Anda di halaman 1dari 20

BAGIAN IKM DAN IKK MARET 2017

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

ASPEK K3 PEKERJA INDUSTRI BENGKEL MOBIL

Oleh:
INDIRA DEVI F. C111 12 159
SIMON JONATAN C111 12 165
MIFTAHUL JANNAH C111 12 172
ABDUL FUAD HADI C111 12 280
AMALIA NURUL H. C111 12 285

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DI BAGIAN IKM DAN IKK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Keselamatan dan kesehatan kerja dewasa ini merupakan istilah yang sangat populer.
Bahkan di dalam dunia industri istilah tersebut lebih dikenal dengan singkatan K3 yang
artinya keselamatan dan kesehatan kerja. Keselamatan kerja dapat diartikan sebagai keadaan
terhindar dari bahaya selama melakukan pekerjaan. Dengan kata lain keselamatan kerja
merupakan salah satu faktor yang harus dilakukan selama bekerja, karena tidak ada yang
menginginkan terjadinya kecelakaan di dunia ini. Keselamatan kerja sangat bergantung

pada jenis, bentuk, dan lingkungan dimana pekerjaan itu dilaksanakan.1


Di negara-negara maju, kesehatan dan keselamatan kerja selalu menjadi isu penting
yang telah dimasukkan ke dalam undang-undang ataupun aturan-aturan yang mengikat.
Pihak-pihak yang terlibat dalam lingkaran kerja pun secara konsisten menjalankan
aturan yang telah diterapkan dengan penuh kesadaran. Sebaliknya, di negara-negara
berkembang, isu kesehatan dan keselamatan kerja nampaknya masih menjadi hal yang kurang
diperhatikan.1
Indonesia sebagai Negara berkembang telah memiliki perhatian terhadap masalah
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Hal ini dapat dilihat sejak dikeluarkannya UU No. 1

tahun 1970 tentang Keselamatan Kerjadan UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.1
Sayangnya, hingga saat ini implementasi terhadap program K3 masih
belum terlaksana secara konsisten. Pandangan tersebut muncul berdasarkan data dari PT
Jamsostek (Persero) pada tahun 2009 yang menunjukkan terjadi 96.697 kasus kecelakaan dan
sedikitnya 35 orang per 100.000 pekerja meninggal karena kecelakaan atau penyakit akibat
kerja.1
Penyakit akibat kerja dapat menyerang semua tenaga kerja, salah satunya pekerja
bengkel mobil. Pekerja bengkel mempunyai risiko terbesar terpajan bahan kimia berbahaya
yang berasal dari zat ataupun larutan untuk memperbaiki mesin dan lainnya.Selain itu,
pekerja juga mempunyai risiko terhadap bahaya fisik seperti kalor, dan bising. Untuk itu
dibutuhkan upaya K3 untuk mencegah dan mengendalikan penyakit akibat kerja di bengkel.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum:
Untuk mengetahui tentang aspek K3 pada pekerja bengkel mobil.
2. Tujuan Khusus:

a. Untuk mengetahui tentang faktor hazard pada pekerja bengkel mobil

b. Untuk mengetahui tentang alat kerja yang digunakan yang dapat mengganggu
kesehatan pekerja bengkel mobil
c. Untuk mengetahui tentang bahan-bahan yang digunakan yang dapat mengganggu
kesehatan pekerja bengkel mobil
d. Untuk mengetahui tentang alat pelindung diri yang digunakan pekerja bengkel
mobil
e. Untuk mengetahui tentang ketersediaan obat p3k di tempat kerja bengkel mobil

f. Untuk mengetahui pemeriksaan kesehatan yang pernah dilakukan sesuai peraturan


(sebelum kerja, berkala, berkala khusus)
g. Untuk mengetahui tentang peraturan pimpinan perusahaan tentang K3 ditempat
kerja
h. Untuk mengetahui keluhan/penyakit yang dialami yang berhubungan dengan
pekerjaan pada pekerja bengkel mobil
i. Untuk mengetahui upaya K3 lainnya yang dijalankan misalnya
ada penyuluhan/pelatihan. Pengukuran / pemantauan lingkungan tentang hazard
yang pernah dilakukan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Indentifikasi Kerusakan pada Mobil


