengan mekanisme musyawarah bersama
semua anggota kelompok Kampung Buruh Migran yang
merupakan mantan buruh migran.
Hal ini juga dipertegas oleh Ketua SBMI DPC Kab.
Wonosobo.
Untuk
kelompok program pemberdayaannya
menyesuaikan keinginan mereka mau usaha apa.
Lebih kepada minat kelompok tersebut jadi
tergantung satu kelompok ingin usaha apa biar
mereka juga ikut berproses jadi gak hanya kita seperti
ngasih kail trus tinggal ditarik engga sperti itu, tapi
kita berusaha untuk pertama kita memberikan
pelatihan misal pelatihanya ini oke dan untuk usaha
cukup bagus baru nanti dikembangkan. Termasuk
perkembangan usaha-usaha ini kan juga keputusanya
teman-teman pingin untuk ternak kambing dan
ternak ayam.bukan keputusan saya sebagai
pendamping engga, tapi saya yang mengarahkan saja
toh juga mereka yang akan tau hasilnya. (wawancara
Selasa 28 Juni 2016)

64

Usaha ternak kambing dan ayam petelur merupakan hasil


dari

musyawarah

anggota

kelompok,

berdasarkan

pengamatan peneliti banyaknya peternakan di daerah


Kecamatan Kaliwiro juga menjadikan salah satu faktor
pengambilan keputusan untuk melakukan pemberdayaan di
bidang peternakan. Selain itu adanya perumusan masalah
dan potensi memberikan masukan untuk melakukan usaha
tersebut. Pemilihan ayam petelur sebagai salah satu hewan
ternak dikarenakan di daerah Kecamatan Kaliwiro mayoritas
peternakan ayam mengambil jenis ayam pejantan atau ayam
lehor sehingga peluang untuk ayam petelur masih cukup
besar, hal ini disampaikan oleh salah seorang anggota
Kampung Buruh Migran yaitu ibu Miskiah.
Fasilitator disini memiliki peran untuk membantu
pencarian dana, stimulan dana diberikan oleh International
Organization for Migration (IOM) berupa uang yang
dibelanjakan untuk membeli 100 ekor kambing Ciamis dan
500 ekor ayam petelur. Hal ini juga termuat dalam
pemberitaan media koran harian Suara Karya.
Staf IOM Jakarta Hendra Adi menambahkan,
bantuan berupa 100 ekor kambing dan 500 ayam
petelur sudah diberikan sejak bulan lalu. Desa binaan
di Tracap dikembangkan sejak 2011 bersama
BP3TKI Semarang dan diresmikan sebagai
Kampung Buruh Migran. (Koran Suara Karya 1
November 2012)

65

Dari hasil perencanaan yang dilakukan maka disepakati


untuk melalakukan program pemberdayaan dengan usaha
ternak kambing dan ternak ayam petelur. Para mantan buruh
migran memberikan kesanggupan untuk menjalankan
program yang mereka inisiasi sendiri.
Setelah

menyepakati

untuk

melakukan

program

pemberdayaan dengan usaha ternak kambing dan ayam


petelur dibahas terkait lokasi kandang yang akan digunakan
untuk peternakan. Menurut pengelola ternak kambing
masalah awal yang muncul ketika akan dipilih lokasi
peternakan adalah lahan kandang dimana lahan yang
digunakan akan membutuhkan lebar tanah yang cukup luas
karena digunakan untuk menampung sejumlah 100 ekor
kambing dan 500 ekor ayam petelur. Selain itu peternakan
ayam juga harus diusahakan berada jauh dari pemukiman
warga

hal

ini

dikarenakan peternakan

ayam

akan

mengeluarkan bau yang akan menggangu ketika area


kandang berada di dekat area pemukiman warga. Ayam jenis
petelur juga rawan stress ketika mendengar suara kebisingan
hal ini juga menjadi pertimbangan pemilihan lokasi kandang.
Akhirnya disepakati pemilihan lahan untuk kandang
masih berada di Desa Tracap meskipun masih diarea
pemukiman namun bukan area pemukiman warga yang

66

padat karena hanya terdapat 2 rumah yang berada di sekitar


kandang. Lahan yang digunakan untuk kandang masih
bersatus sewa, hal ini juga dijelaskan oleh Ibu Miskiah
Musidin salah satu pengelola ternak kambing.
awalnya sewa mba lahannya jadi kambing dan ayam
digabung cuma diberi batas ruangan untuk dipakai
membuat pakan ayam, untuk sewanya setahun 1,5jt
lalu tidak diteruskan karena mahal lalu akhirnya
memakai lahan sekretaris desa jadi tidak perlu bayar
sewa lagi (Wawancara Minggu 16 Oktober 2016)
Dari hasil wawancara juga didapatkan bahwa jenis
kambing yang akan di budidayakan adalah jenis 100
kambing Ciamis, hal ini didasari karena harga kambing
Ciamis tergolong lebih rendah jika dibandingkan dengan
kambing jawa, pernyataan ini juga dijelaskan salah satu
anggota Kampung Buruh Migran ibu Hartati.
ya dulu itu pertama kambingnya bukan jenis
kambing jawa mba, pokoknya kambing dari Ciamis
jadi harganya juga lebih murah, tapi kambingnya itu
kurus-kurus mirip seperti kambing jenis wedus
gembel itu (Wawancara Jumat 14 Oktober 2016)
Dalam perencanaan para mantan buruh migran juga
merumuskan untuk tata cara perawatan dimana nantinya
akan digunakan sistem shift untuk mengurus ternak baik
kambing maupun ayam, hal ini juga dijelaskan oleh salah
satu mantan buruh migran Ibu Miskiah.
kalau disini dulu model memberi makan
kambingnya itu di shift jadi nanti giliran cari makan
kambingnya sekalian membuat makan untuk ayam,

67

jadi semua anggota sama-sama ikut mengurus


semuanya seperti itu mba( Wawancara Minggu 16
Oktober 2016)
Selain IOM pemberian bantuan ternak juga diberikan
oleh Pemerintah Desa Tracap kepada Kampung Buruh
Migran, pemberian ternak oleh pemerintah desa diberikan
setelah ternak kambing Ciamis mengalami kegagalan.
Sebelum pemberian ternak kepada para mantan buruh
migran hal ini telah dimusyawarahkan terlebih dahulu dalam
musrenbangdes, berikut pernyataan kepala Desa Tracap
Bapak Bejo.
Iya mba jelas nanti masuk dalam musrenbangdes,
kan musrenbang itu satu tahun sekali kalau tahun
kemarin masih ada musrenbangdus tapi untuk tahun
2016 ini sudah diberhentikan, dan nanti kita akan
mengundang dari beberapa elemen masyarakat,
tokoh masyarakat, tokoh perempuan itu kita libatkan.
Kemarin kita menganggarkan untuk membeli
kambing, jadi nanti agar para mantan buruh migran
memiliki kegiatan walaupun kita hanya mampu
memberikan sejumlah 5 kambing saja. Mungkin kan
dulu juga pernah dapet dari pusat nah itu juga
dananya dikumpulkan untuk membuat kandang
(Wawancara Selasa 25 Oktober 2016)
Para anggota buruh migran juga merencanakan untuk
mengajukan

permintaan

kepada

Dinas

Peternakan

Kabupaten Wonosobo untuk dapat memberikan sosialisasi


atau pelatihan cara bagaimana merawat kambing sehingga
ilmu yang didapat bisa dipergunakan untuk usaha ternak
kambing. Selain ternak kambing ternak ayam juga

68

mendapatkan tawaran dari BP3TKI Semarang untuk


pelatihan ternak ayam petelur. Hal ini direspon positif oleh
anggota Kampung Buruh Migran.
Dalam rembug ini bottom up planning sudah berjalan
hampir secara penuh karena proses pemilihan jenis program
pemberdayaan sampai dengan penempatan lahan yang
digunakan melalui muyawarah dengan anggota mantan
buruh migran.
Dapat disimpulkan bahwa hasil dari perencanbangaan
potensi yang ada dan masalah kebutuhan para mantan buruh
migran adalah adanya inisiasi untuk melakukan usaha
peternakan yaitu ternak kambing dan ternak ayam petelur.
c) Tahap Pelaksanaan
Dalam tahapan ini dimulai dengan pencairan dana dimana
IOM memberikan sejumlah 100 kambing dan 500 ayam
petelur kepada warga mantan buruh migran. Jenis kambing
yang diberikan sesuai kesepakatan yaitu jenis kambing
Ciamis. Kambing jenis ini cukup berbeda dengan kambing
jawa dimana fisik kambing Ciamis lebih kecil, tidak
bertanduk dan memiliki bulu seperti domba.
Para mantan buruh migran juga mendapatkan pelatihan
cara pengelolaan ternak kambing dari Dinas Peternakan dan
Perikanan Kabupaten Wonosobo, kegiatan ini merupakan

69

tindak lanjut pemerintah atas permintaan SBMI Kab.


Wonosobo akan pelatihan ternak kambing untuk para buruh
migran di KBM. Hal ini juga dijelaskan oleh Bapak Heri
selaku kasi peternakan
Jadi biasanya dari dinas kalau ada kelompok yang
menginginkan pembinaan nanti membuat surat
kedinas nanti dinas terus mendisposisi ke petugas
lapangan untuk melakukan pembinaan, misal hari ini
surat masuk dan mintanya besok itu bisa jadi bisa
langsung kita disposisi dan pembinaan, tapi yo
mungkin surat dari kelompok itu ya ada jeda untuk
ekseskusi biasanya 2 sampai 3 hari. Jadi misal masuk
hari ini ya nanti pembinaanya 3 hari lagi biar ada
jedanya mba dan koordinasi dulu dengan petugas
lapangan. (Wawancara Kamis 27 Oktober 2016)
Proses pelatihan ternak dilakukan oleh dinas peternakan
kegiatan ini diharapkan dapat membantu memberikan
pengetahuan kepada para mantan buruh migran yang
nantinya

akan

berternak

kambing

sebagai

upaya

pemberdayaan ekonomi. Berdasarkan hasil wawancara


pemberian materi dilakukan oleh tim beranggitakan 5 orang
dari dinas peternakan dimana petugas tersebut akan
memberikan materi terkait dengan kesehatan hewan
kemudian teknik budidaya, dan pakan setiap jenis hewan.
Kurang lebih tiga bulan memulai berternak kambing
terdapat kendala yang terjadi dimana kambing yang
diternakkan sebagai upaya pemberdayaan banyak yang mati
atau sakit hal ini dijelaskan juga oleh Ibu Maizidah

70

Di Tracap dulu itu merawat 100 kambing


Ciamis itu gagal jadi kambingnya itu jenisnya
seperti wedus gembel itu dek, kambingnya itu
ternyata tidak terlalu cocok disini dan dari awal
sudah dijelaskan tidak diperbolehkan untuk
memberi makan rumput basah tapi yang
merawat dulu kan shift sekitar 28 orang bergilir
merumputnya dan yang terjadi di lapangan itu
mba orang kan sak sempate ya merumputnya,
jadi rumput basah diberikan lalu akhirnya
kambingnya sobek semua bagian mulutnya dan
membusuk banyak juga yang bangka dan mati.
(Wawancara Kamis 13 Oktober 2016)
Jumlah kambing yang sakit ataupun

mati semakin

bertambah hal ini membuat kerugian yang cukup banyak


karena kambing yang tersisa 22 ekor dari 100 ekor kambing,
berbagai faktor menjadi penyebab tidak berjalannya usaha
ternak kambing

seperti sistem shift dalam pemberian

makanan kambing, pakan yang tidak sesuai dan iklim yang


memang kurang cocok bagi jenis kambing ini, pelatihan
yang hanya dilakukan sekali oleh Dinas Peternakan dirasa
sangat kurang, hal ini sesuai dengan pernyataan beberapa
anggota Kampung Buruh Migran.
Selain pelatihan ternak kambing pelatihan juga dilakukan
oleh BP3TKI Semarang yaitu pelatihan ternak ayam petelur,
pelatihan ini dihadiri oleh para mantan buruh migran dari
hasil wawancara pelatihan ini membahas tentang cara
membuat pakan ayam, memberi vitamin ayam, memberi
stimulan ayam dan pemberian obat. Selain itu dalam

71

pelatihan tersebut juga salah satu mantan buruh migran


diminta untuk praktek melakukan tindakan pada ayam.
Namun dalam pelaksanaanya kegagalan tidak hanya
terjadi dalam ternak kambing, ternak ayam petelur juga
mengalami kegagalan meskipun pada awalnya ternak ayam
petelur tersebut cukup berjalan dengan baik dimana setiap
harinya rata-rata dapat menghasilkan 25 kg telur, kelompok
ternak ayam ini dinamai ternak ayam sekar arum, hal ini
dijelaskan dalam dokumentasi dan catatan harian dari
mahasiswa Oxford University yang melakukan penelitian di
Kampung Buruh Migran pada tahun 2013.
Kegagalan dalam pengelolaan usaha ternak ayam
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti model shift yang
dilakukan justru membuat adaptasi pemeliharaan kurang
baik hal ini diperjelas oleh pernyataan Kepala Desa Tracap
Bapak Bejo.
Gini mba kalau peternak saya mengamati itu
rawannya di dalam pemeliharaan, ketika
berpindah tangan adaptasi peternak itu akan
berpengaruh bisa sukses kalau misalkan ini di
Desa Tracap yang memelihara itu dua atau tiga
orang saja, tapi karena modelnya juga shift tiap
hari ganti ganti terus padahal menurut
informasi yang saya dapat baju saja harusnya
cukup satu, mau masuk harus menggunakan
baju yang sama karena untuk meminimalisir
kesetresan, kebanyakan kan kalau buruh
migran itu gilir akhirnya gagal seperti itu.
(Wawancara Selasa 25 Oktober 2016)

72

Selain adanya model shift dalam pemeliharaanya faktor


yang menyebabkan kegagalan dalam ternak ayam ini adalah
ayam-ayam yang mengalami stress dan membuat jumlah
telur yang dihasilkan semakin berkurang, pernyataan ini juga
dijelaskan oleh Ibu Maizidah.
Kemudian saat dulu peresmian kampung
buruh migran ini kan banyak kamera yang
masuk nih dari wartawan-wartawan, yang
tadinya bertelur bisa sampai 25kg itu besoknya
cuma 12kg ayamnya stress semua, kan dulu
ternak kambing dan ternak ayam sebelahan
hanya satu atap itu dan cuma disekat ruangan
untuk pakan ayam (Wawancara Kamis 13
Oktober 2016)
Faktor sumber daya manusia juga menjadi salah satu
penyebabnya, minimnya sumber daya manusia yang ada
membuat terjadinya kesalahan-kesalahan dalam tindakan
perlakuan ayam yang sakit. Meskipun sudah diadakan
pelatihan ternak ayam oleh BP3TKI Semarang namun
pelatihan tersebut dirasa kurang maksimal sehingga yang
terjadi di lapangan para mantan buruh migran sering
melakukan kesalahan ketika memberi perlakuan terhadap
ayam yang sakit, hal ini dipertegas dengan pernyataan Ibu
Maizidah.
Iya mba misalkan ini nih dulu pernah dilatih
ternak ayam tapi pelatihanya praktek hanya 2
jam yang difasilitasi oleh BP3TKI, dan praktek
2 jam itu kurang sekali untuk pembelajaran
belum bagaimana cara membuat pakannya
kemudian melihat ayam yang sakit belum

73

pengobatan stimulanya itu waktu 2 jam ga


cukup. Akhirnya temen-temen itu tidak paham
ketika dipraktekan langsung mereka binggung
waktu ayam itu mba harusnya dikasih stimulan
untuk bertelur malah dikasihnya obat nah disitu
dulu obatnya berjejeran dan tidak diberi
keterangan hanya perbedaan pada warna obat.
Kemudian mereka juga kurang paham ciricirinya kalau kotorannya hijau itu obatnya yang
mana dia itu tidak paham karena banyak orang
dan kembali lagi temen-temen itu SDMnya
masih minim dimana pengalamanya masih
kurang dan juga pendidikanya dimana tementemen ini masih kebanyakan dari pendidikan
rendah sehingga untuk paham dalam waktu
sesingkat itu dirasa belum bisa dan ditonton
oleh banyak orang, kemudian praktiknya juga
tidak semua ikut praktek cuma salah satu
perwakilanya yang maju untuk menyuntik dll.
(Wawancara Kamis 13 Oktober 2016)
Gagalnya usaha ternak kambing dan ayam petelur yang
ada di Kampung Buruh Migran membuat Serikat Buruh
Migran

Indonesia

DPC

Kab.

