Anda di halaman 1dari 77

UNIVERSITAS INDONESIA

ASUHAN KEPERAWATAN POST OPERATIVE PASCA


TIROIDEKTOMI PADA Ny. R DENGAN STRUMA NODOSA
NON TOXIC DI LANTAI 5 BEDAH RSPAD GATOT
SOEBROTO

KARYA ILMIAH AKHIR

ISTI CHAHYANI., S. Kep


0806457086

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM PROFESI NERS
DEPOK
JULI 2013

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


UNIVERSITAS INDONESIA

ASUHAN KEPERAWATAN POST OPERATIVE PASCA


TIROIDEKTOMI PADA Ny. R DENGAN STRUMA NODOSA
NON TOXIC DI LANTAI 5 BEDAH RSPAD GATOT
SOEBROTO

KARYA ILMIAH AKHIR


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners

ISTI CHAHYANI., S. Kep


0806457086

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM PROFESI NERS
DEPOK
JULI 2013

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013
Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir Ners. Karya ilmiah
akhir Ners ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk untuk untuk memperoleh
gelar Ners Sarjana Keperawatan. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan
karya ilmiah akhir Ners ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan karya
ilmiah akhir Ners ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1) Ibu Dewi Irawaty, MA., PhD selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia;
2) Ibu Kuntarti, S.Kp., M. Biomed, selaku Ketua Program Studi Sarjana Ilmu
Keperawatan;
3) Bapak Masfuri, Skp, MN selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan arahan dan
masukan berharga dalam penyusunan karya ilmiah akhir Ners ini;
4) Ibu Riri Maria, SKp., MN selaku koordinator mata ajar Karya Ilmiah
Akhir Ners Peminatan KMB;
5) Ibu Ns. Merri Silaban., S.Kep selaku pembimbing ruangan di Lantai 5
Bedah RSPAD Gatot Soebroto yang banyak memberikan pengalaman dan
pengetahuan yang tidak didapatkan di bangku kuliah;
6) Kedua orang tua tercinta dan tersayang, Tugiyono dan Sunarti, my greatest
couple ever, yang selalu mendoakan dan memberikan semangat, selalu
memberikan dukungan yang tak terbatas, I love you both more than
anything;
7) Kakak dan Adik tersayang, Mba Iwi, Mas Tito, Adi,;
8) Sahabat seperjuangan profesi, Jnonk, Mpit, Ridung, Uti, we did it girls,
satu tahun yang penuh cerita dan pengamalan baru, yakin kita akan jadi
orang-orang sukses, Dea, Epin, Riri, selalu kumpul bareng kalian saat
profesi ini terasa sangat melelahkan dan jenuh;

iv

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


9) Dias Syeh Tarmidzi, untuk semua dukungan, saran, tawa dan cerita selama
satu tahun menjalani profesi Ners, lets face another step ahead, dude;
10) Teman satu bimbingan, Jnonk, Manggar, Ka Yanita, Udin, banyak cerita
di stase akhir profesi ini bersama kalian, semoga semua cerita ini semakin
mendewasakan kita ;
11) Anak kosan Barbie House, Choke, Asih, Nanda, Nyonyo, untuk semua
bantuan dan pinjaman buku-buku, sukses buat kalian;
12) Teman kelompok profesi E;
13) Seluruh teman-teman FIK UI 2008; dan
14) Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan karya ilmiah
akhir Ners ini.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah akhir Ners ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Depok, 5 Juli 2013

Penulis

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:
Nama : Isti Chahyani., S.Kep
NPM :0806457086
Program Studi: Ners
Fakultas : Fakultas Ilmu Keperawatan
Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir Ners
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Asuhan Keperawatan Post Operative Pasca Tiroidektomi Pada Ny. R
Dengan Struma Nodosa Non Toxic Di Lantai 5 Bedah RSPAD Gatot
Soebroto
berserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non
eksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih media/
formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di: Depok

Pada Tanggal: 5 Juli 2013

Yang Menyatakan

(Isti Chahyani., S. Kep)

vi

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


ABSTRAK

Nama : Isti Chahyani., S.Kep


Program Studi : Profesi Ilmu Keperawatan
Judul :Asuhan Keperawatan Post Operative Pasca Tiroidektomi Pada
Ny. R Dengan Struma Nodosa Non Toxic Di Lantai 5 Bedah
RSPAD Gatot Soebroto

Struma nodosa merupakan pembesaran pada kelenjar tiroid yang teraba sebagai
suatu nodul. Etiologi struma nodosa multifaktorial, dimana faktor risiko yang
banyak ditemukan pada masyarakat perkotaan adalah pencemaran lingkungan,
penggunaan alat kontrasepsi hormonal dan paparan goitrogenik. Manisfestasi
klinis struma nodosa adalah adanya benjolan di leher. Karya ilmiah akhir ners ini
bertujuan untuk menganalisis asuhan keperawatan post operative tiroidektomi
pada klien dengan struma nodosa non toxic. Asuhan keperawatan post operative
ini dilakukan pada Ny. R (39 th) yang dirawat di lantai 5 bedah RSPAD Gatot
Soebroto. Evaluasi asuhan keperawatan menunjukkan bahwa klien pasca
tiroidektomi memiliki prevalensi mengalami komplikasi hipokalsemia. Hasil dari
pemaparan karya ilmiah akhir ners ini dapat memberikan gambaran kepada
perawat agar memperhatikan tanda-tanda komplikasi tiroidektomi, khususnya
kondisi hipokalsemia yang ditandai dengan adanya rasa kebas dan kesemutan di
area wajah dan ekstrimitas, takikardia dan produksi keringat yang berlebih.
Kondisi hipokalsemia yang tidak terdeteksi pada klien dapat menimbulkan kejang
yang berujung pada kematian.

Kata kunci :struma nodosa non toxic; tiroidektomi; hipokalsemia.

vii

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


ABSTRACT

Name : Isti Chahyani., S.Kep


Study Program : Nursing
Title :Post Operative Thyroidectomy Nursing Care to Mrs. R
with Struma Nodosa Non Toxic on Surgical Ward 5th Floor
RSPAD Gatot Soebroto

Struma nodosa was an enlargement of the thyroid gland as a palpable nodule. It


had multifactorial etiologies, which found in urban communities such as
environmental pollution, the use of hormonal contraceptives and goitrogenic
exposure. Clinical manifestation of struma nodosa was a lump in the neck. The
aim of this paper was to analyze the post operative thyroidectomy nursing care to
clients with non toxic struma nodosa. Post operative nursing care was carried out
in Mrs. R (39 years old) who were admitted on Surgical Ward 5th Floor RSPAD
Gatot Soebroto. Evaluation of nursing care indicated that the client with post
thyroidectomy had the prevalence developed complications, like hypocalcemia.
This paper could also give a description to the nurse, that they have to notice for
signs and symptoms of thyroidectomy complications, especially hypocalcemia. It
could be characterized by numbness and tingling in the area of the face and
extremities, tachycardia and increasing in sweat production. Hypocalcemia
conditions that were not detected on the client could lead to death.

Key word : non toxic struma nodosa; thyroidectomy; hypocalcemia.

viii

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................. i


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iii
KATA PENGANTAR .............................................................................. iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH ..................................................................................... vi
ABSTRAK ................................................................................................ vii
ABSTRACT .............................................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................. ix
DAFTAR BAGAN .................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xiii

1. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Tujuan Penulisan ......................................................................... 4
1.2.1 Tujuan Umum ................................................................... 4
1.2.1 Tujuan Khusus .................................................................. 5
1.5 Manfaat Penulisan ........................................................................ 5

2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 6


2.1 Penyakit Struma Nodosa Pada Masyarakat Perkotaan ................. 6
2.2 Kelenjar Tiroid ............................................................................. 7
2.3 Struma Nodosa ............................................................................. 10
2.3.1 Definisi............................................................................... 10
2.3.2 Etiologi............................................................................... 13
2.3.3 Patofisiologi ....................................................................... 14
2.3.4 Tanda dan Gejala................................................................ 15
2.3.5 Pemeriksaan Penunjang ..................................................... 15
2.5.6 Penatalaksanaan ................................................................. 16
2.4 Peran Perawat Dalam Post Operative Care Pada Pasien Dengan
Struma Nodosa Non Toxic............................................................ 18

3. LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA


3.1 Pengkajian ................................................................................... 23
3.2 Analisa Data ................................................................................. 30
3.2.1 Analisa Data Pre Op .......................................................... 30
3.2.2 Analisa Data Post Op ......................................................... 31
3.3 Rencana Intervensi Keperawatan ................................................. 33
3.3.1 Masalah Keperawatan Ansietas ......................................... 33
3.3.2 Masalah Keperawatan Defisiensi Pengetahuan Mengenai
Prognosis Penyakit ............................................................ 34
3.3.3 Masalah Keperawatan Risiko Perdarahan.......................... 35
3.3.4 Masalah Keperawatan Intoleransi Aktifitas ....................... 36
3.3.5 Masalah Keperawatan Nyeri .............................................. 37
ix

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


3.3.6 Masalah Keperawatan Risiko Cedera ................................ 37
3.4 Catatan Perkembangan ................................................................. 40

4.PEMBAHASAN .................................................................................... 46
4.1 Profil Lahan Praktik...................................................................... 46
4.2 Analisis Masalah Keperawatan Dengan Konsep Terkait
KKMP Dan Struma Nodosa Non Toxic........................................ 47
4.2.1 Analisis Masalah Keperawatan Dengan Konsep Terkait
KKMP ................................................................................ 47
4.2.2 Analisis Masalah Keperawatan Dengan Konsep Terkait
Struma Nodosa Non Toxic Pasca Tiroidektomi ................. 49
4.3 Analisis Salah Satu Intervensi Keperawatan Dengan Konsep Terkait
Struma Nodosa Non Toxic .......................................................... 51
4.4 Alternatif Pemecahan Yang Dapat Dilakukan.............................. 52

5. PENUTUP............................................................................................. 53
5.1 Kesimpulan................................................................................... 53
5.2 Saran ............................................................................................. 53

DAFTAR REFERENSI .......................................................................... 54


LAMPIRAN

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Pathway Struma Nodosa Non Toxic .................................. 22

xi

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Kelenjar Tiroid .................................................... 8


Gambar 2.2 Pembentukan Hormon Tiroid............................................. 9
Gambar 2.3 Penderita Struma Nodosa .................................................. 11
Gambar 2.4 Luka Tiroidektomi ............................................................. 19
Gambar 2.5 Pemeriksaan Chvosteks signs .............................................. 21
Gambar 2.6 Pemeriksaan Trousseaus signs .............................................. 21

xii

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Satuan Acara Pembelajaran Discharge Planning


Lampiran 2 Leaflet Discharge Planning
Lampiran 3 Riwayat Hidup Penulis

xiii

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jumlah penduduk Indonesia yang saat ini mencapai 237.641.326 jiwa (BPS, 2010)
tidak diimbangi lingkungan perkotaan yang mendukung untuk pemeliharaan
status kesehatan masyarakat perkotaan itu sendiri. Kesehatan masyarakat
perkotaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya lingkungan, perilaku,
akses pelayanan kesehatan dan kependudukan (Efendi & Makhfudli, 2009).
Adanya perpindahan penduduk dari desa ke wilayah perkotaan menyebabkan
adanya kesenjangan dalam pemeliharaan kesehatan. Masyarakat perkotaan pada
umumnya lebih mudah mendapatkan akses pelayanan kesehatan. Gaya hidup
masyarakat perkotaan saat ini yang sering mengonsumsi pola makan yang kurang
sehat dan kurangnya olahraga dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat
perkotaan itu sendiri. Keadaan ini memicu berbagai jenis penyakit yang diderita
oleh masyarakat perkotaan, salah satunya adalah pembengkakan pada leher atau
biasa disebut struma nodosa atau gondok endemik. Etiologi umum penyakit ini
adalah defisiensi yodium yang banyak terjadi di wilayah pegunungan.
Masyarakat perkotaan yang memiliki riwayat tinggal di daerah pegunungan dapat
menjadi salah satu faktor risiko timbulnya struma nodosa. Etiologi struma nodosa
lainnya berupa terpapar oleh goitrogen, pencemaran lingkungan, gangguan
hormonal dan riwayat radiasi pada area kepala dan leher.

Struma nodosa merupakan pembesaran pada kelenjar tiroid yang teraba sebagai
suatu nodul (Sudoyo dkk, 2009). Sekitar 10 juta orang di seluruh dunia
mengalami gangguan tiroid, baik kanker tiroid, struma nodosa non toxic, maupun
struma nodosa toxic (American Thyroid Association, 2013). Struma nodosa non
toxic adalah pembesaran kelenjar tiroid baik berbentuk nodul atau difusa tanpa
ada tanda-tanda hipertiroidisme dan bukan disebabkan oleh autoimun atau proses
inflamasi (Hermus& Huysmans, 2004). Pada tahun 2007 sekitar 33.550 orang di
Amerika Serikat menderita gangguan tiroid dan 1.530 orang berakhir dengan
kematian (Newton, Hickey, &Marrs, 2009). Prevalensi struma nodosa yang

1 Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


2

didapat melalui palpasi sekitar 4,7- 51 per 1000 orang dewasa dan 2,2 14 per
1000 pada anak-anak (Incidence and Prevalence Data, 2012). Hasil survey
Balitbang pada tahun 2007 didapatkan angka prevalensi struma nodosa di
Indonesia meningkat sebesar 35,38%. Laporan akhir survey nasional pemetaan
GAKY (Gangguan Akibat Kekurangan Yodium) menunjukkan bahwa sebanyak
42 juta penduduk Indonesia tinggal di daerah endemik dan sebanyak 10 juta
menderita struma nodosa. Struma nodosa banyak ditemukan di daerah
pegunungan yang disebabkan oleh defisiensi yodium dan merupakan salah satu
masalah gizi di Indonesia. Yodium diperlukan dalam pembentukan hormon tiroid.
Pembesaran kelenjar tiroid dapat terlihat pada penderita hipotiroidisme maupun
hipertiroidisme (Black and Hawks, 2009).

