PENDAHULUAN
Tabel 1.1 Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kota Palu Tahun 1990, 2000 dan 2010
1
Permasalahan ini memerlukan penyelesaian melalui pengelolaan sumberdaya
air yang tepat dengan mengetahui ketersediaan air dan kebutuhan air masing-
masing daerah di Kota Palu yang terbagi dalam delapan kecamatan.
Salah satu fenomena alih fungsi lahan yang berdampak buruk bagi
sumberdaya air adalah aktivitas penambangan emas di Kecamatan Palu Timur,
tepatnya di Kelurahan Poboya. Poboya yang dahulunya merupakan kawasan
pertanian dengan hamparan sawah, ladang dan kebun-kebun masyarakat, kini
dipenuhi dengan galian-galian penambang dan mesin-mesin tromol
pengolah emas. Kelurahan Poboya adalah salah satu daerah penyuplai air bagi
masyarakat Kota Palu baik dalam bentuk sumur maupun PDAM. Perubahan
penggunaan lahan tersebut menyebabkan jumlah air berkurang dan masyarakat
terpaksa membeli air dari daerah lain (Alkhairaat, 2009).
Permasalahan yang pada umumnya terjadi adalah adanya
ketidakseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan air. Upaya pengkajian
komponen-komponen ketersediaan dan kebutuhan air diperlukan untuk mencapai
keseimbangan antara kebutuhan air dan ketersediaan air di masa mendatang.
Ketersediaan dan kebutuhan air ini adalah upaya analisis sumberdaya air untuk
mencegah terjadinya defisit air.
Ketersediaan air dapat dihitung dengan pendekatan neraca air secara
meteorologis (Seyhan, 1977). Ketersediaan air secara meteorologis dapat
dihitung dari parameter iklim setempat, yaitu curah hujan, suhu udara,
evapotranspirasi, dan water holding capacity (WHC). Air yang berada di bumi
secara langsung maupun tidak langsung berasal dari curah hujan (presipitasi).
Suhu udara adalah nilai derajat panas dari udara pada suatu batasan
ruang atau wilayah. Evapotranspirasi adalah gabungan evaporasi dan
transpirasi tumbuhan yang hidup di permukaan bumi. Air yang diuapkan oleh
tanaman dilepas ke atmosfer. Evaporasi merupakan pergerakan air ke udara dari
berbagai sumber seperti tanah, atap, dan badan air. WCH adalah kandungan air
yang dapat diserap pada zona perakaran tanaman.
Kebutuhan air berdasarkan tujuan penggunaannya dapat dibedakan
menjadi kebutuhan air untuk irigasi, kebutuhan domestik, dan kebutuhan air
2
untuk peternakan (Susilah, 2013). Kebutuhan air untuk setiap daerah berbeda
karena memiliki karakteristik fisik maupun sosial yang beragam. Kebutuhan air
domestik menjadi kajian pada penelitian ini karena keadaan Kota Palu yang
sebagian besar sumberdaya airnya digunakan untuk kebutuhan rumah tangga.
Pertambahan penduduk tentu akan mempengaruhi kebutuhan air yang
digunakan penduduk. Analisis ketersediaan dan kebutuhan air masyarakat adalah
salah satu bentuk pertimbangan terhadap jenis pengelolaan kota yang tepat. Oleh
karena itu analisis mengenai keseimbangan sumberdaya air di wilayah
kajian sangat penting untuk dilakukan.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Asosiasi Pertambangan Emas Rakyat mengambil sampel air di bak terbuka yang
kotor dan bersih. Setelah dianalisis di laboratorium, untuk bak kotor mengandung
merkuri dengan konsentrasi 0,005 ppm dan air yang bersih 0,004 ppm. Standar
air minum maksimal mengandung Merkuri 0,001 ppm. Hasil analisis ini
menunjukkan ada potensi pencemaran.
Selain itu masyarakat juga mengeluhkan kondisi air PDAM yang sangat
keruh bahkan terkadang seperti membawa kotoran lumpur dan pasir serta
terkadang aroma bahan kaporit sangat tajam.
2. Beberapa hewan ternak mati
Di Poboya sudah terjadi kasus ternak mati. Seperti yang telah diberitakan
bahwa ternak sapi yang mati tiba-tiba. Sapi tersebut diduga mati akibat minum
limbah penambangan emas. Selain itu, berdasarkan keterangan salah seorang
keluarga penambang yang saya wawancarai bahwa pernah juga kejadian ada
anak kambing yang mati serupa.
3. Bencana longsor lokal
Tambang emas Poboya sering terjadi longsor. Seperti yang pernah
diberitakan bahwa pada hari Senin 16 Agustus 2010, tiga penambang yang
diketahui warga dari Sulawesi Utara terjebak di dalam lubang yang ikut
tertimbun tanah yang longsor.
Selain itu, berdasarkan cerita spontan salah seorang keluarga penambang
yang saya temui, bahwa telah sering terjadi longsor di lokasi pertambangan.
Dalam beberapa kasus longsor selama ini telah puluhan lebih penambang yang
tertimbun longsor, beberapa tak terselamatkan namun ada juga yang selamat.
Namun hal tersebut tidak menghentikan aktifitas para penambang.
4. Rusaknya hutan
Daerah Poboya merupakan salah satu hutan di Kota Palu dengan luas 200
hektar. Kawasan ini merupakan daerah penyangga air untuk Palu dan sekitarnya.
Namun keberadaan pertambangan emas Poboya telah merusak hutan. Ironisnya
Menteri Kehutanan (Menhut) Marzuki Usman menyetujui pemanfaatan kawasan
Taman Hutan Raya (Tahura) Poboya di Kotamadya Palu, Sulawesi Tengah,
5
sebagai lokasi tambang emas. Syaratnya, warga yang bermukim di kawasan
tersebut tidak melakukan penolakan.
D. Solusi
Untuk menyelamatkan ekologi dan meminimalisir dampak-dampak buruk
yang akan ditimbulkan oleh pertambangan emas rakyat Poboya, berikut
beberapa solusi dari saya
1. Menerapkan sistem pertambangan yang lebih ramah lingkungan
Jika memungkinkan proses amalgamasi ditiadakan kemudian tromol hanya
digunakan untuk menghancurkan batu, selanjutnya diproses dengan sianidasi
menggunakan tong berskala kecil tanpa merkuri.
2. Menerapkan sistem pengolahan limbah
Sebelum dibuang, limbah perlu diolah secara khusus untuk meminimalisir
dampak buruk yang akan ditimbulkannya.
3. Bioremidiasi pada lokasi-lokasi yang telah tercemar
Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi
polutan di lingkungan. Bioremidiasi untuk zat pencemar merkuri menggunakan
bakteri Pseudomonas pseudomallei ICBB 1512 berdasarkan hasil temuan Dosen
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB, Dwi Andreas Santoso.
Untuk detoksifikasi merkuri, teknologi yang ditemukan Andreas mampu
menurunkan merkuri dalam limbah hingga 98,5% dalam waktu 30 menit.
4. Perlu pengawasan dan aturan kegiatan pertambangan emas rakyat
Pengawasan, aturan, dan sanksi yang tegas perlu dipraktekkan untuk
meminimalkan dampak buruk terhadap lingkungan
5. Menanamkan kesadaran pada masyarakat
Perlu dilakukan sosialisasi secara berkesinambungan kepada masyarakat
Poboya dan para penambang untuk memancing rasa kesadaran akan pentingnya
menjaga lingkungan hidup dari kerusakan. Sosialisasi dapat dilakukan dengan
mempresentasikan segala dampak buruk yang akan ditimbulkan oleh
pertambangan emas Poboya, baik dampak-dampak buruk yang akan terjadi
dalam jangka pendek, menangah, dan panjang.
6 Menutup segala aktivitas pertambangan di Poboya
6
Menutup segala aktivitas pertambangan di Poboya merupakan solusi yang
paling efektif untuk menyelamatkan lingkungan. Walaupun pada kenyataannya
sangat dilematis, namun pemerintah harusnya lebih memikirkan jaminan
kesehatan lebih tiga ratus ribu penduduk kota Palu dibanding mementingkan
segelintir orang yang meraup untung dari kepingan emas Poboya.
7
Pemanfaatan limbah cair hasil buangan industri tempe dapat mengurangi
dampak pencemaran lingkungan yang ditimbulkan. Terlebih lagi limbah cair
tempe masih kaya akan nutrisi seperti protein sebesar 40-60%, karbohidrat
sebesar 25-50%, dan bahan- bahan lain yang dapat dimanfaatkan dan diolah
sebagai bahan energi. Namun pemanfaatannya belum banyak digunakan
sebagai bahan energi terutama di Sulawesi Tengah.
Beberapa tahun terakhir ini energi merupakan persoalan yang krusial di
dunia. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan
populasi penduduk dan menipisnya sumber cadangan minyak dunia serta
permasalahan emisi dari bahan bakar fosil, memberi tekanan kepada setiap
negara untuk segera memproduksi dan mempergunakan energi terbaharukan.
Indonesia memiliki potensi kekayaan alam yang sangat melimpah untuk
menghasilkan sumber energi alternatif.
Salah satu energi terbaharukan adalah biogas, biogas memiliki peluang
yang besar dalam pengembangannya. Energi biogas dapat diperoleh dari limbah
rumah tangga, kotoran cair hewan seperti peternakan ayam, sapi, sampah
organik, industri makanan dan sebagainya. Pemanfaatan energi dalam bentuk
biogas merupakan salah satu alternatif penggunaan sumber energi terbaharukan
(renewable) yang ramah lingkungan.
Biogas terbentuk dari degradasi materi organik secara anaerobik dan
menghasilkan energi yang kaya akan metana. Sampah organik dari perkotaan,
industri dan pertanian berpotensi untuk
dijadikan sumber energi. Di masa yang akan datang, potensi energi ini
seharusnya dieksploitasi dengan cara yang lebih efisien, sehingga dapat
memberikan keuntungan secara ekonomis dan mengurangi volume limbah
sampah industri.
Tidak adanya informasi mengenai pemanfaatan limbah cair tempe sebagai
penghasil biogas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
potensi limbah cair tempe secara mikrobiologis sebagai alternatif penghasil
biogas.