Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Risyda Azizah
NIM. 11100015000107
iii
ABSTRACT
This study describes Angkringan as the urban informal businesses that use
traditional elements. This study seeks to describe what and how Angkringan
culinary is. In fact Angkringan is not only a place to quench your thirst and
hunger. But also having social functions that are present in Angkringan, such as
teposeliro or tolerance, also habituating honesty in community. Angkringan also
one of the places of unintentionalsocial interaction which occurred among the
visitors who have a wide variety of backgrounds.
This study observed three Angkringans. this study used a qualitative
research method, in order to process the data deeper. Data collection techniques in
this study were using interviews and observations. The participants of this
research are three merchants two traditional Angkringan vendors and a modern
Angkringan merchant, And nine visitors of those three angkringan (three visitors
per angkringan).
This study concluded that Angkringan is a place where social interaction
of urban comunities happened and giving an athmosphere of respect where equal.
Keyword: Angkringan, Tradisional Element, Interaksi Sosial
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah
memberikan nikmat Iman, Islam, serta nikmat sehat walafiat sehingga peneliti
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Angkringan Sebagai Unsur
Tradisional Tempat Interaksi Sosial Masarakat Perkotaan (Studi Deskriptif
Analisis di Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan). Shalawat serta
salam tercurahkan kepada Rasullah SAW, keluarga dan sahabatnya.
Skripsi ini tidak mungkin selesai sebagaimana mestinya tanpa ada bantuan
dari semua pihak baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu peneliti
menghaturkan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Bapak Prof. Dr.
Ahmad Thib Raya, MA serta para pembantu dekan.
2. Ketua Jurusan Pendidikan IPS, Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd beserta
seluruh staf.
3. Dosen pembimbing, Ibu Dr. Ulfah Fajarini, M.Si dan Ibu Cut Dhien
Nourwahida, MA yang telah sabar membimbing dan memberikan ilmu
dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah
memberikan ilmunya kepada peneliti, semoga Bapak dan Ibu dosen selalu
dalam rahmat dan lindungan Allah SWT. Sehingga ilmu yang telah
diajarkan dapat bermanfaat di kemudian hari.
5. Pakdhe Yono, mas Min dan Ibu Yanti yang telah memberikan izin dan
membantu peneliti dalam proses penelitian skripsi ini. Semoga sukses
selalu.
6. Staf dari KESBANGPOLINMAS Tangerang Selatan dan Staf Kecamatan
Pamulang yang telah memberikan bantuan pada peneliti
7. Kedua Orangtua Bapak Agus Mukhtar Rosyidi dan Ibu Nur Izzah orangtua
yang sangat super sekali sudah membesarkan peneliti dan dengan sabar
serta tabah masih mengakui peneliti sebagai anaknya, terimakasih selalu
v
ada disaat peneliti membutuhkan dukungan baik moril, materil maupun
spiritual.
8. Keluarga tercinta Adik-adik (dania dan imah), Dhika congor, Mbah Uti,
Mbah Maya, om dan tante, bibi dan mamang, adik-adik sepupu semua.
seluruh anggota Bani Tamim, Bani Anshor yang selalu mendoakan,
memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini. Serta
memberikan pertanyaan-pertanyaan kapan lulus dan kapan nikah kepada
peneliti.
9. Keluarga besar SosioAntro 2010 terimakasih untuk semua pengalaman
yang tak terlupakan semoga kita selalu dilindungi oleh Allah SWT
10. Muh Ria yang tidak bosan-bosannya membimbing, mensupport,
memarahi, ketawa, berantem, musuhan, perhatian kepada peneliti dan
semua keamazingan ini love you bang. Terimakasih sudah mencetuskan
ide awal skripsi ini. Mama Ipeh my another mom.
11. Sahabat-sahabat di kampus (Celia, Ines, Ninna, Tuti, Nesa, Deli, Epi,
Nadia, Embong). Professor Ibnu Mustaqim, dessti.
12. Anak untung-untungan sahabad di dalam dan luar lapangan futsal(Galuh,
Movi, Dita Dini dan aul) yang hadir di saat-saat kritis penulis, makasih
loh. Terus seru-seruan ya, udah lama ga ayo. Ditunggu terus sparingannya.
13. Stupweds kids (Momo, Ryouma, Ryota, Om Alice, Lore, Mela, Mekel)
youre amazing, guys.
14. Seluruh anggota Ladies Futsal UIN Jakarta. Seluruh anggota Komunitas
Sepeda Sehat UIN Jakarta yang sudah memberikan refreshing dan
dukungan untuk peneliti.
15. Aqyal Kazhir dan ka Nani yang direcokin oleh peneliti. Geng Opek
(Nunung, Lisa,Tari, Tias, Nopi, husnul, Jay, Dara)
16. Serta seluruh orang-orang yang telah dimintai doa nya oleh peneliti yang
bahkan peneliti sendiri pun tidak mengingatnya karna terlalu banyak. Maaf
bumi untuk kertas-kertas yang peneliti buang secara biadab nya.
vi
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang
memerlukan bahan referensi khususnya dibidang pendidikan sosiologi-
antropologi. Namun, pada akhirnya peneliti ingin mengingatkan bahwa
penelitian yang tersaji ini tidak terlepas dari berbagai kekurangan. Oleh karena
itu, saran dan kritik yang membangun peneliti butuhkan dan akan
ditindaklanjuti demi kesempurnaan penelitian di masa yang akan datang.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua yang telah
membacanya.
Risyda Azizah
vii
DAFTAR ISI
viii
d. Syarat-Syarat Interaksi Sosial.................................................... 18
e. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial ................................................. 20
3. Masyarakat Perkotaan ...................................................................... 24
a. Teori Perspektif tentang Masyarakat ........................................ 24
1. Perspektif Solidaritas Mekanik
dan Solidaritas Organik ......................................................... 24
b. Pengertian Masyarakat ............................................................... 24
c. Masyarakat Perkotaan ................................................................ 26
4. Kebudayaan ....................................................................................... 31
a. Teori Perspektif tentang Kebudayaan....................................... 31
1. Perspektif Fungsionalis........................................................... 31
2. Perspektif Marxian ................................................................ 32
b. Pengertian Kebudayaan .............................................................. 32
c. Bentuk-Bentuk Kebudayaan ...................................................... 33
d. Unsur Tradisional Kejawaan ..................................................... 34
B. Hasil Penelitian yang Relevan ................................................................ 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendahuluan.............................................................................................. 55
B. Profil Tempat ........................................................................................... 55
C. Informasi Partisipan................................................................................. 62
ix
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................ 84
B. Saran .......................................................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR DENAH
xi
DAFTAR ISTILAH
Angkringan berasal dari Bahasa Jawa angkring yang memiliki arti duduk
santai
Jagongan yang artinya ngobrol atau bercengkarama
ngogelke ilate yang artinya menggoyangkan lidah
Sego istilah dalam Bahasa Jawa yang memiliki arti Nasi
Senthir istilah dalam Bahasa Jawa yang memiliki arti lampu tempel yang
menggunakan bahan bakar minyak tanah
Kethel istilah dalam bahasa jawa tempat menyimpan air minum terbuat dari
tanah liat
Pakdhe panggilan dalam bahasa Jawa biasanya untuk laki-laki yang lebih tua
Tepo Seliro artinya tenggang rasa, saling menghargai
Istilah aja njiwit nek ora gelem dijiwit artinya jangan mencubit kalau tidak
ingin dicubit
Ngapusi artinya curang
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Jakarta sebagai salah satu kota besar mempunyai daya tarik
tersendiri bagi orang desa. Keterbatasan ekonomi menyebabkan tenaga
kerja di desa harus mengambil pilihan rasional untuk mempertahankan
hidup keluarganya. Maka hampir setiap tahunnya orang-orang dari desa
berbondong-bondong pergi ke kota untuk mendapatkan penghidupan yang
lebih layak di perkotaan. Walaupun pada kenyataannya kota Jakarta sangat
sulit untuk memenuhi pelayanan masyarakat seperti perumahan,
pekerjaan, dan transportasi yang memadai.
Menurut Hartomo dan Arnicun Aziz, Tak bisa dibantah, bahwa
kaum pendatang di kota benar-benar miskin. Kendatipun demikian,
keadaan para migran ini jauh lebih baik dari keadaan mereka di
pedesaan.1 Inilah yang menyebabkan gelombang migrasi masuk terus
meningkat. Faktor utamanya adalah dari segi ekonomi yang menjadikan
para migran ini melakukan migrasi.
Pesatnya perkembangan kota Jakarta antara lain karena pengaruh
globalisasi menarik imigran atau orang pendatang dari berbagai etnis yang
ada di Indonesia termasuk suku Jawa untuk mencoba mencari peruntungan
dengan mencari peluang kerja di Jakarta. Kedatangan pendatang selain
menyebabkan meningkatnya jumlah penduduk dan semakin tingginya
tingkat kepadatan penduduk setiap tahun di Jakarta, juga menambah ragam
budaya dari berbagai etnis yang ada di Jakarta.
Hal ini dikarenakan pendatang tersebut datang ke daerah yang di
diami dengan membawa budaya lokalnya masing-masing dan budaya
tersebut digunakan sebagai sarana untuk memperlihatkan bahwa mereka
sebagai suatu kelompok etnis tertentu ada dan berkembang di lingkungan
1
Hartomo dan Arnicun Aziz, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h. 30
1
2
D. Perumusan Masalah
Bagaimana bentuk-bentuk interaksi sosial yang terjadi di dalam
angkringan sebagai unsur tradisional masyarakat perkotaan?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan utama
penelitian ini adalah, untuk mengetahui bentuk-bentuk interaksi sosial
yang terjadi di angkringan yang merupakan tempat makan berunsur
tradisional di Wilayah Kecamatan Pamulang.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mempunyai banyak manfaat, antara lain:
1. Secara Teoritis
Secara teoritis penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan
bagi dunia pendidikan, terutama para guru IPS untuk memanfaatkan
nilai-nilai interaksi sosial yang terdapat pada tempat-tempat yang
sebelumnya banyak orang yang belum mengetahuinya secara luas
kemudian menjadikannya contoh kasus berkaitan dengan pelajaran
sosiologi.
2. Secara Praktis
a. Bagi masyarakat
Mencoba menggali lebih dalam mengenai potensi-potensi
usaha informal angkringan yang dapat mempertahankan nilai-nilai
kejawaan di tengah-tengah masyarakat Kota Tangerang Selatan
yang sudah semakin heterogen.
b. Bagi Pemerintahan Daerah (Pemda)
Mampu berkontribusi baik bagi semua pihak yang
bersangkutan. Dengan tema dari penelitian ini semoga ini juga
dapat bermanfaat bagi Pemda Tangerang Selatan agar mampu
7
KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Angkringan
8
9
3
Ibid,.
4
Arbany Nurul Aini, Angkringan: Arena Demokrasi Masyarakat Pekotaan dengan
Simbolisme Kejawaan (Studi Kasus: Tiga Angkringan di Jakarta), Skripsi pada Universitas Negri
Jakarta, 2013, h 49, tidak dipublikasikan.
10
5
Ibid., h.45
6
Ibid., h. 46
13
2. Interaksi Sosial
a. Teori Perspektif tentang Interaksi Sosial
1. Tindakan Sosial
Max Weber melihat bahwa pokok pembahasan sosiologi
adalah tindakan sosial. Menurut Weber tindakan sosial adalah
perilaku manusia yang mempunyai makna subjektif bagi
pelakunya. Namun, tidak semua tindakan manusia dapat
dianggap sebagai tindakan sosial. Suatu tindakan hanya dapat
disebut tindakan sosial apabila tindakan tersebut dilakukan
dengan mempertimbangkan perilaku orang lain, dan
berorientasi pada perilaku orang lain.7
Suatu tindakan sosial akan terjadi apabila terdapat reaksi
dari orang lain. Hal ini bersandar kepada sosial yang
merupakan hubungan yang terjadi diantara sesama manusia.
Suatu tindakan yang tidak berorientasi terhadap perilaku orang
lain tidak dapat dikatakan suatu bentuk tindakan sosial.
2. Interaksionisme Simbolik
Teori interaksionisme simbolik ini berkembang pertama
kali di Universitas Chicago dan juga dikenal sebagai aliran
Chicago. Tokoh utamanya berasal dari berbagai Universitas
diluar Universitas itu sendiri. George Herbet Mead secara rinci
membahas hubungan antara seseorang, dirinya, dengan
masyarakat. Teori interaksionisme simbolik adalah setiap
isyarat nonverbal (body language, gerak fisik, baju, dan status)
dan pesan verbal (seperti kata-kata dan suara) yang dimaknai
berdasarkan kesepakatan bersama oleh semua pihak yang
7
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
UI, 2004), h. 12
14
8
Ibid, h. 22
9
Basrowi, Pengantar Sosiologi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), h.138
10
Departemen Pendidikan Nasional, KamusBesar Bahasa Indonesia Pusat
Bahasa,(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 542
15
11
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada).
h.55
12
Yusron Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar, (Tangerang: Mitra Sejahtera, 2008), h. 57
13
Ibid.
