Anda di halaman 1dari 20

LI 1.

Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Articulatio Coxae


LO 1.1 Makroskopik Articulatio Coxae
Articulatio Coxae adalah pertemuan antara caput femoris dan acetabulum,
terdiri dari Os. Coxae dan Os. Femur.

Os coxae, terdiri dariilium, ischium, pubis. Coxae terletak di sebelah depan dan samping dari
Pelvis wanita. Os. Coxae berartikulasi dengan sacrum pada art. Sacroilliaca dan membentuk
dinding antero-lateral pelvis. Mereka juga saling berartikulasi pada symphisis pubis. Os
Coxae terdiri dari 3 buah tulang penyusun, yaitu os Ilium, os Ischium, dan os Pubis.

a. Os Ilium merupakan tulang terbesar dari panggul dan membentuk bagian atas dan
belakang panggul.Memiliki permukaan anterior berbentuk konkaf yang disebut fossa
iliaca.Bagian atasnya disebut Krista iliaca. Ujung-ujung disebut Spina Iliaca anterior
superior dan spina Iliaca posterior superior.Terdapat tonjolan memanjang di bagian
dalam os ilium yang membagi pelvis mayor dan pelvis minor disebut lineainnominata
(linea terminalis).

b. Os IschiumTerdapat disebelah bawah os ilium.Merupakan tulang yang tebal dengan


tiga tepi di belakang foramen obturator.Os Ichium merupakan bagian terendah dari Os
Coxae.Memiliki tonjolan di bawah tulang duduk yang sangat tebal disebut Tuber
Ischii berfungsi penyangga tubuh sewaktu duduk.
c. Os PubisTerdapat disebelah bawah dan depan os ilium.Dengan tulang duduk dibatasi
oleh foramen obturatum.Terdiri atas korpus (mengembang ke bagian anterior).Os
Pubis terdiri dari ramus superior (meluas dari korpus ke asetabulum) dan ramus
inferior (meluas ke belakang dan beratdengan ramus ischium). Ramus superior os
pubis berhubungan dengan dengan os ilium, sedangkan ramus inferior kanandan kiri
membentuk arkus pubis. Ramus inferior berhubungan dengan os ischium.

Articulatio coxae adalah sendi yang terbentuk antara caput femoris dan acetabulum
pada os coxae. Incisura acetabulum yang terletak dibawah acetabulum dijembatani oleh
ligamentum acetabulare transversal. Di facies lunata terdapat cincin fibrokartilago yang
disebut dengan acetabulum labrum. Acetabulum labrum memperdalam acetabulum dan
mengunci caput femoris agar sendi menjadi lebih stabil.
1. Ligamentum iliofemorale : ligamentumdari SIAIke linea interterochanteria,dan di
bedakan menjadi superior ( melekat di ujung lateral lineaintertrochanteria dan inferior
( di ujung medial linea interochanteria)
2. Ligamentum pubocapsulare, yaitu ligamentum dari ramus superior ossis pubis ke
pinggir proksimal trochanter minor.Ligamentun ini berfungsi sebagai penghambat
abduksi.
3. Ligamentum ishiocapsulare, yaitu dari corpus ossis ischi di candal acetabulum ke
lateral atas membelok sekeliling colum femoris menuju pinggir depan trochanter
major.
Ligamentum ini berfungsi menghambat ekstensi (rutrofleksi) dan endorotasi.
4. Ligamentum yang melingkar disekeliling colum femoris disebut sebagai zona
orbicularis.
Pada sendi ini terdapat dua tempat yang lemah yang memungkinkan terlepasnya kepala sendi
dari mangkuknya, yaitu :
a. Antara ligamentum iliofemorale dan ligamentum pubocapsulare, tetapi mendapat
perkuatan dari m. Iliopsoas yang berada di ventralnya.
b. Antara ligamentum pubocapsulare dan ligamentum ischiocapsulare, yang sama sekali
tidak mendapatkan pengutan sehingga luksasi sendi kemungkinan dapat terjadi disini.

LO 1.2 Mikroskopik
Articulatio coxae tersusun dari tulang rawan hialin. Dalam keadaan segar, tulang
rawan hialin berwarna putih mengkilap. Tulang rawan hialin tersusun atas sel-sel dan
matriks tulang rawan.
Sekitar 40% matriks tulang rawan hialin merupakan kolagen, sisanya adalah
substansia dasar proteoglikan berupa kondrotin sulfat. Matriks tulang rawan hialin
bersifat homogen. Di sekitar lacuna terlihat warna basofil karena konsentrasi
proteoglikan bersulfat lebih tinggi daripada sekitarnya. Daerah ini disebut teritorium.
Sedangkan matriks yang terdapat diantara lacuna satu dan lacuna lainnya lebih terang,
disebut interteritorium. Kondrosit terdapat pada lacuna. Dapat tunggal atau terdiri dari
2,4,8 sel isogen. Tulang rawan hialin dibungkus oleh lapisan perikondrium.

Komponen-komponen tulang rawan hialin:


Matriks
Komponen penting dari matriks kartilago adalah kondronektin, sebuah
makromulekul yang membantu perlekatan kondrosit pada kolagen matriks. Matriks
kartilago yang tepat, mengelilingi setiap kondrosit banyak mengandung
glikosaminoglikan dan sedikit kolagen
Perikondrium
Kecuali pada kartilago sendi, semua kartilago hialin ditutupi oleh selapis
jaringan ikat padat, perikondrium, yang esensial bagi pertumbuhan dan pemeliharaan
tulang rawan
Terdiri dari 2 lapisan: lapisan fibrosa dan lapisan khondrogenik
Kondrosit
Pada tepian kartilago hialin, kondrosit muda berbentuk lonjong, dengan sumbu
panjang parallel dengan permukaan. Lebih kedalam bentuknya bulat, dan dapat
berkelompok hingga 8 sel, kesemuanya adalah hasil dari pembelahan mitosis dari
kondrosit. Kelompok demikian disebut dengan kelompok isogen.
Struktur paling luar dari kartilago hialin bagian atas sama dengan dari bawah,
masing-masing terdapat selaput perikondrium yang kaya fibroblast. Agak ketengah terdapat
kondroblast atau sel kartilago muda dalam kapsula kecil dengan sitoplasma
penuh. Makin ketengah terdapat kondrosit atau sel rawan dewasa dalam berkelompok
seperti bagian paling tengah, kondrosit tampak membentuk kelompok dua-dua empat-
empat, dan disebut kelompok isogen. Tiap kelompok isogen dikelilingi matriks
territorial dan menampakkan kondrosit dengan sitoplasma tereduksi, sehingga tampak
ruang antara sitoplasma dengan kapsula yang disebut lacuna.
Terdapat 4 jenis sel dalam jaringan tulang, yaitu :
Osteoprogenitor
Sel induk tulang,
Pada tulang dewasa terdapat pada:
Periosteum
Endosteum, yang melapisi rongga sumsum tulang, saluran Havers dan saluran
Volkman
Berperan pada bone repair dan pembentukan callus,
Pada stimulasi dapat berdifferensiasi menjadi pro-osteoblast dan osteoblast,
Multipotent, selain menjadi osteoblast, osteoprogenitor mampu berdifferensiasi
menjadi sel lemak, chondroblast dan fibroblast.
Osteoblast
Morphologis mirip fibroblast
Mensekresi matrix organik tulang (serat kolagen dan proteoglycan) dengan bantuan
vitamin C,
Turut berperan dalam proses kalsifikasi,
Saling berhubungan melalui gap junction dengan osteoblast lain / osteocyte,
Terlihat pada daerah osteogenesis balok tulang,
Sitoplasma biru, mempunyai aparatus Golgi, banyak rER, mengandung alkali
phosphatase.

Osteocyte
Bentuk seperti buah kenari,
Sel tulang dewasa, hasil differensiasi dari osteoblast, terperangkap didalam lacuna
dikelilingi matrix padat, saling berhubungan dengan osteocyte lain melalui gap
junction diujung kanalikuli,
Nutrisi disalurkan melalui sistem kanalikuli,
Dipengaruhi oleh hormon parathyroid dan calcitonin,
Secara aktif terlibat dalam mempertahankan matrix tulang,
Matinya ostecyte akan diikuti oleh resorbsi matrix.

Osteoclast
Sel motil dan sangat besar
multinuclei (5-50 inti)
permukaan sel keriput, didalam sitoplasma terdapat banyak vacuola dan vesicle
Bersifat fagositik, diturunkan dari monosit, mengeluarkan lisosome ke ruang extra
selular.
Aktivitas meningkat atas pengaruh hormon parathyroid, dihambat oleh calcitonin
(tiroid)
Tempat resorbsi tulang, osteoclast raksasa terletak di dalam lekukan Lakuna
Howship

Terdapat dua macam proses penulangan, yaitu penulangan intramembranosa


atau penulangan desmal dan penulangan intrakartilaginosa atau penulangan
endokondral.

Penulangan intramembranosa / desmal


Terjadi pada tulang-tulang tipis seperti tulang tengkorak., klavikula dan
sebagian dari mandibula. Proses penulangan terjadi di dalam membrane jaringan ikat
mesenkim tanpa melalui pembentukan model tulang rawan terlebih dahulu. Pada
daerah penulangan terjadi peningkatan vaskularisasi dan sekelompok sel mesenkim
berdiferensiasi menjadi osteoblast yang kemudian mulai mensekresi matriks organic
tulang (osteoid) sehingga terbentuklah balok tulang (pusat pertulangan). Balok tulang
meluas menyebar keluar secara radier dari pusat pertulangan. Pada bagian tengah
balok tulang menebal dengan terbentuknya lamella. Bentuk balok tulang selalu
mengalami perubahan karena ada bagian yang diresorbsi oleh aktivitas osteoclast.

Penulangan intrakartilaginosa / endokondral


Sebagian besar tulang terbentuk melalui proses penulangan endrokondral.
Kerangka dari tulang rawan hialin ini terbentuk melalui pertumbuhan interstitial dan
aposisional dari tulang rawan. Pusat pertulangan mula-mula timbul di daerah diafisis.
Pada tempat ini terjadi hipertrofi kondrosit, sementara itu terjadi kalsifikasi matriks
disertai disintegrasi kondrosit yang kemudian mati. Disaat bersamaan terjadi
perubahan pada perikondrium. Dengan perubahan lingkungan sel perikondrium
berubah menjadi osteogenik, sel bagian dalam berubah menjadi sel osteoprogenitor
untuk selanjutnya berdiferensiasi menjadi osteoblas. Daerah yang tadinya merupakan
tulang rawan berubah menjadi pusat penulangan. Daerah tulang rawan pada
penulangan endokondral dapat dibagi menjadi beberapa zona, yaitu :
1) zona istirahat/resting,
2) zona proliferasi,
3) zona maturasi,
4) zona pengapuran/kalsifikasi,
5) zona degenerasi dan
6) zona penulangan/ossifikasi.
LO 1.3 Memahami dan Menjelaskan Kinesiologi
Articulatio membri inferior terdiri dari :
1. articulatio cinguli pelvici (gelang panggul)
1.1 Articulatio sacroiliaca
a) Tulang antara fascies auricularis sacri dan fascies auricularis ilei.
b) Jenis sendinya adalah amphiarthrosis.
c) Penguat sendi terdiri dari ligamentum sacroiliaca anterior, interoaaea,
sacroiliaca posterior, ligamentum sacrotubular, dan ligamentum
sacrospinale.
1.2 Symphysis pubica
a) Tulang antara tulang pubis kedua sisi.
b) Jenis sendi adalah synchondrosis.
c) Penguat sendi terdiri dari ligamentum pubicum superius, ligamentum
arcuatum pubis dan discus interpubica