Wonosobo

kembali

mengadakan musyawarah lagi dengan para mantan buruh


migran di Desa Tracap. Kemudian diambil keputusan untuk
membagikan beberapa kambing yang masih hidup kepada
anggota, dan menjual sisanya untuk digunakan sebagai
modal usaha pemberdayaan yang lainya. Sesuai dengan
musyawarah anggota dengan didampingi SBMI DCP Kab.
Wonosobo maka diambil keputusan menggunakan sisa hasil
usaha ternak kambing untuk dialokasikan ke usaha jamur
tiram kemudian sisa hasil usaha ayam petelur digunakan

74

untuk membuka toko sembako yang dinamai koperasi buruh


migran Indonesia.
Usaha budi daya jamur tiram dilakukan sesuai dengan
usulan anggota kampung buruh migran pemilihan usaha
jamur tiram diharapkan dapat menjadi alternative untuk
dapat memberdayakan perekonomian mantan buruh migran,
budi daya jamur tiram dimulai dari 1500 plastik jamur tiram
terlebih dahulu, hal ini juga diperjelas dalam kutipan
wawancara dengan Ibu Maizidah.
Selain itu dulu temen-temen menginginkan
adanya budi daya jamur tiram, nah dulu hasil
sisa dari 100 kambing Ciamis digunakan untuk
budidaya jamur tiram sekitar sisa 22 kambing
ada yang dibagikan ada juga yang digunakan
untuk membuat kandang jamur dan bibitnya,
pertama mencoba sekitar 1500 plastik tambah
lagi jadi 3000 lalu tambah lagi jadi 5000
(Wawancara Kamis 13 Oktober 2016)
Usaha jamur tiram berjalan sampai dengan satu tahun,
status lahan yang digunakan untuk usaha jamur tiram
tersebut masih sewa dan setelah satu tahun para buruh
migran terkendala dengan harus membayar uang sewa lahan
tahun berikutnya, musyawarah dengan anggota kelompok
Kampung Buruh Migran dilakukan setiap satu bulan sekali
pada tanggal 18. Dalam musyawarah tersebut didapatkan
solusi untuk memindah lahan budi daya jamur tiram tersebut
menuju salah satu lahan milik anggota kelompok sehingga

75

tidak perlu membayar sewa. Hal ini dijelaskan oleh Ibu


Hartati anggota Kampung Buruh Migran.
dulu itu kami temapatnya masih sewa mba
harganya juga cukup mahal yaitu 1,5jt setiap
tahunnya, nah setelah dihitung untung yang
didapatkan belum sampai segitu jadi kami
memilih untuk melakukan musyawarah
kembali anggota buruh migran dan SBMI
Wonosobo, lalu didapat hasil untuk
dipindahkan disalah satu rumah anggota buruh
migran (Wawancara Jumat 14 Oktober 2016)
Setelah dilakukan musyawarah dan melihat masalah yang
terjadi dilapangan tindakan pemindahan lahan menjadi salah
satu alternative yang disetujui seluruh anggota, pemindahan
lahan budi daya jamur tiram dilakukan mandiri oleh semua
anggota Kampung Buruh Migran secara gotong royong.
Lahan dipindahkan ke salah satu atap rumah mantan buruh
migran. Namun karena kondisi lahan baru yang memiliki
perbedaan suhu cukup jauh dengan lahan sebelumnya.
Usaha budi daya jamur mengalami kegagalan, ternak
kambing menjadi salah satu usaha yang dilanjutkan kembali
untuk memberdayakan perekonomian para mantan buruh
migran. Budi daya kambing yang ada di Kampung Buruh
Migran mendapat bantuan dari Pemerintah Desa Tracap
sebanyak

kambing

dan

dengan

bantuan

SBMI

mendapatkan 12 kambing. Kambing yang di ternakan

76

merupakan kambing jenis jawa dengan ke 17 kambing


tersebut merupakan kambing betina.
Pelaksanan budi daya kambing berjalan cukup baik,
dimana mekanisme untuk pengelolaanya sekarang dirubah
tidak lagi shift melainkan ditugaskan kepada tiga anggota
Kampung Buruh Migran. Menurut hasil wawancara
diketahui bahwa usaha kambing jawa yang sedang dikelola
oleh para buruh migran bm dapat menghasilkan keuntungan
hal ini dikarenakan harga jual kambingnya belum cukup
tinggi dan belum memberikan keuntungan.
Dalam pelaksanaannya usaha kambing masih berjalan
dengan baik menggunakan sistem pengelolaan yang baru.
Meskipun dalam pemberdayaan usaha peternakan dan
pertanian mengalami beberapa kegagalan seperti usaha
ternak kambing Ciamis, ternak ayam petelur dan budi daya
jamur tiram.
d) Tahap Monitoring dan Evaluasi
(1) Pendampingan
Kampung Buruh Migran berada dibawah naungan
Serikat Buruh Migran Indonesia DPC Kab. Wonosobo,
sehingga kegiatan pemberdayaan yang ada di Kampung
Buruh Migran didampingi oleh SBMI Kab. Wonosobo.
Kegiatan fasilitator lebih didasarkan untuk mendorong

77

pencapaian pelaksanaan pemberdayaan ekonomi melalui


usaha ternak, dari perencanaan pelaksanaan sampai
dengan hasil yang didapatkan.
Pelaksanaan pendampingan ini dilakukan agar
pelaksanaan usaha peternakan dan pertanian yang ada
dapat terpantau, baik berjalan dengan baik dan lancar
ataupun terdapat permasalahan-permasalahan yang
muncul dalam pelaksanaan program tersebut, sehingga
fasilitator dapat melakukan usaha pembantuan ketika
terdapat kendala dilapangan.
Pendampingan

juga

dilaksanakan

oleh

Dinas

Peternakan namun tidak intensif ke satu kelompok, hal


ini dijelaskan oleh Bapak Heri
Nah nanti kita memantau itu mba dari
pengobatan hewan masal yang diadakan ke
desa bukan ke kelompok kelompok selama satu
tahun sekali, dan desa biasanya yang sering ikut
ya kelompok kelompok tersebut yang memang
sudah terbiasa dengan program dinas. Tiap
tahun kita rutin melakukan pengobatan masal,
bisa desa yang meminta atau kami yang melihat
ke lapangan apakah membutuhkan dan nanti
kita akan alokasikan kesitu. Dari situ kami
dapat mendampingi kelompok ternak
(Wawancara Kamis 27 Oktober 2016)
Pendampingan yang dilakukan dinas dalam rentan waktu
satu tahun sekali dirasa oleh para mantan buruh migran
kurang

maksimal

sehingga

tidak

permasalahan yang terjadi dilapangan.

bisa

menangani

78

(2) Evaluasi Bulanan


Evaluasi yang dilakukan di Kampung Buruh Migran
diadakan satu bulan sekali yaitu tanggal 18, evaluasi
dilakukan bersama, dengan didampingi SBMI DPC Kab.
Wonosobo
program

dalam

kegiatan

pemberdayaan

evaluasi

dibahas,

keseluruhan

dimana

semua

perwakilan pengelola program pemberdayaan akan


melaporkan perkembangan, kemajuan sampai dengan
permasalahan yang dihadapi. Tidak terkecuali usaha
ternak dan pertanian.
Dari hasil wawancara diketahui salah satu hasil
evaluasi adalah sumber daya manusia yang minim,
dimana SDM para mantan buruh migran masih kurang
sehingga dalam pengelolaan program pemberdayaan
mengalami kendala. Selain itu kurangnya koordinasi
dengan

pemerintah

juga

memungkinkan

adanya

kegagalan terhadap usaha ternak, hal ini dijelaskan oleh


Bapak Heri
Itu kalau untuk kelancaran program
sebenarnya dari kelompok itu sendiri mba, jadi
jika antara pengurus dan anggota itu memiliki
koordinasi yang baik, kemudian koordinasi
antar kelompok dengan dinas dapat baik juga,
maka insyaAllah akan berhasil mba
(Wawancara Kamis 27 Oktober 2016)

79

Hasil evaluasi yang direkap digunakan untuk menjadi


acuan program pemberdayaan berikutnya, seperti ternak
kambing yang mengalami kegagalan karena sistem shift
yang diterapkan dan jenis kambing yang tidak sesuai
dengan kondisi gegografis di Desa Tracap, maka pada
usaha ternak kambing berikutnya digunakan untuk
pertimbangan dengan menghasilkan keputusan untuk
melakukan pemberdayaan ekonomi di bidang usaha
ternak kambing dengan memilih kambing jawa dan
menetapkan tiga pengurus untuk mengelola kambing
sehingga tidak menggunakan sistem shift lagi.
Kemudian untuk usaha ternak ayam berdasarkan
wawancara memang terpaksa untuk dihentikan, karena
ternak ayam rentan dengan ayam yang stress dan belum
ada sumber daya manusia yang dapat bersedia untuk
mengelola. Sedangkan untuk usaha budi daya jamur
tiram harus dihentikan sementara sampai dengan
menemukan lahan yang tepat untuk digunakan usaha
jamur tiram, hal ini juga diperjelas oleh pernyataan Ibu
Maizidah bahwa untuk sementara waktu usaha jamur
tiram harus dihentikan terlebih dahulu sampai dengan
mendapatkan

tempat

yang

tepat

dan

memiliki

kelembaban yang sesuai untuk budi daya jamur.

80

Evaluasi ini juga digunakan untuk mengetahui tingkat


pencapaian dan kesesuaian antara rencana kegiatan
pelaksanaan dan hasil yang dicapai.
(3) Monitoring
Monitoring juga dilakukan oleh pemerintah Desa
Tracap sehingga pemerintah desa juga mengetahui
keadaan pemberdayaan para mantan buruh migran. Hal
ini dijelaskan oleh Kepala Desa Tracap Bapak Bejo
Ya kita memantau mba keadaanya, itu
uangnya kemana untuk belanja apa saja kita
pantau terus, Kalau sementara ini belum ada
mba laporan tertulisnya, kami hanya
mengawasi dan memantau perkembanganya
seperti apa kita kan juga menyalurkan itu bukan
uang saya namun uang rakyat sendiri, bantuan
kami baru di toko sembako dan kambing
(Wawancara 25 Oktober 2016)
Bentuk monitoring dari pemerintah desa masih dalam
cakupan

pemantauan

secara

langsung

terhadap

pemberdayaan para mantan buruh migran. Sedangkan


SBMI DCP Kab. Wonosobo melakukan monitoring
dengan ikut mendampingi dalam setiap kumpul anggota
pada tanggal 18, hal ini dirasa akan lebih efektif untuk
mengetahui secara jelas keadaan di lapangan karena
cakupan SBMI DCP Kab. Wonosobo tidak hanya
didaerah kantong TKI di Desa Tracap saja melainkan
beberapa daerah lain seperti kecamatan Wadaslintang,

81

Kertek

dan

beberapa

kecamatan

di

Kabupaten

Wonosobo.
Dinas peternakan juga melakukan monitoring namun
tidak secara langsung melainkan berdasarkan laporan
yang masuk ke Dinas Peternakan dan Perikanan hal ini
dijelaskan oleh Bapak Heri
Dari laporan yang diberikan kelompok
tersebut kelompok yang tertib melaporkan ke
dinas nanti dinas memonitor dari laporan
tersebut, jika misal ini harusnya berkembang
dari katakan misal 50 ekor seharusnya satu
tahun kan berkembang menjadi 70 tapi kok
hanya menjadi 55 nah ada apa ini mungkin itu
monitoring melalui laporan, kalau monitoring
yang langsungnya jadi saat kita melakukan
pengobatan masal gratis kita kan juga mendata
ternak disana berkembang engga dari seperti itu
kita bisa memantau (Wawancara Kamis 27
Oktober 2016)
Berdasarkan hasil wawancara campur tangan dinas
belum dapat keseluruhan karena terdapat kendala
minimnya anggaran dan cakupan dinas yang besar tidak
hanya satu kelompok sasaran saja.
2) Pemberdayaan Melalui Koperasi dan Simpan Pinjam
a) Tahap Persiapan
Usaha pemberdayaan perekonomian mantan buruh
migran juga dilakukan melalui pembentukan kelompok
simpan pinjam, kelompok simpan pinjam ini terbentuk atas
hasil musyawarah anggota kelompok mantan buruh migran.

