Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE)

Disusun untuk memenuhi mata kuliah Keperawatan Kritis pada Program

Studi DIII Keperawatan Purwokerto

Prapti Wiji Wahyuni

NIM. P1337420214047

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PURWOKERTO

JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG

2017
LAPORAN PENDAHULUAN
CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE)

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Latar Belakang
Gagal ginjal merupakan penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara
akut (kekambuhan) maupun secara kronis (menahun). Gagal ginjal akut bila
penurunan fungsi ginjal berlangsung secara tiba-tiba, tetapi kemudian dapat
kembali normal setelah penyebabnya segera diatasi. Gagal ginjal kronik gejala
yang muncul secara bertahap, biasanya tidak menimbulkan gejala awal yang
jelas, sehingga penurunan fungsi ginjal tersebut sering dirasakan, tiba-tiba
sudah pada tahap parah dan sulit diobati. Gagal ginjal kronik telah menjadi
masalah besar di dunia karena sulit disembuhkan. Oleh karena itu, perlu
mendapat perhatian khusus.
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah gangguan fungsi ginjal yang
progresif dan tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh tidak mampu
memelihara metabolisme dan gagal memelihara keseimbangan cairan dan
elektrolit yang berakibat pada peningkatan ureum. Penyakit gagal ginjal
kronik merupakan penyakit tahap akhir yang sangat progresif dan irreversibel
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolism dan
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia (Suzanne Smeltzer.
C, 2002 dalam Padali, 2012). Pada pasien gagal ginjal kronik mempunyai
karakteristik bersifat menetap, tidak bisa disembuhkan dan memerlukan
pengobatan berupa, transplantasi ginjal, dialisis peritoneal, hemodialisis dan
rawat jalan dalam jangka waktu yang lama (Black, 2014).
Menurut WHO (Worl Healt Organization), secara global lebih dari 500
juta orang mengalami penyakit gagal ginjal kronik (Ratnawati, 2014).
Prevalensi gagal ginjal kronis menurut ESRD Patients (End-Stage Renal
Disease) pada tahun 2011 sebanyak 2.786.000 orang, tahun 2012 sebanyak
3.018.860 orang dan tahun 2013 sebanyak 3.200.000 orang. Berdasarkan data
dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 prevelensi gagal ginjal
kronik di Indonesia sekitar 0,2%. Prevalensi kelompok umur 75 tahun
dengan 0,6% lebih tinggi dari kelompok umur lainnya.
Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan uremia, hipokalemia, dan
sebaainya. Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk penyakit gagal ginjal
kronis yaitu dengan cuci darah atau hemodialisa. Untuk menjalani terapi
hemodialisa seseorang membutuhkan dukungan dari keluarga. Baik dukungan
secara emosional, dukungan instrumental, dan dukungan informasi. Seseorang
yang mendapatkan dukungan dari keluarga akan menjalani hemodialisa
dengan penuh semangat. Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi kepatuhan dalam perawatan hemodialisa. Hemodialisa
adalah suatu alternatif terapi bagi penderita gagal ginjal kronik yang
membutuhkan biaya besar. Penderita tidak bisa melakukannya sendiri,
mengatar kepusat hemodialisa dan melakukan kontrol ke dokter. Dukungan
keluarga sangat berpengaruh pada pasien yang menjalani terapi hemodialisa,
tanpa adanya dukungan dari kelurga mustahil program terapi hemodialisa
dapat berjalan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan (Sunarni, 2009).
Selain itu perlu adanya pendidikan sebagai upaya persuasi atau pembelajaran
kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Notoatmodjo, 2010).

2. Definisi
Menurut Smeltzer (2009) CKD atau gagal ginjal kronis (GGK)
didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi
secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan
tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan
elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia.
CKD atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai kerusakan ginjal
untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus filtration
rate (GFR) (Nahas & Levin,2010). Gagal ginjal kronik adalah gangguan
fungsional yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit
sehingga terjadi uremia dan retensi urea serta sampah nitrogen lain dalam
darah. (Smeltzer, 2012).

3. Etiologi
Penyebab gagal ginjal kronik menurut Nurarif dan Kusuma (2015) yaitu:
a. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis).
b. Penyakit peradangan (glomerulonefritis).
c. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteri renalis).
d. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis
sitemik).
e. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal).
f. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme).
g. Nefropati toksik.
h. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih).

