OLEH
RIZKA DAMAYANTI
PEMBIMBING
1
BAB I
PENDAHULUAN
Diare didefinisikan sebagai buang air besar yang tidak berbentuk atau
dalam konsistensi cair dengan frekuensi yang meningkat, umumnya frekwensi > 3
kali/ hari, atau dengan perkiraan volume tinja > 200 gr/hari. Durasi diare sangat
menentukan diagnosis, diare akut jika durasinya kurang dari 2 minggu, diare
persistent jika durasinya antara 2-4 minggu, dan diare kronis jika durasi lebih dari
4 minggu.1,2,3
Biasanya ringan dan sembuh sendiri, tetapi diantaranya ada yang berkembang
umum.1,2,3
Di seluruh dunia lebih dari 1 milyar penduduk mengalami satu atau lebih
episode diare akut pertahun. Di USA 100 juta orang mengalami episode diare akut
pertahun. Statistik populasi untuk kejadian diare kronis belum pasti, kemungkinan
berkaitan dengan variasi definisi dan sistem pelaporan, tetapi frekuensinya juga
Barat, frekwensinya berkisar antara 4-5%. Pada populasi usia tua, termasuk pasien
dengan gangguan motilitas, didapatkan prevalensi yang jauh lebih tinggi yaitu 7-
14%.2,3
Diare akut jelas masalahnya baik dari segi patofisiologi maupun terapi.
Hal ini berbeda dengan diare kronis yang diagnosis maupun terapinya lebih rumit
dari diare akut. Bahkan dilaporkan sekitar 20% diare kronik tetap tidak dapat
1
diketahui penyebabnya walaupun telah dilakukan pemeriksaan intensif selama 2-6
tahun. Diare kronik bukan suatu kesatuan penyakit, melainkan suatu sindrom yang
pemeriksaan yang harus dikerjakan maka dibuat tinjauan pustaka ini untuk dapat
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Diare yaitu buang air besar dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair,
kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya yaitu lebih dari 200 gram atau 200
ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi yaitu buang air besar encer
lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer atau air ini dapat atau tanpa
Diare kronik yaitu diare lebih dari 4 minggu. Batasan waktu ini penting
akut yang sudah jelas permasalahannya, diare kronik lebih rumit dalam
angka morbiditas diare kronik di antara semua pasien diare yang dirawat di
diare kronik dan banyaknya pemeriksaan yang harus dilakukan, sangat penting
3
B. ETIOLOGI
Etiologi diare kronik sangat beragam dan tidak selalu hanya disebabkan
kelainan pada usus. Kelainan yang dapat menimbulkan diare kronis antara lain
kelainan usus, kelainan hati, kelainan pancreas, endokrin, dan lain-lain. Walaupun
kronik tidak diketahui etiologinya. Di negara maju, sindrom usus iritatif dan
penyebab utama diare kronik. Di negara berkembang infeksi dan parasit masih
C. KLASIFIKASI
yaitu (1) diare osmotik, (2) diare sekretorik, (3) eksudasi, (4) gangguan motilitas.
Pembagian diare kronis berdasarkan etiologi infeksi atau tidak, diare kronik dapat
dibagi atas infektif dan non-infektif. Berdasarkan ada tidaknya kelainan organik,
karbohidrat, sorbitol, manitol, laktulosa atau ion divalen seperti magnesium, sulfat
/ pospat. Osmolalitas bahan tersebut tinggi sehingga menarik air dan Na dari
plasma agar terjadi isotonik, sedangkan epitel ileum dan colon tidak mampu
mengabsorbsi kembali sehingga terjadi diare osmotik. Diare jenis ini akan
ileum dan hambatan absorbsi, diare jenis ini akan berlanjut walaupun puasa 24-
48 jam. Penyebab diare sekretorik antara lain infeksi (vibrio cholera, E colli,
4
(Ellison Zollinger Syndrom), Laxan, malabsorbsi bile acid, dan malabsorbsi
ulserasi, yang ditandai dengan diare bercampur mukosa, darah dan pus. Penyebab
diare jenis ini antara lain infeksi (shigela, salmonela, campylobacter, yersinia,
peningkatan motilitas kolon pada IBS, dan disfungsi sphinter anal. 1,3,5
menjadi diare organik atau fungsional. Jika pemeriksaan awal belum dapat
1. ANAMNESIS
a) Waktu dan frekuensi diare, misalnya lama diare kurang dari 3 bulan,
5
mengarah ke penyakit IBS; dan diare dengan riwayat bepergian pada turis
ileosekal; diare seperi air kemungkinan kelainan dari usus halus; diare
atau kiri bawah menunjukkan kelainan usus besar; nyeri yang terus
giardiasis.
