Anda di halaman 1dari 73

Polusi Udara

Udara merujuk kepada campuran gas yang terdapat pada permukaan bumi. Udara bumi yang
kering mengandungi 78% nitrogen, 21% oksigen, dan 1% uap air, karbon dioksida, dan gas-
gas lain.

Kandungan elemen senyawa gas dan partikel dalam udara akan berubah-ubah dengan
ketinggian dari permukaan tanah. Demikian juga massanya, akan berkurang seiring dengan
ketinggian. Semakin dekat dengan lapisan troposfer, maka udara semakin tipis, sehingga
melewati batas gravitasi bumi, maka udara akan hampa sama sekali.

Apabila makhluk hidup bernapas, kandungan oksigen berkurang, sementara kandungan


karbon dioksida bertambah. Ketika tumbuhan menjalani sistem fotosintesa, oksigen kembali
dibebaskan.

Di antara gas-gas yang membentuk udara adalah seperti berikut :

Helium

Nitrogen

Oksigen

Karbon dioksida

Helium (He) adalah unsur kimia yang tak berwarna, tak berbau, tak berasa, tak beracun,
hampir inert, berupa gas monatomik, dan merupakan unsur pertama pada golongan gas mulia
dalam tabel periodik dan memiliki nomor atom 2. Titik didih dan titik lebur gas ini
merupakan yang terendah di antara semua unsur. Helium berwujud hanya sebagai gas
terkecuali pada kondisi yang sangat ekstrem. Kondisi ekstrem juga diperlukan untuk
menciptakan sedikit senyawa helium, yang semuanya tidak stabil pada suhu dan tekanan
standar. Helium memiliki isotop stabil kedua yang langka yang disebut helium-3. Sifat dari
cairan varitas helium-4; helium I dan helium II; penting bagi para periset yang mempelajari
mekanika kuantum (khususnya dalam fenomena superfluiditas) dan bagi mereka yang
mencari efek mendekati suhu nol absolut yang dimiliki materi (seperti superkonduktivitas).

Helium adalah unsur kedua terbanyak dan kedua teringan di jagad raya, mencakupi
24% massa keunsuran total alam semesta dan 12 kali jumlah massa keseluruhan unsur
berat lainnya. Keberlimpahan helium yang sama juga dapat ditemukan pada Matahari
dan Yupiter. Hal ini dikarenakan tingginya energi pengikatan inti (per nukleon)
helium-4 berbanding dengan tiga unsur kimia lainnya setelah helium. Energi
pengikatan helium-4 ini juga bertanggung jawab atas keberlimpahan helium-4 sebagai
produk fusi nuklir maupun peluruhan radioaktif. Kebanyakan helium di alam semesta
ini berupa helium-4, yang dipercaya terbentuk semasa Ledakan Dahsyat. Beberapa
helium baru juga terbentuk lewat fusi nuklir hidrogen dalam bintang semesta.

Nama "helium" berasal dari nama dewa Matahari Yunani Helios. Pada 1868, astronom
Perancis Pierre Jules Csar Janssen mendeteksi pertama kali helium sebagai tanda
garis spektral kuning tak diketahui yang berasal dari cahaya gerhana matahari. Secara
formal, penemuan unsur ini dilakukan oleh dua orang kimiawan Swedia Per Teodor
Cleve dan Nils Abraham Langlet yang menemukan gas helium keluar dari bijih
uranium kleveit. Pada tahun 1903, kandungan helium yang besar banyak ditemukan di
ladang-ladang gas alam di Amerika Serikat, yang sampai sekarang merupakan
penyedia gas helium terbesar. Helium digunakan dalam kriogenika, sistem pernapasan
laut dalam, pendinginan magnet superkonduktor, "penanggalan helium",
pengembangan balon, pengangkatan kapal udara dan sebagai gas pelindung untuk
kegunaan industri (seperti "pengelasan busar") dan penumbuhan wafer silikon).
Menghirup sejumlah kecil gas ini akan menyebabkan perubahan sementara kualitas
suara seseorang.

Di Bumi, gas ini cukup jarang ditemukan (0,00052% volume atmosfer). Kebanyakan
helium yang kita temukan di bumi terbentuk dari peluruhan radioaktif unsur-unsur
berat (torium dan uranium) sebagai partikel alfa berinti atom helium-4. Helium
radiogenik ini terperangkap di dalam gas bumi dengan konsentrasi sebagai 7%
volume, yang darinya dapat diekstraksi secara komersial menggunakan proses
pemisahan temperatur rendah yang disebut distilasi fraksional.

Sejarah

Penemuan ilmiah

Bukti keberadaan helium pertama kali terpantau pada 18 Agustus 1868 berupa garis spektrum
berwarna kuning cerah berpanjang gelombang 587,49 nanometer yang berasal dari spektrum
kromosfer Matahari. Garis spektrum ini terdeteksi oleh astronom Perancis Jules Janssen
sewaktu gerhana matahari total di Guntur, India.[2][3] Garis spektrum ini pertama kali
diasumsikan sebagai natrium. Pada tanggal 20 Oktober tahun yang sama, astronom Inggris
Norman Lockyer juga memantau garis kuning yang sama dalam spektrum sinar matahari,
yang kemudian dia namakan garis Fraunhofer D3 karena garis ini berdekatan dengan garis
natrium D1 dan D2 yang telah diketahui.[4] Ia menyimpulkan bahwa keberadaan garis ini
disebabkan oleh suatu unsur di Matahari yang tak diketahui di Bumi. Lockyer dan seorang
kimiawan Inggris lainnya Edward Frankland menamai unsur tersebut berdasarkan nama
Yunani untuk Matahari (helios).[5][6][7]
Garis spektrum helium

Pada tahun 1882, fisikawan Italia Luigi Palmieri mendeteksi helium di Bumi untuk pertama
kalinya melalui identifikasi garis spektrum D3 helium ketika ia menganalisa lava Gunung
Vesuvius.[8]

Sir William Ramsay, penemu helium Bumi

Pada 26 Maret 1895, kimiawan Skotlandia Sir William Ramsay berhasil mengisolasi helium
yang ada di Bumi dengan memperlakukan mineral kleveit dengan berbagai jenis asam
mineral. Ramsay berusaha mencari unsur argon, tetapi setelah memisahkan nitrogen dan
oksigen dari gas yang terlepaskan, ia menemukan garis kuning cerah yang sama dengan garis
D3 yang terpantau dari Matahari.[4][9][10][11] Sampel gas ini kemudian teridentifikasikan sebagai
helium oleh Lockyer dan fisikawan Britania William Crookes. Helium juga secara terpisah
diisolasi dari mineral kleveit pada tahun yang sama oleh kimiawan Per Teodor Cleve dan
Abraham Langlet di Uppsala, Swedia, yang berhasil mengumpulkan kandungan gas helium
yang cukup untuk secara akurat menentukan bobot atomnya.[3][12][13] Helium juga diisolasi
oleh geokimiawan Amerika William Francis Hillebrand sebelum penemuan Ramsay ketika ia
memperhatikan adanya garis spektrum tak lazim manakala ia sedang menguji sampel mineral
uraninit. Walau demikian, Hillebrand mengira bahwa garis spektrum ini disebabkan oleh
nitrogen.[14]

Pada tahun 1907, Ernest Rutherford dan Thomas Royds menunjukkan bahwa partikel alfa
adalah inti helium dengan pertama-tama mengijinkan partikel ini menembus dinding gelas
tabung vakum yang tipis dan kemudian menghasilkan pelucutan dalam tabung untuk
kemudian dipelajari spektrum gas yang ada di dalam tabung tersebut. Pada tahun 1908,
helium berhasil dijadikan cair oleh fisikawan Belanda Heike Kamerlingh Onnes dengan
mendinginkan gas ini ke temperatur kurang dari satu kelvin.[15] Ia mencoba untuk
memadatkan gas ini dengan menurunkan temperaturnya lebih jauh, namun gagal karena
helium tidak memiliki temperatur titik tripel di mana padatan, cairan, dan gas berwujud
dalam kesetimbangan. Salah seoarang murid Onnes, Willem Hendrik Keesom pada akhirnya
berhasil memadatkan 1 cm3 helium pada tahun 1926 dengan memberikan tekanan luar
tambahan.[16]

Pada tahun 1938, fisikawan Rusia Pyotr Leonidovich Kapitsa menemukan bahwa helium-4
hampir tidak memiliki viskositas pada temperatur mendekati nol mutlak. Fenomena ini
kemudian dikenal dengan nama superfluiditas.[17] Fenomene ini berkaitan dengan kondensasi
Bose-Einstein. Pada tahun 1972, fenomena yang sama juga terpantau pada helium-3 namun
pada temperatur yang lebih rendah dan lebih mendekati nol mutlak oleh fisikawan Amerika
Douglas D. Osheroff, David M. Lee, dan Robert C. Richardson. Fenomena superfluiditas
yang terpantau pada helium-3 ini diperkirakan berkaitan dengan pemasangan fermion helium-
3 untuk membentuk boson, sama dengan analogi pasangan Cooper elektron menghasilkan
superkonduktivitas.[18]

Ekstraksi dan penggunaan helium

Setelah operasi pengeboran minyak di Dexter, Kansas pada tahun 1903 yang menghasilkan
geyser gas yang tidak dapat dibakar, seorang geolog Kansas Erasmus Haworth kemudian
mengumpulkan sampel gas yang keluar untuk diuji komposisinya di Universitas Kansas di
Lawrence dengan bantuan kimiawan Hamilton Cady dan David McFarland. Ia menemukan
bahwa gas tersebut terdiri dari (berdasarkan volumenya) 72% nitrogen, 15% metana (hanya
dapat terbakar dengan kandungan oksigen yang cukup), 1% hidrogen, dan 12% gas yang tak
teridentifikasi.[3][19] Dalam analisa lebih lanjut, Cady dan McFarland menemukan bahwa
1,84% sampel gas tersebut adalah helium.[20][21] Hasil analisa ini menunjukkan bahwa
walaupun helium secara keseluruhannya sangat langka di Bumi, zat ini terkonsentrasi dalam
jumlah yang besar di dalam Dataran Amerika dan dapat diekstraksi sebagai hasil samping gas
alam.[22]

Penemuan ini kemudian menjadikan Amerika Serikat sebagai penyuplai gas helium terbesar
di dunia. Mengikuti saran Sir Richard Threlall, Angkatan Laut Amerika Serikat mensponsori
tiga pabrik helium eksperimental semasa Perang Dunia II. Tujuannya adalah untuk mengisi
balon penghalang menggunakan gas yang tidak terbakar dan lebih ringan dari udara. Total
5.700 m3 gas dengan komposisi 92% helium berhasil dihasilkan dari program ini.[4] Sebagian
dari gas ini kemudian digunakan dalam kapal udara berhelium pertama milik Angkatan Laut
AS, C-7, yang memulai penerbangan perdananya dari Hampton Roads, Virginia, ke Bolling
Field di Washington, D.C., pada 1 Desember 1921.[23]

Walaupun proses ekstraksi menggunakan pencairan gas temperatur rendah tidak sempat
dikembangkan untuk digunakan semasa Perang Dunia I, produksi helium terus dilanjutkan.
Helium utamanya digunakan sebagai gas pengangkat pada kapal udara. Permintaan atas gas
helium meningkat semasa Perang Dunia II. Spektrometer massa helium juga sangat vital
dalam proyek bom atom Manhattan.[24]

Pemerintah Amerika Serikat mendirikan Cadangan Helium Nasional pada tahun 1925 di
Amarillo, Texas dengan tujuan menyuplai helium kepada kapal udara militer AS pada saat
perang dan kapal udara komersial pada saat damai.[4] Karena embargo militer AS terhadap
Jerman yang melarang penyuplaian helium, LZ 129 Hindenburg dan zeppelin-zeppelin
Jerman lainnya terpaksa menggunakan hidrogen sebagai gas pengangkat. Penggunaan helium
setelah Perang Dunia II menurun, namun cadangan helium diperbesar pada tahun 1950-an
untuk memenuhi suplai helium cair sebagai cairan pendingin yang diperlukan untuk membuat
bahan bakar roket oksigen/hidrogen semasa Perang Dingin dan Perlombaan Angkasa. Jumalh
helium yang digunakan Amerika pada tahun 1965 delapan kali lebih tinggi daripada puncak
penggunaannya semasa era peperangan.[25]

Setelah adanya "Helium Acts Amendments of 1960" (Public Law 86777) (Amandemen Akta
Helium 1960), Biro Pertambangan Amerika Serikat menunjuk lima pabrik pengilangan
swasta untuk mengekstraksi helium dari gas alam. Dalam program ini, pipa sepanjang 684
km dibangun dari Bushton, Kansas ke ladang gas milik pemerindah dekat Amarillo, Texas.
Campuran helium-nitrogen yang dikirim kemduain disimpan dalam ladang gas tersebut untuk
keperluan lebih lanjut.[26]

Sampai dengan tahun 1995, satu miliar meter kubik gas helium telah dikumpulkan, dan
Cadangan Nasional Helium AS memiliki hutang sebesar AS$ 1,4 miliar. Hal ini kemudian
mendorong Kongres AS untuk melepaskan cadangan helium pada tahun 1996.[3][27] Akta
Privatisasi Helium 1996 ("Helium Privatization Act of 1996")[28] (Public Law 104273) yang
disahkan kemudian menunjuk Departemen Dalam Negeri Amerika Serikat untuk mulai
mengosongkan cadangan tersebut pada tahun 2005.[29]

Helium yang diproduksi antara tahun 1930 sampai dengan 1945 memiliki tingkat kemurnian
sebesar 98,3%. Tingkat kemurnian ini cukup murni untuk digunakan dalam kapal udara. Pada
tahun 1945, sejumlah kecil helium 99,9% diproduksi untuk keperluan pengelasan. Pada tahun
1949, helium 99,95% mulai tersedia secara komersial.[30]

Dalam sejarahnya, produksi helium Amerika Serikat pernah mencapai 90% produksi helium
komersial di dunia, manakala kilang ekstraksi Kanada, Polandia, Rusia, dan negara lain
memproduksi sisanya. Pada pertengahan tahun 1990-an, kilang baru di Arzew, Aljazair mulai
beroperasi dan menghasilkan helium sebesar 17 juta meter kubik. Jumlah ini cukup untuk
memenuhi seluruh permintaan Eropa akan helium. Pada masa yang sama, konsumsi helium
AS telah meningkat di atas 15 juta kg per tahun.[31] Pada tahun 2004-2006, kilang produksi
helium di Ras Laffan, Qatar, dan Skikda, Aljazair dibangun. Aljazair kemudian menjadi
produsen helium kedua terbesar di dunia.[32] Konsumsi dan biaya produksi helium pun terus
meningkat.[33] In the 2002 to 2007 period helium prices doubled.[34]

Pada tahun 2012, Cadangan Helium Nasional Amerika Serikat menyimpan 30% helium
dunia.[35] Cadangan ini diperkirakan akan habis digunakan pada tahun 2018.[35]

Karakteristik

Atom helium

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Atom helium


Atom helium. Tergambar pada gambar di atas adalah inti atom helium (merah
muda) beserta distribusi awan elektronnya (hitam abu-abu). Inti atom (kanan
atas) pada helium-4 sebenarnya simetris bulat dan mirip dengan awan
elektronnya, walaupun pada inti atom yang lebih kompleks tidaklah selalu
demikian.

Helium dalam mekanika kuantum


Menurut perspektif mekanika kuantum, helium adalah atom tersederhana kedua yang dapat
dimodelkan setelah atom hidrogen. Helium tersusun atas dua elektron dalam orbital atom
helium dan inti atom yang terdiri dari dua proton dan beberapa neutron. Menurut mekanika
Newton, tiada sistem yang terdiri dari lebih dari dua pertikel yang dapat diselesaikan
menggunakan pendekatan matematis analitis yang eksak (liat masalah tiga benda). Hal yang
sama juga berlaku pada atom helium, sehingganya diperlukan metode matematis numeris
bahkan untuk menyelesaikan sistem satu inti dan dua elektron. Metode kimia komputasional
telah digunakan untuk menciptakan gambaran elektron yang terikat dengan inti atom secara
kuantum dengan akurasi < 2% dari nilai sebenarnya.[36] Dalam gambaran model ini,
ditemukan bahwa tiap-tiap elektron dalam helium saling memerisai atraksi inti atom (efek
pemerisaian) sehingganya muatan efektif inti yang tiap-tiap elektron terima (nilai Z) adalah
sekitar 1,69 dan bukannya 2.

Stabilitas inti atom dan kelopak elektron helium-4


Inti atom helium-4 identik dengan partikel alfa. Eksperimen penghamburan elektron energi
tinggi menunjukkan bahwa muatannya akan menurun secara eksponensial dari nilai
maksimum a pada suatu titik pusat, persis sama dengan rapatan muatan awan elektron helium
itu sendiri. Kesimetrian ini mencerminkan berlakunya hukum fisika yang sama, yakni
pasangan neutron dan pasangan proton dalam inti atom helium mematuhi kaidah mekanika
kuantum yang sama sebagaimana pasangan elektron helium patuhi (walaupun partikel-
partikel inti menerima potensial pengikatan inti yang berbeda), sehingganya kesemuaan
fermion ini memenuhi orbital 1s secara berpasangan, tiada satupun yang memiliki momentum
sudut orbital, dan tiap-tiap fermionnya saling membatalkan spin intrinsik satu sama lainnya.
Penambahan partikel sejenis dalam sistem memerlukan momentum sudut dan akan
mengakibatkan pelepasan energi yang lebih rendah (dan sebenarnya pula, tiada inti atom
bernukelon lima yang stabil). Susunan seperti ini sehingganya sangat stabil secara energetika
dan kestabilan ini bertanggung jawab atas banyak sifat-sifat helium yang terpantau.

Sebagai contohnya, stabilitas dan rendahnya energi keadaan awan elektron helium
bertanggung jawab atas keinertan kimiawi helium dan juga ketiadaan interaksi antar atom,
mengakibatkan helium memiliki titik lebur dan titik didih yang paling rendah di antara semua
unsur-unsur kimia.

Sama halnya pula, stabilitas inti atom helium-4 juga menghasilkan efek yang sama, dan
bertanggung jawab atas mudahnya helium-4 terbentuk dalam reaksi atomik nuklir yang
melibatkan emisi maupun fusi partikel berat. Beberapa helium-3 yang stabil dihasilkan dalam
reaksi fusi hidrogen, namun jumlahnya sangat kecil dibandingkan dengan helium-4. Stabilitas
helium-4 adalah sebab hidrogen diubah menjadi helium-4 (dan bukannya deuterium maupun
helium-3) dalam reaksi nuklir Matahari.

Energi pengikatan per nukelon isotop unsur-unsur. Energi pengikatan per partikel
helium-4 secara signifikan lebih besar daripada nuklieda-nuklida lainnya.

Stabilitas inti helium-4 yang tidak lazim juga sangat penting dalam bidang kosmologi.
Stabilitas inti helium-4 menjelaskan mengapa dalam menit-menit pertama setelah Ledakan
Dahsyat, hampir semua inti atom yang terbentuk adalah inti helium-4. Pengikatan inti
helium-4 sangat erat sehingganya produksi helium-4 menghabiskan hampir semua neutron
yang bebas dalam beberapa menit sebelum neutron tersebut menjalani peluruhan beta, dan
hanya menyisakan sedikit neutron untuk membentuk atom-atom yang lebih berat lainnya
seperti litium, berilium, dan boron. Pengikatan inti helium-4 per nukleon lebih kuat daripada
unsur-unsur tersebut (lihat nukleogenesis dan energi pengikatan) sehingga tiada dorongan
energetik yang tersedia lagi seketika helium terbentuk untuk membentuk unsur 3, 4, dan 5.
Secara energetis, helium hampir cukup dapat menjalani fusi membentuk unsur berikut yang
energi per nukleonnya lebih rendah, yakni karbon. Namun, dikarenakan ketiadaan unsur
intermediat, proses ini mempersyaratkan tiga inti helium saling bertumbukan secara
bersamaan (lihat proses tripel alfa). Oleh karena itu, hampir tidak ada waktu yang tersedia
bagi karbon untuk terbentuk secara signifikan beberapa menit setelah Ledakan dahysat
sebelum alam semesta mulai mendingin dan mengembang. Hal inilah yang membuat rasio
hidrogen/helium pada masa-masa awal alam semesta sama dengan yang terpantau sekarang
(yakni 3 bagian hidrogen per 1 bagian helium-4 berdasarkan massa), dengan hampir semua
neutron alam semesta terperangkan dalam helium-4.

Semua unsur-unsur yang lebih berat lainnya (termasuk unsur-unsur yang diperlukan untuk
membentuk planet seperti Bumi ataupun kehidupan) oleh karenanya terbentuk setelah
peristiwa Ledakan Dahsyat di dalam bintang yang memiliki temperatur yang cukup panas
untuk menjalankan fusi helium dengan sendirinya. Semua unsur selain hidrogen dan helium
yang ada sekarang hanya mencakupi 2% massa materi alam semesta. Sebaliknya, helium-4
menduduki sekitar 23% materi biasa alam semesta.

Fase gas dan plasma

Helium yang dilucuti listrik dalam bentuk tabung yang bertuliskan simbol atom
He

Helium adalah gas mulia yang paling tidak reaktif setelah neon, dan karenanya merupakan
unsur yang paling tidak reaktif kedua dari semua unsur-unsur;[37] Helium bersifat inert dan
monoatomik di bawah semua kondisi standar. Dikarenakan massa atom molar helium yang
relatif rendah, konduktivitas termal helium, kalor jenis helium, dan kelajuan suara dalam gas
helium lebih besar daripada gas lainnya terkecuali hidrogen. Ukuran atom helium juga sangat
kecil, sehingga laju difusi helium dalam zat padat tiga kali lebih cepat daripada udara biasa
dan kelajuannya 65% daripada laju difusi hidrogen.[4]
Helium adalah gas monoatomik yang paling tidak larut dalam air.[38] Indeks refraksi helium
juga merupakan yang paling mendekati nilai satu daripada indeks refraksi gas lainnya.[39]
Helium memiliki nilai koefisien Joule-Thomson yang negatif pada temperatur normal, yang
berarti ia akan memanas ketika dibiarkan memuai dengan bebas. Ia akan mendingin apabila
memuai pada temperatur yang lebih rendah daripada temperatur inversi Joule-Thomson,
yakni sekitar 32 sampai dengan 50 K pada 1 atmosfer.[4] Seketika helium didinginkan di
bawah temperatur ini, helium dapat dicarikan melalui pendinginan pemuaian.

Kebanyakan helium luar angkasa ditemukan dalam keadaan plasma dengan sifat-sifat yang
berbeda daripada yang ditemukan pada helium atomik. Dalam keadaan plasma, elektron
helium tidak terikat pada intinya, mengakibatkan konduktivitas helium plasma yang sangat
tinggi. Partikel bermuatan ini sangat dipengaruhi oleh medan magnet dan listrik. Sebagai
contoh, pada saat badai matahari, helium yang terionisasi beserta hidrogen yang terionisasi
berinteraksi dengan magnetosfer bumi dan menghasilkan arus Birkeland dan fenomena
aurora.[40]

Fase padat dan cair

Heium cair. Helium pada gambar di atas tidak hanya cair, namun telah
didinginkan sampai mencapai titik superfluiditas. Cairan yang menetes pada
bawah gelas menunjukkan bahwa helium secara spontan keluar dari wadah
penampungnya dari sisi samping wadah. Energi yang diperlukan dalam proses
ini disuplai oleh energi potensial helium yang jatuh. Lihat pula superfluida.)

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Helium cair

Tidak seperti unsur-unsur lainnya, helium akan tetap berwujud cair pada nol mutlak dan
tekanan normal. Hal ini merupakan efek langsung dari mekanika kuantum: utamanya, energi
titik nol sistem terlalu tinggi bagi sistem untuk memadat. Helium dapat dipadatkan pada
temperatur 11,5 K (sekitar 272 C) dan tekanan 25 bar (2,5 MPa).[41] Sangatlah sulit untuk
membedakan helium padat dengan helium cair karena indeks refraksi kedua fase tersebut
hampir sama. Helium padat memiliki struktur kristal dan rentangan titik lebur yang sangat
kecil. Selain itu, ia juga dapat dikompreskan; apabila diberikan tekanan, volumenya akan
menurun lebih dari 30%.[42] Dengan nilai modulus limbak sekitar 27 MPa[43], helium padat
~100 kali lebih termampatkan daripada air. Helium padat memiliki massa jenis
0,214 0,006 g/cm3 pada 1,15 K dan 66 atm; diproyeksikan massa jenisnya mencapai
0,187 0,009 g/cm3 pada 0 K dan 25 bar (2,5 MPa).[44]
Keadaan helium I
Pada suhu di bawah titik didihnya sebesar 4,2 K dan di atas titik lambdanya 2,1768 K, isotop
helium-4 berwujud cairan tak berwarna, yang disebut helium I.[4] Sama seperti cairan
kriogenik lainnya, helium I mendidih ketika dipanaskan dan menyusut ketika didinginkan.