Penyebab utama pembesaran kelenjar tiroid adalah defisiensi yodium. Sekitar 70


75 % rumah tangga di Amerika Serikat menggunakan garam beryodium (Utiger,
2006). Berdasarkan hasil survei Puslitbang Gizi tahun 2006, cakupan konsumsi
garam beryodium secara nasional sebanyak 72,8 % (Susenas 2005). Hasil survei
BPS pada tahun 2005 didapatkan sekitar 70% rumah tangga di Jakarta
menggunakan garam beryodium. Data ini menunjukkan prevalensi struma nodosa
di wilayah perkotaan masih cukup tinggi. Defisiensi yodium banyak terjadi di
daerah pegunungan. Namun saat ini, terjadi perubahan pola daerah endemik
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). Berdasarkan hasil studi
epidemiologi GAKY menunjukkan bahwa defisiensi yodium tidak hanya di
daerah pegunungan saja, akan tetapi juga terjadi di daerah pesisir pantai. Daerah
pesisir memiliki kandungan gizi cukup tinggi terutama kandungan yodium,
misalnya pada ikan dan rumput laut. Namun adanya pencemaran lingkungan,
termasuk pencemaran laut menyebabkan kandungan yodium menjadi berkurang.
Pergeseran daerah endemik berikutnya adalah dengan ditemukannya angka
kejadian GAKY di daerah dataran yang rendah, terutama di daerah pertanian
(Triyono, 2007). Daerah dataran rendah menyediakan sumber-sumber makanan
kaya yodium. Tetapi akibat paparan pestisida membuat gangguan daerah dataran
rendah menjadi kekurangan yodium. Kandungan logam berat seperti Plumbum
(Pb), Hydrargyrum (Hg), Cadmium (Cd) dan Polychlorinated Biphenyl (PCB)

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


3

dalam pestisida menjadi blocking agent yang menghambat pemanfaatan yodium


oleh kelenjar tiroid. Sekitar 17 jenis pestisida yang beredar di Indonesia dan
digunakan oleh petani yang ditengarai berpotensi mencemari lingkungan dan
residunya dapat menimbulkan endocrine disrupting activities atau gangguan pada
sistem endokrin dan fungsi tiroid pada manusia (Hendra, 2008).

Penyebab lainnya adalah paparan goitrogen yang terdapat di obat-obatan dan


makanan. Goitrogenik adalah zat yang dapat menghambat pengambilan zat
yodium oleh kelenjar tiroid, sehingga konsentrasi yodium dalam kelenjar menjadi
rendah. Jenis makanan seperti brokoli, kubis, bunga kol, lobak, bayam, sawi,
kacang tanah, kedelai dan produk kedelai termasuk tempe dan tahu merupakan
jenis makanan yang mengandung goitrogen. Laporan penelitian Balai Penelitian
dan Pengembangan Akibat Kekurangan Yodium (BP2GAKY) pada 2012
menunjukkan tentang pola makan pada anak penderita GAKY di Kabupaten
Wonosobo menunjukkan hasil bahwa pola makan anak penderita GAKY masih
banyak mengandung zat-zat goitrogenik.

Penggunaan alat kontrasepsi yang banyak digunakan di wilayah perkotaan dapat


memicu gangguan hormonal pada tubuh. Pada wanita hamil atau wanita yang
mengunakan kontrasepsi hormonal (suntik atau pil) akan meningkatkan kadar
hormon tiroid total yang mengakibatkan terjadinya pembesaran kelenjar tiroid.
Penderita struma nodosa biasanya tidak mengalami keluhan karena tidak adanya
hipotiroidisme atau hipertiroidisme, jumlah nodul bermacam-macam, mungkin
tunggal dan mungkin banyak terdapat nodul yang berkembang menjadi
multinodular yang tidak berfungsi. Gejala awal yang sering ditemui adalah adanya
benjolan di area leher tanpa ada keluhan lain yang menyertai. Jumlah klien yang
menderita struma nodosa di Lantai 5 Bedah RSPAD Gatot Soebroto sepanjang
Januari Juni 2013 sebanyak 16 klien, dengan perbandingan laki-laki dan
perempuan 1 : 6,25. Struma nodosa banyak menyerang wanita yang berusia antara
20 sampai 60 tahun. Belum diketahui secara pasti penyebab tingginya angka
kejadian struma nodosa pada wanita. Tindakan pembedahan untuk mengangkat
struma yang membesar (tiroidektomi) menjadi alternatif terakhir pada penderita

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


4

struma nodosa. Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan (care


provider) (Potter& Perry, 2009) dapat meningkatkan status kesehatan klien struma
nodosa pasca operasi dengan memberikan post operative care pasca tiroidektomi.
Hal ini dapat meminimalkan komplikasi yang mungkin terjadi pada klien pasca
tiroidektomi.

Setiap klien yang mengalami pembedahan berisiko mengalami komplikasi,


termasuk tiroidektomi (Louis, 2011). Salah satu komplikasi akibat tiroidektomi
adalah hipotiroidisme. Kondisi ini dapat berupa adanya rasa kebas dan kesemutan
pada area wajah dan ekstrimitas, takikardia, dan produksi keringat yang berlebih.
Hal ini disebabkan terjadinya hipokalsemia akibat edema pada paratiroid pasca
pembedahan. Komplikasi ini dapat bersifat sementara atau permanen. Angka
kejadian hipokalsemia sementara setelah tiroidektomi berkisar antara 1,6% - 50
% dan hipokalsemia permanen terjadi pada 1,5 % - 4% (Vaxevanidou et al, 2010).
Monitoring tanda-tanda hipokalsemia dapat mempercepat proses pemulihan pasca
pembedahan. Pemberian post operative care pasca tiroidektomi yang optimal
merupakan salah satu intervensi mandiri keperawatan yang dapat meminimalkan
komplikasi dan mempercepat penyembuhan klien.

Berdasarkan uraian di atas, laporan akhir praktik profesi program ners ini akan
memaparkan hasil implementasi dari asuhan keperawatan yang telah diberikan
kepada klien dengan masalah endokrin, spesifik pada asuhan keperawatan klien
dengan struma nodosa non toxic di lantai 5 bedah RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta
Pusat.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Melakukan analisis asuhan keperawatan masalah kesehatan masyarakat perkotaan
pada klien dengan struma nodosa non toxic dengan di lantai 5 bedah RSPAD
Gatot Soebroto, Jakarta Pusat.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


5

1.2.2 Tujuan Khusus


1.2.2.1 Menjelaskan konsep terkait struma nodosa non toxic yang terdiri dari
anatomi fisiologis tiroid, definisi, etiologi, patofisiologi, pemeriksaan
penunjang, penatalaksanaan dari struma nodosa non toxic,
1.2.2.2 Menganalisis pada masalah keperawatan yang muncul dengan konsep
terkait KKMP,
1.2.2.3 Menganalisis pada masalah keperawatan yang muncul dengan konsep
terkait struma nodosa non toxic,
1.2.2.3 Menganalisis peran perawat dalam post operative care pasca tiroidektomi
pada klien dengan struma nodosa non toxic.

1.3 Manfaat Penulisan


Sebagai bahan pengembangan pengetahuan dalam keilmuan keperawatan medikal
bedah dalam materi keperawatan endokrin khususnya tentang asuhan keperawatan
pada klien dengan struma nodosa non toxic. Hasil pemaparan ini juga diharapkan
bermanfaat bagi pelayanan keperawatan sebagai dasar pertimbangan dalam
pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan struma nodosa non toxic.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Struma Nodosa Pada Masyarakat Perkotaan


Masyarakat perkotaan memiliki perbedaan dengan masyarakat yang ada di desa.
Masyarakat perkotaan memiliki ciri dan karakter tersendiri. Menurut Grunfeld
dalam Utoyo (2009), kota adalah suatu permukiman dengan kepadatan penduduk
yang lebih besar daripada kepadatan wilayah nasional, dengan struktur mata
pencaharian non agraris dan sistem penggunaan tanah yang beraneka ragam serta
ditutupi oleh gedung-gedung tinggi yang lokasinya sangat berdekatan. Wilayah
perkotaan tidak luput dari masalah kesehatan. Adanya urbanisasi menyebabkan
kepadatan kota sehingga lahan di wilayah perkotaan menjadi terbatas. Hal ini
menimbulkan daerah kumuh yang dapat membuat lingkungan perkotaan menjadi
kurang sehat. Perkotaan sebagai pusat ekonomi menjadi daya tarik tersendiri bagi
masyarakat pedesaan untuk migrasi ke wilayah kota. Latar belakang penduduk
pedesaan berbeda-beda, salah satunya penduduk yang berasal dari wilayah
pedesaan daerah pegunungan. Daerah pegunungan cenderung mengandung air
tanah yang kurang memiliki kadar yodium. Hal ini dapat menyebakan
pembengkakan kelenjar tiroid atau biasa disebut struma nodosa. Di Jakarta,
sekitar 30 % rumah tangga masih belum menggunakan garam beryodium (BPS,
2005). Defisiendi yodium umum terjadi pada wilayah pegunungan. Namun saat
ini terjadi perubahan pola endemik Gangguan Akibat Kekurangan Yodim
(GAKY). Defisiensi yodium tidak hanya terjadi di wilayah pegunungan, tapi juga
terjadi di daerah pesisir pantai dan dataran rendah.

Wilayah perkotaan identik dengan dataran rendah. Kandungan yodium di air


tanah wilayah dataran rendah cukup memadai. Namun adanya paparan oleh
kontaminan di lingkungan yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan fungsi
tiroid, seperti logam berat (Plumbum=Pb, Hydrargyrum=Hg dan Cadmium=Cd),
polychlorinated biphenyl (PCB), dan pestisida. Kadar Pb dalam darah memiliki
hubungan dengan fungsi tiroid. Tingginya kadar Pb dalam darah ini
mengakibatkan terbentuknya ikatan dengan unsur yodium di dalam tubuh yang

6 Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


7

akibatnya akan menyebabkan timbulnya struma nodosa. Selain itu, beberapa jenis
pestisida yang digunakan oleh petani diketahui mengandung logam berat Pb dan
termasuk ke dalam 17 jenis pestisida yang beredar di Indonesia dan digunakan
oleh petani yang ditengarai berpotensi mencemari lingkungan dan residunya dapat
menimbulkan endocrine disrupting activities atau gangguan pada sistem endokrin
dan fungsi tiroid pada manusia. Residu logam berat Pb di lahan pertanian selain
berasal dari pestisida, kemungkinan juga dapat berasal dari residu pupuk fosfat.
Penggunaan pupuk fosfat yang digunakan dalam budidaya pertanian dapat
menyebabkan pencemaran pada tanah. Dalam pertumbuhannya tanaman
menyerap unsur hara dari dalam tanah termasuk logam berat Pb, sehingga produk
atau hasil pertanian dapat mengandung logam berat Pb. Logam berat Pb dapat
berperan sebagai blocking agent, prinsip kerjanya adalah Pb dapat menghambat
pemanfaatan yodium oleh kelenjar tiroid. Sehingga meskipun konsumsi yodium
mencukupi, namun apabila ada gangguan pemanfaatan yodium oleh kelenjar
tiroid, maka akan terjadi gangguan fungsi tiroid.

2.2 Kelenjar Tiroid


Kelenjar tiroid merupakan organ kecil pada anterior leher bagian bawah, di antara
muskulus sternokleidomastoideus, yang terdiri dari dua buah lobus lateral yang
dihubungkan oleh sebuah istmus (Price & Wilson, 2006). Kelenjar tiroid terletak
di leher, dibawah kartilago krikoid dan berbentuk seperti huruf H (Black &
Hawks, 2009). Dan menurut Newton, Hickey, &Marrs, (2009), kelenjar tiroid
terletak di pangkal leher di kedua sisi bagian bawah laring dan bagian atas trakea.
Panjang kelenjar tiroid kurang lebih 5 cm dengan lebar 3 cm dan berat sekitar 30
gram (Brunner & Suddarth, 2002). Kelenjar tiroid yang dimiliki wanita lebih
besar dibanding laki-laki (Seeley et al, 2007). Kegiatan metabolik pada kelenjar
tiroid cukup tinggi, ditandai dengan aliran darah yang menuju kelenjar tiroid
sekitar 5 kali lebih besar dari aliran darah ke dalam hati (Skandalakis, 2004).

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


8

Gambar 2.1 Anatomi Kelenjar Tiroid


(Sumber : Louis, F, 2011)

Kelenjar tiroid menghasilkan tiga jenis hormon yang berbeda, yaitu tiroksin (T4),
triiodotironin (T3) yang keduanya disebut dengan satu nama, hormon tiroid dan
kalsitonin. Triiodotironin (T3) memiliki efek yang cepat dalam jaringan.
Dibutuhkan waktu 3 hari untuk T3 dan 11 hari bagi T4 dalam mencapai titik
puncak efek pada jaringan. Sehingga T3 merupakan bentuk aktif dari hormon
tiroid (Black & Hawks, 2009). Pelepasan hormon tiroid T3 dan T4 distimulasi oleh
tirotropin atau TSH (Thyroid Stimulating Hormon) yang disekresi oleh kelenjar
hipofisis (Braverman dkk, 2010). Pengeluaran TSH diatur oleh TRH
(Thyrotropin Releasing Hormon) yang disekresikan oleh hipotalamus. Penurunan
suhu tubuh dapat meningkatkan sekresi TRH. Pengeluaran TSH begantung pada
kadar T3 dan T4 yang biasa disebut sebagai pengendalian umpan balik atau
feedback control. Kalsitonin merupakan hormon penting lain yang disekresi
kelenjar tiroid yang tidak dikendalikan oleh TSH. Fungsi kalsitonin adalah
menjaga keseimbangan kadar kalsium plasma dengan meningkatkan jumlah
penumpukan kalsium pada tulang dan menurunkan reabsorpsi kalsium pada
ginjal, dengan demikian kadar kalsium plasma tidak menjadi tinggi (Black &
Hawks, 2009).