d) Demam, sering menyertai infeksi atau keganasan.
e) Mual muntah, sering pada infeksi.
f) Penurunan berat badan dengan riwayat dehirasi / hipokalemia
6
yang disertai kembung, flatus, kram menunjukkan gangguan absorbsi
sindroma usus iritatif; selain itu alkohol juga merupakan penyebab diare;
riwayat atopi.
i) Lain-lain, diare terutama pagi hari disertai keluhan nyeri perut, nyeri di
daerah anus setelah defikasi, mual, sendawa menunjukkan IBS; diare post
absorbsi bile acid / berkurangnya pool bile acid, atau bakteri overgrowth;
diare post reseksi yang lebih pendek pada ileum terminal menunjukkan
gangguan absorbsi bile acid yang sering terjadi setelah makan dan
siklus bile acid enterohepatik, dan malabsorbsi bile acid; diare setelah
inflamasi usus nonspesifik, diare berupa cair yang sangat hebat tanpa
2. PEMERIKSAAN FISIK
Malabsorbsi protein dapat tidak terlihat secara klinis kecuali jika berat sekali.
7
Pada IBS keluhan tidak sesuai dengan keadaan umum yang biasanya baik.
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
2 bagian yaitu evaluasi rawat jalan dan evaluasi rawat inap. Evaluasi rawat
inap diperlukan karena banyak kasus yang tidak dapat terdiagnosis dengan
pewarnaan gram dan kultur tinja. Diare cair/air atau berdarah disertai
8
menunjukkan IBD atau factitious. Tidak ada satu pun pemeriksaan yang
2) Pemeriksaan darah
adanya inflamasi atau infeksi di usus. LED yang tinggi, kadar Hb dan
vitamin B12 karena gangguan absorbsi. Kadar asam folat yang rendah
3) Pemeriksaan urine
4) Pemeriksaan Endoskopi
(sebelum barium dan tanpa persiapan) untuk menilai sigmoid dan kolon
9
desenden. Biopsi kolon distal dapat mendiagnosis colitis mikroskopis,
lain.2,6
adanya mukus berlebihan dan spasme sigmoid pada IBS, dan mukosa
laparotomi.
- Enteroskopi untuk menilai usus kecil setelah pemeriksaan barium
5) Pemeriksaan Radiologi
pankreas dan dilatasi colon; colon in loop untuk melihat kelainan colon dan
10
ileum terminal tatapi pada polip kecil, keganasan dini dan kolitis tanpa
ulkus tidak dapat terdiagnosis; Barium Upper GI, juga dapat menilai usus
maligna dan TBC usus, keganasan colon yang besar. Bila dengan USG
Pemeriksaan radiologi lanjutan lain seperti Barium follow through dan atau
Dikerjakan bila ada kecurigaan kelainan ileum dan jejunum, seperti Chrohn
6) Pemeriksaan Malabsorbsi
D-Xylose ,untuk menilai integritas dan fungsi absorbsi usus halus. D-xilose
ginjal. Cara pemeriksaan test ini yaitu penderita menelan 25 gram D-xilosa,
kemudian diukur ekskresi dalam urine selama 5 jam. Normal didapatkan > 4
11
dilatasi, perubahan waktu transit. Juga dapat terlihat enteritis radiasi,
limfoma, sprue, crohn, reseksi usus dan divertikulosis usus kecil multipel.1,3
- Test nafas hidrogen, dengan meminum laktose 25-50 gram dalam 200-
500 cc air setelah puasa malam, kemudian diukur ekspirasi akhir nafas
dengan interval 15-30 menit selama 3 jam, hasil dikatakan positif bila
laktose oral,
- Pemeriksaan Fungsi Pankreas meliputi1,2
Test sekretin-kolesistokinin untuk menilai fungsi pankreas pada
keduanya.
Test bentitomide / NBT-PABA (N-benzoyl-L-tyrozyl-p-aminobenzoid
12
dibandingkan dalam juice duodenal, yang digunakan untuk
antibiotika.
Pemeriksaan struktur Pankreas
a) ERCP, merupakan gold standard untuk mendiagnosis pankreatitis
curiga keganasan.
b) MRCP, juga efektif untuk mendeteksi penyakit pankreatitis kronis
menerima iodium.