Pada bagian ini akan diuraikan permasalahan atau kerusakan yang umum terjadi pada
mobil. Untuk mengetahui penyebabnya dan menentukan jalan keluar atau
penanganannya, maka bagian- bagian pada mobil harus diperiksa sebagai berikut :
1. Memeriksa dan membersihkan busi.
Busi merupakan komponen pengapian dan berfungsi pemberi percikan bunga api,
guna membakar campuran bahan bakar bensin, udara dan oli diruang bakar.
a. Periksa apakah busi basah.
b. Apakah busi ada endapan, ada endapan berwarna keputih-putihan melekat pada
sekitar elektroda.
c. Retak. Isolator retak karena perubahan suhu yang mendadak, periksa kutub-
kutub elektroda busi.
d. Elektroda telah usang karena korosi dan oksidasi.
Setelah dipakai beberapa lama, timbul kerak karbon, karena busi terkenagas sisa
pembakaran. Gunakan sikat kawat guna membersihkan kerak karbon pada elektroda
busi, gosok sampai bersih mungkin. Bila tidak punya sikat kawat dapat menggunakan
ampelas. Setelah busi dibersihkan

maka kita tinggalmenyetel celah busi, dikerenakan celah busi akan membesar bila
elektroda busimelenting. Kita harus menggunakan alat yang bernama feelergauge
disesuaikan dengan ukuran ketebalan busi sesuai dengan spesifikasi. Celah busi biasanya
berukuran antara 0,6-0,8 mm, adapun kendaraan yang memiliki celah 1,0 mm.

2. Memeriksa kabel busi

Memeriksa kabel busi, karena kabel busi bisa terjadi retak, rusak, atau bocor. Periksa
pula setiap tahanan kabel busi. Harga tahanan : 18k ohm/m denganovometer atau
multi-tester.
3. Memeriksa elemen penyaring udara

Saringan udara adalah suatu komponen yang berfungsi menahan debu atau menyaring
debu yang ada diudara bebas, dan menyuplai udara bersih ke mesin untuk proses
pembakaran. Elemen saringan udara yang kotor akan membuat mesin sulit distater.

Daya mesin kurang, dan bahan bakar kosong, akhirnya umur mesin menjadi pendek
membersihkan saringan udara, maka secara umum dapat dilakukan dengan
meniupkan udara bertekanan dari arah dalam saringan. Sebagaian besar saringan
udara dapat dibersihkan, jenis yang lain perlu dicuci sebelum ditiup,sebagian hanya
ditutup saja. Bila saringan udara sudah tidak mungkin lagi dibersihkan, kerena sobek
atau rusak , maka saringan udara harus diganti.

4. Memeriksa dan membersihkan tutup distributor

Tutup distributor diperiksa pada saat tertentu, apakah tutup itu cacat,berkarat. Bila
demikian maka sebaiknya tutup distributor itu diganti. Bila lubang kabel kotor cukup
dibersihkan dengan menggunakan obeng negatif, sampai warna putihnya hilang pada
elektroda. Jangan lupa memperhatikan pegas tengah distributor. Bila pegas
lemah,maka arus listrik tidak dapat mengalir dengan baik dari ignition-coil
padadistributor. Pegas yang lemah harus diganti dengan yang baru.

5. Memeriksa dan membersihkan rotor

Rotor distributor membagi arus tegangan tinggi dari distributor ke setiapkabel busi.
Karena selalu berputar terus menerus bisa terjadi keretakan, terbakar,kotor dan
berkarat. Retak pada rotor amat berbahaya, karena ada kebocoran arus listrik dari
distributor. Bila ini terjadi sebaiknya rotor distributor diganti dengan yang baru.
Kalau hanya terbakar, atau kotor dan berkarat, maka cukup dibersihkan.
Membersihkan rotor cukup gampang, kotoran dibersihkan dengan kertas ampelas,
dan bila sudah bersih dapat dipakai kembali. Lihat gambar 2.5 Memeriksa dan
membersihkan rotor di bawah ini.

6. Memeriksa dan menyetel platina

Platina adalah suatu komponen distributor yang terdapat pada system pengapian,
yang berfungsi memutuskan arus listrik yang mengalir melalui kumparan primer dari
ignition coil untuk menghasilkan arus listrik tegangan tinggi pada kumparan sekunder
dengan cara induksi magnetlistrik (electonmagneticinduction).

a. Memeriksa Platina
Ujung platina akan rusak atau terbakar, karena platina berhubungan dengan arus
tegangan tinggi dan bekerja dengan cepat. Apabila ujung platina rusak,
sebaiknya diganti dengan platina baru. Kalau permukaannya kasar, maka
gunakanlah kikir khusus platina diantara celah platina, lalu gosoklah beberapa
kali sampai permukaannya halus kembali, gunakan lap bersih kalau ujungnya
sudah halus. Tetapi kalau permukaannya sangat kasar sebaiknya platina diganti
yang baru.