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


9

Gambar 2.2Pembentukan Hormon Tiroid


(Sumber : Marks, DB dkk, 2000)

Yodium berperan penting dalam pembentukan hormon tiroid (Brunner &


Suddarth, 2002). Yodium yang telah terserap dalam darah dari GI track akan
diambil oleh kelenjar tiroid dan akan dipekatkan dalam sel kelenjar tiroid.
Molekul yodium yang telah diambil akan bereaksi dengan tirosin (asam amino)
untuk membentuk hormon tiroid. Kelenjar tiroid mengatur fungsi metabolism
tubuh, dimana tubuh menghasilkan energi yang berasal dari nutrisi dan oksigen
yang mempengaruhi fungsi tubuh penting, seperti tingkat kebutuhan energi dan
detak jantung (ATA, 2013). Selain itu kelenjar tiroid juga berfungsi meningkatkan
kadar karbohidrat, meningkatkan ukuran dan kepadatan mitokondria,
meningkatkan sintesis protein dan meningkatkan pertumbuhan pada anak-anak.
Sel-sel sasaran untuk hormon tiroid adalah hampir semua sel di dalam tubuh.
Fungsi hormon tiroid antara lain (Black & Hawks, 2009).:
2.2.1 Merangsang laju metabolik sel-sel sasaran dengan meningkatkan
metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat,
2.2.2 Merangsang kecepatan pompa natrium-kalium di sel sasaran,
2.2.3 Meningkatkan responsivitas sel-sel sasaran terhadap katekolamin sehingga
meningkatkan frekuensi jantung,
2.2.4 Meningkatkan responsivitas emosi,

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


10

2.2.5 Meningkatkan kecepatan depolarisasi otot rangka, yang meningkatkan


kecepatan kontraksi otot rangka,
2.2.6 Hormon tiroid penting untuk pertumbuhan dan perkembangan normal
semua sel tubuh dan dibutuhkan untuk fungsi hormon pertumbuhan,

2.3 Struma Nodosa


2.3.1 Definisi
Pembesaran pada kelenjar tiroid biasa disebut sebagai struma nodosa atau struma.
Pembesaran pada tiroid yang disebabkan akibat adanya nodul, disebut struma
nodosa (Tonacchera, Pinchera & Vitty, 2009). Biasanya dianggap membesar bila
kelenjar tiroid lebih dari 2x ukuran normal. Pembesaran ini dapat terjadi pada
kelenjar yang normal (eutirodisme), pasien yang kekurangan hormon tiroid
(hipotiroidisme) atau kelebihan produksi hormon (hipertiroidisme) (Black and
Hawks, 2009). Menurut Penelitian Framingham, setiap orang berisiko 5-10%
untuk menderita struma nodosa dan perempuan berisiko 4 kali lipat dibanding
laki-laki (Incidence and Prevalence Data, 2012). Kebutuhan hormon tiroid
meningkat pada masa pertumbuhan, masa kehamilan dan menyusui. Pada
umumnya struma nodosa banyak terjadi pada remaja, wanita hamil dan ibu
menyusui. Struma nodosa terdapat dua jenis, toxic dan non toxic. Struma nodusa
non toxic merupakan struma nodusa tanpa disertai tanda- tanda hipertiroidisme
(Hermus& Huysmans, 2004). Pada penyakit struma nodusa non toxic tiroid
membesar dengan lambat. Struma nodosa toxic ialah keadaan dimana kelenjar
tiroid yang mengandung nodul tiroid yang mempunyai fungsi yang otonomik,
yang menghasilkan suatu keadaan hipertiroid. Dampak struma nodosa terhadap
tubuh dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian
posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma nodosa
dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara
sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia (Rehman, dkk 2006). Hal tersebut
akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan
elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar
dapat asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


11

Gambar 2.3 Penderita Struma Nodosa


(Sumber : http://www.webmd.com/a-to-z-guides/goiter, 2013 )

Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal yaitu (Roy, 2011):
a. Berdasarkan jumlah nodul: bila jumlah nodul hanya satu disebut struma
nodosa soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut struma
multinodosa.
b. Berdasarkan kemampuan menyerap yodium radioaktif, ada tiga bentuk nodul
tiroid yaitu nodul dingin, hangat, dan panas. Nodul dingin apabila
penangkapan yodium tidak ada atau kurang dibandingkan dengan bagian
tiroid sekitarnya. Hal ini menunjukkan aktivitas yang rendah. Nodul hangat
apabila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul
sama dengan bagian tiroid lainnya. Dan nodul panas bila penangkapan yodium
lebih banyak dari sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang
berlebih.
c. Berdasarkan konsistensinya lunak, kistik, keras dan sangat keras.

Struma nodosa memiliki beberapa stadium, yaitu (Lewinski, 2002) :


a. Derajat 0 : tidak teraba pada pemeriksaan
b. Derajat I : teraba pada pemeriksaan, terlihat jika kepala ditegakkan
c. Derajat II : mudah terlihat pada posisi kepala normal
d. Derajat III : terlihat pada jarak jauh.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


12

Berdasakan fisiologisnya struma nodosa dapat diklasifikasikan sebagai berikut


(Rehman, dkk, 2006) :
a. Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan
stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan kelenjar
hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Struma nodosa atau
struma semacam ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada
leher yang jika terjadi secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea.

b. Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid sehingga
sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk
mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien
hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai
kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh
antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi. Gejala hipotiroidisme adalah
penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit
berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi
berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara.

c. Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoxicosis atau Graves yang dapat didefenisikan sebagai
respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang
berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam
darah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon
yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala
hipertiroidisme berupa berat badan menurun, nafsu makan meningkat, keringat
berlebihan, kelelahan, lebih suka udara dingin, sesak napas. Selain itu juga
terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata
melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi otot.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


13

Secara klinis pemeriksaan klinis struma nodosa dapat dibedakan menjadi


(Tonacchera, dkk, 2009):
a. Struma nodosa toxic
Struma nodosa toxic dapat dibedakan atas dua yaitu struma nodosa diffusa toxic
dan struma nodosa nodusa toxic. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah
kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma nodosa diffusa toxic akan
menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis sementara
nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih
benjolan (struma nodosa multinodular toxic). Struma nodosa diffusa toxic
(tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi
oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah
penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic struma nodosa), bentuk
tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya.
Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap selama
berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi
darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif.

b. Struma nodosa non toxic


Struma nodosa non toxic sama halnya dengan struma nodosa toxic yang dibagi
menjadi struma nodosa diffusa non toxic dan struma nodosa nodusa non toxic.
Struma nodosa non toxic disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik.
Struma nodosa ini disebut sebagai simpel struma nodosa, struma nodosa endemik,
atau struma nodosa koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya
kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa
hormon oleh zat kimia.

2.3.2 Etiologi
Penyebab utama struma nodosa ialah karena kekurangan yodium (Black and
Hawks, 2009). Defisiensi yodium dapat menghambat pembentukan hormon tiroid
oleh kelenjar. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam
jumlah yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid
mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah yang besar ke dalam folikel, dan

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


14

kelenjar menjadi bertambah besar. Penyebab lainnya karena adanya cacat genetik
yang merusak metabolisme yodium, konsumsi goitrogen yang tinggi (yang
terdapat pada obat, agen lingkungan, makanan, sayuran), kerusakan hormon
kelenjar tiroid, gangguan hormonal dan riwayat radiasi pada kepala dan leher
(Rehman dkk, 2006).

Hal yang mendasari pertumbuhan nodul pada struma nodosa non toxic adalah
respon dari sel-sel folikular tiroid yang heterogen dalam satu kelenjar tiroid pada
tiap individu. Dalam satu kelenjar tiroid yang normal, sensitivitas sel-sel dalam
folikel yang sama terhadap stimulus TSH dan faktor perumbuhan lain (IGF dan
EGF) sangat bervariasi. Terdapat sel-sel autonom yang dapat bereplikasi tanpa
stimulasi TSH dan sel-sel sangat sensitif TSH yang lebih cepat bereplikasi. Sel-
sel akan bereplikasi menghasilkan sel dengan sifat yang sama. Sel-sel folikel
dengan daya replikasi yang tinggi ini tidak tersebar merata dalam satu kelenjar
tiroid sehingga akan tumbuh nodul-nodul.

2.3.3 Patofisiologi
Yodium merupakan bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan
hormon tiroid. Bahan yang mengandung yodium diserap usus, masuk kedalam
sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tiroid. Dalam kelenjar,
yodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimulasikan oleh Tiroid
Stimulating Hormon (TSH) kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang
terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin
membentuk tiroksin (T4) dan molekul triiodotironin (T3). Tiroksin (T4)
menunjukan pengaturan umpan balik negatif dari seksesi TSH dan bekerja
langsung pada tirotropihypofisis, sedangkan T3 merupakan hormon metabolik
yang tidak aktif. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan
pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid
dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram. Beberapa obat dan keadaan dapat
mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tiroid sekaligus menghambat
sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan
pelepasan TSH oleh kelenjar hipofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


15

kelenjar tiroid. Biasanya tiroid mulai membesar pada usia muda dan berkembang
menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena pertumbuhannya berangsur-
angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher.
Sebagian besar penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya
tanpa keluhan. Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan
karena menonjol kebagian depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan
trakea bila pembesarannya bilateral.

2.3.4 Tanda dan Gejala


Beberapa penderita struma nodosa non toxic tidak memiliki gejala sama sekali.
Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan
gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan
menelan. Peningkatan seperti ini jantung menjadi berdebar-debar, gelisah,
berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, dan kelelahan. Beberapa diantaranya
mengeluh adanya gangguan menelan, gangguan pernapasan, rasa tidak nyaman di
area leher, dan suara yang serak. Pemeriksaan fisik struma nodosa non toxic
berfokus pada inspeksi dan palpasi leher untuk menentukan ukuran dan bentuk
nodular. Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang
berada pada posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka.
Jika terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen
yaitu lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan
pada saat pasien diminta untuk menelan dan pulpasi pada permukaan
pembengkakan. Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk
duduk, leher dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba
tiroid dengan menggunakan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita. Struma
nodosa tidak termasuk kanker tiroid, tapi tujuan utama dari evaluasi klinis adalah
untuk meminimalkan risiko terhadap kanker tiroid.

2.3.5 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang untuk struma nodosa antara lain (Tonacchera, dkk, 2009):
2.3.5.1 Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan tes fungsi hormon : T4 atau T3, dan TSH.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


16

2.3.5.2 Pemeriksaan radiologi.


Foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea, atau
pembesaran struma yang pada umumnya secara klinis sudah bias
diduga, foto rontgen pada leher lateral diperlukan untuk evaluasi
kondisi jalan nafas.
Pemeriksaan ultrasonografi (USG). Manfaat USG dalam pemeriksaan
tiroid :
Untuk menentukan jumlah nodul.
Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik.
Dapat mengukur volume dari nodul tiroid.
Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak
menangkap yodium, dan tidak terlihat dengan sidik tiroid.
Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan
dilakukan biopsi terarah.
Pemeriksaan sidik tiroid. Hasil pemeriksaan dengan radioisotop
adalah tentang ukuran, bentuk, lokasi dan yang utama adalah
fungsi bagian-bagian tiroid.
2.3.5.3 Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration Biopsy). Biopsi ini
dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.

2.3.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan struma dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
2.3.6.1 Penatalaksanaan konservatif
Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid.
Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini
bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh
karena itu untuk menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon
tiroksin (T4) ini juga diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang
terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid
(tionamid) yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil (PTU) dan
metimasol/karbimasol..

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


17

Terapi Yodium Radioaktif .


Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada
kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak
mau dioperasi maka pemberian yodium radioaktif dapat mengurangi
gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam
kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh
lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau
kelainan genetik. Yodium radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul atau
cairan yang harus diminum di rumah sakit, obat ini ini biasanya diberikan
empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat tiroksin.

2.3.5.2 Penatalaksanaan operatif


Tiroidektomi
Tindakan pembedahan yang dilakukan untuk mengangkat kelenjar tiroid
adalah tiroidektomi, meliputi subtotal ataupun total. Tiroidektomi subtotal
akan menyisakan jaringan atau pengangkatan 5/6 kelenjar tiroid,
sedangkan tiroidektomi total, yaitu pengangkatan jaringan seluruh lobus
termasuk istmus (Sudoyo, A., dkk., 2009). Tiroidektomi merupakan
prosedur bedah yang relative aman dengan morbiditas kurang dari 5 %.
Menurut Lang (2010), terdapat 6 jenis tiroidektomi, yaitu :
Lobektomi tiroid parsial, yaitu pengangkatan bagian atas atau bawah
satu lobus
Lobektomi tiroid, yaitu pengangkatan seluruh lobus
Lobektomi tiroid dengan isthmusectomy, yaitu pengangkatan satu
lobus dan istmus
Subtotal tiroidektomi, yaitu pengangkatan satu lobus, istmus dan
sebagian besar lobus lainnya.
Total tiroidektomi, yaitu pengangkatan seluruh kelenjar.
Tiroidektomi total radikal, yaitu pengangkatan seluruh kelenjar dan
kelenjar limfatik servikal.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


18

Setiap pembedahan dapat menimbulkan komplikasi, termasuk tiroidektomi.


Komplikasi pasca operasi utama yang berhubungan dengan cedera berulang pada
saraf laring superior dan kelenjar paratiroid. Devaskularisasi, trauma, dan eksisi
sengaja dari satu atau lebih kelenjar paratiroid dapat menyebabkan
hipoparatiroidisme dan hipokalsemia, yang dapat bersifat sementara atau
permanen. Pemeriksaan yang teliti tentang anatomi dan suplai darah ke kelenjar
paratiroid yang adekuat sangat penting untuk menghindari komplikasi ini. Namun,
prosedur ini umumnya dapat ditoleransi dengan baik dan dapat dilakukan dengan
cacat minimal (Bliss et al, 2000). Komplikasi lain yang dapat timbul pasca
tiroidektomi adalah perdarahan, thyrotoxic strom, edema pada laring,
pneumothoraks, hipokalsemia, hematoma, kelumpuhan syaraf laringeus reccurens,
dan hipotiroidisme (Grace & Borley, 2007).

Tindakan tiroidektomi dapat menyebabkan keadaan hipotiroidisme, yaitu suatu


keadaan terjadinya kegagalan kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon dalam
jumlah adekuat, keadaan ini ditandai dengan adanya lesu, cepat lelah, kulit kering
dan kasar, produksi keringat berkurang, serta kulit terlihat pucat. Tanda-tanda
yang harus diobservasi pasca tiroidektomi adalah hipokalsemia yang ditandai
dengan adanya rasa kebas, kesemutan pada bibir, jari-jari tangan dan kaki, dan
kedutan otot pada area wajah (Urbano, FL, 2000). Keadaan hipolakalsemia
menunjukkan perlunya penggantian kalsium dalam tubuh. Komplikasi lain yang
mungkin terjadi adalah kelumpuhan nervus laringeus reccurens yang
menyebabkan suara serak. Jika dilakukan tiroidektomi total, pasien perlu
diberikan informasi mengenai obat pengganti hormon tiroid, seperti natrium
levotiroksin (Synthroid), natrium liotironin (Cytomel) dan obat-obatan ini harus
diminum selamanya.

