Anda di halaman 1dari 82

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam beberapa dekade terakhir ini pengertian dan pemahaman tentang

kemiskinan telah banyak bergeser dari pengertian dan pemahaman sebelumnya.

Apabila pada masa-masa sebelumnya kemiskinan diartikan dengan pandangan

yang sempit yang hanya menyangkut berbagai aspek, dewasa ini pengertian dan

pemahaman kemiskinan berkembang mencakup aspek-aspek kehidupan yang jauh

lebih luas. Secara umum, pengertian kemiskinan telah mencakup aspek budaya,

sosial, dan ekonomi.

Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok orang tidak

mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai

kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu. Dalam arti proper, kemiskinan

dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin

kelangsungan hidup. Dalam arti luas, Chambers (dalam Chriswardani Suryawati,

2005) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu intergrated concept yang

memiliki lima dimensi, yaitu: 1) kemiskinan (proper), 2) ketidakberdayaan

(powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4)

ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik secara

geografis maupun sosiologis.

1
Dilihat dari penyebabnya kemiskinan dibagi menjadi dua, pertama :

kemiskinan kultural yaitu suatu kondisi kemiskinan yang terjadi karena kultur,

budaya, atau adat istiadat yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat yang

merasa cepat puas akan sesuatu yang telah dicapai, sifat pemalas dan cara berfikir

masyarakat yang kurang rasional dapat menyebabkan terjadinya kemiskinan.

Kedua adalah kemiskinan struktural yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh

kondisi alam yang kurang menguntungkan, sehingga masyarakat tidak dapat

memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk mencapai kesejahteraan.

Kondisi alam yang kurang menguntungkan berupa tanah yang tandus, letak

daerah yang terpencil, tidak adanya sumber daya mineral dan non mineral, serta

miskinnya fasilitas-fasilitas publik yang dibutuhkan (Suparmono, 2004 : 45).

Sebenarnya yang menyebabkan terjadinya kemiskinan adalah masyarakat yang

memang dalam kondisi miskin, yaitu miskin sumber daya, miskin produktivitas,

miskin pendapatan, miskin tabungan, dan miskin investasi. Peningkatan kualitas

sumber daya manusia dapat dicapai melalui pendidikan dan kualitas kesehatan

masyarakat sehingga tingkat harapan hidupnya dapat lebih tinggi dan berkualitas

(Winarno, 2006 : 8).

Todaro (1997 :184) menjelaskan aspek yang perlu diperhatikan dalam

masalah konsentrasi kemiskinan di negara-negara berkembang adalah masalah di

bidang pendidikan, kesehatan, perumahan, dan pelayanan umum yang masih

terkonsentrasi pada sektor-sektor modern di perkotaaan dibandingkan di

pedesaaan.

2
Informasi mengenai kemiskinan yang cukup komprehensif adalah Indeks

Kemiskinan Manusia yaitu variabel-variabel yang dapat menunjukan tingkat

kemiskinan dan dianggap paling mendasar. Variabel-variabel tersebut yang

mencerminkan faktor kemiskinan yaitu hidup singkat, pendidikan rendah, dan

ketiadaan akses terhadap sumber daya dan fasiltas dasar, antara lain : angka

harapan hidup, balita berstatus gizi kurang, tingkat pendidikan ibu, angka buta

aksara, penduduk yang tidak memiliki akses ke air bersih, dan penduduk yang

jarak ke fasilitas kesehatan lebih dari 5 km.

Salah satu faktor yang menjadi penyebab kemiskinan di masyarakat adalah

keterbatasan human asset yaitu menyangkut sumber daya manusia yang relatif

rendah misalnya tingkat pendidikan, keterampilan maupun tingkat kesehatan dan

pengusaan teknologi. Dari hasil penelitian membuktikan bahwa kemiskinan

sangat berhubungan dengan tingginya angka kesakitan dan kematian. Tingkat

pendapatan di bawah garis kemiskinan dan rendahnya kesempatan memperoleh

berbagai fasilitas kesejahteraan sosial akan mempersulit terpenuhinya berbagai

keperluan pangan bergizi atau kemampuan menangkis penyakit, sehingga tidak

mengherankan apabila di lingkungan mereka tingginya tingkat kematian bayi atau

Infant Mortality Rate (Chriswardani, 2005 : 11).

Pada umumnya angka kematian ( Mortalitas ) bayi lebih tinggi di Negara-

negara berkembang dibandingkan dengan negara-negara maju. Di negara-negara

berkembang angka kematian bayi dan anak balita masih lebih tinggi dibandingkan

3
negara-negara maju (Munir, 1983:1). Berdasarkan data, estimasi tingkat kematian

bayi 1990 setengah dari kematian yang terjadi dinegara-negara berkembang

adalah terdiri dari anak-anak dibawah umur satu tahun, menurut seorang ahli

kependudukan hal ini terjadi disebabkan oleh kegagalan orang tua dalam merawat

bayi (Pardoko, 1981:1).

Di Indonesia saat ini, angka kematian bayi dan anak balita lebih buruk

dibandingkan dengan situasi di beberapa negara Asia termiskin. Kelompok miskin

mendapatkan akses kesehatan yang paling buruk dan umumnya mereka sedikit

mendapatkan bantuan tenaga medis yang terlatih dalam proses melahirkan.

Kematian anak sebelum mencapai usia lima tahun dari keluarga termiskin

mencapai sekitar empat kali lebih tinggi dibandingkan anak dari keluarga terkaya.

Tingginya tingkat terkena penyakit mengurangi kemampuan orang miskin untuk

menghasilkan pendapatan (Bank Dunia, 2003 : 35).

Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat keberhasilan

bidang pendidikan adalah tingkat buta huruf. Makin rendah persentase penduduk

yang buta huruf menunjukan keberhasilan program pendidikan, sebaliknya makin

tinggi persentase penduduk yang buta huruf mengindikasikan kurang berhasilnya

program pendidikan (Statistik Indonesia, 2007:99).

Dari data Direktorat Pendidikan Masyarakat, Ditjen Pendidikan Luar

Sekolah (PLS) Depdiknas memperlihatkan bahwa ada 15,04 juta jiwa ( 8,57%)

dari total penduduk Indonesia berusia 15 tahun keatas yang menyandang buta

4
aksara. Kondisi ini menyebabkan Indonesia termasuk dalam jajaran 34 negara di

dunia yang mempunyai angka buta aksara diatas 10 juta orang, juga menjadikan

Indonesia sebagai negara dengan penduduk buta aksara terbesar di Asia Tenggara

Berdasarkan data-data yang ada, menunjukan bahwa tingkat pendidikan

dasar yang ditamatkan berkorelasi negatif dengan kemiskinan. Ini dapat terjadi

karena kekayaan dan akses terhadap berbagai kebutuhan bukan hanya

pendidikan ikut mempengaruhi tingkat pendapatan. Kenyataannya, pendidikan

yang relatif lebih tinggi biasanya terkait kelas ekonomi yang lebih tinggi.

Seseorang yang lebih kaya dan memiliki akses lebih baik cenderung memiliki

waktu sekolah lebih banyak. Jadi, seseorang tidak miskin bukan hanya karena

berpendidikan lebih tinggi, tetapi juga karena memiliki akses dan kekayaan dapat

menamatkan pendidikan dasarnya karena disubsidi negara? Lingkaran Setan

Kemiskinan akan menunjukan kekuatannya.

Tidak adanya akses kekayaan, dan tabungan menyebabkan kaum miskin

yang telah menamatkan pendidikan dasar tidak memiliki akses untuk

memperoleh pekerjaan dengan pendapatan yang lebih tinggi. Kalaupun

pendapatan kaum miskin meningkat, hal itu tidak sebanding dana subsidi yang

dialokasikan untuk pendidikan dasar. Ini juga berarti kerugian bagi publik karena

anggaran negara tidak dialokasikan untuk pengeluaran yang tepat

(Mustasya, 2008).

5
Menurut data Susenas jumlah dan persentase penduduk miskin di Provinsi

Sumatera Selatan mengalami penurunan setiap tahun . Pada tahun 2006 proporsi

penduduk miskin 20,99 persen Pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin 19,15

persen, tahun 2008 jumlah penduduk miskin 17,67 persen, dan pada tahun 2009

kembali turun menjadi 15,68 persen.

Menurut BPS Kabupaten Lahat (2010), dengan jumlah penduduk 369.974

jiwa, proporsi persentase jumlah penduduk miskin mengalami kecenderungan

menurun dari waktu ke waktu. Di Kabupaten Lahat sendiri proporsi persentase

jumlah penduduk miskin cenderung turun dari tahun 2006-2010. Pada tahun 2006,

jumlah penduduk miskin adalah 29,67 persen menjadi 28,09 persen pada

tahun 2007, kemudian turun lagi menjadi 23,21 persen pada tahun 2008. Pada

tahun 2009 mengalami penurunan menjadi 20,98 persen, dan pada tahun 2010

jumlah penduduk miskin 19,03 persen (BPS Lahat, 2011).

Berdasarkan uraian yang telah dikemukaan di atas, seberapa besar

pendidikan dan kesehatan mempengaruhi tingkat kemiskinan yang terjadi di

Kabupaten Lahat, dibutuhkan penelitian lebih lanjut. Untuk itu, penelitian ini akan

memfokuskan pada hubungan antara pendidikan dan kesehatan dengan

kemiskinan di Kabupaten Lahat melalui indikator variabel yang diharapkan dapat

mencerminkan pendidikan dan kesehatan di Kabupaten Lahat dan diharapkan

dapat diformulasikan sebuah kebijakan publik yang lebih efektif dalam

mengurangi kemiskinan yang ada di Kabupaten Lahat.

6
1.2. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam

penelitian ini adalah : Bagaimanakah pengaruh pendidikan dan kesehatan

terhadap kemiskinan di Kabupaten Lahat.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan dan kesehatan terhadap

kemiskinan di Kabupaten Lahat.

1.4. Manfaat peneliltian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat diambil manfaat sebagai berikut:

1. Menjadi bahan informasi mengenai masalah kemiskinan berpengaruh

terhadap pendidikan dan kesehatan.

2. Menjadi bahan pertimbangan bagi pembuat kebijakan dalam rangka

mengambil keputusan kebijakan dalam mengatasi masalah-masalah

yang berkaitan dengan kemiskinan, pendidikan dan kesehatan, sehingga

kedepannya dapat ditemukan jalan keluar untuk masalah tersebut.

7
BAB II

TIANJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Kemiskinan

Konsep kemiskinan menurut Bappenas (2002) adalah suatu situasi atau

kondisi yang dialami seseorang atau kelompok orang yang tidak mampu

menyelenggarakan hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi.

Kemiskinan (poverty) di rumuskan sebagai suatu kondisi hidup serba kekurangan

dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia, yaitu kebutuhan sandang, pangan,

papan, kebutuhan akan hidup sehat, dan kebutuhan pendidikan dasar bagi anak-

anak.

Secara operasional, kriteria itu lantas dikaitkan dengan tolak ukur garis

kemiskinan. Penduduk miskin ialah golongan masyarakat yang berada dibawah

garis kemiskinan. Sedangkan target pembangunan biasanya dirumuskan sebagai

upaya mengentaskan golongan masyarakat miskin agar mereka bisa berada diatas

garis kemiskinan tersebut. Kemiskinan (Todaro, 2006) dapat dibedakan menurut

sifatnya yang terdiri dari atas kemiskinan absoulut dan kemiskinan relatif.

1. Kemiskinan Absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan masyarakat

untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang,

kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup

dan bekerja. Kebutuhan pokok minimum diterjemahkan sebagai ukuran

finansial dalam bentuk uang. Nilai kebutuhan minimum /kebutuhan dasar

8
tersebut dikenal dengan istilah garis kemiskinan. Penduduk dibawah garis

kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin. Garis kemiskinan

absolut tetap (tidak berubah) dalam hal standard hidup, dan garis

kemiskinan absolut mampu membandingkan kemiskinan secara umum.

2. Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan

pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan

masyarakat; sehingga, menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan.

Standard minimum disusun berdasarkan kondisi hidup suatu negara pada

waktu tertentu dan perhatian terfokus pada golongan penduduk termiskin;

misalnya, 20 persen atau 40 persen lapisan terendah dari total penduduk

yang telah diurutkan menurut pendapatan/pengeluaran. Kelompok ini

merupakan penduduk relatif miskin. Dengan demikian kemiskinan relatif

sangat bergantung pada distribusi pendapatan / pengeluaran penduduk.

Dengan demikian, penggunaan difinisi ini berarti orang miskin selalu

hadir bersama kita.

Konsep pemberdayaan (emprowerment) telah mengubah konsep

pembangunan dan sekaligus strategi bagaimana mengetaskan kemiskinan;

khususnya di pedesaan. Perubahan ini sering disebut orang sebagai perubahan

paradigma atau serangkaian perubahan mulai dari tataran konsep, teori, nilai-nilai,

metodologi sampai ke tataran pelaksanaannya.

9
Perubahan ini telah mempengaruhi isi laporan Indeks Pembangunan

Manusia (Human Index Development) yang setiap tahun dikeluarkan oleh

perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP). Organisasi ini menyatakan pembangunan

seharusnya dinikmati oleh rakyat; bukan sebaliknya, hanya menjadi penonton

pembangunan. Pembangunan seharusnya memperkuat rakyat bukan justru

membuat rakyat semakin lemah. Pemberdayaan menjadi konsep kunci untuk

menanggapi kegagalan pelaksanaan pembangunan selama ini. Sejak dicanangkan

konsep pembangunan pada akhir masa perang dunia kedua, ternyata

pembangunan membuat orang semakin miskin atau jumlah orang miskin semakin

banyak. Gagasan modernisasi pun rontok karena tidak mampu meneteskan hasil-

hasil pembangunan kepada kelompok masyarakat termiskin. Semakin diakui pula

bahwa pemerintah ternyata tidak mampu mengentaskan kemiskinan dan bahkan,

pembangunan juga merusak lingkungan hidup.

Masalah kemiskinan masih tetap relevan dan penting untuk dikaji dan

diupayakan penanggulangannya. Dengan demikian kemiskinan dapat diamati

sebagai kondisi anggota masyarakat yang tidak atau belum ikut serta dalam proses

perubahan karena tidak mempunyai kemampuan yang memadai sehingga tidak

mendapatkan manfaat dari hasil pembangunan. Ukuran kemiskinan dapat

dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan kebutuhan. Tingkat

pendapatan minimum merupakan pembatas antara keadaan miskin dan tidak

miskin; atau sering disebut sebagai garis batas kemiskinan. Konsep ini disebut

dengan kemiskinan absolut sebagai ukuran dasar menentukan pendapatan

10
minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik terhadap makanan,

pakaian, dan perumahan untuk menjamin kelangsungan hidup

(Lincolin, 2004 : 236).

Semua ukuran kemiskinan dipertimbangkan berdasarkan pada norma

tertentu. Pilihan norma tersebut sangat penting terutama dalam hal pengukuran

kemiskinan yang didasarkan konsumsi. Garis kemiskinan yang didasarkan pada

kosumsi terdiri dari dua elemen (Kuncoro, 1997 :106); yaitu pengeluaran yang

diperlukan untuk membeli standard gizi minimum dan kebutuhan mendasar

lainnya dan jumlah kebutuhan lain yang sangat bervariasi, yang mencerminkan

biaya partisipasi dalam kehidupan masyarakat sahari-hari. Biaya untuk

mendapatkan kalori minimum dan kebutuhan lain dihitung dengan melihat harga-

harga makanan yang menjadi menu golongan miskin.

Persepsi mengenai kemiskinan telah berkembang sejak lama dan sangat

bervariasi antara budaya yang satu ke budaya yang lain. Kriteria untuk

membedakan penduduk miskin dengan yang tidak miskin mencerminkan prioritas

nasional tertentu dan konsep normatif mengenai kesejahteraan. Namun, umumnya

pada saat negara-negara menjadi lebih kaya, persepsi mengenai tingkat konsumsi

minimum yang bisa diterima, yang merupakan garis batas kemiskinan, akan

berubah.

Kesenjangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat

berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah serta

11
tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada dibawah garis kemiskinan

(poverty line), merupakan dua masalah besar di banyak negara berkembang , tidak

terkecuali di Indonesia. Akan tetapi, sejarah menunjukan bahwa setelah 10 tahun

berlalu sejak tahun 1969; ternyata, efek yang dimaksud itu mungkin untuk

dikatakan sama sekali tidak ada, tetapi proses mengalir ke bawahnya sangat

lambat. Akhirnya, sebagai akibat dari strategi tersebut; pada dekade 1980-an

hingga pertengahan dekade 1990-an, sebelum krisis ekonomi; Indonesia memang

menikmati laju pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi. Namun tingkat

kesenjangan juga semakin besar dan jumlah orang miskin tetap banyak.

Sebenarnya, menjelang akhir dekade 1970-an, pemerintah sudah mulai menyadari

bahwa keadaan tersebut karena buruknya kualitas pembangunan yang telah

dilakukan hingga saat itu.

Strategi pembangunan mulai diubah, tidak hanya pertumbuhan tetapi juga

kesejahteraan masyarakat, juga menjadi sasaran utama dari pembangunan.

Perhatian ini mulai diberikan pada usaha-usaha untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat, misalnya dengan mengembangkan industri-industri yang padat karya

dan sektor pertanian. Banyak program yang dilakukan oleh pemerintah yang

bertujuan untuk mengurangi ( kalau tidak bisa menghilangkan ) jumlah orang

miskin dan perbedaan pendapatan antara kelompok miskin dan kelompok kaya di

tanah air. Misalnya Inpres desa tertinggal (IDT), pengembangan industri kecil dan

rumah tangga; khususnya, di daerah pedesaan, Transmigrasi, dan masih banyak

lagi (Todaro, 1997).

12
Dalam kondisi kemiskinan inilah akan terbentuk lingkaran yang tidak jelas

awal dan akhirnya, sehingga kondisi ini sering disebut lingkaran setan kemiskinan

(Vicious circle of poverty). Adanya ketebelakangan dan kurangnya modal pada

masyarakat miskin menyebabkan rendahnya produktifitas sehingga

mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Implikasinya pada

rendahnya tabungan dan investasi yang berakibat pada keterbelakangan dalam hal

kualitas sumber daya manusia. Hal diatas secara ringkas dapat digambarkan dalam

skema dibawah ini :

Gambar 2.1 Lingkaran Setan Kemiskinan (The Vicious Circle of Poverty)

Investasi rendah Kualitas rendah

Tabungan
Tabungan rendah
rendah KEMISKINAN Kualitas Kehidupan Rendah

Sumber : Nurkse (1953) dalam Mudrajad Kuncoro, 2000


pendapatan
Produktivitas

Dalam mengemukakan teorinya tentang lingkaran setan kemiskinan, pada

hakikatnya Nurkse berpendapat bahwa kemiskinan bukan saja disebabkan oleh

ketiadaan pembangunan masa lalu tetapi juga disebabkan oleh

hambatan pembangunan di masa yang akan datang. Sehubungan dengan hal ini

Nurkse mengatakan : Suatu negara menjadi miskin karena ia merupakan negara

miskin(A country is poor because it is poor). Menurut pendapatnya, inti dari

13
lingkaran setan kemiskinan adalah keadaan-keadaan yang menyebabkan

timbulnya hambatan terhadap terciptanya tingkat pembentukan modal yang tinggi.

Di satu pihak pembentukan modal ditentukan oleh tingkat tabungan, dan di lain

pihak oleh perangsang untuk menanam modal.

Di negara berkembang kedua faktor itu menyebabkan tidak

memungkinkan dilaksanakannya tingkat pembentukan modal yang tinggi. Jadi,

menurut pandangan Nurkse; terdapat dua jenis lingkaran setan kemiskinan yang

menghalangi negara berkembang mencapai tingkat pembangunan yang pesat;

yaitu, dari segi penawaran modal dan dari segi permintaan modal.

Pada tahun 1990 yang lalu, perhatian masyarakat terhadap masalah

kemiskinan kembali digugah; setelah cukup lama tidak banyak diperbincangkan di

media massa. Perhatian masyarakat tersebut berawal dari pernyataan Bank Dunia

(1990) di media massa yang memuji keberhasilan Indonesia dalam mengurangi

jumlah penduduk miskin secara relatif dari 40,08 persen pada tahun 1976

menjadi 17,42 persen dari jumlah populasi pada tahun 1987. Suatu penurunan

yang cukup besar hanya dalam kurun waktu 10 tahun.

Menurut para ahli antara lain Ala, 1981 (Lincolin, 2004 : 237), kemiskinan

itu bersifat multidimensional. Artinya, karena kebutuhan manusia itu bermacam-

macam; maka mekanismenya pun memiliki banyak aspek. Dilihat dari kebijakan

umum, maka kemiskinan memiliki aspek primer yang berupa miskin akan aset,

organisasi sosial politik, dan pengetahuan, serta ketrampilan dan aspek sekunder

14
yang berupa miskin akan jaringan sosial, sumber-sumber keuangan dan informasi.

Dimensi-dimensi kemiskinan tersebut termanifestasikan dalam bentuk kekurangan

gizi, air perumahan yang sehat, perawatan kesehatan yang kurang baik, dan

tingkat pendidikan yang rendah.

Keterkaitan kemiskinan dengan pendidikan karena pendidikan

memberikan kemampuan untuk berkembang lewat penguasaan ilmu dan

ketrampilan. Pendidikan juga menanamkan kesadaran akan pentingnya martabat

manusia. Mendidik dan memberikan pengetahuan berarti menggapai masa depan.

Hal tersebut seharusnya menjadi dorongan untuk terus melakukan upaya

mencerdaskan bangsa. Tidak terkecuali, keadilan dalam memperoleh pendidikan

harus diperjuangkan dan seharusnya, pemerintah berada di garda terdepan untuk

mewujudkannya.

2.1.1 Penyebab Kemiskinan

Kemiskinan dapat diamati sebagai kondisi anggota masyarakat yang tidak

atau belum ikut serta dalam proses perubahan karena tidak mempunyai

kemampuan dalam pemilikan faktor produksi yang memadai sehingga tidak

mendapatkan manfaat dari hasil proses pembangunan. Ketidak ikut sertaan dalam

proses pembangunan ini, dapat disebabkan karena alamiah tidak atau belum

mampu mendayagunakan faktor produksinya; dan dapat pula, terjadi secara tidak

alamiah (Lincolin, 2004 : 238).

15
Kemiskinan disamping merupakan masalah yang muncul dalam

masyarakat bertalian dengan pemilikan faktor produksinya, produktifitas, dan

tingkat perkembangan masyarakat sendiri; juga bertalian dengan kebijakan

pembangunan nasional yang dilaksanakan. Dengan kata lain, masalah kemiskinan

ini selain ditimbulkan oleh hal yang sifatnya alamiah atau kultural, juga

disebabkan oleh miskinnya strategi dan kebijakan pembangunan yang ada.

Dalam mencoba mengidentifikasi penyebab kemiskinan dipandang dari

sisi ekonomi (Sharp, dalam Kuncoro, 1997 ; 107), ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan. Pertama, secara mikro kemiskinan muncul karena adanya

ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya dalam jumlah terbatas dan

kualitasnya rendah. Kedua, kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas

sumber daya manusia. Kualitas sumberdaya manusia yang rendah berarti

produktifitasnya rendah; yang pada gilirannya, upahnya rendah. Rendahnya

kualitas sumberdaya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang

beruntung, adanya diskriminasi, atau karena keturunan. Ketiga, kemiskinan

muncul akibat perbedaan akses dalam modal.

Para pakar pemikir tentang kemiskinan kebanyakan melihat kemiskinan

sebagai masalah struktural; yakni, kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan

masyarakat yang tidak dapat menggunakan sumber-sumber pendapatan yang

sebenarnya tersedia bagi mereka. Ada beberapa indikator kemiskinan diantaranya:

konsumsi beras perkapita pertahun, tingkat pendapatan, tingkat kecukupan gizi,

16
tingkat kecukupan gizi, kebutuhan fisik minimum (KFM) dan tingkat

kesejahteraan. Pada publikasi UN (1961) yang berjudul international definition

and measurement of levels of living : an interim guide; disarankan 9 komponen

kesejahteraan; yaitu: kesehatan, konsumsi makanan dan gizi, pendidikan,

kesempatan kerja , perumahan, jaminan sosial, sandang, rekreasi dan kebebasan

(Lincolin, 2004 : 242).

Ada tiga ciri yang menonjol dari kemiskinan di Indonesia. Pertama,

banyak rumah tangga yang berada di sekitar garis kemiskinan nasional, yang

setara dengan AS$1,55 perhari; sehingga, banyak penduduk yang meskipun

tergolong tidak miskin tetapi rentan terhadap kemiskinan. Kedua, ukuran

kemiskinan didasarkan pada pendapatan, sehingga tidak menggambarkan batas

kemiskinan yang sebenarnya. Banyak orang yang mungkin tidak tergolong miskin

dari segi pendapatan; namun, dikategorikan sebagai miskin karena kurangnya

akses terhadap pelayanan dasar serta rendahnya indikator-indikator pembangunan

manusia. Ketiga, mengingat sangat luas dan beragamnya wilayah Indonesia:

perbedaan antar daerah merupakan ciri mendasar dari kemiskinan di Indonesia

(Lincolin, 2004 : 243).

Banyak penduduk Indonesia yang rentan terhadap kemiskinan. Angka

kemiskinan nassional menyembunyikan sejumlah besar penduduk yang hidup

sedikit saja diatas garis kemiskinan nasional. Hampir 42 persen dari seluruh

17
rakyat Indonesia hidup diantara garis kemiskinan yang setara dengan AS$1 dan

AS$2- perhari.

Kemiskinan dari segi non pendapatan adalah masalah yang lebih serius

dibandingkan dari kemiskinan dari segi pendapatan. Apabila memperhitungkan

semua dimensi kesejahteraan: konsumsi yang memadai, kerentanan yang

berkurang, pendidikan, kesehatan dan akses terhadap infrastruktur dasar; maka,

hampir separuh rakyat Indonesia dapat dianggap telah mengalami paling sedikit

satu jenis kemiskinan. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia memang telah

mencapai beberapa kemajuan di bidang pembangunan manusia. Telah terjadi

perbaikan nyata pencapaian pendidikan pada tingkat sekolah dasar, perbaikan

dalam cakupan pelayanan kesehatan dasar (khususnya dalam hal bantuan

persalinan dan imunisasi) dan pengurangan sangat besar dalam angka kematian

anak. Akan tetapi, untuk beberapa indikator yang terkait dengan negara

berkembang, Indonesia belum berhasi mencapai kemajuan yang berarti dan

tertinggal dari negara-negara lain di kawasan yang sama. Bidang-bidang khusus

yang patut diwaspadai adalah (Chriswardani, 2005 : 12).

1. Angka gizi buruk yang tinggi dan bahkan meningkat pada tahun-tahun

terakhir. Seperempat anak dibawah usia lima tahun menderita gizi buruk di

Indonesia; dengan angka gizi buruk tetap sama dalam tahun-tahun terakhir,

kendati telah terjadi penurunan angka kemiskinan.

18
2. Kesehatan Ibu yang jauh lebih buruk dibandingkan dengan negara-negara

dikawasan yang sama. Angka kematian ibu di Indonesia adalah 307

( untuk 100.000 kelahiran hidup), tiga kali lebih besar dari Vietnam dan

enam kali lebih besar dari Cina dan Malaysia. Hanya sekitar 72 persen

persalinan dibantu oleh bidan terlatih.

3. Rendahnya hasil pendidikan. Angka melanjutkan dari sekolah dasar ke

sekolah menengah masih rendah, khususnya di antara penduduk miskin

(hanya 55 persen yang lulus SMP).

4. Rendahnya akses terhadap air bersih; khususnya, diantara penduduk

miskin. Untuk kuintil paling rendah, hanya 48 persen yang memiliki akses

air bersih di daerah pedesaan, sedangkan untuk perkotaan 78 persen

5. Akses terhadap sanitasi merupakan masalah sangat penting. Delapan puluh

persen penduduk di Pedesaan dan lima puluh sembilan persen penduduk

miskin di perkotaan tidak memiliki akses terhadap tangki septik.

Sementara itu, hanya kurang dari satu persen dari seluruh penduduk

Indonesia yang terlayani oleh saluran pembuangan kotoran berpipa.

Fenomena keragaman antar daerah, yang merupakan ciri khas indonesia;

diantaranya tercerminkan dengan adanya perbedaan antar daerah pedesaan dan

perkotaan. Di pedesaan, terdapat sekitar lima puluh tujuh persen dari orang miskin

di Indonesia yang sering kali tidak memilki akses terhadap pelayanan infrastruktur

19
dasar. Hanya lima puluh persen masyarakat miskin di pedesaan mempunyai akses

terhadap sumber air bersih, dibandingkan dengan delapan puluh persen bagi

masyarakat miskin di perkotaan.

Perbaikan akses terhadap konsumsi pelayanan sosial (pendidikan,

kesehatan, dan gizi) merupakan alat kebijakan penting dalam strategi pemerintah

secara keseluruhan untuk mengurangi kemiskinan dan memperbaiki kesejahteraan

penduduk Indonesia. Perluasan ruang lingkup dan kualitas dari pelayanan-

pelayanan pokok tersebut membutuhkan investasi modal insani yang pada

akhirnya, akan meningkatkan produktifitas golongan miskin tersebut. Pada waktu

yang sama, pelayanan-pelayanan tersebut secara langsung memuaskan konsumsi

pokok yang dibutuhkan yang merupakan suatu sasaran kebijakan penting pula.

Pendidikan (formal dan non formal) berperan penting dalam mengurangi

kemiskinan dalam jangka panjang, baik secara tidak langsung melalui perbaikan

produktivitas dan efisiensi secara umum. Maupun secara langsung, melalui

pelatihan golongan miskin dengan ketrampilan yang dibutuhkan untuk

meningkatkan produktivitas yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan

(Lincolin, 2004 : 243).

Intervensi untuk memperbaiki kesehatan dari pemerintah juga merupakan

suatu alat kebijakan penting untuk mengurangi kemiskinan. Ada tiga faktor utama

yang mendasari kebijakan ini. Pertama, berkurangnya beban penderitaan,

sehingga secara langsung memuaskan kebutuhan konsumsi pokok yang juga

20
merupakan tujuan kebijaksanaan sosial yang sangat penting. Kedua, perbaikan

kesehatan yang akan meningkatkan produktivitas golongan miskin. Kesehatan

yang lebih baik akan meningkatkan daya kerja, mengurangi hari tidak bekerja dan

menaikkan output energi. Ketiga, penurunan tingkat kematian bayi dan anak-anak

secara tidak langsung, juga berperan dalam mengurangi kemiskinan, yakni

menurunkan tingkat kesuburan dan tingkat kematian bayi yang semakin rendah

hal ini tidak hanya membantu para orang tua untuk mencapai jumlah keluarga

yang diinginkan; tetapi juga membentuk sebuah keluarga yang lebih kecil.

2.1.2 Pendidikan

Menurut teori human capital, pendidikan merupakan investasi pada

manusia yang dapat memberikan keuntungan atau manfaat yang lebih besar di

masa depan. Manfaat ini berupa peningkatan pengetahuan dan ketrampilan yang

dapat meningkatkan produktifitas. Peningkatan produktivitas pada gilirannya,

dapat meningkatkan pendapatan. Selain pendidikan, modal manusia dapat pula

berbentuk pemeliharaan kesehatan, imigrasi, dan pencarian kerja ( Kauman and

Hotchkiss, 2005 : 328 ).

Secara oprasional pendidikan memaparkan kegiatan manusia yang

disengaja untuk mencapai tujuan tertentu dan merupakan suatu kekuatan dinamis

dalam kehidupan setiap individu yang dapat mempengaruhi perkembangan fisik,

mental, emosional, social dan etikanya. Bahkan, secara sederhana pendidikan

21
dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina keperibadiannya dengan

nilai-nilai dalam masyarakat dan kebudayaanya. Sehingga bagaimanapun

sederhana peradaban suatu masyarakat; didalamnya pasti terjadi proses

pendidikan.

Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat keberhasilan

bidang pendidikan adalah tingkat buta huruf. Makin rendah persentase penduduk

yang buta huruf menunjukan keberhasilan program pendidikan. Sebaliknya,

makin tinggi persentase penduduk yang buta huruf mengindikasikan kurang

berhasilnya program pendidikan (Statistik Indonesia, 2007 : 99).

2.1.2.1 Angka buta aksara

Angka buta aksara adalah proporsi penduduk miskin berusia 15 tahun ke

atas yang tidak dapat membaca dan menulis huruf latin dan lainnya. Sedangkan

angka putus sekolah adalah proporsi dari penduduk berusia antara 7 hingga 15

tahun yang tidak menyelesaikan Sekolah Dasar atau Sekolah Menengah Tingkat

Pertama (Urip S, 2007 : 24). Dalam penelitian ini pendidikan yang dilihat dari

Angka Buta Aksara sebagai variabel bebas dalam kemiskinan.

Kemampuan membaca dan menulis adalah faktor penting yang merupakan

kebutuhan dasar manusia. Faktor ini sering juga dijadikan sebagai salah satu

indikator untuk mengukur kualitas hidup manusia. Yang dimaksud dengan buta

aksara adalah meliputi buta aksara latin dan angka, buta aksara bahasa indonesia

22
dan buta pendidikan dasar.Semakin kecil tingkat buta aksara, semakin baik

kondisi pendidikan, dan semakin baik pula kualitas hidup penduduk di daerah

tersebut (Susanti et al, 2007 : 122). Rumusan yang digunakan untuk melihat

besarnya penduduk buta aksara adalah sebagai berikut :

IR = BA X 100%

Di mana IR = Literacy Rate tingkat buta aksara

BA = Jumlah penduduk buta aksara pada tahun tertentu

P = Jumlah penduduk lima belas tahun ke atas pada tahun tertentu

2.1.3 Kesehatan

Kesehatan merupakan salah satu variabel kesejahteraan rakyat yang dapat

menggambarkan tingkat kesehatan rakyat sehubungan dengan kualitas hidupnya.

Semakin baik kesehatan suatu masyarakat; maka, kesejahteraan masyarakat itu

sendiri akan meningkat dan kemiskinan akan dapat mudah ditanggulangi.

Keadaan kesehatan penduduk merupakan salah satu modal bagi keberhasilan

pembangunan bangsa; karena dengan penduduk yang sehat, pembangunan

diharapkan dapat berjalan dengan lancar (BPS, 2008).

World Health Organization (Todaro, 2006 : 469), mencatumkan defenisi

kesehatan sebagai sebuah kondisi kesejahteraan fisik, mental, serta sosial dan

bukan hanya sekedar bebas penyakit serta kelemahan fisik. Pembangunan bidang

23
kesehatan meliputi seluruh siklus atau tahapan kehidupan manusia. Bila

pembangunan kesehatan berhasil dengan baik; maka, secara tidak langsung akan

terjadi peningkatan kesejateraan rakyat. Mempertimbangkan bahwa pembangunan

bidang kesehatan merupakan bagian yang sangat penting dari ajang peningkatan

kualitas sumber daya manusia penduduk Indonesia; maka, program-program

kesehatan telah dimulai atau bahkan lebih diprioritaskanpada calon generasi

penerus. Khususnya, calon bayi dan anak balita dibawah lima tahun (balita).

Pentingnya pembangunan bidang kesehatan ini paling tidak tercermin dari

deklarasi Millenium Development Goals (MDGs) yang lebih dari sepertiga

indikatornya menyangkut bidang kesehatan (Statistik Indonesia, 2007 : 101).

Kemiskinan menyebabkan masyarakat tidak mampu memenuhi kebutuhan

kesehatan; sehingga, tingkat produktivitas dan pendapatan menurun. Pemutusan

lingkaran setan kesehatan dan kemiskinan merupakan bagian penting upaya

penanggulangan kemiskinan; terutama, bila ditinjau dari sisi pengurangan beban

pengeluaran masyarakat miskin. Indikator kesehatan masyarakat digambarkan

oleh angka harapan hidup masyarakat, dan angka kematian bayi

(Sujana, 2005 : 89).

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah satu indikator

pengukuran yang menggambarkan pencapaian pembangunan manusia di suatu

negara. Indeks ini disusun dari tiga indikator (Sujana, 2005 : 21) :

Lama hidup yang diukur dengan angka harapan hidup ketika lahir

24
Pendidikan yang diukur dengan rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan

oleh penduduk usia 15 tahun ke atas di seluruh jenjang pendidikan formal

yang dijalani; dan angka melek huruf ( persentase dari penduduk berusia

15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis dalam huruf latin) dan

lainnya terhadap jumlah penduduk usia 15 tahun atau lebih ; dan

Standar hidup yang diukur dari pengeluaran konsumsi perkapita perbulan

(PPP- Purchasing Power Parity atau paritas daya beli dalam rupiah).

IPM merupakan rata-rata sederhana dari ketga komponen diatas.

2.1.3.1 Angka Kematian Bayi ( Mortalitas Bayi )

Indonesia sebagai Negara berkembang dewasa ini menghadapi masalah

kependudukan antara lain adalah tingkat mortalitas bayi masih tinggi, sekarang

sudah mengalami penurunan sedikit demi sedikit, Mortalitas bayi (Infan

Mortalitas) adalah: kematian sejak bayi lahir hingga berumur kurang dari satu

tahun (Mantra, 1989 : 81). Sedangkan menurut Wirosoharjo (1984 : 4),

mendefiniskan angka kematian bayi adalah kematian bayi berumur dibawah satu

tahun perseribu selama kelahiran dalam tahun tertentu. Berdasarkan pendapat

para ahli tersebut dapat dikemukakan disini bahwa mortalitas bayi adalah

kematian bayi dibawah umur satu tahun.

Kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir. Banyak faktor yang

dikaitkan dengan kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya;

25
kematian bayi ada dua macam, yaitu: endogen dan eksogen. Kematian bayi

endogen atau yang umum disebut dengan kematian neo natal adalah kematian

bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan. Kematian ini umumnya

disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yaitu diperoleh dari

orangtuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan. Sedangkan,

Kematian bayi eksogen atau kematian post neo natal adalah kematian bayi yang

terjadi setelah satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh

faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar.

Angka kematian bayi menggambarkan keadaan sosial ekonomi

masyarakat; dimana angka kematian itu dihitung. Kegunaan angka kematian bayi

untuk pengembangan perencanaan khusus untuk mengatasi kematian neo-natal

yang sebabkan oleh faktor endogen yang berhubungan dengan kehamilan.

Program-program untuk mengurangi angka kematian neo-natal adalah yang

bersangkutan dengan program pelayanan kesehatan ibu hamil.

Angka kematian post-neo natal dan angka kematian anak serta kematian

balita dapat berguna untuk mengembangkan program imunisasi, serta program-

program pencegahan penyakit menular, terutama pada anak-anak; program

penerangan tentang gizi dan pemberian makanan sehat untuk anak dibawah usia

lima tahun (Statistik Indonesia, 2008).

Angka kematian bayi menunjukan banyaknya kematian bayi berumur

dibawah satu tahun perseribu kelahiran. Semakin kecil angka kematian bayi,

26
semakin sedikit pula jumlah bayi yang meninggal dibawah satu tahun perseribu

kelahiran. Keadaan ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa pengetahuan

ibu mengenai gizi dan perlunya imunisasi menjadi semakin baik. Antara lain,

dapat dilihat dari jenis penyakit yang menyebabkan kematian bayi. Disamping itu,

kecilnya angka kematian bayi juga menunjukkan kemampuan tenaga kesehatan

maupun sarana kesehatan yang membaik.

Banyak data dan hasil penelitian yang membuktikan bahwa kemiskinan

sangat berhubungan dengan tingginya angka kesakitan dan kematian. Tingkat

pendapatan di bawah garis kemiskinan dan rendahnya kesempatan memperoleh

berbagai fasilitas kesejahteraan sosial akan mempersulit terpenuhinya berbagai

keperluan yang menunjang kesehatan mereka. Semakin miskin seseorang.

kesehatannya akan rendah; sehingga tingkat harapan hidupnya pun semakin

rendah dan produktivitas seseorang juga akan menjadi rendah

(Susanti et. al, 2007 : 113).

Tingkat kesejahteraan masyarakat salah satunya dipengaruhi oleh kondisi

kesehatan masyarakat tersebut. Karena masyarakat yang sehat lah yang mampu

berperan aktif dalam pembangunan. Kondisi kesehatan dapat ditinjau dari sisi

individu, keluarga dan lingkungan (Urip S, 2007 : 41).

2.2 Penelitian Terdahulu

Feldstein (1998) dalam jurnalnya mengatakan bahwa ada beberapa hal

yang diperlukan dalam mengurangi kemiskinan antara lain dengan menciptakan

27
lapangan kerja oleh pemerintah, sehingga jumlah pengangguran dapat diturunkan

dan juga dalam peningkatan pendidikan masyarakat miskin melalui pendidikan

gratis dengan subsidi biaya pendidikan.

Suryahadi dan Sumarto (2001) mengemukakan, orang tingkat pendidikan

lebih tinggi akan memiliki peluang lebih baik untuk mendapatkan pekerjaan

dengan gaji lebih tinggi. Berdasarkan hal itu, tingkat pendidikan berkorelasi

negatif dengan kemiskinan.

Menurut penelitian Morrisson (2002), dibutuhkan kebijakan yang tepat

dari sisi Pemerintah suatu negara untuk mengentaskan kemiskinan melalui bidang

pendidikan dan kesehatan karena mereka juga merupakan asset Human Capital

bagi negara itu sendiri, sehingga dapat berpatisipasi dalam pembangunan.

Selanjutnya salah satu faktor yang menjadi penyebab kemiskinan di masyarakat

adalah keterbatasan human asset yaitu menyangkut sumber daya manusia yang

relatif rendah misalnya tingkat pendidikan, pengetahuan, ketrampilan maupun

tingkat kesehatan dan penguasaan teknologi (Chriswardani, 2005)

Modal manusia merupakan salah satu faktor penting dalam proses

pertumbuhan ekonomi. Dengan modal manusia yang berkualitas, kinerja ekonomi

diyakini akan lebih baik. Kualitas modal manusia ini dilihat dari tingkat

pendidikan, kesehatan ataupun indikator-indikator lainnya. Dengan kata lain

peningkatan kualitas modal manusia juga akan memberikan manfaat dalam

mengurangi ketimpangan antar daerah (Dhliwayo, 2001 ; Brata,2005).

Ridwan (2005), dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa semakin

rendah tingkat pendidikan, maka semakin tinggi persentase pekerja yang

28
tergolong miskin. Sebaliknya semakin tinggi tingkat pendidikan semakin rendah

persentase pekerja tergolong miskin.

Menurut Tambunan (2005), pertumbuhan ekonomi bukanlah satu-satunya

faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Indonesia, namun faktor lain yang

mempunyai dampak positif terhadap pengurangan kemiskinan adalah akses

pendidikan yang perlu diperhatikan, karena bagi kaum miskin hal ini sulit

terealisasi.

Hasil penelitian Djakfar (2007), pengeluaran publik bidang pendidikan,

bidang kesehatan dan pendapatan perkapita secara bersama-sama mempunyai

pengaruh positif dan signifikan terhadap IPM di Sumatera Selatan, tetapi secara

parsial pengeluaran bidang pendidikan dan kesehatan mempunyai pengaruh

positif dan tidak signifikan.

Menurut Sudjadi (2008), kemiskinan tidak hanya dipandang melalui pola

konsumsi saja. Masih banyak faktor yang lain misalnya : kebutuhan perumahan,

pendididkan , kesehatan, transportasi dan lain-lain.

Hasil penelitian Atik Ismuningsih (2010), menunjukkan bahwa variabel

pertumbuhan penduduk negatif dan signifikan terhadap kemiskinan. Sementara

itu, variabel tingkat melek huruf dan distribusi pendapatan berpengaruh negatif

dan tidak signifikan terhadap kemiskinan.

Jika dilihat dari pemerataan jumlah penduduknya. Berdasarkan hasil

Sensus Penduduk Tahun 2010, dari data agregat per kecamatan penduduk

Kabupaten Lahat sebesar 369.974 orang. Terdiri dari 189.085 orang penduduk

laki-laki dan 180.889 orang penduduk perempuan, maka sebagian besar penduduk

29
cenderung terpusat pada Kecamatan Lahat sebesar 102.356 orang. Sedangkan

untuk kecamatan Gumay Ulu sebesar 4.993 orang. Kondisi ini memperlihatkan

rasio jenis kelamin Kabupaten Lahat pada tahun 2010 sebesar 104.53 persen, yang

artinya daerah ini mempunyai jumlah penduduk laki-laki lebih besar dari pada

jumlah perempuan (BPS, 2010).

2.3 Kerangka Pikir


Berdasarkan uraian terdahulu maka alur pikir sebagai dasar analisa dapat

dilihat pada Gambar 2.2 :

Angka Buta
Pendidikan Kemiskinan
Aksara
Angka Kematian
(Mortalitas) Bayi Kemiskinan
Kesehatan

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran

2.4 Hipotesis

Dalam penelitian-penelitian terdahuluatau teor-teori hubungan antara

pendidikan dan kesehatan ini diduga terjadi hubungan dua arah yang signifikan

saling berpengaruh antara Angka Buta Aksara dengan kemiskinan dan Angka

Kematian (Mortalitas) Bayi dengan kemiskinan di Kabupaten Lahat.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

30
3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dititik beratkan pada variabel kemiskinan, pendidikan, dan

kesehatan tahun 2010 dengan menggunakan data hasil Sensus Penduduk

Tahun 2010 dan data Survei Sosial Ekonomi Nasional Tahun 2010 serta data

pembanding hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial Tahun 2011

(PPLS2011). Analisis kemiskinan dilihat pada persentase penduduk miskin di

Kabupaten Lahat, pendidikan melalui angka buta aksara yang dapat dianggap

dapat mewakili dan kesehatan dilihat melalui indikator angka kematian bayi

seperti yang tergambar dalam indek Kemiskinan Manusia di Kabupaten Lahat

tahun 2010.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

bersumber dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Lahat. Data tersebut meliputi

Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2010 Tingkat Kecamatan di Kabupaten

Lahat, Data Profil Kesehatan Kecamatan Tahun 2010, Data Hasil Survei Sosial

Ekonomi Nasional Kabupaten Lahat Tahun 2010.

Untuk menganalisis pengaruh tingkat kemiskinan di Kabupaten Lahat,

dilakukan dengan pendekatan tingkat pendidikan dan kesehatan. Analisis

kemiskinan dilihat pada persentase penduduk miskin di Kabupaten Lahat,

pendidikan melalui angka buta aksara yang dapat dianggap dapat mewakili dan

kesehatan dilihat melalui indikator angka kematian bayi (IMR).

31
Dengan mempertimbangkan model analisis yang digunakan, maka untuk

mempermudah proses perhitungan dan untuk memperoleh estimasi model serta

besaran yang diinginkan, digunakan bantuan Komputer selanjutnya diolah dan

dianalisis menggunakan paket program statistik SPSS versi 17.0 for windows.

3.3. Metode Analisis Data

3.3.1. Analisis Bivariate

Ada dua hal dalam penaksiran korelasi :

1. Berkenaan dengan besaran angka. Angka korelasi berkisar pada 0

(tidak ada korelasi sama sekali) dan 1 (korelasi sempurna).

Sebenarnya tidak ada ketentuan yang tepat mengenai apakah angka

korelasi tertentu menunjukkan tingkat korelasi yang tinggi atau lemah.

Namun bias dijadikan pedoman sederhana, bahwa angka korelasi di

atas 0,5 menunjukkan korelasi yang cukup kuat, sedangkan di bawah

0,5 korelasi lemah.

2. Selain besar korelasi, tanda korelasi juga berpengaruh pada penafsiran

hasil. Tanda (negatif) pada output menunjukkan adanya arah yang

berlawanan, sedangkan tanda + (positif) menunjukkan arah yang

sama.

Untuk menguji apakah angka korelasi yang didapat benar-benar signifikan

untuk menjelaskan hubungan variabel, maka digunakan hipitesis sebagai berikut :

H0 : Tidak ada hubungan (korelasi) antara dua variabel

32
H1 : Ada hubungan (korelasi) antara dua variabel

Uji dilakukan dua sisi dengan dasar pengambilan keputusan berdasarkan

probabilitas :

Jika probabilitas > 0,5 maka H0 diterima

Jika probabilitas < 0,5 maka H0 ditolak

3.3.2. Analisis Regresi Berganda

Istilah regresi pertama kali diperkenalkan oleh orang Perancis bernama

Galton. Menurut Gujarati (1995) analisis regresi berkenaan dengan studi

ketergantungan satu variabel, variabel tak bebas, pada satu atau lebih variabel

lain, variabel yang menjelaskan (explanatory variables), dengan maksud

menaksir atau meramalkan nilai rata-rata dari variabel tak bebas apabila variabel

yang menerangkan sudah diketahui.

Model regresi yang variabel tak bebasnya tergantung pada dua atau lebih

variabel yang menjelaskan (explanatory variables) disebut regresi berganda

(multiple regression). Model persamaan regresi berganda dituliskan sebagai

berikut:

Yi 1 2 X 2i 3 X 3i ... k X ki i ..(3.5)

dimana:

Yi = variabel tak bebas

1 , 2 , 3 ,..., k = parameter

33
X 2 i , X 3i ,..., X ki = variabel-variabel yang menjelaskan

i = faktor gangguan (disturbance) yang stokhastik

3.3.2.1. Asumsi-Asumsi Model Linier berganda

Metode OLS dapat diterapkan jika asumsi-asumsinya terpenuhi. Asumsi

yang harus dipenuhi adalah kenormalan, multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan

autokorelasi. Adapun uji terhadap asumsi tersebut digunakan alat statistik sebagai

berikut:

3.3.2.1.1. Uji Normalitas

Pendeteksian normalitas digunakan dengan cara melihat normal

probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari data

sesungguhnya dengan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi

normal akan membentuk garis lurus diagonal dan plot data akan dibandingkan

dengan garis diagonal tersebut. Jika data menyebar normal di sekitar diagonal,

model regresi memenuhi asumsi normalitas. Jika data menyebar jauh dari garis

diagonal dan atau tidak mengikuti arah diagonal, maka model regresi tidak

memenuhi asumsi normalitas (Imam Ghazali, 2001).

3.3.2.1.2. Pendeteksian Multikolinearitas

Dalam menguji ada tidaknya korelasi linear antar peubah bebas dilakukan

dengan membandingkan antara nilai t hitung dengan F hitung. Jika F hitung cukup

besar sementara nilai t hitung tidak nyata pada taraf nyata maka diduga terjadi

34
multikolinearitas. Selain itu digunakan nilai variance inflation factor (VIF).

Adapun hubungan varians dari tiap koefisien regresi parsial, dalam k-peubah

regresi model, dengan VIF adalah:

2 1
Var( j ) =
X 2j 1 R2
j

1
Dimana VIF = 2
1 Rj

2
Maka Var( j ) = VIF
X 2j j

Apabila nilai R 2 makin menuju satu maka nilai VIF akan ikut naik yang

berarti hubungan antara X j dengan variabel lainnya meningkat. Adapun nilai

VIF dibawah 5 menunjukkan tidak adanya multikolinearitas.

3.3.2.1.3. Pendeteksian Autokorelasi

Uji autokorelasi merupakan suatu pengujian terhadap variabel random (ei)

yang mempunyai hubungan yang terkait dan saling berpengaruh dengan variabel

independen dalam model, atau dengan kata lain tidak memasukkan variabel yang

harus ada dalam model.

Untuk mendeteksi apakah ada gejala autokorelasi dapat digunakan uji

statistik Durbin Watson, dengan menggunakan tabel nilai Durbin Watson yang

dibandingkan dengan nilai hasil estimasi dari uji DW.

Berikut rumus pengujian nilai d (uji Durbin-Watson) :

35
(et et1 )2
dhitung
e2 t

Jika nilai d-hitung berada antara du dan 4-du atau berkisar 2 maka tidak

terjadi gejala autokorelasi. Untuk mendapatkan nilai du dan dl (nilai kritis), maka

digunakan tabel distribusi Durbin-Watson, dengan mengetahui jumlah sampel

yang digunakan dan jumlah variabel independen yang dipakai dalam estimasi.

Hipotesis yang digunakan pada uji DW ini adalah ;

1. H0 = tidak ada autokorelasi

2. d < dl = tolak H0 (korelasi positif)

3. d > 4-dl = tolak H0 (korelasi negatif)

4. du < d < 4-du = terima H0

5. dl < d < du = ragu-ragu

6. (4-du) < d < (4-dl) = ragu-ragu

Daerah Hipotesis Uji DW

Tidak ada
Ragu autokorelasi Ragu
Kor elasi + Kor elasi -

dl du 4 - du 4 dl

3.3.2.1.4. Pendeteksian Heteroskedastisitas

Menurut Singgih Santosa (2001) deteksi adanya heteroskedastisitas yaitu

dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik, di mana sumbu X adalah Y

36
yang telah diprediksi dan sumbu Y adalah residual (Y prediksi Y sesungguhnya)

yang telah dibakukan. Bila titiknya menyebar secara tidak berpola (acak) maka

tidak terdapat heteroskedastisitas, tapi bila titiknya membentuk pola maka telah

terjadi heteroskedastisitas.

3.4. Definisi Operasional Varibael

Batasan variabel dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

Kemiskinan adalah persentase penduduk miskin di Kabupaten Lahat

pada tahun 2010.

Pendidikan dilihat dari Angka Buta Aksara yaitu proporsi penduduk

miskin berusia 15 tahun ke atas yang tidak dapat membaca dan

menulis huruf latin dan lainnya di Kabupaten Lahat pada tahun 2010.

Kesehatan dilihat melalui Angka Kematian (Mortalitas) Bayi yaitu

jumlah bayi yang meninggal sebelum mencapai usia satu tahun per

1000 kelahiran hidup di Kabupaten Lahat pada tahun 2010.

Berdasarkan latar belakang dan tujuan dari penelitian yang diajukan akan

digunakan uji statistik analisis korelasi bivariat. Dimana pengujian dilakukan

dengan pengukuran korelasi secara berganda untuk melihat pengaruh pendidikan

dan kesehatan terhadap kemiskinan di Kabupaten Lahat. Pengukuran dan

perhitungan korelasi dengan melibatkan lebih dari satu variabel bebas

(X1, X2, X3.....................Xn) dan satu variabel terikat (Y), dengan rumus umum :
Kemiskinan = f (Pendidikan dan kesehatan)
Y = f (ABA, AKB)
Y = 0 + 1 ABA + 2AKB .......................................(1)
Y = 0 + 1ABA .......................................(2)
Y = 0+ 1AKB .......................................(3)

37
Dimana :
Y = Persentase Penduduk Miskin
ABA = Angka Buta Aksara
AKB = Angka Kematian Bayi
1, 2 = Koefisien variabel

Dari hasil perhitungan dapat diketahui korelasi atau hubungan antara

variabel bebas dan variabel terikatnya.

Analisis model regresi yang disajikan untuk menguji hubungan antara

angka buta aksara dan angka kematian bayi terhadap kemiskinan. Pertama,

dilakukan analisis regresi terhadap dua variabel bebas secara langsung. Kemudian

untuk melihat hubungan antara dua variabel bebas terhadap variabel terikatnya,

dilakukan analisis masing-masing antara kemiskinan dengan angka buta aksara

dan sebaliknya secara bolak-balik. Hal yang sama dilakukan analisis regresi pula

untuk variabel kemiskinan dengan angka kematian bayi dan sebaliknya untuk

melihat hubungan kedua variabel tersebut. Dari hasil pengujian dapat diketahui

variabel mana yang mempunyai hubungan kuat dan saling mempengaruhi.

Apakah angka buta aksara dan angka kematian bayi yang mempengaruhi

kemiskinan secara signifikan atau sebaliknya.

38
BAB IV

HASIL ANALISIS DAN INTERPRETASI

4.1.Analisis Deskriptif

4.1.1. Gambaran Umum Kabupaten Lahat

Keadaan geografis Kabupaten Lahat terletak antara 3,25 derajat sampai

dengan 4,15 derajat Lintang Selatan, dan 102,37 derajat sampai dengan 103,45

derajat bujur timur. Sampai dengan tahun 2010, wilayah Kabupaten Lahat terdiri

39
dari 21 kecamatan, 17 kelurahan, 357 desa berstatus definitif dan 2 desa persiapan.

Dengan luas wilayah sebesar 4.587,18 km 2, Kabupaten Lahat pada tahun 2010

memiliki jumlah penduduk sebanyak 369.974 orang dengan kepadatan

penduduk sebesar 25,51 orang per km 2, yang terdiri dari 189.085 orang

penduduk laki-laki dan 180.889 orang penduduk perempuan.

Akan tetapi jika dilihat dari pemerataan jumlah penduduknya maka

sebagian besar penduduk cenderung terpusat pada kecamatan Lahat sebesar

102.356 orang. Sedangkan untuk kecamatan yang paling sedikit jumlah

penduduknya adalah kecamatan Gumay Ulu sebesar 4.993 orang.

Rasio jenis kelamin Kabupaten Lahat pada tahun 2010 sebesar 104,53

persen, yang artinya daerah ini mempunyai jumlah penduduk laki-laki lebih

besar dari pada jumlah penduduk perempuan.

4.1.2. Tingkat Pendidikan Wanita

Pada era globalisasi saat ini keberhasilan suatu bangsa di ajang

internasional tidak lagi ditentukan oleh keunggulan komparatif seperti kekayaan

sumber daya alam yang dimiliki, akan tetapi akan lebih ditentukan oleh

keunggulan kompetitif, yang dalam hal ini akan sangat ditentukan oleh kualitas

sumber daya manusianya. Karenanya, pendidikan sebagai suatu upaya untuk

meningkatkan kualitas sumber daya manusia menjadi instrumen yang sangat

penting. Peningkatan kualitas SDM bertitik tolak pada upaya pembangunan

40
bidang pendidikan. Melalui pendidikan diharapkan akan terbentuk SDM yang

berkualitas bagi pembangunan.

Wanita sebagai tulang punggung Negara serta menjadi sumber utama

pendidikan bagi anak-anaknya dalam keluarga. Dikarenakan wanita sebagai ibu

rumah tangga memiliki waktu yang lebih banyak dirumah dibandingkan pria,

maka wanita lebih bertanggungjawab terhadap pendidikan anak-anak.

Keuntungan yang akan diperoleh dari investasi di bidang pendidikan antara lain

bahwa pendidikan merupakan salah satu cara dalam rangka memerangi

kemiskinan, mengurangi ketimpangan pendapatan dan meningkatkan

produktivitas tenaga kerja. Dengan pendidikan yang semakin baik merupakan

modal dalam memperebutkan kesempatan kerja, sehingga pada akhirnya akan

meningkatkan pendapatan mereka.

Gambar 4.1. Persentase Wanita Pernah Kawin Menurut


Tingkat Pendidikan

Gambar 4.1 menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, maka

41
jumlah wanita dengan status pernah kawin semakin menurun. Dimana tingkat

pendidikan sarjana (S1 +) hanya mencapai 5,63 persen.

4.1.3. Angka Buta Aksara

Pada tingkat makro, ukuran yang sangat mendasar dari tingkat pendidikan

adalah kemampuan baca tulis penduduk. Secara minimal penduduk harus

mempunyai kemampuan untuk membaca dan menulis agar dapat menerima

informasi secara tertulis, dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembangunan

dan dapat menikmati hasil-hasil pembangunan secara wajar. Sehingga dapat

dikatakan bahwa kemampuan baca tulis merupakan ketrampilan minimum yang

dibutuhkan oleh penduduk untuk dapat menuju hidup sejahtera.

42
Gambar 4.2. Angka Buta Aksata Menurut Kecamatan

Dari Gambar 4.2, kondisi pendidikan penduduk Kabupaten Lahat dilihat dari

angka buta aksara masih belum merata, terlihat adanya ketimpangan antara

kecamatan. Angka buta aksara terandah ada di Kecamatan Kikim Timur

sedangkan angka buta aksara tertinggi berada di Kecamatan Gumay Ulu.

4.1.4. Angka Kematian Bayi

Kematian bayi yang digunakan untuk menghitung Angka Kematian

Bayi/Infant Mortality Rate (IMR) adalah kematian bayi yang terjadi antara saat

setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun, bayi yang lahir

harus dalam keadaan hidup, yaitu banyaknya kematian bayi usia dibawah satu

tahun, per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.

43
Gambar 4.3. Angka Kematian Bayi Menurut Kecamatan

Secara rata-rata, angka kematian bayi di Kabupaten Lahat sebesar 31,78,

ini berarti dalam setiap 1000 kelahiran pada tahun 2010 kemungkinan bayi yang

berumur kurang dari 1 (satu) tahun mengalami resiko kematian sebanyak 31

kematian. Dilihat dari tabel diatas, pada Kecamatan Pseksu dan Gumay Ulu

memiliki resiko kematian bayi yang berumur kurang dari 1 (satu) tahun yaitu

lebih dari 50 resiko kematian.

4.1.5. Garis Kemiskinan

Garis kemiskinan adalah batas minimal pengeluaran konsumsi dari

populasi referensi untuk memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan yang

bersifat mendasar (pangan, sandang, perumahan, kesehatan, dan pendidikan).

Garis Kemiskinan terdiri dari Garis Kemiskinan pengeluaran makanan yaitu

nilai rupiah yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan energi minimal

2100 kkalori per kapita per hari (Widyakarya Pangan dan Gizi, 1978) dan Garis

Kemiskinan Non yaitu Garis Kemiskinan pengeluaran non makanan adalah nilai

rata-rata pengeluaran (dalam rupiah) dari 51 jenis komoditi dasar non makanan

untuk perkotaan dan 47 jenis komoditi untuk perdesaan.

44
Gambar 4.4. Garis Kemiskinan Kabupaten Lahat

Dari Gambar 4.4 dilihat bahwa angka garis kemiskinan Kabupaten Lahat hampir

selalu diatas rata-rata garis kemiskinan Provinsi Sumatera Selatan. Walaupun

demikian, Kabupaten Lahat bukan yang memiliki angka garis kemiskinan yang

tertinggi.

4.1.6. Tingkat Kemiskinan

Persentase Penduduk Miskin yaitu penduduk di bawah Garis

Kemiskinan dikategorikan penduduk miskin (dalam % disebut Head Count

Index).

45
Gambar 4.5. Persentase Kemiskinan Kabupaten Lahat

Khusus untuk penduduk miskin, maka persentase penduduk miskin di

Kabupaten Lahat sekitar 19,03 persen. Bila dilihat di tingkat kecamatan, maka

kecamatan yang paling banyak penduduk miskinnya adalah Kecamatan Pseksu

dan Gumay Ulu yaitu hampir mencapai 50 persen. Sedangkan persentase jumlah

penduduk miskin terendah ada di Kecamatan Lahat dan Kikim Timur yang

angkanya kurang dari 10 persen.

4.2.Analisis data dan Interprestasi

4.2.1. Analisis Bivariate

Pada output correlations SPSS di atas (kolom Sig. (2-tailed)) didapat

serangkaian angka probabilitas. Terlihat bahwa kedua pasang data berkorelasi

secara signifikan yaitu antara Miskin dan Buta Aksara serta Miskin dan IMR nilai

masing-masing probabilitas 0,000 berarti lebih kecil dari 0,05. Karena itu

disimpulkan bahwa di antara tiga variabel semuanya berkorelasi secara signifikan,

dimana keduanya menunjukkan tanda + (positif), berarti semakin besar angka

Buta Aksara dan IMR akan meningkatkan Kemiskinan.

46
Correlations

MISKIN AKSARA IMR


**
Pearson Correlation 1 ,918 ,903**

MISKIN Sig. (2-tailed) ,000 ,000

N 376 376 376


**
Pearson Correlation ,918 1 ,807**
AKSARA Sig. (2-tailed) ,000 ,000
N 376 376 376
** **
Pearson Correlation ,903 ,807 1

IMR Sig. (2-tailed) ,000 ,000

N 376 376 376

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Signifikan tidaknya korelasi dua variabel bisa dilihat dari adanya tanda *

pada pasangan data yang dikorelasikan (lihat pilihan Flag significant

correlations). Dari output di atas semua pasangan bertanda *, maka dapat

disimpulkan bahwa semua pasangan variabel tersebut berkorelasi secara

signifikan.

4.2.2. Analisis Regresi Berganda

4.2.2.1. Asumsi-Asumsi Model Linier berganda

Metode OLS dapat diterapkan jika asumsi-asumsinya terpenuhi. Asumsi

yang harus dipenuhi adalah kenormalan, multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan

autokorelasi. Adapun uji terhadap asumsi tersebut digunakan alat statistik sebagai

berikut:

47
4.2.2.1.1. Uji Normalitas

Uji kenormalan residual dilakukan dengan menggunakan Normal P-P Plot

of Regression Standardized Residual antara expected cumulative probability dan

observed cumulative probability. Selain itu, juga menggunakan histogram, dimana

hasil plotting data menunjukkan sebarannya di sekitar garis normal yang berarti

asumsi kenormalan terpenuhi.

4.2.2.1.2. Pendeteksian Multikolinearitas

48
Coefficientsa

Model Unstandardized Standardized t Sig. Collinearity Statistics


Coefficients Coefficients

B Std. Error Beta Tolerance VIF

(Constant) -8,945 ,552 -16,197 ,000

1 AKSARA 4,319 ,199 ,543 21,687 ,000 ,348 2,870

IMR ,471 ,025 ,465 18,551 ,000 ,348 2,870

a. Dependent Variable: MISKIN

Berdasarkan output data SPSS di atas, dimana nilai VIF hitung lebih kecil
daripada 5, maka dapat dikatakan pada model ini tidak terjadi multikolinearitas.

4.2.2.1.3. Pendeteksian Autokorelasi

Untuk mendeteksi adanya masalah autokorelasi menurut Gujarati (1999)

yaitu dengan mengikuti mekanisme uji D-W (Durbin Watson). Dari penghitungan

dengan SPSS dihasilkan statistik d Durbin Watson sebesar 2,323, sedangkan dari

tabel dengan tingkat signifikansi 0,05 diperoleh :

angka dL sebesar 1,630 dan 4 dL = 2,370

angka dU sebesar 1,720 dan 4 dU = 2,280.

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Std. Error of the Durbin-Watson


Square Estimate

1 ,958a ,918 ,918 3,14916 2,323

a. Predictors: (Constant), IMR, AKSARA

b. Dependent Variable: MISKIN

49
Ternyata nilai statistik d Durbin Watson terletak pada daerah pengujian yang

menerima Ho, di mana Ho adalah tidak ada autokorelasi. Jadi dapat disimpulkan

asumsi bebas autokorelasi terpenuhi.

4.2.2.1.4. Pendeteksian Heteroskedastisitas

Dari lampiran terlihat bahwa tidak ada pola tertentu pada grafik, sehingga

pada model tersebut disimpulkan tidak terdapat masalah heteroskedastisitas.

4.2.2.2. Hasil Analisis dan Interprestasi

Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh

berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain: tingkat pendapatan, kesehatan,

pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, lokasi, geografis, gender, dan kondisi

lingkungan. Mengacu pada strategi nasional penanggulangan kemiskinan definisi

kemiskinan adalah kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki

dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan

mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Definisi ini beranjak dari

pendekatan berbasis hak yang mengakui bahwa masyarakat miskin mempunyai

hak-hak dasar yang sama dengan anggota masyarakat lainnya.

Kemiskinan tidak hanya dipahami hanya sebatas ketidakmampuan

ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan

50
bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani kehidupan secara

bermartabat. Hak-hak dasar yang diakui secara umum meliputi terpenuhinya

kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih,

pertanahan, sumberdaya alam, dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan

atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan

sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki.

Ada tiga kebijakan yang saat ini mempengaruhi perhatian pemerintah

daerah terhadap kemiskinan; (1) Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah yang mengharuskan pemerintah kabupaten/kota

mengemban fungsi-fungsi wajib termasuk untuk menyediakan layanan umum

bagi masyarakat yang juga iatur dalam Undang-Undang Dasar, (2) gerakan

nasional untuk mengembangkan dan melaksanakan Strategi Penanggulangan

Kemiskinan membutuhkan partisipasi dari pemerintah kabupaten/kota, (3)

program-program nasional berupa bantuan jaminan sosial yang ditujukan untuk

meningkatkan keamanan pangan dan mengurangi kerentanan ekonomi yang

disalurkan kepada pemerintah kabupaten/kota. Selain itu langkah pengentasan

kemiskinan juga dipengaruhi oleh sejauh mana perhatian pemerintah

kabupaten/kota itu sendiri misalnya dengan menciptakan desa-desa mandiri yang

sejahtera untuk menjaga kelangsungan finansial mereka.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 pasal 167 menyatakan bahwa

Belanja daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas

51
kehidupan masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk peningkatkan pelayanan

dasar, pendidikan, penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas sosial dan

fasilitas umum yang layak serta mengembangkan jaringan sosial.

Berdasarkan hasil uji validitas, reabilitas, dan uji asumsi, maka dapat

dilakukan analisis selanjutnya, yaitu analisis regresi linier berganda. Analisis ini

diguinakan untuk mengetahui hubungan dan pengaruh variable bebas, yaitu

kemiskinan terhadap variable terikat, yaitu angka buta aksara dan angka kematian

bayi (IMR), persamaan regresi berganda yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

Y = -8,828 + 4,062X1 + 0,501X2

SE (0,192) (0,024)

Sig. 0,000 0,000

di mana

X1 = Buta Aksara

X2 = IMR

a. Uji Serentak (Uji F)

Uji F dilakukan untuk mengetahui signifikansi model secara statistic.

Artinya, apabila hasil pengujian menunjukkan model signifikan secara statistic,

maka model layak digunakan untuk pendugaan. Hipotesis yang digunakan dalam

uji ini adalah:

52
H0 : Buta aksara dan IMR secara simultan tidak berpengaruh

signifikan terhadap kemiskinan

Ha : Buta aksara dan IMR secara simultan berpengaruh signifikan

terhadap kemiskinan

Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai F hitung sebesar 2.370,771

dengan signifikansi 0,000 (<0,05). Jadi, keputusan pengujian adalah tolak H 0.

Artinya, pada tingkat kepercayaan 95 persen buta aksara dan IMR secara

bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan. Hal ini menunjukkan

model regresi yang dihasilkan layak untuk digunakan.

b. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Pada dasarnya, signifikan atau tidak suatu variabel bebas dalam

pembentukan model regresi menunjukkan kemampuannya dalam menjelaskan

variasi dari variabel terikat. Apabila variabel bebas signifikan-dalam penelitian ini

adalah kepemimpinan dan motivasi, maka penambahan/pengurangan variabel

tersebut akan merubah nilai koefisien determinasi (R2). Sebaliknya, apabila suatu

variabel tidak signifikan, maka penambahan/pengurangan variabel tersebut tidak

akan merubah nilai R2.

Nilai koefisien determinasi (R2) adalah 0,927, namun menurut Santosa

(2001:354) untuk yang variabel bebasnya, lebih baik digunakan adjusted R square

53
(R2 yang telah disesuaikan) yaitu sebesar 0,927. Ini berarti 92,7% proporsi

keragaman kemiskinan dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas dalam

model, sedangkan 7,3% lainnya dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain.

c. Uji t

Uji t digunakan untuk melihat pengaruh variabel secara parsial.

Dikarenakan dalam penelitian ini menggunakan dua variabel bebas, maka

hipotesis penelitian untuk uji t juga ada dua, yaitu:

1. H0 : Buta aksara secara parsial tidak berpengaruh siginifikan

terhadap kemiskinan

Ha : Buta aksara secara parsial berpengaruh signifikan

terhadap kemiskinan

2. H0 : IMR secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap

kemiskinan

Ha : IMR secara parsial berpengaruh signifikan terhadap

kemiskinan

Hasil pengujian untuk variabel kemiskinan menunjukkan nilai signifikansi

sebesar 0,000 (<0,05). Hal ini berarti H0 ditolak. Dengan kata lain, pada tingkat

kepercayaan 95 persen variabel buta aksara secara parsial berpengaruh signifikan

terhadap kemiskinan. Adapun untuk hasil pengujian variabel angka kematian bayi

(IMR) juga memberikan nilai signifikansi yang sama, yaitu 0,000. Jadi,

54
keputusannya tolak H0. Artinya, angka kematian bayi (IMR) secara parsial

berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan.

Nilai uji F yang diperoleh adalah sebesar 2.370,771 dengan signifikansi

0.000. Oleh karena probabilitas 0,000 jauh lebih kecil dari 0,05, sehingga dapat

dikatakan bahwa uji dari keseluruhan regresi baik. Kemudian melalui uji t

diperoleh angka 21,173 ; 20,705 dengan tingkat signifikansi 0,000 ; 0,000. Oleh

karena tingkat signifikansinya di bawah 0,05, memberikan arti bahwa tingkat

kemiskinan dipengaruhi oleh buta aksara dan IMR. Konstanta sebesar -8,828

menyatakan bahwa jika tidak ada variabel buta aksara dan IMR maka tingkat

kemiskinan sebesar -8,828 persen.

Kabupaten Lahat telah mencapai hasil yang memuaskan dalam

meningkatkan partisipasi di tingkat pendidikan dasar. Hanya saja, banyak anak-

anak dari keluarga miskin yang tidak dapat melanjutkan pendidikan dan terpaksa

keluar dari sekolah dasar sebelum dapat menamatkannya. Hal ini terkait erat

dengan masalah utama pendidikan di Kabupaten Lahat, yaitu buruknya kualitas

pendidikan. Pemerintah Kabupaten Lahat dapat memperbaiki kualitas pendidikan

dan mencegah terputusnya pendidikan masyarakat miskin dengan cara:

1. Membantu pengembangan manajemen dan pembiayaan pendidikan yang

bertumpu pada peran sekolah. Pemerintah Kabupaten Lahat perlu didorong

untuk menyediakan dana bagi sekolah dalam bentuk block grants. Dengan

begitu transparansi dan pengawasan masyarakat akan dapat ditingkatkan.

55
Dana sekolah tersebut harus disusun sesuai prinsip transparansi dan prosedur

yang jelas. Dengan meningkatnya akuntabilitas sekolah kepada masyarakat,

kualitas pendidikan akan dapat ditingkatkan.

2. Menyediakan dana bantuan pendidikan bagi masyarakat miskin. Dana

tersebut berasal dari pemerintah pusat yang disesuaikan dengan kebutuhan

dan rencana pengembangan pendidikan di daerah. Dana ini dapat disalurkan

dalam bentuk DAK dan ditargetkan untuk membantu sekolah yang

menyediakan pendidikan bagi masyarakat miskin serta tidak dapat memenuhi

standar yang dibutuhkan. Pemberian dana ini dapat dikaitkan dengan kondisi

perbaikan mutu dan tambahan bagi iuran sekolah.

3. Mengubah beasiswa Jaring Pengaman Sosial menjadi program beasiswa

untuk membantu siswa dari kalangan miskin dalam masa transisi dari sekolah

dasar ke sekolah lanjutan.

Di bidang kesehatan sedang mengalami krisis penyediaan fasilitas sanitasi.

Hanya kurang dari satu persen limbah rumah tangga di Kabupaten Lahat yang

menjadi bagian dari sistem pembuangan. Penyediaan fasilitas limbah lokal tidak

dibarengi dengan penyediaan fasilitas pengumpulan, pengolahan dan pembuangan

akhir. Akibatnya, penduduk miskin cenderung menggunakan air dari sungai yang

telah tercemar. Tempat tinggal mereka juga sering berada di dekat tempat

pembuangan limbah. Hal ini membuat penduduk miskin cenderung menjadi lebih

56
mudah sakit dan tidak produktif. Untuk mengatasi hal tersebut ada dua hal yang

dapat dilakukan:

1. Pada sisi permintaan, pemerintah dapat menjalankan kampanye publik untuk

meningkatkan kesadaran dalam penggunaan fasilitas sanitasi yang lebih baik.

Biaya yang diperlukan untuk kampanye tersebut tidaklah terlalu tinggi,

sementara menjanjikan hasil yang cukup baik.

2. Pada sisi penawaran, tentu saja penyediaan sanitasi harus diperbaiki. Aspek

terpenting adalah membiayai investasi di bidang sanitasi yang akan terus

meningkat. Dua pilihan yang dapat dilakukan adalah: (i) mengadakan

kesepakatan untuk membahas masalah pembiayaan fasilitas sanitasi dan (ii)

mendorong pemerintah untuk membangun fasilitas sanitasi; misalnya dengan

menyediakan DAK untuk pembiayaan sanitasi ataupun dengan menyusun

standar pelayanan minimum.

Angka kematian bayi di Kabupaten Lahat masih tergolong tinggi. Tingkat

kematian menjadi tinggi terkait dengan dua sebab. Pertama karena ibu yang

melahirkan sering terlambat dalam mencari bantuan medis. Sering terjadi juga

bantuan medis yang dibutuhkan tersebut tidak tersedia. Kedua karena kebanyakan

ibu yang melahirkan lebih memilih untuk meminta bantuan bidan tradisional

daripada fasilitas medis yang tersedia.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan pemerintah untuk menurunkan

angka kematian tersebut, yaitu:

57
1. Meluncurkan kampanye untuk meningkatkan kesadaran atas manfaat

penanganan medis professional pada saat persalinan, serta periode sebelum

dan sesudahnya.

2. Menyediakan bantuan persalinan gratis bagi penduduk miskin, baik di klinik

kesehatan maupun dengan bantuan bidan desa. Lebih jauh lagi, pemerintah

dapat menyediakan bantuan transportasi pada klinik kesehatan setempat.

Bantuan ini dapat dikelola melalui sistem kartu kesehatan yang telah ada.

3. Meningkatkan pelatihan bagi bidan desa, baik secara formal maupun dengan

melibatkan mereka pada pelayanan medis. Berbagai usaha untuk memperluas

jangkauan pelayanan bidan desa di daerah-daerah terisolir juga patut

mendapat perhatian.

Bila dilihat dari kontribusi setiap variabel, koefisien regresi buta aksara

sebesar 4,062 menyatakan bahwa setiap kenaikan tingkat buta aksara sebesar 1

persen maka akan menaikkan tingkat kemiskinan sebesar 4,062 persen, jika faktor

lainnya tetap. Dengan meningkatnya angka buta aksaramaka tingkat kemiskinan

juga akan bertambah. Sedangkan koefisien regresi IMR sebesar 0,501 menyatakan

bahwa setiap kenaikan angka IMR sebesar 1 persen akan meningkatkan

pendapatan sebesar 0,501 persen. Hal ini menggambarkan tingkat kelayakan

hidup dan angka harapan hidup masyarakat.

Namun, di samping variabel-variabel yang telah disebutkan terdahulu atas

yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan, masih ada faktor lainnya,

diantaranya adalah tingkat pendidikan kepala keluarga. Dengan tingkat

58
pendidikan yang rendah, mereka hanya mampu bekerja pada sector-sektor

informal dengan pendapatan yang rendah pula. Dengan pendapatan yang rendah,

mereka tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup layak

dan menciptakan lingkungan yang sehat terutama masalah perumahan dan

sanitasi.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan hasil analisis yang telah dilakukan pada bab-bab

sebelumnya, kesimpulan sebagai berikut :

1. Faktor-faktor pendidikan dan kesehatan yang diteliti, semuanya

berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan.

2. Bila dilihat dari hubungan variabel, semuanya berkorelasi secara

signifikan, dimana keduanya menunjukkan tanda + (positif), berarti

semakin besar angka Buta Aksara dan IMR akan meningkatkan

Kemiskinan.

59
3. Signifikan tidaknya korelasi dua variabel bisa dilihat dari adanya tanda *

pada pasangan data, dimana semua pasangan variabel tersebut berkorelasi

secara signifikan.

4. Karena korelasi kemiskinan dan buta aksara lebih besar, maka variabel

buta aksara lebih berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan dibandingkan

variabel kematian bayi.

5.2. Saran

1. Hasil temuan empiris dalam tulisan ini memunculkan satu implikasi pokok,

yaitu pembentukan kerangka pengentasan kemiskinan di Kabupaten Lahat.

2. Walaupun obyek penelitian adalah seluruh wilayah administrasi

desa/kelurahan yang ada di Kabupaten Lahat yaitu sebanyak 376

desa/kelurahan, akan tetapi dalam penelitian ini hanya menggunakan 2

indikator yaitu pendidikan dan kesehatan. Untuk hal-hal yang lebih spesifik

dalam mendukung program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten

Lahat, perlu dilakukan kajian atau penelitian yang lebih mendalam dengan

memasukkan variabel-variabel lainnya.

3. Secara garis besar, pengentasan kemiskinan ini diaplikasikan melalui

penerapan perencanaan pembangunan daerah yang komprehensif. Secara

60
operasional perencanaan pembangunan daerah yang komprehensif dimulai

dari penentuan skala prioritas mengatasi masalah kemiskinan yang dapat

berpijak dari hasil studi ini.

4. Upaya penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk mendidik

masyarakat miskin untuk terus menerus menemukenali potensi yang

dimiliki baik individu, keluarga maupun lingkungan masyarakatnya.

Material, sumberdaya dan ketrampilan selalu diarahkan sebagai modal

dasar untuk kesejahteraan hidup.

5. Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi agar suatu negara dapat

dikatakan makmur adalah dicapainya derajat kesehatan yang tinggi sebab

salah satu faktor penentu produktivitasnya adalah kesehatan.

6. Dengan kebijakan pembangunan yang mempertimbangkan pendidikan

wanita merupakan langkah maju karena sangat sesuai dengan kenyataan

faktual yang terjadi. Hal ini dapat meningkatkan kepedulian terhadap proses

perkembangan diri anak, meningkatkan pemberantasan penyakit menular

dan imunisasi, meningkatkan pelayanan kesehatan reproduksi, dan

perbaikan gizi.

61
DAFTAR PUSTAKA

BPS, Bappenas, UNDP, (2004), Indonesia Human Development Report 2004, The
Economics of Democracy : Financing Human Development in Indonesia

Chakraborty, Lekha S, Public Expenditure and Human Development : An


Emperical Investigation, Journal of Human Development, National Institute
of public Finance and Policy, India, 2003.

Chriswardani, Suryawati : Memahami Kemiskinan secara Multi Dimensional


Universitas Diponegoro, Tahun 2005.

Damodar, Gujarati, Basic Econometrics, Bernard M. Baruch College City


University of New York, Second edition, Tahun 1988.

Danang Sunyoto, Analisis Regresi dan Korelasi Bivariat: Ringkasan dan kasus,
Hanindita Yogyakarta, Tahun 2007.

Dhliwayo, Rogers (2001), The Impact of Public Expenditure Management Under


ESAP on Basic Social Service : Health and Education, SAPRI, Zimbabwe.

Granger, 1969, Investigating Causal Relationship by econometrics Models and


Cross Spectral Method, Econometrica, Vol.37, hal 424-438

Herdiana, Sony, Potret Kemiskinan Jawa Barat, Harian umum pikiran rakyat
Februari 2005, jabar, (http://opininyasonyasgar.blogspot.com), Tahun 2006.

J.Borjas, George, Labor Economics, Harvard University, Third Edition, Tahun


2000

Jikun Huang, Determinannts of rural poverty reduction and pro-poor Economic


Growth in China,Chinese Academy of Sciences, Stanfort University

Kuncoro, Mudrajad, Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah dan Kebijakan,


Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, Yogyakarta, tahun 1997.

62
Kusumawati, Yuli, Mutalazimah, Jurnal : Hubungan Pendidikan dan
Pengetahuan Gizi Ibu dengan Berat Bayi Lahir di RSUD Dr.Moewardi
Surakarta, Tahun 2004.

Lincolin, Arsyad : Ekonomi Pembangunan, Edisike empat, Bagian Penerbit STIE


YKPN Yogyakarta, Tahun 2004.

M.Djakfar, Abdullah, Analisis Pengaruh Pengeluaran Publik Bidang Pendidikan,


Kesehatan, dan Pendapatan Perkapita Terhadap Indek Pembangunan
Manusia, Universitas Sriwijaya, Tahun 2007.

Morrisson, Christian, Health, Education and Poverty Reduction, OCED


Development Center, Tahun 2002.

Nora, Umar, Jamele, Poverty reduction and Economic Growth, Inter-American


Development Bank, Technical papers Series, Washington DC

Ridwan, Hubungan Tingkat Pendidikan, Kemiskinan dan Ketimpangan


Pendapatan : Kasus Pekerja Sektor Formal DKI Jakarta, Universitas
Sriwijaya, tahun 2005.

Royat, Sujana, Kemiskinan di Indonesia : Perkembangan Data an Informasi


Mutakhir, Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, Jakarta,
Tahun 2005.

Statistik Indonesia, data statika Indonesia, tahun 2007 ( http;/www.data-statistik


Indonesia.go.id) Tahun 2007.

Susanti, Hera, M.Ikhsan, Widyanti, Indikato-indikator makro ekonomi, Fakultas


Ekonomi Universitas Indonesia, Edisi III, Jakarta, Tahun 2007

Tambunan, Tulus : Pertumbuhan ekonomi dan Pengurangan Kemiskinan,


Tahun 2005

Todaro, Michael P, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi keenam,


penerbit Erlangga, Jakarta, Tahun 2007.

Urip, S, Data dan Informassi Kemiskinan, Badan Pusat Statistik, Tahun 2007.

63
BPS. 2000. Metodologi Penentuan Rumah Tangga Miskin 2000. Jakarta

Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek.


PT Rineka Cipta: Jakarta

Badan Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Republik Indonesia dan Lembaga


Penelitian SMERU. 2001. Paket Informasi Dasar Penanggulangan
Kemiskinan. Jakarta

Beni, Romanus. 2002. Pengentasan Kemiskinan di Era Otonomi Daerah:


Penduduk Miskin Jadi Aktor Utama.Warta Demografi Tahun ke 32 No 1,
Jakarta :LD FEUI.

BPS, Bappenas dan UNDP. Indobesia Laporan Pembangunan Manusia 2001,


Menuju Konsensus Baru: Demokrasi dan pembangunan Manusia di
Indonesia, Jakarta.

Cicih, Lilis Heri Mis. 2002. Kemiskinan dan Peningkatan Status Kesehatan
dalam Era Otonomi Daerah. Warta Demografi Tahun ke 32 No 1,
Jakarta :LD FEUI.

Djajanegara, Siti Oemijati. 2002. Pemerintah Daerah Perlu Melakukan


Pemeringkatan Penduduk Miskin. Warta Demografi Tahun ke 32.No 1.
Jakarta :LD FEUI.

Fathullah. 2002. Kemiskinan dan Solusinya di Era Otonomi Daerah. Warta


Demografi Tahun ke 32.No 1, Jakarta :LD FEUI.

Frome, Ethan. 2001. Tantangan Penanggulangan Kemiskinan Dalam Era


Otonomi Daerah Rumusan Seminar Nasional.Graha Sawala. Jakarta

Irawan, Puguh B dan Haning Romdiati. 2000. Dampak Krisis Ekonomi Terhadap
Kemiskinan dan Beberpa Implikasinya untuk Strategi Pembangunan.
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII, Jakarta: LIPI, Bappenas,
Unicef, Deptan, Depkes, dan BPS

Lembaga Demografi FEUI dan Biro Bina Pemerintahan DKI Jakarta. 1994.
Evaluasi Ciri Sosial Ekonomi Masyarakat Kumuh di DKI Jakarta. Jakarta:
LD FEUI

64
Mawardi, Sulton dan Sudarno Sumarto.2003. Kebijakan Publik yang Memihak
Orang Miskin (Fokus: Pro-Poor Budgeting). Jakarta: SMERU

Munawar, Akhmat.1999. Evaluasi Pengelompokan Wilayah Pembinaan Program


KB: Analisis Faktor Penentu Fertilitas Berdasarkan Data Publikasi SDKI
1994 dan SDKI 1997. Jakarta: Program Pascajana UI.

Piliang, Indra J. 2002. Desentralisasi: Elegi Bisu Kemiskinan?. Warta


Demografi Tahun ke 32.No 1. Jakarta :LD FEUI.

Raharto, Aswatini. Dan H. Romdiati. 2000. Identifikasi Rumah Tangga Miskin.


Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII, Jakarta: LIPI, Bappenas,
Unicef, Deptan, Depkes, dan BPS

Santoso, Singgih. 2002. Buku Latihan SPSS Statistik. Jakarta: Penerbit PT. Elex
Media Komputindo, Kelompok Gramedia, Anggota IKAPI.

65
LAMPIRAN

66
Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

MISKIN 25,1641 10,99964 376

AKSARA 4,3924 1,38358 376

IMR 32,1558 10,85505 376

Correlations

MISKIN AKSARA IMR

Pearson Correlation 1 ,918** ,903**

MISKIN Sig. (2-tailed) ,000 ,000

N 376 376 376

Pearson Correlation ,918** 1 ,807**


AKSARA Sig. (2-tailed) ,000 ,000
N 376 376 376

Pearson Correlation ,903** ,807** 1

IMR Sig. (2-tailed) ,000 ,000

N 376 376 376

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Variables Entered/Removeda

Model Variables Entered Variables Removed Method

1 IMR, AKSARAb . Enter

a. Dependent Variable: MISKIN

b. All requested variables entered.

67
Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Std. Error of the Durbin-Watson


Square Estimate

1 ,958a ,918 ,918 3,14916 2,323

a. Predictors: (Constant), IMR, AKSARA


b. Dependent Variable: MISKIN

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression 41672,924 2 20836,462 2101,040 ,000b

1 Residual 3699,121 373 9,917

Total 45372,045 375

a. Dependent Variable: MISKIN


b. Predictors: (Constant), IMR, AKSARA

Coefficientsa

Model Unstandardized Standardized t Sig. Collinearity Statistics


Coefficients Coefficients

B Std. Beta Tolerance VIF


Error

(Constant) -8,945 ,552 -16,197 ,000


1 AKSARA 4,319 ,199 ,543 21,687 ,000 ,348 2,870

IMR ,471 ,025 ,465 18,551 ,000 ,348 2,870

a. Dependent Variable: MISKIN

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 7,3071 47,6141 25,1641 10,54172 376


Residual -13,89937 16,11964 ,00000 3,14075 376
Std. Predicted Value -1,694 2,130 ,000 1,000 376
Std. Residual -4,414 5,119 ,000 ,997 376

a. Dependent Variable: MISKIN

68
69
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Angka Kemiskinan, Angka Buta
Aksara dan Angka Kematian Bayi (IMR) Dirinci Menurut Desa/Kelurahan
di Kecamatan Tanjung Sakti Pumi Tahun 2011 :

Jenis Kelamin Buta


No Desa/Kel Miskin IMR
Lk Pr Jumlah Aksara

1 TANJUNG SAKTI 585 555 1.140 19,88 1,00 14,23


2 PENANDINGAN 510 501 1.011 19,67 0,47 11,25
3 TANJUNG BULAN 380 408 788 11,31 3,12 22,51
4 PAJAR BULAN 697 675 1.372 12,46 3,50 25,14
5 NEGERI KAYA 206 212 418 23,11 3,90 30,76
6 GUNUNG KERTO 574 509 1.083 21,48 1,36 15,76
7 PULAU PANGGUNG 544 507 1.051 14,60 2,75 21,08
8 MASAM BULAU 441 412 853 13,53 4,81 43,19
9 GUNUNG AGUNG 346 307 653 12,08 1,94 20,07
10 ULAK LEBAR 305 272 577 27,14 1,71 18,97
11 PAGAR AGUNG 73 86 159 11,48 3,64 24,88
12 BENTENG 279 238 517 15,93 2,24 20,62
13 PAGAR JATI 354 356 710 16,35 0,12 10,05
14 LUBUK TABUN 339 319 658 11,99 3,83 28,68
15 LUBUK DALAM 345 314 659 11,66 3,76 26,38
16 GUNUNG KEMBANG 264 230 494 12,19 0,94 12,15
17 PULAU PANAS 287 260 547 10,37 4,56 28,68
18 SINDANG PANJANG 1.347 1.306 2.653 10,65 4,34 26,38
JUMLAH 7.876 7.467 15.343 15,32 2,67 22,28

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Angka Kemiskinan, Angka Buta


Aksara dan Angka Kematian Bayi (IMR) Dirinci Menurut Desa/Kelurahan
di Kecamatan Tanjung Sakti Pumu Tahun 2011 :

Jenis Kelamin Buta


No Desa/Kel Miskin IMR
Lk Pr Jumlah Aksara

1 KARANG AGUNG 520 511 1.031 14,25 4,18 14,45


2 GUNUNG RAYA 490 453 943 17,23 2,07 35,57
3 TALANG TINGGI 255 248 503 15,30 3,15 24,37
4 SIMPANG III PUMU 848 804 1.652 12,07 1,08 16,53
5 KEPALA SIRING 368 355 723 15,25 0,55 13,55
6 GENTING 390 372 762 19,04 3,20 24,81
7 SUBAN 509 466 975 14,93 3,58 27,44
8 MUARA CAWANG 399 429 828 17,15 3,98 33,06
9 GUNUNG AYU 434 402 836 15,05 1,44 18,06
10 UJUNG PULAU 566 514 1.080 17,37 2,83 23,38
11 TANJUNG ALAM 735 671 1.406 17,03 4,89 45,49
12 BATU RANCING 326 298 624 18,50 2,02 22,37
13 GUNUNG MERAKSA 834 708 1.542 19,07 1,79 21,27
14 KEMBANG AYUN 315 303 618 23,39 3,72 27,18
JUMLAH 6.989 6.534 13.523 13,09 2,14 19,30
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Angka Kemiskinan, Angka Buta
Aksara dan Angka Kematian Bayi (IMR) Dirinci Menurut Desa/Kelurahan
di Kecamatan Kota Agung Tahun 2011 :

No Desa/Kel Jenis Kelamin Miskin Buta IMR

70
Lk Pr Jumlah Aksara

1 BANGKE 368 292 660 24,85 3,14 31,27


2 TEBAT LANGSAT 117 103 220 32,01 1,02 20,70
3 TUNGGUL BUTE 759 759 1.518 27,48 4,73 39,33
4 TANJUNG RAMAN 98 79 177 30,66 4,66 37,03
5 GUNUNG LEWAT 58 55 113 23,26 1,84 22,80
6 SINGAPURA 438 370 808 23,14 7,00 38,72
7 KEBON JATI 149 153 302 22,20 6,78 62,40
8 BINTUHAN 81 75 156 28,31 6,54 36,87
9 MUNTAR ALAM BARU 184 164 348 23,53 4,43 21,85
10 MUNTAR ALAM LAMA 139 126 265 26,29 5,51 27,52
11 PANDAN ARANG ULU 160 142 302 23,87 3,44 19,68
12 KARANG ENDAH 189 170 359 37,20 2,91 16,70
13 LAWANG AGUNG 285 262 547 26,80 5,56 27,96
14 KOTA AGUNG 993 909 1.902 27,49 5,94 30,59
15 SUKARAME 463 452 915 23,84 6,34 36,21
16 KARANG AGUNG 232 207 439 27,20 3,80 21,21
17 SUKARAJA 165 184 349 31,49 5,19 26,53
18 GEDUNG AGUNG 269 235 504 22,00 7,25 48,64
19 MUARA GULA 167 161 328 29,84 4,38 25,52
20 TANJUNG BULAN 439 400 839 29,38 4,15 24,42
21 TANJUNG BERINGIN 165 175 340 37,44 6,08 30,33
22 PAGAR RUYUNG 422 405 827 32,40 4,68 26,07
JUMLAH 6.340 5.878 12.218 27,76 4,79 30,56

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Angka Kemiskinan, Angka Buta


Aksara dan Angka Kematian Bayi (IMR) Dirinci Menurut Desa/Kelurahan
di Kecamatan Mulak Ulu Tahun 2011 :

Jenis Kelamin Buta


No Desa/Kel Miskin IMR
Lk Pr Jumlah Aksara

1 KARANG LEBAK 180 178 358 28,27 2,58 19,53

71
2 SUKANANTI 180 172 352 28,62 6,29 38,16
3 BABATAN 157 139 296 23,88 6,22 35,86
4 SENGKUANG 100 108 208 24,30 3,40 21,63
5 PADANG MASAT 207 182 389 28,38 7,02 42,75
6 PENINDAIAN 217 178 395 27,83 6,80 66,43
7 MUARA TIGA 374 376 750 28,85 6,56 40,90
8 TEBING TINGGI 164 170 334 30,79 4,45 25,88
9 DATAR BALAM 418 373 791 31,99 5,53 31,55
10 PENGENTAAN 260 254 514 24,06 3,46 23,71
11 LESUNG BATU 281 294 575 20,21 2,93 20,73
12 AIR PUAR 546 512 1.058 22,70 5,58 31,99
13 PAJAR BULAN 504 470 974 25,26 5,96 34,62
14 MENGKENANG 699 646 1.345 21,65 6,36 40,24
15 LAWANG AGUNG MULAK 1.063 988 2.051 27,18 3,82 25,24
16 DURIAN DANGKAL 436 402 838 26,23 5,21 30,56
17 PENANDINGAN 371 308 679 26,62 7,27 52,67
18 TALANG PADANG 135 121 256 27,49 4,40 29,55
19 LUBUK DENDAN 250 224 474 30,71 4,17 28,45
20 GERAMAT 571 535 1.106 29,42 6,10 34,36
21 JADIAN BARU 260 240 500 25,83 4,70 30,10
22 JADIAN LAMA 211 173 384 29,87 2,58 19,53
23 TALANG BERANGIN 157 136 293 19,98 6,29 38,16
24 PADANG BINDU 218 225 443 26,03 6,22 35,86
25 KEBAN AGUNG 543 484 1.027 24,46 3,40 21,63
26 DANAU BELIDANG 243 213 456 27,36 7,02 42,75
JUMLAH 8.745 8.101 16.846 26,46 5,17 33,19

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Angka Kemiskinan, Angka Buta


Aksara dan Angka Kematian Bayi (IMR) Dirinci Menurut Desa/Kelurahan
di Kecamatan Tanjung Tebat Tahun 2011 :

Jenis Kelamin Buta


No Desa/Kel Miskin IMR
Lk Pr Jumlah Aksara

1 TANJUNG MENANG 216 204 420 39,39 7,19 70,77


2 MUARA DANAU 335 320 655 30,32 6,95 45,24
3 TANJUNG RAYA 273 252 525 31,31 4,84 30,22
4 TALANG JAWA 261 275 536 32,94 5,92 35,89
5 TANJUNG KURUNG ILIR 391 371 762 38,63 3,85 28,05
6 TANJUNG KURUNG ULU 351 305 656 37,41 3,32 25,07
7 TANJUNG BARU 191 201 392 27,48 5,97 36,33

72
8 TANJUNG NIBUNG 166 187 353 31,92 6,35 38,96
9 TANJUNG BAY 313 295 608 34,34 6,75 44,58
10 AIR DINGIN LAMA 276 213 489 44,29 4,21 29,58
11 PADANG PERIGI 240 197 437 25,80 5,60 34,90
12 AIR DINGIN BARU 108 108 216 39,36 7,66 57,01
13 TANJUNG TEBAT 267 250 517 26,52 4,79 33,89
14 PANDAN ARANG ILIR 684 627 1.311 32,22 4,56 32,79
JUMLAH 4.072 3.805 7.877 33,71 5,57 38,81

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Angka Kemiskinan, Angka Buta


Aksara dan Angka Kematian Bayi (IMR) Dirinci Menurut Desa/Kelurahan
di Kecamatan Pulau Pinang Tahun 2011 :

Jenis Kelamin Buta


No Desa/Kel Miskin IMR
Lk Pr Jumlah Aksara

1 TANJUNG MULAK 364 343 707 7,91 5,31 32,93


2 PULAU PINANG 337 333 670 10,24 3,91 28,67
3 LUBUK SEPANG 400 339 739 7,34 1,79 18,10
4 TANJUNG SIRIH 448 444 892 14,03 5,50 36,73
5 TALANG SEJEMPUT 652 630 1.282 11,04 5,43 34,43
6 MUARA CAWANG 254 226 480 7,75 2,61 20,20
7 TALANG SAWAH 376 303 679 18,56 6,23 41,32
8 KERUNG 380 334 714 20,36 6,01 65,00
9 PERIGI 141 131 272 10,61 5,77 39,47
10 KARANG DALAM 409 388 797 6,91 3,66 24,45
11 PAGAR BATU 294 265 559 8,63 4,74 30,12
12 KUBA 417 418 835 7,88 2,67 22,28
13 JATI 747 715 1.462 3,90 2,14 19,30
14 MUARA SIBAN 564 562 1.126 9,33 4,79 30,56
JUMLAH 5.783 5.431 11.214 18,94 3,03 23,81

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Angka Kemiskinan, Angka Buta


Aksara dan Angka Kematian Bayi (IMR) Dirinci Menurut Desa/Kelurahan
di Kecamatan Pagar Gunung Tahun 2011 :

Jenis Kelamin Buta


No Desa/Kel Miskin IMR
Lk Pr Jumlah Aksara

1 KEDATON 442 426 868 24,42 6,37 37,14


2 TANJUNG AGUNG 610 602 1.212 24,05 6,77 42,76
3 PAGAR AGUNG 67 60 127 32,11 4,23 27,76
4 MUARA DUA 169 160 329 28,99 5,62 33,08
5 PENANTIAN 279 278 557 27,06 7,68 55,19
6 MERINDU 157 153 310 27,09 4,81 32,07
7 GERMIDAR ULU 232 209 441 29,20 4,58 30,97
8 GERMIDAR ILIR 177 187 364 30,66 6,51 36,88
9 RIMBA SUJUD 153 145 298 27,94 5,11 32,62
10 PAGAR ALAM 140 121 261 25,61 2,99 22,05
11 PADANG PAGUN 613 544 1.157 22,82 6,70 40,68
12 KUPANG 258 236 494 25,23 6,63 38,38
13 DANAU 194 168 362 27,80 3,81 24,15

73
14 SIRING AGUNG 236 216 452 23,74 7,43 45,27
15 BATU RUSA 222 196 418 23,10 7,21 68,95
16 KARANG AGUNG 427 448 875 26,68 6,97 43,42
17 SAWAH DARAT 160 153 313 27,33 4,86 28,40
18 AIR LINGKAR 504 456 960 28,01 5,94 34,07
19 LESUNG BATU 694 656 1.350 25,49 3,87 26,23
20 BANDUNG AGUNG 301 287 588 22,79 3,34 23,25
JUMLAH 6.035 5.701 11.736 21,02 4,42 29,13

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Angka Kemiskinan, Angka Buta


Aksara dan Angka Kematian Bayi (IMR) Dirinci Menurut Desa/Kelurahan
di Kecamatan Gumay Ulu Tahun 2011 :

Jenis Kelamin Buta


No Desa/Kel Miskin IMR
Lk Pr Jumlah Aksara

1 SP.II UPT PADANG


46,06 6,70 49,45
MUARADUA 225 194 419
2 RINDU HATI 689 545 1.234 49,29 7,08 52,08
3 LUBUK SELO 498 431 929 45,80 7,48 57,70
4 SUMBER KARYA 367 337 704 55,80 4,94 42,70
5 SINJAR BULAN 159 129 288 49,38 6,33 48,02
6 PADANG GUMAY 179 137 316 47,31 8,39 70,13
7 TANJUNG AUR 138 118 256 46,72 5,52 47,01
8 TANJUNG RAJA 215 185 400 49,50 5,29 45,91
9 TINGGI HARI 79 77 156 43,90 7,22 51,82
10 SIMPUR 190 194 384 45,62 5,82 47,56
JUMLAH 2.739 2.347 5.086 47,90 6,48 51,24

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Angka Kemiskinan, Angka Buta


Aksara dan Angka Kematian Bayi (IMR) Dirinci Menurut Desa/Kelurahan
di Kecamatan Jarai Tahun 2011 :

Jenis Kelamin Buta


No Desa/Kel Miskin IMR
Lk Pr Jumlah Aksara

1 MANGUN SARI 907 792 1.699 20,72 1,97 21,46


2 PAGAR DEWA 400 373 773 14,99 5,68 40,09
3 SERAMBI 526 463 989 16,20 5,61 37,79
4 SUKANANTI 380 377 757 21,48 2,79 23,56
5 TANJUNG MENANG 582 509 1.091 17,16 6,41 44,68
6 LUBUK SAWUNG 385 368 753 16,94 6,19 68,36
7 GUNUNG KAYA 264 256 520 15,20 5,95 42,83
8 GUNUNG MEGANG 203 213 416 21,51 3,84 27,81
9 KARANG TANDING 304 286 590 17,56 4,92 33,48
10 JARAI 809 800 1.609 16,54 2,85 25,64
11 MUARATAWI 223 213 436 17,89 2,32 22,66
12 AROMANTAI 508 507 1.015 18,75 4,97 33,92
13 JEMARING 312 286 598 17,07 5,35 36,55
14 PAMAH SALAK 402 398 800 13,17 5,75 42,17
15 PELAJARAN 291 284 575 13,91 3,21 27,17
16 NANTIGIRI 672 630 1.302 12,48 4,60 32,49
17 KEDATON 153 155 308 30,89 6,66 54,60
18 BANDARAJI 625 576 1.201 19,43 3,79 31,48

74
19 TERTAP 534 539 1.073 15,38 3,56 30,38
20 PENANTIAN 888 791 1.679 21,52 5,49 36,29
21 SADAN 754 674 1.428 16,00 4,09 32,03
JUMLAH 10.122 9.490 19.612 17,85 3,61 28,12

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Angka Kemiskinan, Angka Buta


Aksara dan Angka Kematian Bayi (IMR) Dirinci Menurut Desa/Kelurahan
di Kecamatan Pajar Bulan Tahun 2011 :

Jenis Kelamin Buta


No Desa/Kel Miskin IMR
Lk Pr Jumlah Aksara

1 RAMBAI KACA 878 875 1.753 4,56 1,79 18,10


2 KAPITAN 190 182 372 4,12 5,50 36,73
3 SUKAMERINDU 198 195 393 4,30 5,43 34,43
4 GUNUNG LIWAT 272 269 541 3,13 2,61 20,20
5 KARANG CAYA 527 545 1.072 5,02 6,23 41,32
6 GURU AGUNG 574 553 1.127 6,16 6,01 65,00
7 ACEH 350 314 664 9,82 5,77 39,47
8 KOTA RAYA DARAT 276 262 538 9,85 3,66 24,45
9 PAJAR TINGGI 251 211 462 12,17 4,74 30,12
10 TALANG PADANG TINGGI 266 236 502 4,35 2,67 22,28
11 TALANG PAGAR AGUNG 218 179 397 8,94 2,14 19,30
12 TALANG BARU 191 147 338 7,95 4,79 30,56
13 TALANG TANGSI 94 90 184 5,08 5,17 33,19
14 TALANG MENGKENIANG 135 107 242 1,54 5,57 38,81
15 KOTA RAYA LEMBAK 375 366 741 5,29 3,03 23,81
16 SUMUR 304 333 637 7,04 4,42 29,13
17 BANTUNAN 357 349 706 5,00 6,48 51,24
18 PAJAR BULAN 540 527 1.067 3,54 3,61 28,12
19 PULAU PANGGUNG 550 499 1.049 3,00 3,38 27,02
20 SUKABUMI 132 121 253 5,97 5,31 32,93
21 ULAK BANDUNG 384 354 738 17,24 3,91 28,67
22 PULAU 220 204 424 5,00 1,79 18,10
23 BENUA RAJA 472 474 946 3,95 5,50 36,73

75
24 TONGKOK 525 535 1.060 3,72 5,43 34,43
25 GELUNG SAKTI 120 117 237 6,90 2,61 20,20
26 JENTIAN 304 284 588 3,11 6,23 41,32
27 TANJUNG AGUNG 283 258 541 2,68 6,01 65,00
28 SUKARAJA 452 429 881 2,53 5,77 39,47
29 TANJUNG RAYA 172 162 334 4,40 3,66 24,45
30 PAGAR KAYA 262 236 498 7,75 4,74 30,12
JUMLAH 9.872 9.413 19.285 17,33 3,38 27,02

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Angka Kemiskinan, Angka Buta


Aksara dan Angka Kematian Bayi (IMR) Dirinci Menurut Desa/Kelurahan
di Kecamatan Muara Payang Tahun 2011 :

Jenis Kelamin Buta


No Desa/Kel Miskin IMR
Lk Pr Jumlah Aksara

1 BANDU AGUNG 920 852 1.772 29,00 4,01 27,06


2 MUARA JAUH 927 873 1.800 32,27 3,48 24,08
3 LAWANG AGUNG BARU 738 675 1.413 31,08 6,13 35,34
4 LAWANG AGUNG LAMA 453 393 846 32,43 6,51 37,97
5 TALANG TINGGI 250 230 480 26,15 6,91 43,59
6 MUARA GELUMPAI 476 394 870 30,29 4,37 28,59
7 MUARA PAYANG 698 629 1.327 32,39 5,76 33,91
JUMLAH 4.462 4.046 8.508 30,52 5,31 32,93

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Angka Kemiskinan, Angka Buta


Aksara dan Angka Kematian Bayi (IMR) Dirinci Menurut Desa/Kelurahan
di Kecamatan Kikim Barat Tahun 2011 :

Jenis Kelamin Buta


No Desa/Kel Miskin IMR
Lk Pr Jumlah Aksara

1 DARMA RAHARJA 393 356 749 22,65 5,93 47,18


2 SUKA BAKTI 226 193 419 18,78 3,06 24,06
3 SIDOMAKMUR 830 773 1.603 18,21 2,83 22,96
4 SAUNG NAGA 323 323 646 19,54 4,76 28,87
5 PENANTIAN 229 236 465 16,40 3,36 24,61
6 SINGAPURA 353 346 699 26,14 1,24 14,04
7 BABAT BARU 273 256 529 22,18 4,95 32,67
8 ULAK BANDUNG 364 375 739 16,08 4,88 30,37
9 JAJARAN BARU 324 319 643 18,41 2,06 16,14
10 WONOREJO 523 520 1.043 13,46 5,68 37,26
11 SUKA MERINDU 537 524 1.061 20,46 5,46 60,94

76
12 JAJARAN LAMA 329 291 620 33,58 5,22 35,41
13 LUBUK SEKETI 267 246 513 20,96 3,11 20,39
14 SUKARAMI 253 256 509 13,98 4,19 26,06
15 PURWO REJO 289 270 559 17,86 2,12 18,22
16 BANDARJAYA 441 382 823 16,70 1,59 15,24
17 WANARAYA 953 861 1.814 17,24 4,24 26,50
18 PURNAMASARI 507 468 975 15,55 4,62 29,13
19 MEKAR JAYA 299 263 562 17,74 5,02 34,75
JUMLAH 7.713 7.258 14.971 19,26 3,91 28,67

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Angka Kemiskinan, Angka Buta


Aksara dan Angka Kematian Bayi (IMR) Dirinci Menurut Desa/Kelurahan
di Kecamatan Kikim Timur Tahun 2011 :

Jenis Kelamin Buta


No Desa/Kel Miskin IMR
Lk Pr Jumlah Aksara

1 LUBUK NAMBULAN 514 532 1.046 20,38 0,53 10,86


2 GELUMBANG 278 275 553 17,98 1,92 16,18
3 GUNUNG AJI 432 406 838 12,78 3,98 38,29
4 BINJAI 178 192 370 10,12 1,11 15,17
5 SENDAWAR 169 150 319 9,72 0,88 14,07
6 GUNUNG KEMBANG 438 433 871 12,24 2,81 19,98
7 BUNGA MAS 1.305 1.302 2.607 10,96 1,41 15,72
8 LUBUK LAYANG ILIR 231 238 469 10,12 -0,71 5,15
9 LUBUK LAYANG ULU 273 272 545 9,65 3,00 23,78
10 MUARA DANAU 208 225 433 10,44 2,93 21,48
11 PADURAKSA 424 443 867 8,13 0,11 7,25
12 GUNUNG KARTO 496 460 956 14,07 3,73 28,37
13 KARANG ENDAH 235 233 468 7,46 3,51 52,05
14 PETIKAL BARU 212 191 403 12,15 3,27 26,52
15 TANDA RAJA 449 470 919 12,02 1,16 11,50
16 PETIKAL LAMA 462 441 903 11,35 2,24 17,17
17 MUARA EMPAYANG 145 159 304 10,18 0,17 9,33
18 LUBUK KUTA 217 199 416 12,55 -0,36 6,35
19 SERONGGO 412 417 829 10,06 2,29 17,61
20 GEDUNG AGUNG 153 158 311 6,97 2,67 20,24
21 LUBUK TAMPANG 289 272 561 9,62 3,07 25,86
22 CECAR 797 795 1.592 14,65 0,53 10,86
23 DATAR SERDANG 206 196 402 5,77 1,92 16,18
24 BATU URIP 245 237 482 9,74 3,98 38,29
25 TANJUNG BINDU 191 206 397 9,07 1,11 15,17
26 BABAT LAMA 122 102 224 7,62 0,88 14,07
27 LINGGAR JAYA 603 576 1.179 11,65 2,81 19,98
28 MARGA MULIA 946 899 1.845 7,41 1,41 15,72
29 KENCANA SARI 485 446 931 7,37 -0,71 5,15
30 PURWA RAJA 896 847 1.743 7,12 3,00 23,78
31 CEMPAKA SAKTI 688 630 1.318 7,47 2,93 21,48
32 SUKOHARJO 694 642 1.336 6,87 0,11 7,25
JUMLAH 13.393 13.044 26.437 9,79 1,79 18,10

77
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Angka Kemiskinan, Angka Buta
Aksara dan Angka Kematian Bayi (IMR) Dirinci Menurut Desa/Kelurahan
di Kecamatan Kikim Selatan Tahun 2011 :

Jenis Kelamin Buta


No Desa/Kel Miskin IMR
Lk Pr Jumlah Aksara

1 KEBAN AGUNG SP I 145 131 276 15,20 7,23 44,79


2 PANDAN ARANG 523 463 986 30,19 7,01 68,47
3 KEBAN AGUNG 825 723 1.548 25,66 6,77 42,94
4 TANJUNG KURUNG 272 262 534 27,38 4,66 27,92
5 NANJUNGAN 573 582 1.155 28,05 5,74 33,59
6 PULAU BERINGIN 616 538 1.154 32,27 3,67 25,75
7 TANJUNG BERINGIN 695 656 1.351 30,38 3,14 22,77
8 PAGAR JATI 1.040 1.029 2.069 26,71 5,79 34,03
9 JAGABAYA 244 243 487 27,32 6,17 36,66
10 SIRAH PULAU 160 140 300 37,62 6,57 42,28
11 TANJUNG ALAM 403 392 795 23,71 4,03 27,28
12 KARANG CAHAYA 354 344 698 28,00 5,42 32,60
13 PAGARDIN 370 374 744 37,20 7,48 54,71
14 BANUAYU 615 618 1.233 20,96 4,61 31,59
15 BERINGIN JAYA 498 502 1.000 27,88 4,38 30,49
16 PADANG BINDU 171 149 320 34,77 6,31 36,40
17 LUBUK LUNGKANG 241 244 485 22,87 4,91 32,14
JUMLAH 7.745 7.390 15.135 28,01 5,50 36,73

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Angka Kemiskinan, Angka Buta


Aksara dan Angka Kematian Bayi (IMR) Dirinci Menurut Desa/Kelurahan
di Kecamatan Kikim Tengah Tahun 2011 :

Jenis Kelamin Buta


No Desa/Kel Miskin IMR
Lk Pr Jumlah Aksara

1 TANJUNG AUR 1.550 1.530 3.080 19,44 5,5 36,73


2 SUKARAJA 73 75 148 15,29 5,43 34,43
3 MASPURA 181 165 346 5,19 2,61 20,2
4 SUNGAI LARU 1.118 1.065 2.183 8,54 6,23 41,32
5 TANJUNG BARU 187 174 361 4,35 6,01 65
6 MUARA LINGSING 125 105 230 6,41 5,77 39,47
7 KEPALA SIRING 154 144 298 6,56 3,66 24,45
8 BANYUMAS 388 362 750 6,84 4,74 30,12
9 PURBAMAS 483 465 948 19,44 5,5 36,73
JUMLAH 4.259 4.085 8.344 31,21 5,43 34,43

78
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Angka Kemiskinan, Angka Buta
Aksara dan Angka Kematian Bayi (IMR) Dirinci Menurut Desa/Kelurahan
di Kecamatan Lahat Tahun 2011 :

Jenis Kelamin Buta


No Desa/Kel Miskin IMR
Lk Pr Jumlah Aksara

1 PAGAR AGUNG 3.806 3.604 7.410 5,60 0,99 11,21


2 PAGAR SARI 427 379 806 9,50 0,46 8,23
3 PAGAR NEGARA 586 591 1.177 17,92 3,11 19,49
4 KOTA BARU 2.156 2.145 4.301 11,13 3,49 22,12
5 BANDAR AGUNG 4.519 4.465 8.984 7,05 3,89 27,74
6 PASAR LAMA 5.205 5.206 10.411 9,83 1,35 12,74
7 RD PJKA LAHAT 1.534 1.554 3.088 9,77 2,74 18,06
8 GUNUNG GAJAH 2.611 2.579 5.190 7,20 4,80 40,17
9 LAHAT TENGAH 1.307 1.381 2.688 9,88 1,93 17,05
10 SUKANEGARA 887 876 1.763 7,32 1,70 15,95
11 SELAWI 1.899 1.983 3.882 5,05 3,63 21,86
12 TANJUNG PAYANG 1.252 1.304 2.556 8,69 2,23 17,60
13 PASAR BARU 1.721 1.734 3.455 6,86 0,11 7,03
14 PASAR BAWAH 1.573 1.619 3.192 11,95 3,82 25,66
15 BANJAR NEGARA 229 221 450 11,96 3,75 23,36
16 TANJUNG TEBAT 371 334 705 10,64 0,93 9,13
17 KOTA JAYA 1.474 1.479 2.953 12,89 4,55 30,25
18 KOTA NEGARA 1.267 1.270 2.537 6,26 4,33 53,93
19 RD PJKA BANDAR AGUNG 629 683 1.312 9,15 4,09 28,40
20 KARANG ANYAR 309 328 637 11,59 1,98 13,38
21 NANTAL 338 331 669 13,55 3,06 19,05
22 KARANG BARU 306 322 628 6,48 0,99 11,21
23 MANGGUL 1.856 1.809 3.665 5,14 0,46 8,23
24 ULAK LEBAR 435 403 838 5,47 3,11 19,49
25 PADANG LENGKUAS 473 455 928 7,80 3,49 22,12
26 KOTA RAYA 428 418 846 5,33 3,89 27,74
27 KEBAN 481 391 872 6,72 1,35 12,74
28 SENABING 414 334 748 8,61 2,74 18,06
29 MAKARTITAMA 759 677 1.436 7,83 4,80 40,17
30 ULAK MAS 494 459 953 5,71 1,93 17,05
31 SARI BUNGA MAS 1.192 996 2.188 7,22 1,70 15,95
32 GIRIMULIYA 532 472 1.004 5,71 3,63 21,86
33 BANDAR JAYA 4.007 4.108 8.115 5,88 2,23 17,60
34 TALANG JAWA SELATAN 4.405 4.323 8.728 10,68 0,11 7,03
35 TALANG JAWA UTARA 2.537 2.449 4.986 10,63 3,82 25,66
JUMLAH 52.419 51.682 104.101 8,66 2,61 20,20

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Angka Kemiskinan, Angka Buta


Aksara dan Angka Kematian Bayi (IMR) Dirinci Menurut Desa/Kelurahan
di Kecamatan Gumay Talang Tahun 2011 :

79
Jenis Kelamin Buta
No Desa/Kel Miskin IMR
Lk Pr Jumlah Aksara

1 SUGI WARAS 375 380 755 42,05 7,08 42,20


2 TANJUNG PERIUK 173 158 331 36,55 4,26 27,97
3 TANJUNG KARANGAN 191 186 377 39,93 7,88 49,09
4 MUARA TANDI 298 282 580 39,85 7,66 72,77
5 DARMO 314 305 619 38,40 7,42 47,24
6 ENDIKAT ILIR 360 341 701 38,29 5,31 32,22
7 TANJUNG BARU 400 351 751 47,04 6,39 37,89
8 NGALAM BARU 273 252 525 39,39 4,32 30,05
9 MANDI ANGIN 164 162 326 37,85 3,79 27,07
10 TANJUNG DALAM 220 219 439 40,11 6,44 38,33
11 TANAH PILIH 377 371 748 39,75 6,82 40,96
12 TANJUNG BERINGIN 223 203 426 39,20 7,22 46,58
13 BATAY 573 580 1.153 37,73 4,68 31,58
14 SUKARAMI 417 407 824 36,72 6,07 36,90
15 SUKA MAKMUR 740 671 1.411 37,86 8,13 59,01
JUMLAH 5.098 4.868 9.966 39,38 6,23 41,32

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Angka Kemiskinan, Angka Buta


Aksara dan Angka Kematian Bayi (IMR) Dirinci Menurut Desa/Kelurahan
di Kecamatan Pseksu Tahun 2011 :

Jenis Kelamin Buta


No Desa/Kel Miskin IMR
Lk Pr Jumlah Aksara

1 SUKAJADI 882 867 1.749 47,75 5,12 59,32


2 PENANDINGAN 236 226 462 54,12 4,89 58,22
3 TANJUNG AGUNG 219 222 441 54,48 6,82 64,13
4 TALANG TINGGI 231 228 459 49,57 5,42 59,87
5 BATU NIDING 354 352 706 57,31 3,30 49,30
6 TANJUNG RAYA 294 318 612 48,68 7,01 67,93
7 LUBUK MABAR 217 187 404 49,63 6,94 65,63
8 PAGAR AGUNG 425 424 849 46,11 4,12 51,40
9 LUBUK TUBA 139 102 241 41,45 7,74 72,52
10 LUBUK ATUNG 592 513 1.105 49,12 7,52 96,20
11 MUARA CAWANG 537 522 1.059 44,57 7,28 70,67
JUMLAH 4.126 3.961 8.087 49,34 6,01 65,00

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Angka Kemiskinan, Angka Buta


Aksara dan Angka Kematian Bayi (IMR) Dirinci Menurut Desa/Kelurahan
di Kecamatan Merapi Barat Tahun 2011 :

Jenis Kelamin Buta


No Desa/Kel Miskin IMR
Lk Pr Jumlah Aksara

1 ULAK PANDAN 1.168 1.082 2.250 28,85 5,20 33,90


2 NEGERI AGUNG 361 342 703 38,36 6,28 39,57

80
3 LEBAK BUDI 503 449 952 33,57 4,21 31,73
4 SUKA CINTA 615 537 1.152 33,08 3,68 28,75
5 GUNUNG AGUNG 690 694 1.384 28,00 6,33 40,01
6 TANJUNG PINANG 443 443 886 30,12 6,71 42,64
7 SUKA MARGA 325 326 651 27,74 7,11 48,26
8 PAYO 473 468 941 30,40 4,57 33,26
9 KARANG ENDAH 307 278 585 29,38 5,96 38,58
10 MUARA TEMIANG 392 349 741 26,17 8,02 60,69
11 LUBUK KEPAYANG 380 357 737 26,20 5,15 37,57
12 TANJUNG TELANG 463 406 869 26,47 4,92 36,47
13 KEBUR 842 840 1.682 30,42 6,85 42,38
14 TANJUNG BARU 689 516 1.205 30,96 5,45 38,12
15 MUARA MAUNG 520 510 1.030 32,53 3,33 27,55
16 TELATANG 571 550 1.121 30,84 7,04 46,18
17 MERAPI 1.059 1.109 2.168 28,83 6,97 43,88
18 PURWOSARI 420 360 780 30,15 4,15 29,65
19 KARANG REJO 158 142 300 30,50 7,77 50,77
JUMLAH 10.379 9.758 20.137 30,14 5,77 39,47

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Angka Kemiskinan, Angka Buta


Aksara dan Angka Kematian Bayi (IMR) Dirinci Menurut Desa/Kelurahan
di Kecamatan Merapi Timur Tahun 2011 :

Jenis Kelamin Buta


No Desa/Kel Miskin IMR
Lk Pr Jumlah Aksara
1 SIRAH PULAU 460 462 922 18,44 5,28 57,44
2 PRABU MENANG 627 612 1.239 21,63 5,04 14,72
3 GUNUNG KEMBANG 1.324 1.331 2.655 14,86 2,93 11,74
4 ARAHAN 1.264 1.301 2.565 15,00 4,01 23,00
5 BANJAR SARI 984 1.014 1.998 15,28 1,94 25,63
6 TANJUNG JAMBU 670 615 1.285 18,03 1,41 31,25
7 MUARA LAWAI 709 702 1.411 15,99 4,06 16,25
8 LEBUAY BANDUNG 687 672 1.359 13,86 4,44 21,57
9 NANJUNGAN 206 213 419 15,42 4,84 43,68
10 GEDUNG AGUNG 1.566 1.522 3.088 14,75 2,30 20,56
11 TANJUNG LONTAR 416 391 807 16,11 3,69 19,46
12 SENGKUANG 293 287 580 17,14 5,75 25,37
13 TRANS CEMPAKA WANGI 467 462 929 15,26 2,88 21,11
14 SPIII LEMATANG JAYA 851 664 1.515 12,38 2,65 10,54
JUMLAH 10.524 10.248 20.772 16,00 3,66 24,45
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Angka Kemiskinan, Angka Buta
Aksara dan Angka Kematian Bayi (IMR) Dirinci Menurut Desa/Kelurahan
di Kecamatan Merapi Selatan Tahun 2011 :
Jenis Kelamin Buta
No Desa/Kel Miskin IMR
Lk Pr Jumlah Aksara

1 GERAMAT 377 330 707 29,02 5,32 26,18


2 LUBUK BETUNG 804 774 1.578 18,26 3,92 23,88
3 PERANGAI 873 853 1.726 8,79 1,80 9,65
4 TANJUNG BERINGIN 369 373 742 27,01 5,51 30,77
5 SUKA MERINDU 290 273 563 30,21 5,44 54,45
6 TALANG AKAR 139 129 268 7,66 2,62 28,92
7 LUBUK PEDARA 306 306 612 38,38 6,24 13,90
8 TANJUNG MENANG 114 99 213 48,34 6,02 54,45

81
9 PADANG 537 512 1.049 29,14 5,78 28,92
JUMLAH 3.809 3.649 7.458 26,31 4,74 30,12

82

Anda mungkin juga menyukai