Anda di halaman 1dari 22

Hirschsprung Disease

Penyakit Hirschsprung adalah kelainan kongenital pada kolon yang


ditandai dengan tiadanya sel ganglion parasimpatis pada pleksus
submukosus Meissneri dan pleksus mienterikus Auerbachi
Klasifikasi Hirschsprung Disease
Hirschprung Disease diklasifikasikan berdasarkan keluasan segmen agangliosinosisnya,
yaitu:
1) Hirschprung disesase (HD) klasik (75%), segmen aganglionik tidak melewati bagian
atas segmen sigmoid.
2) Long segment HD (20%).
3) Total colonic aganglionosis (3-12%).
Beberapa lainnya terjadinya jarang, yaitu:
1) Total intestinal aganglionosis.
2) Ultra-short-segment HD (melibatkan rektum distal dibawah lantai pelvis dan anus.
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dibedakan:
1) Penyakit Hirschsprung segmen pendek (70%). Segmen aganglionosis mulai dari anus
sampai sigmoid. Laki-laki lebih sering dari perempuan.
2) Penyakit Hirschsprung segmen panjang. Daerah aganglionosis dapat melebihi
sigmoid, bahkan seluruh kolon atau sampai usus halus. Laki-laki=Perempuan.

Patofisiologi
1

Secara embriologis sel-sel neuroenterik bermigrasi dari krista neuralis menuju


saluran gastrointestinal bagian atas dan selanjutnya meneruskan kearah distal. Pada
minggu ke-lima kehamilan sel-sel saraf tersebut akan mencapai esofagus, pada minggu
ke-tujuh mencapai mid-gut dan akhirnya mencapai kolon pada minggu ke dua belas.
Proses migrasi mula pertama menuju ke dalam pleksus Auerbach dan selanjutnya
menuju kedalam pleksus submukosa Meissneri Apabila terjadi gangguan pada proses
migrasi sel-sel kristaneuralis ini maka akan menyebabkan terjadinya segmen usus yang
aganglionik dan terjadilah penyakit Hirschsprung.

Dalam kondisi normal, sel sel neural crest bermigrasi ke usus dari bagian atas
(cephal) ke bagian bawah (caudal). Proses ini selesai pada minggu ke 12 kehamilan,
tetapi migrasi dari kolon midtransversal ke anus butuh waktu 4 minggu. Selama periode
akhir itulah, janin paling rentan terhadap kecacatan dalam migrasi sel neural crest. Hal
2

ini mungkin menjelaskan mengapa kebanyakan kasus aganglionik melibatkan


rektosigmoid. Panjang segmen aganglionik usus ditentukan oleh daerah paling distal
dimana sel sel neural crest tidak bermigrasi. Pada kasus yang jarang, aganglionik
kolon total dapat terjadi.
Pada penyakit ini, kolon mulai dari yang paling distal sampai pada bagian usus
yang berbeda ukuran penampangnya, tidak mempunyai ganglion parasimpatik
intramural. Bagian kolon aganglionik itu tidak dapat mengembang sehingga tetap sempit
dan defekasi terganggu. Akibat gangguan defekasi ini kolon proksimal yang normal akan
melebar oleh tinja yang tertimbun, membentuk megakolon. Pleksus mesenterik
(Auerbach) dan pleksus submukosal (Meissner) tidak ditemukan, menyebabkan
berkurangnya peristaltic usus dan funsi lainnya. Mekanisme akurat mengenai
perkembangan penyakit ini tidak diketahui. Sel ganglion enteric berasal dari differensiasi
sel neuroblast. Selama perkembangan normal, neuroblast dapat ditemukan di usus halus
pada minggu ke 7 usia gestasi dan akan sampai ke kolon pada minggu ke 12 usia gestasi.

Kemungkinan salah satu etiologi Hirschsprung adalah adanya defek pada migrasi
sel neuroblast ini dalam jalurnya menuju usus bagian distal. Migrasi neuroblast yang
normal dapat terjadi dengan adanya kegagalan neuroblast dalam bertahan, berpoliferase,
atau berdidderensiasi pada segmen aganglionik distal. Distribusi komponen telah terjadi
pada usus yang anganglionik. Komponen tersebut adalah fibronektin, laminin, neural
cell adhesion molecule, dan faktor neurotrophic.
Sebagai tambahan, pengamatan sel otot polos pada kolon anganglionik
menunjukkan bahwa bagian tersebut tidak aktif ketika menjalani pemeriksaan
elektrofisiologi, hal ini menunjukkan adanya kelainan myogenik pada perkembangan
3

penyakit Hirschsprung. Kelainan pada sel Cajal, sel pacemaker yang menghubungkan
antara saraf enteric dan otot polos usus, juga telah dipostulat menjadi factor penting yang
berkontribusi. Terhadap tiga pleksus neuronal yang menginnervasi usus, Ketiga pleksus
neuronal yang menginnervasi usus, pleksus submukosal (Meissner), Intermuskuler
(Auerbach), dan pleksus mucosal. Ketiga pleksus ini terintegrasi dan berperan dalam
seluruh aspek fungsi usus, termasuk absorbsi, sekresi, motilitas, dan aliran darah.
Motilitas yang normal utamanya dikendalikan oleh neuron intrinsik. Ganglia ini
mengendalikan kontraksi dan relaksasi otot polos, dimana relaksasi mendominasi.
Fungsi usus telah adekuat tanpa innervasi ekstrinsik. Kendali ekstrinsik utamanya
melalui serat kolinergik dan adrenergik. Serat kolinergik ini menyebabkan kontraksi, dan
serat adrenergic menyebabkan inhibisi. Pada pasien dengan penyakit Hirschsprung, sel
ganglion tidak ditemukan sehingga kontrol intrinsik menurun, menyebabkan
peningkatan kontrol persarafan ekstrinsik. Innervasi dari sistem adrenergik diduga
mendominasi sistem kolinergik, mengakibatkan peningkatan tonus otot polos usus.
Dengan hilangnya kendali saraf intrinsik, peningkatan tonus tidak diimbangi dan
mengakibatkan ketidakseimbangan kontraktilitas otot polos, peristaltic yang tidak
terkoordinasi, dan pada akhirnya, obstruksi fungsional. Klasifikasi keadaan aganglionik
dapat dibedakan menjadi segmen sangat pendek (sekitar 2 cm dari garis mukokutan).
Segmen pendek (aganglionik sepanjang netosigmoid), segmen panjang bila aganglianik
sepanjang rectum ke udon transversum, segmen total sepanjang rektum ke sekum dan
segmen universal bila agang lionik mencakup hampir seluruh usus.
Pada tahun 1994 ditemukan dua gen yang berhubungan dengan kejadian penyakit
Hirschsprung yaitu RET (receptor tyrosin kinase) dan EDNRB (endothelin receptor B).
RET ditemukan pada 20% dari kasus penyakit Hirschsprung dan 50% dari kasus tersebut
bersifat familial, sedang EDNRB dijumpai pada 5 sampai 10% dari semua kasus
penyakit Hirschsprung. Interaksi antara EDN-3 dan EDNRB sangat penting untuk
perkembangan normal sel ganglion usus. Pentingnya interaksi EDN-3 dan EDNRB
didalam memacu perkembangan normal sel-sel krista neuralis telah dibuktikan dengan
jelas. Baik EDN-3 maupun EDNRB keduanya ditemukan pada sel mesenkim usus dan
sel neuron usus, dan ini memperkuat dugaan bahwa EDN-3 dan EDNRB dapat mengatur
regulasi antara krista neuralis dan sel mesenkim usus yang diperlukan untuk proses
migrasi normal.
Penelitian terbaru menjelaskan dasar molekuler untuk penyakit hirschsprung.
Pasien dengan penyakit hirschsprung memiliki peningkatan frekuensi mutasi pada
beberapa gen, salah satunya GDNF. Selain itu, mutasi pada gen ini juga menyebabkan
4

megakolon aganglionik pada tikus, yang menyediakan kesempatan untuk mempelajari


fungsi protein yang dikodekan. Penyelidikan awal menunjukkan bahwa GDNF
mempromosikan kelangsungan hidup, proliferasi, dan migrasi populasi campuran sel
sel neural crest. Penelitian lain mengungkapkan bahwa GDNF dinyatakan dalam usus
sebelum migrasi sel sel neural crest dan bersifat kemoatraktif. Temuan ini
meningkatkan kemungkinan bahwa mutasi pada gen GDNF bisa menyebabkan
gangguan migrasi saraf dalam rahim dan perkembangan pada penyakit hirschsprung.

Gejala dan Tanda


Gambaran klinis penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan berdasarkan usia
gejala klinis mulai terlihat:
1)

Periode Neonatal. Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran
mekonium yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran
mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang
signifikans. Swenson mencatat angka 94% dari pengamatan terhadap 501 kasus ,
sedangkan Kartono mencatat angka 93,5% untuk waktu 24 jam dan 72,4% untuk
waktu 48 jam setelah lahir. Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat
berkurang manakala mekonium dapat dikeluarkan segera. Sedangkan enterokolitis
merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung
ini, yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4
minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa
diarrhea, distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam. Swenson
mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis

2)

enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah dilakukan kolostomi.


Periode anak pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah
konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan
peristaltik usus di dinding abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka
feces biasanya keluar menyemprot, konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap.
Penderita biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan
biasanya sulit untuk defekasi.

Gambaran Radiologi

Foto polos abdomen


Foto polos abdomen dapat memperlihatkan loop distensi usus dengan
penumpukan udara di daerah rektum. Pemeriksaan radiologi merupakan
pemeriksaan yang penting pada penyakit Hirschsprung

Hirscprung disease. Frontal abdominal radiograf ditandai dengan dilatasi usus kecil tanpa gas
di rectum

1. Foto Kolon Barium Enema

Pada pemeriksaan barium enema, segmen yang terlihat biasanya memiliki diameter
yang normal (zona transisional) namun tampak menyempit , karena terdapat pelebaran kolon
diatansnya. Retensi barium setelah pemeriksaan merupakan gambaran yang khas.
Segera dilakukan pada neonatus dengan gejala :
a. Keterlambatan pengeluaran mekonium
b. Disertai abdomen distensi
c. Muntah hijau
Tanda-tanda khas pada pemeriksaan barium enema PH, didapatkan
gambaran :
a) Segmen sempit dari sfinkter ani dengan panjang tertentu,
b) Segmen transisional yang spastik (terlihat sebagai saw-toothed outline yang
tidak beraturan)
c) Segmen yang berdilatasi

Gambar

Hirschsprungs disease.Kelainan ini disebabkan tidak adanya sel pleksus

myenteric dalam usus distal. Barium enema menunjukkan segmen menyempit dalam rektum
dan ditandai dengan dilatasi kolon sigmoid dan colon descending

Gambaran penyakit Hirschsprung dengan segmen aganglionik di bagian atas rektum pada
seorang pria muda berusia 19 tahun. AC = ascending colon, DC = descending colon. Segmen
kolon yang lain dalam batas normal.

Gambar Pemeriksaan double kontras barium enema tampak dilatasi bagian atas dari rektum
dan rectosigmoid junction yang terisi massa feses (pada anak panah).
Penyebab utama penyakit Hirschsprung pada neonatus tertundanya muntah
mekonium. Ketika penyakit hirschsprung ditegakkan secara klinis barium enema dapat
membantu menegakkan diagnosis . Setiap anak yang di duga memiliki penyakit hirschsprung
harusnya memeriksa biopsi dubur untuk menetukan ada atau tidaknya sel ganglion.
2. CT Scan

Pada orang dewasa yang menderita penyakit ini, biasanya lesi hanya terbatas pada
bagian sigmoid kolon atau rektum. Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita dewasa itu
hampir sama seperti dengan pemeriksaan yang dilakukan ke atas bayi, iaitu dengan
pemeriksaan barium enema. Dalam suatu studi, didapatkan pemeriksaan dengan CT scan juga
bermanfaat untuk menentukan letak zona transisi dari penyakit ini. Hasil gambaran CT scan
yang didapatkan juga sesuai dengan hasil pemeriksaan histopatologis pada biopsi rektum.

CT scan secara transversal pada wanita umur 31 tahun dengan HG usus melebar
karena feses colon ascendens (AC) dibandingkan usus dengan colon descendens tidak dilatasi
(DC) dengan zona transisi dari proksimal kolon descendens.

Gambar Foto CT scan dengan kontras potongan transversal tampak dilatasi bagian proksimal
rektum serta bagian rektosigmoid yang terisi massa feses.

Gambar Foto CT scan kontras potongan transversal. Tampak zona transisi dan penyempitan
di bagian distal rektum.

Achalasia
Akalasia ialah ketidakmampuan bagian distal esofagus untuk relaksasis dan
peristaltik esofagus berkurang, karena diduga terjadi inkoordinasi neuromuskuler.
Akibatnya bagian proksimal dari tempat penyempitan akan melebar dan disebut
mega-esofagus.3

10

PATOFISIOLOGI
Akalasia memiliki karakteristik tekanan tinggi pada esofagus, sfingter bawah
esofagus yang tidak dapat berelaksasi dan esofagus yang mengalami dilatasi dan tidak
memiliki peristaltik. Secara patologi, esofagus hanya menunjukkan dilatasi minimal
pada awalnya, namun lama kelamaan dapat menjadi seluas 16 cm. Secara histologis,
abnormalitas utama berupa hilangnya sel ganglion di pleksus mienterikus (pleksus
Auerbach) pada esofagus distal. Beberapa lesi neuropatik lain juga dapat
ditemukan, antara lain: a). Inflamasi atau fibrosis pleksus myenterikus pada awal
penyakit, b). Penurunan varikosa serabut saraf pleksus myenterikus, c). Degenerasi n.
Vagus, d). Perubahan di dorsal nukleus motoris n. Vagus dan f). Inklusi
intrasitoplasma yang jarang pada dorsal motor nukleus vagus dan pleksus
myenterikus. Segmen esofagus di atas sfingter esofagogaster (LES) yang panjangnya
berkisar antara 2-8 cm menyempit dan tidak mampu berelaksasi. Esofagus bagian
proksimal dari penyempitan tersebut mengalami dilatasi dan perpanjangan sehingga
akhirnya menjadi megaesofagus yang berkelok-kelok. Bentuk esofagus sangat
bergantung pada lamanya proses, bisa berbentuk botol, fusiform, sampai berbentuk
sigmoid dengan hipertrofi jaringan sirkuler dan longitudinal. Mukosa dapat
mengalami peradangan akibat rangsangan retensi makanan.
GEJALA
Gejala utama akalasia adalah disfagia, regurgitasi, rasa nyeri (chest pain) atau
tidak enak di daerah retrosternal dan penurunan berat badan. Disfagia, merupakan
gejala paling umum pada penderita akalasia, baik makanan padat ataupun cair
berakibat disfagia meskipun makanan padatlah yang paling sering dikeluhkan pasien
menimbulkan disfagia.

PEMERIKSAAN RADIOLOGI
A. FOTO POLOS THORAX
Pemeriksaan foto polos thorax tidak diindikasikan untuk tujuan evaluasi.
Pada pemeriksaan foto polos pada thorax didapatkan dilatasi esofagus di belakang
jantung, gelembung udara di esofagus dapat terlihat kecil atau tidak ada.

11

12

B. ESOFAGOGRAFI

Esofagografi

adalah pemeriksaan

esofagus

dengan

menggunakan
Pemeriksaan

kontras.
esofagografi

dilakukan
identifikasi terlebih dahulu, dimana disfagia pada

ini

sebelum endoskopi untuk


keganasan akan

mudah terjadi perforasi karena alat endoskopi.


Sebelum dilakukan tindakan, pasien dipuasakan terlebih dahulu selama 4 6 jam
sebelumnya, untuk pasien dengan kecurigaan akalasia maka dilakukan puasa 5 hari
sebelum tindakan, pasien hanya diberi makanan cair.
Pada akalasia akan tampak kontras mengisi esophagus yang melebar mulai dari
proksimal sampai distal di mana terjadi penyempitan pada daerah esophagogastric
junction yang menetap pada perubahan posisi. Kontras masih dapat melewati daerah
penyempitan ke dalam gaster.
Esofagus berdilatasi dan material kontras masuk ke dalam lambung secara perlahanlahan bagian distal menyempit dengan gambaran paruh burung (birds beak)
Tampak dilatasi pada daerah dua pertiga distal esophagus dengan gambaran peristaltic
yang abnormal atau hilang dengan gambaran penyempitan di bagian distal
menyerupai ekor tikus (rat tail appearance)2,5,6

13

Gambaran normal esofagus

dalam pemeriksaan barium


swallow

14

Gambaran

akalasia pada

esofagografi

birds beak

appearance
Dilatasi esofagus dan peerlahan-lahan bagian distal menyempit
dengan gambaran paruh burung

15

Barium swallow memperlihatkan rat-tail appearance


dilatasi pada daerah dua pertiga distal esofagus dengan gambaran peristaltic yang
abnormal atau hilang dengan gambaran penyempitan di bagian distal
menyerupai ekor tikus

16

C. MANOMETRI ESOFAGUS
Manometrik esofagus adalah pemeriksaan yang terbaik (gold standar) untuk
mendiagnosis achalasia esofagus. Guna pemeriksaan manometrik adalah untuk
menilai fungsi motorik esofagus dengan melakukan pemeriksaan tekanan di dalam
lumen dan spinchter esofagus. Pemeriksaan ini untuk memperlihatkan kelainan
motilitas secara kuantitatif maupun kualitatif. Pemeriksaan dilakukan dengan
memasukkan pipa untuk pemeriksaan manometri melalui mulut atau hidung. Hal-hal
yang dapat ditunjukkan pada pemeriksaan manometrik esofagus, antara lain:
Relaksasi spingter esofagus bawah yang tidak sempurna
Tidak ada peristaltik yang ditandai dengan tidak adanya kontraksi esofagus secara
simultan sebagai reaksi dari proses menelan.
Tanda klasik achalasia esofagus yang dapat terlihat adalah tekanan yang tinggi
pada spinchter esofagus bawah (tekanan spinchter esofagus bawah saat istirahat
lebih besar dari 45 mmHg), dan tekanan esofagus bagian proksimal dan media saat
istirahat (relaksasi) melebihi tekanan di lambung saat istirahat (relaksasi)

Teknik

pemeriksaan
manometri
esofagus

17

Gambaran

manometri
esofagus pada
pasien dengan akalasia esofagus

18

Gambaran hasil pemeriksaan manometri esofagus


D. ENDOSKOPI (ESOFAGOSKOPI)

Endoskopi

tidak

sensitif

dalam

menentukan
kelainan
motilitas

utama

esofagus. Pada pasien dengan penyakit lanjut, kerongkongan menjadi lemah, melebar,
dan berbelit-belit, yang dapat dilihat pada endoskopi.
Pada pasien dengan akalasia, perubahan mukosa karena iritasi kronis dan stagnasi
makanan termasuk eritema, mukosa gembur, ulserasi, dan infeksi candida. LES ditutup
rapat dan tidak terbuka dengan insuflasi udara, namun endoskopi dapat masuk ke perut
dengan tekanan mekanik lembut. Sebaliknya, perasaan resistensi atau kekakuan di
persimpangan gastroesophageal menunjukkan diagnosis lain (misalnya, keganasan,
striktur). Jika resistensi dirasakan atau perubahan mukosa perlu diperhatikant, dan harus
dilakukan biopsi.
Pemeriksaan endoskopi direkomendasikan pada penderita achalasia esofagus, untuk
menyingkirkan kausa malignansi pada esophagogastric junction. Pada aalasia esofagus
primer, pemeriksa melihat esofagus yang berdilatasi dan mengandung sisa-sisa makanan
dan spingter esofagus tidak membuka secara spontan. Jika akalasia esofagus disebabkan
19

oleh neoplasma atau striktur fibrosis esofagus, spinchter esofagus biasanya dapat dibuka
dengan sedikit memberikan tekanan pada saat melakukan tindakan endoskopi.
Pada pemeriksaan ini, pasien dipersiapkan puasa selama 4-5 jam sebelum tindakan. Dan
pada akalasia dilakukan 5 hari sebelum pemeriksaan, pasien hanya diberi makanan cair. 6

Gambaran esofagus

normal pada
pemeriksaan endoskopi

Perbandingan achalasia esofagus jika dilihat secara:


A. Anatomis, B. Endoskopi, C. Esofagografi

20

E. CT SCAN
Computed tomography (CT) scanning dengan peningkatan kontras oral dapat
menunjukkan kelainan esofagus struktural yang terkait dengan akalasia, terutama
dilatasi, yang terlihat pada stadium lanjut.
Temuan CT tidak spesifik dan sensitif pada tahap awal dari akalasia. Temuan CT
harus selalu dikonfirmasi melalui studi barium swallow dengan fluoroscopi,
endoskopi pencernaan bagian atas, dan manometri kerongkongan.

Primer achalasia pada CT. Scan tidak menunjukkan bukti massa jaringan lunak di
persimpangan gastroesophageal. (Catatan barium di fundus lambung.)
Pasien telah lama achalasia primer.

21

Primer achalasia pada CT. Melebar esofagus (panah) tanpa penebalan dinding esofagus
atau adenopati mediastinum.7

22

Anda mungkin juga menyukai