2.4 Peran Perawat Dalam Post Operative Care Pada Pasien Dengan
Struma Nodosa Non Toxic
Pembedahan tiroid dapat menyebabkan komplikasi potensial yang fatal selama
fase awal pasca operasi. Penting bagi perawat untuk memiliki pengetahuan dan
kemampuan untuk mendeteksi tanda dan gejala awal dari komplikasi potensial

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


19

yang mungkin terjadi dan mengambil langkah yang tepat. Deteksi dini dan respon
yang cepat merupakan kunci untuk mempertahankan patient safety dan untuk
meminimalkan risiko cedera pada klien.

Fase awal pasca operasi dimulai ketika pasien berada di ruang pemulihan atau
recovery room. Asuhan keperawatan difokuskan pada penilaian dan pemeliharaan
status kardiopulmonal dan neurologi, tingkat kenyamanan dan keadaan metabolik
(Roberts and Fenech, 2010). Fase kedua dimulai ketika pasien dipindahkan ke
ruang perawatan. Perawat harus menyadari komplikasi yang biasa terjadi,
termasuk perdarahan, infeksi pada luka, cedera syaraf, dan hipoparatiroidisme
sekunder.

Gambar 2.4 Luka Tiroidektomi


(Sumber : Louis, F, 2011)

Perdarahan pasca pembedahan tiroid terjadi pada 0,1 1,5% pasien, hal ini dapat
terjadi karena banyaknya suplai darah ke organ dan sebagai hasil dari pemisahan
jaringan yang luas akibat pengangkatan kelenjar tiroid. Pada sebagian besar
pasien, perdarahan terjadi pada 6 12 jam pertama pasca pembedahan. Evaluasi
keperawatan paca operasi meliputi observasi dressing luka yang sering, dimana
darah cenderung menumpuk. Segala bentuk observasi perlu didokumentasikan,
seperti volume drainase, konsistensi, warna dan fungsional drainase. Suction drain
umum digunakan untuk menghindari akumulasi darah dan serum (seroma) setelah
pengangkatan tiroid (Morrisey et al, 2008). Luka tiroidektomi harus dipantau

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


20

secara ketat untuk kenyamanan pasien. Tandat-tanda perdarahan seperti hipotensi


dan takikardi harus selalu diobservasi oleh perawat.

Tanda-tanda infeksi pada luka tiroidektomi harus diobservasi. Infeksi dapat


disebabkan oleh bakteri Staphylococcus atau Streptococcus. Infeksi pada luka
tiroidektomi jarang ditemukan, hanya sekitar 0,3 0,8% (Rosato et al, 2004).
Pemantauan suhu dan kadar leukosit harus dipantau sebagai indikator dini adanya
infeksi. Kolaborasi pemberian antibiotik dapat menjadi salah satu bentuk
intervensi kolaborasi yang dapat diberikan kepada pasien. Cedera syaraf pada
laring merupakan komplikasi yang paling serius pasca tiroidektomi. Hal ini
disebabkan oleh mekanisme yang berbeda, termasuk sayatan, klem, peregangan
syaraf, skeletonisasion (proses dimana serat kecil saraf dibagi dari struktur
utama), kompresi lokal saraf akibat edema atau hematoma. Perawat perlu
memonitor kualitas suara pasien, refleks menelan dan status pernapasan pasca
pembedahan (Beldi dkk, 2004). Ada kemungkinan paresis pada pita suara pada 6
minggu pertama, tetapi jika selama 12 bulan tidak ada perbaikan maka kerusakan
ini akan dianggap permanen.

Hipokalsemia pasca tiroidektomi terjadi pada 1 50 % pembedahan


(Karamanakos et al, 2010). Penyebab hipokalsemia multifaktorial. Penyebab yang
paling umum adalah kerusakan pada kelenjar paratiroid. Gejala
hipoparatiroidisme timbul pada 24 72 jam pasca operasi. Pasien akan
menunjukkan rendahnya kadar kalsium dalam darah atau hipokalsemia dan rasa
kesemutan di ekstrimitas. Pengkajian Trousseaus dan Chvosteks signs dilakukan
untuk mengindikasikan hipokalsemia. Trousseaus sign merupakan kejang yang
disebabkan oklusi pada arterial dengan manset tekanan darah. Trousseaus sign
dilakukan dengan mengkompresi lengan atas dengan manset
tensimeter,kembangkan manset tekanan darah sampai sekitar 20 mmHg di atas
tekanan sistolik dan tahan 2 5 menit, dimana mula-mula timbul rasa kesemutan
pada ujung ekstremitas, lalu timbul kejang pada jari-jari dan tangan. Chvosteks
sign dilakukan dengan memukul ringan 2 cm di depan tragus telinga (bagian
telinga yang menonjol kecil di daerah pipi/jambang). Chvosteks sign terdiri atas

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


21

kedutan pada otot yang dipersarafi oleh saraf fasial ketika saraf tersebut ditekan
sekitar 2 cm. Chvosteks sign memiliki beberapa tingkat, yaitu :
2.4.1 Grade 1: kedutan di sudut bibir
2.4.2 Grade 2: kedutan di hidung
2.4.3 Grade 3: kedutan di mata
2.4.4 Grade 4: kedutan di otot-otot wajah.

Gambar 2.5 Pemeriksaan Chvosteks signs


(Sumber : Urbano, FL, 2000)

Gambar 2.6 Pemeriksaan Trousseaus signs


(Sumber : Urbano, FL, 2000)
Pemberian kalsium karbonat dosis tinggi dapat diberikan pada pasien dengan
hipokalsemia. Pasien dengan hipokalsemia yang parah dapat diberikan intervensi
kolaborasi terapi intravena dengan 10 ml 10% glukonat selama lima menit
kemudian infus lanjutan NaCl 0,9% dengan 30 40 ml dari 10% kalsium
glukonat per 24 jam sampai total kadar kalsium mencapai nilai normal (8,6 10,3
mg/dL) (LeMone & Burke, 2000).

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


Tabel 2.1 Pathway Struma Nodosa Non Toxic

Struma Nodosa Non Toxic


(Pembesaran kelenjar tiroid berbatas jelas tanpa Etiologi
disertai hipertiroidisme)

Gangguan hormonal Kelainan metabolik kongenital Pencemaran air Goitrogen Defisiensi yodium
Masa tanah oleh Pb
pertumbuhan
Kehamilan
Menghambat pembentukan hormon
Laktasi
tiroid
Penggunaan KB
hormonal

Menghambat sintesa hormon tiroid Gangguan sekresi tiroksin Hipotiroidisme


kebutuhan tiroksin
Kelelahan
kadar TSH

Risiko perdarahan
kerja kelenjar tiroid
Risiko cidera

Hiperplasia tiroid Tiroidektomi Risiko infeksi

Menekan esophagus & trakea Suara parau

Disfagia
Obstruksi jalan napas Suara parau Disfagia
Hipotiroidisme

Ketidakefektifan Gangguan Ketidakseimbangan nutrisi :


Bersihan Jalan Nafas Komunikasi Gangguan Menelan
kurang dari kebutuhan tubuh 22
Verbal Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013
BAB 3

LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

3.1 PENGKAJIAN
INFORMASI UMUM
Nama : Ny. R
Usia : 39 tahun
Tgl. Lahir : 5 Agustus 1974
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku Bangsa : Sunda
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Perum Bumi Alam Hijau Bekasi
Dx Medis : Struma Nodosa Non Toxic Dextra
Tgl. Masuk RS : 18 Juni 2013
Sumber Informasi : Klien, keluarga dan rekam medik

Riwayat Keperawatan :
Alasan masuk RS :
Benjolan di leher depan kanan sejak 5 tahun yang lalu. Klien mengatakan sejak
1 bulan yang lalu, suara menjadi serak dan kadang-kadang hilang.

Riwayat Penyakit Sekarang


Ny. R, usia 39 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan adanya benjolan yang
muncul di leher depan sisi kanan sejak 5 tahun yang lalu. Ukuran benjolan tidak
berubah sejak awal pertama kali muncul. Klien tidak merasakan adanya nyeri di
daerah leher. Tidak ada keluhan gangguan bernapas atau gangguan menelan.
Klien mengeluhkan sering merasa jantung berdebar-debar setelah beraktifitas
banyak, klien juga mengeluhkan sering merasa kesemutan saat udara dingin.
Nafsu makan normal dan ada penurunan berat badan 0,5 kg dalam sebulan
terakhir.

23 Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


24

Riwayat Penyakit Dahulu


Klien tidak memiliki riwayat Hipertensi, DM, Jantung. Riwayat pengobatan
sebelumnya (-), keluhan adanya benjolan di leher sejak 5 tahun yang lalu, suara
kadang serak dan hilang sejak satu bulan SMRS, riwayat TB (-), riwayat OAT (-),
maag (+), riwayat alergi (-), riwayat merokok (-), riwayat konsumsi alkohol (-),
riwayat konsumsi jamu-jamuan (-). Riwayat operasi pengangkatan kista ovarium
pada tahun 2006.

Riwayat Penyakit Keluarga


Klien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang mengalami hal yang
serupa dengan klien.

Riwayat Ginekologi
Klien mengalami keguguran pada kehamilan kedua dan ketiga, masing masing
pada usia kehamilan 3 bulan. Klien memiliki 2 anak dengan proses melahirkan
normal. Klien menggunakan alat kontrasepsi jenis suntik 3 bulan sekali.
Sebelumnya klien menggunakan alat kontrasepsi jenis pil.

AKTIVITAS / ISTIRAHAT
Klien mengatakan pekerjaan sehari-hari adalah Ibu Rumah Tangga. Aktivitas lain
adalah ikut dalam kelompok pengajian dan qasidahan yang ada di lingkungan
tempat tinggalnya. Klien mengatakan jika suaranya serak dan terkadang hilang
mengganggu kegiatan qasidahan yang dilakukannya, sehingga klien beralih
menjadi pemain alat musik. Klien istirahat dari pukul 22.00 05.00 WIB. Klien
tidak memiliki keluhan insomnia. Kesadaran compos mentis, GCS E4M6V5.
Klien mengatakan jantung berdebar-debar dan merasa jika banyak beraktivitas
dan kadang merasa sesak.
Kekuatan otot : 5555 5555
5555 5555

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


25

SIRKULASI
Klien tidak memiliki riwayat Hipertensi dan masalah jantung. Klien mengatakan
terkadang merasa kesemutan di jari-jari kaki ketika udara dingin.
Tanda-tanda vital (baring) tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 80 x/menit,
pernapasan 20 x/menit, suhu 36C. Pengkajian thoraks : inspeki pengembangan
dada simetris, retraksi dinding dada (-), lesi (-). Palpasi fremitus kanan dan kiri
sama, nyeri tekan (-), krepitasi (-), massa (-). Perkusi timpani di kedua lapang
paru depan dan belakang. Auskultasi bunyi jantung I-II reguler, gallop (-
),murmur(-), suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-). Distensi
vena jugularis (-), CRT < 2, Homans sign (-) , varises (-), membran mukosa
lembab, bibir lembab, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sianosis (-),
distensi vena jugularis (-), akral hangat pada ekstrimitas atas.

INTEGRITAS EGO
Klien mengatakan selalu menceritakan masalah pada suaminya. Tentang
penyakitnya ini, klien juga berdiskusi pada suaminya. Klien mengatakan takut
suaranya akan hilang setelah operasi. Klien berharap akan sembuh setelah
dilakukan operasi. Klien mengatakan tidak memiliki masalah finansial.

ELIMINASI
Klien mengatakan BAB 1 x sehari. Karakter feses padat, warna kuning
kecoklatan. Klien tidak memiliki riwayat hemorroid. Klien BAK > 5 kali sehari.
Karakter urin : warna kuning jernih. Klien mengatakan tidak ada nyeri saat
berkemih. Klien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit ginjal/ kandung
kemih. Klien tidak memiliki hemoroid dan tidak terpasang kateter. Pengkajian
abdomen : inspeksi tampak luka pasca operasi di , datar, benjolan (-). Auskultasi
bising usus (+) 6 x/menit. Perkusi timpani. Palpasi nyeri tekan (-), massa (-
),teraba elastis. Tidak ada hemorroid dan klien tidak menggunakan kateter.

MAKANAN/ CAIRAN
Klien makan 3x sehari. Klien tidak memiliki kehilangan selera makan. Klien juga
mengatakan tidak merasa mual dan ingin muntah. Klien tidak ada riwayat alergi

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


26

makanan. Klien tidak memantang makanan apapun. Klien mengatakan suka


makanan seafood. Klien tidak memilliki gangguan menelan. Berat badan saat ini :
55,5 kg. Tinggi badan : 160 cm. Turgor kulit : elastis, membran mukosa
lembab, gangguan menelan (-), mual (-), muntah (-), tidak ada edema pada
ekstrimitas, asites (-), bising usus 6 x/menit. Pembesaran tiroid (+). Pengkajian
tiroid : inspeksi tampak benjolan di leher depan sisi kanan, berbatas tegas,
berukuran + 3 x 2 cm x 2 cm. Warna kulit pada benjolan sama dengan warna kulit
sekitar. Benjolan ikut bergerak ke atas pada saat menelan. Palpasi benjolan teraba
kenyal dan padat, mobile (ikut bergerak ketika menelan), nyeri tekan (-),
pembesaran KGB (-).

HIGIENE
Klien mandi 2 kali sehari dan aktivitas sehari-hari dilakukan secara mandiri.
Penampilan umum bersih, cara berpakaian rapih, bau badan (-), kondisi kulit
kepala dan rambut bersih, rambut tidak berminyak, berketombe dan lesi, kuku
tangan dan kaki bersih.

NEUROSENSORI
Klien tidak merasa pusing. Klien mengatakan terkadang kesemutan jika sedang
cuaca dingin. Klien tidak memiliki riwayat stroke. Klien menggunakan alat bantu
penglihatan kaca mata. Status mental : compos mentis. Orientasi waktu, orang dan
tempat baik. Kesadaran : baik, CM, kooperatif, klien menggunakan alat bantu
penglihatan (kaca mata), penggunaan alat bantu dengar (-).

NYERI/ KETIDAKNYAMANAN
Pre op : Klien tidak mengeluhkan adanya nyeri
Post op : Klien mengeluhkan nyeri di area luka post operasi, skala 4
Pre op : Respon emosional tenang
Post op : Klien mengatakan nyeri pada luka post operasi, nyeri yang dirasakan
menetap dan seperti ditusuk-tusuk, nyeri yang dirasakan tidak menyebar , skala
nyeri 4 dan nyeri berlangsung terus menerus. Klien mengatakan nyeri bertambah

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


27

ketika bergerak dan menelan. Klien terlihat lemah dan hanya berbaring di tempat
tidur.

