Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) atau chronic obstructie airway


disease (COAD) adalah istilah yang saling menggantikan. Gangguan progresit lambat kronis
ditandai oleh obstruksi saluran pernafasan yang menetap atau sedikit reversibel, tidak seperti
obstruksi saluran pernafasan reversibel pada asma.
PPOK merupakan masalah kesehatan utama di masyarakat yang menyebabkan 26.000
kematian/tahun di Inggris. Prevalesinya adalah 600.000. Angka ini lebih tinggi di negara
maju, daerah perkotaan, kelompok masyarakat menengah ke bawah, dan pada manula. The
Asia Pacific CPOD Roundtable Groupmemperkirakan jumlah penderita PPOK sedang berat
di negara-negara Asia Pasific mencapai 56,6 juta penderita dengan angka pravalensi 6,3
persen merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak menular yang telah menjadi
masalah kesehatan masyarakat Indonesia, hal ini disebabkan oleh meningkatnya usia harapan
hidup dan semakin tingginya pajanan faktor resiko seperti faktor pejamu yang di duga
berhubungan dengan kejadian PPOK semakin banyaknya jumlah perokok kususnya pada
kelompok usia muda, serta pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan dan
di tempat kerja Data badan kesehatan dunia ( WHO ) menunjukkan bahwa pada tahun 1990
PPOK menempati urutan ke 6 sebagai penyebab utama kematian di dunia sedangkan pada
tahun 2002 telah menempati urutan ke 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker. Di
America Serikat di butuhkan dana sekitar 32 juta US$ dalam setahun dalam menanggulangi
penyakit ini ,dengan jumlah pasien sebanyak 16 juta orang dan lebih dari 100 ribu orang
meninggal.
Hasil survey penyakit tidak menular oleh direktorat jenderal PPM dan Pl di 5 rumah
sakit provinsi di Indonesia (jawa barat, jawa tengah, jawa timur, lampung dan sumatra
selatan) pada tahun 2004 , menunjukkan PPOK menempati urutan pertama penyumbang
angka kesakitan (35%), diikuti asma brokial (33%), kangker paru (30%) dan lainya (2%)
(depkes RI2004). Oleh karena itu penulis menulis makalah yang berjudul Asuhan
keperawtan PPOK diharapkan dengan makalah ini penulis dan pembaca dapat mengetahui
tentang penyakit PPOK, sehingga dapat memberikan pelayanan yang optimal bagi pasien
PPOK dan meningkatkan partisipasi (kemandirian) masyarakat dalam pencegahan PPOK
ANATOMI

1. Anatomi Sistem Respirasi Bagian Bawah


Terdiri dari :
1. Trachea
2. Pulmo
3. Bronchus
4.Innervasi& Vascularisasi

Otot-otot yang berperan pada Sistem Respirasi


Otot dada :
Dibedakan atas otot ekstrinsik dan otot Instrinsik :
1. Otot Ekstrinsik
- M. Pectoralis major
- M. Pectoralis minor
- M.Sternocleidomastoideus ( M. Sternomastoideus )
- M. Scalenus anterior, medius dan posterior

2. Otot Intrinsik
Ada 3 lapis yang kalau dilihat dari sebelah depan dada:
a. Lapisan luar : arah serabut ototnya dari arah Caudomedial
b. Lapis tengah : arah serabut otot caudolateral
c. Lapisan paling dalam : arah serabut otot melintang

Otot-Ototnya adalah :
1. M. intercostalis externus ( lapis Luar ) berfungsi untuk : inspirasi
2. M. Intercostalis internus ( lapis tengah ) yg dibedakan pula
berdasarkan letaknya:
- antar tulang iga, fungsi : ekspirasi
- antar iga rawan, fungsi : inspirasi
3. M. Transversus Thoracis (m. ternocostalis ) paling dalam fungsi :
ekspirasi

Diaphragma thoracis di bagi atas tiga bagian :

- Pars sternalis : origo pros. Xyphoideus dan bagian bawah sternum

- Pars costalis : origo iga-iga yang membentuk margo costalis

- Pars lumbalis : origo corpus vertebra lumbalis 1 3

Semuanya ke Centrum Tendineum sebagai insertionya yang


membentuk kubah. Kubah kanan & kiri tidak sama tinggi karena pada
yang kanan lebih tinggi, o.k ada hepar di bawahnya. Sehingga agak
menjorok ke bagian thorax. Sebelah kiri agak menjorok ke bagian
abdomen oleh karena adanya jantung.
Pars lumbalis diaphragmatica terbentuk dalam 3 crura :

1. Crus mediale
Saling bersilangan kiri dan kanan membentuk Hiatus Aorticus
dimana Hiatus ini dilewati oleh aorta dan ductus thoracicus.
2. Crus intermedius
Membentuk celah dengan crus mediale yang ditembus oleh Nn.
Splanichi major et minor; v. azygos dikanan, dan v. hemia- zygos
kiri.
3. Crus laterale
Membentuk celah dengan crus intermedius dia ditembus oleh
Truncus Sympathicus.

Pada pars lumbalis diaphragmatica, sebagai lanjutan dari ketiga crura


diatas, ada persilangan otot kanan dan otot kiri sehingga terbentuk
sebuah lobang diatas kiri dari hiatus aorticus bersifat tendo, lobang
tersebut adalah Foramen Oesophagus yang dilewati oleh Oesophagus
dan N. Vagus. Dimana N. Vagus kanan menembusnya di depan
oesophagus sedang N. Vagus kiri menembusnya dibelakang
oesophagus.

Hiatus Aorticus setinggi V.Th ke XII, sedang Foramen Oesophagus


terletak setinggi V. Thoracis ke 10.

Pada centrum tendineum terdapat juga lobang yaitu Foramen Vena


Cavae, yang ditembus oleh Vena Cava Inferior, cabang dari N.
Phrenicus kanan, sedang N. Phrenicus kiri dan cabang lain dari N.
phrenicus kanan menembus diaphragma secara sendiri-sendiri.

Diaphragma thoracis terutama disarafi oleh N. Phrenicus disamping itu


juga mendapat saraf dari :

- rami ventralis thoracalis bagian bawah

- rami ventralis lumbalis bagian atas

- saraf sensorik dari Nn. Intercostalis

Bila diaphragma melakukan kontraksi menyebabkan diaphragma


menjadi mendatar, akibatnya volume cavum thorax bertambah, ini
berfungsi untuk inspirasi. Sewaktu berkontraksi foramen Oesophagus
yang bersifat otot, akan menutup dan menyempitnya oesphagus. Tapi
pada Hiatus Aorticus karena bersifat tendo akan tetap terbuka
sehingga aorta tetap terbuka.

Garis garis khayal/orientasi pada dinding thorax


Pada dinding ventral thorax kita dapat membuat garis khayal dari
cranial kekaudal yang fungsi dapat sebagai patokan dalam membuat
proyeksi dari alat-alat dalam cavum thorax, garis khayal atau garis
orientasi ini adalah sebagai berikut :

3 4 2 1 3 5

1. Linea mediana: garis khayal melalui tengah sternum, disebut juga


linea midsternalis.
2. Linea sternalis : garis khayal yang sejajar dengan linea mediana
berjalan sepanjang tepi sternum.
3. Linea Midclavicularis : garis khayal yang sejajar dengan linea
sternalis terletak pada pertengahan clavicula.
4. Linea para sternalis : Garis khayal yang terdapat antara linea
midclavicularis dan linea sternalis.
5. Linea Axillaris anterior : Garis khayal yang sejajar dengan linea
midclavicularis, setinggi lipatan ketiak depan.
6. Linea Axillaris Posterior : Garis khayal yang sejajar dengan linea
axillaris anterior pada lipatan ketiak belakang.
7. Linea Axillrais media : antara linea axillaris anterior dan linea
axillaris posterior

8. Linea scapularis : garis vertikal dibelakang dinding dada melalui


angulus scapule

Pernafasan Costal

Otot yang berkerja :

M. intercostalis externus dan


M. intercostalis internus pars cartilaginis

Perubahan yang terjadi :

Diameter rongga dada akan lebih besar dalam arah lintang, karena iga-
iga tertarik keatas dan kedepan, sementara angulus sternalis berubah
menjadi 160. Sebagai akibatnya tekanan intrathoracal dan
intrapulmonal turun antara 4 cm HO sampai antara 5 dan 10 cm
HO, sehingga volume arus (tidal volume ) adalah 0.5 0.6 L.