b. Menyetel Platina
1 Putar poros engkol hingga celah platina maksimum dan gunakan alatuntuk
mengukurnya (bilah). Biasanya celah platina adalah ukuran diameter 0,35 mm
Lepaskan sekrup pelat dasar sehingga dapat disetel.
Sisipkan bilah ukur di antara celah platina.
Pertahankan setelan tersebut dengan obeng dan ketatkan sekrup pelat dasar,
kemudian periksa lagi celah platina.
Masukkan kertas putih yang lebarnya 8-10 mm ke dalam celah,bersihkan
permukaan ujung dari minyak dengan cara menggerakkan kertas tersebut.
7. Memeriksa dan menyetel celah katup
Celah katup adalah toleransi antara ujung batang katup dengan rocker arm(lengkap
dorong) pada saat katup dalam keadaan tertutup. Celah katup hanya terdapat pada
mesin yang menggunakan mekanisme OHV (overhead- value =katup di kepala).
Celah katup harus disetel dengan spesifikasi mesin yang bersangkutan, manfaatnya
adalah untuk mempertahankan efisiensi pemasukan atau pengeluaran sebaik mungkin
dengan asumsi katup membuka dan menutupsesuai dengan waktu yang diinginkan.
Manfaat lainnya memberikan ruangpemuaian katup maupun lengan dorong (rocker
arm) menerima panas. Umumnyacelah katup berkisar antara 0,15 - 0,76 mm
tergantung dari spesifikasi pabrik. Celah katup perlu disetel bila terjadi celah katup
yang terlalu rapat atau celah katup yang terlalu renggang. Cara menyetel celah katup
dengan melakukan, langkah-langkah sebagai berikut

B. Faktor Hazard yang Dialami Pekerja


Bekerja dengan menggunakan media pengelasan semakin berkembang , sehingga disetiap
kesempatan kerja selalu diikuti dengan potensi terjadinya kecelakaan kerja akibat
kurangnya perhatian manusia, cara penggunaan peralatan yang salah atau tidak
semestinya, pemakaian pelindung diri yang kurang baik dan kesalahan lain yang terjadi
dilingkungan kerja bidang pengelasan.
Keselamatan dan kesehatan kerja paling banyak membicarakan adanya kecelakaan dan
perbuatan yang mengarah pada tindakan yang mengandung bahaya. Untuk menghindari
atau mengeliminir terjadinya kecelakaan perlu penguasaan pengetahuan keselamatan dan
kesehatan kerja dan mengetahui tindakan tindakan yang harus diambil agar keselamatan
dan kesehatan kerja dapat berperan dengan baik. Untuk membahas hal tersebut faktor
yang paling dominan adalah kecelakaan, perbuatan yang tidak aman, dan kondisi yang
tidak aman.
a. Kecelakaan
Faktor yang paling banyak terjadi di lingkungan kerja adalah adanya kecelakaan,
dimana kecelakaan merupakan:
1. Kejadian yang tidak diinginkan yang dapat menimbulkan cedera fisik seseorang
bahkan fatal sampai kematian/cacat seumur hidup dan kerusakan harta milik
2. Kecelakaan biasanya akibat kontak dengan sumber energi diatas nilai ambang
batas dari badan atau bangunan
3. Kejadian yang tidak diinginkan yang mungkin dapat menurunkan efisiensi
operasional suatu usaha
Hal-hal dalam kecelakaan dapat meliputi:
1) Kecelakaan dapat terjadi setiap saat (80% Kecelakaan akibat kelalaian)
2) Kecelakaan tidak memilih cara tertentu untuk terjadi
3) Kecelakaan selalu dapat menimbulkan kerugian
4) Kecelakaan selalu menimbulkan gangguan
5) Kecelakaan selalu mempunyai sebab
6) Kecelakaan dapat dicegah/dieliminir
b. Perbuatan tidak aman (berbahaya)
1. Tidak memakai APD (Alat Pelindung Diri) standard yaitu: Helm dengan tali,
sabuk pengaman, stiwel dan sepatu tahan pukul, pakaian kerja, sarung tangan
kerja dan APD sesuai kondisi bahaya kerja yang dihadapi saat bekerja pengelasan.
2. Melakukan tindakan ceroboh/tidak mengikuti prosedur kerja yang berlaku bidang
pengelasan.
3. Pengetahuan dan keterampilan pelaksana yang tidak sesuai dengan pekerjaan yang
dibebankan padanya.
4. Mental dan fisik yang belum siap ntuk tugas-tugas yang diembannya.
c. Kondisi tidak aman (berbahaya)
1. Lokasi kerja yang kumuh dan kotor
2. Alokasi personil/pekerja yang tidak terencana dengan baik, sehingga pada satu
lokasi dipenuhi oleh beberapa pekerja. Sangat berpotensi bahaya
3. Fasilitas/sarana kerja yang tidak memenuhi standard minimal, seperti
scaffolding/perancah tidak aman, pada proses pekerjaan dalam tangki tidak
tersedia exhaust blower
4. Terjadi pencemaran dan polusi pada lingkungan kerja, misal debu, tumpahan oli,
minyak dan B3 (bahan berbahaya dan beracun)
d. Waspadai kondisi berbahaya sebagai berikut:
1. Saat berada didalam ruang tertutup/tangki waspadailah gas hasil pengelasan.
2. Gas mulia/Inert gas: gas yang mendesak oksigen sehingga kadar oksigen
berkurang dibawah 19,5% sehingga berbahaya bagi pernapasan manusia.
e. Bahaya-bahaya dalam pengelasan dan pencegahannya sebagai berikut:
1. Kejutan listrik selama pelaksanaan pengelasan dengan mesin las busur listrik
2. Ledakan karena adanya kebocoran pada gas-gas yang mudah terbakar seperti gas
asetilin
3. Cedera pada mata akibat penyinaran
4. Silau nyala api gas
5. Cedera karena asap dan gas yang dihasilkan selama proses pengelasan
6. Kebakaran, ledakan dan luka bakar akibat percikan terak pengelasan
7. Ledakan tabung asetilin, oksigen, gas CO2 dan gas argon
f. Sebab-sebab utama kejutan listrik selama pengelasan dengan busur listrik
1. Karena perlu menyalakan kembali dan menjaga kestabilan busur las, maka
tegangan listrik AC pada mesin las busur listrik harus dijaga agar tetap tinggi
2. Isolasi yang tidak efektif karena adanya kerusakan pada pembungkus kabel las
3. Isolasi yang tidak efektif dari mesin las busur listrik dan terbukanya bidang
pengisian pada terminal penghubung kabel mesin las
4. Isolasi yang tidak efektif pada gagang batang las
5. Pengelasan busur listrik pada lokasi dikelilingi oleh material konduksi seperti
bejana tekan atau struktur dasar ganda dari kapal
g. Cara-cara mencegah bahaya kejutan listrik selama pengelasan dengan busur listrik
1. Pencegahan arus listrik mengalir ke seluruh tubuh manusia
Pakaian kerja harus kering dan tidak boleh basah oleh keringat atau air
Sarung tangan harus terbuat dari kulit, kering dan tanpa lubang pada ujung jari
Harus memakai sepatu karet yang seluruhnya terisolasi.
Mesin las busur listrik AC harus memiliki alat penurun tegangan otomatis atau
mesin las busur listrik DC tegangannya harus relatif rendah, sekitar 60V
2. Memastikan tidak adanya kebocoran arus listrik
Mesin-mesin las busur listrik itu sendiri, meja kerja las dan lembar kerja yang
akan dilas harus benar-benar membumi.
Jika pembungkus kabel-kabel input atau output sobek dan kawatnya terbuka,
maka tutuplah dengan pita isolasi atau ganti seluruh kabelnya.
Isolasi terminal-terminal kabel pada sisi input/output, kabel pada gagang elektrode
dan sisi gagang elektrode, dan hubungan pada konektor kabel harus sempurna.
Hubungan kabel-kabel yang ada di meja kerja las, lembar kerja yang akan dilas
dan logam dasar dengan benar menggunakan penjepit-penjepit khusus.
Ketika meninggalkan bengkel pengelasan untuk beristirahat, pastikan bahwa
batang elektrode las telah dilepaskan dari gagang electrode (holder).
h. Bahaya-bahaya sinar busur las dan nyala api gas
1. Temperatur busur las sama tingginya dengan temperatur permukaan matahari,
kira-kira 5000-60000C, sedangkan temperatur nyala api gas asetilin adalah
kirakira 31000C.
2. Keduanya menimbulkan radiasi sinar yang kuat sehingga berbahaya bagi mata.
Sinar-sinar tersebut meliputi, sinar-sinar yang kasat mata, juga sinar ultraviolet
(gelombang elektromagnetik) dan sinar inframerah (thermal) yang tidak kasat
mata.
3. Sinar yang ada pada las busur listrik kebanyakan adalah sinar ultraviolet,
sedangkan nyala api las memancarkan sinar infrared. Sinar ultraviolet dan sinar
infrared menimbulkan kerusakan pada mata dan kulit dapat terbakar seperti
terbakar sinar mata.

C. Alat Pelindung Diri


Alat Pelindung Diri (APD) merupakan suatu perangkat yang digunakan oleh pekerja
demi melindungi dirinya dari potensi bahaya serta kecelakaan kerja yang kemungkinan
dapat terjadi di tempat kerja. Penggunaan APD oleh pekerja saat bekerja merupakan
suatu upaya untuk menghindari paparan risiko bahaya di tempat kerja. Walaupun upaya
ini berada pada tingkat pencegahan terakhir, namun penerapan alat pelindung diri ini
sangat dianjurkan (Tarwaka,2008). Alat Pelindung Diri (APD) terdiri dari topi, sarung
tangang, masker, kacamata/ pelindung wajah, baju kerja/ celemek, dan sepatu karet
Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia mempunyai peran yang penting dalam
rangka mengembangkan dan memajukan suatu industri. Oleh sebab itu pekerja harus
diberi perlindungan melalui usaha-usaha peningkatan dan pencegahan. Sehingga semua
industri, baik formal maupun informal diharapkan dapat menerapkan K3 di lingkungan
kerjanya.
Dalam hal ini berkaitan dengan Alat Pelindung Diri, pemerintah telah menetapkan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja ( K3 ) yang di atur dalam Undang Undang No 1
Tahun 1970 tentang Keselamatan Kesehatan Kerja ( K3 ) yang di berlakukan di
Industri. Selain itu juga terdapat Intruksi Menaker No. Ins 02/M/BW/BK/1984 tentang
pengesahan alat pelindung diri ( APD ) dan Intruksi Menaker No. Ins 05/M/BW/1997
tentang pengawasan alat pelindung diri ( APD ) serta surat edaran No. SE 05/BW/1997
tentang alat pelindung diri.