PERNAFASAN
Klien tidak memiliki riwayat asma dan TBC. Klien tidak merokok. Klien tidak
mengeluh adanya sesak dan batuk. Penggunaan alat bantu pernafasan : tidak ada.
Pernafasan : Frekuensi : 20 x/mnt. Simetris : Ya. Penggunaan otot-otot aksesori :
tidak ada. Bunyi nafas : vesikuler ( +/+). Sianosis : tidak ada

KEAMANAN
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi makanan maupun obat-obatan.
Tidak ada riwayat cedera kecelakaan. Klien memiliki gangguan penglihatan jarak
jauh.
Kekuatan umum 5555 5555 Tonus otot : baik
5555 5555
Cara berjalan : normal , tidak ada paralysis, tidak ada edema, tremor pada
ektrimitas atas.

SEKSUALITAS (tidak terkaji)

INTERAKSI SOSIAL
Klien mengatakan sudah menikah dan memiliki 2 orang anak. Klien tinggal
dengan suami dan kedua anaknya. Klien kooperatif dan aktif berbicara dengan
perawat dan keluarga. Gaya bicara klien jelas dan dapat dimengerti. Klien tidak
menggunakan alat bantu bicara. Tampak suami dan adik ipar selalu menemani
klien di rumah sakit.

PENYULUHAN/ PEMBELAJARAN
Bahasa yang digunakan Bahasa Indonesia . Faktor resiko keluarga : diabetes :
tidak ada, tuberkulosis : tidak ada, penyakit jantung : tidak ada, stroke : tidak ada,
hipertensi : tidak ada, epilepsi : tidak ada, penyakit ginjal : tidak ada, kanker :
tidak ada. penyakit jiwa : tidak ada

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


28

Obat yang dikonsumsi


Nama Obat Dosis Tujuan
Ceftriaxone 1x 2gr Antibiotik
Ketorolac 3x 30mg Analgesik

Diagnosa saat masuk perdokter : SNNT Dextra


Alasan di rawat per klien :
Klien mengeluh adanya benjolan di leher sejak 5 tahun lalu dan sejak 1 bulan
yang lalu suara menjadi serak dan kadang hilang. Klien rencana operasi
tiroidektomi subtotal 19 Juni 201.
Harapan klien terhadap perawatan/ pembedahan:
Klien ingin sembuh dengan pembedahan yang akan dilakukan.
Pemeriksaan fisik lengkap terakhir (18 Juni 2013):
Pada saat dilakukan pengkajian kepada Ny. R didapati TD 130/80 mmHg, nadi 84
x/mnt, RR 22 x/mnt, dan suhu 36,2oC. Hasil :
Inspeksi : tampak benjolan di leher depan sisi kanan, berbatas
tegas, berukuran + 3 x 2 cm x 2 cm. Warna kulit pada benjolan sama dengan
warna kulit sekitar. Benjolan ikut bergerak ke atas pada saat menelan.
Palpasi : Benjolan teraba kenyal dan padat, mobile (mudah
digerakkan). Nyeri tekan (-).Pembesaran KGB (-).

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


29

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal pemeriksaan : 8 Mei 2013
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
Darah rutin
Hemoglobin 13,4 12 - 16 g/dl
Hematokrit 41 37 - 47%
Eritrosit 4,6 4,3 - 6,0 juta/ul
Leukosit 8090 4800 - 10800/ul
Trombosit 390.000 150.000 - 400.000/ul
Bleeding time 200 1 - 3 menit
Clotting time 400 1 - 6 menit
MCV 88 80 - 96 fl
MCH 29 27 - 32 pg
MCHC 33 32 - 36 g/dl

Kimia
SGPT (ALT) 16 <40 U/l
SGOT (AST) 11 <35 U/l
Ureum 19 20 - 50 mg/dl
Kreatinin 1,0 0,5 - 1,5 mg/d
GDS 99 < 140 mg/dL

Hormon Tiroid
T3 72,3 65 214,5 ng/dl
FT4 0,99 0,8 1,7 ng/dl
TSH 0,44 0,27 3,75 ulU/ml

2. Pemeriksaan Radiologi
I. Foto Roentgen Thorax (10 Mei 2013) :
- Sinus, diafragma, dan cor normal
- Kedua hilus normal
- Tak tampak proses spesifik aktif di kedua paru
- Tak tampak infiltrasi di paru-paru
Kesan: Cor/pulmo normal

II. USG Thyroid (10 Mei 2013) :


Thyroid kanan :
- membesar

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


30

- tampak nodul iso echoic, homogen, batas tegas, ukuran 1,3


cm x 1,0 cm x 2,1 cm
Trakhea intact , di tengah.
Thyroid kiri :
- besar dan bentuk normal
- internal echostructure normal
- tidak tampak lesi fokal
Kesan : Struma nodosa lobus kanan

3.2 ANALISA DATA


3.2.1 ANALISA DATA PRE OPERASI

NO DATA MASALAH
KEPERAWATAN
1 DS : Ansietas
Klien mengatakan sudah pernah operasi
sebelumnya tapi klien mengatakan tetap
merasa cemas
Klien mengatakan takut dipasang infus
Klien menanyakan kapan waktu pelaksanaan
operasi
Klien menanyakan berapa lama operasi akan
berlangsung
Klien menanyakan kapan bisa pulang setelah
dilakukan operasi
Klien mengatakan tidurnya kurang nyenyak
menjelang operasi
DO :
TTV (18 Juni 2013) :
TD 130/90 mmHg
Nadi 84 x/menit
RR 20 x / menit
S 36C
Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


31

Klien tampak selalu menanyakan hal yang


sama terkait pelaksanaan operasi
2 DS : Defisiensi
Klien mengatakan hanya ingin sembuh setelah pengetahuan
dioperasi mengenai prognosis
Klien mengatakan takut suaranya akan hilang penyakit
setelah operasi
Klien mengatakan berapa lama penyembuhan
luka pasca operasi
Klien mengatakan pasrah dengan operasi yang
akan dilakukan
DO :
Klien tampak aktif bertanya mengenai
penyakit yang dideritanya

3.2.2 ANALISA DATA POST OPERASI

NO DATA MASALAH
KEPERAWATAN
1 DS : Risiko perdarahan
Klien mengatakan tidak ada keluhan
Klien mengatakan tidak pernah
mengkonsumsi obat antikoagulan
DO :
TTV (19 Juni 2013):
TD 130/80 mmHg
Nadi 78 x/menit
RR 22 x / menit
S 36C
Post tiroidektomi jam 15.00 19 Juni 2013
Luka post operasi tertutup kassa, kering

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


32

dan tidak terdapat rembesan, ukuran luka


10 x 10 cm2
Terpasang drain dengan produksi 5 cc,
warna merah darah segar
CRT < 3
Laporan hasil pembedahan : tidak ada
perdarahan
Hasil pemeriksaan laboratorium terakhir 8
Mei 2013 :
Hematokrit 41 %
Trombosit 390.000/ul
2 DS : Intoleransi aktifitas
klien tidak mengatakan ada keluhan
apapun
DO :
Terpasang infuse RL + ketorolac 30 mg 20
tpm ditangan sebelah kiri, tetesan lancar
Terdapat luka post tiroidektomi di leher,
luka tertutup kassa, kering, bersih dan
tidak ada rembesan
Post operasi dengan general anastesi
Kesadaran CM GCS 14
Klien tampak terbaring ditempat tidur
dengan posisi supine
3 DS: Nyeri
Klien mengeluhkan nyeri di area luka post
operasi, skala 4
Klien mengatakan nyeri bertambah ketika
bergerak dan menelan.
DO :
Pengkajian nyeri :

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


33

Nyeri pada luka post operasi, nyeri yang


dirasakan menetap dan seperti ditusuk-
tusuk, nyeri yang dirasakan tidak
menyebar , skala nyeri 4 dan nyeri
berlangsung terus menerus.
Klien terlihat lemah dan hanya berbaring
di tempat tidur
TTV (19/07/13)
TD 130/80 mmHg, nadi 78 x/menit, RR
22 x / menit, S 36C
Pucat (-), kelemahan (+)
4 DS : Risiko cedera
Klien mengatakan tidak ada rasa kebas
dan kesemutan di ekstrimitas dan area
wajah
Klien mengatakan tidak merasa jantung
berdebar-debar
DO :
TTV (19 Juni 2013):
TD 130/80 mmHg, nadi 78 x/menit, RR
22 x / menit, S 36C
Klien post tiroidektomi 19 Juni 2013 pk.
15.00
Terpasang drain produksi 5 cc, warna
merah darah segar

3.3 Rencana Intervensi Keperawatan


3.3.1 Masalah Keperawatan Ansietas
Tujuan setelah 1 x 24 jam pemberian asuhan keperawatan ansietas berkurang atau
tidak ada.
Kriteria evaluasi :
Klien secara verbalisasi menyatakan ansietas berkurang.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


34

Klien dapat mengidentifikasi penyebab yang mempengaruhinya.


Rencana intervensi :
Mandiri
1 Kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan, dan lakukan tindakan bila
menunjukkan perilaku merusak.
R/ Reaksi verbal dan nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi, marah,
gelisah.
2 Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan (tarik napas dalam).
Beri lingkungan yang nyaman dan suasana penuh istirahat.
R/ Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu.
3 Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan kecemasaannya.
R/ Dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak
diekspresikan.
4 Beri privasi untuk klien dan keluarga terdekat.
R/ Memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan.

3.3.2 Masalah Keperawatan Defisiensi Pengetahuan Mengenai Prognosis


Penyakit
Tujuan setelah 1 x 24 jam pemberian asuhan keperawatan klien menyatakan
pemahaman terkait penyakit.
Kriteria evaluasi :
Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit/prognosis.
Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam perawatan
Rencana intervensi :
Mandiri
1 Tentukan persepsi klien terkait penyakit dan prognosis serta harapan di masa
depan.
R/ Membuat pengetahuan dasar dan memberikan beberapa kesadaran yang
konstruktif pada klien.
2 Berikan informasi tentang etiologi penyakit yang diderita klien, penyebab/efek
hubungan perilaku pola hidup.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


35

R/ Memberikan pengetahuan dasar dan klien dapat membuat pilihan informasi


tentang kontrol masalah kesehatan.
3 Bantu klien untuk mengidentifikasi hubungan masukan makanan dengan
penyakit (diet tinggi kalsium dan vitamin D).
R/ Memberikan informasi terkait makanan yang baik untuk dikonsumsi
4 Tekankan petingnya nutrisi yang baik.
R/ Pemeliharaan asupan nutrisi yang tepat dapat memperbaiki gejala.

3.3.3 Masalah Keperawatan Risiko Perdarahan


Tujuan setelah 2 x 24 jam pemberian asuhan keperawatan perdarahan tidak
terjadi.
Kriteria evaluasi:
Klien akan menunjukkan homeostasis dengan tanpa perdarahan:
kesadaran CM, produksi drain tidak lebih dari 50 cc, TTV normal, Hb/Ht
normal.
Klien menunjukkan perilaku penurunan resiko perdarahan seperti menjaga
posisi drain tetap rendah, tidak melakukan manipulasi di lokasi balutan.
Tidak ada rembesan darah pada balutan luka.
Rencana intervensi :
Mandiri
1. Kaji adanya tanda-tanda dan gejala perdarahan.
R/ Pengkajian adanya tanda-tanda dan gejala perdarahan sangat penting
dilakukan untuk klien pasca pembedahan.
2. Observasi drain yang terpasang pada klien. Catat produksi darah yang
tertampung pada drain.
R/ Dengan mengobservasi drain yang terpasang dan mencatat jumlah
produksinya dapat membantu untuk melihat perdarahan yang terjadi pada
klien.
3. Observasi tanda-tanda vital.
R/ Peningkatan nadi dengan penurunan TD dapat menunjukkan kehilangan
volume darah sirkulasi dan memerlukan evaluasi lanjut.
4. Catat perubahan mental/tingkat kesadaran klien.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


36

R/ Perubahan dapat menunjukkan penurunan perfusi serebral sekunder


terhadap hipovolemia, hipoksemia.
5. Hindari penggunaan produk yang mengandung aspirin.
R/ Koagulasi memanjang, berpotensi untuk resiko perdarahan.
Kolaborasi
6. Awasi Hb / Ht dan faktor pembekuan.
R/ Penurunan Hb / Ht merupakan indikator terjadinya anemia, perdarahan
aktif atau terjadinya komplikasi.

3.3.4 Masalah Keperawatan Intoleransi Aktifitas


Tujuan setelah 2 x 24 jam pemberian asuhan keperawatan intoleransi aktifitas
berkurang atau tidak terjadi.
Kriteria evaluasi :
Klien akan berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi
kebutuhan perawatan diri sendiri.
Klien akan mencapai toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan dengan
menurunnya kelemahan.
Rencana Intervensi :
Mandiri
1. Mengkaji kemampuan secara fungsional.
R/ Mengidentifkasikan kekuatan / kelemahan dan dapat memberikan
informasi mengenai pemulihan.
2. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring) dan sebagainya.
R/ Menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemia jaringan dan kerusakan pada
kulit.
3. Melakukan latihan gerak pasif .
R/ Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi dan membantu
mencegah terjadinya kontraktur.
4. Tinggikan tangan dan kepala.
R/ Meningkatkan aliran balik vena dan membantu mencegah terbentuknya
edema.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


37

3.3.5 Masalah Keperawatan Nyeri


Tujuan setelah 3 x 24 jam pemberian asuhan keperawatan nyeri berkurang atau
hilang.
Kriteria evaluasi :
Melaporkan nyeri beerkurang/terkontrol (skala berkurang menjadi 3/5).
Menunjukkan perilaku mengurangi atau mengontrol nyeri (wajah tidak
meringis, tidak pucat).
Rencana intervensi :
Mandiri
1 Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik (skala 0-10). Laporkan perubahan nyeri
dengan tepat.
R/ Nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus dijelaskan oleh klien.
Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu
hal yang sangat penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk
mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan.
2 Observasi adanya tanda-tanda nyeri non verbal (ekspresi wajah, meringis, dll).
R/ Merupakan indikator/derajat nyeri yang tidak langsung dialami.
3. Berikan masase/gosokan punggung dengan menjauhi daerah operasi.
R/ Menghilangkan/menurunkan nyeri dengan perubahan pada neuron sensori
dan relaksasi otot.
4. Anjurkan untuk beristirahat di tempat yang tenang.
R/ Menurunkan stimulasi yang berlebihan yang dapat mengurangi rasa nyeri.
5. Ajarkan teknik relaksasi/napas dalam.
R/ Mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi
6. Berikan analgesik sesuai indikasi.
R/ Mengurangi dan menghilangkan nyeri.

3.3.6 Masalah Keperawatan Risiko Cedera


Tujuan setelah 3 x 24 jam pemberian asuhan keperawatan cedera post operasi
tiroidektomi tidak terjadi.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


38

Kriteria evaluasi :
Klien tidak menunjukkan tanda-tanda kegawatan tiroid seperti parastesia dan
hipermetabolisme.
Klien terbebas dari cedera akibat keterbatasan fisik dan efek anestesi.
Klien melakukan aktivitas tanpa menimbulkan cedera.
TTV dalam batas normal.
Rencana intervensi :
Mandiri
1. Monitor tanda-tanda vital post operasi.
R/ Tanda-tanda vital memberikan informasi mengenai perubahan kondisi
klien pasca tiroidektomi.
2. Pantau tingkat kesadaran klien
R/ Efek anestesi dan kondisi fisik mempengaruhi tingkat kesadaran.
3. Pantau terhadap tanda-tanda hipokalsemia seperti kebas, kedutan, kesemutan
pada wajah dan ekstremitas dengan pemeriksaan Trousseaus dan Chvosteks
signs.
R/ Kebas dan kesemutan menunjukkan tanda dari kondisi hipokalsemia pasca
pembedahan tiroid.
4. Pantau tanda-tada hipermetabolisme seperti keringat berlebih dan jantung
berdebar.
R/ Hipermetabolisme seperti keringat berlebih dan jantung berdebar akibat
manipulasi kelenjar selama tiroidektomi.
5. Instruksikan kepada keluarga untuk memeriksakan kondisi kulit setiap hari
terhadap kerusakan integritas kulit.
R/ Perubahan sensori persepsi beresiko meningkatkan kerusakan integritas
kulit.
6. Berikan lingkungan yang aman pada klien, pasang handrail, jauhkan dari
benda-benda berbahaya.
R/ Mencegah resiko jatuh dan cedera pada klien.
Kolaborasi
7. Pemeriksaan kalsium 24 jam post op.
R/ Untuk mengetahui apakah klien membutuhkan terapi pengganti.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


39

8. Pemberian terapi ca-gluconas sesuai instruksi dokter.


R/ Untuk memperbaiki kekurangan kalsium yang biasanya sementara.
Glukonas meningkatkan sensitivitas digitalis.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


3.4 CATATAN PERKEMBANGAN

3.4.1 Diagnosa Keperawatan : Ansietas

Hari Pertama (18 Juni 2013) Hari Ketiga (20 Juni 2013)
Implementasi : Implementasi :
1 Mengukur tanda-tanda vital 1. Mengukur tanda-tanda vital
2 Kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan 2. Anjurkan klien untuk melakukan teknik napas dalam jika
3 Ajarkan teknik napas dalam. Beri lingkungan yang nyaman merasa cemas.
dan suasana penuh istirahat 3. Beri lingkungan yang nyaman dan suasana yang tenang
4 Anjurkan klien untuk berdoa kepada Tuhan YME 4. Beri privasi untuk klien dan keluarga terdekat
5 Beri privasi untuk klien dan keluarga terdekat

Evaluasi
S: Evaluasi
Klien mengatakan ingin sembuh S:
Klien mengatakan rasa cemas berkurang setelah melakukan Klien mengatakan pasrah dengan kondisinya setelah dioperasi
nafas dalam Klien mengatakan sudah tidak merasa cemas kembali
O: O:
Klien tampak menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan Keasadaran CM
operasi Klien tenang dan kooperatif
TTV : Tampak keluarga klien selalu menemani di ruang perawatan
TD 130/90 mmHg TTV :
Nadi 84 x/menit TD 120/90 mmHg
RR 20 x / menit Nadi 80 x/menit
S 36C RR 18 x / menit
A : Masalah keperawatan ansietas terjadi S 36,3 C
P : Beri lingkungan yang nyaman dan suasana penuh istirahat, A : Masalah keperawatan ansietas teratasi
Anjurkan keluarga untuk selalu menemani klien P : Beri lingkungan yang nyaman dan suasana tenang
40

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


3.4.2 Diagnosa Keperawatan : Defisiensi Pengetahuan Mengenai Prognosis Penyakit

Hari Pertama (18 Juni 2013) Hari Ketiga (20 Juni 2013)
Implementasi : Implementasi
1. Kaji persepsi pasien terkait penyakit dan prognosis serta 1. Memberikan informasi mengenai komplikasi pasca
harapan di masa depan tiroidektomi
2. Memberikan informasi tentang etiologi penyakit yang diderita 2. Bantu pasien untuk mengidentifikasi hubungan masukan
pasien, penyebab/efek hubungan perilaku pola hidup dengan makanan dengan penyakit
bahasa yang sederhana. 3. Anjurkan klien untuk mengonsumsi makanan tinggi protein
3. Memberikan informasi mengenai penatalaksanaan keperawatan untuk mempercepat penyembuhan luka operasi
terkait SNNT pasca operasi
Evaluasi
Evaluasi S:
S: Klien menanyakan berapa lama penyembuhan luka operasi
Klien mengatakan ingin sembuh dan suaranya tidak serak Klien menanyakan hal-hal yang harus dihindari selama
kembali setelah dioperasi perawatan luka operasi
Klien mengatakan tidak mengetahui penyebab sakit yang Klien menanyakan makanan yang baik untuk mempercepat
dideritanya penyembuhan luka
Klien mengatakan takut suaranya akan hilang setelah operasi O:
Klien mengatakan berapa lama penyembuhan luka pasca Klien kooperatif
operasi Klien menerima informasi yang diberikan oleh mahasiswa
O: dengan baik
Klien tampak aktif bertanya mengenai penyakit yang Klien mampu menjelaskan kembali informasi yang telah
dideritanya diberikan oleh mahasiswa
A : Masalah keperawatan defisiensi pengetahuan terjadi A : Masalah keperawatan defisiensi pengetahuan teratasi
P : Memberikan informasi mengenai komplikasi pasca tiroidektomi P : Menganjurkan klien untuk tetap menjaga kesehatan setelah
perawatan di rumah sakit selesai
41

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


3.4.3 Diagnosa Keperawatan : Risiko Perdarahan
Hari Kedua (19 Juni 2013) Hari Ketiga (20 Juni 2013)
Implementasi Implementasi :
1. Ukur tanda-tanda vital 1. Ukur tanda-tanda vital
2. Observasi adanya tanda-tanda dan gejala perdarahan. 2. Observasi adanya tanda-tanda dan gejala perdarahan.
3. Observasi dan ukur produksi drain. 3. Observasi dan ukur produksi drain.
4. Observasi tingkat kesadaran klien. 4. Catat perubahan mental/tingkat kesadaran klien.

Evaluasi Evaluasi :
S : klien mengatakan tidak ada keluhan S : klien mengatakan tidak ada keluhan
O: O:
Kesadaran CM TTV (20 Juni 2013):
TTV (19 Juni 2013): TD 120/90 mmHg
TD 130/90 mmHg Nadi 80 x/menit
Nadi 84 x/menit RR 18 x / menit
RR 20 x / menit S 36,3 C
S 36C Terpasang drain dengan produksi 7 cc, warna merah darah
Post tiroidektomi jam 15.00 (19 Juni 201) segar
Terpasang drain dengan produksi 5 cc, warna merah darah Post tiroidektomi hari pertama
segar CRT < 3
CRT < 3 A : Masalah keperawatan risiko perdarahan teratasi
A : Masalah keperawatan risiko perdarahan terjadi P:
P: Obervasi TTV/8 jam
Obervasi TTV/8 jam
Observasi produksi drain/24 jam
Kaji adanya tanda-tanda anemis (konjungtiva anemis, membran
mukosa kering, sianosis)
42

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


3.4.4 Diagnosa Keperawatan : Intoleransi Aktivitas

Hari Kedua (19 Juni 2013) Hari Ketiga (20 Juni 2013)
1. Anjurkan klien untuk tetap beristirahat dalam keadaan supine Implementasi
2. Anjurkan klien untuk beristirahat tanpa menggunakan bantal 1. Motivasi klien secara bertahap untuk menggerakkan anggota
3. Anjurkan klien untuk tidak mengangkat kepala sebelum 12 jam tubuh
post operasi 2. Beri posisi semi fowler bila tidak ada keluhan pusing dan
4. Libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL klien mual
3. Libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL klien
Evaluasi
S:
Klien mengatakan tubuhnya terasa lemah Evaluasi
Klien merasa pusing S : klien mengatakan sudah mencoba duduk dan tidak merasa
O: mual
Terpasang infus RL + ketorolac 30 mg ditangan sebelah kiri 20 O :
tpm, aliran lancar Terpasang infus RL + ketorolac 30 mg ditangan seebelah kiri
Terdapat luka post tiroidektomi di leher, luka tertutup kassa, 20 tpm, aliran lancar
kering, bersih dan tidak ada rembesan Kesadaran CM GCS 15
Post operasi dengan general anastesi Post tiroidektomi hari pertama
Kesadaran CM GCS 14 A : Masalah keperawatan intoleransi aktivitas teratasi
A : Masalah keperawatan tntoleransi aktivitas terjadi P : Motivasi klien secara bertahap untuk mobilisasi (berjalan)
P:
Motivasi klien secara bertahap untuk menggerakkan anggota
tubuh
Beri posisi semi fowler bila tidak ada keluhan pusing dan mual
Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring) dan
sebagainya setelah 12 jam post op
43

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


3.4.5 Diagnosa Keperawatan Risiko Cedera

Hari Kedua (19 Juni 2013) Hari Ketiga (20 Juni 2013)
Implementasi : Implementasi :
1. Monitor tanda-tanda vital post operasi. 1. Monitor tanda-tanda vital post operasi.
2. Pantau tingkat kesadaran klien 2. Pantau tingkat kesadaran klien
3. Pantau terhadap tanda-tanda hipokalsemia (Trousseau dan 3. Pantau terhadap tanda-tanda hipokalsemia (Trousseau dan
Chvosteks sign) pada wajah dan ekstrimitas Chvosteks sign) sepn pada wajah dan ekstrimitas
4. Pantau tanda-tada hipermetabolisme seperti keringat 4. Pantau tanda-tada hipermetabolisme seperti keringat berlebih
berlebih dan jantung berdebar. dan jantung berdebar.
5. Berikan lingkungan yang aman pada klien, pasang handrail, 5. Berikan lingkungan yang aman pada klien, pasang handrail,
jauhkan dari benda-benda berbahaya. jauhkan dari benda-benda berbahaya.

Evaluasi Evaluasi
S: S:
Klien mengatakan tidak ada rasa kebas dan kesemutan di Klien mengatakan tidak ada rasa kebas dan kesemutan di
ekstrimitas dan area wajah ekstrimitas dan area wajah
Klien mengatakan tidak merasa jantung berdebar-debar Klien mengatakan tidak merasa jantung berdebar-debar
O: O:
TTV (19 Juni 2013): TTV (20 Juni 2013):
TD 130/80 mmHg TD 120/90 mmHg
Nadi 78 x/menit Nadi 80 x/menit
RR 22 x / menit RR 18 x / menit
S 36C S 36,3 C
Klien post tiroidektomi 19 Juni 2013 pk. 15.00 Post tiroidektomi hari pertama
Klien terlihat berbaring di atas tempat tidur Hasil pemeriksaan Ca 8,8 mg/dl
A : Masalah kepearwatan risiko cedera terjadi A : Masalah kepearwatan risiko cedera terjadi

44

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


P: P:
Observasi TTV/8 jam Observasi TTV/8 jam
Monitor adanya tanda-tanda hipokalsemia (rasa kaku, kebas Monitor adanya tanda-tanda hipokalsemia (rasa kaku, kebas dan
dan kesemutan pada ekstrimitas dan wajah, jantung kesemutan pada ekstrimitas dan wajah, jantung berdebar-debar,
berdebar-debar, produksi keringat berlebih) produksi keringat berlebih)
Kolaborasi : cek kalsium 24 jam post operasi (20 Juni 2013
pk. 11.00 WIB)

45

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


BAB 4
ANALISIS SITUASI

4.1 Profil Lahan Praktik


RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad merupakan rumah sakit tentara Belanda,
dikenal dengan groot militare hospital welterveden. Pada tanggal 26 Juli 1950
diserahkan kepada Djawatan Kesehatan Angkatan Darat menjadi rumah sakit
tentara pusat. Momen bersejarah ini selanjutnya diperingati sebagai hari jadi
RSPAD Gatot Soebroto. Mengingat jasa-jasa Letnan Jenderal Gatot Soebroto
yang memberikan segala-galanya bagi RSPAD agar menjadi kebanggaan prajurit
dan upaya meningkatkan kesejahteraan prajurit angkatan darat maka digunakanlah
nama Gatot Soebroto dibelakang nama Rumah Sakit Angkatan Darat ini. RSPAD
Gatot Soebroto ditunjuk menjadi salah satu tempat pemeriksaan dan perawatan
pejabat tinggi sampai sekarang. Mengingat peran serta rumah sakit terhadap
pelayanan kesehatan masyarakat maka sejak tahun 1989, RSPAD Gatot Soebroto
mulai membuka diri untuk pelayanan swasta sampai sekarang, dikenal sebagai
paviliun dr. R. Darmawan, PS untuk rawat inap.

Pelayanan Rawat Inap RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad memiliki kelas yang
bervariasi mulai dari Super VIP sampai kelas III dengan fasilitas yang berbeda.
Untuk kamar rawat inap khusus telah disediakan pelayanan di Paviliun Kartika,
Paviliun dr. R. Darmawan. PS, Paviliun dr. Iman Sudjudi, pavilion Anak dan
Perawatan Non Paviliun. Perawatan Non Paviliun menyediakan kamar rawat inap
kelas VIP, Kelas I, II, dan III. Perawatan Non Paviliun meliputi perawatan
umum, perawatan bedah, perawatan paru, perawatan anak, perawatan jiwa,
perawatan jantung, perawatan obstetri dan ginekologi, unit stroke dan ruang
Intensive Care Unit (ICU). RSPAD Gatot Soebroto ditkesad memiliki visi dan
misi sebagai berikut :
4.1.1 Visi :
Menjadi RS berstandar Internasional, rujukan utama dan RS Pendidikan serta
merupakan kebanggaan prajurit dan masyarakat.

46 Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


47

4.1.2 Misi :
4.1.2.1 Menyelenggarakan fungsi perumahsakitan tingkat pusat dan rujukan
tertinggi bagi rumah sakit TNI AD dalam rangka mendukung tugas
pokok TNI AD.
4.1.2.2 Menyelenggarakan dukungan pelayanan kesehatan yang bermutu
secara menyeluruh untuk prajurit PNS TNI AD serta masyarakat.
4.1.2.3 Mengembangkan keilmuan secara berkesinambungan.
4.1.2.4 Meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan melalui pendidikan
berkelanjutan.
4.1.2.5 Memberikan lingkungan yang mendukung proses pembelajaran dan
penelitian bagi tenaga kesehatan.

Praktik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP) dilaksanakan


dari 7 Mei 22 Juni 2013 di Ruang Bedah Lantai 5 RSPAD Gatot Soebroto.
Ruang Bedah Lantai 5 merupakan salah satu ruang rawat inap non paviliun di RS
Gatot Subroto Ditkesad yang merupakan Rumah Sakit tipe A. Ruang Bedah
Lantai 5 merupakan ruang kelas I dan kelas II yang ruang kamarnya dibagi
berdasarkan jenis kelamin dan jenis penyakit (penyakit bedah digestif, bedah
syaraf, bedah tumor, bedah muskuloskeletal, dan bedah urologi). Terkait dengan
kondisi tersebut, klien di ruang bedah lantai 5 pun beragam, mulai dari klien
dengan kondisi total, partial dan minimal care. Jenis penyakit yang diderita oleh
klien yang di rawat di Ruang Bedah Lantai 5 bermacam-macam, diantaranya
BPH, Ca mammae, fraktur, dan struma nodosa non toxic. Jumlah klien yang
menderita struma nodosa non toxic di Ruang Bedah Lantai 5 RSPAD Gatot
Soebroto sepanjang Januari Juni 2013 sebanyak 16 klien, dengan perbandingan
laki-laki dan perempuan 1 : 6,25.

4.2 Analisis Masalah Keperawatan Dengan Konsep Terkait KKMP Dan


Struma Nodosa Non Toxic
4.2.1 Analisis Masalah Keperawatan Dengan Konsep Terkait KKMP
Menurut Grunfeld dalam Utoyo (2009), kota adalah suatu permukiman dengan
kepadatan penduduk yang lebih besar daripada kepadatan wilayah nasional,
Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


48

dengan struktur mata pencaharian non agraris dan sistem penggunaan tanah yang
beraneka ragam serta ditutupi oleh gedung-gedung tinggi yang lokasinya sangat
berdekatan. Hal ini menjadikan kota sebagai pusat ekonomi dan alasan utama
bagi penduduk pedesaan untuk mencari kerja di wilayah perkotaan. Arus
urbanisasi yang tinggi di wilayah perkotaan memberikan dampak semakin
padatnya wilayah perkotaan. Lingkungan tempat tinggal yang padat membuat
sanitasi lingkungan menjadi kurang terawat yang dapat mempengaruhi kesehatan
masyarakat perkotaan. Penduduk perkotaan yang memiliki riwayat pernah tinggal
di daerah pegunungan memiliki prevalensi untuk mengalami pembesaran kelenjar
tiroid atau struma nodosa. Wilayah pegunungan identik dengan defisiensi yodium
yang mengakibatkan adanya pembesaran kelenjar tiroid. Namun, saat ini terjadi
perubahan pola endemik daerah, bahwa defisiensi yodium tidak hanya terjadi di
wilayah pegunungan, melainkan juga terjadi di daerah pesisir pantai dan dataran
rendah, termasuk di wilayah perkotaan. Hal ini diperparah dengan adanya
pencemaran Plumbum (Pb) akibat polusi kendaraan bermotor dan penggunaan
pestisida yang terdapat di udara dan air tanah di wilayah perkotaan yang
menyebabkan gangguan pada kelenjar tiroid sehingga memicu munculnya struma
nodosa.

Ny. R (39 tahun) didiagnosis menderita struma nodosa non toxic dextra.. Sehari-
hari bekerja sebagai ibu rumah tangga dan aktif dalam kegiatan qasidahan di
lingkungan tempat tinggalnya. Aktivitas klien saat di rumah adalah mengurus
suami dan anak-anaknya, seperti memasak dan membereskan rumah. Klien
menggunakan garam beryodium jika memasak. Klien mengatakan suka
mengonsumsi makanan seafood bersama suami dan anak-anaknya. Tempat
tinggal klien berada di daerah Bekasi yang merupakan salah satu kota industri di
Indonesia. Klien menggunakan alat kontrasepsi hormonal, berupa KB suntik tiga
bulan. Sebelumnya klien menggunakan KB pil satu bulan.

Klien memiliki riwayat tinggal di daerah pegunungan (Purwakarta) selama 5


tahun. Defisiensi yodium pada air tanah di daerah pegunungan menyebabkan
terhambatnya produksi hormon tiroid dan menganggu sekresi tiroksin yang

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


49

berujung pada peningkatan kadar TSH dalam tubuh. Klien tinggal di daerah
Bekasi yang termasuk kota padat di Indonesia. Pencemaran Pb yang ada di
wilayah perkotaan dapat menghambat pemanfaatan yodium oleh kelenjar tiroid.
Hal ini menunjukkan bahwa jika seseorang memiliki kadar yodium yang adekuat
namun memiliki kadar Pb yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja
kelenjar tiroid dan menimbulkan endocrine disrupting activities atau gangguan
pada sistem endokrin dan fungsi tiroid pada manusia. Saat didiagnosa SNNT
dextra pada 5 tahun yang lalu, klien sedang dalam keadaan hamil dan dianjurkan
untuk diangkat setelah melahirkan. Namun setelah melahirkan klien mengatakan
tidak ada keluhan apapun terkait penyakitnya ini. Dan sekitar satu bulan SMRS,
klien mengeluhkan suara menjadi serak dan terkadang hilang, klien juga
mengatakan terkadang merasa kesemutan di jari-jari kaki ketika udara dingin.
Suara serak dan terkadang hilang disebabkan adanya penekanan esophagus dan
trakea dan menyebabkan masalah keperawatan gangguan komunikasi verbal.
Klien menggunakan alat kontrasepsi hormonal, yaitu jenis suntik dan pil. Klien
menggunakan KB suntik 3 bulan sekali. Masa kehamilan dan penggunaan alat
kontrasepsi ini dapat menimbulkan gangguan hormonal yang menyebabkan
peningkatan kebutuhan tiroksin dan peningkatan kerja kelenjar tiroid dan terjadi
hiperplasia kelenjar tiroid. Untuk mengatasi struma nodosa pada Ny. R dilakukan
pembedahan tiroid atau tiroidektomi.

4.2.2 Analisis Masalah Keperawatan Dengan Konsep Struma Nodosa Non


Toxic Pasca Tiroidektomi
Masalah keperawatan yang muncul pada kasus klien kelolaan Ny. R terkait
konsep struma nodosa non toxic adalah risiko cedera pasca tiroidektomi yang
diakibatkan kondisi hipokalsemia dalam tubuh. Hipokalsemia terjadi karena
hipoparatitoidisme sekunder. Data-data penunjang untuk menegakkan masalah
keperawatan ini adalah klien mengatakan tidak ada rasa kebas dan kesemutan di
ekstrimitas dan area wajah dan klien juga mengatakan tidak merasa jantung
berdebar-debar. Tiroidektomi dilakukan pada 19 Juni 2013. Jenis tiroidektomi
yang dilakukan adalah subtotal tiroidektomi. Komplikasi yang dapat timbul akibat

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


50

tiroidektomi adalah perdarahan, infeksi, trauma pada nervus laryngeus recurrens,


hipotiroid dan hipoparatiroidisme sekunder.

NANDA Internasional (2012) mendefinisikan risiko cedera sebagai berisiko


mengalami cedera sebagai akibat kondisi lingkungan yang berinteraksi dengan
sumber adaptif dan sumber defensif individu. Faktor risiko dibagi menjadi dua,
yaitu eksternal dan internal. Faktor risiko eksternal berupa biologis (tingkat
imunisasi, komunitas, mikroorganisme), zat kimia (racun, polutan, obat, agens
farmasi, alcohol, nikotin, pengawet, kosmetik, pewarna), manusia (agens
nosokomial, pola ketenagaan, atau faktor kognitif, afektif, dan psikomotor), cara
pemindahan/transport, nutrisi (vitamin, jenis makanan), fisik (desain, struktur, dan
pengaturan komunitas, bangunan, dan/atau peralatan). Faktor risiko internal
berupa profil darah yang abnormal (leukositosis atau leukopenia, gangguan faktor
koagulasi, trombosiopenia, talasemia, penurunan hemoglobin), disfungsi
biokimia, usia perkembangan (psikologis,psikososial), disfungsi efektor, disfungsi
imun/ autoimun, disfungsi integratif, malnutrisi, fisik (integritas kulit, gangguan
mobilitas), psikologis (orientasi afektif), disfungsi sensori, dan hipoksia jaringan.

Salah satu penatalaksanaan post operative care pasca tiroidektomi adalah dengan
monitoring komplikasi pasca pembedahan, seperti tanda-tanda hipoparatiroidisme.
Hipoparatiroidisme ditandai dengan adanya hipokalsemia yang menandakan
adanya cedera pada kelenjar paratiroid. Hormon paratiroid berperan dalam
pengoptimalan penyerapan kalsium pada usus bila terdapat kadar kalsium yang
rendah dalam darah atau bila terdapat peningkatan kebutuhan kalsium. Tujuan
utama monitoring tanda-tanda hipoparatiroidisme adalah untuk mengoptimalkan
proses pemulihan dan deteksi dini bagi aktual dan potensial komplikasi pasca
tiroidektomi (Louis, 2011).

Kadar kalsium dalam darah dibawah 8,6 mg/dl dapat memimbulkan sensasi
kesemutan di area wajah dan jari-jari tangan. Perawat berkolaborasi dengan
monitor hasil laboratorium dengan melihat nilai elektrolit, khususnya kalsium dan
monitor tanda-tanda tetani. Tetani merupakan manifestasi yang paling khas dari

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


51

hipokalsemia. Sensasi kesemutan dapat terjadi di ujung-ujung jari, sekitar mulut


dan yang jarang terjadi adalah pada kaki. Spasme juga dapat terjadi pada otot
ekstrimitas dan wajah. Nyeri dapat terjadi akibat adanya spasme ini.

4.3 Analisis Salah Satu Intervensi Dengan Konsep Struma Nodosa Non
Toxic
Intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah risiko cedera adalah
dengan monitoring tanda-tanda hipotiroidisme. Komplikasi lain yang mungkin
terjadi pasca tiroidektomi adalah kondisi hipoparatiroidisme akibat pengambilan
kelenjar paratiroid yang tanpa disengaja. Penyebab hipoparatiroidisme adalah
sekresi hormon paratiroid yang kurang adekuat akibat suplai darah yang
terganggu pada saat dilakukan tiroidektomi. Gejala hipoparatiroidisme disebabkan
oleh kekurangan parathormon yang mengakibatkan kenaikan kadar fosfat darah
(hiperfosfatemia dan penurunan kalsium darah (hipokalsemia). Tanda adanya
parathormon, akan terjadi penurunan fungsi usus dalam penyerapan kalsium dari
makanan dan penurunan reabsorpsi kalsium dari tulang. Penurunan eksresi fosfat
melalui ginjal dapat menyebabkan hipofosfaturia dam kadar kalsium serum yang
rendah mengakibatkan hipokalsiuria. Hipokalsemia biasa terjadi dalam waktu 24
72 jam pasca operasi. Manifestasi klinis ini dapat rasa kebas, kesemutan pada
bibir, jari-jari tangan dan kaki, dan kedutan otot pada area wajah. Hipokalsemia
akut adalah kondisi darurat yang membutuhkan perhatian yang cepat, dan klien
dengan gejala hipokalsemia harus segera diobati karena sangat terkait dengan
tingginya angka morbiditas dan mortalitas. Pemeriksaan Trousseaus dan
Chvosteks signs merupakan intervensi mandiri perawat dalam deteksi dini
kondisi hipokalsemia pada klien.

Komplikasi akibat hipokalsemia yang harus diwaspadai oleh perawat adalah


adanya kejang. Kejang dapat terjadi karena kondisi ketidakseimbangan elektrolit
yang menyebabkan pelepasan muatan listrik berlebihan di sel neuron karena
ganguan fungsi pada neuron. Kalsium berperan penting dalam proses pelepasan
neurotransmitter otak dan melancarkan fungsi otot. Perawat harus bersiap untuk

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


52

kewaspadaan kejang bila klien pasca tiroidektomi mengalami kejang. Pemantauan


status jalan nafas harus dimonitor dengan teliti untuk pencegahan stridor laringeal.

Pemberian tindakan kolaborasi medikasi tergantung pada tingkat keparahan gejala


dan tingkat hipokalsemia. Pengobatan dengan kalsium intravena adalah terapi
yang paling tepat. Dosis 100 sampai 300 mg kalsium glukonat diberikan melalui
IV line dalam waktu 10 sampai 20 menit. Infus drip kalsium harus dimulai pada
0,5 mg/kg/jam dan berlangsung selama beberapa jam, dengan pemantauan ketat
kadar kalsium. Pengobatan untuk kejang hipokalsemik dalah pengganti kalsium
(calcium replacement). Peran perawat adalah memberikan edukasi kepada klien
tentang tanda dan gejala hipokalsemia, pemberian medikasi dan diet terapi. Klien
harus mendapatkan informasi tentang pentingnya kadar kalsium yang adekuat
dalam tubuh. Dan untuk persiapan discharge planning klien dengan hipokalsemia
harus diberikan kalsium oral untuk mencegah terjadinya hipokalsemia di rumah.

4.4 Alternatif Pemecahan Yang Dapat Dilakukan


Pencegahan hipokalsemia pada klien dengan struma nodosa non toxic pasca
tiroidektomi dapat diberikan melalui tindakan :
4.4.1 Memberikan edukasi mengenai diet tinggi kalsium dan vitamin D.
Pemberian suplemen kalsium dapat berupa tablet ataupun cair. Kebutuhan
kalsium orang dewasa per hari sebanyak 800 mg.
4.4.2 Memberikan edukasi tentang pentingnya konsumsi obat-obatan seumur
hidup bagi pasien pasca tiroidektomi.
4.4.3 Anjurkan klien untuk memeriksa kadar kalsium darah sebanyak tiga kali
dalam setahun.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan asuhan keperawatan yang sudah diberikan kepada klien dengan
struma nodosa non toxic, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
5.1.1 Dari hasil pengkajian didapati bahwa penyebab dari struma nodosa non
toxic yang dialami klien adalahpencemaran lingkungan oleh Pb, paparan
goitrogen dan gangguan hormonal.
5.1.2 Masalah keperawatan yang muncul adalah risiko cedera, risiko perdarahan
dan nyeri akut.
5.1.3 Implementasi yang sudah dilakukan yaitu monitor tanda-tanda
hipoparatiroidisme, mengukur output drain per 24 jam, dan kolaborasi
pemeriksaan kadar kalsium darah 24 post operasi.
5.1.4 Evaluasi keperawatan setelah diberikan intervensi yaitu klien tidak
mengalami tanda-tanda hipoparatiroidisme dan kadar kalsium 8,8 mg/dl.

5.2 Saran
Berdasarkan masalah keperawatan yang muncul, mahasiswa keperawatan
diharapkan dapat meningkatkan pemberian asuhan keperawatan pada klien
dengan struma nodosa non toxic, meningkatkan pemahaman dan berpikir kritis
dalam menghadapi kasus struma nodosa non toxic. Dan bagi Instansi Rumah Sakit
diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan yang optimal bagi klien
dengan struma nodosa non toxic.

53 Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2010). Penduduk Indonesia menurut provinsi 1971,1980,1990,1995,


2000 dan 2010. Style Sheet.
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=1
2 (Diakses Minggu, 9 Juni 2013 Pukul 20.20 WIB)
Anonim. (2013). Goiter. Style Sheet http://www.webmd.com/a-to-z-guides/goiter
(Diakses Jumat 12 Juli 2013 pk. 11.17 WIB )
American Thyroid Association. (2013). http://thyroid.org/
Bliss, RD., Gauger, PG., Delbridge, LW. (2000). Surgeons approach to the
thyroid gland : surgical anatomy and the importance of technique. World
Journal of Surgery. 24, 8, 891 897.
BP2 GAKY. (2012). Studi antropologi mengenai pola makan pada anak
penderita gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) di kabupaten
wonosobo . Style Sheet http://www.bp2gaki.litbang.depkes.go.id/
(Diakses Jumat 28 Juni 2013, pukul 16.25 WIB)
Black & Hawks. (2009). Medical-surgical nursing : clinical management for
positive outcomes.8th Edition. Saunders Elsevier
Beldi G., Kinsbergen T., & Schlumpf R. (2004). Evaluationof intraoperative
recurrent nervemonitoring in thyroid surgery.World Journal of Surgery.
28, 6,589-591.
Braverman,, L.E., Pearce, E.N., Leung, A. (2010). Role of iodine in thyroid
physiology. Expert Reviews Endocrinol Metabolism. 5(4), 593-602. USA
: Boston University Medical Center.
Efendi, F & Makhfudli.(2009). Keperawatan kesehatan komunitas : teori dan
praktik dalam keperawatan. Jakarta : Salemba Media
Grace., PA & Borley., N.R. (2007). Surgery at a glance. Edisi 3. Alih bahasa dr.
Vidhia Umami. Jakarta : Erlangga Medical Series.
Hendra BS, 2008. Hubungan Riwayat Paparan Pestisida Dengan Kejadian Goiter
pada petani Hortikultura Di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang :
Thesis. Magister Kesling UNDIP.

54 Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


55

Hermus, A.R.M.M & Huysmans, D.A.K.C. (2004). Encylopedia of endocrine


disease. Elsevier
Incidence and Prevalence Data. (2012). 241.0 nontoxic uninodular goiter;
thyroid nodule. Capitola : Timely Data Resources, Inc. Style Sheet
http://e-
resources.pnri.go.id:2058/docview/924099322/13EEB60D20C778D829D
/4?accountid=25704 (Diakses Kamis, 27 Juni 2013 pk 20.57 WIB)

Karamanakos SN, et al. (2010). Complications and risk factorsrelated to the


extent of surgeryin thyroidectomy: results from 2,043 procedures.
Hormones(Athens, Greece). 9, 4, 318-325.
Lang, BH. (2010). Minimally invasive thyroid and parathyroid operations :
surgical techniques and pearls. Journal of Advances in Surgery. 44,1.
185 198
LeMone P., & Burke KM. (2000). Medical-Surgical Nursing: criticalthinking in
Client Care. New Jersey : Prentice Hall Health.
Lewinski, A. (2002). The problem of goitre with particular consideration of
goitre resulting from iodine deficiency (I):
Classification, diagnostics and treatment. Style Sheet :
http://www.nel.edu/23_4/NEL230402R04_Lewinski.htm (Diakses pada
Senin, 1 Juli 2013 pk. 10.10 WIB)
Louis, F. (2011). Thyroidectomy : post-operative care and common complication.
Nursing Standard. 25,34, 43-52
Marks, DB dkk. (2000). Biokmia kedokteran dasar : sebuah pendekatan klinis.
Jakarta : EGC
Morrissey, et al. (2008). Comparison of drain versus no drain thyroidectomy:
randomized prospective clinical trial. Otolaryngology: Head and Neck
Surgery. 37, 1, 43-47.
Newton, S., Hickey, M., Marrs, J. (2009). Mosbys oncology nursing advisor : a
comprehensive guide to clinical practice. Canada : Elsevier.
Potter, P.A. & Perry,A.G. (2009). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep,
proses, dan praktik (Ed. Ke-4) (Renata, k., dkk, Penerjemah). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


56

Rehman, SU., Hutchison, FN., Basile, JN. (2006). Goitre in Older Adults. Journal
of Aging Health. 2 (5). 823 831. USA : Medical Center and Medical
University of South Carolina.
Roberts J., & Fenech, T. (2010). Optimising patient management before and after
surgery. Nursing Management. 17, 6, 22-24.
Rosato L, et al. (2004). Complications of thyroid surgery: analysis of a
multicentre study on 14,934 patients operated on in Italy over 5 years.
World Journal of Surgery. 28, 3, 271-276.
Roy, H. (2011). Short textbook of surgery : with focus on clinical skills. New
Delhi : Jaypee Brothers Medical Publishers
Skandalakis, JE. (2004). Surgical anatomy. McGraw-Hill, New York NY
Seeley, RR., Stephens, TD., &Tate P. (2007). Essentials of anatomy and
physiology. 6th Edition. McGraw-Hill, Dubuque
Tonacchera, M., Pinchera, A., & Vitty, P., (2009). Assesment of nodular goiter.
Journal of best practice & research clinical endocrinology and
metabolism. Pisa : Elsevier.
Sudoyo, dkk. (2009). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III Edisi V. Jakarta :
Interna Publishing.
Triyono, Inong Retno Gunanti., (2007). Identifikasi Factor Yang Diduga
Berhubungan Dengan Kejadian Gondok Pada Anak Sekolah Dasar Di
Daerah Dataran Rendah. Jurnal GAKY Indonesia Vol. 3, No. 1-3, April,
Agustus, dan Desember.
Utiger, R. (2006). Iodine nutrition more is better. New England Journal of
Medicine.
Utoyo, B. (2009). Geografi : membuka cakrawala dunia. Jakarta : PT. Srtia
PurnaInves
Urbano, FL. (2000). Signs of hypocalcemia : chvosteks and trousseaus signs.
Style Sheet http://www.turner-white.com/pdf/hp_mar00_hypocal.pdf
(Diakses Jumat 12 Juli 2013 pk. 11.17 WIB )
Vaxevanidou et al. (2010). Risk factors and consequences of incidental
parathyroidectomy during thyroidectomy. Atlanta :
Southeastern Surgical Congress.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


Lampiran 1

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN


PERENCANAAN PULANG PASIEN DENGAN SNNT (STRUMA
NODOSA NON TOXIC)
LANTAI 5 BEDAH RSPAD GATOT SUBROTO

Pokok bahasan : Discharge Planning


Sub pokok bahasan : Jenis makanan yang dapat membantu proses
penyembuhan luka post operasi, perawatan luka di rumah,
pencegahan dan tanda-tanda harus segera kembali ke rumah
sakit

Sasaran : Ny. R (39 Tahun)


Tempat : Lantai 5 Bedah RSPAD Gatot Subroto
Hari / tanggal : Kamis, 20 Juni 2013
Waktu : 13.00 13.30 WIB

A. Tujuan Instruksional Umum


Setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang perencanaan pulang pada
pasien dengan SNNT (Struma Nodosa Non Toxic) diharapkan klien mengerti
tentang penatalaksanaan luka di rumah dan mampu mencegah terjadinya
komplikasi luka operasi.

B. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 1x30 menit diharapkan
peserta mampu :
1. Menyebutkan makanan yang dapat membantu proses penyembuhan
luka post operasi
2. Menyebutkan jenis-jenis obat yang diresepkan
3. Menyebutkan perawatan luka operasi di rumah
4. Menyebutkan cara pencegahan SNNT
5. Menyebutkan tanda-tanda harus segera kembali ke rumah sakit

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


Lampiran 1

C. Materi
1. Makanan yang dapat membantu proses penyembuhan luka post operasi
Makan makanan bergizi, seperti: nasi, lauk pauk, sayur, susu, buah.
Konsumsi makanan (lauk-pauk) berprotein tinggi, seperti: daging,
ayam, ikan, dan putih telur
Minum sedikitnya 8-10 gelas per hari.
2. Obat-obatan
Minum obat sesuai anjuran dokter.
3. Perawatan luka di rumah
Istirahat cukup
Aktifitas bertahap hingga dapat beraktivitas seperti biasa. Jaga luka
operasi agar tetap kering.
Jangan menyentuh area sekitar luka operasi
Kontrol secara teratur untuk evaluasi
4. Cara Pencegahan
Perbanyak konsumsi sayur-sayuran hijau dan buah-buahan
Kurangi konsumsi makanan laut, kacang-kacangan, dan kol
Konsumsi garam beryodium
Penggunaan KB yang tepat
Olahraga secara teratur
Hindari stress
Konsumsi garam beryodium
5. Tanda-tanda harus segera kembali ke rumah sakit
Adanya perdarahan
Adanya tanda-tanda kemerahan, keluar cairan dari luka, nyeri pada
luka dan luka menjadi membengkak.
Ada rasa kebas dan kesemutan pada tangan dan kaki

D. Metode
1. Ceramah dan diskusi
2. Tanya jawab

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


Lampiran 1

E. Media dan Alat


1. Leaflet

F. Kegiatan Belajar Mengajar


No. Waktu Kegiatan Respon Peserta
1. 5 menit Pembukaan:
Mengucapkan salam Menjawab salam
Mengingatkan kontrak waktu Menyepakati kontrak
Menjelaskan tujuan dan pokok bahasan yang Mendengarkan
akan disampaikan
2. 15 menit Pelaksanaan:
Menjelaskan manajemen nutrisi pasien post Mendengarkan
operasi
Menjelaskan jenis-jenis medikasi yang Mendengarkan
diresepkan
Mendengarkan
Menjelaskan perawatan luka operasi di
ruamh
Menjelaskan cara pencegahan SNNT Mendengarkan
Menjelaskan tanda-tanda harus segera Mendengarkan
kembali ke rumah sakit
3. 5 menit Tanya jawab mengenai materi yang telah Aktif bertanya
disampaikan
4. 5 menit Terminasi:
Menyimpulkan bersama-sama Mendengarkan
Evaluasi materi yang telah disampaikan Aktif menjawab
Kontrak kegiatan selanjutnya Menyetujui kontrak
Mengucap salam Menjawab salam

G. Evaluasi
Prosedur : pada akhir penyuluhan
Bentuk : tanya jawab
Cara : lisan
Jumlah Pertanyaan :5

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


Lampiran 1

Waktu : 5 menit
Pertanyaan:
1. Sebutkan makanan yang dapat membantu proses penyembuhan luka post
operasi ?
2. Sebutkan jenis-jenis obat yang diresepkan ?
3. Bagaimana perawatan luka operasi di rumah ?
4. Jelaskan cara pencegahan SNNT ?
5. Apa tanda-tanda harus segera kembali ke rumah sakit ?

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


Perencanaan Pulang Pasien
dengan SNNT
(Struma Nodosa Non Toxic)

Makanan yang dapat membantu


Fakultas Ilmu Keperawatan proses penyembuhan luka post
Universitas Indonesia operasi
Bekerja sama dengan Lantai 5 Bedah Medikasi
RSPAD Gatot Subroto Perawatan luka di rumah
2013 Tanda-tanda harus segera kembali
ke rumah sakit

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


Makanan yang dapat
Perawatan luka di rumah Tanda-tanda harus
membantu proses
segera kembali ke
penyembuhan luka operasi
Istirahat cukup rumah sakit
Aktifitas bertahap hingga dapat
beraktivitas seperti biasa.
Makan makanan bergizi,
Jaga luka operasi agar tetap kering. Adanya perdarahan
seperti: nasi, lauk pauk, sayur,
Jangan menyentuh area sekitar luka
susu, buah.
operasi
Kontrol secara teratur untuk evaluasi Adanya tanda-tanda infeksi
Konsumsi
luka operasi pada luka (kemerahan, luka
makanan (lauk-pauk)
berprotein tinggi, terasa panas, pucat, keluar
seperti: daging, ayam, cairan dari luka, luka menjadi
ikan, dan putih telur membengkak.
Pencegahan
Minum sedikitnya
Perbanyak konsumsi sayur-sayuran hi-
8-10 gelas per hari.
jau dan buah-buahan

Kurangi konsumsi
makanan laut, kacang-
kacangan, dan kol

Konsumsi garam
beryodium

Penggunaan KB yang
Obat-obatan tepat
Ada rasa kebas dan kesemutan
Minum obat sesuai pada tangan dan kaki
Olahraga secara tera-
anjuran dokter,
seperti antibiotic dan tur
obat pereda nyeri

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013


Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Isti Chahyani., S.Kep

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 24 Juli 1990

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat Asal : Jl. Raya Semanan No. 11 RT 004/08 Kalideres

Jakarta Barat 11850

Email : istichahyani@yahoo.com

isti.chahyani@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

Tahun 2008- 2012 : Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia

Tahun 2005-2008 : SMAN 84 Jakarta

Tahun 2002-2005 : SMPN 45 Jakarta

Tahun 1996-2002 : SDN 09 Semanan Jakarta

Prestasi

Maret, 2012 : Delegasi Rome MUN, Itali

Maret, 2007 : Finalis Festival Teater SMA Tingkat Jakarta Barat

Asuhan keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013

Anda mungkin juga menyukai