Heliu I memiliki indeks refraksi seperti gas senilai 1,026, yang menyebabkan permukaannya
sulit untuk dilihat, sehingga umumnya busa polistirena yang mengambang digunakan untuk
mendeteksi di mana permukaan cairan ini berada.[4] Helium I memiliki viskositas yang sangat
rendah dan massa jenis sekitar 0,145-0,125 g/mL (antara 0 sampai 4 K),[45] yang nilainya
hanya seperempat dari nilai yang diteorikan menurut fisika klasik.[4] Mekanika kuantum
diperlukan untuk menjelaskan disparitas ini dan oleh karena itu, baik cairan helium-I dan -II
disebut sebagai fluida kuantum, yang berarti bahwa keduanya memperlihatkan sifat-sifat
atomik kuantum pada skala makroskopik. Hal ini merupakan efek dari nilai titik didihnya
yang sangat mendekati nol mutlak, sehingga menghalangi gerakan acak molekul (energi
termal) untuk menyembunyikan sifat-sifat atomiknya.[4]

Keadaan helium II
Helium cair yang berada dalam keadaan di bawah titik lambdanya mulai menunjukkan sifat-
sifat yang tak lazim. Helium dalam keadaan ini disebut sebagai helium II. Pendidihan helium
II tidak dimungkinkan oleh karena konduktivitas termalnya yang sangat tinggi; pemanasan
yang diberikan pada helium II akan menyebabkan penguapan secara langsung menjadi gas.
Helium-3 juga mempunyai fase superfluida, namun pada temperatur yang lebih rendah; oleh
karena itu, tidaklah diketahui banyak sifat-sifat superfluida isotop helium-3.[4]

Tidak seperti cairan biasanya, helium II akan menjalar ke seluruh permukaan


wadah penampung untuk mencapai keadaan setimbang; setelah beberapa saat,
tinggi permukaan pada dua wadah penampung itu akan seimbang. Film rollin
juga menutupi interior wadah yang lebih besar; apabila wadah penampung di
atas tidak ditutup, helium II juga akan menjalar dan lolos keluar dari wadah. [4].
Helium II merupakan superfluida, yaitu keadaan mekanika kuantum materi yang bersifat tak
lazim. Sebagai contohnya, fluida ini akan mengalir melalui tabung kapiler setipis 107 sampai
dengan 108 m namun tetap tidak terukur viskositasnya.[3] Namun, ketika pengukuran
dilakukan antara dua cakram yang bergerak, nilai viskositasnya yang sama dengan gas helium
akan terukur. Teori terkini menjelaskan hal ini menggunakan model dua fluida untuk helium
II. Dalam model ini, helium cair di bawah titik lambdanya dipandang mengandung sebagian
atom helium dalam keadaan dasar yang bersifat superfluida dan mengalir dengan nilai
viskositas persis nol, dan sebagian lainnya dalam keadaan tereksitasi, yang berperilaku sama
seperti cairan biasa lainnya.[46]

Efek tak lazim helium II dapat terpantau pada efek muncrat helium II. Dalam efek muncrat,
suatu bilik dibangun dan tersambung dengan tandon helium II melalui cakram sinter. Helium
superfluida akan menembus ke dalam bilik dengan mudahnya tetapi helium non-superfluida
tidak akan menembusnya. Jika interior bilik dipanaskan, helium superfluda akan berubah
menjadi helium non-superfluida. Agar dapat menjaga kesetimbangan helium superfluida,
helium superfluida akan masuk ke dalam bilik dan meningkatkan tekanan, mengakibatkan
cairan muncrat keluar dari bilik.[47]

Helium II memiliki konduktivitas termal yang paling besar daripada zat apapun yang
diketahui. Konduktivitasnya satu juta kali lebih besar daripada konduktivitas termal helium I
dan beberapa ratus kali lipat daripada konduktivitas termal tembaga.[4] Hal ini dikarenakan
penghantaran kalor terjadi karena mekanisme kuantum yang khusus. Kebanyakan materi
yang menghantarkan kalor dengan baik memiliki pita valensi elektron bebas yang
menghantarkan kalor. Helium II tidak memiliki pita valensi seperti itu namun menghantarkan
kalor dengan baik. Penghantaran kalor pada helium II diatur oleh persamaan yang mirip
dengan persamaan gelombang yang digunakan untuk mengkarakterisasikan perambatan
bunyi dalam udara. Ketika kalor diberikan, kalor akan terhantarkan 20 meter per detik pada
1,8 K sebagai gelombang. Fenomena ini dikenal sebagai bunyi kedua.[4]

Helium II juga menunjukkan efek menjalar. Ketika helium ditampung dalam dinding wadah
yang tinggi, helium II akan bergerak menjalar ke seluruh permukaan wadah melawan gaya
gravitasi. Helium II akan lolos dari wadah penampung yang tidak sumbat dengan menjalar ke
sisi-sisi penampung sampai ia mencapai daerah yang lebih hangat dan menguap. Penjalaran
helium II ini bergerak dalam bentuk lapisan film helium setebal 30 nm yang tak tergantung
pada bahan permukaan. Lapisan film ini disebut sebagai film Rollin dan dinamakan atas
penemunya, Bernard V. Rollin.[4][48][49] Diakibatkan oleh perilaku penjalaran dan kemampuan
helium untuk bocor melalui pori-pori yang sangat kecil, sangatlah sulit untuk menampung
dan menyimpan helium cair. Gelombang yang merambat dalam film Rollin diatur oleh
persamaan yang sama dengan persamaan gelombang gravitasi dalam air yang dangkal.
Namun dalam hal ini, gaya pemulihnya bukanlah gravitasi, melainkan gaya van der Waals.[50]
Gelombang ini dikenal sebagai bunyi ketiga'.[51]
Isotop

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Isotop helium

Terdapat setidaknya delapan isotop helium yang diketahui, namun hanya helium-3 dan
helium-4 yang stabil. Di atmosfer Bumi, hanya terdapat satu atom 3He untuk setiap satu juta
atom 4He.[3] Tidak seperti unsur lainnya, keberlimpahan isotop helium bervariasi tergantung
pada asal usulnya karena proses pembentukan yang berbeda-beda. Isotop yang paling banyak
adalah helium-4 dan dibentuk di Bumi melalui peluruhan alfa unsur-unsur radioaktif yang
lebih berat. Partikel alfa yang muncul dari peluruhan ini berbentuk inti helium-4 yang
terionisasi penih. Helium-4 memiliki stabilitas inti yang tidak lazim karena nukleonnya
tersusun secara penuh. Helium-4 juga terbentuk dalam jumlah yang sangat banyak semasa
nukleosintesis Ledakan Dahsyat.[52]

Helium-3 terdapat di Bumi hanya dalam jumlah sekelumit; kebanyakan sudah ada saat
pembentukan Bumi, walaupun beberapa jatuh ke Bumi terperangkap dalam debu kosmik.[53]
Sekelumit helium-3 juga terbentuk melalui peluruhan beta tritium.[54] Batu-batuan yang
berasal dari kerak Bumi memiliki rasio isotop helium yang bervariasi, dan rasio-rasio ini
digunakan untuk menginvestigasi asal usul batuan dan komposisi mantel Bumi.[53] 3He lebih
berlimpah di bintang sebagai produk fusi nuklir. Oleh sebab itu, dalam medium antarbintang,
proporsi 3He terhadap 4He adalah sekitar 100 kali lebih tinggi daripada proporsinya di Bumi.
[55]
Materi-materi yang berasal dari luar planet seperti bulan dan asteroid memiliki sekelumit
helium-3 yang berasal dari penumbukan badai matahari. Permukaan bulan mengandung
helium-3 dalam konsentrasi tingkat besaran 0,01 ppm. Jumlah ini lebih tinggi daripada yang
ditemukan di atmosfer Bumi sekitar 5 ppt (bagian per triliun).[56][57]

Helium-4 cair dapat didinginkan sampai dengan temperatur sekitar 1 K menggunakan


pendinginan evaporatif. Menggunakan proses pendinginan yang sama, helium-3 dapat
mencapai temperatur sekitar 0,2 K. Pada temperatur lebih rendah daripada 0,8 K, campuran
cairan 3He dan 4He dalam jumlah yang sama akan memisah dengan sendirinya menjadi dua
fase yang tak taercampurkan. Hal ini disebabkan oleh ketidakserupaan kedua isotop tersebut,
yakni secara kuantum atom helium-4 termasuk boson, sedangkan atom helium-3 termasuk
fermion.[4]

Isotop-isotop helium eksotik lainnya dapat pula terbentuk, namun semuanya akan dengan
cepat meluruh menjadi unsur lainnya. Isotop helium yang berparuh waktu tersingkat adalah
helium-5 dengan waktu paruh 7,6 1022 detik. Helium-6 meluruh dengan mengemisi
partikel beta dan berwaktu paruh 0,8 detik. Helum-7 juga mengemisi partikel beta selain sinar
gama. Helium-7 dan helium-8 terbentuk dalam reaksi nuklir tertentu.[4] Helium-6 dan helium-
8 dikenal baik memperlihatkan halo nuklir.[4]

Senyawa

Lihat pula: Senyawa gas mulia


Struktur senyawa ion helium hidrida, HHe+.

Struktur senyawa anion fluroheliat, OHeF-, yang dicurigai dapat terbentuk.

Helium memiliki valensi kimia nol, sehingga tidak akan bereaksi secara kimiawi dalam
kondisi normal.[42] Helium merupakan insulator listrik yang baik, terkecuali jika ia
diionisasikan. Seperti gas mulia lainnya, helium memiliki aras energi metastabil yang
mengijinkannya tetap terionisasi dengan voltase di bawah potensial ionisasinya.[4] Helium
dapat membentuk senyawa yang tidak stabil, dikenal sebagai eksimer, dengan tungsten,
yodium, fluorin, sulfur, dan fosforus ketika terkena lucutan pijar, tumbukan elektron, maupun
plasma dari sebab lainnya. Senyawa HeNe, HgHe10, WHe2, dan ion He2+, He22+, HeH+, dan
HeD+ telah berhasil dibentuk melalui cara ini.[58] HeH+ stabil dalam keadaan dasarnya, namun
sangat reaktif. Senyawa ini merupakan asam Brnsted yang paling kuat, sehingganya hanya
dapat ditemukan dalam keadaan terisolasi karena ia akan memprotonasi molekul manapun
jika berkontak dengannya. Secara teoritis, senyawa lainnya juga dimungkinkan terbentuk,
seperti misalnya helium fluorohidrida (HHeF) yang beranalogi dengan senyawa HArF yang
ditemukan pada tahun 2000.[59] Hasil perhitungan teoritis menunjukkan bahwa dua senyawa
yang mengandung ikatan helium-oksigen juga mungkin stabil.[60] Dua spesi molekul baru
yang diprediksikan menggunakan teori, CsFHeO dan N(CH3)4FHeO, merupakan turunan dari
anion metastabil [F HeO] yang diteorikan pada tahun 2005 oleh sekelompok ilmuwan
Taiwan. Jika berhasil dikonfirmasikan secara eksperimental, senyawa-senyawa ini akan
meruntuhkan keinertan helium dan hanya menyisakan neon sebagai satu-satunya unsur yang
inert.[61]

Helium juga telah berhasil dimasukkan ke dalam molekul sangkar fulerena dengan
memanaskannya dalam tekanan tinggi. Ketika senyawa turunan fulerena ini disintesis, helium
yang terperangkap akan tetap ada.[62] Jika helium-3 digunakan, senyawa ini akan dapat
terpantau menggunakan spektroskopi resonansi magnetik nuklir.[63] Banyak senyawa fulerena
berkandung helium-3 yang telah dilaporkan sintesisnya. Walaupun dalam hal ini atom helium
tidak terikat secara kovalen maupun ionik, senyawa seperti ini memiliki sifat-sifat yang khas
dan komposisi senyawa yang pasti seperti senyawa kimia lainnya.

Keberadaan dan produksi helium

Kelimpahan alami

Walaupun cukup jarang ditemukan di Bumi, helium adalah unsur paling berlimpah kedua
setelah hidrogen di alam semesta, mencakupi 23% massa barion alam semesta.[3] Mayoritas
helium yang ada di alam semesta terbentuk dari nukleosintesis Ledakan dahsyat satu sampai
tiga menit setelah Ledakan Dahsyat. Dalam bintang, helium terbentuk dari fusi nuklir
hidrogen melalui reaksi rantai proton-proton dan siklus CNO yang merupakan bagian dari
nukelosintesis bintang.[52]

Dalam atmosfer Bumi, konsentrasi helium berdasarkan volumenya hanya sekitar 5,2 bagian
per juta.[64][65] Konsentrasi helium bumi cukup rendah dan konstan walaupun helium baru
terus terbentuk. Hal ini dikarenakan kebanyakan helium yang berada di atmosfer Bumi lolos
dari gaya gravitasi bumi dan lepas ke luar angkasa.[66][67][68] Di heterosfer Bumi, helium dan
gas yang lebih ringan lainnya merupakan unsur yang paling berlimpah.

Kebanyakan helium yang ditemukan di Bumi merupakan hasil produk peluruhan radioaktif.
Helium ditemukan dalam jumlah besar dalam mineral uranium dan torium, termasuk kleveit,
uraninit. karnotit, dan monazit, karena mineral-mineral ini mengemisi partikel alfa (inti
helium He2+). Sesegara partikel ini bertumbukan dengan batuan, elektron akan bergabung
dengan inti dan membentuk gas helium. Diperkirakan sekitar 3000 ton helium dihasilkan per
tahun melalui proses ini.[69][70][71] Dalam kerak Bumi, konsentrasi heliumnya adalah sekitar 8
bagian per miliar. Dalam air laut, konsentrasinya hanya sekitar 4 bagian per triliun.
Konsentrasi helium yang terbesar di Bumi ditemukan dalam keadaan terperangkap bersamaan
dengan gas alam. Dari sinilah kebanyakan helium komersial diekstraksi. Konsentrasinya
bervariasi antara beberapa ppm sampai dengan lebih dari 7% seperti yang ada di ladang gas
San Juan County, New Mexico.[72][73]

Ekstraksi dan distribusi

Untuk penggunaan dalam skala besar, helium diekstraksi menggunakan distilasi fraksional
gas alam, yang dapat mengandung 7% helium.[74] Karena helium memiliki titik didih yang
lebih rendah daripada unsur manapun, temperatur rendah dan tekanan tinggi yang digunakan
akan mencairkan hampir semua gas lainnya (kebanyakan nitrogen dan metana). Gas helium
bruto yang dihasilkan oleh distilasi fraksional kemudian dimurnikan dengan cara menurunkan
temperatur gas secara berulang, sehingga kebanyakan nitrogen dan gas lainnya yang masih
tersisa akan mengendap keluar dari campuran gas. Arang aktif digunakan dalam langkah
akhir pemurnian, yang kemudian akan menghasilkan helium dengan kemurnian 99,995%.[4].
Kebanyakan helium yang diproduksi dicairkan melalui proses kriogenik. Pencairan ini
diperlukan dalam berbagai aplikasi yang memerlukan helium cair, selain itu, pencairan
helium juga memungkinkan para penyuplai gas memotong biaya transpor gas.[32][75]

Pada tahun 2008, sekiranya 169 juta meter kubik standar helium diekstraksi dari gas alam
ataupun ditarik dari cadangan helium yang disimpan. Dari keseluruhan produksi helium
dunia, 78%-nya berasal dari Amerika Serikat, 10% Aljazair, dan sisanya dari Rusia, Polandia,
dan Qatar.[76] Di Amerika Serikat, kebanyakan heliumnya diekstraksi dari gas alam Hugoton
dan ladang gas sekitar Kansas, Oklahoma, dan Texas.[32] Dahulu, gas helium yang dihasilkan
dari ladang gas ini dikirim melalui pipa jaringan menuju penyimpanan cadangan helium
nasional Amerika Serikat. Namun sejak tahun 2005, cadangan helium yang terkumpul ini
mulai dilepas dan dijual.

Difusi gas alam melalui membran semipermeabel juga dapat digunakan untuk mendaur ulang
dan memurnikan helium.[77] Pada tahun 1996, Amerika Serikat memiliki cadangan helium
teruji sebesar 4,2 meter kubik standar.[78] Dengan laju penggunaan helium saat itu (72 juta
meter kubik per tahun), cadangan ini cukup untuk digunakan di AS selama 58 tahun.
Diperkirakan cadangan yang belum teruji ada sekitar 31-53 trilium meter kubik, atau 1000
kali lebih besar dari cadangan yang telah teruji.[79]

Helium harus diekstraksi dari gas alam karena ia hanya terdapat sedikit sekali di udara bebas,
namun permintaan atas helium lebih tinggi. Helium dapat disintesis melalui pemborbardiran
litium atau boron dengan proton berkecepatan tinggi, namun proses ini sangat tidak
ekonomis.[80]

Helium komersial tersedia dalam bentuk cair maupun gas. Dalam bentuk cairan, helium dapat
disuplai menggunakan labu Dewar yang dapat menampung sampai dengan 1000 liter helium,
ataupun menggunakan kontainer ISO besar yang berkapasitas sebesar 42 m3. Dalam bentuk
gas, sejumlah kecil helium disuplai menggunakan silinder bertekanan tinggi yang dapat
menampung sekitar 8 m3 helium. Dalam jumlah besar, tabung trailer yang berkapasitas 4.860
m3 dapat digunakan untuk menyuplai helium dalam bentuk gas.

Advokasi penghematan helium

Menurut konservasionis helium Robert Colemen Richardson, harga pasar helium yang ada
sekarang telah mendorong penggunaan helium yang "boros". Harga helium pada tahun 2000-
an telah diturunkan oleh keputusan Kongres AS untuk menjual cadangan helium AS dalam
jumlah yang besar sampai dengan tahun 2015.[81] Menurut Richardson, harga helium perlu
dinaikkan 20 kali lipat untuk mengurangi penggunaan helium yang boros. Dalam buku yang
berjudul Future of helium as a natural resource (Masa depan helium sebagai sumber daya
alam) (Routledge, 2012), Nuttall, Clarke & Glowacki (2012) juga menggagaskan
pembentukan Badan Helium Internasional untuk membangun pasar helium yang
berkelanjutan.[82]

Keselamatan
Helium netral dalam keadaan standar tidak beracun, tidak memainkan peranan biologis yang
penting, dan ditemukan dalam jumlah sekelumit dalam darah manusia. Jika helium terhirup
dalam jumlah besar sehingganya tiada oksigen yang cukup untuk proses pernapasan normal,
asfiksia dapat terjadi. Pada helium kriogenik, temperaturnya yang rendah dapat menyebabkan
radang dingin. Selain itu helium cair yang mengembang dengan cepat menjadi gas dapat
menyebabkan ledakan apabila tekanan yang timbul tidak dilepaskan dengan segera.

Kontainer gas helium bertemperatur 5 sampai dengan 10 K harus ditangani seolah helium
tersebut berwujud cair karena gas ini juga akan mengembang dengan cepat apabila
dipanaskan ke temperatur ruangan.[42]

Efek biologis

Kelajuan suara dalam media helium hampir tiga kali lebih cepat daripada kelajuan suara
dalam udara biasa. Oleh karena frekuensi dasar suatu rongga yang terisi oleh gas berbanding
lurus terhadap kelajuan suara dalam gas tersebut, akan terdapat peningkatan pada tinggi nada
frekuensi resonansi saluran suara ketika helium terhirup..[3][83] Hal ini menyebabkan
perubahan kualitas suara seperti bebek. (Efek yang berlawanan, yakni penurunan frekuensi,
dapat dihasilkan dari penghirupan gas padat seperti sulfur heksafluorida ataupun xenon.)

Inhalasi helium dapat berbahaya jika dilakukan secara berlebihan karena helium merupakan
gas asfiksian yang dapat menggantikan oksigen dalam paru-paru dan mengganggu
pernapasan normal.[3][84] Penghirupan helium murni secara terus menerus dapat menyebabkan
kematian yang disebabkan oleh asfiksia dalam beberapa menit.

Inhalasi helium secara langsung dari tabung bertekanan tinggi sangatlah berbahaya karena
laju aliran udara yang tinggi akan menyebabkan barotrauma dan memecahkan jaringan paru-
paru.[84][85] Walau demikian, kasus kematian yang disebabkan oleh helium cukup jarang.[85]

Di bawah tekanan tinggi (lebih besar daripada 20 atm atau 2 MPa), campuran helium dan
oksigen (helioks) dapat menimbulkan sindrom saraf tekanan tinggi. Penambahan sejumlah
kecil gas nitrogen dalam campuran tersebut dapat mengatasi masalah tersebut.[86][87]

NITROGEN
Nitrogen atau zat lemas adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang N
dan nomor atom 7. Biasanya ditemukan sebagai gas tanpa warna, tanpa bau, tanpa rasa dan
merupakan gas diatomik bukan logam yang stabil, sangat sulit bereaksi dengan unsur atau
senyawa lainnya. Dinamakan zat lemas karena zat ini bersifat malas, tidak aktif bereaksi
dengan unsur lainnya.
Nitrogen mengisi 78,08 persen atmosfer Bumi dan terdapat dalam banyak jaringan hidup. Zat
lemas membentuk banyak senyawa penting seperti asam amino, amoniak, asam nitrat, dan
sianida.

Nitrogen adalah zat non logam, dengan elektronegatifitas 3.0. Mempunyai 5 elektron di kulit
terluarnya. Ikatan rangkap tiga dalam molekul gas nitrogen (N2) adalah yang terkuat.
Nitrogen mengembun pada suhu 77K (-196oC) pada tekanan atmosfer dan membeku pada
suhu 63K (-210oC).

Sejarah
Nitrogen (Latin nitrum, Bahasa Yunani Nitron berarti "soda asli", "gen", "pembentukan")
secara resmi ditemukan oleh Daniel Rutherford pada 1772, yang menyebutnya udara
beracun atau udara tetap. Pengetahuan bahwa terdapat pecahan udara yang tidak membantu
dalam pembakaran telah diketahui oleh ahli kimia sejak akhir abad ke-18 lagi. Nitrogen juga
dikaji pada masa yang lebih kurang sama oleh Carl Wilhelm Scheele, Henry Cavendish, dan
Joseph Priestley, yang menyebutnya sebagai udara terbakar atau udara telah flogistat. Gas
nitrogen adalah cukup lemas sehingga dinamakan oleh Antoine Lavoisier sebagai azote,
daripada perkataan Yunani yang bermaksud "tak bernyawa". Istilah tersebut telah
menjadi nama kepada nitrogen dalam perkataan Perancis dan kemudiannya berkembang ke
bahasa-bahasa lain.

Senyawa nitrogen diketahui sejak Zaman Pertengahan Eropa. Ahli alkimia mengetahui asam
nitrat sebagai aqua fortis. Campuran asam hidroklorik dan asam nitrat dinamakan akua regia,
yang diakui karena kemampuannya untuk melarutkan emas. Kegunaan senyawa nitrogen
dalam bidang pertanian dan perusahaan pada awalnya ialah dalam bentuk kalium
nitrat,terutama dalam penghasilan serbuk peledak (garam mesiu), dan kemudiannya, sebagai
baja dan juga stok makanan ternak kimia.

Senyawa
Hidrida utama nitrogen ialah amonia (NH3) walaupun hidrazina (N2H4) juga banyak
ditemukan. Amonia bersifat basa dan terlarut sebagian dalam air membentuk ion ammonium
(NH4+). Amonia cair sebenarnya sedikit amfiprotik dan membentuk ion ammonium dan
amida (NH2-); keduanya dikenal sebagai garam amida dan nitrida (N3-), tetapi terurai dalam
air.

Gugus bebas amonia dengan atom hidrogen tunggal atau ganda dinamakan amina. Rantai,
cincin atau struktur hidrida nitrogen yang lebih besar juga diketahui tetapi tak stabil.

Peranan biologi
Nitrogen merupakan unsur kunci dalam asam amino dan asam nukleat, dan ini menjadikan
nitrogen penting bagi semua kehidupan. Protein disusun dari asam-asam amino, sementara
asam nukleat menjadi salah satu komponen pembentuk DNA dan RNA.

Polong-polongan, seperti kedelai, mampu menangkap nitrogen secara langsung dari atmosfer
karena bersimbiosis dengan bakteri bintil akar.
Isotop
Ada 2 isotop Nitrogen yang stabil yaitu: 14N dan 15N. Isotop yang paling banyak adalah 14N
(99.634%), yang dihasilkan dalam bintang-bintang dan yang selebihnya adalah 15N. Di antara
sepuluh isotop yang dihasilkan secara sintetik, 1N mempunyai paruh waktu selama 9 menit
dan yang selebihnya sama atau lebih kecil dari itu.

Peringatan
Limbah baja nitrat merupakan penyebab utama pencemaran air sungai dan air bawah tanah.
Senyawa yang mengandung siano(-CN) menghasilkan garam yang sangat beracun dan bisa
membawa kematian pada hewan dan manusia.

Nitrogen dalam perindustrian


Peranan nitrogen dalam perindustrian relatif besar dan industri yang menggunakan unsur
dasar nitrogen sebagai bahan baku utamanya disebut pula sebagai industri nitrogen. Nitrogen
yang berasal dari udara merupakan komponen utama dalam pembuatan pupuk dan telah
banyak membantu intensifikasi produksi bahan makanan di seluruh dunia. Pengembangan
proses fiksasi nitrogen telah berhasil memperjelas berbagai asas proses kimia dan proses
tekanan tinggi serta telah menyumbang banyak perkembangan di bidang teknik kimia.

Sebelum adanya proses fiksasi (pengikatan) nitrogen secara sintetik, sumber utama nitogen
untuk keperluan pertanian hanyalah bahan limbah dan kotoran hewan, hasil dekomposisi dari
bahan-bahan tersebut serta amonium sulfat yang didapatkan dari hasil sampingan pembuatan
kokas dari batubara. Bahan-bahan seperti ini tidak mudah ditangani belum lagi jumlahnya
yang tidak mencukupi semua kebutuhan yang diperlukan.

Salpeter Chili, salpeter dari air kencing hewan dan manusia, dan amonia yang dikumpulkan
dari pembuatan kokas menjadi penting belakangan ini tetapi akhirnya disisihkan lagi oleh
amonia sintetik dan nitrat. Amonia merupakan bahan dasar bagi pembuatan hampir semua
jenis produk yang memakai nitrogen.

Gambaran umum
Sejarah

Catatan pertama mengenai usaha pembentukan senyawa nitrogen sintetis pertama dilakukan
oleh Priestley dan Cavendish yang melewatkan percikan bunga api listrik di dalam bejana
berisi udara bebas dan akhirnya mendapatkan nitrat setelah sebelumnya melarutkan oksida
yang terbentuk dalam reaksi dengan alkali. Penemuan ini cukup besar di masanya, mengingat
kebutuhan senyawa nitrogen untuk pupuk yang besar namun sayangnya alam tidak cukup
untuk memenuhinya. Karena itu, adanya senyawa nitrogen yang dapat dibuat di dalam
laboratorium memberikan peluang baru.

Namun usaha komersial dari proses ini tidak berjalan dengan mudah mengingat banyaknya
kebutuhan energi yang besar dan efisiensinya yang terlalu rendah. Setelah ini banyak proses
terus dikembangkan untuk perbaikan. Nitrogen pernah juga diikatkan dari udara sebagai
kalsium sianida, namun tetap saja proses ini masih terlalu mahal. Proses-proses lain juga
tidak terlalu berbeda, seperti pengolahan termal atas campuran oksida nitrogen (NOX),
pembentukan sianida dari berbagai sumber nitrogen, pembentukan aluminium nitrida,
dekomposisi amonia dan sebagainya. Semuanya tidak menunjukkan harapan untuk dapat
dikomersialkan walaupun secara teknis semua proses ini terbukti dapat dilaksanakan.

Sampai akhirnya Haber dan Nernst melakukan penelitian yang menyeluruh tentang
keseimbangan antara nitogen dan hidrogen di bawah tekanan sehingga membentuk amonia.
Dari penelitian ini pula didapatkan beberapa katalis yang sesuai. Reaksi ini sebenarnya
membutuhkan tekanan sistem yang tinggi, tetapi pada masa itu peralatan yang memadai
belum ada dan mereka merancang peralatan baru untuk reaksi tekanan tinggi (salah satu
sumbangan dari perkembangan industri baru ini).

Bukan peralatan tekanan tinggi saja yang akhirnya tercipta karena dipicu oleh tuntutan
industri nitrogen ini. Haber dan Bosch, ilmuwan lain yang bekerjasama dengan Haber, juga
mengembangkan proses yang lebih efisien dalam usahanya menghasilkan hidrogen dan
nitrogen murni. Proses sebelumnya adalah dengan elektrolisis air untuk menghasilkan
hidrogen murni, dan distilasi udara cair untuk mendapatkan nitrogen murni yang kedua usaha
ini masih terlalu mahal untuk diaplikasikan dalam mengkomersialkan proses baru pembuatan
amonia mereka. Maka mereka menciptakan proses lain yang lebih murah.

Usaha bersama mereka mencapai kesuksesan pada tahun 1913 ketika berhasil membentuk
amonia pada tekanan tinggi. Proses baru ini masih memerlukan banyak energi namun
pengembangan lebih lanjut terus dilakukan. Dengan cepat proses ini berkembang melebihi
proses sintetis senyawa nitrogen lainnya, dan menjadi dominan sampai sekarang dengan
perbaikan-perbaikan besar masih berlanjut.

Bahan baku

Bahan baku utama yang banyak digunakan dalam industri nitrogen adalah udara, air,
hidrokarbon dan tenaga listrik. Batubara dapat menggantikan hidrokarbon namun
membutuhkan penanganan yang lebih rumit, sehingga proses menjadi kompleks dan
berakibat pada mahalnya biaya operasi.

Penggunaan dan ekonomi

Dari semua macam senyawa nitrogen, amonia adalah senyawa nitogen yang paling penting.
Amonia merupakan salah satu senyawa dasar nitogen yang dapat direaksikan dengan
berbagai senyawa yang berbeda selain proses pembuatan amonia yang sudah terbukti
ekonomis dan efisiensinya yang sampai sekarang terus ditingkatkan. Sebagian besar amonia
diperoleh dengan cara pembuatan sintetis di pabrik dan sebagian kecilnya diperoleh dari hasil
samping suatu reaksi.

Penggunaan gas amonia bermacam-macam ada yang langsung digunakan sebagai pupuk,
pembuatan pulp untuk kertas, pembuatan garam nitrat dan asam nitrat, berbagai jenis bahan
peledak, pembuatan senyawa nitro dan berbagai jenis refrigeran. Dari gas ini juga dapat
dibuat urea, hidrazina dan hidroksilamina.

Gas amonia banyak juga yang langsung digunakan sebagai pupuk, namun jumlahnya masih
terlalu kecil untuk menghasilkan jumlah panen yang maksimum. Maka dari itu diciptakan
pupuk campuran, yaitu pupuk yang mengandung tiga unsur penting untuk tumbuhan (N +
P2O5 + K2O). Pemakaian yang intensif diharapkan akan menguntungkan semua pihak.

Amonia Sintetik
Penggunaan dan ekonomi

Amonia kualitas komersial meliputi NH3 cair murni dan yang larut dalam air dengan
konsentrasi 28 %NH3. Transportasi bahan ini sebagian besar memakai tangki silinder dan
sebagian lagi ada yang langsung disalurkan melalui pipa. Belakangan ini pemakaian pipa
mulai berkembang pesat, terutama dari pusat produksi ke pusat distribusi yang keseluruhan
panjangnya bisa mencapai 1.000 Km[1].

Reaksi dan keseimbangan

2N2(g) + 3H2(g) ==> 2NH3(g)

Karena molekul produk amonia mempunyai volum yang lebih kecil dari jumlah volum
reaktan maka keseimbangan akan bertambah ke arah amonia dengan peningkatan tekanan.
Peningkatan suhu reaksi menyebabkan memberikan efek yang sebaliknya terhadap
keseimbangan karena reaksi bersifat eksotermis, namun memberikan efek positif terhadap
laju reaksi. Maka dari itu perlu dihitung suhu optimal agar menghasilkan keuntungan yang
maksimum.

Laju dan katalis reaksi

Agar peralatan dapat dibuat sekompak mungkin, maka perlu dipikirkan pemberian katalis
agar laju reaksi dapat berjalan dengan cepat karena reaksi hidrogen dan nitrogen berjalan
sangat lambat.

Banyak jenis katalis yang digunakan secara komersial di berbagai pabrik, namun yang umum
digunakan adalah katalis besi dengan tambahan banyak promotor seperti oksida aluminium,
zirkonium, silikon dengan konsentrasi 3 % atau oksida kalium sekitar 1 %.

Prosedur pembuatan

Pembuatan amonia terdiri dari enam tahap[2][3][4]:

1. Pembuatan gas-gas pereaksi

2. Pemurnian

3. Kompresi

4. Reaksi katalitik

5. Pengumpulan amonia yang terbentuk

6. Resirkulasi
Oksigen

Oksigen atau zat asam adalah unsur kimia dalam sistem tabel periodik yang mempunyai
lambang O dan nomor atom 8. Ia merupakan unsur golongan kalkogen dan dapat dengan
mudah bereaksi dengan hampir semua unsur lainnya (utamanya menjadi oksida). Pada
Temperatur dan tekanan standar, dua atom unsur ini berikatan menjadi dioksigen, yaitu
senyawa gas diatomik dengan rumus O2 yang tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau.
Oksigen merupakan unsur paling melimpah ketiga di alam semesta berdasarkan massa[1] dan
unsur paling melimpah di kerak Bumi.[2] Gas oksigen diatomik mengisi 20,9% volume
atmosfer bumi..[3]

Semua kelompok molekul struktural yang terdapat pada organisme hidup, seperti protein,
karbohidrat, dan lemak, mengandung oksigen. Demikian pula senyawa anorganik yang
terdapat pada cangkang, gigi, dan tulang hewan. Oksigen dalam bentuk O2 dihasilkan dari air
oleh sianobakteri, ganggang, dan tumbuhan selama fotosintesis, dan digunakan pada respirasi
sel oleh hampir semua makhluk hidup. Oksigen beracun bagi organisme anaerob, yang
merupakan bentuk kehidupan paling dominan pada masa-masa awal evolusi kehidupan. O2
kemudian mulai berakumulasi pada atomsfer sekitar 2,5 miliar tahun yang lalu.[4] Terdapat
pula alotrop oksigen lainnya, yaitu ozon (O3). Lapisan ozon pada atomsfer membantu
melindungi biosfer dari radiasi ultraviolet, namun pada permukaan bumi ia adalah polutan
yang merupakan produk samping dari asbut.

Oksigen secara terpisah ditemukan oleh Carl Wilhelm Scheele di Uppsala pada tahun 1773
dan Joseph Priestley di Wiltshire pada tahun 1774. Temuan Priestley lebih terkenal oleh
karena publikasinya merupakan yang pertama kali dicetak. Istilah oxygen diciptakan oleh
Antoine Lavoisier pada tahun 1777,[5] yang eksperimennya dengan oksigen berhasil
meruntuhkan teori flogiston pembakaran dan korosi yang terkenal. Oksigen secara industri
dihasilkan dengan distilasi bertingkat udara cair, dengan munggunakan zeolit untuk
memisahkan karbon dioksida dan nitrogen dari udara, ataupun elektrolisis air, dll. Oksigen
digunakan dalam produksi baja, plastik, dan tekstil, ia juga digunakan sebagai propelan roket,
untuk terapi oksigen, dan sebagai penyokong kehidupan pada pesawat terbang, kapal selam,
penerbangan luar angkasa, dan penyelaman.

Karakteristik
Struktur
Pada temperatur dan tekanan standar, oksigen berupa gas tak berwarna dan tak berasa dengan
rumus kimia O2, di mana dua atom oksigen secara kimiawi berikatan dengan konfigurasi
elektron triplet spin. Ikatan ini memiliki orde ikatan dua dan sering dijelaskan secara
sederhana sebagai ikatan ganda[6] ataupun sebagai kombinasi satu ikatan dua elektron dengan
dua ikatan tiga elektron.[7]

Oksigen triplet merupakan keadaan dasar molekul O2.[8] Konfigurasi elektron molekul ini
memiliki dua elektron tak berpasangan yang menduduki dua orbital molekul yang
berdegenerasi.[9] Kedua orbital ini dikelompokkan sebagai antiikat (melemahkan orde ikatan
dari tiga menjadi dua), sehingga ikatan oksigen diatomik adalah lebih lemah daripada ikatan
rangkap tiga nitrogen.[8]

Dalam bentuk triplet yang normal, molekul O2 bersifat paramagnetik oleh karena spin momen
magnetik elektron tak berpasangan molekul tersebut dan energi pertukaran negatif antara
molekul O2 yang bersebelahan. Oksigen cair akan tertarik kepada magnet, sedemikiannya
pada percobaan laboratorium, jembatan oksigen cair akan terbentuk di antara dua kutub
magnet kuat.[10][11]

Oksigen singlet, adalah nama molekul oksigen O2 yang kesemuaan spin elektronnya
berpasangan. Ia lebih reaktif terhadap molekul organik pada umumnya. Secara alami, oksigen
singlet umumnya dihasilkan dari air selama fotosintesis.[12] Ia juga dihasilkan di troposfer
melalui fotolisis ozon oleh sinar berpanjang gelombang pendek,[13] dan oleh sistem kekebalan
tubuh sebagai sumber oksigen aktif.[14] Karotenoid pada organisme yang berfotosintesis
(kemungkinan juga ada pada hewan) memainkan peran yang penting dalam menyerap
oksigen singlet dan mengubahnya menjadi berkeadaan dasar tak tereksitasi sebelum ia
menyebabkan kerusakan pada jaringan.[15]

Ozon merupakan gas langka pada bumi yang dapat ditemukan di stratosfer.

Alotrop

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Alotrop oksigen

Alotrop oksigen elementer yang umumnya ditemukan di bumi adalah dioksigen O2. Ia
memiliki panjang ikat 121 pm dan energi ikat 498 kJmol-1.[16] Altrop oksigen ini digunakan
oleh makhluk hidup dalam respirasi sel dan merupakan komponen utama atmosfer bumi.

Trioksigen (O3), dikenal sebagai ozon, merupakan alotrop oksigen yang sangat reaktif dan
dapat merusak jaringan paru-paru.[17] Ozon diproduksi di atmosfer bumi ketika O2 bergabung
dengan oksigen atomik yang dihasilkan dari pemisahan O2 oleh radiasi ultraviolet (UV).[5]
Oleh karena ozon menyerap gelombang UV dengan sangat kuat, lapisan ozon yang berada di
atmosfer berfungsi sebagai perisai radiasi yang melindungi planet.[5] Namun, dekat
permukaan bumi, ozon merupakan polutan udara yang dibentuk dari produk sampingan
pembakaran otomobil.[18]

Molekul metastabil tetraoksigen (O4) ditemukan pada tahun 2001,[19][20] dan diasumsikan
terdapat pada salah satu enam fase oksigen padat. Hal ini dibuktikan pada tahun 2006, dengan
menekan O2 sampai dengan 20 GPa, dan ditemukan struktur gerombol rombohedral O8.[21]
Gerombol ini berpotensi sebagai oksidator yang lebih kuat daripada O2 maupun O3, dan dapat
digunakan dalam bahan bakar roket.[19][20] Fase logam oksigen ditemukan pada tahun 1990
ketika oksigen padat ditekan sampai di atas 96 GPa[22]. Ditemukan pula pada tahun 1998
bahwa pada suhu yang sangat rendah, fase ini menjadi superkonduktor.[23]

Sifat fisik

Warna oksigen cair adalah biru seperti warna biru langit. Fenomena ini tidak berkaitan; warna
biru langit disebabkan oleh penyebaran Rayleigh.

Oksigen lebih larut dalam air daripada nitrogen. Air mengandung sekitar satu molekul O2
untuk setiap dua molekul N2, bandingkan dengan rasio atmosferik yang sekitar 1:4. Kelarutan
oksigen dalam air bergantung pada suhu. Pada suhu 0 C, konsentrasi oksigen dalam air
adalah 14,6 mgL1, manakala pada suhu 20 C oksigen yang larut adalah sekitar 7,6 mgL1.
[24][25]
Pada suhu 25 C dan 1 atm udara, air tawar mengandung 6,04 mililiter (mL) oksigen per
liter, manakala dalam air laut mengandung sekitar 4,95 mL per liter.[26] Pada suhu 5 C,
kelarutannya bertambah menjadi 9,0 mL (50% lebih banyak daripada 25 C) per liter untuk
air murni dan 7,2 mL (45% lebih) per liter untuk air laut.

Oksigen mengembun pada 90,20 K (182,95 C, 297,31 F), dan membeku pada 54.36 K
(218,79 C, 361,82 F).[27] Baik oksigen cair dan oksigen padat berwarna biru langit. Hal
ini dikarenakan oleh penyerapan warna merah. Oksigen cair dengan kadar kemurnian yang
tinggi biasanya didapatkan dengan distilasi bertingkat udara cair;[28] Oksigen cair juga dapat
dihasilkan dari pengembunan udara, menggunakan nitrogen cair dengan pendingin. Oksigen
merupakan zat yang sangat reaktif dan harus dipisahkan dari bahan-bahan yang mudah
terbakar.[29]

Isotop

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Isotop oksigen


Oksigen yang dapat ditemukan secara alami adalah 16O, 17O, dan 18O, dengan 16O merupakan
yang paling melimpah (99,762%).[30] Isotop oksigen dapat berkisar dari yang bernomor massa
12 sampai dengan 28.[30]

Kebanyakan 16O di disintesis pada akhir proses fusi helium pada bintang, namun ada juga
beberapa yang dihasilkan pada proses pembakaran neon.[31] 17O utamanya dihasilkan dari
pembakaran hidrogen menjadi helium semasa siklus CNO, membuatnya menjadi isotop yang
paling umum pada zona pembakaran hidrogen bintang.[31] Kebanyakan 18O diproduksi ketika
14
N (berasal dari pembakaran CNO) menangkap inti 4He, menjadikannya bentuk isotop yang
paling umum di zona kaya helium bintang.[31]

Empat belas radioisotop telah berhasil dikarakterisasi, yang paling stabil adalah 15O dengan
umur paruh 122,24 detik dan 14O dengan umur paruh 70,606 detik.[30] Isotop radioaktif
sisanya memiliki umur paruh yang lebih pendek daripada 27 detik, dan mayoritas memiliki
umur paruh kurang dari 83 milidetik.[30] Modus peluruhan yang paling umum untuk isotop
yang lebih ringan dari 16O adalah penangkapan elektron, menghasilkan nitrogen, sedangkan
modus peluruhan yang paling umum untuk isotop yang lebih berat daripada 18O adalah
peluruhan beta, menghasilkan fluorin.[30]

Keberadaan

Menurut massanya, oksigen merupakan unsur kimia paling melimpah di biosfer, udara, laut,
dan tanah bumi. Oksigen merupakan unsur kimia paling melimpah ketiga di alam semesta,
setelah hidrogen dan helium.[1] Sekitar 0,9% massa Matahari adalah oksigen.[3] Oksigen
mengisi sekitar 49,2% massa kerak bumi[2] dan merupakan komponen utama dalam samudera
(88,8% berdasarkan massa).[3] Gas oksigen merupakan komponen paling umum kedua dalam
atmosfer bumi, menduduki 21,0% volume dan 23,1% massa (sekitar 1015 ton) atmosfer.[32][3][33]
Bumi memiliki ketidaklaziman pada atmosfernya dibandingkan planet-planet lainnya dalam
sistem tata surya karena ia memiliki konsentrasi gas oksigen yang tinggi di atmosfernya.
Bandingkan dengan Mars yang hanya memiliki 0,1% O2 berdasarkan volume dan Venus yang
bahkan memiliki kadar konsentrasi yang lebih rendah. Namun, O2 yang berada di planet-
planet selain bumi hanya dihasilkan dari radiasi ultraviolet yang menimpa molekul-molekul
beratom oksigen, misalnya karbon dioksida.

Air dingin melarutkan lebih banyak O2.

Konsentrasi gas oksigen di Bumi yang tidak lazim ini merupakan akibat dari siklus oksigen.
Siklus biogeokimia ini menjelaskan pergerakan oksigen di dalam dan di antara tiga reservoir
utama bumi: atmosfer, biosfer, dan litosfer. Faktor utama yang mendorong siklus oksigen ini
adalah fotosintesis. Fotosintesis melepaskan oksigen ke atmosfer, manakala respirasi dan
proses pembusukan menghilangkannya dari atmosfer. Dalam keadaan kesetimbangan, laju
produksi dan konsumsi oksigen adalah sekitar 1/2000 keseluruhan oksigen yang ada di
atmosfer setiap tahunnya.

Oksigen bebas juga terdapat dalam air sebagai larutan. Peningkatan kelarutan O2 pada
temperatur yang rendah memiliki implikasi yang besar pada kehidupan laut. Lautan di sekitar
kutub bumi dapat menyokong kehidupan laut yang lebih banyak oleh karena kandungan
oksigen yang lebih tinggi.[34] Air yang terkena polusi dapat mengurangi jumlah O2 dalam air
tersebut. Para ilmuwan menaksir kualitas air dengan mengukur kebutuhan oksigen biologis
atau jumlah O2 yang diperlukan untuk mengembalikan konsentrasi oksigen dalam air itu
seperti semula.[35]

Peranan biologis
Fotosintesis dan respirasi

Fotosintesis menghasilkan O2

Di alam, oksigen bebas dihasilkan dari fotolisis air selama fotosintesis oksigenik. Ganggang
hijau dan sianobakteri di lingkungan lautan menghasilkan sekitar 70% oksigen bebas yang
dihasilkan di bumi, sedangkan sisanya dihasilkan oleh tumbuhan daratan.[36]

Persamaan kimia yang sederhana untuk fotosintesis adalah:[37]

6CO2 + 6H2O + foton C6H12O6 + 6O2

Evolusi oksigen fotolitik terjadi di membran tilakoid organisme dan memerlukan energi
empat foton.[38] Terdapat banyak langkah proses yang terlibat, namun hasilnya merupakan
pembentukan gradien proton di seluruh permukaan tilakod. Ini digunakan untuk mensintesis
ATP via fotofosforilasi.[39] O2 yang dihasilkan sebagai produk sampingan kemudian
dilepaskan ke atmosfer.[40]

Dioksigen molekuler, O2, sangatlah penting untuk respirasi sel organisme aerob. Oksigen
digunakan di mitokondria untuk membantu menghasilkan adenosina trifosfat (ATP) selama
fosforilasi oksidatif. Reaksi respirasi aerob ini secara garis besar merupakan kebalikan dari
fotosintesis, secara sederhana:

C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O + 2880 kJmol-1

Pada vertebrata, O2 berdifusi melalui membran paru-paru dan dibawa oleh sel darah merah.
Hemoglobin mengikat O2, mengubah warnanya dari merah kebiruan menjadi merah cerah.[41]
[17]
Terdapat pula hewan lainnya yang menggunakan hemosianin (hewan moluska dan
beberapa artropoda) ataupun hemeritrin (laba-laba dan lobster).[32] Satu liter darah dapat
melarutkan 200 cc O2.[32]

Spesi oksigen yang reaktif, misalnya ion superoksida (O2) dan hidrogen peroksida (H2O2),
adalah produk sampingan penggunaan oksigen dalam tubuh organisme.[32] Namun, bagian
sistem kekebalan organisme tingkat tinggi pula menghasilkan peroksida, superoksida, dan
oksigen singlet untuk menghancurkan mikroba. Spesi oksigen reaktif juga memainkan peran
yang penting pada respon hipersensitif tumbuhan melawan serangan patogen.[39]

Dalam keadaan istirahat, manusia dewasa menghirup 1,8 sampai 2,4 gram oksigen per menit.
[42]
Jumlah ini setara dengan 6 miliar ton oksigen yang dihirup oleh seluruh manusia per
tahun. [43]

Penumpukan oksigen di atmosfer

Peningkatan kadar O2 di atmosfer bumi: 1) tiada O2 yang dihasilkan; 2) O2 dihasilkan, namun


diserap samudera dan batuan dasar laut; 3) O2 mulai melepaskan diri dari samuder, namun
diserap oleh permukaan tanah dan pembentukan lapisan ozon; 4-5) gas O2 mulai
berakumulasi

Gas oksigen bebas hampir tidak terdapat pada atmosfer bumi sebelum munculnya arkaea dan
bakteri fotosintetik. Oksigen bebas pertama kali muncul dalam kadar yang signifikan semasa
masa Paleoproterozoikum (antara 2,5 sampai dengan 1,6 miliar tahun yang lalu). Pertama-
tama, oksigen bersamaan dengan besi yang larut dalam samudera, membentuk formasi pita
besi (Banded iron formation). Oksigen mulai melepaskan diri dari samudera 2,7 miliar tahun
lalu, dan mencapai 10% kadar sekarang sekitar 1,7 miliar tahun lalu.[44]

Keberadaan oksigen dalam jumlah besar di atmosfer dan samudera kemungkinan membuat
kebanyakan organisme anaerob hampir punah semasa bencana oksigen sekitar 2,4 miliar
tahun yang lalu. Namun, respirasi sel yang menggunakan O2 mengijinkan organisme aerob
untuk memproduksi lebih banyak ATP daripada organisme anaerob, sehingga organisme
aerob mendominasi biosfer bumi.[45] Fotosintesis dan respirasi seluler O2 mengijinkan
berevolusinya sel eukariota dan akhirnya berevolusi menjadi organisme multisel seperti
tumbuhan dan hewan.

Sejak permulaan era Kambrium 540 juta tahun yang lalu, kadar O2 berfluktuasi antara 15%
sampai 30% berdasarkan volume.[46] Pada akhir masa Karbon, kadar O2 atmosfer mencapai
maksimum dengan 35% berdasarkan volume,[46] mengijinkan serangga dan amfibi tumbuh
lebih besar daripada ukuran sekarang. Aktivitas manusia, meliputi pembakaran 7 miliar ton
bahan bakar fosil per tahun hanya memiliki pengaruh yang sangat kecil terhadap penurunan
kadar oksigen di atmosfer. Dengan laju fotosintesis sekarang ini, diperlukan sekitar 2.000
tahun untuk memproduksi ulang seluruh O2 yang ada di atmosfer sekarang.[47]

Sejarah
Percobaan awal

Percobaan Philo yang menginspirasi para peneliti selanjutnya

Salah satu percobaan pertama yang menginvestigasi hubungan antara pembakaran dengan
udara dilakukan oleh seorang penulis Yunani abad ke-2, Philo dari Bizantium. Dalam
karyanya Pneumatica, Philo mengamati bahwa dengan membalikkan labu yang di dalamnnya
terdapat lilin yang menyala dan kemudian menutup leher labu dengan air akan
mengakibatkan permukaan air yang terdapat dalam leher labu tersebut meningkat.[48] Philo
menyimpulkan bahwa sebagian udara dalam labu tersebut diubah menjadi unsur api, sehingga
dapat melepaskan diri dari labu melalui pori-pori kaca. Beberapa abad kemudian, Leonardo
da Vinci merancang eksperimen yang sama dan mengamati bahwa udara dikonsumsi selama
pembakaran dan respirasi.[49]

Pada akhir abad ke-17, Robert Boyle membuktikan bahwa udara diperlukan dalam proses
pembakaran. Kimiawan Inggris, John Mayow, melengkapi hasil kerja Boyle dengan
menunjukkan bahwa hanya sebagian komponen udara yang ia sebut sebagai spiritus
nitroaereus atau nitroaereus yang diperlukan dalam pembakaran.[50] Pada satu eksperimen, ia
menemukan bahwa dengan memasukkan seekor tikus ataupun sebatang lilin ke dalam wadah
penampung yang tertutup oleh permukaan air akan mengakibatkan permukaan air tersebut
naik dan menggantikan seperempatbelas volume udara yang hilang.[51] Dari percobaan ini, ia
menyimpulkan bahwa nitroaereus digunakan dalam proses respirasi dan pembakaran.
Mayow mengamati bahwa berat antimon akan meningkat ketika dipanaskan. Ia
menyimpulkan bahwa nitroaereus haruslah telah bergabung dengan antimon.[50] Ia juga
mengira bahwa paru-para memisahkan nitroaereus dari udara dan menghantarkannya ke
dalam darah, dan panas tubuh hewan serta pergerakan otot akan mengakibatkan reaksi
nitroaereus dengan zat-zat tertentu dalam tubuh.[50] Laporan seperti ini dan pemikiran-
pemikiran serta percobaan-percobaan lainnya dipublikasikan pada tahun 1668 dalam
karyanya Tractatus duo pada bagian "De respiratione".[51]

Teori flogiston

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Teori flogiston

Stahl membantu mengembangkan dan memopulerkan teori flogiston.

Dalam percobaan Robert Hooke, Ole Borch, Mikhail Lomonosov, dan Pierre Bayen,
percobaan mereka semuanya menghasilkan oksigen, namun tiada satupun dari mereka yang
mengenalinya sebagai unsur.[24] Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh prevalensi
filosofi pembakaran dan korosi yang dikenal sebagai teori flogiston.

Teori flogiston dikemukakan oleh alkimiawan Jerman, J. J. Becher pada tahun 1667, dan
dimodifikasi oleh kimiawan Georg Ernst Stahl pada tahun 1731.[52] Teori flogiston
menyatakan bahwa semua bahan yang dapat terbakar terbuat dari dua bagian komponen.
Salah satunya adalah flogiston, yang dilepaskan ketika bahan tersebut dibakar, sedangkan
bagian yang tersisa setelah terbakar merupakan bentuk asli materi tersebut.[49]

Bahan-bahan yang terbakar dengan hebat dan meninggalkan sedikit residu (misalnya kayu
dan batu bara), dianggap memiliki kadar flogiston yang sangat tinggi, sedangkan bahan-
bahan yang tidak mudah terbakar dan berkorosi (misalnya besi), mengandung sangat sedikit
flogiston. Udara tidak memiliki peranan dalam teori flogiston. Tiada eksperimen kuantitatif
yang pernah dilakukan untuk menguji keabsahan teori flogiston ini, melainkan teori ini hanya
didasarkan pada pengamatan bahwa ketika sesuatu terbakar, kebanyakan objek tampaknya
menjadi lebih ringan dan sepertinya kehilangan sesuatu selama proses pembakaran tersebut.
[49]
Fakta bahwa materi seperti kayu sebenarnya bertambah berat dalam proses pembakaran
tertutup oleh gaya apung yang dimiliki oleh produk pembakaran yang berupa gas tersebut.
Sebenarnya pun, fakta bahwa logam akan bertambah berat ketika berkarat menjadi petunjuk
awal bahwa teori flogiston tidaklah benar (yang mana menurut teori flogiston, logam tersebut
akan menjadi lebih ringan).
Carl Wilhelm Scheele mendahului Priestley dalam penemuan oksigen, namun publikasinya
dilakukan setelah Priestley.

Penemuan

Oksigen pertama kali ditemukan oleh seorang ahli obat Carl Wilhelm Scheele. Ia
menghasilkan gas oksigen dengan mamanaskan raksa oksida dan berbagai nitrat sekitar tahun
1772.[49][3] Scheele menyebut gas ini 'udara api' karena ia murupakan satu-satunya gas yang
diketahui mendukung pembakaran. Ia menuliskan pengamatannya ke dalam sebuah
manuskrip yang berjudul Treatise on Air and Fire, yang kemudian ia kirimkan ke penerbitnya
pada tahun 1775. Namun, dokumen ini tidak dipublikasikan sampai dengan tahun 1777.[53]

Joseph Priestley biasanya diberikan prioritas dalam penemuan oksigen

Pada saat yang sama, seorang pastor Britania, Joseph Priestley, melakukan percobaan yang
memfokuskan cahaya matahari ke raksa oksida (HgO) dalam tabung gelas pada tanggal 1
Augustus 1774. Percobaan ini menghasilkan gas yang ia namakan 'dephlogisticated air'.[3] Ia
mencatat bahwa lilin akan menyala lebih terang di dalam gas tersebut dan seekor tikus akan
menjadi lebih aktif dan hidup lebih lama ketika menghirup udara tersebut. Setelah mencoba
menghirup gas itu sendiri, ia menulis: "The feeling of it to my lungs was not sensibly
different from that of common air, but I fancied that my breast felt peculiarly light and easy
for some time afterwards."[24] Priestley mempublikasikan penemuannya pada tahun 1775
dalam sebuah laporan yang berjudul "An Account of Further Discoveries in Air". Laporan ini
pula dimasukkan ke dalam jilid kedua bukunya yang berjudul Experiments and Observations
on Different Kinds of Air.[54][49] Oleh karena ia mempublikasikan penemuannya terlebih
dahulu, Priestley biasanya diberikan prioritas terlebih dahulu dalam penemuan oksigen.

Seorang kimiawan Perancis, Antoine Laurent Lavoisier kemudian mengklaim bahwa ia telah
menemukan zat baru secara independen. Namun, Priestley mengunjungi Lavoisier pada
Oktober 1774 dan memberitahukan Lavoisier mengenai eksperimennya serta bagaimana ia
menghasilkan gas baru tersebut. Scheele juga mengirimkan sebuah surat kepada Lavoisier
pada 30 September 1774 yang menjelaskan penemuannya mengenai zat yang tak diketahui,
tetapi Lavoisier tidak pernah mengakui menerima surat tersebut (sebuah kopian surat ini
ditemukan dalam barang-barang pribadi Scheele setelah kematiannya).[53]

Kontribusi Lavoisier

Apa yang Lavoisier tidak terbantahkan pernah lakukan (walaupun pada saat itu
dipertentangkan) adalah percobaan kuantitatif pertama mengenai oksidasi yang
mengantarkannya kepada penjelasan bagaimana proses pembakaran bekerja.[3] Ia
menggunakan percobaan ini beserta percobaan yang mirip lainnya untuk meruntuhkan teori
flogiston dan membuktikan bahwa zat yang ditemukan oleh Priestley dan Scheele adalah
unsur kimia.

Antoine Lavoisier mendiskreditkan teori flogiston

Pada satu eksperimen, Lavoisier mengamati bahwa tidak terdapat keseluruhan peningkatan
berat ketika timah dan udara dipanaskan di dalam wadah tertutup.[3] Ia mencatat bahwa udara
segera masuk ke dalam wadah seketika ia membuka wadah tersebut. Hal ini mengindikasikan
bahwa sebagian udara yang berada dalam wadah tersebut telah dikonsumsi. Ia juga mencatat
bahwa berat timah tersebut juga telah meningkat dan jumlah peningkatan ini adalah sama
beratnya dengan udara yang masuk ke dalam wadah tersebut. Percobaan ini beserta
percobaan mengenai pembakaran lainnya didokumentasikan ke dalam bukunya Sur la
combustion en gnral yang dipublikasikan pada tahun 1777.[3] Hasil kerjanya membuktikan
bahwa udara merupakan campuran dua gas, 'udara vital', yang diperlukan dalam pembakaran
dan respirasi, serta azote (Bahasa Yunani "tak bernyawa"), yang tidak mendukung
pembakaran maupun respirasi. Azote kemudian menjadi apa yang dinamakan sebagai
nitrogen, walaupun dalam Bahasa Perancis dan beberapa bahasa Eropa lainnya masih
menggunakan nama Azote.[3]

Lavoisier menamai ulang 'udara vital' tersebut menjadi oxygne pada tahun 1777. Nama
tersebut berasal dari akar kata Yunani (oxys) (asam, secara harfiah "tajam") dan -
(-gens) (penghasil, secara harfiah penghasil keturunan). Ia menamainya demikian karena ia
percaya bahwa oksigen merupakan komponen dari semua asam.[5] Ini tidaklah benar, namun
pada saat para kimiawan menemukan kesalahan ini, nama oxygne telah digunakan secara
luas dan sudah terlambat untuk menggantinya. Sebenarnya gas yang lebih tepat untuk disebut
sebagai "penghasil asam" adalah hidrogen.

Oxygne kemudian diserap menjadi oxygen dalam bahasa Inggris walaupun terdapat
penentangan dari ilmuwan-ilmuwan Inggris dikarenakan bahwa adalah seorang Inggris,
Priestley, yang pertama kali mengisolasi serta menuliskan keterangan mengenai gas ini.
Penyerapan ini secara sebagian didorong oleh sebuah puisi berjudul "Oxygen" yang memuji
gas ini dalam sebuah buku populer The Botanic Garden (1791) oleh Erasmus Darwin, kakek
Charles Darwin.[53]

Sejarah selanjutnya

Robert H. Goddard dengan roket berbahan bakar campuran bensin dan oksigen cair
rancangannya

Hipotesis atom awal John Dalton berasumsi bahwa semua unsur berupa monoatomik dan
atom-atom dalam suatu senyawa akan memiliki rasio atom paling sederhana terhadap satu
sama lainnya. Sebagai contoh, Dalton berasumsi bahwa rumus air adalah HO, sehingga
massa atom oksigen adalah 8 kali massa hidrogen (nilai yang sebenarnya adalah 16).[55] Pada
tahun 1805, Joseph Louis Gay-Lussac dan Alexander von Humboldt menunjukkan bahwa air
terbentuk dari dua volume hidrogen dengan satu volume oksigen; dan pada tahun 1811,
berdasarkan apa yang sekarang disebut hukum Avogadro dan asumsi molekul unsur diatomik,
Amedeo Avogadro memperkirakan komposisi air dengan benar.[56][57]

Pada akhir abad ke-19, para ilmuwan menyadari bahwa udara dapat dicairkan dan komponen-
komponennya dapat dipisahkan dengan mengkompres dan mendinginkannya. Kimiawan dan
fisikawan Swiss, Raoul Pierre Pictet, menguapkan cairan sulfur dioksida untuk mencairkan
karbon dioksida, yang mana pada akhirnya diuapkan untuk mendinginkan gas oksigen
menjadi cairan. Ia mengirim sebuah telegram pada 22 Desember 1877 kepada Akademi Sains
Prancis di Paris dan mengumumkan penemuan oksigen cairnya.[58] Dua hari kemudian,
fisikawan Perancis Louis Paul Cailletet mengumumkan metodenya untuk mencairkan
oksigen molekuler.[58] Hanya beberapa tetes cairan yang dihasilkan sehingga tidak ada analisis
berarti yang dapat dilaksanakan. Oksigen berhasil dicairkan ke dalam keadaan stabil untuk
pertama kalinya pada 29 Maret 1877 oleh ilmuwan Polandia dari Universitas Jagiellonian,
Zygmunt Wrblewski dan Karol Olszewski.[59]

Pada tahun 1891, kimiawan Skotlandia James Dewar berhasil memproduksi oksigen cair
dalam jumlah yang cukup banyak untuk dipelajari.[60] Proses produksi oksigen cair secara
komersial dikembangkan secara terpisah pada tahun 1895 oleh insinyur Jerman Carl von
Linde dan insinyur Britania William Hampson. Kedua insinyur tersebut menurunkan suhu
udara sampai ia mencair dan kemudian mendistilasi udara cair tersebut.[61] Pada tahun 1901,
pengelasan oksiasetilena didemonstrasikan untuk pertama kalinya dengan membakar
campuran asetilena dan O2 yang dimampatkan. Metode pengelasan dan pemotongan logam
ini pada akhirnya digunakan secara meluas.[61]

Pada tahun 1923, ilmuwan Amerika Robert H. Goddard menjadi orang pertama yang
mengembangkan mesin roket; mesin ini menggunakan bensin sebagai bahan bakar dan
oksigen cair sebagai oksidator. Goddard berhasil menerbangkan roket kecil sejauh 56 m
dengan kecepatan 97 km/jam pada 16 Maret 1926 di Auburn, Massachusetts, USA.[61][62]

Senyawa oksigen

Air (H2O) adalah senyawa oksigen yang paling dikenal.

Keadaan oksidasi okesigen adalah -2 untuk hampir semua senyawa oksigen yang diketahui.
Keadaan oksidasi -1 ditemukan pada beberapa senyawa seperti peroksida.[63] Senyawa
oksigen dengan keadaan oksidasi lainnya sangat jarang ditemukan, yakni -1/2 (superoksida),
-1/3 (ozonida), 0 (asam hipofluorit), +1/2 (dioksigenil), +1 (dioksigen difluorida), dan +2
(oksigen difluorida).

Senyawa oksida dan senyawa anorganik lainnya

Air (H2O) adalah oksida hidrogen dan merupakan senyawa oksigen yang paling dikenal.
Atom hidrogen secara kovalen berikatan dengan oksigen. Selain itu, atom hidrogen juga
berinteraksi dengan atom oksigen dari molekul air lainnya (sekitar 23,3 kJmol1 per atom
hidrogen).[64] Ikatan hidrogen antar molekul air ini menjaga kedua molekul 15% lebih dekat
daripada yang diperkirakan apabila hanya memperhitungkan gaya Van der Waals.[65][66]
Senyawa oksida seperti besi oksida atau karat terbentuk ketika oksigen bereaksi dengan unsur
lainnya.

Oleh karena elektronegativitasnya, oksigen akan membentuk ikatan kimia dengan hampir
semua unsur lainnya pada suhu tinggi dan menghasilkan senyawa oksida. Namun, terdapat
pula beberapa unsur yang secara spontan akan membentuk oksida pada suhu dan tekanan
standar. Perkaratan besi merupakan salah satu contohnya. Permukaan logam seperti
aluminium dan titanium teroksidasi dengan keberadaan udara dan membuat permukaan
logam tersebut tertutupi oleh lapisan tipis oksida. Lapisan oksida ini akan mencegah korosi
lebih lanjut. Beberapa senyawa oksida logam transisi ditemukan secara alami sebagai
senyawa non-stoikiometris. Sebagai contohnya, FeO (wustit) sebenarnya berumus Fe1 xO,
dengan x biasanya sekitar 0,05.[67]

Di atmosfer pula, kita dapat menemukan sejumlah kecil oksida karbon, yaitu karbon dioksida
(CO2). Pada kerak bumi pula dapat ditemukan berbagai senyawa oksida, yakni oksida silikon
(Silika SO2) yang ditemukan pada granit dan pasir, oksida aluminium (aluminium oksida
Al2O3 yang ditemukan pada bauksit dan korundum), dan oksida besi (besi(III) oksida Fe2O3)
yang ditemukan pada hematit dan karat logam.

Karbon dioksida
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Karbon dioksida

Karbon dioksida (rumus kimia: CO2) atau zat asam arang adalah sejenis senyawa kimia
yang terdiri dari dua atom oksigen yang terikat secara kovalen dengan sebuah atom karbon.
Ia berbentuk gas pada keadaan temperatur dan tekanan standar dan hadir di atmosfer bumi.
Rata-rata konsentrasi karbon dioksida di atmosfer bumi kira-kira 387 ppm berdasarkan
volume [1] walaupun jumlah ini bisa bervariasi tergantung pada lokasi dan waktu. Karbon
dioksida adalah gas rumah kaca yang penting karena ia menyerap gelombang inframerah
dengan kuat.
Karbon dioksida dihasilkan oleh semua hewan, tumbuh-tumbuhan, fungi, dan
mikroorganisme pada proses respirasi dan digunakan oleh tumbuhan pada proses fotosintesis.
Oleh karena itu, karbon dioksida merupakan komponen penting dalam siklus karbon. Karbon
dioksida juga dihasilkan dari hasil samping pembakaran bahan bakar fosil. Karbon dioksida
anorganik dikeluarkan dari gunung berapi dan proses geotermal lainnya seperti pada mata air
panas.

Karbon dioksida tidak mempunyai bentuk cair pada tekanan di bawah 5,1 atm namun
langsung menjadi padat pada temperatur di bawah -78 C. Dalam bentuk padat, karbon
dioksida umumnya disebut sebagai es kering.

CO2 adalah oksida asam. Larutan CO2 mengubah warna lakmus dari biru menjadi merah
muda.

Sifat-sifat kimia dan fisika


Lihat pula: Karbon dioksida superkritis dan es kering

Diagram fase tekanan-temperatur karbon dioksida yang memperlihatkan titik tripel karbon
dioksida

Karbon dioksida adalah gas yang tidak berwarna dan tidak berbau. Ketika dihirup pada
konsentrasi yang lebih tinggi dari konsentrasi karbon dioksida di atmosfer, ia akan terasa
asam di mulut dan mengengat di hidung dan tenggorokan. Efek ini disebabkan oleh pelarutan
gas di membran mukosa dan saliva, membentuk larutan asam karbonat yang lemah. Sensasi
ini juga dapat dirasakan ketika seseorang bersendawa setelah meminum air berkarbonat
(misalnya Coca Cola). Konsentrasi yang lebih besar dari 5.000 ppm tidak baik untuk
kesehatan, sedangkan konsentrasi lebih dari 50.000 ppm dapat membahayakan kehidupan
hewan.[2]

Pada keadaan STP, rapatan karbon dioksida berkisar sekitar 1,98 kg/m, kira kira 1,5 kali
lebih berat dari udara. Molekul karbon dioksida (O=C=O) mengandung dua ikatan rangkap
yang berbentuk linear. Ia tidak bersifat dipol. Senyawa ini tidak begitu reaktif dan tidak
mudah terbakar, namun bisa membantu pembakaran logam seperti magnesium.
Pelet kecil dari es kering yang menyublim di udara.

Struktur kristal es kering

Pada suhu 78,51 C, karbon dioksida langsung menyublim menjadi padat melalui proses
deposisi. Bentuk padat karbon dioksida biasa disebut sebagai "es kering". Fenomena ini
pertama kali dipantau oleh seorang kimiawan Perancis, Charles Thilorier, pada tahun 1825.
Es kering biasanya digunakan sebagai zat pendingin yang relatif murah. Sifat-sifat yang
menyebabkannya sangat praktis adalah karbon dioksida langsung menyublim menjadi gas
dan tidak meninggalkan cairan. Penggunaan lain dari es kering adalah untuk pembersihan
sembur.

Cairan kabon dioksida terbentuk hanya pada tekanan di atas 5,1 atm; titik tripel karbon
dioksida kira-kira 518 kPa pada 56,6 C (Silakan lihat diagram fase di atas). Titik kritis
karbon dioksida adalah 7,38 MPa pada 31,1 C.[3]

Terdapat pula bentuk amorf karbon dioksida yang seperti kaca, namun ia tidak terbentuk pada
tekanan atmosfer.[4] Bentuk kaca ini, disebut sebagai karbonia, dihasilkan dari pelewatbekuan
CO2 yang terlebih dahulu dipanaskan pada tekanan ekstrem (40-48 GPa atau kira-kira
400.000 atm) di landasan intan. Penemuan ini mengkonfirmasikan teori yang menyatakan
bahwa karbon dioksida bisa berbentuk kaca seperti senyawa lainnya yang sekelompok
dengan karbon, misalnya silikon dan germanium. Tidak seperti kaca silikon dan germanium,
kaca karbonia tidak stabil pada tekanan normal dan akan kembali menjadi gas ketika
tekanannya dilepas.

Sejarah pemahaman manusia


Pada abad ke-17, seorang kimiawan Fleming, Jan Baptist van Helmont, menemukan bahwa
arang yang dibakar pada bejana tertutup akan menghasilkan abu yang massanya lebih kecil
dari massa arang semula. Dia berkesimpulan bahwa sebagian arang tersebut telah
ditransmutasikan menjadi zat yang tak terlihat, ia menamakan zat tersebut sebagai "gas" atau
spiritus sylvestre (Bahasa Indonesia: arwah liar).

Sifat-sifat karbon dioksida dipelajari lebih lanjut pada tahun 1750 oleh fisikawan Skotlandia
Joseph Black. Dia menemukan bahwa batu kapur (kalsium karbonat) dapat dibakar atau
diberikan asam dan menghasilkan gas yang dia namakan sebagai "fixed air". Dia juga
menemukan bahwa gas ini lebih berat daripada udara dan ketika digelembungkan dalam
larutan kapur (kalsium hidroksida) akan mengendapkan kalsium karbonat. Dia menggunakan
fenomena ini untuk mengilustrasikan bahwa karbon dioksida dihasilkan dari pernapasan
hewan dan fermentasi mikrob. Pada tahun 1772, seorang kimiawan Inggris Joseph Priestley
mempublikasikan sebuah jurnal yang berjudul Impregnating Water with Fixed Air. Dalam
jurnal tersebut, dia menjelaskan proses penetesan asam sulfat (atau minyak vitriol seperti
yang Priestley sebut) ke kapur untuk menghasilkan karbon dioksida dan memaksa gas itu
untuk larut dengan menggoncangkan semangkuk air yang berkontak dengan gas.[5]

Karbon dioksida pertama kali dicairkan (pada tekanan tinggi) pada tahun 1823 oleh Humphry
Davy dan Michael Faraday.[6] Deskripsi pertama mengenai karbon dioksida padat dilaporkan
oleh Charles Thilorier ketika pada tahun 1834 dia membuka kontainer karbon dioksida cair
yang diberikan tekanan dan menemukan pendinginan tersebut menghasilkan penguapan yang
menghasilkan "salju" CO2 padat.[7]

Isolasi
Karbon dioksida bisa kita dapatkan dengan distilasi udara. Namun cara ini hanya
menghasilkan CO2 yang sedikit. Berbagai jenis reaksi kimia dapat menghasilkan karbon
dioksida, seperti reaksi pada kebanyakan asam dengan karbonat logam. Reaksi antara asam
sulfat dengan kalsium karbonat adalah:

H2SO4 + CaCO3 CaSO4 + H2CO3

H2CO3 kemudian terurai menjadi air dan CO2. Reaksi ini diikuti dengan pembusaan atau
penggelembungan.

Pembakaran dari semua bahan bakar yang mengandung karbon, seperti metana (gas alam),
distilat minyak bumi (bensin, diesel, minyak tanah, propana), arang dan kayu akan
menghasilkan karbon dioksida. Sebagai contohnya reaksi antara metana dan oksigen:

CH4 + 2 O2 CO2 + 2 H2O

Besi direduksi dari oksida besi dengan kokas pada tungku sembur, menghasilkan pig iron dan
karbon dioksida:

2 Fe2O3 + 3 C 4 Fe + 3 CO2

Khamir mencerna gula dan menghasilkan karbon dioksida beserta etanol pada proses
pembuatan anggur, bir, dan spiritus lainnya:
C6H12O6 2 CO2 + 2 C2H5OH

Semua organisme aerob menghasilkan CO2 dalam proses pembakaran karbohidrat, asam
lemak, dan protein pada mitokondria di dalam sel. Reaksi-reaksi yang terlibat dalam proses
pembakaran ini sangatlah rumit dan tidak bisa dijelaskan dengan mudah. (Lihat pula:
respirasi sel, respirasi anaerob, dan fotosintesis).

Karbon dioksida larut dalam air dan secara spontan membentuk H2CO3 (asam karbonat)
dalam kesetimbangan dengan CO2. Konsentrasi relatif antara CO2, H2CO3, dan HCO3
(bikarbonat) dan CO32(karbonat) bergantung pada kondisi pH larutan. Dalam air yang
bersifat netral atau sedikit basa (pH > 6,5), bentuk bikarbonat mendominasi (>50%). Dalam
air yang bersifat basa kuat (pH > 10,4), bentuk karbonat mendominasi. Bentuk karbonat dan
bikarbonat memiliki kelarutan yang sangat baik. Dalam air laut (dengan pH = 8,2 - 8,5),
terdapat 120 mg bikarbonat per liter.

Produksi dalam skala industri

Karbon dioksida secara garis besar dihasilkan dari enam proses:[8]

1. Sebagai hasil samping dari pengilangan ammonia dan hidrogen, di mana metana
dikonversikan menjadi CO2.

2. Dari pembakaran kayu dan bahan bakar fosil;

3. Sebagai hasil samping dari fermentasi gula pada proses peragian bir, wiski, dan
minuman beralkohol lainnya;

4. Dari proses penguraian termal batu kapur, CaCO3;

5. Sebagai produk samping dari pembuatan natrium fosfat;

6. Secara langsung di ambil dari mata air yang karbon dioksidanya dihasilkan dari
pengasaman air pada batu kapur atau dolomit.

Di atomosfer bumi

Konsentrasi CO2 yang diukur di observatorium Mauna Loa.


Informasi lebih lanjut: [[Karbon dioksida di atmosfer bumi]]
Karbon dioksida di atmosfer bumi dianggap sebagai gas kelumit dengan konsentrasi sekitar
385 ppm berdasarkan volume dan 582 ppm berdasarkan massa. Massa atmosfer bumi adalah
5,141018 kg [9], sehingga massa total karbon dioksida atmosfer adalah 3,01015 kg (3.000
gigaton). Konsentrasi karbon dioksida bervariasi secara musiman (lihat grafik di samping).
Di wilayah perkotaan, konsentrasi karbon dioksida secara umum lebih tinggi, sedangkan di
ruangan tertutup, ia dapat mencapai 10 kali lebih besar dari konsentrasi di atmosfer terbuka.

Karbon dioksida adalah gas rumah kaca. Lihat Efek rumah kaca untuk informasi lebih lanjut.

Peningkatan tahunan CO2 atmosfer: Rata-rata peningkatan tahunan pada tahun 1960-an
adalah 37% dari rata-rata peningkatan tahunan tahun 2000-2007.[10]

Oleh karena aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil dan penggundulan hutan,
konsentrasi karbon dioksida di atmosfer telah meningkat sekitar 35% sejak dimulainya
revolusi industri.[11] Pada tahun 1999, 2.244.804.000 ton CO2 dihasilkan di Amerika Serikat
dari pembangkitan energi listrik. Laju pengeluaran ini setara dengan 0,6083 kg per kWh.[12]

Lima ratus juta tahun yang lalu, keberadaan karbon dioksida 20 kali lipat lebih besar dari
yang sekarang dan menurun 4-5 kali lipat semasa periode Jura dan secara lambat menurun
sampai dengan revolusi industri.[13][14]

Sampai dengan 40% dari gas yang dimuntahkan oleh gunung berapi semasa ledakan subaerial
adalah karbon dioksida. [15] Menurut perkiraan paling canggih, gunung berapi melepaskan
sekitar 130-230 juta ton CO2 ke atmosfer setiap tahun. Karbon dioksida juga dihasilkan oleh
mata air panas, seperti yang terdapat di situs Bossoleto dekat Terme Rapolano di Toscana,
Italia. Di sini, di depresi yang berbentuk mangkuk dengan diameter kira-kira 100 m,
konsentrasi CO2 setempat meningkat sampai dengan lebih dari 75% dalam semalam, cukup
untuk membunuh serangga-serangga dan hewan yang kecil, namun menghangat dengan cepat
ketika cahaya matahari memancar dan berbaur secara konveksi semasa pagi hari.[16]
Konsentrasi setempat CO2 yang tinggi yang dihasilkan oleh gangguan air danau dalam yang
jenuh dengan CO2 diduga merupakan akibat dari terjadinya 37 kematian di Danau Moboun,
Kamerun pada 1984 dan 1700 kematian di Danau Nyos, Kamerun.[17] Namun, emisi CO2
yang diakibatkan oleh aktivitas manusia sekarang adalah 130 kali lipat lebih besar dari
kuantitas yang dikeluarkan gunung berapi, yaitu sekitar 27 miliar ton setiap tahun.[18]

Di samudera
Terdapat sekitar 50 kali lebih banyak karbon yang terlarut di dalam samudera dalam bentuk
CO2 dan hidrasi CO2 daripada yang terdapat di atmosfer. Samudera berperan sebagai buangan
karbon raksasa dan telah menyerap sekitar sepertiga dari emisi CO2 yang dihasilkan
manusia."[19] Secara umum, kelarutan akan berkurang ketika temperatur air bertambah. Oleh
karena itu, karbon dioksida akan dilepaskan dari air samudera ke atmosfer ketika temperatur
samudera meningkat.

Kebanyakan CO2 yang berada di samudera berbentuk asam karbonat. Sebagian dikonsumsi
oleh organisme air sewaktu fotosintesis dan sebagain kecil lainnya tenggelam dan
meninggalkan siklus karbon. Terdapat kekhawatiran meningkatnya konsentrasi CO2 di udara
akan meningkatkan keasaman air laut, sehiggga akan menimbulkan efek-efek yang
merugikan terhadap organisme-organisme yang hidup di air.

Peranan biologis
Karbon dioksida adalah hasil akhir dari organisme yang mendapatkan energi dari penguraian
gula, lemak, dan asam amino dengan oksigen sebagai bagian dari metabolisme dalam proses
yang dikenal sebagai respirasi sel. Hal ini meliputi semua tumbuhan, hewan, kebanyakan
jamur, dan beberapa bakteri. Pada hewan tingkat tinggi, karbon dioksida mengalir di darah
dari jaringan tubuh ke paru-paru untuk dikeluarkan. Pada tumbuh-tumbuhan, karbon dioksida
diserap dari atmosfer sewaktu fotosintesis.

Peranan pada fotosintesis

Tumbuh-tumbuhan mengurangi kadar karbon dioksida di atomosfer dengan melakukan


fotosintesis, disebut juga sebagai asimilasi karbon, yang menggunakan energi cahaya untuk
memproduksi materi organik dengan mengkombinasi karbon dioksida dengan air. Oksigen
bebas dilepaskan sebagai gas dari penguraian molekul air, sedangkan hidrogen dipisahkan
menjadi proton dan elektron, dan digunakan untuk menghasilkan energi kimia via
fotofosforilasi. Energi ini diperlukan untuk fiksasi karbon dioksida pada siklus Kalvin untuk
membentuk gula. Gula ini kemudian digunakan untuk pertumbuhan tumbuhan melalui
repirasi

Walaupun terdapat lubang angin, karbon dioksida haruslah dimasukkan ke dalam rumah kaca
untuk menjaga pertumbuhan tanaman oleh karena konsentrasi karbon dioksida dapat
menurun selama siang hari ke level 200 ppm. Tumbuhan memiliki potensi tumbuh 50 persen
lebih cepat pada konsentrasi CO2 sebesar 1.000 ppm.[20]

Tumbuh-tumbuhan juga mengeluarkan CO2 selama pernapasan, sehingga tumbuhan yang


berada pada tahap pertumbuhan sajalah yang merupakan penyerap bersih CO2. Sebagai
contoh, hutan tumbuh akan menyerap berton-ton CO2 setiap tahunnya, namun hutan matang
akan menghasilkan CO2 dari pernapasan dan dekomposisi sel-sel mati sebanyak yang dia
gunakan untuk biosintesis tumbuhan.[21] Walaupun demikian, hutan matang jugalah penting
sebagai buangan karbon, membantu menjaga keseimbangan atmosfer bumi. Selain itu,
fitoplankton juga menyerap CO2 yang larut di air laut, sehingga mempromosikan penyerapan
CO2 dari atmosfer.[22]

Toksisitas
Kandungan karbon dioksida di udara segar bervariasi antara 0,03% (300ppm) sampai dengan
0,06% (600 ppm) bergantung pada lokasi.

Menurut Otoritas Keselamatan Maritim Australia, "Paparan berkepanjangan terhadap


konsentrasi karbon dioksida yang sedang dapat menyebabkan asidosis dan efek-efek
merugikan pada metabolisme kalsium fosforus yang menyebabkan peningkatan endapan
kalsium pada jaringan lunak. Karbon dioksida beracun kepada jantung dan menyebabkan
menurunnya gaya kontraktil. Pada konsentrasi tiga persen berdasarkan volume di udara, ia
bersifat narkotik ringan dan menyebabkan peningkatan tekanan darah dan denyut nadi, dan
menyebabkan penurunan daya dengar. Pada konsentrasi sekitar lima persen berdasarkan
volume, ia menyebabkan stimulasi pusat pernapasan, pusing-pusing, kebingungan, dan
kesulitan pernapasan yang diikuti sakit kepala dan sesak napas. Pada konsentrasi delapan
persen, ia menyebabkan sakit kepala, keringatan, penglihatan buram, tremor, dan kehilangan
kesadaran setelah paparan selama lima sampai sepuluh menit."[23]

Oleh karena bahaya kesehatan yang diasosiasikan dengan paparan karbon dioksida,
Administrasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja Amerika Serikat menyatakan bahwa paparan
rata-rata untuk orang dewasa yang sehat selama waktu kerja 8 jam sehari tidak boleh
melebihi 5.000 ppm (0,5%). Batas aman maksimum untuk balita, anak-anak, orang tua, dan
individu dengan masalah kesehatan kardiopulmonari (jatung dan paru-paru) secara signifikan
lebih kecil. Untuk paparan dalam jangka waktu pendek (di bawah 10 menit), batasan dari
Institut Nasional untuk Kesehatan dan Keamanan Kerja Amerika Serikat (NIOSH) adalah
30.000 ppm (3%). NIOSH juga menyatakan bahwa konsentrasi karbon dioksida yang
melebihi 4% adalah langsung berbahaya bagi keselamatan jiwa dan kesehatan.[24]

Adaptasi terhadap peningkatan kadar CO2 dapat terjadi pada manusia. Inhalasi CO2 yang
berkelanjutan dapat ditoleransi pada konsentrasi inspirasi tiga persen paling sedikit selama
satu bulan dan empat persen konsentrasi insiparsi selama lebih dari satu minggu. Diajukan
juga bahwa konsentrasi insipirasi sebesar 2,0 persen dapat digunakan untuk ruangan tertutup
(seperti kapal selam) oleh karena adaptasi ini bersifat fisiologis dan reversibel. Penurunan
kinerja atau pada aktivitas fisik yang normal tidak terjadi pada tingkat konsentrasi ini.[25][26]

Gambaran-gambaran ini berlaku untuk karbon dioksida murni. Dalam ruangan tertutup yang
dipenuhi orang, konsentrasi karbondioksida akan mencapai tingkat yang lebih tinggi daripada
konsentrasi di udara bebas. Konsentrasi yang lebih besar dari 1.000 ppm akan menyebabkan
ketidaknyamanan terhadap 20% penghuni dan ketidaknyamanan ini akan meningkat seiring
dengan meningkatnya konsentrasi CO2. Ketidaknyamanan ini diakibatkan oleh gas-gas yang
dikeluarkan sewaktu pernapasan dan keringatan manusia, bukan oleh CO2. Pada konsentrasi
2.000 ppm, mayoritas penghuni akan merasakan ketidaknyamanan yang signifikan dan
banyak yang akan mual-mual dan sakit kepala. Konsentrasi CO2 antara 300 ppm sampai
dengan 2.500 ppm digunakan sebagai indikator kualitas udara dalam ruangan.

Keracunan karbon dioksida akut dikenal sebagai lembap hitam. Para penambang biasanya
akan membawa sesangkar burung kenari ketika mereka sedang bekerja untuk memperingati
mereka ketika kadar karbon dioksida mencapat tingkat yang berbahaya. Burung kenari akan
terlebih dahulu mati sebelum kadar CO2 mencapai tingkat yang berbahaya untuk manusia.
Karbon dioksida menyebabkan kematian yang luas di Danau Nyos di Kamerun pada tahun
1996.[27] Karbon dioksida yang lebih berat yang dikeluarkan mendorong oksigen keluar,
menyebabkan kematian hampir 2000 orang.
Fisiologi manusia

Lihat pula: Gas darah arteri

CO2 diangkut di darah dengan tiga cara yang berbeda:

Kebanyakan (sekitar 70% 80%) dikonversikan menjadi ion bikarbonat HCO3 oleh
enzim karbonat anhidrase di sel-sel darah merah,[28] dengan reaksi

CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3.

5% 10% larut di plasma[28]

5% 10% diikat oleh hemoglobin sebagai senyawa karbamino[28]

Hemoglobin, molekul pengangkut oksigen yang utama pada sel darah merah, mengangkut
baik oksigen maupun karbon dioksida. Namun CO2 yang diangkut hemoglobin tidak terikat
pada tempat yang sama dengan oksigen. Ia bergabung dengan gugus terminal-N pada empat
rantai globin. Namun, karena efek alosterik pada molekul hemoglobin, pengikatan CO2
mengurangi jumlah oksigen yang dapat diikat. Penurunan pengikatan karbon dioksida oleh
karena peningkatan kadar oksigen dikenal sebagai efek Haldane dan penting dalam traspor
karbon dioksida dari jaringan ke paru-paru. Sebaliknya, peningkatan tekanan parsial CO2 atau
penurunan pH akan menyebabkan pelepasan oksigen dari hemoglobin, dikenal sebagai efek
Bohr

Karbon dioksida adalah salah satu mediator autoregulasi setempat suplai darah. Apabila kadar
karbon dioksidanya tinggi, kapiler akan mengembang untuk mengijinkan arus darah yang
lebih besar ke jaringan yang dituju.

Ion bikarbonat sangatlah penting dalam meregulasi pH darah. Laju pernapasan seseorang
dipengaruhi oleh kadar CO2 dalam darahnya. Pernapasan yang terlalu lambat akan
menyebabkan asidosis pernapasan, sedangkan pernapasan yang terlalu cepat akan
menimbulkan hiperventilasi yang bisa menyebabkan alkalosis pernapasan.

Walaupun tubuh memerlukan oksigen untuk metabolisme, kadar oksigen yang rendah tidak
akan menstimulasi pernapasan. Sebaliknya pernapasan distimulasi oleh kadar karbon
dioksida yang tinggi. Akibatnya, bernapas pada udara bertekanan rendah atau campuran gas
tanpa oksigen (seperti nitrogen murni) dapat menyebabkan kehilangan kesadaran. Hal ini
sangatlah berbahaya bagi pilot tempur. Ini juga adalah alasan mengapa penumpang pesawat
diinstruksikan untuk memakai masker oksigen ke dirinya sendiri terlebih dahulu sebelum
membantu orang lain ketika tekanan kabin berkurang, jika tidak maka terjadi risiko tidak
sadarkan diri.[28]

Menurut salah satu kajian dari Departemen Pertanian Amerika Serikat, pernapasan orang
pada umumnya menghasilkan kira-kira 450 liter (sekitar 900 gram) karbon dioksida perhari.
[29]
Pencemaran adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan/
atau komponen lain ke dalam air atau udara. Pencemaran juga bisa berarti berubahnya tatanan
(komposisi) air atau udara oleh kegiatan manusia dan proses alam, sehingga kualitas air/
udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.[1].

Untuk mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan oleh berbagai aktivitas industri
dan aktivitas manusia, maka diperlukan pengendalian terhadap pencemaran lingkungan
dengan menetapkan baku mutu lingkungan.

Pencemaran terhadap lingkungan dapat terjadi dimana saja dengan laju yang sangat cepat,
dan beban pencemaran yang semakin berat akibat limbah industri dari berbagai bahan kimia
termasuk logam berat.

Hubungan keterkaitan dan ketergantungan antara seluruh komponen ekosistem harus


dipertahankan dalam kondisi yang stabil dan seimbang (homeostatis)[2]. Perubahan terhadap
salah satu komponen akan memengaruhi komponen lainnya.[2] Homeostatis adalah
kecenderungan sistem biologi untuk menahan perubahan dan selalu berada dalam
keseimbangan.[1]

Ekosistem mampu memelihara dan mengatur diri sendiri seperti halnya komponen
penyusunnya yaitu organisme dan populasi[1]. Dengan demikian, ekosistem dapat dianggap
suatu cibernetik di alam. Namun manusia cenderung mengganggu sistem pengendalian
alamiah ini[1].

ekosistem merupakan kumpulan dari bermacam-macam dari alam tersebut, contoh hewan,
tumbuhan, lingkungan, dan yang terakhir manusia

Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di
atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan
tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti.

Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan manusia.
Beberapa definisi gangguan fisik seperti polusi suara, panas, radiasi atau polusi cahaya
dianggap sebagai polusi udara. Sifat alami udara mengakibatkan dampak pencemaran udara
dapat bersifat langsung dan lokal, regional, maupun global.

Pencemaran udara di dalam ruangan dapat mempengaruhi kesehatan manusia sama buruknya
dengan pencemaran udara di ruang terbuka.[1]

Sumber polusi udara


Pencemar udara dibedakan menjadi dua yaitu, pencemar primer dan pencemar sekunder.
Pencemar primer adalah substansi pencemar yang ditimbulkan langsung dari sumber
pencemaran udara. Karbon monoksida adalah sebuah contoh dari pencemar udara primer
karena ia merupakan hasil dari pembakaran. Pencemar sekunder adalah substansi pencemar
yang terbentuk dari reaksi pencemar-pencemar primer di atmosfer. Pembentukan ozon dalam
smog fotokimia adalah sebuah contoh dari pencemaran udara sekunder.

Belakangan ini tumbuh keprihatinan akan efek dari emisi polusi udara dalam konteks global
dan hubungannya dengan pemanasan global yg memengaruhi;

Kegiatan manusia

Transportasi

transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke


tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh
manusia atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. Di negara maju, mereka biasanya menggunakan
kereta bawah tanah (subway) dan taksi. Penduduk di sana jarang yang
mempunyai kendaraan pribadi karena mereka sebagian besar menggunakan
angkutan umum sebagai transportasi mereka. Transportasi sendiri dibagi 3 yaitu,
transportasi darat, laut, dan udara. Transportasi udara merupakan transportasi
yang membutuhkan banyak uang untuk memakainya. Selain karena memiliki
teknologi yang lebih canggih, transportasi udara merupakan alat transportasi
tercepat dibandingkan dengan alat transportasi lainnya.
1 Masalah Transportasi dan Lingkungan Masalah transportasi dan lingkungan adalah
paradoks di alam sejak transportasi menyampaikan manfaat sosial ekonomi yang besar, tetapi
pada saat yang sama transportasi berdampak sistem lingkungan . Dari satu sisi, kegiatan
transportasi mendukung tuntutan mobilitas untuk penumpang dan barang, sementara di sisi
lain, kegiatan transportasi yang berhubungan dengan tingkat pertumbuhan eksternalitas
lingkungan. Ini telah mencapai titik di mana transportasi merupakan sumber dominan emisi
polutan yang paling dan beberapa mereka dampak terhadap lingkungan . Dampak tersebut
berada dalam tiga kategori:

Dampak langsung. Konsekuensi langsung dari kegiatan transportasi terhadap


lingkungan di mana hubungan sebab dan akibat umumnya jelas dan dipahami dengan
baik.

Dampak tidak langsung. Efek sekunder (atau tersier) dari kegiatan transportasi pada
sistem lingkungan. Mereka sering konsekuensi lebih tinggi dari dampak langsung,
tetapi hubungan yang terlibat sering disalahpahami dan sulit untuk membangun.

Dampak kumulatif. Aditif, konsekuensi perkalian atau sinergis kegiatan transportasi.


Mereka memperhitungkan efek beragam dampak langsung dan tidak langsung pada
ekosistem, yang sering tak terduga.

Kompleksitas masalah telah menyebabkan banyak kontroversi dalam kebijakan lingkungan


dan dalam peran transportasi. Sektor transportasi sering disubsidi oleh sektor publik,
khususnya melalui pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur jalan yang cenderung bebas
akses. Kadang-kadang, saham publik di moda transportasi, terminal dan infrastruktur dapat di
aneh dengan isu-isu lingkungan. Jika pemilik dan regulator yang sama (cabang yang berbeda
dari pemerintah), maka ada risiko bahwa peraturan tidak akan efektif dipatuhi untuk. Hal ini
juga dapat menyebabkan ekstrim lain di mana kepatuhan akan menyebabkan sistem
transportasi tidak efisien dengan biaya bersubsidi. Jumlah biaya yang dikeluarkan oleh
aktivitas transportasi, terutama kerusakan lingkungan, umumnya tidak sepenuhnya
ditanggung oleh pengguna. Kurangnya pertimbangan biaya riil transportasi bisa
menjelaskan beberapa masalah lingkungan. Namun, sebuah kompleks hirarki biaya yang
terlibat, mulai dari intern (kebanyakan operasi), kepatuhan (taat peraturan), kontingen (risiko
dari suatu peristiwa seperti tumpahan) ke eksternal (diasumsikan oleh masyarakat). Misalnya,
biaya eksternal akun rata-rata lebih dari 30% dari biaya mobil diperkirakan . Jika biaya
lingkungan tidak termasuk dalam penilaian ini, penggunaan mobil akibatnya disubsidi oleh
masyarakat dan biaya terakumulasi sebagai pencemaran lingkungan. Hal ini memerlukan
pertimbangan karena jumlah kendaraan, terutama mobil, terus meningkat . 2 Transportasi The
- Lingkungan Tautan Hubungan antara transportasi dan lingkungan yang multidimensional.
Beberapa aspek yang tidak diketahui dan beberapa temuan baru dapat menyebabkan
perubahan drastis dalam kebijakan lingkungan, seperti yang terjadi dalam hal hujan asam dan
chlorofluorocarbon pada 1970-an dan 1980-an. Tahun 1990-an yang ditandai dengan realisasi
isu lingkungan global, dicontohkan oleh keprihatinan antara efek antropogenik dan
perubahan iklim. Transportasi juga menjadi dimensi penting dari konsep keberlanjutan , yang
diharapkan dapat menjadi fokus utama dari kegiatan transportasi dalam dekade mendatang,
mulai dari emisi kendaraan untuk praktek manajemen rantai pasokan hijau. Perkembangan
yang akan datang memerlukan pemahaman yang mendalam mengenai pengaruh timbal balik
antara lingkungan fisik dan prasarana transportasi dan belum pemahaman ini sering kurang.
Faktor utama yang dipertimbangkan dalam lingkungan fisik lokasi geografis, topografi,
struktur geologi, iklim, hidrologi, tanah, vegetasi alam dan kehidupan hewan. Utama dimensi
lingkungan transportasi terkait dengan penyebab, kegiatan , output dan hasil sistem
transportasi. Membangun hubungan antara dimensi lingkungan adalah suatu usaha yang sulit.
Misalnya, sejauh mana emisi karbon monoksida terkait dengan pola penggunaan lahan?
Selain itu, transportasi tertanam dalam siklus lingkungan, terutama selama siklus karbon .
Hubungan antara transportasi dan lingkungan juga rumit oleh dua pengamatan:

Pertama, kegiatan transportasi memberikan kontribusi antara penyebab antropogenik


dan alam lainnya, secara langsung, tidak langsung dan secara kumulatif untuk
masalah lingkungan. Dalam beberapa kasus, mereka mungkin menjadi faktor yang
dominan, sementara di lain peran mereka marjinal dan sulit untuk membangun.

Kedua, kegiatan transportasi memberikan kontribusi pada skala geografis yang


berbeda untuk masalah lingkungan , Mulai dari lokal (kebisingan dan emisi CO) ke
dunia (perubahan iklim), tidak melupakan benua / nasional / masalah-masalah
regional (kabut asap dan hujan asam).

Menetapkan kebijakan lingkungan untuk transportasi sehingga harus memperhitungkan


besarnya kontribusi dan skala geografis, jika tidak, beberapa kebijakan mungkin hanya
memindahkan masalah ke tempat lain dan memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan.
Contoh dicatat adalah / kebijakan daerah lokal yang telah memaksa pembangunan cerobong
asap yang lebih tinggi untuk fasilitas pembakaran batu bara (pembangkit listrik) dan
diinduksi difusi kontinen hujan asam. Jadi, bahkan jika divisi administrasi (kota, daerah,
negara / provinsi) memiliki kebijakan penegakan lingkungan yang memadai, skala geografis
polutan difusi (terutama polusi udara) jelas melampaui yurisdiksi didirikan. Selain dampak
lingkungan dari jaringan, lalu lintas dan mode , ekonomi / proses industri mempertahankan
sistem transportasi harus dipertimbangkan. Ini termasuk produksi bahan bakar, kendaraan dan
bahan konstruksi, beberapa di antaranya sangat energi intensif (misalnya aluminium), dan
pembuangan kendaraan, bagian dan penyediaan infrastruktur. Mereka semua memiliki siklus
hidup waktu produksi, pemanfaatan dan pembuangan. Dengan demikian, evaluasi link
transportasi-lingkungan tanpa pertimbangan siklus dalam lingkungan dan dalam
kehidupan produk sama kemungkinan akan menyampaikan gambaran terbatas situasi dan
bahkan dapat menyebabkan penilaian dan kebijakan yang salah. 3 Dimensi Lingkungan
Aktivitas transportasi mendukung tuntutan mobilitas untuk penumpang dan barang, terutama
di daerah perkotaan. Tapi kegiatan transportasi telah mengakibatkan tingkat motorisasi dan
kemacetan tumbuh. Akibatnya, sektor transportasi menjadi semakin terkait dengan masalah
lingkungan. Dampak yang paling penting dari transportasi terhadap lingkungan berhubungan
dengan perubahan iklim, kualitas udara, kebisingan, kualitas air, kualitas tanah,
keanekaragaman hayati dan mengambil tanah:

Perubahan iklim. Kegiatan industri transportasi merilis beberapa juta ton gas setiap
tahun ke atmosfer. Ini termasuk timbal (Pb), karbon monoksida (CO), karbon dioksida
(CO2, tidak polutan), metana (CH4), nitrogen oksida (NOx), nitrous oksida (N2O),
chlorofluorocarbon (CFC), perfluorokarbon (PFC), tetraflouride silikon (SF6),
benzena dan komponen volatil (BTX), logam berat (seng, krom, tembaga dan
kadmium) dan partikulat hal (abu, debu). Ada sebuah perdebatan yang sedang
berlangsung sejauh mana emisi ini terkait dengan perubahan iklim dan peran faktor
antropogenik. Beberapa gas ini, terutama nitrous oxide, juga berpartisipasi dalam
depleting ozon stratosfer (O3) lapisan yang secara alami menyaring permukaan bumi
dari radiasi ultraviolet. Hal ini juga relevan untuk menggarisbawahi bahwa perubahan
iklim juga memiliki dampak yang signifikan terhadap sistem transportasi, khususnya
infrastruktur.

Kualitas udara. Kendaraan jalan raya, mesin kelautan, lokomotif dan pesawat adalah
sumber polusi dalam bentuk emisi gas dan partikulat hal yang mempengaruhi kualitas
udara menyebabkan kerusakan pada kesehatan manusia. Polutan udara beracun yang
berhubungan dengan kanker, kardiovaskular, pernapasan, dan penyakit saraf. Karbon
monoksida (CO) ketika menghirup mempengaruhi aliran darah, mengurangi
ketersediaan oksigen dan bisa sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat. Sebuah
emisi nitrogen dioksida (NO2) dari sumber-sumber transportasi mengurangi fungsi
paru-paru, mempengaruhi sistem pertahanan kekebalan tubuh dan pernapasan
meningkatkan risiko masalah pernapasan. Emisi sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen
oksida (NOx) di atmosfer berupa berbagai senyawa asam yang bila dicampur dalam
air awan menciptakan hujan asam. Curah hujan asam memiliki efek merugikan pada
lingkungan binaan, mengurangi hasil panen pertanian dan menyebabkan penurunan
hutan. Penurunan visibilitas alam dengan asap memiliki sejumlah dampak buruk
terhadap kualitas hidup dan daya tarik lokasi wisata. Emisi partikel dalam bentuk
debu yang berasal dari knalpot kendaraan serta dari sumber-sumber non-buang seperti
kendaraan dan jalan abrasi berdampak pada kualitas udara. Sifat fisik dan kimia
partikulat yang terkait dengan risiko kesehatan seperti masalah pernapasan, iritasi
kulit, mata radang, pembekuan darah dan berbagai jenis alergi.

Kebisingan. Kebisingan merupakan efek umum dari suara yang tidak teratur dan
kacau. Hal ini menimbulkan trauma bagi organ pendengaran dan yang dapat
mempengaruhi kualitas hidup dengan karakter menyenangkan dan mengkhawatirkan.
Kontak jangka panjang dengan tingkat kebisingan di atas 75dB serius menghambat
pendengaran dan mempengaruhi kesejahteraan fisik dan psikologis manusia.
Transportasi kebisingan yang berasal dari pergerakan kendaraan transportasi dan
operasi pelabuhan, bandara dan railyards mempengaruhi kesehatan manusia, melalui
peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Meningkatkan tingkat kebisingan
memiliki dampak negatif pada lingkungan perkotaan tercermin dalam jatuh nilai tanah
dan hilangnya penggunaan lahan produktif.

Kualitas air. Kegiatan transportasi berdampak pada kondisi hidrologi. Fuel, kimia
dan partikulat berbahaya lainnya dibuang dari pesawat, mobil, truk dan kereta api atau
dari pelabuhan dan terminal bandara operasi, seperti de-icing, dapat mencemari
sungai, danau, lahan basah dan lautan. Karena permintaan untuk layanan pengiriman
meningkat, emisi transportasi laut merupakan segmen yang paling penting dari
kualitas air inventarisasi sektor transportasi. Efek utama dari operasi transportasi laut
pada kualitas air terutama timbul dari pengerukan, limbah, air ballast dan tumpahan
minyak. Pengerukan adalah proses pendalaman saluran pelabuhan dengan menghapus
sedimen dari dasar badan air. Pengerukan sangat penting untuk menciptakan dan
memelihara kedalaman air yang cukup untuk operasional pengiriman dan aksesibilitas
pelabuhan. Kegiatan pengerukan berdampak negatif dua kali lipat pada lingkungan
laut. Mereka memodifikasi hidrologi dengan menciptakan kekeruhan yang dapat
mempengaruhi keanekaragaman hayati laut. Sedimen yang terkontaminasi dan air
yang diajukan oleh pengerukan memerlukan tempat pembuangan merusak dan teknik
dekontaminasi. Limbah yang dihasilkan oleh operasi kapal di laut atau di pelabuhan
menyebabkan masalah lingkungan yang serius, karena mereka dapat mengandung
tingkat yang sangat tinggi dari bakteri yang dapat berbahaya bagi kesehatan
masyarakat serta ekosistem laut bila habis di perairan. Selain itu, berbagai jenis
sampah yang mengandung logam dan plastik tidak mudah terurai. Mereka dapat
bertahan di permukaan laut untuk jangka waktu yang lama dan dapat menjadi
hambatan serius untuk navigasi maritim di perairan pedalaman dan di laut dan
mempengaruhi serta operasi berlabuh. Perairan Ballast diperlukan untuk
mengendalikan stabilitas kapal dan konsep dan memodifikasi pusat gravitasi mereka
dalam kaitannya dengan kargo yang diangkut dan varians dalam distribusi berat.
Perairan Ballast diperoleh di suatu daerah mungkin berisi spesies air invasif yang, bila
habis di daerah lain mungkin berkembang dalam lingkungan laut baru dan
mengganggu ekosistem alam laut. Ada sekitar 100 spesies non-pribumi yang tercatat
di Laut Baltik. Spesies invasif telah mengakibatkan perubahan besar dalam ekosistem
perairan dekat pantai, khususnya di laguna pantai dan inlet. tumpahan minyak besar
dari kecelakaan kapal kargo minyak adalah salah satu masalah yang paling serius dari
polusi dari kegiatan transportasi maritim.

Kualitas tanah. Dampak lingkungan dari transportasi di tanah terdiri dari erosi tanah
dan kontaminasi tanah. Fasilitas transportasi pesisir memiliki dampak signifikan pada
erosi tanah. Kegiatan pengiriman memodifikasi skala dan ruang lingkup tindakan
gelombang menyebabkan kerusakan serius pada saluran terbatas seperti sungai.
Penghapusan permukaan bumi untuk konstruksi jalan raya atau mengurangi nilai
permukaan untuk pelabuhan dan bandara perkembangan telah menyebabkan
hilangnya penting tanah yang subur dan produktif. Kontaminasi tanah dapat terjadi
melalui penggunaan bahan beracun oleh industri transportasi. Bahan bakar dan
tumpahan minyak dari kendaraan bermotor dicuci di sisi jalan dan masukkan tanah.
Bahan kimia yang digunakan untuk pelestarian hubungan kereta api dapat masuk ke
dalam tanah. Bahan berbahaya dan logam berat telah ditemukan di daerah yang
berbatasan dengan rel kereta api, pelabuhan dan bandara.
Keanekaragaman Hayati. Transportasi juga mempengaruhi vegetasi alami.
Kebutuhan bahan bangunan dan pengembangan transportasi darat telah menyebabkan
deforestasi. Banyak rute transportasi telah diperlukan pengeringan tanah, sehingga
mengurangi lahan basah dan mengemudi-out spesies tanaman air. Kebutuhan untuk
mempertahankan jalan dan kereta api kanan-of-cara atau untuk menstabilkan
kemiringan di sepanjang fasilitas transportasi telah mengakibatkan membatasi
pertumbuhan tanaman tertentu atau telah menghasilkan perubahan tanaman dengan
pengenalan spesies baru yang berbeda dari orang-orang yang awalnya tumbuh di
daerah. Banyak spesies hewan menjadi punah sebagai akibat dari perubahan di habitat
alami mereka dan pengurangan rentang.

Mengambil tanah. Fasilitas transportasi berdampak pada lanskap perkotaan.


Pengembangan pelabuhan dan bandara infrastruktur fitur yang signifikan dari
lingkungan binaan perkotaan dan pinggiran kota. Kohesi sosial dan ekonomi dapat
dipotong ketika fasilitas transportasi baru seperti kereta api dan jalan raya ditinggikan
struktur melintasi sebuah komunitas perkotaan yang ada. Arteri atau transportasi
terminal dapat menentukan batas perkotaan dan menghasilkan segregasi. Fasilitas
transportasi utama dapat mempengaruhi kualitas hidup perkotaan dengan menciptakan
hambatan fisik, meningkatkan tingkat kebisingan, menghasilkan bau, mengurangi
estetika perkotaan dan mempengaruhi warisan dibangun.

4. Eksternalitas Lingkungan Eksternalitas adalah konsep ekonomi yang mengacu pada


kegiatan kelompok yang memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan, positif atau negatif,
pada kelompok lain dan yang paling penting bahwa mereka konsekuensi, terutama jika
mereka negatif, tidak dianggap oleh mereka menyebabkan mereka. Dampak karena itu
"externalized". Sebuah contoh umum dari eksternalitas positif menyangkut teknologi karena
jelas menguntungkan perusahaan inovatif tetapi juga seluruh ekonomi melalui berbagai
peningkatan produktivitas atau peningkatan kenyamanan. Eksternalitas negatif memiliki
banyak relevansi atas isu-isu lingkungan, karena banyak konsekuensi negatif dari
pencemaran diasumsikan oleh seluruh lapisan masyarakat. Untuk eksternalitas lingkungan
transportasi mereka termasuk pertimbangan tindakan fisik kerusakan lingkungan dan evaluasi
biaya yang terlibat bagi masyarakat. Kesalahan utama digarisbawahi oleh eksternalitas adalah
bahwa biaya dikaitkan dengan beberapa sumber (misalnya pengguna mobil) harus dibebani
oleh banyak (pengguna dan bukan pengguna sama). Mengetahui sumber eksternalitas
lingkungan adalah usaha yang relatif mudah, sedangkan evaluasi kerusakan dan biaya lainnya
belum mencapai standar perbandingan antara lembaga pemerintah dan non-pemerintah.
Tantangannya tinggal lebih dari tiga hal:

Hubungan. Sifat dan tingkat hubungan antara transportasi dan lingkungan harus
dipertimbangkan. Hal ini sangat kompleks karena sebagian besar hubungan
lingkungan cenderung tidak langsung dan kumulatif.

Kuantifikasi. Hubungan harus diukur dan juga nilai eksternalitas lingkungan harus
dinilai. Ini hampir dari kemungkinan sebagai tokoh hanya umum, banyak
diperdebatkan, dapat dinilai. Kuantifikasi biaya ekonomi, sosial dan lingkungan
sangat sulit tapi mungkin jika beberapa penyederhanaan dan generalisasi yang
diasumsikan.
Pembuatan kebijakan. Tingkat dan sejauh mana tindakan korektif yang dapat
diambil untuk meringankan dan mengurangi eksternalitas lingkungan terkait dengan
transportasi dengan cara di mana mereka memberikan kontribusi menanggung
konsekuensi dari kegiatan mereka. Mengingat dua poin di atas upaya di peraturan,
terutama jika mereka melibatkan kerangka kerja yang komprehensif, bisa berbahaya.

Biaya eksternalitas lingkungan dapat dipertimbangkan dari dimensi ekonomi, sosial dan
lingkungan. Jenis dasar eksternalitas transportasi dikaitkan dengan lingkungan berada dalam
polusi udara, polusi air, kebisingan, dan bahan berbahaya. Menetapkan dan mengukur
eksternalitas lingkungan adalah suatu usaha yang kompleks. Kuantifikasi hanya pada tahap
awal dan banyak telah menggunakan argumen ini berbeda penerapan beberapa kebijakan
lingkungan dengan melobi pemerintah (misalnya hujan asam, CFC dan yang paling penting,
perubahan iklim). Selain itu, yang lebih luas skala geografis yang lebih kompleks masalah
lingkungan menjadi, terutama karena isu-isu lintas yurisdiksi. Upaya terbaru untuk mencapai
konsensus tentang perubahan iklim telah menggarisbawahi bahwa kesepakatan lingkungan
multilateral yang dekat tidak mungkin. Sumber / penghasil emisi polutan jarang
menanggung konsekuensi dari dampaknya. Hal ini memiliki beberapa implikasi. Pertama,
ketika sumber tertentu yang bersangkutan, seperti transportasi jalan, pengguna hanya
memperhitungkan biaya langsung kepemilikan modal seperti mobil (kendaraan, bahan bakar,
asuransi, dll). Kepemilikan seringkali hanya masuk dan biaya penggunaan untuk beberapa
moda transportasi. Masyarakat umumnya mengasumsikan peran menyediakan dan
memelihara infrastruktur dan biaya tidak langsung seperti kerusakan struktur dan
infrastruktur, kerugian dalam produktivitas (pertanian dan tenaga kerja), pembersihan,
pelayanan kesehatan dan kerusakan ekosistem. Kedua, pemisahan geografis antara sumber
dan penerima sering akut. Hujan Asam dan perubahan iklim adalah contoh yang jelas. Pada
tingkat lokal, masyarakat dapat dipengaruhi oleh tingkat kebisingan lebih dari kontribusi
sendiri (terutama dekat jalan raya utama), sementara yang lain (pinggiran kota) mungkin akan
terpengaruh dalam cara yang sangat marjinal dan masih memberikan kontribusi signifikan
terhadap kebisingan di tempat lain selama Komuter. Ada kecenderungan pergeseran dari
langsung ke konsekuensi tidak langsung untuk eksternalitas lingkungan, seperti dari
biaya total yang terlibat. Misalnya, tingkat absolut emisi polutan udara telah jauh menurun di
negara-negara maju seperti Amerika Serikat. Masalah pengurangan sumber oleh kendaraan
ditujukan karena itu adalah penyebab langsung dari emisi polutan udara. Hal ini cenderung
untuk menggantikan masalah di tempat lain dan mengembangkan jenis baru eksternalitas.
Dengan demikian, pangsa relatif dampak polusi udara mengurangi, tetapi tidak jumlah
kendaraan, investasi di bidang infrastruktur atau tingkat kebisingan, yang memiliki
eksternalitas mereka sendiri. Penurunan kepentingan relatif dari satu jenis eksternalitas
mengarahkan fokus pada jenis lain yang kurang ditangani, tapi mungkin sama pentingnya
dalam dampak keseluruhan dari transportasi terhadap lingkungan. Transfer dan
penambahan biaya adalah atribut yang sangat umum dari eksternalitas lingkungan.
Mencoba untuk mengurangi biaya ekonomi baik akan mengurangi atau memperburuk biaya
sosial dan lingkungan, tergantung pada eksternalitas. Misalnya, menjaga garam sebagai agen
de-icing utama adalah solusi yang lebih murah bagi otoritas yang bertanggung jawab untuk
pemeliharaan jalan, tetapi praktik ini transfer manfaat ekonomi ke dalam biaya lingkungan
(kerusakan ekosistem). Dalam konteks sumber daya yang terbatas, distribusi biaya ekonomi,
sosial dan lingkungan mengambil peran penting sebagai jenis kerusakan yang paling dapat
diterima dan dalam apa proporsi. Hal ini jelas dari strategi masa lalu bahwa beberapa biaya
ekonomi telah diminimalkan, terutama bagi produsen dan pengguna, sementara konsekuensi
sosial dan lingkungan diabaikan. Praktek ini kurang berlaku karena masyarakat kurang
bersedia menanggung biaya dan konsekuensi dari eksternalitas karena berbagai alasan
(kesadaran masyarakat, biaya kesehatan tinggi, dll). 5. Menilai Eksternalitas Lingkungan
Polusi udara adalah sumber yang paling penting dari eksternalitas lingkungan untuk
transportasi. Meskipun sifat polusi udara jelas diidentifikasi, skala dan ruang lingkup pada
bagaimana mereka mempengaruhi biosfer tunduk pada banyak kontroversi (lihat Aplikasi 1
untuk gambaran rinci dari setiap polutan udara). Di sisi positif, emisi polutan udara yang
paling berbahaya, seperti Karbon Monoksida dan Volatile Organic Compounds, telah
menurun meskipun pertumbuhan substansial dalam jumlah kendaraan indikasi tingkat
pertumbuhan kepatuhan lingkungan dari kendaraan. Emisi Karbon Dioksida telah meningkat
secara proporsional dengan pertumbuhan penggunaan transportasi. Biaya polusi udara
mungkin yang paling luas dari semua eksternalitas lingkungan transportasi, terutama karena
atmosfer memungkinkan difusi cepat dan luas polutan. Karena semua eksternalitas, biaya
sangat sulit untuk mengevaluasi karena beberapa konsekuensi yang tidak dipahami, masalah
bisa berada di skala lain atau sangat berkorelasi dengan orang lain dan / atau nilai (uang atau
lainnya) tidak dapat secara efektif dikaitkan. Dua kelompok utama faktor yang berkontribusi
terhadap polusi udara, terutama di daerah perkotaan.

Faktor struktural pada dasarnya terkait dengan ukuran dan tingkat konsumsi
ekonomi. Faktor-faktor tersebut dan pendapatan dan pendidikan cenderung
proporsional dengan emisi.

Faktor perilaku terkait dengan individualisme, konsumerisme dan transportasi


preferensi. Karena kenyamanan dan simbolisme, mobil ini secara sistematis modus
pilihan transportasi, bahkan ketika mode lain yang tersedia.

Dari perspektif umum, biaya polusi udara yang terkait dengan transportasi dapat
dikelompokkan dalam biaya ekonomi, sosial dan lingkungan. Eksternalitas yang
berhubungan dengan pencemaran air hampir semua konsekuensi tidak langsung. Hal ini
demikian sulit untuk mengevaluasi dan menilai kontribusi khusus transportasi atas berbagai
isu-isu lingkungan, yang menjelaskan bahwa masalah cenderung ditangani secara modal.
Kebisingan (udara dan getaran infrastruktur) merupakan karakteristik yang melekat
transportasi. Pada dasarnya, kebisingan adalah suara yang tidak diinginkan. Ukuran akustik
dari intensitas kebisingan dinyatakan dalam desibel , db, dengan skala dari 1 sampai 120 db
db. Emisi kebisingan dapat direpresentasikan sebagai titik (kendaraan), line (jalan raya) dan
permukaan (ambient kebisingan yang dihasilkan oleh satu set jalan-jalan) sumber. Polusi
suara sangat berbeda dari dua kategori polutan dibahas sebelumnya karena hanya hadir
sebagai getaran. Mesin pembakaran internal melibatkan pembakaran, bagian yang bergerak
dan gesekan pada permukaan dimana moda transportasi bergerak. Dampak kebisingan ketat
lokal, seperti getaran dengan cepat dilemahkan oleh jarak dan sifat lanskap (pohon, bukit,
dll). Bahan berbahaya adalah zat yang mampu berpose risiko yang tidak masuk akal
terhadap kesehatan, keselamatan, dan properti ketika diangkut dalam perdagangan.
Mengingat jumlah besar barang yang dikirim melalui sistem transportasi, bahan berbahaya
telah menjadi perhatian. Beberapa bahan berbahaya (HAZMAT) rilis adalah peristiwa
spektakuler, terutama ketika melibatkan supertanker atau konvoi kereta. Namun, kita harus
mempertimbangkan bahwa transportasi maritim hanya menyumbang 0,1% dari total jumlah
kecelakaan HAZMAT di Amerika Serikat, meskipun volume HAZMAT dirilis lebih tinggi.
Moda transportasi lain dengan demikian sumber penting HAZMAT rilis di lingkungan,
bahkan jika mereka kebanyakan melibatkan jumlah kecil. Informasi yang sangat terbatas
tersedia pada sifat dan konsekuensi dari hazmats dilepaskan selama transportasi, kecuali
untuk peraturan keselamatan. Efek dari pelepasan hazmat selalu tepat waktu, tapi intens. Sifat
efeknya terkait dengan jenis kecelakaan dan HAZMAT terlibat. Hal ini dapat berkisar dari
kecelakaan skala kecil di mana jumlah terbatas HAZMAT yang tumpah, kecelakaan penting
yang membutuhkan intervensi yang cepat dan evakuasi penduduk. Dengan demikian,
transportasi memiliki beragam eksternalitas lingkungan , beberapa di antaranya dapat cukup
dinilai sementara yang lain sebagian besar spekulasi (sering diambil sebagai fakta oleh
kelompok-kelompok lingkungan). Eksternalitas juga terjadi pada skala geografis yang
berbeda , dan beberapa bahkan mungkin tumpang tindih selama beberapa. Intinya adalah
bahwa praktek transportasi yang lebih baik, bahan bakar seperti kendaraan efisien, yang
mengurangi eksternalitas lingkungan cenderung memiliki konsekuensi ekonomi, sosial dan
lingkungan yang positif. Masalah ini tetap tentang strategi mana yang paling menguntungkan
seperti dalam semua masalah lingkungan banyak subjektivitas dan sering ideologi berlaku.

Industri

Pembangkit listrik

Pembakaran (perapian, kompor, furnace, insinerator dengan berbagai jenis bahan


bakar) termasuk pembakaran biomassa secara tradisional[2][3]

Gas buang pabrik yang menghasilkan gas berbahaya seperti CFC

Sumber alami

Gunung berapi

Rawa-rawa

Kebakaran hutan

Denitrifikasi

Dalam kondisi tertentu, vegetasi dapat menghasilkan senyawa organik volatil yang
signifikan yang mampu bereaksi dengan polutan antropogenik membentuk polutan
sekunder[4]

Sumber-sumber lain

Transportasi

Kebocoran tangki gas

Gas metana dari tempat pembuangan akhir sampah

Uap pelarut organik

Jenis-jenis bahan pencemar udara (polutan)


Karbon monoksida
Karbon dioksida
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Karbon dioksida

Karbon dioksida (rumus kimia: CO2) atau zat asam arang adalah sejenis senyawa kimia
yang terdiri dari dua atom oksigen yang terikat secara kovalen dengan sebuah atom karbon.
Ia berbentuk gas pada keadaan temperatur dan tekanan standar dan hadir di atmosfer bumi.
Rata-rata konsentrasi karbon dioksida di atmosfer bumi kira-kira 387 ppm berdasarkan
volume [1] walaupun jumlah ini bisa bervariasi tergantung pada lokasi dan waktu. Karbon
dioksida adalah gas rumah kaca yang penting karena ia menyerap gelombang inframerah
dengan kuat.

Karbon dioksida dihasilkan oleh semua hewan, tumbuh-tumbuhan, fungi, dan


mikroorganisme pada proses respirasi dan digunakan oleh tumbuhan pada proses fotosintesis.
Oleh karena itu, karbon dioksida merupakan komponen penting dalam siklus karbon. Karbon
dioksida juga dihasilkan dari hasil samping pembakaran bahan bakar fosil. Karbon dioksida
anorganik dikeluarkan dari gunung berapi dan proses geotermal lainnya seperti pada mata air
panas.

Karbon dioksida tidak mempunyai bentuk cair pada tekanan di bawah 5,1 atm namun
langsung menjadi padat pada temperatur di bawah -78 C. Dalam bentuk padat, karbon
dioksida umumnya disebut sebagai es kering.

CO2 adalah oksida asam. Larutan CO2 mengubah warna lakmus dari biru menjadi merah
muda.

Sifat-sifat kimia dan fisika


Lihat pula: Karbon dioksida superkritis dan es kering
Diagram fase tekanan-temperatur karbon dioksida yang memperlihatkan titik tripel karbon
dioksida

Karbon dioksida adalah gas yang tidak berwarna dan tidak berbau. Ketika dihirup pada
konsentrasi yang lebih tinggi dari konsentrasi karbon dioksida di atmosfer, ia akan terasa
asam di mulut dan mengengat di hidung dan tenggorokan. Efek ini disebabkan oleh pelarutan
gas di membran mukosa dan saliva, membentuk larutan asam karbonat yang lemah. Sensasi
ini juga dapat dirasakan ketika seseorang bersendawa setelah meminum air berkarbonat
(misalnya Coca Cola). Konsentrasi yang lebih besar dari 5.000 ppm tidak baik untuk
kesehatan, sedangkan konsentrasi lebih dari 50.000 ppm dapat membahayakan kehidupan
hewan.[2]

Pada keadaan STP, rapatan karbon dioksida berkisar sekitar 1,98 kg/m, kira kira 1,5 kali
lebih berat dari udara. Molekul karbon dioksida (O=C=O) mengandung dua ikatan rangkap
yang berbentuk linear. Ia tidak bersifat dipol. Senyawa ini tidak begitu reaktif dan tidak
mudah terbakar, namun bisa membantu pembakaran logam seperti magnesium.

Pelet kecil dari es kering yang menyublim di udara.

Struktur kristal es kering

Pada suhu 78,51 C, karbon dioksida langsung menyublim menjadi padat melalui proses
deposisi. Bentuk padat karbon dioksida biasa disebut sebagai "es kering". Fenomena ini
pertama kali dipantau oleh seorang kimiawan Perancis, Charles Thilorier, pada tahun 1825.
Es kering biasanya digunakan sebagai zat pendingin yang relatif murah. Sifat-sifat yang
menyebabkannya sangat praktis adalah karbon dioksida langsung menyublim menjadi gas
dan tidak meninggalkan cairan. Penggunaan lain dari es kering adalah untuk pembersihan
sembur.

Cairan kabon dioksida terbentuk hanya pada tekanan di atas 5,1 atm; titik tripel karbon
dioksida kira-kira 518 kPa pada 56,6 C (Silakan lihat diagram fase di atas). Titik kritis
karbon dioksida adalah 7,38 MPa pada 31,1 C.[3]

Terdapat pula bentuk amorf karbon dioksida yang seperti kaca, namun ia tidak terbentuk pada
tekanan atmosfer.[4] Bentuk kaca ini, disebut sebagai karbonia, dihasilkan dari pelewatbekuan
CO2 yang terlebih dahulu dipanaskan pada tekanan ekstrem (40-48 GPa atau kira-kira
400.000 atm) di landasan intan. Penemuan ini mengkonfirmasikan teori yang menyatakan
bahwa karbon dioksida bisa berbentuk kaca seperti senyawa lainnya yang sekelompok
dengan karbon, misalnya silikon dan germanium. Tidak seperti kaca silikon dan germanium,
kaca karbonia tidak stabil pada tekanan normal dan akan kembali menjadi gas ketika
tekanannya dilepas.

Sejarah pemahaman manusia


Pada abad ke-17, seorang kimiawan Fleming, Jan Baptist van Helmont, menemukan bahwa
arang yang dibakar pada bejana tertutup akan menghasilkan abu yang massanya lebih kecil
dari massa arang semula. Dia berkesimpulan bahwa sebagian arang tersebut telah
ditransmutasikan menjadi zat yang tak terlihat, ia menamakan zat tersebut sebagai "gas" atau
spiritus sylvestre (Bahasa Indonesia: arwah liar).

Sifat-sifat karbon dioksida dipelajari lebih lanjut pada tahun 1750 oleh fisikawan Skotlandia
Joseph Black. Dia menemukan bahwa batu kapur (kalsium karbonat) dapat dibakar atau
diberikan asam dan menghasilkan gas yang dia namakan sebagai "fixed air". Dia juga
menemukan bahwa gas ini lebih berat daripada udara dan ketika digelembungkan dalam
larutan kapur (kalsium hidroksida) akan mengendapkan kalsium karbonat. Dia menggunakan
fenomena ini untuk mengilustrasikan bahwa karbon dioksida dihasilkan dari pernapasan
hewan dan fermentasi mikrob. Pada tahun 1772, seorang kimiawan Inggris Joseph Priestley
mempublikasikan sebuah jurnal yang berjudul Impregnating Water with Fixed Air. Dalam
jurnal tersebut, dia menjelaskan proses penetesan asam sulfat (atau minyak vitriol seperti
yang Priestley sebut) ke kapur untuk menghasilkan karbon dioksida dan memaksa gas itu
untuk larut dengan menggoncangkan semangkuk air yang berkontak dengan gas.[5]

Karbon dioksida pertama kali dicairkan (pada tekanan tinggi) pada tahun 1823 oleh Humphry
Davy dan Michael Faraday.[6] Deskripsi pertama mengenai karbon dioksida padat dilaporkan
oleh Charles Thilorier ketika pada tahun 1834 dia membuka kontainer karbon dioksida cair
yang diberikan tekanan dan menemukan pendinginan tersebut menghasilkan penguapan yang
menghasilkan "salju" CO2 padat.[7]

Isolasi
Karbon dioksida bisa kita dapatkan dengan distilasi udara. Namun cara ini hanya
menghasilkan CO2 yang sedikit. Berbagai jenis reaksi kimia dapat menghasilkan karbon
dioksida, seperti reaksi pada kebanyakan asam dengan karbonat logam. Reaksi antara asam
sulfat dengan kalsium karbonat adalah:
H2SO4 + CaCO3 CaSO4 + H2CO3

H2CO3 kemudian terurai menjadi air dan CO2. Reaksi ini diikuti dengan pembusaan atau
penggelembungan.

Pembakaran dari semua bahan bakar yang mengandung karbon, seperti metana (gas alam),
distilat minyak bumi (bensin, diesel, minyak tanah, propana), arang dan kayu akan
menghasilkan karbon dioksida. Sebagai contohnya reaksi antara metana dan oksigen:

CH4 + 2 O2 CO2 + 2 H2O

Besi direduksi dari oksida besi dengan kokas pada tungku sembur, menghasilkan pig iron dan
karbon dioksida:

2 Fe2O3 + 3 C 4 Fe + 3 CO2

Khamir mencerna gula dan menghasilkan karbon dioksida beserta etanol pada proses
pembuatan anggur, bir, dan spiritus lainnya:

C6H12O6 2 CO2 + 2 C2H5OH

Semua organisme aerob menghasilkan CO2 dalam proses pembakaran karbohidrat, asam
lemak, dan protein pada mitokondria di dalam sel. Reaksi-reaksi yang terlibat dalam proses
pembakaran ini sangatlah rumit dan tidak bisa dijelaskan dengan mudah. (Lihat pula:
respirasi sel, respirasi anaerob, dan fotosintesis).

Karbon dioksida larut dalam air dan secara spontan membentuk H2CO3 (asam karbonat)
dalam kesetimbangan dengan CO2. Konsentrasi relatif antara CO2, H2CO3, dan HCO3
(bikarbonat) dan CO32(karbonat) bergantung pada kondisi pH larutan. Dalam air yang
bersifat netral atau sedikit basa (pH > 6,5), bentuk bikarbonat mendominasi (>50%). Dalam
air yang bersifat basa kuat (pH > 10,4), bentuk karbonat mendominasi. Bentuk karbonat dan
bikarbonat memiliki kelarutan yang sangat baik. Dalam air laut (dengan pH = 8,2 - 8,5),
terdapat 120 mg bikarbonat per liter.

Produksi dalam skala industri

Karbon dioksida secara garis besar dihasilkan dari enam proses:[8]

7. Sebagai hasil samping dari pengilangan ammonia dan hidrogen, di mana metana
dikonversikan menjadi CO2.

8. Dari pembakaran kayu dan bahan bakar fosil;

9. Sebagai hasil samping dari fermentasi gula pada proses peragian bir, wiski, dan
minuman beralkohol lainnya;

10. Dari proses penguraian termal batu kapur, CaCO3;

11. Sebagai produk samping dari pembuatan natrium fosfat;


12. Secara langsung di ambil dari mata air yang karbon dioksidanya dihasilkan dari
pengasaman air pada batu kapur atau dolomit.

Di atomosfer bumi

Konsentrasi CO2 yang diukur di observatorium Mauna Loa.


Informasi lebih lanjut: [[Karbon dioksida di atmosfer bumi]]

Karbon dioksida di atmosfer bumi dianggap sebagai gas kelumit dengan konsentrasi sekitar
385 ppm berdasarkan volume dan 582 ppm berdasarkan massa. Massa atmosfer bumi adalah
5,141018 kg [9], sehingga massa total karbon dioksida atmosfer adalah 3,01015 kg (3.000
gigaton). Konsentrasi karbon dioksida bervariasi secara musiman (lihat grafik di samping).
Di wilayah perkotaan, konsentrasi karbon dioksida secara umum lebih tinggi, sedangkan di
ruangan tertutup, ia dapat mencapai 10 kali lebih besar dari konsentrasi di atmosfer terbuka.

Karbon dioksida adalah gas rumah kaca. Lihat Efek rumah kaca untuk informasi lebih lanjut.

Peningkatan tahunan CO2 atmosfer: Rata-rata peningkatan tahunan pada tahun 1960-an
adalah 37% dari rata-rata peningkatan tahunan tahun 2000-2007.[10]

Oleh karena aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil dan penggundulan hutan,
konsentrasi karbon dioksida di atmosfer telah meningkat sekitar 35% sejak dimulainya
revolusi industri.[11] Pada tahun 1999, 2.244.804.000 ton CO2 dihasilkan di Amerika Serikat
dari pembangkitan energi listrik. Laju pengeluaran ini setara dengan 0,6083 kg per kWh.[12]
Lima ratus juta tahun yang lalu, keberadaan karbon dioksida 20 kali lipat lebih besar dari
yang sekarang dan menurun 4-5 kali lipat semasa periode Jura dan secara lambat menurun
sampai dengan revolusi industri.[13][14]

Sampai dengan 40% dari gas yang dimuntahkan oleh gunung berapi semasa ledakan subaerial
adalah karbon dioksida. [15] Menurut perkiraan paling canggih, gunung berapi melepaskan
sekitar 130-230 juta ton CO2 ke atmosfer setiap tahun. Karbon dioksida juga dihasilkan oleh
mata air panas, seperti yang terdapat di situs Bossoleto dekat Terme Rapolano di Toscana,
Italia. Di sini, di depresi yang berbentuk mangkuk dengan diameter kira-kira 100 m,
konsentrasi CO2 setempat meningkat sampai dengan lebih dari 75% dalam semalam, cukup
untuk membunuh serangga-serangga dan hewan yang kecil, namun menghangat dengan cepat
ketika cahaya matahari memancar dan berbaur secara konveksi semasa pagi hari.[16]
Konsentrasi setempat CO2 yang tinggi yang dihasilkan oleh gangguan air danau dalam yang
jenuh dengan CO2 diduga merupakan akibat dari terjadinya 37 kematian di Danau Moboun,
Kamerun pada 1984 dan 1700 kematian di Danau Nyos, Kamerun.[17] Namun, emisi CO2
yang diakibatkan oleh aktivitas manusia sekarang adalah 130 kali lipat lebih besar dari
kuantitas yang dikeluarkan gunung berapi, yaitu sekitar 27 miliar ton setiap tahun.[18]

Di samudera
Terdapat sekitar 50 kali lebih banyak karbon yang terlarut di dalam samudera dalam bentuk
CO2 dan hidrasi CO2 daripada yang terdapat di atmosfer. Samudera berperan sebagai buangan
karbon raksasa dan telah menyerap sekitar sepertiga dari emisi CO2 yang dihasilkan
manusia."[19] Secara umum, kelarutan akan berkurang ketika temperatur air bertambah. Oleh
karena itu, karbon dioksida akan dilepaskan dari air samudera ke atmosfer ketika temperatur
samudera meningkat.

Kebanyakan CO2 yang berada di samudera berbentuk asam karbonat. Sebagian dikonsumsi
oleh organisme air sewaktu fotosintesis dan sebagain kecil lainnya tenggelam dan
meninggalkan siklus karbon. Terdapat kekhawatiran meningkatnya konsentrasi CO2 di udara
akan meningkatkan keasaman air laut, sehiggga akan menimbulkan efek-efek yang
merugikan terhadap organisme-organisme yang hidup di air.

Peranan biologis
Karbon dioksida adalah hasil akhir dari organisme yang mendapatkan energi dari penguraian
gula, lemak, dan asam amino dengan oksigen sebagai bagian dari metabolisme dalam proses
yang dikenal sebagai respirasi sel. Hal ini meliputi semua tumbuhan, hewan, kebanyakan
jamur, dan beberapa bakteri. Pada hewan tingkat tinggi, karbon dioksida mengalir di darah
dari jaringan tubuh ke paru-paru untuk dikeluarkan. Pada tumbuh-tumbuhan, karbon dioksida
diserap dari atmosfer sewaktu fotosintesis.

Peranan pada fotosintesis

Tumbuh-tumbuhan mengurangi kadar karbon dioksida di atomosfer dengan melakukan


fotosintesis, disebut juga sebagai asimilasi karbon, yang menggunakan energi cahaya untuk
memproduksi materi organik dengan mengkombinasi karbon dioksida dengan air. Oksigen
bebas dilepaskan sebagai gas dari penguraian molekul air, sedangkan hidrogen dipisahkan
menjadi proton dan elektron, dan digunakan untuk menghasilkan energi kimia via
fotofosforilasi. Energi ini diperlukan untuk fiksasi karbon dioksida pada siklus Kalvin untuk
membentuk gula. Gula ini kemudian digunakan untuk pertumbuhan tumbuhan melalui
repirasi

Walaupun terdapat lubang angin, karbon dioksida haruslah dimasukkan ke dalam rumah kaca
untuk menjaga pertumbuhan tanaman oleh karena konsentrasi karbon dioksida dapat
menurun selama siang hari ke level 200 ppm. Tumbuhan memiliki potensi tumbuh 50 persen
lebih cepat pada konsentrasi CO2 sebesar 1.000 ppm.[20]

Tumbuh-tumbuhan juga mengeluarkan CO2 selama pernapasan, sehingga tumbuhan yang


berada pada tahap pertumbuhan sajalah yang merupakan penyerap bersih CO2. Sebagai
contoh, hutan tumbuh akan menyerap berton-ton CO2 setiap tahunnya, namun hutan matang
akan menghasilkan CO2 dari pernapasan dan dekomposisi sel-sel mati sebanyak yang dia
gunakan untuk biosintesis tumbuhan.[21] Walaupun demikian, hutan matang jugalah penting
sebagai buangan karbon, membantu menjaga keseimbangan atmosfer bumi. Selain itu,
fitoplankton juga menyerap CO2 yang larut di air laut, sehingga mempromosikan penyerapan
CO2 dari atmosfer.[22]

Toksisitas

Kandungan karbon dioksida di udara segar bervariasi antara 0,03% (300ppm) sampai dengan
0,06% (600 ppm) bergantung pada lokasi.

Menurut Otoritas Keselamatan Maritim Australia, "Paparan berkepanjangan terhadap


konsentrasi karbon dioksida yang sedang dapat menyebabkan asidosis dan efek-efek
merugikan pada metabolisme kalsium fosforus yang menyebabkan peningkatan endapan
kalsium pada jaringan lunak. Karbon dioksida beracun kepada jantung dan menyebabkan
menurunnya gaya kontraktil. Pada konsentrasi tiga persen berdasarkan volume di udara, ia
bersifat narkotik ringan dan menyebabkan peningkatan tekanan darah dan denyut nadi, dan
menyebabkan penurunan daya dengar. Pada konsentrasi sekitar lima persen berdasarkan
volume, ia menyebabkan stimulasi pusat pernapasan, pusing-pusing, kebingungan, dan
kesulitan pernapasan yang diikuti sakit kepala dan sesak napas. Pada konsentrasi delapan
persen, ia menyebabkan sakit kepala, keringatan, penglihatan buram, tremor, dan kehilangan
kesadaran setelah paparan selama lima sampai sepuluh menit."[23]

Oleh karena bahaya kesehatan yang diasosiasikan dengan paparan karbon dioksida,
Administrasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja Amerika Serikat menyatakan bahwa paparan
rata-rata untuk orang dewasa yang sehat selama waktu kerja 8 jam sehari tidak boleh
melebihi 5.000 ppm (0,5%). Batas aman maksimum untuk balita, anak-anak, orang tua, dan
individu dengan masalah kesehatan kardiopulmonari (jatung dan paru-paru) secara signifikan
lebih kecil. Untuk paparan dalam jangka waktu pendek (di bawah 10 menit), batasan dari
Institut Nasional untuk Kesehatan dan Keamanan Kerja Amerika Serikat (NIOSH) adalah
30.000 ppm (3%). NIOSH juga menyatakan bahwa konsentrasi karbon dioksida yang
melebihi 4% adalah langsung berbahaya bagi keselamatan jiwa dan kesehatan.[24]

Adaptasi terhadap peningkatan kadar CO2 dapat terjadi pada manusia. Inhalasi CO2 yang
berkelanjutan dapat ditoleransi pada konsentrasi inspirasi tiga persen paling sedikit selama
satu bulan dan empat persen konsentrasi insiparsi selama lebih dari satu minggu. Diajukan
juga bahwa konsentrasi insipirasi sebesar 2,0 persen dapat digunakan untuk ruangan tertutup
(seperti kapal selam) oleh karena adaptasi ini bersifat fisiologis dan reversibel. Penurunan
kinerja atau pada aktivitas fisik yang normal tidak terjadi pada tingkat konsentrasi ini.[25][26]

Gambaran-gambaran ini berlaku untuk karbon dioksida murni. Dalam ruangan tertutup yang
dipenuhi orang, konsentrasi karbondioksida akan mencapai tingkat yang lebih tinggi daripada
konsentrasi di udara bebas. Konsentrasi yang lebih besar dari 1.000 ppm akan menyebabkan
ketidaknyamanan terhadap 20% penghuni dan ketidaknyamanan ini akan meningkat seiring
dengan meningkatnya konsentrasi CO2. Ketidaknyamanan ini diakibatkan oleh gas-gas yang
dikeluarkan sewaktu pernapasan dan keringatan manusia, bukan oleh CO2. Pada konsentrasi
2.000 ppm, mayoritas penghuni akan merasakan ketidaknyamanan yang signifikan dan
banyak yang akan mual-mual dan sakit kepala. Konsentrasi CO2 antara 300 ppm sampai
dengan 2.500 ppm digunakan sebagai indikator kualitas udara dalam ruangan.

Keracunan karbon dioksida akut dikenal sebagai lembap hitam. Para penambang biasanya
akan membawa sesangkar burung kenari ketika mereka sedang bekerja untuk memperingati
mereka ketika kadar karbon dioksida mencapat tingkat yang berbahaya. Burung kenari akan
terlebih dahulu mati sebelum kadar CO2 mencapai tingkat yang berbahaya untuk manusia.
Karbon dioksida menyebabkan kematian yang luas di Danau Nyos di Kamerun pada tahun
1996.[27] Karbon dioksida yang lebih berat yang dikeluarkan mendorong oksigen keluar,
menyebabkan kematian hampir 2000 orang.

Fisiologi manusia

Lihat pula: Gas darah arteri

CO2 diangkut di darah dengan tiga cara yang berbeda:

Kebanyakan (sekitar 70% 80%) dikonversikan menjadi ion bikarbonat HCO3 oleh
enzim karbonat anhidrase di sel-sel darah merah,[28] dengan reaksi

CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3.

5% 10% larut di plasma[28]

5% 10% diikat oleh hemoglobin sebagai senyawa karbamino[28]

Hemoglobin, molekul pengangkut oksigen yang utama pada sel darah merah, mengangkut
baik oksigen maupun karbon dioksida. Namun CO2 yang diangkut hemoglobin tidak terikat
pada tempat yang sama dengan oksigen. Ia bergabung dengan gugus terminal-N pada empat
rantai globin. Namun, karena efek alosterik pada molekul hemoglobin, pengikatan CO2
mengurangi jumlah oksigen yang dapat diikat. Penurunan pengikatan karbon dioksida oleh
karena peningkatan kadar oksigen dikenal sebagai efek Haldane dan penting dalam traspor
karbon dioksida dari jaringan ke paru-paru. Sebaliknya, peningkatan tekanan parsial CO2 atau
penurunan pH akan menyebabkan pelepasan oksigen dari hemoglobin, dikenal sebagai efek
Bohr

Karbon dioksida adalah salah satu mediator autoregulasi setempat suplai darah. Apabila kadar
karbon dioksidanya tinggi, kapiler akan mengembang untuk mengijinkan arus darah yang
lebih besar ke jaringan yang dituju.
Ion bikarbonat sangatlah penting dalam meregulasi pH darah. Laju pernapasan seseorang
dipengaruhi oleh kadar CO2 dalam darahnya. Pernapasan yang terlalu lambat akan
menyebabkan asidosis pernapasan, sedangkan pernapasan yang terlalu cepat akan
menimbulkan hiperventilasi yang bisa menyebabkan alkalosis pernapasan.

Walaupun tubuh memerlukan oksigen untuk metabolisme, kadar oksigen yang rendah tidak
akan menstimulasi pernapasan. Sebaliknya pernapasan distimulasi oleh kadar karbon
dioksida yang tinggi. Akibatnya, bernapas pada udara bertekanan rendah atau campuran gas
tanpa oksigen (seperti nitrogen murni) dapat menyebabkan kehilangan kesadaran. Hal ini
sangatlah berbahaya bagi pilot tempur. Ini juga adalah alasan mengapa penumpang pesawat
diinstruksikan untuk memakai masker oksigen ke dirinya sendiri terlebih dahulu sebelum
membantu orang lain ketika tekanan kabin berkurang, jika tidak maka terjadi risiko tidak
sadarkan diri.[28]

Menurut salah satu kajian dari Departemen Pertanian Amerika Serikat, pernapasan orang
pada umumnya menghasilkan kira-kira 450 liter (sekitar 900 gram) karbon dioksida perhari.
[29]

Oksida nitrogen

Oksida sulfur

CFC

Ozon
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Ozon

Nama IUPAC[sembunyikan]

Trioksigen

Identifikasi
Nomor CAS [10028-15-6]
Sifat
Rumus molekul O3

Massa molar 47,998 gmol1

gas berwarna
Penampilan
kebiruan

2,144 gL1 (0 C),


Densitas
gas

Titik lebur 80,7 K, 192,5 C

161,3 K,
Titik didih
111,9 C

0,105 g100mL1
Kelarutan dalam air
(0 C)

Termokimia
Entalpi pembentukan standar
+142,3 kJmol1
(fHo)

Entropi molar standar (So) 237,7 JK1.mol1

Bahaya
Klasifikasi EU tidak terdaftar

Kecuali dinyatakan sebaliknya, data di atas berlaku


pada temperatur dan tekanan standar (25C, 100 kPa)
Sangkalan dan referensi

Ozon terdiri dari tiga molekul oksigen dan amat berbahaya pada kesehatan manusia. Secara
alamiah, ozon dihasilkan melalui percampuran cahaya ultraviolet dengan atmosfer bumi dan
membentuk suatu lapisan ozon pada ketinggian 50 kilometer.

Kepentingan Ozon

Ozon tertumpu di bawah stratosfer di antara 15 dan 30 km di atas permukaan bumi yang
dikenal sebagai 'lapisan ozon'. Ozon dihasilkan dengan pelbagai persenyawaan kimia, tetapi
mekanisme utama penghasilan dan perpindahan dalam atmosfer adalah penyerapan tenaga
sinar ultraviolet (UV) dari matahari.

Ozon (O3) dihasilkan apabila O2 menyerap sinar ultraviolet pada jarak gelombang 242
nanometer dan disingkirkan dengan fotosintesis dari sinar bagi jarak gelombang yang besar
dari 290 nm. O3 juga merupakan penyerap utama sinar UV antara 200 dan 330 nm.
Penggabungan proses-proses ini efektif dalam meneruskan kekonstanan bilangan ozon dalam
lapisan dan penyerapan 90% sinar UV.

Sifat ozon
Ozon amat mengkakis dan dipercayai sebagai bahan beracun dan bahan cemar biasa. Ozon
mempunyai bau yang tajam, menusuk hidung. Ozon juga terbentuk pada kadar rendah dalam
udara akibat arus listrik seperti kilat, dan oleh tenaga tinggi seperti radiasi eletromagnetik.

UV dikaitkan dengan pembentukan kanker kulit dan kerusakan genetik. Peningkatan tingkat
uv juga mempunyai dampak kurang baik terhadap sistem imunisasi hewan, organisme
akuatik dalam rantai makanan, tumbuhan dan tanaman. Penyerapan sinar UV berbahaya oleh
ozon stratosfer amat penting untuk seluruh bumi.

Ozon di muka bumi

Ozon di muka bumi terbentuk oleh sinar ultraviolet yang menguraikan molekul O3
membentuk unsur oksigen. Unsur oksigen ini bergabung dengan molekul yang tidak terurai
dan membentuk O3. Kadangkala unsur oksigen akan bergabung dengan N2 untuk membentuk
nitrogen oksida; yang apabila bercampur dengan cahaya mampu membentuk ozon.

Lapisan ozon

Ozon adalah salah satu gas yang membentuk atmosfer. Molekul oksigen (O2) yang
dengannya kita bernapas membentuk hampir 20% atmosfer. Pembentukan ozon (O3),
molekul triatom oksigen kurang banyak dalam atmosfer di mana kandungannya hanya
1/3.000.000 gas atmosfer. BIBY FAAT

Kepentingan ozon

Ozon tertumpu di bawah stratosfer di antara 15 dan 30 km di atas permukaan bumi yang
dikenal sebagai 'lapisan ozon'. Ozon terhasil dengan berbagai percampuran kimiawi, tetapi
mekanisme utama penghasilan dan perpindahan dalam atmosfer adalah penyerapan tenaga
sinar ultraviolet (UV) dari matahari.

Ozon (O3) dihasilkan apabila O2 menyerap sinar UV pada jarak gelombang 242 nanometer
dan disingkirkan dengan fotosintesis dari sinar bagi jarak gelombang yang besar dari 290 nm.
O3 juga merupakan penyerap utama sinar UV antara 200 dan 330 nm. Penggabungan proses-
proses ini efektif dalam meneruskan ketetapan bilangan ozon dalam lapisan dan penyerapan
90% sinar UV.

UV dikaitkan dengan pembentukan kanker kulit dan kerusakan genetik. Peningkatan tingkat
UV juga mempunyai dampak kurang baik terhadap sistem imunisasi hewan, organisme
akuatik dalam rantai makanan, tumbuhan dan tanaman.

Penyerapan sinaran UV berbahaya oleh ozon stratosfer amat penting untuk semua hidupan di
bumi.

Keseimbangan ozon
Jumlah ozon dalam atmosfer berubah menurut lokasi geografi dan musim. Ozon ditentukan
dalam satuan Dobson (Du) di mana, sebagai contoh, 300 Du setara dengan 3 mm tebal
lapisan ozon yang tulen jika dimampatkan ke tekanan permukaan laut.

Sebagian besar ozon stratosfer dihasilkan di kawasan tropis dan diangkut ke ketinggian yang
tinggi dengan skala-besar putaran atmosfer semasa musim salju hingga musim semi.
Umumnya kawasan tropis memiliki ozon yang rendah.

Kegunaan ozon

Ozon digunakan dalam bidang pengobatan untuk mengobati pasien dengan cara terawasi dan
mempunyai penggunaan yang meluas seperti di Jerman. Di antaranya ialah untuk perawatan
kulit terbakar.

Sedangkan dalam perindustrian, ozon digunakan untuk:

mengenyahkan kuman sebelum dibotolkan (antiseptik),

menghapuskan pencemaran dalam air (besi, arsen, hidrogen sulfida, nitrit,


dan bahan organik kompleks yang dikenal sebagai warna),

membantu proses flokulasi (proses pengabungan molekul untuk


membantu penapis menghilangkan besi dan arsenik),

mencuci, dan memutihkan kain (dipaten),

membantu mewarnakan plastik,

menentukan ketahanan getah.

Ancaman dari klorofluorokarbon (CFC)

Ancaman yang diketahui terhadap keseimbangan ozon adalah kloroflorokarbon (CFC) buatan
manusia yang meningkatkan kadar penipisan ozon menyebabkan kemerosotan berangsur-
angsur dalam tingkat ozon global.

CFC digunakan oleh masyarakat modern dengan cara yang tidak terkira banyaknya, dalam
kulkas, bahan dorong dalam penyembur, pembuatan busa dan bahan pelarut terutama bagi
kilang-kilang elektronik.

Masa hidup CFC berarti 1 molekul yang dibebaskan hari ini bisa ada 50 hingga 100 tahun
dalam atmosfer sebelum dihapuskan.

Dalam waktu kira-kira 5 tahun, CFC bergerak naik dengan perlahan ke dalam stratosfer (10
50 km). Di atas lapisan ozon utama, pertengahan julat ketinggian 20 25 km, kurang sinar
UV diserap oleh ozon. Molekul CFC terurai setelah bercampur dengan UV, dan
membebaskan atom klorin. Atom klorin ini juga berupaya untuk memusnahkan ozon dan
menghasilkan lubang ozon.

Dampak akibat penipisan ozon

Lubang Ozon

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Lubang ozon

Lubang ozon di Antartika disebabkan oleh penipisan lapisan ozon antara ketinggian tertentu
seluruh Antartika pada musim semi. Pembentukan 'lubang' tersebut terjadi setiap bulan
September dan pulih ke keadaan normal pada lewat musin semi atau awal musim panas.

Dalam bulan Oktober 1987, 1989, 1990 dan 1991, lubang ozon yang luas telah dilacak di
seluruh Antartika dengan kenaikan 60% pengurangan ozon berbanding dengan permukaan
lubang pra-ozon. Pada bulan Oktober 1991, permukaan terendah atmosfer ozon yang pernah
dicatat telah terjadi di seluruh Antartika.

Kemerosotan ozon global

Pengukuran latar dan satelit menunjukkan pengurangan signifikan terhadap jumlah kolom
ozon pada musim dingin dan panas bagi kedua hemisfer utara dan selatan pada garis lintang
tengah dan tinggi. Didapati aliran ke bawah ini pada tahun 1980 agak besar bila dibandingkan
dengan tahun 1970. Tiada statistik aliran signifikan dapat ditentukan bagi kawasan tropika
semasa tahun 1980. Dengan kemajuan komputer model bagi pemusnahan stratosfer ozon
dapat menjelaskan pemerhatian aliran jumlah ozon di ketinggian pertengahan pada musim
panas, tetapi hanya sebagian darinya pada musin sejuk. Ini bermakna pada masa depan
perubahan global ozon belum bisa diramalkan lagi.

Satelit

Penggunaan satelit mengelilingi kutub seperti Satelit NASA Nimbus7 yang membawa
peralatan "Total Ozone Mapping Spectrometer" (TOMS) telah merevolusikan pemantauan
ozon sejak 20 tahun yang lalu. Kedudukan yang baik di atas cakrawala dan kemampuan
setiap satelit untuk perjalanan mendatar seluruh dunia, menyediakan liputan yang lebih baik
dari stasiun darat. Ini sangat tinggi nilainya untuk menentukan aliran global. Ketepatan sensor
satelit menggunakan prinsip yang sama dengan spektrofotometer Dobson.

Spektrofotometer Dobson

Spektrofotometer pertama diciptakan pada tahun 1920 oleh Gordon Dobson untuk mengukur
jumlah ozon. Kini terdapat kurang lebih 80 jenis alat ini untuk digunakan di seluruh dunia
dalam mengukur jumlah ozon. Spektrofotometer Dobson mengukur ozon dengan
membandingkan jumlah penyinaran pada jarak dua UV. Satu jarak gelombang terlacak kuat
dengan ozon manakala yang satu lagi tidak. Perbedaan antara jumlah dua sinar secara
langsung berhubungan dengan jumlah ozon.
Ozon sonde

Ozon sonde adalah sel elektrokimia dan penghantar radio yang dilekatkan kepada balon yang
berisi gas hidrogen yang dapat mencapai ketinggian kira-kira 35 km. Udara dimasukkan ke
dalam sel kecil dengan pompa. Pelarut dalam sel bercampur dengan ozon, menghasilkan arus
eletrik yang berkadar sama dengan jumlah ozon. Isyarat dari sel diubah atas kode dan
diantarkan melalui radio kepada penerima stasiun. Dari pelepasan balon hingga kegagalan,
lazimnya kira-kira 35 km, sonde ini menyediakan taburan menegak ozon.

Lubang ozon di Antartika disebabkan oleh penipisan lapisan ozon antara ketinggian tertentu
seluruh Antartika pada musim semi. Pembentukan 'lubang' tersebut terjadi setiap bulan
September dan pulih ke keadaan normal pada lewat musin semi atau awal musim panas.

Dalam bulan Oktober 1987, 1989, 1990 dan 1991, lubang ozon yang luas telah dilacak di
seluruh Antartika dengan kenaikan 60% pengurangan ozon berbanding dengan permukaan
lubang pra-ozon. Pada bulan Oktober 1991, permukaan terendah atmosfer ozon yang pernah
dicatat telah terjadi di seluruh Antartika.

Kemerosotan ozon global

Pengukuran latar dan satelit menunjukkan pengurangan signifikan terhadap jumlah kolom
ozon pada musim dingin dan panas bagi kedua hemisfer utara dan selatan pada garis lintang
tengah dan tinggi. Didapati aliran ke bawah ini pada tahun 1980 agak besar bila dibandingkan
dengan tahun 1970. Tiada statistik aliran signifikan dapat ditentukan bagi kawasan tropika
semasa tahun 1980. Dengan kemajuan komputer model bagi pemusnahan stratosfer ozon
dapat menjelaskan pemerhatian aliran jumlah ozon di ketinggian pertengahan pada musim
panas, tetapi hanya sebagian darinya pada musin sejuk. Ini bermakna pada masa depan
perubahan global ozon belum bisa diramalkan lagi.

Spektrofotometer Dobson

Spektrofotometer pertama diciptakan pada tahun 1920 oleh Gordon Dobson untuk mengukur
jumlah ozon. Kini terdapat kurang lebih 80 jenis alat ini untuk digunakan di seluruh dunia
dalam mengukur jumlah ozon. Spektrofotometer Dobson mengukur ozon dengan
membandingkan jumlah penyinaran pada jarak dua UV. Satu jarak gelombang terlacak kuat
dengan ozon manakala yang satu lagi tidak. Perbedaan antara jumlah dua sinar secara
langsung berhubungan dengan jumlah ozon.

Ozon sonde

Ozon sonde adalah sel elektrokimia dan penghantar radio yang dilekatkan kepada balon yang
berisi gas hidrogen yang dapat mencapai ketinggian kira-kira 35 km. Udara dimasukkan ke
dalam sel kecil dengan pompa. Pelarut dalam sel bercampur dengan ozon, menghasilkan arus
eletrik yang berkadar sama dengan jumlah ozon. Isyarat dari sel diubah atas kode dan
diantarkan melalui radio kepada penerima stasiun. Dari pelepasan balon hingga kegagalan,
lazimnya kira-kira 35 km, sonde ini menyediakan taburan menegak ozon.
Tindakan dunia

Dalam tahun 1975, dikhawatirkan aktivitas manusia akan mengancam lapisan ozon. Oleh itu
atas permintaan "United Nations Environment Programme" (UNEP), WMO memulai
Penyelidikan Ozon Global dan Proyek Pemantauan untuk mengkoordinasi pemantauan dan
penyelidikan ozon dalam jangka panjang.

Semua data dari tapak pemantauan di seluruh dunia diantarkan ke Pusat Data Ozon Dunia di
Toronto, Kanada, yang tersedia kepada masyarakat ilmiah internasional.

Pada tahun 1977, pertemuan pakar UNEP mengambil tindakan Rencana Dunia terhadap
lapisan ozon; dalam tahun 1987, UNEP mengambil Protokol Montreal atas bahan yang
mengurangi lapisan ozon.

Protokol ini memperkenalkan serangkaian kapasitas, termasuk jadwal tindakan, mengawasi


produksi dan pembebasan CFC ke alam sekitar. Ini memungkinkan tingkat penggunaan dan
produksi terkait CFC untuk turun ke tingkat semasa 1986 pada tahun 1989, dan pengurangan
sebanyak 50% pada 1999.

Hidrokarbon

Hidrokarbon
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Model tiruan dari molekul metana, CH4. Metana merupakan salah satu contoh
hidrokarbon yang masuk dalam kategori alkana, hanya mempunyai 1 jenis
ikatan saja.
Dalam bidang kimia, hidrokarbon adalah sebuah senyawa yang terdiri dari unsur atom
karbon (C) dan atom hidrogen (H). Seluruh hidrokarbon memiliki rantai karbon dan atom-
atom hidrogen yang berikatan dengan rantai tersebut. Istilah tersebut digunakan juga sebagai
pengertian dari hidrokarbon alifatik.

Sebagai contoh, metana (gas rawa) adalah hidrokarbon dengan satu atom karbon dan empat
atom hidrogen: CH4. Etana adalah hidrokarbon (lebih terperinci, sebuah alkana) yang terdiri
dari dua atom karbon bersatu dengan sebuah ikatan tunggal, masing-masing mengikat tiga
atom karbon: C2H6. Propana memiliki tiga atom C (C3H8) dan seterusnya (CnH2n+2).

Tipe-tipe hidrokarbon

Klasifikasi hidrokarbon yang dikelompokkan oleh tatanama organik adalah:

1. Hidrokarbon jenuh/tersaturasi (alkana) adalah hidrokarbon yang paling


sederhana. Hidrokarbon ini seluruhnya terdiri dari ikatan tunggal dan
terikat dengan hidrogen. Rumus umum untuk hidrokarbon tersaturasi
adalah CnH2n+2.[1] Hidrokarbon jenuh merupakan komposisi utama pada
bahan bakar fosil dan ditemukan dalam bentuk rantai lurus maupun
bercabang. Hidrokarbon dengan rumus molekul sama tapi rumus
strukturnya berbeda dinamakan isomer struktur.[2]

2. Hidrokarbon tak jenuh/tak tersaturasi adalah hidrokarbon yang memiliki


satu atau lebih ikatan rangkap, baik rangkap dua maupun rangkap tiga.
Hidrokarbon yang mempunyai ikatan rangkap dua disebut dengan alkena,
dengan rumus umum CnH2n.[3] Hidrokarbon yang mempunyai ikatan
rangkap tiga disebut alkuna, dengan rumus umum CnH2n-2.[4]

3. Sikloalkana adalah hidrokarbon yang mengandung satu atau lebih cincin


karbon. Rumus umum untuk hidrokarbon jenuh dengan 1 cincin adalah
CnH2n.[2]

4. Hidrokarbon aromatik, juga dikenal dengan arena, adalah hidrokarbon


yang paling tidak mempunyai satu cincin aromatik.

Hidrokarbon dapat berbentuk gas (contohnya metana dan propana), cairan (contohnya
heksana dan benzena), lilin atau padatan dengan titik didih rendah (contohnya paraffin wax
dan naftalena) atau polimer (contohnya polietilena, polipropilena dan polistirena).

Ciri-ciri umum

Karena struktur molekulnya berbeda, maka rumus empiris antara hidrokarbon pun juga
berbeda: jumlah hidrokarbon yang diikat pada alkena dan alkuna pasti lebih sedikit karena
atom karbonnya berikatan rangkap.

Kemampuan hidrokarbon untuk berikatan dengan dirinya sendiri disebut dengan katenasi,
dan menyebabkan hidrokarbon bisa membentuk senyawa-senyawa yang lebih kompleks,
seperti sikloheksana atau arena seperti benzena. Kemampuan ini didapat karena karakteristik
ikatan di antara atom karbon bersifat non-polar.
Sesuai dengan teori ikatan valensi, atom karbon harus memenuhi aturan "4-hidrogen" yang
menyatakan jumlah atom maksimum yang dapat berikatan dengan karbon, karena karbon
mempunyai 4 elektron valensi. Dilihat dari elektron valensi ini, maka karbon mempunyai 4
elektron yang bisa membentuk ikatan kovalen atau ikatan dativ.

Hidrokarbon bersifat hidrofobik dan termasuk dalam lipid.

Beberapa hidrokarbon tersedia melimpah di tata surya. Danau berisi metana dan etana cair
telah ditemukan pada Titan, satelit alam terbesar Saturnus, seperti dinyatakan oleh Misi
Cassini-Huygens.[5]

Hidrokarbon sederhana dan variasinya

Jumlah
Alkana(1 Alkena(2 Alkuna (3 Sikloalka
atom Alkadiena
ikatan) ikatan) ikatan) na
karbon

1 Metana - -

Etena
2 Etana Etuna (asetilena)
(etilena)

Propena Propuna Siklopropa Propadiena


3 Propana
(propilena) (metilasetilena) na (alena)

Butena Siklobutan
4 Butana Butuna Butadiena
(butilena) a

Siklopenta Pentadiena
5 Pentana Pentena Pentuna
na (piperylene)

Sikloheksa
6 Heksana Heksena Heksuna Heksadiena
na

Siklohepta
7 Heptana Heptena Heptuna Heptadiena
na

Siklooktan
8 Oktana Oktena Oktuna Oktadiena
a

Siklonona
9 Nonana Nonena Nonuna Nonadiena
na

Siklodeka
10 Dekana Dekena Dekuna Dekadiena
na

Penggunaan

Hidrokarbon adalah salah satu sumber energi paling penting di bumi. Penggunaan yang
utama adalah sebagai sumber bahan bakar. Dalam bentuk padat, hidrokarbon adalah salah
satu komposisi pembentuk aspal.[6]
Hidrokarbon dulu juga pernah digunakan untuk pembuatan klorofluorokarbon, zat yang
digunakan sebagai propelan pada semprotan nyamuk. Saat ini klorofluorokarbon tidak lagi
digunakan karena memiliki efek buruk terhadap lapisan ozon.

Metana dan etana berbentuk gas dalam suhu ruangan dan tidak mudah dicairkan dengan
tekanan begitu saja. Propana lebih mudah untuk dicairkan, dan biasanya dijual di tabung-
tabung dalam bentuk cair. Butana sangat mudah dicairkan, sehingga lebih aman dan sering
digunakan untuk pemantik rokok. Pentana berbentuk cairan bening pada suhu ruangan,
biasanya digunakan di industri sebagai pelarut wax dan gemuk. Heksana biasanya juga
digunakan sebagai pelarut kimia dan termasuk dalam komposisi bensin.

Heksana, heptana, oktana, nonana, dekana, termasuk dengan alkena dan beberapa sikloalkana
merupakan komponen penting pada bensin, nafta, bahan bakar jet, dan pelarut industri.
Dengan bertambahnya atom karbon, maka hidrokarbon yang berbentuk linear akan memiliki
sifat viskositas dan titik didih lebih tinggi, dengan warna lebih gelap.

Pembakaran hidrokarbon

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pembakaran

Saat ini, hidrokarbon merupakan sumber energi listrik dan panas utama dunia karena energi
yang dihasilkannya ketika dibakar.[7] Energi hidrokarbon ini biasanya sering langsung
digunakan sebagai pemanas di rumah-rumah, dalam bentuk minyak maupun gas alam.
Hidrokarbon dibakar dan panasnya digunakan untuk menguapkan air, yang nanti uapnya
disebarkan ke seluruh ruangan. Prinsip yang hampir sama digunakan di pembangkit-
pembangkit listrik.

Ciri-ciri umum dari hidrokarbon adalah menghasilkan uap, karbon dioksida, dan panas
selama pembakaran, dan oksigen diperlukan agar reaksi pembakaran dapat berlangsung.
Berikut ini adalah contoh reaksi pembakaran metana:

CH4 + 2 O2 2 H2O + CO2 + Energi

Jika udara miskin gas oksigen, maka akan terbentuk gas karbon monoksida (CO) dan air:

2 CH4 + 3 O2 2CO + 4H2O

Contoh lainnya, reaksi pembakaran propana:

C3H8 + 5 O2 4 H2O + 3 CO2 + Energi

CnH2n+2 + (3n+1)/2 O2 (n+1) H2O + n CO2 + Energi

Reaksi pembakaran hidrokarbon termasuk reaksi kimia eksotermik.


Senyawa organik volatil[5]

Partikulat[6]

Partikulat
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Partikulat - dikenal juga sebagai partikel halus, dan jelaga - merupakan subdivisi kecil dari
material padat tersuspensi dalam gas atau cair. Partikulat adalah bentuk polusi udara. Partikel
udara lebih kecil dari 10 sampai partikulat mikrometer dihitung. Partikulat terdiri dari partikel
komposisi ukuran, asal dan kimia yang berbeda.

Asal partikulat dapat merupakan buatan manusia atau alam. Polusi udara dan polusi air dapat
mengambil bentuk partikel padat atau larutan. Garam adalah contoh dari kontaminan terlarut
dalam air, sedangkan pasir umumnya merupakan partikulat padat.

Untuk meningkatkan kualitas air, partikel-partikel padat dapat dihilangkan dengan filter air
atau settling(proses partikulat turun dalam air dan membentuk sedimen), dan disebut sebagai
partikel tak larut. Kontaminan yang dilarutkan dalam air dapat dikumpulkan dengan
penyulingan, memungkinkan air untuk menguap dan kontaminan kembali mengendap.

Beberapa partikulat terjadi secara alami, seperti yang berasal dari gunung berapi, badai pasir,
dan kebakaran hutan. Kegiatan manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil pada
kendaraan, pembangkit listrik dan berbagai industri juga menghasilkan sejumlah besar
partikulat. Pembakaran batubara di negara berkembang adalah metode utama untuk
pemanasan rumah dan memasok energi. Rata-rata di seluruh dunia, aerosol
antropogenik(yang dibuat oleh aktivitas manusia) mencapai sekitar 10 persen dari total
jumlah aerosol di atmosfer kita.[1] Peningkatan kadar partikel halus di udara terkait dengan
bahaya kesehatan seperti penyakit jantung , fungsi paru-paru dan kanker paru-paru.

Radikal bebas[7][8]

Radikal bebas
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Radikal bebas adalah molekul yang kehilangan satu buah elektron dari pasangan elektron
bebasnya, atau merupakan hasil pemisahan homolitik suatu ikatan kovalen. Akibat
pemecahan homolitik, suatu molekul akan terpecah menjadi radikal bebas yang mempunyai
elektron tak berpasangan. Elektron memerlukan pasangan untuk menyeimbangkan nilai
spinnya, sehingga molekul radikal menjadi tidak stabil dan mudah sekali bereaksi dengan
molekul lain, membentuk radikal baru. Radikal bebas dapat dihasilkan dari hasil metabolisme
tubuh dan faktor eksternal seperti asap rokok, hasil penyinaran ultra violet, zat pemicu radikal
dalam makanan dan polutan lain. Penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas bersifat
kronis, yaitu dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk penyakit tersebut menjadi nyata.
Contoh penyakit yang sering dihubungkan dengan radikal bebas adalah serangan
jantung,kanker, katarak dan menurunnya fungsi ginjal. Untuk mencegah atau mengurangi
penyakit kronis karena radikal bebas diperlukan antioksidan.

Tubuh manusia dapat menetralisir radikal bebas ini, hanya saja bila jumlahnya berlebihan,
maka kemampuan untuk menetralisirnya akan semakin berkurang. Merokok, misalnya,
adalah kegiatan yang secara sengaja memasukkan berbagai jenis zat berbahaya yang dapat
meningkatkan jumlah radikal bebas ke dalam tubuh. Tubuh manusia didesain untuk
menerima asupan yang bersifat alamiah, sehingga bila menerima masukan seperi asap rokok,
akan berusaha untuk mengeluarkan berbagai racun kimiawi ini dari tubuh melalui proses
metabolisme,[butuh rujukan] tetapi proses metabolisme ini pun sebenarnya menghasilkan radikal
bebas. Pada intinya, kegiatan merokok sama sekali tidak berguna bagi tubuh, walau pun dapat
ditemui perokok yang berusia panjang.[butuh rujukan]

Radikal bebas yang mengambil elektron dari sel tubuh manusia dapat menyebabkan
perubahan struktur DNA sehingga terjadi mutasi.[butuh rujukan] Bila perubahan DNA ini terjadi
bertahun-tahun, maka dapat menjadi penyakit kanker. Tubuh manusia, sesungguhnya dapat
menghasilkan antioksidan[butuh rujukan] tetapi jumlahnya sering sekali tidak cukup untuk
menetralkan radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh. Atau sering sekali, zat pemicu yang
diperlukan oleh tubuh untuk menghasilkan antioksidan tidak cukup dikonsumsi. Sebagai
contoh, tubuh manusia dapat menghasilkan Glutathione, salah satu antioksidan yang sangat
kuat,[butuh rujukan] hanya saja, tubuh memerlukan asupan vitamin C sebesar 1.000 mg untuk
memicu tubuh menghasilkan glutahione ini.[butuh rujukan] Keseimbangan antara antioksidan dan
radikal bebas menjadi kunci utama pencegahan stres oksidatif dan penyakit-penyakit kronis
yang dihasilkannya.

Proses Penuaan

Pada umumnya semua sel jaringan organ tubuh dapat menangkal serangan radikal bebas
karena di dalam sel terdapat sejenis enzim khusus yang mampu melawannya, tetapi karena
manusia secara alami mengalami degradasi atau kemunduran seiring dengan peningkatan
usia, akibatnya pemusnahan radikal bebas tidak dapat terpenuhi dengan baik, maka
Kerusakan jaringan terjadi secara perlahan-lahan. Contohnya: di kulit menjadi keriput karena
kehilangan elastisitas jaringan kolagen serta otot, terjadinya bintik pigmen kecoklatan /flek
pikun, parkinson, Alzheimer karena dinding sel saraf yang terdiri dari asam lemak tak jenuh
ganda merupakan serangan empuk dari radikal bebas.

Antioksidan

Ketika antioksidan bereaksi dengan radikal bebas, mereka saling berikatan ,dan bersatu.
Selanjutnya terbentuk radikal bebas yang baru yang relatif lemah dan tidak membahayakan.
[butuh rujukan]
VITAMIN A Vitamin A larut dalam lemak, dilaporkan dapat bereaksi dengan radikal bebas
melalui struktur ikatan rangkapnya .

VITAMIN E Vitamin E adalah anti oksidan yang larut dalam lemak ,yang perlu ditambahkan
dalam makanan. Cara kerja Vitamin E sebagai anti oksidan adalaha Vitamin E berjalan di
seluruh tubuh bersama molekul yang namanya Lipoprotein, dan dapat melindunginya dari
oksidasi sehingga tidak terbentuk radikal bebas. Oksidasi dari lipoprotein ini merupakan
langkah awal pembentukan: Atherosclerosis ,pengerasan pembuluh darah dan berperan pada
kerusakan hati

VITAMIN C Vitamin C larut dalam air, tidak dapat dibentuk oleh tubuh jadi harus dari
makanan atau supplement ( buah-buahan dan sayuran). Vitamin C ini secara kuat dapat
melemahkan radikal bebas serta mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan
system kekebalan tubuh. Vitamin C dan vitamin E berjalan di seluruh tubuh bersama molekul
yang namanya Lipoprotein, dan dapat melindunginya dari oksidasi sehingga tidak terbentuk
radikal bebas.

SELENIUM Selenium terdapat di air minum, brokoli, kuning telur, bawang merah, bawang
putih dan anggur merah Sebenarnya selenium bukan antioksidan tetapi berguna untuk
produksi enzym-enzym yang berfungsi sebagai antioksidan

Dampak Penggabungan Antioksidan

Packer Laboratorium menemukan bahwa beberapa antioksidan bila digabung mempunyai


kemampuan yang lebih kuat. Contohnya: ketika vitamin E tidak berdaya terhadap radikal
bebas, akan dengan sendirinya menjadi radikal bebas yang lemah, kemudian vitamin E dapat
didaur ulang sehingga kembali menjadi vitamin E lewat bantuan Vitamin C. Kerja sama
tersebut dengan cara mennyumbangkan electron ke vitamin E sehingga dapat kembali
menjadi anti oksidan. Jadi kerjasama tersebut bermaksud untuk melindungi sesama anti
oksidan agar tidak teroksidasi, siklus ini berjalan terus, dan dapat memelihara tubuh dari
keseimbangan anti oksidan Selenium juga dapat bekerjasama secara sinergis dengan vitamin
E sehingga mempunyai effek yang lebih kuat lagi. test penyuntingan.

Dampak
Dampak kesehatan

Substansi pencemar yang terdapat di udara dapat masuk ke dalam tubuh melalui sistem
pernapasan. Jauhnya penetrasi zat pencemar ke dalam tubuh bergantung kepada jenis
pencemar. Partikulat berukuran besar dapat tertahan di saluran pernapasan bagian atas,
sedangkan partikulat berukuran kecil dan gas dapat mencapai paru-paru. Dari paru-paru, zat
pencemar diserap oleh sistem peredaran darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
Dampak kesehatan yang paling umum dijumpai adalah ISNA (infeksi saluran napas atas),
termasuk di antaranya, asma, bronkitis, dan gangguan pernapasan lainnya. Beberapa zat
pencemar dikategorikan sebagai toksik dan karsinogenik.

Diperkirakan dampak pencemaran udara di Jakarta yang berkaitan dengan kematian


prematur, perawatan rumah sakit, berkurangnya hari kerja efektif, dan ISNA pada tahun 1998
senilai dengan 1,8 trilyun rupiah dan akan meningkat menjadi 4,3 trilyun rupiah pada tahun
2015.[butuh rujukan]

Dampak terhadap tanaman

Tanaman yang tumbuh di daerah dengan tingkat pencemaran udara tinggi dapat terganggu
pertumbuhannya dan rawan penyakit, antara lain klorosis, nekrosis, dan bintik hitam.
Partikulat yang terdeposisi di permukaan tanaman dapat menghambat proses fotosintesis.

Hujan asam

pH biasa air hujan adalah 5,6 karena adanya CO2 di atmosfer. Pencemar udara seperti SO2
dan NO2 bereaksi dengan air hujan membentuk asam dan menurunkan pH air hujan. Dampak
dari hujan asam ini antara lain:

Mempengaruhi kualitas air permukaan

Merusak tanaman

Melarutkan logam-logam berat yang terdapat dalam tanah sehingga memengaruhi


kualitas air tanah dan air permukaan

Bersifat korosif sehingga merusak material dan bangunan

Efek rumah kaca

Efek rumah kaca disebabkan oleh keberadaan CO2, CFC, metana, ozon, dan N2O di lapisan
troposfer yang menyerap radiasi panas matahari yang dipantulkan oleh permukaan bumi.
Akibatnya panas terperangkap dalam lapisan troposfer dan menimbulkan fenomena
pemanasan global.

Dampak dari pemanasan global adalah:

Peningkatan suhu rata-rata bumi

Pencairan es di kutub

Perubahan iklim regional dan global

Perubahan siklus hidup flora dan fauna

Kerusakan lapisan ozon


Lapisan ozon yang berada di stratosfer (ketinggian 20-35 km) merupakan pelindung alami
bumi yang berfungsi memfilter radiasi ultraviolet B dari matahari. Pembentukan dan
penguraian molekul-molekul ozon (O3) terjadi secara alami di stratosfer. Emisi CFC yang
mencapai stratosfer dan bersifat sangat stabil menyebabkan laju penguraian molekul-molekul
ozon lebih cepat dari pembentukannya, sehingga terbentuk lubang-lubang pada lapisan ozon.

Anda mungkin juga menyukai