2. articulatio inferioris liberi


2.1 Articulatio coxae
Antara caput femoris dan acetabulum.Jenis desendinya adalah spheroidea
(ball and socket).Sendi di perkuat oleh tulang rawan yang terdapat pada fascies
lunata.Articulatio ini di perkuat juga oleh tulang rawan. Ligamen yang
memperkujatnya adalah ilio femorale yang berfungsi menghambat rotasi femur,
mencegah badan berputar kebelakang pada saat berdiri, dan mempertahankan
ekstensi, ischio femorale mencegah endorotasi/ eksorotasi interna, pubofemurale
mencegah abduksi, ekstensi dan rotasi eksterna, transersum acetabuloi dan capitis
femoris.
Tulang :Antara caput femoris dan acetabulum
Jenis sendi :Enarthrosis spheroidea
Penguat sendi :Terdapat tulang rawan pada facies lunata, kelenjar Havers terdapat
pada acetabuli
Ligamentum iliofemorale yang berfungsi mempertahankan art. coxae tetap
extensi, menghambat rotasi femur, mencegah batang badan berputar ke belakang pada
waktu berdiri sehingga mengurangi kebutuhan kontraksi otot untuk mempertahankan
posisi regak.
Ligamentum ischiofemorale yang berfungsi mencegah rotasi interna.
Ligamentum pubofemorale berfungsi mencegah abduksi, ekstensi, dan rotasi
externa. Selain itu diperkuat juga oleh Ligamentum transversum acetabuli dan
Ligamentum capitisfemoris. Bagian bolong disebut zona orbicularis.
Capsula articularis: membentang dari lingkaran acetabulum ke linea intertrochanterica
dan crista intertrochanterica.
Gerak sendi:
a. Fleksi : m. iliopsoas, m. pectinus, m. rectus femoris, m. adductor longus, m.
adductor brevis, m. adductor magnus pars anterior tensor fascia lata
b. Ekstensi : m. gluteus maximus, m. semitendinosis, m. semimembranosus, m.
biceps femoris caput longum, m. adductor magnus pars posterior
c. Abduksi : m. gluteus medius, m. gluteus minimus, m. pirirformis, m. sartorius,
m. tensor fasciae lata
d. Adduksi : m. adductor magnus, m. adductor longus, m. adductor brevis, m.
gracilis, m. pectineus, m. obturator externus, m. quadratus femoris
e. Rotasi medialis : m. gluteus medius, m. gluteus minimus, m. tensor fasciae
latae, m. adductor magnus (pars posterior)
f. Rotasi lateralis : m. piriformis, m. obturator internus, mm. gameli, m. obturator
externus, m. quadratus femoris, m. gluteus maximus dan mm. adductores.
Articulatio ini dibungkus oleh capsula articularis yang terdiri dari jaringan ikat
fibrosa. Capsula articularis berjalan dari pinggir acetabulum os. coxae menyebar ke
latero-inferior mengelilingi colum femoris untuk melekat pada linea introchanterica
bagian depan dan meliputi pertengahan bagian posterior colum femoris kira-kira sebesar
jari di aytas crista introchanterica.
Oleh karena itu, bagian lateral dan distal belakang colum femoris adalah di luar
capsula articularis. Sehubungan dengan itu fraktur colum femoris dapat extracapsular dan
dapat pula intracapsular.
Dislokasi anterior dan posterior
Dislokasi anterior: bila caput femoris terletak di depan ilium maka pada art. Coxae terjadi
fleksi, eksorotasi, dan abduksi
Dislokasi posterior : bila caput femoris terletak di belakang maka pada art. Coxae terjadi
fleksi, endorotasi, adduksi.
Pada orang tua terutama perempuan sering terjadi fraktur collum femoris 10 kali
lebih banyak daripada laki-laki. Selain daripada kondisi tulang itu sendiri (osteoporosis)
juga ditentukan oleh sudut inklinasi (antara aksis collum femoris dan aksis corpus
femoris). Sudut inklinasi yang normal kurang lebih 126 . Bila sudut inklinasi lebih kecil
(coxa vare) lebih sering terjadi fraktur collum femoris dibandingkan pada sudut yang
lebih besar (coxa volga).
LI 2. Memahami dan menjelaskan Fraktur
LO 2.1 Definisi
Rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung,
kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang / osteoporosis. Terputusnya
kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yg umumnya disebabkan oleh ruda paksa, trauma
atau tenaga fisik.
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin tak lebih
dari suatu retakan, suatu pengisutan atau perimpilan korteks; biasanya patahan itu lengkap dan
fragmen tulang bergeser. Bilamana tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan udara luar
atau permukaan kulit atau kulit diatasnya masih utuh ini disebut fraktur tertutup (atau sederhana),
sedangkan bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan udara luar atau
permukaan kulit yang cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi ini disebut fraktur
terbuka.