82

Dimana simpan pinjam ini merupakan pemberdayaan yang


pertama dilakukan di Kampung Buruh Migran, hal ini juga
dijelaskan oleh bendahara kelompok simpan pinjam ibu
Hartati
kalau ini sudah cukup lama mba, memang saya
bendahara baru karena dulunya bukan saya
kalau selama saya yang megang ini sudah tiga
tahun. Mulainya itu dari tahun 2012 mba,
pokoknya dulu simpan pinjam dimulai sebelum
diresmikannya KBM oleh pemerintah, untuk
pertemuanya itu tanggal 18 jadi nanti yang
pinjam memberikan setoran dan yang
menabung ya memberikan tabungan. Tapi
untuk menabungnya memang masih kurang
rutin. (Wawancara Jumat 14 Oktober 2016)
Persiapan yang dilakukan sebelum diadakannya simpan
pinjam ini adalah pendataan angota kelompok yang berminat
untuk ikut kelompok simpan pinjam dimana pada awal
pembentukan terdapat banyak anggota yang berminat ikut
berkisar 70 orang hal ini sesuai hasil wawancara dengan
bendahara simpan pinjam.
Setelah dilakukan pendataan kelompok simpan pinjam
juga dilakukan beberapa persiapan yaitu pemberian materi
oleh SBMI DCP Kab. Wonosobo

terkait pendekatan

kelompok, pendekatan ini dilakukan agar dapat mendorong


timbulnya rasa kesadaran akan kehidupan berkelompok dan
dalam penyelesaian permasalahan terkait perekonomian
yang ada. Selain itu sistem musyawarah atau rembug juga

83

ditekankan lebih oleh SBMI kepada para mantan buruh


migran karena pengambilan setiap keputusan akan lebih baik
dan dapat diterima oleh setiap anggota ketika dilakukan
melalui mekanisme rembug atau musyawarah terlebih
dahulu. Hal tersebut sesuai wawancara dengan ketua SBMI
DCP Kab. Wonosobo.
Selain kelompok simpan pinjam Kampung Buruh Migran
juga memprakarsai berdirinya toko sembako, dalam tahap
persiapan para mantan buruh migran berkonsultasi dengan
SBMI DCP Kab. Wonosobo terkait keinginan para mantan
buruh migran untuk mendirikan toko sembako. Tanggapan
positif diterima oleh para pengurus SBMI Kab. Wonosobo
yang mana menindaklanjuti permintaan tersebut dengan
menjadi fasilitator untuk mencarikan bantuan dana sebagai
modal awal atau stimulan untuk pembangunan toko sembako
tersebut.
b) Tahap Perencanaan
Setelah selesai dilakukanya persiapan dilanjutkan dengan
perencanaan program simpan pinjam. Rembug atau kumpul
kelompok menjadi media untuk mendapatkan masukan
terkait usaha simpan pinjam ini. Rembug kelompok
dilakukan untuk menetapkan sistem yang akan digunakan
dalam simpan pinjam ini. Dari hasil wawancara dengan

84

bendahara simpan pinjam didapatkan hasil bahwa dalam


perencanaan ditetapkan untuk memberikan setoran tabungan
berjumlah Rp. 5.000,- untuk setiap kali pertemuan.
Setelah ditetapkan jumlah minimal tabungan setiap bulan
bagi anggota Kampung Buruh Migran dilanjutkan dengan
penetapan suku bunga bagi para buruh migran yang nantinya
akan melakukan peminjaman, dimana disepakati untuk suku
bunganya sejumlah 2,5% dari jumlah total pinjaman.
Sedangkan dalam tahapan perencanaan SBMI melakukan
perencanaan dengan mengorganisir para mantan buruh
migran tersebut.
Simpan pinjam ini juga direncakan untuk bertemu setiap
bulanya tanggal 18 bersama dengan program pemberdayaan
lainya. Namun berdasarkan hasil wawancara tempat yang
digunakan untuk berkumpul adalah digilir kerumah-rumah
anggota kelompok hal ini berdasarkan kesepakatan anggota
kelompok karena dirasa dapat memberikan keadilan bagi
seluruh anggota.
Dalam pembentukan toko sembako dilakukan dengan
bantuan SBMI DPC Kab. Wonosobo sebagai fasilitator,
dalam perencanaan diketahui SBMI DPC Kab. Wonosobo
membantu mengajukan proposal ke desa untuk pembantuan
toko sembako. Desa juga memberikan bantuan dana sebesar

85

3 juta rupiah untuk pembangunan toko sembako hal ini juga


dijelaskan oleh Bapak Bejo Kepala Desa Tracap.
Bentuk campur tangan pemerintah desa juga ada
mba dulu kan juga saat mau membuat toko sembako
itu kita juga support dana sebagai motivasi yaitu 3
juta. (Wawancara Selasa 25 Oktober 2016)
Selain bantuan dana dari pemerintah Desa Tracap,
bantuan juga diberikan oleh BNP2TKI sebesar 10 juta rupiah
melalui SBMI DCP Kab. Wonosobo, hal ini juga termuat
dalam koran Suara Karya.
Pada Kesempatan ini, kepala BNP2TKI
memberikan sumbangan dana sebesar Rp 10 juta.
Dana diberikan sebagai penyertaan modal di koperasi
yang dikelola SBMI. Desa Tracap jadi proyek
percontohan bagi kegiatan ekonomi terintegrasi
(Koran Suara Karya 1 November 2012)
Setelah mendapatkan modal usaha pembangunan toko
sembako dilakukan perencanaan akan lokasi yang akan
digunakan untuk membangun toko sembako tersebut.
Menurut hasil wawancara kesepakatan yang diambil bahwa
penempatan lokasi toko sembako tersebut berada di Dusun
Jojogan, dan diberi nama Koperasi Buruh Migran Indonesia.
c) Tahap Pelaksanaan
Kelompok simpan pinjam berjalan sesuai dengan
perencanaan dimana setiap bulan diadakan setoran uang
tabungan sejumlah Rp 5 ribu rupiah minimal untuk setiap
orangnya. Namun setelah itu jumlah iuran dinaikan menjadi

86

sejumlah Rp 10 ribu rupiah setiap orangnya, hal ini


dijelaskan oleh Ibu Maizidah
Kita mengadakan simpan pinjam pertama dulu
setiap orangnya hanya 5 ribu dan ditambah lagi
menjadi 10 rb kemudian dipotong 2 ribu untuk
membeli cemilan bagi yang kena giliran kan karena
giliran, sampai mereka menyadari bahwa hasilnya
hanya sedikit jadi sekarang dibebaskan tanpa ada
potongan camilan itu. Sekarang sudah tidak dipatok
lagi minimal berapa untuk memberikan setoran
setiap bulan, jadi jenisnya kaya tabungan itu tapi
tidak memakai buku perorangan melainkan pakai
buku besar di bendahara. (Wawancara Kamis 13
Oktober 2016)
Jumlah

anggota

yang

mengikuti

simpan

pinjam

mengalami penurunan dimana anggota yang ikut menjadi


sejumlah 22 orang berikut tabel nama anggota simpan
pinjam.
Tabel 6. Anggota Kelompok Simpan Pinjam
No.

Nama

1.

Muhajir

2.

Hartati

3.

Juminah

4.

Istirohah

5.

Wiji

6.

Saripah

7.

Rifgaten

8.

Holifah

87

9.

Siti yauni

10.

Aan

11.

Niyaton

12.

Bariyah H

13.

Sutiyah

14.

Lasmini

15.

Misliyati

16.

Karinah

17.

Miskiyah

18.

Fatimah

19.

Aminah

20.

Bariyah S

21.

Idah

22.
Sri Mulyani
Sumber : Bendahara Simpan Pinjam 2016
Berdasarkan tabel 5 tersebut memang yang terdaftar
menjadi anggota kelompok simpan pinjam tersisa 22 orang
namun berdasarkan wawancara dengan bendahara simpan
pinjam diketahui bahwa terdapat beberapa orang yang ikut
namun diatasnamakan oleh salah satu nama anggota
kelompok yang sudah terdaftar.
Bentuk pertanggungjawaban dari peminjaman orang
yang berada diluar kelompok simpan pinjam ini ditanggung

88

sepenuhnya oleh anggota kelompok simpan pinjam yang


diatasnamakan.
Berdasarkan hasil observasi peneliti, pembukuan dalam
simpan pinjam masih menggunakan pembukuan manual dan
terdapat beberapa bagian utama dalam pembukuan tersebut
yaitu bagian setoran, tabungan dan pembagian hasil. Belum
adanya biaya administrasi juga dirasa menjadi kendala
perkembangan kelompok simpan pinjam.
Dalam pelaksanaan simpan pinjam ini terdapat beberapa
kendala

terkait

setoran

anggota,

beberapa

anggota

melakukan setoran peminjaman kurang tertib sehingga hasil


yang didapatkan kurang maksimal. Hal ini juga dijelaskan
oleh Ibu Hartati
ya kadang orang bayarnya itu cuma dana bagi
hasilnya saja jadinya bikin kurang lancar atau ada
yang bayar setoran utamanya saja tidak dengan
bunganya. Beberapa juga kurang lancar dalam
memberikan setoran, jika sudah lancar untungnya
mungkin akan lebih, pinginnya gitu mba.
(Wawancara Jumat 14 Oktober 2016)
Selain simpan pinjam toko sembako memulai tahapan
pelaksanaan setelah pencairan dana diberikan, dimana dana
yang didapatkan berasal dari BNP2TKI dan Pemerintah
Desa Tracap. Pembangunan toko sembako yang diberi nama
koperasi BMI tersebut berjalan cukup baik pasalnya
sekarang koperasi BMI telah membuka toko baru sehingga

89

Kampung Buruh Migran memiliki dua koperasi buruh


migran. Keuntungan dari koperasi BMI ini dialokasikan
untuk membantu melakukan pemberdayaan ekonomi lainya,
selain itu keuntungan dari koperasi ini akan diberikan kepada
kelompok simpan pinjam sebagai dana bagi hasil yang
dibagikan satu tahun sekali.
Pelaksanaan koperasi dan simpan pinjam tersebut juga
dilakukan pelatihan sebagai penguatan kapasitas, diadakan
pelatihan-pelatihan dan juga sosialisasi diharapkan dapat
menjadi satu modal bagi para mantan buruh migran untuk
mendapatkan

tambahan

ketrampilan.

Menurut

hasil

wawancara dan dokumentasi bahwa penguatan kapasitas


melalui

pelatihan didominasi

oleh Badan

Keluarga

Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan


Anak melalui beberapa pelatihan sebagai berikut
(1)

Pelatihan Tata Boga


Pelatihan tata boga dilaksanakan sudah dua kali di
Kampung Buruh Migran pemilihan pelatihan tata boga
sesuai dengan kebutuhan mantan buruh migran,
dimana identifikasi kebutuhan pelatihan diadakan
menjelang hari raya Idul Fitri sehingga para mantan
buruh migran mengusulkan untuk peltihan tata boga.

90

Hal ini dijelaskan oleh Ibu Ranti kasi Pemberdayaan


Perempuan.
Kalau di Kampung Buruh Migran kami
pernah mengadakan pelatihan boga mba dua
kali, dulu itu waktunya bertepatan dengan
menjelang lebaran jadi saat kami melakukan
identifikasi kebutuhan masyarakat untuk
pelatihan mereka meminta untuk diadakan
pelatihan tata boga ya seperti kue kue kering
(Wawancara Rabu 26 Oktober 2016)
Setelah diidentifikasi kebutuhan pelatihan bagi
mantan buruh migran maka pelaksanaan pelatihan
diharapkan dapat diikuti secara aktif oleh mantan
buruh migran. Dengan adanya pelatihan ini diharapkan
nantinya mantan buruh migran dapat mandiri dan
mengembangkan ilmunya untuk membuat kue-kue
kering tidak langsung dijual melainkan untuk konsumsi
pribadi terlebih dahulu sehingga saat lebaran mantan
buruh migran dapat memproduksi secara mandiri.
Terdapat kendala-kendala yang dialami dalam
pelatihan tata boga yang dilakukan oleh KKBPPPA
dimana meskipun antusiasme mantan buruh migran
cukup baik dalam mengikuti pelatihan, namun masih
minimnya kesadaran para mantan buruh migran untuk
mengimplementasikan ilmu yang didapatkanya, hal ini
dijelaskan oleh Ibu Ranti

91

Kendalanya
masih
dalam
jangka
permasalahan klasik mba, jadi misal yang
diberi pelatihan sejumlah 20-30 orang
peserta namun nantinya yang akan
meneruskan untuk menjadi peluang usaha
dan mengimplikasikan ilmunya sejumlah 2
atau 3 orang saja mba (Wawancara Rabu 26
Oktober 2016)
(2)

Pelatihan Membuat Dompet


Selain pelatihan tata boga terdapat pelatihan lain
yang juga dilakukan oleh KKBPPPA yaitu pelatihan
membuat dompet, pelatihan ini mendatangkan salah
satu pengusaha yang telah berhasil membuat dompet
sendiri dan menjualnya.
Setiap pelatihan yang dilakukan oleh KKBPPPA
melalui rules yang telah ditetapkan pemerintah dan
tercantum dalam Surat Keputusan Bupati Wonosobo
Nomor

414.4/250/2011

Tentang

Pembentukan

Kelompok Kerja (Pokja) Bina Keluarga Tenaga Kerja


Indonesia Kabupaten Wonosobo. Hal ini dijelaskan
oleh Ibu Ranti kasi Pemberdayaan Perempuan.
Semua kegiatan kami ini ada payung
hukumnya sendiri mba itu tertuang dalam
Surat Keputusan Bupati Wonosobo Nomor
414.4/250/2011 Tentang Pembentukan
Kelompok Kerja (Pokja) Bina Keluarga
Tenaga Kerja Indonesia Kabupaten
Wonosobo. Semua tupoksi kami terkait eks
buruh migran ada disitu dan kami mengikuti
rules yang ada. (Wawancara Rabu 26
Oktober 2016)

92

Menurut hasil wawancara setelah pelatihan


membuat dompet para mantan buruh migran tidak
ada satupun yang mengimplementasikan ilmu
tersebut, hal ini didasari karena bahan dompet yang
cukup mahal dan hanya dapat dibeli dari pelatih
dalam pelatihan membuat dompet tersebut. Hal ini
dijelaskan oleh Ibu Maizidah selaku fasilitaor SBMI
DPC Kab. Wonosobo.
Saat pelatihan membuat dompet itu para
buruh migran tidak ada yang mencoba untuk
membuka peluang usaha melalui pelatihan
ini, yah banyak mba alasanya karena bahan
dompetnya cukup mahal untuk mereka dan
untuk membelinya hanya dapat dibeli dari
pelatihnya pas waktu itu (Wawancara Kamis
13 Oktober 2016)
(3)

Sosialisasi Keharmonisan Keluarga


Selain

jenis-jenis

pelatihan

sosialisasi

juga

dilakukan oleh KKBPPPA, hal ini dirasa penting


karena banyaknya anak para buruh migran yang
terlantar dan kuran mendapat kasih sayang dari orang
tua. Hal ini dijelaskan oleh Ibu Ranti.
kami juga mendampingi para mantan tenaga
kerja Indonesia ini tidak hanya dalam
pemberdayaan bentuk pelatihan tapi juga
kadang sosialisasi terkait keharmonisan
keluarga juga ada, agar keluarga buruh
migran ini dapat memiliki keluarga yang
harmonis itu nantinya akan berkolaborasi
dengan
kementrian
agama
dalam
pelaksanaanya, harapan dari adanya program

93

ini adalah anak dari mantan buruh migran


dapat terurus dengan baik nantinya. Karena
kadang kan mba orangtuanya diluar negeri
nanti anaknya terlantar bahkan kadang
dititipkan kepada kakek atau neneknya
sehingga kurang mendapatkan kasih sayang
dari orangtuanya. (Wawancara Rabu 26
Oktober 2016)
Menurut hasil wawancara juga diketahui bahwa
banyaknya kasus perceraian di Kabupaten Wonosobo
berasal dari kalangan tenaga kerja Indonesia, hal inilah
yang menjadikan sosialisasi ini dirasa penting agar
mantan buruh migran selain dapat mendidik anaknya
dengan baik

tapi juga dapat

mempertahankan

keharmonisasian keluarganya.
(4)

Sosialisasi Migrasi yang Aman


Untuk

mengantisipasi

kembalinya

tindakan

trafficking sosialisasi terkait dengan migrasi yang


aman juga dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kabupaten Wonosobo dibantu dengan
SBMI DPC Kab. Wonosobo. Dalam sosialisasi
tersebut diberikan materi terkait sosialisasi yang baik
sehingga para tenga kerja tidak harus membayar
dengan jumlah besar kepada calo dan memberikan
edukasi-edukasi bagaimana menjadi tenaga kerja

