Anda di halaman 1dari 10

II-1

BAB II
POROSITAS DAN PERMEABILITAS

II.1. Porositas
II.1.1. Pengertian Porositas
Porositas batuan adalah perbandingan antara volume rongga-
rongga pori terhadap volume total seluruh batuan. Porositas
dinyatakan dalam bentuk persen (%).
volume pori pori
100
Porositas () = volume keseluruhan batuan

Porositas efektif yaitu rongga-rongga dalam batuan yang saling


berhungan sehingga porositas efektif lebih kecil daripada rongga pori-
pori total.
volume pori pori bersambung
e 100
Porositas ( )= volume keseluruhan batuan

II.1.2. Besaran Porositas


Biasanya porositas berkisar antara 5% - 40% dan dalam
prakteknya berkisar 10% - 20% saja. Porositas 5% disebut porositas
tipis (marginal porosity) dan umumnya bersifat nonkomersial. Secara
teoritis porositas maksimum 47,6% yang berlaku untuk porositas
intergranular.
Besar porositas ditentukan dengan berbagai cara yaitu:
1. Di labolatorium, dengan porosimeter yang didasarkan pada hukum
boyle: gas digunakan sebagai pengganti cairan untuk menentukan
volume pori tersebut.
2. Dari log listrik, log sonik dan log radioaktif.
3. Dari log kecepatan pemboran
4. Dari perkiraan dan pemeriksaan secara mikroskop.
5. Dari hilangnya inti pemboran.

II.1.3. Skala Visual Pemerian Porositas


Di lapangan bisa kita dapatkan perkiraan secara visual dengan
menggunakan peraga visual. Penentuan ini bersifat semi kuantitatif
dan dipergunakan suatu skala sebagai berikut:
1. 0 5% dapat diabaikan (negligible)
II-2

2. 5 -10% buruk (poor)


3. 10 -15% cukup (fair)
4. 15 -20% baik (good)
5. 20 25% sangat baik (very good)
6. > 25% istimewa (excellent)
Pemeriksaan secara mikroscopi untuk jenis porositas dapat
dilakukan secara kualitatif yaitu :
1. pori Antar butir (intergranular) yang berarti pori-pori di dapat
diantar butir-butir.
2. Antara kristal (interkristalin) dimana pori-pori berada di antara
kristal-kristal.
3. Celah atau rekah yaitu rongga yang terdapat di antara celah-celah.
4. Bintik-bintik harum (pint-point porosity) berarti pori pori
merupakan bintik bintik terpisah tanoa kelihatan bersambung.
5. Ketat (tight) yang berarti butir butir berdekatan dan kompak
sehingga pori pori kecil sekali hampir tidak ada porositas.
6. Padat (dense) berati pori pori sangat kecil sehingga hampir tidak
ada porositas.
7. Gerowong (vugular) yang berarti rongga rongga besar
berdiameter beberapa mili dan kelihatan sekali bentuk bentuknya
tidak beraturan sehingga porositas besar.
8. Bergua gua (cavernous) yaitu rongga rongga besar sekali
sehingga sehingga mirip seperti gua dengan porositas besar.

II.2. Permeabilitas
II.2.1. Pengertian Perbeabilitas
Permeabilitas (kelulusan) adalah suatu sifat batuan reservoir
untuk dapat meluluskan cairan melalui pori pori yang berhubungan
tanpa merusak partikel pembentuk atau kerangka batuan tersebut.
k dp
q = m . d y (hukum darcy)

Ket:
q kecepatan fluida dinyatakan dalam cm per secon
m merupakan viskositas fluida yang mengalir
k (permeabilitas) dalam darcy
II-3

dp
dy adalah gradien hidrolik yang dinyatakan dalam atmosfer

percentimeter.
Beberapa anggapan yang digunakan oleh Darcy dalam Persamaan
2-4 adalah :

1. Alirannya mantap (steady state)


2. Fluida yang mengalir satu fasa
3. Viskositas fluida yang mengalir kostan.
4. Aliran laminer
5. Formasinya homogen dan arah alirannya horizontal
6. Fluidanya inkompresibel.
7. Tidak ada reaksi antara fluida yang mengalir dengan batuan yang
dialiri.
8. Kondisi aliran isothermal atau temperaturnya konstan
Tidak ada hubungan permeabilitas dengan porositas . Batuan yang
permeabel selalu sarang (porous) tetapi batuan yang sarang belum
tentu permeabel. Hal ini disebabkan batuan yang berporositas tinggi
belum tentu memiliki pori pori yang berhubungan satu sama lain. Juga
sebaliknya porositas tidak tergantung pada besar butir sedangkan
permeabelitas merupakan suatu fungsi yang langsung terhadap besar
butir.
Dalam batuan reservoir, permeabilitas dibedakan menjadi tiga,
yaitu :

1. Permeabilitas absolut, adalah permeabilitas dimana fluida yang


mengalir melalui media berpori tersebut hanya satu fasa, misal
hanya minyak atau gas saja.
2. Permeabilitas efektif, adalah permeabilitas batuan dimana fluida
yang mengalir lebih dari satu fasa, misalnya minyak dan air, air dan
gas, gas dan minyak atau ketigatiganya.
3. Permeabilitas relatif, adalah perbandingan antara permeabilitas
efektif dengan permeabilitas absolut.
II-4

II.2.2. Besaran Permeabelitas


Satuan permeabelitas adalah darcy. Jadi suatu permeabelitas
dengan k = 2 darcy memiliki arti bahwa suatu aliran sebesar 2 cc
persecon yang didapatkan melalui suatu penampang seluas 1 cm
persegi dengan panjang 1 cm di bawah suatu tekanan perbedaan 1
atmosfere untuk suatu cairan yang mempunyai kekentalan (viskositas)
1 sentipoise.
Biasanya permeabelitas batuan kurang dari 1 darcy jadi satuan
yang digunakan yaitu milli darcy (md) dimana 1 darcy = 1000 md.
Dalam prakteknya permeabelitas berkisar antara 5 1000 darcy.
Belum tentu suatu batuan yang porositasnya besar maka
permeabelitasnya besar misalnya servih yang kompak mempunyai
porositas 24 % sedangkan permeabelitasnya cuman 0,000009 md.
Sementara batu pasir yang porositasnya lebih kecil yaitu 22,7%
mempunyai permeabelitas 36,6 md (fettke, 1934).
Cara menentukan permeabelitas yaitu:
1. Dengan permeameter yaitu suatu alap pengukur yang
menggunakan gas
2. Dengan penaksiran kehilangan sirkulasi dalam pengeboran.
3. Dari kecepatan pemboran
4. Berdasarkan test produksi dalam penurunan tekanan dasar lubang.

II.2.3. Skala Permeabelitas Semi-Kuantitatif


Secara perkiraan di lapangan dapat juga dilakukan pemerian semi
kuantitatif sebagai berikut:
1. Ketat (tight) yaitu kurang dari 5 md.
2. Cukup (fair) antara 5 10 md.
3. Baik (good) antara 10 100md.
4. Baik sekali (very good) antara 100 1000 md.

II.2.4. Permeabelitas Relatif dan Efektif


Permeabelitas tergantung kepada ada atau tidak adanya cairan
atau gas di dalam rongga tersebut. Sebagian contoh misalnya saja
adanya air dan minyak. Berdasarkan gambar dibawah ini maka pada
saat penjenuhan air kira kira 20 % maka permeabelitas minyak jika
seluruhnya diisi oleh minyak adalah sedikit dibawah 0,7 kali
sedangkan jika penjenuhan air kira kira 50% maka permeabelitas
II-5

keseluruhan 0,3 kali daripada jika seluruh batuan diisi oleh air saja
atau minyak saja. Pada penjenuhan 90% maka minyak tidak
mempunyai permeabelitas lagi sehingga air sendiri saja yang bergerak.
Dari grafik juga dapat disimpulkan bahwa minyak baru bergerak jika
penjenuhan lebih dari 10% dan air sama sekali tidak dapat bergerak
jika penjenuhannya dibawah 20%.

Sedangkan hubungan
minyak dengan gas dapat dilihap pada gambar di bawah, jika minyak
kurang dari 40% maka minyak sama sekali tidak bisa bergerak dan
hanya gas saja yang bisa bergerak. Secara berangsur angsur
permeabelitas meningkat walaupun secara relatif sangat lambat
sampai 100% dijenuhi oleh minyak.

II.3.Hakekat Rongga Pori


II.3.1. Klasifikasi Rongga Pori
Berdasarkan asal terjadinya maka rongga pori dibagi 2 yaitu:
1. Pori primer, disebut juga antar butir. Porositas primer dibentuk
pada saat batuan diendapkan sehingga sangat bergantung pada
faktor sedimentasi. Pori primer terdapat pada pasir dan sedimen
klastik.
2. Pori sekunder, pori yang terbentuk setelah terbentuk pori primer.
Pori sekunder disebut juga pori terinduksikan karena porositasnya
II-6

dibentuk oleh beberapa gejala dari luar seperti gejala tektonik dan
pelarutan. Pori sekunder terdapat pada batuan karbonat.
Choquette dan Pray (1970) membagi porositas untuk batuan
karbonat dan sebagian batu pasir menjadi 15 yang jenis dasarnya ada 3
yaitu:
1. Jenis porositas yang memiliki kemas.
a. Antar-partikel. Pori porinya terdapat di antara partikel
(intergranular) misalnya batu pasir dan batu karbonat.
b. Intra-partikel. Pori pori terdapat di dalam butiran itu sendiri.
Misalnya suatu posil yang di dalamnya terdapat lubang lubang.
c. Antar-kristal. Pori porinya terdapat di antara kristal-kristal.
d. Cetakan (moldic). Rongga yang terbentuk karena hilangnya fosil
dari dalam lumpur karbonat.
e. Fenestral. Rongga yang besar yang terbentuk karena hilangnya
beberapa butir pembentuk batuan.
f. Perlindungan (shelter). Rongga yang terlindungi oleh fosil dan
sebagainya sehingga tidak diisi oleh batuan.
g. Kerangka pertumbuhan. Misalnya kerangka binatang koral yang
menyebabkan rongga yang diisi binatang tersebut terbuka.

2. Porositas Yang Tidak Memiliki Kemas ada 4 yaitu:


a. Rekahan. Rongga yang terbentuk oleh tekanan luar sehingga
terjadi celah pada batuan.
b. Saluran (channel). Terbentuknya saluran antar rongga karena
adanya pelarutan dan sebagainya.
c. Gerowong (vug). Lubang lubang besar yang terbentuk karena
adanya pelarutan.
d. Gua-gua (cavern). Rongga rongga yang berukuran besar yang
disebabkan oleh pelarutan.

3. Porositas Yang Memilih Kemas atau Tidak ada 4 yaitu:


a. Retakan. Batuan yang terbentuk karena patahan atau retakan.
b. Pemboran batuan. Rongga rongga terbentuk karena pemboran
pada batuan oleh hewan.
c. Bioturbasi. Rongga rongga yang disebabkan oleh hewan dimana
batuan tersebut baru saja mengalami pengendapan.
d. Penciutan. Sedimen yang baru saja diendapkan menjadi kering
dan menciut sehingga timbul retakan yang menyebabkan pori
pori.
II-7

Klasifikasi pori pori menurut chocquette dan pray sebagai


berikut:
Golongan Besar pori Diameter pori (mm)
Megapori Besar 32 256
kecil 4 - 32
Mesopori Besar 1
kecil 2 -4
1 1
16 - 2

Mikropor 1
< 16

II.3.2. Rongga Pori Primer


Rongga primer terbentuk pada saat batuan terbentuk. Pada saat
butiran butiran diendapkan terjadilah rongga rongga di antara batuan
tersebut. Faktor yang mempengaruhi besar kecilnya rongga primer
yaitu:
1. Besar Butir
Besar butir mempengaruhi ukuran pori pori tetapi tidak
mempengaruhi porositas total dari batuan. Berbeda dengan
permeabelitasnya, semakin besar ukuran butir jika disusun dalam
bentuk yang sama maka permeabelitasnya semakin besar. Batuan
pasir yang menghasilkan minyak bumi biasanya ukurannya antara
0,09 mm sampai 0,21 mm.
2. Pemilahan
Pemilahan adalah cara penyebaran berbagai macam besar butir.
Semakin baik pemilahannya maka semakin hampir sama ukuran
butir batuan tersebut. Semakin berbeda ukuran butir batuan maka
semakin kecil porositas dan permeabelitas batuan tersebut karena
ruang antara butir yang besar akan diisi oleh butir yang kecil.
3. Bentuk dan Kebundaran Butir
Patokan dalam bentuk butir adalah bola dan kebundaran erat
kaitannya dengan ketajaman atau penyudutan. Jika bentuk butiran
semakin mirip dengan bola maka porositas dan permeabelitas
semakin tinggi. Segala bentuk yang menyudut maka akan
memperkecil pori dan permeabelitasnya.
4. Penyusunan Butir
II-8