Cara mengendalikan bahaya


Pengendalian teknik menghilangkan bahaya yang ada atau kemungkinan bahaya mengenai
pekerja, seperti menggunakan alat yang lebih aman dan memisahkan jenis kegiatan bengkel seperti
pengelasan,modifikasi dan servis. Pengendalian administratif bisa dilakukan dengan membatasi waktu
kontak antara pekerja dengan bahaya, seperti memberikan jarak yang cukup antara pengerjaan servis
dan pengelasan, pemberian istirahat yang cukup, meningkatkan kebersihan dan keselamatan pekerja.
Menurut hirarki upaya pengendalian diri (controlling), alat pelindung diri sesungguhnya merupakan
hirarki terakhir dalam melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja daripotensi bahaya yang
kemungkinan terjadi pada saat melakukan pekerjaan, setelah pengendalian teknik dan administratif
tidak mungkin lagi diterapkan. Ada beberapa jenis alat pelindung diri yang mutlak digunakan oleh
tenaga kerja pada waktu melakukan pekerjaan dan saat menghadapi potensi bahaya karena
pekerjaanya, antara lain :
1. Alat Pelindung Mata (kaca mata pengaman) / Kaca mata (Spectacles/Goggles).
2. Pelindung pendengaran / ear plug
3. Pakaian Pelindung

Alat-alat pelindung dari sinar yang berbahaya


1. Kaus tangan atau masker pelindung wajah sejenis helm dengan plat-plat baja anti-
cahaya dilengkapi dengan jumlah penyaring yang cukup memadai serta kacamata
pelindung digunakan ketika mengerjakan las busur listrik atau las gas
2. Pekerja las harus memakai pakaian kerja lengan panjang dan menutupi leher
dengan handuk sehingga kulit terlindung dari paparan sinar busur las
3. Pekerja harus merawat kedua matanya dengan meneteskan obat tetes mata dan
menggunakan kompres pendingin untuk melindungi lingkungan pekerja dari
sinar-sinar yang berbahaya tersebut, perlu digunakan layar pelindung cahaya
BAB III
METODE PENELITIAN

I. BAHAN DAN CARA


a. Alur Reparasi Kendaraan di Bengkel

Administrasi
(Ruang Administrasi)

Pengecekan Kerusakan
(Ruang Garasi)

Sparepart Kendaraan Service Kendaraan


(Gudang) (Ruang Service)

Penyerahan Barang
(Ruang Penyerahan
Barang)

b. Peralatan yang Diperlukan

Peralatan yang diperlukan untuk melakukan walk through survey antara lain:

- Alat tulis menulis: berfungsi sebagai media untuk pencatatan selama survei jalan
sepintas.
- Kamera digital: berfungsi sebagai alat untuk memotret kegiatan dan lingkungan
Bengkel BTP, Makassar.

- Checklist: berfungsi sebagai alat untuk mendapatkan data primer mengenai


survei jalan sepintas yang dilakukan.

c. Cara pemantauan

Dengan metode walk through survey dengan menggunakan checklist. Walk


through survey mengandalkan kemampuan indra penglihatan dan intra pendengaran,
sekali-sekali dilakukan wawancara dengan pekerja.
Sebelum melakukan walk through survey perlu diperhatikan masalah
kerahasiaan perusahaan (trade secrecy) dan konfidensialitas pekerja. Sebelum
melakukan pemotretan perlu dimintakan izin terlebih dahulu kepada pimpinan
perusahaan. Laporan walk through survey tidak cukup hanya dengan mengisi
checklist, melainkan juga harus menyusun esai. Checklist hanyalah merupakan
panduan saja agar tidak ada kelupaan.

II. LOKASI DAN WAKTU

a. Lokasi

Lokasi survei kesehatan dan kedokteran kerja kami jalankan adalah mengevaluasi
faktor yang berpengaruh pada kesehatan dan keselamatan kerja karyawan Bengkel
BTP, Makaasar, Sulawesi Selatan.

b. Waktu

Waktu pelaksanaan survei kesehatan dan kedokteran kerja ini pada tanggal 13 17
Maret 2017. Rincian kegiatan sebagai berikut.