94

Indonesia yang sukses, hal ini juga dijelaskan oleh Ibu


Nita dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Kami melakukan sosialisasi terkait cara
bermigrasi yang aman kepada para mantan
tenaga kerja Indonesia hal ini dirasa penting
sebagai informasi baik untuk mereka atau
saudara agar tidak lagi terkena iming-iming
calo yang justru nanti akan memberikan
kerugian kepada mereka (Wawancara Rabu
26 Oktober 2016)
Sedangkan

bentuk

pelatihan

yang

diberikan

Disnakertrans belum terkhusus hanya untuk Kampung


Buruh Migran, karena keterbatasan dana pelatihan
yang diberikan oleh Disnakertrans cakupanya satu
Kabupaten dan mengambil perwakilan dari setiap
wilayah kantong-kantong buruh migran di Kabupaten
Wonosobo, hal tersebut dipaparkan oleh Ibu Nita.
Kalo pelatihan itu kita setahun sekali mba
untuk eks buruh migran tapi tidak terkhusus
untuk langsung ke desa tracap tapi karena
Kab. wonosobo sudah punya kantung
kantung buruh migran, nanti pelatihanya
lebih ketingkat Kabupaten dan nanti
koordinasi kepada setiap kelompokkelompok eks buruh migran tersebut. Nanti
jika ada kelompok yang baru muncul
mungkin itu yang akan kami prioritaskan
terlebih dahulu untuk dilatih, dan nanti
modelnya dari setiap kelompok mengirimkan
perwakilanya ya karna keterbatasan dana
juga kan mba jadi kami hanya bisa
memberikan pelatihan kepada perwakilan
setiap kelompok eks buruh migran tersebut.
(Wawancara Rabu 26 Oktober 2016)

95

Menurut hasil wawancara dan observasi peneliti


SBMI DPC Kab. Wonosobo juga memberikan edukasi
terkait migrasi yang aman, selain memberikan edukasi
SBMI DPC Kab. Wonosobo juga memberikan modul
pembelajaran

berdasarkan

negara

tujuan.dan

melakukan pendampingan kepada para buruh migran


yang akan kembali bekerja di luar negeri.
d) Tahap Monitoring dan Evaluasi
Monitoring tidak hanya dilakukan oleh SBMI DPC Kab.
Wonosobo selaku fasilitator Kampung Buruh Migran,
pemerintah Desa Tracap juga ikut andil dalam memonitoring
kegiatan pemberdayaan yang ada hal ini juga merupakan
bentuk tindak lanjut pemerintah desa setelah memberikan
bantuan modal kepada para mantan buruh migran, hal ini
dijelaskan oleh Kepala Desa Tracap Bapak Bejo
Kami kan menindaklanjuti dana yang kami
berikan mba, meskipun dana tersebut merupakan
uang rakyat namun kami juga akan memantau
dana tersebut kemana lalu dibelanjakan untuk
apa dan apakah pemberdayaan terseebut berjalan
baik atau tidak (Wawancara Selasa 25 Oktober
2016)
Adanya monitoring dilakukan untuk dapat memantau
kedaan usaha koperasi BMI apakah berjalan sesuai target
yang

diharapkan.

Berbeda

dengan

simpan

pinjam,

monitoring hanya dilakukan oleh pihak SBMI DPC Kab.

96

Wonosobo hal ini dikarenakan kelompok simpan pinjam


dibentuk dibawah arahan SBMI DPC Kab. Wonosobo.
Bentuk

monitoring

dilakukan

bersamaan

dengan

pemberdayaan lainya yaitu pada tanggal 18 setiap bulan.


Evaluasi dilakukan bersama seluruh anggota kelompok
dengan didampingi oleh SBMI DPC Kab. Wonosobo,
evaluasi untuk simpan pinjam dan koperasi BMI dilakukan
pada satu tahun sekali menjelang hari raya lebaran,
pemilihan waktu ini diambil ketika ada pembagian hasil dari
usaha program pemberdayaan dan bagi hasil dari simpan
pinjam sehingga dapat dilihat selama satu tahun progress
yang ada. Dari hasil wawancara diketahui bahwa hasil
evaluasi

digunakan

untuk

pertimbangan

berjalanya

pemberdayaan tahun berikutnya salah satu hasil evaluasi dari


usaha simpan pinjam adalah adanya masukan dari beberapa
anggota untuk menerapkan uang administrasi sehingga
keuntungan yang didapatkan bisa bertambah.
Kegiatan pelatihan juga dilakukan monitoring oleh satuan
kerja perangkat daerah (SKPD) terkait yaitu KKBPPPA
monitoring yang dilakukan oleh KKBPPPA adalah
monitoring secara keseluruhan selama satu tahun sekali,
ketika pelatihan berhasil dan ilmu yang diberikan dapat
diimplementasikan dengan baik kelompok tersebut dapat

97

dijadikan percontohan pada pelatihan tahun berikutnya, jika


tidak berhasil tidak serta merta pelatihan di daerah tersebut
dihentikan melainkan diberikan dorongan agar mantan buruh
migran terpacu. Hal ini dijelaskan oleh Ibu Ranti kasi
Pemberdayaan Perempuan.
Kami mengikuti SK Bupati tersebut mba dimana
nantinya monitoring dilakukan dalam setahun sekali,
jika program pelatihan tersebut berhasil hal ini akan
menjadi percontohan dan dapat digunakan untuk
pelatihan di daerah kantong buruh migran lainya.
Namun jika hasil dari pelatihan tersebut tidak
berhasil dilaksanakan maka tidak begitu langsung
diberhentikan serta merta, namun akan diberikan
sejenis simultan dorongan-dorongan agar para eks
buruh migran tersebut terpacu. (Wawancara Rabu
26 Oktober 2016)
c. Stakeholder yang terlibat dalam Pemberdayaan Masyarakat
Dari tahapan-tahapan dalam pemberdayaan masyarakat diketahui
pemberdayaan yang dilakukan kepada para mantan buruh migran
korban trafficking yang berada dibawah naungan Serikat Buruh
Migran

Indonesia

DPC

Wonosobo

melibatkan

beberapa

stakeholder, yakni Serikat Buruh Migran Indonesia DPC Kab.


Wonosobo, Pemerintah Desa Tracap, Dinas Peternakan dan
Perikanan

Kab.

Wonosobo,

Badan

Keluarga

Berencana

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kab. Wonosobo,


Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kab. Wonosobo, Balai
Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI Provinsi Jawa
Tengah, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga

98

Kerja Indonesia, International Organization for Migration, dan


masyarakat mantan buruh migran korban trafficking. Penjelasan
terkait keterlibatan para stakeholder akan dapat dilihat dalam tabel
7 berikut:

Tabel 7. Keterlibatan Stakeholder dalam Penyelenggaraan


Pemberdayaan Mantan Buruh Migran Korban Trafficking melalui
Usaha Peternakan dan Pertanian
No.

Tahap Penyelenggaraan

Tahap Persiapan

Tahap Perencanaan

Stakeholder yang terlibat dalam


setiap tahapan dan bentuk
keterlibatanya
a.
SBMI DPC Kab. Wonosobo:
mengelompokkan
dan
mengorganisir
anggota
kelompok buruh migran, dan
melakukan
sosialisasi
rencana diadakanya program
pemberdayaan.
b.
Pemerintah
Desa:
Memberikan
izin
diadakannya pemberdayaan
dengan dibentuk Kampung
Buruh Migran.
a.
SBMI DPC Kab. Wonosobo:
mendampingi
pemilihan
jenis usaha yaitu ternak
kambing dan ayam, dan
memfasilitasi
pencarian
dana.
b.
Perangkat Desa: membantu
memberi masukan dalam
pemilihan
jenis
usaha
dengan
pertimbangan
keadaan
desa.
mempersiapkan
anggaran
pembantuan untuk usaha
ternak kambing jawa.
c.
IOM: Menyetujui usulan
permintaan bantuan ternak

99

d.

e.

Tahap Pelaksanaan

a.

b.

c.

d.

e.

f.

Tahap Monitoring dan


Evaluasi

a.

b.

100 kambing dan 500 ayam


petelur.
Dinas
Peternakan
dan
Perikanan: mengidentifikasi
kebutuhan materi pelatihan
terkait budi daya kambing.
BP3TKI: mengidentifikasi
kebutuhan pelatihan terkait
budi daya ayam dan mencari
narasumber untuk pelatihan.
SBMI DPC Kab. Wonosobo:
memfasilitasi
dan
mendampingi
berjalanya
program
pemberdayaan
melalui usaha peternakan
dan pertanian, membantu
mengatasi
permasalahan
yang ada dilapangan.
IOM: memberikan bantuan
100 kambing dan 500 ayam
petelur.
Masyarakat:
membantu
pembuatan kandang untuk
ternak.
Dinas
Peternakan
dan
Perikanan:
melakukan
pelatihan kepada mantan
buruh migran terkait budi
daya kambing.
BP3TKI:
melakukan
pelatihan terkait budi daya
ayam petelur kepada mantan
buruh migran.
Pemerintah
Desa:
memberikan bantuan 5 ekor
kambing kepada mantan
buruh migran.
SBMI DPC Kab. Wonosobo:
melakukan pendampingan
terkait review pelaksanaan
pemberdayaan dan memberi
masukan atau problem
solving.
Pemerintah
Desa:
melakukan
pemantauan
secara langsung berjalanya

100

c.

pemberdayaan
apakah
mengalami kemajuan.
Dinas
peternakan
dan
perikanan:
melakukan
monev melalui kegiatan
pengobatan hewan gratis
satu tahun sekali.

Tabel 8. Keterlibatan Stakeholder dalam Penyelenggaraan


Pemberdayaan Mantan Buruh Migran Korban Trafficking melalui
Koperasi dan Simpan Pinjam
No.

Tahap Penyelenggaraan

Tahap Persiapan

Tahap Perencanaan

Tahap Pelaksanaan

Stakeholder yang terlibat dalam


setiap tahapan dan bentuk
keterlibatanya
SBMI DPC Kab. Wonosobo:
pendataan anggota kelompok
simpan pinjam dan memberikan
arahan terkait usaha toko sembako
Pemerintah desa : memberikan
masukan terkait usaha toko
sembako.
a. SBMI DPC Kab. Wonosobo:
mendampingi rembug anggota
Kelompok Buruh Migran dam
memberikan arahan-arahan.
b. Pemerintah
Desa:
mengagendakan
anggaran
pembantuan
untuk
pemberdayaan dengan usah
toko sembako.
a. SBMI DPC Kab. Wonosobo:
melakukan
pendampingan
berjalanya program, dan
membantu
memfasilitasi
pencarian untuk pelatihan
yang diinginkan kelompok.
b. BNP2TKI:
memberikan
bantuan dana sebesar Rp 10
juta untuk modal toko
sembako.
c. Pemerintah
Desa:
memberikan bantuan sebesar

101

d.

e.
4 Tahap Monitoring dan
Evaluasi

a.

b.

c.

Rp 3 juta untuk modal toko


sembako.
KKBPPPA:
memberikan
pelatihan-pelatihan
kepada
mantan buruh migran.
Disnakertrans: memberikan
sosialisasi migrasi aman.
SBMI DPC Kab. Wonosobo:
melakukan monitoring dan
ikut mendampingi evaluasi
setiap bulan di Kampung
Buruh Migran.
Pemerintah Desa: memantau
berjalanya
program
pemberdayaan.
KKBPPPA:
melakukan
monev satu tahun satu tahun
sekali
dan
memberikan
stimulan jika pelatihan tidak
berjalan.

d. Hambatan- Hambatan dalam Program Pemberdayaan Masyarakat


Pemberdayaan masyarakat mantan buruh migran di Kampung Buruh
Migran dibawah naungan Serikat Buruh Migran Indonesia DPC Kab.
Wonosobo, pemberdayaan dilakukan melalui usaha peternakan pertanian
dan melalui pembentukan koperasi dan simpan pinjam. Akan tetapi dalam
pelaksanaanya terdapat hambatan-hambatan yang membuat beberapa
program pemberdayaan yang terpaksa dihentikan. Seperti usaha ternak
ayam petelur yang gagal disebabkan oleh SDM dan juga pelatihan yang
kurang maksimal dari pemerintah berikut kutipan wawancara ketua SBMI
Kab. Wonosobo Ibu Maizidah
Iya mba misalkan ini nih dulu pernah dilatih ternak ayam tapi
pelatihanya praktek hanya 2 jam yang difasilitasi oleh bp3tki, dan
praktek 2 jam itu kurang sekali untuk pembelajaran belum

102

bagaimana cara membuat pakanya kemudian melihat ayam yang


sakit belum pengobatan stimulanya itu waktu 2 jam ga cukup.
Akhirnya temen-temen itu tidak paham ketika dipraktekan
langsung mereka binggung waktu ayam itu mba harusnya dikasih
stimulan untuk bertelur malah dikasihnya obat nah disitu dulu
obatnya berjejeran dan tidak diberi keterangan hanya perbedaan
pada warna obat. Kemudian mereka juga kurang paham ciricirinya kalau kotorannya hijau itu obatnya yang mana dia itu tidak
paham karena banyak orang dan kembali lagi temen -temen itu
SDMnya masih minim dimana pengalamanya masih kurang dan
juga pendidikanya temen-temen ini masih kebanyakan dari
pendidikan rendah sehingga untuk paham dalam waktu sesingkat
itu dirasa belum bisa dan ditonton oleh banyak orang, kemudian
praktiknya juga tidak semua ikut praktek Cuma salah satu
perwakilannya yang maju untuk menyuntik dll. (Wawancara
Kamis 13 Oktober 2016)
Selain aspek SDM dari para mantan buruh migran yang rendah
kurangnya koordinasi dengan SKPD terkait juga membuat belum
berjalannya program pemberdayaan sesuai dengan target yang diharapkan.
Hal ini juga dijelaskan oleh Bapak Heri kasi peternakan yang melihat
kegagalan akan budi daya ternak kambing di Kampung Buruh Migran.
Kurangnya koordinasi kelompok dengan dinas juga salah satu
hambatan mba tidak hanya dengan dinas namun internal mereka
sendiri juga menjadi hambatan. Saya melihat kalau yang di
Tracap kurang koordinasi dengan kami sehingga ketika
mengalami permasalahan dengan ternak harusya melakukan
koordinasi dengan kami (Wawancara Kamis 27 Oktober 2016)
Hambatan lain yang terdapat dilapangan adalah masih adanya maindset
para mantan buruh migran ketika dilakukan pelatihan atau program
pemberdayaan orientasinya adalah adanya bantuan dana. Hal ini dijelaskan
oleh Kepala Desa Tracap Bapak Bejo.
Kalau menurut saya program pemberdayaan di Tracap untuk eks
buruh migran ya belum bisa dikatakan sukses namun juga tidak
bisa dikatakan gagal, tengah-tengah lah mba. Soalnya pemikiran
buruh migran itu masih cenderung klasik dimana ada program

103

mereka selalu beranggapan ada bantuan padahal kalo pelatihan


kan juga dalam bentuk ilmu. Ibaratnya masih pake sistim pedati
jadi kalau tidak dipecut ya tidak jalan mba sama sifat burung
merpati jadi kalau ada umpan baru berkumpul nanti umpannya
habis pergi lagi. Tapi juga ada yang dulu ikut pelatihan kue
sekarang buka catering, dan kami perangkat desa jika ada rapat
kami akan menggunakan jasa makanan milik warga kami
sendiri. (Wawancara Selasa 25 Oktober 2016)
Berdasarkan hasil wawancara masih minimnya kesadaran dan
pemahaman para mantan buruh migran dalam setoran peminjaman menjadi
hambatan masih belum maksimalnya keuntungan yang dapat dibagikan
sebagai sisa hasil usaha. Hambatan-hambatan tersebut yang menjadikan
pemberdayaan masyarakat mantan buruh migran korban trafficking belum
berjalan semestinya.
B. Pembahasan
1.

Pemberdayaan

Masyarakat

Mantan

Buruh

Migran

Korban

Trafficking
Prijono dan Pranarka (1996:77) memiliki dua makna pengertian
pemberdayaan yang pertama adalah to give power authority dimana hal ini
dimaknai meliputi memberikan kekuasaan, memindahkan kekuatan atau
mendelegasikan kewenangan kepada pihak yang kurang atau bahkan
belum berdaya. Kemudian pemaknaan yang kedua adalah to give ability to
enable dimana arti dari makna yang kedua ini adalah memberikan
kemampuan atau keberdayaan serta memberikan peluang kepada pihakpihak lain untuk melakukan sesuatu. Dalam pemberdayaan mantan buruh
migran di bawah naungan Serikat Buruh Migran Indonesia DPC Kab.

104

Wonosobo sudah seharusnya para mantan buruh migran diberikan


kemampuan agar lebih berdaya oleh pemerintah, hal ini juga telah tertuang
jelas di salah satu peraturan pemerintah yaitu Permendagri No 26 Tahun
2012 Tentang Pemberdayaan Masyarakat yang akan menjadi calon dan
purna Tenaga Kerja Indonesia, dan juga telah diperkuat dengan adanya
Surat Keputusan Bupati Wonosobo Nomor : 414.4/250/2011 Tentang
Pembentukan Kelompok Kerja (POKJA) Bina Keluarga Tenaga Kerja
Indonesia Kabupaten Wonosobo.
Adanya landasan tersebut harusnya dapat menjadikan acuan bagi
pemerintah untuk melakukan pemberdayaan kepada para mantan buruh
migran, tujuan utama dari pemberdayaan adalah untuk membentuk
individu dan masyarakat yang lebih mandiri tidak berketergantungan.
Kemandirian tersebut dilihat dari kemandirian dalam berpikir, bertindak
dan mengendalikan apa yang dilakukannya (Ambar 2004:80). Tujuan
pemberdayaan untuk dapat memberikan kemandirian dalam berpikir dan
bertindak di Kampung Buruh Migran sudah cukup berjalan dengan baik
dimana mantan buruh migran selalu melakukan musyawarah dalam
perencanaan program pemberdayaan yang ada, meskipun masih terdapat
bantuan dan dampingan dari SBMI Kab. Wonosobo. Partisipasi yang ada
di Kampung Buruh Migran juga belum berjalan dengan baik, dimana
banyak mantan buruh migran yang tidak melanjutkan untuk berpartisipasi
dalam program pemberdayaan

hal ini dikarenakan anggapan bahwa

105

keuntungan yang didapatkan dalam mengikuti program pemberdayaan


tidak cukup besar.
Program pemberdayaan yang ada di Kampung Buruh Migran dilakukan
melalui beberapa program, dimana terdapat pemberdayaan masyarakat
mantan buruh migran melalui usaha peternakan, pertanian dan
pemberdayaan masyarakat mantan buruh migran melalui koperasi dan
simpan pinjam. Menurut Isbandi (2008:244-258) terdapat tahapan dalam
program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Organisasi
Pelayanan Masyarakat dimana terbagi menjadi 7 tahapan, dari setiap
program pemberdayaan yang ada di Kampung Buruh Migran melalui ke
tujuh tahapan tersebut. Hal ini juga diungkapkan oleh Ambar (2007:77)
dimana pemberdayaan melalui proses yang merujuk pada serangkaian
tindakan atau langkah-langkah yang dilakukan secara kronologis
sistematis yang mencerminkan pentahapan upaya mengubah masyarakat
yang belum berdaya menjadi terberdayakan.
2.

Tahapan dalam Pemberdayaan Masyarakat


Sebagai suatu program dilaksanakannya pemberdayaan masyarakat
terdiri dari tahapan-tahapan kegiatan dimulai dari tahapan persiapan,
tahapan assessment, tahapan perencanaan alternative program, tahapan
pemformulasian rencana aksi, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi dan tahap
terminasi. Dalam program pemberdayaan masyarakat mantan buruh
migran baik melalui usaha peternakan,pertanian dan melalui koperasi,
simpan pinjam juga melalui tahapan-tahapan pemberdayaan. Berikut akan

106

dijelaskan tahapan pemberdayaan dari kedua program pemberdayaan yang


ada di Kampung Buruh Migran (Isbandi 2008:244-258)
a.

Pemberdayaan melalui usaha peternakan dan pertanian


1) Tahap Persiapan
Di dalam tahapan ini dilakukan persiapan dari segi persiapan
petugas dan persiapan lapangan. Persiapan petugas dibutuhkan
untuk menyamakan persepsi anggota tim sebagai pelaku
pemberdayaan, kemudian persiapan lapangan dilakukan oleh
petugas (community worker) dengan melihat studi kelayakan
suatu daerah Isbandi (200:244). Persiapan petugas dan lapangan
yang baik dapat memungkinkan untuk menciptakan suasana atau
iklim yang memungkinkan pengembangan potensi masyarakat,
hal ini senada dengan pernyataan (Edi 2005:102) pemberdayaan
masyarakat harus dapat menciptakan suasana dan iklim yang
memungkinkan potensi masyarakat berkembang secara optimal,
dimana pemberdayaan harus mampu membebaskan masyarakat
dari sekat-sekat kultural yang menghambat.
SBMI DPC Kab. Wonosobo dalam hal ini sebagai fasilitator
dan juga yang akan melakukan pendampingan di Kampung
Buruh Migran, SBMI DPC Kab. Wonosobo akan melakukan
pendampingan terhadap program pemberdayaan yang ada
dengan selalu ikut serta dalam berjalanya program baik dari
perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi.

107

Setelah SBMI DPC Kab. Wonosobo siap maka selanjutnya


akan memulai bekerja dengan melakukan pengelompokan dan
pengorganisasian mantan buruh migran korban trafficking.
Pengelompokan mantan buruh migran dilakukan berdasarkan
waktu keberangkatan keluar negeri sampai dengan waktu
kepulangan kembali ke Indonesia hal ini dirasa dapat
mempermudah dalam pengorganisasian nantinya.
Kegiatan berikutnya adalah adanya sosialisasi, dari adanya
kegiatan sosialisasi ini akan diberikan materi terkait perincian
pemberdayaan yang akan dilakukan. Selain itu penekanan
bahwa mantan buruh migran ini yang akan menjadi pelaku
utama

pemberdayaan-pemberdayaan

yang

ada,

dimana

kesuksesan program pemberdayaan mereka sendiri yang


menentukan hal tersebut. SBMI DPC Kab. Wonosobo juga akan
menjadi fasilitator dalam pencarian dana atau pencarian
narasumber

guna

kesuksesan

program

pemberdayaan.

Kerjasama yang sudah terjalin antara SBMI DPC Kab.


Wonosobo dengan pemerintah akan memudahkan dalam
pembantuan program pemberdayaan.
2) Tahap assessment
Tahap pengkajian dimana tahapan ini menurut Isbandi
(2008:244-258) adalah dilakukan identifikasi masalah ataupun
kebutuhan dan juga sumber daya yang dimiliki oleh kelompok

108

sasaran. Pengkajian dilakukan oleh SBMI DPC Kab. Wonosobo


dengan berembug atau bermusyawarah dengan mantan buruh
migran

yang ada di Desa Tracap, selain itu rembug juga

dilakukan dengan mengikutsertakan beberapa tokoh masyarakat


dan perangkat desa, musyawarah ini juga berfungsi agar
partisipasi tidak hanya dalam bentuk pelaksanaan saja namun
juga dalam bentuk pengkajian dan perencanaan, hal ini senada
dengan pernyataan Paul Freire dalam Ambar (2007 : 82) bahwa
pemberdayaan masyarakat berinti pada suatu metedologi yang
disebut conscientizaton yaitu berupa proses belajar untuk
melihat kontradiksi sosial, ekonomi, dan politik dalam
masyarakat, dimana partisipasi masyarakat dalam lingkungan
sosial tidak hanya sebatas pada pelaksanaan suatu program saja.
Selain Ambar hal ini juga dijelaskan oleh (Rr. Suhartini
2005:135) dimana tahapan pemberdayaan masyarakat harus
dapat membantu masyarakat dalam menentukan masalahnya,
dan juga melakukan analisis permasalahan tersebut secara
partisipatif.
Dalam tahapan ini para mantan buruh migran dilibatkan
secara penuh hal ini dikarenakan agar permasalahan yang akan
dibahas nantinya sesuai dengan permasalahan yang benar-benar
ada di dalam kehidupan para mantan buruh migran. Dengan
adanya tokoh masyarakat dan perangkat desa juga dapat

109

memberikan masukan dari berbagai sudut pandang yang


berbeda.
Pelibatan secara penuh para mantan buruh migran dapat
menjadikan dorongan bagi para mantan buruh migran untuk
bergerak memperbaiki keadaan sosial dan ekonomi yang mereka
alami pasca menjadi korban tindak pidana perdagangan orang.
Meskipun di Desa Tracap sendiri kategori tindak pidana
perdagangan orang masih dalam skala rendah namun kerugian
materil juga dirasakan para mantan buruh migran. Sejumlah 72
mantan buruh migran korban trafficking ikut serta dalam
pengkajian ini.
Dari pengkajian inilah SBMI DPC Kab. Wonosobo dapat
mengetahui permasalahan yang dialami mantan buruh migran,
ketika buruh migran sendiri yang ikut turun tangan langsung
dalam pengkajian maka potensi yang ada di Kampung Buruh
Migran dapat ditemukan dan digali. Pada saat pengidentifikasian
potensi tersebut para mantan buruh migran diberikan dorongan
untuk dapat berfikir positif meskipun mereka hanya mantan
buruh migran yang dulunya selalu dipandang sebelah mata
mereka dapat melakukan perubahan. Potensi yang dimiliki oleh
mantan buruh migran adalah adanya potensi perorangan, potensi
lembaga yang menaungi, musyawarah dan gotong royong.
Kerjasama yang akan terbangun nantinya dapat menjadi potensi

110

penting bagi para mantan buruh migran hal ini juga dijelaskan
oleh Ambar (2007: 82) bahwa untuk melengkapi sebuah
komunitas yang baik perlu ditambahkan kompetensi salah
satunya adalah mampu berkerjasama rasional dalam bertindak
mencapai tujuan.
Dari hasil pengidentifikasian masalah didapatkan hasil
bahwa permasalahan mantan buruh migran yakni belum adanya
pemasukan setelah kembali ke Indonesia. Sedangkan potensi
yang dimiliki adalah kemauan para mantan buruh migran untuk
bergerak dan bekerja secara gotong royong. Dalah tahap ini
SBMI DPC Kab. Wonosobo memberikan pendampingan kepada
para buruh migran untuk dapat menentukan prioritas yang ingin
dikembangkan untuk mengatasi permasalahan yang dirasakan
oleh buruh migran yang nantinya akan dimasukan dalam tahapan
perencanaan program, selain itu SBMI DPC Kab. Wonosobo
juga akan menjadi penghubung atau fasilitator dalam
mendapatkan akses kepada pemerintah ataupun lembaga
swadaya masyarakat.
3) Tahap Perencanaan
Menurut

Isbandi

(2008:244-258)

tahap

perencanaan

alternatif program atau kegiatan adalah tahapan dimana para


pelaku perubahan tersebut berupaya untuk menggerakan warga
untuk

dapat

lebih

partisipatif

untuk

berfikir

tentang

111

permasalahan yang dihadapi dan cara mengatasinya. Dalam hal


ini SBMI DPC Kab. Wonosobo berupaya meningkatan
partisipasi mantan buruh migran agar lebih aktif untuk mencari
solusi dari permasalahan yang ada di Kampung Buruh Migran.
Berdasarkan identifikasi perekonomian para buruh migran
pasca pulang ke Indonesia memang kurang baik dimana para
mantan buruh migran sudah tidak lagi memiliki pemasukan tetap
karena mantan buruh migran sudah tidak bekerja. Harus adanya
upaya pemecahan masalah baik dalam bentuk gagasan atau ide
dari mantan buruh migran sehingga mereka akan mampu lebih
berdaya, hal ini sesuai dengan tujuan pemberdayaan menurut
World Bank dalam Totok (2013:27) pemberdayaan lebih kepada
upaya memberikan kesempatan kepada kelompok masyarakat
untuk mampu dan berani bersuara dalam memilih suatu konsep
atau tindakan yang terbaik bagi masyarakatnya sendiri dalam
bentuk ide atau gagasan yang disampaikan.
Kebutuhan akan penghasilan bulanan yang nantinya dapat
memperbaiki perekonomian para mantan buruh migran
diwujudkan dalam bentuk pemberdayaan melalui usaha ternak
yaitu ternak kambing dan ayam. Pemilihan jenis usaha tersebut
berdasarkan hasil muyawarah para anggota buruh migran
dimana para mantan buruh migran yang memilih sendiri jenis
usaha yang diinginkan sehingga nantinya diharapkan akan

112

tumbuh rasa semangat dalam menjalankan pemberdayaan ,


seperti yang telah diungkapkan Ambar (2007:83) sentuhan akan
rasa ini akan membawa kesadaran masyarakat bertumbuh
kemudian merangsang semangat kebangkitan yang mereka
miliki untuk dapat meningkatkan kamampuan baik diri maupun
lingkungan.