Penyusunan butir tergantung pada bentuk butir, ukuran butir


dan keseragaman butir. Butiran yang berbentuk bola dan seragam
mempunyai porositas 47,6 % untuk penyusunan kubus yang
terbuka dan 25,9 % untuk rhombohedral. Permeabelitas tergantung
kepada besar butir, bentuk dan penyusunan butir tersebut. Untuk
besar butir yang seragam maka porositasnya hanya tergantung pada
penyusunan butirannya.
5. Kompaksi dan Sementasi
Kompaksi akan memperkecil pori pori butir. Sementasi terjadi
jika rongga rongga terisi larutan yang diendapkan oleh semen dan
akan memperkecil pori pori batuan.
Penyebaran butir dalam reservoir sangat tergantung kepada
tekstur batuan dan tekstur batuan erat sekali hubungannya dengan
mekanisme pengendapannya. Misalnya batu pasir yang diendapkan
oleh arus traksi umumnya pemilahannya baik, kebundarannya lebih
sempurna dan besar butirannya lebih seragam. Jika terjadi sementasi
maka akan memperkecil rongga pori. Batu pasir yang siendapkan oleh
aliran turbinit maka pemilahannya tidak baik.
Pori pori batuan juga bisa mengalami perbesaran dan penyusutan.
Perbesaran biasanya disebabkan oleh pelarutan dan biasanya terjadi
pada batuan karbonat. Penyusutan disebabkan oleh proses kompaksi
dan penyemenan.

II.3.3. Rongga Pori Sekunder


Rongga pori sekunder adalah rongga pori yang terbentuk setelah
batuan terbentuk. Proses pembentukan pori pori sekunder yaitu:
1. Pori Pori Pelarutan
Selai merupakan proses utama dalam menambah porositas,
pelarutan juga bisa memperbesar rongga rongga yang sudah ada.
Rongga rongga dibesarkan karena daya larut mineral
pembentuknya berbeda beda. Pori pori pelarutan biasanya terjadi di
jalur pelapukan atau pada bidang ketidakselarasan. Macam
porositas yang didapat adalah jenis gerowong (vug).

2. Pori Pori Retakan atau Rekah Rekah


II-9

Rongga rongga jenis ini terdapat pada batuan yang pegas


misalnya batuan karbonat, batuan servih dan batuan rijang.
Penyebab terbentuk rekahan yaitu:
a. Dilatasi Pada Gejala Struktur
Dislokasi sering menyangkut perubahan volume batuan
yang sering diimbangi oleh terjadinya kekosongan. Hal ini dapat
terjadi karena patahan dan lipatan.
Lapisan batuan yang mengalami pematahan dapat retak
retak dan rekah sepanjang bidang pematahan.Proses repraksi
mengakibatkan kekosongan pada batuan sehingga terbentuk
rekahan yang terbuka sehingga ada pori. Pada pelipatan terjadi
tarik menarik antara puncak antiklin dengan dan lembah siklin
sehingga menimbulkan retak retak.

b. Pengembangan Batuan Pada Penghilangan Beban Yang Ada Di


atasnya
Dalam keadaan terpendam, lapisan batuan mendapat
tekanan di atasnya. Jika lapisan di atasnya tererosi maka akan
menyebabkan dilatansi atau perekahan. Rekahan ini diharapkan
terjadi pada bidak ketidakselarasan.

3. Reduksi Volume Karena Kompaksi


Pengendapan lempung biasanya disertai kadar air yang tingga.
Jika terjadi kompaksi maka air akan keluar dan mereduksi volume
dari lempung tersebut karena kompaksi ysng dikompensasi oleh
rekahan rekahan.
Menurut waldscmidt, fitzgerald dan lunsford (1956), rekahan
dapat dibagi menjadi 4 golongan besar.
a. Terbuka, dengan pemisahan dinding yang jelas.
b. Sebagian Terisi, dengan dinding rekahan dilapisi oleh kristal.
c. Terisi, dengan seluruhnya diisi oleh kristal.
d. Tertutup, tidak kelihatan adanya pemisahan dinding rekahan.
Pada suatu batuan reservoir bisa didapatkan 2 jenis
permeabelitas oleh karena retakan yaitu permeabelitas dan
porositas rendah di dalam bongkahan di antara retakan,
permeabelitas dan porositas tinggi di dalam rekahan sendiri.
II-10

Porositas rekahan biasanya ditentukan dari perhitungan log sonik


dan log densitas.

Anda mungkin juga menyukai