13 Maret 2017 : Melapor ke Bagian K3 RS Ibnu Sina dan


diberikan pengarahan. Membuat proposal penelitian
mengenai Penyakit Akibat Kerja pada karyawan Bengkel
BTP, Makaasar, Sulawesi Selatan.

14 Maret 2017 : Melakukan survei di lokasi penelitian

15 Maret 2017 : Membuat status okupasi

16 Maret 2017 : Membuat laporan hasil penelitian

17 Maret 2017 : Membaca hasil penelitian

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Adapun hasil penelitian yang telah diperoleh dapat diuraikan sebagai berikut:

Alur instalasi laundry :

1.Registrasi

2. Pengecekan kerusakan
3. Perhitungan biaya

4. Persetujuan pelanggan (informed consent)

5. Pengerjaan (las, ketok, dempul, poles, reparasi mesin,pengecatan, pencucian mobil)

6. Pengambilan sparepart

7. Pengambilan mobil oleh pelanggan dan pembayaran

HASIL SURVEI

A. Hazard lingkungan kerja


1. Ruang Registrasi
1. Fisik: suhu yang agak panas karena ventilasi kurang
2. Kimia: debu dan asap kendaraan yang masuk ke ruangan registrasi
3. Biologik : -
4. Ergonomik: duduk terlalu lama melayani customer
5. Psikososial: -

2. Ruang Garasi
1. Fisik: suhu yang agak panas karena ruangan terbuka dengan atap seng dan paparan panas dari
mesin mobil yang diperiksa
2. Kimia: debu dan asap kendaraan yang diperiksa
3. Biologik : -
4. Ergonomik: pekerja lebih sering berdiri karena tidak disediakan kursi
5. Psikososial: -

3. Ruang kerja
1. Fisik: pencahayaan kurang, paparan panas saat pengerjaan ketok dan pengelasan, bising dari
mesin yang digunakan, getaran dari penggunaan mesin gurinda dan mesin poles, ada sumber
listrik bertegangan tinggi yang membahayakan
2. Kimia : debu dan asap kendaraan, remover cat, acetylene, polyester putih
3. Biologik : -
4. Ergonomik: proses pengerjaan satu mobil memerlukan waktu lama, posisi yang salah selama
pengerjaan mobil dan mengangkat beban, kegiatan mengamplas berulang-ulang
5. Psikososial: tidak ada shift kerja, perselisihan antar pekerja

4. Ruang Pengecatan
1. Fisik: suhu yang agak panas karena ruangan terbuka dengan atap seng, paparan panas dari
mesin pengering, getaran dari mesin pemoles, bising dari mesin kompresor
2. Kimia: polyester putih, cat, tiner
3. Biologik : -
4. Ergonomik: kegiatan mengamplas berulang-ulang Psikososial: jadwal kerja yang padat, beban
kerja yang banyak, gaji bulanan yang sedikit, pekerjaan berulang.
5. Psikososial: tidak ada shift kerja, perselisihan antar pekerja

5. Ruang Pencucian
1. Fisik: suhu yang agak panas karena ruangan terbuka dengan atap seng, bising dari
mesin kompresor, sumber listrik bertegangan tinggi dari mesin kompresor dan
hidrolik
2. Kimia: sabun, debu dari mobil
3. Biologik : -
4. Ergonomik: gerakan berulang-ulang saat mencuci dan mengeringkan mobil
5. Psikososial: tidak ada shift kerja, perselisihan antar pekerja

6. Gudang (Sparepart)
1. Fisik: pencahayaan kurang, suhu yang agak panas karena ventilasi kurang
2. Kimia: debu karena ventilasi kurang dan jarang dibersihkan
3. Biologik : -
4. Ergonomik: ruangan sempit dan tatanan barang yang kurang baik sehingga sulit dijangkau
5. Psikososial: -

B. Alat kerja yang digunakan yang dapat mengganggu kesehatan

1. Ruang registrasi : kursi kerja yang kurang nyaman, layar computer yang terlalu dekat
jaraknya dengan pekerja, kipas angin yang berdebu
2. Ruang pemeriksaan (Garasi) : alat pengukur kadar minyak rem
3. Ruang kerja : mesin las, mesin gurinda, mesin poles, mesin pemanas
4. Ruang pengecatan : mesin poles, kertas amplas
5. Ruang pencucian : mesin hidrolik, mesin kompresor
6. Gudang (ruang sparepart) : -

C. APD yang digunakan

1. Ruang registrasi : masker


2. Ruang pemeriksaan (Garasi) : masker, sarung tangan
3. Ruang kerja : masker, sarung tangan, kacamata, sepatu
4. Ruang pengecatan : masker, sarung tangan, sepatu
5. Ruang pencucian : sarung tangan, sepatu
6. Gudang (ruang sparepart) : -

D. Pemeriksaan kesehatan yang pernah dilakukan sesuai peraturan (sebelum bekerja,


berkala, berkala khusus)
Para pekerja memeriksakan kesehatannya hanya saat sakit saja. Tidak ada pemeriksaan
kesehatan yang pernah dilakukan sesuai peraturan (sebelum bekerja, berkala, dan berkala
khusus).

E. Keluhan/penyakit yang dialami berhubungan dengan pekerjaan


Penyakit/ keluhan kesehatan yang diajukan dari bengkel mobil adalah low back pain,
conjunctivitis, ISPA, dermatitis iritan, myalgia.

F. Upaya K3 lainnya yang dijalankan


Di tempat kerja disediakan kotak P3K. Ada terdapat alat pemadam api. Ada wastafel untuk
mencuci tangan. Ada blower untuk mengeluarkan asap dan debu dari ruangan.

2 Pembahasan

1 Survey tentang hazard umum pada pekerja bengkel


Dari survey yang dilakukan pada pekerja bengkel , pekerja banyak terpapar pada
hazard umum dari faktor kimia, ergonomi, fisik dan psikososial. Hazard ini membahayakan
karena seharusnya lingkungan kerja dalam keadaan aman, dan tidak membahayakan
pekerjanya.

Faktor kimia berupa acetylene, polyester putty, cat, thinner, dan detergent yang
mengandung zat kimia sehingga bisa membahayakan bagi pekerja bengkel. Selain itu,
pekerja juga terpapar dengan asap dan debu kendaraan.

Detergen yang secara umum mengandung surfaktan dan builders, surfaktan beresiko
pada pekerja karena dapat menyebabkan gangguan iritasi pada kulit, hilangnya
kelembaban alami yang ada pada kulit dan meningkatkan permeabilitas permukaan
luar sedangkan builders salah satu yang paling banyak dimanfaatkan di dalam
Detergen adalah phosphate. Phosphate memegang peranan penting dalam produk
Detergen, sebagai softener air. Bahan ini mampu menurunkan kesadahan air dengan
cara mengikat ion kalsium dan magnesium. Bahan kimia yang terkandung dalam
pemutih adalah klorin, dimana zat tersebut bisa menyebabkan iritasi saluran nafas,
wheezing / mengi, kesulitan bernafas, suara serak, batuk,, iritasi mata, iritasi kulit

Polyester putty atau polystyrene repair paste melalui inhalasi dapat menyebabkan
ngantuk, dan iritasi saluran napas, kontak dengan kulit dapat menyebabkan
kemerahan, jika tertelan dapat menyebabkan iritasi mulut, gastritis, mual dan muntah

Thinner yang mengandung toluene, xylene, asam nitrat dan asam sulfat, zat ini
berbahaya dan mudah terbakar. Penggunaan jangka pendek dapat menyebabkan iritasi
mata, apabila terjadi aspirasi dapat menyebabkan pneumonitis, penurunan kesadaran,
dan aritmia. Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan dermatitis, gangguan
system saraf pusat, gangguan hepar dan ginjal, serta gangguan reproduksi.

Paparan terhadap acetylene melalui inhalasi dapat menyebabkan sakit kepala, pusing,
bahkan pingsan. Pada penggunaan yang lama dan kadar yang tinggi dapat
menurunkan kadar oksigen di udara sehingga menyebabkan asfiksia bahkan kematian.

Paint remover mengandung berbagai zat kimia, salah satunya methylene chloride
yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan saluran pernapasan, edema paru
(apabila dihirup dalam jumlah besar) bahkan dapat menimbulkan serangan jantung
karena hasil metabolism methylene yang dapat ditemukan di pembuluh darah berupa
karbon monoksida.

Cat mobil atau solvent based paint yang mengandung toluene, xylene, ethanol. Dan
aceton dapat menyebabkan iritasi kulit, dan apabila dihirup dapat menyebabkan iritasi
saluran napas, nyeri kepala, pusing, mual dan muntah.

Asap kendaraan banyak mengandung karbon monoksida yang dalam keadaan toksik di
darah dapat menyebabkan asfiksia. Kandung sulfur dioksida dapat menyebabkan iritasi
saluran napas. Selain itu, kandung timah hitam dapat menyebabkan keracunan, dan
anemia.