4. Tanda dan Gejala


Manifestasi kardiovaskular pada gagal ginjal kronis mencakup
hipertensi, gagal jantung kongestif dan edema pulmoner sedangkan gejala
dermatologi yang sering terjadi mencakup rasa gatal yang parah dan gejala
gastrointestinal juga sering terjadi mencakup anoreksia, mual, muntah, dan
cegukan.
Beberapa gejala dan pemeriksaan yang dapat dijadikan pegangan /indikator
telah terjadinya penurunan fungsi ginjal yang signifikan yaitu:
a. Jumlah urin (kemih) berkurang atau tidak ada urin. Jumlah urin < 500
ml/24 iam atau < 20 ml/KgBB/jam pada orang dewasa dan < 1
ml/KgBB/jam pada anak-anak, walaupun jumlah air yan diminum dalam
jumlah yan normal
b. Pucat/ anemia. Penderita terlihat pucat pada muka maupun telapak
tangannya, bila diukur Hb < 10 g/dl.
c. Mual, muntah dan tidak nafsu makan.
d. Nafas berat, mudah sesak bila banyak minum atau melakukan kerja berat.
e. Rasa sangat lemah.
f. Sering cegukan/sedakan (hiccup) yang berkepanjangan.
g. Rasa gatal di kulit.
h. Pemeriksaan laboratorium yang penting: ureum darah sangat tinggi (nilai
normal ureum < 40 mg/dl), kreatinin darah juga tinggi (nilai normal
kreatinin < 1,5 mg/dl). Hb sangat rendah (nilai normal Hb: 12-15 g/dl pada
perempuan dan 13-17,5 g/dl pad alai-laki).

5. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume
filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai dari nefronnefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik
disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak
bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana
timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-
gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% -
90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance
turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. Fungsi renal menurun, produk
akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin)
tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat.
Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 :
1448). Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga
stadium yaitu:

a. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)


Di tandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN)
normal dan penderita asimtomatik.
b. Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration
Rate besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen
mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningklat
melabihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
c. Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)
Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration
rate 10% dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang.
Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen meningkat
sangat mencolok dan timbul oliguri.

6. Pathway
7. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare
(2001) serta Suwitra (2006) antara lain adalah :
a. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, katabolisme,
dan masukan diit berlebih.
b. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
c. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
d. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan
peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.
e. Uremia akibat peningkatan kadar ureum dalam tubuh.
f. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
g. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
h. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Laboratorium darah: BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat),
Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody
(kehilangan protein dan immunoglobulin).
2) Pemeriksaan Urin: Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa,
protein, sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT.
b. Pemeriksaan EKG: Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda
perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia).
c. Pemeriksaan USG: Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih serta prostate.
d. Pemeriksaan Radiologi: Renogram, intravenous pyelography, retrograde
pyelography, renal aretriografi dan venografi, CT Scan, MRI, renal biopsi,
pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos
abdomen.

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian Fokus Keperawatan
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu
pada Doenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
1) Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga
yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh
berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan
sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan
lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian
CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama
dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum /
mengandung banyak senyawa/ zat logam dan pola makan yang tidak
sehat. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti
DM, glomerulo nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme,
obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat
memicu kemungkinan terjadinya CKD.
2) Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam
kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah,
asupan nutrisi dan air naik atau turun.
3) Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.
Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara
tekanan darah dan suhu.
4) Pengkajian fisik
a) Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri.
Kesadaran pasien dari compos mentis sampai koma.
b) Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler.
c) Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan
nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan
cairan.
d) Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat
kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut
bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan
lidah kotor.
e) Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f) Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar.
Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris,
terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat
pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
g) Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut
buncit.
h) Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema,
pengeroposan tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
i) Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler-alveolar.
b. Penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan preload,
afterload dan sepsis.
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan edema paru, asidosis
metabolik, pneumonitis, perikarditis.
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme pengaturan
melemah.
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan/kelemahan, anemia,
retensi produk sampah dan prosedur dialisis.

