Anda di halaman 1dari 272

Alpha Emphaty

Mengembangkan Kesadaran Empati Melalui Gelombang Otak


Alpha

Muhammad Andriana Gaffar


Sayid Mohammad Riqki Noval
Hamdani
Luki Luqmanul Hakim

AP
Alphawave Press
Bandung – Indonesia
NP 09.04.530-2

Alpha Emphaty
Mengembangkan Kesadaran Empati Melalui Gelombang Otak Alpha

Disusun oleh : Muhammad Andriana Gaffar


Sayid Mohammad Rifqi Noval
Hamdani
Luki Luqmanul Hakim

Editor : Hamdan Hidayat


Penyelaras : Ahmad Salmun
Penyunting : Fitriasukma Ekaputra
Vica Destiani Adam

Diterbitkan oleh Alphawave Press


Jalan Soekarno – Hatta No. 530
Bandung 40286

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang memperbanyak buku ini sebagian atau
seluruhnya, dalam bentuk dan dengan cara apapun juga, baik secara mekanis maupun elektronis,
termasuk fotokopi, rekaman, dan lainnya, tanpa ijin tertulis dari pihak penerbit.

Layout dan Editing : Hamdan Hidayat


Perancang Desain : Ahmad Salmun

Cetakan Pertama, September 2019


Dicetak oleh ISILLO DIGITAL PRINTING & OFFSET

ISBN 000-000-0000-00-0

Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Gaffar, M.A., Noval, S.M.R., Hamdani & Hakim, L.L.


Alpha Emphaty: Mengembangkan Kesadaran Empati Melalui Gelombang Otak
Alpha/ M.A
Gaffar; S.M.R. Noval; Hamdani; L.L. Hakim. -- Ed. 1, Cet. 1.
-- Bandung: Alphawave Press, 2019.
viii, 227 hlm.; 23 cm.
ISBN 000-000-0000-00-0

1. Pendidikan dan Pelatihan


I. Judul II. Hamdan Hidayat
279.204 3
Purwawacana
Kecerdasan emosional merupakan istilah yang pertama kalidiperkenalkan pada
tahun 1990 oleh psikolog dari Harvard University yang bernama Peter Salovey
dan John Mayer dari University of NewHampshire, untuk menjelaskan tentang
kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Emosi
yang dimunculkan dalam suatu tindakan sangat mempengaruhi kehidupan
manusia ketika dalam mengambil suatu keputusan. Hal ini tentu tidak jarang
suatu keputusan yang diambil hanya dari sudut emosional tanpa ada kolaborasi
dengan akal rasional yang pada akhirnya menghasilkan keputusan yang terkesan
kurang bijak.Kualitas-kualitas tersebut, antaralain: Empati, mengungkapkan dan
memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan
menyesuaikan diri, kemampuan memecahkan masalah antar pribadi, ketekunan,
kesetiakawanan,keramahan, serta sikap saling menghormati.
Empati merupakan akar kepedulian dan kasih sayang dalam setiap hubungan
emosional seseorang dalam upayanya untuk menyesuaikan emosionalnya
dengan emosional orang lain. Menurutnya kunci untuk memahami perasaan
orang lain adalah mampu membaca pesan non-verbal seperti nada bicara, gerak-
gerik, ekspresi wajah, dan sebagainya.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut menunjukkan bahwa empati berkaitan
erat dengan tingkahlaku moral seseorang. Seorang yang memiliki kemampuan
untuk berempati, dapat digolongkan sebagai seorang yang “baik”, yang lembut
hati, yang memikirkan perasaan orang lain, yang mengarahkan diri mereka
sendiri kepada orang lain.. Seorang yang memiliki kemampuan berempati tinggi
terhadap emosi orang lain cenderung memiliki hasrat yang jelas untuk bersikap
bijaksana, sopan, murah hati dalam kerelaan mereka melihat dunia sebagaimana
orang lain melihatnya, untuk mengalami dunia melalui mata orang lain, dan
untuk bertindak berdasarkan pengetahuan itu dengan kelembutan hati. Ketika ia
bersikap, berbicara terhadap orang lain senantiasa memperhitungkan
perasaan/emosi orang yang dihadapinya tersebut dengan cara memperhatikan
nada bicaranya, gerak-geriknya, dan ekspresi wajahnya.
NLP mencakup dua pengertian yaitu proses neurologi dan proses bahasa.
Neurologi merupakan suatu proses tentang bagaimana manusia, melalui
mekanisme kerja otak, dapat menterjemahkan pengalaman-pengalaman yang
diterima kedalam fungsi fisiologi-nya. Proses bahasa merupakan suatu pola kata-
kata yang spesifik, dimana perumusan pola tersebut akan digunakan untuk
mendeskripsikan tentang sesuatu hal. Setelah kedua proses tersebut terjadi,
maka selanjutnya seseorang akan berusaha untuk belajar bereaksi tertentu pada
suatu situasi tertentu, dan membangun pola-pola otomatis atau program-
program, yang terjadi di sistem neurologi maupun di sistem bahasa kita (ini yang
disebut dengan istilah programming).
Neuro-Linguistic Programming berbeda dari teknik-teknik yang lain. Terdapat
beberapa hal yang membedakan NLP dengan teknik lainnya, yang pertama
adalah NLP dirumuskan berdasarkan proses modeling terhadap orang-orang
yang unggul di bidangnya, sehingga NLP hanya menyuguhkan konsep yang
terbaik dan aplikatif. Kedua, NLP selalu menggunakan sudut pandang holistik
dalam memahami dan menyelesaikan masalah, maksudnya adalah NLP
memahami masalah dari sudut pandangyang lebih tinggi sehingga menjadi lebih
mudah dalam menemukan dan merumuskan solusi. Ketiga, NLP memiliki cara
yang lebih sistematis untuk membantu individu berubah, serta mudah
diduplikasi karena proses modeling yang dilakukan dalam NLP masuk ke dalam
level kapabilitas, keyakinan, nilai-nilai, identitas serta tujuan yang lebih tinggi
(purpose) yang kemudian dijabarkan dalam langkah-langkah terstruktur.
Keempat, NLP menawarkan hasil akhir yang relatif cepat dan yang terakhir
adalah dalam proses intervensinya NLP berfokus pada struktur pengalaman
individu bukan pada isinya.
Adapun benang merah yang hendak dirajut dalam buku ini ialah upaya
mengembangkan kesadaran berempati dengan memanfaatkan potensi
gelombang otak alpha melalui implementasi teknik Neuro-Linguistic
Programming. Gelombang otak alpha terjadi pada saat seseorang yang
mengalami relaksaksi atau mulai istirahat dengan tanda-tanda mata mulai
menutup atau mulai mengantuk. Alpha adalah pikiran yang paling cocok untuk
pemrograman bawah sadar.Seseorang yang sedang rileks, melamun atau
berkhayal gelombang otaknya berada dalam frekuensi ini. Kondisi ini
merupakan pintu masuk atau keluarnya potensi dari alam bawah sadar anda.
Anak-anak balita selalu berada dalam kondisi alpha. Itu sebabnya mereka
mampu menyerap informasi secara cepat. Dalam kondisi gelombang ini, otak
memproduksi hormon serotonin dan endorfin yang menyebabkan seseorang
merasa tenang, nyaman dan bahagia. Gelombang alpha akan membuat imunitas
tubuh meningkat, pembuluh darah terbuka lebar, detak jantung menjadi stabil,
dan kapasitas indra kita meningkat.

Bandung, September 2019


Tim Penulis
Tentang buku
Buku ini ditujukan untuk siapapun sebagai cara untuk memahami orang lain.
Melalui pendekatan dari pengalaman, NLP mendorong seseorang untuk
bertindak dan membentuk kehidupannya sendiri. Hal ini dapat dijadikan
sebagai hal yang menarik bagi setiap orang yang mempunyai keingingan untuk
memulai dan membuka pikiran pada kesempatan baru.
Kami mencoba membuat NLP lebih dapat dimengerti, pragmatis, mudah
diakses, dan berguna bagi Anda. Kami harap Anda dapat mendalami buku ini
pada beberapa bab dan dapat dengan cepat menemukan gagasan praktis tentang
bagaimana cara penggunaan NLP untuk menyelesaikan isu atau membuat
perubahan dalam hidup Anda.
Pada penggunaan NLP, pilihan dari isinya itu sangat selektif. Kami bertujuan
untuk menawarkan pilihan menarik jika anda adalah pendatang. Dengan
pengetahuan yang baru, kami harap buku ini dapat membantu Anda
mendapatkan inti yang sudah Anda ketahui dan memberikan beberapa ide
untuk diaplikasikan. Dibawah ini merupakan beberapa istilah atau informasi
penting di dalam buku ini:
1. Bagaimana cara untuk menemukan hal penting untuk mendorong diri
dengan energi dan keyakinan.
2. Apa hal utama dalam pengandaian NLP dan mengapa NLP penting bagi
Anda.
3. Apakah cara terbaik untuk memahami cara orang lain.
4. Kapan Anda membangun hubungan dan kapan melepaskannya.
5. Bagaimana untuk mendapatkan pikiran yang tidak sadar untuk
bekerjasama dengan pikiran sadar Anda sehingga bisa menjadi kekuatan
team.

Sebagai tambahan, karena jalan terbaik untuk memahami NLP adalah


mencobanya, maka kerjakanlah segala test yang kami sediakan. Beberapa gagasan
atau test yang terdapat di dalam buku ini bisa saja sangat berbeda dengan
kebiasaan sehari – hari Anda, tapi Anda patut mencoba. Pendekatan NLP
adalah mengenai kebiasaan yang tidak biasa dan pengembangan potensi secara
lebih luas.
Panduan dalam menggunakan buku ini
untuk membantu anda dalam menggunakan buku ini, berikut merupakan
panduan yang dapat digunakan :
 Italic (tanda miring) digunakan untuk menekankan kata baru yang di
definisikan.
 Boldface digunakan untuk mengindikasikan langkah –langkah dalam
pelaksanaannya.
 Monofont digunakan untuk alamat website.

Apa yang kamu tidak baca


Kami menulis buku ini untuk mudah dipahami tentang apa yang ingin Anda
temukan dalam NLP. Berikut adalah bahan yang dianggap penting untuk Anda
ketahui :
 Text in sidebars (teks di bar): sidebars adalah teks yang dibubuhi oleh
kotak yang muncul dimana saja. Mereka membagikan berbagai cerita
personal dan observasi tapi bukan termasuk bacaan yang sangat penting.
 The stuff of the copyright page (bagian dari halaman yang digandakan) : Anda
tidak akan bisa menemukan ketertarikan dalam wilayah ini, kecuali Anda
termasuk orang yang cukup teliti dalam menemukan kata – kata baru.

Asumsi Unik
Dalam buku ini, kami mencoba membuat beberapa asumsi tentang Anda. Kami
mengasumsikan bahwa Anda adalah orang normal yang menginginkan
kebahagiaan. Besar kemungkinan Anda adalah seseorang yang suka belajar dan
ide – ide. Anda bisa jadi pernah dengar istilah dari NLP yang disebutkan, Anda
bisa jadi sudah siap menggunakan konsep, atau mungkin NLP hanya lah hal
baru namun Anda cukup tertarik. Buku ini akan sangat berguna saat Anda
menghadapi :
 Ketika Anda lelah, atau merasa bosan dengan situasi yang Anda hadapi
sekarang.
 Ketika Anda tertarik bagaimana untuk membuat pengalaman hidup
Anda berada pada level yang lebih yang mendapatkan penghargaan,
kebahagiaan, petualangan, dan kesuksesan.
 Ketika Anda penasaran mengenai bagaimana cara Anda dapat
mempengaruhi orang lain secara pantas dan mudah.
 Ketika seseorang mencintai belajar dan berkembang.
 Anda siap mengubah mimpi menjadi kenyataan.
BAB 1 KECERDASAN EMOSIONAL ........................................................................................................ 2
Pengertian Kecerdasan Emosional.................................................................................................... 2
Fase Perkembangan Otak ................................................................................................................. 2
Konseptualisasi Kecerdasan Emosional ............................................................................................ 2
Ciri-ciri Kecerdasan Emosional .......................................................................................................... 2
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional ............................................................. 2
Eksistensi Aspek Emosi ..................................................................................................................... 2
Kecakapan Emosional ....................................................................................................................... 3
Fungsi Amigdala Sebagai Kabel Pemicu Saraf ................................................................................... 3
Fungsi Amigdala Sebagai Penjaga Emosi .......................................................................................... 3
Fungsi Amigdala Sebagai Gudang Ingatan Emosional ...................................................................... 3
Ketidaktelitian Sistem Syaraf Emosional........................................................................................... 3
BAB 2 KESADARAN EMPATI.................................................................................................................. 4
Konseptualisasi Empati ..................................................................................................................... 4
Bagaimana Empati Berkembang ....................................................................................................... 4
Neurologi Empati .............................................................................................................................. 4
Empati dan Etika: Akar Altruisme ..................................................................................................... 4
Empati Sebagai Perpaduan Dimensi Kognitif dan Afektif ................................................................. 4
Peran Khas Emosi .............................................................................................................................. 5
Evolusi Emosi .................................................................................................................................... 5
Empati sebagai Respon Emosi .......................................................................................................... 5
Aspek-aspek Empati .......................................................................................................................... 5
Faktor yang Mempengaruhi.............................................................................................................. 5
Empati dan Tingkah Laku Moral ....................................................................................................... 6
Eksistensi Kesadaran Empati ............................................................................................................. 6
Pendekatan Orang Tua Dalam Menanamkan Empati Anak .............................................................. 6
Pembentukan Empati lewat Pembiasaan ......................................................................................... 7
Macam Empati Yang Perlu Ditumbuhkan dan Dikembangkan ......................................................... 7
BAB 3 GELOMBANG OTAK MANUSIA................................................................................................... 7
Struktur Otak..................................................................................................................................... 7
Anatomi Otak .................................................................................................................................... 7
Bagian Penting Lainnya dari Otak ..................................................................................................... 7
Fungsi Otak ....................................................................................................................................... 7
Kemampuan Otak ............................................................................................................................. 7
Bagaimana Otak Bekerja ................................................................................................................... 8
Gelombang Otak ............................................................................................................................... 8
Sejarah Perkembangan Kajian Gelombang Otak .............................................................................. 8
Aktivasi dan Stimulasi Gelombang Otak ........................................................................................... 8
Pikiran Subconscious Manusia .......................................................................................................... 9
Sumber Kreativitas ............................................................................................................................ 9
Merefleksikan Pengalaman dalam Alam Bawah Sadar..................................................................... 9
Merekayasa Gelombang Otak........................................................................................................... 9
Metode Resonansi dan Stimulasi Gelombang Otak........................................................................ 10
GELOMBANG OTAK DALAM HIPNOSIS ........................................................................................... 10
GELOMBANG OTAK SEBAGAI PASSWORD ...................................................................................... 11
MENGGERAKKAN BENDA DENGAN GELOMBANG OTAK ................................................................ 11
KEKUATAN OTAK, KEKUATAN JIWA ................................................................................................ 11
AKTIVITAS KELISTRIKAN OTAK ........................................................................................................ 12
BAB 4 NEURO-LINGUISTIC PROGRAMMING ...................................................................................... 12
Dimana NLP Dimulai dan Kemana Arahnya .................................................................................... 12
Sebuah Catatan Tentang Integritas ................................................................................................ 12
Mengulas Pilar NLP: Straight Up dan Straight forward ................................................................... 12
Menemukan Model dan Pemodelan .............................................................................................. 13
Menjalankan Model Komunikasi NLP ............................................................................................. 13
Pemodelan Unggul .......................................................................................................................... 13
Menggunakan NLP untuk Efek Lebih Besar .................................................................................... 13
Memahami Sikap Positif Terlebih Dulu ........................................................................................... 13
Menjadi Penasaran dan Merasa Bingung Baik Untukmu ............................................................... 13
Berubah Sesuai dengan Apa Yang Anda Inginkan........................................................................... 13
Selalu Senang Dimanapun Berada .................................................................................................. 13
Beberapa Asumsi Dasar NLP ........................................................................................................... 13
Memperkenalkan Presuposisi atau NLP ......................................................................................... 13
Peta Bukanlah Wilayahnya ............................................................................................................. 13
Orang Merespons Menurut Peta Dunia Mereka ............................................................................ 13
Tidak ada kegagalan, yang ada hanya timbal balik ......................................................................... 13
Arti Komunikasi Adalah Respon Yang Muncul ................................................................................ 14
Jika Apa Yang Anda Lakukan Tidak Berhasil, Lakukan Sesuatu Yang Berbeda................................ 14
Anda Tidak Bisa Tidak Berkomunikasi............................................................................................. 14
Individu Memiliki Semua Sumber Daya Yang Mereka Butuhkan Untuk Mencapai
Hasil Yang Diinginkan ...................................................................................................................... 14
Setiap Perilaku Memiliki Niat Positif ............................................................................................... 14
Orang Lebih Dari Sekedar Perilaku Mereka .................................................................................... 14
Pikiran dan Tubuh Saling Terkait dan Saling Mempengaruhi ......................................................... 14
Memiliki Pilihan Lebih Baik Daripada Tidak Punya Pilihan ............................................................. 15
Pemodelan Kinerja Yang Sukses Mengarah Pada Keunggulan ....................................................... 15
Kata Akhir tentang Dugaan Sementara: Resapi dan Lihat .............................................................. 15
BAB 5 NLP DALAM DUNIA PENDIDIKAN............................................................................................. 15
Presuposisi NLP dalam Dunia Pendidikan ....................................................................................... 15
Klasifikasi Manusia dalam Konteks NLP .......................................................................................... 15
Analogi NLP dan Hipnosis ............................................................................................................... 16
Terminologi Hipnosis ...................................................................................................................... 16
Proses Hipnosis ............................................................................................................................... 16
Hypnoteaching sebagai Alternatif Strategi Pengelolaan Pembelajaran ......................................... 16
Terminologi Hypnoteaching ............................................................................................................ 17
Berkomunikasi Aktif Kepada Peserta Didik Dengan NLP ................................................................ 17
Kebermanfaatan Strategi NLP Dalam Pengelolaan Kelas ............................................................... 17
Realitas Dominasi Domain Kognitif ................................................................................................. 17
Mendampingi Peserta Didik Untuk Menggali Potensinya .............................................................. 17
Refleksi Implementasi NLP Dalam Pembelajaran ........................................................................... 17
Faktor Yang Perlu Diperhatikan ...................................................................................................... 17
Penampilan Guru ........................................................................................................................ 18
Rasa simpati ................................................................................................................................ 18
Sikap yang empatik ..................................................................................................................... 18
Penggunaan Bahasa .................................................................................................................... 18
Peraga Bagi yang Kinestetik ........................................................................................................ 18
Motivasi Peserta didik dengan cerita dan Kisah ......................................................................... 18
Jika ingin menguasai pikiran peserta didik, kuasai terlebih dahulu hatinya. .............................. 18
Niat dan Motivasi ........................................................................................................................ 18
Pacing .......................................................................................................................................... 18
Leading ........................................................................................................................................ 18
Menggunakan kata-kata positif .................................................................................................. 18
Memberikan pujian ..................................................................................................................... 18
BAB 6 PERAN DAN FUNGSI SOSIAL GURU .......................................................................................... 18
Urgensi Pendidikan Nilai Sosial ....................................................................................................... 18
Tujuan Pendidikan Nilai .................................................................................................................. 19
Kompetensi Sosial Guru .................................................................................................................. 19
Peran Sosial Guru di Sekolah .......................................................................................................... 19
Guru Sebagai Media .................................................................................................................... 19
Guru Sebagai Penguji .................................................................................................................. 19
Guru Sebagai Orang Yang Berdisiplin ......................................................................................... 19
Guru Sebagai Orang Kepercayaan .............................................................................................. 19
Guru Sebagai Pengenal Kebudayaan .......................................................................................... 19
Guru Sebagai Pengganti Orang Tua ............................................................................................ 19
Guru Sebagai Penasehat Murid .................................................................................................. 19
Guru Sebagai Teman Sebaya....................................................................................................... 19
Guru Sebagai Orang Ahli/Professional ........................................................................................ 19
Guru Sebagai Pegawai................................................................................................................. 19
Guru Sebagai Bawahan ............................................................................................................... 19
Guru Sebagai Penasehat/Konsultan ........................................................................................... 19
Peran Sosial Guru Dalam Masyarakat ............................................................................................. 19
Pendidik....................................................................................................................................... 19
Penggerak Potensi....................................................................................................................... 19
Pengatur Irama ........................................................................................................................... 19
Penengah Konflik ........................................................................................................................ 19
Pemimpin kultural ....................................................................................................................... 19
Mempersiapkan Siswa Memasuki Dunia Profesi dan Kehidupan Sosial......................................... 20
Kepedulian Sosial ............................................................................................................................ 20
Persahabatan (Frendship) ........................................................................................................... 20
Cinta (Love) ................................................................................................................................. 20
Kerja (Work) ................................................................................................................................ 20
Self Significance........................................................................................................................... 20
Guru Membina Kompetensi Sosial Siswa melalui Proses Pembelajaran ........................................ 21
Kepribadian Seorang Guru .............................................................................................................. 22
Pentingnya Kepribadian Guru ......................................................................................................... 22
Fungsi Kepribadian Guru ................................................................................................................. 22
Faktor Yang Mempengaruhi Kepribadian Guru .............................................................................. 22
Profesionalitas Guru ....................................................................................................................... 23
Pengembangan Sikap Profesional ................................................................................................... 23
Faktor Penyebab Penyimpangan Sikap Profesionalitas Guru ......................................................... 24
Kreativitas Guru .............................................................................................................................. 24
1) Curiousity ................................................................................................................................ 24
2) Openes to Experiences ........................................................................................................... 24
3) Risk tolerance.......................................................................................................................... 24
4) Energy ..................................................................................................................................... 24
Kreativitas Guru Dalam Proses Mengajar Peserta Didik ............................................................. 24
1. Kerja kelompok ....................................................................................................................... 24
2. Games (permainan)................................................................................................................. 24
3. Kompetisi (tantangan)............................................................................................................. 24
4. Belajar Menemukan ................................................................................................................ 24
5. Pembelajaran luar ruangan (outdoor) .................................................................................... 24
6. Pembelajaran berbasis pengalaman ....................................................................................... 24
7. Pemecahan masalah ............................................................................................................... 24
Komitmen Kerja .............................................................................................................................. 24
BAB 7 PENUTUP ................................................................................................................................. 25
Berempati Dengan Menggunakan Gelombang Alpha .................................................................... 25
Mendidik Dengan Hypnoteaching .................................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................... 25
Daftar Isi
Purwawacana ………………………………………………………………………...
Tentang Buku
………………………………………………………………………...
Panduan dalam Menggunakan Buku
………………………………………………….
Apa yang tidak perlu dibaca
…………………………………………………………...
Asumsi Unik …………………………………………………………………………

BAB 1 KECERDASAN EMOSIONAL


Pengertian Kecerdasan Emosional …………………………………………………...
Fase Perkembangan Otak
…………………………………………………………….
Konseptualisasi Kecerdasan Emosional
………………………………………………
Ciri-ciri Kecerdasan Emosional
………………………………………………………
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional …………………………..
Eksistensi Aspek Emosi ……………………………………………………………...
Kecakapan Emosional ……………………………………………………………….
Fungsi Amigdala Sebagai Kabel Pemicu Saraf ………………………………………..
Fungsi Amigdala Sebagai Penjaga Emosi
……………………………………………..
Fungsi Amigdala Sebagai Gudang Ingatan Emosional
………………………………..
Ketidaktelitian Sistem Syaraf Emosional
……………………………………………...

BAB 2 KESADARAN EMPATI


Konseptualisasi Empati………………………………………………………………
Bagaimana Empati Berkembang……………………………………………………...
Neurologi Empati……………………………………………………………………
Empati dan Etika: Akar Altruisme……………………………………………………
Empati Sebagai Perpaduan Dimensi Kognitif dan Afektif
……………………………
Peran Khas Emosi…………………………………………………………………...
Evolusi Emosi……………………………………………………………………….
Empati sebagai Respon Emosi………………………………………………………
Aspek-aspek Empati…………………………………………………………………
Faktor yang Mempengaruhi………………………………………………………….
Empati dan Tingkah Laku Moral…………………………………………………….
Eksistensi Kesadaran Empati………………………………………………………...
Pendekatan Orang Tua Dalam Menanamkan Empati Anak
…………………………..
Pembentukan Empati lewat Pembiasaan ……………………………………………..

BAB 3 GELOMBANG OTAK MANUSIA


Struktur Otak Manusia………………………………………………………………
Anatomi Otak Manusia………………………………………………………………
Bagian Penting Lainnya dari Otak Manusia…………………………………………...
Fungsi Otak Manusia ………………………………………………………………...
Kemampuan Otak…………………………………………………………………...
Bagaimana Otak Bekerja……………………………………………………………..
Gelombang Otak……………………………………………………………………..
Sejarah Perkembangan Kajian Gelombang Otak……………………………………..
Aktivasi dan Stimulasi Gelombang Otak……………………………………………...
Pikiran Subconscious Manusia………………………………………………………..
Sumber Kreativitas…………………………………………………………………...
Merefleksikan Pengalaman dalam Alam Bawah
Sadar…………………………………
Merekayasa Gelombang Otak………………………………………………………...
Metode Resonansi dan Stimulasi Gelombang Otak…………………………………...

BAB 4 NEURO-LINGUISTIC PROGRAMMING


Dimana NLP Dimulai dan Kemana Arahnya…………………………………………
Sebuah Catatan Tentang Integritas…………………………………………………...
Mengulas Pilar NLP: Straight Up dan Straight forward………………………………
Menemukan Model dan Pemodelan………………………………………………….
Menjalankan Model Komunikasi NLP……………………………………………….
Pemodelan Unggul…………………………………………………………………...
Menggunakan NLP untuk Efek Lebih Besar………………………………………….
Memahami Sikap Positif Terlebih Dulu………………………………………………
Menjadi Penasaran dan Merasa Bingung Baik
Untukmu………………………………
Berubah Sesuai dengan Apa Yang Anda Inginkan…………………………………….
Selalu Senang Dimanapun Berada…………………………………………………….
Beberapa Asumsi Dasar NLP………………………………………………………...
Memperkenalkan Presuposisi atau NLP………………………………………………

BAB 5 NLP DALAM DUNIA PENDIDIKAN


Presuposisi NLP dalam Dunia Pendidikan
……………………………………………
Klasifikasi Manusia dalam Konteks NLP
……………………………………………..
Analogi NLP dan Hipnosis
…………………………………………………………...
Terminologi Hipnosis
………………………………………………………………...
Proses Hipnosis ……………………………………………………………………...
Hypnoteaching sebagai Alternatif Strategi Pengelolaan Kelas
…………………………
Terminologi Hypnoteaching …………………………………………………………
Berkomunikasi Aktif Kepada Peserta Didik Dengan NLP
……………………………
Kebermanfaatan Strategi NLP dalam Pengelolaan Kelas ……………………………..
Realitas Dominasi Domain Kognitif
………………………………………………….
Mendampingi Peserta Didik untuk Menggali Potensinya
……………………………...
Refleksi Implementasi NLP dalam Pembelajaran
……………………………………..
Faktor Yang Perlu Diperhatikan
……………………………………………………...

BAB 6 PERAN DAN FUNGSI SOSIAL GURU


Urgensi Pendidikan Nilai Sosial
………………………………………………………
Tujuan Pendidikan Nilai
……………………………………………………………...
Kompetensi Sosial Guru
……………………………………………………………...
Peran Sosial Guru
…………………………………………………………………….
Peran Sosial Guru di Sekolah
………………………………………………………....
Peran Sosial Guru dalam Masyarakat
………………………………………………….
Mempersiapkan Siswa Memasuki Dunia Profesi dan Kehidupan Sosial
……………….
Kepedulian Sosial
…………………………………………………………………….
Guru Membina Kompetensi Sosial Siswa melalui Proses Pembelajaran
……………….
Kepribadian Seorang Guru
…………………………………………………………...
Profesionalitas Guru …………………………………………………………………
Pengembangan Sikap Profesional
…………………………………………………….
Kreativitas Guru
……………………………………………………………………...

BAB 7 PENUTUP
Berempati dengan Menggunakan Gelombang Alpha
………………………………….
Mendidik dengan Hypnoteaching
…………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………..


BAB 1 KECERDASAN EMOSIONAL

Dalam kehidupan sehari-hari, emosi sering diistilahkan juga dengan perasaan.


Misalnya, seorang siswa mengatakan hari ini ia merasa senang karena dapat
mengerjakan semua pekerjaan rumah (PR) dengan baik. Siswa dan siswi lain
mengatakan bahwa ia takut menghadapi ujian. Senang dan takut berkenaan
dengan perasaan, kendati dengan makna yang berbeda. Senang termasuk
perasaan sedangkan takut termasuk emosi. Perasaan menunjukkan suasana batin
yang lebih tenang dan tertutup karena tidak banyak melibatkan aspek fisik,
sedangkan emosi menggambarkan suasana batin yang dinamis dan terbuka
karena melibatkan ekspresi fisik.
Emosi dan perasaan adalah dua hal yang berbeda. Tetapi perbedaan antara
keduanya tidak dapat dinyatakan dengan logis. Emosi dan perasaan merupakan
gejala emosional yang secara kualitatif berkelanjutan, akan tetapi tidak jelas
batasannya. Pada suatu saat suatu warna afektif dapat dikatakan sebagai
perasaan tetapi juga dapat dikatakan sebagai emosi. Contohnya marah yang
ditunjukkan dalam bentuk diam. Menurut Crow & Crow (1958) pengertian
emosi itu adalah “An emotion is affective experience that accimpanies generalized inner
adjusment and mental and physiological stirred-up states inthe individual, and that shows it
sel in his overt behavior”.Jadi emosi adalah pengalaman afektif yang disertai
penyesuaian diri dari dalam individu tentang keadaan mental dan fisik berwujud
suatu tingkah laku yang tampak. Dalam referensi lain, emosi adalah perasaan
atau afeksi yang timbul ketika seseorang sedang berada dalam suatu keadaan
atau suatu interaksi yang dianggap penting olehnya, terutama well-being dirinya.

Pengertian Kecerdasan Emosional

Emosi adalah perasaan tertentu yang bergejolak dan dialami seseorang serta
berpengaruh pada kehidupan manusia. Emosi memang sering dikonotasikan
sebagai sesuatu yang negatif. Bahkan, pada beberapa budaya emosi dikaitkan
dengan sifat marah seseorang. Menurut Aisah Indiati (2006), sebenarnya
terdapat banyak macam ragam emosi, antara lain sedih, takut, kecewa, dan
sebagainya yang semuanya berkonotasi negatif. Emosi lain seperti senang, puas,
gembira, dan lain-lain, semuanya berkonotasi positif.
Menurut Gardner, akar kata emosi adalah movere, kata kerja Bahasa Latin yang
berarti “menggerakkan, bergerak”, ditambah awalan “e-” untuk memberi arti
“bergerak menjauh”, menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan
hal mutlak dalam emosi. Sehingga dikatakan bahwa emosi adalah akar dorongan
untuk bertindak.
Sedangkan pengertian kecerdasan emosional mencakup kemampuan-
kemampuan mengatur keadaan emosional diri sendiri dan memahami emosi
orang lain. Menurut para ahli, kecerdasan emosional didefinisikan sebagai
berikut:
1. Salovey dan Mayer (1990) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai
“suatu jenis kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau
perasaan sosial pada diri sendiri dan orang lain, memilah-milah
semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran
dan tindakan.”
2. Menurut Goleman, kecerdasan emosional adalah “kemampuan
seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan intelegensi (to manage
our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan
pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui
keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan
keterampilan sosial.”
3. Bar-On pada tahun 1992 seorang ahli psikologi Israel, mendefinisikan
kecerdasan emosional sebagai serangkaian kemampuan pribadi, emosi
dan sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil
dalam mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan (Goleman, 2000:
180).
4. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga, kecerdasan
emosional adalah “kecerdasan yang berkenaan dengan hati dan
kepedulian antar sesama manusia, makhluk lain dan alam sekitar.” (Pusat
Bahasa Depdiknas, 2007:209).
5. Cooper dan Sawaf (1998) mengatakan bahwa kecerdasan emosional
adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif
menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan
pengaruh yang manusiawi.
6. Menurut Harmoko (2005), kecerdasan emosi dapat diartikan
kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan mengekspresikan dengan
tepat, termasuk untuk memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang
lain, serta membina hubungan dengan orang lain.
7. Menurut Dwi Sunar P. (2010), kecerdasan emosional adalah
“kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta
mengontrol emosi dirinya dan orang lain disekitarnya.”

Berdasarkan definisi para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan


emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan kemampuan
mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan
orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari, kecerdasan emosional dapat menjadi
salah satu faktor seseorang dapat dikatan memiliki sikap “dewasa”. Dengan
kesimpulan, bahwa seseorang mampu meregulasi emosionalnya dengan
penyesuaian waktu, keadaan dan kondisi pada setiap peristiwa.

Fase Perkembangan Otak

Untuk memahami dengan lebih baik kuat emosi terhadap otak yang berpikir
dan mengapa perasaan dan nalar selalu siap saling menyerang, kita harus
mempertimbangkan bagaimana otak tumbuh. Otak manusia, dengan berat
kurang lebih satu setengah kilogram yang terdiri atas sel-sel dan cairan saraf,
kurang lebih berukuran tiga kali ukuran otak kerabat-kerabat paling dekat kita
dalam evolusi yaitu primata bukan manusia. Selama evolusi jutaan tahun, otak
telah tumbuh dari bawah ke atas, dengan pusat - pusat yang lebih tinggi
berkembang sebagai elaborasi bagian-bagian yang lebih rendah, yang lebih
primitif. (Pertumbuhan otak dalam embrio manusia pada dasarnya melacak
perjalanan evolusi ini.)
Bagian otak paling primitif, yang dimiliki oleh semua spesies yang mempunyai
lebih daripada hanya sistem saraf paling sederhana, adalah batang otak yang
mengelilingi ujung atas sumsum tulang belakang. Akar otak ini mengatur fungsi-
fungsi dasar kehidupan seperti bernapas dan metabolisme organ-organ lain, juga
mengendalikan reaksi dan gerakan dengan pola yang sama. Otak primitif ini
tidak dapat dikatakan berpikir atau belajar, tetapi merupakan serangkaian
regulator yang telah diprogram untuk menjaga agar tubuh berfungsi
sebagaimana mestinya dan bereaksi dengan banyak kelangsungan hidup. Otak
ini sangat berkuasa pada zaman reptilia: bayangkanlah seekor ular yang
mendesis untuk memberi isyarat ancaman menyerang.
Dari akar yang paling primitif ini, yaitu batang otak, terbentuklah pusat emosi.
Berjuta-juta tahun kemudian selama masa evolusi, dari wilayah emosi ini
berkembanglah otak-berpikir atau "neokorteks", yaitu bonggol besar jaringan
berkerut-kerut yang merupakan lapisan-lapisan paling atas. Fakta bahwa otak-
berpikir tumbuh dari wilayah otak emosional mengungkapkan banyak hal
tentang hubungan antara pikiran dengan perasaan; otak emosional sudah ada
jauh sebelum ada otak rasional.

Akar kehidupan emosional kita yang paling kuno adalah indra penciuman, atau,
lebih tepatnya, lobus olfaktori (bonggol olfaktori), yaitu sel yang menerima dan
menganalisis bau. Setiap benda hidup, entah itu makanan, benda beracun,
pasangan seksual, pemangsa atau mangsa, mempunyai ciri molekuler sendiri-
sendiri yang dapat terbawa angin. Pada zaman primitif, bau dipercaya sebagai
indra yang paling penting untuk kelangsungan hidup. Dari lobus olfaktori,
mulailah berkembang pusat-pusat emosi primitif yang pada akhirnya tumbuh
cukup besar untuk melingkupi bagian atas batang otak. Dalam tahap-tahap
awalnya, pusat olfaktori itu hanya terdiri atas lapisan-lapisan tipis neuron yang
berfungsi menganalisis bau-bauan. Satu lapisan sel bertugas menerima bebauan
dan memilah-milahnya menjadi kategori-kategori yang cocok: bisa dimakan atau
beracun, tersedia secara seksual, musuh atau makanan. Lapisan-kedua sel
mengirimkan pesan-pesan refleksif ke seluruh sistem saraf untuk memberitahu
tubuh apa yang harus dilakukan: menggigit, meludah, mendekati, lari, mangejar.

Apabila suatu makanan membuatnnya sakit, makanan itu dapat dihindari di lain
waktu, Keputusan-keputusan seperti apa yang harus dimakan dan apa yang
harus ditolak masih ditentukan terutama melalul penciuman; hubungan-
hubungan antara lobus olfaktori dengan sistem limbik sekarang berfungsi
membeda-bedakan bau-bauan dan mengenalinya dengan membandingkan bau-
bau yang ada sekarang dengan bau-bau yang ada di masa lalu, dan dengan
demikian membedakan yang baik dengan yang buruk. Ini dilakukan oleh
"rbinencepbalon", yang secara harfiah berarti "otak hidung", yaitu bagian
saluran limbik, dan dasar rudimenter neokorteks, yakni otak yang berpikir.
Kurang lebih seratus juta tahun yang lampau, otak mamalia mengalami
pertumbuhan luar biasa, Sejumlah lapisan sel-sel otak baru ditambahkan ke atas
dua lapisan tipis korteks-bagian yang merencanakan, memahami apa yang
diindra, dan mengatur gerakan untuk membentuk neokorteks. Berbeda dari
korteks dua lapis pada otak yang lebih kuno, neokorteks menyediakan
keunggulan intelektual yang luar biasa.
Neokorteks Home sapiens, yang jauh lebih besar daripada spesies lain mana
pun, telah menambahkan segala sesuatu yang menjadi ciri khas manusia.
Neokorteks merupakan tempat pikiran; neokorteks memuat pusat-pusat yang
mengumpulkan dan memahami apa yang diserap oleh indra. Neokorteks
menambahkan ada perasaan apa yang kita pikirkan tentang perasaan itu dan
memungkinkan kita untuk mempunyai perasaan tentang ide-ide, seni, simbol-
simbol, khayalan-khayalan. Dalam evolusi, neokorteks memungkinkan
penyesuaian yang tepat sehingga tak diragukan lagi dalam segi kemampuan
organisme untuk bertahan hidup melawan keadaan tidak bersahabat, sehingga
pada gilirannya dapat membuat keturunannya memiliki kemungkinan lebih
besar untuk mewariskan gen-gen yang memuat jaringan saraf yang sama.
Kemampuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup neokorteks untuk
menyusun strategi, perencanaan jangka panjang, dan kemampuan mental
lainnya. Selain itu, karya-karya besar seni, peradaban dan kebudayaan, semuanya
merupaken hasil neokorteks. Tambahan baru pada otak ini memungkinkan
bertambahnya memberikan keunggulan luar biasa itu disebabkan oleh bakat
nuansa-nuansa pada kehidupan emosional. Ambillah contoh cinta. Seruktur
limbik menghasilkan perasaan nikmat dan hasrat birahi seksual. Tetapi,
penambahan mendorong nafsu neokorteks dan sambungan-sambungannya ke
sistem limbik memungkinkan adanya ikatan ibu-anak yang merupakan keluarga
dan keterlibatan jangka panjang untuk mengasuh anak sehingga memungkinkan
terjadinya perkembangan manusia. (Spesies yang tidak mempunyai neokorteks,
misalnya reptilia, tidak mempunyai neokorteks, misalnya raptilia tidak
mempunyai rasa kasih sayang seperti itu; bila anak mereka menetas bayi-bayi
reptil yang baru lahir itu harus bersembunyi agar tidak dimakan induknya.) Pada
manusia, ikatan yang bersifat melindungi antara orangtua dan anak
memungkinkan keberlangsungan sebagian besar proses pendewasaan sepanjang
masa kanak-kanak-masa selama otak terus tumbuh.

Bila kita amati perkembangan skala filogenetik mulai reptilian sampai monyet
hingga manusia, massa neokorteks itu saja terus meningkat; bersama
peningkatan tersebut, secara geometris meningkat pula sambungan-sambungan
dalam jaringan otak. Semakin banyak jumlah sambungan semacam itu, semakin
besar rentang respons-respons yang mungkin. Neokorteks memungkinkan
adanya kepelikan dan kerumitan kehidupan emosional, misalnya kemampuan
untuk memiliki perasaan mengenai perasaan kita. Sistem neokorteks-limbik
pada primata lebih banyak dibandingkan pada spesies-spesies lain dan pada
manusia lebih banyak lagi, hal itu menunjukkan mengapa kita mampu
menampilkan rentang reaksi emosi yang jauh lebih lebar, dan lebih bernuansa.
Bila kelinci atau monyet memiliki rangkaian respons khas terhadap rasa takut
yang terbatas, neukorteks manusia yaig lebih besar memungkinkan adanya
repertoar respons yang jauh lebih cerdik-termasuk menelepon polisi. Semakin
rumit sistem sosial, semakin penting fleksibilitas seperti ini dan tidak ada dunia
sosial yang lebih rumit daripada dunia kita sendiri.
Tetapi, pusat-pusat yang lebih tinggi ini tidak mengatur semua kehidupan
emosional; dalam perkara-perkara penting mengenai perasaan dan teristimewa
dalam keadaan darurat pusat tersebut dapat dikatakan diatur oleh sistem limbik.
Karena begitu banyak pusat-pusat otak merupakan perpanjangan ruang lingkup
wilayah limbik, maka otak emosional memainkan peran penting dalam arsitektur
persarafan. Sewaktu akar asal otak baru itu tumbuh, wilayah-wilayah emosi itu
melalui miliaran jaringan. penghubung ke setiap bagian emosional pusat yang
lebih tinggi muncul atau terjalin neokorteks. Hal ini memberi pusat-pusat emosi
kekuatan luar biasa untuk mempengaruhi berfungsinya bagian lain otak-
termasuk pusat- pusatnya untuk pikiran.

Konseptualisasi Kecerdasan Emosional

Teori mengenai kecerdasan emosional pertama kali dicetuskan oleh Salovey dan
Mayer tahun 1990. Mereka (Solovey dan Mayer) mendefinisikan EQ (Emotional
Quotient) sebagai “kemampuan untuk memahami perasaan diri sendiri, untuk
berempati terhadap perasaan orang lain dan untuk mengatur emosi, yang secara
bersama berperan dalam peningkatan taraf hidup seseorang”.
Sebelumnya, istilah kecerdasan emosi berasal dari konsep kecerdasan sosial yang
dikemukakan oleh Thorndike pada tahun 1920 dengan membagi 3 bidang
kecerdasan yaitu kecerdasan abstrak (seperti kemampuan memahami dan
memanipulasi simbol verbal dan matematika), kecerdasan konkrit seperti
kemampuan memahami dan memanipulasi objek, dan kecerdasan sosial seperti
kemampuan untuk memahami dan berhubungan dengan orang lain. Sampai
sekarang, konsep teoritis masih kurang (Young, 1996). Namun, dengan
konseptual mengintegrasikan penelitian yang ada, peran kecerdasan emosi
dalam psikologi dapat lebih mudah dilihat. Salovey Mayer berpendapat bahwa
emotional intelligence berhubungan dengan kecerdasan interpersonal dan
intrapersonal, sebagaimana diusulkan oleh Howard Gardner (1983). Salovey
menempatkan kecerdasan pribadi Gardner dalam definisi dasar tentang
kecerdasan emosional yang dicetuskannya, seraya memperluas kemampuan ini
menjadi lima wilayah utama: mengenali emosi diri, mengelola emosi,
memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati), dan membina
hubungan dengan orang lain. Orang yang cerdas secara emosional mampu
mengenali, merespon dan mengekspresikan emosi diri sendiri dan orang lain
secara lebih baik dan lebih tepat. Mereka cenderung lebih berbakat dalam
mengenali reaksi emosional orang lain, sehingga menghasilkan respon empati
kepada mereka. Dengan demikian, orang lain akan melihat mereka sebagai
sosok yang hangat dan tulus. Sebaliknya orang yang tidak mempunyai
kecerdasan emosional sering terlihat sebagai sosok yang tidak sopan atau malu-
malu.

Individu dikatakan memiliki emosional yang cerdas apabila mahir mengatur


emosi. Proses ini sering digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu,
karena dapat menyebabkan munculnya mood adaptif orang lain. Dengan kata
lain, mereka yang cerdas secara emosional akan mampu meningkatkan suasana
hati diri mereka dan suasana hati orang lain. Akibatnya, mereka mampu
memotivasi orang lain untuk mencapai tujuan yang bermanfaat. Namun,
kadang-kadang keterampilan ini bersifat antisosial yang digunakan untuk
memanipulasi orang lain. Kecerdasan emosional dapat digunakan dalam
pemecahan masalah. Salovey Mayer (1990) menyatakan bahwa individu
cenderung berbeda dalam kemampuan untuk mengatur emosi mereka ketika
memecahkan masalah. Baik emosi dan suasana hati memiliki pengaruh dalam
strategi pemecahan masalah. Mereka sampai pada kesimpulan bahwa suasana
hati yang positif memungkinkan fleksibilitas dalam perencanaan masa depan,
yang memungkinkan persiapan yang lebih baik untuk memanfaatkan peluang di
masa depan. Secara umum, individu dengan sikap optimistis terhadap
kehidupan dengan membangun pengalaman interpersonal akan memperoleh
hasil yang lebih baik untuk diri sendiri dan orang-orang di sekitarnya. Sehingga,
dapat dikatakan bahwa individu yang cerdas secara emosional pasti memperoleh
keuntungan dalam hal pemecahan masalah di kehidupannya.
Ciri-ciri Kecerdasan Emosional

Sampai sekarang belum ada alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur
kecerdasan emosi seseorang. Walaupun demikian, ada beberapa ciri-ciri yang
mengindikasi seseorang memiliki kecerdasan emosional. Goleman menyatakan
bahwa secara umum ciri-ciri seseorang memiliki kecerdasan emosi adalah
mampu memotivasi diri sendiri, bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan
dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati
dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berfikir serta
berempati dan berdoa. Lebih lanjut Salovey dalam Goleman (1996) memerinci
lagi aspek-aspek kecerdasan emosi secara khusus sebagai berikut:
1. Mengenali emosi diri, yaitu kesadaran diri—mengenali perasaan sewaktu
perasaan itu terjadi—merupakan dasar kecerdasan emosional.
Kemampuan untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu merupakan
hal penting bagi wawasan psikologi dan pemahaman diri.
Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan kita yang sesungguhnya
membuat kita berada dalam kekuasaan perasaan.
2. Mengelola emosi, yaitu menangani perasaan agar perasaan dapat
terungkap dengan pas adalah kecakapan yang bergantung pada
kesadaran diri. Kemampuan mengelola emosi meliputi kemampuan
untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan, atau
ketersinggungan. Orang-orang yang buruk kemampuannya dalam
keterampilan ini akan terus-menerus bertarung melawan perasaan
murung, sementara mereka yang pintar dapat bangkit kembali dengan
jauh lebih cepat dari kemerosotan dan kejatuhan dalam kehidupan.
3. Memotivasi diri sendiri, yaitu menata emosi sebagai alat untuk mencapai
tujuan. Ini adalah hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi
perhatian, untuk memotivasi diri sendiri dan menguasai diri sendiri, dan
untuk berkreasi. Kemampuan ini didasari oleh kemampuan
mengendalikan emosi, yaitu menahan diri terhadap kepuasan dan
mengendalikan dorongan hati. Orang-orang yang memiliki keterampilan
ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang
mereka kerjakan.
4. Mengenali emosi orang lain (empati), yaitu kemampuan yang juga
begantung pada kesadaran diri emosional, merupakan “keterampilan
bergaul” dasar. Orang yang empatik lebih mampu menangkap sinyal-
sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang
dibutuhkan atau dikehendaki orang lain.
5. Membina hubungan, yaitu keterampilan mengelola emosi orang lain. Ini
merupakan keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan,
dan keberhasilan antar pribadi. Orang-orang yang hebat dalam
keterampilan ini akan sukses dalam bidang apapun yang mengandalkan
pergaulan yang mulus dengan orang lain.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat


menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan
terutama orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam
pembentukan kecerdasan emosional. Keterampilan EQ bukanlah lawan
keterampilan IQ atau keterampilan kognitif, namun keduanya berinteraksi
secara dinamis, baik pada tingkatan konseptual maupun di dunia nyata. Selain
itu, EQ tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan.
Menurut Goleman (1997) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kecerdasan emosi individu yaitu:
1. Lingkungan keluarga; kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama
dalam mempelajari emosi. Kecerdasan emosi dapat diajarkan pada saat
masih bayi melalui ekspresi. Peristiwa emosional yang terjadi pada masa
anak-anak akan melekat dan menetap secara permanen hingga dewasa.
Kehidupan emosional yang dipupuk dalam keluarga sangat berguna bagi
anak kelak dikemudian hari. Pembelajaran emosi bukan hanya melalui
hal-hal yang diucapkan dan dilakukan oleh orang tua secara langsung
kepada anak-anaknya, melainkan juga melalui contoh-contoh yang
mereka berikan sewaktu menangani perasaan mereka sendiri atau
perasaan yang biasa muncul antara suami dan istri. Ada orang tua yang
berbakat sebagai guru emosi yang sangat baik, ada yang tidak.
2. Lingkungan non keluarga; hal ini yang terkait adalah lingkungan
masyarakat dan pendidikan. Kecerdasan emosi ini berkembang sejalan
dengan perkembangan fisik dan mental anak. Pembelajaran ini biasanya
ditujukan dalam suatu aktivitas bermain peran sebagai seseorang diluar
dirinya dengan emosi yang menyertai keadaan orang lain (Goleman,
1997).
Menurut Le Dove (Goleman, 1997) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
kecerdasan emosi antara lain:
1. Fisik; bagian yang paling menentukan atau paling berpengaruh terhadap
kecerdasan emosi seseorang adalah anatomi saraf emosi yang berada di
otak. Bagian otak yang digunakan untuk berfikir yaitu korteks (kadang-
kadang disebut juga neokorteks) yang berperan penting dalam
memahami sesuatu secara mendalam, menganalisis mengapa mengalami
perasaan tertentu dan selanjutnya berbuat sesuatu untuk mengatasinya.
Sebagai bagian yang berada dibagian otak yang mengurusi emosi yaitu
system limbik yang terutama bertanggung jawab atas pengaturan emosi
dan implus. Sistem limbic meliputi hippocampus, tempat
berlangsungnya proses pembelajaran emosi dan tempat disimpannya
emosi. Selain itu ada amygdala yang dipandang sebagai pusat
pengendalian emosi pada otak.
2. Psikis. Kecerdasan emosi selain dipengaruhi oleh kepribadian individu,
juga dapat dipupuk dan diperkuat dalam diri individu.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat dua faktor yang
dapat mempengaruhi kecerdasan emosi seseorang yaitu secara fisik dan psikis.
Secara fisik terletak di bagian otak yaitu konteks dan sistem limbic, secara psikis
meliputi lingkungan keluarga dan lingkungan non keluarga. Sehingga suatu
karakter seseorang dapat menggambarkan bagaimana kondisi dan keadaan
keluarga serta lingkungannya sebagaimana tempat orang tersebut menghabiskan
sebagian besar waktunya. Maka dengan demikian, kedua faktor tersebut sangat
berperan penting dalam perkembangan kecerdasan emosional seseorang.

Eksistensi Aspek Emosi

Dalam proses pembelajaran konvensional, aspek emosional secara eksplisit


tidak mendapat tempat dalam pembahasan dan uraian materi perkuliahan atau
pelajaran sehingga tidak menjadi bagian yang harus dipelajari. Hasil-hasil
penelitian menunjukkkan bahwa anak-anak yang dilatih emosinya pada
permulaan masa kanak-kanaknya sungguh-sungguh mengembangkan jenis
keterampilan sosial ini di kemudian hari, keterampilan sosial mampu membantu
mereka untuk diterima oleh rekan-rekan sebaya dan untuk menjalin
persahabatan-persahabatan (Gottman & DeClaire, 1997: 29). Kecerdasan emosi
merupakan bagian dari aspek kejiwaan seseorang yang paling mendalam, dan
merupakan suatu kekuatan, karena dengan adanya emosi itu manusia dapat
menunjukkan keberadaannya dalam masalah-masalah manusiawi. Emosi
menyebabkan seseorang memiliki rasa cinta yang sangat dalam sehingga
seseorang bersedia melakukan sesuatu pengorbanan yang sangat besar
sekalipun, walau kadang-kadang pengorbanan itu secara lahiriah tidak
memberikan keuntungan langsung pada dirinya bahkan mungkin
mengorbankan dirinya sendiri. Kekuatan emosi seringkali mengalahkan
kekuatan nalar, sehingga ada suatu perbuatan yang mungkin secara nalar tidak
mungkin dilakukan seseorang, tetapi karena kekuatan emosi kegiatan itu
dilakukan, seperti halnya peristiwa dari kasus yang diungkapkan di awal tulisan
Daniel Goleman, dimana karena cinta teramat kuat mendorong orang tua secara
spontan memilih mengutamakan menyelamatkan anak tercintanya mengalahkan
hasrat menyelamatkan diri sendiri.

Para ahli sosiobiologi menyatakan keunggulan perasaan dibandingkan nalar,


sehingga pada saat-saat tertentu emosi ditempatkan sebagai titik pusat jiwa
manusia.Menurut para ahli tersebut emosi menuntun kita menghadapi saat-saat
kritis dan tugas-tugas yang riskan bila hanya diserahkan kepada otak.Oleh
karena itu pandangan mengenai kodrat manusia yang mengabaikan kekuatan
emosi, jelas merupakan pandangan yang amat picik.Sebutan Homo Sapiens,
merupakan hal yang keliru dalam pola pemahaman serta visi baru yang
ditawarkan oleh sains saat ini tentang emosi dalam kehidupan kita. Hal-hal yang
berkaitan dengan pengambilan keputusan dan tindakan, aspek perasaan sama
pentingnya bahkan seringkali lebih penting daripada nalar. Mereka
mengemukakan bahwa “kita sudah terlampau lama menekankan pentingnya
nilai dan makna rasional murni yang menjadi tolok ukur IQ dalam kehidupan
manusia, padahal kecerdasan tidak akan berarti jika tidak didukung oleh
kekuatan emosi”. Karena emosi merupakan suatu kekuatan yang dapat
mengalahkan nalar, maka harus ada upaya untuk mengendalikan, mengatasi dan
mendisiplinkan kehidupan emosional, dengan memberlakukan aturan-aturan
guna mengurangi ekses-ekses gejolak emosi, terutama nafsu yang terlampau
bebas dalam diri manusia yang seringkali mengalahkan nalar. Pengembangan
emosi di kalangan anak-anak akan membantu mereka mengambil keputusan dan
dapat menilai mana sesuatu yang harus dilakukan dan mana tidak boleh
dilakukan. Dengan demikian berarti pula melindungi mereka dari berbagai
propaganda dan slogan yang tidak sesuai dengan diri dan nilai-nilai yang
dianutnya.

Manusia secara universal memiliki dua jenis tindakan pikiran, yaitu tindakan
pikiran emosional (perasaan) dan tindakan pikiran rasional (berpikir). Kedua
cara pemahaman yang secara fundamental berbeda ini bersifat saling
mempengaruhi dalam membentuk kehidupan mental manusia. Pertama pikiran
rasional, adalah model pemahaman yang lazimnya kita sadari : lebih menonjol
kesadarannya, bijaksana, mampu bertindak hati-hati dan merefleksi. Tetapi
bersamaan dengan itu ada sistem pemahaman yang lain: yang impulsif dan ber-
pengaruh besar bila kadang-kadang tidak logis, yaitu fikiran emosional.
Dikotomi emosional/rasional kurang lebih sama dengan istilah awam antara
“hati” dengan “kepala”. Mengatakan sesuatu yang benar di dalam hati
merupakan tingkat keyakinan yang berbeda yang cenderung merupakan
kepastian lebih mendalam daripada menanggapnya benar dengan menggunakan
akal. Kedua fikiran tersebut, yang emosional dan yang rasional, pada umumnya
bekerja dalam keselarasan yang erat, saling melengkapi dalam mencapai
pemahaman guna mengarahkan seseorang menjalani kehidupan duniawi.
Biasanya ada keseimbangan antara pikiran emosional dan pikiran rasional,
dimana emosi memberi masukan dan informasi kepada proses pikiran rasional,
dan pikiran rasional memperbaiki dan terkadang memveto masukan-masukan
emosi tersebut. Namun pikiran emosional dan rasional merupakan kemampuan-
kemampuan yang semi mandiri, masing-masing mencerminkan kerja jaringan
sirkuit yang berbeda, namun saling terkait di dalam otak.Di dalam banyak atau
sebagian besar peristiwa, pikiran-pikiran ini terkoordinasi secara
istimewa.Perasaan sangat penting bagi pikiran, dan pikiran sangat penting bagi
perasaan.

Jika dipahami dari struktur biologis, bahwa masalah-masalah emosi adalah


bersumber dari amigdala yang merupakan bagian penting dari otak.Jika amigdala
dipisahkan dari bagian-bagian otak lainnya, maka hasilnya manusia tidak
memiliki kemampuan menangkap makna emosional suatu peristiwa atau yang
disebut “kebutaan afektif”.Dan karena kehilangan bobot emosional, maka
peristiwa-peristiwa menjadi tidak memiliki makna, misalnya menarik diri dari
hubungan antar manusia, tidak lagi mengenali sahabat bahkan ibunya sendiri,
tetap pasif menghadapi kecemasan.Di samping perasaan nafsu juga tergantung
pada amigdala. Amigdala menempati kedudukan strategis dalam kehidupan
mental, semacam penjaga psikologis, ia juga dapat menyimpan ingatan dan
repertoar respons, sehingga seseorang dapat bertindak tanpa betul-betul ia
menyadari mengapa dia melakukan sesuatu. Uraian-uraian di atas menyiratkan
betapa pentingnya keseimbangan antara akal dan emosi, menyesuaikan kepala
dan hati, dan bilamana keseimbangan ini goyah akan terjadi perseteruan nalar
dan perasaan. Yang mendasari semua ini adalah bagaimana seseorang dapat
memahami penggunaan emosi secara cerdas sehingga dia akan dapat
menjalankan aktivitas kehidupannya dengan lebih baik dalam suatu
keseimbangan.

Kecakapan Emosional

Kecemasan yang sangat mendalam terhadap diperolehnya nilai-nilai buruk anak-


anak dalam sejumlah mata pelajaran, dikejutkan lagi oleh kecemasan lain yang
lebih besar lantaran banyak kasus siswa yang mengejutkan justru tidak berkaitan
dengan nilai-nilai akademis tersebut, misalnya bagaimana seorang siswa dengan
mudah tega membunuh teman dekatnya sendiri. Kekurangan lain yang
menimbulkan kecemasan lebih besar tersebut adalah buta emosi. Kekurangan
baru berupa buta emosi yang dapat menimbulkan ekses-ekses negatif lebih
besar ketimbang rendahnya standar akademis justru belum dipertimbangkan
dalam kurikulum sekolah yang baku. Tanda-tanda kekurangan perhatian
terhadap aspek emosi terlihat dari banyaknya peristiwa-peristiwa kekerasan di
kalangan siswa, meningkatnya kekacauan masa remaja dan beberapa
eksesperilaku negatif lainnya.Di Amerika Serikat dalam tahun 1990 penahanan
kaum remaja karena terlibat kasus perkosaan meningkat menjadi dual kali lipat,
laju pembunuhan anak muda meningkat menjadi empat kalinya. Dalam dua
dasawarsa yang sama, laju bunuh diri kaum remaja meningkat menjadi tiga kali
lipat, demikian juga jumlah anak-anak berumur di bawah empat belas tahun
yang menjadi korban pembunuhan. Masih banyak kasus-kasus lain yang
menunjukkan kecenderungan meningkatnya prilaku-prilaku negatif dan kriminal
yang sangat meresahkan. Penyebab paling lazim dari berbagai peristiwa di atas
adalah terutama pada anak-anak adalah penyakit mental, utamanya berupa
gejala-gejala depresi. Berdasarkan penilaian orang tua dan guru pada tahun
1970-an dengan keadaan pada akhir 1980-an pada anak-anak Amerika usia 7
hingga 16 tahuna rata-rata anak semakin parah dalam masalah spesifik berikut:
(1) menarik diri dari pergaulan atau masalah soaial, (2) cemas dan depresi, (3)
memiliki masalah dalam hal perhatian dan berpikir, (4) nakal atau agresif.
Depresi atau kemerosotan emosi merupakan gejala universal kehidupan
modern, dan keadaan ini akan semakin parah bilamana keluarga tidak lagi dapat
berfungsi dengan baik dalam meletakkan landasan yang kuat bagi kehidupan
anak.

Tinjauan baru terhadap penyebab depresi pada kaum muda menunjukkan


dengan jelas adanya cacat dalam dua bidang keterampilan emosional, yaitu
keterampilan membina hubungan, dan cara menafsirkan kegagalan yang
memicu timbulnya depresi. Cara menafsirkan kegagalan hidup secara pesimistik
tampaknya memperbesar rasa tak berdaya dan putus asa.Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa meningkatnya depresi sangat erat kaitannya dengan
peristiwa politik seperti peningkatan yang terjadi setelah perang saudara. Namun
apapun penyebabnya, depresi pada orang muda merupakan masalah yang
mendesak, dan depresi pada anak-anak, bukan sekedar perlu diobati melainkan
harus dicegah. Hal tersebut memiliki makna yang sama, yakni untuk
mengembalikan peranan manusia secara harfiah dalam melangsungkan
kehidupannya. Beberapa pendapat menunjukkan menghilangkan atau paling
kurang menurunkan depresi pada anak, antara lain dapat dilakukan dengan
mengajarkan cara melihat dan memahami kesulitan itu sendiri, melatih untuk
terampil menjalin persahabatan, bergaul lebih baik dengan orang tua, dan
melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan sosial yang diminati. Dan yang lebih
penting lagi adalah mengubah pikiran-pikiran yang menekan, yang oleh
seseorang pakar depresi (Kovacs) disebut vaksinasi psikologi.

Cara yang paling terbaik untuk mencegah terjadinya berbagai tindakan negatif
sebagai dampak dari depresi adalah dengan mengembangkan keterampilan
emosional melalui penemuan ketahanan diri pada anak. Keterampilan ini
mencakup kepandaian bergaul yang membuat orang tertarik pada mereka,
keyakinan diri dan sikap optimis yang terus menerus dalam menghadapi
kegagalan dan kekecewaan, kemampuan untuk dengan cepat bangkit dari
kegagalan, dan sikap santai. Sebuah kemampuan penting untuk mengendalikan
dorongan hati adalah mengetahui perbedaan antara perasaan dengan tindakan,
dan belajar membuat keputusan emosional yang lebih baik dengan terlebih
dahulu mengendalikan dorongan dan mengidentifikasi konsekuensi sebelum
melakukan suatu tindakan. Pada sisi yang lain perlu penjelasan dan aturan-
aturan yang tegas tentang hak-hak, kewajiban serta segala sesuatu yang dapat
merugikan dan membahayakan diri anak. Sehingga bagi anak-anak yang
mengalami gangguan perkembangan emosi yang diakibatkan oleh suatu trauma
atau pasca peristiwa tertentu perlu mendapatkan dorongan semangat untuk
mengembalikkan kepercyaan dirinya, sehingga efek negative yang kemungkinan
akan muncul dapat dihindarkan.

Fungsi Amigdala Sebagai Kabel Pemicu Saraf

Yang paling menarik untuk memahami kekuatan emosi dalam kehidupan


mental adalah momen-momen tindakan penuh nafsu yang belakangan kita
sesali, begitu deru nafsu mereda; masalahnya adalah bagaimana kira begitu
mudahnya menjadi tidak rasional. Contohnya, seorang wanita muda yang
berkendaraan dua jam menuju Boston untuk makan siang dan menghabiskan
hari itu dengan kekasihnya. Pada saat makan, si pemuda memberinya hadiah
yang telah diharap-harapkan si gadis selama berbulan-bulan, yaitu gambar seni
langka yang dibawa dari Spanyol. Tetapi, kebahagiaan gadis itu lenyap
mengusulkan bahwa setelah makan mereka menonton film yang sangat ingin
dilihat si gadis dan si pemuda mengejutkannya karena menyatakan bahwa ia
tidak dapat menghabiskan siang itu waktu ia bersama si gadis karena harus
berlatih sofbol. Sakit hati dan tidak percaya, gadis itu berdiri sambil menangis,
meninggalkan kedai kopi, dan, mengikuti dorongan hatinya, melemparkan
gambar seni itu ke keranjang sampah. Berbulan-bulan kemudian, sewaktu
mengisahkan kejadian itu, yang disesalinya bukanlah kepergiannya meninggalkan
si pemuda melainkan hilangnya gambar seni tersebut. Pada saat-saat seperti itu
ketika perasaan impulsif mengalahkan nalar-tampaklah peran penting amigdala
yang baru saja ditemukan itu. Sinyal datang dari indra-indra memungkinkan
amigdala untuk melarik setiap pengalaman yang dapat mengisyaratkan tanda-
tanda terjadi kesulitan: Ini membuat amigdala menempati pos strategis dalam
kehidupan mental, semacam penjaga psikologis, menantang setiap situasi, setiap
persepsi, dengan satu pertanyaan di otak, yang paling primitif: "Apakah ini
sesuatu yang kubenci? Yang menyakitkanku? Yang menakutkanku?" Jika
demikian bila momen yang dihadapi entah bagaimana memberi jawaban "Ya
amigdala segera bereaksi, mirip kabel pemicu saraf, dengan memberi pesan
darurat secara telegrafis ke seluruh bagian otak.
Dalam arsitektur otak, amigdala berperan seperti perusahaan sekuriti dengan
operator-operator yang siap siaga mengirimkan panggilan-panggilan darurat ke
dinas pemadam kebakaran, polisi, dan tetangga, kapan saja sistem pengamanan
rumah memberi isyarat bahaya. Bila amigdala membunyikan, misalnya, tanda
bahaya rasa takut, organ itu mengirimkan pesan-pesan mendesak ke setiap
bagian otak yang penting: organ tersebut memicu diproduksinya hormon
bertempur-atau-kabur dalam tubuh, memobilisasi pusat-pusat gerak, dan
mengaktifkan sistem pembuluh darah dan jantung, otot, serta isi perut. Sirkuit-
sirkuit lain amigdala memberi isyarat dikeluarkan-nya sejumlah kecil hormon
norepinefrin untuk mempertinggi reaktivitas wilayah-wilayah otak yang penting,
termasuk wilayah-wilayah yang membuat indra lebih waspada, pada pokoknya
membuat otak siap, siaga. Tambahan sinyal dari amigdala memerintahkan
kepada batang otak untuk menampilkan ekspresi wajah ketakutan, membekukan
gerakan otot-otot yang tak ada hubungannya, mempercepat detak jantung dan
meningkatkan tekanan darah, memperlambat pernapasan. Yang lain-lainnya
memancangkan perhatian ke arah sumber rasa takut itu, dan mempersiapkan
otot-otot untuk bereaksi sebagaimana layaknya. Secara serentak, sistem ingatan
korteks diaduk-aduk untuk mendapatkan berkas pengalaman yang cocok
dengan keadaan darurat yang sedang dihadapi, sambil menyingkirkan jalur-jalur
pemikiran lain. Dan, ini cuma sebagian rangkaian perubahan-perubahan yang
terkoordinasi dengan saksama yang diatur oleh amigdala sewaktu organ tersebut
memerintahkan wilayah-wilayah di seluruh otak. Jaringan sambungan persarafan
amigdala yang luas itu memungkinkan amigdala, selama keadaan darurat
emosional, menangkap dan menggerakkan sebagian besar bagian otak lainnya-
termasuk otak rasional.

Fungsi Amigdala Sebagai Penjaga Emosi

Seorang sahabat menceritakan liburannya di Inggris, dan makan siang di sebuah


kafe di pinggir kanal. Ketika sedang berjalan-jalan menyusuri anak tangga batu
menuju kanal itu, tiba-tiba ia melihat seorang gadis sedang memandang ke arah
air, wajahnya membeku ketakutan. Sebelum betul-betul tahu mengapa, ia telah
mencebur ke air, lengkap dengan jas dan dasinya. Baru setelah berada di air
sadarlah ia bahwa gadis itu dengan syok sedang memandangi seorang anak kecil
yang baru jatuh ke dalamnya-anak itu kemudian dapat ditolongnya. Apa yang
membuatnya mencebur ke air sebelum ia mengetahui alasannya? Jawabannya,
sangat mungkin, amigdala-nya. Dalam salah satu di antara temuan-temuan
paling menarik tentang emosi selama sepuluh tahun terakhir ini, LeDoux
mengungkapkan bagaimana arsitektur otak memberi tempat istimewa bagi
amigdala sebagai penjaga emosi, penjaga yang mampu membajak otak.
Penelitiannya telah membuktikan bahwa sinyal-sinyal indra dari mata atau
telinga telah, lebih dahulu berjalan di otak menuju talamus. kemudian-melewati
sebuah sinaps tunggal-menuju ke amigdala: sinyal kedua dari talamus disalurkan
ke neokorteks otak yang berpikir. Percabangan ini memungkinkan amigdala
mulai memberi respons sebelum neokorteks, yang mengolah informasi melalui
beberapa lapisan jaringan otak sebelum otak sepenuhnya memahami dan pada
akhirnya memulai respons yang telah diolah lebih dulu. Penelitian LeDoux
merupakan langkah revolusioner dalam usaha memahami kehidupan emosional
karena penelitiannya merupakan yang pertama yang mengamati jalur saraf untuk
perasaan yang melangkahi peran neokorteks. menuju amigdala mencakup
perasaan kita yang paling primitif dan berpengaruh; sirkuit ini sangat bermanfaat
untuk menjelaskan kekuatan emosi yang mengalahkan rasionalitas.

Pendapat konvensional dalam ilmu saraf menyatakan bahwa mata, telinga, dan
organ-organ pengindra, lainnya meigirimkan sinyal-sinyal ke talamus, dan dari
situ ke wilayah-wilayah neokorteks yang memproses pengindraan, di sana sinyal-
sinyal tadi disusun menjadi benda-benda yang kita pahami. Sinyal-sinyal. Itu
maknanya sehingga otak mengenali masing-masing objek dan arti kehadirannya.
Menurut teori tersebut, dari neokorteks sinyal-sinyal itu dikirim ke otak limbik,
dan dari situ respons yang cocok direfleksikan melalui otak dan bagian tubuh
lainnya. Begitulah cara kerja otak pada umumnya-tetapi LeDox menemukan
satu berkas neuron yang lebih kecil yatiu menghubungkan talamus dengan
amigdala, selain neuron-neuron yang berada di saluran neuron yang lebih besar
yang menuju korteks, Saluran yang lebih kecil dan lebih pendek ini mirip jalan
pintas saraf memungkinkan amigdala untuk menerima sejumlah masukan
langsung dari indra-indra dan memulai suatu respons sebelum masukan-
masakan itu terdata sepenuhnya oleh neokorteks. Penemuan ini menumbangkan
anggapan bahwa amigdala harus bergantung seluruhnya pada sinyal-sinyal dari
neokorteks untuk merumuskan reaksi emosionalnya, Amigdala dapat memicu
respons emosional melalui jalur darurat ini bahkan sewaktu sirkuit getar paralel
mulai bekerja antara amigdala dengan neokorteks. Amigdala dapat membuat
kita bertindak sementara neokorteks yang sedikit lebih lamban tetapi lebih
lengkap informasinya menggelar rencana tindakan yang lebih tepat. LeDoux
menjungkirbalikkan anggapan umum tentang jalur-jalur yang ditempuh oleh
emosi berkat penelitiannya mengenai rasa takut pada binatang. Dalam sebuah
percobaan yang penting, ia merusak korteks pendengaran tikus, kemudian
memaparkan mereka pada sebuah nada yang digabungkan dengan kejutan
listrik. Dengan cepat tikus-tikus itu belajar takut pada nada tadi, meskipun bunyi
nada itu tidak dapat terekam dalam neokorteks mereka. Sebagai gantinya, bunyi
itu menermpuh rute langsung dari telinga ke talamus menuju amigdala, seraya
melangkahi semua jalur yang lebih tinggi. Pada intinya, tikus-tikus itu telah
mempelajari reaksi emosional tanpa keterlibatan korteks yang lebih tinggi mana
pun: amigdala menyerap, mengingat, dan mengatur ketakutan mereka secara
mandiri. "Secara anatomi, sistem emosi mampu bertindak sendiri terlepas dari
neokorteks," kata LeDoux kepada saya. "Beberapa reaksi emosional dan ingatan
emosional dapat terbentuk tanpa partisipasi kognitif dan kesengajaan apa pun."
Amigdala dapat menyimpan ingatan dan repertoar respons, sehingga kita
bertindak tanpa betul-betul menyadari mengapa kita melakukannya, karena jalan
pintas dari talamus menuju amigdala sama sekali tidak melewati neokorteks
Jalan pintas ini agaknya memungkinkan amigdala untuk menjadi gudang kesan
dan ingatan emosional yang tak pernah kita ketahui sewaktu sadar penuh.
LeDoux berpendapat bahwa peranan terselubung amigdala dalam ingatan itulah
yang menjelaskan, misalnya hasil suatu percobaan menakjubkan di mana orang-
orang dapat memperoleh preferensi terhadap gambar-gambar berbentuk
geometris ganjil yang diperlihatkan pada mereka sedemikian cepat hingga
mereka samasekali tidak menyadari pernah melihatnya. Penelitian lain telah
memperlihatkan bahwa dalam sekian perseribu detik pertama kita mencerap
sesuatu, kita bukan saja memutuskan sadar menangkap apa yang kita cerap,
tetapi juga memutuskan apakah kita menyukainya atau tidak; "bawah sadar
kognitif" melukiskan kesadaran kita terhadap tidak hanya identitas apa yang kita
lihat, namun juga pendapat mengenainya. Emosi kita mempunyai pikirannya
sendiri, pikiran yang dapat mempunyai pandangan tersendiri tanpa dipengaruhi
pikiran rasional.

Fungsi Amigdala Sebagai Gudang Ingatan Emosional

Pendapat bawah sadar merupakan ingatan emosional; gudangnya adalah


amigdala. Penelitian oleh LeDoux dan ahli-ahli saraf lainnya sekarang
tampakaya lebih condong untuk berpendapat bahwa hippocampus, yang sudah
lama dianggap sebagai kunci struktur system limbik, ternyata lebih berkaitan
dalam perekaman dan permaknaan pola persepsi ketimbang reaksi emosional.
Sumbangan utama hippocampus adalah dalam hal penyediaan ingatan terperinci
akan konteks, hal yang amat penting bagi pemaknaan emosional; hippocampus-
lah yang mengenali perbedaan makna, misalnya, antara ular di kebun binatang
dan ular di halaman rumah Anda. Apabila hippocampus mengingat fakta-fakta
mentah, amigdala menyisipkan nuansa emosional yang melekat pada fakta-fakta
itu. Seandainya kita mencoba menyalip sebuah mobil di jalan dua arah dan
haimpir mengalami tabrakan langsung, maka hippocampus menyimpan rincian
peristiwa tersebut, misalnya penggal jalan manakah yang kita lewati itu, siapa
yang bersama kita, seperti apakah rupa mobil lainnya itu. Tetapi, amigdala-lah
yang kemudian terus-menerus akan mengirimkan gelombang kecemasan kepada
kita kapan saja kita mencoba menyalip sebuah mobil dalam keadaan yang
serupa, Sebagaimana dikacakun oleh LeDoux kepada saya, "Hippocampus itu
penting untuk mengenali bahwa suatu wajah adalah wajah sepupu anda. Tetapi
amigdala-lah yang mengingatkan bahwa sebetulnya anda tidak menyukainya.

Otak menggunakan suatu cara sederhana namun efektif agar ingatan emosional
terekam dengan potensi khusus: sistem tanda bahaya neurokimiawi yang sama
betul dengan yang menyiapsiagakan tubuh untuk bereaksi menghadapi keadaan
darurat yang mengancam nyawa dengan cara melawan atau melarikan diri, juga
membubuhkan momen tersebut dalam ingatan dengan gamblang. Di bawah
beban stres (atau kecemasan, atau bisa jadi bahkan dalam kegembiraan meluap-
luap), suatu saraf yang menghubungkan otak ke kelenjar-kelenjar adrenalin di
puncak ginjal akan memicu sekresi hormon epinefrin dar norepinefrin, yang
mengalir ke seluruh tubuh agar tubuh siap menghadapi keadaan darurat.
Hormon-hormon ini menggiatkan reseptor-reseptor di saraf vagus; ketika saraf
vagus membawa pesan-pesan dari otak untuk mengatur jantung, saraf tersebut
juga membawa sinyal-sinyal kembali ke otak, yang dirangsang oleh epinefrin dan
norepinefrin. Amigdala adalah tujuan utama sinyal-sinyal ini dikirim ke otak;
sinyal-sinyal itu menggiatkan neuron-neuron di dalam amigdala untuk memberi
sinyal ke wilayah- wilayah lain di otak guna memperkuat ingatan tentang apa
yang sedang terjadi. Perangsangan amigdala ini tampaknya membekaskan
sebagian besar rangsangan emosional ke dalam ingatan dengan kadar kekuatan
yang lebih besar, itulah sebabnya kita lebih cenderung, misalnya, mengingat ke
mana kita pergi pada waktu kencan pertama, atau apa yang kita lakukan ketika
mendengar berita bahwa pesawat ruang angkasa ulang-alik Challenger meledak.
Semakin besar intensitas perangsangan amigdala, semakin kuat bekas
ingatannya, pengalaman paling menakutkan atau mengerikan dalam hidup kita
merupakan ingatan-ingatan yang paling sulit dihapus, Pendek kata, ini berarti
bahwa otak mempunyai dua sistem ingatan, satu untuk kejadian-kejadian biasa
dan satu untuk kejadian-kejadian yang penuh muatan emosi. Suatu sistem
khusus untuk ingatan emosional sangat bermanfaat dalam evolusi, tentu saja,
karena menjamin bahwa binatang mengancam atau yang menyenangkannya,
Tetapi, ingatan emosional dapat menjadi pedoman yang keliru untuk masa
sekarang.

Ketidaktelitian Sistem Syaraf Emosional

Satu kekurangan alarm saraf semacam itu adalah bahwa pesan mendesak yang
dikirim amigdala kadang-kadang, jika bukan sering kali, ketinggalan zaman-
terutama dalam kehidupan sosial manusia yang mudah berubah ini, Sebagai
gudang ingatan emosional, amigdala melarik pengalaman, membandingkan
antara apa yang sedang terjadi sekarang dan yang terjadi di masa lampau. Cara
memdingkannya bersifat asosiatif: bila salah satu unsur kunci situasi sekarang ini
mirip dengan masa lampau, amigdala akan menyebutnya "cocok" inilah
sebabnya sirkuit ini sembrono: bertindak sebelum ada konfirimasi yang sahih.
Secara gegabah sirkuit itu memerintahkan kita bereaksi atas keadaan sekarang
dengan cara-cara yang telah dipakai pada masa lampau, dengan pola pikir,
emosi, reaksi yang dipelajari sebagai respons terhadap peristiwa-peristiwa yang
barangkali hanya samar-samar kemiripannya, tetapi cukup serupa untuk
mengingatkan amigdala. Jadi, mantan perawat angkatan darat, yang menderita
trauma akibat terus-menerus berhadapan dengan darah dari luka-luka
mengerikan di masa perang, tiba-tiba dilanda campuran rasa takut, jijik, dan
panik, suatu pengulangan reaksinya di medan perang yang dipicu kembali,
bertahun-tahun kemudian, oleh bau busuk ketika ia membuka pintu lemari dan
menemukan popok bau yang disembunyikan anaknya yang masih kecil di situ.
Beberapa unsur kecil situasi tersebut tampaknya sudah cukup untuk dianggap
mirip dengan bahaya di masa lampau sehingga amigdala memicu keadaan
darurat. Permasalahannya adalah bahwa bersama ingatan yang bermuatan emosi
yang berkemampuan untuk memicu respons krisis ini, dapat pula muncul cara-
cara tanggap yang ketinggalan zaman.
Ketidaktelitian otak emosional dalam menghadapi momen-momen semacam itu
ditambah oleh kenyataan bahwa banyak ingatan emosianal yang kuat berasal
dari tahun-tahun pertama kehidupan, dalam pola hubungan antara bayi dan
orang yang mengasuhnya. Hal ini terutama berlaku bagi peristiwa-peristiwa
traumatis, seperti pemukulan atau penyia-nyiaan, Selama periode awal
kehidupan tersebut, penting bagi ingatan naratif dan neokorteks, tempat
kedudukan pemikiran rasional, belum berkembang sepenuhnya, Dalam ingatan,
amigdala dan hippocampus bekerja bersama-sama, masing-masing menyimpan
dan memunculkan kembali informasi khusus miliknya secara mandiri. Bila
hippocampous memunculkan kembali informasi, amigdala menentukan apakah
informasi itu mempunyai nilai emosi tertentu, Tetapi, amigdala yang
berkembang sangat cepat dalam otak bayi hampir-hampir sepenuhnya telah
terbentuk pada kelahiran. LeDoux meninjau peran amigdala dalam masa kanak-
kanak untuk mendukung apa yang telah lama menjadi prinsip dasar pemikiran
psikoanalisis: bahwa interaksi-interaksi tahun-tahun awal dalam kehidupan
menjadi dasar serangkaian pembelajaran emosi berdasarkan pada kebiasaan dan
gangguan yang ada dalam hubungan antara bayi dan pengasuhnya. Pembelajaran
emosi ini demikian kuat pengaruhnya namun begitu sulit dipahami dari sudut
pandang kehidupan orang dewasa karena, menurut LeDoux, pembelajaran
tersebut disimpan dalam amigdala sebagai cetak biru yang mentah dan tanpa
keterangan apa pun dalam kehidupan emosional. Karena ingatan emosional
paling awal ini terbentuk pada saat mempunyai perbendaharaan kata dalam
pengalaman mereka, maka ketika ingatan emosional ini dipicu dalam kehidupan
di kemudian hari, tidak ada rangkaian pikiran terartikulasi yang cocok dengan
respons yang menguasai kita. Dengan demikian, salah satu alasan mengapa kita
dapat begitu dibingungkan oleh ledakan emosi kita adalah karena ledakan itu
sering kali berasal dari masa-masa awal kehidupan kita, ketika segala sesuatunya
begitu membingungkan dan kita belum mempunyai perbendaharaan kata untuk
memahami peristiwa-peristiwa yang terjadi. Barangkali kita mempunyai perasaan
kacau balau tersebut, tetapi tidak memiliki kata-kata bagi ingatan yang
membentuknya.
BAB 2 KESADARAN EMPATI

Empati berbeda dengan simpati. Simpati merupakan suatu bentuk persetujuan,


sedangkan empati tidak berhubungan dengan persetujuan, melainkan
pemahaman sepenuhnya dan secara mendalarn terhadap orang lain, baik secara
intelektual maupun secara emosional. Seperti yang dijelaskan oleh Corey (2009)
bahwa empati bukanlah simpati, atau sekedar merasa prihatin dengan klien atau
konseli dalam proses konseling. Empati merupakan perasaan yang mendalam
dan pengertian atau pemahaman secara subjektif antara individu dengan
individu yang lainnya. Dalam konseling, empati membantu klien atau konseli
(dalam proses konseling) untuk,
1. Mendapatkan perhatian dan nilai yang mereka alami
2. Mengingat pengalaman terbaru mereka dengan cara yang baru.
3. Memperbarui persepsi mereka mengenai diri mereka sendiri, orang lain
serta dunia
4. Meningkatkan kepercayaan diri mereka dalam menentukan pilihan dan
meyakinkan diri mereka terhadap rangkaian tindakan

Beberapa bukti dari literatur yang menyertakan definisi empati, empati terbagi
menjadi dua yaitu empati sebagai kemampuan kognitif dan empati sebagai
kepribadian emosional Ketika empati menjadi sebuah perilaku atau kebiasaan,
fokusnya menuju ke proses komunikasi dalam hubungan. Namun ika empati
berposisi sebagai respon emosional, maka secara umum fokusnya mengarah
pada komponen afektif dalam hubungan terapeutik (Pedersen, Crethar, &
Carlson, 2008).

