Anda di halaman 1dari 11

LAMPIRAN

NOMOR
TANGGAL
TENTANG

: SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR


RUMAH SAKIT AR. BUNDA
PRABUMULIH
: 013/RS-Bunda/PBM/VII/2016
: 11 Juli 2016
: Panduan Pelayanan Pasien

Resiko Tinggi

PANDUAN
PELAYANAN PASIEN RESIKO TINGGI

BAB I
DEFINISI

JENIS PELAYANAN PASIEN RESIKO TINGGI DI RS AR BUNDA PRABUMULIH

Pelayanan Kasus Emergensi

Pelayanan Resusitasi

Penanganan, Penggunaan,dan pemberian darah dan produk darah

Penggunaan peralatan bantu hidup dasar atau yang koma (ventilator)

Perawatan penyakit menular

Asuhan Pasien dengan Alat Penghalang (Restraint)

Asuhan Pada Pasien Lansia, Cacat, Anak-anak dan Populasi yang beresiko disiksa

1. PELAYANAN KASUS EMERGENSI


A. DEFINISI
Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) adalah suatu pertolongan yang cepat dan
tepat untuk mencegah kematian maupun kecacatan
B. Cakupan pelayanan kesehatan yang perlu dikembangkan meliputi:
1. Penanggulangan penderita di tempat kejadian
2. Transportasi penderita gawat darurat dan tempat kejadian kesarana
kesehatan yang lebih memadai.
3. Upaya penyediaan sarana komunikasi untuk menunjang kegiatan
penanggulangan penderita gawat darurat.
4. Upaya rujukan ilmu pengetahuan,pasien dan tenaga ahli
5. Upaya penanggulangan penderita gawat darurat di tempat rujukan
(Instalasi Gawat Darurat dan HCU ).
2. PELAYANAN RESUSITASI
1

A. DEFINISI
Suatu sarana dalam memberikan bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang mengalami
henti napas atau henti jantung akibat kegagalan sirkulasi dan pernafasan untuk dikembalikan ke
fungsi optimal guna mencegah kematian biologis.
B. INDIKASI
Untuk pasien henti nafas, henti jantung, yang tidak sadar, tidak bernapas, dan yang tidak
menunjukkan adanya tanda-tanda sirkulasi.
3. PELAYANAN DARAH
A. DEFINISI
Tranfusi adalah pemindahan darah dan komponennya dari seseorang yang sehat (donor) ke
dalam peredaran darah penerima (resipien).
B. TUJUAN
Meningkatkan volume darah sirkulasi (setelah pembedahan/ trauma)
Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan kadar hemoglobin pada
kasus anemia
Memberikan komponen seluler tertentu sebagai terapi (misalnya, faktor pembekuan untuk
membantu mengontrol perdarahan pada pasien hemofilia)
Meningkatkan oksigenasi jaringan
Memperbaiki fungsi hemostatis
Dalam pedoman WHO disebutkan :
Tranfusi tidak boleh diberikan tanpa indikasi kuat
Tranfusi hanya diberikan berupa komponen darah pengganti yang hilang/kurang
Contoh Bentuk Sedian Darah Dan Komponen Darah
1. Darah Lengkap (Whole Blood)
Indikasi :
Tranfusi darah lengkap hanya untuk mengatasi perdarahan akut dan massif, meningkatkan dan

dan mempertahankan proses pembekuan.