3. Intervensi
No DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI

1 Gangguan pertukaran gas b.d NOC : Respiratory Status : NIC : Airway


kongesti paru, hipertensi ventilation Management
pulmonal, penurunan perifer Kriteria Hasil 1. Buka jalan nafas,
yang mengakibatkan asidosis 1. Mendemonstrasikan gunakan teknik ch
laktat dan penurunan curah peningkatan ventilasi dan lift atau jaw thrust
jantung. oksigenasi yang adekuat perlu
2. Memelihara kebersihan 2. Posisikan pasien u
paru paru dan bebas dari memaksimalkan
tanda tanda distress ventilasi
pernafasan 3. Identifikasi pasien
3. Mendemonstrasikan batuk perlunya pemasang
efektif dan suara nafas alat jalan nafas bua
yang bersih, tidak ada 4. Lakukan fisioterap
sianosis dan dyspneu dada jika perlu
(mampu mengeluarkan 5. Keluarkan sekret
sputum, mampu bernafas dengan batuk atau
dengan mudah, tidak ada suction
pursed lips) 6. Auskultasi suara
4. Tanda tanda vital dalam nafas, catat adanya
rentang normal suara tambahan
7. Lakukan suction p
mayo
8. Berika bronkodilat
bial perlu
9. Barikan pelembab
udara
10. Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
11. Monitor respirasi d
status O2
2 Penurunan curah jantung b.d NOC : Cardiac Pump NIC : Cardiac Care
respon fisiologis otot jantung, effectiveness 1. Evaluasi adanya n
peningkatan frekuensi, dilatasi, Kriteria Hasil: dada
hipertrofi atau peningkatan isi 1. Tanda Vital dalam rentang ( intensitas,lokasi,
sekuncup normal (Tekanan darah, durasi)
Nadi, respirasi) 2. Catat adanya disrit
2. Dapat mentoleransi jantung
aktivitas, tidak ada 3. Catat adanya tanda
kelelahan dan gejala penurun
3. Tidak ada edema paru, cardiac putput
perifer, dan tidak ada asites 4. Monitor status
4. Tidak ada penurunan kardiovaskuler
kesadaran 5. Monitor status
pernafasan yang
menandakan gagal
jantung
6. Monitor adanya
perubahan tekanan
darah
7. Monitor adanya
dyspneu, fatigue,
tekipneu dan ortop
8. Anjurkan untuk
menurunkan stress

33Pola Nafas tidak efektif b.d NOC : Respiratory status : NIC : Airway
edema paru, asidosis metabolik, Ventilation Management
pneumonitis, perikarditis. Kriteria Hasil : 1. Posisiskan pasien
1. Mendemonstrasikan batuk untuk memaksima
efektif dan suara nafas ventilasi
yang bersih, tidak ada 2. Identifikasin pasie
sianosis dan dyspneu perlunya pemasang
(mampu mengeluarkan alat jalan nafas
sputum, mampu bernafas 3. Auskultasi suara
dengan mudah, tidak ada nafas, catat adanya
pursed lips) suara tambahan
2. Menunjukkan jalan nafas 4. Berikan bronkodil
yang paten (klien tidak bila perlu
merasa tercekik, irama 5. Berikan pelembab
nafas, frekuensi pernafasan udara (nebulizer)
dalam rentang normal, 6. Monitor respirasi d
tidak ada suara nafas status oksigen
abnormal)
3. Tanda Tanda vital dalam
rentang normal (tekanan
darah, nadi, pernafasan)
4 Kelebihan volume cairan b.d NOC : Electrolit and acid base NIC : Fluid managem
berkurangnya curah jantung, balance, Fluid balance 1. Timbang
retensi cairan dan natrium oleh Kriteria Hasil: popok/pembalut ji
ginjal, hipoperfusi ke jaringan 1. Terbebas dari edema, diperlukan
perifer dan hipertensi pulmonal efusi, anaskara 2. Pertahankan catata
2. Bunyi nafas bersih, tidak intake dan output y
ada dyspneu/ortopneu akurat
3. Terbebas dari distensi vena 3. Pasang urin katete
jugularis, reflek jika diperlukan
hepatojugular (+) 4. Monitor hasil lAb
4. Memelihara tekanan vena yang sesuai denga
sentral, tekanan kapiler retensi cairan (BU
paru, output jantung dan Hmt , osmolalitas
vital sign dalam batas )
normal 5. Monitor status
5. Terbebas dari kelelahan, hemodinamik
kecemasan atau termasuk CVP, MA
kebingungan PAP, dan PCWP
6. Menjelaskanindikator 6. Monitor vital sign
kelebihan cairan 7. Monitor indikasi
retensi / kelebihan
cairan (cracles, CV
edema, distensi ve
leher, asites)
8. Kaji lokasi dan lua
edema
9. Monitor masukan
makanan / cairan d
hitung intake kalor
harian
10. Monitor status nut
11. Berikan diuretik se
interuksi
12. Kolaborasi dokter
tanda cairan berleb
muncul memburuk