Konseptualisasi Empati

Empati dibangun berdasarkan kesadaran diri; semakin terbuka kita kepada


emosi diri sendiri, semakin terampil kita membaca perasaan. Para penderita
aleksitimia yang tidak tahu apa yang mereka rasakan, akan kelabakan bila harus
memahami apa yang dirasakan oleh orang sekitarnya. Secara emosional, mereka
tulinada. Not dan kord emosional yang terjalin melalui kata dan tindakan orang-
nada tegas suara atau perubahan sikap tubuh, keheningan penuh makna atau
gemetarnya tubuh yang membawa isyarat berlangsung tak teramati. Selain
bingung akan perasaannya sendiri, penderita aleksitimia juga bingung apabila
orang lain mengungkapkan perasaan kepada mereka. Kegagalan untuk mendata
perasaan orang lain ini merupakan kekurangar utama dalam kecerdasan
emosional, dan cacat yang menyedihkan sebagai seorang manusia. Setiap
hubungan, yang merupakan akar kepedulian, berasal dari penyesuaian
emosional, dari kemampuan untuk berempati. Kemampuan berempati yaitu
kemampuan untuk mengetahui bagaimana perasaan orang lain ikut berperan
dalam pergulatan dalam arena kehidupan, mulai dari penjualan dan manajemen
hingga ke asmara dan mendidik anak, dari belas kasih hingga tindakan politik.
Tiadanya empati juga sangat nyata. Ketiadaannya terlihat pada psikopat
kriminal, pemerkosa, dan pemerkosa anak-anak. Rata-rata pelaku memiliki
gangguan dalam mengekspresikan emosi, sehingga ada ketidakberhubugan
antara suasana hati dengan realita yang mengakibatkan kebingungan pada diri
seseorang untuk meregulasikan emosionalnya.

Emosi jarang diungkapkan dengan kata-kata; emosi jauh lebih sering


diungkapkan melalui isyarat. Kunci untuk memahami perasaan orang lain adalah
mampu membaca pesan nonverbal: nada bicara, gerak-gerik, ekspresi wajah,
dan sebagainya. Barangkali penelitian terlengkap mengenai kemampuan orang
untuk membaca pesan nonverbal semacam itu dilakukan oleh Robert
Rosenthal, ahli psikologi dari Harvard, beserta mahasiswa-mahasiswanya.
Rosenthal menyusun tes empati, yaitu PONS (Profile of Nonverbal Sensitivity,
Profil Kepekaan Nonverbal), serangkaian film video yang menampilkan seorang
wanita muda sedang mengungkapkan perasaannya, mulai dari memaki-maki
hingga ekspresi kasih ibu. Adegan-adegannya memperlihatkan spektrum
perasaan mulai dari amarah karena iri hati hingga memohon ampun, dari
peragaan berterima kasih hingga merayu. Video itu telah disunting agar dalam
setiap penayangan, satu atau lebih saluran komunikasi nonverbal secara
sistematis dikosongkan. Selain suaranya dihapus, misalnya, dalam beberapa
adegan semua isyarat tubuh selain ekspresi wajah diblok. Dalam adegan-adegan
lain, hanya gerakan tubuh yang diperlihatkan melalui saluran-saluran komunikasi
nonverbal utama, dan begitu seterusnya, sehingga para penonton harus
mendeteksi emosi dari isyarat nonverbal khusus. Dalam tes pada lebih dari
tujuh ribu orang di Amerika Serikat serta 18 negara-negara lainnya, manfaat
mampu membaca perasaan dari isyarat nonverbal mencakup lebih pandai
menyesuaikan diri secara emosional, lebih populer, lebih mudah bergaul, dan
mungkin tidak mengherankan- ebih peka. Pada umumnya, kaum wanita lebih
baik daripada pria dalam empati jenis ini. Dan, orang yang kemampuannya lebih
baik selama berlangsungnya tes 45 menit itu tanda bahwa mereka berbakat
dalam kecakapan empati hubungannya dengan lawan jenis juga lebih baik.
Empati, sepertinya bukan kejutan untuk diketahui, sangat membantu kehidupan
asmara.

Sesuai dengan penemuan-penemuan tentang unsur-unsur lain kecerdasan


emosional, hanya ada hubungan yang tak seberapa antara skor pengukuran
ketajaman empatik ini dan skor SAT atau IQ atau pun tes prestasi akademik.
Ketidaktergantungan empati dari kecerdasan akademis ditemukan pula pada
pengujian PONS yang dirancang untuk anak-anak. Dalam pengetesan pada
1011 anak, mereka yang memperlihatkan bakat untuk membaca perasaan secara
nonverbal tergolong anak-anak paling populer di sekolah mereka, anak-anak
yang secara emosional paling mantap. Mereka juga lebih berhasil di sekolah,
meskipun IQ rata-rata mereka tidaklah lebih tinggi daripada anak anak yang
kurang terampil membaca pesan nonverbal mengisyaratkan bahwa penguasaan
kemampuan empati ini memperlancar jalannya keefektifan di sekolah (atau
setidaknya dapat membuat guru-guru lebih menyayangi mereka). Seperti
layaknya wahana pikiran rasional adalah kata-kata, wahana emosi adalah
nonverbal. Sesungguhnya, bila kata-kata seseorang tidak cocok dengan nada
bicara, gerak-gerik, arau saluran nonverbal lainnya, kebenaran emosional
terletak pada bagaimana ia mengatakan sesuatu bukannya pada apa yang
dikatakannya. Salah satu petunjuk praktis yang digunakan dalam riset
komunikasi adalah bahwa 90 persen atau lebih dari pesan emosional bersifat
nonverbal. Dan, pesan-pesan semacam itu-kecemasan dalam nada bicara
seseorang, rasa terganggu dalam gerak-gerik yang cepat-hampir senantiasa
ditangkap secara tak sadar, tanpa memberi perhatian khusus akan sifat pesan
tersebut, tetapi dengan sendirinya menerima dan menanggapi. Kecakapan yang
memungkinkan kita untuk melakukan hal ini dengan baik atau dengan buruk,
pada umumnya, juga dipelajari dengan sendirinya.
Bagaimana Empati Berkembang

Ahli-ahli psikologi perkembangan anak menemukan bahwa bayi merasakan


beban stres simpatretik, bahkan sebelum mereka sepenuhnya menyadari bahwa
keberadaannya terpisah dari orang lain. Bahkan beberapa bulan setelah
dilahirkan, bayi memberi reaksi akan adanya gangguan terhadap orang-orang di
sekitarnya seolah-olah gangguan itu ditujukan padanya, mereka menangis bila
anak lain menangis. Pada umur kurang lebih satu tahun, mereka mulai
menyadari bahwa kemalangan itu bukan kemalangan mereka melainkan
kemalangan orang lain, meskipun agaknya mereka masih bingung harus
melakukan apa untuk mengatasinya. Dalam penelitian oleh Martin L Hoffman
di New York University, misalnya, seorang anak berumur satu tahun
menggandeng ibunya untuk menghibur seorang temannya yang menangis, tak
mempedulikan ibu temannya yang juga berada di ruangan yang sama.
Kebingungan ini terlihat pula ketika anak-anak usia satu tahun menirukan
kemalangan orang lain, barangkali guna memahami dengan lebih baik apa yang
mereka rasakan; misalnya, apabila bayi lain terluka jarinya, seorang anak umur
satu tahun barangkali mengulum jarinya sendiri untuk mengetahui apakah ia
juga terluka. Bila melihat ibunya menangis, seorang anak akan menghapus air
matanya meskipun ia tak menangis. Mimikri motor, demikianlah istilahnya,
seperti di atas merupakan arti teknis asli kata empati sebagaimana digunakan
pertama kalinya dalam tahun 1920-an oleh E.B. Titchener, seorang ahli
psikologi Amerika. Makna ini sedikit berbeda dengan pengenalan awalnya ke
dalam Bahasa Inggris dari kata Yunani empatheia, "ikut merasakan", istilah
yang pada awalnya digunakan para teoretikus esretika untuk kemampuan
memahami pengalaman subjekrif orang lain. Teori Tichener adalah bahwa
empati berasal dari semacam peniruan secara fisik atas beban orang lain, yang
kemudian menimbulkan perasaan yang serupa dalam diri seseorang. la mencari
katı yang berbeda dengan simpati, yang dapat dirasakan pada kemalangan
lumrah orang lain tanpa ikut merasakan apa pun yang dirasakan oleh orang lain
itu. Mimikri motor lenyap dari repertoar anak-anak pada usia sekitar dua
setengah tahun, ketika mereka menyadari bahwa kepedihan orang lain berbeda
dengan kepedihan mereka sendiri, dan mereka sudah lebih pintar mencari
penghiburan.
Neurologi Empati

Sebagaimana sering terjadi dalam neurologi, laporan-laporan kasus kebiasaan


perilaku khusus dan sangat ganjil termasuk di antara pertanda awal bahwa
empati berbasiskan otak. Sebuah laporan tahun1975, misalnya, meninjau
beberapa kasus yang pasiennya menderita luka tertentu di wilayah kanan lobus
frontal mempunyai cacat yang aneh: mereka tidak mampu memahami pesan
emosional dalam nada suara orang lain, meskipun mereka paham betul apa yang
dikatakan orang lain. Ucapan "terima kasih" yang bernada sarkastis, yang
bernada syukur, dan yang bernada marah semuanya bermakna netral bagi orang-
orang semacam itu. Sebaliknya, sebuah laporan tahun 1979 membahas pasien-
pasien yang menderica luka-luka di bagian lain belahan otak kanan. Mereka
mempunyai kekurangan yang amat berbeda dalam persepsi emosional; mereka
tidak mampu mengung-kapkan emosi melalui nada suara atau gerak gerik.
Mereka tahu apa yang mereka rasakan, tetapi mereka tidak mampu
menyampaikannya. Semua wilayah korteks otak ini, menurut banyak pakar,
mempunyai hubungan yang kuat dengan sistem limbik. Studi-studi ini ditelaah
sebagai latar belakang untuk makalah yang membuka landasan untuk penelitian
lebih lanjut yang ditulis Leslie Brothers, seorang psikiater di California Institute
of Technology, perihal biologi empati. Setelah meninjau berbagai temuan
neurologis dan studi-studi komparatif terhadap binatang, Brothers menunjuk
amigdala serta hubungan-hubungannya dengan wilayah asosiasi korteks visual
sebagai bagian sirkuit kunci otak yang melandasi empati.

Sebagian besar penelitian neurologis yang relevan berasal dari percobaan dengan
binatang, terutama primata non-manusia. Bahwa primata semacam itu
menunjukkan empati-atau "komunikasi emosional" sebagaimana istilah yang
lebih disukai Brothers-jelas bukan saja dari kisah anekdot, melainkan juga dari
studi seperti berikut: monyer-monyet rhesus terlebih dahulu dilatih untuk takut
pada nada tertentu yang diperdengarkan sementara mereka diberi kejutan listrik.
Kemudian, mereka belajar menghindari sengatan listrik dengan menekan sebuah
tuas kapan saja mereka mendengar nada tersebut. Berikutnya, pasangan-
pasangan monyet ini ditaruh dalam sangkar sangkar terpisah, komunikasi
mereka satu-satunya hanyalah sirkuit televisi tertutup, yang memungkinkan
mereka melihat gambar wajah monyet satunya. Monyet pertama, bukan monyet
kedua, kemudian mendengar bunyi nada yang ditakuti itu, yang menimbulkan
mimic ketakutan di wajahnya. Pada saat itu, monyet yang kedua, setelah melihat
mimik ketakutan di wajah monyet pertama, menekan tuas yang mencegah
sengatan suatu tindakan empati, apabila bukan altruism. Setelah menetapkan
bahwa primata non-manusia memang sungguh-sungguh membaca emosi rekan-
rekannya, para peneliti dengan hati-hati memasukkan elektroda-elektroda
berujung runcing yang panjang ke otak monyet-monyet itu. Elektroda-elektroda
itu memungkinkan perekaman kegiatan di batang saraf tunggal. Elektroda-
elektroda yang menyentuh neuron-neuron di korteks visual dan di amigdala
menunjukkan bahwa apabila salah satu monyet melihat wajah monyet lainnya,
informasi itu membuat sebuah neuron terlebih dahulu ter-bangkitkan di korteks
visual, kemudian di amigdala. Teratu saja, jalurini merupakan rute baku bagi
informasi yang dibangkitkan secara emosional. Tetapi, yang menakjubkan dari
hasil studi semacam itu adalah bahwa studi-studi tersebut juga mengidentifikasi
neuron-neuron di korteks visual yang tampaknya terbangkitkan hanya sebagai
respons akan ekspresi wajah atau gerak-gerik tertentu, seperti mulut terbuka
untuk mengancam, gerenyit yang menakutkan, atau merunduk tanda menyerah.
Neuron-neuron ini berbeda dengan neuron-neuron lain di wilayah yang sama
yang tugasnya mengenali ekspresi wajah yang lumrah. Berarti, tampaknya sejak
awal otak dirancang untuk menanggapi ungkapan emosi tertentu artinya, empati
merupakan fakta biologis.

Jalur petunjuk lain bagi peran kunci lintasan amigdala-korteks dalam membaca
dan merespons emosi, menurut Brothers, adalah penelitian yang menggunakan
monyet-monyet yang hidup di alam liar. Sambungan-sarmbungan dari dan ke
amigdala serta korteks monyer-monyet itu diputus. Ketika mereka dilepaskan
kembali ke kelompoknya, mereka mampu menangani tugas sehari-hari seperti
mencari makan dan memanjat pohon. Tetapi, monyet-monyet yang malang itu
kehilangan semua perasaan tentang bagaimana merespons monyet lain secara
emosional dalam kelompoknya, Bahkan ketika seekor monyet melakukan
pendekatan bersahabat, mereka lari menjauh, danpada akhirnya mereka hidup
menyendiri, menghindari hubungan dengan kawanannya sendiri. Menurut
pengamatan Brothers, wilayah-wilayah korteks di mana neuron-neuron khusus
emosi itu berkumpul juga merupakan neuron-neuron dengan hubungan paling
erat dengan amigdala, membaca emosi melibatkan jaringan sirkuit amigdala-
korteks, yang mempunyai peran utama dalam mengatur respons yang tepat.
"Nilai kelangsunganhidup sistem semacam itu tampak jelas" bagi primata non-
manusia,tulis Brothers. "Persepsi pendekatan individu lain banyak merangsang
pola khusus [respons fisiologis] dan dengan sangat cepat-disesuaikan apakah
maksudnya akan menggigit, mencari kutu, atau bersetubuh.". Basis fisiologi
serupa untuk empati dalam diri kita sebagai manusiactelah dikemukakan dalam
penelitian oleh Robert Levenson, ahli psikologi dari University of California di
Berkeley yang telah mempelajari pasangan-pasangan suami istri yang mencoba
menebak apa yang dirasakan oleh pasangan mereka selama diskusi yang hangat.
Metodenya sederhana: pasangan suami istri direkam dengan video dan respons
fisiologis mereka diukur sementara mereka membicarakan masalah-masalah
yang merisaukan dalam perkawinan mereka-bagaimana mendidik anak-anak,
kebiasaan-kebiasaan, dan semacamnya. Masing-masing pasangan melihat
kembali rekaman tersebut dan menceritakan apa yang dirasakannya dari saat ke
saat. Kemudian,pasangan itu meninjau kembali rekaman tersebut untuk kedua
kalinya, sekarang berusaha membaca perasaan pasangannya.

Ketelitian paling empatik terjadi pada suami-istri yang reaksi fisiologisnya


sejalan dengan pasangannya yang sedang mereka tonton. Artinya, ketika
pasangan mereka menunjukkan respons peningkatan peluh, mereka pun
berpeluh; bila pasangan mereka detak jantungnya melambat, mereka pun
demikian. Pendek kata, tubuh mereka menirukan reaksi-reaksi fisis tak kentara
dari saat ke saat pada mereka. Seandainya pola fisiologis penonton sekedar
mengulangi pola mereka sendiri selama berlangsungnya interaksi aslí,mereka
sama sekali tidak peka menangkap apa yang dirasakan pasangannya. Hanya apa-
bila tubuh mereka seirama terdapat empati. Ini menyiratkan bahwa bila otak
emosional menggerakkan tubuh dengan suatu reaksi yang kuat panasnya
amarah, misalnya hanya dapat timbul sedikit atau sama sekali tidak ada empati.
Empati membutuhkan cukup banyak ketenangan dan kesediaan untuk
menerima, sehingga sinyal-sinyal perasaan halus dari orang lain dapat diterima
dan ditirukan oleh otak emosional orang itu sendiri.

Empati dan Etika: Akar Altruisme

"Jangan pernah membuka pintu untuk mengetahui bagi siapakah dering bel-bel
itu untuk Anda" merupakan salah satu kalimat paling terkenal dalam literatur
Inggris. Perasaan John Donne menjelaskan inti hubungan antara empati dan
kepedulian: kepedihan orang lain merupakan kepedihan diri sendiri, merasakan
perasaan orang lain adalah menyayangi. Dalam artian ini, lawan empati adalah
anti-pati. Sikap empatik adalah terus-menerus terlibat dalam pertimbangan-
pertimbangan moral, sebab dilema moral melibatkan calon korban: haruskah
Anda berbohong untuk menjaga perasaan seorang sahabat? Haruskah Anda
menepati janji mengunjungi sahabat yang sakit atau menerima undangan yang
baru saja datang untuk menghadiri jamuan makan malam? Kapan sistem
pendukung nyawa terus digunakan bagi seseorang, yang kalau dicabut tentu
akan menyebabkan-siapakahnya meninggal dunia? Pertanyaan-pertanyaan moral
ini diajukan oleh peneliti empati Martin Hoffman, yang berpendapat bahwa akar
moralitas ada dalam empati, sebab berempati pada korban potensial-misalnya
seseorang yang dalam keadaan sakit, bahaya, atau kemiskinan dan ikut
merasakan kemalangan merekalah yang mendorong orang untuk bertindak
memberi bantuan. Di luar hubungan langsung antara empati dan altruisme
dalam hubungan pribadi ini, Hoffman menyebutkan bahwa kemampuan yang
sama untuk merasakan diberi empati, untuk menempatkan diri pada posisi
orang lain, membuat sescorang menganut prinsip-prinsip moral tertentu.
Hoffman melihat adanya proses alamiah empati sejak bayi dan masa-masa
selanjutnya. Sebagaimana telah dibahas, pada umur satu tahun, anak-anak
merasakan sakit pada dirinya apabila melihat anak lain jatuh dan menangis;
perasaannya sedemikian kuat dan mengikat sehingga ia menaruh ibu jarinya di
mulut dan membenamkan kepalanya di pangkuan ibunya, seolah-olah ia sendiri
terluka. Setelah tahun pertama, ketika bayi sudah lebih menyadari bahwa mereka
berbeda dari orang lain, mereka secara aktif mencoba menghibur bayi, lain yang
menangis, misalnya dengan menawarkan boneka beruang miliknya.

Pada awal usia dua tahun, anak-anak mulai memahami bahwa perasaan orang
lain berbeda dengan perasaannya, sehingga mereka lebih peka terhadap isyarat-
isyarat yang mengungkapkan perasaan orang lain; pada tahap ini mungkin,
misalnya, mereka paham bahwa untuk menjaga harga diri anak lain ketika
menolong menghentikan tangisnya adalah dengan tidak memberi perhatian
khusus pada tangis itu. Pada akhir masa kanak-kanak, tingkat empati paling
lanjut muncul ketika anak-anak sudah sanggup memahami kesulitan yang ada
dibalik situasi yang tampak, dan menyadari bahwa situasi atau status seseorang
dalam kehidupan dapat menjadi surmber beban stres kronis. Pada tahap ini,
mereka dapat merasakan kesengsaraan suatu golongan, misalnya kaum miskin,
kaum tertindas, mereka yang terkucil dari masyarakat. Pemahaman itu, dalam
masa remaja, dapat mendorong keyakinan moral yang berpusat pada kemauan
untuk meringankan ketidakberuntungan dan ketidakadilan. Empati mendasari
banyak segi tindakan dan pertimbangan moral. Salah satunya adalah "amarah
empati", yang dilukiskan oleh John Stuart Mill sebagai "perasaan alamiah untuk
membalas, didorong oleh akal budi serta simpati yang dapat diterapkan, luka
hati yang menyakitkan kita karena menyakiti orang lain", Mill menyebutnya
"penjaga keadilan".

Contoh lain di mana empati membawa ketindakan moral adalah apabila seorang
saksi bergerak untuk campur tangan membela korban; penelitian itu
memperlihatkan bahwa semakin besar empati yang dirasakan saksi bagi si
korban, semakin besar kecenderungannya untuk campur tangan. Ada sejumlah
bukti bahwa tingkat empati yang dirasakan orang mewarnai pula pertimbangan
moral mereka. Misalnya, studi-studi di Jerman dan Amerika Serikat menemukan
bahwa bila seseorang makin empatik, mereka semakin cenderung mendukung
prinsip moral bahwa sumber daya alam harus dialokasikan sesuai dengan
kepentingan umum.

Empati Sebagai Perpaduan Dimensi Kognitif dan Afektif

Empati merupakan kemampuan dengan perpaduan dimensi kognitif dan afektif,


dengan tidak dapat meninggalkan ranah perilaku yang menjadikan kemampuan
tersebut nyata. Tanggung jawab pribadi untuk melakukan sesuatu bagi individu
lain, akan berfungsi efektif bila diwujudkan dalam bentuk tingkah laku.
Perpaduan dalam kemampuan empati akan membantu individu tepat dan
proporsional melihat masalah yang dihadapinya. Empati memungkinkan
individu untuk memahami maksud orang lain, memprediksi perilaku mereka
dan mengalami emosi yang dipicu oleh emosi mereka (Baron-Cohen &
Wheelwright, 2004). Rogers (dalam Taufik, 2012) menawarkan dua konsepsi
dari empati. Pertama, melihat kerangka berpikir internal orang lain secara akurat
dengan komponen-komponen yang saling berhubungan. Kedua, dalam
memahami orang lain tersebut, individu seolah-olah masuk dalam diri orang lain
sehingga bisa merasakan dan memahami orang lain tersebut. Empati adalah
kemampuan meletakkan diri sendiri dalam posisi orang lain dan menghayati
pengalaman tersebut serta untuk melihat situasi dari sudut pandang orang lain.
Dengan kata lain empati merupakan kemampuan untuk menghayati perasaan
dan emosi orang lain (Hurlock, 1991).
Chaplin (1997) menyebutkan bahwa empati adalah
1. Memproyeksikan perasaan sendiri pada satu kejadian suatu obyek
alamiah atau suatu karya estesis.
2. Realisasi dan pengertian terhadap kebutuhan dan penderitaan orang lain.

Menurut Hoffman (1984) empati adalah keterlibatan proses psikologis yang


membuat seseorang memiliki feelings yang lebih kongruen dengan situasi diri
sendiri. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa empati merupakan
proses psikologis yang memungkinkan individu untuk memahami maksud
orang lain, memprediksi perilaku mereka dan mengalami emosi yang dipicu oleh
emosi mereka, individu seolah-olah masuk dalam diri orang lain sehingga
memahami situasi dan kondisi emosional dari sudut pandang orang lain.

Memahami lebih jauh dari teori empati, tidak terlepas dari penjelasan-
pernjelasan dari berbagai pendekatan. Diantaranya ada dua pendekatan yang
digunakan untuk memahami teori empati, yakni teori dari Baron-Cohen &
Wheelwright (2004), yang membagi empati ke dalam dua pendekatan, yaitu
pendekatan afektif dan pendekatan kognitif. Pendekatan afektif mendefinisikan
empati sebagai pengamatan emosional yang merespon afektif lain. Dalam
pandangan afektif, perbedaan definisi empati dilihat dari seberapa besar dan
kecilnya respon emosional pengamat pada emosi yang terjadi pada orang lain.
Terdapat empat jenis empati afektif, yaitu:
1) perasaan pada pengamat harus sesuai dengan orang yang diamati;
2) perasaan pada pengamat sesuai dengan kondisi emosional orang lain
namun dengan cara yang lain;
3) pengamat merasakan emosi yang berbeda dari emosi yang dilihatnya,
disebut juga sebagai empati kontras (Stotland, Sherman & Shaver, dalam
Baron- Cohen & Wheelwright (2004));
4) perasaan pada pengamat harus menjadi satu untuk perhatian atau kasih
sayang pada penderitaan orang lain (Batson dalam Baron-Cohen &
Wheelwright (2004)).

Pendekatan kognitif merupakan aspek yang menimbulkan pemahaman terhadap


perasaan orang lain. Eisenberg dan Strayer (dalam Baron-Cohen & Wheelwright
2004) menyatakan bahwa salah satu yang paling mendasar pada proses empati
adalah pemahaman adanya perbedaan antara individu (perceiver) dan orang lain.
Dengan kata lain, adanya pemisahan antara perspektif sendiri, menghubungkan
keadaan mental orang lain (Leslie dalam Baron- Cohen & Wheelwright (2004),
dan menyimpulkan kemungkinan isi dari kondisi mental mereka, serta
mengingat kembali ketika hal yang sama terjadi. Kompetensi sosial individu
dalam interaksi dan keterhubungannya dengan individu lain memerlukan empati
sebagai dasarnyamembentuk hubungan yang menyenangkan, membina
kedekatan hubungan serta membuat orang lain merasa nyaman bisa terbangun
bila terdapat penghayatan masalah atau kebutuhan yang tersirat di balik
perasaan orang lain (Goleman, 1998). Kesadaran dirilah yang mendasari empati,
jika individu semakin terbuka dengan emosinya sendiri, maka ketrampilan
membaca makna atas interaksi yang ada semakin meningkat (Goleman, 1998).
Semua emosi, pada dasarnya, adalah dorongan untuk bertindak, rencana secara
seketika untuk mengatasi masalah yang telah ditanamkan secara berangsur-
angsur oleh evolusi. Emosi memancing tindakan, emosi akar dorongan untuk
bertindak terpisah dari reaksi-reaksi yang tampak di mata.

Peran Khas Emosi

Dalam repertoar emosi, setiap emosi memainkan peran khas, sebagaimana


diungkapkan oleh ciri-ciri biologis mereka. Dengan menggunakan merode-
metode baru untuk meneliti tubuh dan otak, para peneliti menemukan lebih
banyak detail-detail fisiologi tentang bagaimana masing-masing emosi
mempersiapkan tubuh untuk jenis reaksi :
 Bila darah amarah mengalir ke tangan, mudahlah tangan menyambar
senjata atau menghantam lawan; detak jantung meningkat dan banjir
hormon seperti adrenalin membangkitkan gelombang energi yang cukup
kuat untuk bertindak dahsyat.
 Bila darah ketakutan mengalir ke otot-otot rangka besar, seperti di kaki,
kaki menjadi lebih mudah diajak mengambil langkah seribu dan wajah
menjadi pucat seakan-akan darah tersedot dari situ (menimbulkan
perasaan bahwa darah menjadi "dingin"). Pada waktu yang sama, tubuh
membeku, bila hanya sesaat, barangkali mencari tempat persembunyian
adalah reaksi yang lebih baik. Sirkuit-sirkuit di pusat-pusat emosi otak
memicu terproduksinya hormon-hormon yang membuat tubuh
waspada, membuatnya awas dan siap bertindak dan perhatian tertuju
pada ancaman yang dihadapi, agar reaksi yang muncul semakin baik.
 Salah satu di antara perubahan-perubahan biologis utama akibat
timbulnya kebahagiaan adalah meningkatnya kegiatan di pusat otak yang
menghambat perasaan negatif dan meningkatkan energi yang ada, dan
menenangkan perasaan yang menimbulkan kerisauan. Tetapi tidak ada
perubahan dalam fisiologi seistimewa ketenangan, yang membuat tubuh
pulih lebih cepat dari rangsangan biologis emosi yang tidak
mengenakkan. Konfigurasi ini mengistirahatkan tubuh menyeluruh, dan
juga kesiapan dan antusiasme menghadapi tugas-tugas dan berjuang
mencapai sasaran-sasaran yang lebih besar.
 Cinta, perasaan kasih sayang, dan kepuasan seksual mencakup
rangsangan parasimpatetik secara fisiologi adalah lawan mobilisasi
bertempur atau kabur yang sama-sama dimiliki oleh rasa takut maupun
amarah. Pola parasimpatetik, yang disebut "respons relaksasi”, adalah
serangkaian reaksi di seluruh tubuh yang membangkitkan keadaan
menenangkan dan puas, sehingga mempermudah kerja sama.
 Naiknya alis mata sewaktu terkejut memungkinkan diterimanya bidang
penglihatan yang lebih lebar dan juga cahaya yang masuk ke retina.
Reaksi ini membuka kemungkinan lebih banyak informasi tentang
peristiwa tak terduga, sehingga memudahkan memahami apa yang
sebenarnya terjadi dan menyusun rencana rancangan tindakan yang
terbaik.
 Di seluruh dunia, ungkapan jijik tampaknya sama, dan mermberi pesan
yang sama: sesuatu yang nenyengat rasa atau baunya, atau secara
metaforis demikian. Ungkapan wajah rasa jijik bibir atas mengerut ke
samping sewaktu hidung sedikit berkerut memperlihatkan usaha
primordial, sebagaimana diamati oleh Darwin, untuk menutup lubang
hidung terhadap bau menusuk atau untuk meludahkan makanan
beracun.
 Salah satu fungsi pokok rasa sedih adalah untuk menolong
menyesuaikan diri akibat kehilangan yang menyedihkan, seperti
kematian sahabat atau kekecewaan besar. Kesedihan menurunkan energi
dan semangat hidup untuk melakukan kegiatan sehari-hari, terutama
kegiatan perintang waktu dan kesenangan. Dan, bila kesedihan itu
semakin dalam dan mendekati depresi, kesedihan akan memperlambat
metabolisme tubuh. Keputusan untuk introspektif menciptakan peluang
untuk merenungkan kehilangan atau harapan yang lenyap, memahami
akibat-akibatnya terhadap kehidupan seseorang, dan bila semangatnya
telah pulih merencanakan awal yang baru. Hilangnya energi ini boleh
jadi telah membuat manusia - manusia purba yang bersedih dan rentan
terhadap serangan tetap dekat dengan rumah, tempat mereka lebih
terlindung.

Kecenderungan biologis untuk bertindak ini selanjutnya dibentuk oleh


pengalaman kehidupan serta budaya. Misalnya, secara universal, meninggalnya
seseorang yang dicintai akan membangkitkan rasa sedih dan berkabung. Tetapi,
cara kita menunjukkan rasa berkabung bagaimana emosi diungkapkan atau
disembunyikan sebagai wilayah pribadi-ditentukan oleh kebudayaan, seperti
halnya siapa-siapa saja dalam kehidupan kita "orang-orang tercinta" yang harus
ditangisi. Inilah asumsi dasar mengapa setiap manusia memberikan respon
berbeda kepada lingkungan (stimulus orang sekitarnya).

Evolusi Emosi

Periode evolusi yang berlangsung sangat lama ketika respons-respons emosional


ini dibentuk jelas merupakan realitas yang lebih sulit dari pada yang harus
ditanggung oleh sebagian besar manusia sebagai suatu spesies setelah
dimulainya sejarah tertulis. Zaman itu adalah masa ketika hanya sedikit bayi
yang bertahan sampai masa kanak – kanak dan hanya sedikit orang dewasa yang
mencapai usia 30 tahun, ketika hewan – hewan pemangsa dapat menyerang
disetiap saat, ketika pola musim kering dan banjir menentukan terjadinya
kelaparan dan keberlangsungan hidup. Tetapi dengan munculnya teknik
pertanian dan kelompok masyarakat yang paling sederhana, peluang untuk
hidup berubah secara dramatis.
Ada 5 (lima) elemen utama dalam kecerdasan emosional yaitu: kesadaran diri,
pengendalian diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial.
1. Kesadaran diri
Pemimpin dengan kesadaran diri yang tinggi adalah pemimpin yang
mengetahui apa yang sedang dia rasakan, dan memahami bahwa emosi
dan tindakan yang dilakukannya dapat mempengaruhi orang
sekelilingnya. Pemimpin dengan kesadaran diri yang tinggi juga memiliki
pemahaman yang jelas tentang kekuatan dan kelemahan yang
dimilikinya.
2. Pengendalian diri
Pemimpin yang memililiki pengendalian diri sangat jarang berkata kasar
kepada orang lain, membuat keputusan yang terburu-buru dan
emosional, ataupun mengkompromikan nilai-nilai yang mereka anut.
Pemimpin dengan pengendalian diri selalu dapat mengontrol dirinya dan
tindakan yang dilakukannya.
3. Motivasi
Pemimpin yang memiliki motivasi diri adalah pemimpin yang secara
konsisten mengejar tujuan-tujuan mereka, dan memiliki standard yang
tinggi atas kualitas kerja yang mereka lakukan. Pemimpin dengan
motivasi diri biasanya selalu optimis dan selalu mencari sisi positif atas
situasi yang sedang mereka hadapi.
4. Empati
Pemimpin dengan empati yang tinggi adalah pemimpin yang memiliki
kemampuan untuk menempatkan diri mereka dalam situasi orang lain.
Mereka membantu anggota timnya untuk mengembangkan diri,
memberikan umpan balik yang konstruktif, dan mau mendengarkan
keluhan mereka. Pemimpin dengan empati yang tinggi cenderung akan
mendapatkan respek dan loyalitas dari anggota timnya.
5. Keterampilan sosial
Pemimpin yang memiliki ketrampilan sosial yang tinggi biasanya juga
adalah komunikator yang hebat. Mereka terbuka untuk mendengarkan
berita baik ataupun berita buruk. Pemimpin dengan ketrampilan sosial
yang tinggi biasanya mampu membangkitkan dukungan dari anggota
timnya, dan mampu untuk membangkitkan semangat anggota timnya
untuk terlibat dalam tugas-tugas baru.

Jadi, pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang memahami bahwa emosi
dan tindakannya akan mempengaruhi orang-orang disekitarnya. Pemimpin yang
berhasil adalah pemimpin yang dapat bekerjasama dengan orang lain. Untuk
dapat bekerjasama dengan orang lain. Untuk itu seorang pemimpin harus belajar
untuk mengembangkan kemampuannya dalam hal kesadaran diri, pengendalian
diri, motivasi, empati, serta memiliki ketrampilan sosial yang dibutuhkan dalam
kepemimpinan. Golden (2003) menyatakan bahwa empati berasal dari semacam
peniruan fisik dan secara fisik atas beban orang lain, yang kemudian
menimbulkan perasaan yang serupa di dalam diri seseorang dan mencoba
menyeleseikan masalah dengan mengambil prespektif orang lain. Empati adalah
kemampuan seseorang untuk memahami tentang perasaan dan emosi orang lain
serta kemampuan untuk membayangkan diri sendiri di tempat orang lain.
Empati mulai dapat dimiliki seseorang ketika menduduki masa akhir kanak-
kanak awal awal (6 tahun) dengan demikian dapat dikatakan bahwa semua
individumemiliki dasar kemampuan untuk dapat berempati, namun semua itu
berbeda ketika mengaktualisasikanya. Karena kemampuan berempati sudah
muncul pada masa kanak-kanak, maka seharusnya remaja sudah memiliki
empati pada dirinya (Hurlock,1999).
Baron dan Byrne (2005) menyatakan bahwa empati ditandai dengan hal – hal
sebagai berikut :
 Individu yang mempunyai kemampuan empati dapat memahami
perasaan dan apa yang sedang dirasakan oleh orang lain dan mengapa
hal tersebut dapat terjadi pada orang tersebut.
 Individu yang berempati dapat merasakan apa yang orang lain rasakan.

Banyak perilaku yang menyerupai perilaku berempati, seperti perilaku simpatik


didalam perilaku ini ketika diamati hampir sama dengan perilaku yang
menunjukkan kemapuan berempati. Ada beberapa komponen dan karakteristik
yang menunjukakn seseorang berempati terhadap orang lain.
Menurut Block (Sari, 2012) orang yang berempati akan memunculkan reaksi
sebagai berikut
 Sadar dengan adanya reaksi emosional orang lain
Diartikan kemampuan individu dalam merasakan perasaan orang lain
 Mampu menilai perspektif dan perasaan orang lain
Diartikan sebagai kempuan individu menempatkan dirinya pada posisi
orang lain dan kempuan individu dalam meli hat dari kaca mata atau
sudut pandang orang lain.
 Mampu menerima pengalaman reaksi emosional orang lain
Diartikan sebagai kemampuan memahami, mengerti dan menerima
perasaan serta pengalaman reaksi orang lain
 Mampu bersikap objektif
Diartikan mampu merasakan perasaan orang lain, namun tidak hanyut
dalam suasana perasaan orang tersebut.

Menurut Lawrence E. J (2004) terdapat 3 (tiga) faktor yang menjadi dasar


empati yakni :
 Kognitif Empati (Cognitive Empathy)
Kemampuan untuk memahami perasaan orang lain dan apa yang
mungkin mereka fikirkan.
 Keterampilan Sosial (Social Skill)
Kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain sesuai peran sosial
dan dapat diterima serta menguntungkan bagi orang lain.
 Reaktivitas Emosional (Emotional Reactivity)
Reaksi emosi yang ditimbulkan karena adanya permasalahan sehingga
memunculkan respon yang berlebihan.

Empati sebagai Respon Emosi

Empati merupakan suatu kemampuan individu untuk memberikan respon


emosi yang sesuai dengan apa yang diharapkan atau yang didasarkan orang lain
berdasarkan kemampuannya dalam mengidentifikasi situasi dan kondisi yang
dihadapi orang lain. Dalam empati baik komponen afeksi maupun kognisi
terlibat secara bersamaan. (Mashar, 2013) Meskipun makna dari empati tampak
sederhana tetapi banyak konsep yang terkait di dalam empati. Memahami orang
lain dari sudut kerangka berpikir orang lai tersebut, empati yang dirasakan
harus juga diekspresikan dan orang yang melakukan empati harus orang yang
"kuat", ia harus dapat menyingkirkan nilai-nilainya sendiri, tetapi ia tidak boleh
pula terlarut di dalam nilai nilai orang lain. (Lesmana, 2005)
Empati berbeda dengan simpati. Simpati merupakan suatu bentuk persetujuan,
sedangkan empati tidak berhubungan dengan persetujuan, melainkan
pemahaman sepenuhnya dan secara mendalarn terhadap orang lain, baik secara
intelektual maupun secara emosional. (Zuchdi, 2003) Seperti yang dijelaskan
oleh Corey (Corey, 2009) bahwa empati bukanllah simpati, atau sekedar merasa
prihatin dengan klien atau konseli dalam proses konseling. Empati merupakan
perasaan yang mendalam dan pengertian atau pemahaman secara subjektif
antara individu dengan individu yang lainnya. Dalam konseling, empati
membantu klien atau konseli (dalam proses konseling) untuk
1. Mendapatkan perhatian dan nilai yang mereka alami
2. Mengingat pengalaman terbaru mereka dengan cara yang baru.
3. Memperbarui persepsi mereka mengenai diri mereka sendiri, orang lain
serta dunia
4. Meningkatkan kepercayaan diri mereka dalam menentukan pilihan dan
meyakinkan diri mereka terhadap rangkaian tindakan
Beberapa bukti dari literature yang menyertakan definisi empati, empati terbagi
menjadi dua yaitu empati sebagai kemampuan kognitif dan empati sebagai
kepribadian emosional Ketika empati menjadi sebuah perilaku atau kebiasaan,
fokusnya menuju ke proses komunikasi dalam hubungan. Namun ika empati
berposisi sebagai respon emosional, maka secara umum fokusnya mengarah
pada komponen afektif dalam hubungan terapeutik (Pedersen, Crethar, &
Carlson, 2008).
Luddin berpendapat (Luddin, 2010) bahwa empati dibagi menjadi dua bagian
yaitu:
a. Empati Primer
Suatu bentuk empati yang hanya memahami pemikiran, perasaan dan
pengalaman klien (individu). Bertujuan agar klien/individu bersifat
terbuka.
b. Empati Tingkat Tinggi
Terjadi apabila kepahaman kon se lor (individu) mengenai pemikiran,
perasaan, dan pengalaman klien (individu lain) sangat mendalam
sehingga klien tersentuh hatinya dan dapat membuka diri untuk
menceritakan dirinya secara mendalam.

Aspek-aspek Empati

Baron dan Byrne (2005: 111) menyatakan bahwa dalam empati juga terdapat
aspek-aspek, yaitu:
a. Kognitif Individu yang berempati dapat memahami apa yang orang lain
rasakan dan mengapa hal tersebut dapat terj adi pada orang tersebut.
b. Afektif Individu yang berempati merasakan apa yang orang lain rasakan.

Batson dan Coke (Watson, 1984: 290) menyatakan bahwa aspek-aspek dari
empati yaitu:
a. Kehangatan, kehangatan merupakan suatu perasaan yang dimiliki
seseorang untuk bersikap hangat terhadap orang lain.
b. Kelembutan, kelembutan merupakan suatu perasaan yang dimiliki
seseorang untuk bersikap maupun bertutur kata lemah lembut terhadap
orang lain.
c. Peduli, peduli merupakan suatu sikap yang dimiliki seseorang untuk
memberikan perhatian terhadap sesama maupun lingkungan sekitarnya.
d. Kasihan, kasihan merupakan suatu perasaan yang dimiliki seseorang
untuk bersikap iba atau belas asih terhadap orang lain.

Empati merupakan kemampuan seseorang dalam merasakan dan memahami


apa yang dirasakan oleh orang lain serta memberikan respon berupa tindakan
dan ekspresi maupun perhatian secara verbal.
Empati terbagi kedalam beberapa aspek yaitu kognitif: dapat memahami apa
yang orang lain rasakan, dan afektif: dapat merasakan apa yang orang lain
rasakan, serta meliputi kehangatan, kelembutan, peduli, dan kasihan. Baston dan
Coke (Waston, 1984:290).
Davis (Andromeda, 2014) menjelaskan aspek-aspek empati, antara lain:
a. Perspective Tacking (Pengambilan Perspektif)
Merupakan kecenderungan individu dalam mengambil perspektif atau
sudut pandang orang lain secara spontan. Hal ini penting untuk perilaku
yang non-egosentrik (perilaku yang tidak berorientasi pada didi sendiri).
b. Fantasy (Imajinasi)
Merupakan kecenderungan individu untuk dapat mebayangkan perasaan
atau emosi orang lain, yang dimana emosi atau perasan tersebut diubah
ke dalam perasaan dan tindakan yang individu lakukan. Empathic
Concen (Perhatian Empatik) Merupakan orientasi individu terhadap
orang lain berupa rasa simpati,
c. Rasa kasihan dan peduli
Aspek ini berhubungan secara posiif dengan reaksi emosional dan
perilaku suka menolong
d. Personal Distress (Distress Pribadi)
Merupakan orientasi individu terhadap dirinya sendiri ketika melakukan
proses empati seperti perasaan cemas, gelisah, dan khawatir pada situasi
interpersonal
Faktor yang Mempengaruhi

Faktor-faktor yang mempengaruhi empati menurut Hoffman yang dikutip dari


Andromeda (2014) yaitu sosialisasi. Dengan adanya sosialisasi memungkinkan
seseorang dapat mengalami,
1. sejumlah emosi, mengarahkan seseorang untuk melihat keadaan dan
berpikir tentang orang lain
2. Mood and Feeling
Situasi perasaan seseorang ketika berinteraksi dengan lingkungannya
akan mempengaruhi cara seseorang dalam memberikan respon terhadap
perasaan dan perilaku orang lain
3. Situasi dan Tempat
Pada situasi tertentu seseorang dapat berempati lebih baik dibandingkan
dengan situasi yang lain. Contohnya seseorang yang berada pada situasi
bencana alam akan berempati lebih baik
4. Proses Belajar dan Identifikasi
5. Komunikasi dan Bahasa
Pengungkapan empati dipengaruhi oleh bahasa yang digunakan
sescorang. Perbedaan bahasa dan ketidakpahaman tentang komunikasi
dapat menghambat proses empati
6. Lingkungan

Empati diartikan sebagai perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain,
khususnya untuk berbagi pengalaman atau secara tidak langsung merasakan
penderitaan orang lain (Sears, dkk, 1991: 69). Hal senada diungkapkan oleh
Hurlock (1999: 118) yang mengungkapkan bahwa empati adalah kemampuan
seseorang untuk mengerti tentang perasaan dan emosi orang lain serta
kemampuan untuk membayangkan diri sendiri di tempat orang lain.
Kemampuan untuk empati ini mulai dapat dimiliki seseorang ketika menduduki
masa akhir kanak-kanak awal (6 tahun) dengan demikian dapat dikatakan bahwa
semua individu memiliki dasar kemampuan untuk dapat berempati, hanya saja
berbeda tingkat kedalaman dan cara mengaktualisasikannya.
Leiden, dkk (1997: 317) menyatakan empati sebagai kemampuan menempatkan
diri pada posisi orang lain sehingga orang lain seakan-akan menjadi bagian
dalam diri. Lebih lanjut dijelaskan oleh Baron dan Byrne (2005: 111) yang
menyatakan bahwa empati merupakan kemampuan untuk merasakan keadaan
emosional orang lain, merasa simpatik dan mencoba menyelesaikan masalah,
dan mengambil perspektif orang lain. Arwani (2002: 56) menyatakan empati
terhadap pasien merupakan perasaan dan “pemahaman” dan “penerimaan”
perawat terhadap pasien mengenai apa yang dialami pasien dan kemampuan
merasakan “duni pribadi pasien”. Empati merupakan sesuatu yang jujur,
sensitive dan tidak dibuat didasarkan atas apa yang dialami orang lain.
Berdasarkan berbagai uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa empati
merupakan kemampuan yang dimiliki individu untuk mengerti dan menghargai
perasaan orang lain dengan cara memahami perasaan dan emosi orang lain serta
memandang situasi dari sudut pandang orang lain.
Faktor baik psikologis maupun sosiologis yang mempengaruhi proses empati
menurut Goleman (1997:102) ialah sebagai berikut,
a) Sosialisasi
Dengan adanya sosialisasi memungkinkan seseorang dapat mengalami
sejumlah emosi, mengarahkan seseorang untuk melihat keadaan orang
lain dan berpikir tentang orang lain.
b) Perkembangan kognitif
Empati dapat berkembang seiring dengan perkembangan kognitif yang
mengarah kepada kematangan kognitif, sehingga dapat melihat sesuatu
dari sudut pandang orang lain (berbeda).
c) Mood dan Feeling
Situasi perasaan seseorang ketika berinteraksi dengan lingkungannya
akan mempengaruhi cara seseorang dalam memberikan respon terhadap
perasaan dan perilaku orang lain.
d) Situasi dan tempat
Situasi dan tempat tertentu dapat memberikan pengaruh terhadap
proses empati seseorang. Pada situasi tertentu seseorang dapat
berempati lebih baik dibanding situasi yang lain.
e) Komunikasi
Pengungkapan empati dipengaruhi oleh komunikasi (bahasa) yang
digunakan seseorang. Perbedaan bahasa dan ketidakpahaman tentang
komunikasi yang terjadi akan menjadi hambatan dalam proses empati.

Ada beberapa hal yang mempengaruhi proses perkembangan empati padadiri


seseorang yaitu,

Pola Asuh
Frans (dalam Koestner, 1990: 56) menemukan adanya hubungan yang erat
antara pola asuh pada masa-masa awal dengan empathic concern anak yang
memiliki ayah yang terlibat baik dalam pengasuhan dan ibu yang sabar dalam
menghadapi ketergantungan anak(tolerance of dependency) akan mempunyai empati
yang lebih tinggi. Keterlibatan ayah dalam hal ini berhubungan dengan jumlah
waktu yang diluangkan bersama anak, sedangkan tolerance of dependency
diinterpretasikan sebagai:
 Besarnya tingkat interaksi ibu dan anak
 Refleksi kelembutan, responsivitas dan penerimaan terhadap perasaan
anak, yang semuanya berhubungan dengan perilaku prososial.
 Ibu yang puas dengan perannya akan mampu menciptakan anak yang
memiliki empatic concern yang tinggi (Koestner, 1990: 88).

Hal ini terjadi karena ibu yang memiliki keyakinan akan kemampuannya dan
tidak cemas dalam pengasuhan anak akan menciptakan hubungan kelekatan
antara ibu dan anak secara aman (secure attachement). ibu yang mempunyai
kepercayaan lebih juga dapat memberikan perhatian atau lebih peduli perasaan
anak. Hal lain yang mempengaruhi perkembangan empati adalah kehangatan
orang tua (Shaffer,2004: 56). Orang tua yang hangat dan penuh perhatian
cenderung menghargai danjarang menggunakan hukuman dalam menilai
perilaku anak. Orang tua akan lebih banyak menggunakan alasan-alasan yang
dapat di terima anak dalam menjelaskan mengapa suatu perbuatan dinilai salah.
Selanjutnya hal-hal di atas akan dijadikan model bagi anak dalam
mengmebangkan emphatic concern, atau dengan kata lain anak akan melakukan
proses modeling pada ibu dalam berempati.
Selanjutnya yang berhubungan dengan pola asuh adalah metode pendisiplinan
yang di terapkan orangtua terhadap anak. Metode ini diterapkan dengan
memfokuskan perhatian anak pada perasaan dan reaksi orang lain. Mattews
(Barnett, 1979) berpendapat bahwa perkembangan empati lebih besar terjadi
dalam lingkungan keluarga yang:
1. Memberikan kepuasan pada kebutuhan emosional anak dan tidak terlalu
mementingkan kepentingan pribadi.
2. Mendorong anak untuk mengalami emosi dan mengekspresikan
emosinya.
3. Memberikan kesempatan pada anak untuk mengobservasi dan
berinteraksi dengan orang lainsehingga mengasah kepekaan dan
kemampuan emosi.
Kepribadian
Individu yang memiliki tingkat afiliasi yang tinggi akan mempunyai tingkat
empati dan nilai prososial yang tinggi pula (Koestner,1990;79), sedangkan
individu yang memiliki self direction, need for achivment dan need for power yang tinggi
akan memiliki tingkat empati yang rendah.

Jenis Kelamin
Berdasarkan beberapa penelitian di ketahui bahwa perempuan memiliki tingkat
empati yang lebih tinggi di bandingkan dengan laki-laki. Karakteristik yang
diatribusikan pada perempuan dibanding laki-laki adalah kecenderungan
berempati. Persepsi stereotip ini didasarkan pada kepercayaan bahwa
perempuan lebih nuturance (bersifat memelihara) dan lebih berorientasi
interpersonal daripada laki-laki(Parsons dan Bales dalam Eisenberg & Strayer,
1987: 76). Penelitian yang dilakukan oleh Marcus ( Parsons dan Bales dalam
Eisenberg & Strayer, 1987: 78) berupa cerita hipotetik yang di ajukan untuk
melihat respon empati, didapatkan bahwa anak perempuan lebih empatik dalam
merespon secara verbal keadaan distress orang lain.

Variasi Situasi, Pengalaman dan Objek Respon


Tinggi rendahnya kemampuan berempati seseorang akan sangat dipengaruhi
oleh situasi, pengalaman dan respon empati yang diberikan. Secara umum anak
akan lebih berempati pada orang yang mirip dengan dirinya di bandingkan
dengan orang yang mempunyai perbedaan dengan dirinya (Krebs, 1987: 57).

Usia
Kemampuan berempati akan semakin bertambah dengan meningkatnya usia.
Hal ini dikarenakan bertambahnya pemahaman perspektif (Mussen,1989;77).
Usia juga akan mempengaruhi proses kematangan kognitif dalam diri seseorang.

Sosialisasi
Semakin banyak dan semakin intensif individu dalam melakukan sosialisasi
maka akan semakin terasah kepekaannya terhadap emosi orang lain. Matthew
(Hoffman, 1969;89) menyatakan beberapa hal yang menjadikan komponen
sosisalisasi sebagai komponen yang berpengauh terhadap empati yaitu :
 Sosialisasi membuat seseorang mengalami banyak emosi.
 Sosialisasi membuat seseorang dapat mengamati secara langsung situasi
internal orang lain.
 Sosialisasi membuka terjadinya proses role talking.

Terdapat banyak afeksi sehingga seseorang akan menjadi lebih terbuka terhadap
kebutuhan emosi orang lain.Dalam sosialisasi di temukan banyak model yang
akan memberikan banyak contoh kebiasaan prososial dan perasaan empati yang
dinyatakan secara verbal.
Berdasarkan uraian di atas dapat di simpulkan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi terbentuknya empati dalam diri seseorang yaitu faktor sosialisasi,
perkembangan kognitif,mood and feeling, situasi dan tempat, komunikasi, pola
asuh, kepribadian, dan usia. Empati dibentuk berdasarkan apa yang terjadi di
lingkungan dan apa yang di ajarkan pada individu tersebut. Empati dapat
terbentuk akibat interaksi yang terjadi dengan lingkungan baik itu lingkungan
keluarga maupun lingkungan dimana individu itu dibesarkan dan dididik.

Empati dan Tingkah Laku Moral

Sebagaimana dikutip oleh Daniel Goleman dalam bukunya yang berjudul


Emotional Intelligence (1997), istilah empati pertama kali berasal dari bahasa
Yunani empatheia, yang berarti “ikut merasakan”. Istilah ini pada awalnya
digunakan oleh para teoritikus estetika untuk menjelaskan tentang kemampuan
memahami pengalaman subyektif orang lain. Pada tahun 1920-an istilah empati
ini dikenalkan kembali dalam bahasa Inggris oleh E.B. Titchener, seorang ahli
psikologi Amerika, dengan makna yang sedikit berbeda. Pada teori Tichener
dikatakan, bahwa empati berasal dari semacam peniruan secara fisik atas beban
orang lain, yang kemudian menimbulkan perasaan yang serupa dalam diri
seseorang. Ia mencoba menggunakan kata empati untuk membedakan dengan
kata simpati yang maknanya lebih dekat dengan perhatian kemalangan lumrah
orang lain tanpa ikut merasakan apapun yang dirasakan oleh orang lain itu.
Menurut Ahmadi (1992), empati merupakan suatu kecenderungan untuk
merasakan sesuatu yang dilakukan orang lain andaikata kita dalam situasi orang
lain tersebut, karena empati orang menggunakan perasaannya dengan afektif
didalam situasi orang lain, Lebih lanjut Goleman (1997: 136) mengatakan bahwa
“Kemampuan berempati adalah kemampuan untuk mengetahui perasaan orang
lain”. Empati merupakan akar kepedulian dan kasih sayang dalam setiap
hubungan emosional seseorang dalam upayanya untuk menyesuaikan
emosionalnya dengan emosional orang lain. Menurutnya kunci untuk
memahami perasaan orang lain adalah mampu membaca pesan non-verbal
seperti nada bicara, gerak-gerik, ekspresi wajah, dan sebagainya.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut menunjukkan bahwa empati berkaitan


erat dengan tingkah laku moral seseorang. Anak yang memiliki kemampuan
untuk berempati, dapat digolongkan sebagai anak yang “baik”, yang lembut hati,
yang memikirkan perasaan orang lain, yang mengarahkan diri mereka sendiri
kepada orang lain.. Anak yang memiliki kemampuan berempati tinggi terhadap
emosi orang lain cenderung memiliki hasrat yang jelas untuk bersikap bijaksana,
sopan, murah hati dalam kerelaan mereka melihat dunia sebagaimana orang lain
melihatnya, untuk mengalami dunia melalui mata orang lain, dan untuk
bertindak berdasarkan pengetahuan itu dengan kelembutan hati. Ketika ia
bersikap, berbicara terhadap orang lain senantiasa memperhitungkan perasaan /
emosi orang yang dihadapinya tersebut dengan cara memperhatikan nada
bicara, gerak geriknya dan ekpresi wajahnya.

Eksistensi Kesadaran Empati

Menurut Daniel Goleman (1997) akar empati itu sudah ada pada seseorang
sejak mereka masih bayi atau sejak mereka lahir. Tanda-tanda awal empati ini
dicontohkan sebagaimana bayi akan menangis ketika mereka mendengar bayi
lain menangis. Seorang anak umur satu tahun akan mengulum jarinya sendiri
untuk mengetahui apakah ia juga terluka, ketika melihat bayi lain terluka jarinya.
Dan seorang anak akan menghapus matanya meskipun ia tak menangis, ketika
melihat ibunya menangis. Pengamatan Daniel Goleman menunjukkan bahwa
kepekaan empati anak ini akan mulai lenyap saat anak berusia sekitar dua
setengah tahun, ketika mereka mulai menyadari bahwa kepedihan orang lain
berbeda dengan kepedihan mereka sendiri, dan mereka sudah pintar mencari
penghiburan. Pada tahap ini dalam perkembangannya, anak-anak mulai berbeda
kepekaan empatinya terhadap orang lain. Ada anak-anak yang amat peduli
terhadap kondisi orang lain, namun anak-anak lain tidak demikian. Akan tetapi
tidak dapat disimpukan secara premature bahwasannya dalam situasi berduka
pada suatu lingkungan, terdapat anak yang tidak terlihat memiliki rasa
kehilangan dapat disebut berempati rendah, pada dasarnya mereka memiliki
regulasi pada setiap emosinya, akan tetapi otak manusia memiliki pengalaman
tertentu mengenai rekaman kompleks terhadap orang, tempat, keadaan,
kejadian dan respon apa yang lebih penting untuk diperlihatkan.

Berdasarkan serangkaian studi oleh Marian Radke-Yarrow dan Carrolyn Zahn-


Waxler pada National Institute of Mental Health sebagaimana dikutip dalam
Daniel Goleman (1997), adanya perbedaan dalam kepekaan empati pada anak
ini, ada kaitannya dengan pola asuh orang tua dalam menerapkan disiplin pada
anak-anaknya. Anak-anak akan menjadi lebih empatik bila kedisiplinan juga
mencakup pemberian perhatian dengan sungguh-sungguh atas kemalangan yang
disebabkan oleh kenakalan anak mereka. Kata-kata verbal yang diucapkan orang
tua dalam mendisplinkan anak-anaknya yang nakal akan berpengaruh pada
perkembangan tingkat kepekaan empati anak. Sebagai contoh penggunaan kata-
kata verbal “ lihat, kamu membuatnya amat sedih” akan lebih memupuk
kepekaan empati anak, daripada penggunaan kata verbal “ Nakalnya kamu”.
Edukasi verbal orang tua terhadap anak-anak dapat mempengaruhi respon yang
akan diperlihatkan sehingga sangat mempengaruhi terhadap ingatannya apabila
dikemudian hari anak tersebut mengalami hal serupa.

Pendekatan Orang Tua Dalam Menanamkan Empati Anak

Setiap orang tua mendambakan anak yang saleh, dengan iman yang teguh, taat
beribadah, berakhlak terpuji, mempunyai kepekaan sosial yang cukup tinggi,
bijaksana, sopan dalam bergaul dan santun dalam berbicara. Dan masyarakat
mendambakan orang-orang yang terdidik yang mampu membawa anggota
masyarakat kepada kehidupan yang maju, aman, dan tenteram. Demikian pula,
setiap guru senantiasa berusaha mengajarkan ketrampilan hidup, budi pekerti,
kebudayaan dan nilai-nilai peradaban suatu bangsa, serta menginginkan agar
anak-didiknya berhasil dalam belajarnya, dan mampu menguasai ilmu
pengetahuan yang diajarkan. Untuk membentuk atau pun mendidik anak-anak
yang mempunyai kepribadian yang baik, bukan persoalan yang mudah bagi
guru. Membentuk dan mendidik pribadi anak yang di dalamnya mengkristal
sebuah nilai-nilai moral yang baik, butuh proses yang benar dan panjang, tidak
semudah membalikkan telapak tangan. Disini dibutuhkan kesabaran, keikhlasan,
wawasan, dan pengetahuan yang luas serta pendekatan yang benar dari seorang
guru. Sebagaimana telah diungkapkan di atas, bahwa inti persoalan moral
seorang anak sebenarnya berkaitan erat dengan empati anak. Anak yang
mempunyai kecakapan empati merupakan “pemain tim” yang bagus, pasangan
hidup yang dapat diandalkan, sahabat atau rekanan usaha yang setia, di dunia
bisnis mereka sukses sebagai tenaga penjual/manager atau menjadi guru yang
hebat. Dia dalam bergaul dan berhubungan dengan siapa pun akan mudah
diterima, karena lebih mampu menyesuaikan jalan pikiran dan perasaan orang
lain. Anak-anak yang berempati dengan baik, tak akan tega menyakiti perasaan
orang lain, bahkan dia akan merasa ikut sedih jika temannya sedang
mendapatkan suatu musibah.

Tingginya kepekaan empati akan berpengaruh pada kecakapan sosialnya.


Dimana semakin tinggi kecakapan sosialnya, maka dia akan lebih mampu
membentuk hubungan, untuk menggerakkan dan mengilhami orang lain,
membina kedekatan hubungan, meyakinkan dan mempengaruhi, membuat
orang¬orang lain merasa nyaman. Dengan demikian orang yang memiliki
empati cukup ti nggi akan mempunyai etika moral yang cukup tinggi pula dalam
masyarakat. Dari sini jelas bahwa empati ini amat penting untuk ditanamkan
pada anak sejak usia dini, guna terbentuknya pribadi yang beradab dan bermoral
tinggi, memiliki sopan santun dalam bersikap dan bertindak di masyarakat,
dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Namun yang menjadi pertanyaannya
sekarang adalah bagaimana cara menumbuhkan empati anak? Pendekatan apa
yang perlu dilakukan oleh seorang guru? Nilai-nilai dasar apa yang perlu
ditanamkan pada anak untuk menumbuhkan perasaan empati?. Awal dari akar
empati anak pada dasarnya berakar dari penyetalaan ibu kepada anaknya
sewaktu masih bayi hingga anak-anak, lingkungan anak, dan emosional anak.
Penyetalaan menurut Stern (dalam Daniel Goleman, 1997) yaitu saat ketika
terjadinya suatu proses hubungan/interaksi antara ibu dengan bayinya dimana
dimungkinkan si anak mengetahui bahwa emosinya ditanggapi dengan empati,
diterima dan dibalas oleh sang ibu. Sebagai contoh terjadinya proses penyetalaan
ini misalnya ketika bayi menjerit kesenangan, maka ibunya menguatkan
kesenangan itu dengan cara menggelitik bayinya pelan-pelan, mengajak bicara,
atau menyamakan nada suaranya dengan jeritan si bayi. Dalam proses
penyetalaan ini menunjukkan adanya pemahaman ibu terhadap suasana hati
bayinya. Adanya empati ibu pada proses penyetalaan kecil tersebut, akan
memberikan rasa yakin pada si bayi bahwa secara emosional ia dikehendaki oleh
ibunya. Lebih lanjut menurut Goleman, tiadanya penyetalaan dalam jangka
panjang antara orang tua dan anak, akan menimbulkan kerugian emosional yang
amat besar bagi anak. Apabila orang tua terus menerus gagal memperlihatkan
empati apapun dalam bentuk emosi tertentu pada anak (semisal dalam
kebahagiaan, kesedihan, kebutuhan membelai), maka anak akan mulai
menghindar untuk mengungkapkan, dan barangkali bahkan untuk merasakan,
emosi-emosi yang sama dari orang tua maupun orang lain.

Sementara dalam lingkungan, penyia-nyiaan dan penganiayaan emosi pada


seorang anak, akan menumpulkan empati dalam diri anak. Anak-anak yang
secara terus menerus mengalami penganiayaan emosi, termasuk perlakuan
kejam dan sadis, penghinaan, dan kekasaran yang lumrah menurut Goleman
dapat menjadi hiper-waspada akan emosi orang sekitar mereka, yang setara
dengan kewaspadaan pascatrauma akan adanya isyarat adanya ancaman. Dalam
pertumbuhannya anak-anak yang sering mengalami penganiayaan psikologis,
pada saat dewasa nanti akan menderita pola perubahan emosi yang hebat dan
berubah-ubah yang sering didiagnosis sebagai “Kepribadian diambang batas”.
Penyetaraan emosi sebagai salah satu akar terbentuknya empati anak dalam
proses interaksi pembelajaran pada pendidikan sekolah, dapat dilakukan guru
dengan cara melakukan sinkronisasi emosi dengan anak didiknya. Tidak adanya
singkronisasi emosi antara orang tua dengan anak akan memungkinkan gagalnya
proses pembelajaran yang edukatif. Hal ini dikarenakan ketidak-adaannya
sinkronisasi emosi, akan membuat anak menjadi merasa tidak nyaman
berhadapan dengan orang tua, sehingga pada akhirnya anak tidak akan
memperhatikan dan memperdulikan apa-apa yang diajarkan/dibicarakan oleh
orang tuanya serta apa-apa yang tidak boleh dilakukan anak oleh orang
tuanya.Kemudian beberapa pendekatan atau metode yang dapat digunakan oleh
orang tua dalam menumbuhkan dan menanamkan empati pada anak antara lain
adalah sebagai berikut ;

Keteladanan
Menjadikan diri kita teladan bagi anak-anak didik kita dalam bersikap dan
berperilaku serta menjadikan mereka menjadi saksi dari tingkah laku kita. Saksi
tentang bagaimana cara kita bergaul, bersikap pada orang lain dengan
mengembangkan sikap yang baik dan empati. Dengan demikian diharapkan
mereka bisa memahami, menghayati dan mengkristalkan ke dalam pribadinya
tentang nilai-nilai budi pekerti, nilai-nilai kebaikan/moral yang sesungguhnya
(nilai-nilai sikap apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang harus kita lakukan
dan tak boleh kita lakukan).
Kisah/cerita yang berkaitan dengan empati /moral
Kisah/cerita yang diambil adalah kisah yang dapat menumbuhkan sikap empati
anak-anak terhadap tokoh-tokoh atau pun peristiwa yang terjadi dalam
kisah/cerita tersebut. Kisah/cerita yang menggambarkan tentang
penderitaan/kemalangan seseorang dalam kehidupannya. Dalam kisah ini perlu
ditanamkan pada anak bahwa peristiwa/keadaan itu pun mungkin juga bisa
menimpa pada diri kita. Bahwa kita pun bisa mengalami nasib yang sama seperti
orang lain yang menderita akibat perbuatan jahat kita. Bagaimana penderitaan
yang menimpa orang lain itu jika menimpa kita, bukankah kita akan butuh
empati dan perhatian dari orang lain Oleh sebab itu kita pun harus selalu
mencoba memperhatikan penderitaan orang lain. Kisah/cerita yang berkaitan
dengan empati ini berguna untuk mengembangkan daya imajinasi moral anak.
Dengan kisah/cerita tersebut, diharapkan anak akan berimajinasi dalam
pikirannya untuk selalu melakukan sikap empati kepada orang lain. Anak yang
mempunyai rasa empati yang sudah cukup tinggi, biasanya akan ikut terhanyut
dalam cerita tersebut, dan tak jarang mereka bisa ikut sedih atau menangis. Pada
saat suasana seperti ini, terjadilah tanggapan dalam diri mereka tentang konsep
orang baik dan orang yang tidak baik atau jahat, serta konsep perlunya sikap
empati.

Sebagai guru kita bisa meminta tanggapan penafsiran perenungan dari anak
terhadap cerita tersebut (terhadap sikap dan perbuatan prilaku tokoh-tokoh
yang ada dalam cerita tersebut, atau tentang persetujuan terhadap sikap yang
mereka ambil dan apa alasannya). Dalam metode cerita ini, ada juga anak yang
tak terpengaruh oleh cerita tersebut, atau menjadi sinis, tak tersentuh
perasaannya, atau anak yang berhati batu. Menghadapi anak seperti itu kita bisa
menjadikan diri kita contoh bagaimana kita menyesal, bahwa kita pun pernah
gagal dalam menanggapi suatu cerita yang diceritakan orang lain kepada diri kita.
Setelah itu kita baru bisa memulai suatu kisah cerita dan kemudian menyuruh
anak untuk memaknai cerita tersebut, tentang apa yang akan kita lakukan ketika
mereka menjadi tokoh dalam cerita tersebut. Dan apa yang akan mereka
lakukan seandai nya mereka kelak j adi orang tua, untuk menanamkan sikap
empati ini.

Penggunaan kata-kata verbal dalam menegur anak yang nakal


Sebagai contoh penggunaan kata-kata verbal untuk menegur anak didiknya yang
salah adalah semisal ketika ada anak yang nakal dan usil sehingga membuat
temannya menangis, maka teguran yang baik adalah dengan kata-kata: “Lihat
kamu telah membuatnya amat sedih. Kasihan dia kan kalau sedih.” Sedangkan
penggunaan kata yang kurang mendidik adalah teguran yang secara langsung
memarahi anak yang nakal seperti : “Nakalnya kamu, nanti Ibu jewer, lho. “

Pengalaman langsung
Anak kita ajak berkunjung dan melakukan kegiatan sosial ke panti asuhan anak
yatim piatu, kita latih untuk memberi sedekah pada fakir miskin dan anak kita
latih untuk membantu orang lain yang sedang membutuhkan bantuan atau
pertolongan.

Kebersamaan dalam bermain


Kita tanamkan pada anak untuk bisa bermain bersama-sama dengan teman-
temannya dan mau berbagi/meminjamkan mainan pada teman-temannya yang
belum atau tidak mempunyai alat permainan agar teman kita tidak merasa sedih
karena tidak memiliki mainan seperti kita. Anak kita ajak berempati kepada
temannya yang tidak memiliki alat permainan.
Pembentukan Empati lewat Pembiasaan

Pada kehidupan setiap hari anak kita biasakan, selalu kita bimbing dan arahkan
untuk bersikap empati kapan pun dan dimana pun. Bila suatu ketika kita
temukan, anak kita sedang berebut mainan misalnya harus langsung kita
tanamkan pada masing-masing anak tersebut sikap empati dalam perasaan
mereka. Kita latih anak memahami kelelahan orang tua di rumah dan
mengajaknya untuk selalu membantu orang tuanya dirumahnya dengan rajin
menjaga kebersihan rumah. Di sekolah kita latih anak untuk antri dengan cara
berbaris di depan kelas pada saat awal akan dimulainya proses belajar, dan
masuk ke kelas satu demi satu. Dengan empati terhadap teman yang antri
duluan di depan kita, maka kita tak akan menyerobot antrian tersebut. Orang
tua sebaiknya tidak perlu untuk terlalu mengkhawatirkan respon negative apa
yang akan diterima anaknya ketika berempati kepada orang lain, hal ini
bertujuan untuk meningkatkan rasa kepercayaan diri anak terhadap lingkungan,
karena dalam usia perkembangan tertentu anak akan dengan sendirinya
menyeleksi stimulus lingkungan sehingga akan lebih terlatih kepada siapa dan
dalam situasi seperti apa mereka harus berempati.

Macam Empati Yang Perlu Ditumbuhkan dan Dikembangkan

Macam empati yang perlu ditumbuhkan dan dikembangkan pada anak yaitu
antara lain,

Empati terhadap sesama manusia


Sejak dini anak dididik untuk memperhatikan dan ikut merasakan apa yang
dirasakan teman atau orang-orang yang ada di sekitarnya. Anak kita ajak
membayangkan kesedihan dan penderitaan orang lain itu menimpa
teman/orang lain itu terjadi pada diri kita. Apa yang akan kita lakukan? Dalam
empati terhadap sesama manusia ini juga perlu ditanamkan pada anak bahwa
sifat tidak mau meminjamkan mainannya kepada teman yang tidak memilikinya,
mementingkan diri sendiri, merugikan orang lain, menang sendiri, serakah,
keinginan untuk memiliki dan mengambil benda milik orang lain adalah dapat
melukai perasaan dan membuat orang lain sedih atau pun menderita. Dengan
demikian pada diri anak akan tumbuh sifat kasih sayang, adil, bijaksana, sopan-
santun kepada teman maupun orang lain.
Empati terhadap kehidupan binatang
Perlu ditanamkan pada anak bahwa binatang adalah juga makhluk ciptaan
Tuhan. Dia juga mempunyai rasa sakit dan sedih. Bila binatang tersebut tidak
dipelihara dengan baik oleh manusia dia akan sakit, sedih, menderita, dan juga
menangis. Oleh sebab itu kita tidak boleh menyakiti atau menyiksa binatang.
Karena itu kita juga harus menyayangi binatang seperti kita juga menyayangi
sesama manusia.

Empati terhadap kehidupan tumbuh-tumbuhan


Kepada anak kita ajarkan bahwa tumbuhan bisa sakit dan mati bila tidak kita
pelihara dengan baik. Tumbuhan seperti bunga misalnya akan menderita dan
mati kalau tidak pernah kita sirami dengan air setiap hari dan tidak pernah kita
beri pupuk sebagai makanan. Karena tumbuhan juga butuh makan dan minum
seperti halnya manusia. Tumbuhan juga bermanfaat bagi manusia, seperti hutan
misalnya, adalah bermanfaat untuk membuat agar udara yang kita hirup terasa
segar dan nyaman, serta mengurangi pencemaran udara yang dapat membuat
sesak nafas kita. Hutan juga dapat menyimpan air hujan, sehingga manusia
dapat terhindar dari kekeringan karena tidak ada air. Oleh sebab itu jika kita
menebangi hutan dengan seenaknya, tumbuhan hutan akan menderita dan sedih
karena tidak bisa menjaga keseimbangan alam, yang berguna juga bagi manusia.

Empati terhadap kelestarian dan keindahan lingkungan


Tanamkan pada anak bahwa lingkungan yang ada di sekitar kita juga perlu kita
pelihara kebersihannya dan keindahannya. Kita jangan mencoret-coret dinding
rumah dan sekolah misalnya, agar dinding tersebut tidak sedih dan menangis.
Lingkungan yang kotor juga harus selalu kita bersihkan agar lingkungan di
sekitar kita berbahagia dan gembira seperti juga kita.
BAB 3 GELOMBANG OTAK MANUSIA

Otak merupakan salah satu organ vital pada manusia. Otak memiliki bagian
beserta fungsinya tersendiri, masing-masing memiliki tugas tertentu yang
memengaruhi sistem kerja tubuh. Otak adalah salah satu organ yang terbesar
dan paling kompleks dalam tubuh manusia. Otak tersusun dari sejumlah
jaringan pendukung dan 100 miliar lebih sel saraf yang berkomunikasi dalam
sistem dengan triliunan koneksi yang disebut sinaps. Otak berada di kepala dan
dilindungi oleh lapisan pembungkus yang disebut selaput otak (meninges) dan
penutup yang disebut tengkorak.Pada bagian bawah atau dasar, otak terhubung
ke saraf tulang belakang. Kedua organ otak dan saraf tulang belakang dikenal
sebagai sistem saraf pusat (SSP). Saraf tulang belakang bertugas mengirim
informasi dari dan menuju otak. Sistem saraf pusat akan bekerja sama dengan
sistem saraf perifer untuk menyampaikan pesan dari otak ke berbagai bagian
tubuh. Dua sistem saraf inilah yang memberi kemampuan seseorang untuk
berjalan, berbicara, dan aktivitas lainnya.

Struktur Otak

Struktur otak terbentuk atas 2 jenis sel, yaitu glia dan neuron. Glia memiliki
fungsi guna menunjang serta melindungi neuron, sedangkan neuron berfungsi
untuk membawa informasi dalam bentuk pulsa listrik yang dikenal dengan
potensi aksi. Mereka berkomunikasi dengan neuron yang lain dengan
mengirimkan berbagai macam bahan-bahan kimia disebut neurotransmiter.
Neurotransmiter tersebut dikirimkan pada celah dikenal sebagai sinapsis.
Avertebrata seperti serangga-serangga kecil mungkin memiliki jutaan neuron
yang ada pada otaknya, vertebrata besar dapat memiliki hingga 100 miliar
neuron. Otak memiliki 2 organ dan terhubung dengan tulang belakang sehingga
disebut sistem saraf pusat (SSP). SSP akan bekerja sama dengan saraf perifer
untuk menyampaikan pesan atau perintah ke berbagai bagian tubuh, sehingga
kedua saraf inilah yang member kemampuan seseorang untuk mampu berjalan,
berbicara dan aktivitas lainnya.
Anatomi Otak

Otak merupakan pusat kendali tubuh. Terdapat beberapa bagian otak serta
fungsinya masing-masing. Otak memiliki 3 bagian utama, yakni cerebrum (otak
besar), cerebellum (otak kecil) dan brainstem (batang otak).
Otak Besar (Cerebrum)
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar. Cerebrum dibagi menjadi dua
bagian yakni belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Kedua belahan itu
terhubung oleh serabut saraf di bagian bawahnya. Secara umum, belahan otak
kanan mengontrol sisi kiri tubuh, dan belahan otak kiri mengontrol sisi kanan
tubuh. Permukaan luar cerebrum disebut Cerebral Cortex (grey matter), ini
merupakan area otak di mana sel saraf membuat koneksi yang disebut sinaps,
yaitu suatu sistem saraf yang mengendalikan aktivitas otak. Bagian dalam
cerebrum mengandung sel-sel saraf bermielin (terbungkus mielin) yang
menyampaikan informasi antara otak dan saraf tulang belakang.Otak besar
dibagi menjadi 4 bagian yang disebut bagian yang disebut lobus, yakni lobus
frontal (depan), parietal (atas), temporal (samping), dan oksipital (belakang).
 Lobus frontal mengendalikan gerakan, ucapan, perilaku, memori, emosi,
kepribadian dan fungsi intelektual, seperti proses berpikir, penalaran,
pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan perencanaan.
 Lobus parietal mengendalikan sensasi, seperti sentuhan, tekanan, nyeri
dan suhu. Lobus ini juga mengendalikan orientasi spasial (pemahaman
tentang ukuran, bentuk dan arah).
 Lobus temporal mengendalikan indera pendengaran, ingatan dan emosi.
Lobus temporal kiri juga mengendalikan fungsi bicara.
 Lobus oksipital mengendalikan penglihatan.

Otak Kecil (Cerebellum)


Cerebellum atau otak kecil terletak di bawah otak besar pada bagian belakang
otak, tepatnya di bawah lobus oksipital. Sama seperti otak besar, otak kecil juga
memiliki dua belahan otak dan berwarna abu-abu dan putih. Otak kecil
bertanggung jawab terhadap pengaturan gerakan, keseimbangan, mengatur
sikap atau posisi/postur tubuh, hingga koordinasi otot. Cerebellum penting
dalam kemampuan seseorang untuk melakukan tindakan cepat dan berulang
seperti bermain video game. Tapi juga penting untuk mengendalikan gerakan
halus seperti ketika dokter melakukan prosedur bedah atau orang yang sedang
melukis.

Batang Otak (Brainstem)


Batang otak adalah seikat jaringan saraf di dasar otak. Ini berfungsi sebagai
stasiun pemancar yang menghubungkan otak besar ke saraf tulang belakang,
serta mengirim dan menerima pesan antara berbagai bagian tubuh dan otak.
Batang otak terdiri dari tiga struktur utama, yakni otak tengah, pons, dan
medulla oblongata. Otak tengah adalah pusat gerak okular penting, sementara
pons terlibat dalam koordinasi gerakan mata dan wajah,menangkap sensasi di
wajah, pendengaran dan keseimbangan. Adapun, medulla oblongata
mengendalikan fungsi pernapasan, tekanan darah, irama jantung, dan menelan.
Pesan dari korteks ke saraf tulang belakang dan saraf yang bercabang dari saraf
tulang belakang dikirim Batang otak juga memiliki saraf kranial yang berfungsi
mengendalikan pendengaran, gerakan mata, menelan, dan gerakan pada otot
wajah, leher, bahu, dan lidah. Saraf kranial untuk penciuman dan penglihatan
berasal dari otak besar.

Bagian Penting Lainnya dari Otak

Selain tiga struktur utama di atas, terdapat bagian-bagian otak lainnya yang tidak
kalah penting, di antaranya:

Cairan Serebrospinal.
Cairan bening dan jernih yang mengelilingi dan melindungi otak serta saraf
tulang belakang. Cairan ini berfungsi untuk membasahi dan melindungi otak
dan saraf tulang belakang, membawa nutrisi melalui darah ke otak, pun
menghilangkan produk limbah atau sisa metabolisme dari otak. Cairan ini
bersirkulasi melalui bilik yang disebut ventrikel yang ada di otak,lapisan
subarachnoid yakni suatu celah antara lapisan arachnoid dan pia mater pada
selaput otak dan turun ke saraf tulang belakang. Banyaknya jumlah cairan ini
dikendalikan oleh otak. Pleksus koroid pada bagian ventrikel di otak berfungsi
untuk membuat cairan serebrospinal. Meninges. Ini adalah lapisan atau
membran tipis yang berfungsi menutupi dan melindungi otak dan saraf tulang
belakang. Terdapat tiga lapisan meninges, yakni dura mater (lapisan luar paling
tebal), lapisan arachnoid (membran tengah dan tipis) dan pia mater (lapisan
dalam).
Corpus Callosum.
Ini adalah seikat serabut saraf yang terdapat di antara dua belahan otak. Serabut
saraf ini menghubungkan serta memungkinkan komunikasi antara kedua
belahan otak kiri dan kanan.
Talamus. Ini merupakan struktur dari otak tengah yang memiliki dua lobus
(bagian). Talamus bertindak sebagai pemancar untuk hampir semua informasi
yang datang dan berjalan di antara otak dan seluruh sistem saraf di tubuh.
Hipothalamus.
Struktur kecil di tengah otak di bawah talamus yang berfungsi untuk
mengendalikan suhu tubuh, pengeluaran hormon yang mengatur fungsi tubuh
seperti metabolisme, reproduksi, tekanan darah, emosi, nafsu makan, dan pola
tidur.
Kelenjar Pituitari.
Organ kecil yang melekat dan menerima pesan dari hipotalamus. Kelenjar
pituitari terdiri dari dua lobus, anterior, dan posterior. Beberapa hormon
diproduksi oleh kelenjar pituitari, termasuk prolaktin, kortikotropin, dan
hormon pertumbuhan.
Ventrikel.
Ini adalah ruangan berisi cairan di dalam otak. Ada empat ventrikel, yakni dua
ventrikel lateral di belahan otak besar, ventrikel ketiga terletak di tengah otak
dan dikelilingi oleh talamus dan hipotalamus. Ventrikel keempat terletak di
belakang otak, antara batang otak dan otak kecil. Ventrikel saling terhubung
satu sama lain oleh serangkaian tabung. Cairan di dalam ventrikel inilah yang
disebut cairan serebrospinal.
Kelenjar Pineal.
Ini adalah kelenjar yang sangat kecil yang berada di ventrikel ketiga pada otak.
Kelenjar ini berfungsi pada perkembangan seksual serta menghasilkan hormon
melatonin, yang memengaruhi pola tidur dan bangun. Fungsi kelenjar ini belum
diketahui secara menyeluruh.
Saraf Kranial.
Terdapat 12 pasang saraf kranial dengan fungsi spesifik di area kepala dan leher.
Satu pasang saraf kranial pertama berada di otak besar, sementara 11 pasang
lainnya ada di batang otak. Berikut berbagai fungsi saraf kranial yaitu
penciuman; mendeteksi penglihatan dan cahaya oleh pupil mata; gerakan mata;
pelebaran pupil dan kelopak mata; sensasi wajah, mengunyah; ekspresi wajah;
indera perasa di bagian depan lidah; pendengaran; keseimbangan; refleks
muntah; bicara; mengendalikan otot-otot organ internal; pergerakan leher;
mengangkat bahu; dan mengatur gerakan lidah.
Sistem Limbik.
Sistem ini bertanggungjawab atas emosi / perasaan. Yang termasuk dalam
sistem ini adalah hipotalamus, bagian dari talamus, amigdala (aktif dalam
menghasilkan perilaku agresif atau amarah dan rasa takut) dan hippocampus
(berperan dalam kemampuan mengingat informasi baru, namun beberapa ahli
mengatakan bagian otak ini juga berperan dalam ingatan jangka lama).
Otak merupakan organ yang unik dan sangat kompleks, hingga saat ini, masih
banyak perdebatan mengenai pengetahuan dan teori-teori ilmiah mengenai
fungsi dan peran dari bagian spesifik pada otak. Namun, mengingat bahwa
teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan dalam dunia biologi dan medis
semakin maju, di masa depan bisa terungkap fakta ilmiah baru yang dapat
mengungkap peran dan fungsi otak pada hidup manusia.
Fungsi Otak

Daya pikir maupun kreativitas dipengaruhi oleh perkembangan harmonis antara


otak kiri dan kanan. Otak kiri mempunyai sifat bekerja secara logika (ilmiah),
sehingga kemampuan mengingatnya hanya jangka pendek saja. Sedangkan otak
kanan mempunyai sifat bekerja secara perasaan (mental) dan mempunyai
kemampuan mengingat dalam jangka panjang. Untuk dapat mengendalikan
tubuh, otak membutuhkan suatu alat yang disebut hormon. Hormon yang
diproduksi oleh otak kanan berbeda dengan hormon yang diproduksi oleh otak
kiri.
Tanpa adanya otak, manusia tidak dapat hidup dan berkembang. Hal ini karena
fungsi otak sangat penting bagi tubuh. Berikut fungsi otak manusia, antara lain :
1) Otak sebagai pusat regulasi guna melakukan berbagai macam aktivitas,
kognisi, menyelesaikan masalah, merangsang kreativitas manusia,
membuat perencanaan, mengontrol perasaan, berbahasa secara umum,
memberikan penilaian, dan sebagainya.
2) Alat sensor terhadap perasaan, seperti tertekan, merespon segala
sentuhan, tekanan, serta menghasilkan rasa sakit.
3) Alat dalam menerjemahkan verbal sehingga dapat mendengar, menangkap
serta memaknai informasi dan dapat menangkap bahasa dalam bentuk
suara.
4) Pusat dalam mengatur segala gerakan koordinasi antar otot pada tubuh
dan pengaturan dalam keseimbangan, sehingga seseorang mampu untuk
bergerak dan tidak terjatuh.
5) Pusat masuknya segala informasi visual untuk diterjemahkan ke dalam
bentuk penglihatan yang sesuai dengan bentuk aslinya.
6) Otak memiliki fungsi sebagai penerjemah visual manusia, seperti
membesarkan atau mengecilkan pupil mata, menggerakkan bola mata,
serta mengatur gerakan tubuh manusia.
7) Dapat melakukan pengontrolan terhadap fungsi otomatis otak, contohnya
untuk mengatur detak jantung, mengatur pernafasan, mengatur sirkulasi
peredaran darah, serta mengatur sistem pencernaan.
8) Sebagai penjaga tubuh baik itu dalam keadaan tertidur maupun dalam
keadaan sedang terjaga.
9) Menghasilkan perasaan, emosi, menciptakan rasa lapar, pengaturan
produksi hormon, merangsang perasaan untuk senang, menciptakan rasa
haus, mengatur metabolisme tubuh, memelihara homeostasis, serta
mengatur memori jangka panjang manusia.

Bagaimana besar peranan otak bagi kelangsungan hidup manusia. Pusat dari
segala macam kinerja manusia, baik dari internal organ tubuh hingga eksternal
organ tubuh (perilaku yang dimunculkan manusia), semuanya tersusun dan
bersumber dari otak. Seperti perbedaan seorang anak yang sedang mengalami
sakit kepala, dengan seseorang yang normal akan berbeda responnya ketika
sedang dalam keadaan yang sama pada waktu yang sama juga.

Kemampuan Otak

Secara ilmiah, tubuh Anda terdiri dari berbagai sistem seperti sistem
pencernaan, pernapasan, atau yang lainnya. Di dalam sistem-sistem tersebut
terdapat penggerak yaitu otak. Otak adalah salah satu organ terpenting pada
tubuh, karena merupakan pengatur dan koordinator segala aktivitas dalam
tubuh. Organ ini juga memiliki kemampuan untuk berubah dan beradaptasi
dengan kebutuhan, atau yang lebih dikenal dengan salah satu sifat otak,
plastisitas. Berikut beberapa fakta lain mengenai kemampuan otak Anda yang
mungkin tidak Anda ketahui,

1. Otak manusia memiliki kemampuan untuk menyembuhkan luka


Kemampuan otak ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ohio
University dengan memberikan luka kecil pada kulit beberapa pasangan suami
istri. Mereka lalu diminta untuk mendiskusikan atau memperdebatkan banyak
hal. Para peneliti ini kemudian melakukan pengukuran beberapa minggu setelah
pemberian luka. Hasil pengukuran yang mereka dapatkan kemudian adalah, luka
kecil tersebut sembuh 40 persen lebih lambat pada kulit pasangan yang memiliki
pendapat negatif, dibandingkan pada pasangan yang memiliki pendapat positif.
Kondisi ini diperkirakan terjadi karena saat Anda memberikan pendapat negatif
dengan emosi yang negatif, tubuh Anda melepaskan hormon-hormon stres
seperti kortisol dan adrenalin, yang justru menghambat sinyal protein yang
dilepaskan oleh tubuh untuk menyembuhkan luka tersebut. Sehingga proses
penyembuhan pun berjalan lebih lambat.

2. Stres dapat membuat otak Anda menua lebih cepat


Kemampuan otak ini didukung oleh suatu penelitian yang dilakukan oleh
University of California yang mengungkapkan bahwa, pelepasan kortisol oleh
tubuh Anda secara rutin saat Anda tertekan, dapat mempengaruhi suatu bagian
vital pada otak, yang berperan dalam penyimpanan memori jangka panjang. Hal
ini didukung oleh seorang dokter Beth Israel Medical Center, Roberta Lee, yang
mengatakan bahwa, sebagian besar pasiennya yang mengeluhkan mudah lupa,
memiliki gaya hidup yang rentan merasa tertekan.

3. Otak Anda belajar dari tindakan


Otak Anda memiliki suatu bagian yang mampu otomatis merefleksikan apa
yang Anda lihat dan Anda pernah lakukan, yang dikenal dengan mirror neuron
system. Kemampuan otak ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
University of Parma, yang melakukan penelitian terhadap reaksi otak kera saat
kera tersebut melihat peneliti melakukan suatu aktivitas tertentu, dalam hal ini
mengambil kacang. Hasil dari penelitian tersebut adalah ternyata dalam otak
kera tersebut, terjadi visualisasi yang serupa dengan aktivitas yang dilakukan
oleh peneliti tadi.
Penelitian ini lalu didukung oleh seorang ahli neurologi, Marco Lacoboni, yang
mengatakan bahwa ini merupakan alasan mengapa Anda turut merasakan
kesedihan seseorang saat orang tersebut sedang berjuang dalam suatu kesakitan
atau kondisi yang tidak menyenangkan.

4. Otak semakin mampu mengingat meski usia menua


Kemampuan otak ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Grill
Spector terhadap 22 anak berusia 5-12 tahun dan 25 orang dewasa berusia 22-
28 tahun. Penelitian dilakukan dengan meminta para partisipan untuk
memperhatikan beberapa gambar wajah dan gambar suatu lokasi. Hasil dari
penelitian ini lalu menunjukkan bahwa, dengan menggunakan suatu alat
pemindai otak, volume jaringan otak yang digunakan partisipan dewasa 12
persen lebih banyak dibandingkan dengan volume jaringan otak yang digunakan
oleh partisipan berusia anak-anak, saat mereka diuji untuk menyadari ada
tidaknya kemiripan wajah antara beberapa gambar yang diberikan pada mereka.
Hal ini kemungkinan dapat terjadi karena adanya evolusi dari cabang-cabang sel
saraf pada otak yang berkaitan dengan kemampuan otak dalam mengenali wajah
(fusiform gyrus), yang melebarkan dan memperbesar dirinya sendiri.
Bagaimana Otak Bekerja

Ketika otak kita menerima informasi baru, otak kita yang memiliki ratusan
milyar neuron (sel-sel otak yang saling berhubungan) akan menciptakan dan
memperkuat jalan dengan menghantarkan impuls elektris dan membentuk
hubungan antar neuron, tetapi diantara hubungan antar neuorn tersebut ada
celah kecil yang disebut sinaps. Jika kita hendak menguasai suatu keahlian baru
ataupun belajar sesuatu yang baru impuls listrik tadi harus melompati celah ini
untuk melanjutkan perjalanannya. Meski celah antar kedua sel otak itu sangat
kecil ternyata sinyal atau impuls itu tidak mudah untuk pindah ke sisi
berikutnya. Bagi kita ini seperti menyeberangi jurang yang sangat dalam tanpa
jembatan sebelumnya. Setelah kita memahami bagaimana otak menerima
informasi. Akan sangat wajar ketika manusia berada pada situasi atau keadaan
yang baru, manusia membutuhkan waktu yang berbeda setiap orangnya untuk
beradaptasi, ini berkaitan dengan bagaimana otak manusia bekerja, sehingga
dalam prosesnya mencerna informasi baru akan membutuhkan waktu tertentu
yang tidak bisa ditentukan. Adapun faktor pengalaman dan kecerdasan
emosionalnya dapat mempengaruhi kecepatan waktu yang dibutuhkan manusia
dalam mengolah informasi baru, semakin banyak pengalaman dan terbiasa
mengontrol emosi, maka akan dengan cepat waktu yang dibutuhkan untuk
seseorang dalam beradaptasi mengolah informasi baru.

Gelombang Otak

Otak kita memiliki milyaran neuron yang saling berkomunikasi satu sama lain
atau berosilasi sendiri. Ketika neuron berkomunikasi satu sama lain dalam
jumlah besar dan serentak, ia menghasilkan gelombang elektromagnetik atau
disebut juga sebagai gelombang otak. Gelombang ini dapat diukur
menggunakan Elektroensefalografi (EEG) dengan satuan Hertz (siklus per
detik). Perlu diketahui bahwa otak kita tidak hanya menghasilkan satu
gelombang pada satu waktu. Gelombang otak yang berbeda bisa muncul di area
otak yang berbeda dalam waktu bersamaan. Lalu bagaimana cara menentukan
jenis gelombang otak yang sedang aktif pada seseorang? Jenis gelombang otak
yang aktif ditentukan berdasarkan dominansi gelombang yang muncul. Otak
kita memiliki lima jenis gelombang dengan frekuensi tertentu yaitu Gamma,
Beta, Alpha, Theta, dan Delta. Dimana setiap jenisnya memiliki peran dan
tujuan masing-masing.Dengan memahami jenis gelombang otak ini, kita akan
lebih mudah menentukan keadaan yang dibutuhkan untuk meraih fungsi mental
yang optimal di berbagai aktivitas di keseharian kita.

1. Gamma (40-100 Hz)


Gelombang gamma ini adalah gelombang otak yang paling baru ditemukan.
Gamma merupakan gelombang otak yang paling cepat dan memiliki frekuensi
tinggi. Frekuensi gelombang otak yang paling halus, sehingga untuk mengakses
gelombang otak gamma pikiran harus benar-benar tenang dan sunyi.
Belum banyak informasi yang ditemukan tentang gelombang gamma ini
sehingga masih menyimpan banyak misteri, akan tetapi hasil penelitian awal
menunjukan bahwa gelombang gamma ini berhubungan dengan pemrosesan
informasi secara simultan dari area otak yang berbeda. Sehingga informasi
disampaikan dengan sangat cepat dan sunyi. Hasil ini membuat para peneliti
meyakini fungsi gelombang gamma terkait pembelajaran, daya ingat, dan
pemrosesan informasi. Penelitian lainnya tentang gelombang gamma pada
biksu-biksu di Tibet menunjukan adanya korelasi antara gelombang gamma
dengan kondisi mental spiritual. Maka dari itu, gelombang otak gamma pun
dipercaya berkaitan dengan pencerahan dan tingkat kesadaran yang lebih tinggi.

2. Beta (12-40 Hz)


Gelombang Beta dikenal juga sebagai kondisi sadar normal atau mode kerja.
Dimana terjadi peningkatan pada kewaspadaan, logika, dan pertimbangan
kritis.Gelombang otak beta akan mendominasi ketika perhatian kita diarahkan
pada tugas-tugas kognitif dan aktivitas sehari-hari. Karenanya gelombang beta
sangat berperan penting dalam pemecahan masalah, penilaian, pengambilan
keputusan, atau aktivitas mental yang terfokus.Sementara gelombang otak beta
penting untuk berfungsi efektif sepanjang hari, gelombang otak beta
berkontribusi juga pada stres, kecemasan dan kegelisahan. Para peneliti
membagi gelombang otak beta ke dalam tiga jenis :
a. Lo-Beta (12-15 Hz) atau gelombang beta rendah. Gelombang ini
muncul ketika kita dalam kondisi siaga atau merenung.
b. Beta (15-22 Hz) atau gelombang beta normal. Gelombang ini muncul
ketika kita sedang aktif melakukan sesuatu.
c. Hi-Beta (22-38 Hz) atau gelombang beta tinggi. Gelombang ini muncul
saat kita berpikir secara kompleks, mengintegrasikan pengalaman baru,
memiliki kecemasan tinggi, atau merasakan kegembiraan.
Pemrosesan frekuensi tinggi yang berkelanjutan bukanlah cara yang efisien
untuk menjalankan otak, karena membutuhkan dan menguras energi yang besar.
Oleh karenanya, kita perlu mengatur ritme di kondisi beta ini agar tidak mudah
stres. Sementara yang terjadi di sekitar kita malah kebalikannya. Masih banyak
yang terjebak untuk memaksakan dirinya selalu berada di kondisi beta dan tidak
mengatur ritme dengan baik, itu mengapa mereka mudah stres. Ibaratnya otak
diforsir gila-gilaan tanpa jeda sampai ngebul, mesin kendaraan saja bisa mogok
kalo kepanasan begitu juga dengan otak kita.

3. Alpha (8-12 Hz)


Gelombang alpha termasuk gelombang otak yang pertama kali ditemukan
bersama gelombang beta oleh Hans Berger, seorang neurologist asal Jerman
yang juga menemukan Elektroensefalografik (EEG).Gelombang alpha adalah
frekuensi antara pikiran sadar dan pikiran bawah sadar. Gelombang alpha akan
dominan selama pikiran kita mengalir dengan tenang, saat relaksasi, melamun,
atau dalam kondisi meditatif. Frekuensi gelombang alpha adalah keadaan
istirahat untuk otak. Gelombang alpha berperan dalam koordinasi mental secara
keseluruhan, ketenangan, kewaspadaan, pembelajaran, dan integrasi antara
pikiran serta tubuh. Itulah kenapa banyak peniliti mengungkapkan bahwa
gelombang alpha bisa membantu meningkatkan kreatifitas bahkan sampai
mengurangi gejala depresi.

4. Theta (4-8 Hz)


Gelombang theta paling sering terjadi dalam tidur, tapi juga bisa dialami dalam
kondisi meditasi mendalam. Gelombang theta merupakan pintu gerbang kita
untuk belajar, mengingat, dan berhubungan dengan intuisi. Karena pada kondisi
theta indra kita ditarik dari dunia luar dan fokus pada sinyal yang berasal dari
dalam diri. Di kondisi theta-lah kita bermimpi, mengalami visualisasi yang jelas,
inspirasi luar biasa, kreativitas yang mendalam, dan menerima informasi di luar
kesadaran normal kita. Selain itu, kondisi theta adalah tempat program pikiran
kita yang paling dalam berada. Dalam kondisi theta kita lebih mudah mengakses
pikiran bawah sadar kita. Baik program positif yang kita miliki maupun program
negatif seperti trauma, kenangan buruk, sejarah kelam hidup kita semua
tersimpan di sana. Zona yang paling sering dimanfaatkan adalah perbatasan
antara alpha – theta, yaitu antara frekuensi 7Hz hingga 8Hz. Dimana zona ini
adalah rentang optimal untuk visualisasi, melakukan pemrograman pikiran, atau
bahkan melakukan hipnoterapi. Pada frekuensi ini, kita berada dalam kondisi
sadar akan lingkungan namun tubuh kita sedang dalam relaksasi yang
mendalam.Selain uraian di atas penelitian membuktikan juga bahwa dalam
kondisi gelombang theta yang dominan seseorang bisa merasakan koneksi
spiritual yang mendalam.

5. Delta (0-4 Hz)


Gelombang delta adalah gelombang otak paling lambat tapi paling keras
(gelombang dengan frekuensi rendah). Kita mengalami kondisi gelombang delta
saat tidur nyenyak (tidur yang sangat dalam, tanpa mimpi) atau dalam meditasi
transendental yang sangat dalam. Oleh karena itu, gelombang delta dikaitkan
pula dengan proses penyembuhan dan pemulihan. Itulah lima jenis gelombang
otak manusia. Harapannya dengan mengenal dan memahami jenis gelombang
otak yang ada kita bisa lebih mudah mengatur ritme di kehidupan sehari-hari.
Sehingga bisa hidup lebih bahagia, terbebas dari stress, lebih sehat secara fisik
dan mental, mencapai kondisi optimal dalam aktivitas dan pembelajaran, hingga
membantu kita meningkatkan kesadaran kita secara spritual.

Sejarah Perkembangan Kajian Gelombang Otak

Otak adalah bagian terpenting bagi manusia. Otak sebagai pengendali dan
bertanggung jawab atas tubuh manusia. Oleh karena itu otak harus
dimanfaatkan dan dijaga dengan sebaik-baiknya. Namun tidak sedikit pula
manusia yang menggunakan kinerja otak secara berlebihan sehingga
menyebabkan kacaunya gelombang otak manusia tersebut. Gelombang otak
yang kacau menimbulkan gangguan-gangguan ringan pada otak, seperti pusing,
susah tidur, susah berkonsentrasi, dan gangguan otak lainnya. Meskipun
demikian, sebenarnya otak msnusia tidak dapat dikatakan mengalami kepenuhan
informasi yang tersimpan didalamnya, melainkan hanya kinerja otak yang
membutuhkan sedikit waktu lebih lama dalam memproses data dan informasi
baru untuk dapat diterima dan dikaitkan dengan pengalaman serta pelajaran apa
yang harus diambil sebagai langkah selanjutnya. Hampir semua orang pernah
mengalami gangguan ringan pada otak yang sering disebut dengan stres.
Penyebab stres bisa dari bermacam-macam masalah, seperti masalah ekonomi,
keluarga atau pekerjaan. Stres bisa berlangsung dalam jangka waktu pendek dan
dalam jangka waktu yang panjang. Saat ini perkembangan teknologi seperti
game online sudah tidak asing lagi di tengah-tengah kehidupan masyarakat
Indonesia. Baik oleh orang dewasa, remaja, bahkan anak-anak menajdi
penggemar game online. Game online dapat menyebabkan penurunan
gelombang beta pada otak dan menyebabkan detak jantung lebih cepat, tekanan
darah tinggi dan konsumsi oksigen lebih signifikan. Kurang tidur juga dapat
mempengaruhi kinerja otak sehingga otak tidak dapat bekerja dengan optimal.
Banyak kecelakan yang disebabkan karena mengantuk, kurang tidur, atau
kelebihan jam kerja. Hal tersebut tentunya dikarenakan karena gelombang otak
sudah tidak mampu bekerja secara optimal. Oleh karena itu manusia harus bisa
mengontrol dalam memanfaatkan kinerja otak, agar tidak berlebihan dimana
akan mengakibatkan masalah gangguan pada gelombang otak.

Penelitian mengenai gelombang otak telah banyak dilakukan di laboratorium


atau pusat penelitian fungsi otak. Sejarah mencatat, penelitian mengenai
gelombang otak telah dilakukan sejak awal abad ke-20. Pada masa itu, beberapa
peneliti menemukan sebuah fenomena tentang adanya aktivitas arus listrik di
dalam otak hewan-hewan percobaan, seperti kelinci dan anjing. Aktivitas arus
listrik tersebut ternyata memiliki sebuah pergerakan yang teratur dan memiliki
frekuensi tertentu yang berbeda-beda. Penelitian mengenai gelombang otak
manusia sendiri, baru dilakukan pada tahun 1924 oleh psikolog dan psikiater
asal Jerman, Hans Berger. Melanjutkan penelitian-penelitian sebelumnya yang
mengambil obyek hewan, Berger melakukan langkah berani untuk menetapkan
manusia sebagai obyek penelitiannya. Dalam penelitian ini, Berger mencatat
aktivitas listrik di otak manusia melalui sebuah alat yang ditempelkan di dahi
obyeknya. Aktivitas listrik ini sendiri merupakan hasil dari proses interaksi
neuron-neuron di dalam otak manusia yang dapat diukur. Proses pengukuran
dan pencatatan ini disebut Electroencephalography, sedangkan alat yang
digunakan untuk memonitor aktivitas listrik di otak manusia tersebut dikenal
dengan nama Electroencephalogram (EEG). Melalui EEG, peneliti dapat
mencatat dan memonitor getaran dan frekuensi dari sinyal dan gelombang otak
subyek. Dari pencatatan ini, dihasilkan ukuran-ukuran frekuensi yang berbeda-
beda sesuai dengan perbedaan kondisi mental subyek yang bersangkutan,
misalnya kondisi sadar, santai, panik, fokus, tidur lelap, dan lain sebagainya.
Perbedaan hasil itu kemudian diklasifikasikan ke dalam beberapa kriteria.
Melalui klasifikasi inilah kemudian dibuat suatu konsensus untuk membagi
frekuensi dalam beberapa jenis gelombang otak. Dalam beberapa literatur,
gelombang Beta dibagi lagi menjadi Low Beta, Midrange Beta, serta High
Beta.Pada dasarnya, frekuensi pada gelombang otak tersebut tidak secara nyata
terklasifikasi dengan jelas. Frekuensi gelombang-gelombang tersebut cenderung
tergabung secara acak, atau berinterferensi, sehingga sangat sulit dibedakan satu
dengan lainnya. Namun melalui Electroencephalogram, para peneliti
menganalisa lebih dalam untuk dapat menguraikan satu-persatu gelombang
tersebut menurut frekuensinya yang paling dominan dan amplitudonya yang
paling tinggi. Dari hasil tersebut, gelombang-gelombang otak dapat
diklasifikasikan dengan baik.

1. Gelombang Delta
Gelombang Delta merupakan gelombang terendah dan terjadi dalam kisaran 0,5
Hz sampai dengan 4 Hz. Keadaan ini terjadi ketika manusia mengalami tidur
dalam yang sangat lelap dan memasuki fase tidur tanpa mimpi, serta ketika
manusia berada dalam keadaan tidak sadar.
Menurut penelitian, pada saat seseorang menderita gangguan otak yang terjadi
baik berupa cidera fisik, benturan, maupun pendarahan, dan koma, maka
gelombang otak yang dihasilkan akan didominasi oleh gelombang Delta, karena
dalam kondisi tersebut manusia berada dalam ketidaksadaran penuh.
Berikut ciri-ciri gelombang delta:
a. Ketidaksadaran
b. Tidur lelap
c. Gerak refleks

Delta adalah puncak bawah sadar. Delta disebut juga dengan orienting response
karena berfungsi mengarahkan kita dalam hal waktu dan ruang. Delta berfungsi
sebagai sistem peringatan dini untuk merasakan adanya ancaman atau bahaya.
Delta memungkinkan kita untuk melihat informasi yang tidak dapat ditangkap
oleh pikiran sadar. Dari sudut pandang negatif delta dapat digunakan untuk
kondisi hati-hati yang berlebihan (hypervigilance). Sikap hati-hati yang
berlebihan atau lebih tepat disebut dengan kepekaan, berguna untuk anak yang
mengalami abuse untuk memastikan kondisi emosi orangtuanya. Dari
pengamatannya, anak itu akan tahu apakah orangtuanya akan memukul atau
menghukum dirinya. Masalah akan timbul bila anak bertumbuh dengan delta
yang berlebihan dan secara terus menerus “membaca “ kondisi ini demi
keselamatan hidupnya. Orang deasa yang terlalu peka sebagai hasil dan
mengembangkan sikap berhati-hati secara berlebihan sejak kecil sapat secara
positif mengarahkan kepekaan ini pada kemampuan persepsi psikis dan
penyembuhan. Hal itu dapat dicapai karena radar delta yang telah sangat
berkembang dalam birinya. Delta juga dihubungkan dengan konsep
collectiveunconsciaus.

2. Gelombang Theta
Gelombang Theta merupakan transformasi dari keadaan tidak sadar penuh
menjadi lebih sadar. Ini terjadi ketika seseorang mengalami keadaan berfantasi,
berimajinasi, atau berpikir tentang hal-hal yang kreatif. Gelombang ini juga
muncul pada saat seseorang mengalami keadaan tidur ringan atau sangat
mengantuk sehingga tidak merespon adanya stimulus dari luar dirinya. Dalam
kondisi sadar, gelombang theta terjadi ketika seseorang menjalani meditasi
dalam atau berada dalam hipnosis. Anak-anak banyak mengalami fase
gelombang Theta ini dalam kondisi normal, oleh karena itulah banyak cara
berpikir anak-anak yang cenderung mengkhayal dan tidak logis. Namun seiring
perkembangan, kondisi ini akan berangsur-angsur memudar sejalan dengan
tumbuh kembang anak dan akan hilang saat dewasa. Beberapa pendapat
menyebutkan bahwa gelombang Theta ini kerap dihasilkan ketika manusia
sedang berkomunikasi dengan Tuhan, misalnya melalui doa dan ritual-ritual
agama, sehingga kondisi ini melatarbelakangi argumen bahwa di setiap otak
manusia terdapat titik ketuhanan atau God Spot. Dari hasil pemindaian dengan
Electroencephalogram, gelombang Theta muncul dalam rentang frekuensi 4 Hz
sampai dengan 7 Hz. Pengembangan lebih lanjut mengenai gelombang Theta ini
menghasilkan penelitian tentang getaran alam semesta atau Resonansi
Schumann. Schumann Resonance merupakan istilah untuk getaran gelombang
yang sangat rendah yang dihasilkan oleh spektrum elektromagnetik bumi.
Gelombang ini terjadi pada frekuensi 7,83 Hz. Beberapa pendapat menganggap
apabila seseorang mampu menyelaraskan gelombang otaknya dalam resonansi
ini, maka ia dapat masuk ke dalam keadaan supranatural seperti hipnosis,
telepati, serta fenomena supranatural sejenis.
Berikut adalah ciri-ciri gelombang theta:
a. Dunia luar menjadi kabur sama sekali
b. Terjadi daat kita bermimpi
c. Terjadi saat kita baru bangun dari mimpi dan masih merasakan mimpi
d. Terjadi saat kita bermeditasi paling dalam
e. Imajinasi menjadi nyata
f. Tidak merasaka tubuh
g. Indera tidak merasakan impuls dunia luar
h. Pikiran kita menjadi nyata

Apabila kita berhasil masuk ke kondisi theta, kita akan mengalami


kondisimeditatif yang sangat dalam. Semua pengalaman meditatif yang selama
ini dicari oleh orang yang melakukan praktik meditasi, misalnya keheningam,
ketenangam kedalaman, dan puncak kebahagiaan, dirasakan di dalam theta.
Theta adalah puncak di dalam pengalaman puncak. Saat kita ingin mengobati
dan menyembuhkan tubuh atau pikiran, kita harus masuk ke gelombang theta
agar dapat mencapai hasil maksimal.

3. Gelombang Alpha
Otak manusia menghasilkan gelombang Alpha ketika kondisi mental manusia
mengalami keadaan relaksasi atau mulai istirahat dan dalam keadaan mulai
mengantuk. Gelombang ini juga dihasilkan ketika terjadi perubahan fase dari
keadaan sadar menjadi tidak sadar, namun belum mengalami ketidaksadaran
yang terlalu dalam. Biasanya, kondisi ini tidak terjadi terlalu lama dan hanya
merupakan kondisi peralihan. Selain itu, gelombang ini juga muncul pada tahap
awal meditasi ringan. Melalui hasil pemindaian dengan peralatan
Electroencephalogram, gelombang Alpha dihasilkan pada rentang frekuensi 8
Hz sampai dengan 12 Hz. Frekuensi ini merupakan kondisi saat manusia
mengalami perubahan fase antara sadar dan tidak sadar yang mengantarnya
beralih dari frekuensi gelombang Theta ke gelombang Beta.
Berikut ciri-ciri gelombang alpha:
a. Pikiran rileks
b. Terjadi saat kita berkonsentrasi tinggi
c. Terjadi saat kita melamun
d. Terjadi saat kita hendak tidur
e. Bayangan imajinasi sangat jelas dan nyata di pikiran
f. Terdengar suara-suara di pikiran yang bukan suara pikiran kita.
g. Halusinasi
h. Sensasi berputar-putar atau ditarik-tarik
i. Tubuh rileks dan sulit digerakkan
j. Indera mulai mengenal dunia luar
k. Indera terasa nyata dalam pikiran
l. Batasan-batasan nyata dan tidak menjadi kabur
Manfaat alpha yang utama dan paling penting adalah sebagai jembatan
penghubung antara pikiran sadar dan bawah sadar. Alpha memungkinkan kita
untuk menyadari keberadaan mimpi dan keadaan meditasi terddalam yang kita
capai. Tanpa alpha, kita tidak dapat meningat mimpi.

4. Gelombang Beta
Secara umum, aktivitas mental pada saat menghasilkan gelombang Beta terjadi
ketika manusia memiliki kesadaran dan konsentrasi penuh atau dalam kondisi
normal. Beberapa peneliti membagi lagi kriteria konsentrasi ini ke gelombang-
gelombang turunan dari Beta, yaitu gelombang Low Beta, gelombang Midrange
Beta, serta gelombang High Beta. Gelombang Low Beta merupakan gelombang
yang menarik perhatian para ahli. Dulunya gelombang ini dikenal dengan istilah
Sensori Motor Rhytm atau SMR. Gelombang Low Beta dihasilkan dalam
rentang frekuensi 12 Hz hingga 15 Hz. Kondisi normal yang terjadi ketika
gelombang SMR ini muncul adalah ketika subyek sedang fokus namun sekaligus
tetap rileks. Penelitian berkembang untuk gelombang SMR karena pada
beberapa orang, terutama bagi para penderita epilepsi, ADHD, atau autisme,
tidak dapat melakukan konsentrasi penuh atau fokus terhadap suatu hal. Hal ini
menyebabkan gelombang yang dihasilkan antara manusia dalam keadaan normal
dan oleh penderita epilepsi atau autisme mengalami perbedaan frekuensi pada
saat keduanya melakukan konsentrasi. Gelombang Midrange Beta terjadi pada
rentang frekuensi 16 Hz sampai dengan 20 Hz. Gelombang ini muncul ketika
kondisi mental subyek sedang melakukan kegiatan berpikir, fokus,
berkonsentrasi penuh, dan sadar secara penuh terhadap dirinya dan keadaan di
sekitarnya.
Gelombang High Beta dihasilkan ketika manusia mengalami kondisi waspada
terhadap sesuatu serta saat kondisi mental manusia mengalami pergolakan
dalam batinnya. Melalui pemindaian dengan perangkat Electroencephalogram,
gelombang High Beta ini berada dalam rentang frekuensi 21 Hz hingga 30 Hz.
Gelombang Beta memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Mampu berpikir dan menganalisa
b. Kesadaran penuh
c. Lingkungan masih terasa dengan jelas
d. Panca indera masih berfungsi sepenuhnya
e. Banyak pikiran dan ide-ide lewat di benak kita
f. Mampu membedakan realitas
g. Berpikir kritis
h. Batasan-batasan segala sesuatu masih jelas
i. Dapat merasakan tubuh kita secara jelas
j. Pikiran awas dan pikiran sadar lainnya.

Gelombang beta diperlukan untuk mengakses alam bawah sadar kita. Tanpa
sebuah kesadaran, alam bawah sadar akan tetap berada di alam bawah sadar,
terkunci dan tidak bisa muncul ke permukaan. Sehingga gelombang beta
dibutuhkan dalam proses kreatif.

5. Gelombang Gamma
Gelombang Gamma merupakan getaran otak yang terjadi pada saat seseorang
mengalami aktivitas mental yang sangat tinggi. Gelombang ini terjadi dalam
keadaan kesadaran penuh namun dengan kondisi yang sangat tinggi, misalnya
saat seseorang sedang panik, ketakutan, gugup, atau gelisah.

6. Gelombang Lainnya
Sebuah penelitian dilakukan oleh Dr. Jeffrey Thompson untuk mendeteksi
adanya gelombang otak manusia yang terjadi di luar rentang konsensus tersebut
di atas. Melalui penelitian tersebut, Thompson menemukan kesimpulan bahwa
di atas gelombang Gamma masih terdapat gelombang yang lebih tinggi lagi yaitu
gelombang Hypergamma, yang berada di frekuensi di atas 100 Hz, serta
gelombang Lambda yang mencapai frekuensi 200 Hz. Selain menemukan
gelombang yang lebih tinggi dari frekuensi konsensus, Thompson juga
menemukan bahwa masih ada gelombang dan frekwensi lain dibawah
gelombang Delta, yaitu gelombang Epsilon. Gelombang ini berada di frekuensi
lebih rendah dari 0,5 Hz. Keadaan manusia dalam kondisi gelombang-
gelombang tersebut akan berpengaruh pada kemampuan supranatural,
metafisika dan levitasi.

Aktivasi dan Stimulasi Gelombang Otak

Dari uraian di atas, kita dapat memanfaatkan gelombang otak dengan baik.
Fungsi belahan otak kanan dengan stimulasi gelombang teta akan meningkatkan
kreativitas manusia. Sedangkan aktivasi fungsi belahan otak kiri dengan
stimulasi gelombang alfa dan beta akan meningkatkan kecerdasan manusia.
Stimulasi gelombang gamma dan hypergamma pada belahan otak kanan dan kiri
akan mengaktivasi bawah sadar manusia (subconcius) ke arah tenaga
supranatural, spiritual dan metafisika. Aktivasi dan stimulasi gelombang otak ini
juga dikenal dengan nama "Brainwave Entraintment". Sedangkan otak tengah
(Midbrain, Mencesepalon), yang menghubungkan otak depan (forebrain)
dengan otak belakang(hindbrain), merupakan daerah terkecil dari otak yang
bertindak sebagai semacam stasiun relay untuk informasi auditori dan visual.
Sehingga gelombang otak tengah tidak akan terdeteksi oleh alat
ElektroEnsifaloGrafi. (EEG), yang diyakini bahwa otak tengah tidak akan
mempengaruhi secara langsung tingkat kecerdasan, kejeniusan atau kreativitas
seorang anak atau orang dewasa. Aktivasi dan stimulasi ini cukup dilakukan
dengan mendengar suara, nada (tone) atau musik melalui headphone atau
speaker, yang sudah dimodulasikan dengan pola gelombang otak nada
Isochronics, Monaural dan Binaural, yang dapat diunduh dan dipasang pada
komputer, PC atau notebook, yang dapat diperoleh melalui jaringan internet,
secara gratis atau berbayar, misalnya BwGen, Gnaural, Neuro Programmer 2
dan 3, Sbagen, Twizla, Natura Sound dan BrainStimPro 4.0.

Untuk aktivasi dan stimulasi umumnya dibagi dalam 3 kelompok, yaitu :


1. Aktivasi dan stimulasi pola gelombang alfa dan teta pada manusia
normal dan berusia muda (anak dan dewasa muda), dapat meningkatkan
kecerdasan (IQ) dan kreativitas, motivasi dan percaya diri, prestasi kerja
dan belajar, memperbaiki fungsi tidur, mencegah insomnia dan masih
banyak lagi. Sedangkan untuk yang tua ( > 60 tahun) akan mencegah
alzheimer (pikun) dan demensia (pelupa).
2. Aktivasi dan stimulasi pola gelombang beta terutama high beta pada
anak penyandang Autism, ADD (Attention Defisit Disorder) dan
ADHD (Attention Defisit Hyperactivity Disorder), serta penyakit
mental lainnya, untuk memperbaiki pola gelombang otaknya, dengan
metode umpan balik kendali saraf (Neurofeedback) dan umpan balik
kendali otot (biofeedback), biofeedback ini biasanya dilakukan untuk
latihan pada penderita lumpuh (tangan/kaki) pada pasca menderita
pendarahan otak (struk)
3. Aktivasi dan stimulasi pola gelombang gamma hypergamma, lamda dan
epsilon pada manusia yang ingin belajar supranatural, spiritual atau yang
ingin memiliki kemampuan bidang-bidang metafisika. Dahsyatnya tele-
hipnotis dengan program tifareth.
Pikiran Subconscious Manusia

Manusia memiliki kemampuan untuk berpikir dengan menggunakan otak.


Sejatinya otak merupakan kumpulan sel saraf yang mampu menghasilkan
gelombang listrik yang berdinamisasi. Gelombang inilah yang disebut dengan
gelombang otak. Gelombang otak tidak hanya menunjukkan kondisi pikiran dan
tubuh seseorang, tetapi dapat juga distimulasi untuk mengubah kondisi mental
seseorang. Dengan mengkondisikan otak agar memproduksi atau mereduksi
jenis frekuensi gelombang otak tertentu, maka dimungkinkan untuk
menghasilkan beragam kondisi mental dan emosional. Secara garis besar, otak
manusia menghasilkan empat jenis gelombang otak secara bersamaan, yaitu
beta, alpha, tetha, delta. Masing-masing gelombang otak mempunyai fungsi dan
peranan dalam pikiran manusia yang dapat dimanfaatkan pada keadaan dan
kebutuhan tertentu. Gelombang beta ketika kita berada dalam keadaan sadar
dan aktif. Gelombang alpha adalah proses rileksasi ketika transformasi dari
keadaan sadar ke keadaan tidak sadar. Gelombang delta ketika kita masuk alam
bawah kesadaran kita. Gelombang theta merupakan peralihan dari keadaan
tidak sadar ke keadaan sadar. Dengan demikian kita harus bisa mengontrol
gelombang otak kita agar tidak bekerja bekerja secara berlebihan, karena hal itu
akan mengakibatkan gangguan pada gelombang otak, seperti gejala pusing,
susah tidur, atau sulit berkonsentrasi. Akan lebih parah apabila gelombang otak
mengalami gangguan sejak usia dini, karenanya akan berdampak buruk bagi
kelangsungan perkembangan tumbuh kembang anak.

Sumber Kreativitas

Membaca cerita tentang orang-orang hebat jaman dulu, atau melihat


film/sinetron yang sekarang sedang naik daun nampak bahwasanya hampir
semua orang yang hebat selalu mempunyai kebiasaan bertapa/meditasi maupun
kemampuan untuk mengendalikan pengaruh duniawi pada dirinya.Bahkan
dalam cerita mahadewa pun, seorang dewa yang notabene sudah digambarkan
sakti, mempunyai kemampuan dan kekuatan melebihi makhluk lainpun masih
membiasakan meditasi. Jikalau dikaitkan dengan gelombang otak, kebiasaan
meditasi dihubungkan dengan adanya keinginan untuk mencapai gelombang
otak alpha dan tetha, dimana pada keadaan gelombang otak alpha, tubuh dalam
keadaan sadar namun relaks, dan dalam kondisi gelombang tetha, tubuh dalam
keadaan tidur ringan dengan relaksasi yang dalam. Dalam keadaan gelombang
otak alpha dan tetha, informasi yang masuk ke otak akan lebih mudah diterima
dan membuat tubuh menjalankan informasi seperti yang otak perintahkan
(karena memang fungsi otak ialah mengontrol/mengendalikan seluruh aktifitas
tubuh, kecuali beberapa organ yang memang punya saraf otonom). Dalam
kehidupan sehari-haripun, kebiasaan baik diyakini bisa mengaktifkan gelombang
otak alpha, walaupun dalam keadaan sadar penuh dominasi gelombang otak
lebih ke arah betha. Hal-hal baik yang dilakukan terus menerus tentu tentu
secara sengaja akan mempengaruhi otak bawah sadar, sementara gelombang
alpha gelombang yang berada di otak bawah sadar. Jikalau gelombang alpha bisa
dimunculkan dalam keadaan sadar penuh, diyakini mampu meningkatkan
kreatifitas dan memecahkan masalah dengan baik. Namun perlu diingat, dalam
penggunaan gelombang alpha, perlu ditanamkan, atau sugestikan hal2 baik,
sehingga yang muncul adalah hal-hal yang baik.
Menurut Dr. Shamanhakamani Narendran, salah satu cara mengaktifkan
gelombang otak untuk mencapai frekuensi yang diinginkan adalah dengan
stimulasi cahaya dan suara. Ketika otak mendapatkan rangsangan ritmik, seperti
misalnya ketokan kentongan, ritme tersebut akan diproduksi ulang diotak dalam
bentuk gelombang listrik. Jikalau ritme yang dihasilkan selaras dengan frekuensi
gelombang otak, dan disisipkan ke otak secara terus menerus, otak akan terpicu
untuk mensinkronkan gelombangnya pada ritme dan frekuensi yang sama. Cara
inilah yang disebut Frequency Following Response (FFR). Mungkin terori inilah
yang mendasari beberapa orang yang bermeditasi dengan memakai media
ketokan. Dan sekarangpun, di youtube banyak sekali disajikan audio yang
katanya sudah disetting pada frekuensi tertentu yang sama dengan gelombang
otak dengan tujuan membantu mengaktifkan gelombang otak sesuai dengan
yang kita inginkan. Namun di era modern saat ini, banyak ditemukan berbagai
macam jenis music relaksasi yang mengklaim dapat merangsang kinerja otak
untuk bekerja lebih rileks yang berdampak pada ketenangan pendengar.

Merefleksikan Pengalaman dalam Alam Bawah Sadar

Pernahkah Anda mengalami “bencana” yang datang beruntun dalam satu hari.
Sebagai contoh, ketika Anda harus memberikan presentasi penting bagi
kemajuan karier, tiba-tiba datang telepon dari rumah yang mengabarkan bahwa
anak Anda yang masih kecil dilarikan ke rumah sakit karena mendadak
badannya panas tinggi. Lalu ketika berusaha menenangkan diri dengan meneguk
secangkir kopi, tanpa sengaja tangan tersenggol pinggiran meja sehingga
sebagian kopi tumpah ke baju. Bisa juga saat itu Anda sedang berkonsentrasi
penuh karena sedang menghadapi deadline pekerjaan. Tiba-tiba datang teman
atau kerabat yang butuh pertolongan segera, atau ada berita menyedihkan yang
datang dari orang yang paling kita sayangi. Tapi mungkin juga, kita memang
selalu dikelilingi oleh orang-orang yang “berbakat” mengubah suasana kerja atau
suasana rumah menjadi tidak menyenangkan. Di saat muncul banyak masalah,
baik di kantor maupun di rumah, kita cenderung bereaksi dengan panik dan
memunculkan emosi negatif. Padahal kepanikan justru membuat kita semakin
sulit berkonsentrasi. Jika konsentrasi buyar, kita menjadi semakin cemas,
akibatnya produktivitas kita menjadi sedikit lamban dan membutuhkan waktu
untuk menenangkan atau mengasingkan diri. Apa yang bisa dilakukan dalam
kondisi demikian? Sebenarnya hal-hal semacam itu akan lebih mudah diatasi
kalau kita memahami cara bekerjanya otak. Kita perlu memiliki ketrampilan
mengendalikan gelombang otak yang bisa memudahkan kita menenangkan diri
di saat panik.

Dengan memahami posisi gelombang otak, kita bisa mengatur mood sehingga
selalu merasa bahagia, juga sukses dengan setiap hal yang kita lakukan. Untuk
mencapai kebahagiaan lewat kendali gelombang otak, kita bisa belajar dari anak-
anak. Pernahkah Anda memperhatikan anak-anak ketika sedang bermain
dengan teman-temannya? Lihatlah betapa mudahnya mereka tertawa bahagia.
Meskipun mungkin baru saja saling mencakar dan sama-sama menangis, tapi
beberapa menit kemudian mereka seolah sudah melupakan tangisan dan sudah
kembali bermain bersama dengan kompaknya. Menurut Erbe Sentanu dari
Katahani Institute, hal itu karena anak-anak masih mudah menyetel gelombang
otaknya memasuki frekuensi alpha-theta. Frekuensi alpha-theta ini normalnya
kita alami ketika sedang rileks, melamun dan berimajinasi. Berbeda dengan
kondisi beta yang dominan ketika kita dalam kondisi sadar sepenuhnya dan
lebih banyak menggunakan akal pikiran. Memasuki frekuensi alpha-theta itu
sebenarnya merupakan ketrampilan manusia yang alami. Namun, ketika mulai
sekolah, kita dikondisikan menyetel gelombang otak yang dominan beta. Jadi,
begitu menjadi orang dewasa, keterampilan memasuki kondisi alpha-theta itu
hilang.
Apalagi tuntutan kehidupan modern membuat pikiran orang terfokus untuk
bekerja keras demi tuntutan materi dan kehidupan yang konsumtif meskipun
terpaksa mengurangi waktu tidur dan istirahat. Padahal saat tidur manusia
seharusnya merasakan keempat frekuensi. Dari frekuensi beta di mana kita
dalam kesadaran penuh, gelombang otak turun ke alpha ketika kedua mata
tertutup, lalu masuk ke theta, dan akhirnya ke delta saat kita tertidur pulas tanpa
mimpi. Karena waktu tidur kurang, maka kita cenderung kurang mengalami
kondisi alpha-theta, akibatnya kita makin mudah stres. Alpha-Theta, membuat
tenang, bahagia dan kreatif. Kemampuan untuk secara temporer mengubah
kesadaran diri satu frekuensi ke frekuensi yang lain adalah keterampilan yang
sangat penting, karena efeknya akan membantu menyeimbangkan otak, hati,
dan jiwa. Keterampilan itu membuat seseorang menjadi pandai membaca situasi
dan pandai menempatkan diri dalam suasana apapun sehingga seolah-olah sellau
berada di tempat yang tepat pada waktu yang tepat. Tentunya hal itu sangat
penting untuk mendaki tangga kesuksesan dan mencapai kebahagiaan. Ketika
masalah berdatangan dan mulai merasa stres, itulah saat yang tepat untuk mulai
rileks,menurunkan vibrasi otak dan memasuki frekuensi alpha-theta. Begitu juga
ketika pekerjaan kita membutuhkan pikiran-pikiran kreatif. Memasuki kedua
frekuensi itu akan membantu memunculkan inspirasi yang kita butuhkan.
Menarik lagi, kedua frekuensi tersebut juga merupakan pintu gerbang menuju
pikiran bawah sadar yang dibutuhkan untuk melakukan self hypnosis,
mendapatkan intuisi dan melakukan penyembuhan. Masalahnya bagaimana
caranya memasuki frekuensi alpha-theta dengan cepat?. Sebenarnya usaha untuk
memasuki level alpha-theta secara sadar telah dilakukan orang sejak lama, yaitu
dengan kebiasaan berdzikir yang membuat doa makin khusyuk, latihan-latihan
meditasi, yoga, atau taichi.
Latihan-latihan itu bisa sangat membantu meningkatkan kemampuan kita untuk
mengubah kesadaran otak. Para penyembuh yang menggunakan energi dan
tenaga dalam, karena tuntutan pekerjaannya umumnya telah menuai ketrampilan
ini secara otomatis. Menurut Erbe Sentanu, selain cara-cara tersebut, otak juga
bisa dilatih dengan teknologi audio yang disebutnya digital prayer. Teknologi
berupa CD ini berisi bunyi-bunyian yang menimbulkan gelombang tertentu
yang dengan mudah akan diterima otak. Caranya yaitu dengan melakukan
entertainment. Yaitu istilah yang digunakan untuk melatih belahan otak kiri dan
otak kanan agar mau bekerja sama dengan baik. Otak dengan tingkat kerjasama
yang tinggi, umumnya akan membuat orang melihat kehidupan dengan lebih
objektif, tanpa ketakitan dan kecemasan. Selain lebih mudah memasuki kondisi
khusuk atau rileks yang dalam, juga memiliki kemampuan memfokuskan
konsentrasi yang lebih baik. Selain itu karena kondisinya lebih sinkron dan
seirama, otak akan mengeluarkan senyawa kimia penyebab rasa nyaman dan
nikmat dalam jumlah besar sehingga terjadi relaksasi secara alami. Nampaknya
mereka yang tidak terbiasa dengan latihan-latihan meditasi, yoga, tai chi, dan
lainnya cara ini bisa membantu.
Merekayasa Gelombang Otak

Kemampuan manusia ternyata sungguh hebat, termasuk juga kemampuan


untuk merekayasa gelombang otaknya. Ini berarti manusia memiliki hak untuk
mengatur bagaimana dia bisa bahagia, sedih, stress dan juga mengatur otaknya
agar memiliki kemampuan super. Salah satu rekayasa otak yang kini sedang
dipopolerkan di Jakarta adalah MindGym. Konon, menurut pendirinya, inilah
pusat kebugaran otak satu-satunya di Indonesia, bahkan mungkin dunia. Di
tempat ini tersedia berbagai macam sarana modern sebagai penunjangnya.
MindGym nama tempat itu. Ia serupa tapi tak sama dengan sport center atau
fitness center. Bedanya, yang satu tempat untuk memelihara dan meningkatkan
kebugaran pikiran, yang lain untuk kebugaran jasmani. Banyak alternative yang
dapat dicoba sesuai kemampuan dan kenyamanan masing-masing, karena selera
manusia yang berbeda-beda. Antara satu dengan lain orang memiliki
kecenderungan mengartikan “rileks” dalam konotasi yang berbeda. Lalu apa
bedanya dengan spa yang juga biasa disediakan oleh hotel-hotel besar? “Spa itu
merupakan health club dengan tujuan membuat tubuh langsing. Di sana orang
berdiet, menjaga kesehatan, dan menghilangkan stres,” kata Api Surya Winata,
pemilik sekaligus pengelola MindGym di Hotel Kebayoran, Kebayoran Baru,
Jakarta. Sedangkan MindGym, menurut dia, lebih merupakan tempat latihan
untuk memelihara dan meningkatkan kebugaran pikiran. Peralatan penunjang
yang tersedia di tempat itu menjadi lain pula. Ada lebih dari 10 macam alat, di
antaranya VibraSound Table, FloatTank, OxygenBar, kursi dan ranjang goyang
IMS, dan kursi pijat. Beberapa dari peralatan era abad XXI yang disebut mind
machine itu didatangkan dari Amerika Serikat, Belgia, Australia, dan Jerman.
Produk dalam negeri juga ada, misalnya kursi pijat. “Dengan berbagai peralatan
tersebut, kemampuan atau daya pikir, kreativitas, bisa ditingkatkan,” kata Surya
Winata.

Konon, pusat kebugaran pikiran MindGym tersebut merupakan satu-satunya di


Indonesia, bahkan mungkin di dunia. “Di Amerika sendiri tidak ada MindGym,
yang ada float station center. Sarana yang ada cuma FloatTank. Di sebuah hotel
di Singapura dan Thailand juga cuma terdapat satu FloatTank. Sementara
MindGym di Hotel Kebayoran, Jakarta, memiliki tiga FloatTank plus beberapa
alat penunjang lain,” kata Surya Winata. Daya pikir maupun kreativitas
dipengaruhi oleh perkembangan harmonis antara belahan otak kiri (yang
bertanggung jawab atas daya pikir logis) dan otak kanan (yang bertanggung
jawab atas daya imajinasi). Dalam hal ini, katanya, MindGym menyediakan
sarana yang bisa mengembangkan kedua bagian otak. Selain itu, tambah Surya
Winata, pusat kebugaran pikiran ini juga bisa menciptakan “dunia” lain di luar
rutinitas sehari-hari. Kejenuhan menghadapi rutinitas sehari-hari yang
melahirkan stres bisa dihilangkan sehingga pikiran jadi tenang dan rileks.
“Jangan terpaku pada alunan musiknya, tetapi rasakan getaran yang ditimbulkan.
Nikmati dengan rileks,” kata Api Surya Winata ketika kami mencoba peralatan
yang disebut VibraSound Table di MindGym. Alat itu berupa ranjang dengan
kasur air (water bed), tetapi bagian pinggirnya dikelilingi ruang berudara. Di
bagian bawah ranjang dipasang empat buah perangkat pengeras suara yang
mengalunkan musik. Sembari leyeh-leyeh mendengarkan musik, orang yang
berbaring di atas VibraSound merasa seolah-olah seluruh tubuhnya dipijat. Efek
getaran (vibrasi) khusus yang dirasakan seperti pijatan itu akibat suara musik
yang merambat dan menggetarkan media air dalam kasur air. “Seluruh tubuh
serasa dipijat secara serentak. Badan merasa rileks dan gampang tidur. Karena
itu alat ini baik bagi penderita insomnia. Dengan berbaring di atasnya, orang
yang susah tidur menjadi cepat pulas dan bermimpi,” jelas Surya Winata.
Makanya, tidak salah kalau alat itu juga dijuluki dream machine.
Efek getaran itu, menurut Surya Winata, ibaratnya sampai menembus tulang
sumsum karena menjadikan tubuh mencapai suasana rileks yang sempurna dan
total. “Dalam kondisi rileks, stres akan hilang dengan sendirinya. Otak pun
menjadi lebih sehat dan daya pikir menjadi lebih jernih dan tambah kreatif.”
Ada juga peralatan yang fungsinya senada dengan VibraSound alias “ranjang
getar”, hanya saja bentuknya berupa kursi dan ranjang. Istilahnya kursi dan
ranjang Integrative Motion System (IMS). “Kursi dan ranjang IMS itu dapat
mengintegrasikan belahan otak kiri dan otak kanan sehingga bisa bekerja lebih
harmonis,” ujar Surya Winata. Begitu diaktifkan, kursi dan ranjang IMS akan
memberikan efek getaran dan goyangan lembut beraturan, mengikuti gerak
irama musik tertentu. Namun goyangan itu tidak membuat pusing atau mabuk
(motion sickness) seperti kalau naik kendaraan darat, laut, atau udara.
Sebaliknya, justru memperlancar peredaran darah. “Aliran darah terasa melaju
sampai ke ujung-ujung jari, bahkan sampai ke otak. Dengan begitu otak
memperoleh pasokan oksigen lebih banyak,” jelasnya. Seperti diketahui, oksigen
sangat berguna dan penting bagi kehidupan otak. Volume otak manusia
memang hanya sekitar 2% dari berat badan, namun otak membutuhkan oksigen
sebanyak 25% dari seluruh O2 yang masuk ke dalam tubuh. Dengan
menggunakan perangkat itu, O2 akan lebih banyak mengalir ke otak. Jadi,
lanjutnya, kursi dan ranjang getar IMS berfungsi memacu dan melancarkan
aliran darah untuk membawa O2 ke seluruh tubuh secara sempurna. Pasokan
oksigen yang cukup menjadikan otak lebih sehat. “Otak yang lebih sehat
mampu berpikir lebih sempurna dan lebih kreatif. Otak kiri dan otak kanan
lebih harmonis. Makanya, alat itu sering disebut mind machine.”
VibraSound Table maupun kursi dan ranjang IMS sama-sama memberikan
sensasi yang tidak pernah dirasakan sebelumnya. Sensasi itu, kata Surya Winata,
muncul gara-gara adanya endorphin dalam tubuh – suatu hormon yang
menimbulkan perasaan senang. “Tubuh merupakan electrical unit dan juga
kumpulan getaran. Jadi, tubuh juga akan merasakan ‘senang’ kalau menerima
getaran yang sesuai,” ujarnya. MindGym juga menyediakan sarana untuk
“mengapung” (floating) di atas permukaan air atau di atas kasur air. Kalau ingin
mengapung di permukaan air, bisa dicoba FloatTank. Alat yang menjadi
primadona MindGym ini menyerupai bak mandi di dalam ruang kedap suara,
tanpa cahaya, dan bebas dari pengaruh gravitasi bumi. FloatTank berisi larutan
air garam khusus dengan berat jenis (BJ) 1,3. Dengan demikian tubuh manusia
yang berat jenisnya 1 tidak akan tenggelam, tetapi mengapung di permukaannya.
“Badan seakan-akan kehilangan bobot. Pada kondisi demikian, otak terbebas
dari beban balancing,” kata Api Surya Winata. Dalam keadaan biasa 85% fungsi
otak terganggu oleh keinginan untuk melakukan penyeimbangan (balancing).

Menurut seorang dokter dari AS, demikian Surya Winata, kalau tidak dibebani
balancing, otak akan mampu bekerja lebih sempurna. FloatTank, katanya,
merupakan salah satu cara untuk bisa mencapai kondisi otak tanpa beban
demikian. Pada saat mengapung selama beberapa menit di dalam FloatTank,
tubuh serasa mengikuti aliran kosmik. “Dengan begitu gelombang otak
(brainwave) akan mudah berubah dari gelombang beta menjadi alfa, kemudian
theta, dan akhirnya mencapai gelombang delta – kondisi yang menjadikan
gampang tidur,” jelas Surya Winata. Makanya, FloatTank dijuluki instant yoga.
Selain mengoptimalkan kemampuan otak dan meningkatkan kreativitas otak,
FloatTank juga menjadi sarana untuk mencapai top performance level atau
kondisi puncak penampilan. Kalau enggan berbasah-basah, bisa mencoba
DryFloat. Sarana ini berupa kasur air (water bed) yang memungkinkan
seseorang “mengapung” tapi badan tetap kering. Badan dibiarkan berbaring
rileks di atas kasur air, dan kemudian diputarkan musik bersuasana suara unsur-
unsur alam. Ada suara angin, jangkrik, kodok, deburan ombak, gemericik air
terjun, dsb. “Alunan musik suara alam (back to nature music) membawa otak
manusia ke suasana yang benar-benar rileks. Tidak ada tekanan atau beban lagi.
Otak menjadi lebih sehat dan pikiran pun jernih sehingga mampu memecahkan
berbagai macam problem,” tutur Surya Winata.
Konon, bersantai di DryFloat sambil menikmati alunan musik suara alam juga
bisa melahirkan ilham. Makanya, DryFloat juga disebut ThinkWell. “Tempat
untuk menggali ide atau gagasan yang berguna. Di sana otak bisa berpikir
dengan baik. Untuk memperoleh ide yang luar biasa, otak mesti dalam suasana
tenang. Otak yang lelah tidak mungkin dipaksa terus bekerja dan berkreasi. Ia
perlu istirahat; bebas dari tekanan,” tuturnya. Menurut Surya Winata, FloatTank,
juga dapat mempercantik kulit. “Dengan floating, wanita akan tampak lebih
cantik dan lebih muda. Ada dasar ilmiahnya. Stres hilang, otot-otot di bagian
wajah pun menjadi lebih rileks. Jadi, selain otak encer, tampilan luar pun tambah
cantik,” katanya. Kalau ingin tampak makin segar lagi bisa mencoba OxygenBar.
Bar menyediakan oksigen murni 85% yang disalurkan dari tabung oksigen ke
bola kaca. “Dengan mengirup oksigen murni lewat globe kaca itu selama 15
menit, tubuh menjadi lebih segar,” ujar Surya Winata sembari menambahkan,
bar semacam ini cukup populer di Jepang. Kalau Anda ingin mengenali jati diri
atau bermeditasi, di arena MindGym juga tersedia sarana penunjang yang
dinamai MirrorChamber. Ia berupa sebuah ruang khusus berbentuk kubus dan
berdinding kaca cermin. Di dalamnya terdapat genta yang bila dibunyikan akan
menimbulkan efek getaran (gelombang) suara dengan frekuensi tertentu.

Getaran itu akan mempercepat pikiran mencapai suasana hening. Hanya dengan
duduk bersila di dalam MirrorChamber, efek getaran suara genta akan cepat
membawa ke suasana meditasi. Getaran gelombang beta akan cepat masuk ke
gelombang alfa, gelombang theta, dan akhirnya sampai gelombang delta.
Gelombang theta, menurut Surya Winata, merupakan gelombang otak
(brainwave) paling kreatif. Sayang sekali jarang yang bisa berlama-lama berada
pada gelombang ini. Sebab, begitu berada pada gelombang theta, sebentar
kemudian segera terseret masuk ke alam tidur (gelombang delta). Kalau bisa
tetap berada pada gelombang theta (antara alam tidur dan melek), itu saat yang
paling kreatif. Suasana meditasi juga bisa dirasakan ketika duduk bersemedi di
bawah PyramidPower. Sarana berupa bidang piramida ini juga cepat membawa
ke “dunia” atau dimensi lain. MirrorChamber dan PyramidPower sebenarnya
merupakan jembatan menuju ke suasana spiritual sehingga keduanya juga
disebut sarana instant yoga. “MirrorChamber dan PyramidPower akan
membawa kita keluar dari dimensi ruang dan waktu, kemudian masuk ke
dimensi lain. Keduanya sebagai sarana untuk lepas dari suasana duniawi,” kata
Noerhadi, konsultan supranatural Hotel Kebayoran. “Pikiran yang ruwet dan
gelisah pun akan menjadi tenang. Hening.”. Untuk mencapai ketenangan, cukup
dengan duduk bersimpuh di bawah bidang PyramidPower. “Tarik napas
perlahan sampai tak terasa bernapas lagi. Kemudian, blek orang itu pun tertidur
pulas,” tutur Noerhadi. Kedua sarana meditasi itu, menurut Surya Winata, akan
membantu otak bekerja lebih tenang. Otak kiri dan otak kanan lebih menyatu
dan harmonis. Saat ini MindGym baru diminati kalangan tertentu, terutama para
ilmuwan luar negeri, staf kedutaan besar, dan pengunjung hotel. Pusat
kebugaran pikiran ini dibuka pagi, siang, dan sore. Mulai pukul 06.00 – 23.00
WIB. “Tarifnya AS $ 20 – 50 per 45 menit. Bagi pengunjung hotel ada korting
50%,” kata Api Surya Winata, pendiri “MindGym” sekaligus general manajer
Hotel Kebayoran. “Lama terapi setiap alat idealnya 45 menit. Tapi ada juga yang
karena keenakan sampai berjam-jam.”. Pengunjung MindGym tidak harus
menggunakan semua peralatan yang ada. Ibarat masuk ke restoran, mereka
dipersilakan memesan menu makanan sesuai selera dan kemampuan perut.
Demikian pula di arena MindGym mereka bebas mencoba sarana yang tersedia.
Pilih mana yang disukai dan dianggap paling cocok. Tapi boleh-boleh saja kalau
ingin mencoba semua peralatan yang ada. Meski jenis peralatan sudah cukup
lengkap, menurut Api Surya Winata, pusat kebugaran pikiran MindGym ini
belum dibuka secara resmi. “Masih menunggu saat yang tepat,” katanya.
Sebagaimana telah dipaparkan di atas, bahwa berdasarkan pemeriksaan
dilaboratium, rumah sakit, atau pusat2 penelititan fungsi otak manusia, di
Amerika, Eropa bahkan di Asia, bahwa otak (pusat syaraf) manusia, dapat
diperiksa, dimonitor bahkan dapat direkam mempergunakan peralatan, yang
disebut EEG atau electroencephalogram dan juga BRAIN MAPPING.
Perbedaannya adalah bahwa Brain Mapping hanya memeriksa secara FISIK ,
gangguan, kerusakan atau kecacatan otak (pusat syaraf) tersebut, misalkan
“tumor (kanker) otak, pecahnya pembulu darah otak (struck), benturan pada
kepala dan seterusnya.”. Sedangkan EEG (electroencephalogram), yang
diperiksa, dimonitor dan direkam adalah GETARAN, frekwensi, sinyal atau
GELOMBANG otaknya, yang kemudian di-“klasifikasi” kan kedalam beberapa
kondisi kesadaran, bawah sadar, keadaan tidur atau mimpi dan seterusnya.
Getaran atau frekwensi adalah jumlah pulsa (impuls) perdetik dengan satuan hz
(khz atau Mhz), contoh frekwensi jala-jala listrik PLN untuk perumahan di-
Indonesia adalah (50 Hz) pada tegangan 220/380 Volt AC. Berdasarkan riset
selama bertahun tahun, terutama di-Amerika, Eropah dan juga di Asia bahwa
getaran/frekwensi otak (pusat syaraf) pada manusia, berbeda untuk setiap fase
(sadar, tidur ringan, tidur lelap/nyenyak, kesurupan/trance, panik), sehingga
beberapa ahli (dokter) dalam bidang kejiwaan/psikiater, (neurophysiologic) dan
dokter syaraf membuat suatu komitmen dan perjanjian sebagai berikut :
Getaran/Frekwensi :
• Gamma 16 Hz ~ 100 Hz
• Beta > 12 Hz
• SMR (SensoriMotor Rhythm) 12 Hz ~ 16 Hz
• Alpha ( Berger ‘s wave) 8 Hz ~ 12 Hz
• Theta 4 Hz ~ 8 Hz
• Delta 0.5 Hz ~ 4 Hz

Sebenarnya keseluruhan frekwensi tersebut bergabung secara acak


(berinterferensi), namun dengan EEG, frekwensi gelombang ini dapat dianalisa
dan diuraikan satu persatu dengan catatan bahwa pada saat diukur, frekwensi
mana yang paling dominan, serta memiliki amplitudo tertinggi, itulah yang
dianggap dan berada pada fase tersebut, apakah fase Beta, Alpha, Theta atau
Delta dan seterusnya. Amplitudonya diukur dan berkisar antara 1 ~ 50 uVolt
(microVolt), sedangkan arus listriknya tidak diperhitungkan.

GAMMA wave ( 16 hz ~ 100 hz )


Adalah getaran pusat syaraf (otak) yang terjadi pada saat seseorang mengalami
“aktifitas mental yang sangat tinggi”, misalnya sedang berada di arena
pertandingan, perebutan kejuaraan, tampil dimuka umum, sangat panik,
ketakutan, “nerveus”, kondisi ini dalam kesadaran penuh.
Berdasarkan penyelidikan Dr. Jeffrey. D. Thompson. D.C.B.F.A (Center for
acoustic research) di atas gamma sebenarnya masih ada lagi yaitu gelombang
Hypergamma ( tepat 100 Hz ) dan gelombang Lambda (tepat 200 Hz), akan
berpengaruh pada kemampuan SUPRANATURAL, METAFISIKA dan
LEVITASI.

BETA wave ( diatas 12 hz atau dari 12 hz s/d 19 hz )


Adalah getaran pusat syaraf (otak) yang terjadi pada saat seseorang mengalami “
aktifitas mental yang sadar penuh dan normal “ aktif, konsentrasi penuh dan
dapat dibagi pula menjadi 3 kelompok, yaitu highbeta ( 19 Hz + ) yang
overlap/transisi dengan getaran gamma , lalu getaran beta ( 15 hz ~ 18 hz ),
juga overlap/transisi dengan getaran gamma, selanjutnya lowbeta (12 hz ~ 15
hz). SMR sebenarnya masih masuk kelompok getaran lowbeta, namun
mendapatkan perhatian khusus dan juga baru dipelajari secara mendalam akhir2
ini oleh para ahli, karena penderita epilepsy , ADHD (Attention Deficit and
Hyperactivity Disorder, juga disebut ADD-Attention Deficit Disorder) dan
autism tidak memiliki dan tidak mampu ber-“konsentrasi penuh” atau “fokus”
pada suatu hal yang dianggap penting, dengan perkataan lain otak (pusat syaraf)
sedikit bahkan tidak sama sekali menghasilkan getaran SMR. Sehingga setiap
pengobatan, baik jiwa maupun fisiknya, ditujukan agar merespon getaran SMR
tersebut, biasanya diaktifkan dengan biofeedback/neurofeedback.

ALPHA wave ( 8 hz ~ 12 hz )
Adalah gelombang pusat syaraf (otak) yang terjadi pada saat seseorang yang
mengalami “releksasi” atau mulai istirahat dengan tanda2 mata mulai menutup
atau mulai mengantuk, atau suatu fase dari keadaan sadar menjadi tak sadar
(atau bawah sadar), namun tetap sadar (walaupun kelopak mata tertutup),
disinilah saat2 penting dimana seorang ahli hipnotis, mulai melakukan aktifitas
hipnotisnya untuk memberikan sugesti kepada pasiennya sesuai perintah yang
direncanakan kepada yang dihipnotis (objek). Pada tahap permulaan
MEDITASI (meditasi ringan) juga akan memasuki fase gelombang alpha.
Frekwensi alpha 8 ~ 12 hz , merupakan frekwensi pengendali, penghubung dan
melakukan aktifitas yang berpusat di-sel2 thalamic (electrical activity of thalamic
pacemaker cells). Frekwensi alpha, 8 hz merupakan fase dan pintu masuk (gate-
away) dari keadaan sadar menjadi tak sadar (bawah sadar) dan pintu masuk ke
fase gelombang Theta ( 4 hz ~ 8 hz ), biasanya kondisi di tingkatan ini tidak
berlangsung lama, dibanding dengan tingkatan lainnya (gamma, beta, theta dan
delta wave), namun merupakan bagian penting terutama bagi penderita ADHD,
pada saat melakukan latihan-latihan dan pengobatan neurotherapy atau
neurofeedback.

THETA wave ( 4 hz ~ 8 hz )
Adalah getaran pusat syaraf (otak) yang terjadi pada saat seseorang yang
mengalami “keadaan tidak sadar atau tidur ringan” atau sangat mengantuk,
tanda2nya napas mulai melambat, dalam dan panjang, dibandingkan biasanya.
Jika dalam keadaan sadar (tidak tidur), kondisi ini masuk kefase atau dibawah
pengaruh “trance”, kesurupan, hipnosis, MEDITASI DALAM, atau sedang
menjalani ritual2 agama, atau mengalirnya tenaga psikologi (Prana/Yoga, Reiki,
Chi, Chi Kung).
Dalam kondisi yang sadar (tidak tidur dan tidak dibawah pengaruh hipnotis,
kesurupan atau epilepsi), seorang anak yang normal (< 12 th) masih dapat
memiliki getaran frekwensi theta, akan hilang sedikit demi sedikit setelah
menjelang dewasa (kecuali pada saat menjelang tidur). Seorang anak (terutama
bayi dan balita), rata2 tidur lebih dari 12 jam setiap harinya, sehingga pada pusat
syarafnya (otak) lebih banyak masuk dalam fase gelombang theta dan
gelombang delta, ketimbang gelombang beta dan alpha, sehingga dalam
kehidupan nyata sehari-harinya, lebih banyak cara berpikir yang tidak masuk
akal (ber-angan2 atau seperti bermimpi walaupun dalam kondisi sadar) dan
sedikit demi sedikit akan berubah setelah menjelang remaja/dewasa.

Berdasarkan penyelidikan para ahli, bahwa banyak terjadi kecelakaan pesawat


udara, tabrakan, kebakaran, kecelakaan kapal laut, biasanya anak balita selamat
(walaupun tidak selalu terjadi), ini dikarenakan anak-anak mudah masuk fase-
fase gelombang theta yang lama dan permanen, baik dalam keadaan tidur,
maupun sadar, sehingga pada gelombang-gelombang theta inilah terjadi mukjijat
atau keajaiban, artinya ada tangan-tangan ajaib yang tak terlihat yang menolong
anak-anak ini dari kecelakaan. Anak INDIGO ( anak super cerdas dan memiliki
indra ke-enam / ESP /Extra sensory perception), juga termasuk yang mudah
memasuki fase gelombang theta yang cukup lama dan dapat permanen.
Komunikasi dengan TUHAN juga akan terjadi apabila sebagai manusia biasa
dapat memasuki fase gelombang theta (batas alpha – theta), misalnya pada saat
kita berdoa, meditasi, melakukan ritual-ritual agama (apapun agamanya), sadar
atau tidak sadar, mengerti atau tidak mengerti mengenai gelombang theta,
apabila getaran otaknya diukur dengan EEG, maka dapat dipastikan bahwa
pada saat itu sedang masuk difase gelombang theta (batas alpha-theta), sehingga
bagi para ahli, akan berpendapat bahwa disetiap otak manusia ada terdapat yang
disebut “GOD SPOT”. Sedangkan dalam kondisi tidur normal, seseorang pasti
akan memasuki fase gelombang theta, walaupun hanya sebentar terutama secara
periodik akan berpindah/bergeser ke-gelombang delta dan kembali ke theta
berkali-kali diikuti getaran pelopak mata yang dikenal dengan REM (rapid eyes
movement) dan Non REM atau NREM (non rapid eyes movement) selama
tidur normal 7 ~ 8 jam perhari (lihat grafik dibawah), pada stage 1 dan 2.

Schumann Resonance ( 7.83 Hz)


Schumann Resonance adalah getaran alam semesta pada frekwensi 7.83 Hz,
yang juga masuk dalam kelompok gelombang theta, dianggap sebagai suatu
keadaan mental seseorang yang apabila otak (pusat syaraf) nya mampu
mengikuti resonansi ini akan masuk keadaan supranatural. (ESP-extra sensory
perception, hipnotis, telepati dan fenomena serta aktifitas mental lainnya).
Sedangkan Schumann resonance serta frekwensi diatasnya masuk kelompok
frekwensi ELF (extremely low frequency pada bandwith 3 ~ 30 hz dan
frekwensi infrasonic).

DELTA wave ( 0.5 hz ~ 4 hz )


Adalah getaran pusat syaraf (otak) yang memiliki amplitudo yang besar dan
frekwensi yang rendah, biasanya < 3 hz, yang terjadi pada saat seseorang yang
mengalami “keadaan tidur sangat lelap” atau anak dibawah usia 13 th ketika
dalam keadaan sadar penuh. Dalam keadaan normal, seorang dewasa yang
sedang tidur pada malam hari (lihat grafik dibawah), pada stage 3 dan 4, NREM
bukan pada stage 1 dan 2. Akhirnya berdasarkan penyelidikan para ahli, bahwa
seseorang yang menderita atau gangguan otak (fisik, benturan otak, pendarahan
otak dan koma), maka fase getaran yang terjadi akan didominasi oleh
gelombang delta.

Metode Resonansi dan Stimulasi Gelombang Otak

Resonansi pada garpu tala. Jika ada 2 buah garpu tala yang senada, apabila salah
satu garpu tala diketuk T1 (digetarkan), lalu didekatkan tanpa menyentuhnya
kepada garpu tala lain T2 , yang diam, maka garpu tala yang lain ini akan ikut
bergetar, dengan nada yang sama. Maka garpu tala T2 disebut beresonansi (ikut
bergetar) dengan garpu tala T1 . Dua garpu tala yang beresonansi. Frequency
Following Response (FFR) adalah respon dari otak yang mengikuti sinyal2 baik
suara (audio) yang melalui telinga, maupun gambar ( visual ) melalui mata
(terbuka/tertutup), dari luar tubuh, yang diinjeksikan atau dimasukan
(BrainWave entrainment) berupa getaran atau gelombang yang mencapai target
frekwensi/gelombang yang diinginkan (meditasi, penyembuhan, tidur nyenyak,
belajar cepat dan seterusnya atau alpha,theta dst). Bandingkan dengan resonansi
garpu tala ( resonansi terjadi pada benda2 bergetar sedangkan FFR terjadi pada
pusat syaraf/otak). Resonansi pada otak dan pusat syaraf. Demikian pula dalam
halnya pusat syaraf (otak) manusia, dengan diketahuinya setiap tingkat
getaran/gelombang otak manusia yang mampu mengikuti (beresonansi) dari
getaran suara (audio) melalui telinga dan gambar (visual) melalui mata, atau
sinyal lainnya melalui alat peraba/perasa (tangan, tubuh, di belakang telinga),
maka dapat diatur sekehendak kita untuk mencapai target2 aktifitas mental yang
dikehendakinya (meningkatkan IQ, belajar cepat, meditasi, aktifitas2
supranatural, mengobati atau meningkatkan kesehatan bagi mereka yang
menderita ADHD, ADD atau Autism, susah tidur dan seterusnya).
Namun sayangnya bahwa untuk mencapai hal tersebut diatas tidaklah mudah,
seperti yang kita harapkan, karena keterbatasan pendengaran dan penglihatan
manusia, misalnya sinyal suara, atau frekwensi suara, hanya dapat didengar dari
20 Hz s/d 20 khz itupun batas pendengaran efektip akan berlainan untuk setiap
orang ( wanita, pria atau anak), bahkan anak kecil mampu mendengar suara
diatas 20 Khz, namun rata-rata manusia hanya dapat mendengar antara 50 hz
s/d 8 khz saja.
Lalu bagaimana agar gelombang frekwensi suara yang diterima dan didengar
oleh telinga kanan dan kiri dapat direspon dengan baik oleh otak (pusat syaraf)
dan diterjemahkan sebagai gelombang-gelombang beta, alpha, theta dan delta (
dan juga gamma, hypergamma, lamda dan epsilon )
Ada beberapa metode atau cara diantaranya dengan:

1. Binaural beats ( pelayangan sinyal suara )


Apabila 2 gelombang frekwensi f1 dan f2 (telinga kanan dan kiri ) dipadukan
menjadi satu, maka secara matematik akan diperoleh hasil sebagai berikut :
• frekwensi dasar yaitu f1 dan f2.
• kelipatan atau harmonik ganjil dari masing-masing frekwensi yaitu 3f1, 5f1 dst
dan 3f2, 5f2 dst
• selisih dan jumlah dari kedua frekwensi dasar tersebut ( f1 – f2) dan (f1+f2).

Tergantung dari aplikasi matematis tersebut, pada penggunaan dan perhitungan


untuk otak (pusat syaraf) manusia maka yang direspon “hanya” f1 dan f2
sebagai suara biasa dan ( f1 – f2 ) yang akan direspon oleh otak (pusat syaraf)
sebagai gelombang-gelombang gamma, beta, alpha, theta atau delta. Misalnya f1
= 400 hz dan f2 = 410 hz, maka ? f = 10 Hz direspon otak sebagai gelombang
alpha, maka selisih dua frekwensi yang berbeda ini disebut binaural beat atau
pelayangan 2 sinyal. Binaural beat ditemukan dan diselidiki pertama kali oleh
Heinrich Wilhelm Dove pada tahun 1839.

2. Gelombang Isochronics ( monaural beats)


Karena dengan sistim binaural beat diperlukan headphone (kiri dan kanan) atau
pemasangan pengeras suara (speaker) yang dipasang tepat disamping kiri dan
kanan, agar otak merespon cukup baik, maka sistim ini menjadi tidak effektif
dan kurang kuat pengaruhnya terhadap otak (pusat syaraf), maka dipilih cara
lainnya yang lebih baik, yaitu dengan sistim Isochronics. Pada gelombang
isochronic, maka baik suara yang didengar ditelinga kiri maupun kanan akan
memiliki frekwensi suara dan amplitudo yang sama, hanya kedua sinyal tersebut
dimodulasikan dengan impuls/switch on/off (hidup/mati) dengan batasan-
batasan irama gelombang otak (beta, alpha, theta . Delta ) tersebut disesuaikan
dengan target-target aktifitas mental yang akan dicapai seseorang. Stimulasi
gelombang otak adalah rangsangan-rangsangan (suara atau cahaya/gambar)
yang dikirim keotak (pusat syaraf) melalui panca indra ( telinga atau mata),
sehingga otak (pusat syaraf) akan merespon den mengikuti (resonansi) sesuai
dengan irama dari jenis gelombang tersebut ( beta, alpha, theta, delta atau
gamma).

Stimulasi gelombang otak yang memakai sistim isochronic lebih baik dari
binaural beats karena :
Binaural beats memerlukan headphone stereo, sedangkan isochronic tidak,
cukup yang mono atau 1 headphone atau mono-speaker. Respon dari otak
(pusat syaraf) jauh lebih kuat jika mempergunakan sistim isochronics (Stimulasi
cahaya melalui mata). Stimulasi gelombang otak, dapat juga melalui cahaya atau
melalui mata dengan gambar bergerak atau beranimasi (kelopak mata terbuka)
atau mata tertutup dengan menyalakan dan mematikan cahaya hitam/putih atau
berwarna (cahaya menembus kelopak mata memakai alat Audio strobe LED
Glasses), yang disesuaikan dengan irama gelombang otak (beta, alpha, theta,
delta ), dengan perkataan lain ber-kelap – kelip atau fliker.

Audio Strobe ( LED Glasses )


LED glasses are a powerful and effective way to entrain the brain. Like the light
pulses embedded into visual plugins, AudioStrobe uses light to entrain the
brain. LEDs are mounted onto glasses and positioned an inch or two away
from the eyelids. The lights are then flashed according to the target brainwave
frequency. Dengan adanya respon dari otak (pusat syaraf), mengakibatkan
timbulnya impuls-impuls listrik diotak (2 ~ 10 microVolt) yang disebut CER (
Cortical Evoked Response ), yang dapat dibaca oleh EEG
(electroenchepalogram) untuk pemeriksaan efektifitas, pengujian dan
monitoring.

Frequency Following Response (FFR) adalah respon dari otak yang mengikuti
sinyal2 baik suara
( isochronics atau binaural beat ) maupun gambar ( visual ) dari luar tubuh,
untuk mencapai target yang diinginkan (meditasi, penyembuhan, tidur nyenyak,
belajar cepat dan seterusnya).

GELOMBANG OTAK DALAM HIPNOSIS

Bagaimana gelombang otak kaum paranormal? Berdasarkan temuan ilmiah


dibidang parapsikologi, ternyata gelombang-gelombang otak tertentu berperan
aktif melakukan kemampuan paranormal. Saat ini ditemukan teknologi stimulasi
otak dengan gelombang suara yang unik. Seperti telah diakui lembaga sains dan
penelitian tentang otak, suara memiliki pengaruh besar terhadap kinerja otak,
contohnya efek musik Klasik dan Jazz terhadap Otak dan Psikologi Manusia.
Dengan berdasarkan pada konsep frekwensi suara inilah, Teknologi Stimulasi
Otak mampu menghasilkan frekwensi suara khusus yang dikenal dengan nama
Binaural Beat Frequency. Binaural Beat Frequency adalah frekwensi yang
dihasilkan melalui perhitungan matematika kompleks sehingga mampu
menginterferensi dan menstimulasi gelombang otak untuk memasuki kondisi
“trance” (frekwensi theta). Binaural Beat Frequency memiliki pengaruh yang
kuat, bahkan lebih kuat dari pengaruh musik Klasik dalam menstimulasi
gelombang otak manusia memasuki frekwensi tertentu, seperti alpha, theta &
delta. Dengan menyelaraskan gelombang otak pada frekwensi tertentu maka kita
akan manpu atau bisa memiliki kekuatan metafisika yang sangat berguna bagi
kehidupan kita sehari-hari. Metoda ini ditemukan sejak tahun 1960 yang
dilakukan oleh berbagai ilmuwan yang menyimpulkan bahwa frekwensi suara
tertentu dapat menpengaruhi keadaan seseorang. Seseorang yang gelombang
otak pada frekwensi beta (12 – 25 cps) melakukan kegiatan berpikir,
berinteraksi, dan menjalani kehidupan sehari. Gelombang otak pada frekwensi
alfa (8 12 cps) menyadari keberadaan mimpi dan keadaan meditasi terdalam
karena Gelombang alfa sebagai jembatan penghubung antara pikiran sadar dan
bawah sadar. Sedangkan gelombang otak pada frekwensi theta (4 – 8 cps)
memasuki alam bawah sadar yang mengalami kondisi meditasi sangat
mendalam. Seseorang yang berprofesi sebagai paranormal dan penyembuh
gelombang otaknya lebih banyak mengandung frekwensi delta (0,1 – 4 cps).
Frekwensi delta bertindak sebagai “radar” yang mendasari kerja intiusi, empati
dan tidakan yang bersifat instink. Delta juga membantu mencapai tingkat
kesadaran dan kebijakan tertinggi. Adalah Audio Binaural Beat Frequency,
sebuah alat khusus yang diprogam dengan frekwensi khusus untuk diselaraskan
gelombang otak kita ke dalam frekwensi alpha, theta dan delta. Dengan
mendengarkan Audio Binaural Beat Frequency System yang menstimulasi otak
yang memberikan respon kepada bagian otak yang berfungsi pusat kesehatan &
kemanpuan paranormal, maka akan otomatis membangkitkan energi tubuh
(kundalini/cakra/aura/chi), mata bathin, terawangan, psikometri ESP (Extra
Sensory Perception), telepathy, telekinetis, psychokinetis, lepas sukma,
peningkat daya seksual, peningkat metabolisme tubuh dan sebagainya. Satu lagi
kemampuan yang kerap dihubung-hubungkan dengan paranormal adalah
kemampuan hipnosis. Konsep hipnosis telah ada sejak awal peradaban manusia,
hipnosis selalu dihubungkan dengan berbagai ritual keagamaan dan
kepercayaaan, kekuatan magis dan supranatural. Hipnosis secara konvensional
adalah salah satu kondisi kesadaran (state of consciousness), dimana dalam
kondisi ini manusia lebih mudah menerima saran (informasi). Konsep hipnosis
terus berkembang seiring dengan perkembangan jaman. Hipnosis secara
modern adalah teknik untuk membypass atau mempekecil ’critical factor’ dari
conscious, sehingga RAS (Reticular Activating System) terbuka, dan informasi
dapat memasuki sub-conscious. Sedangkan orang yang melakukan hipnosis
dikenal dengan hipnotis. Penelitian yang dilakukan dalam tugas akhir ini
bertujuan melihat pengaruh hipnosis terhadap kejiwaan seseorang, terutama
dilihat pada pembangkitan sinyal EEG manusia. Hasil penelitian ini diharapkan
dapat lebih membantu dalam proses penyembuhan secara hipnoterapi dan
memberikan informasi mengenai pencegahan terhadap proses penipuan melalui
hipnosis.

Pengambilan data dilakukan pada kondisi hipnosis yang mengacu pada struktur
dasar hipnosis. Data yang diambil berupa PSD (Power Spectra l Density) yang
telah dirata-ratakan dan peta gelombang otak (brainmapping ). Pengolahan data
secara statistik menggunakan metode ANOVA (Analysis Of Variance). Sinyal
beta merupakan sinyal paling dominan di antara sinyal EEG yang lain, hal ini
menjelaskan bahwa pada saat kondisi hipnosis 1 dan hipnosis 2 pikiran tetap
terjaga atau sadar. Sinyal al pha meningkat pada kondisi hipnosis 1 dimana
pikiran akan terasa rileks dan santai namun terfokus, Sinyal theta meningkat
pada kondisi hipnosis 2 setelah pikiran dibimbing untuk berimajinasi melakukan
suatu kegiatan atau berada di suatu tempat yang mudah dirasakan oleh pikiran.
Sinyal delta relatif kecil pada semua kondisi karena sinyal delta meningkat pada
keadaan tidur lelap. Agar lebih jelas tentang hipnotis ini, ada baiknya kita ikuti
cerita Natalia Sunaidi, pakar hypnotherapy yang juga penulis buku Journey of
The Past berikut ini: Setiap hari saya mengajar di sebuah preschool dari Taiwan
di Pluit (Jakarta). Waktu itu menjelang Tahun Baru Imlek. Seperti biasa sekolah
kami banyak memasang dekorasi Imlek. Di depan pintu masuk tergantung
lampu panjang berwarna merah yang sangat menarik perhatian anak-anak. Suatu
pagi saya menggendong seorang anak Toddler (usia 1,5 th) yang terkesima
melihat lampu panjang tersebut, tiba-tiba dari luar sekolah terdengar suara
ledakan yang sangat keras, suara ban pecah. Saya sangat terkejut, anak yang saya
gendong menangis kencang karena kaget. Saya sudah melupakan kejadian itu
dan memulai kegiatan belajar seperti biasa. Besok paginya ketika anak itu datang
ke sekolah, dia menangis keras ketika akan memasuki pintu. Kami semua tidak
mengerti dan membawanya masuk ke kelas. Begitu pulang sekolah, dia tidak
mau keluar pintu, dia gemetaran sambil berkata “bom…bom…”. Saat itu saya
jadi teringat kembali kejadian kemarin ketika terdengar suara ledakan ban
meletus, saat itu ia sedang mengamati lampu panjang yang digantung di depan
pintu itu. Jadi setiap kali ia melihat lampu panjang itu, ia mengingat kembali
suara ledakan yang membuat dia kaget dan takut.

Saat itu bisa dikatakan anak itu sedang berada dalam kondisi terhipnosis karena
setiap kali ia melihat lampu panjang itu, secara otomatis itu akan memicu
ingatan dia tentang suara ledakan yang membuat dia kaget dan takut.Lalu
mengapa saya menyebut hipnosis adalah suatu hal yang alami? karena kita
mengalami kondisi hipnosis dalam hidup kita sehari-hari. Mengapa demikian?
nanti saya akan jelaskan mengapanya. Tahukah anda bahwa anda masuk kondisi
hipnosis pada saat anda sedang nonton TV, membaca buku, mengetik di
komputer, Meditasi bahkan anda pasti masuk kondisi hipnosis sebelum anda
tidur? Ya, memang begitulah yang terjadi! Mengapa demikian?. Hipnosis tidak
lain adalah sebuah pengetahuan tentang gelombang otak. Setiap manusia
(bahkan bianatang) mempunyai 4 gelombang otak : Beta – Alfa – Teta – Delta.
Beta adalah gelombang otak pada saat kita sedang sibuk, maksudnya fokus kita
bisa pada 5-9 hal. Misalnya, kita sedang makan sambil mendengar musik dan
mendengarkan curhat teman kita. Alfa dan Teta adalah gelombang otak pada
saat kita sedang kondisi relaksasi yaitu fokus pada 1 hal. Delta adalah
gelombang otak pada saat kita tidur pulas dan hypnosis adalah suatu metode
untuk mencapai gelombang otak untuk mencapai Alfa dan Teta. Lalu mengapa
saya mengatakan kita mengalami kondisi hypnosis setiap hari? Pada saat kita
sedang nonton TV, kita fokus pada 1 hal yaitu film yang sedang kita tonton.
Pada saat membaca buku, mengetik komputer, kita pun fokus pada hal yang
sedang kita kerjakan. Oleh karena itu bila kita ukur gelombang otak kita, kita
sedang berada dalam kondisi Alfa atau Beta, kita sedang dalam kondisi
hypnosis. Pada saat kita meditasi, jika pikiran kita sudah tidak kesana kemari
dan kita mulai konsentrasi pada 1 fokus maka gelombang otak kita berada
dalam kondisi Alfa atau Teta. Bahkan setiap kita tidur kita harus melewati
kondisi hipnosis sebelum tertidur pulas, yaitu dari gelombang Beta ke Alfa –
Teta akhirnya Delta. Lalu mengapa kita perlu mencapai gelombang Alfa atau
Teta ? Karena bila kita derada dalam gelombang Beta (fokus yang terpecah) kita
tidak akan bisa belajar atau menerima apapun. Bayangkan seperti ini, bila anda
sedang berada di ruangan mesin yang ribut, anda tidak akan bisa mendengar
suara teman anda, anda harus menurunkan suara mesin itu lalu fokus pada suara
teman anda baru bisa mengerti apa yang ia katakan. Sama seperti itu, hipnotis
adalah metode untuk menurunkan gelombang sibuk anda (Beta) supaya
mencapai Alfa atau Teta supaya anda bisa lebih fokus. Bahkan anda sangat perlu
berada di gelombang Alfa atau Teta untuk bisa belajar misal pada saat kuliah,
mendengar ceramah, membaca buku, dan sebagainya.
Lalu mengapa anak murid saya menjadi trauma terhadap lampu panjang merah
tersebut ? Karena pada saat ia mengamati lampu tersebut, otaknya berada di
kondisi Alfa atau Teta sehingga ia menjadi reseptif terhadap suara ledakan itu.
Lalu bagaimana yang terjadi di TV, yaitu orang-orang yang diubah namanya atau
berperilaku aneh? Apakah kesadarannya dilemahkan dengan hipnotis?
Prosesnya sama, yang dilakukan oleh para hipnotis adalah dengan menggunakan
metode hipnosis menurunkan gelombang otak orang itu menjadi Alfa atau Teta
sehingga ia menjadi reseptif pada sugesti sang hipnotis. Lalu kemanakah
kesadarannya ? Apakah hilang ? Tidak hilang! Kesadarannya tetap ada bahkan ia
sangat sadar. Misalnya, seorang lelaki bernama Eko diubah namanya menjadi
Ria. Eko masih sangat sadar bahkan pada saat ia bilang namanya adalah Ria
tetapi kesadarannya tidak cukup kuat untuk menolak sugesti sang hipnotis. Lalu
apakah kesadaran Eko sedang dilemahkan melalui hipnotis? TIDAK! Memang
kesadarannya sudah lemah dari awalnya dan melalui hipnosis jadi terlihat. Jika
begitu apa bedanya kita semua dengan Eko? ketika kemarahan menguasai kita,
kita menjadi terfokus pada hal yang menyebabkan kita marah, lalu kita bereaksi
galak dan mengomeli orang lain. Bukankah kita saat itu terhipnotis oleh
kemarahan kita? Bukankah saat itu kesadaran kita pun lemah sehingga tidak bisa
menyadari kemarahan yang muncul? Jika demikian mengapa kita bisa
menyimpulkan hipnosis yang bisa membuat kesadaran kita melemah jika setiap
harinya kesadaran kitapun lemah dan terlarut dalam kemarahan, keserakahan,
kebencian, irihati dan sebagainya ? Lalu kemanakah kesadaran kita saat itu? Jika
memang hipnosis bisa melemahkan kesadaran maka sesungguhnya kita sedang
melemahkan kesadaran kita dengan menonton TV, meditasi bahkan setiap kali
tidur, karena saat itu kita berada dalam kondisi hipnotis. Apakah begitu? Sangat
Tidak! Hipnosis adalah sebuah pengetahuan yang mempelajari gelombang otak
dan metode komunikasi untuk mencapai gelombang otak Alfa atau Teta.

Melalui relaksasi dalam masalah yang muncul adalah setelah mencapai


gelombang otak Alfa atau Teta melalui hipnosis, lalu mau diapakan ? Apa mau
digunakan untuk memasukkan sugesti negatif atau positif ? Apa mau digunakan
untuk melihat kehidupan lalu dan mengambil kebijaksanaannya? atau untuk
menenangkan pikiran? atau bahkan digunakan untuk hiburan iseng? semuanya
tergantung kebijaksanaan anda. Seperti sebilah pisau, ia bisa digunakan untuk
kejahatan tetapi juga bisa kita pakai untuk membantu untuk membantu kegiatan
masak untuk menghasilkan berbagai makanan bergizi. Tetapi pisau hanyalah
pisau, ia tidak termasuk barang baik atau buruk. Sama seperti hipnosis, ia bisa
digunakan untuk hal negatif tapi bisa juga digunakan untuk meningkatkan
kualitas hidup. Empati menjadi salah satu pembeda, seseorang yang mampu
mengasah hipnosis dengan empati rendah akan besar kemungkinan untuk
melakukan hypnosis dalam konotasi negative, begitupun sebaliknya. Hypnosis
dalam dunia psikologi akan sangat membantu bagi beberapa kasus gangguan-
gangguan tertentu. Hipnosis hanyalah suatu metode, yang jika kita bisa
mengolahnya dapat kita gunakan untuk meningkatkan kebijaksanaan kita. Jadi
semuanya itu menjadi pilihan anda, mau menggunakan hipnosis untuk melihat
kehidupan lalu dan mengambil kebijaksanaannya atau mau tidak
menggunakannya. Ini semua bukan menjadi hal yang benar atau salah lebih
merupakan hal yang cocok atau kurang cocok. Sebagaimana diketahui, cara
kerja otak dipengaruhi oleh kondisi otak yang disebut fase Beta, Alfa, Theta,
dan Delta. Pada kondisi Beta, gelombang otak adalah 12-25Hz. Ini adalah
kondisi konsentrasi yang muncul ketika seseorang sedang mengerjakan sesuatu
yang sulit dan perlu berpikir keras. Pada saat ini otak hanya mempunyai
kemampuan fokus tunggal. Kondisi beta cocok untuk tujuan menyelesaikan
suatu pekerjaan secara serius, seperti mengerjakan soal, ngebut, mengerjakan
tugas kritis dan serius. Musik yang riang dan cepat dapat membantu mencapai
kondisi otak ini. Kondisi Alfa mempunyai gelombang otak dengan frekuensi 8-
12Hz. Kondisi tenang ini memungkinkan otak untuk multifokus,
memperhatikan beberapa hal sekaligus. Kondisi Alfa sangat tepat untuk belajar
yang bersifat menyerap, memahami, menghafalkan pengetahuan, karena pada
kondisi ini otak menjadi siap belajar. Musik yang sedang dan ringan dapat
membantu tercapainya kondisi Alfa. Gelombang otak Theta adalah 4-8Hz, yang
merupakan keadaan setengah sadar. Pada kondisi ini ide kreatif banyak muncul
karena peran otak bawah sadar menjadi lebih dominan. Kabarnya, otak bawah
sadar mempunyai kemampuan lebih besar 7:1 dibanding otak sadar. Itulah
mengapa seringkali penyelesaian masalah muncul saat hampir tidur atau saat
bangun tidur. Kondisi Theta juga merupakan kondisi untuk mengakses alam
bawah sadar. Hipnotis dan hipnoterapi menggunakan kondisi ini untuk
memberikan perintah-perintah ke alam bawah sadar pasien, misalnya perintah
untuk merasakan bahwa rokok itu sangat memualkan pada terapi terhadap
pecandu rokok.

Dengan perintah-perintah yang telah disusun sedemikian rupa, seorang


hipnoterapi memandu pasien untuk memasukkan gambaran-gambaran baru ke
dalam alam bawah sadar. Karena alam bawah sadar tidak mampu membedakan
gambaran imajinasi terhadap kondisi nyata, maka gambaran imajinasi tersebut
akan ditangkap sebagai kondisi nyata. Ketika kemudian pasien telah sadar
sepenuhnya (kondisi Beta dan Alfa) maka alam bawah sadar telah mempunyai
gambaran lain terhadap kondisi nyata, misalnya terhadap rokok yang semula
dipandang nikmat tiba-tiba dipandang memualkan. Seorang rekan saya
bereksperimen dengan hipnoterapi terhadap anaknya yang masih SD. Ketika
sang anak sedang dibuai untuk tidur maka dia menyampaikan pesan-pesan baru
ke alam bawah sadar anaknya dengan mengatakan bahwa sang anak adalah anak
yang rajin, pintar, baik hati, selalu bisa dalam belajar, dan hal-hal baik lainnya.
Sekitar dua minggu kemudian mendadak prestasi belajar anaknya meningkat
drastis. Rekan saya pun terkejut dengan hasil yang tidak disangkanya tersebut.
Semacam dengan hal tersebut adalah efek dongeng sebelum tidur bagi anak.
Dongeng-dongeng dengan pesan moral biasanya sangat membekas dalam
ingatan anak bahkan hingga dewasa. Karena itu sangat penting untuk
menyempatkan diri mendongeng kepada anak dengan pilihan dongeng-dongeng
yang bermoral baik, karena secara langsung dongeng tersebut akan masuk ke
dalam alam bawah sadar anak. Sebaliknya sangatlah buruk memberi pengantar
tidur dengan memarahi anak, memberi tontonan seram, dan perlakuan kasar,
karena hal itu akan membekas saat anak hampir tidur. Yang juga menarik
dilakukan adalah self hipnoterapi, yaitu dengan menyatakan kalimat-kalimat
positif kepada diri sendiri. Salah satu cara adalah dengan tiduran, atau duduk
rileks memejamkan mata, kemudian menenangkan diri tidur-tiduran, lalu
menyatakan kalimat positif , “Khairul (ganti nama Anda), kamu bisa, kamu baik,
kamu sukses…” Sambil menepuk dada atas kiri, bahu belakang kanan, atau
paha kanan. Mengapa di daerah itu? Itu adalah daerah yang hanya orang
terdekat yang menyentuhnya, seperti ibu, sahabat, dan keluarga. Pada saat
daerah tersebut disentuh maka alam bawah sadar akan mengatakan ‘ini pesan
dari orang yang dekat denganku’ dan dia menjadi terbuka untuk menerima
pesan tersebut. Dengan demikian apapun yang disampaikan tadi menjadi bagian
alam bawah sadar dan diingat olehnya.
GELOMBANG OTAK SEBAGAI PASSWORD

Para peneliti Kanada kini sedang mengembangkan teknik yang dapat


menggunakan gelombang otak untuk mengunci pintu atau memperoleh akses
ke layanan bank. Urusan teknik pengamanan menggunakan keunikan tubuh
manusia telah banyak dikembangkan para ahli, misalnya sidik jari. Bahkan
beberapa perusahaan telah menawarkan pengenalan citra iris (bagian mata) di
banyak negara yang ingin menerapkan paspor biometrik. Tapi Julie Thorpe,
seorang peneliti di Carleton University di Ottawa mempunyai ide yang lebih
gila. Menurutnya, tidak perlu digunakan kartu rahasia, nomor pin, dan bentuk
pengaman fisik lainnya untuk mengakses ATM, mengakses data di komputer,
atau memasuki gedung dan ruangan rahasia. “Penggunanya juga akan mudah
sekali mengingat password-nya,” kata Thorpe. Ia berharap dapat
mengembangkan alat pengaman pertama yang membaca gelombang otak
sebagai kode tersebut. Idenya memang sangat potensial untuk
dikomersialisasikan, dengan asumsi sinyal-sinyal dari otak selalu berbeda antara
satu orang dengan lainnya meskipun mereka memikirkan hal yang sama. “Sinyal
otak unik seperti halnya sidik jari,” katanya. Ia bekerja sama dengan mahasiswa
kedokteran dan peneliti teknologi keamanan Paul Van Oorschrot di Ottawa
untuk mewujudkan ide tersebut. Penelitiannya juga bertujuan mengembangkan
alat bantu bagi para penderita paralisis untuk mengendalikan dan berkomunikasi
dengan lingkungan sekitarnya. Para penderita paralisis kehilangan kemampuan
menggerakaan tubuhnya karena otot-ototnya lumpuh sehingga satu-satunya
harapan adalah memanfaatkan gelombang otaknya. Untuk mengubah
gelombang otak menjadi perintah komputer yang mengendalikan berbagai
peralatan tentu sulit meskipun mungkin. Tapi, menggunakan perbedaan
gelombang tersebut untuk menggantikan fungsi password jauh lebih mudah.
“Anda dapat menggunakan suara musik atau memori saat kanak-kanak sebagai
password bahkan dengan menyodori gambar tertentu, seseorang dapat langsung
mengingatnya,” kata Thorpe. Meskipun demikian, ia masih harus memastikan
bahwa setiap orang dapat menghasilkan gelombang yang selalu tepat.
“Seringkali, tanpa disadari sebuah lagu yang Anda pikirkan mungkin akan
mengganggu sinyal sebab banyak sekali proses di dalam otak manusia,” katanya.
Selain itu, perangkat komputer untuk memeriksa gelombang otak yang ada saat
ini belum terlalu praktis.
Electroencaphalogram (EEG) yang digunakan untuk mengukur sinyal-sinyal
listrik di otak menggunakan banyak elektroda yang dipasang di kening sehingga
untuk sekali pemeriksaan saja membutuhkan waktu lama. Selain itu, pengukuran
dengan alat tersebut membutuhkan gel yang harus dioleskan ke kulit kepala agar
elektroda tersebut dapat digunakan. Inilah bentuk yang sedang diperbaiki
Thorpe sehingga pengukuran gelombang otak dapat dilakukan dengan praktis.

MENGGERAKKAN BENDA DENGAN GELOMBANG OTAK

Benda-benda digerakkan oleh gelombang otak, tak lagi mustahil. Percobaan


ilmiah sudah berhasil membuktikan. Pada tahap awal penerapan prinsip kerja
gelombang pikiran sebagai penggerak benda-benda, sistem antarmuka
(interface) komputer-otak kini semakin dapat diterapkan. Menurut laporan
LiveScience, riset sinyal saraf itu telah mencapai kemajuan yang berarti. Tak
heran, penelitian itu menjadi yang paling menarik di bidang rekayasa biomedis.
Awal tahun ini, para peneliti melatih empat penderita epilepsi untuk
menggerakkan kursor komputer dengan kekuatan pikiran mereka. Para pasien
itu tengah menunggu operasi bedah otak. Beberapa lembar tipis elektroda
pendeteksi sinyal dipasang pada permukaan otak mereka. Mereka kemudian
diminta untuk mengerjakan beberapa tugas, seperti membuka dan menutup
telapak tangan serta menjulurkan lidah. Pada saat yang sama, para ilmuwan
menilai apakah sinyal-sinyal otak berkaitan dengan gerakan-gerakan itu. Sinyal-
sinyal dari gerakan-gerakan tersebut kemudian diselaraskan dengan gerakan
kursor di monitor. Misalnya, ketika otak memerintahkan pasien membuka
tangan kanan, maka kursor bergerak ke kanan. Pasien juga diminta untuk
menggerakkan kursor dari satu titik ke titik lain di monitor. Caranya, dia hanya
berpikir tentang pemindahan kursor tersebut. Awalnya, keempat pasien itu
merasa kesulitan. Namun, mereka akhirnya mampu mengendalikan kursor
dengan pikiran. Setelah beberapa menit, mereka melakukannya dengan tingkat
akurasi lebih dari 70 persen. Bahkan, seorang pasien mampu menggerakkan
kursor melalui pikirannya dengan tingkat akurasi 100 persen pada akhir
percobaan. ”Semua peserta percobaan kami dapat mengendalikan kursor
komputer dengan menggunakan sinyal-sinyal otak,” kata Daniel Moran dari
Washington University. Penelitian itu membuktikan, sensor-sensor yang
ditempatkan di permukaan otak ternyata lebih efektif ketimbang ditanam di
jaringan otak atau dikenakan seperti topi. Cara penempatan di permukaan otak
itu membuat mereka dapat menerima sinyal lebih stabil dan kuat ketimbang
ditanam di jaringan otak atau dikenakan seperti topi. Hanya sedikit riset
melibatkan penderita lumpuh total sebagai partisipan penelitian. Salah satunya
adalah penelitian di Brown University dan Cyberkinetics Neurotechnology
Systems Inc. Studi itu sedang mengembangkan sistem yang disebut BrainGate.
Dalam studi ini, sebuah sensor ditanamkan di lapisan luar saraf pemicu gerak
primer (tempat otak merespons gerakan). Ukuran alat sensor itu lebih kecil dari
uang koin. Sensor tersebut memiliki elektroda setipis rambut yang dimasukkan
sekitar satu milimeter di bawah tempurung kepala. Alat itu dapat menangkap
sinyal-sinyal elektrik dari saraf-saraf yang memicu gerakan.

KEKUATAN OTAK, KEKUATAN JIWA

Jiwa adalah sumber kekuatan seseorang. Orang yang Jiwanya lemah, akan tampil
sebagai sosok yang lemah. Sedangkan orang yang berjiwa kuat akan tampil
sebagai sosok yang ‘kuat’ pula. Tentu saja, bukan sekadar dalam arti fisik.
Melainkan ‘kekuatan’ pribadinya dalam menghadapi gelombang kehidupan.
Orang yang memiliki Jiwa kuat, bukan hanya berpengaruh pada keteguhan
pribadinya, melainkan bisa digunakan untuk mempengaruhi orang lain, bahkan
benda-benda di sekitarnya. Anda melihat betapa besarnya kekuatan yang
ditebarkan oleh Bung Karno sebagai ahli pidato. Ia bisa mempengaruhi ribuan
orang hanya dengan kata-katanya. Ribuan orang terpesona dan rela berpanas-
panas, berdesak-desakan, atau berjuang dan berkorban, mengikuti apa yang dia
pidatokan. Anda juga bisa merasakan, betapa hebatnya kekuatan yang
digetarkan oleh Mozart dan Beethoven lewat karya-karya musiknya. Berpuluh
tahun karya mereka dimainkan dan mempesona banyak musikus atau penikmat
musik di seluruh dunia. Atau, lebih dahsyat lagi, adalah kekuatan yang terpancar
dari Jiwa para nabi. Keteladanan dan risalah yang beliau bawa telah mampu
menggetarkan satu setengah miliar umat di seluruh penjuru planet bumi ini
untuk mengikutinya. Bahkan terus berkembang, selama hampir 1500 tahun
terakhir.

Bagaimana semua itu bisa terjadi? Dan darimana serta dengan cara apa kekuatan
yang demikian dahsyat itu terpancar? Semua itu ada kaitannya dengan kekuatan
Jiwa yang terpancar dari seseorang. Dengan mekanisme otak sebagai pintu
keluar masuknya. Mempelajari aktivitas otak, berarti juga mempelajari aktivitas
Jiwa. Kenapa demikian? Karena seperti telah kita bahas di depan, Jiwa adalah
program-program istimewa yang dimasukkan ke dalam sel-sel otak. Dan
program-program itu lantas berkolaborasi membentuk suatu sistem di dalam
organ otak. Karena itu, setiap apa yang dihasilkan otak adalah pancaran dari
aktivitas Jiwa kita. Bagaimana memahaminya? Banyak cara. Di antaranya dengan
memahami produk-produk otak sebagai organ pemikir. Kalau kita membaca
karya seseorang, baik berupa karya tulis, musik, pidato, atau karya-karya seni
dan ilmu pengetahuan lainnya, kita sedang memahami pancaran jiwa seseorang.
Di dalam karya itu terkandung energi, yang tersimpan di dalam maknanya.
Untuk bisa merasakan energi tersebut tentu kita harus menggunakan Jiwa untuk
memahaminya. Jika kita sekadar menggunakan panca indera terhadap suatu
karya, tapi hati atau Jiwa kita tidak ikut dalam proses pemahaman itu, tentu kita
tidak bisa merasakan besarnya energi yang terpancar. Karya itu tidak lebih hanya
sebagai seonggok benda mati. Tapi, begitu kita melibatkan hati dan Jiwa, tiba-
tiba karya itu menjadi hidup dan bermakna. Yang demikian itu bisa terjadi pada
pemahaman apa saja. Setiap kali kita ingin menangkap makna, maka kita harus
melibatkan hati dan Jiwa. Hati adalah sensor penerima getaran universal di
dalam diri seseorang. Ada yang menyebutnya sebagai indera ke enam.

Kombinasi antara panca indera dan hati akan menyebabkan kita bisa melakukan
pemahaman. Tapi semua sinyalnya tetap dikirim ke otak sebagai pusat
pemahaman atas informasi panca indera dan hati tersebut. Di situlah Jiwa
bekerja sebagai mekanisme kompleks dari seluruh rangkaian software yang ada
di sel-sel otak. Jadi, otak memancarkan gelombang energi yang tersimpan di
dalam maknanya. Makna itu sendiri sebenarnya bukanlah energi, meskipun ia
mengandung energi. Makna juga bukan materi. Makna adalah makna alias
‘informasi’. Selama ini, kita memahami eksistensi alam semesta hanya tersusun
dari 4 variable, yaitu Ruang, Waktu, Materi dan Energi. Sebenarnya, ‘Informasi’
adalah variable ke 5 yang turut menyusun alam semesta. Para pakar Fisika tidak
memasukkan ‘Informasi’ sebagai salah satu variable penyusun alam, karena
pengukuran ‘Informasi’ itu tidak bisa dilakukan oleh alat ukur material seperti
mengukur Ruang, Waktu, Energi dan Materi. Makna atau informasi hanya bisa
diukur oleh ‘perasaan’ makhluk hidup. Tetapi seiring dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, informasi kini semakin bisa diukur secara lebih
kuantitatif bukan hanya kualitatif saja. Sehingga, saya kira sudah waktunya kita
memasukkan ‘variable Informasi’ sebagai Salah satu dari 5 variable penyusun
eksistensi alam semesta.
Nah, variabel ke 5 inilah yang banyak berperan ketika kita membicarakan
makhluk hidup. Khususnya yang berkaitan dengan Jiwa dan Ruh. Sebab,
ukuran-ukuran yang bisa kita kenakan pada aktivitas Jiwa dan Ruh itu bukan
cuma sebatas ukuran Ruang, Waktu, Energi dan Materi, melainkan ukuran
‘informasi’ alias ‘makna’. Dan itu belum terwadahi oleh 4 varaibel tersebut.
Mungkinkah ada suatu peralatan yang bisa mengukur baik dan buruk? Atau
adakah alat secanggih apapun yang bisa mengukur tingkat keindahan,
kejengkelan, kebosanan, ketentraman, kebencian, kedamaian, dan kebahagiaan?
Semua itu terkait dengan informasi dan makna. Sebenarnyalah ‘makna’ itu
memiliki arti yang lebih mendalam dibandingkan sekedar informasi. Meskipun,
tidak bisa diukur secara langsung sebagaimana mengukur kuantitas Ruang,
Waktu, Energi dan Materi, tapi informasi dan ‘makna’ itu bisa bermanifestasi ke
dalam Ruang, Waktu, Materi dan Energi. Informasi dan Makna menjelajah ke
seluruh dimensi tersebut. Sebagai contoh, rasa bahagia bisa terpancar di wajah
seseorang (dalam bentuk materi dan energi), dalam kurun waktu tertentu di
suatu tempat (menempati Ruang dan Waktu). Informasi tersebut juga bisa
ditransfer kepada orang lain, sehingga memunculkan energi tertentu. Jika anda
sedang merasa gembira, kemudian menceritakan kegembiraan itu kepada orang
dekat anda, maka orang itu akan merasa ikut bergembira. Dan ketika dia ikut
merasa gembira, dia sebenarnya telah menerima energi kegembiraan itu dari
anda. Dia tiba-tiba terdorong untuk tertawa, atau bahkan menangis gembira.
Dalam bentuk apakah energi kegembiraan itu terpancar ke orang dekat anda?
Apakah suara anda yang keras dan menggetarkan gendang telinganya itu yang
menyebabkan dia tertawa? Pasti bukan. Apakah juga karena suara anda yang
mengalun merdu, sehingga ia ikut gembira. Juga bukan. Yang menyebabkan dia
ikut gembira adalah karena ‘isi’ alias ‘makna’ cerita anda itu. Dan uniknya, energi
yang tersimpan di dalam makna itu tidak bisa diukur besarnya secara statis,
seperti mengukur waktu, atau energi panas. Energi ‘informasi’ itu besarnya bisa
berubah-ubah bergantung kepada penerimanya.

Jika si penerima berita demikian antusias dalam menanggapi berita gembira itu,
maka dia akan menerima energi yang lebih besar lagi. Mungkin dia bisa tertawa
sambil berurai air mata gembira, berjingkrak-jingkrak, dan seterusnya. Padahal,
bagi orang lain, berita yang sama tidak menimbulkan energi sehebat itu. Dimana
kunci kehebatan transfer energi informasi itu berada? Terletak pada dua hal,
yang pertama adalah makna yang terkandung di dalamnya, sejak dari informasi
itu berasal. Dan yang kedua, sikap hati si penerima informasi. Keduanya bisa
saling memberikan efek perlipatan kepada energi yang dihasilkan. Jadi kekuatan
energi informasi terletak pada ‘kualitas interaksi’ antara sumber informasi,
penerima, dan makna yang terkandung di dalamnya. Dan, semua itu
berlangsung dengan sangat dinamis. Itulah yang terjadi dalam mekanisme
pancaran gelombang otak kita, sebagai representasi Jiwa. Memang dalam kadar
tertentu, otak memancarkan gelombang dengan frekuensi yang bisa ditangkap
dengan mengunakan alat-alat perekam elektromagnetik tertentu. Katakanlah
electric Encephalograph atau Magneto Encephalograph. Tapi yang terukur di
sana hanyalah amplitudo dan frekuensinya saja. Atau, mungkin ditambah
dengan pola gelombangnya. Sama sekali tidak bisa diukur berapa besar energi
‘makna’ yang tersimpan di dalamnya. Misalnya, apakah orang yang diukur
gelombang otaknya itu sedang gembira atau bersedih. Atau, lebih rumit lagi,
apakah dia sedang berpikir jahat atau berpikir baik.

Energi makna itu baru bisa diketahui ketika dipersepsi lewat sebuah interaksi
dengan orang lain. Artinya, sampai sejauh ini alat ukur yang digunakan haruslah
makhluk hidup, yang memiliki ‘hati’ dan Jiwa sederajat dengan sumber
informasi. Namun demikian, secara umum, kita bisa mengetahui kondisi Jiwa
seseorang lewat jenis gelombang otak dan frekuensi yang dipancarkannya.
Misalnya, kalau otak seseorang memancarkan gelombang dengan frekuensi 13
Hertz atau lebih, dia sedang keadaan sadar penuh alias terjaga. Kalau pancaran
gelombang antara 8 – 13 hertz, maka dia sedang terjaga tapi dalam suasana yang
rileks alias santai. Jika otaknya memancarkan gelombang di bawah 8 hertz, maka
orang itu mulai tertidur. Dan jika memancarkan frekuensi lebih rendah lagi, di
bawah 4 Hz, ia berarti tertidur pulas. Dan ketika bermimpi, dia kembali akan
memancarkan frekuensi gelombang yang meningkat, meskipun dia tidak terjaga.
Jadi, secara umum kita melihat bahwa ‘aktivitas’ otak seiring dengan aktivitas
Jiwa. Aktivitas Jiwa bakal memancarkan energi Makna. Energi makna itu lantas
memicu munculnya energi elektromagnetik di sel-sel otak. Dan berikutnya,
energi elektromagnetik tersebut memunculkan jenis-jenis neurotranmister dan
hormon tertentu yang terkait dengan kualitas aktivitas Jiwa itu. Misalnya
neurotransmiter untuk kemarahan berbeda dengan gembira, berbeda dengan
sedih, malas, dan lain sebagainya seperti telah kita bahas di depan.
AKTIVITAS KELISTRIKAN OTAK

Salah satu aktivitas otak yang paling dominan adalah munculnya sinyal-sinyal
listrik. Setiap kali berpikir, otak bakal menghasikan sinyal-sinyal listrik. Bahkan
sedang santai pun menghasilkan sinyal-sinyal listrik. Apalagi sedang tegang dan
stress. Sinyal itu dihasilkan oleh sel-sel yang jumlahnya sekitar 100 miliar di
dalam otak kita. Jadi, sebanyak bintang-bintang di sebuah galaksi.
Kalau kita lihat dalam kegelapan, miliaran sel itu memang seperti bintang-
bintang yang sedang berkedip-kedip di angkasa. Setiap kali sel itu aktif, dia bakal
berkedip menghasilkan sinyal listrik. Jika ada sekelompok sel yang aktif, maka
sekelompok sel di bagian otak itu akan menyala. Di sana dihasilkan gelombang
dengan energi tertentu. Bahkan bisa dideteksi dari luar batok kepala dengan
menggunakan alat pengukur gelombang otak, EEG atau MEG. Darimana
kedipan itu muncul? Dari aktifnya program-program yang tersimpan di inti sel
otak. Setiap saat di otak kita muncul stimulasi-stimulasi yang menyebabkan
aktifnya bagian otak tertentu. Misalnya, kita melihat mobil. Maka, bayangan
mobil itu akan tertangkap oleh sel-sel retina mata kita, dan kemudian diubah
menjadi sinyal-sinyal listrik yang dikirim ke otak kita. Sinyal-sinyal kiriman retina
mata itu akan mengaktifkan sejumlah sel yang bertanggung jawab terhadap
proses penglihatan tersebut. Demikian pula ketika kita membaui sesuatu.
Aroma yang tertangkap oleh ujung-ujung saraf penciuman kita bakal dikirim
sebagai sinyal-sinyal ke otak. Dan sinyal-sinyal itu lantas mengaktifkan sel-sel
untuk membangkitkan sinyal-sinyal berikutnya. Bahkan dalam keadaan tidur,
otak kita masih mengirimkan sinyal-sinyal untuk mengatur denyut jantung,
pernafasan, suhu tubuh, hormon-hormon pertumbuhan, dan lain sebagainya.

Seiring berkembangnya zaman, banyak ditemukan hasil-hasil riset mengenai


sistem kerja otak dan menghasilkan temuan berupa asupan gizi pada makanan
yang dapat mempengaruhi sistem kerja otak manusia. Banyak ditemukan
rekomendasi jenis makanan apa saja yang dapat membantu mulai dari
merangsang syaraf otak, membantu atau memperlancar sistem kerja otak, nutrisi
otak, makanan pengganti sistem otak yang bermasalah atau rusak hingga
makanan-makanan yang dapat menyulitkan kinerja pada otak. Didalam
kandungan setiap makanan, tidak hanya dicerna oleh tubuh bagian perut saja,
namun ada yang berdampak langsung dan tidak langsung terhadap
kelangsungan sistem kerja otak, akibatnya dalam jangka waktu tertentu, otak
dapat merasakan dampak dari setiap jenis makanan yang sering dikonsumsi.
Otak adalah generator sinyal-sinyal listrik yang saling terangkai menjadi kode-
kode kehidupan. Jika kode-kode itu padam, maka orangnya pun meninggal.
Karena, sudah tidak ada lagi aktivitas kelistrikan di sel otaknya. Berarti tidak ada
lagi perintah-perintah untuk mempertahankan kehidupan. Tidak hanya berhenti
di otak, sinyal-sinyal listrik itu merambat ke mana-mana ke seluruh tubuh, lewat
komando otak. Menghasilkan gerakan-gerakan atau perintah lain untuk
kelangsungan hidup badan kita. Gerakan sinyal listrik tersebut memiliki
kecepatan sekitar 120 m per detik. Jalur yang dilaluinya adalah ‘kabel-kabel’ saraf
yang menyebar dalam sistem yang sangat kompleks.

Pengukuran kelistrikan saraf ini bisa dilakukan dengan menggunakan alat


(ENG) dan menghasilkan data kelistrikan yang disebut Elektro Neuro Gram.
Sedangkan untuk pengukuran kelistrikan otak menghasilkan data berupa
Elektro Ensefalogram (EEG). Dalam konteks ini, manusia lantas mirip dengan
robot, yang aktivitasnya juga didasarkan pada sinyal-sinyal listrik. Pusatnya ada
di hardisk atau chip yang memuat program-program pengendali fungsi
‘kehidupan’ robot itu. Mekanisme kelistrikan di dalam tubuh manusia berjalan
secara otomatis mengikuti pola sistem digital di dalam sel. Dalam keadaan
istirahat, sel memiliki angka tegangan listrik sekitar -90 mvolt. Namun, begitu
ada rangsangan, maka ion-ion natrium yang tadinya berada di luar sel tiba-tiba
‘menyerbu’ masuk ke dalam sel melewati membrannya. Sehingga, suatu saat
muatan di dalam sel itu jauh lebih positif dibandingkan dengan di luar membran
sel. Tegangan puncak yang terjadi, kalau diukur dengan Galvano meter bisa
mencapai +40 mvolt. Ketika sel mencapai nilai ambang tegangan tertentu, maka
sel itu menghasilkan sinyal listrik sebagai jawaban atas rangsang yang terjadi.
Waktu pencapaian nilai ambang tersebut sangat singkat, sekitar 1/1000 detik.
Saat itulah sinyal dihasilkan oleh sel. Di dalam sinyal itu ada kode-kode
informasi yang harus disampaikan kepada sel-sel di sebelahnya, secara
berkelanjutan. Begitu tegangan listrik sel mencapai tegangan puncaknya, +40
mvolt, maka tegangan itu akan menurun kembali menuju tegangan istirahatnya
yaitu -90 mvolt. Begitulah seterusnya, sinyal-sinyal terjadi di dalam sel sebagai
respon atas rangsangan yang terjadi, secara otomatis. Mekanisme kelistrikan itu
terjadi bukan hanya di dalam sel saraf, melainkan di seluruh bagian tubuh. Sinyal
listrik adalah mekanisme utama dalam seluruh aktivitas tubuh manusia. Dan
kini, seiring dengan perkembangan teknologi, besarnya kelistrikan itu bisa
diukur dengan baik.
Sebagai contoh, kelistrikan otot bisa diukur dan menghasilkan data yang disebut
Elektromiogram (EMG). Otot adalah jaringan penggerak yang diladeni oleh
banyak sekali unit-unit motor dari saraf otak atau tulang belakang. Ada sekitar
25 – 2000 serat otot yang terhubung ke saraf-saraf.
Sinyal-sinyal kelistrikan itu merambat lewat jalur tersebut. Ketika sel-sel saraf
istirahat, maka sel-sel otot juga istirahat. Ketika sel saraf menghasilkan sinyal
listrik, maka sel-sel otot juga terangsang, menghasilkan tegangan listrik, dan
kemudian memunculkan sinyal dengan mekanisme yang sama. Kelistrikan pada
retina mata juga bisa diukur. Metode yang dipakai adalah rangsang cahaya pada
retina, yang kemudian menghasilkan sinyal listrik di saraf-saraf sekitar mata.
Sebelum diukur, mata diberi cairan NaD fisiologis, kemudian di korneanya
dipasang lensa kontak yang berisi elektroda Ag-AgCl. Pada sekitar mata
dipasang elektroda referensinya. Elektroda itu bisa dipasang di dahi, atau di
dekat telinga. Maka, ketika retina disinari cahaya, akan muncul sinyal-sinyal yang
bisa diukur oleh sistem peralatan tersebut. Dinamakan Elektroretinogram
(ERG). Teknik lain untuk pengukuran kelainan fungsi mata secara kelistrikan
adalah yang disebut Elektrookulogram (EOG). Sedangkan pada fungsi lambung
dan pencemaan, pengukurannya disebut Elektrogastrogram (EGG). Pada saraf
disebut Elektroneurogram (ENG). Pada otak disebut Elektroensefalogram
(EEG). Dan pada jantung disebut sebagai Elektrocardiogram (ECG).
Pengukuran kelistrikan pada jantung adalah yang paling maju di antara
pengukuran kelistrikan yang lain, karena relatif ‘lebih mudah’ dan ‘lebih tua’.
Tapi kita tidak akan membahasnya di sini lebih jauh. Pada dasarnya saya hanya
ingin mengatakan bahwa tubuh manusia penuh dengan sinyal-sinyal listrik yang
membentuk mekanisme sistem kehidupan. Sekali lagi, semua itu dikendalikan
lewat program-program canggih yang terdapat di inti sel yang berjumlah
miliaran itu. Dan organ komandonya adalah otak.

Lima tahun terakhir ini, perkembangan pengukuran dan pemanfaatan


gelombang otak semakin maju. Terutama untuk membantu orang-orang yang
mengalami kelumpuhan pada saraf tubuhnya dari leher ke bawah. Mereka
sangat terbantu dengan adanya teknologi ‘brain computer interface’ (BCI).
Sebuah teknologi yang mencoba menghubungkan otak dengan sebuah
komputer. Ke dalam otak seseorang dimasukkan sebuah chip berukuran 2×2
mm yang berisi 100 keping elektroda. Chip itu ditanam di lapisan luar kulit otak
sedikit di atas posisi telinga untuk menangkap sinyal-sinyal yang keluar dari sel-
sel otak. Chip tersebut bisa menangkap sinyal-sinyal yang berasal dari sekitar 50
– 150 saraf otak. Lantas, diteruskan ke suatu alat pengubah data digital, dengan
menggunakan kabel fiber optik. Sinyal-sinyal digital itu dihubungkan ke sebuah
komputer. Hasilnya, seorang yang mengalami kelumpuhan saraf-saraf otot bisa
memberikan perintah yang ada di benaknya lewat komputer tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh sebuah lembaga benama Cyberkinetics di


Amerika Serikat menunjukkan bahwa si pasien yang lumpuh itu bisa melakukan
banyak hal lewat bantuan alat tersebut. Di antaranya, dia bisa mengoperasikan
komputer cukup dengan kehendaknya saja. Dia juga bisa mematikan dan
menghidupkan lampu, televisi, radio, dan memainkan video games, serta
beberapa peralatan elektronik hanya dengan menggunakan pikirannya. Bahkan
perkembangan berikutnya, ia bisa menggerakkan tangannya dengan bantuan alat
tersebut. Manusia telah berhasil membuktikan bahwa otak memancarkan sinyal-
sinyal listrik yang memiliki makna sesuai dengan apa yang sedang dipikirkan.
Karena itu, bisa diukur. Di dalamnya tersimpan energi tak terbatas yang
bergantung kepada bisa tidaknya kita menerjemahkan sinyal pikiran itu lewat
peralatan peralatan mutakhir.
BAB 4 NEURO-LINGUISTIC PROGRAMMING

Semua manusia bertubuh sehat dilahirkan dengan sistem neurologis dasar yang
sama. Sistem saraf Anda mentransmisikan informasi yang Anda terima dari
lingkungan Anda melalui indera Anda ke otak Anda. Lingkungan Anda, dalam
konteks ini, adalah segala sesuatu yang ada di luar Anda, tetapi juga mencakup
organ tubuh Anda, seperti mata, telinga, kulit, perut, dan paru-paru Anda. Otak
Anda memproses informasi dan mengirim pesan kembali ke organ tubuh Anda.
Dengan mata Anda, misalnya, akibatnya mungkin Anda berkedip. Informasi
juga bisa menciptakan emosi, dan Anda mungkin merasa senang, menangis,
atau tertawa. Singkatnya, Anda berperilaku dengan cara tertentu. Kemampuan
Anda untuk melakukan sesuatu dalam hidup, apakah berenang di sepanjang
kolam, memasak makanan, atau membaca buku ini tergantung pada bagaimana
Anda merespons rangsangan pada sistem saraf Anda. Setiap informasi yang
masuk melalui panca indera akan tersimpan didalam memori, ada yang bersifat
menetap, ada juga yang bersifat sementara ini tergantung sejauh mana manusia
melibatkan emosi nya dalam menangkap setiap emosi yang diterima dari panca
indera. Oleh karena itu, sebagian besar NLP dikhususkan untuk membahas
bagaimana berpikir dan berkomunikasi lebih efektif dalam diri Anda dan orang
lain.

Terminologi Neuro-linguistic Programming diuraikan sebagai berikut:


• Neuro berhubungan dengan sistem saraf Anda. NLP didasarkan pada
gagasan bahwa Anda mengalami dunia melalui indra Anda dan
menerjemahkan informasi indrawi ke dalam proses berpikir, sadar dan
tidak sadar. Proses berpikir mengaktifkan sistem neurologis, yang
mempengaruhi physiologi, emosi, dan perilaku.
• Linguistik mengacu pada cara Anda menggunakan bahasa untuk
memahami dunia, menangkap dan mengkonseptualisasikan pengalaman,
dan mengkomunikasikan pengalaman itu kepada orang lain. Dalam
NLP, linguistik adalah studi tentang bagaimana kata-kata yang Anda
ucapkan dan bahasa tubuh Anda memengaruhi pengalaman Anda.
• Pemrograman sangat menarik dari teori belajar dan membahas
bagaimana Anda memberi kode atau mental mewakili pengalaman
Anda. Program pribadi Anda terdiri dari proses dan strategi internal
Anda (pola pikir) yang Anda gunakan untuk membuat keputusan,
memecahkan masalah, belajar, mengevaluasi, dan mendapatkan hasilnya.
NLP menunjukkan kepada Anda bagaimana cara mengulang
pengalaman Anda dan mengatur pemrograman internal Anda sehingga
Anda bisa mendapatkan hasil yang Anda inginkan.

Beberapa orang menggambarkan bahwa NLP adalah bidang yang mempelajari


tentang pengalaman subjektif, namun sebagian lagi mengatakan bahwa NLP
adalah seni dari pengetahuan dalam berkomunikasi. Kami mengemukakan,
bahwa NLP dapat membuat Anda memahami apa yang anda pikirkan, rasakan,
dan bagaimanana mengerjakan suatu hal yang masuk akal dalam kehidupan
sehari – hari. Berpegang pada pemahaman ini, semua aspek dalam kehidupan
anda termasuk kerja dan bermain dapat diperbarui. Untuk melihat proses ini
dalam tindakan, mulailah perhatikan bagaimana pendapat Anda. Anda berdiri di
dapur Anda pada akhir hari sambil memegangi lemon yang telah Anda ambil
dari kulkas. Lihatlah bagian luarnya, kulitnya yang berwarna kuning dengan
tanda hijau di ujungnya. Rasakan betapa dinginnya di tangan Anda. Angkat ke
hidung dan hirup aromanya. Tekan dengan lembut dan perhatikan berat lemon
di telapak tangan Anda. Sekarang ambil pisau dan potong menjadi dua.
Dengarkan jus mulai berlari dan perhatikan bahwa baunya lebih kuat sekarang.
Gigitlah ke dalam lemon dan biarkan jus itu berputar-putar di mulut Anda.
Kata-kata sederhana memiliki kekuatan untuk memicu kelenjar ludah Anda.
Dengarkan satu kata 'lemon' dan otak Anda beraksi. Kata-kata yang Anda baca
mengatakan kepada otak Anda bahwa Anda memiliki lemon di tangan Anda.
Anda mungkin berpikir bahwa kata-kata hanya menggambarkan makna, namun
sebenarnya mereka menciptakan realitas Anda. Anda tahu lebih banyak tentang
kebenaran ini saat Anda membaca buku ini.

Dimana NLP Dimulai dan Kemana Arahnya

NLP dimulai di California pada awal 1970an di University of Santa Cruz.


Richard Bandler, seorang siswa tingkat master ilmu informasi dan matematika,
dan Dr. John Grinder, seorang profesor linguistik, mempelajari orang-orang
yang mereka anggap sebagai komunikator hebat dan brilian dalam membantu
klien mereka berubah. Mereka terpesona oleh bagaimana beberapa orang
menentang peluang untuk melewati orang-orang yang sulit disebut atau sangat
sakit dimana orang lain gagal untuk terhubung. Jadi, NLP berakar pada setting
terapeutik berkat tiga psikoterapis terkenal di dunia yang dikemukakan Bandler
dan Grinder: Virginia Satir (pengembang Terapi Keluarga Konjoin), Fritz Perls
(pendiri Gestalt Psychology), dan Milton H Erickson (yang bertanggung jawab
untuk kemajuan Hypnotherapy Klinis).

Dalam karya mereka, Bandler dan Grinder juga memanfaatkan keahlian ahli
bahasa Alfred Korzybski dan Noam Chomsky, antropolog sosial Gregory
Bateson, dan psikoterapis Paul Watzlawick. Sejak awal, bidang NLP meledak
untuk mencakup berbagai bidang di banyak negara di seluruh dunia. Kita tidak
mungkin bisa menyebutkan semua guru besar dan praktisi di NLP hari ini. Pada
Lampiran A, Anda dapat menemukan sumber daya untuk panduan lebih lanjut
tentang memperluas pengetahuan Anda tentang NLP. Pada tahun 1980an,
Grinder menjadi tidak puas dengan beberapa pekerjaan pengkodean awal yang
dilakukan bekerja sama dengan Bandler, yang sekarang disebutnya sebagai Kode
Klasik. Bersama dengan Judith DeLozier, dia memprakarsai beberapa model
baru yang dikenal sebagai New Code (didokumentasikan dalam bukunya
Whispering in the Wind) dan dia melanjutkan pekerjaan ini dengan Carmen
Bostic St.Clair. Jadi apa selanjutnya untuk NLP? Disiplin telah pasti menempuh
perjalanan jauh dari Santa Cruz pada tahun 1970an, dan karena kami menulis
edisi pertama buku ini, ketertarikan NLP tidak menunjukkan tanda-tanda
berkurangnya. Begitu banyak pelopor lainnya telah mengangkat ceritanya dan
membawanya ke depan - membuatnya praktis dan membantu untuk mengubah
kehidupan orang sungguhan. Literatur dan aplikasi NLP sangat produktif,
seperti yang ditunjukkan oleh setiap pencarian Google. Hari ini Anda dapat
menemukan aplikasi NLP di antara dokter dan perawat, supir taksi, tenaga
penjualan, pelatih, akuntan, guru, pelatih hewan, orang tua, pekerja, pensiunan,
dan remaja. Pada Bab 21, kami hanya memasukkan beberapa aplikasi praktis
semacam itu.

Setiap generasi akan mengambil gagasan yang beresonansi di bidang


intertimasinya, menyaring dan menyempurnakannya, dan memanfaatkan
pengalaman pengetahuannya sendiri. Sebagian besar pengembangan NLP saat
ini adalah seputar aplikasi daripada model inti. Orang-orang yang ahli dalam
satu bidang memasukkan alat NLP dan membawa mereka ke bidang mereka
sendiri. Jika NLP mendorong pemikiran baru dan pilihan baru dan mengakui
niat positif yang mendasari semua tindakan, yang bisa kita katakan adalah masa
depan tetap cerah dengan kemungkinan. Sisanya terserah padamu.
Sebuah Catatan Tentang Integritas

Anda mungkin mendengar kata-kata integritas dan manipulasi yang terkait


dengan NLP, jadi kami ingin mencatatnya sekarang. Anda mempengaruhi orang
lain sepanjang waktu. Bila Anda melakukannya secara sadar untuk mendapatkan
apa yang Anda inginkan, masalah integritas muncul. Apakah Anda
memanipulasi orang lain untuk mendapatkan apa yang Anda inginkan dengan
biaya mereka?. Oleh karena itu, ketika Anda berada pada beberapa posisi
misalnya, situasi penjualan, tanyakan pada diri Anda sebuah pertanyaan
sederhana: apa niat positif Anda untuk orang lain, apakah itu individu atau
perusahaan? Jika niat Anda bagus dan menguntungkan pihak lain, Anda
memiliki integritas (situasi menang / menang). Dan jika tidak, Anda sedang
memanipulasi. Saat Anda menuju kemenangan (situasi menang / menang),
Anda berada di jalur kesuksesan. Dahulukan berpikir dalam perencanan untuk
memiliki tujuan yang positif, sekurang-kurangnya dapat menguntungkan orang
lain dan diri sendiri, yakini bahwa setiap keuntungan yang akan dirasakan orang
lain atas perilaku dan perbuatan kita, maka akan kembali menguntungkan kita
juga (situasi menang / menang).

Mengulas Pilar NLP: Straight Up dan Straight forward

Hal pertama yang harus dipahami adalah bahwa NLP adalah sekitar empat hal,
yang dikenal sebagai pilar NLP. Keempat dasar subjek dapat digambarkan
sebagai berikut:
• Hubungan: Bagaimana Anda membangun hubungan dengan orang lain
dan dengan diri Anda mungkin merupakan hadiah terpenting yang
diberikan NLP kepada Anda. Mengingat kecepatan di mana kebanyakan
manusia hidup dan bekerja, satu pelajaran besar dalam hubungan baik
adalah bagaimana Anda dapat mengatakan 'tidak' terhadap semua
permintaan untuk waktu Anda dan tetap mempertahankan persahabatan
atau hubungan profesional. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang
hubungan baik - bagaimana membangunnya dan kapan harus
memutusnya - sampai ke Bab 7.
• Kesadaran sensori: Pernahkah Anda memperhatikan bagaimana bila
Anda berjalan ke rumah orang lain, warna, suara, dan baunya berbeda
dari Anda? Atau bahwa seorang rekan terlihat khawatir saat berbicara
tentang pekerjaannya. Mungkin Anda memperhatikan warna langit
malam atau daun hijau segar saat musim semi terbentang. Seperti
detektif fiktif terkenal Sherlock Holmes, Anda mulai memperhatikan
bahwa dunia Anda jauh lebih kaya saat Anda membayar perhatian pada
semua indra Anda. Bab 6 memberi tahu Anda semua yang perlu Anda
ketahui tentang seberapa kuat persepsi indrawi Anda dan bagaimana
Anda dapat menggunakan kemampuan penglihatan, suara, sentuhan,
perasaan, rasa, dan aroma alami Anda untuk keuntungan Anda.
• Hasil berpikir: Anda akan mendengar kata 'hasil' yang disebutkan di
sepanjang buku ini. Istilah ini terhubung ke awal untuk memikirkan apa
yang Anda inginkan, bukannya terjebak dalam pola berpikir negatif.
Prinsip-prinsip pendekatan hasil dapat membantu Anda membuat
keputusan dan pilihan terbaik - entah itu tentang apa yang akan Anda
lakukan pada akhir pekan, menjalankan proyek penting di tempat kerja,
atau menemukan tujuan sebenarnya dari hidup Anda. Pergilah ke Bab 4
untuk mendapatkan hasil yang layak Anda dapatkan.
• Fleksibilitas perilaku: Istilah ini berarti menemukan bagaimana
melakukan sesuatu yang berbeda saat apa yang sedang Anda lakukan
tidak berjalan dengan baik. Menjadi fleksibel adalah kunci untuk berlatih
NLP, dan Anda dapat menemukan alat dan gagasan untuk aspek
pengembangan ini di setiap bab. Kami membantu Anda menemukan
perspektif baru dan membangunnya ke dalam daftar repertoar Anda.
Anda mungkin ingin menuju ke Bab 5 untuk pemula mengenai
bagaimana Anda dapat memaksimalkan fleksibilitas Anda sendiri.

Inilah contoh dari keempat pilar ini bagi Anda dalam sebuah kegiatan sehari-
hari. Misalkan Anda memesan paket perangkat lunak melalui pos untuk
menyimpan semua nama, alamat, dan nomor telepon teman atau klien Anda.
Anda memasukkannya ke komputer Anda, menggunakannya beberapa kali, dan
kemudian secara misterius berhenti bekerja. Bug ada di sistem, tapi Anda sudah
menginvestasikan banyak jam di instalasi dan memasukkan semua kontak Anda.
Anda menghubungi pemasok dan orang-orang layanan pelanggan tidak
membantu sampai-sampai kekasaran. Anda perlu membawa semua kemampuan
Anda dalam membangun hubungan baik dengan manajer layanan pelanggan
sebelum ada orang yang mendengarkan keluhan Anda. Anda perlu melibatkan
indera Anda, terutama telinga Anda saat Anda mendengarkan dengan saksama
apa yang dikatakan oleh suplier dan perhatikan bagaimana mengendalikan
perasaan Anda dan memutuskan tanggapan terbaik Anda. Anda harus sangat
jelas tentang hasil yang Anda inginkan - apa yang Anda inginkan terjadi setelah
Anda mengajukan keluhan? Misalnya, apakah Anda menginginkan
pengembalian dana penuh atau perangkat lunak pengganti? Dan akhirnya, Anda
mungkin perlu bersikap fleksibel dalam perilaku Anda dan mempertimbangkan
pilihan yang berbeda jika Anda tidak mencapai apa yang Anda inginkan untuk
pertama kalinya.

Menemukan Model dan Pemodelan

Seperti yang kita jelaskan di bagian awal 'Di mana NLP dimulai dan kemana
arahnya', NLP dimulai sebagai model bagaimana orang berkomunikasi dan
tumbuh dari studi tentang beberapa komunikator hebat. Oleh karena itu,
konsep model dan pemodelan berada di jantung NLP. Premis NLP dimulai
sebagai berikut: jika Anda dapat menemukan seseorang yang pandai dalam
sesuatu, Anda kemudian dapat memodelkan bagaimana orang tersebut
melakukan hal itu dan belajar darinya. Anda dapat menemukan cara
memodelkan siapa pun yang Anda kagumi, pemimpin bisnis atau kepribadian
olahraga terbaik, pelayan di restoran favorit Anda, atau pelatih kebugaran
pribadi Anda yang sangat energik. Untuk selanjutnya, tinggal memperhatiakan
seperti apa model tersebut dalam menjalankan sesuatu yang ingin kita ikuti, teliti
lebih dalam karena akan banyak sekali kemungkinan ketidakcocokan antara
setiap cara yang dilakukan oleh si pemodel dalam mengerjakan suatu hal. Yang
terpenting adalah, ikuti setiap langkah secara umum, untuk langkah yang lebih
spesifik, kita perlu menyesuaiakan dengan cara seperti apa kita bisa dengan
nyaman melakukan hal-hal. Permodelan tidak menganjurkan untuk kita
menduplikat secara menyeluruh, kita perlu melakukan seleksi perilaku yang
tidak sesuai dengan pribadi kita.

Menjalankan Model Komunikasi NLP

Model NLP menjelaskan bagaimana Anda memproses informasi yang datang


dari luar. Menurut NLP, Anda bergerak melalui kehidupan bukan dengan
merespons dunia di sekitar Anda, namun dengan merespons model atau peta
dunia Anda. Asumsi dasar NLP adalah bahwa 'peta itu bukan wilayahnya' dan
bahwa setiap individu memiliki peta yang berbeda tentang bagaimana dunia
beroperasi. Wawasan ini berarti bahwa Anda dan orang lain mungkin
mengalami kejadian yang sama namun melakukannya dengan cara yang berbeda.
Bayangkan bahwa anda pergi ke pesta, anda bersenang-senang, banyak bertemu
dengan orang yang ramah, nikmati makanan dan minuman yang enak, dan
mungkin nonton hiburan. Namun, jika keesokan harinya kami bertanya kepada
Anda dan orang lain di pesta yang sama untuk menceritakan apa yang terjadi,
Anda berdua memiliki cerita yang berbeda untuk diceritakan. Perbedaannya
adalah karena representasi internal yang dibuat orang tentang kejadian di luar
berbeda dari kejadian itu sendiri: 'peta bukan wilayahnya'. Atau bayangkan
bahwa Anda tiba-tiba dibawa ke budaya yang sama sekali berbeda di sisi lain
dunia. Pikiran dan asumsi bahwa tetangga baru Anda membangun bagaimana
kerja berjalan sangat berbeda dari Anda sendiri. NLP tidak mengubah dunia, ini
hanya membantu Anda mengubah cara Anda mengamati / merasakan dunia
Anda. NLP memungkinkan Anda membuat peta yang berbeda atau lebih rinci
yang membantu Anda menjadi lebih efektif. John adalah seorang arsitek yang
menyewa ruang kantor yang mahal di lokasi pusat kota. Dia sering mengeluh
bahwa kantor tidak dibersihkan dengan standar yang cukup tinggi, stafnya
malas, dan dia tidak pernah mendapat kepuasan dari manajer kantor. Saat
bertemu dengan John di kantornya, kami menemukan bahwa dia bekerja dalam
kekacauan, meninggalkan kantor dengan rencana dan ide desain di setiap
permukaan yang tersedia dan tidak merapikan apapun. Dia sering bekerja
sampai larut malam dan marah-marah jika terganggu, jadi para pembersih
datang dan pergi tanpa berani mengganggunya.

Melalui pembinaan, John menyadari bahwa dia tidak mempertimbangkan sudut


pandang orang lain atau menyadari betapa sulitnya petugas pembersih
membersihkan kantor di sekitarnya. Peta realitasnya sama sekali berbeda dengan
tim manajemen kantor dan pembersihnya. Dia kemudian membangun sebuah
peta baru yang menggabungkan realitas kehidupan di kantor itu bagi koleganya,
dan dia menjadi lebih perhatian terhadap mereka. Dengan mengubah peta
pengalamannya yang satu ini, aspek lain dalam hidupnya juga meningkat, dan ia
semakin menyadari efek ketidaksetiaan umumnya. Misalnya, sekarang ia merasa
lebih nyaman mengajak pacar ke flatnya yang lebih rapi. Asumsi yang sering
dibicarakan di dalam NLP ini adalah istilah dimana peta bukanlah hanya sebuah
lahan atau cakupan wilayah saja dan setiap orang memiliki pandangan sendiri
mengenai peta yang dapat menjadi arah dalam kehidupannya. Dapat kita
ilustrasikan dengan hal berikut, ketika Anda menghadiri sebuah pesta kemudian
disana Anda sangat menikmati hidangan, berkumpul dan menonton film
bersama dengan teman – teman. Kemudian keesokan harinya Anda berkumpul
kembali dan meminta salah satu teman Anda menceritakan mengenai pesta yang
dihadiri kemarin. Isi cerita yang disampaikan mungkin akan berbeda pada setiap
orang. Ada yang menceritakan tentang sudut pandang makanannya, adapula
yang menceritakan setiap moment yang dia rasakan. Hal ini dimaksud dengan
“peta bukan hanya sebagai wilayah teritori saja”.

Pemodelan Unggul

Keunggulan modelling adalah tema yang banyak dibahas dalam buku ini, karena
banyak NLP berorientasi masa depan dan diterapkan untuk menciptakan
perubahan menjadi lebih baik, entah itu individu yang berkualitas lebih baik,
kualitas kehidupan yang lebih baik, atau dunia yang lebih baik untuk generasi
berikutnya. Pendekatan NLP adalah Anda belajar paling baik dengan
menemukan orang lain yang sudah unggul dalam hal apapun yang ingin Anda
pelajari. Dengan memodelkan orang lain, Anda dapat mematahkan penemuan
Anda ke bagian komponennya. Perspektif ini memberdayakan, dan dorongan
untuk mengubah banyak proyek besar menjadi banyak proyek kecil dan
menemukan orang-orang yang pernah berada di sana dan dapat menunjukkan
jalannya kepada Anda.

Didalam buku ini, sangatlah sering mendiskusikan tentang pemodelan. Hal


tersebut dikarenakan NLP banyak digunakan dan diorientasikan dengan
membuat perubahan yang lebih baik. Apakah lebih baik dalam ranah individu,
lebih baik dalam kualitas hdiupnya, atau lebih baik lagi pada kehidupan
dunianya. Pendekatan NLP adalah salah satu cara yang memudahkan Anda
untuk mengetahui orang lain lebih spesifik. Dengan melakukan pemodelan
terhadap orang lain, maka Anda akan menemukan cara yang lebih mudah untuk
menciptakan sebuah dorongan sesuai dengan projek yang diinginkan. Secara
garis besar, dengan Anda lebih mengenal orang lain disekitar Anda, maka Anda
akan dengan mudah dan cepat mencapai tujuan Anda. Anda tidak akan
merasakan dan melewati hal-hal sulit yang tidak diinginkan dan jauh dari
prediksi sebelumnya.
Menggunakan NLP untuk Efek Lebih Besar

Seperti yang Anda temukan di sepanjang buku ini, aplikasi praktis NLP adalah
tentang meningkatkan pilihan Anda, bukannya jatuh ke dalam perangkap
keberadaan dibatasi oleh pengalaman Anda dan berkata, 'inilah cara saya
melakukan sesuatu, dan inilah saatnya'. Untuk mendapatkan manfaat NLP,
Anda harus terbuka dan memberi diri Anda dan orang lain mendapatkan
keuntungan dari mempertanyakan dan menantang norma Anda dengan cara
yang mendukung. Bagian ini memberikan beberapa tip untuk mengingatkan
Anda bagaimana melakukannya. Setiap Anda berada dalam suatu tempat, Anda
akan menemukan dan merasakan suasana dan menemukan orang-orang yang
berbeda, amati dan ikut merasakan bagaimana Anda menjadi mereka, maka
Anda akan merasa lebih nyaman berada dalam situasi apapun, Anda akan selalu
menikmati proses, terlebih dengan hasil yang bisa diperhitungkan seperti apa.
NLP memberikan manfaat, akan sangat bermanfaat apabila Anda menerapkan
dan mencari cara dengan selelu bereksperimen terhadap langkah-langkahnya, ini
akan melatih flrksibilitas Anda dalam hal apapun, termasuk dalam hal
pemecahan masalah sehari-hari, Anda adalah apa yang Anda pikirkan saat ini
tentang hari esok.

Memahami Sikap Positif Terlebih Dulu

Pada intinya NLP membawa sikap positif tentang kehidupan dan kemungkinan
daripada memikirkan masalah. NLP juga menyediakan 'bagaimana' untuk
mencapai apa yang Anda inginkan dengan alat dan dukungan untuk mengubah
apapun tentang hidup Anda yang tidak mencerminkan siapa Anda inginkan hari
ini. Jauh lebih banyak mungkin bila Anda memiliki pola pikir dan sikap untuk
mendukung kesuksesan Anda; Anda tekan ke sumber daya manusia alami Anda.
Jika sikap Anda tidak mendukung Anda dalam menjalani kehidupan yang
bermanfaat, Anda mungkin ingin mempertimbangkan untuk mengubahnya.
Mengubah pikiran dan sikap Anda benar-benar mengubah hidup Anda.

Banyak orang menghabiskan banyak waktu untuk melihat hal-hal negatif dalam
kehidupan mereka, bagaimana mereka membenci pekerjaan mereka, atau tidak
ingin merokok atau menjadi gemuk. Dengan pengkondisian Anda sendiri untuk
berkonsentrasi pada apa yang Anda inginkan, hasil positif dapat dicapai dengan
sangat cepat. Pada esensinya, NLP membawa sebuah sikap positif dan
kemungkinan walaupun sedang berada dalam kesulitan. NLP juga dapat
membantu Anda untuk melakukan hal positif dengan dorongan didalamnya,
tanpa harus mengikuti yang orang lain lakukan. Begitu banyak kemungkinan
yang akan terjadi ketika Anda memiliki pola pikir yang bagus mengenai suatu
pekerjaan. Dengan mengantisipasi segala kemungkinan-kemungkinan yang akan
terjadi dihadapan Anda, Anda dapat mengetahui berbagaimacam cara
penanggulangannya dengan memprediksi hal apa saja yang sangat mungkin
terjadi apabila Anda melakukan suatu hal, Anda dengan cepat akan
memprediksikan “sepertinya yang akan saya terima adalah ….., mungkin dia
akan merespon…..atau berkata…..”, ketika Anda sudah terbiasa melatih
kepekaan terhadap lingkungan, setelah sebelumnya Anda mengenali lingkungan
dengan ikut merasakan sudut pandang lingkungan terhadap hal yang sedang
didiskusikan, maka Anda akan sangat menguntungkan, baik untuk pribadi
maupun lingkungan. Ketika Anda memiliki sikap yang tidak bisa mendukung
Anda, maka kehidupan Anda pun akan sama saja tidak berubah. Ketika Anda
mengubah pola pikir dan sikap Anda, maka kehidupan pun akan berubah juga.

Menjadi Penasaran dan Merasa Bingung Baik Untukmu

Inilah dua atribut bermanfaat yang bisa Anda bawa: rasa ingin tahu, menerima
bahwa Anda tidak tahu semua jawaban dan kemauan untuk menjadi bingung,
karena sebagai hipnoterapis besar Milton H Erickson berkata, 'pencerahan
selalu didahului oleh kebingungan.' Jika Anda menemukan bahwa gagasan
dalam buku ini membuat Anda merasa bingung, terimalah akal sehat Anda
karena kebingungan adalah langkah awal untuk memahami. Ambillah rasa
bingung sebagai tanda bahwa Anda memproses informasi untuk disaring dan
untuk menemukan jalan ke depan, dan bahwa Anda secara intuitif lebih tahu
daripada yang Anda sadari secara sadar.
Sejatinya, kebingungan akan melatih dan menuntut otak untuk menggali suatu
informasi tentang suatu hal sekalipun dalam skala kecil, karena informasi
mengenai hal tersebut sangatlah penting bagi Anda saat itu juga, maka otak akan
dengan peka membuka memori dan ingtan untuk menemukan informasi berupa
bantuan-bantuan kecil untuk selanjutnya dijadikan suatu cara pemecahan
masalah apabila dirasa cukup untuk dijadikan landasan. Kebingungan akan
membuat otak menjadi idealis dan berfikir kritis untuk mencari cara termudah
dalam memecahkan masalah. Orang yang merasa bingung lalu menemukan
solusi, maka solusi yang ditemukannya adalah cara termudah. Ini dipicu oleh
penggambaran skema permasalahan yang secara utuh direkam oleh otak,
sehingga otak dapat menemukan celah permasalahan dengan cepat, lalu
informasi mengenai celah tersebut diubah menjadi langkah konkrit untuk
bertindak dan memutuskan pilihan apa yang harus ditentukan.

Berubah Sesuai dengan Apa Yang Anda Inginkan

Lewatlah sudah hari-hari ketika Anda harus tetap terjebak dalam kebiasaan
perilaku berulang dan tanggapan yang membosankan dan tidak efektif. Saat ini
NLP adalah tentang menghasilkan hasil yang dapat diukur yang meningkatkan
kualitas kehidupan manusia tanpa perjalanan yang panjang dan menyakitkan ke
masa lalu. Sewaktu Anda membaca bab-bab dalam buku ini, Anda menemukan
sifat alami NLP - bahwa ini adalah tentang mencoba sesuatu, setelah pergi.
Ujilah ide untuk diri Anda sendiri, jangan mengambil kata kami untuk itu.
Tanggung jawab untuk perubahan ada pada Anda, dan buku ini adalah
fasilitator. Jika Anda tidak terbuka untuk berubah, Anda tidak akan
mendapatkan hasil maksimal dari buku ini. Jadi kami mendorong Anda untuk
melakukan latihan, mencatat proses baru Anda, dan kemudian mengajar dan
berbagi dengan orang lain, karena mengajar adalah belajar dua kali. Pada saat
Anda melengkapi buku ini, mungkin Anda akan terkejut melihat betapa Anda
telah berubah. Semakin Anda sering melakukannya secara berulang, semakin
Anda tahu bagian mana saja yang Anda masih perlu tingkatkan, seiring
berjalannya waktu, Anda akan dengan terbiasa untuk melakukannya. Ketika
Anda mengajari orang sekitar Anda, Anda dapat mempelajari hal penting
lainnya seperti missal ; tidak semua cara dan informasi yang Anda berikan akan
bisa dilakukan oleh orang sekitar, melatih dan mengetahui seperti apa sudut-
sudut pandang lain, menemukan cara baru dalam melewati kesulitan.

Selalu Senang Dimanapun Berada

Ketika Clint Eastwood diwawancarai di TV Inggris oleh Michael Parkinson, dia


memberikan nasehat yang baik: 'ayo kita kerjakan pekerjaan serius, dan bukan
seri kita sendiri.' NLP melibatkan banyak kesenangan dan tawa. Jika Anda
mempersiapkan diri untuk menjadi sempurna, Anda memberi tekanan besar dan
tidak realistis pada diri Anda sendiri. Jadi, bungkuslah perasaan main-main Anda
sendiri saat Anda bepergian dan cobalah memahami dunia yang berubah: belajar
adalah pekerjaan serius yang sangat menyenangkan. Anda akan banyak
menemukan keunikan-keunikan lain pada diri orang lain. Anda akan banyak
melihat jenis-jenis pengecualian atas penerapan NLP. Ketika Anda berani untuk
menyelami dunia luar, Anda akan mendapatkan pelajaran baru, pengalaman
baru dan pemahaman baru. Tidak ada yang tidak bermanfaat bagi Anda, setiap
perubahan adalah kesenangan bagi Anda, Anda dapat menyesuaikan sehingga
tidak ada tempat lagi yang membuat Anda takut. Anda akan merasa senang
untuk berada dimanapun, kapanpun dan dalam keadaan apapun.