- Te HMPAO (Technetium Hexamethyl Propyleneamine Oxime),
terminal. Untuk absorbsi asam lemak dan kolesterol oleh ileum terminal
secara aktif diperlukan bile acid. Penderita diperiksa dengan cara menelan
13
asam taurocholis (sintesis asam empedu terkonjugasi), kemudian setelah 7
malabsorbsi) bila didapatkan konsentrasi < 15%. BAM sering terjadi pada
cholestyramin).
- Test OCTT (orocaecal transit time), dengan
Scintigraphy radionucleotida, menggunakan solid (telur / roti) /
111
cairan yang dilabel dengan technetium atau Indium diethylene
- Petanda tumor (CEA dan CA 19-9), untuk keganasan pankreas dan kolon.
- Hormon Serum seperti gastrin dan VIP (vasoactive intestinal peptide).
mencapai 1000 pg/ml; Jika diare > 1L/hari terutama jika hipokalemia,
lain, pasien diberikan diet seperti biasa, lalu diukur berat tinja 24 jam (jika >
14
0,5 kg mengarah ke kelainan organik, jika < 0,2 kg berarti tidak diare / IBS /
penyakit rektum). Evaluasi selanjutnya puasa 72 jam, lalu dihitung berat tinja
24 jam untuk membedakan sekretorik atau osmotik. Pada diare osmotik, diare
dimakan / laksan / karbohidrat yang tidak dapat diabsorbsi, asam empedu atau
dignostik selama rawat jalan, pengukuran berat dan volume tinja pada diet
osmotic gap
- Hari kedua -keempat, puasa 72 jam dengan hidrasi intravena, berat tinja
dipantau 24 jam tiap hari, jika diare berhenti total dalam 24 jam, puasa
dihentikan, jika diare berkurang tapi berlangsung terus dengan tinja > 200
dalam 24 jam, dilakukan monitor rerata berat tinja dan kadar lemak tinja
E. PENGOBATAN
dilakukan terapi kuratif, seperti reseksi pada karsinoma kolorektal. Pada penyakit
15
sulfamethoxazole dan ampisilin juga berhasil memberikan perbaikan. Pada diare
meliputi eleminasi laktose dari diet pada diare karena defisiensi laktase,
eliminasi gluten pada celiac sprue, adsorvent agent seperti cholestiramin pada
hipersekresi lambung pada kasus gastrinoma, dan substitusi enzim pankreas pada
Pemilihan obat berdasarkan beratnya gejala dan efek samping obat. Terapi berupa
IBD. Demikian pula antibodi monoklonal terhadap TNF (tumor necrosis factor)
dan beberapa sitokin imflamasi. Pada beberapa studi, tacrolimus juga bermanfaat
dalam pengobatan IBD. Tropical sprue, yang ditandai gejala malabsorpsi pada
penduduk daerah tropis atau pengunjung daerah tropis, dengan dugaan penyebab
16
memberikan perbaikan gejala, walaupun kadang-kadang masih membutuhkan
dapat diketahui, terapi dilakukan secara empiris. Pada diare cair yang ringan-
sedang dapat
diberikan golongan opiat ringan seperti diphenoksilat atau loperamide. Agen anti
lemak.1,4,7
17
BAB III
KESIMPULAN
yang ringan, namun dapat pula berkembang menjadi situasi yang mengancam
nyawa. Diare kronis dikatakan apabila durasi diare lebih dari 4 minggu. Diare
kronis sangat berbeda dengan diare akut, dalam hal etiologi, patofisiologi dan
pendekatan terapi, dan hal ini sering merupakan masalah dalam penanganannya.
Diare kronis dapat terjadi pada berbagai kondisi dasar, tidak hanya merupakan
mungkin bersifat kuratif, supresif atau hanya terapi empiris, tergantung etiologi
vitamin.
18
DAFTAR PUSTAKA
FKUI,Jakarta.PP.179-191.
2. Donowitz M (1995). Evaluation of Patients with Chronic Diarrhea.N Engl
J Med.332(11),7.
3. G.C. Cook. (2003) Problem Gastroenterologi Daerah Tropis. Editor: Ivo
Denpasar
5. Avunduk C (2002). Diarrhea. In:Manual of
193.
6. Thomas PD(2003).Guideline for the investigation of chronic
diarrhoea.Gut.52(5),1.
7. Davey, Patrick. At a Glance Medicine. Erlangga Medical Series
8. Stein JH (2001). Penyakit Gastrointestinsl, Hati, dan Pankreas.Panduan
EGC, Jakarta.PP.257-265.
9. Jones AC (2004).Management of infectious Diarrhea. Gut.53(1).296.
19