LO 2.2 Etiologi dan factor resiko


Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya fraktur :
Faktor ekstrinsik yaitu meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah serta
kekuatan tulang.
Faktor intrinsik yaitu meliputi kapasitas tulang mengabsorpsi energi trauma, kelenturan,
densitas serta kekuatan tulang.
Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak,
kontraksi otot ekstrim.
Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.
Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.
Factor :
Distribusi frekuensi:
Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan umur 45
tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka akibat
kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua, perempuan lebih sering
mengalami fraktur, berhubungan dengan meningkatnya insidens osteoporosis
yang terkait dengan perubahan hormone pada menopause
Determinan fraktur
o Umur
Pada kelompok umur lebih muda, lebih banyak melakukan
aktivitas yang berat daripada kelompok umur tua. Aktivitas yang
banyak akan cenderung mengalami kelelahan tulang dan jika ada
trauma bias saja patah
o Aktivitas
Aktivitas yang berat dengan gerakan yang cepat pula dapat
menjadi risiko penyebab cedera pada otot dan tulang, dan jika
hentakan atau benturan yang timbul cukup besar maka dapat
mengarah pada fraktur
o Massa tulang
Dalam hal ini, peran kalsium penting bagi penguatan
jaringan tulang. Massa tulang yang maksimal dapat dicapai apabila
konsumsi gizi dan vit. D tercukupi pada masa kanak-kanak dan
remaja. Pada masa dewasa kemampuan mempertahankan massa
tulang menjadi berkurang seiring menurunnya fungsi organ tubuh,
terutama pada wanita yang menopause karena pengaruh hormone
yang berkurang sehingga tidak mampu dengan baik mengontrol
proses penguatan tulang, missal hormone estrogen
LO 2.3 Klasifikasi
1. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma, yaitu:
- Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya.
- Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
- Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan
pembengkakan.
- Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman
sindroma kompartement.
b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.

2. Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur.


a. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua
korteks tulang.
b. Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti fraktur
Greenstick.

3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma.


a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat
trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang
dan meruakan akibat trauma angulasi juga.
c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma
rotasi.
d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong
tulang ke arah permukaan lain.
e. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada
insersinya pada tulang.

Transversal Oblik Spiral Kompresi


Avulsi

4. Berdasarkan jumlah garis patah.


a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang
sama.

5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.


- Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak
bergeser dan periosteum masih utuh.
- Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi
fragmen, terbagi atas:
- Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping).
- Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
- Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
- Shifted Sideways menggeser ke samping tapi dekat
- Angulated membentuk sudut tertentu
- Rotated memutar
- Distracted saling menjauh karena ada interposisi
- Overriding garis fraktur tumpang tindih
- Impacted satu fragmen masuk ke fragmen yang lain

6. Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis fraktur terbagi atas : complete, dimana tulang patah
terbagi menjadi dua bagian (fragmen) atau lebih, serta incomplete (parsial). Fraktur parsial
terbagi lagi menjadi:

1. Fissure/Crack/Hairline tulang terputus seluruhnya tetapi masih tetap di tempat,


biasa terjadi pada tulang pipih

2. Greenstick Fracture biasa terjadi pada anak-anak dan pada os radius, ulna,
clavicula, dan costae

3. Buckle Fracture fraktur di mana korteksnya melipat ke dalam

7. Berdasarkan garis patah/konfigurasi tulang dibagi menjadi :

1. Transversal Oblik garis patah tulang melintang sumbu tulang (<80 o atau >100o dari
sumbu tulang)

2. Longitudinal garis patah mengikuti sumbu tulang


3. Spiral garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih

4. Comminuted terdapat 2 atau lebih garis fraktur

Gambar 1. Tipe Fraktur menurut garis frakturnya

Menurut lokasi patahan di tulang, fraktur dibagi menjadi fraktur epifisis, metafisis dan
diafisis. Sedangkan dislokasi atau berpindahnya ujung tulang patah disebabkan oleh berbagai
kekuatan, seperti cedera, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.

Karena pada anak-anak masih ada lempeng pertumbuhan (lempeng epifisis), dapat terjadi
fraktur pada lempeng epifisis yang oleh Salter-Harris dibagi menjadi lima tipe. Pada tipe I,
terjadi pemisahan total lempeng epifisis tanpa adanya patah tulang. Sel-sel pertumbuhan
lempeng epifisis masih melekat pada epifisis. Fraktur ini terjadi akibat adanya gaya potong
(shearing force) pada bayi baru lahir atau anak-anak kecil. Fraktur ini cukup diatasi dengan
reduksi tertutup karena masih ada perlekatan periosteum yang intak. Prognosisnya baik
biasanya jika direposisi dengan cepat.

Fraktur epifisis tipe II, merupakan jenis fraktur yang paling sering ditemukan. Pada tipe ini,
garis fraktur berjalan diatas lempenng epifisis dan membelok ke metafisis sehingga
membentuk suatu fragmen metafisis seperti segitiga yang disebut tanda Thurston-Holland.
Bila reposisis terlambat harus dilakukan pembedahan. Prognosis fraktur epifisis tipe II baik,
kecuali jika terjadi kerusakan pembuluh darah

Fraktur lempeng epifisis tipe III merupakan fraktur intra-artikuler. Garis fraktur berjalan dari
permukaan sendi menerobos lempeng epifisis lalu memotong sepanjang garis lempenng
epifisis. Karena intra-artikuler, fraktur ini harus direduksi secara akurat. Sebaiknya dilakukan
operasi terbuka dan fiksasi interna dengan pin.

Fraktur lempeng epifisis IV juga merupakan fraktur intra-artikuler yang garisnya menerobos
permukaan sendi ke epifisis ke lapisan lempeng epifisis, hingga ke bagian metafisis.
Prognosisnya jelek bila tidak dilakukan dengan baik.

Fraktur lempeng epifisis V merupakan fraktur akibat hancurnya epifisis. Biasanya terjadi pada sendi
penopang badan, yaitu sendi pergelangan kaki dan sendi lutut. Diagnosis fraktur ini sulit karena
secara radiologic tidak tampak kelainan.prognosisnya jelek karena dapat terjadi kerusakan pada
sebagian atau seluruh lempeng pertumbuhan.
2.4 Diagnosis

Diagnosis
Anamnesis
Pada penderita didapatkan riwayat trauma ataupun cedera dengan keluhan bagian dari
tungkai tidak dapat digerakkan.
Pemeriksaan fisik
- Look : Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi,
pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh;
kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera terbuka
- Feel : Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal dari fraktur
untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera pembuluh darah adalah keadaan
darurat yang memerlukan pembedahan
- Movement : Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting untuk
menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi sendi dibagian distal cedera.
Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan dengan sinar X harus dilakukan dengan 2 proyeksi yaitu anterior posterior dan
lateral, kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari satu tingkat karena
itu bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur perlu juga diambil foto sinar x pada pelvis
dan tulang belakang.
a. Pemeriksaan rontgen: Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur
b. Scan tulang, tomogram, CT-scan/ MRI: Memperlihatkan frakur dan mengidentifikasikan
kerusakan jaringan lunak
c. Pemeriksaan darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel),
Peningkatan Sel darah putih adalah respon stres normal setelah trauma.
d. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
2.5 Penatalaksanaan
Ada empat konsep dasar yang harus diperhatikan/pertimbangkan pada waktu menangani
fraktur:
1. Rekognisi: menyangkut diagnosa fraktur pada tempat kejadian kecelakaan dan
kemudian di rumah sakit.

- Riwayat kecelakaan

- Parah tidaknya luka

- Diskripsi kejadian oleh pasien


- Menentukan kemungkinan tulang yang patah

- krepitus

2. Reduksi: reposisi fragmen fraktur sedekat mungkin dengan letak normalnya. Reduksi
terbagi menjadi dua yaitu:

- Reduksi tertutup: untuk mensejajarkan tulang secara manual dengan traksi atau gips

- Reduksi terbuka: dengan metode insisi dibuat dan diluruskan melalui pembedahan,
biasanya melalui internal fiksasi dengan alat misalnya; pin, plat yang langsung kedalam
medula tulang.

3. Immobilisasi:Setelah fraktur di reduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi untuk


membantu tulang pada posisi yang benar hingga menyambung kembali.

4. Retensi: menyatakan metode-metode yang dilaksanakan untuk mempertahankan


fragmen-fragmen tersebut selama penyembuhan (gips/traksi)

5. Rehabilitasi: langsung dimulai segera dan sudah dilaksanakan bersamaan dengan


pengobatan fraktur karena sering kali pengaruh cidera dan program pengobatan hasilnya
kurang sempurna (latihan gerak dengan kruck).

TINDAKAN PEMBEDAHAN

1. ORIF (OPEN REDUCTION AND INTERNAL FIXATION)

- Insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cidera dan diteruskan sepanjang bidang
anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur

- Fraktur diperiksa dan diteliti

- Fragmen yang telah mati dilakukan irigasi dari luka

- Fraktur di reposisi agar mendapatkan posisi yang normal kembali

- Saesudah reduksi fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan alat ortopedik berupa;


pin, sekrup, plate, dan paku

Keuntungan:

- Reduksi akurat

- Stabilitas reduksi tinggi

- Pemeriksaan struktu neurovaskuler

- Berkurangnya kebutuhan alat imobilisasi eksternal


- Penyatuan sendi yang berdekatan dengan tulang yang patah menjadi lebih cepat

- Rawat inap lebih singkat

- Dapat lebih cepat kembali ke pola kehidupan normal

Kerugian

- Kemungkinan terjadi infeksi

- Osteomielitis

2. EKSTERNAL FIKSASI

- Metode alternatif manajemen fraktur dengan fiksasi eksternal, biasanya pada ekstrimitas
dan tidak untuk fraktur lama

- Post eksternal fiksasi, dianjurkan penggunaan gips.

- Setelah reduksi, dilakukan insisi perkutan untuk implantasi pen ke tulang

- Lubang kecil dibuat dari pen metal melewati tulang dan dikuatkan pennya.

- Perawatan 1-2 kali sehari secara khusus, antara lain:

Obsevasi letak pen dan area

Observasi kemerahan, basah dan rembes

Observasi status neurovaskuler distal fraktur

Prinsip dan caranya :

Prinsip mengenai fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi semula
(reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patahan tulang
(imobilisasi).
Reposisi yang dilakukan tidak harus mencapai keadaan sempurna seperti semula karena
tulang mempunyai kemampuan remodeling (proses swapugar).
Cara pertama penanganan adalah proteksi saja tanpa reposisi dan imobilisasi. Pada
fraktur dengan dislokasi fragmen patahan yang minimal atau tidak akan menyebabkan
cacat di kemudian hari, cukup dilakukan dengan proteksi saja, misalnya dengan
menggunakan mitela (penyangga) atau sling. Contoh kasus yang ditangani dengan
cara ini adalah fraktur iga, fraktur klavikula pada anak, dan fraktur vertebra dengan
kompresi minimal.
Cara kedua adalah imobilisasi luar tanpa reposisi, tetapi tetap diperlukan imobilisasi
agar tidak terjadi dislokasi fragmen. Contoh cara ini adalah pengelolaan patah tulang
tungkai bawah tanpa dislokasi yang penting.
Cara ketiga berupa reposisi dengan cara manipulasi yang diikuti dengan imobilisasi.
Ini dilakukan pada patah tulang dengan dislokasi fragmen yang berarti, seperti pada
patah tulang radius distal.
Cara keempat berupa reposisi dengan traksi terus menerus selama masa tertentu,
misalnya beberapa minggu, lalu diikuti dengan imobilisasi. Hal ini dilakukan pada
patah tulang yang apabila direposisi akan terdislokasi kembali di dalam gips, biasanya
pada fraktur yang dikelilingi oleh otot yang kuat seperti pada patah tulang femur.
Cara kelima berupa reposisi yang diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar.
Fiksasi fragmen fraktur menggunakan pin baja yang ditusukkan pada fragmen
tulang, kemudian pin baja tadi disatukan secara kokoh dengan batangan logam di luar
kulit. Alat ini dinamakan fiksator eksterna.
Cara keenam berupa reposisi secara non-operatif diikuti dengan pemasangan fiksator
tulang secara operatif, misalnya reposisi patah tulang kolum femur. Fragmen
direposisi secara non-operatif dengan meja traksi; setelah tereposisi, dilakukan
pemasangan prostesis pada kolum femur secara operatif.
Cara ketujuh berupa reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi interna. Cara ini
disebut juga sebagai reduksi terbuka fiksasi interna (open reduction internal
fixation, ORIF). Fiksasi interna yang dipakai biasanya berupa pelat dan sekrup.
Keuntungan ORIF adalah tercapainya reposisi yang sempurna dan fiksasi yang kokoh
sehingga pascaoperasi tidak perlu lagi dipasang gips dan mobilisasi bisa segera
dilakukan. Kerugiannya adalah adanya risiko infeksi tulang, ORIF biasanya
dilakukan pada fraktur femur, tibia, humerus, antebrakia.
Cara yang terakhir berupa eksisi fragmen patahan tulang dan menggantinya dengan
protesis, yang dilakukan pada patah tulang kolum femur. Kaput femur dibuang secara
operatif lalu diganti dengan protesis. Penggunaan protesis dipilih jika fragmen kolum
femur tidak dapat disambungkan kembali, biasanya pada orang lanjut usia.

Khusus untuk fraktur terbuka, perlu diperhatikan bahaya terjadinya infeksi, baik infeksi
umum (bakteremia) maupun infeksi lokal pada tulang yang bersangkutan (osteomielitis).
Pencegahan infeksi harus dilaksanakan sejak awal pasien masuk rumah sakit,

Yaitu debrideman yang adekuat dan pemberian antibiotik profilaksis serta imunisasi
tetanus. Untuk fraktur terbuka, secara umum lebih baik dilakukan fiksasi eksterna dibanding
fiksasi interna. Penutupan defek akibat kehilangan jaringan lunak dapat ditunda (delayed
primary closure) sampai keadaan luka vital aman dan bebas infeksi. Yang paling sederhana
adalah penjahitan sederhana, menutup dengan graft kulit setelah mengikis periosteum agar
skin graf bisa hidup, hingga menutup luka dengan flap.
2.6 Komplikasi
Komplikasi segera
Lokal
Kulit dan otot: berbagai vulnus (abrasi, laserasi, sayatan, dll), kontusio, avulsi.
Vaskular : terputus, kontusio(memar), perdarahan
Organ dalam : jantung, paru-paru, hepar, limpa (pada fraktur costa), buli-buli (pada
f]raktur pelvis)
Neurologis : otak, medula spinalis, kerusakan saraf perifer.
Umum
Trauma multipel, syok
Komplikasi dini
Lokal
Nekrosis kulit-otot, sindrom kompartemen, trombosis, infeksi sendi, osteomielitis
Umum
ARDS
Emboli Paru : penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh suatu embolus,
yang terjadi secara tiba-tiba. Suatu emboli bisa merupakan gumpalan darah (trombus),
tetapi bisa juga berupa lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau
gelembung udara, yang akan mengikuti aliran darah sampai akhirnya menyumbat
pembuluh darah.
tetanus

Komplikasi lama
Lokal
Tulang :
- malunion : keadaan dimana fraktur sembuh pada saatnya, tetapi terdapat deformitas
yang terbentuk angulasi, varus / valgus, rotasi, kependekan atau union secara
menyilang misalnya pada fraktur radius dan ulna.
- nonunion : lebih dari 1/3 penderita dengan fraktur leher femur tidak dapat mengalami
union, terutama pada fraktur yang bergeser
- delayed union
- Osteomielitis
- Gangguan pertumbuhan
- Patah tulang rekuren
Sendi : ankilosis, penyakit degeneratif sendi pascatrauma
Miositis osifikan
Distrofi refleks
Kerusakan saraf
Umum
Batu ginjal (akibat imobilisasi lama di tempat tidur dan hiperkalsemia)
Neurosis pascatrauma

3 Memahami dan Menjelaskan Fraktur Femoris


LO3.1. Definisi Fraktur Femur
Fraktur colum femur adalah fraktur intrakapsuler yg terjadi di femur proximal pd daerah
yg berawal dari distal permukaan artikuler caput femur hingga berakhir di proximal daerah
intertrochanter
LO3.2. Etiologi Fraktur Femur
a. Trauma langsung : Benturan pada tulang mengakibatkan fraktur ditempat tersebut,
misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah
trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras.
b. Trauma tidak langsung : Tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari area
benturan, misalnya disebabkan oleh gerakan eksorotasi yang
mendadak dari tungkai bawah. Karena kepala femur terikat kuat
dengan ligamen didalam asetabulum oleh ligamen iliofemoral dan
kapsul sendi,mengakibatkan fraktur di daerah kolum femur.
c. Fraktur patologis : fraktur yang disebabkan trauma yamg minimal atau tanpa trauma.
Contoh fraktur patologis: Osteoporosis, infeksi tulang dan tumor
tulang. Fraktur kolum femur sering tejadi pada wanita yang
disebabkan oleh kerapuhan tulangakibat kombinasi proses penuaan
dan osteoporosis pasca menopause. Fraktur dapat berupa fraktur
subkapital, transervikal dan basal, yang kesemuannya terletak
didalam simpai sendi panggul atau intrakapsular, fraktur
intertrochanter dan sub trochanter terletak ekstra kapsuler.
d. Adanya tekanan varus atau valgus

LO3.3. Klasifikasi Fraktur Femoris


Klasifikasi fraktur kolum femur berdasarkan:
Lokasi anatomi,dibagi menjadi:
Fraktur intrakapsular, fraktur ini terjadi di kapsul sendi pinggul
a. Fraktur kapital : fraktur pada kaput femur
b. Fraktur subkapital : fraktur yang terletak di bawah kaput femur
c. Fraktur transervikal : fraktur pada kolum femur
Fraktur ekstrakapsular, fraktur yang terjadi di luar kapsul sendi pinggul
a. Fraktur sepanjang trokanter mayor dan minor
b. Fraktur intertrokanter
c. Fraktur subtrokanter
fraktur kolum femur termasuk fraktur intrakapsular yang terjadi pada bagian proksimal femur,
yang termasuk kolum femur adalah mulai dari bagian distal permukaan kaput femoris sampai
dengan
bagian proksimal dari intertrokanter.
Pada pemeriksaan fisik, fraktur kolum femur dengan pergeseran akan menyebabkan deformitas
yaitu terjadi pemendekan serta rotasi eksternal sedangkan pada fraktur tanpa pergeseran deformitas
tidak
jelas terlihat. Tanpa memperhatikan jumlah pergeseran fraktur yang terjadi, kebanyakan pasien
akan
mengeluhkan nyeri bila mendapat pembebanan, nyeri tekan di inguinal dan nyeri bila pinggul
digerakkan.
Standar pemeriksaan radiologi untuk fraktur kolum femur adalah rontgen pinggul dan pelvis
anteroposterior dan cross-table lateral. Klasifikasi fraktur kolum femur menurut Gardens adalah
sebagai
berikut :
a. Grade I : Fraktur inkomplit ( abduksi dan terimpaksi)
b. Grade II : Fraktur lengkap tanpa pergeseran
c. Grade III : Fraktur lengkap dengan pergeseran sebagian (varus malaligment)
d. Grade IV : Fraktur dengan pergeseran seluruh fragmen tanpa ada bagian segmen yang
bersinggungan

Klasifikasi Pauwels untuk fraktur kolum femur juga sering digunakan. Klasifikasi ini
berdasarkan atas sudut yang dibentuk oleh garis fraktur dan bidang horizontal pada posisi tegak.
a. Tipe I : garis fraktur membentuk sudut 30 dengan bidang horizontal pada posisi tegak
b. Tipe II : garis fraktur membentuk sudut 30-50 dengan bidang horizontal pada posisi tegak
c. Tipe III: garis fraktur membentuk sudut >50 dengan bidang horizontal pada posisi tegak
3.4 Diagnosis
Pemeriksaan fisik
- Inspeksi
- Palpasi
- Move

a. Inspeksi
- Bandingkan dengan bagian yang sehat
- Perhatikan posisi anggota gerak
- Keadaan umum penderita secara keseluruhan
- Ekspresi wajah karena nyeri
- Lidah kering . basah
- Adanya tanda- tanda perdarahan
b. Palpasi ( feel )
- Temperatur setempat yang meningkat
- Nyeri tekan
- Krepitasi
- Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengukur adanya perbedaan
panjang tungkai
c. Move ( pergerakan )
- Berupa pergerakan aktif dan pasif pada sendi proksimal dan distal pada daerah yang
mengalami trauma.

Pemeriksaan Radiologi pada Fraktur


Tujuan pemeriksaan :
d. Mempelajari gambaran normal tulang dan sendi
e. Konfirmasi adanya fraktur
f. Menentukan teknik pengobatan
g. Melihat adanya benda asing
h. Melihat adanya keadaan patologis
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:
- Dua posisi proyeksi; dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-posterior dan
lateral
- Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, diatas dan dibawah sendi yang
mengalami fraktur
- Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada kedua anggota gerak
terutama pada fraktur epifisis.
- Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua daerah tulang.
Misalnya pada fraktur kalkaneus atau femur, maka perlu dilakukan foto pada panggul dan
tulang belakang.
- Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang skafoid foto
pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14 hari
kemudian.
Pemeriksaan Penunjang
Plain radiografi
Radiografi polos sebagai langkah awal dalam hasil pemeriksaan patah tulang panggul.
Tujuan utama film x-ray adalah untuk menyingkirkan setiap patah tulang yang jelas dan
untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur. radiografi polos memiliki kepekaan yang
kurang. Adanya pembentukan tulang periosteal, sclerosis, kalus, atau garis fraktur dapat
menunjukkan fraktur stres, namun, radiograf polos mungkin tampak normal pada pasien
dengan fraktur leher femur stress. Radiografi dapat menunjukkan garis fraktur pada aspek
superior dari leher femur, yang merupakan lokasi ketegangan patah tulang. tensionfraktur
harus dibedakan dari patah tulang kompresi, yang menurut Devas dan Fullerton dan Snowdy,
biasanya terletak pada aspek inferior dari leher femur.
Pemeriksaan radiografi standar pinggul mencakup pandangan anteroposterior panggul
dan lateral panggul. Jika fraktur leher femur disarankan untuk melakukan rotasi internal
panggul sehingga dapat membantu untuk mengidentifikasi dampak nondisplaced atau patah
tulang impaksi. Jika patah tulang pinggul namun tidak terlihat pada film x-ray standar, scan
tulang atau magnetic resonance imaging (MRI) harus dilakukan.
Bone scanning
Bone scan dapat membantu ketika patah stres, tumor, atau infeksi. Bone scan adalah
indikator yang paling sensitif dari stres tulang, tetapi mereka memiliki kekhususan. Shin et al
melaporkan bahwa scan tulang memiliki prediksi positif 68%.Bone scan dibatasi oleh
resolusi spasial relatif kurang pada anatomi pinggul. Di masa lalu, bone scan dianggap tidak
dapat dipercaya sebelum 48-72 jam setelah patah tulang, namun, sebuah studi oleh Pemegang
et al menemukan sensitivitas 93%, tanpa memandang waktu dari cedera.

MRI
MRI telah terbukti akurat dalam penilaian okultisme patah tulang dan dapat
diandalkan apabila dilakukan dalam waktu 24 jam dari cedera, namun mahal. Dengan MRI,
fraktur stres biasanya muncul sebagai garis patahan pada korteks dikelilingi oleh zona intens
edema di rongga medula. Dalam sebuah studi oleh Quinn dan McCarthy, T1-tertimbang MRI
temuan yang ditemukan menjadi 100% sensitive. MRI menunjukkan bahwa temuan yang
100% sensitif, spesifik, dan akurat dalam mengidentifikasi fraktur leher femur.

Gambar 7.1. MRI stress fraktur leher femur

Diagnosis Banding
Fraktur collum femur di diagnosis banding dengan kelainan berikut:

a.Osteitis Pubis
Sejak 1924, osteitis pubis telah dikenal sebagai peradangan menular
dari simfisis pubis (juga dikenal sebagai simfisis pubis, simfisis pubis, atau
simfisis pubica), menyebabkan berbagai tingkat nyeri perut dan panggul lebih
rendah.
Gejala pubis osteitis dapat mencakup hilangnya fleksibilitas di daerah
selangkangan, sakit kusam nyeri di selangkangan, atau dalam kasus yang lebih
berat, rasa sakit menusuk tajam ketika menjalankan, menendang, arah
perubahan, atau bahkan selama kegiatan rutin seperti berdiri atau keluar dari
mobil.
b.Slipped Capital Femoral Epiphysis
istilah yang merujuk patah tulang melalui physis (lempeng
pertumbuhan), yang menghasilkan selip epiphysis atasnya.
kepala femur harus duduk tepat di leher femoralis. Abnormal pergerakan
sepanjang hasil pertumbuhan piring di slip. Seringkali kondisi ini akan hadir
dalam obesitas remaja laki-laki , laki-laki kulit hitam khususnya kaum muda,
dan kadang-kadang perempuan , dengan onset berbahaya nyeri paha atau lutut
dengan pincang menyakitkan. Gerak pinggul akan dibatasi, terutama rotasi
internal.

c.Snapping Hip Syndrome


Adalah suatu kondisi medis yang ditandai oleh sensasi gertakan terasa
saat pinggul yang tertekuk dan diperpanjang. Hal ini dapat disertai oleh
gertakan terdengar atau muncul kebisingan dan nyeri.
3.5 Penatalaksanaan Fraktur Collum Femoris
Pada prinsipnya penangganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan pengembalian
fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
a. Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulangpada kesejajarannya dan rotasi
anatomis. Metode dalam reduksi adalah reduksi tertutup, traksi dan reduksi terbuka,
yang masing-masing di pilih bergantung sifat fraktur
1. Reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang ke
posisinya (ujung-ujung saling behubungan) dengan manipulasi dan traksi
manual.
2. Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
3. Reduksi terbuka , dengan pendekatan pembedahan, fragmen tulang direduksi.
Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan
logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam
posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
b. Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di imobilisasi atau
di pertahankan dalam posisi dan kesejajaranyang benar sampai terjadi penyatuan.
Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal atau inernal.
1. Fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan
teknik gips atau fiksator eksternal.
2. Fiksasi internal dapat dilakukan implan logam yang berperan sebagai bidai
inerna untuk mengimobilisasi fraktur. Pada fraktur femur imobilisasi di
butuhkan sesuai lokasi fraktur yaitu intrakapsuler 24 minggu, intra trohanterik
10-12 minggu, batang 18 minggu dan supra kondiler 12-15 minggu.
c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak, yaitu ;
(1) Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
(2) Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
(3) Memantau status neurologi.
(4) Mengontrol kecemasan dan nyeri
(5) Latihan isometrik dan setting otot
(6) Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
(7) Kembali keaktivitas secara bertahap.
3.6 Komplikasi
Komplikasi awal
a. Syok: Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan darah
eksterna maupun yang tidak kelihatan) dan kehilangan cairan eksternal kejaringan
yang rusak.
b. Sindrom emboli lemak: Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam
pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau
karena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilisasi asam
lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak dalam aliran darah.
c. Sindrom kompartemen: merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam
otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan
karena penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot
terlalu ketat, penggunaan gips atau balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi
kompartemen otot karena edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai
masalah (misal : iskemi, cidera remuk).

Komplikasi lambat

a. Delayed union: proses penyembuhan tulang yang berjalan dalam waktu yang lebih
lama dari perkiraan (tidak sembuh setelah 3-5 bulan)
b. Non union: kegagalan penyambungan tulang setelah 6-9 bulan.
c. Mal union: proses penyembuhan tulang berjalan normal terjadi dalam waktu
semestinya, namun tidak dengan bentuk aslinya atau abnormal.
d. Nekrosis avaskuler tulang.
Karena suplai darah menurun sehingga menurunkan fungsi tulang.Tulang yang mati
mengalami kolaps dan diganti oleh tulang yang baru. Pasien mengalami nyeri dan
keterbatasan gerak. Sinar-X menunjukkan kehilangan kalsium dan kolaps struktural.
e. Kekakuan sendi lutut.
f. Gangguan saraf perifer akibat traksi yang berlebihan.

3.8 Prognosis
Beberapa ahli mengusulkan bahwa prognosis untuk fraktur stadium III dan IV
tidak dapat diramalkan sehingga penggantian prostetik selalu lebih baik. Penggantian
pinggul total mungkin lebih baik kalau terapi telah tertunda selama beberapa minggu
dan dicurigai ada kerusakan acetabulum dan pada pasien dengan penyakit paget atau
metastatic.
Pada fraktur leher femur inpaksi biasanya penderita dapat berjalan selama
beberapa hari setelah jatuh sebelum timbul keluhan. Umumnya gejala yang timbul
minimal dan panggul yang terkena dapat secara pasif digerakkan tanpa nyeri. Fraktur
ini biasanya sembuh tiga bulan tanpa tindakan operasi, tetapi apabila tidak sembuh
atau terjadi disinpaksi yang tidak stabil atau avaskuler, penanganannya sama dengan
yang di atas.

Anda mungkin juga menyukai