Beberapa Asumsi Dasar NLP

Brenda memiliki anak perempuan tercinta, satu-satunya, Mary. Pada usia


sepuluh tahun, Maria sedikit manja karena dia datang setelah Brenda dan
suaminya telah putus harapan untuk memiliki anak. Mary cenderung melempar
anak-anak yang suka sangat beruntung untuk tidak Anda alami. Mary meronta-
ronta di lantai, menjerit dan memukul lengan dan kakinya. Brenda tidak
membuat kemajuan dengan amukan Mary sampai suatu hari, ketika Mary berada
di lantai sambil melatih paru-parunya dengan total pengabaian, Brenda yang
sudah lama menderita mengambil beberapa panci logam dari lemari dan
bergabung dengan Mary di lantai. Brenda menggebrak pot di lantai kayu dan
menendang dan menjerit lebih nyenyak dan lebih keras dari pada Mary. Tebak
apa? Mary berbaring diam tercengang takjub, menatap ibunya. Dia memutuskan
di sana dan kemudian ibunya adalah 'tantrummer' yang lebih ahli dan bahwa dia
akan kehilangan kontes tantrum setiap saat. Dia menyadari bahwa mengejar
tindakan khusus ini sia-sia dan amukannya terhenti sejak saat itu. Brenda
mengambil kendali interaksinya dengan Maria dengan menunjukkan fleksibilitas
perilaku yang lebih besar.

Anekdot kecil ini menggambarkan bahwa 'orang dengan fleksibilitas paling


tinggi dalam sistem mempengaruhi sistem'. Pernyataan ini bukan hasil dari
beberapa Percobaan dilakukan di laboratorium. Sebagai gantinya, ini adalah
prasangka NLP (atau asumsi), yang jika dipraktekkan dan diadopsi, dapat
membantu meringankan perjalanan Anda melalui kehidupan. Cerita Brenda
menggambarkan hanya satu dari beberapa prasangka juga disebut keyakinan
yang mudah digunakan menjadi dasar NLP.

Memperkenalkan Presuposisi atau NLP

Pengandaian NLP tidak lebih dari sekedar generalisasi tentang dunia yang bisa
bermanfaat bagi Anda saat Anda bertindak seolah-olah itu benar. Dalam
beberapa sesi berikut, kami menggambarkan beberapa prasangka yang kami
anggap paling berpengaruh dari beberapa hal yang telah dikembangkan oleh
para pendiri NLP. (kurang referensi)

Peta Bukanlah Wilayahnya

(mungkin sebaiknya disimpan sebelum pembahasan “menjalankan model


komunikasi NLP”)Salah satu presuposisi pertama adalah bahwa 'peta bukanlah
wilayahnya'. Pernyataan ini diterbitkan di Science and Sanity pada tahun 1933
oleh Korzybski, seorang penghitung dan matematikawan Polandia. Korzybski
mengacu pada fakta bahwa Anda mengalami dunia melalui indra Anda
(penglihatan, pendengaran, sentuhan, bau, dan rasa) pada wilayah ini. Anda
kemudian mengambil fenomena eksternal ini dan membuat representasi internal
(IR) di dalam otak Anda (peta anda). Peta internal yang Anda buat dari dunia
luar ini, yang dibentuk oleh pengalaman Anda, tidak pernah merupakan replika
yang tepat dari peta yang dibuat oleh orang lain yang merasakan lingkungan
yang sama seperti Anda. Dengan kata lain, apa yang di luar tidak akan pernah
sama dengan apa yang ada di dalam otak Anda.

Ambil analogi berikut. Jika Anda bertanya kepada seorang ahli botani apa yang
Belladonna maksudkan, mereka mungkin memberi Anda nama latah untuk
tanaman itu dan menggambarkan bunga dan aroma sedikit sambil membuat
gambar tanaman di kepala mereka. Sedangkan homoeopat dapat menjelaskan
kegunaannya dalam mengobati gejala tertentu dan melihat gambar pasien yang
mereka rawat. Jika Anda bertanya kepada seorang penulis misteri pembunuhan
tentang Belladonna, mereka mungkin mengatakan bahwa itu adalah racun.
Atau coba analogi lain: jika Anda mengemudi di London, dengan peta jalan
London Anda, 'jalan-jalan' yang ditunjukkan pada peta benar-benar berbeda dari
jalan yang benar-benar Anda jalani. Untuk memulai stasiun tabung yang Anda
kendarai berada dalam tiga dimensi dan warnanya, sementara itu diperlihatkan
sebagai lingkaran biru dengan garis merah melewatinya di peta. Intinya adalah
bahwa tergantung pada konteks dan latar belakang seseorang, orang yang
berbeda membuat IR berbeda dari hal yang sama. Menempatkan persepsi
melalui filter pribadi Anda sendiri, indera anda membombardir Anda dengan
jutaan informasi berbeda setiap detik, namun akal sadar Anda hanya bisa
menangani beberapa potongan induktif setiap saat: akibatnya, banyak sekali
informasi yang disaring. Proses filtrasi ini dipengaruhi oleh nilai dan
kepercayaan Anda, kenangan, keputusan, pengalaman, dan latar belakang
budaya dan sosial Anda, untuk memungkinkan hanya filter yang disetel untuk
Anda terima. Bila Anda bersama orang lain atau orang lain, pilihlah sesuatu di
sekitar Anda dan mintalah masing-masing Anda menuliskan deskripsi singkat
tentang apa yang Anda amati: misalnya, pemandangan dari jendela. Perhatikan
bahwa deskripsi orang-orang secara individual disesuaikan dengan pengalaman
hidup mereka sendiri.

Beberapa orang Eropa dan Amerika Utara mengalami kejutan budaya saat
mengunjungi negara-negara seperti India atau Meksiko. Karena latar belakang
budaya mereka, mereka mungkin akan terkejut dengan tingkat kemiskinan di
beberapa daerah, sementara masyarakat lokal menerima kemiskinan sebagai
bagian dari kehidupan. Orang menerima keakraban lansekap mereka sendiri.
Bepergian ke peta orang lain: Wilayah yang tidak dikenal Hasil dari filter pribadi
ini adalah setiap orang memiliki peta dunia yang sangat individual. Agar
komunikasi menjadi lebih mudah, latihan yang benar-benar berguna adalah
setidaknya berusaha memahami IR atau peta orang yang berkomunikasi dengan
Anda.

Romilla membeli beberapa ikan dan keripik untuk makan malam dan diminta
mengisi formulir singkat tentang kualitas, pelayanan, dan nilai uang makanan.
Wanita yang duduk di belakang meja sangat marah karena pria yang baru saja
meninggalkannya telah menolak, dengan kasar untuk mengisi formulir. Romilla
bertanya kepada para wanita apakah mereka telah mempertimbangkan
bagaimana perasaan orang malang itu jika dia buta huruf, dan mungkin dia
bersikap kasar karena dia merasa malu. Perubahan kedua wanita itu fenomenal:
'Saya bahkan tidak pernah memikirkannya,' kata salah satu. Sikap mereka segera
berubah dari rasa marah dan dendam pada simpati. Mereka juga merasa jauh
lebih baik dalam diri mereka dan mampu melepaskan semua perasaan negatif.

Orang Merespons Menurut Peta Dunia Mereka

Seperti semua manusia, Anda merespons sesuai dengan peta dunia yang Anda
pegang di kepala Anda. Peta ini didasarkan pada apa yang Anda yakini tentang
identitas dan nilai dan kepercayaan Anda serta sikap, ingatan, dan latar belakang
Anda. Terkadang, peta dunia tempat seseorang beroperasi mungkin tidak masuk
akal bagi Anda. Namun, sedikit pemahaman dan toleransi bisa membantu
memperkaya hidup Anda. Ketika Dr Diwan adalah seorang dokter junior, dia
biasa mengunjungi rumah sakit jiwa. Salah satu pasiennya adalah seorang
profesor bahasa Inggris yang sangat berpendidikan tinggi. Salah satu kelemahan
kecil profesor itu adalah berjalan-jalan di malam hari dengan payung terbuka.
Dia yakin bahwa sinar bulan akan memberinya 'kegilaan bulan'. Namun, sang
profesor sangat senang dalam membagikan pasalnya untuk sastra Inggris
dengan anggota staf, yang kehidupannya pasti diperkaya oleh interaksi mereka
sehari-hari dengannya. Jika stafnya tidak toleran terhadap 'profesor gila' dan
mengabaikan atau mengesampingkannya, mereka mungkin tidak menyadari tapi
hidup mereka akan menjadi miskin tanpa kekayaan dari cerita sastra dan selera
humornya, dia sering menyebut dirinya sebagai 'sabar sabar'.

Tidak ada kegagalan, yang ada hanya timbal balik

Pengandaian ini sangat ampuh untuk menjalani hidup Anda. Semua orang
membuat kesalahan dan mengalami kemunduran. Anda memiliki pilihan antara
membiarkan diri Anda terhalang oleh hasil yang tidak Anda inginkan atau
mengambil pelajaran yang ada dalam dirinya sendiri, membersihkan diri dari diri
sendiri, dan memiliki kesempatan lain untuk melompat dari rintangan. Romilla
mengikuti kursus yang dijalankan oleh seorang Kahuna Hawaii yang hebat,
Serge Kahili King, di mana dia mengatakan bahwa dia tidak pernah melakukan
kesalahan. Pernyataan ini menyebabkan beberapa terkekeh karena tidak ada
satupun delegasi yang mempercayainya dan binar di matanya mendustakan
ekspresi mata di wajahnya. Dia kemudian menambahkan bahwa dia mungkin
tidak selalu mendapatkan hasil yang dia inginkan, tapi dia tidak pernah membuat
kesalahan. Salah satu pesan yang kami ambil dari mendengarkan wirausaha dan
pemasar topikal Liz Jack son, MBE, pada acara Hari Perempuan Internasional,
tidak takut gagal. Liz sendiri harus menyesuaikan diri dengan tantangan
kehilangan penglihatannya, dan tetap berhasil menjalankan perusahaan yang
sukses. Dia mengatakan bahwa kegagalan adalah salah satu alat yang paling
ampuh untuk belajar; dia mengilhami orang-orang di sekitarnya untuk
menghancurkan penghalang kesuksesan mereka dengan membicarakan ambisi
mereka dan melangkah keluar dari zona nyaman mereka, bahkan jika itu berarti
dikarantina untuk sementara waktu. Dia mengatakan 'Hanya kegagalan yang
mengajari Anda.'.

Dalam bahasa normal, istilah umpan balik dikaitkan dengan penerimaan


masukan atau mendapat tanggapan dari orang lain. Arti umpan balik telah
diperluas dalam konteks prakiraan NLP ini, bagaimanapun, untuk memasukkan
hasil atau hasil yang mungkin Anda dapatkan dari situasi tertentu. Anda dapat
menemukan banyak tentang umpan balik dari Thomas Edison. Meskipun dia
terkenal karena menemukan bola lampu, dia adalah seorang penemu yang
produktif. Kejeniusannya terbentang untuk mencoba gagasannya, belajar dari
hasil yang tidak diharapkan, dan daur ulang dari sebuah eksperimen yang tidak
berhasil dalam penemuan lain. Di mana orang lain melihat ribuan upaya Edison
untuk menemukan bola lampu sebagai kegagalan, Edison hanya melihat setiap
percobaan sebagai cara lain untuk menemukan bagaimana agar tidak membuat
bola lampu. Khawatir tentang apa yang disebut kegagalan membuat Anda tetap
fokus pada masa lalu dan problems. Jika Anda memeriksa hasil yang telah Anda
dapatkan, meskipun itu tidak diinginkan, Anda dapat mengalihkan fokus Anda
ke kemungkinan baru dan bergerak maju. Bila Anda dihadapkan pada
'kegagalan', Anda dapat menggunakan prakiraan NLP ini untuk menemukan
peluang pertumbuhan dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada diri
sendiri.
Dapatkah Anda membayangkan sebuah dunia di mana Anda menyerah belajar
berjalan hanya karena Anda terjatuh pada saat pertama kali Anda berdiri?
Menurut Anda bagaimana Stasiun Waterloo di London akan terlihat seperti
pada jam sibuk jika hanya sedikit orang yang menguasai seni berjalan?. Seperti
kebanyakan orang, Anda akan merespon sesuai dengan apa yang ada dalam peta
pikiran Anda. Terkadang apa yang orang lain katakan belum tentu dapt diterima
oleh pemikiran kita. Hal tersebut menyebabkan salah komunikasi dan Anda
harus berusaha toleransi dengan hal seperti itu.

Arti Komunikasi Adalah Respon Yang Muncul

Tidak peduli seberapa terhormat niat komunikasi Anda, keberhasilan interaksi


bergantung pada bagaimana pendengar menerima pesan, dan bukan pada apa
yang Anda inginkan. Dengan kata lain, tanggapan yang diperoleh kata-kata
Anda adalah makna komunikasi Anda. Pengandaian ini adalah asumsi lain yang
sangat kuat tentang komunikasi: ini menempatkan tanggung jawab untuk
menyampaikan pesan Anda tepat di depan pintu Anda, sebagai komunikator.
Bila Anda mengadopsi prasangka ini, Anda tidak bisa lagi menyalahkan orang
lain atas kesalahpahaman. Jika tanggapan yang Anda dapatkan bukan seperti
yang Anda harapkan, sebagai siswa NLP, Anda memiliki alat untuk
menggunakan indra Anda untuk menyadari bahwa lawan bicara Anda tidak
mengerti maksudnya. Anda juga memiliki fleksibilitas untuk melakukan berbagai
hal secara berbeda, melalui perilaku dan kata-kata Anda. Mulailah dengan akhir
yang dibutuhkan dalam pikiran dan pikirkan hasil apa yang Anda inginkan dari
komunikasi Anda. Apa yang akan terjadi jika seorang pembangun memulai
dengan memasang batu bata satu sama lain tanpa rencana? Anda pasti tidak
akan mendapatkan katedral Anda! Untuk membangun sesuatu dengan dasar
yang kuat, Anda perlu memulai dengan visi arsitek tentang produk akhir.
Pengandaian ini juga berguna dalam menjaga agar emosi Anda tidak berjalan
saat Anda terlibat dalam situasi yang mungkin akan menjadi sulit.

Komunikasi tidak diukur dengan seringnya komunikasi yang terjadi namun


dilihat dari bagaimana pendengar dapat menerima pesan yang disampaikan.
Dengan kata lain, respon dari sebuah kata yang muncul dapat diartikan dengan
makna dari sebuah komunikasi. Berikut merupakan dugaan sementara mengenai
komunikasi: hal utama terdapat dari pesan sebagai komunikator yang
disampaikan dengan sangat jelas. Ketika Anda menggunakan konsep ini maka
Anda tidak akan bisa sepenuhnya menyalahkan orang lain ketika terdapat
kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Ketika Anda mengerti mengenai NLP
ini, ketika permasalahan terjadi seperti respon yang tidak sesuai dengan
keinginan Anda, maka Anda senantiasa berpikir bahwa orang lain telah
melewatkan poinnya. Anda juga akan terbiasa menjadi seseorang yang luwes, hal
tersebut dapat dibuktikan melali perbuatan dan perkataan Anda. Dimulai
dengan hal yang diinginkan atau tujuan yang ingin dicapai semasa melakukan
komunikasi. Ketika Anda adalah seorang arsitek maka Anda akan merancang
sebuah bangunan untuk dibentuk sehingga bangunan tersebut bisa terbentuk
sesuai dengan apa yang kita inginkan. Begitu pula dengan konsep komunikasi,
maka kita harus memiliki konsep untuk melihat visi kedepannya. Dugaan
sementara ini dapat bermanfaat untuk menjaga emosi Anda. Anda akan
merasakan perbedaan dalam menjalani hidup Anda apabila menerapkan
prakiraan NLP ini, kedisiplinan Anda dalam melaksanakan rutinitas Anda akan
semakin tertata, Anda tidak akan lagi menyiayiakan peluang sekecil apapun,
Anda tidak akan membuang waktu Anda lagi dalam banyak hal lainnya. Dengan
begitu, Anda akan semakin merasa dekat dengan tujuan-tujuan Anda.
Kemungkinan muncul resiko dalam setiap pilihan dan keputusan tidak akan
terlalu mempengaruhi keseharian Anda, Anda lebih mudah memecahkan
masalah-masalah Anda dengan sendirinya, dengan begitu Anda akan merasakan
sebuah pengalaman dan tantangan baru. Jika dalam hal bisnis, Anda akan
dengan mudah meyakinkan investor beserta klien Anda, para pesaing akan
merasa kesulitan untuk mengejar prestasi yang sudah Anda raih.

Jika Apa Yang Anda Lakukan Tidak Berhasil, Lakukan Sesuatu Yang
Berbeda

Hal ini sangatlah mudah, Anda tidak perlu mengubah kebiasaan Anda sesuai
dengan apa yang diinginkan. Ingatlah bahwa tidak semua orang mengetahui
pola pikir atau sumber yang ada dalam pikiran Anda. Dengan cara Anda
memahami buku ini maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai sebuah inisiatif
yang membuat perubahan dalam hidup Anda. Apabila sebelumnya Anda selalu
merasa gagal dalam mencapai tujuan, maka setelah membaca buku ini, Anda
harus memulai sebuah perbedaan, tidak selalu harus berpindah haluan, akan
tetapi dapat dimulai dengan cara Anda merubah sedikit atau menambah dan
mengurangi resep hidup Anda. Anda lebih mengetahui apa yang Anda kerjakan,
dengan dukungan sebuah pencapaian kesuksesan untuk meraih tujuan tersebut.

Ketika Anda menerima konsep dari NLP ini, maka Anda akan menyadari
bahwa sebuah taktik lebih baik dibandingkan dengan menghabiskan waktu
dengan memikirkan hal yang tidak baik dalam kehidupan Anda. Ketika Anda
masih belum bisa melakukan cara baru maka Anda harus lebih memahami
situasi yang Anda hadapi. Ingin perubahan pada orang lain lebih mudah, dan
Anda bisa menikmati semua kecemasan untuk memikirkan pemikiran
mengerikan tentang orang lain!. Ingat bahwa tidak semua orang memiliki
sumber daya internal Anda; Kenyataan bahwa Anda membaca buku ini berarti
Anda menunjukkan inisiatif dalam membuat perubahan dalam hidup Anda.
Kami menyarankan agar Anda mengeluarkan lebih banyak energi untuk
mengubah diri daripada berjuang untuk memiliki orang lain sesuai dengan cita-
cita Anda. Jika Anda menerima pengandaian NLP ini, Anda menyadari bahwa
mengubah taktik lebih baik daripada terus memukul kepala Anda di dinding
atau menghabiskan waktu Anda meratapi kemalangan Anda. Namun, sebelum
Anda benar-benar dapat mengubah taktik Anda atau melakukan sesuatu yang
berbeda, Anda perlu lebih memahami situasi Anda saat ini. Jadi mengapa apa
yang Anda lakukan tidak bekerja? Tidakkah kamu mengkomunikasikan apa yang
kamu inginkan? Mungkin orang lain belum menemukan sumber daya yang
diperlukan untuk membantu Anda mencapai hasil Anda. Apa yang bisa Anda
lakukan secara berbeda untuk mendapatkan hasil yang diinginkan?. Misalnya,
jika Anda tidak mendapatkan semua pelukan yang Anda rasa Anda inginkan,
mungkin Anda harus segera keluar dan memberi tahu pasangan bahwa Anda
menyukai pelukan. Ingatlah bahwa umpan balik positif bekerja dengan sangat
baik, jadi saat pasangan Anda melakukan tawaran fisik pastikan Anda
menunjukkan dengan jelas apresiasi Anda terhadap kontak tersebut.

Patricia adalah seorang pelajar yang belajar paling baik melalui perasaan dan
sentuhan. Kecenderungan ini berarti bahwa dia mengalami kesulitan dalam
mengikuti pelajaran 'kapur dan bicara' standar, yang lebih sesuai untuk orang-
orang yang suka melihat layar dan mendengar pembicaraan guru. Akibatnya,
Patricia mengalami kesulitan untuk tetap berada di puncak kelasnya dan tidak
mencapai potensinya. Seorang guru yang kurang berbakat mungkin telah
menyalahkan Patricia dan mencapnya sebagai orang bodoh atau memiliki sikap
buruk terhadap studinya. Untungnya gurunya menyadari bahwa Patricia perlu
ditunjukkan bagaimana cara belajar dan bagaimana menerapkan pelajaran
dengan cara yang lebih praktis. Patricia beruntung karena gurunya memahami
alasan masalahnya dan mengambil tanggung jawab untuk melakukan sesuatu
yang berbeda dengan menyesuaikan metode pengajarannya untuk membantu
Patricia melakukannya dengan baik. Guru Patricia bagus, dia fleksibel dan
mengambil tanggung jawab atas keefektifan pengajarannya. Alih-alih
menyalahkan Patricia karena ketidakmampuannya untuk belajar, guru Patricia
menemukan cara lain untuk mencapainya. Begitu banyak dan besarnya
pengaruh akibat dampak yang ditimbulkan hanya dengan merubah cara. Cara
memandang setiap peristiwa, cara memandang peluang beserta kemungkinannya
akan sangat signifikan merubah hasil Anda, jangan pernah takut untuk memulai
dan melakukan kesalahan.

Anda Tidak Bisa Tidak Berkomunikasi

Pernahkah Anda tersenyum pada seseorang dan mengatakan sesuatu yang


benar-benar sopan, tapi pernah berpikir, 'matikan saja'? Tidak? Sebaiknya,
karena kita bertaruh bahwa cara Anda menahan tubuh atau mengertakkan gigi
tidak membodohi orang lain. Kami yakin bahwa jika orang yang menerima
pesan tersebut telah belajar NLP, atau bahkan memiliki ketajaman sensorik,
mereka akan mendeteksi kurangnya kehangatan di mata Anda, tangisan senyum
Anda, atau getaran dalam suara Anda. Jadi meski Anda tidak mengatakan 'drop
dead', Anda masih mengkomunikasikan pesan itu. Fakta ini ditunjukkan dalam
sebuah studi menarik, dipelopori oleh Profesor Albert Mehrabian. Penelitian ini
menetapkan bahwa, ketika berbicara tentang perasaan dan sikap, terutama bila
ada perbedaan antara bahasa tubuh dan kata-kata yang digunakan. Apa yang
Anda katakan memiliki dampak yang sangat kecil dibandingkan dengan nada
yang Anda gunakan dan bagaimana Anda memegang tubuh Anda. Penelitian
lain secara subyektif menunjukkan bahwa pengaruhnya, dalam persentase,
adalah sebagai berikut:
• Verbal (kata kata Anda): 7 persen
• Tonality (bagaimana Anda berbicara): 38 persen
• Fisiologi (bahasa tubuh Anda): 55 persen

Seorang guru sudah terbiasa memberikan tugas dan menegaskan siswanya untuk
selalu memperhatikan penyampaian materi. Dalam beberapa waktu guru
menyampaikannya dengan nada yang sedikit tinggi, seluruh siswa terkaget
karena tidak biasa lalu terpaku untuk saling menjaga konsentrasi belajarnya,
meskipun sang guru tidak bermaksud menegur siswanya, tetapi siswa merespon
perbedaan kecil yang ditafsirkan mengandung banyak makna. Avisa seorang
mahasiswa yang berkarakter supel sangat ekspresif dalam menunjukkan suasana
hatinya, dalam diskusi dan candaannya Avisa selalu menggerakkan anggota
tubuhnya untuk memberikan gambaran lain agar temannya mudah menangkap
apa maksud narasinya. Sehingga apabila dalam sela waktu tertentu ketika Avisa
tidak seekspresif biasanya, teman disekitarnya akan mengira bahwa Avisa sedang
menghadapi kesulitan atau permasalahan. Cara Anda berkomunikasi, intonasi
nada bahasa dan gerakkan tubuh mampu memberikan stimulus yang dapat
direspon oleh lingkungan, perubahan ketiganya akan mudah terdeteksi apabila
Anda memiliki tabiat berkomunikasi tertentu, begitupun Anda kepada lawan
bicara.

Individu Memiliki Semua Sumber Daya Yang Mereka Butuhkan Untuk


Mencapai Hasil Yang Diinginkan

Kami menyukai prasangka ini karena sangat positif! Ungkapan ini berarti setiap
orang memiliki potensi untuk berkembang dan berkembang. Poin penting yang
harus dibuat di sini adalah Anda mungkin tidak memiliki semua sumber daya
internal yang Anda butuhkan, namun Anda memiliki sumber daya internal yang
diperlukan untuk mendapatkan sumber daya internal dan eksternal baru.

Tom, anak laki-laki berusia delapan tahun, diganggu di sekolah. Dia cukup
sumber daya untuk meminta bantuan ayahnya dalam berurusan dengan
pengganggu. Ayahnya menyuruhnya untuk bersikap lebih tegas dan dengan
lebih percaya diri. Tom tidak tahu bagaimana melakukannya. Tokoh Tom,
bagaimanapun, adalah Arnold Schwarzenegger, dan oleh karena itu ayahnya
mengajarkan kepadanya rangkaian latihan keunggulan (yang kami jelaskan di
Bab 9) dan meminta Tom untuk membayangkan bahwa dia adalah Arnie saat
dia melangkah ke dalam lingkaran. Keyakinan Tom yang baru ditemukan
mempengaruhi tingkah lakunya, bahasa tubuhnya, dan sikapnya. Akibatnya
penyiksanya Tom lenyap dan kredibilitas jalannya melewati atap dengan korban
kecil lainnya mengemis untuk menemukan tekniknya. Lingkaran keunggulan
adalah teknik penahan NLP yang brilian untuk menjiwai diri dengan
membangun sumber daya yang hebat. Sayangnya prasangka ini juga berlaku
secara terbalik, baik buruk atau tidaknya produktif sebuah tingkah laku. Dengan
perilaku buruk, niat positif di balik itu, disebut dengan gain sekunder.
Keuntungan sekunder adalah keuntungan seseorang secara tidak sadar dari
perilaku tertentu yang biasanya dianggap tidak berdaya atau buruk.
Pernyataan ini menunjukan bahwa setiap orang memiliki potensi untuk tumbuh
dan berkembang. Poin pentingnya adalah bahwa Anda mungkin tidak memiliki
semua sumber daya internal yang Anda butuhkan, tapi Anda memiliki sumber
daya internal yang diperlukan untuk memperoleh internal baru dan sumber daya
eksternal. Sayangnya prasangka ini juga berlaku secara terbalik, baik buruk atau
tidaknya produktif sebuah tingkah laku. Dengan perilaku buruk, niat positif di
balik itu, disebut dengan gain sekunder. Keuntungan sekunder adalah
keuntungan seseorang secara tidak sadar dari perilaku tertentu yang biasanya
dianggap tidak berdaya atau buruk.

Setiap Perilaku Memiliki Niat Positif

Sayangnya prasangka ini juga berlaku secara terbalik, terhadap perilaku buruk
atau tidak produktif. Dengan perilaku buruk, niat positif di baliknya, yang
disebut keuntungan sekunder, dikaburkan. Keuntungan sekunder adalah
keuntungan seseorang secara tidak sadar dari perilaku tertentu yang biasanya
dianggap tidak berdaya atau buruk. Untuk ujian, seorang anak mungkin bermain
badut di kelas untuk mendapatkan penerimaan oleh teman sebayanya, meskipun
guru dan orang tua mereka menganggap ini melucu cukup merusak saat mereka
ingin berperilaku baik.
Anak bungsu dari lima bersaudara, Janet, telah menderita sakit punggung selama
dia bisa mengingatnya, dan dokter tidak menemukan alasan untuk rasa sakit itu.
Ibu Janet adalah wanita bertubuh subur dan egois yang lebih tertarik untuk
berpesta daripada keluarganya. Sebagai seorang anak, saudara perempuan Janet
membantunya dengan membawa buku-bukunya dan memastikan Janet diurus.
Sakit punggung menjadi sangat buruk setelah putri Janet lahir, jadi suaminya
melakukan semua belanja dan perawatan, dan merawatnya, bayinya. Gadis kecil
itu tumbuh menjadi 'pembantu mumi kecil' dan selalu memilih dan menelepon
ibunya. Ketika Janet akhirnya setuju untuk menemui terapis, dia bisa menyadari
bahwa sakitnya yang buruk adalah psikosomatik. Dia menyadari bahwa itulah
caranya mendapatkan cinta dan perhatian yang didambakannya dari ibunya tapi
tidak pernah diterima.

Perilaku Janet adalah demonstrasi yang brilian mengenai prasangka ini, karena
keuntungan sekunder baginya adalah agar keluarganya berkeliling setelah dia,
dan yang sebenarnya dia inginkan adalah menginginkan hasratnya akan cinta
dan perhatian. Ketika Janet menyadari kebutuhannya, dia juga bisa mengenali
dirinya sudah mendapatkan sejumlah besar cinta dan perhatian dari suami dan
anak perempuannya. Salah satu efek samping dari terapi itu adalah Janet dapat
mengerti bahwa perilaku ibunya sendiri didasarkan pada masalah ibunya dan
bukan kesalahan Janet. Bila Anda mengidentifikasi niat positif tersembunyi yang
menyebabkan seseorang berperilaku dengan cara yang tidak masuk akal, Anda
dapat meningkatkan fleksibilitas Anda dan dengan demikian kemampuan Anda
untuk berkomunikasi secara efektif dengan orang tersebut. Anda kemudian
dapat membantu mengubah perilaku yang tidak diinginkan dengan memuaskan
niat perilaku dengan cara yang lebih positif. Ketika salah satu penulis bekerja
untuk perusahaan multinasional, seorang sales man-ager, Patrick, menempati
salah satu meja bebas di sudut bangunannya saat dia berkunjung. Beberapa
istilah yang lebih baik yang digunakan orang untuk Patrick adalah bernada
buruk dan tidak pengertian. Dia akan menyebar dirinya keluar. Dia tergeletak di
kursinya, yang berarti didorong keluar dari mejanya dan orang-orang di
sudutnya harus meremas masa lalu. Dia keras, menuntut semua orang di
sekitarnya, dan sangat tidak menyenangkan bagi sekretarisnya. Sebuah gosip
kantor mengungkapkan bahwa perilaku Patrick yang buruk adalah produk dari
ibu yang mendominasi dan bahkan lebih ahli lagi. Sayangnya, kebutuhannya
untuk menerima, dan terutama rasa hormat, membuatnya berperilaku dengan
cara yang memberinya hasil yang justru berlawanan dengan apa yang
didambakannya. Salah satu manfaat untuk mengetahui latar belakang Patrick
adalah bahwa staf tersebut dapat sedikit memikirkannya dengan ramah dan
kehadirannya tidak lagi menyebabkan tekanan darah melonjak. Dengan
menunjukkan kepadanya tingkat penerimaan, mereka mampu memuaskan
kebutuhannya sedikit dan melunakkan perilakunya. Setiap orang memiliki
perbedaan dalam area kehidupannya, diantaranya adalah :

• Mengidentifikasi
• Menilai dan meyakini
• Berkemampuan dan memiliki kemampuan
• Kebiasaan
• Lingkungan

Seseorang yang meningkatkan kemampuanya dapat mempercayai dirinya untuk


mengubah dirinya menjadi lebih baik. Kesempatan ini membawa dirinya untuk
masuk kedalam lingkungan yang dapat memberikannya nilai yang kebih baik.
Maka seseorang tersebut dapat mengubah pola pikir dari yang semula “saya
gagal” menjadi “saya dapat memberikan perubahan”. Jadi walaupun lingkungan
sekitar masih tidak terlalu bagus, hal tersebut tidak akan mempengaruhi pola
piker dari seseorang tersebut, bahkan dia akan lebih baik dari lingkungannya
tersebut. Harapan Anda untuk bisa memiliki lingkungan yang sehat akan sia-sia
apabila Anda hanya berdiam diri. Inisiatif dan cerdas dalam mengambil langkah
akan sangat membantu Anda mewujudkan lingkungan yang Anda harapkan
daripada Anda hanya berkhayal perubahan lingkungan akan dengan sendirinya.
Tebarkan inisiasi-inisiasi kepada keluarga Anda, dan tetangga maka dalam
rentang waktu tertentu lingkungan akan dengan sendirinya memperbaiki kultur
negative, dan Anda lah pahlawannya.

Orang Lebih Dari Sekedar Perilaku Mereka

Romilla sedang menonton acara televisi tentang pidato yang diberikan oleh
tokoh sejarah penting. Dia tertarik dengan tanggapan Martin Luther King
terhadap seorang jurnalis tentang bagaimana menghadapi kaum rasis. Raja bisa
saja mengutip prasangka bahwa orang lebih dari pada perilaku mereka saat dia
berkata: 'Saya sedang membicarakan jenis cinta yang akan menyebabkan Anda
mencintai orang yang melakukan perbuatan jahat saat membenci perbuatan
yang dilakukan orang tersebut. Intinya adalah bahwa berperilaku buruk tidak
membuat seseorang menjadi orang jahat. Memisahkan perilaku orang tersebut
sangat penting. Orang dapat berperilaku buruk ketika mereka tidak memiliki
sumber daya batin atau kemampuan berperilaku berbeda dalam hal itu.
Mungkin mereka menemukan dirinya berada di lingkungan yang membuat
mereka tidak menjadi sebaik-baiknya. Membantu orang untuk berkembang
kemampuan dan keterampilan, atau pindah ke lingkungan yang lebih kondusif,
sering dapat mengubah tingkah laku mereka secara dramatis dan mendorong
mereka ke tingkat keunggulan yang baru. Bob, seorang pria yang sangat manis,
baik hati, didiagnosis disleksia. Bob memuja hewan dan sangat baik dengan luka
yang terluka atau terluka. Sayangnya, karena keadaan, Bob dicap sebagai
pembuat masalah dan bermasalah dengan polisi karena narkoba. Orang-orang
di lingkungan Bob memandangnya sebagai orang yang 'buruk'. Ketika Bob
dibantu untuk mengubah keyakinannya tentang kemampuannya, bagaimanapun,
ia menjadi kontributor yang sangat berharga bagi masyarakat dengan bekerja
untuk amal hewan.

Orang berperilaku sangat berbeda dalam berbagai bidang kehidupan mereka.


Anda dapat membaca tentang tingkat logis, di mana Anda menemukan bahwa
orang memiliki tingkat tujuh di mana mereka berfungsi:
• Identitas
• Nilai dan keyakinan
• Kemampuan dan keterampilan
• Tingkah laku
• Lingkungan Hidup

Seperti Bob (dari anekdot sebelumnya) meningkatkan kemampuannya,


keyakinannya tentang dirinya mulai berubah. Perubahan ini memungkinkannya
pindah ke lingkungan dimana dia merasa berharga. Hasilnya adalah bahwa Bob
mengalami pergeseran identitas dari 'Saya gagal' menjadi 'Saya benar-benar
dapat memberikan kontribusi'. Perubahan identitas Bob mempengaruhi tingkah
lakunya, dan umpan balik dari hewan dan orang-orang yang dengannya Bob
membuatnya merasa berharga, yang memperkuat identitasnya. Jadi, meskipun
perilaku Bob buruk, itu tidak membuatnya menjadi orang jahat, Dia lebih dari
sekadar perilaku buruknya, dan sebenarnya mencintai dan baik hati.

Pikiran dan Tubuh Saling Terkait dan Saling Mempengaruhi

Pengobatan holistik bekerja berdasarkan pemikiran bahwa pikiran


mempengaruhi tubuh dan tubuh mempengaruhi pikiran. Untuk menjaga
kesehatan manusia, seorang praktisi medis perlu melakukan lebih dari sekedar
menekan gejala. Mereka harus memeriksa pikiran dan tubuh dan
memperlakukan keduanya bersama.

Penelitian terbaru tentang emosi pada tingkat sel dalam tubuh menunjukkan
seberapa terintegrasi koneksi pikiran-tubuh. Neurotransmitter adalah bahan
kimia yang mentransmisikan impuls di sepanjang saraf Anda. Mereka adalah
sarana yang dengannya otak Anda berkomunikasi dengan bagian tubuh lainnya.
Setiap pikiran yang Anda pikirkan menjangkau sel terjauh dan paling kecil di
tubuh Anda melalui neurotransmitter. Selain itu, penelitian lebih lanjut
menemukan bahwa neurotransmitter yang sama yang ditemukan di otak juga
dapat diproduksi oleh organ dalam Anda. Jadi gagasan bahwa pesan dimulai dan
ditransmisikan dalam garis lurus di sepanjang neuron tidak lagi benar; Pesan-
pesan ini dapat dimulai dan dikirim oleh organ Anda juga. Dr Candace Pert,
dari National Institute of Mental Health, mengacu pada 'bodymind' - pikiran
dan tubuh bekerja sebagai keseluruhan yang utuh, karena pada tingkat
neurotransmiter tidak ada pemisahan antara pikiran dan tubuh. Banyak orang
menemukan bahwa mereka membutuhkan lebih sedikit usaha untuk
memisahkan lingkaran saat memikirkan seseorang yang tidak mereka sukai. Jika
pikiran sederhana dapat mempengaruhi presepsi bahwa otot Anda dapat
mengerahkan, menurut Anda apa yang terjadi pada tubuh Anda saat Anda
menekannya terus-menerus?

Ketika Anda dihadapkan pada situasi antara memilih bekerja dengan gaji besar
tetapi jauh dari keluarga atau bekerja dengan gaji pas-pasan tetapi dekat dengan
keluarga, lalu diperburuk oleh kondisi kebutuhan yang mendesak maka tubuh
akan merespon dengan sulit untuk beristirahat tenang sehingga menurunkan
tempo konsentrasi Anda, akibatnya Anda akan selalu merasakan kenyang
walaupun sebenarnya lemas. Tetapi ketika Anda memaksakan untuk makan dan
beristirahat sejenak, Anda akan merasakan lebih tenang dan dapat kembali
memikirkan dengan matang keputusan apa yang akan Anda pilih.

Memiliki Pilihan Lebih Baik Daripada Tidak Punya Pilihan

NLP diperuntukan bagi setiap orang yang ingin menjalankan kehidupan secara
sehat. Terkadang mungkin Anda berpikiran bahwa Anda tidak memiliki pilihan.
Anda hanya membiarkan diri Anda berkata “Saya harus melakukan ini”. Pilihan
menjadi hitam atau putih, baik atau jahat, giat atau malas, semua pilihan itu ada
di tangan Anda. Anda mempunyai tanggung jawab penuh beserta hak atas itu.
Pada dasarnya semua pilihan itu benar, Anda hanya butuh waktu dan proses
untuk membenarkan pilihan tersebut. Pilihan yang benar adalah ketika Anda
mampu memperbaiki dan belajar dari kesalahan pilihan yang Anda lakukan di
masa lampau. Jangan pernah menyesali setiap pilihan yang Anda putuskan, terus
berusaha dan belajar untuk berhati-hati dalam meneruskan kelanjutan pilihan
Anda, maka Anda akan dihadapkan pada situasi dimana perubahan positif dari
proses tersebut. Karena penyesalan yang Anda rasakan atas pilihan Anda sendiri
hanya akan menghambat pertumbuhan Anda untuk lebih maju.
Anda bisa menahan diri dari perubahan yang sangat dibutuhkan karena takut
berubah, kurangnya kepercayaan pada kemampuan Anda, atau bahkan
ketidaksadaran akan kekuatanmu dalam mengatasi masalah ini, NLP
mengatakan “bagaimana jika semuanya terjadi?”, dan bertujuan untuk membuka
pikiran Anda dengan membuat Anda sadar akan semua sumber daya yang sudah
Anda miliki dan bisa dapatkan. Anda dapat menahan diri dari melakukan
perubahan yang sangat dibutuhkan karena takut akan perubahan, kurangnya
kepercayaan akan kemampuan Anda, atau bahkan ketidaksadaran akan kekuatan
Anda. Untuk mengatasi masalah ini, NLP mengatakan 'bagaimana jika keadaan
berbeda?', Dan bertujuan untuk membuka cakrawala Anda dengan membuat
Anda sadar akan semua sumber daya yang telah Anda miliki dan dapatkan. NLP
membantu Anda untuk mengeksplorasi alasa n Anda menginginkan perubahan,
meskipun alasan itu hanya sedikit niggle dari ketidakpuasan. Perubahan bisa
berombak, seperti mengendarai jeram, tapi orang-orang yang kita kenal berhasil
melewatinya - setelah memutuskan pilihan yang mereka buat untuk diri mereka
sendiri - jauh lebih puas dan mengendalikan kehidupan mereka.
Anda dapat menemukan bantuan untuk menentukan apa yang Anda inginkan
dari kehidupan Anda dan bagaimana menerapkannya di Bab 4.

Sebuah perusahaan multinasional menumpahkan banyak orang. Banyak


karyawan yang menunggu, berharap mereka tidak dipaksa pergi. Industri TI
mengalami lesu dan pekerjaan tipis di lapangan; Keyakinan umum adalah bahwa
orang tidak punya pilihan selain bertahan pada pekerjaan mereka, tidak peduli
seberapa jauh perusahaan mendorong mereka. Mereka percaya bahwa mereka
tidak punya pilihan. Karyawan yang merasa lega melepaskan diri dari stres
adalah orang-orang yang tahu apa yang mereka inginkan dari pekerjaan mereka
dan membuat ketentuan untuk beralih ke karir alternatif; atau mereka yang
bersedia melihat semua pilihan yang ada, tidak peduli seberapa jauh mereka
terlihat.

Pemodelan Kinerja Yang Sukses Mengarah Pada Keunggulan

Jika Anda bercita-cita menjadi pelari jarak jauh seperti Paula Radcliffe dan Anda
dapat bertubuh sehat, menunjukkan tekadnya yang berpikiran tunggal, dan
memiliki jaringan pendukung, Anda dapat mengembangkan keyakinan dan nilai
Anda untuk menyesuaikan lingkungan, kemampuan, dan perilaku Anda. untuk
mencapai aspirasi Anda (baca lebih lanjut tentang kategori ini di bagian awal
'Orang lebih dari sekadar perilaku mereka').

NLP menyediakan alat untuk memodelkan seseorang, mengambil apa yang


dilakukan orang tersebut dengan baik, dan menirunya. Namun, Anda tidak
perlu memiliki ambisi yang besar: Anda mungkin memiliki keinginan yang
sangat sederhana, seperti memodelkan keterampilan seorang rekan kerja yang
selalu membawa proyek tepat pada waktunya, atau teman yang selalu tahu Hal
yang tepat untuk dikatakan pada waktu yang tepat. Anda dapat
mempertanyakan orang-orang yang ingin ditiru untuk mengetahui apa yang
mengilhami mereka, bagaimana mereka tahu waktunya tepat untuk melakukan
apa yang mereka lakukan, dan bagaimana mereka tetap fokus pada tujuan
mereka. Dalam kasus rekan kerja, mereka mungkin memiliki serangkaian
strategi untuk memenuhi target proyek mereka, yang dapat Anda hasilkan ulang.
Memodelkan kesuksesan orang adalah cara yang bagus untuk mengubah
perasaan iri yang negatif menjadi proses yang konstruktif karena telah
mengalami kesuksesan mereka untuk diri sendiri. Kami memasukkan topik ini
lebih dalam Bab 19.

Pengalaman adalah guru terbaik, sedangkan pengalaman orang sekitar adalah


ilmu terbaik. Anda perlu memiliki model dalam hal-hal tertentu, dalam hal
keluarga misalnya Anda akan memodelkan orang tua terlebih dahulu, memilih
jenis penerapan seperti apa yang dapat Anda adopsi kepada keluarga Anda
kelak, lalu selanjutnya Anda melihat model lain dalam lingkungan yang menurut
Anda dapat mengilhami kehidupan rumah tangga Anda. NLP memberikan
keleluasaan kepada dalam memilih dan menentukan model serta
permodelannya.

Kata Akhir tentang Dugaan Sementara: Resapi dan Lihat

Uji praduga yang disajikan dalam bab ini untuk Anda sendiri dengan bersikap
seolah generalisasi itu benar. Berlatihlah yang menurut Anda sangat berguna
sampai menjadi sifat kedua. Saat mencoba prespuksi NLP, buat daftar dan pilih
satu setiap hari, dan hiduplah selama satu hari. Kemudian pilih yang lain untuk
hari berikutnya. Anda kemudian dapat menemukan, tiba-tiba, bahwa Anda
menjalani praduga dan 'hidup lebih mudah'!
Salah satu cara terbaik untuk meningkatkan pemahaman Anda tentang NLP
adalah dengan mengeksplorasi asumsi dasar Anda, atau prasangka, tentang
kehidupan. Apa pun yang saat ini Anda pikirkan tentang orang dan masalah
yang berbeda, bagaimana Anda berkomunikasi, dan yang penting, terkadang
mengambil perspektif baru dapat membantu dengan memicu tindakan atau
perilaku baru. Tidak ada respons yang benar terhadap praduga ini. Saat Anda
mendapatkan flavor untuk masing-masing pada gilirannya, pertimbangkan
dengan hati-hati. Anda tidak harus setuju dengan mereka semua. Anda bisa
mencobanya untuk ukuran dan melihat, mendengar, dan merasakan apa yang
terjadi. Seperti yang Anda ketahui, hayati segala hal yang akan dilakukan untuk
masing-masing langkahnya, pertimbangkan dengan hati-hati. Anda akan terlatih
dengan sendirinya, lalu kemudian Anda akan merasakan ‘hidup lebih mudah’.
BAB 5 NLP DALAM DUNIA PENDIDIKAN

Asumsi dasar Neuro-Linguistic Programming mengajarkan kepada pendidik untuk


bisa menghormati peserta didik dalam membentuk dunianya. Dalam hal ini
patut untuk dipahami bahwa dunia remaja adalah dunia eksplorasi yang penuh
tantangan. Sebuah dunia yang para penghuninya selalu ingin tahu apa yang
belum mereka (remaja) ketahui. Dunia permainan yang penuh tantangan.
Kondisi psikologi remaja yang seperti ini dapat dijadikan dasar pijakan dalam
menyampaikan ilmu dan pengetahuan kepada mereka (remaja). Jangan
menghakimi seorang peserta didik ketika respon yang mereka berikan bersikap
masa bodoh atau acuh tak acuh terhadap pelajaran yang disampaikan. Boleh jadi
apa yang disampaikan sebelumnya telah mereka ketahui, dan informasi yang
diberikan terasa basi bagi telinga mereka. Masuklah dalam dunia mereka yang
penuh eksplorasi dan biarkan mereka memandu jalannya permainan, sementara
pendidik adalah seorang penumpang yang mengendalikan kehendak sang
pemandu. Ini tidak ubahnya bagaikan seorang yang naik taxi dimana sang
penumpang menentukan dimana dia harus berhenti. Pendidik dituntut untuk
memiliki fleksibilitas tinggi, tidak sedikit banyak ditemukan di sekolah-sekolah
ketika diadakan riset mengenai guru favorit adalah mereka yang sudah tua
namun berjiwa muda (dapat menyelami dunia remaja). Menghakimi peserta
didik yang sulit berkonsentrasi dan bersikap acuh pada prestasi sekolahnya
hanya akan menguras emosi pendidik, membuang waktu percuma dan memicu
penyakit. Peserta didik yang demikian tidak selalu malas, seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya, bahwa banyak kemungkinan-kemungkinan yang
melatarbelakangi peserta didik bertingkah demikian. Berusaha untuk menjadi
pendidik yang friendly dan selalu update akan dunia remaja, akan sangat
membantu dalam hal belajar mengajar.

Setiap manusia memiliki serangkaian nilai dan kepercayaan yang


melatarbelakangi setiap tingkah lakunya. Jika seseorang berupaya mengubahnya
sesuai keinginannya, hal ini akan menjadi sebuah tantangan yang terkadang
melahirkan kekecewaan. Kekecewaan ini muncul sebagai implikasi dari tidak
adanya perubahan nilai dan prikalu dari orang yang hendak dirubah. Seorang
pendidik seyogyanya memahami dunia perserta didiknya. Ketika ada seorang
dari peserta didik yang menghendaki penyajian materi yang lebih santai dan
elegan, karena itu karakter dasar yang dimiliki, maka sampaikan bahan ajar
secara santai dan elegan. Terlebih untuk beberapa mata pelajaran yang dianggap
killer bagi sebagian siswa, seperti fisika dan amtematika, akan lebih mudah
diserap bila contoh-contoh yang dikemukakan lebih kongkret dan tidak bersifat
imajiner, biarkan peserta didik yang berimprovisasi dengan contoh yang
dikemukakannya sendiri. Sertakan analogi yang kreatif, juga melibatkan peran
teknologi untuk dijadikan dukungan fasilitas memberikan materi. Usia remaja
mudah merasakan bosan dalam konteks pelajaran yang dianggapnya terlalu
teoritis dan memakan energy lebih untuk menjaga konsentrasi, maka dari tiu
perlu dilakukannya kolaborasi antara pendidik yang kreatif, luas wawasannya
serta fasilitas yang mendukung.

Presuposisi NLP dalam Dunia Pendidikan

Hal lain yang juga patut dipahami oleh seorang pendidik adalah peta bukanlah
wilayah. Peta adalah persepsi seseorang sedangkan wilayah adalah habitat
dimana orang tersebut berada. Pemahaman akan hal ini menjadi lebih mudah
ketika dikatakan bahwa apa yang dipersepsikan tidaklah sama dengan kenyataan
yang sesungguhnya. Misalnya, seorang peserta didik yang malas mengikuti
pelajaran matematika, padahal sebelumnya dia dikenal brilian dalam bidang
studi tersebut, besar kemungkinan memiliki masalah psikologi terhadap
lingkungannya. Disinilah fungsinya konseling diadakan di sekolah. Pendidik
sebagai konselor bisa memanggil peserta didik dan menanyakan prihal persoalan
yang dihadapi peserta didik. Konselor merupakan stimulator terhadap semangat
belajar bagi peserta didik. Konselor harus menjamin kerahasiaan curahan hati
peserta didik, sebab bila tidak, maka konselor bisa menjadi masalah baru bahkan
musuh bagi peserta didiknya.

Setiap manusia memiliki tantangan tersulit dalam hidup. Reaksi yang timbul
kadang frustasi, penyesalan, dan mengasihani diri sendiri. Pada masa-masa itu
seseorang bisa saja menganggap langit runtuh dan hiduppun berakhir, lalu
akhirnya dipahami bahwa cobaan yang datang dapat menjadi berkah nantinya.
Ketika peserta didik menghadapi masalah yang menurutnya berat, maka tugas
utama dari konselor adalah mengubah persepsi peserta didik dalam memandang
realitas masalah yang dihadapi dan mengajak untuk berpikir positif serta
mengambil hikmah dari apa yang telah terjadi. Pada dasarnya tidak ada prilaku
yang menyimpang. Apa yang kadang dianggap orang salah, seringkali dianggap
benar oleh orang lain. Satu hal yang patut dipahami bahwa selalu ada maksud
yang baik dibalik setiap prilaku. Seorang anak kecil yang disuruh untuk membeli
sekotak korek api oleh ibunya, hanya karena anak tersebut tidak ingin
mengecewakan hati sang ibu maka ia mencoba (mengetes) apakah korek api
tersebut bisa menyala atau tidak. Anak tersebut mencoba satu per satu batangan
korek api tersebuthingga terbakar seluruhnya, maka dengan senyum keluguan
dia pulang dan berkata kepada ibunya bahwa korek api yang dia beli semuanya
bagus dan bisa menyala, tetapi mana yang bisa dipakai bila semua batangan
korek api sudah terbakar. Seorang peserta didik harus dipahami dan diberi
pemahaman akan tata aturan di sekolah. Tindakan indisipliner yang dilakukan,
yang berimbas kepada pemberian sanksi idealnya lebih bersifat mendidik dari
pada menghukum. Ketika ada peserta didik yang membolos dan ditanyakan
alasannya, maka bisa jadi dia berkata dia membolos untuk membantu ayahnya
berjualan. Fokus kepada niat bolos tersebut setidaknya membantu pendidik
untuk bisa melihat sedikit nilai-nilai kebaikan yang ada pada peserta didiknya.
Bertanya dan bukannya menghakimi adalah prilaku mendasar yang harus selalu
dilakukan oleh pendidik ketika dia melihat prilaku menyimpang dari peserta
didiknya. Terapi NLP digunakan untuk meningkatkan kinerja pendidik/guru
dan hasil belajar siswa. Dalam proses penerapannya, bukan hanya sekedar
mengungkap penyebab berbagai masalah yang dihadapi pendidik atau guru dan
peserta didik/siswa, tetapi lebih penting adalah mencari cara mengatasi (solusi)
berbagai permasalahan tersebut.

Dengan penerapan NLP dapat meningkatkan partisipasi peserta didik atau


siswa, baik berupa inisiatif maupun kontributif akan mampu membentuk siswa
selalu aktif dan kreatif. Sehingga peserta didik/siswa menyadari bahwa ilmu
diperoleh melalui usaha keras yaitu belajar dengan sungguh-sungguh dan niat
yang tulus.

Klasifikasi Manusia dalam Konteks NLP

NLP diprakarsai oleh seorang computer programming yang bernama Dr.


Richard Bandler dan seorang profesor linguistik yang bernama Dr. John
Grinder. Mereka berdua mempelajari keahlian sejumlah pakar dan terapis yang
teramat sukses dibidangnya. Metode yang dipergunakan untuk mempelajari
keahlian ini disebut sebagai modelling (ilmu memodel). Setelah bertahun-tahun
memodel, mereka berdua berhasil mengembangkan seperangkat teknik mental
yang sangat berguna dalam dunia terapi. Dalam perkembangannya, NLP
dipopulerkan oleh Anthony Robbins hingga meluas di USA dan seluruh dunia.
Salah satu teori yang dikembangkan oleh NLP adalah penggolongan tipe
manusia, NLP menggolongkan tipe manusia menjadi 3 golongan, yaitu:

Visual
Orang-orang yang bertipe visual adalah orang-orang yang menyukai dari apa
yang tampak oleh indera penglihatan. Orang yang bertipe visual ini tampak
menonjol bila dilihat dari penampilan mereka, mereka biasanya berpakaian rapi
dan necis. Dalam berbicara mereka akan menggunakan kata-kata yang
menonjolkan indera penglihatan. Misalnya: "Ketika dia melihat masa depannya,
tidak jelas", "Saya tidak dapat melihat kata-katanya dalam pikiran saya", "Bapak
pasti dapat melihat berbagai kemudahan maupun kualitasnya". Bila ingin
menjual produk pada pelanggan yang bertipe visual maka dalam presentasi
pergunakanlah gambar-gambar dan warna-warna yang menarik.

Auditory
Orang-orang yang bertipe auditory adalah orang-orang yang menyukai sesuatu
dari apa yang mereka dengar. Waktu belajar mereka membaca buku yang
dibacanya dengan keras agar dapat lebih mudah untuk memahami apa yang
mereka pelajari. Dalam berbicara mereka biasanya akan menggunakan kata-kata
yang menonjolkan indera pendengaran. Misalnya: "Dia tidak bisa mendengarkan
masa depannya", "Saya tidak dapat mendengar kata-katanya dengan baik",
"Sudah banyak yang mengatakan bahwa produk kami memberikan kepuasan
dalam memakainya". Gunakan musik atau sesuatu yang menonjolkan suara-
suara yang merdu dalam presentasi pada pelanggan yang bertipe ini, tekankan
katan-kata yang ingin ditonjolkan.

Kinesthetic
Orang-orang yang bertipe kinesthetic adalah orang-orang yang menyukai
sesuatu dari apa yang dirasakan. Dalam berbicara biasanya mereka akan
mengucapkan kata-kata seperti berikut: "Dia tidak bisa bisa merasakan apa yang
akan terjadi", "Saya tidak merasakan apa yang dikatakannya", "Bapak pasti akan
merasakan manfaatnya". Untuk menjual produk pada pelanggan yang bertipe
ini, ajaklah agar mereka merasakan sesuatu yang mereka dapatkan atau
keuntungan apa yang dirasakan bila membeli produk yang ditawarkan.
Dalam bukunya yang berjudul People Smarts, Tony Alessandra dan Michael J.
O'Connor menggolongkan tipe manusia menjadi:

Tipe direktur
Orang yang bertipe direktur memiliki kebutuhan batin untuk memimpin dan
memegang pengendalian pribadi, menguasai orang lain dan situasi. Mereka ingin
mencapai tujuan sendiri karena kebutuhan utama mereka adalah mencapai
tujuan. Komponen direktur yang kurang positif adalah keras kepala, tidak sabar
dan sikap keras. Direktur memproses data secara konseptual dengan
menggunakan pertimbangan deduktif - dari informasi umum ke spesifik.
Mereka lebih nyaman menggunakan otak bagian kiri dibandingan dengan otak
bagian kanan. Direktur ingin mengetahui lini dasarnya, mereka tidak ingin
membuang-buang waktu, beri mereka informasi yang cukup mengenai produk
yang dijual, bicarakan langsung ke tujuan. Sarankan pemecahan dengan
konsekuensi yang didefinisikan dengan jelas dan disepakati disamping imbalan
yang berhubungan secara spesifik dengan tujuan mereka.

Ahli Pergaulan
Ahli pergaulan yang mudah bergaul dan bersifat terbuka suka pergi ketempat
adanya tindakan. Secara khas, mereka dari luar tampak penuh semangat atau
punya langkah cepat, dan berhubungan cenderung secara alami mengambil
prioritas diatas tugas. Ahli pergaulan berusaha mempengaruhi orang lain dengan
cara yang optimistis dan terfokus pada hasil positif, apakah di lingkungan kerja
atau sosial. Ahli pergaulan menginginkan kekaguman dari orang lain. Kekuatan
utama ahli pergaulan adalah antusias mereka, disamping kemampuan membujuk
dan keramahan mereka. Kelemahan alami ahli pergaulan termasuk suka terlalu
banyak terlibat, tidak sabar, takut sendirian, dan punya rentang perhatian yang
pendek. Semua kelemahan ini menyebabkan mereka jadi mudah bosan. Dalam
menjual produk pada ahli pergaulan, si penjual harus menjadi pendengar yang
penuh rasa empati. Berikan umpan balik yang positif dan biarkan mereka tahu
bahwa si pendengar memahaminya dan bisa menghubungkannya dengan apa
yang mereka rasakan. Gunakan kata-kata perasaan, jangan kata-kata pikiran.
Berikan ilustrasi dengan kisah-kisah dan kesaksian-kesaksian yang
menghubungkan pada emosional mereka pada tujuan dan kepentingan mereka
sendiri.

Ahli Hubungan
Orang yang betipe ahli hubungan menginginkan rasa hormat. Mereka berfokus
pada pembinaan kepercayaan dan mendapat kenalan karena mereka mengincar
hubungan pribadi jangka panjang. Perilaku yang suka mendesak dan agresif
mengesalkan mereka. Ahli hubungan berjuang untuk memperoleh keamanan.
Ahli hubungan secara alami mudah bergaul dan merupakan tipe yang mudah
diajak berhubungan secara rukun. Ahli hubungan cenderung suka
merencanakan dan mengambil tindak lanjut sampai tuntas. Walaupun demikian,
mereka mempunyai kesulitannya sendiri yang unik dengan bicara untuk
mengutarakan sesuatu, mereka cenderung mengikuti orang lain dan keadaan
walaupun dalam hati tidak setuju. Ahli hubungan ingin memelihara kestabilan,
jadi mereka ingin mengetahui prosedur selangkah demi selangkah yang
memenuhi kebutuhan mereka akan perincian dan tindakan sampai tuntas yang
logis. Jadi dalam presentasi menjual produk, si penjual harus membuat daftar
hal-hal spesifik, tunjukkan urutannya, dan berikan data. Bila mungkin, buatlah
garis besar proposal. Penuhi kebutuhan mereka untuk mengetahui fakta, tetapi
juga dapatkan perasaan pribadi dan emosi mereka dengan meminta masukan
mereka. Buatlah mereka ikut terlibat dengan berfokus pada unsur manusiawi,
yaitu bagaimana sesuatu mempengaruhi mereka dan hubungan mereka dengan
orang lain. Hindari membuat mereka terburu-buru dan beri mereka kepastian
pribadi dan kongkrit, kalau keadaan memungkinkan.

Tipe Pemikir
Tipe pemikir lebih banyak memperhatikan kepuasan diri mereka daripada
ucapan selamat. Mereka memilih keterlibatan dengan produk dan jasa dibawah
keadaan yang spesifik, lebih suka lagi yang terkendali, sehingga proses dan hasil
bisa benar. Karena kepentingan mereka adalah ketepatan, emosi manusia
mungkin dinomor duakan oleh mereka. Kekuatan pemikir adalah ketepatan,
bisa diandalkan, kemandirian, kejelasan dan keahlian menguji, mampu
melakukan tindak lanjut sampai tuntas, dan keteraturan. Mereka sering berfokus
pada harapan dan hasil. Mereka ingin tahu bagaimana segala hal bekerja
sehingga mereka bisa mengevaluasi bagaimana cara berfungsinya yang benar.
Untuk menjual pada tipe pemikir, si penjual harus mempersiapkan dirinya
dengan benar agar bisa menjawab banyak pertanyaan dari tipe pemikir. Hindari
pertemuan dengan obrolan pribadi atau sosial. Dokumentasikan "bagaimana"
dan "mengapa" sesuatu bisa diterapkan. Beri mereka waktu untuk berpikir,
hindari tindakan mendesak mereka mengambil keputusan dengan tergesa-gesa.
Jelaskan segi pro dan kontranya dan berikan cerita yang lengkap.
Dalam seminarnya, James Gwee menggolongkan tipe manusia menjadi,

Tipe Penggerak
Tipe penggerak adalah seorang yang lincah dan suka tersenyum, dia sangat
mengutamakan kehangatan dalam berhubungan, dan suka basa-basi terlebih
dahulu sebelum masuk dalam topik. Tipe penggerak adalah seorang yang praktis
dan over optimis, dia sering merasa sanggup menyelesaikan tugasnya tepat
waktu padahal tidak. Mereka membuat keputusan lebih kearah perasaan
daripada logika, jadi kalau ingin menjual produk pada pelanggan tipe ini buatlah
mereka segembira mungkin sebelum menawarkan produk. Mereka
mengutamakan kehangatan, jadi pada saat bertemu dengan pelanggan tipe ini
berbasa-basilah terlebih dahulu, jangan langsung menawarkan produk yang
ingin dijual. Dan jangan buat presentasi yang detail, karena tipe ini tidak suka
yang detail-detail.

Tipe Peresah
Tipe peresah kebutuhan dasarnya adalah rasa aman. Ketika berbicara, tipe
peresah selalu mengeluh mengenai keadaan dirinya sendiri, mereka selalu
melihat dirinya secara negatif. Bila menghadapi pelanggan tipe ini jangan
menggunakan nada yang ceria dan jangan sekali-kali mengecilkan masalah
mereka. Pada tipe yang lain, penjual biasanya selalu menawarkan produk mereka
dengan melebihkan-lebihkan atau mengunggul-unggulkan produk yang mereka
jual, tapi pada tipe peresah, penjual harus bilang bahwa produk mereka ada
kekurangannya, karena orang yang bertipe peresah tidak pernah percaya kalau
ada produk yang sempurna. Tipe peresah membuat keputusan bukan pada
produk mana yang paling bagus tapi keputusannya berdasarkan pada produk
mana yang kekurangannya paling sedikit. Jangan terlalu banyak menyuruh tipe
ini membuat keputusan, tapi cobalah untuk mengarahkan dalam memilih. Jadi
dengan kata lain, pada pelanggan tipe ini, si penjual harus mengarahkan,
meyakinkan dan menenangkan pelanggan.

Tipe Politikus
Tipe politikus selalu merasa benar sendiri dan orang lain selalu salah. Suasana
ruangan tipe politikus tidak hangat, di dinding kantornya penuh dengan ijasah
dan foto-foto dengan pejabat. Mereka power crazy jadi dalam berbicara dengan
mereka harus tinggikan egonya, puji-puji mereka. Dalam menulis proposal, isi
proposal tidak perlu menggunakan font yang besar, cukup font yang biasa-biasa
saja, tapi yang harus diingat bahwa pada bagian nama dan gelarnya, jangan lupa
memperbesar font-nya agar kelihatan lebih menonjol. Berbicara dengan tipe ini
harus dengan nada kagum, karena mereka menyukai kekaguman dari orang lain.

Tipe Seniman
Tipe seniman kebutuhan dasarnya adalah ingin menciptakan sesuatu dan selalu
menghargai sesuatu yang kreatif dan inovatif. Pakaian tipe ini selalu rapi dan
bersih walaupun seharian berada di lapangan. Tipe seniman memiliki sifat
introvert, dia sangat menjaga privasi dan tidak pernah menanyakan sesuatu yang
pribadi pada orang lain, maka jangan sekali-kali menanyakan hal pribadi pada
mereka. Tipe seniman biasanya dalam berpikir tidak dilontarkan tapi berbicara
sendiri dalam hatinya, jadi jangan menginterupsi dengan menanyakan sesuatu
pada saat mereka sedang berpikir. Pada proposal, buatlah proposal yang
berwarna-warni, jangan banyak kata-kata tapi perbanyak gambar, lebih
tonjolkan sisi kreatif dan inovatif dari produk, kemasan dan service.

Tipe Insinyur
Tipe insinyur adalah seseorang yang ingin menyelesaikan masalah. Mereka
sangat rinci. Tipe insinyur sangat teratur, segalanya direncanakan matang-
matang, jadi jangan sekali-kali menemui mereka tanpa membuat perjanjian
terlebih dahulu. Dalam menjual, penjual harus mempunyai pengetahuan yang
berbobot dalam produk yang ingin dijual, membuat pernyataan pada mereka
harus didukung dengan bukti dan fakta. Bila perlu, ajaklah technical support bila
ingin menjual produk pada orang yang bertipe ini, karena bila kita tidak dapat
menjawab pertanyaan-pertanyaannya yang detail maka percuma saja menjual
dengan orang yang bertipe ini.

Tipe Penggiat
Tipe penggiat selalu mengutamakan sukses secara materi. Mereka suka memakai
barang-barang yang aspal, yang murah-murah, tapi mereka tidak malu untuk
memakainya. Mereka suka barang yang mirip yang asli, tidak mengutamakan
kualitas, tapi yang terpenting adalah harga yang murah. Menghadapi orang yang
bertipe ini, penjual harus menonjolkan harga yang murah atau discount yang
besar atau besarnya komisi yang didapat bila menjual produk yang ditawarkan.

Tipe Normal
Tipe normal adalah orang-orang yang ingin diterima oleh masyarakat sehingga
mereka selalu menyesuaikan diri supaya tidak tampil menyolok. Orang yang
bertipe normal seperti bunglon, selalu merubah gayanya sesuai dengan
lingkungan. Jadi kalau ingin menjual produk pada pelanggan yang bertipe ini
selalu bandingkan dengan orang-orang umumnya. Misalnya: "Kebanyakan
orang-orang memakai produk seperti ini"

Di antara banyak hal manfaat NLP memungkinkan kita untuk melakukan antara
lain :
• Membangun hubungan pribadi berkualitas tinggi dengan mereka yang
kita datang ke dalam kontak dengan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Memiliki hubungan dekat dengan klien, pelanggan dan rekan kerja akan
membuktikan saling menguntungkan;
• Menjalankan kontrol atas emosi kita sehingga kita dapat secara efektif
mengelola pikiran dan perasaan kita. Mengontrol cara kita merasa
menaikkan tingkat kepercayaan kami dalam apapun yang kita mencoba
untuk melakukan, dan memperkuat kecenderungan untuk melakukan
yang terbaik kami setiap saat;
• Memperkenalkan fleksibilitas yang lebih besar yang menyebabkan
peningkatan pilihan dan pengaruh lebih besar atas peristiwa-peristiwa
dalam hidup kita, dan cara-cara kreatif untuk memecahkan masalah;
• Mengembangkan cara yang efektif untuk berkomunikasi dengan
mempertimbangkan kepekaan kita terhadap diri kita sendiri dan orang
lain, dan meningkatkan keterampilan persuasif kami;
• memprogram pikiran untuk hasil yang diinginkan seperti untuk diri kita
sendiri, untuk bisnis, atau memaksimalkan mencapai peluang yang
diinginkan.
Analogi NLP dan Hipnosis

Bahasa memiliki berbagai macam rangkaian kata, pola kalimat, fungsi, sesuai
dengan kebutuhan dan waktu individu dalam menyampaikan pesan, kata yang
tersusun dengan baik atau tidak akan menimbulkan berbagai macam persepsi
yang tidak dapat di jabarkan secara menyeluruh satu persatu, perbedaan persepsi
tersebutlah yang selalu memicu timbulnya konflik dalam hubungan masyarakat
sosial, menjadikan hubungan yang senjang antara kaum intelektual dan kaum
biasa. Adanya persamaan makna disini dapat menimbulkan suatu pengaruh yang
besar bagi individu yang mendengarkan atau komunikan, yang disebut dengan
sugesti yang pada akhirnya akan menimbulkan proses pemberian sugesti pada
tingkat tinggi yang di sebut hipnotis. Kadang orang berpikir bahwa hipnotis
merupakan sesuatu yang negatif, mungkin karena dari tindak kelaziman bahwa
telah banyak orang yang menjadi korban dalam modus penipuan yang tidak lain
medianya dengan hipnotis.

Sebenarnya ilmu yang di gunakan dalam tindak kejahatan bukan merupakan


sesuatu yang ilmiah, kita dapa mengklasifikasikan antara ilmu yang ilmiah dan
tidak, hipnotis yang di gunakan sebagai media kejahatan adalah gundam yang
berbeda dari hipnotis, pada gundam mereka tidak menggunakan sugesti kata-
kata melainkan dapat menggunakan asap rokok, sentuhan, maupun pandangan,
dalam hal ini tidak di gunakan sugesti melainkan bantuan makhluk halus, dari
sudut pandang agama islam ilmu tersebut di larang karena di khawatirkan
menjadi syirik dan tidak dapat di nalarkan dengan akal pikiran, berbeda dengan
hipnotis, hipnotis disini dapat di buktikan dan dapat di lakukan penelitian serta
di perbolehkan dalam agama dan kesehatan, pada zaman dulu dan sekarang dari
sudut pandang positif hipnotis dapat berguna dalam proses pemberian motivasi
sehingga dapat merubah pola pikir menjadi lebih baik atau yang di kenal dengan
hipnoterapy, hipnotis merupakan ilmu yang mulia, dari itu ada baiknya kita
memahami dan mempelajari hipnotis dan mengambil manfaatnya. Hipnotis
mungkin merupakan sesuatu yang tidak asing di pendengaran masyarakat,
karena hal ini kadang lebih sering terdengar atau relatif dihubungkan dengan
persepsi negatif, karena hipnotis sering di salah gunakan oleh orang-orang yang
tidak bertanggung jawab untuk melakukan tindak kejahatan, tidak jarang
masyarakat menjadi korban kejahatan dengan modus penipuan dengan media
hipnotis, atau mungkin kita sering melihat tayangan di stasiun televisi bagaimana
Uya kuya atau Tomi Rafael menghipnotis orang dan kemudian orang tersebut
secara tidak sadar mengikuti segala perintah yang di berikan padanya termasuk
membeberkan rahasia-rahasia yang dia miliki di muka publik sehingga semua
peristiwa tersebut menambah besar persepsi negatif masyarakat terhadap ilmu
hipnotis, namun yang saya pikirkan adalah bagaimana jika hipnotis ini di
gunakan untuk menginterogasi para pelaku kejahatan di kantor polisi atau
pengadilan ? mungkin KPK tidak perlu sulit-sulit untuk mencari barang bukti
dalam menegakkan supremasi hukum karena hanya dengan sekali hipnotis para
tersangka tersebut akan membeberkan semua tindak kejahatannya.

Hipnotis dapat dikategorikan sebagai contoh fenomena teori jarum hipodermik


namun penggunaannya secara personal karena pada hal ini sugesti yang telah di
berikan pada korban hipnotis akan di terjemahkan secara skeptisisme, karena
pada saat itu diri kita berada pada pikiran alam bawah sadar yang sebenarnya di
sanalah letak dan bentuk kecerdasan baik IQ, EQ, SQ, seseorang yang tidak
pernah dapat di nyatakan saat kita berada di alam sadar atau alam nyata kita, dari
alam bawah sadar tersebut semua potensi dan tingkat kejujuran manusia akan
dinyatakan tanpa dapat di tahan lagi dengan berbagai macam tindakan selama
kita berada di bawah pengaruh hipnotis, kita dapat menganalogikannya seperti
saat kita di kejar oleh seekor Anjing yang galak, dan pada saat itu kita akan
mengerahkan semua kemampuan kita untuk dapat terhindar dari gigitan Anjing
galak tersebut tanpa kenala lelah, atau seperti pada saat kita harus
mengumpulkan tugas yang sudah deadline maka pada saat itu ide-ide kita baru
akan muncul dengan sendirinya, artinya dengan masuknya sugesti hipnotis maka
individu tersebut akan berada pada titik kebenaran, kejujuran, kecerdasan yang
paling tinggi atau pembeberan semua potensial yang ada pada diri individu
tersebut. Itu salah satu dari proses pemberian atau penafsiran sugesti.

Pemberian sugesti dapat di lakukan dengan cara koersif maupun persuasif,


semunya akan mampu memberikan dampak baik positif maupun negatif
tergantung si pemberi sugesti. Pemberian secara koersif dapat di lakukan
dengan cara di bentak, atau karena sering di beri hukuman apabila dia
melanggar, maka hal itu secara tidak langsung akan memberikan sugesti bahwa
dia harus melakukan tersebut, namun sugesti ini masih dalam tahap biasa, begitu
pula sugesti secara persuasif artinya sugesti yang di berikan dengan cara halus
atau dengan doktrin yang lembut namun sebenarnya tajam, dan menuju pada
pemahaman dari pasien hipnotis.
Terminologi Hipnosis

Hipnotis merupakan sebuah proses membawa seseorang untuk memasuki alam


bawah sadar dengan melalui pemahaman kata-kata yang di susun menjadi
sebuah sugesti, hipnotis merupakan sebuah proses yang ilmiah, yang pada
zaman dahulu sudah pernah di gunakan dan di kembangkan oleh Dr. Ambroise
Auguste Liebeault (1823 – 1904), sehingga sampai saat ini beliau di anggap
sebagai bapak hipnotis dunia, karena jasanya yang telah mengembangkan ilmu
tersebut. Hipnotisme adalah suatu seni yang terkait dengan pikiran manusia,
sedangkan pikiran manusia adalah suatu wilayah yang tak terhingga, dengan
berbagai kemungkinan yang seringkali tak terduga. Dalam sebuah proses
hipnotis yang dapat di akui hebat atau memiliki peran yang besar adalah pasien
dari hipnotis tersebut, karena dia dapat dengan baik memahami dan
menafsirkan pesan apa yang di sampaikan oleh penghipnotis tersebut, sehingga
antara pasien dan penghipnotis memiliki satu ikatan kepercayaan yang di
junjung dengan sangat tinggi dan membentuklah suatu sugesti. Sugesti
merupakan proses dimana individu menerima suatu pandangan atau pedoman-
pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa krititerlebih dahulu (gerungan,
2004;65), hipnotis juga merupakan sesuatu yang normal yang tidak melampaui
batas nilai-nilai pemikiran manusia atau pasiennya. Proses Hipnotis harus di
lakukan dengan seizin pasiennya, selain menjaga nilai-nilai ke sopanan juga akan
membantu keberhasilan proses hipnotis, karena hipnotis tidak dapat di lakukan
tanpa sepengetahuan orang yang bersangkutan.
Pemberian sugesti merupakan sesuatu yang sudah lazim dalam kehidupan
sehari-hari, kita dapat mengambil contoh, ketika ada 2 orang anak dan 2 orang
anak tersebut mendapatkan perlakuan yang berbeda,anak ke-1 selalu di puji
bahwa dia pintar, baik, sopan dan selalu dapat membanggakan orang tuanya,
namun anak yang ke-2 di perlakukan sebaliknya bahwa dia bodoh, bandel,
pemalas dari perlakuan ini dapat di lihat hasilnya anak yang mendapatkan
perlakuan baik atau pujian dia akan menjadi anak seperti yang di harapkan
karena merasa mendapatkan dukungan moril, dia akan berpikir bahwa dia
seperti itu dan secara tidak langsung dia akan melakukan hal positif tersebut,
begitu pula anak yang mendapatkan perlakuan sebaliknya dia kan bertingkah
seperti apa yang di sugestikan orang tuanya menjadi anak yang bodoh, bandel
dan tidak sesuai harapan orang tuanya. Dalam kasus lainnya ketika 2 orang
remaja putra dan putri, pada awalnya mereka tidak memiliki perasaan antara
satu dan yang lainya, namun karena teman-teman sekitarnya selalu mengatakan
bahwa mereka saling menyukai dan selalu mengejek bahwa mereka memiliki
suatu hubungan spesial dan perlakuan itu di lakukan dengan intensitas yang
besar, maka lama-kelamaan perasaan di antara mereka akan tumbuh, dan
perasaan mereka yang biasa akan menjadi tidak biasa seperti yang di katakan
teman sekitarnya. Dalam hal ini sugesti memiliki peranan yang sangat besar
karena ada faktor intensitas yang besar pula.

Kadang orang berfikir bahwa dengan hipnotis maka kita dapat memiliki kendali
penuh atas orang yang di hipnotis sehingga dapat melakukan apapun sesuai
perintahnya. Namun hal tersebut tidak benar, karena hipnotis tidak dapat
memaksa orang yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kehendaknya. Dan alasan
lainnya adalah hipnotis merupakan proses pemusatan perhatian pada tingkat
konsentrasi tinggi dalam keadaan terjaga bukan dalam keadaan pingsan. Dan
seseorang yang di hipnotis dapat mengungkapkan aib atau sisi gelap hidupnya
hanya dengan apabila orang tersebut memiliki keinginan untuk
mengeluarkannya saja atau ada keingina untuk membuat pernyataan, dan bukan
merupakan sebuah paksaan karena hipnotis tidak dapat melakukan sesuatu yang
bertentangan. Hipnotis dapat memberikan beberapa manfaat seperti: seperti
hipnotis berat badan, menyembuhkan masalah memori,melupakan kenangan
masa lalu, insomnia, kesedihan, gagap, kepercayaan diri, rasa malu, proses
persalinan, masalah kulit, berbicara di depan umum, kecemasan, rasa sakit,
gangguan kebiasaan, phobia, dan lainnya. Hipnotis semacam ini di sebut dengan
Hipnoterapi.

Terkait dengan cara kerja hipsosis, menurut John Kihlstrom, “The hypnotist
does not hypnotize the individual. Rather, the hypnotist serves as a sort of
coach or tutor whose job is to help the person become hypnotized”. Dari
pernyataan ini tampaknya cara kerja hipnosis sangat bergantung pada kesiapan
dan kerelaan dari orang yang dihipnosisnya. Setiap individu mempunyai
pengalaman hipnosis yang beragam, beberapa orang mengatakan bahwa selama
dalam kondisi terhipnosis mereka mengalami perasaan relaksasi yang ekstrim.
Di satu sisi ada yang mengatakan bahwa ketika terhipnosis, segala tindakannya
berada di luar kesadaran mereka, di lain pihak ada pula yang mengatakan
bahwa mereka sepenuhnya tetap dalam keadaan sadar. Hasil eksperimen yang
dilakukan Ernest Hilgard terhadap dua kelompok yang terhipnosis dan tidak
terhipnosis menunjukkan bahwa hipnosis dapat mengubah persepsi seseorang.
Dalam eksperimen tersebut, kedua kelompok diminta untuk meletakkan tangan
ke dalam air es yang dingin dalam waktu beberapa menit.. Ketika mengangkat
kembali tangannya, kelompok yang tidak terhipnosis merasakan rasa sakit di
tangannya, sementara mereka yang terhipnosis mampu mengangkat kembali
tangannya dengan tanpa mengalami rasa sakit. Banyak orang berpikir bahwa
mereka tidak dapat dihipnosis, namun hasil penelitian telah menunjukkan
bahwa sebagian besar orang ternyata dapat dihipnosis (hypnotizable).
• Lima belas persen orang sangat responsif terhadap hipnosis.
• Anak-anak cenderung lebih rentan terhadap hipnosis.
• Sekitar sepuluh persen orang dewasa dianggap sulit atau tidak mungkin
untuk dihipnosis.
• Orang mudah berfantasi jauh lebih responsif terhadap hipnosis.

Proses Hipnosis

Salah satu model psikologi yang paling sederhana untuk menjelaskan fenomena
hipnotis adalah model yang membagi pikiran menjadi 2 bagian utama, yaitu :
Pikiran sadar dan pikiran bawah sadar. Pikiran sadar merupakan area yang
mungkin selama ini kita anggap sebagai “pikiran” kita. Di area inilah kita
menganggap diri kita berpikir secara rasional dan logis. Pikiran bawah sadar
merupakan area pikiran yang jauh tersimpan dalam diri kita. Pikiran bawah
sadar akan memberi pengaruh pada semua tindakan individu bahkan
pengaruhnya lebih besar dari pada pikiran sadar.
Dalam sebuah proses hipnotis ada beberapa hal atau syarat yang harus di
penuhi, hal yang paling utama adalah sebuah ikatan kepercayaan, dengan adanya
sebuah kepercayaan maka akan memperlancar proses hipnotis karena orang
yang di hipnotis akan memberikan sepenuhnya konsentrasi pada imajinasi
sugesti penghipnotis. Sebelum melakukan hipnotis biasanya penghipnotis akan
melakukan pritest (pra induksi test) terlebih dahulu sambil di perintahkan untuk
menarik nafas, yang tujuannya untuk melihat siapa-siapa saja yang mudah untuk
di hipnotis agar mempermudah proses hipnotis, kemudian baru di lakukan
proses pemberian sugesti yang bertujuan untuk mengantarkan pasien ke alam
bawah sadarnya. Proses hipnotis bukan sesuatu yang mudah di lakukan, proses
ini dapat dipengaruhi oleh banyak hal seperti :

1.Suasana ruangan atau tempat.


Yang di maksudkan suasana disini adalah bagaiman keadaan lingkungan sekitar,
apakah mendukung atau tidak untuk di lakukan proses transformasi sugesti,
suasana yang tenang akan mempermudah keberhasilan pemberian sugesti,
karena akan meningkatkan daya imajinasi dan nalar individu sehingga
konsentrasinya tidak akan buyar dan terpecah ke berbagai hal lain, semakin
banyak gangguan maka akan semakin kecil tingkat keberhasilannya.

2. Keadaan individu
Keadaan individu akan mempermudah atau mempersulit proses sugesti, orang
yang sedang dalam keadaan kalut atau kacau suasana hatinya (disosiasi) akan
lebih mudah di hipnotis, karena dia sedang membutuhka seseorang untuk
mencurahkan perasannya sehingga dia akan mendengarkan dan fokus pada
sugesti yang di berikan, selain itu karena hambatan berpikir, otoritas, will to
believe atau dalam pengertian lain adanya kepercayaan pada penghipnotis,
semakin individu mempercayai pengipnotis maka akan semakin mempermudah
terjadinya transformasi sugesti.

3. Karakteristik dan sifat individu


Orang yang memiliki sifat lebih halus akan lebih mudah di hipnotis di
bandingkan orang yang maskulin, saya ambil contoh seorang wanita, mereka
akan lebih mudah di lakukan hipnotis bila di bandingkan laki-laki, karena
seorang wanita lebih menggunakan perasaannya dalam menanggapi suatu
persoalan.
Hypnoteaching sebagai Alternatif Strategi Pengelolaan Pembelajaran

Manusia secara fitroh penciptaan telah dianugerahi kekuatan pikiran yang sangat
luar biasa. Dewasa ini manusia Indonesia sedang dipusingkan” dengan adanya
fenomena otak tengah. Padahal semua itu sudah ada dalam diri, hanya saja
kebanyakan manusia tidak mengetahui apalagi mengsplorasinya. Kedahsyatan
kekuatan pikiran yang sebenarnya belum bisa dimaksimalisasi oleh sistem
pendidikan Indonesia warisan penjajahan.

Para siswa mulai dari murid kelas dasar (SD) hingga perguruan tinggi (PT)
hanya disiapkan sebagai tenaga kerja atau “robot-robot industri”. Sekolah dan
kampus hanya memproduksi para calon tenaga kerja yang siap dipasarkan dalam
lapangan pekerjaan. Otak para anak didik hanya disiapkan untuk menjadi
pegawai dan buruh. Otak anak bangsa Indonesia hanya dipakai hanya sebatas
menghafal angka dan huruf saja. Mencari nilai dikertas dan ijasah untuk
kemudian dijual kepada perusahaan, instansi, kantor dan berbagai lapangan
kerja lain. Hypnoteaching muncul untuk memberikan kontribusi peringatan
akan kedahsyatan otak yang untuk sementara waktu sering mubadzir disekolah.
Sesuai dengan pengertian hypnosis di atas, pada hypnoteaching juga terdapat
upaya untuk menurunkan gelombang otak dari kondisi beta ke alpha atau theta.
Hal ini bertujuan agar siswa lebih mudah menerima informasi secara efektif
tanpa hambatan disimpan dalam pikiran bawah sadar yang kekutannya 80%
berbanding 20% dengan pikiran sadar. Informasi yang tersimpan tadi
selanjutnya dapat menjadi bentuk perilaku kalau informasinya negatif
perilakunya negatif demikian juga sebaliknya. Dalam praktiknya seorang guru
dituntut untuk membawa siswa (menghipnotis) kedalam kondisi relaks, bawah
sadar. Pendeknya bagaimana seorang guru mengunakan bahasa-bahasa yang
dapat membuat relaks dan nyaman si peserta didik. Hal ini menyakut
ketrampilan berbicara seorang guru. Selain itu teknik improvisasi yang bagus,
intonasi suara diatur, bersifat persuasif penuh bujukan, kualitas vokal, pemilihan
kata dll penting pada proses hypnoteching. Ketika si peserta didik berada pada
gelombang otak alpha, saat itu si guru memasukkan affirmasi positif atau sugesti
positif kepada pikiran bawah sadar si peserta didik. Affirmasi adalah ucapan-
ucapan positif untuk mengantikan nilai-nilai negatif dalam pikiran bawah sadar.
Ada beberapa pantangan dalam membuat affirmasi: misalnya tidak boleh
mengunakan kata "akan", dan kata-kata bermakna negatif seperti "tidak",
"jangan", dll.
Terminologi Hypnoteaching

Hypnoteaching merupakan improvisasi dari sebuah metode pembelajaran dan


pendidikan. Hypnoteaching mencoba hadir dengan menyuguhkan sebuah
pendekatan konseptual baru dalam bidang pendidikan, pembinaan dan sekaligus
“pencerahan dan pengobatan” pada para siswa yang bermasalah.
Hypnoteaching merupakan perpaduan antara kedahsyatan ilmu hipnosis dengan
kemuliaan ilmu pendidikan. Dewasa ini sekolah sering kali merasa kelimpungan
dan kebingungan dalam menghadapi fenomena problematika siswa. Mulai dari
faktor kemalasan, keminiman minat belajar dan motivasi menuntut ilmu yang
sangat rendah. Disamping itu, banyak diantara para pelajar yang suka berbuat
ulah, suka bikin onar dan masalah, pacaran kelewat batas, berkelahi, merokok,
minum-minuman keras hingga pada taraf yang lebih mengerikan. Dalam sisi
yang lain para guru juga belum bisa memberikan jalan keluar yang bijak selain
memberikan hukuman dan mengeluarkan siswa yang bermasalah. Pada sisi lain,
kegiatan belajar mengajar dikelas terasa begitu membosankan, menyebalkan dan
terasa laksana penjara. Siswa dan guru sama-sama tidak bisa menikmati proses
KBM dengan penuh suka cita. Rasa pusing, malas, monoton, emosi dan
berbagai energi negatif setiap hari bersarang dalam hati dan pikiran.
Hypnoteaching hadir sebagai sebagai “obat” bagi sakitnya sistem kegiatan
belajar mengajar disekolah, yang sampai saat ini sangat terasa. Hypnoteaching
hanya bermain dalam tataran kekuatan pikiran alam bawah sadar. Sebuah
kekuatan pikiran yang secara fitroh kodrati telah diberikan Allah kepada setiap
manusia. Dengan menguasai hypnoteaching, maka para guru dan pendidik akan
memahami pola kerja pikiran yang sebenarnya. Adanya kapasitas otak, otak
kanan, otak kiri, otak tengah, gelombang otak, pikiran sadar dan bawah sadar,
hormon yang diproduksi oleh otak dan terkait dengan kesehatan tubuh.
Hypnoteaching murni bermain dalam tataran eksplorasi alam pikiran saja, tidak
ada unsur-unsur magis disini.

Jika jumlah guru di Indonesia ada 1 juta, maka hanya 1,7 % saja guru di
Indonesia yang sudah melaksanakan pembelajaran dengan benar, 88,3% sisanya
masih mengandalkan metode ceramah di kelas. Jika kita merujuk kepada teori
yang diajukan oleh kemendiknas di atas, maka wajar saja jika siswa kita belum
bisa mencapai standar kompetensi lulusan dengan baik karena proses
pembelajaran (baca: standard isi dan proses) yang dilakukan oleh guru-guru
masih monoton.

Berkomunikasi Aktif Kepada Peserta Didik Dengan NLP

Programming (NLP) atau disebut juga Program Pembentukan Manusia


Sempurna yaitu suatu bentuk pendekatan yang lebih rasional dengan
mengedepankan aspek pendidikan bagi orang dewasa. Metode ini sesungguhnya
adalah suatu bentuk metode komunikasi, yaitu bagaimana seseorang dapat
menyampaikan pesan secara santun dan bersahaja kepada para audience. Sudah
barang tentu yang menerapkan metode ini adalah para pendidik/guru yang
berkacimpung dalam dunia pendidikan. Mereka adalah komunitas yang
bersentuhan secara langsung kepada remaja, yang berarti mereka adalah orang-
orang yang seharusnya bisa memahami apa dan bagaimana keinginan dari anak
didiknhya. Untuk seorang guru menjadi komunikator yang baik tidak sama
dengan menjadi seorang pembicara. Seorang komunikator akan mengandalkan
komunikasi dua arah (interaktif), hal yang tidak selalu dikuasi oleh setiap orang.
Penyimpangan dalam menyampaikan pesan sering kali menimbulkan
kesalahpahaman (misscommunication) bahkan pertengkaran karena masing-
masing merasa tidak dimengerti oleh satu sama lainnya. Setiap orang bisa
menjadi pembicara yang baik tetapi tidak semua orang bisa menjadi pendengar
yang baik.

NLP (Neuro Lingustik Programming) merupakan strategi dan teknik


komunikasi berdasarkan kebiasaan dan prilaku seseorang. Metode ini, kini tidak
hanya dilakukan sebagai terapi, tetapi juga bermanfaat dibidang manajemen,
pendidikan, kesehatan, bahkan sales. Efeknya telah terbukti mampu
memberikan pengaruh terhadap kehidupan seseorang. Dalam manajemen NLP,
yang dikedepankan bukanlah mengutamakan apa yang ingin disampaikan oleh
nara sumber/pendidik tetapi apa yang diinginkan oleh pendengar atau peserta
didik.

NLP (Neuro Lingustik Programming) mengajarkan kepada seorang


komunikator, bagaimana memposisikan lawan bicara sebagai orang yang telah
memiliki dasar-dasar pengetahuan tentang apa yang hendak disampaikan. Hal
ini mudah dimaklumi mengingat era informasi dan transformasi global telah
menggiring umat manusia dewasa ini menjadi serba tahu. Seorang
pendidik/guru yang berkemampuan sebagai komunikator yang baik harus yakin
bahwa apa yang hendak disampaikan kepada para peserta didik, sudah diketahui
secara sepintas oleh anak didiknya. Misalnya, ketika pendidik hendak
mengajarkan sebuah dalil atau teorema kepada peserta didik, maka sebaiknya
pendidik/guru terlebih dahulu mempertanyakan kepada mereka apa yang telah
mereka ketahui tentang dalil atau teorema tersebut. Dalam hal ini penyampaian
bahasa yang santun dan tidak menekan akan sangat membantu para peserta
didik/siswa dalam mengembangkan improvisasi yang mereka miliki dalam
menjawab pertanyaan tersebut. Tidak ada alasan yang mendasar bagi pendidik
untuk menyakini bahwa peserta didik/siswanya adalah orang yang tidak tahu
atau bodoh sama sekali terhadap apa yang belum dia ajarkan. Mempelajari ilmu
pengetahuan umum di sekolah tidaklah sama dengan mempelajari aliran
tarikat,jampi atau bahkan ilmu kebatinan. Ilmu pengetahuan umum yang
diajarkan di sekolah adalah komsumsi publik, yang buku penuntun dan
panduannya dijual secara bebas, dipajang secara vulgar diberbagai media,
termasuk internet/blog, sehingga setiap orang dari berbagai lapisan dapat
mengakses pengetahuan tersebut. Bedanya dengan ilmu kebatinan lantaran ilmu
ini bersifat rahasia dan penuh misteri. Oleh karena itu, maka pengetahuan ini
bersifat eksklusif dimana sang guru harus merasa lebih tahu dari pada muridnya.

Memadukan antara NLP (Neuro Linguistik Programming) dengan psikologi


mengajar akan sangat terasa manfaatnya bagi dunia pendidikan. Psikologi tidak
saja mengajarkan kepada pendidik kondisi sosial yang dialami dan dirasakan
oleh anak didiknya, tetapi juga patologi sosial yang melatari anak didik berubah
sikap/prilaku terhadap lingkungannya. Terjadinya vandalisme dikalangan
pelajar, seperti tawuran maupun patologi sosial lainnya, merupakan implikasi
dari rasa ketidakperhatian lingkungan terhadap eksistensi pelajar di tengah-
tengah mereka. Justifikasi terhadap prilaku yang menyimpang dari karakter
pelajar dianggap suatu kesalahan fatal, dimana mereka (remaja) dihakimi sebagai
orang yang paling bersalah atas terjadinya berbagai kerusakan. Walaupun
sebenarnya tidak demikian, mereka memiliki alasan tersendiri mengapa harus
melakukannya. Ketidakberpihakan lingkungan pada remaja demikian akan
berimbas pada degradasi moral, remaja akan sangat merasakan adrenalinnya
terpacu ketika berlarian dikejar oleh masyarakat hingga merasa keren apabila
harus bermasalah dengan pihak berwajib. Dengan kasus seperti itu, akan
memancing minat dikalangan remaja seusianya yang tertarik melakukan hal
serupa untuk kesenangan dan kepuasan emosi.
Kebermanfaatan Strategi NLP Dalam Pengelolaan Kelas

Dalam bidang pendidikan, hypnotheraphy juga bisa diterapkan untuk


meningkatkan optimalisasi pembelajaran. Jika diterapkan dalam pembelajaran,
hypnotherapy bisa meningkatkan daya ingat, fokus, dan pencapaian tujuan
pembelajaran yang optimal. Penjelasan diatas memberikan satu pemahaman
tersendiri tentang bagaimana sebenarnya hypnosis itu, dan ternyata hypnosis
bukan merupakan kegiatan perdukunan, syirik ataupun haram seperti yang
banyak orang asumsikan, akan tetapi memang sebuah kegiatan ilmiah yang
sudah banyak orang buktikan keberhasilannya, khususnya oleh para dokter,
akan tetapi seiring berjalannya waktu tidak hanya dokter saja yang
menggunakannya, karena perkembangan sumber daya manusia, ternyata ide
dokter tentang tehnik-tehnik hypnosis juga dianut oleh banyak pihak guna
meningkatkan keberhasilan dalam bidangnya, misalnya dalam dunia militer, dan
pendidikan. hingga banyak terbit buku-buku tentang hypnosis dalam pengajaran
yang diberi istilah hypnoteaching.

Banyak munculnya buku-buku tentang metode hypnoteaching oleh pakar


pendidikan memberikan sebuah bukti bahwa metode hypnoteaching bukan
merupakan metode yang muncul tanpa dasar dan asal-asalan, akan tetapi ada
karena sebuah pemikiran serta keberhasilan eksperimen yang dilakukan banyak
pakar yang ternyata membuktikan keberhasilan dari metode hypnoteaching
tersebut. Maka dari itu, Sejarah serta definisi tentang metode hypnoteaching
diharapkan akan mampu memberikan suatu pemahaman tentang keberadaan
metode hypnoteaching dalam dunia pendidikan. Keberhasilan suatu eksperimen
merubah, memperbaiki dan memperkuat pribadi seperti ini akan sangat terasa
faedahnya apabila diterapkan pada dunia pendidikan. Pada Negara berkembang,
pendidikan masih menjadi permasalahan yang selalu menjadi PR bagi segenap
warga Negaranya, kondisi ekonomi dan perkembangan yang tidak merata di
setiap daerah memicu kemunculan strata dalam bidang pendidikan. Banyaknya
siswa didik yang hampir di setiap sekolah terdapat siswa penderita gangguan
belajar. Hypnoteaching bisa menjadi solusi apabila pendidik mengikuti pelatihan
Hypnoteaching, sehingga mampu memberikan dampak positif dalam proses
pembelajaran di sekolah tempat mereka mengajar.
Realitas Dominasi Domain Kognitif

Otak manusia memiliki tiga bagian penting dan mendasar yang disebut batang
otak atau otak reptil, sistem limbik atau “otak mamalia”, dan otak kecerdasan
tinggi atau “otak neokorteks”. Dr. Paul Maclean, dalam Quantum Learning
menyebut ketiga komponen organ otak ini dengan nama otak triune atau otak
three in one. Dalam otak three in one, masing-masing terbelah menjadi dua
bagian, yakni bagian kanan dan kiri. Sekarang ini, dua belahan otak tersebut
memiliki cara berfikir yang berbeda. Cara kerja otak kiri dikenal dengan kerja
otak sadar (conscious) dan berfungsi sebagai “otak cerdas”, intellegence
quotient atau IQ. Bagian otak ini hanya bergulat dengan tataran wacana, logika
dan kognisi. Sementara otak kanan disebut otak bawah sadar (subconscious)
dan berfungsi sebagai “otak bodoh”. Dikatakan otak bodoh karena apapun
informasi yang disampaikan kepadanya langsung diterima, diyakini dan diakui
kebenarannya.

Ternyata alam bawah sadar tidak pernah istirahat atau berhenti dalam kondisi
apapun. Pikiran bawah sadar tidak dapat dipengaruhi oleh pengaruh apapun,
seperti narkoba, alkohol, atau kondisi apapun, bahkan dalam keadaan koma
sekalipun, alam bawah sadar tetap bekerja. Sedangkan otak kiri atau pikiran obj
ektif akan istirahat ketika seseorang sedang istirahat tidur, karena otak kiri
bekerja melalui indra. Sedangkan otak kanan bekerja melalui intuisi. Dalam
realitas kehidupan manusia, di antara kedua otak tersebut, otak bawah sadarlah
yang menyebabkan seseorang menjadi sukses. Otak sadar pintarnya hanya
mengetahui, menghafal, mengerti, dan memahami. Bi la orang mengandalkan
otak sadar saja, maka ia akhirnya menjadi “ahli tahu”. Ia hanya pandai dalam
bermain teori dan konsep-konsep, bukan “ahli bisa” yang terbiasa melaksanakan
konsep dan nilai -nilai yang dibuat oleh “ahli tahu”. kasus semacam itu banyak
sekali bertebaran di Indonesia, banyak sekali ahli tahu, tetapi sedikit sekali ahli
bisa. Di negeri ini banyak orang yang ahli dalam bidang hukum, namun banyak
sekali orang yang suka melanggar hukum. Dalam dunia pendidikan, Indonesia
banyak berorientasi pada satu kecerdasan saja, yakni kecerdasan intelektual.
Sementara kecerdasan emosional spiritual kurang begitu banyak perhatian,
akibatnya mentalitas dan kreativitas anak bangsa menjadi rapuh. Mereka
bingung mencari kerja dan hanya mengandalkan secarik ijazah.
Selama ini pendidikan selalu mengedepankan tiga ranah kepintaran yaitu
kecerdasan (kognisi), keterampilan (psikomotor), dan kepribadian (kepribadian),
dua yang pertama nampak lebih dipentingkan dalam praktek pendidikan.
Sementara ranah kepribadian seringkali kurang memperoleh perhatian. Padahal
hanya dengan IQ tinggi tanpa EQ dan SQ yang memadai justru membuat
seseorang lebih berbahaya karena mudah melakukan kejahatan profesional.
Maraknya KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) di negeri ini. Karena
pendidikan selama ini lebih mementingkan kepandaian matematika daripada
kesalehan sosial. Uraian tersebut menggambarkan sebuah kenyataan yang
memang sering kita jumpai, tidak ada perbedaan antara seorang anak yang
memperoleh pendidikan di sekolah dan anak yang tidak memperoleh
pendidikan, karena banyak yang beranggapan bahwa sekolah adalah tempat
menimba ilmu yang menjadi disiplin ilmu saja, akan tetapi sangat tidak
memperhatikan sisi nila-nilai yang harus dicerna oleh setiap peserta didik
sebagai upaya mematangkan karakter kebangsaannya. Berbicara mengenai alam
sadar dan alam bawah sadar, memang pada kenyataannya banyak orang yang
hanya mengandalkan alam sadar, khususnya dalam bidang pendidikan di
sekolah, nilai hasil ulangan atau nilai rapot menjadi patokan peserta didik itu
pintar atau tidak, dan sama sekali tidak memperhatikan aspek moral. Bahkan
seorang guru selalu mengucilkan peserta didik yang nilainya tidak sesuai KKM,
dan menganakemaskan peserta didik yang nilainya tinggi. Pada kenyataannya
pula guru tidak pernah memberi sanksi pada anak yang dirasa nilainya selalu
bagus dalam ulangan. Gambaran tersebut menunjukkan memang ada yang salah
dalam dunia pendidikan khususnya dalam dunia belajar mengajar di sekolah,
menj adikan nilai ulangan sebagai patokan dalam berhasil dan tidaknya peserta
didik. Maka pada intinya sisi kognitif dijadikan patokan dalam tujuan
pembelajaran, dan tidak memperhatikan aspek lain. Maka dari itu sebagai
seorang guru ataupun calon guru, diharapkan sekali bisa merubah
pandangannya dalam upaya mendidik peserta didik, karena mendidik itu bukan
hanya sisi kognitif saja, dan bukan nilailah yang menj adi patokan keberhasilan
peserta didik, karena ada sisi lain yang lebih penting yang harus diperhatikan,
yaitu spiritualitas peserta didik.Seorang guru sangat berperan dalam membuat
peserta didik bisa memasuki gelombang pikiran alpha. Sebelum proses
pembelajaran dilaksanakan, seorang guru bisa memulainya dengan berdoa atau
bernyanyi. Tujuannya adalah agar pikiran bawah sadar peserta didik tertarik
dengan mata pelajaran yang akan disampaikan.
Mendampingi Peserta Didik Untuk Menggali Potensinya

Pada intinya dalam sebuah pendidikan yang dibutuhkan peserta didik adalah
kebutuhan fisik dan psikis, diketahui bahwa masalah pada peserta didik muncul
karena ada kebutuhan psikis yang belum terpenuhi. Dan peserta didik tidak bisa
memprotes atau tidak tau caranya bahkan takut meminta orangtua nya di rumah
dan meminta gurunya di sekolah untuk memenuhi kebutuhan itu. Yang terjadi
di permukaan adalah perubahan perilaku anak yang semakin lama semakin
menyimpang. Berkenaan dengan kebutuhan anak, sebenarnya apa yang
dibutuhkan anak jawabannya akan sama dengan apa yang dibutuhkan manusia,
dan yang dibutuhkan manusia adalah rasa aman. Kebutuhan ini menempati
posisi paling tinggi dibandingkan kebutuhan lainnya seperti perasaan dicintai,
dihargai, atau diterima.

Terutama ketika seorang peserta didik mengalami kesulitan dan tengah


melakukan kesalahan, karena masa itulah seorang anak masa di mana seorang
guru harus bisa menerima. Karena tidak sedikit guru yang tidak bisa menerima
kesulitan, kesalahan, atau kegagalan peserta didik. Karena pada dasarnya
seorang anak membutuhkan pengakuan sepenuhnya dengan segala kelebihan
dan kekurangan. Banyak sekali guru yang justru menjatuhkan peserta didik yang
mengalami kegagalan dalam proses belajar mengaj ar di kelas. Padahal
sebenarnya dalam kondisi di mana seorang peserta didik yang tengah mengalami
kesulitan dan kegagalan adalah kondisi di mana seorang peserta didik
membutuhkan motivasi agar tetap mau mencoba hingga berhasil.

Maka dari itu, metode hypnoteaching dianggap sangat penting dalam upaya
pembelajaran terutama bagi peserta didik yang mengalami kegoncangan jiwa
dan kesulitan dalam mencerna sebuah pelajaran, hal itu bisa dilihat dari manfaat
metode hypnoteaching sebagai berikut:
 Pembelajaran menjadi menyenangkan dan lebih mengasyikkan baik bagi
peserta didik maupun bagi guru.
 Pembelajaran dapat menarik perhatian peserta didik melalui berbagai
kreasi permainan yang diterapkan oleh guru.
 Guru menjadi lebih mampu dalam mengelola emosinya.
 Pembelajaran dapat menumbuhkan hubungan yang harmonis antara
guru dan peserta didik.
 Guru dapat mengatasi peserta didik yang mempunyai kesulitan belajar
melalui pendekatan personal.
 Guru dapat menumbuhkan semangat peserta didik dalam belajar melalui
permainan hypnoteaching.

Untuk memenuhi tiga aspek pembelajaran yang harus dikuasai peserta didik,
penerapan metode hypnoteaching dapat dikombinasikan dengan metode-
metode lain yang membantu memberi pemahaman kognitif, dan psikomotor
peserta didik, sementara itu aspek afektif dan kondisi psikis peserta didik guru
bisa menerapkan metode hypnoteaching guna memenuhi kebutuhan afektif dan
psikis peserta didik, hal itu dikarenakan metode hypnoteaching merupakan
metode yang menekan pada komunikasi alam bawah sadar peserta didik.
Dengan manfaat metode hypnoteaching yang dijelaskan di atas, serta
permasalahan yang dialami oleh setiap sekolah guna menangani problematika
peserta didik, sekiranya bisa menjadi pertimbangan agar guru mampu
menerapkan tehnik-tehnik hypnosis dalam upaya penanganan terhadap peserta
didik dan sebagai upaya menciptakan sebuah pembelajaran yang bermakna. Saat
ini, kita sering melihat sekolah yang kewalahan dan kesulitan dalam menghadapi
berbagai masalah yang dialami oleh para peserta didiknya, mulai dari kecil
hingga masalah besar, mulai dari peserta didik yang malas belajar, tidak
semangat dalam mengikuti pelajaran hingga, bolos di jam pelajaran hingga
masalah penyimpangan perilaku dan tindak kriminal yang akhir-akhir ini
semakin meningkat. Kesulitan yang menjadi masalah dalam sebuah sekolah
tersebut, sampai saat ini masih belum ada yang bisa memberikan solusi yang
tepat dan bijaksana terhadap kejadian tersebut. Biasanya para pihak sekolah
hanya memberi nasihat ataupun hukuman kepada peserta didik yang
bermasalah. Bila dirasa sudah keterlaluan, pihak sekolah pun mengambil
keputusan untuk mengeluarkan peserta didiknya dari sekolah.

Mengingat bahwa sekolah adalah salah satu tempat untuk meraih pendidikan,
tempat mencerdaskan otak peserta didik dan tempat penanaman nilai-nilai
kebangsaan, akan tetapi pada kenyataannya peserta didik yang sebenarnya
membutuhkan bimbingan untuk bisa sembuh dari kegoncangan jiwa yang
membuat peserta didik menjadi nakal. Ketika perilaku peserta didik
menunjukkan perilaku yang tidak sesuai yang diharapkan, secara tidak langsung
itu menunjukkan sebuah sinyal bagi pihak sekolah dan orangtua untuk
menolongnya, bukan untuk dimarahi, dipermalukan bahkan disingkirkan, tetapi
sebuah peringatan untuk memenuhi peran memberikan rasa aman terhadap
anak atau peserta didik. Minimnya pengetahuan tentang dasar psikologi
pendidikan serta kurangnya sosialisasi menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan peserta didik yang memiliki gangguan konsentrasi, gangguan
belajar dan gangguan lainnya tidak menjadi lebih baik, dan yang lebih parah
adalah terbawa hingga jenjang pendidikan berikutnya secara terus menerus
apabila tidak ditanggapi.

Refleksi Implementasi NLP Dalam Pembelajaran

Dalam sebuah proses pembelajaran, pengajar memberikan materi pembelajaran


kepada anak didiknya agar bisa dipahami dan dimengerti oleh murid tersebut.
Tujuan sebuah proses pembelajaran adalah seseorang yang belajar mampu
mengetahui dan memahami maksud dari data, informasi, dan pengetahuan yang
mereka peroleh dari sumber yang dapat dipercaya. Namun sering kali seorang
murid dianggap sebagai objek pembelajaran, bukan sebagai subjek
pembelajaran. Hal itu terjadi karena dominasi dalam proses belajar mengajar
sering dikendalikan secara penuh oleh guru.

Metode hypnoteaching dalam sebuah pembelajaran maksudnya yaitu


mengaplikasikan hypnosis dalam pembelajaran yang dimaksudkan
memanfaatkan inti dan substansi dari ilmu hypnosis yakni berkomunikasi dan
sugesti, tarik minta dan perhatian peserta didik dengan bahasa komunikasi
persuasif yang lembut dan halus dan mengena. Setelah itu masukanlah sugesti-
sugesti positif pada peserta didik. Hipnosis merupakan kondisi ketika seseorang
mudah menerima saran, informasi, dan sugesti tertentu yang mampu mengubah
seseorang dari hal yang kurang baik menjadi hal yang lebih baik. Teknik menuju
kondisi hypnosis sebenarnya telah digunakan oleh pengajar-pengajar andal guna
memudahkan murid untuk mencerna setiap materi pembelajaran. Untuk
mencapai kondisi hypnosis, hal yang dibutuhkan adalah motivasi. Karena
dengan memotivasi peserta didik, secara tidak langsung akan dibawa pada
kondisi yang sangat relaks dan nyaman. Karena tidak dapat dipungkiri kondisi
relaks merupakan kondisi di mana peserta didik bisadengan mudah menyerap
setiap data, informasi, dan pengetahuan. Dan sebuah ketegangan menyebabkan
seseorang sulit untuk berkonsentrasi dan hasil dari pembelajaran tidak akan
maksimal. Maka dari itu sangat diperlukan sekali dalam mengajar, guru bisa
menggunakan metode hypnoteaching, yaitu metode di mana seorang guru
menggunakan tehnik Hipnosis, karena merupakan teknik yang memudahkan
untuk membawa peserta didik masuk dalam kondisi relaks. Dalam kondisi
hypnosis, ada sebuah kondisi pada saat ketika seseorang mudah menerima
saran, masukan, informasi, data bahkan pengetahuan tertentu. Dengan
demikian, secara otomatis, seseorang bisa mengoptimalkan daya serap, daya
ingat dan daya pikirnya.

Berbicara tentang motivasi dalam sebuah proses pembelajaran, hal tersebut


merupakan salah satu faktor penting yang bisa mempengaruhi aktivitas belajar
anak didik. Dengan kata lain, proses pembelajaran akan berjalan lancar bila
disertai dengan motivasi yang kuat. Tanpa motivasi, hasil belajar yang dicapai
oleh anak didik tidak akan maksimal Hypnosis digunakan dalam sebuah
pembelajaran guna menjadikan sebuah pembelajaran menjadi lebih berkesan
dan membuahkan hasil, hasil yang didapat tentunya peserta didik menjadi
memahami materi bidang studi yang diajarkan serta pesan moral yang
terkandung dalam materi IPS ataupun yang diteladankan guru ketika proses
pembelajaran berlangsung bisa ditiru oleh peserta didik sebagai upaya
penanaman kembali karakter kebangsaan yang mulai luntur. Hal itu dikarenakan
metode hypnoteaching adalah metode yang mengedepankan sebuah motivasi,
serta diharapkan motivasi yang diberikan guru adalah motivasi dengan cerita
dari tokoh-tokoh yang mempunyai perjuangan yang luar biasa dalam menjalani
hidup. Dengan motivasi yang diberikan secara tidak langsung seorang guru
tengah berusaha membawa peserta didik dalam kondisi yang aman sangat relaks
dan nyaman, ketika sudah merasa relaks dan nyaman, barulah guru diharapkan
bisa mengucapkan berulang kali sugesti-sugesti positif tentang murid serta
menyampaikan materi dengan metode-metode lain yang mendukung
memahamkan peserta didik tentang materi.

Faktor Yang Perlu Diperhatikan

Dalam menerapkan metode hypnoteaching diharapkan guru bisa menjadi


magnet bagi peserta didik, artinya jika guru menginginkan ketenangan kelas
dalam pembelajaran, maka guru sendiri harus bersikap tenang dulu, jika guru
menginginkan peserta didiknya gemar membaca, maka guru harus gemar
membaca, jika guru menginginkan peserta didiknya rajin belajar, maka guru
harus rajin belajar. Jadi hukum tarik menarik adalah hal yang dimaksudkan
dalam metode hypnoteaching, jika guru menginginkan menjadi apa yang
diinginkan, maka guru harus bisa menjadi apa yang guru inginkan dari peserta
didik. Guru adalah figure pendidik penerus peran orang tua yang tentunya
memiliki peran pengembangan pengetahuan, pembentukkan pribadi dan
pembentukkan karakteristik peserta didik. Guru memiliki peran besar untuk
menguasai kelas yang dipenuhi peserta didik dengan pemahaman dan daya
tangkap yang berbeda-beda, ini menjadi kesulitan bagi guru apabila perang
orang tua mendidik anaknya dirumah tidak terlaksana dengan baik sehingga
membawa tambahan pekerjaan untuk guru. Orang tua dan guru menjadi sosok
yang patut disorot dalam hal keberhasilan anak memahami apa yang dipelajari
serta mengajarkan untuk menangani kesulitan-kesulitan dalam belajar.

Peserta didik diharuskan untuk mengikuti kurikulum yang berlaku sehingga


saling berorientasi menjadi yang lebih baik, begitupun bagi peserta didik yang
mengalami gangguan belajar, ia memiliki keinginan yang sama seperti teman-
teman kelasnya untuk menjadi yang terbaik di kelasnya dan bisa membanggakan
orang tua dirumah serta mengharumkan nama sekolahnya. Kurikulum yang
menjadi standar perlu diperhatikan, karena tidak semua kurikulum dapat
diterapkan di setiap sekolah secara merata.

Penampilan Guru

Langkah pertama yang harus diperhatikan guru dalam menggunakan metode


hypnoteaching adalah dengan memperhatikan performa atau penampilan guru.
Guru dalam menggunakan metode hypnoteaching diharuskan berpakaian serba
rapi, kalau memungkinkan bagi yang laki-laki hendaknya memakai dasi, dan
serasi. Penampilan yang baik tentunya akan menimbulkan rasa percaya diri yang
tinggi dan membantu dalam memberikan daya magnet yang kuat bagi peserta
didik. Hal demikian akan dianggap sebagai suatu contoh yang patut diikuti oleh
peserta didik untuk senantiasa memperhatikan penampilannya ketika berada
dilingkungan sekolahnya. Sehingga peserta didik dapat membedakan
penampilan ketika bermain, belajar disekolah dengan penampilan dirumah
sebagaimana model yang mencontohkannya.
Rasa simpati

Seorang guru harus mempunyai rasa simpati yang tinggi kepada peserta didiknya
sehingga peserta didiknya pun akan menaruh simpati kepadanya pula. sebab,
hukum alam yang pasti berlaku adalah kaidah timbal balik. Jika guru
memperlakukan peserta didiknya dengan baik, peserta didiknya pun pasti akan
bersikap baik kepadanya. Meskipun peserta didiknya itu sangat nakal, ia pasti
akan tetap merasa segan dan hormat kepada guru yang juga menghormatinya.
Perilaku seorang pendidik akan dengan mudah ditiru dan rentan disalahgunakan
(berperilaku tidak sesuai). Simpati mampu menular, seolah ketika guru
bersimpati kepada murid yang mengalami musibah, maka teman-teman murid
tersebut akan ikut bersimpati kepadanya.

Sikap yang empatik

Sebagai seorang pendidik, bukan sekedar pengajar, seorang guru harus


mempunyai rasa empati. Ketika didapati ada atau banyak peserta didik yang
bermasalah, suka membuat ulah di sekolah, suka cari perhatian teman dan guru
dengan berbicara sendiri dan membuat ulah yang kurang baik, Guru yang
memiliki rasa empati tidak akan begitu saja menyematkan gelar “peserta didik
nakal” ke pundaknya. Guru tersebut justru menyelidiki latar belakang yang
menyebabkan tindakan peserta didik itu dengan menggali dan mengumpulkan
berbagai informasi yang ada serta membantu peserta didik tersebut menjadi
lebih baik dan maju.

Penggunaan Bahasa

Guru yang baik hendaknya memiliki kosa kata dan bahasa yang baik serta enak
didengar telinga, bisa menahan emosi diri, tidak mudah terpancing amarah, suka
menghargai karya, potensi, dan kemampuan peserta didik, tidak suka
merendahkan, menghina, mengejek, atau memojokkan peserta didik dengan
berbagai ungkapan kata yang tidak seharusnya keluar dari lidahnya. Guru yang
bisa menjaga lisannya dengan baik, niscaya para peserta didik pun tidak akan
berani mengatakan kalimat yang menyakiti hatinya. Paling tidak peserta didik
yang diperhatikan dan dinasehati dengan bahasa hati akan menuruti dengan
sepenuh hati. Tatabahasa dan tatakrama seorang guru akan diterapkan oleh
peserta didik ketika berada dirumah, sama halnya tatabahasa dan tatakrama yang
diterapkan orang tua peserta didik dirumah akan terbawa ketika peserta didik
memasuki lingkungan sekolahnya.

Peraga Bagi yang Kinestetik

Peraga merupakan salah satu unsur hipnosis dalam proses pembelaj aran, yang
dimaksud adalah peraga atau mengeluarkan ekspresi diri. Seluruh anggota badan
digerakkan jika diperlukan. Tangan, kaki, mimik, dan suara dieksplorasi secara
maksimal dan optimal. Guru ketika menerangkan diusahakan menggunakan
gaya bahasa tubuh agar apa yang disampaikannya semakin mengesankan dan
untuk menerapkan ini, terlebih dahulu guru harus menguasai materi yang akan
disampaikan, karena guru yang tidak menguasai materi biasanya akan mengajar
peserta didik dengan cara yang membosankan. Hal demikian melatih ekspresi
peserta didik untuk terbiasa meregulasi emosi, kapan dan dalam kondisi seperti
apa peserta didik harus menunjukan emosinya secara ekspresif.

Motivasi Peserta didik dengan cerita dan Kisah

Salah satu keberhasilan hypnoteaching adalah menggunakan teknik cerita dan


kisah. Alangkah baiknya jika dalam mengajar kita selalu menyelipkan kisah-kisah
orang-orang sesuai pelajaran yang sedang menjadi pembahasan, karena dengan
hal itu secara tidak langsung kita telah memberi motivasi positif, apalagi melihat
peserta didik yang dipastikan mempunyai masalah pribadi masing-masing yang
biasanya mengganggu fokus pikiran, dan tidak termotivasi dalam belajar.
Dengan guru bercerita, secara tidak langsung guru sedang menasehati peserta
didik tanpa harus menggurui. Terkadang sebuah analogi atau perumpamaan
yang disampaikan guru kepada peserta didiknya atas materi yang
disampaikannya akan mudah dipahami karena peserta didik akan berfantsi dan
mengeksplore gambaran yang ditujukan. Hal semacam ini akan memudahkan
cara pembelajaran bagi peserta didik dengan latar gangguan belajar.

Jika ingin menguasai pikiran peserta didik, kuasai terlebih dahulu hatinya
Dalam mengajar, kuasailah hati peserta didik terlebih dahulu, maka secara
otomatis akan mampu menguasai pikirannya. Bukankah orang yang sedang di
mabuk cinta akan menuruti kemauan kekasihnya, walaupun tidak masuk akal
dan di luar kemauan sekalipun. Maka dari itu dalam mengajar diharapkan guru
tidak mengajar secara formal yang menjadikan suasana kelas menjadi kaku,
miskin canda tawa, miskin kreasi dan tidak mengenal psikologi anak.

Menjadi guru yang menyadari semua hal itu tidaklah mudah tanpa rasa cinta,
dengan rasa cinta inilah guru akan mampu melakukan apapun demi peserta
didiknya dan pendidikan berbasis cinta akan bermuara pada keberhasilan karena
cinta akan menj adikan guru tidak hanya mentransfer ilmu saja akan tetapi juga
nilai. Karena keberhasilan pendidikan akan berujung pada terjadinya transfer
ilmu dan nilai. Dan perasaan cinta pada diri seorang guru akan bermuara kepada
perasaan sayang yang darinya akan meledak kekuatan yang maha dahsyat. Dari
uraian tersebut, metode hypnoteaching pada dasarnya menuntut guru untuk
menyadari tanggungj awabnya menjadi seorang guru bisa digugu dan ditiru,
yaitu dapat digugu setiap apa yang diucapkan guru baik itu ucapan mengenai
materi pelajaran maupun ucapan dalam bentuk perintah untuk bertindak yang
benar, serta ditiru apa yang diperlihatkan dan dilakukan guru. Maka guru harus
berhati-hati dalam berpenampilan dan dalam bertindak di manapun dan kapan
pun, karena sudah menjadi hukum alam jika menginginkan orang lain menjadi
seperti apa yang kita perintahkan, maka harus mampu dahulu bertindak apa
yang diperintahkan kepada orang.

Berkenaan dengan itu, jika ditelaah lebih dalam lagi kronologinya, di atas
dijelaskan bahwa sifat otak bawah sadar itu sifatnya sangat polos menerima
apapun informasi yang baik maupun tidak, jadi sebisa mungkin apapun yang
guru ucapkan dan guru perlihatkan harus positif karena hal itu merupakan
bentuk sugesti yang akan diterima oleh alam bawah sadar peserta didik yang
akan mempengaruhi keberhasilan peserta didik khususnya dalam belajar, dan
jangan sampai membuat sesuatu yang membingungkan otak, ketika apa yang
diperlihatkan oleh guru tidak sesuai dengan apa yang dilakukan oleh guru, hal
itu akan sangat mengganggu tercapainya suatu tujuan. Misalnya, guru menyuruh
peserta didik agar setiap kuku yang sudah panjang harap segera dipotong,
karena kuku panjang sangat mengganggu kesehatan, akan tetapi pada
kenyataannya apa yang diperlihatkan guru sangat tidak sesuai dengan apa yang
diperintahkan guru, ternyata guru tersebut kukunya panjang dan tidak dipotong.
Contoh kecil di atas, menunjukkan suatu tindakan yang sangatlah tidak
sepantasnya, hal itu akan sangat membingungkan penerimaan pada alam bawah
sadar, mau meniru tindakannya ataukah meniru perintahnya. Maka dari itu, guru
diharapkan bisa menyelaraskan apa yang diucapkan dan apa yang dilakukan agar
peserta didik bisa dengan mudah menerima dan mengaplikasikan apa yang
menjadi perintah guru.

Niat dan Motivasi

Kesuksesan seorang sangat tergantung pada niatnya untuk senantiasa berusaha


dan bekerja dalam mencapai kesuksesan yang ingin diraih. Niat yang besar dan
tekad yang kuat akan menumbuhkan motivasi dan komitmen yang tinggi pada
bidang yang ditekuni. Sebagaimana seorang guru, guru yang mempunyai
motivasi dan komitmen yang kuat terhadap profesinya, pasti akan selalu
berusaha yang terbaik menjadi guru yang patut dijadikan sosok yang pantas
untuk digugu dan ditiru oleh peserta didiknya.

Pacing

Pacing berarti menyamakan posisi, gerak tubuh, bahasa, serta gelombang otak
dengan orang lain. Dalam hal ini adalah bagaimana guru menyesuaikan diri
dengan peserta didiknya. Prinsip dalam langkah ini adalah manusia cenderung
atau lebih suka berkumpul, berinteraksi dengan manusia yang mempunyai
banyak kesamaan dengannya. Dengan demikian secara alami dan naluriah,
setiap orang pasti akan merasa nyaman dan senang berkumpul dengan orang
lain yang mempunyai kesamaan dengannya. Sebab ini akan membuat seseorang
merasa nyaman ketika berada di dalamnya, melalui rasa nyaman yang bersumber
dari kesamaan gelombang otak tersebut, setiap pesan yang disampaikan dari
satu orang pada orang lain akan bisa diterima dan dipahami dengan baik.

Leading

Leading berarti memimpin atau mengarahkan setelah guru melakukan pacing


peserta didik akan terasa nyaman dengan suasana pembelajaran yang
berlangsung. Ketika itulah setiap apapun yang diucapkan guru atau ditugaskan
guru kepada peserta didik, peserta didik akan melakukannya dengan suka rela
dan senang hati. Meskipun materi yang dihadapi sulit akan tetapi pikiran bawah
sadar peserta didik akan menangkap materi pelajaran yang sampaikan guru
menjadi hal yang mudah.

Menggunakan kata-kata positif

Langkah ini merupakan langkah pendukung dalam melakukan pacing dan


leading. Penggunaan kata positif ini sesuai dengan cara kerja pikiran bawah
sadar yang menerima apa saja yang diucapkan oleh siapa pun negatif maupun
positif, jadi hendaknya guru membiasakan untuk menggunakan kata-kata positif
agar tidak ada hal negatif yang diterima oleh alam bawah sadar peserta didik.

Memberikan pujian

Salah satu hal yang penting yang harus diingat guru adalah adanya reward dan
punishment. Pujian adalah reward peningkatan harga diri seseorang. Pujian ini
merupakan salah satu cara untuk membentuk konsep diri seseorang. Sementara
punishment merupakan hukuman atau peringatan yang diberikan guru ketika
peserta didik melakukan tindakan yang kurang baik, tentunya dalam
memberikan punishment guru melakukannya dengan hati-hati agar punishment
tersebut tidak membuat peserta didik merasa rendah diri dan tidak bersemangat.
Modeling merupakan proses pemberian teladan atau contoh melalui ucapan dan
perilaku yang konsisten. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat penting dan
menjadi kunciberhasiltidaknya menerapkan metode hypnoteaching.

Untuk mendukung serta memaksimalkan sebuah pembelajaran dengan metode


hypnoteaching, sebaiknya guru juga menguasai materi pembelajaran secara
komprehensif. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan peserta didik secara
aktif dalam proses pembelajaran, sebisa mungkin menyampaikan materi secara
kontekstual, pembelajaran secara kolaboratif, memberi umpan balik secara
langsung kepada peserta didik. Tidak kalah penting pemberian motivasi dan
sugesti positif harus sering dilakukan selama pembelajaran berlangsung.
Langkah-langkah yang dijelaskan diatas memberikan gambaran bahwa seorang
guru yang tidak mempunyai rasa cinta terhadap profesi dan rasa cinta terhadap
peserta didik akan terasa kesulitan dalam melakukan hal itu, karena metode
hypnoteaching bukanlah metode yang membutuhkan fisik guru saja, akan tetapi
membutuhkan psikis guru yang harus stabil. Karena metode hypnoteaching
menuntut guru menyelaraskan unsur fisik dak psikis guru. Hal itu bisa dilihat
dari bagaimana guru melakukan langkah memberikan motivasi kepada peserta
didik, guru yang motivasinya dengan cepat diterima peserta didik adalah guru
yang mampu memotivasi diri sendiri karena guru yang tidak memotivasi peserta
didik akan terlihat dari ketidak konsistenan antara apa yang diucapkan guru
dengan mimik muka guru.

Selain itu, guru juga dituntut untuk bisa menjadi teladan yang baik, maksudnya
menyelaraskan apa yang menjadi perintah guru dengan tindakan guru khususnya
yang berhubungan dengan nilai kebaikan. Dalam hal ini gurudituntut untuk
menjadi figur yang pantas jadi teladan bagi peserta didik.

Bagi guru yang masih asing dengan metode hypnoteaching, diharapkan untuk
bisa menerapkannya dengan menyadari tanggungjawabnya, guru dipastikan akan
mampu menerapakannya. Hal itu dikarenakan metode hypnoteaching
merupakan metode yang di dalamnya menekankan unsur psikologi. Guru
dituntut mempunyai jiwa yang stabil yang harus ditunjukkan dengan bahasa
lisan yang penuh motivasi dan bahasa tubuh yang penuh semangat, serta
penampilan yang mempunyai kenyamanan tersendiri jika dipandang oleh
peserta didik. Untuk bisa menjadi figur yang berpengaruh, tidak lepas dari
kekuatan dari dalam diri. alangkah baiknya kebiasaan dzikrullah bisa sering
dilakukan oleh siapa saja khususnya guru, karena hal itu akan menjadi sebuah
amal baik bagi diri sendiri, serta akan mempunyai manfaat oleh orang lain,
dalam hal ini akan sangat membantu guru memperkuat pribadinya agar pantas
menjadi sosok yang magnetis. Selain itu, untuk bisa menjadi guru yang serta hal
lain yang tidak kalah penting adalah penguasaan materi pembelajaran yang harus
dikuasai guru, karena guru yang tidak menguasai materi akan mengurangi rasa
percaya diri serta tidak akan ada kemantapan dalam menyampaikan materi dan
hal itu akan sangat mempengaruhi penerimaan peserta didik terhadap materi,
serta untuk mengatasi jumlah murid yang terlalu banyak, yang sulit dijangkau
satu persatu, penggunaan metode hypnoteaching bisa dipadukan dengan
metode lain yang sekiranya bisa membuat kelas yang gemuk menjadi hidup
dalam pembelajaran.
BAB 6 PERAN DAN FUNGSI SOSIAL GURU

Guru adalah profesi yang unik karena begitu banyaknya kompetensi yang harus
dimiliki dalam melaksanakan tugasnya mempersiapkan generasi yang akan
datang. Sebuah generasi yang tentu saja memiliki tantangan profesi dan budaya
social yang berbeda dengan sang guru sendiri. Sukses atau tidaknya guru dalam
melaksanakan tugas tergantung kepada mereka sendiri. Sebab kewenangan
rancangan program kurikuler, program ko-kurikuler dan ekstra kurikuler,
merupakan kewenangan sekolah yang dikembangkan oleh guru. Oleh sebab itu,
guru harus memiliki kompetensi profesional yang sesuai dengan bidang
tugasnya agar mampu mengembangkan kurikulum, menyusun bahan ajar
dengan baik, baik berbentuk modul, buku teks maupun lembar kerja siswa.
Bersamaan dengan itu, guru juga harus mampu mengembangkan suasana belajar
yang dinamis dengan tetap menghargai para siswanya agar mereka optimal
dalam belajar. Dalam melaksanakan tugasnya, setiap guru harus memiliki
integritas yang kuat dalam profesi keguruannya sekaligus meyakini bahwa
profesinya sebagai guru merupakan pilihan terbaik bagi dirinya. Dengan begitu,
guru bisa bekerja total untuk profesinya, bahkan dia juga harus mampu
meyakinkan orang lain untuk mendukung program-program akademiknya, baik
dari kolega sesama pengelola sekolah maupun para siswanya.

Seorang pendidik harus mampu mengajar peserta didiknya, peserta didik adalah
haluan bagi guru untuk melakukan dan merancang sistematika seperti apa yang
mampu ditangkap dan dicerna oleh peserta didiknya. Mendidik tidak semudah
mengajarkan materi, mendidik meliputi berbagai banyak hal seperti penampilan,
ekspresi, simpati, empati dan hal-hal lainnya. Seorang pendidik harus mampu
melatih peserta didiknya untuk mandiri, meyakinkan peserta didik bahwasannya
apapun bisa dilakukan oleh siapapun dan tidak ada yang tidak mungkin untuk
dilakukan. Berikan dorongan dan motivasi kepada peserta didik, sehingga
peserta didik memiliki tujuan tertentu dalam mencapai prestasi pendidikannya.
Peserta didik berhak atas reward yang diberikan oleh guru atas prestasi yang
diraihnya sekalipun berupa lisan. Adapun punishment yang harus diberikan guru
ialah berupa teguran yang diimbangi dengan motivasi agar peserta didik yang
menerima hukuman tetap mendapatkan kepercayaan dirinya kembali dan jera
atas apa yang sudah dilakukannya.
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional 1989 Pasal 27 ayat 3
dinyatakan bahwa guru ialah tenaga pengajar yang merupakan tenaga pendidik
khusus diangkat dengan tugas utama mengajar pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah. Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2003 Pasal 39 ayat 3
disebutkan pendidik yang mengajar pada satuan pendidikan dasar dan
menengah disebut guru dan pendidik yang mengajar pada satuan pendidikan
tinggi disebut dosen. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2005 Tentang guru dan dosen Pasal 2 ayat 1 guru mempunyai kedudukan
sebagai tenaga yang professional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang
diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Peran sosial (social role)
merupakan seperangkat harapan dan perilaku atas status sosial. Menurut
Soerjono Soekanto (1981), peran sosial merupakan tingkah laku individu yang
mementaskan suatu kedudukan tertentu. Dalam peranan yang berhubungan
dengan pekerjaannya, seseorang diharapkan menjalankan kewajiban-
kewajibannya yang berhubungan dengan peranan yang dipegangnya. Melalui
belajar berperan, norma-norma kebudayaan dipelajari. Seseorang dikatakan
berperanan jika ia telah melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan
status sosialnya dalam masyarakat. Tidak ada peran tanpa status sosial atau
sebaliknya. Peran sosial bersifat dinamis (berubah-ubah) sedangkan status sosial
bersifat statis (tetap). Jadi peran sosial guru tidak terbatas di sekolah saja, tetapi
juga masih memiliki peran penting lainnya dalam masyarakat luas.

Urgensi Pendidikan Nilai Sosial

Manusia sebagai makhluk hidup dinamis selalu berusaha mengembangkan


kualitas hidupnya dengan cara mengembangkan segala potensi dalam dirinya.
Pendidikan nilai sangatlah penting mengingat nilai merupakan sesuatu yang
diinginkan seseorang sehingga melahirkan tindakan atau perilaku. Nilai adalah
suatu landasan untuk perubahan. Nilai mengandung kekuatan bagi kehidupan
sesorang atau kelompok. Nilai kemanusiaan perlu dimiliki siswa mengingat
gejala kehidupan saat ini seringkali tidak kondusif. Arus globalisasi yang kuat
akan mengikis jati diri bangsa. Nilai-nilai yang ada dan telah berkembang pada
masyarakat Indonesia akan goyah bahkan berangsur hilang apabila pendidikan
nilai tidak berjalan secara maksimal. Ryan dan Bohlin dalam Jacques S.
Benninga (2003) menyatakan bahwa pendidikan nilai atau pendidikan karakter
bertujuan untuk mengembangkan kecerdasan moral dan intelektual. Pendidikan
ini harus dilakukan dalam semua usaha sekolah. Maka dari itu, pelaksanaan
pendidikan nilai yang baik menjadi kebutuhan untuk melahirkan siswa-siswa
yang tangguh secara intelektual maupun moral.

Tujuan Pendidikan Nilai

Pendidikan nilai bertujuan menyiapkan generasi masa depan. Berkaitan dengan


hal itu Elmubarok (2009: 14) berpendapat bahwa pendidikan nilai bertujuan
untuk mendampingi dan mengantar siswa kepada kemandirian, kedewasaan,
kecerdasan, agar menjadi manusia professional (artinya memiliki keterampilan,
komitmen pada nilai-nilai dan semangat dasar pengabdian/pengorbanan) yang
beriman dan bertanggungjawab. Secara umum pendidikan nilai menurut
Mulyana (2004: 119) pendidikan nilai berfungsi untuk membantu siswa agar
memahami, menyadari, dan mengalami nilai-nilai serta mampu menempatkan
secara integral dalam kehidupan. Muslich (2011: 108) memaknai tujuan
pendidikan nilai adalah diterimanya nilai-nilai sosial tertentu oleh siswa dan
berubahnya nilai¬nilai siswa yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang
diinginkan. Untuk mencapai tujuan tersebut guru harus bisa mengarahkan siswa
agar bertindak / berperilaku baik dan benar.

Kompetensi Sosial Guru

Salah satu kompetensi yang harus dimiliki setiap guru adalah kompetensi sosial,
yakni kemampuan mengelola hubungan kemasyarakatan yang membutuhkan
berbagai keterampilan, kecakapan dan kapasitas dalam menyelesaikan masalah
yang terjadi dalam hubungan antar pribadi. Signifikansi kompetensi sosial bagi
guru bisa dirasakan dalam banyak konteks sosial. Salahsatunya dengan para
stakeholder sekolah, termasuk di dalamnya para pelanggan sekolah, pengguna
lulusan sekolah, dan tokoh-tokoh masyarakat yang sangat berpengaruh dalam
proses pemajuan sekolah. Signifikansi juga dirasakan dengan kolega mereka di
sekolahdan para siswa yang prestasinyaberada di tangan guru sendiri. Para siswa
harus dihantarkan oleh para guru untuk bisa masuk dalam komunitas profesi,
jasa, pedagang, atau bahkan harus mampu mempersiapkan para siswa untuk
menjadi pengusaha yang sangat membutuhkan relationship dengan masyarakat
luas.
Sebagai professional yang memiliki tugas memajukan para siswa sehingga
mereka bisa masuk dunia profesi dan diterima dalam semua kalangan sosial,
seorang guru harus memiliki kompetensi sosial untuk tiga konteks kepentingan,
yakni:
Pertama, mempersiapkan para siswa untuk memasuki dunia profesi, baik
sebagai pegawai, pegawai negeri sipil, polisi, tentara, pegawai swasta, pengusaha,
atau bahkan pemimpin politik yang kekuatannya terletak pada konstituen dan
kesuksesannya berada kemampuan komunikasi sosialnya. Oleh sebab itu, para
siswa harus dilatih untuk bisa memiliki kompetensi sosial, memiliki kecakapan
untuk berkomunikasi, mempengaruhi orang lain, meyakinkan orang lain untuk
bisa melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dia yakini, termasuk
kemampuan menerima keragaman sosial, etnik, agama, ras dan budaya. Semua
itu harus dilatih sejak mereka berada di sekolah. Lalu, bagaimana guru dapat
melatih kecakapan sosial siswanya jika mereka sendiri tidak memiliki
kompetensi tersebut? Untuk itu, seorang guru harus memiliki kompetensi sosial
dengan baik. Kemampuan yang harus mereka latihkan secara terencana kepada
para siswa, karena kecakapan ini tidak ditransformasi atau dilatihkan melalui
kurikulum tertulis. Sebaliknya, kemampuan ini dibangun melalui kurikulum yang
terselubung, namun menjadi bagian dalam proses interaksi guru-murid, baik
dalam proses pembelajaran maupun melalui kegiatan ko-kurikuler dan ekstra
kurikuler.

Kedua, memperkuat profesionalisme melalui proses peer-guidence, peer review


sesama guru, baik di internal maupun lintas satuan pendidikan. Guru yang
cenderung introvert, tertutup, dan tidak banyak berkomunikasi dengan sesama
di sekolahnya, akan teralienasi dan tertinggal oleh berbagai perubahan.
Sementara dalam lintas satuan pendidikan, pemerintah mendorong para guru
memiliki wadah komunikasi satu sama lain. Dalam hal ini, pemerintah
membentuk wadah guru sekolah dasar dengan Kelompok Kerja Guru
(KKG)dan wadah guru sekolah menengah dengan Musyawarah Guru Mata
Pelajaran (MGMP). Kedua organisasi ini dibentuk dan dikembangkan bagi para
guru untuk melakukan sharing tentang bahan ajar, metode dan strategi
pembelajaran, evaluasi proses, dan hasil belajar, pengelolaan kelas serta
pengembangan penelitian untuk peningkatan layanan pembelajaran bagi para
siswa mereka. Intinya, wadah komunikasi KKG dan MGMP ini dibentuk
pemerintah dengan tujuan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia yang
dimulai dengan peningkatan guru. Dengan demikian, guru harus terbuka, mau
menerima dan memberi masukan, dan bersama-sama memikirkan inovasi dunia
pendidikan bagi kemajuan Indonesia. Untuk itulah, maka setiap guru atau calon
guru harus memiliki kompetensi atau kecerdasan sosial.

Ketiga, memperkuat institusi pendidikan melalui optimalisasi partisipasi


seluruhstakeholder sekolah guna meningkatkan mutu layanan pendidikan. Tugas
ini seolah-olah merupakan tugas kepala sekolah/madrasah, padahaltidak seluruh
kegiatan komunikasi dengan pihak-pihak luar dilakukan oleh kepala sekolah.
Untuk konteks-konteks tertentu, khususnya tentang kemajuan para siswa pada
mata pelajaran yang menjadi tanggung jawab guru, harus dikomunikasikan
terlebih dahulu oleh guru.

Demikian pula dengan perlakuan-perlakuan guru pada siswa dalam


pembelajaran, seperti menambah jam belajar, melakukan remedial,
reinforcement, dan kunjungan lapangan, merupakan kebijakan setiap guru yang
harus dikomunikasikan dengan kepala sekolah/madrasah dan komite sekolah.
Demikian pula saat para guru mencari informasi tentang kebutuhan-kebutuhan
para pengguna lulusan, mereka harus mampu berkomunikasi dengan para
pengguna, mendengarkan secara serius dan seksama, termasuk menghargai
pendapat-pendapat mereka. Semua hal ini harus dilakukan setiap guru sekaligus
merupakan kewajiban yang mengikat mereka, karena akan selalu ada setiap
tahundan harus dilakukan sebagai tugas rutin. Oleh karena itu, guru harus
memiliki kompetensi dan kecerdasan sosial, agar sekolah memperoleh informasi
yang dibutuhkan sekolah/madrasah untuk kemajuan dan pemajuan lembaga.

Peran Sosial Guru di Sekolah

Di sekolah guru-guru memainkan peran berkenaan dengan murid, pegawai


administrasi, sebagai teman sesama guru. Menurut Cole S. Brembeck dalam H.
Aswandi Bahar (1989: 14-149) peran sosial guru di sekolah berkaitan dengan
murid adalah:
 Sebagai media
 Sebagai penguji
 Sebagai orang yang berdisiplin
 Sebagai orang kepercayaan
 Sebagai pengenal kebudayaan
 Sebagai pengganti orang tua
 Sebagai penasehat murid berkaitan dengan antar sesama guru dan
pegawai
 Sebagai teman bekerja
 Sebagai orang ahli/profesional
 Sebagai pegawai
 Sebagai bawahan
 sebagai penasehat/konsultan

Masing-masing peran sosial guru di sekolah tersebut dapat dijelaskan sebagai


berikut:

Guru Sebagai Media

Menurut Arsyad, 2002; Sadiman, dkk., 1990, mengatakan bahwa media (bentuk
jamak dari kata medium), merupakan kata yang berasal dari bahasa latin medius,
yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’.Oleh karena itu,
media dapat diartikan sebagai perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke
penerima pesan. Media dapat berupa sesuatu bahan (software) dan/atau alat
(hardware).

Menurut Gerlach & Ely (dalam Arsyad, 2002), mengatakan bahwa media jika
dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang
membangun kondisi, yang menyebabkan siswa mampu memperoleh
pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Jadi menurut pengertian ini, guru, teman
sebaya, buku teks, lingkungan sekolah dan luar sekolah, bagi seorang siswa
merupakan media. Dalam Buku Pengantar Ilmu Komunikasi (Cangara, 2006 :
119), media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan
dari komunikator kepada khalayak. Ada beberapa pakar psikologi memandang
bahwa dalam komunikasi antarmanusia, maka media yang paling dominasi
dalam berkomunikasi adalah pancaindera manusia seperti mata dan telinga.
Pesan – pesan yang diterima selanjutnya oleh pancaindera selanjutnya diproses
oleh pikiran manusia untuk mengontrol dan menentukan sikapnya terhadap
sesuatu, sebelum dinyatakan dalam tindakan. Association of Education and
Communication Technology (AECT), mengatakan bahwa media sebagai segala
bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan dan informasi.
Dari beberapa pendapat ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa media
adalah alat, sarana, perantara, dan penghubung untuk menyebar, membawa atau
menyampaikan sesuatu pesan (message) dan gagasan kepada penerima.
Sedangkan media pendidikan adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perbuatan,
minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar mengajar
terjadi pada diri siswa.

Guru Sebagai Penguji

Guru melakukan penilaian atau evaluasi terhadap perkembangan hasil belajar


murid-muridnya. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 58
ayat 1 disebutkan bahwa: evaluasi belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik
untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil belajar secara
berkesinambungan.

Guru Sebagai Orang Yang Berdisiplin

Menurut James Drever dari sisi psikologis, disiplin adalah kemampuan


mengendalikan perilaku yang berasal dari dalam diri seseorang sesuai dengan
hal-hal yang telah di atur dari luar atau norma yang sudah ada. Dengan kata lain,
disiplin dari segi psikologis merupakan perilaku seseorang yang muncul dan
mampu menyesuaikan diri dengan aturan yang telah ditetapkan. Menurut Pratt
Fairshild dari sisi sosiologi, disiplin terdiri dari dua bagian, yaitu disiplin dari
dalam diri dan juga disiplin sosial. Keduanya saling berhubungan satu sama lain,
sehingga seseorang yang mempunyai sikap disiplin merupakan orang-orang
yang dapat mengarahkan perilaku dan perbuatannya berdasarkan patokan atau
batasan tingkah laku tertentu yang diterima dalam kelompok atau lingkup sosial
masing-masing. Pengaturan tingkah laku tersebut bisa diperoleh melalui jalur
pendidikan dan pembelajaran. Menurut John Macquarrie dari segi etika, disiplin
adalah suatu kemauan dan perbuatan seseorang dalam mematuhi seluruh
peraturan yang telah terangkai dengan tujuan tertentu.

Dari ketiga pengertian disiplin di atas, bisa kita simpulkan bahwa dari sudut
pandang manapun, disiplin merupakan sikap yang wajib ada dalam diri semua
individu. Guru sebagai seorang contoh bagi para siswa tentunya harus memiliki
kedisiplinan yang tinggi. Dengan mengikuti setiap peraturan yang diterapkan di
sekolah, maka siswa pun diharapkan mampu menanamkan benih kedisilinan
dalam diri mereka.

Guru Sebagai Orang Kepercayaan

Kepercayaan terjadi ketika seseorang yakin dengan reliabilitas dan integritas dari
orang yang dipercaya (Morgan & Hunt, 1994). Seorang guru di sekolah biasanya
sebagai orang yang dapat dipercaya, baik kata-kata nya maupun perbuatannya.
Seorang guru di sekolah harus dapat dipercaya oleh semua warga sekolah
khususnya oleh setiap siswanya. Siswa berhak mendapatkan kepercayaan diri
sekalipun melakukan kesalahan. Seorang guru memang seharusnya memiliki
banyak wawasan agar terbiasa menghadapi siswa-siswa yang ‘bermasalah’,
walaupun tidak semua siswa tersebut memanglah ‘bermasalah’.

Guru Sebagai Pengenal Kebudayaan

Secara langsung atau tidak langsung guru memperkenalkan dan menanamkan


nilai-nilai, kebiasaan, etika, keyakinan, adat istiadat, dan sebagainya yang
merupakan unsur dari kebudayaan. Hal-hal yang mempunyai nilai tinggi dan
dijunjung tinggi ditanamkan kepada murid, dan dijaga keberadaannya.
Dimanapun seorang guru mengajar, baik guru tersebut pribumi ataupun
pendatang, maka guru tersebut diwajibkan untuk menjujung tinggi adat sekitar,
hal demikian merupakan dasar untuk landasan siswanya mengenali adat
disekitar, budaya dan norma yang berlaku, sehingga melahirkan putra-putra
daerah terbaiknya.

Guru Sebagai Pengganti Orang Tua

Di sekolah guru dapat memainkan peranan sebagai pengganti orang tua atau
dengan kata lain guru adalah orang tua di sekolah. Sehingga segala sesuatu yang
terjadi di sekolah merupakan tanggung jawab guru, termasuk dalam hal
berkaitan dengan kesejahteraan dan keamanan, memperoleh pengetahuan,
maupun norma agama, norma masyarakat, dan aturan pemerintah. Guru disebut
juga sebagai orang tua di sekolah, guru diharuskan menganggap siswa
sebagaimana anaknya dalam konotasi pendidikan, dengan begitu siswa akan
merasa tetap aman meski berada diluar rumah dan pengawasan orang tuanya.
Hal tersebut dinilai sangat efektif dalam pembentukkan karakter siswa SD
menjelang remaja yang umumnya memiliki pribadi labil dan mempunyai rasa
ingin tahu yang tinggi.

Guru Sebagai Penasehat Murid

Sebagai penasehat, memiliki peran membantu murid dalam perencanaan


akademis maupun dalam hal memecahkan masalah lain yang ada di sekolah.
Saat ini peranan tersebut juga dikatakan sebagai pembimbing di sekolah. Tidak
semua siswa mampu mencerna setiap penyampaian materi dari gurunya, tidak
semua siswa yang mampu mencerna juga dapat mengerti, maka siswa berhak
mendapatkan bimbingan serta arahan agar siswa mampu memahami maksud
dari yang disampaikan oleh gurunya.

Guru Sebagai Teman Sebaya

Di sekolah peranan guru dengan sesama guru, dan guru dengan pegawai
memiliki hubungan profesional serta dapat dikatakan senasib dan seperjuangan.
Walaupun di sekolah ada unsur senioritas, umur, bidang studi, tetapi dalam
melaksanakan tugas harus tercipta sebagai teman sekerja. Dalam melaksanakan
tugas saling bekerja sama dan saling membantu, perbanyak melakukan latihan
yang disertai bimbingan agar siswa juga dapat melatih pemecahan masalah.

Guru Sebagai Orang Ahli/Professional

Guru tentunya menguasai bidang tugasnya, yaitu menguasai ilmu pengetahuan


dibidangnya atau profesional.Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
Pasal 1 ayat 4 disebut profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan
oleh seorang guru dan menj adi sumber penghasilan kehiduapan yang
memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu
atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.

Guru Sebagai Pegawai


Guru juga mendapatkan gaji sebagai seorang pegawai. Guru terikat dengan
peraturan pegawai pada umumnya, sehingga guru selain mendapatkan hak juga
memiliki kewajiban sebagai pegawai.

Guru Sebagai Bawahan

Dilihat dari struktur di sekolah guru merupakan bawahan dari kepala sekolah.
Oleh karena itu guru harus tunduk pada aturan-aturan dari kepala sekolah.
Dengan kata lain guru harus dapat mengikuti ketentuan dari pemimpin atau
kepala sekolah.

Guru Sebagai Penasehat/Konsultan

Sebagai konsultan/penasehat, maka guru harus dapat berperan menjadi seorang


ahli yang mengikuti garis pedo man berkaitan dengan pengembangan program
pengajaran. Apabila guru melaksanakan peran tersebut, maka guru memiliki
peran sosial di sekolah.
Peran Sosial Guru Dalam Masyarakat

Kebanyakan guru yang kita temukan pada kehidupan sehari-hari hanya sekedar
sebagai pengajar di sekolah saja, padahal pada hakikatnya guru itu harus
bergerak memberdayakan masyarakat menuju kualitas hidup yang baik di segala
aspek kehidupan, khususnya pengetahuan moralitas, sosial, budaya, dan
ekonomi kerakyatan. Karena itu guru memiliki beberapa peranan penting di
tengah masyarakat, antara lain:

Pendidik

Ilmu seorang guru harus ditularkan kepada masyarakat agar nilai


kemanfaatannya lebih besar, tidak hanya diberikan kepada anak-anak di sekolah
orang tua murid juga perlu diberikan pencerahan ilmu tentang pentingnya
tanggung jawab dihadapan Allah SWT, pentingnya mendidik anak secara
bertanggung jawab, wajibnya bekerja yang halal, dijauhkan dari pekerjaan yang
dilarang dan menekankan hidup bersama yang harmonis, kolektif dan dinamis
bersama elemen masyarakat lain.

Penggerak Potensi

Pada hakikatnya masyarakat mempunyai potensi besar sebagai sekumpulan


manusia yang dianugrahi kemampuan lahir dan batin oleh Allah SWT. Belum
lagi potensi Alam dan lingkungan ketidakmampuan masyarakat membaca
potensi, menangkap peluang dan memanfaatkannya secara maksimal harus
dijembatani oleh seorang guru. Selain sebagai pendidik ia juga seoarang
penggerak yang aktif menggerakkan potensi besar ummat untuk kesejahteraan
dan kemajauan. Jangan sampai potensi besar alam, misalnya dimanfaatkan oleh
pihak industri untuk melakukan eksploitasi secara semena-mena sementara
rakyat sekitar tidak mendapatkan apa-apa. Hal ini banyak terjadi di banyak
tempat. Masyarakat akhirnya diam saja, karena takut terhadap berbagai ancaman
kalau berani mengusik kepentingan pihak industri yang di backup penuh
kalangan pemerintah dan pihak keamanan.
Pengatur Irama

Dalam kehidupan sosial, pada dasarnya potensi masyarakat sangat banyak,


bervariasi dan kompleks. Potensi tersebut ada pada generasi tua dan muda,
kalangan kelas atas menengah dan bawah. Jika tidak ada yang mengelola dan
mengatur irama permainan, maka potensi tersebut tidak dapat menghasilkan
bunyi orkestra yang enak dan indah didengar, justru sebaliknya, masing-masing
“bermain” dengan gaya iramanya sendiri-sendiri. Akhrnya, tidak terwujud tim
yang sinergis, solid dan professional. Disinilah peran seorang guru sebagai
pengatur irama, harus jeli membaca potensi seseorang menempatkannya pada
posisi yang tepat, dan mengatur irama permainan yang saling melengkapi,
menyempurnakan, dan menutupi kelemahan masing-masing. Jadilah ia sebuah
kekuatan dahsyat yang akan membawa perubahan besar dalam kehidupan sosial.
Seorang guru harus bisa menjaadikan orang tua sebagai figur stabilitator,
pelindung, dan penjaga yang mengawasi anggotanya dalam kegiatan, sementara
anak-anak muda dijadikan figur dinamisator yang mampu menggerakkan
potensi mereka demi kemajuan bersama.

Penengah Konflik

Setiap orang pasti mempunyai masalah, baik yang berhubungan dengan dirinya
maupun orang lain. Dan, setiap orang belum tentu mampu memecahkan
masalah sendiri dengan kepala dingin, cerdas dan tangkas. Ada bahkan banyak
dari mereka yang menyelesaikan masalah dengan emosional, nudah menghakimi
orang lain. Akibatnya, kehidupan sosial kurang harmonis. Disinilah peran guru
sebagi pengah konflik yaitu mampu mencari solusi dari permasalahan yang ada
dengan kepala dingin, mengedepankan akal dan hati dari pada nafsu amarah,
mengutamakan pendekatan psikologi persuasif daripada emosional oportunis
sanagat dinantikan demi tercapainya kerukunan warga.

Pemimpin kultural

Peran-peran diatas dengan sendirinya menempatkan seoarang gurusebagai


pemimpin yang lahir dan muncul dari bawah secara alami, bakat, potensi,
aktualisasi, dan kontribusi besarnya dalam pemberdayaan potensi masyarakat.
Seorang guru lebih enjoy bersama rakyat yang bebas dari kepentingan pihak-
pihak yang tidak bertanggung jawab. Kalau masyarakat akhirnya mendesak
untuk menduduki kepemimpinan formal, ia akan berkkonsultasi dengan banyak
elemen masyarakat, bagaiman tingkat akseptabilitas dan resistensinya, lebih
manfaat dan maslahat mana menjadi pemimpin kultural an sich dan
pemimpinkultural plus formal. Kalau ternyata lebih bermanfat hanya menjadi
pemimpin kultural, ia akan konsisten di jalur kultural yang luas dan tidak
terbatas. Namun jika bermanfaat di jalur dua-duanya tanpa ada resistensi dan
konflik, maka ia akan menempatinya, demi kemaslahatan berasama. Figur
keteladanan guru profesional sangat penting bagi siswa, masyarakat dan orang
tua murid pun kadang-kadang mencemooh dan menuding guru tidak kompeten,
tidak berkualitas, tidak profesional dan sebagainya, manakala anak-anak mereka
tidak bisa menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi sendiri atau memiliki
kemampuan yang tidak sesuai dengan keinginan para orang tua. Guru menjadi
pihak pertama yang dipersalahkan atas “keterbelakangan” para siswa, tanpa
melihat bagaimana siswa-siswa tersebut berperilaku di dalam kelas dan dalam
kehidupan sehari-hari, tentu saja termasuk bagaimana interaksinya dengan
keluarga atau orang tuanya.

Oleh karena itu figur keteladan guru profesional sangat penting bagi siswa dan
masyarakat. Lantas mengapa figur keteladanan guru profesional sangat penting
bagi siswa dan masyarakat? Pasalnya seorang guru itu sangat dominan dan
penting dalam pendidikan formal pada umumnya karena bagi bagi peserta didik
guru sering dijadikan tokoh teladan, bahkan menjadi tokoh identifikasi guru.
Guru profesional itu adalah seorang yang ahli dalam bidang keilmuannya, yang
menuntut seorang guru bukan hanya sekedar mampu memberikan keilmuan
yang dimilikinya ke dalam diri anak didik, tetapi juga mengembangkan potensi
yang ada dalam peserta didik. Maka, seorang guru profesional harus memiliki
pembelajaran konkret dan penilaian secara komprehensif yang diperlukan agar
dapat melihat siswa dari segi perspektif. Hanya saja, masalahnya sekarang adalah
kurangnya pengakuan masyarakat terhadap profesi guru, yakni kelemahan yang
terdapat pada diri guru itu sendiri, seperti rendahnya tingkat kompetensi dan
profesionalisme mereka. Penguasaan guru terhadap materi dan metode
pengajaran yang masih berada di bawah standar juga membenarkan pernyataan
di atas. Hal tersebut didukung dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan
Balitbang Depdikbud RI yang diantaranya menunjukkan bahwa kemampuan
membaca para siswa kelas VI SD di Indonesia masih rendah. Kegagalan
tersebut disebabkan pengajaran guru hanya mementingkan penguasaan huruf
tanpa penguasaan makna, meskipun sekarang sudah ada usaha untuk
membimbing para anak didik untuk juga bisa menguasai makna yang dikandung
dalam setiap pelajaran.

Berkaca pada kenyataan-kenyataan diatas, sudah saatnya kompetensi profesi


guru ditingkatkan dengan tetap juga berharap kepada masyarakat untuk pula
memandang profesi guru sebagai profesi mulia dan bermartabat. Oleh sebab itu,
pemerintah melalui Departemen Pendidikan sedang berupaya untuk
meningkatkan kualitas profesionalisme guru, diantaranya dengan diadakan
pelatihan-pelatihan untuk guru. Usaha tadi memiliki harapan agar kualitas guru
bisa mumpuni dalam memberikan dan mentransformasikan nilai dan ilmu
kepada para peserta didik.
Meskipun demikian, semua upaya tersebut tidak akan membawa hasil maksimal
tanpa peran serta guru sendiri, sebab tanggung jawab dalam mengembangkan
profesi pada dasarnya merupakan tuntutan kebutuhan pribadi guru.

Mempersiapkan Siswa Memasuki Dunia Profesi dan Kehidupan Sosial

Setiap anak akan memasuki dunia kerja seusai sekolah, apakah menjadi pegawai
negeri sipil di kantor-kantor layanan publik, menjadi pegawai perusahaan
swasta, jasa layanan publik yang komersial, merintis karir menjadi pengusaha,
atau bahkan tertarik masuk ke dalam dunia politik. Demikian pula, mereka akan
berinteraksi dengan sesama dalam kehidupan kemasyarakatan, apakah di
lingkungan tempat tinggal, asosiasi profesi yang mereka jalani, atau dalam
berbagai konteks sosial lainnya. Secara psikologis, setiap manusia di dunia ingin
bisa diterima dalam lingkungan sosialnya. Mereka tidak bisa terpisah dari
lingkungannya, karena tidak satu manusia pun yang bisa hidup sendirian.

Oleh sebab itu, setiap siswa di sekolah harus dipersiapkan dengan berbagai
kompetensi sosial melalui program yang terdesain baik, dapat dievaluasi dan
terukur. Setiap siswa sekolah, khususnya para siswa sekolah menengah yang
akan memasuki dunia kerja harus memiliki kompetensi atau kemampuan
menjadikan sumber-sumber potensial yang ada bermanfaat untuk mencapai
tujuanhidupnya. Para siswa harus dipersiapkan dengan kompetensi untuk
memanfaatkan kesempatan yang ada guna mengembangkan profesi mereka,
sehingga bermanfaat untuk diri, keluarga, masyarakat bangsa dan negaranya.
Untuk itu, mereka harus dilatih dalam proses pendidikan sehingga bisa diterima
oleh orang lain, mampu menerima kenyataan yang ada pada orang lain dengan
kemampuan adaptasi, dan terbiasa untuk berkontribusi pada orang lain,
kelompok atau organisasi. Kompetensi sosial pada akhirnya bisa disimpulkan
sebagai konsep integratif, komprehensif dan holistik tentang kemampuan yang
akan menghasilkan respon penyesuaian yang fleksibel, lentur dan sangat adaptif
terhadap berbagai tuntutan dalam rangka kapitalisasi berbagai kesempatan
dalam mencapai tujuan.
Berbagai kompetensi sosial yang sebaiknya dimiliki para siswa, antara lain
adalah;
 Mampu memberikan kontribusi individual terhadap sebuah situasi atau
kesempatan untuk memperoleh respon dari lingkungan tersebut.
 Mampu memperoleh pengakuan dari sebuah lingkungan atau
kesempatan untuk memperoleh respon, walaupun mungkin bukan
melalui kontribusi, tapi dengan sebuah harapan bahwa kehadirannya
dalam sebuah situasi akan bermanfaat bagi lingkungan.
 Mampu mengelaborasi berbagai pilihan terhadap capaian yang sudah
diperoleh, untuk menentukan langkah-langkah yang paling tepat untuk
dilakukan dalam rangka mencapai sebuah tujuan.
 Mampu menetapkan pilihan-pilihan yang paling tepat terhadap berbagai
respon yang diperoleh dari setiap situasi atau lingkungan yang dimasuki.
 Memiliki motivasi, hasrat dan keinginan kuat untuk memberikan respon
pada situasi atau lingkungan yang sesuai atau dibutuhkan oleh berbagai
perubahan.

Sementara itu, Sharon A. Lynch & Cynthia G. Simpson menjelaskan bahwa


para siswa sebaiknya dilatih dan dibiasakan beberapa sikap dan prilaku sosial
yang baik, antara lain:

Empati. Dalam hal ini, para siswa harus dibiasakan memahami kondisi siswa
lainnya, sesama satu kelas, atau satu sekolah, yakni bisa memahami jiwanya dan
bahkan kalau bisa mampu memposisikan teman-teman kelasnya atau teman
sekolahnya itu menjadi bagian dari dirinya.

Partisipasi dalam kegiatan kelompok, yakni para siswa harus dibiasakan untuk
bisa berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kelompok, apakah kegiata akademik,
non akademik atau kegiatan-kegiatan sosial yang diinisiasi oleh sekolah.
Dermawan, yakni para siswa dilatih untuk membiasakan diri berbagi dengan
yang lainnya. Akan tetapi, berbagi dalam konteks membiasakan diri menjadi
orang dermawan, bukan sebagai penolong sebagaimana sinterklaas, karena
belum menjadi orang berada, tapi jiwa sosial mereka harus dilatih sejak dini,
sehingga kelak bisa menjadi orang dermawan.

Berkomunikasi dengan teman sekelas dan teman sesekolah, yakni para siswa
harus dilatih untuk mau terbuka berkomunikasi dengan teman-teman kelas
mereka atau teman-teman sekolah mereka. Jangan dibiarkan menjadi orang
tertutup, introvert, atau tidak mau berteman dengan koleganya sendiri.

Negosiasi. Dalam hal ini, para siswa harus dilatih bernegosiasi atau tawar
menawar satu sama lain, apakah dalam konteks kebutuhan belajar, mengerjakan
tugas-tugas bersama, tugas kelompok atau yang lainnya. Pelatihan ini akan
menghasilkan keterampilan take and give, yakni meminta dan memberi, dalam
rangka optimalisasi potensi-potensi hubungan sosial untuk mencapai tujuan.
Penyelesaian masalah, yakni para siswa harus dilatih memiliki keterampilan
menyelesaikan masalah. Oleh sebab itu, para siswa harus diberi kesempatan
melakukannya dalam konteks yang lebih nyata dengan cara belajar berbasis
kasus. Dengan demikian, kelak ketika mereka menjadi profesional sudah
memiliki bekal keterampilan penyelesaian masalah yang lebih saintifikkarena
dihasilkan lewat latihan terbimbing oleh guru.

Terkait hal itu, Heejeong Sophia Han& Kristen Mary Kemple, mengatakan
setidaknya terdapat enam aspek kompetensi sosial yang harus dilatihkan guru
kepada para siswanya. Tujuannya agar para siswa siap meraih kesuksesan dalam
profesi maupun kehidupan sosial mereka. Keenam aspek tersebut adalah
sebagai berikut: Self-regulation, yakni kemampuan mengelola emosi. Para siswa
harus dilatih dalam mengelola emosiagar mampu melakukan interaksi sosial
dengan sesama teman sekelas, teman sesekolah dan juga dalam komunikasi
dengan para guru dan staf sekolah/madrasah. Aspek-aspek emosi yang harus
dilatihkan kepada para siswa agar menjadi orang-orang sukses dalam profesi
mereka kelakdan dalam interaksi sosial mereka, antara lain adalah, sikap impulsif
(bersikap/bertindak berdasarkan insting dan tidak pada logika). Jika ada siswa
yang impulsif harus dilatih agar lebih bersikap tenang dan mampu mengontrol
emosi mereka, sehingga bisa bertindak dan mengambil putusan secara lebih
rasional. Mampu mengontrol emosi untuk tidak cepat puas ketika mencapai dan
memperoleh sebuah prestasi, mampu menolak godaan dan menangkal tekanan
dari sesama teman. Mampu memahami dan merefleksi perasaan seseorang serta
mampu melakukan kontrol terhadap diri sendiri. Kemampuan untuk memahami
orang lain. Dalam hal ini, setiap siswa harus dilatih untuk mampu memahami
perasaan dan kebutuhan orang lain, menyampaikan pemikiran dan gagasannya
sendiri, mengatasi masalah, dan melakukan kerjasama dan bernegosiasi. Selain
itu, siswa juga dilatih menyampaikan perasaannya, membaca situasi sosial
secara akurat, menyesuaikan berbagai sikap dan tindakan agar sesuai dengan
tuntutan situasi, serta menginisiasi dan memelihara pertemanan. Identitas diri
yang positif. Pada aspek ini, para siswa harus dilatih meningkatkan kebaikan
dirinya sehingga memiliki identitas positif dan mampu meningkatkan efektifitas
relasi sosial dengan orang lain. Mereka yang memiliki self-identity yang baik,
seperti perasaan kemampuan, rasa kekuatan diri, harga diri yang baik, dan
memiliki rasa yang kuat tentang tujuan dalam hidup mereka, akan memiliki
sikap positif dalam bergaul dengan orang lain, dan akan mampu mengantisipasi
kesuksesan dalam kehidupan mereka. Pada akhirnya, akseptabilitas dan sukses
mereka menunjukkan bahwa harga diri dan kompetensi mereka meningkat.
Sebaliknya, anak-anak dengan harga diri yang rendah, akan terjebak dan
lingkaran kegagalan dan pearasaan penolakan. Guru-guru pada pendidikan
prasekolah, memegang peran penting dalam meningkatkan self-identity pada
para siswanya.

Kompetensi Kultural. Pada hal ini, para siswa harus dilatih untuk meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman tentang respek terhadap orang lain dan
kemampuan berinteraksi secara efektif dan nyaman dengan orang-orang dari
berbagai etnik, ras, agama dan budaya yang berbeda. Selain itu, para siswa juga
harus dilatih mempertanyakan perlakuan yang tidak fair dari kelompok lain,
serta melakukan sesuatu untuk memperoleh keadilan. Para siswa juga harus
dilatih melakukan cultural sharing dengan sesama, dan mengetahui mana yang
boleh untuk di-sharing dengan orang lain, dan mana yang tidak boleh. Dan
dalam aspek apa mereka bisa saling mengajar satu sama lain, apa yang bisa
dikatakan dan apa yang tidak bisa dikatakan. Lemahnya pemahaman budaya
masing-masing, sangat potensial untuk terjadi salah pengertian satusama lain.
Mengadopsi nilai-nilai sosial. Dalam hal ini siswa harus dibelajarkan untuk bisa
mengadopsi beberapa nilai sosial, seperti sikap peduli, kesamaan dan keadilan,
kejujuran, tanggung jawab, pola hidup sehat, dan fleksibilitas dalam
implementasi tindakan-tindakan sosial. Berbagai pengalaman yang dicatat para
akademisi ini memperlihatkan adanya tiga aspek yang terkait langsung dengan
pengembangan kompetesi sosial pada siswa. Pertama, kompetensi emosional
yang berbentuk sebuah keyakinan akan sesuatu yang baik untuk dikerjakan.
Kedua, aspek kekuatan eksternal yang mendorong atau bahkan memaksa setiap
orang untuk berbuat benar di tengah-tengah masyarakat berdasarkan sebuah
kesepakatan tentang kebenaran yang dianutnya. Ketiga, kemampuan menjalin
relasi sosial, baik dalam kehidupan profesi maupun kemasyarakatan. Sejalan
dengan itu, Michaelene M. Ostrosky & Hedda Meadan mengatakan, agar bisa
berinteraksi dalam kelompok sosial di kelasnya dan sekolahnya, setiap siswa
harus memiliki beberapa kompetensi sebagai berikut:
 Harus memiliki rasa percaya diri yang baik;
 Harus memiliki kemampuan mengembangkan relasi sosial dengan
teman sekelas, dan teman kegiatan kurikuler, ko-kurikuler dan juga
ekstra kurikuler;
 Harus memiliki kemampuan untuk fokus dalam mengerjakan tugas-
tugas sekolah,sehingga menghasilkan pekerjaan yang sesuai dengan yang
diharapkan;
 Selalu bisa mendatangi dan mendengarkan arahan-arahan guru kepala
sekolah/madrasah;
 Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan masalah dalam konteks
sosial mereka; dan,
 Bisa berkomunikasi secara efektif.

Khusus di Indonesia, seluruh siswa sekolah/madrasah harus dilatih untuk bisa


bersikap terbuka dan menghargai keragaman etnik, agama dan budaya. Siswa
Muslim, misalnya, harus bisa berpikiran terbuka dan menghargai atas perbedaan
agama teman-temannya siswa beragama Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan
Khonghucu. Sebaliknya, mereka harus bisa bersama dalam kehidupan profesi
dan sosial mereka, sehingga bisa memiliki peluang berprofesi yang sangat luas.
Para siswa sekolah/madrasah harus memiliki sebuah keyakinan, bahwa untuk
bisa diterima oleh komunitas, harus memiliki attitude dan prilaku yang bisa
membuat orang lain nyaman, tidak terganggu, dan bahkan mereka merasa perlu
akan kehadirannya. Oleh sebab itu, setiap siswa harus dilatih untuk bisa
memberikan perhatiannya pada orang lain, bisa peduli dan bisa memberi, tidak
hanya dalam kehidupan sosial, tapi juga dalam kehidupan profesi. Semua
kompetensi sosial ini, tidak akan bisa terbina dengan baik jika gurunya sendiri
tidak memiliki kompetensi sosial yang lebih baik. Oleh sebab itu, guru dan calon
guru harus berlatih untuk menjadi orang-orang yang bisa diterima dalam
lingkungannya, berkontribusi terhadap lingkungannya, dan peduli pada para
siswanya. Untuk itu, para guru dan calon guru harus memiliki lebih banyak
kompetensi sosial, untuk bisa mereka latihkan kepada para siswa, visualisasikan
dalam seluruh interaksi di sekolah, dan implementaskan dalam kehidupan
profesi serta sosial mereka. Merujuk pada berbagai kompetensi sosial yang harus
dimiliki siswa agar sukses dalam profesi dan kemasyarakatan mereka, maka
setidaknya, para guru dan para calon guru harus memiliki berbagai kompetensi
sosial sebagai berikut:

 Empati;
 Motivasi yang kuat untuk memberi respon pada lingkungan;
 Self Regulation;
 Identitas diri yang positif;
 Memahami orang lain;
 Percaya diri;
 Asertif;
 Mengadopsi nilai-nilai positif;
 Memahami budaya lingkungan;
 Memperoleh pengakuan dari lingkungan;
 Memberi Kontribusi kepada lingkungannya;
 Dermawan;
 Mengelaborasi berbagai pilihan;
 Menetapkan pilihan-pilihan;
 Partisipasi dalam kelompok;
 Berkomunikasi dengan kelompok;
 Negosiasi dan meyakinkan orang lain;
 Menyelesaikan masalah;
 Menghargai perbedaan, etnik agama dan budaya; dan,
 Mampu bekerjasama dalam keragaman.

Para guru dengan berbagai kompetensi sosial yang dimilikinya, harus


mentransformasikannya berbagai kompetensi tersebut kepada para siswanya
sehingga mereka mampu meraih sukses dalam dunia profesi dan kehidupan
sosial di masa depan. Namun, karena tidak adanya mata pelajaran khusus untuk
melatih kompetensi tersebut, termasuk bahan-bahan ajar yang relevan,
pembelajaran komptensi sosial bisa disisipkan dalam dua mata pelajaran, yakni
Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan. Kedua mata pelajaran ini
relatif relevan dalam pembelajaran kompetensi karena keduanya terkait
pembangunan karakter siswa. Hanya memang perlu diingat bahwa pembinaan
kompetensi sosial siswa merupakan tanggung jawab seluruh guru. Untuk itu,
transformasi kompetensi sosial bisa dilakukan dalam berbagai cara, apakah
penyusunan suasana kelas, strategi pembelajaran, atau bahkan melalui kegiatan-
kegiatan ko-kurikuler dan ekstra kurikuler.

Kepedulian Sosial

Menurut Adler kepedulian sosial (Social Interest) adalah suatu perilaku yang
dimiliki individu terhadap orang lain sehingga membuat seseorang terdorong
untuk membantu atau menolong. Kepedulian sosial sebagai kondisi alamiah dari
manusia dan bahan perekat yang mengikat masyarakat bersama-sama. (Feist J &
Feist Gregory J, 2010).Adler menyatakan bahwa dalam kepedulian sosial
ditandai oleh hal-hal sebagai berikut (Leak Gary K, 2011),

Persahabatan (Frendship)

Suatu bentuk hubungan yang terjalin dekat dan akrab yang melibatkan setiap
individu kepada orang lain yang akan menumbuhkan rasa saling peduli terhadap
sesama.
Cinta (Love)

Suatu sikap yang diarahkan seseorang terhadap orang lain yang dianggap
istimewa. Manusia adalah makhluk sosial dimana mereka akan merasa saling
memiliki dan membutuhkan kehadiran orang lain, sehingga manusia tersebut
dapat berguna bagi orang lain.

Kerja (Work)

Kepedulian dalam dunia kerja dapat mendorong individu bertanggung jawab


pada tugas yang diberikan. Namun, individu tidak boleh melupakan kerja sama
kelompok untuk menciptakan lingkungan kerja yang nyaman.

Self Significance

Kemampuan untuk meyakini pada kemampuan dan penilaian diri sendiri dalam
melakukan sebuah tugas atau menyeleseikan permasalahan, namun tidak
mengabaikan pendapat dari orang lain.

Menurut Buchari Alma (201 0) lingkungan yang mempengaruhi kepedulian


sosial terdiri dari,

Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang akan dikenal oleh setiap
manusia. Manusia belajar berinteraksi kepada orang lain untuk pertama kalinya
dia pelajari dari lingkungan keluarga. Cara mengajar orang tua dirumah akan
menumbuhkan kepedulian pada diri seorang anak. Sebagai contoh perilaku
orang tua yang akan meneumbuhkan kepedulian anak anatara lain perilaku
orang tua setiap hari dirumah maupun di lingkungan sekitar, perhatian yang
diberikan orang tua terhadap anak, komentar orang tua di lingkungan sekitar
dan bertindak terhadap lingkungan sekitarnya sangat mempengarui dalam
perilaku kepedulian sosial seorang anak.

Lingkungan masyarakat
Lingkungan masyarakat ada dua tipe yang pertama perkotaan dan pedesaa.
Dimana lingkungan sosial di pedesaat cenderung menanamkan sikap kepedulian
sosial yang sangat erat. Dan gotong royong dan rasa kebersamaan sangat
dijunjung tinggi dalam tradisi pedesaan. Situasi yang berbeda dialami pada
lingkungan perkotaan yang dimana merek cenderung bersikap individualisme
dan jarang memperlihatkan perilaku kepeduliansosial anatar warga. beberapa hal
yang menggambarkan lunturnya perilaku kepedulian sosial diantaranya :
1. Menjadi penonton saat terjadi musibah pada lingkungana tau tentangga
kita dan hanya menjadi penonton
2. Sikap acuh dan masa bodo terhadap tetangga sekitar rumah
3. Tidak ikut serta atau ambil andil dalam kedgiatan yang ada di masyarakat

Lingkungan sekolah
sekolah merupakan tempat bagi anak untuk berinteraksi terhadap sesama karena
sekarang waktu anak dihabiskan di sekolah. Dan anak akan sering berinteraksi
kepada guru,teman dan pegawai yang ada disekolah, sehingga lingkungan anak
akan semakin luas dan kepedulian anak akan berkembang sesuai dengan
lingkungan yang ada disekolahnya. Ketika akan berinteraksi kepada teman yang
memiliki kepedulian sosial maka anak tersebuta akan ikut memiliki kepedulian
terhadp orang lain. Namun, semua itu bisa saja terjadi sebaiknya ketika mereka
memiliki teman yang tidak mempunyai kepedulian maka anak tersebut akan ikut
acuh terhadap lingkungan dan acuh terhadap apa yang terjadi pada orang lain.
Sikap peduli di lingkungan sekolah dapat ditunjukkan dengan perilaku saling
membantu, menyapa, berbagi senyum dan salam antar warga sekolah. Turner
(2013) menyatakan penyebab yang menghambat pertumbuhan kepedulian ada
tiga diantaranya sebagai berikut,
Memanjakan (Pampering)
Memanjakan anak menyebabkan efek samping untuk pengembangan kepedulian
sosial. Ketika seorang anak yang dimanjakan berada di luar lingkungan yang
memanjakan, mereka merasa terus-menerus terancam dan bertindak seolah-olah
mereka berada di wilayah yang bermusuhan. Individu yang dimanaja mereka
telah belajar untuk tidak perlu bekerja sama dengan orang lain, dan mulai
membentuk keyakinan yang salah bahwa orang lain akan melakukan segalanya
untuk mereka. Individu yang dimanja akan memungkinkan untuk menolak
peduli kepada orang lain.

Mengabaikan (Neglect)
individu dibesarkan dalam keluarga lalai mungkin telah belajar perilaku kasar
yang memperkuat nilai-nilai keluarga yang tidak aman. Mengabaikan anak akan
mempengaruhi kepedulian sosial, sebagai individu mungkin menjadi sibuk
dengan kekhawatiran menghadapi bahaya dan kesejahteraan mereka sendiri,
bukan berfokus pada hidup bersama. Dimana individu yang merasa diabaikan di
dalam keluarganya kurang memperoleh kasih saying atau sikap peduli dari
anggota keuarga lain. Mengabaikan menghalangi individu dari persiapan yang
diperlukan di kemudian hari, dan ketika mereka melihat kondisi yang lebih baik
di mana orang lain hidup perasaan sosial mereka terdistorsi.

Rendah Diri (Organ Inferiority)


Ketika seorang anak muda, lemah, dan masih berkembang, dia membutuhkan
batuan keluarga. Rendah diri bisa terjadi pada individu mengalami cacat fisik.
Meraka yang mengalami cacat fisik akan kurang bersosialisasi pada halayak
umum, sehingga menyebabkan hambatan kepedulian sosialnya terhadapat orang
lain. Rendah diri ada di semua manusia, dan pada beberapa titik waktu setiap
orang merasa tidak memadai dalam situasi tertentu. kepribadian tidak
tergantung pada rendah diri, tapi sebaliknya bagaimana individu bereaksi
terhadap rendah diri mereka (inferioritas).

Guru Membina Kompetensi Sosial Siswa melalui Proses Pembelajaran

Guru dengan kompetensi sosial yang baik akan memiliki kesadaran tinggi untuk
membina siswanya sehingga memiliki kompetensi sosial yang sama dalam
menyongsong dunia masa depan dan profesinya. Untuk itu, guru harus
mempersiapkan susunan kelas yang baik agar para siswa bisa mengembangkan
interaksi sosial mereka, sehingga mereka terlatih untuk bisa menjadi orang yang
punya rasa empati pada sesama. Dengan demikian, susunan tempat duduk harus
memfasilitasi para siswa untuk berdiskusi, sharing pemahaman dan kerja
kelompok. Dengan penyiapan tempat duduk seperti itu, guru sudah berupaya
mempersiapkan para siswanya membina sikap empati, bisa berkontribusi
terhadap sesama teman sekelas dalam pengetahuan, pemahaman, skil dan
ketrampilan, belajar berkomunikasi efektif, dengan menggunakan teman satu
kelompok sebagai komunikan, melatih kerjasama, melatih kerja kelompok,
melatih para siswa untuk bisa menghargai orang lain, dan berbagai kompetensi
sosial lainnya, yang bisa ditumbuhkembangkan melalui proses pembelajaran.
Sejalan dengan itu, para guru harus mengembangkan proses pembelajaran yang
sekaligus melatih kompetensi sosial siswa melalui langkah-langkah sebagai
berikut;
 Memberi kesempatan kepada para siswa untuk bertanya kepada sesama
temannya, dan juga kepada guru, agar mereka memiliki kecakapan
bagaimana berkomunikasi dengan orang lain.
 Mengembangkan diskusi kelas pada topik-topik yang sesuai dengan
perkembanganusiamereka.
 Mempersiapkan buku petunjuk tentang bekerja dengan orang lain,
melakukan diskusi kelas, dan lain-lain.
 Memberikan ceritas-cerita pendek dan lucu tentang baik dan buruk yang
dapat mereka diskusikan kembali di kantin

Mengajarkan empat langkah menyelesaikan masalah. Pertama, sampaikan sikap


kita tentang masalah yang dihadapi dan gunakan kata-kata seperti: Saya kecewa
anda datang terlambat. Lalu, dengarkan perjelasan dari mereka yang bermasalah.
Selanjutnya, katakan kembali inti dari penjelasan mereka yang bermasalah. Lalu
berfikir untuk menyusun pilihan-pilihan penyelesaian. Terakhir, putuskan
pilihan penyelesaian masalahnya. Mengembangkan kompetensi sosial siswa
merupakan amanat yang diemban seorang pada guru. Ia dikembangkan bukan
hanya melalui mata pelajaran, melainkan proses pembelajaran yang dilalui oleh
para siswa dan difasilitasi oleh guru dan sekolah. Siswa harus difasilitasi untuk
belajar secara aktif bersama peer groupnya, saling bertanya dan menjawab,
berdiskusi satu sama lain, mengembangkan kebersamaan, sehingga sikap sosial
mereka akan tumbuh perlahan dalam jiwa mereka, yang akan mewujud dalam
bentuk tindakan-tindakan. Dengan demikian, kurikulum titu tidak semuanya
merupakan dokumen tertulis, tapi juga perencanaan pembelajaran yang
dipersiapkan guru yang memfasilitasi para siswa berinteraksi satu sama lain.

Tidak hanya dalam kelas dalam bentuk diskusi, membahas topik bersama-sama,
menyusun laporan hasil pembahasan bersama, dan mempresentasikan laporan
bersama-sama, kompetensi sosial siswa bisa dikembangkan melalui kegiatan
ekstra-kurikuler, apakah kegiatan pramuka, olah raga, atau organisasi siswa
sendiri, dan juga program ko-kurikuler seperti penyiapan karya ilmiah siswa dan
semisalnya. Semua kesempatan ini akan efektif menghantarkan para siswa
mampu berkompetensi sosial yang baik. Tentu saja, hal ini juga menuntut sang
guru memiliki kompetensi sosial yang lebih baik dari yang mereka latihkan pada
para siswanya. Oleh sebab itu, tagihan kompetesi sosial bagi para siswa,
merupakan tagihan bagi para guru untuk memiliki kompetesi sosial.
Sastraprateja (Elmubarok, 2008: 12) menyatakan bahwa pendidikan nilai adalah
penanaman dan pengembangan nilai-nilai pada diri seseorang. Pendidikan nilai
sebenarnya dirumuskan dari dua pengertian dasar yang terkandung dalam istilah
pendidikan dan istilah nilai. Ketika istilah-istilah itu disatukan maka
terbentuklah definisi pendidikan nilai. Karena istilah pendidikan dan nilai dapat
dimaknai berbeda, munculah pengertian pendidikan nilai yang berbeda-beda
pula.

Darmadi (2009: 139) mengatakan bahwa pendidikan nilai adalah membantu


orang yang belajar (siswa) dan warga masyarakat untuk mengenali nilai-nilai dan
menempatkan secara integral dalam keseluruhan hidup. Pendidikan nilai adalah
komponen yang menyentuh filosofi tujuan pendidikan yaitu memanusiakan
manusia, membangun manusia paripurna dan membentuk insan kamil atau
manusia seutuhnya. Menurut Zaim Elmubarok (2008: 23) pendidikan nilai
secara singkat diartikan sebagai suatu proses dimana seseorang menemukan
maknanya sebagai pribadi pada saat dimana nilai¬nilai tertentu memberikan arti
pada jalan hidupnya. Selanjutnya Rokhman (2013) menyatakan bahwa
pendidikan nilai atau pendidikan karakter adalah sesuatu yang tidak diajarkan
tetapi merupakan suatu penerapan kebiasaan, contohnya internalisasi nilai-nilai,
memilih pilihan yang baik, melakukannya sebagai kebiasaan, dan memberikan
teladan, Fathur Rokhman juga menambahkan bahwa pendidikan karakter
adalah suatu proses yang tidak pernah berakhir.
Mulyono (2004: 119) memaknai pendidikan nilai sebagai pengajaran atau
bimbingan kepada siswa agar menyadari nilai kebenaran, kebaikan, dan
keindahan, melalui proses pertimbangan nilai yang tepat dan pembiasaan
bertindak yang konsisten. Zuriah (2007: 38) mengartikan penanaman sikap dan
nilai hidup merupakan suatu proses, maka hal ini dapat dilakukan melalui
pendidikan formal yang direncanakan dan dirancang secara matang.

Lickona (Elmubarok, 2008: 110) menekankan pentingnya tiga komponen


karakter yang baik yaitu pengetahuan tentang moral, perasaan tentang moral
dan perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar siswa didik mampu memahami,
marasakan, dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan. Sedangkan
Elmubarok (2008: 111) menyatakan bahwa pendidikan karakter tidak akan
berhasil tanpa nilai moral yang menjadi basis pendidikan nilai. Dengan demikian
pendidikan nilai sebagai pendidikan karakter tidak dapat dipisahkan.

Elmubarok (2008: 75) berpendapat pendekatan penanaman nilai adalah


pendekatan yang paling tepat digunakan dalam pelaksanaan pendidikan nilai di
Indonesia, pendekatan ini dipandang paling sesuai sebab tujuan pendidikan nilai
adalah penanaman nilai-nilai tertentu dalam diri siswa. Pengajarannya bertitik
tolak dari nilai-nilai Pancasila dan nilai-nilai budaya luhur bangsa Indonesia yang
tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Indonesia. Untuk mengembangkan
nilai yang dapat memanusiakan manusia maka diperlukan pengakuan dan
penghargaan nilai-nilai kemanusiaan. Pengakuan terhadap nilai-nilai
kemanusiaan hanya akan timbul manakala ranah afeksi pada diri seseorang
dihidupkan. Dengan demikian dalam proses belajar mengajar tidak hanya
mengembangkan kecerdasan siswa saja, namun dalam proses pembelajaran
harus dapat mengembangkan perilaku anak dan memahamkan kepada siswa
tentang nilai-nilai karakter seperti keadilan, kejujuran, tanggung jawab,
kedisiplinan, peduli terhadap orang lain dan sebagainya. Penanaman konsep-
konsep nilai tidak bisa dipisahkan dari proses pendidikan. Meskipun kesadaran
siswa akan nilai kemanusiaan pertama-tama muncul bukan berawal dari teori
atau konsep, melainkan melalui pengalaman langsung yang diperoleh di sekolah.
Pengalaman itu meliputi sikap dan perilaku guru yang baik, penilaian adil yang
diterapkan, pergaulan yang menyenangkan serta lingkungan yang sehat dengan
penekanan sikap positif misal penghargaan terhadap perbedaan. Hal ini akan
membantu perkembangan emosi anak dengan baik. Cara penyampaian guru
dalam memberikan pendidikan nilai di sekolah harus diperhatikan karena
kepribadian guru sering menjadi idola siswanya. Pendidikan nilai kepada siswa
tidak cukup dengan cara yang bersifat verbal saja namun harus melalui
keteladanan (non verbal). Oleh karena itu pola komunikasi verbal dan non
verbal dalam pendidikan nilai juga perlu diperhatikan dengan baik. Menurut
Paulette J. Thomas (Roudhonah, 2007: 93), komunikasi verbal adalah
penyampaian dan penerimaan pesan.
Dengan menggunakan bahasa lisan dan tulisan, dan menurut Hudjana (2003:
26) komunikasi non verbal adalah penciptaan dan pertukaran pesan dengan
tidak menggunakan kata-kata seperti komunikasi yang menggunakan gerakan
tubuh, sikap tubuh, vokal yang bukan kata-kata, kontak mata, ekspresi muka,
kedekatan jarak dan sentuhan. Disamping itu pendidikan nilai di sekolah juga
perlu menggunakan metode pembelajaran yang menyentuh emosi, dan
keterlibatan siswa seperti metode cerita, permainan, simulasi, dan imajinasi.
Dengan metode tersebut para siswa akan mudah menerima konsep nilai yang
terkandung di dalamnya. Pendidikan nilai adalah suatu proses penanaman
karakter (nilai kepedulian sosial) yang dilakukan oleh guru kepada siswa sekolah
dasar kelas tinggi yang dilakukan melalui pendidikan formal (sekolah) baik itu
dengan persiapan yang baik atau dengan menggunakan strategi/metode/media
tertentu. Karena nilai memiliki makna yang sama dengan karakter maka
pendidkan nilai juga dapat diartikan pendidikan karakter yaitu kegiatan yang
membimbing siswa supaya menyadari pentingnya nilai, kemudian diharapkan
terwujud dalam perilaku sehari-hari.

Paul Suparno (Zubaedi, 2011:243-245) mengungkapkan ada empat cara


penyampaian yang disebut dengan penyampaian pendidikan karakter di sekolah,
yaitu: (1) sebagai mata pelajaran tersendiri: model pendekatan ini dianggap
sebagai mata pelajaran tersendiri yang memiliki kedudukan yang sama dan
diperlakukan sama seperti pelajaran atau bidang studi lain. (2) terintegrasi dalam
semua bidang studi: Pendekatan ini dalampenyampaiannya secara terintegrasi
dalam setiap mata pelajaran, dipilih materi pendidikan karakter yang sesuai
dengan tema atau pokok bahasan bidang studi. (3) di luar pengajaran: penguatan
nilai dengan model ini lebih mengutamakan pengolahan dan penanaman nilai
melalui suatu kegiatan yang memiliki nilai-nilai karakter. Model ini tidak
terstruktur dalam kerangka pendidikan dan pengajaran di sekolah. (4) model
gabungan: menggunakan gabungan antara model terintegrasi dan model di luar
pelajaran. Penanaman nilai pengajaran formal terintegrasi bersamaan dengan
kegiatan di luar pelajaran.
Pendidikan nilai merupakan pengintegrasian nilai dalam kehidupan siswa di
sekolah dalam suatu proses. Dalam pendidikan nilai di sekolah semua
komponen (stakeholders) harus dilibatkan. Selain itu pendidikan nilai harus
memperhatikan prisip-prinsip tertentu, yang perlu diperhatikan adalah
karateristik siswa. Masnur Muslich (2011: 175) berpendapat bahwa penanaman
nilai dapat diintegrasikan pada setiap mata pelajaran supaya nilai benar-benar
terinternalisasi pada siswa. Guru menjadi faktor utama dalam pengintegrasian
nilai-nilai di sekolah. Berbagai strategi yang dapat digunakan guru untuk
menanamkan nilai kepedulian sosial kepada siswa antara lain:
1. Keteladanan
Kegiatan pemberian contoh ini dapat dilakukan oleh semua warga
sekolah terutama guru. Selain itu juga dapat dilakukan oleh pengawas
sekolah, kepala sekolah, staf administrasi tukang kebun sekolah dan
semua orang di sekolah yang dapat dijadikan model bagi siswa.
2. Kegiatan spontan
Kegiatan spontan adalah kegiatan yang dilaksanakan secara
spontan/segera ketika terjadi pelanggaran. Kegiatan ini biasa dilakukan
pada saat guru mengetahui tingkah laku siswa yang kurang baik,
misalnya berkata tidak sopan, berteriak meminta sesuatu, mencoret
dinding dan sebagainya. Dengan melihat peristiwa itu guru perlu
menanamkan nilai dengan segera supaya siswa tidak berkelanjutan
melakukan hal yang kurang baik.

3. Teguran
Guru perlu, bahkan wajib memberikan teguran kepada siswa yang
melakukan perilaku buruk dan mengingatkan agar mengamalkan atau
melakukan perbuatan yang baik. Sehingga diperlukan sikap yang tegas
dari guru agar bisa mengubah tingkah laku siswa yang kurang baik.
4. Pengkondisian lingkungan
Suasana sekolah dikondisikan sedemikian rupa dengan penyediaan
sarana fisik. Contohnya: penyediaan tempat sampah, jam dinding,
slogan- slogan mengenai budi pekerti yang terlihat dan mudah dibaca
siswa, aturan/tata tertib sekolah ditempelkan pada tempat yang strategis
sehingga setiap siswa mudah membacanya.
5. Kegiatan rutin
Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan siswa secara terus-
menerus dan konsisten setiap saat. Contoh kegiatan ini : berbaris setiap
akan masuk kelas, berdoa sebelum dan sesudah kegiatan, mengucapkan
salam bila bertemu dengan orang lain, membersihkan
kelas/mengerjakan piket, belajar dan sebagainya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan


pendidikan nilai adalah untuk membantu siswa agar mengenali nilai-nilai serta
mampu menempatkan nilai-nilai dalam kehidupanya. Pada penelitian ini peneliti
ingin mengetahui lebih mendalam bagaimana cara guru dan sekolah membantu
siswa agar mengenal nilai kepedulian sosial dan menerapkanya dalam kehidupan
di sekolah dan di masyarakat.

Lingkungan Sekolah
Sekolah tidak hanya sebagai tempat untuk belajar meningkatkan kemampuan
intelektual, akan tetapi juga membantu anak untuk dapat mengembangkan
emosi, berbudaya, bermoral, bermasyarakat, dan kemampuan fisiknya (Tim
Dosen Jurusan Filasafat dan Sosiologi Pendidikan, 2000: IV-9). Young Pai
dalam Rohman (2009: 201) berpendapat bahwa sekolah memiliki dua fungsi
utama yaitu, sebagai instrumen untuk mentramsmisikan nilai-nilai sosial
masyarakat (to transmit sociental values) dan sebagai agen untuk transformasi sosial
(to be the agent of social transform). Sedangkan Ahmadi & Uhbiyati (2001: 265)
menjelaskan bahwa, fungsi sekolah sebagai lembaga sosial adalah membentuk
manusia sosial yang dapat bergaul dengan sesama manusia secara serasi
walaupun terdapat unsur perbedaan tingkat soaial ekonominya, perbedaan
agama, ras, peradaban, bahasa dan lain sebagainya. Menurut pernyataan diatas
dapat dikatakan bahwa, sekolah bukan hanya tempat untuk belajar
meningkatkan kemampuan intelektual, akan tetapi juga mengembangkan dan
memperluas pengalaman sosial anak agar dapat bergaul dengan orang lain di
dalam masyarakat. Selain sebagi tempat mengembangkan dan memperluas
pengalaman sosial anak, sekolah dapat juga membantu memecahkan masalah-
masalah sosial. Seperti pendapat Gunawan (2000: 68) yang menyatakan bahwa,
dengan pendidikan diharapkan berbagai masalah sosial yang dihadapi siswa
dapat diatasi dengan pemikiran¬pemikiran tingkat intelektual yang tinggi
melalui analisis akademis. Ihsan (2003: 83) juga berpendapat bahwa, di sekolah
tugas pendidik adalah memperbaiki sikap siswa yang cenderung kurang dalam
pergaulannya dan mengarahkannya pada pergaulan sosial.

Di sekolah, anak dapat berinteraksi dengan guru beserta bahan-bahan


pendidikan dan pengajaran, teman-teman peserta didik lainnya, serta pegawai-
pegawai tata usaha. Selain itu, siswa memperoleh pendidikan formal di sekolah
berupa pembentukan nilai-nilai, pengetahuan, ketrampilan dan sikap terhadap
bidang studi/mata pelajaran (Gunawan, 2000: 57).

Berinteraksi dan bergaul dengan orang lain dapat ditunjukkan dengan berbagai
cara, salah satunya adalah dengan menunjukkan sikap peduli terhadap sesama.
Di dalam lingkup persekolahan, sikap kepedulian siswa dapat ditunjukkan
melalui peduli terhadap siswa lain, guru, dan lingkungan yang berada di sekitar
sekolah. Rasa peduli sosial di lingkungan sekolah dapat ditunjukkan dengan
perilaku saling membantu, saling menyapa, dan saling menghormati antar warga
sekolah. Perilaku ini tidak sebatas pada siswa dengan siswa, atau guru dengan
guru, melainkan harus ditunjukkan oleh semua warga sekolah yang termasuk di
dalamnya.

Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Turunnya Kepedulian Sosial Menurut Alma,


dkk (2010, 209), faktor yang menyebabkan turunnya kepedulian sosial adalah
karena kemajuan teknologi. Teknologi tersebut diantaranya:

Internet
Dunia maya yang sangat transparan dalam mencari suatu informasi malah
menjadi sarana yang menyebabkan lunturnya kepedulian sosial. Manusia
menjadi lupa waktu karena terlalu asyik menjelajah dunia maya. Tanpa disadari
mereka lupa dan tidak menghiraukan lingkungan masyarakat sekitar, sehingga
rasa peduli terhadap lingkungan sekitar kalah oleh sikap individualisme yang
terbentuk dari kegiatan tersebut.

Sarana hiburan
Seiring dengan kemajuan teknologi maka dunia hiburan akan turut berkembang.
Karakter anak-anak yang suka bermain akan menjadikan anak sebagai korban
dalam perkembangan sarana hiburan. Anak yang terlalu lama bermain game
akan mempengaruhi kepedulannya terhadap sesama. Mereka tidak berhubungan
langsung dengan sesamanya. Hal tersebut mengharuskan orang tua untuk
meningkatkan pengawasan terhadap anak-anaknya.

Tayangan TV
Televisi merupakan salah satu sarana untuk mencari hiburan dan memperoleh
informasi yang up to date, namun sekaran ini banyak tayangan di TV yang tidak
mendidik anak-anak. Diantaranya adalah acara gosip dan sinetron. Secara tidak
langsung penonton diajari berbohong, memfitnah orang lain, menghardik orang
tua, dan tayangannya jauh dari realita kehidupan masyarakat Indonesia pada
umumnya.

Masuknya Budaya Barat


Pengaruh budaya barat yang bersifat immaterial dan cenderung berseberangan
dengan budaya timur akan mengakibatkan norma-norma dan tata nilai
kepedulian yang semakin berkurang. Masyarakat yang kehilangan rasa
kepedulian akan menjadi tidak peka terhadap lingkungan sosialnya, dan akhirnya
dapat menghasilkan sistem sosial yang apatis.

Pendapat lain dikemukakan Hera Lestari Malik, dkk (2008: 4.17) yang
menyatakan bahwa, tingkat sosialisasi individu yang rendah disebabkan oleh
kegagalan pada salah satu proses sosialisasi. Proses sosialisasi tersebut adalah
berikut ini:

Belajar untuk bertingkah laku sesuai dengan cara/ norma yang berlaku. Setiap
kelompok sosial memiliki dasar mengenai tingkah laku yang perlu dimiliki
anggotanya. Untuk bersosialisasi, anak tidak hanya mengerti apakah tingkah laku
ini diterima, tetapi juga memberi contoh tingkah laku mereka selama masih
dapat diterima kelompok.

Bermain Sesuai Dengan Peran Sosial Yang Diharapkan


Setiap kelompok sosial memiliki pola sendiri yang dapat diterima oleh
kelompoknya. Anak pun belajar mempunyai peran dan memahami peran-peran
yang ada di lingkungan sekitarnya, diharapkan ada peran sosial yang baik untuk
orang tua dan anak maupun guru dan siswa.

Mengembangkan Sikap-Sikap Sosial


Untuk bersosialisasi, anak harus berlatih menyukai orang lain dan aktivitas
sosial. Setelah anak belajar menyukai orang lain dan aktivitas sosial, anak akan
memiliki penyesuaian diri yang baik dan diterima sebagai anggota kelompok
sosialnya. Berdasarkan pendapat-pendapat yang tertera diatas dapat disimpulkan
bahwa tingkat kepedulian seseorang dapat berkurang disebabkan oleh pegaruh
dari luar yang dapat berupa internet, sarana hiburan, tayangan TV, dan
masuknya pengaruh dari budaya barat. Selain itu dapat terpengaruh karena
adanya kegagalan dalam proses sosialisasi.

Upaya Meningkatkan Kepedulian Sosial


Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepedulian sosial menurut
Buchari Alma, dkk (2010, 210-211) adalah : (naon ieu?)

Pembelajaran di rumah
Peranan keluarga terutama orang tua dalam mendidik sangat berpengaruh
terhadap tingkah laku anak. Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang
pertama dan utama.Dikatakan sebagai pendidikan yang pertama karena pertama
kali anak mendapatkan pengaruh pendidikan dari dan di dalam keluarganya.
Sedangkan dikatakan sebagai pendidikan yang utama karena sekalipun anak
mendapatkan pendidikan dari sekolah dan masyarakatnya, namun tanggung
jawab kodrati pendidikan terletak pada orang tuanya (Dinn Wahyudin dkk,
2008: 3.7). Merujuk pada pendapat diatas, dapat dikatakan bahwa keluarga
merupakan lingkungan pertama yang mengajarkan berbagai hal kepada seorang
anak dan memiliki tangung jawab yang utama untuk mendidik anak tersebut.
Anak-anak biasanya akan meniru setiap tingkah laku orang tuanya. Seperti apa
yang dijelaskan oleh Mulyani Sumantri & Syaodih (2008: 2.39), anak semenjak
usia balita suka meniru apa saja yang dia lihat, dari tindak tanduk orang tua, cara
bergaul orang tua, cara berbicara atau berinteraksi di lingkungan sekitar, cara
orang tua menghadapi teman, tamu dan sebagainya. Oleh karena itu, orang tua
harus menjadi contoh tauladan bagi anak-anaknya.

Pembelajaran di lingkungan
Belajar berorganisasi menjadi sangat penting peranannya dalam memaksimalkan
perkembangan sosial manusia. Banyak sekali organisasi-organisasi di masyarakat
yang dapat diikuti dalam rangka mengasah kepedulian sosial. Salah satunya
adalah karang taruna yang anggotanya terdiri dari para pemuda pada umumnya.
Berbagai macam karakter manusia yang terdapat dalam organisasi-organisasi
tersebut dapat melatih kita untuk saling memahami satu sama lain.

Pembelajaran di sekolah
Sekolah sebagai penyelenggara pendidikan memiliki potensi untuk memberikan
pendidikan nilai kepedulian sosial melalui guru dan seluruh penyangga
kepentingan sekolah. Penanaman nilai dapat diintegrasikan pada setiap mata
pelajaran supaya nilai benar-benar terinternalisasi pada siswa. Guru menjadi
faktor utama dalam pengintegrasian nilai-nilai di sekolah. Selain itu sekolah juga
memiliki berbagai macam kegiatan baik yang berhubungan dengan di dalam
maupun di luar sekolah dengan melibatkan warga sekitar yang dapat
menumbuhkan sikap kepedulian sosial, misalnya kegiatan pesantren kilat, infak,
kerja bakti dengan warga sekitar sekolah dan lain-lain yang merupakan wadah
bagi siswa ntuk meningkatkan rasa kepedulian, baik sesama warga sekolah
maupun masyarakat luas. Kegiatan dengan melibatkan pihak luar sekolah ini
sesuai dengan yang dikatakan Maman Rachman (1997: 176-183) bahwa sekolah
perlu mengadakan hubungan baik dan kerjasama dengan komunitas lingkungan
sekitar. Masyarakat diharapkan dapat membantu dan bekerjasama dengan
sekolah agar program sekolah dapat berjalan dengan lancar dan oleh sebab itu
hubungan yang saling menguntungkan antara sekolah dan masyarakat perlu
dibina secara harmonis.

Karakteristik Siswa Sekolah Dasar


Perilaku anak sekolah dasar dipengaruhhi oleh pola asuh orangtua dan teman
sebaya. Teman sebaya sangat berpengaruh pada perkembangan siswa baik yang
positif maupun negatif (Rita Eka Izzaty, dkk.2008: 114). Pengaruh positif
terlihat pada perkembangan konsep diri dan pembentukan harga diri. Teman
sebaya juga berpengaruh negatif seperti, merokok, mencuri, membolos,
berbohong dan sebagainya. Lebih lanjut Eka Izzaty berpendapat bahwa anak
usia sekolah dasar memiliki minat terhadap kegiatan kelompok teman sebaya.
Mereka memiliki teman sebaya untuk melakukan kegiatan bersama seperti,
kegiatan belajar bersama, melihat pertunjukan, bermain, masak-memasak. Anak
usia sekolah sering melakukan kegiatan yang biasanya dilakukan oleh orang
dewasa. Anak sekolah dasar berusia sekitar 6 sampai 12-13 tahun. Pada masa
sekolah dasar sering disebut sebagai masa intelektual atau masa keserasian
bersekolah. Menurut Usman Samatowa (2006: 7), anak yang memasuki
keserasian bersekolah dibagi ke dalam dua fase yaitu:
1. Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar, sekitar 6 tahun sampai sekitar
usia 8 tahun. Dalam tingkatan kelas di sekolah dasar, usia tersebut
termasuk dalam kelas 1 sampai kelas 3. Sehingga kelas 1 sampai dengan
kelas tiga sering disebut sebagai kelas rendah.
2. Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar yaitu, sekitar usia 9 sampai usia 12
tahun. Anak yang memasuki usia tersebut termasuk dalam kelas 4
sampai dengan kelas 6. Oleh karena itu kelas 4 sampai enam sering
disebut kelas tinggi.

Seorang siswa yang berada dikelas rendah maupun kelas tinggi memiliki ciri-ciri
yang berbeda. Adapun karakteristik siswa kelas tinggi di sekolah dasar
mempunyai karakteristik tersendiri yaitu:
Adanya minat yang praktis sehari-hari yang konkret, hal ini menimbulkan
adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang
praktis. Sangat realistik, memiliki keingin tahuan yang tinggi dan ingin belajar.
Menjelang masa ini anak berminat pada hal-hal yang bersifat khusus. Pada usia
11 tahun anak membutuhkan guru atau orang tua untuk menyelesaikan tugasnya
dan setelah berusia 11 tahun anak sudah mulai menyelesaikan tugas-tugasnya
dengan bebas dan berusaha sendiri. Pada masa ini anak menganggap nilai raport
sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi sekolah. Anak mulai gemar
membentuk kelompok sebaya, biasanya dapat bermain bersama-sama. Di dalam
permainan biasanya anak tidak lagi terikat aturan yang tradisional, namun
mampu menciptakan peraturan sendiri.

Peran manusia idola sangat penting, pada umunya orng tua, kakak, dianggap
sebagai manusia idola yang sempurna. Anak juga menganggap guru sebagai
manusia yang serba tahu. Berdasarkan beberapa karakteristik yang dijelaskan,
disimpulkan bahwa anak kelas tinggi di sekolah dasar adalah anak-anak yang
temasuk dalam kelas 4, 5, dan 6. Siswa suka membentuk kelompok sebaya
untuk bermain bersama. Oleh sebab itu, teman sebaya dimungkinkan
berpengaruh pada perilaku dan sikap siswa. Pendidikan nilai yang baik adalah
berpusat pada siswa,sehingga penanaman nilai harus dilaksanakan dengan
memperhatikan karakteristik siswa. Karakteristik siswa sekolah dasar adalah
senang memanipulasi, ingin serba konkrit, dan terpadu (Zaim Elmubarok, 2009:
57-58). Berdasarkan karakteristik tersebut penanaman nilai dalam pembelajaran
hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip:
1. Melibatkan siswa secara aktif dalam belajar
2. Berdasarkan pada perbedaan individu
3. Mengkaitkan teori dengan praktik
4. Mengembangkan kerja sama dalam belajar
5. Meningkatkan keberanian siswa dalam mengambil resiko dan belajar
dari kesalahan
6. Melakukan pembelajaran sambil bermain
7. Menyesuaikan pelajaran dengan taraf perkembangan kognitif yang masih
pada taraf operasi kongkrit.

Karakteristik siswa sekolah dasar adalah suka melakukan kegiatan manipulatif,


ingin serba kongkrit, dan terpadu. Siswa sekolah dasar juga sering melakukan
imitasi perilaku orang lain termasuk guru, karyawan, dan teman sebaya. Di kelas
tinggi siswa sudah semakin relistis dan lebih logis dan memiliki rasa penasaran
yang tinggi terhadap segala sesuatu. Selain itu siswa kelas tinggi suka
membentuk kelompok bersama dan ingin diterima dalam kelompoknya.
Sehingga perilaku siswa yang satu dengan yang lain kemungkinan saling
mempengaruhi. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana guru
memberikan pendidikan nilai kepedulian sosial kepada siswa mengingat siswa
memiliki keterikatan yang kuat dengan teman sebaya dan mengimitasi perilaku
orang lain termasuk guru dan karyawan di lingkungan sekolah.

Kepribadian Seorang Guru

Sebagai seorang guru sangat penting memiliki sikap yang dapat mempribadi
sehingga dapat dibedakan ia dengan guru yang lain. Memang, kepribadian
menurut Zakiah Darajat disebut sebagai sesuatu yang abstrak, sukar dilihat
secara nyata, hanya dapat diketahui lewat penampilan, tindakan, dan atau
ucapan ketika menghadapi suatu persoalan, atau melalui atasannya saja. Ruang
lingkup kompetensi guru tidak lepas dari falsafat hidup, nilai-nilai yang
berkembang, di tempat seorang guru berada,tetapi beberapa hal yang bersifat
universal yang mesti dimiliki oleh guru dalam menjalankan fungsinya sebagai
makhluk individu atau pribadi yang menunjang terhadap keberhasilan tugas
pendidikan yang diembannya.Kemampuan pribadi guru menurut Sanusi
mencakup hal-hal berikut:
1. Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai
guru, terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya.
2. Pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya
dianut oleh guru.

Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi
para siswanya. Kepribadian mencakup semua unsur, baik fisik maupun psikis.
Sehingga dapat diketahui bahwa setiap tindakan dan tingkah laku seseorang
merupakan cerminan dari kepribadian seseorang, selama hal tersebut dilakukan
dengan penuh kesadaran. Setiap perkataan, tindakan, dan tingkah laku positif
akan meningkatkan citra diri dan kepribadian seseorang. Begitu naik kepribadian
seseorang maka akan naik pula wibawa orang tersebut. Kepribadian yang perlu
dimiliki guru antara lain sebagai berikut:
1. Guru sebagai manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Esa berkewajiban
untuk meningkatkan iman dan ketakwaanya kepada Tuhan, sejalan
dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya. Dalam hal ini guru
mesti beragama dan taat dalam menjalankan ibadahnya. Contoh:
seorang guru laki-laki yang beragama islam pada hari jumat
melaksanakan ibadah sholat jumat di tempat ia tinggal atau di sekolah
bersama warga sekolah dan sebaliknya agar dihindari perilaku untuk
menyuruh orang lain beribadah sementara dia malah bermain catur
dengan orang yang tidak pernah beribadah.
2. Guru memiliki kelebihan dibandingkan yang lain. Oleh karena itu perlu
dikembangkan rasa percaya pada diri sendiri dan tanggung jawab bahwa
ia memiliki potensi yangg besar dalam bidang keguruan dan mampu
untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapinnya. Contoh:
seorang guru yang telah mengikuti penataran tentang metode CBSA
berani untuk menerapkannya dalam kegiatan belajar mengajar di kelas
dan mengevaluasi serta menyosialisasikan hasilnya kepada rekan guru-
guru yang lain dan mengajak untuk mengembangkan metode yang telah
dicoba. Sebaliknya agar dihindari perilaku yang ragu-ragu untuk
mencoba apa yang telah dimiliki dan takut merasa gagal dengan apa yang
akan dicobanya.
3. Guru senantiasa berhadapan dengan komunitas yang berbeda dan
beragam keunikan dari peserta didik dan masyarakatnya maka guru perlu
untuk mengembangkan sikap tenggang rasa dan toleransi dalam
menyikapi perbedaan yang ditemuinya dalam berinteraksi dengan
peserta didik maupun masyarakat.
Contoh: Dalam situasi belajar mengajar di kelas guru mengembangkan
metode diskusi dalam mata pelajaran tertentu dan memberikan
kesempatan kepada murid untuk menyampaikan pendapat bahkan mau
menerima pendapat yang berbeda dari murid dengan alasan yang
rasional dan sebaliknya agar dihindari perilaku yang ingin menang
sendiri dan menganggap dirinya paling benar serta tidak mau menerima
masukan dari siapa pun termasuk murid.
4. Guru diharapkan dapat menjadi fasilitator dalam menumbuh
kembangkan budaya berpikir kritis di masyarakat, saling menerima
dalam perbedaan pendapat dan menyikapinya untuk mencapai tujuan
bersama maka dituntut seorang guru untuk bersikap demokratis dalam
menyampaikan dan menerima gagasan-gagasan mengenai permasalahan
yang ada disekitarnya sehingga guru menjadi terbuka dan tidak menutup
diri dari hal-hal yang berbeda di luar dirinya.
Contoh : Seorang guru berperan sebagai moderator dalam acara diskusi
mengenai pola pendidikan di masyarakat yang melibatkan unsur
pemerintah dan masyarakat dan berani mengambil suatu kesimpulan
yang dapat diterima oleh semua pihak yang ikut dalam kegiatan tersebut
dan menghindari perilaku yang menonjolkan kemampuannya saja tanpa
mau menerima masukan dari orang lain dan tidak siap untuk
mendapatkan kritikan, bahkan tertutup dari siapapun. Menjadi guru
yang baik tidak semudah membalikkan telapak tangan, hal ini menuntut
kesabaran dalam mencapainya. Guru diharapkan dapat sabar dalam arti
tekun dan ulet melaksanakan proses pendidikan karena hasil pendidikan
tidak langsung dapat dirasakan saat itu tetapi membutuhkan proses yang
panjang.
5. Guru mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan pembaharuan,
baik dalam bidang profesinya maupun dalam spesialisasinya.
Contoh: Dalam menyikapi kemajuan ilmu teknologi informasi, seorang
guru yang merasa kurang dalam memperoleh tambahan pengetahuan
mau menyisihkan hasil pendapatan mengajarnyaa untuk mengikuti
kursus komputer dan bahasa asing serta bergabung dengan lembaga-
lembaga yang mengembangkan pengkajian tentang ilmu dan teknologi
di tempat dia tinggal dan menghindari perilaku yang merasa malu-malu
untuk bertanya dan menambah ilmu pengetahuan bahkan merasa telah
cukup dengan apa yang telah dimilikinya.
6. Guru mampu mengahayati tujuan-tujuan pendidikan baik secara
nasional, kelembagaan, kurikuler sapai tujuan mata pelajaran yang
dimilikinya. Sebagai contoh guru matematika di SMU harus mengetahui
tujuan pendidikan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
(UUSPN).
Hubungan manusiawi yaitu kemampuan guru untuk dapat berhubungan
dengan orang lain atas dasar saling menghormati antara satu dengan
yang lain.
Sebagai contoh seorang guru menjalin kemitraan dengan rekan guru lain
tanpa memandang perbedaan suku, agama, asal perguruan tinggi, bidang
studi yang dibinanya bahkan mencoba untuk membentuk suatu sinergi
yang dapat memacu kemajuan pendidikan di sekolah dan menghindari
perilaku yang hanya mau bermitra dengan rekan yang satu daerah atau
satu almamater.
8. Pemahaman diri, yaitu kemampuan untuk memahami berbagai aspek
dirinya baik positif maupun negatif. Kepribadian yang efektif akan
terwujud apabila seseorang telah mampu memahami identitas dirinya,
siapakah dirinya, mengapa ia memilih guru sebagai jabatannya dan
kelebihan serta kekurangan apa saja yang terdapat pada dirinya.
Sebagai contoh seorang guru merasa kurang mampu untuk dapat
bekerja dan belajar sendiri dengan baik tetapi ia menyadari bahwa jika
berdiskusi dengan orang lain dirinya akan terpacu untuk belajar.
Maka, dia berusaha untuk membentuk kelompok belajar dengan sesama
rekan guru atau ikut bergabung dengan kelompok kerja guru bidang
studi yang sesuai dengan bidang studi yang dibinanya.
9. Guru mampu melakukan perubahan - perubahan dalam
mengembangkan profesinya sebagai inovator dan kreator.
Sebagai contoh seorang guru dalam menyampaikan materi pelajaran di
kelas tidak terpaku pada satu metode saja tetapi berani menggunakan
berbagai metode pembelajaran dan berinisiatif untuk membuat model
pembelajaran.

Dalam hal pengembangan kompetensi pribadi, menurut BP3K guru harus


memiliki :
1. Pengetahuan tentang tatakrama sosial dan agamawi,
2. Pengetahuan tentang kebudayaan dan tradisi,
3. Hakikat demokrasi dan makna demokrasi Pancasila,
4. Apresiasi dan ekspresi estetika,
5. Kesadaran kewarganegaraan dan kesadaran sosial yang dalam,
6. Sikap yang tepat tentang ilmu pengetahuan kerja, dan
7. Menjunjung tinggi martabat manusia.

Menurut H.M Surya Kompetensi pribadi mencakup kemampuan-kemampuan


dalam:
1) Memahami diri, yaitu bagaimana mengenal berbagai aspek diri sendiri,
seperti kekuatan dan kelemahan diri, minat, bakat, motif, kebutuhan,
perasaan nilai, dan tujuan diri,
2) Pengelolaan diri, yaitu bagaimana memanfaatkan aspek diri secara tepat
dalam memecahkan masalah,
3) Pengendalian diri, yaitu bagaimana mengatur dan membuat keputusan
secara tepat,
4) Penghargaan diri, yaitu bagaimana memperoleh dan mempertahankan
harga diri.

Dari beberapa rincian di atas, dapat disimpulkan bahwa kompetensi kepribadian


guru mencakup perilaku manusia secara individu yang diabatasi oleh norma-
norma yang berlaku bersumber kepada filsafah hidupnya, serta nilai-nilai yang
berkembang di tempat guru berada.

Pentingnya Kepribadian Guru

Kepribadiaan adalah keseluruhan dari individu yang terdiri dari unsur psikis dan
fisik. Dalam makna demikian, seluruh sikap dan perbuatan seseorang
merupakan suatu gambaran dari kepribadian orang itu, asal dilakukan secara
sadar.

Apabila seseorang melakukan perbuatan yang baik maka sering dikatakan bahwa
seseorang itu mempunyai kepribadian yang baik atau berakhlak mulia.
Sebaliknya, bila seseorang melakukan suatu sikap dan perbuatan yang tidak baik
menurut pandangan mayarakat, maka dikatakan bahwa orang itu tidak
mempunyai kepribadiaan yang baik atau mempunyai akhlak yang tidak mulia.
Oleh karena itu, masalah kepribadian adalah suatu hal yang sangat menentukan
tinggi rendahnya kewibawaan seorang guru dalam pandangan anak didik atau
masyarakat. Dengan kata lain baik tidaknya citra seseorang ditentukan oleh
kepribadian. Mengenai pentingnya kepribadian guru Muhibbin Syah telah
mengutip bahwa seorang psikilog terkemuka, Profesor Doktor Zakiah Daradjat
menegaskan: kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi
pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi
perusak atau penghancur bagi hari depan anak didik terutama bagi anak didik
yang masih kecil (tingkat sekolah dasar) dan mereka yang sedang mengalami
kegoncangan jiwa (tingkat menengah). Kepribadian guru dapat dilihat dari
tindakannya, ucapannya, caranya bergaul, berpakaian dan dalam menghadapi
setiap persoalan atau masalah, baik yang ringan maupun yang berat. Menurut
Zakiah Daradjat Mungkin dalam hal ini, lebih baik kita memandang kepribadian
tersebut dari segi terpadu (integrated) atau tidaknya. Seseorang yang memiliki
kepribadian terpadu, dapat menghadapi segala persoalan dengan wajar dan
sehat, karena segala unsur dalam pribadi bekerja seimbang dan serasi. Pikiran
mampu bekerja dengan tenang, setiap masalah dapat dipahami secara obyektif,
sebagaimana adanya. Maka sebagai guru ia dapat memahami kelakuan anak
didik sesuai dengan perkembangan jiwa yang sedang dilalui. Pertanyaan anak
didik dapat dipahami secara obyektif, artinya tidak ada dikaitkannya dengan
persangkaan atau emosi yang tidak menyenangkan. Tidak jarang guru yang
merasa rendah diri, menanggapi pertanyaan anak didik sebagai kritikan atau
ancaman terhadap harga dirinya, maka jawabannya bercampur emosi, misalnya
dengan marah atau ancaman. Perasaan dan emosi guru yang mempunyai
kepribadian terpadu tampak stabil, optimis dan menyenangkan.Dia dapat
memikat hati anak didiknya, karena setiap anak merasa diterima dan disayangi
oleh guru, bagaimanapun sikap dan tingkah lakunya.

Fungsi Kepribadian Guru

Setiap subjek mempunyai pribadi yang unik, masing-masing mempunyai ciri dan
sifat bawaan secara luar belakang kehidupan. Banyak masalah psikologis yang
dihadapi peserta didik, banyak pula minat, kemampuan, motivasi dan
kebutuhannya. Semuanya memerlukan bimbingan guru yang berkepribadian
dapat bertindak sebagi pembimbing, penyuluh dan dapat menolong peserta
didik agar mampu menolong dirinya sendiri. Di sinilah letak kompetensi
kepribadian guru sebagai pembimbing dan suri tauladan. Guru adalah sebagai
panutan yang harus digugu dan ditiru dan sebagai contoh pula bagi kehidupan
dan pribadi peserta didiknya. Dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara dalam
sistem Amongnya yaitu guru harus: Ing ngarso sungtuladha, Ing Madya Mangun
karso, Tut Wuri Handayani. Artinya adalah bahwa guru harus menjadi contoh
dan teladan, membangkitkan motif belajar siswa serta mendorong/memberikan
motivasi dari belakang. Dalam arti, kita sebagai guru dituntut melalui sikap dan
perbuatan menjadikan dirinya pola panutan dan ikutan orang-orang yang
dipimpinnya. Dalan hal ini, siswa-siswa di sekolah, juga sebagai seorang guru
dituntut harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi
pada orang-orang yang dibimbingnya serta harus mampu mendorong orang-
orang yang diasuhnya agar berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung
jawab.

Guru bukan hanya pengajar, pelatih dan pembimbing, tetapi juga sebagai
cermin tempat subjek didik dapat berkaca. Dalam relasi interpersonal antar guru
dan subjek didik tercipta situasi didik yang memungkinkan subjek didik dapat
belajar menerapkan nilai-nilai yang menjadi contoh dan memberi contoh. Guru
mampu menjadi orang yang mengerti diri siswa dengan segala problematikanya,
guru juga harus mempunyai wibawa sehingga siswa segan terhadapnya.
Berdasarkan uraian di atas, fungsi kompetensi kepribadian guru adalah
memberikan bimbingan dan suri tauladan, secara bersama-sama
mengembangkan kreativitas dan membangkitkan motif belajar serta dorongan
untuk maju kepada anak didik.

Faktor Yang Mempengaruhi Kepribadian Guru

Kepribadian individu sangat beragam, hal ini terjadi karena pengaruh sosialisasi.
Namun, ada beberapa faktor-faktor lain yang mempengaruhi kepribadian yaitu :

1. Keadaan Fisik
Setiap manusia mempunyai keadaan fisik yang berbeda dari orang lain.
Perbedaan fisik anak menimbulkan perbedaan perlakuan dari orang sekitarnya.
Anak yang fisiknya lemah cenderung dilindungi secara berlebihan sehingga
tumbuh menjadi pribadi yang tidak berani mencoba hal-hal baru. Bandingkan
jika anak secara fisik kuat dan jarang sakit, bagaimana perlakuan yang
diterimanya dari orang lain?. Hal tersebut mempengaruhi anak dalam
membentuk konsep diri dan akhirnya mempengaruhi model kepribadiannya.
Keadaan fisik seseorang diwarisi dari ayah dan ibunya. Ketika berada dalam
kandungan, perkembangan individu sangat dipengaruhi oleh asupan nutrisi dari
ibu dan keadaan kejiwaan ibu. Jika asupan nutrisi dan keadaan kejiwaan ibu
baik, anak akan tumbuh baik begitupun sebaliknya. Beberapa penyakit juga
diturunkan dari orangtua, seperti diabetes, darah tinggi dan kelainan darah.
Menurut penelitian, kemampuan IQ anak pun dipengaruhi oleh IQ orangtua
kandungnya.

2. Lingkungan fisik (geografis)


Lingkungan fisik seperti perbedaan kesuburan tanah dan kekayaan alam akan
mempengaruhi kepribadian penduduknya. Menurut penelitian mengenai mereka
yang tinggal didaerah tandus, panas dan miskin cenderung lebih keras
menghadapi hidup dan tega menghadapi orang lain. Sedangkan lingkungan fisik
yang subur menghasilkan kepribadian yang ramah, lebih santai dan terbuka pada
orang lain.

3. Kebudayaan
Setiap kebudayaan menyediakan seperangkat norma sosial budaya yang berbeda
dari masyarakat lain. Norma sosial budaya ini mempengaruhi pembentukan
kepribadian seseorang. Perbedaan nilai dan norma kebudayaan signifikan
terhadap perbedaan kepribadian.
Misalnya orang yang berasal dari suku di luar Jawa akan melihat orang Jawa
sebagai individu yang halus baik tuturkata maupun gerakannya. Perempuan
Jawa pantang berbicara dan tertawa keras. Sedangkan oorang dari sukubangsa
Batak seolah-olah selalu berbicara dengan suara lantang.

4. Pengalaman Kelompok
Melalui pergaulan kelompok seseorang akan menilai dirinya sesuai dengan nilai
kelompoknya. Pembentukan kepribadian dipengaruhi nilai kelompok
masyarakatnya. Contohnya individu mendapatkan pengalaman dari teman-
teman sebaya atau teman sepermainan.

5. Pengalaman Unik
Perbedaan kepribadian terjadi karena pengalaman yang dialami seseorang itu
unik dan tidak ada yang menyamai. Misalnya seorang anak di waktu kecil belajar
naik sepeda dan jatuh. Sejak itu ibu selalu melarang anaknya yang ingin
mencoba naik sepeda. Larangan tersebut mempengaruhi pembentukan
kepribadian, menyebabkan anak tumbuh menjadi pribadi yang tidak berani
mencoba hal-hal baru karena takut gagal.
Profesionalitas Guru

Guru sebagai pendidik professional mempunyai citra yang baik di masyarakat


apabila dapat menunjukan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan
atau teladan masyarakat sekelilinya. Masyarakat akan melihat bagaimana sikap
dan perbuatan guru sehari-hari, apakah memang ada yang patut diteladani atau
tidak. Walau segala perilaku guru selalu diperhatikan masyarakat, tetapi guru
harus tetap bersikap professional. Sikap profesional guru adalah sikap seorang
guru dalam menjalankan pekerjaannya yang mencakup keahlian, kemahiran, dan
kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan
pendidikan profesi keguruan. Menurut para ahli, profesionalisme menekankan
kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta
strategi penerapannya. Maister mengemukakan bahwa profesionalisme bukan
sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap,
pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki
keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.
Sikap professional guru berhubungan dengan bagaimana pola tingkah laku guru
dalam memahami, menghayati, serta mengamalkan sikap kemampuan dan sikap
profesionalnya. Pola tingkah laku guru yang berhubungan dengan professional
akan dibicarakan sesuai dengan sasaranya, yakni sikap professional keguruan
terhadap:
1. Peraturan perundang-undangan
2. Organisasi profesi
3. Teman sejawat
4. Anak didik
5. Tempat kerja
6. Pemimpin
7. Pekerjaan

Sikap Profesionalitas Guru


Segala keputusan dan tindakan guru dalam proses pembelajaran mempunyai
dampak terhadap pencapaian tujuan pendidikan, dan segala bentuk penyikapan
guru terhadap tugas-tugasnya, baik tugas-tugas keguruan maupun non keguruan,
mempunyai dampak langsung terhadap peserta didik, baik positif ataupun
negatif, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Sasaran Sikap Professional


Sikap Terhadap Peraturan Perundang-undangan
Pada butir sembilan kode etik guru Indonesia disebutkan bahw: “Guru
melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan”.
Guru merupakan unsur aparatur Negara dan abdi Negara. Oleh karena itu, guru
mutlak perlu mengetahui kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan,
sehingga dapat melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijakan
tersebut. Kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan ialah segala peraturan-
peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan oleh departemen pendidikan dan
kebudayaan (depdikbud). Contoh peraturan yang dikeluarkan oleh depdikbud
seperti: perturan tentang berlakunya kurikulum sekolah tertentu, pembebasan
uang sumbanganpembiayaan sekolah (SPP), penyelenggaraan evaluasi, belajar
tahap akhir (Ujian Kelulusan), dll. Untuk menjaga agar guru di Indonesia tetap
melaksanakan ketentuan-ketentuan yang menjadi kebijakan pemerintah dalam
bidang pendidikan, maka guru harus menaati peraturan yang tertuang dalam
kode etik guru Indonesia.

Sikap Terhadap Organisasi profesi


Organisasi profesi guru yang dikenal sebagai PGRI merupakan suatu sistem
dimana unsur pembentukn adalah guru-guru. Oleh karena itu, guru harus
bertindak sesuai dengan tujuan sistem. Ada hubungan timbal balik antara
anggota profesi dengan organisasi, baik dalam melaksanakan kewajiban maupun
dalam mendapatkan hak. PGRI sebagai organisasai profesi memerlukan
pembinaan agar lebih berdayaguna dan berhasil sebagai wadah usaha untuk
membawakan misi dan memantapkan profesi guru. Keberhasilan usaha tersebut
sangat bergantung pada kesadaran, rasa tanggung jawab dan kewajiban para
anggotanya. Dalam Kode Etik dasar ke-6 dituliskan bahwa “guru secara pribadi
dan bersama-sama, mengembangkan, dan meningkatkan mutu dan martabat
profesinya.” Dsara ini sangat tegas mewajibkan kepada seluruh anggota guru
untuk selalu meningkatkan mutu dan martabat profesi guru itu sendiri. Untuk
meningkatkan mutu suatu profesi, khususnya profesi keguruan, dapat dilakukan
dengan berbagai cara seperti: kegiatan penataran, lokakarya, pendidikan
lanjutan, pendidikan dalam jabatan, studi banding, seminar, atau kegiatan ilmiah
lainya. Jadi kegiatan pembinaan profesi tidak hanya terbatas pada pendidikan
prajabatan atau pendidikan lanjutan di perguruan tinggi saja, melainkan
berkelanjutan.

Sikap Terhadap Teman Sejawat Atau Profesi


Dalam kode Etik ayat 7 disebutkan bahwa “ guru memelihara hubungan
seprofesi, semangant kekeluargaan, dan kesetiakawanaan sosial.” Ini berarti
bahwa:
1) Guru hendaknya menciptakan dan memelihara hubungan sesama guru
dalam lingkungan kerjanya.
2) Guru hendaknuya menciptakan dan memelihara semangant
kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial di dalam dan diluar lingkungan
kerjanya.

Dalam kode etik guru Indonesia menunjukan kepada kita betapa pentingnya
hubungan yang harmonis perlu diciptakan dengan mewujudkan perasaan
bersaudara yang mendalam antara sesama anggota profesi. Hubungan sesama
anggota profesi dapat dilihat dari dua segi, yakni hubungan formal dan
hubungan kekeluargaan. Hubungan formal yaitu hubungan yang perlu dilakukan
dalam rangka melakukan tugas kedinasan. Sedangkan hubungan kekerluagaan
yaitu hubungan persaudaraan yang perlu dilakukan, baik dalam lingkungan kerja
maupun hubungan keseluruhan dalam rangka menunjang tercapainya
keberhasilan anggota profesi.

Sikap terhadap teman sejawat di golongkan menjadi dua yaitu:


1) Hubungan Guru Berdasarkan Lingkungan Kerja
Sikap professional lain yang perlu ditumbuhkan oleh guru adalah sikap ingin
berkerjasama, saling harga menghargai, saling pengertian dan rasa tanggung
jawab. Jika ini sudah berkembang, maka akan tumbuh rasa senasip
sepenangungan serta menyadari akan kepentingan bersama,tidak mementingkan
kepentingan diri sendiri dengan mengorbankan kepentingan orang lain.

Disetiap sekolah pasti ada personil sekolah yang mendukung kinerja sekolah,
seperti kepala sekolah, guru, staf adminstrasi, dan semua warga sekolah yang
mendukung. Agar setiap personel sekolah dapat berjalan dengan baik dan
sebagaimana mestinya harus ada hubungan yang baik dan harmonis diantara
sesama personil itu. Jika suatu saat ada keretakan diantara personilnya maka
jangan sampai berlarut-larut dan diketahui oleh siswa dan orang tua karena akan
membuat keresahan dan ketidak percayaan kepada pihak sekolah. Untuk itu
agar tidak terjadi keadaan yang berlarut-larut maka harus saling maaf –
memaafkan dan memupuk rasa serta suasana kekeluargaan yang akrab antara
sesama guru dan aperatur disekolah.

2) Hubungan Guru Berdasarkan Lingkungan Keseluruan


Hubungan guru berdasarkan lingkungan keseluruan merupakan hubungan guru
dengan guru lainya/teman sejawat. Dalam hal ini didalam profesi keguruan
masih memerlukan pembinaan yang sungguh –sungguh, agar dapat lebih
meningkatkan profesinya. Sebagai saudara seprofesi guru, mereka wajib
membantu dalam kesukaran, saling mendorong kemampuan dalam bidang
profesinya, dan saling menghormati hasil-hasil karyanya. Selain itu juga harus
saling memberi tahu informasi-informasi terbaru untuk meningkatkan
profesinya. Sebagai saudara seprofesi guru juga berkewajiban saling mengoreksi
dan saling menegur, jika terdapat kesalahan - kesalan atau penyimpangan yang
dapat merugikan profesinya.

Sikap Terhadap Anak Didik


Dalam kode Etik Guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa: “guru berbakti
membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya
yang berjiwa Pancasila.” Dasar ini mengandung prinsip yang harus dipahami
oleh seorang guru dalam menjalankan tugasnya sehari-har, yakni tujuan
pendidikan nasional, prinsip membimbingan, dan prisip pembentukan manusia
Indonesia seutuhnya. Tujuan pendidikan Nasional, yakni membentuk manusia
Indonesia yang berjiwa Pancasila. Prinsip yang lain adalah membimbing peserta
didik. Pengertian dari membimbing seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar
Dewantara dalam sistem amongnya “ing ngarso sung tulodho, ing madyo
mangun karso, Tut Wuri Handayani” yang berarti pendidikan harus dapat
memberi contoh, harus dapat memberikan pengaruh, dan harus dapat
mengendalikan peserta didik sedangkan dalam kata tut wuri mengadung maksud
membiarkan peserta didik menuruti bakat dan kodratnya sedangkan guru hanya
memperhatikanya, dan dalam kata Handayani berati guru mempengaruhi
peserta didik dalam arti membimbing atau mengajarnya. Dengan demikian
membimbing mengadung arti bersikap menentukan ke arah pembentukan
manusia Indonesia setuhnya yang berjiwa pancasila. Bukan mendikte peserta
didik, apalagi memaksanya. Guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya
mengutamakan pengetahuan atau perkembanagan intelektual saja, tetapi juga
harus memperhatikan perkembangan seluruh pribadi peserta didik, baik sosial,
rohani dan jasmani maupun yang lainya sesuai dengan hakikat pendidik, karena
peserta didik tidak dapat dipandang sebagai objek semata yang harus patuh pada
kehendak dan kemauan guru.
Sikap Terhadap Tempat kerja
Ada pepatah yang mengatakan bahwa suasana yang baik ditempat kerja akan
meningkatkan produktifitas. Oleh karena itu seorang guru harus dapat
menciptakan suasana yang baik dan menyenangkan ditempat kerja. Untuk
menciptakan suasana kerja yang baik ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu:
a. Guru sediri,
b. berhubungan guru dengan orang tua dan masyarakat sekeliling.

Dalam kode etik guru juga tertulis “guru menciptakan suasana sekolah sebaik-
baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar” oleh karena itu
guru harus aktif mengupayakan suasana yang baik dengan berbagai cara, seperti
: Penyedian alat belajar, pengaturan organisasi kelas yang mantap ataupun
pendekatan lainya. Agar Suasana yang haronis disekolah juga harus didukung
oleh personil yang ada didalamnya seperti, kepala sekolah, guru, staf
administrasi, siswadan seluruh warga sekolah. Selain itu penciptaan suasana
kerja yang baik juga harus ditunjang dengan terjalinnya hubungan yang baik
antara orang tua siswa dan masyarakat sekitar, agar membina peran serta dan
rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan. Dalam menjalin kerjasama
dengan orang tua dan masyarakat, sekolah dapat mengambil prakarsa, misalnya
dengan cara mengundang orang tua sewaktu menagambil rapor, mengadakan
kegiatan- kegiatan yang melibatkan masyarakat sekitar, mengikutsertakan
persatuan orang tua dalam membantu meringankan permasalahan sekolah,
terutama menagulangi kekurangan fasilitas ataupun dana penunjang kegiatan
sekolah.

Sikap Terhadap Pemimpin


Di dalam organisasai guru, ada kepemimpinan dan pengawasan dari pengurus
cabang, daerah, sampai ke pusat. Begitu juga sebagai angota besar depdikbu, ada
pembagian pengawasan mulai dari kepala sekolah, kakandep, dan seterusnya
sampai ke menteri pendidikan dan kebudayaan. Pemimpin suatu unit atau
organisasai mempunyai kebijaksanaan dan arahan dalam memimpin
organisasainya, selain itu pemimpin juga harus dapat membina kerjasama yang
baik dengan staf yang dibawahnya untuk melaksanakan tujuan organisasai.
Kerjasama yang dijalin dapat berupa tuntutan akan kepatuhan dalam
melaksanakan arahan dan petunjuk yang Ia berikan. Kerjasama juga dapat
diberikan dalam bentuk usulan, dan kritik yang membangun demi pencapaian
tujuan yang telah digariskan bersama demi kemajuan organisasai. Dapat
disimpulkan bahwa seorang guru harus memiliki sifat positif, dalam arti
memiliki rasa hormat dan percaya serta kerjasama yang baik untuk
mensukseskan program yang sudah disepakati bersama baik dalam sekolah atau
diluar sekolah.

Sikap Terhadap Pekerjaan


Profesi guru berhubungan dengan peserta didik, melayani orang yang beragam
dan sangat memerlukan kesabaran dan ketelatenan yang tinggi. Tidak semua
orang dikaruniai sifat yang seperti itu namun bila seseorang telah memilih
untuk memasuki profesi guru, ia akan di tuntut untuk belajar dan berlaku seperti
itu. Agar guru dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi masyarakat,
guru harus selalu dapat menyesuaikan kemampuan dan pengetahuanya dengan
keinginan dan permintaan masyarakat (peserta didik dan orang tuanya).
Keinginan dan permintaan orang tua selalu berkembang sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu guru harus
selalu dan terus-menerus meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan,
ketrampilan, dan mutu layanan. Keharusan meningkatkan dan mengembangkan
mutu ini tertuang dalam Kode Etik Guru butir ke-6 yang berbunyi ”guru secara
pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan mutu dan
martabat profesinya”.
Untuk meningkatkan mutu profesi secara sendiri-sendiri, guru dapat
melakukannya secara formal dan informal. Secara formal, seperti guru
mengikuti berbagai pendidikan lanjutan atau kursus yang sesuai dengan bidang
tugas, keinginan, waktu dan kemampuannya. Sedangkan secara informal guru
dapat meningkatkan pengetahuan dan ketampilan melalui media massa, seperti
televisi, koran, majalah, radio, ataupun dengan membaca buku teks dan
pengetahuan lainya yang cocok dengan bidangnya. Segala keputusan dan
tindakan guru dalam proses pembelajaran mempunyai dampak terhadap
pencapaian tujuan pendidikan, dan segala bentuk penyikapan guru terhadap
tugas-tugasnya, baik tugas-tugas keguruan maupun non keguruan, mempunyai
dampak langsung terhadap peserta didik, baik positif ataupun negatif, baik
dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Karena itulah, maka Guru
Profesional dalam melaksanakan tugas dan perannya harus bersikap kehati-
hatian, sabar, disiplin, kreatif dan rendah hati.

a. Sikap kehati-hatian
Sikap kehati-hatian ini bukan berarti memasung otonomi dan kreativitas guru,
sehingga menjadikan guru ‘takut’ keliru dalam berbuat. Tetapi yang dimaksud
kehati-hatian dalam konteks ini adalah kearifan, tidak “sembrono”, penuh
pertimbangan (terhadap dampak), dan tidak gegabah dalam melakukan tindakan
kependidikan, terutama dalam pencapaian tujuan pendidikan yang utuh.
Penyikapan guru terhadap tugas-tugas kependidikan (keguruan dan non
keguruan) tersebut sangat diperlukan mengingat dalam pelaksanaan proses
pembelajaran pada praktiknya cenderung bersifat transaksional dan situasional.
Artinya tidak semua aspek kependidikan dapat direncanakan, dan yang terjadi
dalam praktek tidak selalu sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya,
terutama masalah suasana kelas (pengelolaan kelas). Oleh karenanya dalam
situasi, kondisi, dan kesempatan yang berbeda, guru harus menerapkan
kemampuannya secara berbeda pula sesuai dengan tujuan, materi, media yang
tersedia, karakteristik peserta didik, serta kondisi situasional. Jadi fleksibilitas
dalam pelaksanaan program pembelajaran, kearifan dalam mengambil
keputusan, serta kearifan dalam melakukan tindakan sangatlah diperlukan.
Banyak kasus peserta didik rendah motivasi belajarnya, bahkan pobia terhadap
mata pelajaran tertentu, sangat benci dan trauma terhadap guru tertentu, stress
dan depresi mental. Ini semua adalah dampak dari sikap ketidak hati-hatian
guru, lebih mengedepankan emosi daripada hati, sehingga hilang kearifannya
dalam bertindak. Di sinilah pentingnya sikap kehati-hatian dalam mengambil
keputusan dan melakukan tindakan terutama terhadap peserta didik.

b. Kesabaran
Sikap sabar dapat dimiliki apabila guru telah memiliki stabilitas emosi
(emotional stability) sebagai ciri kepribadian orang dewasa. Guru yang emosinya
stabil tidak akan mudah marah dan tidak akan tergesa-gesa (ceroboh) dalam
segala tindakannya. Banyak kejadian di sekolah yang mudah menyulut
kemarahan guru. Tetapi, guru yang telah memiliki stabilitas emosi, ia akan tetap
sabar dan arif dalam menghadapi kejadian-kejadian yang menjengkelkan
tersebut. Sikap sabar sangat erat hubungannya dengan sikap kehati-hatian.
Dampaknya bagi guru akan memiliki sifat dan sikap mulia, antara lain: (a) asih
ing murid (tertanam sifat kasih sayang kepada peserta didik); (b) telaten ing
pamulange (tekun dan ulet dalam membelajarkan peserta didik); (c) lumuh ing
pamrih (tulus ikhlas dan tidak bertendensi yang bukan-bukan dalam
melaksanakan tugas); (d) tanggap ing sasmita(mengerti kepribadian anak,
perbedaan individu setiap peserta didik, memahami situasi dan kondisi, sehingga
dalam segala tindakannya tidak emosional); (e) sepen ing panggrayangan (tidak
menimbulkan prasangka yang bukan–bukan dalam segala tindakannya;(f)
jatmika ing solah(simpatik karena segala tindakannya penuh kearifan);(g)
antepan ing bebudene (santun dalam bertingkah laku, tidak mudah marah dan
tidak mudah merasa tersinggung). Segala sikap dan sifat yang berhubungan
dengan sikap kesabaran guru tersebut sangat berpengaruh terhadap
pembentukan kepribadian peserta didik sebagaimana yang diharapkan dalam
tujuan pendidikan.

c. Kedisiplinan
Dalam konteks ini yang dimaksud kedisiplinan adalah sikap yang menunjukkan
kesetiaan dan ketaatan terhadap peraturan atau norma-norma yang berlaku.
Pengertian ini identik dengan asal kata disiplin yakni kata “disciplus” yang
berarti pengikut yang setia. Guru harus bersikap disiplin dalam menjalankan
tugas-tugasnya, tetapi bukan disiplin dalam pengertian disiplin kolot (kuno) yang
mengartika disiplin sebagai taat kepada ketentuan atas dasar paksaan atau
otoritas dari luar, disiplin yang bersifat lahiriyah, atau disiplin yang otomatis.
Guru harus bersikap disiplin dalam pengertian modern, yaitu ketaatan pada
peraturan atas dasar kesadaran dan rasa tanggungjawab, sehingga orang akan
melaksanakan peraturan bukan karena adanya pengawasan dari luar, tetapi
karena adanya kontrol dari dalam dirinya sendiri. Inilah yang disebut self-
control atau self-discipline. Kedisiplina guru dalam menjalan tugas sangat
diperlukan sebagai sikap keteladanan dan contoh bagi peserta didiknya. Guru
tidak layak memberikan perintah disiplin terhadap peserta didiknya apabila
dirinya sendiri belum dapat berbuat disiplin. Disinilah letak keterkaitannya
dengan upaya pencapaian tujuan pendidikan.

d. Kreativitas
Dalam konteks ini kreativitas dimaknai sebagai suatu proses yang
memanifestasikan diri dalam kelancaran, kelenturan, dan keaslian dalam
pemikiran. Kelancaran dalam arti kata mampu memberikan banyak gagasan
dalam waktu yang terbatas. Kelenturan mampu melihat berbagai kemungkinan
penggunaan sesuatu benda, berbagai macam sudut pandang dari suatu masalah.
Keaslian mampu memberikan jawaban yang tak terduga, tak terpikirkan oleh
orang lain. Guru Profesional harus memiliki kreativitas, karena dunia
kependidikan mengharuskan adanya inovasi dan improvisasi sesuai dengan
tuntutan situasi dan kondisi, di samping sifat ‘pekerjaan’ guru yang situasional
dan transaksional. Di sisi lain kreativitas sangat bermanfaat untuk mengusir
rutinitas yang sangat menjenuhkan, memudahkan pemecahan masalah, baik
yang menyakut profesional problem maupun personal problem. Guru yang
penuh kreativitas akan bisa menyenangi tugas-tugasnya, dan mempunyai
motivasi kerja yang tinggi. Dampaknya, motivasi belajar siswa tinggi, karena
dalam proses pembelajaran sarat akan variasi, inovasi dan improvisasi.

e. Sikap Kerendah hatian


Guru profesional harus memiliki sifat dan sikap rendah hati, karena guru
bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan anak. Guru yang
bersikap rendah hati (tawadhu’), adalah guru yang tidak sombong dan tidak
membangga-banggakan dirinya, serta mengakui dan menghargai eksistensi
orang lain, termasuk terhadap peserta didiknya.Sikap guru yang demikian sangat
berpengaruh terhadap peserta didik yang ingin mengaktualisasikan diri untuk
menemukan jati dirinya. Sebab segala pengaruh, terutama dari guru yang
menjadi tokoh acuannya, bisa diterima dan diolahnya secara pribadi sesuai
dengan individualitasnya masing-masing, yang kemudian menjadi bagian dari
dirinya sendiri.

Pengembangan Sikap Profesional

Dalam rangka meningkatkan mutu, (layanan, dan professional) guru harus pula
meningkatkan sikap profesionalnya. Pengembangan sikap professional dapat
dilakukan baik selagi dalam pendidikan prajabatan maupun setelah bertugas
(dalam jabatan).

1. Pengembangan Sikap selama Pendidikan Prajabatan


Pembentukan sikap yang baik tidak mungkin muncul begitu saja, namun harus
dibina sejak calon guru memulai pendidikanya di lembaga pendidikan guru.
Dalam pendidikan prajabatan, calon guru dididik dengan berbagai pengetahuan,
sikap, dan ketrampilan yang diperlukan dalam pekerjaanya nanti, karena guru
merupakan panutan bagi siswa dan bahkan bagi masyarakat sekitar.
Sering juga pembentukan sikap tertentu terjadi sebagai hasil sampingan (by-
product) dari pengetahuan yang diperoleh calon guru. Misalnya sikap disiplin
dan teliti di peroleh dari pembelajaran matematika yang benar.
2. Pengembangan Sikap selama dalam Jabatan
Pengembangan sikap professional tidak berhenti setelah guru selesai
mendapatkan pendidikan prajabatan, namun akan tetap berlangsung selama
dalam jabatan. Banyak usaha yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan
sikap professional keguruan dalam masa pengabdiannya sebagai guru.

Penyimpangan Sikap Profesionalitas Guru

Pemerintah sering melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas guru,


antara lain melalui seminar, pelatihan, dan loka karya, bahkam melalui
pendidikan formal bahkan dengan menyekolahkan guru pada tingkat yang lebih
tinggi. Kendatipun dalam pelakansaannya masih jauh dari harapan, dan banyak
penyimpangan, namun paling tidak telah menghasilkan suatu kondisi yang yang
menunjukkan bahwa sebagian guru memiliki ijazah perguruan tinggi.
Latar belakang pendidikan ini mestinya berkorelasi positif dengan kualitas
pendidikan, bersamaan dengan faktor lain yang mempengaruhi. Walaupun
dalam kenyataannya banyak guru yang melakukan kesalahan-kesalahan.
Kesalahan-kesalahan yang seringkali tidak disadari oleh guru dalam
pembelajaran ada tujuh kesalahan. Kesalahan-kesalahan itu antara lain:
1. Mengambil jalan pintas dalam pembelajaran,
2. Menunggu peserta didik berperilaku negatif,
3. Menggunakan destruktif discipline,
4. Mengabaikan kebutuhan-kebutuhan khusus (perbedaan individu)
1. peserta didik
5. Merasa diri paling pandai di kelasnya,
6. Tidak adil (diskriminatif), serta
7. Memaksakan hak peserta didik

Untuk mengatasi kesalahan-kesalahan tersebut maka seorang guru yang


profesional harus memiliki empat kompetensi.
Kompetensi tersebut tertuang dalam Undang-Undang Dosen dan Guru, yakni:
1. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran
peserta didik,
2. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap,
berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik,
3. Kompetensi profesional adalah kamampuan penguasaan materi
pelajaran luas mendalam,
4. Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan
berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru,
orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Sikap dikatakan sebagai suatu respons evaluatif. Respon hanya akan timbul,
apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang dikehendaki adanya reaksi
individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan
sebagai sikap itu timbul didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang
memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik buruk, positif
negati, menyenangkan-tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai
potensi reaksi terhadap objek sikap.

Menurut penuturan R.Tantiningsih ada beberapa upaya yang dapat dilakukan


agar beberapa sikap dan perilaku menyimpang dalam dunia pendidikan dapat
hindari, diantaranya :
 Pertama, menyiapakan tenaga pendidik yang benar-benar profesional
yang dapat menghormati siswa secara utuh.
 Kedua, guru merupakan key succes factor dalam keberhasilan budi
pekerti. Dari guru, siswa mendapatkan action exercise dari pembelajaran
yang diberikan. Guru sebagai panutan hendaknya menjaga image dalam
bersikap dan berperilaku.
 Ketiga, Budi pekerti dijadikan mata pelajaran khusus di sekolah.
 Kempat, adanya kerjasama dan interaksi yang erat antara siswa, guru
(sekolah), dan orang tua.

Faktor Penyebab Penyimpangan Sikap Profesionalitas Guru

Jika ada pendidik (guru) yang sikap dan perilakunya menyimpang karena
dipengaruhi beberapa faktor.
1. Adanya malpraktik yaitu melakukan praktik yang salah, miskonsep.
Guru salah dalam menerapkan hukuman pada siswa. Apapun alasannya
tindakan kekerasan maupun pencabulan guru terhadap siswa merupakan
pelanggaran.
2. Kurang siapnya guru maupun siswa secara fisik, mental, maupun emosional.
Kesiapan fisik, mental, dan emosional guru maupun siswa sangat diperlukan.
Jika kedua belah pihak siap secara fisik, mental, dan emosional, proses belajar
mengajar akan lancar, interaksi siswa dan guru pun akan terjalin harmonis.
3. Kurangnya penanaman budi pekerti di sekolah.
Pelajaran budi pekerti sekarang ini sudah tidak ada lagi. Kalaupun ada sifatnya
hanya sebagai pelengkap, lantaran diintegrasikan dengan berbagai mata pelajaran
yang ada. Namun realitas di lapangan pelajaran yang didapat siswa kabanyakan
hanya dijejali berbagai materi. Sehingga nilai-nilai budi pekerti yang harus
diajarkan justru dilupakan.

Selain dari ketiga faktor di atas, juga dipengaruhi oleh tipe-tipe kejiwaan seperti
yang diungkapkan Plato dalam "Tipologo Plato", bahwa fungsi jiwa ada tiga,
yaitu: fikiran, kemauan, dan perasaan. Pikiran berkedudukan di kepala, kemauan
berkedudukan dalam dada, dan perasaan berkedudukan dalam tubuh bagian
bawah. Atas perbedaan tersebut Plato juga membedakan bahwa pikiran itu
sumber kebijakasanaan, kemauan sumber keberanian, dan perasaan sumber
kekuatan menahan hawa nafsu. Jika pikiran, kemauan, perasaan tidak sinkron
akan menimbulkan permasalahan. Perasaan tidak dapat mengendalikan hawa
nafsu, akibatnya kemauan tidak terkendali dan pikiran tidak dapat berpikir bijak.
Agar pendidikan di Indonesia berhasil, paling tidak pendidik memahami faktor-
faktor tersebut. Kemudian mampu mengantisipasinya dengan baik. Sehingga
kesalahan-kesalahan guru dalam sikap dan perilaku dapat dihindari.

Bagaimanapun juga kualitas pendidikan di Indonesia harus mampu bersaing di


dunia internasional. Sikap dan perilaku profesional seorang pendidik akan
mampu membawa dunia pendidikan lebih berkualitas. Dengan demikian
diharapkan mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional Indonesia yaitu
membentuk manusia Indonesia seutuhnya. Guru sebagai pendidik ataupun
pengajar merupakan faktor penentu keberhasilan pendidikan di sekolah. Tugas
guru yang utama adalah memberikan pengetahuan (cognitive), sikap/nilai (affective)
dan keterampilan (psychomotoric) kepada anak didik. Guru merupakan ujung
tombak pendidikan sebab secara langsung berupaya mempengaruhi, membina,
dan mengembangkan peserta didik, sebagai ujung tombak, guru dituntut untuk
memiliki kemampuan dasar yang diperlukan sebagai pendidik, pembimbing dan
pengajar dan kemampuan tersebut tercemin pada kompetensi guru. Di dalam
Adversity Quotient terdapat 4 dimensi yang dapat digunakan untuk melihat
seberapa besar kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengatasi masalah
yang secara langsung dapat mempengaruhi tingkat kesulitan yang dialami oleh
seorang guru.

Dimensi yang pertama adalah control (kendali). Apabila dimensi control (kendali)
individu tinggi, maka ia akan mampu untuk mengendalikan kesulitan yang
dihadapi. Dengan mampu mengendalikannya maka individu bisa mengurangi
bahkan mencegah terjadinya masalah.

Dimensi yang kedua adalah dimensi origin dan ownership. Apabila skor dimensi ini
tinggi, maka individu mampu mengakui bahwa ia memiliki kesulitan. Dengan
mampu mengakui kesulitan yang terjadi, maka individu akan mampu
menyelesaikan permasalahannya sehingga dapat mengurangi maupun mencegah
terjadinya masalah.

Dimensi yang berikutnya adalah dimensi reach (jangkuan). Skor tinggi pada
dimensi ini memiliki arti bahwa individu mampu mempertanyakan kembali
sejauh mana masalah yang dihadapi dapat berpengaruh terhadap aspek-aspek
kehidupan lain yang dihadapi oleh individu.

Dimensi yang terakhir adalah dimensi endurance (daya tahan). Semakin tinggi
kemampuan individu dalam bertahan menghadapi kesulitan maka semakin
mampu individu tersebut menyelesaikan permasalahannya. Dengan terselesainya
permasalahan yang terjadi maka akan mengalami penurunan.
Dari empat dimensi yang telah disebutkan diatas, dapat diketahui ketika
seseorang guru memiliki kemampuan-kemampuan tersebut dapat mengatasi
kesulitan yang di alaminya. Dengan demikian ketika seseorang guru memilki
dimensi-dimensi yang tinggi seperti control, dimensi origin dan ownership,
dimensi reach, dan dimensi endurance dari guru, maka masalah yang dialami
dalam mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai guru akan menurun.
Begitu juga sebaliknya.

Kreativitas Guru

Kreativitas adalah kemauan, keinginan atau semangat untuk melakukan


eksplorasi, mempertanyakan, dan melakukan eksperimentasi terhadap berbagai
obyek, peristiwa, dan situasi yang ada di lingkungan. Definisi operasional
kreativitas Guru adalah kemauan, keinginan atau semangat untuk melakukan
eksplorasi, mempertanyakan, dan melakukan eksperimentasi terhadap berbagai
objek, ketika menyampaikan pengetahuan dan kecakapan kepada siswa didik
atau murid di sekolah untuk mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang
baik sesuai dengan tuntutan masyarakat dan membantu siswa menghadapi
kehidupan masyarakat sehari-hari.
Kreativitas Guru menurut aspek sebagai berikut :

1) Curiousity
Rasa ingin tahu merupakan komponen pertama dan sangat penting usaha-usaha
kreatif yang dilakukan seseorang. Hal ini disebut pula sebagai kekuatan
mempertanyakan sesuatu (questioning force). Dorongan ingin tahu akan
menggerakkan seseorang menemukan sesuatu, bereksperimentasi atau menguji
coba, menyelidiki hal-hal yang belum diketahui serta dimengerti, mencari cara
Adversity Quotient, Komitmen Kerja dan Kreativitas Guru cara yang lebih baik
untuk melakukan sesuatu, dan membangun bidang-bidang baru. Makin tinggi
rasa ingin tahu seseorang, makin terbuka lebar baginya untuk menjadi orang
kreatif. Sebaliknya, dengan hilangnya rasa ingin tahu ini, seseorang akan
kehilangan pula kesempatan untuk menjadi seorang kreatif.

2) Openes to Experiences
Keterbukaan terhadap pengalaman dan pengetahuan atau informasi baru juga
merupakan komponen yang sangat vital dalam kreativitas. Untuk menjadi orang
kreatif diperlukan persediaan informasi dan pengalaman yang banyak serta
beranekaragam dari waktu ke waktu.
Agar cukup persediaan informasi dan pengalaman seseorang harus bersikap
fleksibel, terbuka, mau menerima dan menghargai berbagai pandangan,
pemikiran, pendapat dan hasil karya orang lain. Dengan fleksibilitas dan
keterbukaan ini, seseorang akan dapat memperkaya pengetahuan yang telah ada
di dalam struktur kognitifnya, sehingga ia berpeluang besar untuk dapat
memunculkan gagasan-gagasan yang luar biasa.

3) Risk tolerance
Toleransi terhadap risiko merupakan kesanggupan atau kesediaan seseorang
untuk mengambil risiko terhadap apa saja yang hendak diusahakan atau
dihasilkan. Keingintahuan dan keterbukaan seseorang akan berkembang dengan
baik apabila seseorang juga memiliki toleransi yang tinggi atau kesanggupan
menerima risiko.

4) Energy
Pada umumnya orang-orang kreatif memiliki energi yang luar biasa, khususnya
energi fisik. Di sepanjang hidup mereka seolah-olah tidak pernah lelah atau
berhenti mencari gagasan, berkarya atau menghasilkan sesuatu yang berguna
bagi lingkunganya. Memang energi baik fisik maupun psikis yang cukup besar
sangat diperlukan agar gagasan-gagasan mengalir terus, dan selanjutnya dapat
dilakukan pengujian secara teliti sehingga pada akhirnya dapat diterapkan di
dalam kehidupan nyata.

Kreativitas Guru Dalam Proses Mengajar Peserta Didik

Hal yang perlu dihindari oleh guru adalah penggunaan model/metode


pembelajaran yang monoton karena hal ini bisa menimbulkan kejenuhan dan
kebosanan dalam diri siswa sehingga membuat tujuan pembelajaran tidak
tercapai maksimal. Contohnya adalah guru menggunakan model yang sama
untuk semua mata pelajaran dan dengan tema yang berbeda, padahal itu tidaklah
tepat meskipun suatu model/metode cocok untuk suatu mata pelajaran dan
tema pembelajaran namun belum tentu model/metode tersebut cocok untuk
mata pelajaran yang lain. Jadi guru harus memiliki inisiatif dan pertimbangan
tertentu dalam menerapkan model/metode dalam mengajar sehingga bisa
menghadirkan suasana pembelajaran yang menyenangkan sekaligus bermakna.
Berikut sedikit ulasan pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa, baik
pembelajaran yang menyenangkan yang bisa diterapkan di dalam kelas (indor)
dan pembelajaran menyenangkan yang bisa diterapkan di luar ruangan.

1. Kerja kelompok

Karakter anak-anak yang suka berkumpul dan berbagi dengan teman-temannya


bisa dihadirkan dalam pembelajaran melalui metode kerja kelompok, melalui
pembelajaran kerja kelompok setiap anak bisa saling berbagi dan bercengkrama
dalam menyelesaikan tugas kelompok. Pembelajaran kelompok juga bisa
membuat anak lebih tenang dan tak terbebani dalam mengerjakan tugas karena
mereka bisa berbagi dan mencari jalan keluar secara bersama-sama dalam
menyelesaikan tugasnya. Dengan kerja kelompok pembelajaran akan
menyenangkan namun dengan syarat ada nilai edukasi seperti mengajarkan
siswa tentang bagaimana bekerja sama, tanggung jawab, sikap sosial, tolong
menolong. Namun guru yang ingin menerapkan metode kerja kelompok dalam
pembelajaran agar tujuan pembelajaran bisa tercapai tetap menghadirkan
suasana menyenangkan dalam pembelajaran sebaiknya memperhatikan beberapa
hal seperti :
Jumlah anggota setiap kelompok, biasanya 3-4 orang dalam satu kelompok,
anggota kelompok dibentuk secara heterogen misalkan anak juara kelas satu
kelompok dengan anak yang juara terakhir, anak orang kaya satu kelompok
dengan anak kurang mampu dll hal ini bertujuan agar mereka bisa saling
mengayomi dan melengkapi tanpa melihat latar belakang mereka masing-
masing. Juga bisa menumbuhkan ikatan sosial emosional sehingga ketika
mereka telah dewasa selalu muncul rasa persaudaraan terhadap sesama tanpa
melihat strata sosial.

2. Games (permainan)

Pribadi anak yang suka bermain bisa pula dihadirkan dalam pembelajaran
melalui games atau permainan yang biasa disebut dengan “belajar sambil
bermain”. Jika dalam pembelajaran dihadirkan beberapa games sudah pasti
pembelajaran akan sangat menyenangkan bagi siswa. Untuk itu guru semestinya
cermat dalam memilah games pembelajaran yang bisa membuat siswa merasa
sangat menikmati pembelajaran sekaligus tujuan pembelajaran bisa tercapai.
Games yang bisa diterapkan oleh guru misalkan dengan menerapkan metode
talking stick, role playing, dan beberapa metode pembelajaran lainnya. Namun
intinya dalam pembelajaran dengan metode belajar sambil bermain guru harus
bisa memanejemen kondisi kelas karena biasanya dalam penerapan metode
permainan dalam pembelajaran kelas akan lebih ribut dan siswa agak susah
dikendalikan, guru harus mendesain sedemikian rupa sehingga dalam penerapan
metode games, pembelajaran tetap bisa dikontrol dan tujuan pembelajaran bisa
tercapai.

3. Kompetisi (tantangan)
Dalam diri siswa biasanya terdapat beberapa motivasi yang mengarahkan setiap
tingkah lakunya, dalam teori motivasi ada 3 jenis motivasi yakni motivasi
berprestasi, motivasi berafiliasi dan motivasi berkuasa. Melalui pembelajaran
yang menghadirkan suasana kompetisi misalkan lomba cerdas cermat, lomba
tebak-tebakan, lomba menjawab soal akan memberi dorongan dalam diri siswa
untuk menunjukan segenap kemampuannya dan termotivasi untuk saling
bersaing dengan satu sama lain. Sudah bisa dipastikan pembelajaran dengan
menghadirkan suasana kompetisi/tantangan yang positif akan membuat
pembelajaran bagi siswa sebagai hal yang menyenangkan dan menantang, serta
siswa akan semakin berupaya meningkatkan kemampuannya agar bisa menjadi
yang terbaik di dalam kelasnya.

4. Belajar Menemukan

Belajar menemukan atau biasanya disebut pembelajaran inquiry merupakan


salah satu pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa. Dalam belajar
menemukan siswa akan diberi arahan dan petunjuk dalam mengerjakan tugas
tertentu, biasanya pembelajaran menemukan bisa dilakukan secara kelompok
maupun perorangan. Sisi positif dan meyenangkan belajar menemukan bagi
siswa adalah ketika mereka berhasil menyelesaikan atau mengatasi masalah dan
tugas yang diberikan guru sehingga muncul rasa kepuasan tersendiri dalam diri
siswa, sehingga memunculkan persepsi belajar menemukan sebagai
pembelajaran yang menyenangkan dan menantang serta memancing
kemampuan berpikir kritis dan konstruktif siswa. Namun Salah satu hal yang
harus diperhatikan dalam belajar menemukan oleh guru adalah pemberian tugas
harus proporsional dan bisa diselesaikan oleh siswa.

5. Pembelajaran luar ruangan (outdoor)

Salah satu hal yang bisa membuat siswa semakin mengapresiasi pembelajaran
adalah ketika mereka dihadapkan pada hal-hal baru yang tidak biasa dia jumpai
sebelumnya, seperti pergi berpetualang, camping atau mencari jenis-jenis
tumbuhan tertentu diluar ruangan dengan ciri-ciri dan karakteristik yang telah
disampaikan oleh gurunya. Dengan melakukan kegiatan penjelajahan didaerah
sekitar sekolah untuk mengerjakan tugas, siswa akan merasa lebih menikmati
pembelajaran sehingga siswa memandang belajar sebagai suatu hal yang
menyenangkan.

6. Pembelajaran berbasis pengalaman

Pembelajaran berbasis pengalaman adalah sebuah pembelajaran yang


mengkombinasikan antara pengalaman yang telah dialami siswa dengan
pengalaman baru yang didapatkan saat proses pembelajaran. Biasanya
Pembelajaran berbasis pengalaman, mengupayakan bagaimana siswa
mengaitkan pengalaman lama dengan pengalaman baru sehingga terbentuk
sebuah chemistry dalam pengetahuan siswa. Dalam Pembelajaran berbasis
pengalaman siswa bisa bercerita tentang pengalamannya dalam kehidupan
sehari-hari baik ketika bersama keluarga, di sekolah dan masyarakat. Sisi
menyenangkan dalam Pembelajaran berbasis pengalaman dengan psikologis
siswa karena pada umunnya siswa suka menceritakan berbagai pengalamannya
sehingga melalui Pembelajaran berbasis pengalaman bisa menjadi wadah bagi
siswa menuangkan segala cerita sehari-hari sekaligus membuat siswa merasa
lebih rileks dalam mengikuti pembelajaran.

7. Pemecahan masalah

Dalam pembelajaran pemecahan masalah siswa akan ditantang untuk berpikir


kritis dan mengembangkan pemikiran yang dinamis. Karakteristik siswa yang
selalu penasaran dengan hal baru dan menantang membuat pembelajaran
pemecahan masalah akan menarik di mata siswa, sehingga siswa akan
bersungguh-sungguh untuk mencari penyelesaian dari masalah yang diberikan
oleh guru.

Komitmen Kerja

Terdapat banyak definisi yang berbeda mengenai komitmen, namun seluruhnya


melibatkan keterikatan individu terhadap pekerjaannya. Komitmen kerja
merupakan sebuah variabel yang mencerminkan derajat hubungan yang
dianggap dimiliki oleh individu terhadap pekerjaan tertentu dalam organisasi.
Jadi, komitmen kerja dapat didefinisikan sebagai derajat hubungan individu
dalam memandang dirinya sendiri dengan pekerjaannya dalam organisasi
tertentu. Greenberg & Baron mengemukakan bahwa komitmen kerja
merefleksikan tingkat identifikasi dan keterlibatan individu dalam pekerjaannya
dan ketidaksediaannya untuk meninggalkan pekerjaan tersebut. Definisi
operasional komitmen kerja adalah keterikatan individu terhadap pekerjaan yang
merefleksikan tingkat keterlibatan individu terhadap pekerjaan serta keinginan
individu untuk tetap menjadi bagian dari pekerjaan tersebut.

Ada tiga (3) mode komponen komitmen kerja yang dikembangkan oleh Meyer,
Allen & Smith terdiri dari komitmen kerja afektif, komitmen kerja kontinuans,
dan komitmen kerja normatif. Adapun definisi dari setiap komponen komitmen
kerja adalah sebagai berikut:
1) Komitmen kerja afektif (affective occupational commitment), yaitu
komitmen sebagai keterikatan afektif/psikologis karyawan terhadap
pekerjaannya. Komitmen ini menyebabkan karyawan bertahan pada
suatu pekerjaan karena mereka menginginkannya.
2) Komitmen kerja kontinuans (continuance occupational commitment),
mengarah pada perhitungan untung-rugi dalam diri karyawan
sehubungan dengan keinginannya untuk tetap mempertahankan atau
meninggalkan pekerjaannya. Artinya, komitmen kerja di sini dianggap
sebagai persepsi harga yang harus dibayar jika karyawan meninggalkan
pekerjaannya. Komitmen ini menyebabkan karyawan bertahan pada
suatu pekerjaan karena mereka membutuhkannya.
3) Komitmen kerja normatif (normative occupational commitment), yaitu
komitmen sebagai kewajiban untuk bertahan dalam pekerjaan.
Komitmen ini menyebabkan karyawan bertahan pada suatu pekerjaan
karena mereka merasa wajib untuk melakukannya serta didasari pada
adanya Adversity Quotient, Komitmen Kerja dan Kreativitas Guru
keyakinan tentang apa yang benar dan berkaitan dengan masalah moral.

Manusia yang hidup dan berkembang adalah manusia yang selalu berubah dan
perubahan itu adalah hasil belajar. Hanya tidak semua peristiwa belajar itu
berlangsung secara sadar dan terarah.
Sifat dari seorang guru adalah salah satu faktor yang menentukan bagi
perkembangan jiwa anak didik, karena seorang guru tidak hanya dilihat dalam
waktu mengajar saja, tetapi juga dilihat tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-
sehari. Guru dituntut memiliki sifat yang tepat sesuai dengan tuntutan tugas
profesionalnya sebagai seorang pendidik yang bertanggung jawab.

BAB 7 PENUTUP

Sebagai professional yang memiliki tugas memajukan para siswa sehingga


mereka bisa masuk dunia profesidan diterima dalam semua kalangan sosial,
seorang guru harus memiliki kompetensi sosial untuk tiga konteks kepentingan,
yakni :
Pertama, mempersiapkan para siswa untuk memasuki dunia profesi, baik
sebagai pegawai, pegawai negeri sipil, polisi, tentara, pegawai swasta, pengusaha,
atau bahkan pemimpin politik yang kekuatannya terletak pada konstituen dan
kesuksesannya berada kemampuan komunikasi sosialnya. Oleh sebab itu, para
siswa harus dilatih untuk bisa memiliki kompetensi sosial, memiliki kecakapan
untuk berkomunikasi, mempengaruhi orang lain, meyakinkan orang lain untuk
bisa melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dia yakini, termasuk
kemampuan menerima keragaman sosial, etnik, agama, ras dan budaya. Semua
itu harus dilatih sejak mereka berada di sekolah. Lalu, bagaimana guru dapat
melatih kecakapan sosial siswanya jika mereka sendiri tidak memiliki
kompetensi tersebut? Untuk itu, seorang guru harus memiliki kompetensi sosial
dengan baik. Kemampuan yang harus mereka latihkan secara terencana kepada
para siswa, karena kecakapan ini tidak ditransformasi atau dilatihkan melalui
kurikulum tertulis. Sebaliknya, kemampuan ini dibangun melalui kurikulum yang
terselubung, namun menjadi bagian dalam proses interaksi guru-murid, baik
dalam proses pembelajaran maupun melalui kegiatan ko-kurikuler dan ekstra
kurikuler.
Kedua, memperkuat profesionalisme melalui proses peer-guidence, peer review
sesama guru, baik di internal maupun lintas satuan pendidikan. Guru yang
cenderung introvert, tertutup, dan tidak banyak berkomunikasi dengan sesama
di sekolahnya, akan teralienasi dan tertinggal oleh berbagai perubahan.
Sementara dalam lintas satuan pendidikan, pemerintah mendorong para guru
memiliki wadah komunikasi satu sama lain. Dalam hal ini, pemerintah
membantuk wadah guru sekolah dasar dengan Kelompok Kerja Guru (KKG)
dan wadah guru sekolah menengah dengan Musyawarah Guru Mata Pelajaran
(MGMP). Kedua organisasi ini dibentuk dan dikembangkan bagi para guru
untuk melakukan sharing tentang bahan ajar, metode dan strategi
pembelajaran,evaluasi proses dan hasil belajar, pengelolaan kelas serta
pengembangan penelitian untuk peningkatan layanan pembelajaran bagi para
siswa mereka. Intinya, wadah komunikasi KKG dan MGMP ini dibentuk
pemerintah dengan tujuan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia yang
dimulai dengan peningkatan guru. Dengan demikian, guru harus terbuka, mau
menerima dan memberi masukan, dan bersama-sama memikirkan inovasi dunia
pendidikan bagi kemajuan Indonesia. Untuk itulah, maka setiap guru atau calon
guru harus memiliki kompetensi atau kecerdasan sosial.
Ketiga, memperkuat institusi pendidikan melalui optimalisasi partisipasi
seluruhstakeholder sekolah guna meningkatkan mutu layanan pendidikan. Tugas
ini seolah-olah merupakan tugas kepala sekolah/madrasah, padahaltidak seluruh
kegiatan komunikasi dengan pihak-pihak luar dilakukan oleh kepala sekolah.
Untuk konteks-konteks tertentu, khususnya tentang kemajuan para siswa pada
mata pelajaran yang menjadi tanggung jawab guru, harus dikomunikasikan
terlebih dahulu oleh guru. Demikian pula dengan perlakuan-perlakuan guru
pada siswa dalam pembelajaran, seperti menambah jam belajar, melakukan
remedial, reinforcement, dan kunjungan lapangan, merupakan kebijakan setiap
guru yang harus dikomunikasikan dengan kepala sekolah/madrasah dan komite
sekolah.
Demikian pula saat para guru mencari informasi tentang kebutuhan-kebutuhan
para pengguna lulusan, mereka harus mampu berkomunikasi dengan para
pengguna, mendengarkan secara serius dan seksama, termasuk menghargai
pendapat-pendapat mereka. Semua hal ini harus dilakukan setiap guru sekaligus
merupakan kewajiban yang mengikat mereka, karena akan selalu ada setiap
tahundan harus dilakukan sebagai tugas rutin. Oleh karena itu, guru harus
memiliki kompetensi dan kecerdasan sosial, agar sekolah memperoleh informasi
yang dibutuhkan sekolah/madrasah untuk kemajuan dan pemajuan lembaga.

Berempati Dengan Menggunakan Gelombang Alpha

Budaya Indonesia erat hubungannya dengan nilai sosial yang penuh dengan
norma–norma. Etika dan kepribadian menjadi hal penting agar seseorang
diterima dikehidupan sosial. Meningkatkan rasa empati untuk mengembangkan
kompetensi sosial seseorang dengan gelombang alfa menyadarkan guru untuk
menyentuh hati muridnya dengan cara yang berbeda, dengan keyakinan yang
kuat dalam berkomunikasi menggunakan nada suara yang lembut namun kuat,
keinginan untuk ikut merasakan dan memahami, berpikir dengan sudut pandang
yang luas dan berbeda, maka seorang guru mampu diterima oleh siapapun.
Tidak hanya untuk disekolah, dengan meningkatkan kemampuan sosial, seorang
guru bisa lebih luas untuk bisa menyentuh diberbagai lapisan yang ada di
masyarakat. Masyarakat umumnya melihat tingkah laku seorang guru untuk
meyakinkan bahwa bukan hanya sebatas nama namun seseorang yang mampu
menjaadi contoh yang baik bagi siapapun yang melihatnya.

Dengan bertutur kata yang baik, guru bisa lebih mudah diterima oleh muridnya.
Dalam era milenia ini, umumnya trend murid lebih melihat sesuatu dengan
menilai seberapa banyak yang menjadi cohtoh, namun tidak terlatih untuk
menganalisa lalu menilai dengan keyakinan sendiri baik dan buruknya. Empati
penting untuk ditumbuhkan dan ditanamkan pada anak sejak usia dini sebagai
upaya untuk membentuk pribadi anak yang baik, bermoral/beretika, berbudi
pekerti luhur, beradab dan berbudaya . Anak usia dini lebih mudah dibentuk jika
faktor pendukung seperti history keluarga dan latar belakang pendidikan. Ada
satu sisi dalam proses empati yaitu dapat menempatkan diri pada posisi orang
tersebut dan berbagi secara langsung kesedihan mereka karena umunya
seseorang yang berempati pernah mengalami dan pernah merasakannya.
Otak manusia akan menerima pesan dan informasi yang datang sesuai dengan
frekuensi gelombang otak. Penjelasan sederhananya, gelombang otak
diibaratkan sebagai radio atau televisi. Prinsip dasar dari kedua alat elektronik
tersebut yaitu adanya saluran atau sinyal yang dapat menghantarkan pesan
melalui gelombang (Muhammad, 2011). Dapat disimpulkan bahwa otak setiap
saat menghasilkan impuls-impuls listrik. Aliran listrik ini, yang lebih dikenal
sebagai gelombang otak, dengan dua cara yaitu amplitudo dan frekuensi.
Amplitudo adalah besarnya daya impuls listrik yang diukur dalam satuan
microvolt. Frekuensi adalah kecepatan emisi listrik yang diukur dalam cycle per
detik atau hertz. Frekuensi impuls menentukan jenis gelombang otak yaitu beta,
alfa, theta, dan delta. Jenis atau kombinasi jenis gelombang otak akan
menentukan kondisi kesadaran pada suatu saat.

Zona Alfa (Alpha Zone) adalah salah satu gelombang otak dengan frekuensi 7-
13 Hz. Kondisi gelombang otak zona alfa dipahami sebagai tahap paling
iluminatif (cemerlang) dari proses kreatif otak seseorang. Kondisi ini dikatakan
sebagai kondisi paling baik untuk belajar, karena neuron (sel saraf) sedang
berada dalam suatu harmoni (keseimbangan) yaitu ketika sel-sel saraf seseorang
melakukan tembakan impuls listrik secara bersamaan dan juga beristirahat
secara bersamaan sehingga timbul keseimbangan yang mengakibatkan kondisi
relaksasi seseorang. Hal ini menimbulkan adanya efisiensi pada jalur saraf
sehingga kondisi tersebut sangat tepat untuk melakukan sugesti (Chatib, 2014).

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa gelombang otak yang


tepat untuk belajar yakni dalam gelombang otak zona alfa. Kondisi zona alfa
merupakan keadaan terbaik siswa untuk belajar. Seseorang yang sedang masuk
dalam kondisi alfa akan mengalami kondisi yang relaks tetapi waspada, seperti
sedang melamun, tetapi sebenarnya sedang berpikir. Kondisi tersebut
disebabkan karena otak bekerja dengan relaks. Kondisi alfa merupakan kondisi
yang tepat untuk belajar. Para guru semestinya mengetahui dengan baik zona
kondisi alfa ini karena terkait dengan masuknya arus informasi ke dalam otak
siswa. Betapa pun bagusnya strategi pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru,
tetapi siswa keluar dari zona alfa maka informasi tidak akan pernah masuk ke
dalam memori siswa.

Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam
interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan
dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai, dan sikap (Winkel, 1996).
Guna mendapatkan hasil belajar yang maksimal, maka perlu didukung proses
belajar yang efektif. Goleman (dalam De Porter et al., 2001) mengemukakan
penelitian yang baru menyebutkan bahwa ada hubungan antara keterlibatan
emosi, belajar, dan memori jangka panjang. Tanpa keterlibatan emosi, kegiatan
saraf otak kurang dari yang dibu¬tuhkan untuk "merekatkan" pelajaran dalam
ingatan. Salah satu cara belajar untuk mendapatkan hasil yang optimal adalah
dengan quantum learning. Quantum learning merupakan proses belajar yang
dirancang bersifat menyenangkan dan menarik (De Porter & Hernacki, 2001).
Dengan tekanan positif atau suportif, yang dikenal dengan eustress, otak dapat
terlibat secara emosional dan memungkinkan kegiatan saraf maksimal
(Csikszentmihalyi, dalam De Porter et al., 2001). Studi-studi menunjukkan
bahwa siswa lebih banyak belajar jika pelajarannya memuaskan, menantang, dan
ramah serta mereka mempunyai suara dalam pembuatan keputusan. Dengan
kondisi tersebut, para siswa lebih sering ikut serta dalam kegiatan sukarela yang
berhubungan dengan bahan pelajaran (Walberg, dalam De Porter et al., 2001).
Secara umum, otak (cerebrum) terdiri dari dua belahan yaitu: hemisfer kanan
dan hemisfer kiri yang dihubungkan dengan corpus callosum (Wade & Tavris,
2007; Pinel, 2009; Kalat, 2010). Dalam proses belajar, kedua belahan otak
berperan penting. Menurut Sperry (dalam Wade & Tavris, 2007) hemisfer kanan
memiliki kemampuan lebih dalam memecahkan persoalan¬persoalan yang
menuntut kemampuan visual-spasial, kemampuan menggunakan peta, atau
meniru pola berpakaian, mengenali wajah, dan membaca ekspresi wajah.
Hemisfer kanan aktif ketika seseorang mencoba berkreasi dan memberikan
apresiasi terhadap seni dan musik. Secara unik, otak kanan mampu membaca
sebuah kata yang ditayangkan secara cepat dan dapat memahami instruksi-
intruksi pelaku eksperimen.

Peneliti lain (Dehaene et al., dalam Wade & Tavris, 2007) juga menghargai
hemisfer kanan karena hemisfer ini mempunyai gaya kognitif yang bersifat
intuitif dan holistis, berbeda dengan hemisfer kiri yang cara kerjanya lebih
bersifat rasional dan analitis. Namun, perbedaan kedua hemisfer bersifat relatif,
tidak absolut. Dalam aktivitas hidup yang paling nyata, kedua sisi otak ini saling
bekerja sama. Masing-masing memberi kontribusi yang berharga. Sebagai
contoh, kemampuan matematika tidak hanya melibatkan area- area di lobus
frontal kiri, namun juga area lobus parietal kiri dan kanan. Lobus parietal kiri
diperlukan untuk menghitung jumlah yang pasti dengan menggunakan bahasa (2
kali 5 sama dengan 10). Lobus parietal kanan diperlukan untuk melakukan
pembayangan secara visual atau spasial, seperti "garis angka" jarak mental, yang
menghitung kuantitas atau besarnya jarak (6 lebih dekat ke 9 daripada 2).
Proses belajar dalam quantum learning melibatkan banyak hal, antara lain
mencip¬ takan lingkungan yang positif, mendukung, dan menggembirakan.
Penggunaan pemainan-permainan dan partisipasi seluruh siswa, serta suasana
yang nyaman dari segi penerangan, tempat duduk, pengaturan ruang, hiasan
ruangan, serta peran yang tak kalah penting adalah musik (Dryden & Vos, 2000;
De Porter & Hernacki, 2001; De Porter et al., 2001; Campbell, 2001).
Suggestology atau suggestopedia merupakan metode pembelajaran yang
dikembangkan oleh Georgi Lozanov dari Bulgaria dengan menggunakan musik
untuk mempercepat proses belajar dan mendapatkan hasil belajar yang
optimum. Musik yang digunakan adalah musik klasik (Campbell, 2001; De
Porter et al., 2001; Dryden & Vos, 2000). Menurut Lozanov, irama, ketukan,
dan keharmonisan musik mempengaruhi fisiologi manusia, terutama gelombang
otak dan detak jantung, di samping membangkitkan perasaan dan ingatan (De
Porter et al., 2001). Lozanov menemukan bahwa musik barok menyelaraskan
tubuh dan otak. Musik barok dapat membuka kunci emosional untuk memori
super, yaitu sistem limbik otak. Sistem ini tidak hanya mengolah emosi, tetapi
juga menghubungkan otak sadar dengan otak bawah sadar (Dryden & Vos,
2000). Musik berpengaruh kuat pada lingkungan belajar. Penelitian
menunjukkan bahwa belajar lebih mudah dan cepat jika pelajar dalam kondisi
santai dan reseptif. Detak jantung orang dalam keadaan ini adalah 60 sampai 80
kali per menit. Kebanyakan musik barok sesuai dengan kondisi detak jantung
manusia yang santai dalam kondisi belajar optimal (Schuster & Gritton, dalam
De Porter et al., 2001). Dalam keadaan ini otak memasuki gelombang alfa (8- 12
Hz), gelombang otak yang terjadi pada saat seseorang mengalami relaksasi
(Pasiak, 2007; Mustajib, 2010). Gelombang alfa merupakan "kewaspadaan yang
rileks” (relaxed alertness) atau kadang juga disebut "kesadaran yang rileks"
(relaxed awareness) (Dryden & Vos, 2000). Otak pada ritme alfa adalah kondisi
otak yang rileks namun waspada, sehingga bagian dari otak, yaitu hippocampus
dan somatosensory, dapat bekerja dengan optimal (Ostrander, Ostrander,
Schoeder, 2000).

Mendidik Dengan Hypnoteaching

Elvin Syaputra dalam buku Hypnoteaching for Succes Learning mengartikan


kata hypnotic sebagai hal yang menyebabkan tidur. Dan, hypnotis berarti ahli
hypnosis. Sementara teaching bermakna mengajar. dengan pengertian ini
hypnoteaching berarti mengajar yang dapat menyebabkan tidur. Bila pengertian
ini yang dikehendaki, berarti hypnoteaching sangat tidak berguna dalam
mendukung pengajaran di kelas. Namun, pengertian seperti inilah yang banyak
terjadi di lapangan. Artinya, di saat guru berceramah menyampaikan pelajaran,
tidak sedikit peserta didik yang mulai terserang kantuk, menguap, bahkan ada
yang sudah tidur saat ditanya. R. Bakir dan Sigit Suryanto dalam buku
Hypnoteaching for Succes Learning mengartikan hypnosis di bab-bab awal.
Hypnosis adalah fenomena mirip tidur, namun bukan tidur. hypnoteaching
dalam pembahasan disini dapat diartikan sebagai proses pengajaran yang dapat
memberikan sugesti kepada para peserta didik. Adapun makna tidur di sini
bukan berarti kondisi tidur secara normal di malam hari, namun menidurkan
sejenak aktivitas pikiran sadar dan mengaktifkan pi kiran bawah sadar. “Metode
hypnoteaching juga dapat didefinisikan sebagai metode pembelajaran yang
dalam menyampaikan materi, guru memakai bahasa-bahasa bawah sadar yang
bisa menumbuhkan ketertarikan tersendiri kepada peserta didik”. Sebagai
gambaran banyak masyarakat yang tidak mengetahui hipnosis akan tetapi
sebenarnya telah mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya
seorang guru yang piawai memberikan motivasi kepada anak didiknya untuk
belajar. Guru-guru yang digandrungi oleh murid-muridnya dan dianggap sebagai
guru teladan, tanpa disadari sebenarnya guru tersebut telah mengaplikasikan
tehni k-tehnik hipnosis dalam kehidupan sehari-hari. Kunci dari metode
hypnoteaching sebenarnya adalah bagaimana guru bisa menciptakan lingkungan
belajar yang nyaman secara intern (psikis) maupun ekstern (fisik). Karena ketika
kenyamanan ada dalam pembelajaran, mereka akan merasakan pula proses
belajar yang menyenangkan, dan ketika dalam sebuah pembelaj aran rasa
nyaman dipastikan materi yang disampaikan guru akan mudah sekali diserap
oleh peserta didik.5 Hal itu bisa terjadi karena kondisi nyaman adalah kondisi
yang diciptakan oleh operator hipnotis (guru) dengan sebuah komunikasi yang
berguna membawa subjek hipnotis (peserta didik) ke kondisi alam bawah
sadarnya.

Hypnoteaching sangat diharapkan bisa lakukan oleh semua guru, karena metode
hypnoteaching adalah metode yang mengedepankan sebuah kenyamanan dan
rasa relaks bagi peserta didik yang hendak belajar, ketika peserta didik merasa
nyaman bisa diyakini bahwa apapun materinya akan mudah sekali dicerna oleh
peserta didik dan pesan apapun yang disampaikan guru kepada peserta didiknya
akan selalu dilaksanakan. Metode hypnoteaching juga mendidik para guru agar
menjadi guru yang profesional, menjiwai perannya sebagai seorang guru yang
merupakan sosok yang digugu dan ditiru yang akhirnya mampu memberikan
contoh yang baik dari segi berbicara, bertingkah laku, maupun berpenampilan,
karena peserta didik tidak akan bisa menjadi seperti apa yang kita inginkan kalau
guru sebagai sang pemberi perintah justru malah menunjukkan penampilan,
atau perbuatan yang sangat bertolak belakang dari apa yang di perintahkan
kepada peserta didik. Maka dari itu metode hypnoteaching sangat
mengharuskan guru menj iwai perannya dan menjadi guru yang profesional
karena di dalam metode hypnoteaching banyak sekali tuntutan guru yang harus
dipenuhi, agar benar¬benar menjadi guru yang mempunyai daya magnet dalam
menarik peserta didik untuk menjadi orang yang berhasil dalam hal keilmuan
dan moral peserta didik.

NLP mengajarkan kepada seorang komunikator, bagaimana memposisikan


lawan bicara sebagai orang yang telah memiliki dasar-dasar pengetahuan tentang
apa yang hendak disampaikan. Hal ini mudah dimaklumi mengingat era
informasi dan transformasi global telah menggiring umat manusia dewasa ini
menjadi serba tahu. Seorang pendidik/ guru yang berkemampuan sebagai
komunikator yang baik harus yakin bahwa apa yang hendak disampaikan kepada
para peserta didik, sudah diketahui secara sepintas oleh anak didiknya. Misalnya,
ketika pendidik hendak mengajarkan sebuah dalil atau teorema kepada peserta
didik, maka sebaiknya pendidik/guru terlebih dahulu mempertanyakan kepada
mereka apa yang telah mereka ketahui tentang dalil atau teorema tersebut.
Dalam hal ini penyampaian bahasa yang santun dan tidak menekan akan sangat
membantu para peserta didik/siswa dalam mengembangkan improvisasi yang
mereka miliki dalam menjawab pertanyaan tersebut. Tidak ada alasan yang
mendasar bagi pendidik untuk menyakini bahwa peserta didik/siswanya adalah
orang yang tidak tahu atau bodoh sama sekali terhadap apa yang belum dia
ajarkan. Mempelajari ilmu pengetahuan umum di sekolah tidaklah sama dengan
mempelajari aliran tarikat,jampi atau bahkan ilmu kebatinan. Ilmu pengetahuan
umum yang diajarkan di sekolah adalah komsumsi publik, yang buku penuntun
dan panduannya dijual secara bebas, dipajang secara vulgar diberbagai media,
termasuk internet/blog, sehingga setiap orang dari berbagai lapisan dapat
mengakses pengetahuan tersebut. Bedanya dengan ilmu kebatinan lantaran ilmu
ini bersifat rahasia dan penuh misteri. Oleh karena itu, maka pengetahuan ini
bersifat eksklusif dimana sang guru harus merasa lebih tahu dari pada muridnya.
Memadukan antara NLP dengan psikologi mengajar akan sangat terasa
manfaatnya bagi dunia pendidikan. Psikologi tidak saja mengajarkan kepada
pendidik kondisi sosial yang dialami dan dirasakan oleh anak didiknya, tetapi
juga patologi sosial yang melatari anak didik berubah sikap/prilaku terhadap
lingkungannya. Terjadinya vandalisme dikalangan pelajar, seperti tawuran
maupun patologi sosial lainnya, merupakan implikasi dari rasa ketidakperhatian
lingkungan terhadap eksistensi pelajar di tengah-tengah mereka. Justifikasi
terhadap prilaku yang menyimpang dari karakter pelajar dianggap suatu
kesalahan fatal, dimana mereka (remaja) dihakimi sebagai orang yang paling
bersalah atas terjadinya berbagai kerusakan.
DAFTAR PUSTAKA

Aguinis, H., & Kraiger, K. (2009). Benefits of training and development for
individualsand teams, organizations, and society. Annual Review of
Psychology, 60, 451-474.doi: 10.1146/annurev.psych.60.110707.163505
Allen, S. J., & Hartman, N. S. (2008). Leadership development: An exploration
ofsources of learning. SAM Advanced Management Journal (07497075),
73(1), 10-62.Retrieved from
http://search.ebscohost.com.proxygw.wrlc.org/login.aspx?direct=true&d
b=buh&AN=31501959&site=ehost-live
Alston, B. A. (2009). An examination of the relationship between emotional
intelligenceand leadership practices. (D.B.A., Nova Southeastern
University). ProQuestDissertations and Theses, Retrieved from
http://search.proquest.com.proxygw.wrlc.org/docview/305150764?acco
untid=11243.(MSTAR_305150764).
Alvesson, M., & Sandberg, J. (2011). Generating research questions
throughproblematization. Academy of Management Review, 36(2), 247-
271. doi:10.5465/AMR.2011.59330882
Antonakis, J., Ashkanasy, N., & Dasborough, M. (2009). Does leadership need
emotionalintelligence? Leadership Quarterly, 20(2), 247-261.
doi:10.1016/j.leaqua.2009.01.006
Averill, J. (2000). Intelligence, emotion and creativity. In Bar-On, R., & Parker,
J.D.A.(Ed.), The handbook of emotional intelligence (pp. 277-298)162
Avolio, B. J. (2004). Examining the full range model of leadership: Looking
back totransform forward. In Day, D.V., Zaccaro, S.J., & Halpin, S.M.
(Ed.), Leaderdevelopment for transforming organizations: Growing
leaders for tomorrow (pp. 71-98). Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum
Associates.
Avolio, B. J., & Gardner, W. L. (2005). Authentic leadership development:
Getting to theroot of positive forms of leadership. Leadership Quarterly,
16, 315-338.
Barnard, C. I. (1938). The functions of the executive. Cambridge: Harvard
UniversityPress.
Bar-On, R. (1997). Bar-on emotional quotient inventory (EQ-i): Technical
manual.Toronto, Canada: Multi-Health Systems. San Francisco, CA:
Jossey-Bass.
Bar-On, R. (2000). Emotional and social intelligence: Insights from the
emotionalquotient inventory. In Bar-On, R., & Parker, J.D.A. (Ed.), The
handbook ofemotional intelligence (pp. 363-388)
Bass. B. M. (1985). Leadership and performance beyond expectations. New
York: FreePress.
Bauer, T. N., Erdogan, B., Liden, R. C., & Wayne, S. J. (2006). A longitudinal
study ofthe moderating role of extraversion: Leader-member exchange,
performance, andturnover during new executive development. Journal of
Applied Psychology, 91(2),298-310. doi: 10.1037/0021-9010.91.2.298
Beard, C., & Wilson, J. P. (2006). Experiential learning: A best practice
handbook foreducators and trainers (2nd ed.). London: Kogan Page
Limited.163
Berman, E. M., & West, J. P. (2008). Managing emotional intelligence in U.S.
cities: Astudy of social skills among public managers. Public
Administration Review, 68(4),742-758. doi: 10.1111/j.1540-
6210.2008.00912.x
Bernthal, P., Cook, K., & Smith, A. (2001). Needs and outcomes in an
executivedevelopment program: A matter of perspective. Journal of
Applied BehavioralScience, 37(4), 488-512. doi:
10.1177/0021886301374006
Bierema, L. L. (2008). Adult learning in the workplace: Emotion work or
emotionlearning? New Directions for Adult and Continuing Education,
120, 55-64.
Blank, W. (2001). The 108 skills of natural born leaders. New York:
AMACOM.
Bloomberg, L.D., & Volpe, M. (2008). Completing your qualitative dissertation:
Aroadmap from beginning to end. Thousand Oaks: SAGE Publications.
Bono, J.E., & Judge, T.A. (2004). Personality and transformational and
transactionalleadership: A meta-analysis. Journal of Applied Psychology,
89(5), 901-910. doi:10.1037/0021-9010.89.5.901
Bryson, J.M., & Kelley, G. (1978). A political perspective on leadership
emergence,stability, and change in organizational networks. Academy of
ManagementReview,3(4), 713-723.
Buckley, W. (1968). Society as a complex adaptive system. In W. Buckley (Ed.),
Society- A complex adaptive system: Essays in social theory (pp. 77-123).
Amsterdam,Netherlands: Gordon and Breach Publishers.
Burns, J. M. (1978). Leadership. New York: Harper & Row.
Burrell, G., & Morgan, G. (1979). Sociological paradigms and organisational
analysis.Portsmouth, NH: Heinemann Educational Books.164
Cable, D. M., & Judge, T. A. (2003). Managers' upward influence tactic
strategies: Therole of manager personality and supervisor leadership style.
Journal ofOrganizational Behavior, 24(2), 197-214. doi: 10.1002/job.183
Caldwell, S., & Gravett, L. (2009). Using your emotional intelligence to develop
others.New York: Palgrave MacMillan.
Carmeli, A. (2003). The relationship between emotional intelligence and work
attitudes,behavior and outcomes. Journal of Managerial Psychology,
18(8), 788-813. doi:10.1108/02683940310511881
Caruso, D. R., & Wolfe, C. J. (2004). Emotional intelligence and
leadershipdevelopment. In Day, D.V., Zaccaro, S.J., & Halpin, S.M. (Ed.),
Leaderdevelopment for transforming organizations: Growing leaders for
tomorrow (pp.237-266). Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates.
Caruso, D. R., Salovey, P., & Mayer, J. D. (2003). Emotional intelligence and
emotionalleadership. In Salovey, P., Brackett, M.A., & Mayer, J.D. (Ed.),
Emotionalintelligence: Key readings on the Mayer and Salovey model
(pp. 305-325). PortChester, NY: Dude Publishing.
Chan, C. C. A., Lim, L., & Keasberry, S. K. (2003). Examining the linkages
betweenteam learning behaviors and team performance. The Learning
Organization, 10(4/5),228. Retrieved
fromhttp://proxygw.wrlc.org/login?url=http://proquest.umi.com.proxy
gw.wrlc.org/pqdweb?did=388634381&Fmt=7&clientId=31812&RQT=3
09&VName=PQD
Clawson, J. G. (2009). In Yagan S. (Ed.), Level three leadership (4th ed.). Upper
SaddleRiver, NJ: Pearson Prentice Hall.165
Coffey, A., & Atkinson, P. (1996). Making sense of qualitative data:
Complementaryresearch strategies. Thousand Oaks, CA: SAGE
Publications, Inc.
Cohen, W. A. (2010). Drucker on leadership. San Francisco: Jossey-Bass.
Conger, J. A. (2004). Developing leadership capability: What's inside the
blackbox? Academy of Management Executive, 18(3), 136-2004.
doi:10.5465/AME.2004.14776188
Cooper, R. K., & Sawaf, A. (1997). Executive EQ: Emotional intelligence in
leadershipand organizations. New York: Putnam.
Cresswell, J. (2007). Qualitative inquiry and research design. Thousand Oaks:
SAGEPublications, Inc.
Crotty, M. (1998). The foundations of social research: Meaning and perspective
in theresearch process. Thousand Oaks: SAGE Publications, Inc.
Dansereau, F., Graen, G. B., & Haga, W. (1975). A vertical dyad linkage
approach toleadership in formal organizations. Organizational Behavior
and HumanPerformance, 13, 46-78.
Davis, M. S. (1971). That's interesting! Towards a phenomenology of sociology
and asociology of phenomenology. Philosophy of the Social Sciences, 1,
309-344.
Day, D. V. (2001). Leadership development: A review in context.
LeadershipQuarterly, 11(4), 581-613.
Day, D.V., & Halpin, S.M. (2001). Leadership development: A review of
industry bestpractices. (Technical No. 1111). Alexandria, VA: U.S. Army
Research Institute forthe Behavioral and Social Sciences.166
Day, D. V., & Halpin, S. M. (2004). Growing leaders for tomorrow: An
introduction. InDay, D.V., Zaccaro, S.J., & Halpin, S.M. (Ed.), Leader
development fortransforming organizations: Growing leaders for
tomorrow (pp. 3-22). Mahwah, NJ:Lawrence Erlbaum Associates.
Day, D. V., & Zaccaro, S. J. (2004). Toward a science of leader development. In
Day,D.V., Zaccaro, S.J., & Halpin, S.M. (Ed.), Leader development for
transformingorganizations: Growing leaders for tomorrow (pp. 383-400).
Mahwah, NJ:Lawrence Erlbaum Associates.
DeGeest, D., & Brown, K. G. (2011). The role of goal orientation in
leadershipdevelopment. Human Resource Development Quarterly, 22(2),
157-175.
Department of Defense. (2008). Civilian leader competency assessment
surveyresults. (Assessment results). Washington, DC: Department of
Defense.
Department of Defense. (2009). Civilian leader competency assessment
surveyresults. (Assessment results). Washington, DC: Department of
Defense.
Dewey, J. (1916). Democracy and education: An introduction to the philosophy
ofeducation. New York: MacMillan Company.
Dewey, J. (1938). Experience & education. New York: Touchstone.
Dirkx, J. M. (2008). The meaning and role of emotions in adult learning. New
Directionsfor Adult and Continuing Education, 120, 7-18.
Elkjaer, B. (2009). Pragmatism: A learning theory for the future. In K.
Illeris(Ed.), Contemporary theories of learning (pp. 74-89). London:
Routledge.167
Epstein, S. (2012). Emotional intelligence from the perspective of cognitive-
experientialself-theory. International Journal of Transformative
Emotional Intelligence, 1, 109-121.
Gaffar, M.A., Mudrikah, A., Hamdani, dan Hakim, L.L. 2017. Alphawave
Model: Seni Melatih Berbasis Neuro-Linguistics Programming. Bandung:
FKIP Uninus Press.
Gaffar, M.A., Noval, S.M.R., Hamdani, dan Hakim, L.L. 2018. Alpha
Resilience: Mengembangkan Resiliensi Diri Melalui Gelombang Otak
Alpha. Bandung: FKIP Uninus Press.
Gardner, H. (1999). Intelligence reframed: Multiple intelligences for the
21stcentury. New York: Basic Books.
Gates, R. M. (2010). Protecting the force: Lessons from Fort Hood. (Technical
Report).Washington, DC: Department of Defense.
Geertz, C. (1973). The interpretation of cultures. New York, NY: Basic Books.
George, J. M. (2000). Emotions and leadership: The role of
emotionalintelligence. Human Relations, 53(8), 1027-1055. Retrieved
fromhttp://search.ebscohost.com.proxygw.wrlc.org/login.aspx?direct=tr
ue&db=buh&AN=12135503&site=ehost-live
Goffee, R., & Jones, G. (2000). Why should anyone be led by you? Harvard
BusinessReview, 78(5), 62-70. Retrieved
fromhttp://search.ebscohost.com.proxygw.wrlc.org/login.aspx?direct=tr
ue&db=buh&AN=3521267&site=ehost-live
Goldman, E. F., & Gorman, M. (2010). Four doors of leadership. (Doctoral
CourseBriefing). Ashburn, VA: The George Washington University.
Goleman, D. (1995). Emotional intelligence. New York: Bantam Books.
Goleman, D. (1998). Working with emotional intelligence. New York: Bantam
Books.
Goleman, D. (2004). What makes a leader? Harvard Business Review, 82(1), 82-
91.Retrieved
from168http://search.ebscohost.com.proxygw.wrlc.org/login.aspx?direct
=true&db=buh&AN=11800993&site=ehost-live
Goleman, D. (2011). Leadership: The power of emotional intelligence.
Northampton,MA: More Than Sound LLC.
Goleman, D., & Boyatzis, R. (2008). Social intelligence and the biology
ofleadership. Harvard Business Review, 86(9), 74-81.
Graen, G. B., & Uhl-Bien, M. (1995). Relationship-based approach to
leadership:Development of leader-member exchange (LMX) theory of
leadership over 25 years:Applying a multi-level, multi-domain perspective.
Leadership Quarterly, 6(2), 219-247.
Grundmann, S. T. (2010). A call to action: Improving first-level supervision of
federalemployees. (Technical Report). Washington, DC: Merit Systems
Protection Board.
Hall, D. T. (2004). Self-awareness, identity, and leader development. In Day,
D.V.,Zaccaro, S.J., & Halpin, S.M. (Ed.), Leader development for
transformingorganizations: Growing leaders for tomorrow (pp. 153-176).
Mahwah, NJ:Lawrence Erlbaum Associates.
Halpern, D. F. (2004). The development of adult cognition: Understanding
constancy andchange in adult learning. In Day, D.V., Zaccaro, S.J., &
Halpin, S.M. (Ed.), Leaderdevelopment for transforming organizations:
Growing leaders for tomorrow (pp.125-152). Mahwah, NJ: Lawrence
Erlbaum Associates.
Hammett, R., Hollon, C., & Maggard, P. (2012). Professional military education
(PME)in the USAF SOS leadership course: Incorporating
emotionalintelligence. International Journal of Transformative Emotional
Intelligence, 1, 73-96.
Hammett, R., Nelson, D., & Low, G. (2011). Personal excellence map
interpretation andintervention guide. (Technical). Kingsville, TX: EI
Learning Systems, Inc.
Hammett, R. D. (2007). Personal excellence: The development and validation
of a newmeasure of emotional intelligence. (Ed.D., Texas A&M
University -Kingsville). ProQuest Dissertations and Theses, Retrieved
fromhttp://search.proquest.com.proxygw.wrlc.org/docview/304717649?
accountid=11243.(304717649).
Hansen, M. T. (2009). Collaboration. Boston: Harvard Business Press.
Hargrove, R. (2008). Masterful coaching (3rd ed.). San Francisco: Jossey-Bass.
Hatfield, D. D. (2009). Relationships between emotional intelligence
competencies andtransformational leadership skills: U.S. government civil
servant leaders. (D.M.,University of Phoenix). ProQuest Dissertations
and Theses, Retrieved
fromhttp://search.proquest.com.proxygw.wrlc.org/docview/305123446?
accountid=11243.(MSTAR_305123446).
Hedlund, J., & Sternberg, R. J. (2000). Too many intelligences? In Bar-On, R.,
& Parker,J.D.A. (Ed.), The handbook of emotional intelligence (pp. 136-
167). San Francisco,CA: Jossey-Bass.
Heifetz, R., Grashow, A., & Linsky, M. (2009). The practice of adaptive
leadership.Boston: Harvard Business Press.
Heifetz, R. A., & Linsky, M. (2002). Leadership on the line. Boston: Harvard
BusinessSchool Press.
Heron, J. (2009). Life cycles and learning cycles. In K. Illeris (Ed.),
Contemporarytheories of learning (pp. 129-146). London: Routledge.
Hogan, R., & Warrenfeltz, R. (2003). Educating the modern manager. Academy
ofManagement Learning & Education, 2, 74-84.
Hur, Y. H., van den Berg, P. T., & Wilderom, C. P. M. (2011).
Transformationalleadership as a mediator between emotional intelligence
and teamoutcomes. Leadership Quarterly, 22(4), 591-603. doi:
10.1016/j.leaqua.2011.05.002
Illeris, K. (2007). How we learn. London: Routledge.
Illeris, K. (Ed.). (2009). Contemporary theories of learning. London: Routledge.
Illeris, K. (2011). The fundamentals of workplace learning. London: Routledge.
James, K. T., & Arroba, T. (2005). Reading and carrying: A framework for
learningabout emotion and emotionality in organizational systems as a
core aspect ofleadership development. Management Learning,36(3), 299-
316. doi:10.1177/1350507605055348
Kaiser, R. B., Hogan, R., & Craig, S. B. (2008). Leadership and the fate
oforganizations. American Psychologist, 63(2), 96-110. doi:
10.1037/0003-066X.63.2.96
Kelman, S. (2007). 5. Public administration and organization studies. Academy
ofManagement Annals, 1, 225-267. Retrieved
fromhttp://search.ebscohost.com.proxygw.wrlc.org/login.aspx?direct=tr
ue&db=bth&AN=35980419&site=ehost-live
Kim, C. (2009). Developing effective leadership skills. Public
AdministrationReview, 69(3), 547. Retrieved
fromhttp://proxygw.wrlc.org/login?url=http://proquest.umi.com.proxy
gw.wrlc.org/pqdweb?did=1705203571&Fmt=7&clientId=31812&RQT=
309&VName=PQD
Klein, K. J., & Ziegert, J. C. (2004). Leader development and change over time:
Aconceptual integration and exploration of research challenges. In Day,
D.V.,Zaccaro, S.J., & Halpin, S.M. (Ed.), Leader development for
transformingorganizations: Growing leaders for tomorrow (pp. 359-382).
Mahwah, NJ:Lawrence Erlbaum Associates.
Kolb, D. A. (1984). Experiential learning: Experience as the source of learning
anddevelopment. Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall.
Koonce, R. (2010). Executive coaching: Leadership development in the
Federalgovernment. Public Manager, 39(2), 44. Retrieved
fromhttp://proxygw.wrlc.org/login?url=http://proquest.umi.com.proxy
gw.wrlc.org/pqdweb?did=2093720971&Fmt=7&clientId=31812&RQT=
309&VName=PQD
Kuhn, T. S. (1962). The structure of scientific revolutions. Chicago, IL: The
University ofChicago Press.
Lane, R. D. (2000). Levels of emotional awareness. In Bar-On, R., & Parker,
J.D.A.(Ed.), The handbook of emotional intelligence (pp. 171-191). San
Francisco, CA:Jossey-Bass.
Lave, J. (2009). The practice of learning. In K. Illeris (Ed.), Contemporary
theories oflearning (pp. 200-208). London: Routledge.
Lave, J., & Wenger, E. (1991). Situated learning: Legitimate peripheral
participation.New York: Cambridge University Press.
Lencioni, P. (2005). Overcoming the five dysfunctions of a team. San Francisco:
Jossey-Bass.
Lewis, M. W. (2000). Exploring paradox: Toward a more comprehensive guide.
Academyof Management Review, 25(4), 760-776.
Lincoln, Y. S. (2009). Rethinking emotional intelligence: An alternativeproposal.
Advances in Developing Human Resources, 11(6), 784-791.
doi:10.1177/1523422309360702
Lindeman, E. C. (1926). The meaning of adult education. New York: New
Republic Inc.
Low, G., & Hammett, R. (2012). The transformative model of emotional
intelligence:Improving access and success in higher education.
International Journal ofTransformative Emotional Intelligence, 1, 21-38.
Luscher, L. S., & Lewis, M. (2008). Organizational change and managerial
sensemaking:Working through paradox. Academy of Management
Journal, 51(2), 221-240.
Markus, H. R., & Kitayama, S. (1991). Culture and the self: Implications for
cognition,emotion, and motivation. Psychological Review, 98(2), 224-253.
doi: 10.1037/0033-295X.98.2.224
Marquardt, M. J. (2011). Building the learning organization (3rd ed.). Boston:
NicholasBrealey Publishing.
Marquardt, M. J. (2011). Optimizing the power of action learning (2nd ed.).
MountainView, CA: Davis-Black Publishing.
Martin, J. (2002). Organizational culture: Mapping the terrain. Thousand Oaks,
CA:SAGE Publications, Inc.
Maxwell, J. A. (2005). Qualitative research design: An interactive approach.
ThousandOaks, CA: SAGE Publications, Inc.
Mayer, J. D., Salovey, P., & Caruso, D. (2000). Models of emotional
intelligence. In R. J.Sternberg (Ed.), The handbook of intelligence (pp.
396-420). New York: CambridgeUniversity Press.
Mayer, J. D., Salovey, P., Caruso, D. R., & Sitarenios, G. (2003). Measuring
emotionalintelligence with the MSCEIT V2.0. In Salovey, P., Brackett,
M.A., & Mayer, J.D.(Ed.), Emotional intelligence: Key readings on the
Mayer and Salovey model (pp.179-194). Port Chester, NY: Dude
Publishing.
Mayer, J. D., & Salovey, P. (1997). What is emotional intelligence? In Salovey,
P., &Sluyter, D. (Ed.), Emotional development and emotional
intelligence: Implicationsfor educators (pp. 3-31). New York: Basic
Books.
Mayer, J. D., Caruso, D. R., & Salovey, P. (1999). Emotional intelligence
meetstraditional standards for an intelligence. Intelligence, 27(4), 267-298.
Mayer, J. D., Caruso, D. R., & Salovey, P. (2000). Selecting a measure on
emotionalintelligence. In Bar-On, R., & Parker, J.D.A. (Ed.), The
handbook of emotionalintelligence (pp. 320-342). San Francisco, CA:
Jossey-Bass.
Mayer, J. D., Roberts, R. D., & Barsade, S. G. (2008). Human abilities:
Emotionalintelligence. Annual Review of Psychology, 59, 507-536.
doi:10.1146/annurev.psych.59.103006.093646
McCauley, C. D., & Van Velsor, E. (2004). Our view of leadership
development. InMcCauley, C. D., & Van Velsor, E. (Ed.), The Center for
Creative Leadershiphandbook of leadership development (2nd ed., pp. 1-
22). San Francisco: Jossey-Bass.
McEnrue, M. P., Groves, K. S., & Shen, W. (2009). Emotional intelligence
development:Leveraging individual characteristics. Journal of
Management Development, 28(2),150-174.
McLean, G. N. (2006). Rethinking adult learning in the workplace. Advances
inDeveloping Human Resources, 8(3), 416-423. doi:
10.1177/1523422306288435
McPhie, N. A. G. (2009). Managing for engagement - communication,
connection, andcourage. (Technical Report). Washington, DC: Merit
Systems Protection Board.
Merriam, S. B., Caffarella, R. S., & Baumgartner, L. M. (2007). Learning in
adulthood:A comprehensive guide (3rd ed.). San Francisco: Jossey-Bass.
Miles, M.B., & Huberman, A.M. (1994). Qualitative data analysis: An
expandedsourcebook (2nd ed.). Thousand Oaks: SAGE Publications, Inc.
Moore, M. H. (1995). Creating public value. Cambridge: Harvard University
Press.
Moustakas, C. (1994). Phenomenological research methods. SAGE Research
MethodsOnline. doi: 10.4135/9781412995658
Muyia, H. M. & Kacirek, K. (2009). An empirical study of a leadership
developmenttraining program and its impact on emotional intelligence
quotient (EQ)scores. Advances in Developing Human Resources, 11(6),
703-718.
Nafukho, F. M. (2009). Emotional intelligence and performance: Need for
additionalempirical evidence. Advances in Developing Human Resources,
11(6), 671-689.
Naquin, S. S., & Holton III, E. F. (2006). Leadership and managerial
competencymodels: A simplified process and resulting model. Advances
in Developing HumanResources, 8(2), 144-165.
Nelson, D. (2012). Liberating and actualizing human potential. International
Journal ofTransformative Emotional Intelligence, 1, 15-20.
Nelson, D., Low, G., & Vela, R. (2011). Emotional skills assessment
processinterpretation and intervention guide. (Technical). Kingsville, TX:
Texas A&MUniversity.
Nelson, D. B., & Low, G. R. (2011). Emotional intelligence: Achieving
academic andcareer excellence (2nd ed.). Boston: Prentice Hall.
Nesbit, P. L. (2012). The role of self-reflection, emotional management and
feedback,and self-regulation processes in self-directed leadership
development. HumanResources Development Review, 11(2), 203-226.
Northouse, P. (2007). Leadership theory and practice (5th ed.). Thousand Oaks:
SAGEPublications, Inc.
O'Leonard, K. (2011). Learning and development in the federal sector: Insights
andanalysis of training initiatives in the federal government. (Technical
Report).Oakland, CA: Bersin & Associates.
Ozbun, J. L. (2011). An exploration of how U.S. Air Force-rated officers could
becomeeffective leaders. (D.B.A., Northcentral University). ProQuest
Dissertations andTheses, Retrieved
fromhttp://search.proquest.com.proxygw.wrlc.org/docview/902632285?
accountid=11243.(MSTAR_902632285).
Parry, K. W., & Proctor-Thomson, S. B. (2003). Leadership, culture and
performance:The case of the New Zealand public sector. Journal of
Change Management, 3(4),376-399.
Patterson, K., Grenny, J., McMillan, R., & Switzler, A. (2005). Crucial
confrontations.New York: McGraw-Hill.
Peshkin, A. (1988). In search of subjectivity. one's own. Educational
Researcher, 17(7),pp. 17-21. Retrieved from
http://www.jstor.org.proxygw.wrlc.org/stable/1174381
Petrie, N. (2011). Future trends in leadership development. (White Paper).
Greensboro,NC: Center for Creative Leadership.
Phipps, S. T., & Prieto, L. C. (2011). Emotional intelligence: Is it necessary for
leaderdevelopment? Academy of Human Resources Development,
Schaumburg, IL.
Riggio, R.E., & Lee, J. (2007). Emotional and interpersonal competencies and
leaderdevelopment. Human Resource Management Review, 17, 418-426.
Riggio, R. E., & Reichard, R. J. (2008). The emotional and social intelligences
ofeffective leadership. Journal of Managerial Psychology, 23(2), 169-185.
doi:10.1108/02683940810850808
Rourke, F. E. (1992). Responsiveness and neutral competence in
Americanbureaucracy. Public Administration Review, 52(6), pp. 539-546.
Retrievedfrom http://www.jstor.org.proxygw.wrlc.org/stable/977164
Rude, D., Shuck, B., & Scully-Russ, E. (2011). Developing public sector leaders
toengage employees: A primary synthesis of the literature. Academy of
HumanResource Development, Denver, Colorado. 964-997.
Ruderman, M. N., Hannum, K., Leslie, J. B., & Steed, J. L. (2001). Making
theconnection: Leadership skills and emotional intelligence. (No. L1A).
Washington,DC: Center for Creative Leadership.
Saldana, J. (2009). The coding manual for qualitative researchers. Thousand
Oaks:SAGE Publications, Inc.
Salovey, P., & Mayer, J. D. (1990). Emotional intelligence. Imagination,
Cognition, andPersonality, 9(3), 185-211.
Salovey, P., Brackett, M. A., & Mayer, J. D. (2007). Emotional intelligence:
Keyreadings on the Mayer and Salovey model (2nd ed.). Port Chester,
NY: DudePublishing.
Salovey, P., Mayer, J. D., & Caruso, D. (2002). The positive psychology of
emotionalintelligence. In Snyder, C.R., & Lopez, S.J. (Ed.), Handbook of
positivepsychology (pp. 159-171). New York: Oxford University Press.
Schein, E. (2010). Organizational culture and leadership (4th ed.). San
Francisco, CA:Jossey-Bass.
Schmitt, R. (1967). Phenomenology. In P. Edwards (Ed.), The encyclopedia
ofphilosophy, 6 (pp. 135-151). New York: Macmillan & Free Press.
Schwandt, D. R. (2005). When managers become philosophers: Integrating
learning withsensemaking. Academy of Management Learning &
Education, 4(2), 176-192.
Schyns, B., Kiefer, T., Kerschreiter, R., & Tymon, A. (2012). Teaching
implicitleadership theories to develop leaders and leadership: How and
why it can make adifference. Academy of Management Learning &
Education, 10(3), 397-408.
Sen, A. (2010). Developing ambidextrous, connected and mindful brains
forcontemporary leadership. International Journal of Business Insights
&Transformation, 3(2), 103-111. Retrieved
fromhttp://search.ebscohost.com.proxygw.wrlc.org/login.aspx?direct=tr
ue&db=buh&AN=55558078&site=ehost-live
Shields, D. (2009). Leaders' emotional intelligence and discipline of personal
mastery: Amixed methods analysis. ProQuest Information & Learning).
Dissertation AbstractsInternational Section A: Humanities and Social
Sciences, 69(9) Retrievedfrom
http://search.ebscohost.com.proxygw.wrlc.org/login.aspx?direct=true&d
b=psyh&AN=2009-99050-476&site=ehost-live. (2009-99050-476).
Shuck, B., & Herd, A. M. (2012). Employee engagement and leadership:
Exploring theconvergence of two frameworks and implications for
leadership development andHRD. Human Resources Development
Review,11(2), 156-181.
Stodgill, R. M. (1948). Personal factors associated with leadership: A survey of
theliterature. Journal of Psychology, 25, 35-71.
Stodgill, R. M. (1974). Handbook of leadership: A survey of the literature. New
York:Free Press.
Tang, H. V., Yin, M., & Nelson, D. B. (2010). The relationship between
emotionalintelligence and leadership practices: A cross-cultural study of
academic leaders inTaiwan and the USA. Journal of Managerial
Psychology, 25(8), 899-926. doi:10.1108/02683941011089143
Tannenbaum, S. I., & Yukl, G. (1992). Training and development in
workorganizations. Annual Review of Psychology, 43(1), 399. Retrieved
fromhttp://search.ebscohost.com.proxygw.wrlc.org/login.aspx?direct=tr
ue&db=buh&AN=9212070682&site=ehost-live
Thomas, H., & Carnall, C. (2008). Leadership development: Integration
incontext. Strategic Change, 17(5-6), 193-206. doi: 10.1002/jsc.826
Tichy, N. M., & Bennis, W. G. (2007). Judgment: How winning leaders make
great calls.New York: Penguin Group.
Turner, J. (2007). Developing executive leadership in the public sector.
PublicManager, 36(4), 50. Retrieved
fromhttp://proxygw.wrlc.org/login?url=http://proquest.umi.com.proxy
gw.wrlc.org/pqdweb?did=1417848151&Fmt=7&clientId=31812&RQT=
309&VName=PQD
Tyre, M. J., & von Hippel, E. (1997). The situated nature of adaptive learning
inorganizations. Organization Science, 8(1), 71-83. Retrieved
fromhttp://search.ebscohost.com.proxygw.wrlc.org/login.aspx?direct=tr
ue&db=buh&AN=5170789&site=ehost-live
Ulrich, D., & Smallwood, N. (2007). Leadership brand. Boston: Harvard
BusinessSchool Press.
Van de Ven, A. H. (2007). Engaged scholarship: A guide for organizational and
socialresearch. Oxford: Oxford University Press.
Vigoda-Gadot, E., & Meisler, G. (2010). Emotions in management and the
managementof emotions: The impact of emotional intelligence and
organizational politics onpublic sector employees. Public Administration
Review, 70(1), 72-86. doi:10.1111/j.1540-6210.2009.02112.x
Weinberger, L. A. (2009). Emotional intelligence, leadership style, and
perceivedleadership effectiveness. Advances in Developing Human
Resources, 11(6), 747-772.
Wenger, E. (2009). A social theory of learning. In K. Illeris (Ed.),
Contemporary theoriesof learning (pp. 209-218). London: Routledge.
Whetten, D. A., & Cameron, K. S. (2010). Developing management skills (8th
ed.).Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall.
Woodward, A. (2009). Engaging frontline workers in times of
organizationalchange. Public Administration Review, 69(1), 25. Retrieved
fromhttp://proxygw.wrlc.org/login?url=http://proquest.umi.com.proxy
gw.wrlc.org/pqdweb?did=1625352011&Fmt=7&clientId=31812&RQT=
309&VName=PQD
Yammarino, F. J., Dionne, S. D., Chu, J. U., & Dansereau, F. (2005).
Leadership andlevels of analysis: A state-of-the-science review.
Leadership Quarterly, 16, 879-919.
Yeo, R. K., & Gold, J. (2012). The inseparability of action and learning:
UnravellingRevans' action learning theory for human resource
development (HRD). HumanResource Development International, 14(5),
511-526.
Yorks, L., & Kasl, E. (2002). Toward a theory and practice for whole-person
learning:Reconceptualizing experience and the role of affect. Adult
EducationQuarterly, 52(3), 176-92. Retrieved
fromhttp://search.ebscohost.com.proxygw.wrlc.org/login.aspx?direct=tr
ue&db=eric&AN=EJ644440&site=ehost-live
Yukl, G. (2010). Leadership in organizations (7th ed.). Upper Saddle River:
PrenticeHall.
Yukl, G. (2012). Effective leadership behavior: What we know and what
questions needmore attention. Academy of Management Perspectives,
26(4), 66-85.

Anda mungkin juga menyukai