Anda di halaman 1dari 4

Tari Sajojo adalah tarian pergaulan masyarakat Papua,

Buddy.
Lirik lagu dalam tarian Sajojo bercerita tentang seorang
gadis cantik yang diidolakan oleh pemuda-pemuda di
kampungnya. Salah satu jenis tari pergaulan ini mulai
populer pada tahun 1990-an. Awalnya di kalangan
militer yang pernah tugas di Timor, Maluku dan Irian. Tari Sajojo, memiliki kekhasan pada
gerakannya yang meloncat bongkok, dengan dimulai dari kaki kiri. Iringan musik Sajojo, biasanya
beirama Cha Cha Cha Ambon medly.
Saking populernya tarian dan nyanyian Sajojo ini, kita dengar dimana-mana, hingga banyak
sekolah, lembaga dan kelompok masyarakat memperlombakan tarian Sajojo. Bahkan tari sajojo
telah

dimodifikasi

menjadi

senam

meski

tanpa

meninggalkan

unsur-unsur

aslinya.

Kepopuleran tari Sajojo didukung pula oleh karakter tarian itu sendiri. Jenis tarian Sajojo adalah
tarian grup yang tidak dibatasi jumlah penarinya. Seperti halnya tarian Yospan, siapa pun boleh
turun dalam kesukarian sebuah kebersamaan. Ditambah dengan iringan musik yang dinamis,
menghentak dan menggembirakan. Sehingga sangat kentara nuansa kebersamaan dan
pergaulannya. Inilah salah satu karakter menonjol dari karya seni tradisional masyarakat Papua
daerah pantai.

Tari Pakarena merupakan salah satu tarian


tradisional daerah dari Sulawesi Selatan. Tarian ini
diiringi oleh dua kepala drum atau gandrang dan
sepasang instrumen alat seperti suling yang disebut dengan puik-puik. Selain tari pakarena
yang selama ini telah dimainkan oleh maestro tari Maccoppong Daeng Rannu di kabupaten
Gowa, ternyata masih ada jenis tari pakarena lainnya yang berasal dari Kepulauan Selayar.
Tari pakarena inilah dikenal sebagai Tari Pakarena Gantarang. Disebut Pakarena Gantarang
karena tarian khas Sulawesi yang satu ini berasal dari perkampungan yang dulunya pernah
menjadi pusat kerajaan di Pulau Selayar yaitu Gantarang Lalang Bata. Tari Pakarena
Gantarang ditarikan oleh empat orang penari perempuan. Tarian ini pertama kali muncul pada
abad ke 17, tepatnya pada tahun 1903 yaitu pada saat Panali Patta Raja dilantik menjadi Raja
di Gantarang Lalang Bata.
Walaupun demikian, tidak ada data khusus dan jelas yang menyebutkan sejak kapan tarian
Pakarena ini muncul dan siapa yang menciptakannya. Namun, masyarakat setempat percaya

bahwa Tari Pakarena Gantarang ini memiliki kaitan dengan munculnya Tumanurung. Dalam
kepercayaan masyarakat setempat, Tumanurung adalah bidadari yang turun dari langit.
Tumanurung bertugas memberikan petunjuk pada manusia yang ada di bumi.
Petunjuk tersebut adalah simbolsimbol berupa gerakan. Selanjutnya gerakan-gerakan
tersebut dikenal dengan Tari Pakarena Gantarang. Munasih Nadjamuddin, salah satu pemain
Tari Pakarena Makassar juga menyatakan hal yang hampir sama. Penari yang sering dipanggil
dengan sebutan Mama Muni ini menceritakan bahwa Tari Pakarena berawal dari kisah tentang
perpisahan antara penghuni botting langi atau penghuni kayangan dengan penghuni lino atau
bumi. Sebelum berpisah, botting langi terlebih dahulu mengajarkan tentang tata cara hidup,
cara berburu, dan cara bercocok tanam pada penghuni lino. Caracara tersebut diajarkan
melalui gerakangerakan tangan, kaki, dan badan. Gerakan ini yang kemudian dipercaya
sebagai tarian ritual sebagai ucapan syukur oleh para penduduk bumi untuk penghuni langit.
Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika gerakan dalam tarian tradisional ini begitu artistik,
penuh makna, halus, dan sulit dibedakan antara satu dengan yang lainnya.
Pada pertunjukkan Tari Pakarena, tarian dimainkan dalam 12 bagian. Tiap gerakannya
mempunyai makna dan filosofi masing masing. Posisi duduk menjadi tanda awal dan akhir
tarian ini. Gerakan berputar yang mengikuti arah jarum jam menggambarkan siklus kehidupan
manusia yang terus berputar. Sementara gerakan naik turun melambangkan irama kehidupan
yang tidak pernah mulus. Selalu ada saatnya seseorang berada di atas dan berada di bawah.
Dalam aturan menarikan Pakarena, penari tidak boleh membuka mata terlau lebar. Selain itu,
gerakan kaki juga tidak diperkenankan terlalu tinggi. Aturan ini berlaku sepanjang tarian
berlangsung. Dalam satu pertunjukkan tari Pakarena memerlukan waktu sekitar 2 jam. Tari
Pakarena Gantarang diiringi oleh alat musik berupa kannong-kannong, gendang, kancing,
gong, dan pui-pui. Sementara itu, penarinya mengenakan kostum berupa baju pahang, liba
sabe, dan perhiasan-perhiasan khas Selayar. Baju pahang sendiri merupakan tenunan tangan
khas Sulawesi Selatan. Sedangkan lipa sabe adalah sarung sutra khas Sulawesi Selatan.
Penari Pakarena harus perempuan karena pada dasarnya tarian tradisional ini mencerminkan
karakter perempuan Gowa yang sopan, lembut, setia, dan patuh. Para penari tersebut
melengkapi keindahan gerakan tariannya dalam kostum cerah berwarna merah, hijau, kuning
dan putih. Untuk melengkapi tarian ini, penari juga membawa kipas berukuran besar. Selain
itu, aksesoris lain yang dikenakan antara lain adalah gelang, kalung, dan juga sanggul.

Tari Pajaga Bone Balla Tarian ini biasa juga


disebut Tari Istana, karena dimainkan Taridi
Istana oleh anak anak bangsawan Istana Salah
satu jenis tari Pajaga Bone Balla {tari Istana}. Tarian ini berjudul Ininnawa taranae. Tarian ini
gerakannya sangat beraturan halus dan lembut, berbeda dengan tari modern. Gerakannya
digambarkan seperti putaran gasing, semakin kelihatan tidak goyang maka gerakannya
dianggap semakin sempurnah. Tarian ini oleh anak anak bangsawan Istana dijadikan sebagai
sarana meditasi, menyempurnakan mental spiritual menuju ketingkat kedewasaannya yang
sempurnah.
Setiap jenis tarian memiliki syair tersendiri (syair dalam bahasa Bugis kun) dengan irama
gendang masing masing.
Memainkan tarian ini dibutuhkan konsentrasi yang sangat tinggi, karena gerakannya yang
sangat rumit, dimana setiap gerakan tangan kanan harus diikuti oleh gerakan kaki kanan,
demikian sebaliknya.

Tari Yospan
Buddy pasti pernah mendengar atau bahkan melihat
tarian

yang

satu

ini,

kan?

Tari yang merupakan kepanjangan dari Yosim Pancar


ini adalah tarian pergaulan yang sering dibawakan sebagai bentuk persahabatan,
Tarian ini adalah gabungan dua tarian dari Papua, yaitu Tari Yosim dan Tari Pancar, Buddy!
Yosim adalah tarian yang mirip poloneis dari dansa barat. Tari ini berasal dari Sarmi, Buddy.
Sarmi itu sebuah kabupaten di pesisir utara Papua, dekat Sungai Mamberamo itu, lho.
Ada juga, nih, sumber yang mengatakan kalau Yosim berasal dari wilayah Teluk Saireri
(Serui, Waropen). Sementara, Pancar adalah tari yang berkembang di Biak Numfor dan
Manokwari pada awal tahun 1960-an.

Pada awal kelahirannya, gerakan-gerakan dalam tari pancar seperti akrobatik di udara, yakni
gerakan jatuh jungkir-balik dari langit. Gerakannya mirip daun kering yang jatuh tertiup angin
dari pesawat tempur jet Neptune buatan Amerika Serikat yang dipakai Angkatan Udara
Belanda di Irian Barat. Awalnya, tarian ini disebut pancar gas, kemudian disingkat menjadi
Pancar.
Tari Yosim Pancar memiliki dua regu pemain yaitu regu musisi dan penari. Penari yospan
lebih dari satu orang dengan gerakan dasar yang penuh semangat, dinamik, dan menarik.
Beberapa jenis gerakannya yang terkenal seperti pancar gas, gale-gale, jef, pacul tiga, seka,
dan lain-lain. Tidak ada batas penari, umur, ataupun gender. Semua bisa langsung masuk
dalam kelompok dan menari dengan energik. Kan tarian pergaulan, Buddy!
Keunikan dari tarian ini adalah pakaian, aksesori, dan alat musik. Alat musik yang dipakai
untuk mengiringi tarian ini antara lain gitar, ukulele (juk), tifa, dan bass akustik (stem bass).
Tari Yospan sudah sangat populer dan sering ditampilkan pada saat acara-acara adat, kegiatan
penyambutan, dan festival seni budaya. Tari ini juga biasa ditampilkan di festival-festival
budaya di berbagai negara. PROUD YOSPAN!

Anda mungkin juga menyukai