5 Ketidakseimbangan nutrisi NOC : Nutritional Status : NIC : Nutrition


kurang dari kebutuhan tubuh b.d food and Fluid Intake Management
intake makanan yang inadekuat Kriteria Hasil : 1. Kaji adanya alergi
(mual, muntah, anoreksia dll). 1. Adanya peningkatan berat makanan
badan sesuai dengan 2. Kolaborasi dengan
tujuan ahli gizi untuk
2. Berat badan ideal sesuai menentukan jumla
dengan tinggi badan kalori dan nutrisi y
3. Mampu mengidentifikasi dibutuhkan pasien
kebutuhan nutrisi 3. Anjurkan pasien u
4. Tidak ada tanda tanda meningkatkan inta
malnutrisi Fe
5. Tidak terjadi penurunan 4. Anjurkan pasien u
berat badan yang berarti meningkatkan prot
dan vitamin C
5. Berikan substansi
6. Yakinkan diet yang
dimakan mengand
tinggi serat untuk
mencegah konstipa
7. Berikan makanan
terpilih (sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
8. Ajarkan pasien
bagaimana membu
catatan makanan
harian.
9. Monitor jumlah nu
dan kandungan ka
10. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
11. Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan nutri
yang dibutuhkan.
6 Intoleransi aktivitas b.d curah NOC : Energy conservation, NIC : Energy
jantung yang rendah, Self Care : ADLs Management
ketidakmampuan memenuhi Kriteria Hasil : 1. Observasi adanya
metabolisme otot rangka, 1. Berpartisipasi dalam pembatasan klien
kongesti pulmonal yang aktivitas fisik tanpa dalam melakukan
menimbulkan hipoksinia, disertai peningkatan aktivitas
dyspneu dan status nutrisi yang tekanan darah, nadi dan 2. Dorong anal untuk
buruk selama sakit RR mengungkapkan
2. Mampu melakukan perasaan terhadap
aktivitas sehari hari keterbatasan
(ADLs) secara mandiri 3. Kaji adanya factor
yang menyebabkan
kelelahan
4. Monitor nutrisi da
sumber energi
tangadekuat
5. Monitor pasien ak
adanya kelelahan f
dan emosi secara
berlebihan
6. Monitor respon
kardivaskuler
terhadap aktivitas
7. Monitor pola tidur
lamanya tidur/istir
pasien

4. Evaluasi
a. Tidak terjadi gangguan dalam pertukaran gas.
b. Terhindar dari penurunan cardiac output.
c. Pola nafas efektif.
d. Kelebihan volume cairan teratasi.
e. Nutrisi tercukupi.
f. Terjadi peningkatan aktivitas.

DAFTAR PUSTAKA
Dona . (2016). Bab 1. (online). (scholar.unand.ac.id/5350/2 /BAB%20I%20 dona.

pdf, diakses pada tanggal 8 Februari 2017).

Husna, C. (2010). Gagal jantung kronis dan penanganannya: literature review.

Jurnal keperawatan. (online). Vol. 3 No. 2. (http://jurnal.unimus.ac.id/

index.php /FIKkeS /article /viewFile/353/389, diakses pada tanggal 8

Februari 2017).
Nurarif & Kusuma. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa

medis & NANDA (north American nursing diagnosis association) NIC-

NOC. Yogyakarta: Mediaction Publishing.


Rostanti., Bawotong., Onibala. (2016). Faktor faktor yang berhubungan dengan

kepatuhan menjalani terapi hemodialisa pada penyakit ginjal kronik di

ruangan dahlia dan melati rsup prof. Dr. R. D kandou manado. Ejournal

Keperawatan (e-Kp). (online). Vol. 4 No. 2. (ejournal.unsrat.ac.id

/index.php/jkp/article/viewFile /12873/12463, diakses pada tanggal 8

Februari 2017).
Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal

Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC.


Wilkinson, J. M., & Ahern, N. R. (2013). Buku saku diagnosa keperawatan:

diagnosis NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC. (Edisi 9).

Terjemahan oleh Esty Wahyuningsih. 2009. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai