Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena
infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari
sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi
dengan pembentukan pus di dalam parenkim hati dan sering timbul
sebagai komplikasi dari peradangan akut saluran empedu.
Di negara-negara yang sedang berkembang, abses hati amebik
(AHA) didapatkan secara endemik dan jauh lebih sering dibandingkan
AHP. AHA ini tersebar diseluruh dunia, dan terbanyak di daerah tropis
dengan kondisi higiene/sanitasi yang kurang.
Abses hati piogenik (AHP) ini merupakan kasus yang relatif jarang,
pertama ditemukan oleh Hippocrates (400 SM), dan dipuplikasikan
pertama kali oleh Bright pada tahun 1936.

Secara epidemiologi, didapatkan 8-15 per 100.000 kasus AHP yang


memerlukan perawatan di RS, dan dari beberapa kepustakaan Barat,
didapatkan prevalensi autopsi bervariasi antara 0,29-1,47% sedangkan
prevalensi di RS antara 0,008-0,016%.

B. Tujuan
a. Tujuan Utama
Untuk memenuhi tugas stase penyakit dalam.
b. Tujuan Khusus
- Mampu melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik pada kasus abses
hati.
- Mampu mendiagnosa abses hati melalui anamnesa, dan pemeriksaan
fisik serta mampu memberikan terapi awal kepada penderita abses hati.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1
A. Definisi Abses Hati
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh
karena infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang
bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses
supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik,
sel-sel inflamasi atau sel darah didalam parenkim hati.
B. Anatomi Hepar
Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2 1,8
kg atau lebih 25% berat badan orang dewasa dan merupakan pusat
metabolisme tubuh dengan fungsi sangat kompleks yang menempati
sebagian besar kuadran kanan atas abdomen. Batas atas hati berada sejajar
dengan ruang intercostal V kanan dan batas bawah menyerong ke atas iga
IX kanan ke iga VII kiri. Hepar terbagi atas 2 lapisan utama yaitu
permukaan bawah tidak rata dan memperhatikan lekukan fisura tranfersus.
Fisura longitudinal memisahkan belahan kanan dan kiri dibagian atas hati,
selanjutnya hati dibagi lobus kanan, lobus kiri, lobus kaudata dan lobus
quadratus.
Facies diafragmatica adalah sisi hepar yang menempel di
permukaan bawah diaphragma. Berbentuk konveks. Facies diafragmatica
dibagi menjadi facies anterior, superior, posterior dan dekstra yang batasan
satu sama lainnya tidak jelas, kecuali dimana margo inferior yang tajam
terbentuk.
Facies visceralis adalah permukaan hepar yang menghadap ke
inferior, berupa struktur-struktur yang tersusun membentuk huruf H. Pada
bagian tengahnya terletak porta hepatis(hilua hepar). Sebelah kanannya
terdapat vena kava inferior dan vesika fellea. Sebelah kiri porta hepatis
yang terbentuk dari kelanjutan fissura untuk ligamentum teres.

a. Pendarahan
Pendarahan arterial dari seluruh traktus gastrointestinal dibawa
menuju ke hepar oleh vena porta hepatis cabang kiri dan kanan dalam
porta hepatis. Cabang kanan melintas diposterior duktus hepatis dan di
hepar menjadi medial dan lateral. Arteri hepatika merupakan cabang dari

2
truncus coeliacus dan memberikan pasokan darah sebanyak 20% darah ke
hepar.
Aliran darah dari seluruh traktus gastrointestinal dibawa menuju ke
hepar oleh vena porta hepatis cabang kiri dan kanan. Vena ini mengandung
darah yang berisi produk-produk digestif dan dimetabolisme hepar.
Cabang dari vena ini berjalan diantara lobulus dan berakhir di sinusoid.
Darah meninggalkan hepar melalui vena sentralis dari setiap lobulus yang
mengalir melalui vena hepatica.
b. Persarafan
Nervus simpatiku dari ganglion seliakus, berjalan bersama
pembuluh darah pada ligamen hepatogastrika dan masuk porta hepatis.
Nervus vagus dari trunkus sinistra yang mencapai porta hepatis menyusuri
kurvatura minor dalam omentum.

Gambar 1. Pendarahan hepar

C. Epidemiologi
Di negara- negara yang sedang berkembang, abses hati amuba
(AHA) didapatkan secara endemik dan jauh lebih sering dibangdingkan
abses hati piogenik (AHP). AHA ini tersebar diseluruh dunia,, dan
terbanyak di daerah tropis dengan kondisi higiene/ sanitasi yang kurang.
Secara epidemiologi, didapatkan 8 dari 15 per 100.000 kasus AHP
yang memerlukan perawatan di rumah sakit, dan dari beberapa
kepustakaan Barat didapatkan prevalensi autopsi bervariasi antara 0,29

3
1,47% sedangkan prevalensi di rumah sakit antara 0,008 0,016%. AHP
lebih sering terjadi pada pria dibandingkan perempuan, dengan rentan usia
berkisar lebih dari 40 tahun, dengan insiden puncak pada dekade ke-6.
D. Patogenesis Abses Hati
Hati adalah organ yang paling sering untuk terjadinya abses. Dari
suatu studi di Amerika, didapatkan 13% dari 48% abses viseral. Abses hati
ini dapat berbentuk soliter ataupun multipel. Hal ini dapat terjadi dari
penyebaran hematogen maupun secara langsung dari tempat terjadinya
infeksi didalam rongga peritoneum.
Hati menerima darah secara sistemik maupun melalui siskulasi
vena portal, hal ini memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena paparan
bakteri yang berulang, tetapi dengan adanya sel kuppfer yang membatasi
sinusoid hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut.
Adanya penyakit sistem biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran
empedu akan menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri. Adanya tekan
dan distensi kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari vena portal
dan limfatik akan terbentuk formasi abses fileflebitis. Mikroabses yang
terbentuk akan menyebar secara hematogen sehingga terjadi bakteremia
sistemik. Penetrasi akibat trauma tusuk akan menyebabkan inokulasi
bakteri pada parenkim hati sehingga terjadi AHP.
Penetrasi akibat trauma tumpul menyebabkan nekrotis hati,
perdarahan intrahepatik dan terjadi kebocoran saluran empedu sehingga
terjadi kerusakan dari kanalikuli. Kerusakan kanalikuli menyebabkan
masuknya bakteri ke hati dan terjadi pertumbuhan bakteri dengan proses
supurasi dan pembentukan pus. Lobus kanan menerima darah dari arteri
mesenterika superior dan vena portal sedangkan lobus kiri menerima darah
dari arteri mesenterika inferior dan aliran limfatik.

4
Gambar 2. Patogenesis abses hati
E. Klasifikasi Abses Hati
Abses hati terbagi 2 sebaca umum, yaitu abses hati amebik (AHA)
dan abses hati piogenik (AHP).
1. Abses Hati Piogenik (AHP)
AHP dikenal juga sebagai hepatic abscess, bacterial liver abscess,
bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic abscess. AHP ini
merupakan kasus yang relatif jarang. Pertama ditemukan oleh
Hippocrates (400 SM), dan dipublikasikan pertama kali oleh Bright
pada tahun 1936.

Etiologi
Penyebab utama AHP adalah bakteri Escheriachis coli. Namun
dapat juga disebabkan oleh jenis bakteri lain, seperti
Enterobacteriaceae, Microaerophilic steptococci, Anaerobic
streptococci, Klebsiella pneumoniae, Bacteriodes, Fusobacterium,
Staphylococcus aureus, Staphylococcus milleri, Candida albicans,
Aspergillus, Actinomyces, Eikenella corrodens, Yelsinia enterolitica,
Salmonella typhi, Brucella melitensis, dan fungal.
Pada era pre antibiotik, AHP terjadi akibat komplikasi
appendisitis bersamaan dengan fileplebitis. Bakteri patogen melalui
arteri hepatika atau melalui sirkulasi vena porta masuk ke dalam hati,
sehingga terjadi bekterimia sistemik, ataupun menyebabkan
komplikasi infeksi intra abdominal seperti divertikulitis, peritonitis
dan infeksi post operasi.
Pada saat ini, karna pemakaian antibiotik yang adekuat sehingga
AHP yang disebabkan oleh peritonitis sudah hampir jarang ditemukan.

5
Saat ini, terdapat peningkatan insidensi AHP akibat komplikasi dari
sistem biliaris, yaitu langsung dari kandung empedu atau melalui
saluran- saluran empedu seperti kolengitis dan kolesistitis.
Peningkatan insidensi AHP akibat komplikasi dari sistem biliaris yang
disebabkan karena semakin tinggi umur harapan hidup dan semakin
banyak orang lanjut usia yang dikenai penyakit sistem biliar ini. Juga
AHP disebabkan akibat truma tusuk atau tumpul. Dan kriptogenik.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis AHP biasanya lebih berat daripada abses hati
amebik. Dicurigai adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinik
klasik berupa nnyeri spontan peruk kanan atas, yang ditandai dengan
jalan membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan
diatasnya. Demam/ panas tinggi merupakan keluhan paling utama.
Keluhan lain berupa nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, dan
disertai dengan keadaan syok.
Setelah era pemakaian antibiotik yang adekuat, gejala dan
manifestasi klinis AHP adalah malaise, demam yang tidak terlalu
tinggi dan nyeri tumpul pada abdomen yang menghebat dengan
adanya pergerakan. Apabila AHP letaknya berdekatan dengan
diafragma, maka akan terjadi iritasi diafragma sehingga terjadi nyeri
pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektasi.
Gejala lainnya adalah rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu
makan, terjadi penurunan berat badan yang unintentional, kelemahan
badan, ikterus, buang air besar bewarna seperti kapur, dan buang air
kecil bewarna gelap
.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksanaan fisik yang didapatkan febris yang summer- summer
hingga demam/ panas tinggi. Pada palpasi terdapat hepatomegali dan
nyeri tekan pada hepar yang diperberat dengan adanya pergerakan
abdomen. Splenomegali didapatkan apabila AHP telah menjadi
kronik. Selain itu, bisa didapatkan asites, ikterus, serta tanda- tanda
hipertensi portal.

6
2. Abses Hepar Amebik (AHA)

Abses hepar amebik adalah suatu keadaan patologis yang terjadi


pada hepar yang berisi jaringan nekrotik yang timbul dalam jaringan
hati akibat infeksi amuba.

Di negara - negara yang sedang berkembang, AHA didapatkan


secara endemik dan jauh lebih sering dibandingkan AHP.

Gambar 3. Abses hati amebik

Etiologi
Penyebab utama AHA adalah Entamoeba histolytica dan
merupakan komplikasi ekstraintestinal dari Entamoeba histoiytica
yang dapat menimbulkan pus dalam hati.
Entamoeba histolytica adalah protozoa usus kelas Rhizopoda yang
bergerak dengan psoudopodi atau kaki semu. Terdapat 3 bentuk
parasit, yaitu bentuk tropozoa, bentuk kista dan bentuk prakista.
Protozoa adalah bentuk yang aktif bergerak dan bersifat invasif, dapat
tumbuh dan berkembang biak, aktif mencari makanan, dan mampu
memasuki organ dan jaringan.
Bentuk kista Entamoeba histolytica bulat dengan dinding kista dari
hialin,, tidak aktif bergerak. Kista yang berukuran < 10 mikron disebut

7
Entamoeba hastamani yang ditemukan di dalam tinja, tidak patogenn
untuk manusia. Kista yang sudah matang mepunyai 4 inti dan
merupakan bentuk infektif yang dapat ditularkan pada manusia, dan
tahan terhadap asam lambung.

Manifestasi Klinis
Nyeri perut kanan atas
Demam
Malaise
Mual, muntah
Kadang disertai nyeri pleura
Ada riwayat diare berlendir beberapa bulan atau beberapa tahun
yang lalu
Penderita cenderung membungkuk dan menahan gerakan
hipokondrium kanan.

Gambar 4. Gejala khas pada abses hati


Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan suhu tubuh umumnya ditemukan demam. Pada
mata ditemukan konjungtiva palpebra inferior pucat. Selain itu juga di
dapatkan sklera ikterik akibat abses yang multiple ataupun abses yang
meluas sehingga menekan duktus biliaris.
Pada pemeriksaan thorax dapat dijumpai peningkatan batas paru
hati relatif/ absolut tanpa peranjakan. Selain itu, suara pernafasan
dapat melemah pada lapangan paru kanan bawah. Dari pemeriksaan
abdomen ditemukan hepatomegali yang nyeri tekan. Hepar memiliki
tepi yang reguler dengan permukaan licin dan teraba adanya fluktuasi.
Selain itu juga, dapat dilakukan dilakukan pemeriksaan Ludwig
sihn, yaitu menekan sela iga ke-6 setentang linea axilaris anterior.

8
Apabila terdapat nyeri tekan, maka menguatkan dugaan abses hati.
Nyeri tekan di kuadrak kanan atas umumnya dijumpai. Nyeri tekan
ada regio epigastrium menggambarkan kemungkinan abses di lobus
kiri dan keadaan ini harus diwaspadai oleh karena cendrung
disebabkan oleh efusi perikardium. Nyeri tekan yang menjalar ke
lumbal kanan di duga letak abses di postoinferior lobus kanan hati.
Apabila terdapat akut abdomen dan bising usus menghilang maka
diperlukan kemungkinan perforasi ke peritonium.

F. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leokositosis yang tinggi
dengan pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan laju endap darah,
peningkatan alkali fosfatase, peningkatan enzim transaminase dan serum
bilirubin, berkurangnya peningkatan konsentrasi albumin serum dan waktu
protrombin yang memanjang menunjukkan bahwa terdapat kegagalan
fungsi hati yang disebabkan AHP. Tes serologi digunakan untuk
menyingkirkan diagnosis banding. Kultur darah yang memperlihatkan
bakteri penyebab menjadi standar emas untuk menegakkan diagnosa
secara mikrobiologi.
Pada pemeriksaan foto thoraks dan foto polos abdomen ditemukan
diafragma kanan meninggi, efusi pleura, atelektasis basiler, empiema atau
abses paru. Selain itu juga dapat dilakukan USG abdomen, CT scan
abdomen, MRI abdomen, hitung darah lengkap, biopsi hati, tes fungsi hati,
dan uji serologi amuba.

9
Gambar 5. Pemeriksaan penunjang abses hati

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dengan menggunakan antibiotika, pada terapi


awal digunakan penisilin. Selanjutnya dikombinasikan antara ampisilin,
aminoglikosida atau sefalosporin generasi III dan klindamisisn atau
metronidazol. Jika dalam waktu 48-72 jam, belum ada perbaikan klinis dan
laboratoris, maka antibiotika yang digunakan diganti dengan antibiotika
yang sesuai dengan hasil kultur sensitivitas aspirat abses hati. Pengobatan
setelah parenteral selama 10-14 hari dan kemudian dilanjutkan kembali
hingga 6 minggu kemudian.
Penatalaksanaan AHP secara konvensional adalah dengan drainase
terbuka secara operasi dan antibiotik spektrum luas oleh karena bakteri
penyebab abses terdapat di dalam cairan abses yang sulit dijangkau dengan
antibiotika tunggal tanpa aspirasi cairan abses. Penatalaksanan saat ini,
adalah dengan menggunakan drainase perkutaneus abses intraabdominal
dengan tuntunan abdomen ultrasound atau tomografi komputer,
komplikasi yang bisa terjadi adalah perdarahan, perforasi organ
intraabdominal, infeksi ataupun terjadi kesalahan dalam penempatan
kateter untuk drainase, kadang-kadang pada AHP mutipel diperlukan
reseksi hati.
Pengelolaan dengan kompresi saluran biliaris dilakukan jika terjadi
obstruksi sistem biliaris yaitu dengan rute transhepatik atau dengan
melakukan endoskopi.

10
H. Komplikasi
Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan penyakit yang
berat, seperti septikamia/bakterimia dengan mortalitas 85%, ruptur abses
hati disertai peritonitis generalisata dengan mortalitas 6-7%, kelainan
pleuropulmonal, gagal hati, perdarahan kedalam rongga abses, hemobilia,
empiema, fistula hepatobronkial, ruptur kedalam perikard atau
retroperitonium.
Sesudah mendapat terapi, sering terjadi diatesis hemoragik, infeksi
luka, abses rekuren, perdarahan sekunder dan terjadi rekurensi atau
reaktifitasi abses.
I. Prognosis
Metalitas AHP yang diobati dengan antibiotika yang sesuai
bakterial penyebab dan dilakukan drainase adalah 10-16%. Prognosis yang
buruk apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika hasil
kultur darah yang memperlihatkan bakterial penyebab multipel, tidak
dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi
pleural atau adanya penyakit lain.

11
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. A
Umur : 54 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Bukittinggi
Agama : Islam
No. RM :-
Tanggal Masuk : 18 Februari 2017

3.2 ANAMNESIS
Seorang pasien, laki-laki 54 tahun masuk ke bangsal interne pria pada
tanggal 18 Februari 2017 jam 00:00 WIB dengan
Keluhan Utama :
Nyeri perut kanan atas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Nyeri perut kanan atas yang dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk
Rumah Sakit. Nyeri tidak menjalar dan hilang timbul. Nyeri berkurang
dengan beristirahat dan meningkat dengan beraktifitas.
- Demam sejak 15 hari sebelum masuk rumah sakit .Demam dirasakan
hilang timbul disertai dengan rasa menggigil dan berkeringat.
- Badan dirasakan letih dan nafsu makan menurun.
- BAB cair tidak berampas sejak 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit.
BAB berwarna kuning dan tidak berdarah.
- Mual (-), muntah (-).
- BAK berwarna seperti teh pekat, sakit berkemih (-).

Riwayat Penyakit Dahulu:


- Riwayat hipertensi disangkal.
- Riwayat DM disangkal
- Riwayat penyakit jantung, hepar, dan ginjal disangkal

12
- Riwayat asma disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga:


- Riwayat hipertensi disangkal.
- Riwayat DM disangkal
- Riwayat penyakit jantung, dan ginjal disangkal
- Riwayat asma disangkal

3.3 PEMERIKSAAN FISIK


I. Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis Cooperatif
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Irama : teratur (reguler)
Nafas : 22x/menit
Suhu : 38,2o C
Berat Badan : 62 kg
Tinggi Badan : 165 cm
IMT : 62/1,652 =22,8 (Normal)
Turgor kulit : Baik

II. Status Lokalisata


a. Kepala : normochepal, rambut hitam beruban, tidak mudah tercabut
Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+), pupil
isokor (+/+), reflek cahaya (+/+)
Telinga: nyeri tekan procecus mastoideus (-/-),nyeri ketok (-/-),
serumen (+/+)
Hidung: polip (-/-), septum deviasi (-), sekret (-/-)
Mulut :Sianosis (-), kandidiasis oral (+), caries (+), gigi geligi
tidak lengkap, tonsil(T1-T1)
b. Leher
JVP : 5 - 2 cmH2O
Bising Karotis : (-)
Kelenjar Getah Bening : tidak teraba pembesaran KGB
Kelenjar Tiroid : tidak teraba pembesaran kelenjar
tiroid
Deviasi Trakea : tidak terdapat deviasi trakea
c. Thorak

Paru
Inspeksi : Statis : Simetris kiri dan kanan

13
Dinamis : pergerakan dinding dada sama kiri
dan kanan
Sikatrik (-), spider navy (-), ginekomastia (-)
Palpasi : fremitus kanan lebih lemah dari kiri
Perkusi : sonor dikedua lapang paru, redup di basal paru
kanan.
Auskultasi : suara nafas bronkovesikular, hilang pada basal
paru kanan, ronki (-/-),wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi :
Atas : RIC III Sinistra
Kiri : 1 jari medial linea midclavikula sinistra RIC VI
Kanan : Linea sternalis dextra
Auskultasi : Irama reguler, gallop (-), murmur (-)
M1>M2 ; A2>P2
d. Abdomen
Inspeksi : Perut agak membuncit, makula hiperpigmentasi
(+), ikterik(-), skar (-), sikatrik (-), spider navy (-); venektasi (-).

Palpasi : Teraba hepar 3 jari dibawah arcus costarum,


konsistensi kenyal, permukaan rata, tepi tumpul,
nyeri tekan (+) dan teraba hepar 2 jari dibawah
proccesus cipoideus.

Perkusi : thympani, asites (-) shiffting dullness (-).

Auskultasi : bising usus (+) normal.

e. Pelvis : tidak ditemukan kelainan


f. Genitalia : tidak ditemukan kelainan
g. Ekstremitas :

14

Inspeksi : edema , palmar eritema (-/-), makula

+ +

hiperpigmentasi ++


Palpasi : pitting edema , clubbing finger

+ +
555 /555
, akral hangat ++ , kekuatan otot

555 /555

3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Laboratorium
Tanggal 17-02-2017 27-02-2017 Satuan Nilai normal
Lab. Darah
Hb 12,2 12,0 g/dl 13-16 g/dl
Ht 35,4 35,5 % 40-48 %
Leukosit 15,64 7,62 103/UL 5-10 103/UL
Trombosit 423 481 103/UL 150-400 103/UL

Kimia klinik
CKMB
Creat 1,02 mg/dl 0,8-1,3

15
Glukosa 122 mg/dl 74-126
Urea 26 mg/dl 15-43
ALT 73 U/L 0-41
AST 64 U/L 0-37
c-chol --201
c-hdl 30-37
c-ldl 0-130
Trigliserida 74-106
UA mg/dl 3.5-7.2
Urea 15-43

Kimia Klinik 2
K 3,64 mEq/l 9-11
Na 129,0 mEq/l 135-147
Cl 99,2 mEq/l 100-106
LED 102 mEq/l <10
Urinalisa
Protein -
PH 6,0
Leukosit +2
Darah Samar +2
HbASc -
Bili D mg/dl
Bili T mg/dl

2. Rontgen Foto Thorax

16
Gambar 6. Gambaran efusi pleura pada thorax
3. Pemeriksaan EKG

Gambar 7. EKG

3.5 Diagnosa
Diagnosis Primer : Abses hati amebik
Diagnosis Sekunder : Efusi pleura
Diagnosis Banding : Hepatoma
3.6 Penatalaksanaan
1. Nonfarmako terapi
- Tirah baring
- IVFD asering : aminofusin, 2:1 20 tetes/ menit.
- Diet TKTP
2. Farmako terapi
- Metronidazol 3x100 ml
- Curcuma 2x200 mg
- Ranitidin 1 x 2 (IV)
- Ceftriaxon 2 x 2 (IV)
- Paracetamol 3 x 500 mg (PO)
3.7 Rencana pemeriksaan
- CT scan abdomen
- Kultur feses
- Fungsi hati
- Uji serologi - imunologi
- HBSAg

17
3.8 Prognosis
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

3.9 FOLLOW UP
Hari/tanggal Perkembangan Terapi
Jumat 24 / 02 S/-Nyeri perut kanan atas (+) P/
2017 -Badan terasa lemas - Curcuma 2x 200 mg
-Demam (-) - Ranitidin 1x2 inj
-BAK berwarna kuning pekat - Ceftriaxon 2x2 inj
-BAB sudah 5 hari (-)
-Nafsu makan

O/ KU KES TD N P T
Sedang CMC 90/70 80 20 36.9

A/ Abses hati amebik


Efusi pleura
Sabtu 25 / 02 S/ P/
2017 - Nyeri perut kanan atas (+) -IVFD
-Badan terasa lemas Metronidazole
-Demam (+) 3x100 ml
-BAK berwarna kuning pekat - Curcuma 2x 200 mg
-BAB sudah 6 hari (-) -Paracetamol
-Nafsu makan 3x500mg
- Ranitidin 1x2 inj
O/ KU KES TD N P T - Ceftriaxon 2x2 inj
Sedang CMC 100/80 73 21 37.9

A/ Perbaikan

18
Minggu 26 / 02 S/ -Badan terasa lemas - Curcuma 2x 200 mg
2017 - Nyeri perut kanan atas berkurang - Ranitidin 1x2 inj
-Demam (-) - Ceftriaxon 2x2 inj
-BAK berwarna kuning pekat
-BAB sudah 7 hari (-)
-Nafsu makan (+)

O / KU KES TD N P T
Sedang CMC 100/70 83 20 36.7

A/ Perbaikan

Senin 27 / 02 S/-Badan terasa lemas P/


2017 - Nyeri perut kanan atas berkurang - Curcuma 2x 200 mg
-Demam (-) - Ranitidin 1x2 inj
-BAK berwarna kuning pekat - Ceftriaxon 2x2 inj
-BAB sudah 8 hari (-)
-Nafsu makan

O/ KU KES TD N P T
Sedang CMC 120/80 75 20 36.5

A/ Perbaikan

19
ANALISIS KASUS

Pasien laki-laki usia 54 tahun datang ke Rumah Sakit dengan


keluhan nyeri perut kanan atas sejak sejak 1 hari sebelum masuk Rumah
Sakit. Nyeri tidak menjalar dan hilang timbul. Nyeri berkurang bila
istirahat dan meningkat bila beristirahat. Demam sejak 15 hari sebelum
masuk Rumah Sakit dengan disertai rasa menggigil dan berkeringat.
Pasien juga mencret sejak 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit dan
berwarna kuning dan tidak berdarah.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan kelainan pada pasien berupa
konjungtiva anemis, sklera ikterik, dan pada pemeriksaan paru ditemukan
fremitus kanan melemah, redup dibasal paru dan suara hilang pada basal
paru kanan. Pada abdomen terlihat perut agak membuncit, makula
hiperpigmentasi yang tersebar diseluruh permukaan permukaan perut.
Pada palpasi ditemukan hepar teraba 3 jari dibawah arcus costarum
dengan konsistensi kenyal, permukaan rata, tepi tumpul dan nyeri tekan.
Untuk menunjang diagnosa dapat dilakukan pemeriksaan
laboratorium, USG abdomen, CT Scan abdomen, rontgen foto thorax dan
pengambilan sampel abses. Dari pemeriksaan hasil pungsi abses hati

20
didapatkan cairan berwarna tengguli yang menandakan abses pada hepar
disebabkan oleh amuba.
Terapi yang diberikan adalah metronidazol infus 3x100 ml,
ceftriaxon 2x2 vial (IV), ranitidin 1x2 ampul (IV), paracetamol 3x500
mg (PO) dan curcuma 2x200 mg (PO).

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena
infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari
sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi
dengan pembentukan pus yang terdiri jaringan hati nekrotik, sel-sel
inflamasi atau sel darah didalam parenkim hati.
2. Dari kasus di atas dapat disimpulkan bahwa diagnosa dari pasien A adalah
abses hepar amebik yang dapat dibuktikan dari anamnesa, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang seperti USG abdomen dan pungsi hepar
dengan hasil warna tengguli pada cairan abses yang menandakan abses
hepar disebabkan oleh amuba.

B. Saran

Edukasi dini tentang penyakit hati sangat bermanfaat bagi


masyarakat sebagai langkah awal dalam pencegahan atau pengobatan dini
terhadap penyakit hati.

21
DAFTAR PUSTAKA

Baron, D.N. 1990. Kapita Selekta Patologi Klinik. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Mubin, Halim A. 2007. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan
Terapi. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Safar, Rosdiana. 2010. Parasitologi Kedokteran: Protozoologi, Entemologi, dan


Helmintologi. Bandung: CV Yrama Widya.

Sudoyo, Ayu W, Bambang Setiyahardi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti


Setiati. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilis I, Edisi V. Jakarta:
InternaPubishing.

22

Anda mungkin juga menyukai