Sehingga

diharapkan

dapat

mengantarkan

masyarakat untuk sampai pada kesadaran dan kemauan untuk


belajar.
Dalam perencanaan ini para mantan buruh migran bersama
SBMI DPC Kab. Wonosobo menyusun persiapan untuk
pencarian dana, selain pencarian dana sebagai modal usaha
pencarian narasumberpun menjadi salah satu agenda agar para
buruh migran nantinya mendapatkan edukasi dari pelatih terkait
budi daya ternak tersebut. Tahap perencanaan ini menghasilkan
kesepakatan untuk mengajukan bantuan dana ke International
Organization for Migration (IOM) dan Pemerintah Desa Tracap,
kemudian meminta bantuan pelatihan kepada Dinas Peternakan
dan Perikanan Kab. Wonosobo serta BP3TKI.
4) Tahap Perumusan Rencana Aksi

Tahapan ini para pelaku perubahan akan membantu


kelompok sasaran untuk menentukan program dan kegiatan apa
yang akan mereka lakukan guna mengatasi permasalahan yang
dihadapi Isbandi (2008:250). Tahapan ini dilakukan dengan

113

adanya muyawarah anggota Kampung Buruh Migran, dalam


musyawarah dibahas bahwa bantuan dana telah disetujui oleh
International

Organization

for

Migration

(IOM)

untuk

pembelian 100 ekor kambing Ciamis dan 500 ekor ayam petelur.
Kemudian teknis pengelolaan mulai dibahas dalam tahapan ini,
berdasarkan

musyawarah

ditentukan

untuk

teknik

pengelolaanya menggunakan shift dan akan menggunakan lahan


untuk kandang sewa terlebih dahulu. Hasil dari usaha tersebut
diharapkan nantinya dapat memperbaiki perekonomian mantan
buruh migran.
Penerimaan tawaran akan pelatihan ternak ayam dari
BP3TKI Semarang dan Permintaan pelatihan kepada Dinas
Peternakan dan Perikanan Kab. Wonosobo juga akan menjadi
bakal nantinya dalam pelaksanaan budi daya sehingga
masyarakat akan mendapat pelajaran sesuai dengan kebutuhan.
Ambar (2007:83) menjelaskan bahwa masyarakat nantinya akan
menjalani proses belajar tentang pengetahuan dan kecakapanketerampilan yang memiliki relevansi dengan apa yang menjadi
tuntutan kebutuhan tersebut.
5) Tahap Pelaksanaan
Tahapan berikutnya adalah tahapan pelaksanaan atau
implementasi, dalam tahapan ini rencana pembentukan usaha
ternak diimplementasikan. Menurut Isbandi (2008:251) tahap

114

terpenting dalam proses pemberdayaan ada pada tahap


pelaksanaan ini dimana sesuatu yang telah direncanakan akan
terlihat berhasil tidaknya dalam tahap pelaksanaan.
Dalam tahapan ini semua aktor saling bekerjasama dengan
baik, pelaksanaan pengelolaan usaha ternak kambing Ciamis dan
ayam

petelur

dilaksanakan

sesuai

dengan

perencanaan

sebelumnya. Pelatihan ternak kambing diberikan oleh Dinas


Peternakan dan Perikanan Kab. Wonosobo melalui tim yang
beranggotakan 5 orang, pelatihan ternak kambing memberikan
materi terkait dengan kesehatan hewan, teknik budi daya dan
juga pakan yang baik. Kemudian pelatihan ternak ayam petelur
juga dilakukan oleh BP3TKI Semarang, materi pelatihan yang
diberikan terkait cara perawatan ayam petelur pemberian
stimulan dan perawatan obat untuk ayam yang sakit. Dari
pelatihan-pelatihan yang ada diharapkan ilmu yang didapatkan
bermanfaaat dalam pengelolaan usaha ternak.
Seiring perjalanan implementasi usaha ternak terjadi
beberapa kendala dimana kambing yang dikelola para mantan
buruh migran banyak yang sakit dan mati sehingga jumlah
kambing tersisa 22 ekor. Kemudian kegagalan juga terjadi pada
usaha ternak ayam dimana ayam petelur yang awalnya dapat
menghasilkan telur sejumlah 25kg per hari menjadi semakin
menurun setiap harinya, selain itu ayam petelur yang dikelola

115

mantan buruh migran banyak yang sakit dan mati karena stress.
Kemudian

diambil

langkah

musyawarah

anggota

dan

menghasilkan keputusan untuk menjual kambing yang tersisa


untuk dialokasikan ke usaha pemberdayaan jamur tiram dan sisa
hasil usaha ayam petelur untuk modal tambahan membuka toko
sembako.
Usaha budi daya jamur tiram berlangsung selama satu tahun
namun usaha jamur mengalami kegagalan pasca dipindahkanya
lahan yang digunakan untuk budi daya, karena belum mendapat
alternative untuk lahan yang baru akhirnya usaha jamur tiram
belum dapat dilanjutkan kembali. Setelah terjadi kegagalan di
usaha jamur tiram melalui pendampingan SBMI DPC Kab.
Wonosobo diputuskan untuk melanjutkan pemberdayaan
dengan usaha budi daya kambing namun berdasarkan hasil
evaluasi yang telah dilakukan dari usaha kambing sebelumnya
maka diambil keputusan untuk memilih kambing jenis jawa dan
tidak melakukan pola shift lagi dalam ternak kambing melainkan
diberikan kepada 3 pengurus dalam kelompok di Kampung
Buruh Migran. Usaha ternak kambing yang dikelola di
Kampung Buruh Migran sekarang terdapat 17 kambing dimana
5 ekor kambing merupakan bantuan dari Pemerintah Desa
Tracap.

116

Terbangunnya potensi dan daya dari para buruh migran


terlihat dari kemampuan saat mencari solusi dari usaha
pemberdayaan

yang

gagal,

meskipun

masih

dalam

pendampingan SBMI DPC Kab. Wonosobo namun para mantan


buruh migran dipaksa untuk aktif dan dapat mencari alternatife
sebagai solusi keberlanjutan pemberdayaan yang sudah
dilaksanakan.
6) Tahap Evaluasi
Dalam tahapan ini Isbandi (2008: 252-253) menjelaskan,
evaluasi ini merupakan alat pengawasan dari warga dan petugas
terhadap program yang sedang berlangsung pada pemberdayaan
masyarakat lebih baik dilakukan dengan melibatkan warga.
Evaluasi secara langsung dilakukan dengan didampingi oleh
SBMI DPC Kab. Wonosobo bersama dengan para mantan buruh
migran, evaluasi ini dilakukan bersamaan dengan berkumpulnya
kelompok simpan pinjam pada tanggal 18 setiap bulanya.
Evaluasi tidak langsung juga dilaksanakan oleh beberapa aktor
yaitu: pemerintah Desa Tracap dimana evaluasi dan pengawasan
yang dilakukan lebih kepada pemantauan perangkat desa
terhadap berjalanya program pemberdayaan pada mantan buruh
migran. Sedangkan dari Dinas Peternakan dan Perikanan
dilakukan pemantauan melalui pengobatan hewan massal gratis

117

dimana nantinya akan dilihat perkembangan ternak yang


dikelola.
Hasil evaluasi akan digunakan sebagai pertimbangan dalam
pelaksanaan program pemberdayaan selanjutnya, sehingga
kegagalan yang terjadi dapat diantisipasi dengan belajar dari
pengalaman yang ada. Mantan buruh migran akan terpacu untuk
mengeluarkan insiatif baru yang nantinya akan dapat
memperbaiki keadaan dalam tahapan evaluasi ini, pernyataan ini
juga dijelaskan oleh Ambar (2007:84) kemandirian tersebut
akan ditandai oleh kemampuan masyarakat di dalam membentuk
insiatif, melahirkan kreasi-kreasi dan melakukan inovasi-inovasi
dalam lingkungannya.
7) Tahap Terminasi
Menurut Isabandi (2008:257) tahapan terminasi merupakan
tahap akhir pemberdayaan masyarakat dimana sudah selesainya
hubungan secara formal dengan komunitas sasaran. Dalam
tahapan ini SBMI DPC Kab. Wonosobo belum memberikan
jangka waktu pemberhentian pendampingan pemberdayaan
yang dilakukan di Kampung Buruh Migran, pasalnya seperti
yang dijelaskan dalam penelitan Vina Hardyana infantri berjudul
Pelaksanaan Program Reintegrasi Tenaga Kerja Indonesia
(TKI) Sebagai Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang
(TPPO)/Trafficking Di Desa Tracap, Kecamatan Kaliwiro,

118

Kabupaten Wonosobo Kampung Buruh Migran di Desa Tracap


merupakan Kampung Buruh Migran pertama di Indonesia dan
akan dijadikan kampung BMI percontohan dan pilot project dari
pemerintah dalam melaksanakan reintegrasi bagi para mantan
TKI korban tindak pidana perdagangan orang yang diharapkan
dapat segera dilaksanakan di kantong-kantong TKI di daerah
lain Indonesia.
Dari

hal

tersebut

belum

dapat

dipastikan

waktu

pemberhentian pendampingan SBMI DPC Kab. Wonosobo di


Kampung Buruh Migran. Hal ini juga dijelaskan oleh Isbandi
(2008:257) bahwa selama jangka waktu pelaksanaan program
masih tersedia atau program masih terus berlanjut maka ini
merupakan kesempatan untuk mengoptimalisasikan upaya
pemberdayaan kepada kelompok masyarakat yang menjadi
sasaran

dari

program

tersebut.

Keberlanjutan

program

pemberdayaan ini akan dilaksanakan sampai dengan para


mantan buruh migran dapat mandiri dan dapat mengatasi
hambatan-hambatannya sendiri.
b.

Pemberdayaan melalui koperasi dan simpan pinjam


1) Tahap Persiapan
Tahapan

persiapan

yang

dilakukan

dalam

program

pemberdayaan koperasi dan simpan pinjam ini dilakukan dari


persiapan para pengurus SBMI DPC Kab. Wonosobo, petugas

119

mempersiapkan untuk pembentukan kelompok simpan pinjam


sebagai program pemberdayaan awal bagi mantan buruh migran
di Desa Tracap, hal ini juga dijelaskan oleh Isbandi (2008:244)
tahapan ini dilakukan persiapan dari segi persiapan petugas dan
persiapan lapangan. Persiapan petugas dibutuhkan untuk
menyamakan

persepsi

anggota

tim

sebagai

pelaku

pemberdayaan, kemudian persiapan lapangan dilakukan oleh


petugas (community worker) dengan melihat studi kelayakan
suatu daerah.
Setelah dilakukan pembentukan kelompok simpan pinjam
SBMI DPC Kab. Wonosobo juga melakukan pendataan, data
awal menunjukan kelompok simpan pinjam memiliki jumlah
anggota berkisar 70 orang. Setelah pendataan selesai dilanjutkan
dengan sosialisasi, dimana sosialisasi yang ini diberikan untuk
dapat meningkatkan pendekatan anggota terhadap pendekatan
kelompok, pendekatan ini dirasa penting karena SBMI DPC
Kab. Wonosobo berupaya untuk menanamkan rasa kesadaran
akan kehidupan berkelompok. Dari adanya kelompok simpan
pinjam tersebut muncul gagasan lain untuk membuat mitra usaha
bagi kelompok simpan pinjam dengan yaitu dengan membuka
toko sembako yang diharapkan dapat menambah hasil selain dari
kelompok simpan pinjam tersebut.

120

2) Tahap Assesment
Tahap berikutnya adalah tahapan pengkajian tahapan ini
menurut Isbandi (2008:244-258) adalah dilakukan identifikasi
masalah ataupun kebutuhan dan juga sumber daya yang dimiliki
oleh kelompok sasaran. Pengkajian dilakukan secara bersamasama dengan

mendatangkan perwakilan dari desa dan

didampingi oleh SBMI DPC Kab. Wonosobo. Dalam tahapan ini


para mantan buruh migran juga dilibatkan secara penuh hal ini
digunakan

agar

dapat

menggali

lebih

dalam

terkait

permasalahan yang dihadapi, sumber daya yang dimiliki oleh


para mantan buruh migran juga digali agar dapat dijadikan
modal dalam pemberdayaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
(Rr. Suhartini 2005:135) dimana tahapan pemberdayaan
masyarakat

harus

dapat

menentukan

masalahnya,

membantu
dan

juga

masyarakat
melakukan

dalam
analisis

permasalahan tersebut secara partisipatif.


Dalam tahapan ini penanaman pemikiran positif juga
dilakukan

agar

para

buruh

migran

dapat

mengikuti

pemberdayaan melalui usaha simpan pinjam dengan baik


meskipun usaha tersebut terbilang memiliki keuntungan yang
tidak begitu besar. Potensi yang dimiliki oleh mantan buruh
migran adalah adanya potensi perorangan, potensi lembaga yang
menaungi, musyawarah dan gotong royong. Dari hasil

121

pengidentifikasian masalah yang dihadapi mantan buruh migran


adalah belum adanya pemasukan setelah kembali ke Indonesia.
Sedangkan potensi yang dimiliki adalah kemauan para mantan
buruh migran untuk bergerak dan bekerja secara gotong royong.
Dalam tahapan ini nantinya selain melakukan pendampingan
SBMI DPC Kab. Wonosobo juga akan memberikan informasi
terkait simpan pinjam dan menjadi penghubung atau fasilitator
dalam mendapatkan akses kepada pemerintah ataupun lembaga
swadaya masyarakat.
3) Tahapan Perencanaan
Menurut Isbandi (2008:244-258) tahap perencanaan
alternatif program atau kegiatan adalah tahapan dimana para
pelaku perubahan tersebut berupaya untuk menggerakan warga
untuk

dapat

lebih

partisipatif

untuk

berfikir

tentang

permasalahan yang dihadapi dan cara mengatasinya. Dalam hal


ini

SMI

DPC

Kab.

Wonosobo

melakukan

tindakan

pendampingan dengan memaksa para mantan buruh migran


untuk

bertindak

secara

aktif

mencari

solusi

terhadap

permasalahan yang dihadapi. Pengikutsertaan mantan buruh


migran penting untuk mengembangkan pemikiran terkait
pemecahan masalah yang ada hal ini juga dijelaskan oleh (Rr.
Suhartini 2005:135) dimana tahapan pemberdayaan masyarakat
harus dapat mencari cara penyelesaian masalah yang sedang

122

dihadapi dengan cara sosio kultural di masyarakat, dan harus


dapat menentukan skala prioritas permasalahan yang harus
diselesaikan terlebih dahulu.
Masalah perekonomian yang rendah menjadi masalah utama
para mantan buruh migran pasca kembali ke Indonesia, hal ini
mendorong untuk merencanakan pembukaan toko sembako
bersama, selain usaha simpan pinjam yang ditawarkan oleh
SBMI DPC Kab. Wonosobo. Perencanaan pembuatan toko
sembako dibantu oleh SBMI DPC Kab. Wonosobo dengan
pengajuan dana bantuan kepada Pemerintah Desa Tracap dan
BNP2TKI, hal ini didasari oleh adanya Permendagri dimana
salah satu tugas pemerintah adalah untuk memberikan
pemberdayaan terhadap purna TKI.
4) Tahap Perumusan Rencana Aksi
Tahapan ini dilakukan dengan adanya musyawarah anggota,
dalam musyawarah yang dilakukan pembentukan kelompok
simpan pinjam perlu menerapkan adanya pembatasan dimana
hasil dari musyawarah tersebut para mantan buruh migran
menyepakati untuk memberikan iuran untuk setor tabungan
minimal Rp 5 ribu rupiah setiap pertemuan, selain itu juga
ditetapkan adanya suku bunga dalam peminjaman yaitu sebesar
2,5% dari jumlah total peminjaman. Musyawarah terkait
mekanisme simpan pinjam juga dilakukan, dimana disepakati

123

untuk melakukan acara kumpul secara rutin satu bulan sekali


pada tanggal 18, dan diadakan secara bergilir ke semua anggota
kampung buruh migran. Dari musyawarah tersebut para mantan
buruh migran dapat menentukan bagaimana program tersebut
dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi, pernyataan ini
dijelaskan oleh Isbandi (2008:250) tahapan pengkajian ini para
pelaku perubahan akan membantu kelompok sasaran untuk
menentukan program dan kegiatan apa yang akan mereka
lakukan guna mengatasi permasalahan yang dihadapi.
Perencanaan pembentukan toko sembako dilakukan dalam
tahapan ini dimana sudah disetujui adanya bantuan dana dari
BNP2TKI dan Pemerintah Desa Tracap. Penetapan lokasi
pembuatan toko sembako juga dilakukan dimana toko sembako
akan didirikan di Dusun Jojogan, toko sembako tersebut diberi
nama koperasi Buruh Migran Indonesia (BMI).
5) Tahap Pelaksanaan
Tahapan

pelasanaan

merupakan

tahapan

inti

dari

pemberdayaan dimana dalam tahapan ini nantinya akan dilihat


apakah program yang dijalankan berhasil atau gagal. Hal ini juga
dijelaskan oleh Isbandi (2008:251) Menurut Isbandi (2008:251)
tahap terpenting dalam proses pemberdayaan ada pada tahap
pelaksanaan ini, dimana sesuatu yang telah direncanakan akan
terlihat berhasil tidaknya dalam tahap pelaksanaan.

124

Dalam tahapan ini keseluruhan aktor saling bekerjasama


untuk mensukseskan program pemberdayaan. Sesuai dengan
perencanaan kelompok simpan pinjam berjalan dengan
memberikan setoran sejumlah minimal Rp 5 ribu rupiah setiap
pertemuan, kemudian atas kesepakatan bersama para mantan
buruh migran merasa hasil yang didapatkan kecil sehingga
dinaikan menjadi Rp 10 ribu rupiah minimal setiap orang dan
dipotong sejumlah Rp 2 ribu rupiah untuk pengadaan konsumsi
bagi salah satu anggota yang mendapatkan giliran tempat.
Tercatat jumlah anggota yang masih aktif dalam kelompok
simpan pinjam ini sebanyak 22 orang dimana terdapat
pengurangan partisipasi anggota yang disebabkan baik karena
faktor kehidupan sosialnya seperti memiliki anak atau menikah
dan berpindah domisili sampai dengan faktor internal orang
tersebut yang beranggapan kelompok tersebut tidak memberikan
untung yang besar bagi kehidupanya. Selain itu permasalahan
yang dihadapi dalam kelompok simpan pinjam adalah masih
kurangnya kesadaran anggota untuk tertib baik dalam
memberikan setoran pinjaman atau bunga hasil.
Jenis pembukuan dalam simpan pinjam yang ada di
Kampung Buruh Migran masih menggunakan sistem manual di
buku besar. Selain simpan pinjam perencanaan pembuatan
koperasi BMI juga dilakukan dengan bantuan dana dari

125

Pemerintah Desa Tracap dan BNP2TKI, koperasi BMI berjalan


cukup baik dan juga digunakan sebagai media pemasaran untuk
produk yang dibuat oleh para mantan buruh migran. Koperasi
BMI ini telah membuka satu cabang baru di Desa Tracap, dalam
penguatan kapasitas kelompok juga dilakukan pemberian
pelatihan-pelatihan dengan adanya pelatihan yang dapat
meningkatkan

ketrampilan

tersebut

diharapkan

anggota

kelompok mendapatkan tambahan ketrampilan yang dapat


meningkatkan produktivitas individu dan kelompok.
Anggota yang mengikuti pelatihan diharapkan nantinya dapat
memberikan

informasinya

kepada

anggota

lain

untuk

dikembangkan. Hal ini belum dilaksanakan secara maksimal


oleh kelompok karena dari beberapa pelatihan yang dilakukan di
Kampung Buruh Migran masih sangat sedikit para mantan buruh
migran yang mengimplementasikan ilmu tersebut, selain
pelatihan terdapat juga sosialisasi bagi para mantan buruh
migran hal ini dilakukan untuk menambah edukasi yang dapat
memberikan manfaat baik untuk buruh migran sendiri ataupun
lingkungan disekitarnya.
6) Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi merupakan tahapan yang penting setelah
dilakukan program

pemberdayaan, evaluasi

juga harus

melibatkan berbagai aktor hal ini juga dijelaskan oleh Isbandi

126

(2008: 252-253) evaluasi ini merupakan alat pengawasan dari


warga dan petugas terhadap program yang sedang berlangsung
pada pemberdayaan masyarakat lebih baik dilakukan dengan
melibatkan warga. Evaluasi untuk koperasi dan simpan pinjam
dilakukan satu tahun sekali bersamaan dengan pembagian hasil
usaha.
Evaluasi juga mendatangkan perangkat desa dimana hal ini
merupakan pertanggungjawaban atas bantuan dana yang
diberikan oleh Pemerintah Desa Tracap. Hasil evaluasi
digunakan untuk pertimbangan berjalanya pemberdayaan tahun
berikutnya salah satu hasil evaluasi dari usaha simpan pinjam
adalah adanya masukan dari beberapa anggota untuk
menerapkan uang administrasi sehingga keuntungan yang
didapatkan bisa bertambah.
Sedangkan bentuk evaluasi dari pemerintah penyelenggara
pelatihan adalah adanya monitoring selama satu tahun sekali
yang dilakukan oleh BKBPPA, monitoring ini dilakukan untuk
melihat apakah pelatihan berjalan atau tidak jika tidak dapat
berjalan

sebagaimana

mestinya

maka

BKBPPA

akan

memberikan dorongan-dorongan agar mantan buruh migran


dapat terpacu dan lebih aktif.

127

7) Tahap Terminasi
Menurut Isbandi (2008:257) tahapan terminasi merupakan
tahap akhir pemberdayaan masyarakat dimana sudah selesainya
hubungan secara formal dengan komunitas sasaran. Tahap
terminasi yang merupakan tahap akhir dari pemberdayaan ini
belum dapat dilaksanakan oleh SBMI DPC Kab. Wonosobo
dimana hal ini didasarkan atas tujuan utama yaitu menjadikan
Kampung Buruh Migran sebagai kampung BMI percontohan
belum dapat terwujud, pendampingan masih dilaksanakan oleh
SBMI DPC Kab. Wonosobo sampai dengan dapat dikatakan
telah mandiri atau swadaya.
Keadaan tersebut yang mendasari belum dapat dipastikannya
waktu

pemberhentian pendampingan SBMI DPC

Kab.

Wonosobo di Kampung Buruh Migran. Hal ini juga dijelaskan


oleh Isbandi

(2008:257) bahwa selama jangka waktu

pelaksanaan program masih tersedia atau program masih terus


berlanjut

maka

ini

merupakan

kesempatan

untuk

mengoptimalisasikan upaya pemberdayaan kepada kelompok


masyarakat yang menjadi sasaran dari program tersebut.
Dalam penelitian ini terdapat relevansi dengan penelitian
yang

dilakukan

oleh

Vandy

(2012)

dimana

program

pemberdayaan yang dilaksanakan dianalisis menggunakan


tahapan-tahapan pemberdayaan. Peneliti menggunakan tahapan-

128

tahapan pemberdayaan menurut Isbandi Rakminto Adi,


sedangkan penelitian Vandy (2012) menggunakan tahapan
pemberdayaan menurut Albert Bandura dimana pemberdayaan
dibagi menjadi tiga tahapan yaitu: belief oriented approach,
affect oriented approach, behaviour oriented approach.
Sedangkan.
Tahapan pertama yaitu belief oriented approach yang
dimulai

pada

penanaman

kepercayaan,

menempatkan

pemberdayaan sebagai usaha untuk merubah cara pandang


individu dalam memainkan peran kritis terhadap realitas sosial.
Tahapan kedua yaitu affect oriented approach dimana terdapat
upaya kepada mengarus utamakan hadirnya sebuah bangunan
emosional yang erat antara satu dan lainnya, kepercayaan yang
ada pada tahap awal dilanjutkan pada tahap ini hubungan
emosional terbangun karena praktik interaksi diikat dalam
sebuah grup. Tahapan yang ketiga yaitu behaviour oriented
approach dimana dalam tahapan ini dilaksanakan aktivitas
mengkerangkai

pemberdayaan

menggunakan

pendekatan

tindakan sosial bour dieu mengharuskan untuk lebih menyelami


melalui orientasi kebiasaan yang diproduksi.
Selain itu penelitian ini juga memiliki relevansi dengan
penelitian yang dilakukan oleh Depi (2016), adapun relevansi
yang dimaksud terletak pada program pemberdayaan yang

129

dilaksanakan yaitu kegiatan koperasi oleh PT Aneka Tambang


untuk dapat memandirikan warga sekitar lokasi bekas tambang.
Hal ini juga menjadi kegiatan pada Kampung Buruh Migran
namun koperasi yang ada di Kampung Buruh Migran belum
berbadan hukum berbeda dengan koperasi yang didirikan oleh
PT Aneka Tambang.
3.

Stakeholder yang terlibat dalam Pemberdayaan Masyarakat


Menurut Ambar (2007:97) dalam pemberdayaan masyarakat dirancang
terdapat tiga aktor yang berperan yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat
sehingga terbentuk model kemitraan yang diharapkan. Berikut stakeholder
yang berperan dalam pemberdayaan mantan buruh migran korban
trafficking di Kampung Buruh Migran:
a.

Swasta
1) Serikat Buruh Migran Indonesia DPC Kabupaten Wonosobo
SBMI DPC Kab. Wonosobo merupakan Lembaga Swadaya
Masyarakat

yang

bertanggungjawab

dalam

konsultasi,

pendampingan sampai dengan implementasi program pada


mantan buruh migran. Seperti yang telah dijelaskan oleh Ambar
(2007:97) bahwa stakeholder swasta memiliki peran dalam
konsultasi dan rekomendasi kebijakan, tindakan dan langkah
acksi implementasi, donator private investmen pemeliharaan.
SBMI DPC Kab. Wonosobo merupakan pembina Kampung
Buruh Migran, fasilitas yang diberikan oleh SBMI adalah berupa

130

pendampingan

dalam

keseluruhan

kegiatan

program

pemberdayaan, selain itu SBMI DPC Kab. Wonosobo juga


menjadi penghubung atau fasilitator dalam mendapatkan akses
kepada pemerintah ataupun lembaga swadaya masyarakat lain.
Bentuk penerjunan tenaga ahli untuk pelatihan juga merupakan
bentuk fasilitasi yang dilakukan oleh SBMI. Untuk itu SBMI
telah membangun hubungan kemitraan dengan berbagai LSM
dan pemerintah.
Sebagai pembina Kampung Buruh Migran SBMI juga
melakukan perencanaan di salah satu program pemberdayaan
yaitu simpan pinjam dan melakukan pembinaaan dengan
berbagai program pemberdayaan yang akan ditentukan, hal ini
sesuai dengan pernyataan Ambar (2007:98) swasta mengambil
peran lebih banyak pada implementasi penentuan langkah
bersama masyarakat, peran demikian perlu ditekankan, supaya
terjadi variasi analisis berdasarkan kondisi khusus dan bersifat
kasuistik di tingkat daerah.

2) International Organization for Migration


International Organization for Migration (IOM) merupakan
salah satu stakeholder yang ada di Kampung Buruh Migran,
organisasi internasional ini berorientasi terhadap buruh migran

131

tidak terkecuali buruh migran di Desa Tracap, IOM menjadi


salah satu stakeholder di Kampung Buruh Migran dengan
menjadi donator dalam salah satu upaya pemberdayaan, dalam
hal ini cakupan IOM lebih kepada kontribusi dana. Sesuai
dengan penjelasan Ambar (2007:98) peran swasta dalam
implementasi

kebijakan

pemberdayaan

juga

mencakup

kontribusi dana melalui investasi swasta yang bermanfaat untuk


mendukung proses pemberdayaan masyarakat. Dana bantuan
yang diberikan oleh IOM dalam bentuk ternak diharapkan dapat
membantu dan mensukseskan pemberdayaan masyarakat yang
ada di Kampung Buruh Migran.
b.

Pemerintah
1) Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia (BNP2TKI)
BNP2TKI merupakan lembaga pemerintah yang menangani
penempatan dan perlindungan TKI selain itu, pemberdayaan
purna TKI juga menjadi salah satu program yang digaungkan
oleh BNP2TKI hal ini juga dilakukan dibeberapa daerah kantong
TKI di Indonesia. Dalam pemberdayaan masyarakat mantan
buruh migran BNP2TKI berperan dalam peresmian Kampung
Buruh Migran dan memberi dana stimulan dalam salah satu
pemberdayaan yaitu pembentukan koperasi BMI. Hal ini sesuai
dengan Ambar (2007: 97) peran pemerintah yang paling

132

menonjol sesungguhnya terletak pada peran pengambilan


keputusan dan pendanaan.
2) Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI (BP3TKI)
Provinsi Jawa Tengah
BP3TKI merupakan badan yang terkait dengan tenaga kerja
Indonesia meskipun peran BP3TKI tidak secara intensif di
Kampung Buruh Migran namun BP3TKI memberikan pelatihan
terkait budi daya ternak ayam sebagai tindak lanjut dari
pemberian ternak ayam dari IOM. Hal ini dirasa penting dan
dapat memberikan edukasi namun belum terdapat tindak lanjut
setelah pelatihan sehingga usaha ternak yang dilakukan
mengalami kegagalan. Sehingga peran BP3TKI hanya ada
dalam pelaksanaan saja.
3) Dinas Peternakan dan Perikanan
Dinas peternakan dan perikanan sebagai salah satu SKPD
terkait dengan isu tetapi tidak memiliki kewenangan secara
langsung dalam perencanaan ataupun pengambilan keputusan
dan hanya dalam pendampingan pelatihan. Dinas Peternakan
dan Perikanan dalam hal ini memiliki kewenangan dalam
pemberian informasi dan pelatihan kepada para mantan buruh
migran, evaluasi juga dilakukan oleh dinas peternakan melalaui
program pemerintah dalam pengobatan hewan masal gratis di
desa.

133

4) Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi


Peran disnakertrans juga tidak secara langsung dalam
perencanaan namun hanya dalam pelaksanaan, dimana peran
disnakertrans dalam pemberian informasi terkait migrasi yang
aman sehingga diharapkan tidak ada lagi TKI yang terjerat
dalam masalah tindak pidana perdagangan orang. Dalam
evaluasi maupun monitoring disnakertrans tidak berperan
sehingga lebih pada pemberian informasi hal ini dijelaskan oleh
Ambar (2007:97) salah satu fasilitas yang diberikan oleh
pemerintah adalah sistem manajemen informasi.
5) Badan Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (BKKBPPA)
BKKBPPA merupakan salah satu stakeholder di Kampung
Buruh Migran, berdasarkan Surat Keputusan Bupati Wonosobo
Nomor 414.4/250/2011 Tentang Pembentukan Kelompok Kerja
(Pokja) Bina Keluarga Tenaga Kerja Indonesia Kabupaten
Wonosobo

salah

satu

tugas

dari

BKKBPPA

adalah

pemberdayaan TKI purna di Kabupaten Wonosobo. Bentuk


peran dari BKKBPPA adalah dalam bidang pelatihan, jenis
pelatihan disesuaikan dari internal badan sendiri. Selain dalam
pelaksanaan pelatihan dalam evaluasi juga dilakukan oleh
BKKBPPA meskipun dalam kurun waktu 1 tahun dan evaluasi

134

dilakukan disemua program pemberdayaan melalui pelatihan


yang dilakukan.
6) Pemerintah Desa Tracap
Pemerintah Desa Tracap terlibat secara langsung dalam
program pemberdayaan di Kampung Buruh Migran meskipun
tidak dalam keseluruhan program pemberdayaan dan tidak
secara intensif, dalam perencanaan beberapa program perlu
melibatkan pemerintah desa selain itu pemerintah Desa Tracap
juga memberikan bantuan dana terhadap pemberdayaan. Dalam
proses monitoring Pemerintah Desa Tracap juga ikut memantau
program pemberdayaan mantan buruh migran meskipun tidak
secara langsung.
c.

Masyarakat
1) Masyarakat Mantan Buruh Migran Korban Trafficking
Menurut Ambar (2007:99) secara umum peran masyarakat
diberikan dalam bentuk partisipasi baik pada level formulasi,
implementasi, monitoring maupun evaluasi. Masyarakat mantan
buruh migran korban trafficking merupakan penentu utama
proses pengambilan keputusan yang ada di Kampung Buruh
Migran. Masyarakat yang dimaksudkan adalah para mantan
buruh migran korban trafficking yang ada di Desa Tracap.
Dimana mantan buruh migran terlibat secara penuh dalam setiap
program pemberdayaan. Meskipun terdapat beberapa usaha

135

pemberdayaan yang tidak murni gagasan dari mantan buruh


migran yaitu usaha simpan pinjam yang menjadi media SMBI
DPC Kab. Wonosobo dalam membentuk Kampung Buruh
Migran.
Hampir dikeseluruhan program pemberdayaan mantan buruh
migran berpartisipasi meskipun kondisi SDM masih tergolong
rendah namun adanya kemauan sudah menjadi salah satu modal
dalam pelaksanaan pemberdayaan yang ada. Semua mantan
buruh migran memiliki posisi yang sama dalam pemberdayaan
baik dari perencanaan pelaksanaan monitoring evaluasi sampai
dengan pemecahan masalah.

4.

Hambatan-Hambatan dalam Program Pemberdayaaan


Program pemberdayaan masyarakat di Kampung Buruh Migran sudah
dijalankan sesuai dengan perencanaan dengan dibawah binaan Serikat
Buruh Migran Indonesia DPC Kab. Wonosobo melalaui pemberdayaan
usaha peternakan, pertanian, koperasi dan simpan pinjam.

Namun

pelaksanaaanya tidak terlepas dari hambatan-hambatan berikut hambatan


yang dihadapi dalam pemberdayaan masyarakat mantan buruh migran:

a.

Kualitas SDM yang masih rendah


Tidak bisa dipungikir peran mantan buruh migran korban
trafficking merupakan salah satu inti dari pelaksanaan program

136

pemberdayaan. Program akan berjalan baik dengan adanya SDM yang


memadai namun SDM para mantan buruh migran tergolong masih
rendah sehingga belum semua program pemberdayaan dapat
terealisasi dengan semestinya.
b.

Kurangnya koordinasi dengan Pemerintah


Kurangnya koordinasi antara pemerintah dan target pemberdayaan
juga menjadi salah satu hambatan tercapainya tujuan pemberdaayaan,
ketika koordinasi yang dilakukan cukup baik maka tidak menutup
kemungkinan kendala yang terjadi di lapangan dapat teratasi dengan
bantuan SKPD terkait. Kondisi ini akhirnya menyebabkan beberapa
pemberdayaan yang ada gagal dalam pelaksanaanya.

c.

Harapan masyarakat sasaran mendapatkan bantuan dalam bentuk


barang atau uang
Pemikiran mantan buruh migran yang beranggapan bahwa ketika
ada program pemberdayaan maka akan ada pemberian bantuan dana
atau uang ganti transport menj

adi salah satu hambatan, hal ini

dikarenakan sudah adanya maindset lebih mengguntungkan untuk


mendapat uang dari pada dalam bentuk ilmu yang sebenarnya jika bisa
mereka implementasikan akan lebih bermanfaat

dan dapat

meningkatkan kapasitas mereka sendiri, seharusnya dukungan dalam


bentuk dana hanya bersifat stimulant saja dimana potensi terbesar ada
pada mantan buruh migran sendiri.

137

d.

Minimnya campur tangan pemerintah dalam keberlanjutan program


Sebagai salah satu stakeholder pemerintah juga memiliki peran
yang cukup besar selain hanya penentu kebijakan namun juga
kesuksesan program tersebut. Peran pemerintah di kampung Buruh
Migran masih tergolong rendah dalam keberlanjutan program, sikap
pemerintah yang terkesan hanya memberikan bantuan setelah adanya
permintaan kemudian tidak ada tindak lanjut, atau pendampingan
intensif juga menjadi salah satu hambatan terlaksananya program
pemberdayaan yang ada.

138

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas maka peneliti menyimpulkan sebagai
berikut:
1.

Pemberdayaan masyarakat mantan buruh migran korban trafficking di


Kampung Buruh Migran Desa Tracap Kecamatan Kaliwiro Wonosobo,
merupakan keberlanjutan dari didirikannya Kampung Buruh Migran
Indonesia oleh BNP2TKI, SBMI DPC Kab. Wonosobo sebagai lembaga
swadaya masyarakat yang menaungi KBMI bertugas mendampingi
selama program berjalan. Pemberdayaan dilaksanakan melalui kegiatan
peternakan, pertanian dan pemberdayaan melalui koperasi, simpan
pinjam. Dari pemberdayaan yang dilakukan diharapkan dapat mencapai
tujuan dimana mantan buruh migran dapat lebih mandiri dan tidak
menggantungkan diri bekerja di luar negeri baik secara legal maupun
illegal.

2.

Pemberdayaan masyarakat mantan buruh migran korban trafficking di


Kampung Buruh Migran Desa Tracap Kecamatan Kaliwiro Wonosobo,
dilaksanakan

melalui

tahapan

yaitu:

persiapan,

assesment,

perencanaan, perumusan rencana aksi, implementasi, evaluasi dan


terminasi. Keseluruhan program pemberdayaan yang dilaksanakan
mengutamakan partisipasi aktif para mantan buruh migran dalam setiap

139

tahapannya, hal ini ditujukan karena masyarakat mantan buruh migran


merupakan pelaku utama pemberdayaan. Selain itu juga mengedepankan
kemampuan yang diharapkan nantinya akan dimiliki oleh para mantan
buruh migran ketika program pemberdayaan telah dihentikan.
3.

Stakeholder yang terlibat dalam pemberdayaan masyarakat mantan


buruh migran korban trafficking di Kampung Buruh Migran Desa Tracap
Kecamatan Kaliwiro Wonosobo, dibagi menjadi swasta, pemerintah dan
masyarakat. Stakeholder swasta yaitu: Serikat Buruh Migran Indonesia
(SBMI) Dewan Pimpinan Cabang Kabupaten Wonosobo, International
Organization for Migration (IOM). Stakeholder pemerintah yaitu: Badan
Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
(BNP2TKI), Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI
(BP3TKI) Provinsi Jawa Tengah, Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Wonosobo, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten
Wonosobo, Badan keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (BKKBPPA) Kabupaten Wonosobo, Pemerintah
Desa Tracap Kecamatan Kaliwiro Kabupaten Wonosobo, dan
Stakeholder masyarakat adalah mantan buruh migran korban trafficking.

4.

Hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat


mantan

buruh migran korban trafficking di Kampung Buruh Migran

Desa Tracap Kecamatan Kaliwiro Wonosobo antara lain: kualitas sumber


daya manusia yang masih rendah,

kurangnya

koordinasi

dengan

pemerintah, terdapat harapan masyarakat sasaran untuk mendapatkan

140

bantuan dalam bentuk barang atau

uang,

minimnya

campur

tangan pemerintah dalam keberlanjutan program.

B. Implikasi
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pelaksanaan pemberdayaan mantan
buruh migran korban trafficking tidak dapat dikatakan gagal dan belum dapat
dikatakan berhasil, hal ini tidak terlepas dari beberapa kegiatan pemberdayaan
yang harus diberhentikan dan terdapat pula kegiatan pemberdayaan yang
berhasil. Koordinasi antar stakeholder mutlak diperlukan dalam setiap tahapan
pemberdayaan yang dilaksanakan. Hasil penelitian ini memberikan implikasi
bahwa pemberdayaan masyarakat mantan buruh migran korban trafficking di
Kampung Buruh Migran dapat membantu memperbaiki kehidupan para
mantan buruh migran baik sosial maupun ekonomi melalui program
pemberdayaan peternakan, pertanian, koperasi dan simpan pinjam sehingga
dapat mencapai kemandirian yang diharapkan dari pelaksanaan pemberdayaan.

C. Saran
1. SBMI DPC Kabupaten Wonosobo sebagai pihak pendamping dalam
pemberdayaan masyarakat mantan buruh migran korban trafficking
sebaiknya memiliki sistem pendataan yang tertib dan jelas terkait
pelaksanaan pemberdayaan sehingga dalam melakukan pemantauan
pemberdayaan akan lebih mudah. Selain itu sebagai pihak yang memiliki
hubungan terdekat dengan mantan buruh migran sebaiknya SBMI DPC

141

Kab. Wonosobo juga membantu melakukan koordinasi dengan Pemerintah


sehingga pelaksanaan pemberdayaan akan berjalan baik dan sesuai dengan
tujuan yang diharapkan.
2. Pemerintah Kabupaten Wonosobo khususnya para pihak yang memiliki
hubungan dalam pemberdayaan masyarakat sebaiknya meningkatkan peran
serta dalam pemberdayaan masyarakat mantan buruh migran, hal ini dirasa
perlu mengingat kurangnya tindak lanjut pemerintah dalam melakukan
pendampingan. Peran serta tersebut tidak hanya dalam perencanaan dan
pemberian bantuan program namun menyangkut pelaksanaan jangka
panjang sampai dengan evaluasi sehingga ketika terjadi kendala akan lebih
mudah mendeteksi dan mencari bantuan pemecahan masalah.
3. Mantan Buruh Migran Korban trafficking harusnya lebih aktif dan
partisipatif

dalam pelaksanaan pemberdayaan hal ini dibutuhkan agar

nantinya para mantan buruh migran korban trafficking dapat mandiri tanpa
menggantungkan bantuan pemberdayaan dari pihak lain. Mantan buruh
migran juga harus lebih aktif dalam forum sehingga menjadi media untuk
belajar dan memajukan Kampung Buruh Migran. Selain itu mantan buruh
migran perlu untuk memaksimalkan setiap pelatihan dan sosialisasi yang
diberikan agar wawasan dan ilmu yang didapat dapat diaplikasikan dengan
baik nantinya.

142

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku
Abdul Haris 2005. Gelombang Migrasi dan Jaringan Perdagangan Manusia.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Abu Ahmadi. Ilmu Sosial Dasar.2003. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya
Andi Prastowo.2012. Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan
Penelitian. Jakarta: A r-Ruzz Media
Anwar. 2007. Manajemen Pemberdayaan Perempuan (Perubahan Sosial Melalui
Pembelajaran Vocational Skills Pada Keluarga Nelayan). Bandung :
Alfabeta.
Ambar Teguh Sulistyani. 2007. Kemitraan dan Model-model Pemberdayaan.
Yogyakarta: Gava Media.
Burhan Bungin. 2010. Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik dan Ilmu Sosial lainya. Jakarta: Kencana Prenama Media Group
Edi Suharto. 2005. Membangun Masyarakat Pemberdayaan Rakyat, kajian
Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerja Sosial.
Bandung: Refika Aditama
Haris Herdiansyah. 2010. Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial.
Jakarta: Selemba Humanika
Haris Herdiansyah.2015. Wawancara, Observasi dan Focus Groups. Jakarta: Raja
Grafindo Persada
Ida Bagoes Mantra. 2003. Demografi Umum. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

143

Isbandi Rukminto Adi.2008.Intervensi Komunitas Pengembangan Masyarakat


Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Rajawali Press
Khoerudin, H. 1992. Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta : Liberti
Lee, Everett S. 2000. Teori Migrasi. Translated by Hans Daeng. Ditinjau kembali
oleh Ida Bagus Mantra. Edisi VII. Yogyakarta: UGM Press.
M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur.2012. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Moleoung, J Lexy. 2014. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Mudrajad Kuncoro. 2004. Ekonomi Pembangunan, Teori Masalah dan Kebijakan.
Yogyakarta: UPP AMP YKPN
Mulyadi S. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Nasution, Arif. 1999. Globalisasi dan Migrasi Antar Negara. Bandung: Yayasan
Adi Karya Ikapi.
Onny S. dan AMW. Pranarka. 1996. Pemberdayaan: konsep, kebijakan, dan
Implementasi. Jakarta: CSSIS
Rahardjo Adisasmita. 2006. Membangun Desa Perspektif. Yogyakarta: Graha Ilmu
Sanapiah Faisal. 2007. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Sentanoe Kertonegoro. 1994. Migrasi Tenaga Kerja. Jakarta: Agung.
Sri Kuntari. 2009. Strategi Pemberdayaan (Quality Growth) Melawan
Keminskinan. Yogyakarta: B2P3KS Press.

144

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta
Suhartini dkk. 2005. Model-model Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta:
Pustaka Perantren Lkis
Suharto, E. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Bandung: PT
Refika Aditama
Totok M dan Poerwoko S. 2013. Pemberdayaan Masyarakat (Dalam Perspektif
Kebijakan Publik). Bandung: Alfabeta
B. Skripsi
Depi Maryati (2016) Pemberdayaan Mayarakata Dalam Program Pascatambang
Pasir Besi Oleh PT Aneka Tambang TBK Di Kecamatan Grabag,
Kabupaten Purworejo. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta
Jumrotul Hasanah (2015) Pemberdayaan Masyarakat Berketerbelakangan Mental
dalam Mencapai Keswadayaan Masyarakat di Kampung Idiot Kecamatan
Jambon Kabupaten Ponorogo. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta
Vandy Yoga Swara (2012) Perubahan Habitus TKI Korban Perdagangan Manusia
Melalui Pemberdayaan di Kampung Buruh Migran Desa Tracap Kabupaten
Wonosobo
Vina Hardyana infantri (2014) Pelaksanaan Program Reintegrasi Tenaga Kerja
Indonesia (TKI) Sebagai Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang
(TPPO)/Trafficking Di Desa Tracap, Kecamatan Kaliwiro, Kabupaten
Wonosobo. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada

145

Sumber Internet:
https://bisnis.tempo.co/read/news/2016/04/05/092760077/ini-saran-oesman-saptaterkait-dengan-banyaknya-tki-ilegal diunduh pada 3 Juli 2016 19.40
http://disnakertransKabwonosobo.blogspot.co.id/p/sistem-mekanismepenempatan-tki-yang.html diunduh pada 3 Juli 2016 21.00
http://kotakita.weebly.com/tki.html diunduh pada 3 Juli 2016 20.30
http://www.bnp2tki.go.id/read/9704/11-Bulan-BNP2TKI-Mencatat-PenempatanTKI-390.473-Orang diunduh pada 3 Juli 2016 18.30

Anda mungkin juga menyukai