Faktor ergonomi, posisi kerja sebagian besar dilakukan dengan berdiri karena tidak
memungkinkan petugas untuk duduk dan cara kerja berupa mengangkat, mendorong dan
menarik. Dengan cara kerja yang tidak dilakukan dengan benar oleh pekerja dan posisi
kerja yang demikian mengakibatkan sebagian petugas mengeluh terkadang merasakan
nyeri punggung bawah/low back pain. Sebaliknya pada petugas registrasi yang harus
bekerja dalam posisi duduk yang lama juga turut menimbulkan keluhan back pain. Selain
itu, pembagian tugas pekerja yang banyak melakukan gerakan berulang seperti
menggosok dan membersihkan dalam waktu lama dapat menyebabkan nyeri pada sendi
pergelangan tangan.
Faktor fisik berupa kebisingan yang timbul akibat suara kompressor, mesin, dan gurinda
yang beroperasi terus menerus di tempat kerja cukup mengganggu bagi pekerja. Hal ini
bisa menyebabkan gangguan pendengaran. Sebaiknya petugas menggunakan alat
pelindung diri berupa ear plug/ ear muff. Faktor fisik lainnya berupa getaran yang
dirasakan oleh operator mesin gurinda dan mesin pemoles juga dapat menyebabkan
keluhan seperti myalgia. Kurangnya pencahayaan dan suhu ruangan menyebabkan
ketidaknyamanan pada pekerja, dan dapat membahayakan pada penggunaan alat yang
membutuhkan pencahayaan maksimal. Suhu ruangan yang panas adalah akibat dari
kurangnya ventilasi, ruangan yang hanya beratapkan seng, kurangnya kipas angin, dan
paparan panas dari alat dan mesin. Percikan api yang ditimbulkan pada proses
pengelasan juga dapat menyebabkan iritasi pada mata dan kulit, selain itu pekerja juga
dapat terpapar dengan suhu yang tinggi pada proses pengelasan dan ketok. Di ruangan
juga banyak terdapat sumber listrik bertegangan tinggi untuk menyalakan compressor
yang berpotensi menyebabkan kebakaran, ledakan, ataupun luka bakar listrik pada
pekerja.
Faktor psikososial, yang ditemukan pada pekerja adalah beban kerja yang berat karena
tidak adanya sistem pergantian pekerja, dan pembagian kerja didasarkan atas sistem
proyek sehingga terkadang terjadi perselisihan diantara pekerja. Pekerja kadang
merasakan kelelahan walaupun jadwal kerja telah dibatasi dari pukul 8 pagi hingga 5
sore.

2 Survey tentang alat kerja yang digunakan oleh pekerja bengkel

Alat kerja yang digunakan seperti mesin poles, dan gurinda dapat menimbulkan faktor
bahaya fisik berupa getaran dan kebisingan. Alat las dan mesin pemanas untuk proses ketok
menyebabkan bahaya fisik berupa paparan suhu yang tinggi dan percikan api. Mesin
compressor yang digunakan juga turut menyebabkan kebisingan dan sumber daya yang
digunakan berupa listrik bertegangan tinggi berpotensi menyebabkan ledakan, kebakaran, dan
luka bakar listrik pada pekerja. Penggunaan mesin hidrolik pada pencucian mobil yang juga
menggunakan sumber listrik tegangan tinggi juga berpotensi menyebabkan luka bakar listrik
jika terjadi korslet dan bahaya mobil jatuh dan menimpa pekerja. Pada petugas registrasi,
pemilihan jenis kursi pekerja kurang tepat dan pengaturan layar computer yang terlalu dekat
dengan petugas registrasi.

4.2.3 Survey untuk mengetahui tentang alat pelindung diri yang digunakan pekerja

Dari hasil survey didapatkan pekerja bengkel hanya rutin menggunakan masker,
sarung tangan dan kacamata. Masker yang digunakan belum sesuai standar K3 karena hanya
menggunakan surgical mask dimana seharusnya pekerja menggunakan dust mask, tapi sarung
angan dan kacamata yang digunakan sudah sesuai dengan standar K3. Penggunaan
apron/clemek dan sepatu kadang digunakan tetapi lebih sering tidak digunakan.

4.2.4 Survey tentang pemeriksaan pada pekerja bengkel

Dari hasil survey didapatkan pekerja bengkel tidak melakukan pemeriksaan kesehatan
berkala atau pemeriksaan khusus. Ini tidak sesuai dengan standar pelayanan K3, dan ini
menunjukkan kurangnya upaya tertentu dari pihak rumah sakit untuk menjalankan program
K3 secara keseluruhan.

4.2.5 Survey tentang keluhan yang dialami pekerja bengkel akibat petugasannya.

Dari survey didapatkan petugas laundry, terdapat beberapa keluhan seperti


konjunctivits, dermatitis, dan sebagian besar mengeluhkan nyeri otot serta nyeri punggung
bawah (low back pain) yang disebabkan posisi dan cara kerja yang tidak benar salah satunya
penggunaan APD yang tidak lengkap.

4.2.4 Survey tentang upaya lain K3

Penyedian APAR (alat pemadam api ringan) pada ruang kerja bengkel sebagai salah
satu upaya K3 untuk menanggulangi bahaya kebakaran di ruang kerja. APAR juga terdapat di
beberapa titik di bengkel sehingga mudah dijangkau jika terjadi kejadian yang tidak
diharapkan. Kotak P3K juga tersedia di beberapa tempat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kurniawidjaja, Meily. 2010.Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Jakarta:UIPress

2. International Labour Organization, 2015

Anda mungkin juga menyukai