Penggantian volume pada pasien dengan syok hemoragi, trauma atau luka bakar

Contoh Bentuk Sedian Darah Dan Komponen Darah


2. Packed Red Cell (PRC)
Suhu simpan 42C. Lama simpan darah 24 jam dengan sistem terbuka.
Indikasi :
Kehilangan darah >20% dan volume darah lebih dari 1000ml
Hemoglobin <8g/dl
Hemoglobin < 10gr/dl dengan penyakit-penyakit utama (misalnya: empisema, atau penyakit
jantung iskemik)
Hemoglobin <12gr/dl dan tergantung pada ventilator
Contoh Bentuk Sedian Darah Dan Komponen Darah
3. Trombosit
Sering diperlukan pada kasus perdarahan yang disebabkan oleh kekurangan trombosit
Indikasi
Kelainan fungsi trombosit
2

Trombositopenia
Purpura trombositopenia autoimun

4. ASUHAN PASIEN KOMA


Ventilasi mekanik adalah suatu alat atau mesin yang digunakan untuk memberikan ventilasi atau
bantuan nafas pada pasien yang mengalami kegawatan nafas yang berkaitan dengan kelainan paru
paru, kelainan diluar paru paru,depresi nafas akibat obat atau gangguan neuromaskuler
Indikasi :
1. Pasien dengan gagal nafas akut
2. Pasien pasca operasi
Tujuan
Memberikan kekuatan mekanis pada paru untuk mempertahankan pertukaran O2 dan CO2 yang
fisiologis
Mengambil alih (memanipulasi) tekanan jalan nafas dan pola pernafasan untuk memperbaiki
pertukaran O2 dan CO2 secara efesien dan oksigenasi secara adekuat
Mengurangi kerja otot jantung dan mengurangi kerja paru
5. ASUHAN PASIEN DENGAN PENYAKIT MENULAR
Penyakit menular adalah penyakit yang dapat di tularkan (berpindah- pindah dari orang yang
satu ke orang yang lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung maupun perantara).
Penyakit menular ini ditandai dengan adanya agen atau penyebab penyakit yang hidup dan dapat
berpindah. Penularan penyakit disebabkan proses infeksi oleh kuman atau virus.
Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu
menyebabkan sakit (Potter dan Perry, 2005). Rumah sakit merupakan tempat pelayanan pasien
dengan berbagai macam penyakit diantaranya penyakit karena infeksi, dari mulai yang ringan sampai
yang terberat, dengan begitu hal ini dapat menyebabkan resiko penyebaran infeksi dari satu pasien ke
pasien lainnya, begitupun dengan petugas kesehatan yang sering terpapar dengan agen infeksi.
Penularan penyakit terhadap pasien yang dirawat di rumah sakit disebut infeksi nasokomial.
Infeksi nasokomial dapat disebabkan oleh kelalaian tenaga medis atau penularan dari pasien lain.
Pasien yang dengan penyakit infeksi menular dapat menularkan penyakitnya selama dirawat di
rumah sakit. Penularan dapat melalui udara, cairan tubuh, makanan dan sebagainya.
6. ASUHAN PASIEN DENGAN RESTRAINT
Restraint adalah suatu metode/cara pembatasan/restriksi yang disengaja terhadap gerakan/perilaku
seseorang.
Dalam hal ini, perilaku yang dimaksudkan adalah tindakan yang direncanakan, bukan suatu tindakan
yang tidak disadari/tidak disengaja/sebagai suatu refleks.
JENIS RESTRAINT
Pembatasan Fisik
Pemegangan fisik oleh petugas kepada pasien dengan tujuan untuk melakukan suatu
pemeriksaan fisik/tes rutin.
3

Contoh : memberikan obat tanpa persetujuan pasien, dipilih metode yang paling kurang
bersifat reaktif/sedikit mungkin menggunakan pemaksaan

Pembatasan Mekanis
Yaitu melibatkan penggunaan suatu alat, misalnya penggunaan pembatas di sisi kiri dan kanan
tempat tidur (bedrails) untuk mencegah pasien jatuh/turun dari tempat tidur
Pembatasan Kimia
Yaitu melibatkan penggunaan obat-obatan untuk membatasi pasien.

JENIS RESTRAINT

Restraint Jaket (Jacket / Vest Restraint)


Restraint Mumy atau Bedong
Restraint Ekstremitas (Lengan dan Kaki)
Restraint Siku (Elbow Restraint)

INDIKASI RESTRAINT

Pasien menunjukkan perilaku yang berisiko membahayakan dirinya sendiri dan atau orang lain.
Tahanan pemerintah (yang legal/sah secara hukum) yang dirawat di rumah sakit.
Pasien yang membutuhkan tata laksana emergensi (segera) yang berhubungan dengan
kelangsungan hidup pasien.
Restraint digunakan jika intervensi lainnya yang lebih tidak restriktif tidak berhasil/tidak
efektif untuk melindungi pasien, staf, atau orang lain dari ancaman bahaya.

7. ASUHAN PADA PASIEN LANSIA, CACAT, ANAK-ANAK DAN POPULASI YANG


BERESIKO DISIKSA
Kekerasan fisik adalah setiap tindakan yang disengaja atau penganiayaan secara langsung
merusak integritas fisik maupun psikologis korban, ini mencakup antara lain memukul, menendang,
menampar, mendorong, menggigit, mencubit, pelecehan seksual, dan lain-lain yang dilakukan baik
oleh pasien, staf, maupun oleh pengunjung.
Kekerasan psikologis termasuk ancaman fisik terhadap individu atau kelompok yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada fisik, mental, spiritual, moral atau sosial termasuk pelecehan secara
verbal.
Menurut Atkinson, tindak kekerasan adalah perilaku melukai orang lain, secara verbal (katakata yang sinis, memaki dan membentak) maupun fisik (melukai atau membunuh) atau merusak harta
benda.
Kekerasan merupakan tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan, pemukulan,
pemerkosaan, dan lain-lain) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan
atau menyakiti orang lain, dan hingga batas tertentu tindakan menyakiti binatang dapat dianggap
sebagai kekerasan, tergantung pada situasi dan nilai-nilai sosial yang terkait dengan kekejaman
terhadap binatang. Istilah kekerasan juga mengandung kecenderungan agresif untuk melakukan
perilaku yang merusak. Kerusakan harta benda biasanya dianggap masalah kecil dibandingkan
dengan kekerasan terhadap orang.

BAB II
5

RUANG LINGKUP
Rumah sakit memberi pelayanan bagi berbagai variasi pasien dengan berbagai variasi kebutuhan
pelayanan kesehatan. Beberapa pasien yang digolongkan risiko-tinggi karena umur, kondisi, atau
kebutuhan yang bersifat kritis. Anak dan lanjut usia umumnya dimasukkan dalam kelompok ini karena
mereka sering tidak dapat menyampaikan pendapatnya, tidak mengerti proses asuhan dan tidak dapat
ikut memberi keputusan tentang asuhannya. Demikian pula, pasien yang ketakutan, bingung atau koma
tidak mampu memahami proses asuhan bila asuhan harus diberikan secara cepat dan efisien.
Rumah sakit juga menyediakan berbagai variasi pelayanan, sebagian termasuk yang berisiko
tinggi karena memerlukan peralatan yang kompleks, yang diperlukan untuk pengobatan penyakit yang
mengancam jiwa (pasien dialisis), sifat pengobatan (penggunaan darah atau produk darah), potensi yang
membahayakan pasien atau efek toksik dari obat berisiko tinggi (misalnya kemoterapi).
Kebijakan dan prosedur merupakan alat yang sangat penting bagi staf untuk memahami pasien tersebut
dan pelayanannya dan memberi respon yang cermat, kompeten dan dengan cara yang seragam.
Pimpinan bertanggung jawab untuk :
a) Mengidentifikasi pasien dan pelayanan yang dianggap berisiko tinggi di rumah sakit;
b) Menggunakan proses kerjasama (kolaborasi) untuk mengembangkan kebijakan dan prosedur yang
sesuai;
c) Melaksanakan pelatihan staf dalam mengimplementasikan kebijakan dan prosedur.
Pasien dan pelayanan yang diidentifikasikan sebagai kelompok pasien risiko tinggi dan pelayanan
risiko tinggi, apabila ada di dalam rumah sakit maka dimasukkan dalam daftar prosedur.
Rumah sakit dapat pula melakukan identifikasi risiko sampingan sebagai akibat dari suatu prosedur
atau rencana asuhan (contoh, perlunya pencegahan trombosis vena dalam, ulkus dekubitus dan jatuh).
Bila ada risiko tersebut, maka dapat dicegah dengan cara melakukan pelatihan staf dan
mengembangkan kebijakan dan prosedur yang sesuai. DAFTAR PASIEN BERESIKO TINGGI
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pasien dengan cacat fisik dan mental