14
Ibid.
15
Ibid, h. 58
16
1. Faktor Imitasi
Faktor imitasi mempunyai peranan sangat penting dalam
proses interaksi sosial. Salah satu segi positifnya adalah
bahwa imitasi dapat membawa seseorang mematuhi kaidah-
kaidah yang berlaku.
2. Faktor Sugesti
Dalam ilmu jiwa sosial sugesti dapat dirumuskan sebagai satu
proses dimana seorang individu menerima suatu cara
penglihatan atau pedoman-pedoman tingkah laku dari orang
lain tanpa dikritik terlebih dahulu.
3. Faktor Identifikasi
Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi
identik (sama) dengan orang lain, baik secara lahiriah maupun
batiniah. Di sini dapat mengetahui, hubungan sosial yang
berlangsung pada identifikasi adalah lebih mendalam daripada
hubungan yang berlangsung atas proses-proses sugesti
maupun imitasi.
4. Faktor Simpati
Simpati adalah perasaan tertariknya orang yang satu terhadap
orang yang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional,
melainkan berdasarkan penilaian perasaan seperti juga pada
16
Basrowi, Pengantar Sosiologi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), h. 139.
18
17
Elly M. Setiadi, Kama A. Hakam, Ridwan Effendi, Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar,
(Jakarta: Prenada Media Gruop, 2007), h. 93
19
b) Komunikasi (communication)
Arti terpenting komunikasi adalah suatu proses seseorang
memberikan tafsiran pada perilaku orang lain. Melalui tafsiran
pada perilaku pihak lain, seseorang mewujudkan perilaku
sebagai reaksi terhadap maksud atau peran yang ingin
disampaikan oleh pihak lain itu. Dapat terwujud melalui
pembicaraan, gerak-gerik badan atau sikap perasaan-perasaan
yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.18
18
Basrowi Op,cit., h. 140
20
19
Ibid., h. 145
21
20
Ng. Philipus. Nurul Aini, Sosiologi dan Politik, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2009), h. 23
21
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2012), h. 65
22
Ibid., h.66
22
23
Ng. Philipus, dan Nurul Aini, Sosiologi dan Politik, (Jakarta; PT Raja Grafindo
Persada), h.25
24
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta; PT Raja Grafindo persada
1998), h.73
25
Ng. Philipus, dan Nurul Aini. loc.cit. h. 29
23
3. Masyarakat Perkotaan
a. Teori Perspektif Tentang Masyarakat
1. Perspektif Solidaritas Mekanik dan Solidaritas Organik
Perbedaan dalam pengelompokkan ini secara rinci dibahas
oleh Emile Durkheim. Durkheim membedakan antara antara
kelompok yang didasarkan solidaritas mekanik dan kelompok
yang didasarkan pada solidaritas organik. Solidaritas mekanik
merupakan ciri yang menandai masyarakat masih hidup
sederhana.
Dalam masyarakat solidaritas mekanik kelompok manusia
tinggal secara tersebar dan hidup secara terpisah. Masing-
masing kelompok dapat memenuhi keperluan mereka masing-
masing tanpa memerlukan bantuan dari kelompok lain.
Solidaritas organik merupakan solidaritas yang mengikat
masyarakat dan telah mengenal pembagian kerja secara rinci
dan dipersatukan oleh saling ketergantungan antar bagian.28
Dapat disimpulkan bahwa, solidaritas mekanik merupakan
masyarakat yang tinggal di pedesaan. Sedangkan, solidaritas
organik merupakan masyarakat yang tinggal di perkotaan.
b. Pengertian Masyarakat
Masyarakat pada umumnya sudah memiliki kedekatan satu
sama lain. Kedekatan ini terjadi dikarenakan mereka sudah lama
mengenal masing-masing dan menjalani rutinitas kehidupan di
dalam lingkungan yang sama. Ini yang menyebabkan mereka harus
melakukan adanya interaksi satu sama lain. Tak jarang mereka
sudah menganggap satu sama lain seperti saudara.
28
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
UI, 2004), h. 128
25
29
Basrowi, Pengantar Sosiologi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), h. 37
30
Koentjraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), h. 115
31
Elly M. Setiadi. Rama Abdul Hakam. Ridwan Effendi, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar,
( Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h.80
32
Ibid., h. 38
26
itu. Lagipula, pola itu harus bersifat mantap dan kontinu, dengan
perkataan lain, pola khas itu harus sudah menjadi adat istiadat yang
khas.33
Menurut Abu Ahmadi yang di kutip Basrowi, menyatakan
bahwa masyarakat harus mempunyai ciri-ciri: a) harus ada
pengumpulan manusia dan harus banyak, bukan pengumpulan
binatang. b) telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama di
suatu daerah tertentu. c) adanya aturan-aturan atau undang-undang
yang mengatur mereka untuk menuju kepada kepentingan dan
tujuan bersama.34
Jadi dapat disimpulkan, masyarakat adalah kumpulan
individu yang hidup bersama dalam waktu yang cukup lama dan
bukan hanya kumpulan atau kerumunan orang dalam waktu sesaat,
seperti kerumunan orang di terminal atau pasar. Dan di dalam
kebersamaan yang cukup lama terjadi interaksi sosial.
c. Masyarakat Perkotaan
Antara desa dan kota secara secara sepintas kilas hanya
mengenai perbedaan geografisnya saja, tetapi bila dilihat secara
mendasar tidaklah demikian. Kota dan desa mempunyai perbedaan
yang unik dan kompleks sekali. Baik dilihat dari segi jumlah
penduduknya, sosial ekonominya, kebudayaan, tata nilai dan
normanya.
Kota adalah sebagai pusat pendomisian yang bertingkat-
tingkat sesuai dengan sistem administrasi negara yang
bersangkutan. Di samping itu kota juga merupakan pusat dari
kegiatan-kegiatan kebudayaan, sosial, ekonomi, dan komunikasi.
Sehingga dengan adanya sistem komunikasi dan transportasi yang
baik, tidaklah aneh kalau kota tersebut merupakan jaringan
33
Koentjraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), h.
117
34
Basrowi, Pengantar Sosiologi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), h. 41
27
37
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta; PT Raja Grafindo Persada
2005) h. 158
29
38
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 156-
157
31
4. Kebudayaan
a. Teori Perspektif tentang Kebudayaan
1. Perspektif Fungsionalis
Kalangan fungsionalis cenderung melihat perubahan
kebudayaan sebagai bentuk disfungsional bagi sistem sosial.
Fungsionalisme lebih melihat bagaimana komponen-komponen
kebudayaan berjalan dalam masyarakat daripada menganalisa
perubahan-perubahan kebudayaan.
Kalangan fungsionalis mengutamakan solidaritas dalam hal
perbedaan budaya dalam konteks bagaimana unsur-unsur
32
2. Perspektif Marxian
Marxian berpendapat bahwa, kebudayaan itu diciptakan
oleh kelompok dominan dalam masyarakat yang memanfaatkan
ide dan nilai-nilai kebudayaan untuk meningkatkan
kepentingan diri mereka sendiri. Karena itu perspektif ini
melihat kebudayaan sebagai salah satu alat unutk
mendominasi.40
Marxian menganggap perubahan kebudayaan sebagai aspek
yang diharapkan dalam kehidupan sosial.
b. Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan menurut Koentjaraningrat, berasal dari kata
Latin colere yang berarti mengolah, mengerjakan, terutama
mengolah tanah atau bertani. Dari arti ini berkembang arti culture
sebagai segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah
dan mengubah alam.41
Kebudayaan merupakan posisi penting dalam kehidupan
manusia. Dengan begitu, tidak ada masyarakat yang tidak
memiliki kebudayaan dan begitupun sebaliknya, tidak ada
kebudayaan tanpa masyarakat, dimana masyarakat sebagai wadah
dan pendukungnya, sehingga fungsi kebudayaan itu sendiri dapat
dijadikan sebagai faktor pendorong dalam perubahan sosial yang
terjadi di masyarakat atau masyarakat dapat menentukan sikapnya
sendiri terhadap dunia berdasarkan pada pengetahuan yang ada
pada kebudayaan.
39
Ibid., h. 67
40
Ibid.
41
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), h.
146
33
42
Abu Ahmadi, Pengantar Sosiologi, (Semarang:C.V. Ramadhani, 1975), cet. 1, h.57.
34
43
Koentjaraningrat, op.cit., h. 150-151
44
Arbany Nurul Aini, Angkringan: Arena Demokrasi Masyarakat Pekotaan dengan
Simbolisme Kejawaan (Studi Kasus: Tiga Angkringan di Jakarta), Skripsi pada Universitas Negri
Jakarta, 2013, h 52, tidak dipublikasikan.
35
46
Dharsono, Budaya Nusantara, (Bandung:Rekayasa Sains, 2007), h. 10
37
47
Arbany Nurul Aini, Angkringan: Arena Demokrasi Masyarakat Pekotaan dengan
Simbolisme Kejawaan (Studi Kasus: Tiga Angkringan di Jakarta), Skripsi pada Universitas Negri
Jakarta, 2013, h 65, tidak dipublikasikan.
38
48
Sadhi Sanggakala, Penggunaan Jalan Di Kampung Kota Dan Perumahan Perumnas
Sebagai Ruang Interaksi Sosial, Tesis pada Pascasarjana Universitas Indonesia, Depok, 2006,
tidak dipublikasikan
49
Lolita Susan Ginzel, Lapo Tuak, Arena Interaksi Sosial Bagi Masyarakat Batak Toba
(Studi Kasus: Lapo Tuak Dame, Kelurahan Harapan Mulia, Jakarta Pusat), Skripsi pada
Universitas Indonesia, 1984, tidak dipublikasikan
41
tempat untuk berkumpul. Lapo tuak tetap dibutuhkan bagi orang Batak di
Jakarta, karena sekalipun merupakan rumah makan tetapi lapo tuak juga
merupakan sarana untuk mempererat solidaritas masyarakat Batak melalui
komunikasi tatap muka. Tidak hanya sekedar tempat untuk melepaskan
rindu tetapi juga merupakan sumber informasi, sehingga dalam kesibukan
kehidupan di kota hubungan antara keluarga masih bisa di bina lewat lapo
tuak. Lapo tuak tidak lagi senegatif yang dibayangkan masyarakat di luar
orang Batak. Namun, sekarang yang penting adalah peningkatan mutu ,
sehingga lapo tuak tidak hanya di kenal di kalangan orang Batak tetapi
juga di kenal di tingkat masyarakat Indonesia umumnya.
Penelitian skripsi milik Donovan Bustami dengan judul Interaksi
Sosial Penghuni Asrama Daksinapati Universitas Indonesia (Studi Kasus
Tentang Pertentangan Sosial) Tahun 198550. Dalam penelitian ini peneliti
mengangkat masalah dampak dari adanya interaksi sosial antar penghuni
dari berbagai suku bangsa, penganut beberapa agama dimana masing-
masing mempunyai nilai, norma yang berbeda sehingga masing-masing
mempunyai kepentingan yang berbeda pula. Dengan adanya beberapa
kepentingan yang berbeda serta kepentingan dari beberapa pihak tersebut
ingin mengutamakan kepentingannya sendiri, maka ini akan ada
kecenderungan untuk timbul pertentangan sosial dan seringkali disertai
dengan perkelahian antar penghuni asrama Daksinapati. Pada dasarnya
pertentangan sosial bukan semata disebabkan oleh perbedaan nilai, norma,
perbedaan agama ataupun perbedaan kebudayaan, akan tetapi sebenernya
yang menyebabkan terjadinya pertentangan di asrama lebih banyak
disebabkan karena sumber daya yang terbatas. Ada pihak yang ingin
menguasai kamar tidur, ada pihak yang ingin mendapat pelayanan yang
lebih dari yang lain, ada pihak yang ingin mendapatkan peranan dan status
yang lebih dari yang lainnya. Pertentangan sosial juga dapat terjadi karena
tidak ada komunikasi satu dengan yang lain. Artinya bahwa karena ada
50
Donovan Bustami, Interaksi Sosial Penghuni Asrama Daksinapati Universitas
Indonesia (Studi Kasus Tentang Pertentangan Sosial), Skripsi pada Universitas Indonesia, 1985,
tidak dipublikasikan
42
penafsiran yang salah dari simbol yang diungkapkan oleh lawan bicara.
Jadi demikian, pertentangan sosial tidak saja terjadi karena adanya
perbedaan agama, suku bangsa. Pada agama, suku bangsa yang samapun
dapat terjadi pertentangan sosial.
Penelitian skripsi milik Arbany Nurul Aini, dengan judul
Angkringan: Arena Demokrasi Masyarakat Pekotaan dengan Simbolisme
Kejawaan (Studi Kasus: Tiga Angkringan di Jakarta) Tahun 201351,
Penelitian ini menjelaskan angkringan sebagai usaha informal perkotaan
yang menggunakan simbol-simbol kedaerahan. Hal ini dilatarbelakangi
oleh fenomena eksistensi kuliner di tengah gempuran modernisasi.
Keberadaan kuliner eksis tersebut lekat dengan tema besar sebuah ideologi
budaya yang mencerminkan identitas tertentu. Penelitian ini berupaya
mendeskripsikan seperti apa dan bagaimana kuliner angkringan. Juga
berusaha menjawab wujud identitas kuliner kejawaan di tengah
masyarakat Jakarta yang heterogen. Kuliner di sini dapat diartikan sebagai
suatu kebutuhan hidup manusia yang berkaitan dengan kegiatan konsumsi.
Kegiatan konsumsi ini dapat bersifat kompleks ketika bersinggungan
dengan identitas budaya suatu masyarakat tertentu. Karena, pada
kenyataannya angkringan bukan hanya sebagai tempat untuk melepas
dahaga dan lapar. Ada fungsi-fungsi sosial lain yang hadir di dalam
angkringan, seperti tepo seliro atau tenggang rasa, serta melatih kejujuran
masyarakat. Angkringan juga merupakan salah satu ruang publik
masyarakat, dimana masyarakat mampu memberikan pendapat mereka
mengenai isu-isu yang terkait dengan pemerintahan baik dalam bidang
ekonomi, sosial budaya, serta politik.Penelitian ini menggunakan studi
kasus tiga angkringan, sebagai tempat di mana terdapat simbol-simbol
kedaerahan dan terwujudnya ruang publik sehingga demokrasi dapat
terlihat berjalan di Angkringan. Dengan lokasi keberadaan Angkringan di
wilayah Jakarta, sekiranya dapat menggambarkan proses pembentukan
51
Arbany Nurul Aini, Angkringan: Arena Demokrasi Masyarakat Pekotaan dengan
Simbolisme Kejawaan (Studi Kasus: Tiga Angkringan di Jakarta), Skripsi pada Universitas Negri
Jakarta, 2013, tidak dipublikasikan
43
52
Klara Puspa Indrawati 2012 Pembentukan Ruang Kolektif Oleh Masyarakat (Studi
Kasus : Angkringan Tugu Yogyakarta, Studi Arsitektur Universtas Indonesia
44
Tabel 2.1
Perbandingan Studi Pustaka Terdahulu dengan Penulis
B. Metodologi Penelitian
1
Adi Prastowo. Memahami Metode-Metode Penelitian,(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
2011), h.8.
2
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, (Jakarta:Bumi Aksara,
2013), h.80-81
3
Ibid., h.82
46
47
4
Ibid.
48
5
Ibid., h. 63
49
a. Wawancara (interview)
Wawancara adalah percakapan dengan maksud
tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan
terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu.6 Kegiatan wawancara dilakukan secara
mendalam hal ini dimaksudkan agar data yang diperlukan tidak
bias dan valid.
Untuk memperoleh informasi yang objektif, peneliti
mengadakan wawancara langsung kepada 3 orang pedagang
angkringan yang berada di daerah Kecamatan Pamulang, Kota
Tangerang Selatan. Untuk informan, peneliti mewawancarai 3
orang pengunjung di setiap angkringan yang sudah menjadi
pengunjung rutin tiap minggunya.
b. Observasi (Pengamatan)
Menurut Iin Tri Rahayu dan Tristiadi Ardi Ardani,
istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan
secara akurat, mencatat fenomena yang muncul dan
mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena
tersebut.7
Peneliti akan melakukan pengamatan terhadap gejala
yang tampak pada objek penelitian. Observasi dilakukan untuk
menemukan data dan informasi dari gejala atau fenomena
secara sistematis dan didasarkan pada tujuan penyelidikan
yang telah dirumuskan.
Peran peneliti dalam penelitian ini sebagai peneliti
yang participant observation. Maka dari itu posisi peneliti juga
sebagai penikmat hidangan kuliner angkringan yang membuat
6
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung; PT Remaja Rosdakarya,
2009), h.186
7
Iin Tri Rahayu dan Tristiadi Ardi Ardani, Observasi dan Wawancara, (Malang:
Bayumedia Publishing, 2004), h. 1
51
8
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2012), h. 329
9
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2013), h. 178
52
1. Triangulasi
Menurut Lexy J Moleong, Trianggulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data memanfaatkan sesuatu yang lain
diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data tersebut. Teknik triangulasi yang
paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber
11
Ibid.,
54
12
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : Remaja Rosda Karya,
2002), h.178
13
Hudri, Said. Keabsahan Data Instrumen Penelitian,
http://expresisastra.blogspot.com/2013/11/keabsahan-data-instrumen-penelitian.html, 05 Oktober
2014
14
Ibid., h. 124.
55
B. Profil Tempat
1. Kondisi Geografis Kecamatan Pamulang
Kecamatan Pamulang terletak di selatan daerah Kota Tangerang
Selatan, Kecamatan ini memiliki luas wilayah sebesar 26.82 Ha dan
menjadi daerah perkantoran Pemerintahan Daerah (Pemda) Tangerang
Selatan. Kecamatan Pamulang dibatasi oleh
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Ciputat dan
Ciputat Timur
Sebelah Timur : Kota Jakarta Selatan Provinsi DKI Jakarta
Sebelah Selatan: Kota Depok Provinsi Jawa Barat
Sebelah Barat : Kecamatan Serpong, Setu
55
56
1
http://tangselkota.bps.go.id/index.php?hal=publikasi_detil&id=8 diakses pada tanggal 5
Desember 2014 pukul 22.00 WIB
2
http://labpm2.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/2013/05/RPJM-Keadaan-Geografis.pdf
diakses pada tanggal 28 November 2014 pukul 1.12 WIB
57
2. Kondisi Demografis
Jumlah penduduk Kecamatan Pamulang hasil BPS Tangerang
Selatan 314.931 jiwa tahun 2013. Terdiri dari laki-laki sebanyak
159.014 jiwa dan perempuan 155.917 jiwa.
Tabel 4.6
Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin di
Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Penduduk Rasio
No Kelurahan Laki- Jenis
Perempuan Jumlah
Laki Kelamin
1 Pondok 25 180 24 281 50 021 101,36
Benda
2 Pamulang 27 503 26 798 54 301 102,63
Barat
3 Pamulang 18 322 18 388 36 710 99,64
Timur
4 Pondok 11 817 11 652 23 469 101,42
3
http://labpm2.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/2013/05/RPJM-Keadaan-Geografis.pdf
diakses pada tanggal 28 November 2014 pukul 1.12 WIB
58
Cabe Udik
5 Pondok 18 093 17 514 35 607 103,31
Cabe Ilir
6 Kedaung 23 287 22 581 45 868 103,13
7 Bambu 14 546 14 145 28 691 102,83
Apus
8 Benda 20 266 19 998 40 264 101,34
Baru
Kecamatan 159 014 155 917 314 931 101,99
Pamulang
Sumber: Proyeksi Kantor BPS Tangerang Selatan4
4
www.tangselkota.bps.go.id diakses pada tanggal 28 November 2014 12.00 WIB
59
Tabel 4.7
Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama
Hin Bud Kong
No Kelurahan Islam Katolik Protestan
du ha hucu
1 Pondok Benda 39687 1367 3763 168 348 5
2 Pamulang 43738 2266 4700 129 667 20
Barat
3 Pamulang 29503 1006 1725 130 175 12
Timur
4 Pondok Cabe 19178 501 1438 81 271 178
Udik
5 Pondok Cabe 36140 230 1107 78 62 -
Ilir
6 Kedaung 47890 700 1843 115 103 5
7 Bambu Apus 21734 404 924 48 116 2
62
C. Informasi Partisipan
1. Karakteristik Pedagang Angkringan
Pedagang Angkringan adalah orang yang menjual barang
dagangannya dengan menggunakan gerobak serta lampu senthir.
Pedagang angkringan ini sering disebut pula sebagai prembe (Jawa).
Pedagang angkringan ini menjual barang dagangannya berupa makanan
dan minuman dengan gerobak. Gerobak yang biasa digunakan oleh
pedagang angkringan tersebut umumnya adalah milik pedagang sendiri.
Waktu berdagang para pedagang angkringan dimulai dari sore hari
sekitar pukul setengah lima dan selesainya pada dini hari sekitar pukul
dua. Namun waktu tutup usaha angkringan ini tergantung dari keadaan
berjualan saat itu. Apabila keadaan saat itu sedang ramai konsumen
biasanya para pedagang angkringan ini akan tutup lebih awal dari pukul
dua dini hari.
Lokasi yang dijadikan tempat berjualan umumnya di pinggir-
pinggir jalan utama, namun ada pula pedagang angkringan yang
berjualan di sekitar perkantoran atau daerah perkampungan yang ramai
serta dilalui oleh banyak orang. Barang yang ditawarkan oleh para
6
http://tangselkota.bps.go.id/index.php?hal=publikasi_detil&id=8 diakses pada tanggal 25
Desember 2014 pukul 20.00 WIB
63
7
Berdasarkan hasil wawancara dengan Maldi pada 10 Oktober 2014 pukul 21.15
WIB.
68
1.000.000,- dan bila sedang hari libur seperti malam minggu Pakde
Yono bisa mendapat pendapatan kotor sebesar Rp 2.000.000,-
hingga 3.000.000,- dengan keuntungan bersih bila sedang hari
biasa sebesar Rp 500.000,- untung yang di dapat Pakde Yono
digunakan untuk membayar kontrakan dan biaya untuk
menghidupi istri beserta kedua anaknya.
Dalam menyiapkan semua keperluan untuk berdagang,
Pakde Yono memasak dengan dibantu istrinya yaitu ibu Ina, setiap
pagi pukul 06.00 pakde dan ibu Ina pergi ke pasar Cimanggis
untuk berbelanja, dan setelah berbelanja Pakde Yono dan istrinya
memasak keperluan untuk berdagang. Semuanya dikerjakan secara
bersama-sama. Sekitar pukul 18.00 mereka menyiapkan tenda dan
menata angkringan. Bila sedang ramai sekali angkringan Pakde
Yono bisa tutup lebih awal sekitar pukul 11.00 namun jika sedang
sepi Pakde Yono tutup pada pukul 02.00 dini hari.
b. Angkringan Milik Mas Warimin
Mas Min adalah salah satu masyarakat Yogyakarta yang hijrah
ke ibukota untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak dari
kehidupannya di desa. Mas Min berusia 32 tahun, dan dia merantau
ke Jakarta pada saat usia 23 tahun. Mas Min datang ke Jakarta
hanya bermodalkan uang sebesar lima ratus ribu dan Mas Min juga
tidak memiliki keahlian khusus, dan pada tahun-tahun awal tinggal
di Jakarta Mas Min mendapat pekerjaan menjaga sebuah toko di
salah satu pusat perbelanjaan di Ibukota.
Pekerjaan menjaga toko hanya bertahan kurang lebih satu tahun
karena uang yang Mas Min dapatkan hanya cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya. Setelah memutuskan
untuk keluar Mas Min melamar pekerjaan untuk bekerja di pabrik
di daerah Cililitan. Setelah tiga tahun bekerja dipabrik, Mas Min
memutuskan keluar karena Mas Min merasa bosan dengan
69
8
Berdasarkan wawancara dengan Mas Min pada 22 Mei 2014 pukul 22.30 WIB.
70
sampai pukul 00.00 WIB. Namun bila sedang sepi Mas Min baru
dapat menutup angkringannya pada pukul 02.00 dini hari.
Angkringan yang dimiliki oleh Mas Min termaksud angkringan
yang sederhana, dan angkringan ini dibuat agar semirip mungkin
dengan angkringan yang berada di Jogjakarta. Di depan gerobak
Angkringan Mas Min menyediakan bangku panjang yang dapat
diduduki kurang lebih empat orang, dan untuk pembeli lainnya
disediakan tikar dan meja kecil untuk duduk lesehan.
Dengan bermodalkan angkringan yang sederhana Mas Min
mampu mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari untuk istri dan
anaknya yang saat ini berusia dua tahun dan membayar upah untuk
ketiga orang keponakannya. Setiap harinya Mas Min mampu untuk
memperoleh penghasilan sebesar Rp 1.000.000,- perhari dengan
keuntungan bersihnya Mas Min mampu memperoleh sehari kurang
lebih Rp 600.000,-. Berikut ini adalah daftar masakan dan
minuman yang disediakan di angkringan sederhana milik Mas Min.
Tabel 4.10. Menu Makanan Minuman Angkringan Mas Min
No Makanan dan Minuman Harga
1 Sego Kucing Aneka Lauk ( Ikan Teri, Oseng- Rp 2.500/bungkus
Oseng Sayur, dan Ikan Bandeng )
2 Sate Telur Puyuh 4 buah Rp 2.500/tusuk
3 Sate Ati Ampela Rp 2.500/tusuk
4 Sate Paru Rp 2.500/tusuk
5 Sate Kikil Rp 2.500/tusuk
6 Tempe dan Tahu Bacem Rp 2.000/buah
7 Sate Usus Rp 2.500/tusuk
8 Gorengan Tahu, Mendoan Tempe dan bakwan Rp 1.000/buah
9 Sate Ceker Ayam Rp 2.500/tusuk
10 Kepala Ayam Goreng Rp 2.500/buah
11 Teh Manis Rp 3.000/gelas
12 Wedang Jahe Rp 4.000/gelas
13 Wedang Jahe dengan Susu Rp 4.500/gelas
71
banyak ndak bisa bayarnya. Ndak ada yang tau, toh, kalau
usahanya sukses atau ndak kedepannya.9
Perkembangan ekonomi yang terjadi dalam usaha angkringan
tersebut dialami pula pada hal sumber daya manusianya. Awal
mula hanya satu pekerja yaitu Rohman, kini berkembang menjadi
tiga pekerja dan ibu Yanti kemudian menambah tiga orang lagi
setelah itu. Sumber daya manusia yang diberdayakan sengaja
tertuju pada generasi muda yang rata-rata memiliki semangat kerja
maksimal. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Ibu Yanti bahwa.
Pekerja di sini rata-rata masih muda-muda mbak biar gesit
melayani pembeli, saya meminta tetangga-tetangga saya di Klaten
daripada bengong, mending kerja di Jakarta.10
Waktu yang diperlukan dalam berbelanja, memasak, dan
melayani pembeli itu harus serba cepat agar tidak ada yang
kecewa. Selain itu semua orang yang terlibat dalam Angkringan
Ibu Yanti harus dapat mempertahankan stamina dan semangat
bekerja dalam waktu seminggu penuh tanpa jeda. Hal tersebut
berlaku pula bagi anggota keluarga yaitu Rohman yang turut
membantu. Karena Angkringan Ibu Yanti hanya libur pada saat
libur nasional keagamaan khususnya Islam. Untuk menu makanan
dan minuman yang disediakan oleh Ibu Yanti tidak berbeda dengan
angkringan pada umumnya, hanya saja yang membedakan
angkringan Ibu Yanti menyediakan dalam jumlah yang lebih
banyak dibanding angkringan lainnya.
Jenis makanan yang disediakan di angkringan milik Ibu Yanti
memang jauh lebih banyak dibanding dengan angkringan milik
Pakde Yono dan Mas Min namun secara menu yang disediakan
hampir sama ketiganya. Angkringan milik Ibu Yanti memang jauh
9
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Yanti pada 4 September 2014, pukul 21.00
WIB.
10
Ibid.
74
11
Berdasarkan hasil wawancara dengan Adi pada 7 Oktober 2014 pukul 19.00 WIB.
77
(Mahasiswa). Dan satu orang pada angkringan Ibu Yanti, yaitu Movitri
(mahasiswa).
Dengan tipe pembeli yang pertama dan kedua jelas disini
angkringan berfungsi sebagai salah satu usaha informal yang
menyediakan kepraktisan waktu dan tenaga untuk masyarakat kota
Tangerang Selatan yang tidak memiliki banyak waktu untuk memasak
karena kesibukannya.
Karakteristik pembeli angkringan yang ketiga adalah pembeli yang
membeli kemudian berinteraksi dengan pembeli yang lainnya, pembeli
yang mampu menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengobrol.
karena dengan hadirnya angkringan disini mampu mengembalikan dan
mengobati rasa rindu masyarakat Jawa yang tinggal di Pamulang.
Pada angkringan Mas Min ada satu orang pembeli dengan
karakteristik ini, yaitu Mardoyo (supir). Di angkringan Pakde yon ada
dua orang yaitu, Sobani (Tukang ojek) dan Agung (pengangguran). Di
angkringan Ibu Yanti ada satu orang yaitu, Lisa (pegawai kantor).
Namanya juga perantau, ada angkringan di sini bikin kita berasa
di kampung sendiri. Apalagi disini Min bikinnya hampir sama kaya
yang di Jogja, wah makin kangen saja saya sama kampung halaman.12
Berdasarkan penuturan pak Mardoyo tersebut jelas bahwa
angkringan dapat mengobati rasa rindunya terhadap Yogyakarta yang
telah hampir dua tahun ia tidak pulang ke kampung. Kesamaan asal
daerah yaitu Yogyakarta antara Pak Mardoyo dengan Pedagang
Angkringan serta penggunaan bahasa Jawa saat mengobrol ini dapat
membuat dan menjalin keakraban sehingga tidak canggung lagi Pak
Mardoyo dan Mas Min bertukar cerita tentang berbagai macam hal
mulai dari berbagi cerita selama di Pamulang hingga menanggapi
Pemilihan presiden.
12
Berdasarkan wawancara dengan Pak Mardoyo pada 21 Oktober 2014 pukul 20.00 WIB.
78
1. Hasil wawancara
1) Kenapa memilih untuk datang ke angkringan
Pada pertanyaan ini enam informan menjawab alasan datang ke
angkringan adalah untuk makan. Salah diantaranya mengemukakan
bahwa, datang ke angkringan sengaja dilakukan karena untuk makan
makanan yang menunya beragam, harganya murah dan juga
terjangkau.13
Selain itu, satu orang menjawab untuk istirahat dengan alasan,
mau ngaso dulu abis dapet sewa barusan biar ga ngantuk ntar klo
dapet sewa lagi14 dan dua orang informan yang datang ke angkringan
untuk main atau sekedar nongkrong.
2) Dalam seminggu bisanya berapa kali datang ke angkringan?
Dalam pertanyaan ini ada tiga orang yang menjawab dua sampai
tiga kali dalam seminggu mereka datang ke angkringan. Dua orang
lainnya menjawab cukup sering mereka datang ke angkringan , dan
empat orang menjawab satu minggu sekali datang ke angkringan.
Namun, itu semua tidak merupakan hal yang wajib dilakukan oleh
para informan ini. Intensitas mereka untuk datang ke angkringan
tergantung dari faktor-faktor lain yang mendukung. Seperti yang
diungkapkan oleh Adi
klo mama ga masak biasanya kesini bisa tiga kali seminggu.15
3) Dengan siapa biasanya anda datang?
Dari pertanyaan ini terdapat tiga orang menjawab datang
sendirian,ke angkringan, dua orang lainnya menjawab datang bersama
keluarga, tiga orang dengan teman dan satu orang dengan semua
golongan.
Maksud dari semua golongan disini yaitu terkadang datang ke
angkringan bersama teman, terkadang sendirian dan terkadang datang
bersama keluarga untuk makan di angkringan.
13
Berdasarkan hasil wawancara dengan Movitri Rosmela pada 26 November 2014
14
Berdasarkan hasil wawancara dengan Sobani pada 13 November 2014
15
Berdasarkan hasil wawancara dengan Adi pada 7 Oktober 2014
80
16
Berdasarkan hasil wawancara dengan Hendra pada 19 Oktober 2014
17
Berdasarkan hasil wawancara dengan Maldi pada 10 Oktober 2014
81
18
Berdasarkan hasil wawancara dengan Mardoyo pada 21 Oktober 2014
19
Berdasarkan hasil wawancara dengan Maldi pada 10 Oktober 2014
82
20
Berdasarkan hasil wawancara dengan Maldi pada 10 Oktober 2014
21
Ibd.,
83
22
Berdasarkan hasil wawancara dengan Mardoyo pada 21 Oktober 2014
23
Berdasarkan hasil wawancara dengan Wati pada 22 Oktober 2014
24
Berdasarkan hasail wawancara dengan Agung pada 27 Oktber 2014
84
yang mau diberantemin disini mah orang yang curang aja ama si Yono
dibiarin aja kan biarin aja dah tuhan yang bales katanya.25
Tiga orang informan tidak mengetahui apakah pernah terjadi
konflik di angkringan. saya sih ga pernah punya pengalaman seperti
itu.26
25
Berdasarkan hasil wawancara dengan Sobani pada 13 November 2014
26
Berdasarkan hasil wawancara dengan Movitri Rosmela pada 26 November 2014
BAB V
PENUTUP
Pada bab lima, peneliti akan memaparkan lebih lanjut mengenai hasil dari
penelitian yang telah dilakukan. Bab ini terdiri dari dua yaitu kesimpulan dan
saran.
A. Kesimpulan
Pada bab I peneliti menjelaskan pertanyaan utama Bagaimana interaksi
sosial yang terjadi di dalam angkringan sebagai unsur tradisional masyarakat
perkotaan di Kecamatan Pamulang? maka pada bab ini, penulis akan
menyimpulkan temuannya, yaitu:
84
85
B. Saran
Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti dapat
memberikan beberapa saran dari hasil penelitian diantaranya:
a. Pemerintahan Daerah Kota Tangerang Selatan
Hasil Penelitian ini menjadi masukan untuk pimpinan, pembuat
kebijakaan merujuk segi pemahaman sosiologi, kiranya pengembangan bisnis
86
c. Bagi Mahasiswa
Agar mahasiswa dapat melihat serta tidak memandang sebelah mata
lagi tempat-tempat yang dinilai rendahan selama ini ternyata banyak makna
yang terkandung di dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
Prasetyo Anindito, Batik, Karya Agung Warisan Budaya Dunia, Yogyakarta: pura
Pustaka, 2010.
Purwadi dan Djoko Dwiyanto, Filsafat Jawa, Yogyakarta: Panji Pustaka, 2006.
I. Usaha angkringan
1. Berasal dari kota apa bapak/ibu?
2. Mengapa memilih untuk pindah ke kota Jakarta?
3. Mas tahu sejarah tentang angkringan tidak?
4. Sejak kapan memutuskan untuk berjualan angkringan?
5. Mengapa bapak memilih untuk berdagang angkringan?
6. Sudah berapa lama bapak/ibu berjualan angkringan?
7. Modal berjualan angkringan di Jakarta?
8. Apakah anda mempunyai pekerjaan atau usaha sampingan? Apa pekerjaan
sampingan anda?
9. Berapa besar jumlah keuntungan penghasilan anda dalam satu hari?
10. Usaha Angkringan ini buka dan tutup pukul berapa?
11. Kendala yang dialami pada saat berjualan angkringan?
12. Berapa Jumlah pegawai di usaha angkringan bapak/ibu?
II. Unsur tradisional
1. Ciri khas apa sajakah yang harus ada di angkringan?
2. Mengapa bapak/ ibu masih menggunakan alat makan yang tradisional?
3. Mengapa bapak/ibu menggunakan bahasa Jawa dalam melayani pembeli?
4. Dengan menggunakan simbol-simbol Kejawaan apakah menarik jumlah
pembeli yang datang ke angkringan bapak/ibu?
III. Karakteristik pembeli
1. Siapa sajakah pelanggan atau pembeli di Angkringan Bapak/ibu?
2. Apakah sudah mempunyai pelanggan tetap yang setiap minggunya pasti
pembeli tersebut dating keangkringan?
3. Biasanya pada hari apa dan pukul berapa angkringan Bapak/ibu ramai
pembeli?
4. Adakah pembeli yang berusaha curang karena system self service?
5. Bagaimana tindakan bapak/ibu dalam menangani pembeli yang curang?
6. Adakah kerugian dari sistem self service ini?
7. Apakah bapak/ibu berusaha mengganti system self service dengan membayar
dahulu?
8. Apakah terjadi interaksi dengan sesama pengunjung?
9. Pernahkah terjadi konflik antara sesama pengunjung?
Instrumen Wawancara Pembeli Angkringan
Nama : Mardoyo
Usia : 49 tahun
Pekerjaan : supir
Alasan ke angkringan
Nama : Hendra
Usia : 27 tahun
Alasan ke angkringan
Nama : Wati
Usia : 30 tahun
Alasan ke angkringan
Nama : Sobani
Umur : 36 tahun
Alasan ke angkringan
Nama : Maldi
Usia : 19 tahun
Pekerjaan : Mahasiswa
Alasan ke angkringan
Nama : Agung
Usia : 16 tahun
Alasan ke angkringan
Nama : Adi
Umur : 16 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Alasan ke angkringan
Umur : 22 tahun
Pekerjaan : Mahasiswa
Alasan ke angkringan
Umur : 24 tahun
Alasan ke angkringan
Judul dari skripsi ini diangkat karna pada dasarnya saya senang
makan. Suatu ketika saya makan di angkringan saya sadar bahwa terdapat
suasana yang sangat berbeda yang dapat dirasakan ketika berada di
angkringan. Tak dipungkiri masih banyak orang yang belum mengetahui apa
itu angkringan, namun disamping itu angkringan sudah banyak kita temui di
pinggir-pinggir jalan, khususnya jalanan di Pamulang. Semoga para pembaca
menjadi tahu apa itu angkringan serta tidak memandang miring lagi hal-hal
sederhana.