Dengan volume arus 0.5 L tiap kali bernafas dan frekuensi bernafas 14
kali permenit, maka paru akan mendapat udara 7.0 L per menit.

Inspirasi Costal terpaksa :

Otot yang berkerja selain yang bekerja pada inspirasi normal juga di
bantu oleh :

M. pectoralis major
M. Sternomastoideus
Mm. Scaleni

Perubahan yang terjadi :

Inspirasi terpaksa dilakukan kalau diperlukan tambahan udara,


tambahan udara tersebut adalah volume cadangan inspirasi yang
besarnya 3 L. Hal ini baru terjadi pada pernafasan yang melebihi dari
70 100 kali per menit ( pada penyakit asma )

Ekspirasi costal normal :

Tidak memerlukan kerja otot tapi efek dari elastisitas dari iga rawan
yang disebut sebagai Daya balik elastis ekstrinsik

sedang elastis dari paru disebut sebagai daya balik elastis instrinsik.

Daya balik elastis ekstrinsik akan berkurang karena faktor umur,


sedangkan Daya balik elastis intrinsik akan berkurang bila paru
mengalami kelainan seperti empisema.

Ekspirasi costal terpaksa :

Diperlukan kerja otot terutama M. intercostalis externus, dimana kalau


berkontraksi akan menyebabkan berkurang diameter rongga dada
dalam arah melintang dan depan belakang, sehingga tekanan
intrathoracal menjadi bertambah misal ; waktu bersin

Mekanisme ekspirasi costal terpaksa menghasilkan volume cadangan


ekspirasi 1,2 L.

Mediastinum terbagi atas dua bidang imajiner yaitu:

1. Mediastinum superior
2. Mediastinum inferior
Mediastinum inferior terbagi oleh adanya jantung dan selubungnya
yaitu pericardium terdiri atas:

- Mediastinum media : dimana adanya jantung dan pericardium


(selubung jantung).

- Mediastinum anterior : antara sternum dan Mediastinum media

- Mediastinum posterior : antara vertebra thoracalis dengan


Mediastinum media

Isi Mediastinum secara skematis adalah sebagai berikut :

1. Mediastinum Anterior :

- Bagian bawah gld. Thymus

- Ligamentum sternopericardiale dan jaringan ikat

2. Mediastinum Media :

- Jantung dengan selubungnya pericardium

- Nn. Phrenicus

- radix pulmonis

3. Mediastinum Superior :

- Bagian atas gld thymus

- Arcus aortae dengan cabangnya

- Trachea dan bronchus primarius

- Oesophagus

- Vena cava superior dengan cabang-cabangnya

- Serabut otonom untuk jantung dan paru

4. Mediastinum posterior :

- Oesophagus

- Aorta thoracalis

- Ductus thoracicus

- Vena cava inferior

- Vena azygos dan vena hemi azygos


- Truncus sympathicus

- N. Vagus

Paru

Sebagian besar dari tractus respiratorius

Terdapat di dalam thorax, tractus tersebut terdiri atas :

- Trachea - Ductus alveolaris

- Bronchus - Sacculus alveolaris

- Bronchiolus - Alveolus

- Bronchiolus respiratorius

Pembagian segmen pulmo

Pulmo Lobus Segmen apical


Dexter superior Segmen posterior
10 3 Segmen anterior
Lobus Segmen lateral
medius Segmen medial
2

Lobus Segmen apical


inferior Segmen mediobasalis
5 Segmen anterobasalis
Segmen laterobasalis
Segmen posterobasalis

Pulmo Sinister Lobus Segmen apicoposterior


8 superior Segmen anterior
4

Segmen lingualis sup


Segmen lingualis inf

Lobus Segmen apical


inferior Segmen antero-mediobasalis
4 Segmen laterobasalis
Segmen posterobasalis

Persyarafan paru

Serabut afferent & efferent visceralis berasal dari :

1. Tractus symphaticus (terutama dari Th. 3 5 )


2. Serabut parasymphatis yang berasal dari n. vagus.

Serabut symphatis
Truncus symphatis kanan dan kiri akan memberikan cabang-cabang
yang membentuk plexus pulmonalis anterior dan posterior yang
terletak di depan dan belakang dari bronchus primarius.
Serabut symphatis efferent berfungsi untuk:
- relaksasi tunica muscularis bronchi
- menghambat sekresi kelenjar mucosa bronchus
Serabut parasympahtis
N. vagus kiri dan kanan juga memberikan cabang-cabang yang ikut
membentuk plexus pulmonalis anterior dan posterior.
Serabut efferent parasymphatis berfungsi:
- Kontraksi tunica muscularis bronchi
- Ekresi kelenjar mucosa bronchi.
Trachea :
Suatu pipa yang berjalan dari cranial ke caudal, ia bercabang pada
bifurcatio trachea menjadi dua bronchus primaries (principalis),
setinggi pertengahan angulus atau dibelakang setinggi V. Th. 4 dengan
V. Th. 5.

Dibentuk oleh cartilago & jaringan ikat

Tepi caudal cartilago cricoidea (setinggi VC -6) tepi cranial V Th- 5

Td 20 cincin cartilago, bentuk huruf U, membuka ke dorsal

Lumen selalu terbuka

Pada bifurcatio terdapat CARINA

Terletak di linea mediana kecuali bagian caudal terdesak ke kanan


oleh arcus aorta

Sebelah dorsalnya terdapat oesophagus


Bronchus
Bronchus yaitu :
1. Bronchus primarius (principalis) kanan
2. Bronchus primarius (principalis) kiri

Ukuran panjang 12 cm lebar 2 cm, rangkanya di perkuat oleh


cartilago berbentuk C sehingga memungkinkan perluasan oesophagus
ke depan waktu proses menelan.

Perbedaan antara :

Br. primarius kanan Br. primarius kiri

- lebih lebar - lebih sempit ,

- lebih panjang - lebih pendek

- lebih vertical - lebih horizontal

- benda asing > gampang masuk - benda asing agak susah


masuk

- bercabang 3 bronch.secundarius - bercabang menjadi 2


bronch. secundarius

Bronchus secundus ( Bronchus lobaris )

Setiap bronchus secundarius membentuk satu lobus, karena di


kanan ada 3 bronchus secundarius maka paru kanan mempunyai 3
lobus sedangkan yang kiri hanya ada 2 lobus.

Masing-masing bronchus secundus bercabang lagi menjadi bronchus


tertius (bronchus segmentalis).
Bronchus tertius ( bronchus segmentalis )

Setiap bronchus tertius membentuk satu bronchopulmonary


segment. Bronchus tertius masuk ke tengah-tengah segmen diiringi
oleh cabang a.v. pulmonalis

Sebuah segment akan bercabang dari 6 sampai 18 kali untuk


membentuk 50 70 bronchus respiratorius, yang di kelilingi oleh
saccus alveolaris, untuk berakhir pada alveoli yang membentuk
parenchym paru

Tiap bronchus tertius bercabang menjadi bronchioli. Lalu tiap


bronchiolus bercabang beberapa kali untuk akhirnya menjadi
bronchioli respiratorii.

Tiap bronchiolus respiratorius bercabang menjadi ductus alveolares,


dimana tiap ductus alveolares bercabang menjadi sacculi. Pada tiap
sacculus terdapat alveoli.

Segment Bronchopulmonis

Segment ini merupakan unit fungsional paru dan mempunyai ciri-ciri


sebagai berikut :
- Bronchus tertius (segmentalis) terletak sentral

- A. segmentalis juga terletak central

- Mempunyai sekat jaringan ikat fibrotic

- V. intersegmentalis akan membentuk plexus venosus


periphericum

Pada paru kanan terdapat 10 segment, sedang paru kiri hanya


punya 8 segment
Brochiolus

Merupakan percabangan yang lebih kecil dari bronchus. Dilapisi oleh


epitel bersilia namun tidak mengandung kelenjar serta dindingnya
tidak mengandung jaringan tulang rawan.

Alveolus

Bronchiolus berakhir pada suatu sruktur yang menyerupai kantung,


yang dikenal dengan nama alveolus. Alveolus terdiri dari lapisan epitel
dan matriks ekstraselular yang dikelilingi oleh pembuluh darah kapiler.