Pasien usia lanjut
Pasien bayi dan anak-anak
Pasien korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
Pasien narapidana, korban dan tersangka tindak pidana
Pasien dengan penyakit kronis pasien stroke
BAB III
TATA LAKSANA

A. TATA LAKSANA PADA KASUS EMERGENCY


Pasien datang dilakukan TRIAGE Primary Survey (ABCD) Secondary Survey
B. TATA LAKSANA RESUSITASI
1. Dokter harus mengidentifikasi pasien yang memiliki kemungkinan henti napas / jantung.

2. Dokter ataupun perawat wajib memberikan informasi selengkapnya dan berdiskusi mengenai
kondisi dan prognosa penyakit pasien, harapan hidup pasien, tindakan resusitasi yang akan
dilakukan jika terjadi henti jantung serta hasil yang mungkin terjadi kepada keluarga pasien
ataupun wali pasien yang telah dewasa.
3. Pengambilan keputusan tindakan resusitasi harus disetujui oleh pasien, keluarga pasien
maupun wali pasien yang sudah dewasa dan harus dicatat di rekam medis pasien melalui
informed consent tentang tindakan resusitasi
4. Harus tetap ada anggapan untuk selalu melakukan resusitasi kecuali telah dibuat keputusan
secara lisan dan tertulis untuk tidak melakukan resusitasi DNR (Do Not Resucitation).
C. TATA LAKSANA TRANFUSI

Permintaan tranfusi
darah : instruksi
DPJP

Informed consent
kepada pasien dan
keluarga

Menghubungi PMI
kabupaten/kota

Mengambil sample
darah (3cc)
Dilabel : nama,
alamat, umur, no
rekam medis

Disimpan di dalam
kulkas darah dg
suhu 4C

Dicatat di dalam
buku serah terima
darah dan dicatat di
dalam rekam medis
pasien

Penerimaan darah
oleh ruangan

Darah dibawa oleh


kurir menggunakan
cooling box

PEMBERIAN DARAH KE PASIEN


1. Pasien harus terpasang IV line dengan abbocath ukuran besar dan menggunakan blood set dengan
filter standar
2. Sebelum memberikan tranfusi, IV line pasien harus dibilas Normal Saline (NS) 50-100 ml,
terutama bila akan diberikan PRC. Penggunaan larutan selain NaCl fisiologik dapat merugikan,
sebab larutan glukosa menyebabkan penggumpalan dan mengurangi survival eritrosit,
sedangkan ringer laktat menyebabkan terbentuknya bekuan.
3. Suhu darah pada saat diberikan tidak terlampau dingin karena dapat menyebabkan aritmia
jantung, meskipun demikian tindakan menghangatkan darah secara aktif tidak dianjurkan
karena dapat merusak eritrosit dan mempercepat pertumbuhan bakteri.Darah tidak boleh
dikeluarkan dari lemari pendingin lebih dari 30 menit kecuali jika digunakan
4. Darah yang akan di tranfusikan ke pasien harus dicocokkan dengan identitas pasien. Perawat juga
harus melihat tanggal kadaluarsa darah yang akan ditranfusikan ke pasien. Hal ini ditujukan agar
tidak terjadi kesalahan dalam pemberian darah.
5. Pada pasien dengan resiko gagal jantung kongestif, pasien harus diberikan diuretic untuk
mencegah overload cairan. Acetaminophen dan / atau antihistamin seperti dipenhydramin
mungkin diberikan sebelum tranfusi untuk mencegah reaksi tranfusi
7

6. Transfusi sel darah merah (darah lengkap, darah merah pekat, darah lengkap segar) tidak perlu
dihangatkan dan diberikan tidak boleh lebih dari 4 jam (15 tts / menit)
7. Transfusi trombosit harus segera diberikan setelah dikeluarkan dari penyimpanan dan diberikan
tidak lebih dari 20 menit (13 tts / menit)
8. Obat tidak boleh dimasukkan ke dalam kantong darah
9. Pasien transfusi dipantau 15 menit pertama, kemudian setiap 1 jam. Hal ini bertujuan untuk
melihat adanya reaksi alergi tranfusi. Bila terjadi reaksi tranfusi segera hentikan tranfusi
10. Sebaiknya tiap 500 ml darah sudah masuk dalam waktu tidak lebih dari 2 jam, dan jangan
menangguhkan transfusi dari kantong darah yang telah terbuka sebab memperbesar kemungkinan
kontaminasi dengan bakteri.
11. Selang transfusi diganti setelah 12 jam, untuk menghindari adanya bakteri pyrogen yang dapat
menyebabkan reaksi tranfusi.
12. Pada cuaca panas selang transfusi diganti lebih sering atau setiap setelah 4 kantong darah bila
ditransfusi kurang dari 12 jam
REAKSI TRANFUSI
1. REAKSI ALERGI
Terjadi disebabkan oleh hipersensitivitas penderita terhadap protein dalam darah donor.
Gejala :
a. Demam dengan menggigil,
b. Muntah-muntah,
c. Takikardi,
d. Urtikaria
e. Edema pada wajah,
f. TD menurun
g. Yang paling terberat syok anafilaktik
2. REAKSI PYROGEN
Disebabkan oleh zat-zat pirogen dalam darah dan peralatan transfusi gejalanya sering sukar
dibedakan dengan reaksi alergi
Pyrogen merupakan produk metabolisme bakteri .
REAKSI PYROGEN :
1. Dapat timbul selama atau setelah transfusI
2. Reaksi khas berupa peningkatan temperatur antara 38C-40C.
3. Demam dengan kenaikan lebih 1 derajat celsius dengan menggigil, kemerahan, kegelisahan
dan ketegangan dapat disertai dengan nyeri kepala dan nyeri pinggang.
4. Kondisi ini jarang berlanjut menjadi berat
3. OVER TRANFUSI
a. Terjadi karena setelah pemberian yang cepat dan banyak terutama karena tambahan cairan
koloid dan seluler
8

b. Jika terjadi over transfusi, transfusi harus segera dihentikan, pengobatan sesuai dengan payah
jantung akut dengan digitalisasi, oksigen dan diuretik
TATA LAKSANA REAKSI TRANFUSI
Menghentikan pemberian darah seketika dan menggantinya dengan cairan Normal Saline 0,9
%
Cek ulang darah yang diberikan ke pasien (cocokkan dengan identitas dan tgl expired)
Pertahankan IV line dan berikan cairan adekuat engan cairan kristaloid atau koloid, dan
hitung urine output
Observasi TTV, TD dan nadi
Berikan ventilasi yang adekuat
Melaporkan kepada dokter tentang kejadian reaksi
Kejadian reaksi tranfusi harus dicatat di Rekam Medis pasien, dengan mencantumkan nomor
seri kantong darah.
Tindakan spesifik :
8. Pemberian anti histamin (klorfeniramin atau difenhidramin)
9. Tambahkan pula dengan kortikosteroid (dexametason).
10. Reaksi ini sebenarnya dapat dicegah dengan pemberian dexametason atau difenhidramin
secara IM atau oral sesaat sebeum transfusi dilakukan pada penderita dengan riwayat
alergi.
D. TATA LAKSANA PADA PASIEN KOMAYang Perlu Diperhatikan
Beritahu keluarga tentang prosedur yang akan dilakukan dan resiko yang mungkin timbul
Bila keluarga sudah merasa jelas dengan penjelasan dokter,maka keluarga diminta untuk
tanda tangan surat persetujuan
Bila pasien sadar beri tahu tentang prosedur yang akan dilakukan
E. TATA LAKSANA PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT MENULAR
F. TATA LAKSANA PADA PASIEN DENGAN RESTRAINT

INTERVENSI DAN ALTERNATIF


RESTRAINT

G. TATA LAKSANA PADA PASIEN DENGAN KELOMPOK BERESIKO TINGGI

PASIEN BERESIKO TINGGI


I.

Tata laksana perlindungan terhadap pasien usia lanjut dan gangguan kesadaran
Pasien Rawat Jalan

10

1. Pendampingan oleh petugas penerimaan pasien dan mengantarkan sampai tempat periksa
yang dituju dengan memakai alat bantu bila diperlukan.
2. Perawat poli umum, spesialis dan gigi wajib mendampingi pasien untuk
dilakukan pemeriksaan sampai selesai.
Pasien Rawat Inap
1.
2.
3.
4.

II.

Penempatan pasien di kamar rawat inap sedekat mungkin dengan kamar perawat.
Perawat memastikan dan memasang pengaman tempat tidur.
Perawat memastikan bel pasien mudah dijangkau oleh pasien dan dapat digunakan
Meminta keluarga untuk menjaga pasien baik oleh keluarga atau pihak yang ditunjukdan
dipercaya.

Tata Laksana perlindungan terhadap penderita cacat


1. Petugas penerima pasien melakukan proses penerimaan pasien penderita cacat baik rawat
jalan maupun rawat inap dan wajib membantu serta menolong sesuai dengan kecacatan
yang disandang sampai proses selesai dilakukan.
2. Bila diperlukan, perawat meminta pihak keluarga untuk menjaga pasien atau pihak lain
yang ditunjuk sesuai dengan kecacatan yang disandang.
3. Memastikan bel pasien mudah dijangkau oleh pasien dan memastikan pasien dapat
menggunakan bel tersebut.
4. Perawat memasang dan memastikan pengaman tempat tidup pasien.

III.

Tata laksana perlindungan terhadap anak-anak


1. Ruang perinatologi harus dijaga minimal satu orang perawat atau bidan, ruangantidak
boleh ditinggalkan tanpa ada perawat atau bidan yang menjaga.
2. Perawat meminta surat pernyataan secara tertulis kepada orang tua apabila akandilakukan
tindakan yang memerlukan pemaksaan.
3. Perawat memasang pengamanan tempat tidur pasien.
4. Pemasangan CCTV di ruang perinatologi hanya kepada ibu kandung bayi bukankepada
keluarga yang lain.

IV.

Tata Laksana perlindungan terhadap pasien yang berisiko disakiti (risiko penyiksaan,
napi,korban dan tersangka tindak pidana, korban kekerasan dalam rumah tangga)
1. Pasien ditempatkan di kamar perawatan sedekat mungkin dengan kantor perawat.
2. Pengunjung maupun penjaga pasien wajib lapor dan mencatat identitas di kantor perawat,
berikut dengan penjaga maupun pengunjung pasien lain yang satu kamar perawatan
dengan pasien beresiko.
3. Perawat berkoordinasi dengan satuan pengamanan untuk memantau lokasi
perawatan pasien, penjaga maupun pengunjung pasien.
4. Koordinasi dengan pihak berwajib bila diperlukan.
BAB IV DOKUMENTASI

11

Anda mungkin juga menyukai