Mengandung 2 tipe sel utama:

1. Tipe 1 membentuk struktur dinding alveolus

2. Tipe 2 menghasilkan surfaktan

Cenderung untuk kolaps karena ukurannya kecil, bentuknya servikal,


dan adanya tegangan permukaan. Tetapi dapat dicegah dengan
fosfolipid (surfaktan) dan pori-pori pada dindingnya. Pertukaran gas
terjadi secara difusi pasif dengan bergantung pada gradient
konsentrasi. Dan setiap alveolus dikelilingi oleh sebuah pembuluh
darah.

Pleura

Dapat dibagi dua:

1. Pleura visceralis
Pleura visceralis ialah selaput yang melapisi tiap paru dari luar. Di
tempat dimana brochi secundi masuk kedalam paru pleura ini
melipat menjadi pleura parietalis yang nantinya melapisi dinding
thorax dari dalam.
Tempat dimana pelipatan pleura visceralis menjadi pleura parietalis
di namakan hilus pulmonis. Di sebelah caudal dari hilus pulmonis
tempat pelipatan di sebelah ventral dan dorsal berdekatan dan
membentuk Ligamentum pulmonis.
2. Pleura parietalis
Pleura parietalis merupakan dinding kantong dimana didalamnya
terdapat paru, dengan demikian paru dapat berkembang dan
mengempis dengan bebas. Di antara pleura parietalis dan pleura
visceralis terdapt cavum pleura.
Melihat letaknya Pleura parietalis dibagi atas :

a. Pleura costalis : melapisi iga-iga

b. Pleura diaphragmatica : melapisi diaphragma


c. Pleura mediastinalis : melapisi mediastinum

d. Pleura cervicalis (cupula pleura) : melapisi apex pulmonum

Cavum pleura di tempat melipatnya pleura mediastinalis menjadi


pleura costalis disebut sinus costomediastinalis, dengan demikian ada :

- sinus costomediastinalis anterior dexter

- sinus costomediastinalis anterior sinister

- sinus costomediastinalis posterior dexter

- sinus costomediatinalis posterior sinister

Tempat melipatnya pleura costalis menjadi pleura parietalis pada facies


diaphragmatica disebut sinus phrenicocostalis dengan demikian ada :

- sinus phrenicocostalis dexter

- sinus phrenico costalis sinister

Di dalam pleura terdapat banyak kapiler darah dan pembuluh lymphe.

Pleura pareitalis yang menutupi facies costalis apex pulmonis disebut


cupula pleura. Ia melekat pada vascies yang menutupi otot-otot yang
ada di sebelah dorsal dan di sebelah ventralnya dan melekat pada
arteri dan vena subclavia. Dan pleura parietalis yang menutupi
diaphragma melekat pada diaphragma.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) merupakan penyakit yang dapat
dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan, yang dapat
mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual. Penyakit paru
kronik ini ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas yang tidak
sepenuhnya reversible, bersifat progresif, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru
yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran
gangguan sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama
PPOK adalah rokok, asap polusi dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya.

PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik) adalah penyakit paru kronik ditandai
dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible atau
irreversible. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respon
inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya
.
B. Epidemiologi
Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang berbeda dari
partikel yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih bijaksana jika kita
mengambil kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan oleh iritasi yang berlebihan dari
partikel-partikel yang bersifat mengiritasi saluran pernapasan. Setiap partikel, bergantung
pada ukuran dan komposisinya dapat memberikan kontribusi yang berbeda, dan dengan
hasil akhirnya tergantung kepada jumlah dari partikel yang terinhalasi oleh individu
tersebut. Insidensi pada pria > wanita. Namun akhir-akhir ini insiden pada wanita
meningkat dengan semakin bertambahnya jumlah perokok wanita.

C. Faktor Risiko

Faktor resiko PPOK bergantung pada jumlah keseluruhan dari partikel-partikel


iritatif yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya.

1. Asap rokok
Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala
respiratorik, abnormalitas fungsi paru dan mortalitas yang lebih tinggi daripada orang
yang tidak merokok. Resiko untuk menderita PPOK bergantung pada dosis
merokok nya, seperti umur orang tersebut mulai merokok, jumlah rokok yang
dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut merokok.

2. Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)

3. Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan

Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang, kayu


bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi untuk memasak,
pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya. Ini memungkinkan bahwa
wanita di negara berkembang memiliki angka kejadian yang tinggi terhadap kejadian
PPOK. Sehingga IAP memiliki tanggung jawab besar jika dibandingkan dengan
polusi di luar ruangan seperti gas buang kendaraan bermotor.

4. Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu jalanan.

5. Infeksi saluran nafas berulang

6. Jenis kelamin

Dahulu, PPOK lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita. Karena
dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa ini prevalensi
pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh perubahan pola dari
merokok itu sendiri. Namun hal tersebut masih kontoversial, maskipun beberapa
penelitian mengatakan bahwa perokok wanita lebih rentan untuk terkena PPOK
dibandingkan perokok pria. Di negara berkembang wanita lebih banyak terkena
paparan polusi udara yang berasal dari asap saat mereka memasak.

7. Status sosioekonomi dan status nutrisi

Rendahnya intake dari antioksidan seperti vitamin A, C, E, kadang-kadang


berhubungan dengan peningkatan resiko terkena PPOK, meskipun banyak penelitian
terbaru menemukan bahwa vitamin C dan magnesium memiliki prioritas utama
8. Asma

9. Usia: Onset usia dari PPOK ini adalah pertengahan

10. Faktor Genetik

D. Patofisiologi
Karakteristik PPOK adalah keradangan kronis mulai dari saluran napas,
parenkim paru sampai struktur vaskukler pulmonal. Diberbagai bagian paru dijumpai
peningkatan makrofag, limfosit T (terutama CD8) dan neutrofil. Sel-sel radang yang
teraktivasi akan mengeluarkan berbagai mediator seperti Leukotrien B 4, IL8, TNF yang
mampu merusak struktur paru dan atau mempertahankan inflamasi neutrofilik. Disamping
inflamasi ada 2 proses lain yang juga penting yaitu imbalance proteinase dan anti
proteinase di paru dan stres oksidatif.
Perubahan patologis yang khas dari PPOK dijumpai disaluran napas besar
(central airway), saluran napas kecil (periperal airway), parenkim paru dan vaskuler
pulmonal. Pada saluran napas besar dijumpai infiltrasi sel-sel radang pada permukaan
epitel. Kelenjar-kelenjar yang mensekresi mukus membesar dan jumlah sel goblet
meningkat. Kelainan ini menyebabkan hipersekresi bronkus. Pada saluran napas kecil
terjadi inflamasi kronis yang menyebabkan berulangnya siklus injury dan repair dinding
saluran napas. Proses repair ini akan menghasilkan struktural remodeling dari dinding
saluran napas dengan peningkatan kandungan kolagen dan pembentukan jaringan ikat
yang menyebabkan penyempitan lumen dan obstruksi kronis saluran pernapasan. Pada
parenkim paru terjadi destruksi yang khas terjadi pada emfisema sentrilobuler. Kelainan
ini lebih sering dibagian atas pada kasus ringan namun bila lanjut bisa terjadi diseluruh
lapangan paru dan juga terjadi destruksi pulmonary capilary bed.
Perubahan vaskular pulmonal ditandai oleh penebalan dinding pembuluh darah
yang dimulai sejak awal perjalanan ilmiah PPOK. Perubahan struktur yang pertama kali
terjadi adalah penebalan intima diikuti peningkatan otot polos dan infiltrasi dinding
pembuluh darah oleh sel-sel radang. Jika penyakit bertambah lanjut jumlah otot polos,
proteoglikan dan kolagen bertambah sehingga dinding pembuluh darah bertambah tebal.
Pada bronkitis kronis maupun emfisema terjadi penyempitan saluran napas.
Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi dan menimbulkan sesak. Pada bronkitis
kronik, saluran pernapasan yang berdiameter kecil (< 2mm) menjadi lebih sempit dan
berkelok-kelok. Penyempitan ini terjadi karena metaplasi sel goblet. Saluran napas besar
juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus. Pada emfisema paru,
penyempitan saluran napas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru (Sat
Sharma, 2006).
Konsep Patogenesis PPOK

E. Gejala klinis PPOK


Pasien biasanya mengeluhkan 2 keluhan utama yaitu sesak napas dan batuk.
Adapun gejala yang terlihat seperti :
1. Sesak Napas
Timbul progresif secara gradual dalam beberapa tahun. Mula-mula ringan lebih lanjut
akan mengganggu aktivitas sehari-hari. Sesak napas bertambah berat mendadak
menandakan adanya eksaserbasi.
2. Batuk Kronis
Batuk kronis biasanya berdahak kadang episodik dan memberat waktu pagi hari.
Dahak biasanya mukoid tetapi bertambah purulen bila eksaserbasi.
3. Sesak napas (wheezing)
Riwayat wheezing tidak jarang ditemukan pada PPOK dan ini menunjukan komponen
reversibel penyakitnya. Bronkospasme bukan satun-satunya penyebab wheezing.
Wheezing pada PPOK terjadi saat pengerahan tenaga (exertion) mungkin karena
udara lewat saluran napas yang sempit oleh radang atau sikatrik.
4. Batuk Darah
Bisa dijumpai terutama waktu eksaserbasi. Asal darah diduga dari saluran napas yang
radang dan khasnya blood streaked purulen sputum.
5. Anoreksia dan berat badan menurun
Penurunan berat badan merupakan tanda progresif jelek.
F. Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan :
1. Gambaran klinis :
a. Anamnesis:
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan lahir rendah
(BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i leher dan
edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah,
hepar terdorong ke bawah
Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi
paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
Keterangan :
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan
pernapasan pursed lips breathing.
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema
tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer.
Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang
memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi
CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang
terjadi pada gagal napas kronik.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda:


- pasien biasanya tampak kurus dengan Barrel shaped chest
- fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada
- perkusi dada hipersonor, batas peru hati lebih rendah
- suara napas berkurang, ekspirasi memanjang, suara tambahan (ronkhi atau
wheezing)
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan rutin:
a. Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP (%).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya
PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter
walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau
variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit
kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE <
20% nilai awal dan < 200 ml
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
b. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
c. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain.
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)
Pada bronkitis kronik :
- Normal
- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular shadow
berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan
corakan paru yang bertambah.
Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi dengan
gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal,
dan penambahan cortakan ke distal.
Hyperinflation

Pemeriksaan khusus (tidak rutin)


a. Faal paru
- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total
(KPT), VR/KRF,VR/KPT meningkat
- DLCO menurun pada emfisema
- Raw meningkat pada bronkitis kronik
- Sgaw meningkat
- Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
b. Uji latih kardiopulmoner
- Sepeda statis (ergocycle)
- Jentera (treadmill)
- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
c. Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat
hipereaktivitas bronkus derajat ringan.
d. Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau
metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu
peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK
umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid.
e. Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
- Gagal napas kronik stabil
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
f. Radiologi
- CT - Scan resolusi tinggi
Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula
yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos.
- Scan ventilasi perfusi
Mengetahui fungsi respirasi paru
g. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi
ventrikel kanan.
h. Ekokardiografi
Menilai funfsi jantung kanan
i. Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi
diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang
tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi
akut pada penderita PPOK di Indonesia.

j. Kadar alfa-1 antitripsin


Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia
muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia. riwayat
penyakit yang ditandai dengan gejala-gejala diatas.

PPOK harus dipertimbangkan pada penderita dengan keluhan batuk dengan dahak
atau sesak napas dan atau riwayat terpapar faktor resiko. Diagnosis dipastikan dengan
pemeriksaan obyektif adanya hambatan aliran udara (dengan spirometri) (Alsaggaf dkk,
2004).

G. Diagnosis Banding
Asma
SOPT (Sindroma Obstruksi Pasca Tuberculosis) adalah penyakit obstruksi saluran
napas yang ditemukan pada penderita pasca tuberculosis dengan lesi paru yang
minimal.
Pneumotoraks
Gagal jantung kronik
Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis, destroyed lung.
Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan
di Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena terapi dan
prognosisnya berbeda.

H. Klasifikasi

Klasifikasi Gejala Spirometri


Penyakit
Ringan - Tidak ada gejala waktu istirahat atau VEP > 80%
bila exercise prediksi
- Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi VEP/KVP < 75%
gejala ringan pada latihan sedang
(misal : berjalan cepat, naik tangga)
Sedang - Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi VEP 30 - 80%
mulai terasa pada latihan / kerja prediksi
ringan (misal : berpakaian) VEP/KVP <
- Gejala ringan pada istirahat 75%

Berat - Gejala sedang pada waktu istirahat VEP1<30%


- Gejala berat pada saat istirahat prediksi
- Tanda-tanda korpulmonal VEP1/KVP <
75%
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai